Proses penuaan adalah proses fisiologis yang akan terjadi pada semua makhluk
hidup. ... penuaan kulit, yaitu kulit kering dan kasar, kendur, timbul kerutan dan.
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Proses penuaan adalah proses fisiologis yang akan terjadi pada
semua makhluk hidup. Proses ini meliputi seluruh organ tubuh termasuk kulit yang merupakan salah satu jaringan tubuh yang secara langsung memperlihatkan terjadinya proses penuaan (Cunnningham, 2003; Yaar & Gilchrest, 2007). Berbagai masalah dan kelainan kulit dapat timbul pada penuaan kulit, yaitu kulit kering dan kasar, kendur, timbul kerutan dan lipatan kulit, bercak pigmentasi, dan tumor kulit (Leijden, 1990). Pada negara maju ataupun berkembang angka harapan hidup semakin meningkat. Di Amerika Serikat diperkirakan 31% populasi berusia 55 tahun atau lebih tua pada tahun 2030 (Yaar & Gilchrest, 2007) dan jumlah penduduk usia lanjut akan menjadi dua kali lipat bahkan tiga kali lipat selama awal kuartal pertama pada abad ke-21 (Smith, 2001). Di Indonesia menurut data Badan Pusat Statistik, pada periode tahun 20002005 angka harapan hidup penduduk Indonesia (laki-laki dan perempuan) adalah 67,8 tahun, pada periode 2020-2025 meningkat menjadi 73,6 tahun (Data Statistik Indonesia, 2011).
Hal ini mendorong semakin
meningkatnya ketertarikan dan kepedulian orang terhadap usaha-usaha memperlambat proses penuaan (Yaar & Gilchrest, 2007). Saat ini kesadaran untuk berpenampilan lebih baik, salah satunya memiliki kulit wajah yang sehat dan tampak muda sudah menjadi kebutuhan dan berdampak pada kualitas hidup seseorang (Cunnningham,
1
Universitas Sumatera Utara
2
2003). Kelainan-kelainan kulit akibat proses penuaan yang dulu dianggap bukan masalah kosmetik sekarang sering dikeluhkan dan dikhawatirkan masyarakat. Di Amerika Serikat puluhan juta dolar dikeluarkan setiap tahunnya untuk perawatan dan pengobatan dengan produk antipenuaan (Yaar & Gilchrest, 2008). Proses penuaan kulit mempunyai dua fenomena yang saling berkaitan yaitu proses penuaan intrinsik (chronologic aging) dan proses penuaan ekstrinsik (Leijden, 1990; Jenkins, 2000). Proses
penuaan
intrinsik
merupakan
proses
penuaan
yang
berlangsung secara alamiah yang disebabkan berbagai faktor dari dalam tubuh sendiri, seperti genetik, hormonal, dan ras. Fenomena ini tidak dapat dicegah (Cunnningham, 2003; Yaar & Gilchrest, 2007; Baumann & Saghari, 2009). Proses penuaan ekstrinsik terjadi akibat berbagai faktor dari luar tubuh seperti sinar matahari/ultraviolet (Wlascheck, et al., 2001; Yaar & Gilchrest, 2007; Baumann & Saghari, 2009), kelembaban udara (Cunnningham, 2003; Yaar & Gilchrest, 2007), suhu (Leijden, 1990; Baumann & Saghari, 2009), asap rokok, polusi (Baumann & Saghari, 2009), dan berbagai faktor eksternal lainnya yang dapat mempercepat proses penuaan kulit sehingga terjadi penuaan dini. Proses ini dapat dicegah dengan menghindari faktor-faktor yang mempercepat proses tersebut (Cunnningham, 2003; Yaar & Gilchrest, 2007; Baumann & Saghari, 2009). Sinar ultraviolet (UV) merupakan faktor luar yang paling berperan sebagai penyebab terjadinya proses penuaan kulit. Penuaan kulit yang
Universitas Sumatera Utara
3
dipicu oleh pajanan sinar UV kronik dan repetitif yang disebut photoaging dapat yang memperberat proses penuaan alami yang terjadi (Yaar & Gilchrest, 2008). Paparan sinar UV kronik menghasilkan radikal bebas yang menyebabkan berbagai kerusakan struktur dan lapisan kulit, tetapi perubahan yang paling besar tampak pada lapisan dermis (Fisher, 2002). Dermis terutama terdiri dari fibroblas dan matriks ekstraselular, yaitu komponen-komponen yang terutama terdiri dari kolagen, elastin dan substansi dasar. Semua komponen matriks ekstraselular dibentuk oleh fibroblas (Yaar & Gilchrest, 2008). Manifestasi penuaan dini pada dermis menimbulkan kerusakan protein dan asam amino yang merupakan struktur utama kolagen dan jaringan elastin. Kolagen mengisi 90% bagian dermis dan bertanggung jawab terhadap kekuatan dan elastisitas kulit (Yamauchi, et al., 1988; Wlascheck, et al., 2001). Radikal bebas merupakan unsur kimia yang tidak stabil dan mudah bereaksi, serta mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan (Pillai, et al., 2005). Radikal bebas muncul di tubuh melalui proses metabolisme tubuh normal dan akibat paparan dari luar, seperti asap rokok, polusi, dan sinar UV
(Brenneisen, et al., 2002).
Bahan radikal bebas dalam tubuh paling banyak berasal dari oksigen yang disebut Reactive Oxygen Species (ROS), terbentuk akibat stres oksidatif dan berperan sangat penting dalam proses penuaan (Wlascheck, et
al.,
2001).
ROS
menyebabkan
kerusakan
sistem pertahanan
antioksidan enzimatik dan non-enzimatik kulit. Selanjutnya, ROS dapat
Universitas Sumatera Utara
4
menyebabkan kerusakan deoxyribonucleic acid (DNA), ribonucleic acid (RNA), protein, dan membran sel (Dong, et al., 2008 ; Pham, et al., 2008). Sinar UV akan menginduksi rangkaian sinyal interseluler melalui jalur Mitogen Activated Protein (MAP) kinase. Pembentukan ROS akibat paparan sinar UV dapat menyebabkan Activator Protein-1 (AP-1), yaitu suatu regulator produksi enzim Matriks Metalloproteinase (MMP) yang dapat menimbulkan peningkatan MMP dan diikuti dengan meningkatnya pemecahan kolagen (Choi, et al., 2007). Regulasi MMP secara primer terjadi pada tingkat aktivitas transkripsi gen atau tingkat messenger Ribonucleic Acid (mRNA) (Moon, et al., 2009). Ada beberapa jenis MMP yang berperan pada degradasi kolagen di antaranya adalah MMP-1 (kolagenase), MMP-3 (stremolysin-1), dan MMP-9 (gelatinase-B), tetapi yang terpenting adalah MMP-1 (Brennan, et al., 2003). Enzim MMP-1 ini berfungsi terutama pada degradasi prokolagen tipe I (Fisher, 2002; Lee, et al., 2009). Setelah radiasi sinar UV, bergantung dengan waktu, MMP-1 akan diinduksi pada mRNA pada fibroblas dermal
secara in vitro/in vivo pada kulit manusia dan
aktivasi yang kuat dari mRNA MMP-1 akan terjadi pada 24 jam setelah paparan UV (Brennan, et al., 2003). Selain itu, sinar UV mendorong penurunan ekspresi Transforming Growth Factor-β (TGF-β), yaitu suatu sitokin yang merangsang produksi kolagen (Choi, et al., 2007 ; Tanaka, et al., 2008). Meningkatnya degradasi kolagen dan penurunan sintesis kolagen merupakan hal yang utama pada photoaging (Helfrich, et al., 2008). Setiap paparan sinar UV menginduksi respon jejas dengan penyembuhan yang tidak sempurna, yang akan meninggalkan invisible
Universitas Sumatera Utara
5
solar
scar.
Repetitif
UV
sepanjang
hidup
dapat
mendorong
perkembangan visible solar scar yang bermanifestasi sebagai kerutan (wrinkle) (Rittie & Fisher, 2002 ; Fowler, 2003). Ada beberapa cara untuk mengurangi kerusakan kulit dari radikal bebas akibat sinar UV, yaitu menghindari paparan UV yang berlebihan, pemakaian pakaian pelindung sinar UV, pemakaian tabir surya, obat topikal vitamin A atau turunannya, atau obat topikal yang mengandung antioksidan, serta mengkonsumsi antioksidan, baik yang terdapat pada makanan maupun berupa suplemen (Baumann & Allemann, 2009 ; Burke, 2010). Antioksidan herbal telah diteliti sebagai antipenuaan kulit, di antaranya adalah ekstrak teh hijau yang mengandung senyawa polifenol epigallocatechin-3 gallate (Trattner, 2002; Fuller, 2010), biji anggur yang mengandung prosianidin (Mantena & Katiyar, 2006), tomat dengan kandungan likopen (Fazekas. et al., 2003), kedelai yang kaya antioksidan isoflavon genistein (Trattner,
2002 ; Thornfeldt, 2010), aneka spesies
tumbuhan berberis dengan kandungan berberin (Kim & Chung, 2007), dan lain-lain. Penggunaan obat tradisional di Indonesia merupakan bagian dari budaya bangsa dan banyak dimanfaatkan masyarakat sejak berabadabad yang lalu. Namun demikian, pada umumnya efektivitas dan keamanannya belum didukung oleh penelitian yang memadai. Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan Keputusan Nomor:381/MENKES/SK/III/ 2007 tentang kebijakan obat tradisional nasional. Di dalam salah satu subsistem dari Sistem Kesehatan Nasional disebutkan bahwa pengembangan dan peningkatan obat
Universitas Sumatera Utara
6
tradisional ditujukan agar diperoleh obat tradisional yang bermutu tinggi, aman, dan memiliki khasiat nyata yang teruji secara ilmiah. Dengan demikian, obat tradisional dapat bermanfaat secara luas, baik untuk pengobatan sendiri oleh masyarakat maupun digunakan dalam pelayanan kesehatan formal (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007). Brokoli (Brassica oleracea L. var. Italica Plenck) merupakan suatu jenis tanaman kubis-kubisan yang diketahui kaya akan antioksidan (Fahey & Talalay, 1999). Kandungan tanaman brokoli adalah sulforafan (glikosida), kuersetin dan kaempferol (flavonoid), vitamin A, C, E, tiamin, riboflavin, nikotinamid, betakaroten, selenium, indola, glutation, iberin, dan sianohidroksi butena (Ipteknet, 2005). Kandungan brokoli yang paling ampuh sebagai antioksidan adalah sulforafan, indola, betakaroten, kuersetin dan glutation (Wang, 1996 ; Fahey & Talalay, 1999). Pada bidang dermatologi ditemukan pemberian sulforafan topikal yang berasal dari kecambah brokoli mampu meningkatkan enzim fase II. Enzim ini mampu melindungi dari inflamasi dan edema yang diinduksi oleh sinar UV pada tikus percobaan. Demikian juga pada penelitian in vivo, pemakaian sulforafan topikal selama tiga hari berturut – turut sebelum paparan sinar UV mampu mencegah efek eritema yang muncul pada kerusakan kulit akibat sinar UV (photodamage) yang berasal dari radiasi narrow band UVB 311nm, yaitu dengan rerata reduksi eritema sebesar 37.7 % (P = 0,025) (Talalay, 2007). Hal ini menunjukkan bahwa brokoli juga mempunyai efek sebagai antiinflamasi. Kerns, et al., (1997) menemukan secara in vitro pada tikus percobaan, bahwa sulforafan topikal mampu memperbaiki integritas kulit pada epidermolisis bulosa simpleks, yaitu suatu penyakit yang diturunkan dan ditandai dengan
Universitas Sumatera Utara
7
tumbuhnya lepuh setelah trauma mekanik ke kulit akibat mutasi gen keratin 14. Hal ini menunjukkan efek antimutagenik dari sulforafan yang berasal dari brokoli. Bagaimana mekanisme seluler ekstrak bunga brokoli terhadap penghambatan penuaan kulit belum diketahui. Analisis pada ekspresi MMP-1 (kolagenase) dan prokolagen tipe I merupakan parameter yang berperan utama dalam penemuan obat antipenuaan kulit (Kim, et al., 2005; Kim & Chung, 2007; Cho, et al., 2008 ; Moon, et al., 2008 ; Kang, 2009). Namun demikian, dalam melakukan uji sebagai antipenuaan kulit diperlukan jaminan keamanan dari ekstrak bunga brokoli karena suatu obat herbal haruslah aman digunakan.
B.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah diuraikan, dapat
dirumuskan permasalahan yang dituangkan sebagai pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Apakah ekstrak bunga brokoli mempunyai efek penghambat penuaan kulit dini (photoaging) secara in vitro berdasarkan penurunan ekspresi MMP-1, baik pada tingkat mRNA maupun tingkat protein pada kultur sel fibroblas kulit manusia? 2. Apakah ekstrak bunga brokoli mempunyai efek penghambat penuaan kulit dini (photoaging) secara in vitro berdasarkan peningkatan ekspresi prokolagen tipe I, baik pada tingkat mRNA maupun tingkat protein pada kultur sel fibroblas kulit manusia?
Universitas Sumatera Utara
8
3. Apakah ada hubungan antara konsentrasi ekstrak bunga brokoli dan ekspresi MMP-1 baik pada tingkat mRNA maupun tingkat protein pada kultur sel fibroblas kulit manusia? 4. Apakah ada hubungan antara konsentrasi ekstrak bunga brokoli dan ekspresi prokolagen tipe I baik pada tingkat mRNA maupun tingkat protein pada kultur sel fibroblas kulit manusia? 5. Apakah ada hubungan hasil ekspresi MMP-1 pada tingkat mRNA dengan tingkat proteinnya? 6. Apakah ada hubungan hasil ekspresi prokolagen tipe I pada tingkat mRNA dengan tingkat proteinnya? 7. Apakah ekstrak bunga brokoli menimbulkan efek sitotoksik terhadap sel fibroblas kulit manusia?
C. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan Umum Membuktikan ekstrak bunga brokoli sebagai obat herbal yang efektif dan aman sebagai antipenuaan kulit dini (photoaging) secara in vitro.
2.
Tujuan khusus a. Membuktikan ekstrak bunga brokoli dapat menurunkan ekspresi mRNA MMP-1 pada kultur sel fibroblas kulit manusia. b. Membuktikan ekstrak bunga brokoli dapat menurunkan ekspresi protein MMP-1 pada kultur sel fibroblas kulit manusia. c. Membuktikan ekstrak bunga brokoli dapat meningkatkan ekspresi mRNA prokolagen tipe I pada kultur sel fibroblas kulit manusia.
Universitas Sumatera Utara
9
d. Membuktikan ekstrak bunga brokoli dapat meningkatkan ekspresi protein prokolagen tipe I pada kultur sel fibroblas kulit manusia. e. Menganalisis hubungan antara konsentrasi ekstrak bunga brokoli dan ekspresi MMP-1 baik pada tingkat mRNA maupun tingkat protein. f. Menganalisis hubungan antara konsentrasi ekstrak bunga brokoli dan ekspresi prokolagen tipe I baik pada tingkat mRNA maupun tingkat protein. g. Menganalisis hubungan hasil ekspresi MMP-1 pada tingkat mRNA dengan tingkat proteinnya. h. Menganalisis hubungan hasil ekspresi prokolagen tipe I pada tingkat mRNA dengan tingkat proteinnya. i. Membuktikan bahwa ekstrak bunga brokoli tidak menimbulkan efek sitotoksik terhadap sel fibroblas kulit manusia.
D. Manfaat Penelitian 1.
Dapat menghasilkan suatu bahan obat herbal yang potensial sebagai antipenuaan kulit.
2.
Dengan melakukan prosedur-prosedur yang spesifik pada tingkat transkripsi gen dan protein, dapat diketahui pengaruh ekstrak bunga brokoli pada setiap tahap regulasi dari proses penuaan kulit.
3.
Memudahkan masyarakat untuk memanfaatkan tanaman brokoli sebagai obat herbal antipenuaan kulit yang bermutu tinggi, aman, dan berkhasiat
nyata
karena
tumbuhan
ini
mudah
didapat
dan
dibudidayakan di berbagai wilayah Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
10
4.
Jika terbukti in vitro sebagai antipenuaan kulit, dapat diujikan pada hewan percobaan dan selanjutnya, pada manusia. Dari hasil tersebut dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas sebagai fitofarmaka untuk penghambatan penuaan kulit yang telah teruji secara ilmiah.
E. Orisinalitas Berdasarkan
penelusuran
secara
kepustakaan,
peneliti
belum
menemukan penelitian tentang ekstrak bunga brokoli (Brassica oleracea L. var. italica Plenck) sebagai antipenuaan kulit melalui mekanisme seluler yang berdasarkan efek sebagai inhibitor MMP-1 ataupun peningkatan sintesis prokolagen tipe I pada kultur sel fibroblas manusia. Yang telah diteliti adalah efek brokoli sebagai antiinflamasi (Talalay, 2007; Shibata, et al., 2010), antimutagenik (Kerns, et al., 1997), dan antikanker terhadap berbagai karsinoma pada manusia (Fahey, et al., 1997; Fahey & Talalay 1999; Singh, et al., 2005; Cornblatt, et al., 2007; Munday et, al., 2008).
F. Potensi Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) 1. Ekstrak bunga brokoli mempunyai efek penghambat penuaan kulit dini (photoaging) secara in vitro. 2. Ekstrak bunga brokoli mampu menurunkan ekspresi mRNA MMP-1 pada kultur sel fibroblas kulit manusia. 3. Ekstrak bunga brokoli mampu menurunkan ekspresi protein MMP-1 pada kultur sel fibroblas kulit manusia.
Universitas Sumatera Utara
11
4. Ekstrak bunga brokoli mampu meningkatkan ekspresi mRNA prokolagen tipe I pada kultur sel fibroblas kulit manusia. 5. Ekstrak bunga brokoli mampu meningkatkan ekspresi protein prokolagen tipe I pada kultur sel fibroblas kulit manusia. 6. Ada hubungan konsentrasi ekstrak bunga brokoli dengan ekspresi mRNA MMP-1. 7. Ada hubungan konsentrasi ekstrak bunga brokoli dan ekspresi protein MMP-1. 8. Ada hubungan konsentrasi ekstrak bunga brokoli dengan ekspresi mRNA prokolagen tipe I. 9. Ada hubungan konsentrasi ekstrak bunga brokoli dengan ekspresi protein prokolagen tipe I. 10. Ada hubungan ekspresi mRNA MMP-1 dengan ekspresi protein MMP-1. 11. Ada hubungan ekspresi mRNA prokolagen tipe I dengan ekspresi protein prokolagen tipe I. 12. Ekstrak bunga brokoli tidak menimbulkan efek sitotoksik.
Universitas Sumatera Utara