1 COPING SKILLS UNTUK MENGATASI KECEMASAN ...

15 downloads 251 Views 262KB Size Report
8 Des 2011 ... UJIAN NASIONAL PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS ... Jakarta tahun ajaran 2010/2011 mengalami kecemasan pada tingkat ...
COPING SKILLS UNTUK MENGATASI KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN NASIONAL PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI DI PROVINSI DKI JAKARTA Oleh Dra. Gantina Komalasari, M.Psi. dan Herdi, M.Pd. Jurusan Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Jakarta

ABSTRAK. Tujuan penulisan ini adalah mendapatkan gambaran empirik tentang tingkat kecemasan siswa kelas XII SMA Negeri di Provinsi DKI Jakarta dalam menghadapi Ujian Nasional (UN) tahun ajaran 2010/2011. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan teknik survey. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 404 orang siswa yang dijaring dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu siswa kelas XII yang akan mengikuti UN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa kelas XII SMA Negeri di Provinsi DKI Jakarta tahun ajaran 2010/2011 mengalami kecemasan pada tingkat sedang sebesar 60,4% (244 orang), sisanya berada pada tingkat rendah 35,4% (143 orang) dan tinggi 4,2% (17 orang). Rekomendasi bagi Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor (Guru BK/K) adalah menyelenggarakan pelatihan coping skills bagi siswa untuk mengatasi kecemasan menghadapi UN. Kata Kunci : kecemasan, coping skills

PENDAHULUAN Ujian Nasional (UN) merupakan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah (Permendiknas Nomor 34 tahun 2007) untuk mengukur kompetensi lulusan. Secara umum, UN diselenggarakan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Bercermin kepada negara lain, pendidikan menjadi penentu tinggi rendahnya standar kualitas manusia. Kualitas SDM yang tinggi menjadi modal bagi pembangunan nasional dan menjadi comparative advantage dalam dunia yang semakin kompetitif.

mengajukan berbagai argumentasi yang menyatakan bahwa UN tidak layak dilanjutkan karena memiliki berbagai kelemahan dan mengukur prestasi siswa. Kondisi geografis Indonesia yang terdiri atas banyak pulau memberikan konsekuensi kepada keragaman standar mutu pendidikan setiap daerah. Dengan demikian, UN menjadi ukuran yang tidak valid untuk diterapkan. Sementara pihak yang mendukung berusaha menjelaskan UN dari berbagai sudut positif berupa kualitas pendidikan yang semakin membaik.

Harapan tersebut dalam praktiknya memunculkan polemik di masyarakat, pihak yang tidak setuju

Seorang siswa yang mengikuti pendidikan selalu akan menghadapi evaluasi dari hasil

1

belajarnya. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi belajar yang dapat diukur dari pencapaian standar kompetensi lulusan yang tertuang pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2006/2007 dengan mengacu pada Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan untuk Pendidikan Dasar dan Menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Panduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan Pada kenyataannya, standar kelulusan siswa hanya didasarkan pada keberhasilan siswa mengikuti UN yang hanya mengukur satu aspek kompetensi kelulusan yaitu aspek kognitif. Dalam kaitannya dengan mutu pendidikan, UN hanya melakukan evaluasi terhadap siswa (peserta didik). Padahal, menurut pasal 57 ayat 2 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS, mutu pendidikan seharusnya didasarkan pada evaluasi yang mencakup peserta didik, lembaga, dan program pendidikan.

secara kuantitatif. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian Candrasari dkk. (2008) yang menunjukkan : (1) kurikulum dan UN yang digunakan sebagai salah satu standardisasi pendidikan nasional berjalan tidak harmonis. Kurikulum memberikan isyarat lain dengan ditetapkan kompetensi-kompetensi dasar yang tidak mampu terpetakan dalam evaluasi secara nasional; (2) soal-soal UN mata pelajaran bahasa Inggris tingkat SMP/MTs tahun ajaran 2006/2007 tidak tersebar merata baik secara aspek topik maupun kognitif. Pada aspek topik, 100% soal-soal UN tersebut hanya mampu menjelaskan satu aspek saja, yaitu reading, dimana pada mata pelajaran bahasa Inggris, seharusnya dalam hal pemetaan topik, memuat empat hal yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Pada aspek kognitif, soal-soal UN tersebar dalam 3 aspek yang pertama yaitu recall, demonstrate, dan analyze, namun aspek evaluate dan generate tidak mampu tergambarkan pada soalsoal UN tersebut. Berbagai kondisi tersebut menimbulkan pro-kontra terhadap UN, dimana kelompok kontra menyatakan bahwa pemberian nilai dalam ujian merupakan bentuk dehumanisasi pendidikan karena menimbulkan ketidakpercayaan di antara guru dan siswa. Ujian menjadi cara untuk membandingbandingkan kemampuan di antara siswa dan telah menyebabkan kecemasan dan menurunkan harga diri bagi mereka yang bernilai buruk

UN merupakan upaya standardisasi yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk meningkatkan mutu pendidikan. Selain itu, keabsahan UN yang dianggap sebagai standar nasional pendidikan tersebut belum terukur

2

(Arends, 2007). Mereka yang mendukung evaluasi sering mengutuk praktik-praktik pendidikan yang menekankan pengujian berbagai keterampilan dasar yang telah keluar dari konteks dan tujuan utama pendidikan sehingga mengakibatkan munculnya kompetensi yang berlebihan.

dianggap mengancam (dalam konteks ini UN) juga dipengaruhi sikap, pikiran-pikiran, kemampuan dan pengalaman sebagai hasil belajar di masa lalu dan ditentukan juga oleh kecenderungan pribadi seseorang yaitu kecemasan dasarnya (anxiety trait) (Spielberger, 1979).

Terlepas dari polemik tentang kebijakan yang berjalan, penerapan UN telah menyebabkan munculnya beberapa masalah kepada pihakpihak yang terlibat dalam pendidikan, yaitu siswa, orangtua siswa, guru, kepala sekolah hingga kepala dinas. Semua pihak yang terkait dengan pendidikan merasakan kekhawatiran ketika menghadapi UN. Siswa dan orangtua khawatir apabila tidak lulus UN. Tidak lulus UN merupakan sebuah bencana besar karena berkaitan dengan kehidupan masa depan (Kompas, 18 April 2009). Demikian juga dengan guru dan kepala sekolah yang khawatir apabila anak didiknya tidak lulus, sehingga dikatakan tidak berhasil. Bagi mereka standar kelulusan UN yang rendah dapat menurunkan kredibilitas mereka sebagai pendidik dan pejabat.

Apabila orang atas dasar sikap, pikiran, kemampuan, pertimbangan, dan pengalamannya menganggap UN sebagai situasi yang berpotensi merugikan, membahayakan, atau mengancam dirinya, maka akan muncul yang disebut kecemasan. Akan tetapi, apabila UN dianggap sebagai suatu proses evaluasi yang sudah seharusnya terjadi pada setiap akhir suatu proses pendidikan formal, maka tidak akan menimbulkan kecemasan (Spielberger, 1979). Intensitas kecemasan sesaat yang tergugah menurut Hull sebanding dengan besarnya ancaman yang dihayati dan berlangsung terus atau tidaknya penghayatan itu tergantung lamanya kehadiran rangsang dan pengalamannya menghadapi rangsang serupa di masa lalu atau bila memakai istilah Hull-Spence, kekuatan hubungan antara rangsang tertentu dengan respon tertentu disebut habit strength (Hall dan Lindzey, 1981).

Penilaian siswa, guru, kepala sekolah, dan kepala dinas terhadap suatu keadaan stres yang dihadapi (dalam hal ini UN), sangat dipengaruhi oleh persepsi individu atau penilaian kognitif (cognitive appraisal) pada situasi atau stimulus sebagai potensi yang berbahaya atau merugikan. Penilaian terhadap keadaan ataupun rangsang yang

Pada saat seseorang dihadapkan pada situasi yang dirasakan mengancam, dalam hal ini cemas terhadap kegagalan saat menghadapi UN, biasanya akan menggugah upaya-upaya untuk mengatasinya, mengurangi atau

3

menghilangkan perasaan terancam atau kecemasan sesaat, karena pada dasarnya setiap individu mengharapkan berada pada keadaan homeostatis. Sehingga seseorang akan meningkatkan aktivitas kognisi, motorik, atau mekanisme pertahanan dirinya sehingga dapat memberi umpan balik bagi individu dalam menilai UN. Perasaan cemas terhadap kegagalan saat menghadapi UN dalam intensitas rendah sampai menengah akan menimbulkan nervous, tegang dan takut pada apa yang akan terjadi. Pada tingkat sedang sampai tinggi direfleksikan dalam keadaan gelisah, sukar bernafas, gemetar, berkeringat, otot menjadi tegang. Sedangkan pada tingkat yang tingggi kadang disertai tingkah laku panik (Spielberger, 1979).

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, dipandang perlu dilakukan pengkajian tentang tingkat kecemasan siswa sebagai subjek utama dalam menghadapi UN. Hasil pemetaan tingkat kecemasan siswa dapat digunakan sebagai baseline untuk pengembangan coping skills dalam mengatasi kecemasan menghadapi UN.

PEMBAHASAN Tujuan penulisan ini adalah untuk

mendapatkan

mengenai

copping

menurunkan

gambaran skill

tingkat

dalam

kecemasan

siswa kelas XII SMA Negeri di Provinsi DKI Jakarta tahun ajaran 2010/2011.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kecemasan secara konsisten memiliki efek negatif terhadap prestasi akademik siswa (Covington, 1992; Zeidner, 1998). Kecemasan memberikan efek samping motorik dan viseral dan mempengaruhi proses berpikir, persepsi dan belajar. Kecemasan cenderung menghasilkan kebingungan dan distorsi persepsi, tidak hanya pada ruang dan waktu tetapi pada orang dan arti peristiwa. Distorsi tersebut dapat mengganggu belajar dengan menurunkan kemampuan memusatkan perhatian, menurunkan daya ingat, dan mengganggu kemampuan dalam membuat asosiasi (Kaplan & Saddock, 1997).

Kecemasan Kecemasan (anxiety) adalah suatu perasaan tidak nyaman yang merupakan

respons

terhadap

ketakutan atau kehilangan sesuatu yang bernilai (Cook dan Fountaine, 1987). bentuk

Kecemasan perasaan

merupakan

terancam

oleh

sesuatu, biasanya dengan objek ancaman yang tidak begitu jelas. Kecemasan berbeda dengan takut, takut

merupakan

penilaian

intelektual terhadap stimulus yang mengancam dan memiliki obyek yang

4

jelas,

sehingga

individu

tersebut

dapat

menggambarkan

pemecahan masalah. Pada kondisi

sumber

dari

rasa

yang

kronis,

(Herawaty, 1996). Dengan demikian

dapat

berbentuk

kecemasan dapat terjadi apabila

(somatik), seperti: gangguan pada

terdapat

ketidak-

saluran pencernaan, sering buang

kendali,

air, sakit kepala, gangguan jantung,

ancaman,

berdayaan, perasaan

takutnya

kehilangan kehilangan

fungsi

dan

Kecemasan

takut mati (Hudak dan Gallo, 1997). inten-

dalam

penjelasan di atas termasuk dalam bentuk

sebagai

merasakan

karena

fisik

menghadapi Ujian Nasional dalam

sitas yang wajar memiliki nilai positif motivasi,

gangguan

pingsan.

pertahanan, perasaan terisolasi dan

dengan

kecemasan

sesak di dada, gemetaran bahkan

harga diri, kegagalan membentuk

Kecemasan

gejala

akan

state

anxiety,

cemas

hanya

dalam

menyebabkan individu menjadi lebih

situasi

waspada dan mendorong upaya

dirasakan

yang lebih keras untuk mencapai

kegagalan untuk lulus dalam ujian.

apa yang diharapkan. Sementara

berdampak

negatif

ketakutan

adalah

yang

takut

akan

Gejala yang sering muncul

dalam intensitas yang sangat kuat akan

tertentu,

individu

pada saat individu mengalami stress

karena

adalah

mengganggu kondisi fisik dan psikis

respon

fisiologis

berupa

perubahan denyut nadi, gemetaran,

individu yang bersangkutan. Menurut

mual-mual dan perubahan tekanan

Freud (Schultz & Schultz, 2005)

darah (Stricland, 2001). Orang yang

kecemasan adalah komponen utama

mengalami gangguan kecemasan

dan memegang peranan penting

umum dan panik akan merasakan

dalam dinamika kepribadian seorang

fatigue, kesulitan tidur, “free-floating”

individu.

fears, that is, they can relieve

Spielberger

et

al.

(1977)

anxiety without negatively affecting

menganggap kecemasan sebagai

thought processes or alertness.

salah satu faktor penghambat dalam Menurut

belajar yang dapat mengganggu kinerja

fungsi-fungsi

terdapat

kognitif

pembentukan

dan

mengingat, konsep

(1988)

aspek

dalam

kecemasan tes yaitu kognitif, afektif,

seseorang, seperti kesulitan untuk berkonsentrasi,

tiga

Zeidner

dan

5

perilaku.

Ketiga

aspek

itu

mempunyai gejala yang berbeda-

sangat

beda.

mengkritik diri.

1. Aspek Kognitif

aspek

kognitif

preoccupation Zeidner,

dianggap

1998)

ketakutan dari

diri,

dengan

oleh

Sharma

&

terhadap

dalam

tes

kinerja

mengakibatkan dalam

akademik

diri,

ragu

diri

untuk

pesimis

terhadap

diri

sendiri, keraguan diri dalam situasi ujian, melebih-lebihkan hasil perilaku

penurunan

situasi

terhadap

kemampuan

keyakinan

atau

komponen paling berpengaruh yang dapat

diri

pikiran merendahkan diri, memiliki

seseorang

mengerjakan

terhadap

mengatasi situasi yang menantang,

dianggap sebagai gejala yang lebih kinerja

puas keraguan

kompetensi

Sud

(Schwarzer, 1989). Komponen worry

menentukan

kurang

sendiri,

gejala pada komponen worry yang dijelaskan

kegagalan,

sendiri, penilaian yang melemahkan

mempunyai sama

akan

menyalahkan diri, mengkritik diri

kecemasan tes menurut Sarason

yang

merupakan

kecemasan ini meliputi dikuasai oleh

worry dan self-preoccupation.

karakteristik

dalam

Gejala yang akan dimunculkan pada

terdiri atas dua kompunen yaitu

1998)

(Sarason

dihadapkan pada ancaman evaluasi.

pada situasi tes. Aspek kognitif

kognitif

self-

dan terfokus pada diri sendiri ketika

dari seseorang ketika dihadapkan

(Zeidner,

pikiran

kecenderungan untuk menjadi sibuk

sebagai reaksi kognitif yang negatif

Aspek

dengan

Komponen

Menurut Sarason (Zeidner, 1998)

terfokus

negatif,

evaluatif.

bahwa

Gejala ini merupakan gejala kognitif

perfeksionis, diri

merasa

dari kecemasan, meliputi pemikiran

tidak

terasing

keyakinan

berdaya, dalam

dan

situasi

penilaian.

bahwa situasi yang dinilai akan 2. Aspek Afektif

menyulitkan, memberikan perhatian pada

implikasi

konsekuensi

Zeidner (1998) menjelaskan

mendapatkan

bahwa aspek afektif terdiri atas

hasil tes yang tidak memuaskan,

gejala-gejala fisiologis dan emosi.

ketidakpastian tentang kemampuan

Gejala fisiologis dalam kecemasan

mengatasi konsekuensi tes, dan

tes seperti gangguan lambung, rasa

kegagalan,

dan

berfikir

mual, berkeringat, tangan dingin dan

6

lembab,

buang

air

kecil,

mulut

yang

menjadi

pengganggu

dan

kering, tangan atau tubuh gemetar,

hambatan dalam menyelesaikan tes

dan dada berdebar-debar.

dan perasaan-perasaan lain yang

Aspek

afektif

tidak menyenangkan..

menurut

Zeidner (1998) dibahas juga dalam komponen

emotionality

3. Aspek Perilaku

yang

Zeidner (1998) menjelaskan

dijelaskan oleh Speilberger (1979)

bahwa

yaitu potensi yang mengalami reaksi

yang

tidak

atau

situasi

dalam

yang timbul ketika siswa dihadapkan

terhitung

pada situasi tes/ujian. Gejala-gejala

jumlahnya selama evolusi manusia. Stimulus

perilaku

kecemasan tes merupakan perilaku

kecemasan telah muncul lebih dari generasi

aspek

dari aspek perilaku biasanya timbul

yang

disertai

dipandang sebagai ancaman dapat

dengan

gejala

fisiologis.

Gejala dari perilaku kecemasan tes

membangkitkan state of anxiety,

seperti menunda, menghindar, dan

yaitu suatu keadaan emosional yang

melarikan diri.

tidak menyenangkan yang terdiri Perilaku

atas perasaan tegang, kecemasan

pada

siswa sebelum menghadapi ujian/tes

tentang masa depan yang tidak menyenangkan,

penundaan

yaitu penundaan pada akademiknya,

gugup/nervous,

perilaku diam merupakan sebuah

khawatir, merasa tenang, merasa

penghindaran

kesal, ketakutan terhadap sesuatu

dari

karakteristik

siswa menghadapi kecemasan, dan

yang akan terjadi, santai, bingung,

siswa menjelang ujian/tes menunda-

marah, dan sedih.

nunda untuk belajarnya. Perilaku Individu

dengan

gejala

menghindar

emotionality akan sulit memusatkan perhatian

pada

tugas

hampir

yang

dan

sama

melarikan

yaitu

diri

merupakan

perangkat “melindungi diri sendiri”

dihadapinya. Pikiran dipenuhi oleh

dalam mengurangi ketegangan dan

hal-hal yang kurang relevan dengan

stress sebelum ujian berlangsung,

sesuatu yang harus dikerjakannya

akan tetapi perilaku melarikan diri

seperti selama mengerjakan ujian

pada situasi tes adalah sebuah

timbul pikiran tidak percaya diri dan

pikiran

rendah diri, memikirkan hal-hal yang

yang

negatif.

Dengan

demikian perilaku melarikan diri tidak

tidak ada hubungannya dengan tes,

berlaku pada penelitian ini karena

7

bagaimanapun siswa harus tetap

individu

mengikuti

(cognitive appraisal) pada situasi

ujian

yang

akan

terlaksana. teori

dasar-sesaat

berbahaya

kecemasan

(state-trait

sikap,

saat

bermaksud

hakikat

kecemasan

menjelaskan dan

sebagai

kecemasan

construct‟

dan

memberikan

arti

kondisi-kondisi

menghadapi dan

Proses

situasi

yang

saja

oleh

tentu

A-Trait

atau

dimana

seseorang

individu melihat situasi stres sebagai

dengan

khusus

pengalaman

kecemasan dasarnya setiap individu.

dasar

juga

perasaan,

dan

kecenderungan

„psychological-

suatu

pikiran-pikiran,

sejenis

hubungan antar variabel tersebut. terutama

dianggap

sebagai hasil belajar di masa lalu

dan

kemungkinan-kemungkinan

ini

yang

kemampuan

dipertimbangkan dalam penelitian di kecemasan

merugikan.

mengancam dipengaruhi juga oleh

variabel-variabel utama yang patut

bidang

atau

rangsang

kerangka untuk mengklasifikasikan

karakter

kognitif

Penilaian terhadap keadaan ataupun

anxiety),

Spielberger (1972) menyajikan suatu

sesaat

penilaian

atau stimulus sebagai potensi yang

Dalam

Teori

atau

mengancam hingga menimbulkan

pada

reaksi

cemas,

menunjukkan

rangsang

keadaan stres (Spielberger, 1979).

yang bersifat sebagai stres. Teori ini

Pada saat seseorang mengakui atau

juga menonjolkan fungsi penilaian

menginterpretasikan

kognitif dan motorik yang bertujuan

sebagai potensi yang merugikan,

untuk

membahayakan atau mengancam

menghilangkan

mengurangi

kecemasan

atau sesaat

dirinya,

(State Anxiety).

kecemasan

Situasi mengancam

maka

yang disebut

suatu

akan

sesaat

situasi

muncul

(Spielberger,

1979).

dirasakan sebagai

Intensitas kecemasan sesaat

stressor, atau dengan perkataan lain

yang tergugah sebanding dengan

sebagai

memiliki

besarnya ancaman yang dihayati,

karakteristik objektif dengan derajat

seperti pendapat Hull (Hall dan

bahaya

Lindzey,

situasi

fisik

yang

dan

psikologis.

1981)

mengatakan

Ancaman atau situasi mengancam

peningkatan

rangsangan

akan

didapat

menggugah

peningkatan

suatu

sebagai

hasil

persepsi

8

kecemasan atau drive. Berlangsung

mekanisme

terus atau tidaknya penghayatan itu

Hasil

tergantung dari lamanya kehadiran

pertahanan diri akan menjadi umpan

rangsang dan tergantung pula dari

balik

pengalamannya

penilaian

menghadapi

rangsang serupa di masa lalu. Situasi biasanya

yang

akan

bagi

internal

mekanisme

stimuli

kognitif

dan

(cognitive

menginterpretasikan

mengancam

menggugah

atau

penggunaan

dirinya.

appraisal) seorang individu dalam situasi

lingkungan yang dihadapinya.

juga

usaha untuk mengatasinya, untuk mengurangi

pertahanan

Bila

digambarkan

dalam

menghilangkan

bagan, maka kerangka teori state-

perasaan terancam atau kecemasan

trait anxiety atau kecemasan dasar-

sesaat.

Karena

kecemasan sesaat dari Spielberger,

setiap

individu

keadaan

pada

dasarnya

mengharapkan

seimbang

dapat dilihat pada gambar 1.

atau

Ujian Nasional

homeostatis. Untuk itu seseorang dapat

menggunakan

aktivitas

kognisi, motorik, atau menggunakan Ujian

Nasional

berdasarkan nomor

(UN)

Permendiknas

34

tahun

2007

menengah, yaitu SMA/MA dan SMK

No

termasuk

adalah:

pendidikan

bagi

yang

berkebutuhan khusus.

“Kegiatan pengukuran dan penilaian

Tujuan penyelenggaran UN

kompetensi peserta didik secara

adalah

nasional pada jenjang pendidikan

kompetensi lulusan secara nasional

dasar

pada mata pelajaran tertentu dalam

dan

menengah”.

diselenggarakan

untuk

UN tingkat

kelompok

pendidikan dasar (dalam hal ini

menilai

mata

pengetahuan

pencapaian

pelajaran dan

ilmu

teknologi.

adalah SMP/MTs) dan pendidikan Lebih lanjut dalam pasal 3 dijelaskan

penentuan kelulusan peserta didik

bahwa hasil UN digunakan sebagai

dari

salah satu pertimbangan untuk: (1)

pendidikan; dan (4) pembinaan dan

pemetaan

pemberian bantuan kepada satuan

pendidikan;

mutu (2)

satuan/program seleksi

masuk

program

pendidikan

jenjang pendidikan berikutnya; (3)

dan/atau

dalam

peningkatan mutu pendidikan.

9

satuan

upaya

Dalam pasal 6 ditentukan

Bahasa Inggris, dan Matematika;

bahwa mata pelajaran yang diujikan

untuk SMK

pada UN untuk SMP/MTs/ SMPLB

diujikan Bahasa Indonesia, Bahasa

terdiri

Inggris,

atas

Bahasa

Indonesia,

Bahasa Inggris, Matematika, dan Ilmu

Pengetahuan

Alam

IPA,

Indonesia,

meliputi:

(IPA);

Bahasa

Bahasa

Matematika,

Fisika,

Inggris, Kimia,

dan

Biologi; dan program IPS, meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan

Ekonomi,

Geografi.

Untuk

Sosiologi, program

Bahasa meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa

Inggris,

Matematika,

Bahasa Asing lain yang diambil, Sejarah Budaya (Antropologi), dan Sastra Indonesia; serta program Keagamaan

meliputi:

Bahasa

Indonesia,

Bahasa

Inggris,

Matematika, Ilmu Tafsir, Ilmu Hadis, dan Tasawuf/Ilmu Kalam. Untuk SMALB

mata

pelajaran

Matematika,

Kompetensi Keahlian Kejuruan.

Sementara untuk SMA dan MA: program

mata pelajaran yang

yang

diujikan adalah Bahasa Indonesia,

10

dan

Faktor Eksternal: Kebijakan pemerintah tentang UN, KTSP, dan standar keberhasilan pendidikan, kebijakan PT tentang penerimaan mahasiswa baru, data kelulusan UN setiap tahun Kecemasan sesaat Ujian Nasional (Stresor) (Sistem, prosedur dan kriteria kelulusan)

Mekanisme Pertahanan Diri (Menghindari atau menghilangka n kecemasan

Cognitive Appraisal

Faktor Internal : pengalaman masa lalu, antisipasi masa depan, pikiran, perasaan, sikap terhadap UN, pehamanan potensi diri, kecenderungan kepribadian (A-Trait)

Tidak cemas

Gambar 1 Proses kecemasan menghadapi UN, adaptasi pemikiran teoretik state-trait anxiety Spielberger (1979)

11

P E R I L A K U

pendukungnya, yaitu kognitif, afektif, dan

perilaku.

Penjelasan

hasil

Penelitian Tingkat Kecemasan

penelitian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

kecemasan dideskripsikan berikut.

siswa kelas XII SMA Negeri di

pada

Pertama,

setiap

aspek

aspek

kognitif.

Provinsi DKI Jakarta tahun ajaran

Tingkat kecemasan siswa kelas XII

2010/2011 mengalami kecemasan

SMA Negeri di Provinsi DKI Jakarta

pada tingkat sedang sebesar 60,4%

pada aspek kognitif berada pada

(244 orang), sisanya berada pada

kategori sedang 58,4% (236 orang),

tingkat rendah 35,4% (143 orang)

dan sisanya berada pada kategori

dan tinggi 4,2% (17 orang).

rendah 36,6% (148 orang), dan

Kecemasan siswa kelas XII

tinggi

SMA Negeri di Provinsi DKI Jakarta yang berada pada tingkat sedang didukung

oleh

ketiga

aspek

12

5%

(20

orang).

Coping Skills/Strategies Berbasis Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT)

mengancam kemudian beradaptasi dengan kecemasan dan stress yang dirasakan atau tidak dirasakannya.

Hasil penelitian menunjukkan

Selain itu, coping tidak hanya selalu

bahwa siswa kelas XII SMA Negeri

reaksi

di Provinsi DKI Jakarta mengalami

tingkat

kecemasan

sedang.

yang

usaha

Aspek

diukur

menyelesaikan

masalah, melainkan juga meliputi

kecemasan dalam menghadapi UN pada

untuk

menghindari,

meminimalisir

dari

atau

mentolerir, menerima

kondisi yang penuh dengan tekanan.

persentase tertinggi ke terrendah meliputi perilaku, kognitif dan emosi.

Adwin dan Reveson (2009)

Berdasarkan hasil tersebut, maka

mengatakan

upaya yang dapat dilakukan oleh

suatu

guru BK/K untuk membantu siswa

dilakukan oleh setiap individu untuk

mengatasi

dalam

mengatasi

kecemasan

coping

cara

atau

merupakan

metode

dan

yang

mengendalikan

menghadapi

UN

adalah

situasi atau masalah yang dialami

mengadakan

pelatihan

coping

dan dipandang sebagai hambatan,

skills/strategies dengan pendekatan

tantangan

yang

bersifat

konseling berbasis REBT.

menyakitkan,

serta

merupakan

Menurut Lazarus et al. (1986) coping

ancaman yang bersifat merugikan.

adalah proses yang disertai dengan usaha

dalam

rangka

Berdasarkan

mengubah

pendapat

domain kognitif atau perilaku secara konstan

untuk

mengendalikan

mengatur

dan

tuntutan

dan

diprediksi

akan

membebani,

tersebut,

dapat

disimpulkan bahwa coping adalah tindakan individu untuk menguasai, mentolelir atau mengurangi dampak

tekanan internal maupun eksternal yang

beberapa

stressor pada waktu atau peristiwa

dapat

tertentu. Tindakan tersebut terdiri

melampaui

atas

kemampuan dan ketahanan individu

strategi

psikologis

dan

behavioral.

yang bersangkutan. Coping

Coping menentukan apakah seseorang

sanggup

menghadapi

situasi

menyenangkan

atau

atas

dua

bentuk yaitu coping yang berfokus

bertahan yang

terdiri

pada

tidak

masalah

(problem-focused

coping [PFC]) dan coping yang

dianggap

berfokus pada emosi (emotional-

13

focused coping [EFC]) (Lazarus et

Menurut Lazarus et al. (1989)

al., 1986; Lazarus dan Folkman,

PFC terdiri atas tiga bentuk yaitu

1991; Lazarus dan Folkman dalam

menghadapi

Baker, 2003; Lazarus dan Folkman

coping),

dalam

support),

Smith

dan

Renk,

2007;

(confrontational

dukungan

sosial

dan

(social

perencanaan

Lazarus dan Folkman dalam Sober,

mengatasi

2004; Lazarus dan Folkman dalam

problem-solving).

Harland dan Georgieff, 2003). PFC

Confrontational

adalah

tetap memegang teguh pendirian,

strategi

kognitif

untuk

mengatasi stress atau coping yang

menolak

digunakan

berusaha

oleh

individu

untuk

masalah

(planful Pada

coping,

untuk

individu

berubah

untuk

dan

mengubah

menghadapi masalah dan berusaha

keyakinan orang lain. Social support

untuk

adalah

mengatasi

menyelesaikannya.

atau

EFC

adalah

meminta

saran

dan

semangat dari teman dan keluarga.

strategi mengatasi stress dengan

Planful

cara memberikan respon terhadap

melihat pilihan yang tersedia secara

situasi

objektif,

stress

terutama

secara

dengan

emosional,

menggunakan

Coping

sebelum

bahwa PFC terdiri atas tiga bentuk

individu

yaitu

menghadapi

dikendalikan. pengambilan

PFC

mengubah

mengakibatkan

stress,

mengurangi

individu untuk menahan tindakan

langsung

situasi

agar tidak menyebabkan keadaan

yang

bertambah

mencegah

buruk.

Instrumental

action menggambarkan usaha untuk

dampaknya.

mencari solusi. Negotiation adalah

Tujuan dari PFC adalah mengurangi

usaha untuk melibatkan orang lain

tuntutan situasi atau meningkatkan individu

caution,

Excersised caution adalah strategi

melibatkan

tindakan

excersised

instrumental action, dan negotiation.

stressor yang dipersepsikan dapat

kemampuan

kemungkinan

oleh Aldwin dan Reveson (2009)

PFC cenderung digunakan

atau

mempertimbangkan

Pendapat lain dikemukakan

(PFC)

untuk

adalah

bertindak.

a. Problem-Focused

saat

dan

beberapa

penilaian defensif.

pada

problem-solving

dalam masalah, seperti mengubah

untuk

pemikiran

mengatasi stressor.

14

orang

lain

dan

mengekspresikan

b. Emotional – Focused Coping

kemarahan

terhadap orang lain. Dikemukakan

(EFC)

lebih lanjut, terdapat satu strategi

EFC merupakan usaha untuk

coping yang dapat digolongkan ke

mengurangi

dalam PFC sekaligus EFC, yaitu support

mobilization.

informasi,

yang

saran,

Menurut Carver, Scheier dan (1989)

biasanya

dipilih

menilai

sumber

jika

seseorang

daya

yang

dimilikinya tidak cukup mampu untuk

yang

mengubah situasi yang dihadapinya

tergolong dalam PFC adalah active

sehingga dia hanya dapat menerima

coping,

situasi

planning,

coping

timbul dari kesulitan atau

masalah yang sedang dihadapi. EFC

dan dukungan sosial dari orang lain.

Weinttraub

dan

perasaan yang tidak menyenangkan

Support

mobilization adalah usaha untuk mengumpulkan

ketegangan

suppresion

of

tersebut.

EFC

tujuannya

competing activities, restraint coping

hanya mengurangi ketegangan dan

dan

for

perasaan yang tidak menyenangkan

instrumental. Active coping adalah

yang timbul dari masalah yang

proses aktif untuk memindahkan,

sedang dihadapi.

seeking

menghindari,

social

dan

support

menghilangkan

Menurut Lazarus et al. (1986)

dampak stressor. Planning adalah berpikir

tentang

cara

EFC terdiri atas lima bentuk yaitu

mengatasi

self-control, distancing, reappraisal,

stressor. Suppresion of competing

accept responsibility, dan avoidance.

activities adalah mengesampingkan urusan

lain

dan

menghindari peristiwa

gangguan

oleh

Restraint

coping

lain.

adalah

Self-control adalah bertindak pasrah

berusaha

menunggu

tidak

Distancing

sendiri,

bertindak,

sampai

dan

sembarangan. support

for

menahan tidak Seeking

instrumental

adalah

emosi.

menarik

diri,

memisahkan diri, dan mengambil jarak dari peristiwa yang penuh

datangnya kesempatan yang tepat untuk

memperlihatkan

tekanan.

diri

Reappraisal

adalah

berusaha untuk melihat situasi dari

bertindak

perspektif

social

melihat

adalah

berbeda, sisi

responsibility

mencari saran, nasihat, bantuan dan

mencoba

positifnya. adalah

Accept

memahami

peran pribadi pada peristiwa yang

informasi dari orang lain.

dialami,

15

mencoba

belajar

dari

kesalahan.

Avoidance

adalah

1. Pikiran, perasaan dan perilaku

menolak untuk menerima perubahan

secara berkesinambungan saling

dengan cara menghindari situasi,

berinteraksi dan mempengaruhi

kadangkala

satu sama lain;

mengarah

pada

penyalahgunaan NAPZA.

2. Gangguan

Pengembangan

disebabkan oleh faktor biologis

coping

skills/strategies

untuk

mengatasi

kecemasan

siswa

dalam

dan lingkungan; 3. Manusia dipengaruhi oleh orang lain dan lingkungan sekitar dan

menghadapi UN dipandang tepat

individu juga secara sengaja

menggunakan pendekatan konseling

mempengaruhi

berbasis REBT dari Albert Ellis.

perilakunya

pikiran

sehingga

perilaku. Individu sering berpikir

dibutuhkan

yang menyakiti diri sendiri dan orang lain;

direktif, yang dapat membelajarkan siswa

untuk

5. Ketika

memahami

emosional,

mengantisipasi

serta

6. Keyakinan

7. Sebagian memiliki

Asumsi Dasar REBT. Ellis

besar

(Corey, 1995; Komalasari, Wahyuni, 2010)

dikategorisasikan

besar

manusia

kecenderungan untuk

yang

membuat

mempertahankan

mengatakan

dan

gangguan

emosionalnya; dan

beberapa asumsi dasar REBT yang dapat

menjadi

individu;

menghadapi UN.

karsih,

irasional

penyebab gangguan kepribadian

atau

konsekuensi dari perilakunya dalam

dan

menciptakan

kejadian tersebut;

belajar

manfaat

tidak

keyakinan yang irasional tentang

tentang UN (irrasional) menjadi lebih (rasional)

yang

cenderung

mencoba

mengubah pikiran siswa dari negatif

positif

hal

menyenangkan terjadi, individu

input kognitif yang menyebabkan gangguan

di

secara kognitif, emosional, dan

dan

pendekatan konseling yang bersifat

kembali

lain

4. Manusia menyakiti diri sendiri

mengalami kecemasan cenderung emosi,

orang

sekitarnya;

Argumentasinya adalah siswa yang

terganggu

emosional

8. Ketika individu berperilaku yang

pada

menyakiti diri sendiri.

beberapa postulat, antara lain:

Tujuan

Konseling.

Tujuan

utama konseling adalah membantu

16

siswa untuk mengatasi kecemasan

kekuatan berpikir bukan emosi; dan

dalam menghadapi UN dengan cara

(6) bersifat didaktif

(George &

mengubah

Cristiani

Komalasari,

pemikiran

negatif

tentang UN (irrasional) menjadi lebih

dalam

Wahyuni, Karsih, 2010).

positif (rasional) sehingga tercapai

Tahapan Konseling, yaitu :

kestabilan emosi dan perilaku yang

(1) bekerjasama dengan konseli; (2)

lebih positif dan produktif dalam

melakukan

menghadapi UN.

masalah, orang dan situasi; (3)

asesmen

terhadap

Fungsi dan peran konselor.

mempersiapkan konseli untuk terapi;

Fungsi dan peran konselor REBT

(4) mengimplementasikan program

adalah :

konseling;

(1) aktif-direktif; (2)

mengkonfrontasi konseli

pikiran

secara

irasional

langsung;

(5)

kemajuan; dan (6) mempersiapkan

(3)

konseli untuk mengakhiri konseling.

menggunakan berbagai teknik untuk

Teknik

menstimulus konseli untuk berpikir

digunakan,

dan mendidik kembali diri

teknik

konseli

sendiri; (4) secara terus menerus ”menyerang”

pemikiran

mengevaluasi

Konseling

yang

yaitu

teknik

kognitif,

imageri,

dan

teknik

behavioral.

irasional

konseli; (5) mengajak konseli untuk mengatasi

masalahnya

dengan

Teknik Kognitif

Teknik Imageri

Teknik Behavioral

Dispute kognitif

Dispute imajinasi

Dispute perilaku

Analisis rasional

Kartu kontrol emosional

Bermain peran

Dispute standar ganda

Proyeksi waktu

Peran rasional terbalik

Skala katastropi

Teknik melebih-lebihkan

Pengalaman langsung

Devil‟s advocate atau rational role reversal

Menyerang rasa malu, khawatir, dll

Membuat kerangka ulang

Pekerjaan rumah

Jumlah

Sesi

Konseling.

dan mencapai stabilitas diri dalam

selama 12-16

menghadapi UN. Setiap sesi ± 60

sesi dan memerlukan waktu ±12

menit dengan mengikuti “20/20/20

minggu. Ke-12 minggu ini ditujukan

Role”. Pada 20 menit pertama,

agar siswa (konseli) terbebas dari

konselor

kecemasan, memiliki coping skills

untuk

REBT ditawarkan

17

memusatkan

mendapatkan

perhatian

pemahaman

yang komprehensif tentang konseli

mengalami kecemasan pada tingkat

dan permasalahan kecemasannya.

sedang. Kondisi tersebut tentunya

Konseli

tidak menguntungkan bagi siswa

difasilitasi

banyak

untuk

berbicara.

membimbing

lebih

Konselor

dengan

yang bersangkutan.

pertanyaan

Jika kecemasan pada tingkat

dan refleksi yang pada gilirannya diperoleh

pemahaman

sedang tersebut dibiarkan, maka

yang

dikhawatirkan

komprehensif tentang konseli dan

kedua

digunakan

pada

oleh

satu

mendiskusikan coping skill tertentu.

didaktik

kognitif

materi-

dan

untuk

menguji

pada

sesi

dalam

untuk

coping

berikutnya

kesulitan

yang

siswa,

seperti

berkonsentrasi,

kesulitan mengingat,

konsep

dan

menghadapi

UN

dapat

berbentuk gangguan fisik (somatik),

skill

seperti:

serta

gangguan

pada

saluran

pencernaan, sering buang air, sakit

merencanakan dan mengantisipasi setiap

dapat

karena

gejala kecemasan pada siswa SMA

mendominasi. Konseli dan konselor

praktik

UN

sampai pada kondisi yang kronis,

terakhir, konseli yang lebih banyak

mengadakan

dan

dalam

pemecahan masalah. Jka dibiarkan

skill tertentu. Dua puluh (20) menit

kesepakatan

maka

penghambat

pembentukan

pemahaman konseli tentang coping

membuat

tinggi,

mengganggu kinerja fungsi-fungsi

daripada konseli selama sesi ini.

materi

faktor

belajar

Konselor berbicara lebih banyak

menyampaikan

tingkat

kecemasan dapat menjadi salah

konselor untuk mengenalkan dan

Konselor

meningkat

menjadi tinggi. Jika sudah terjadi

permasalahannya. Dua puluh (20) menit

akan

kepala, gangguan jantung, sesak di

mungkin

dada, gemetaran bahkan pingsan.

dihadapi oleh konseli sebelum sesi

Selain itu, pada saat mengalami

selanjutnya.

kecemasan

dapat

memunculkan KESIMPULAN

berbagai

pula perilaku

untuk menghindari ketakutan akan

Hasil penelitian menunjukkan

kegagalan

saat

siswa kelas XII SMA Negeri di

melalui

upaya-upaya

Provinsi DKI Jakarta tahun ajaran

merugikan seperti, mencari bocoran

2010/2011

soal,

pada

umumnya

18

membuat

mengikuti

kunci

UN, yang

jawaban,

memperbaiki

jawab

siswa

yang

: Putera Foundation.

salah, tanpa pertimbangan nilai-nilai Corey,

moral dan etika pendidikan. Kondisi kecemasan

sebaliknya,

siswa

pada

jika

rendah

dapat

menjadi

motivation solution yang mendorong siswa

untuk

mempersiapkan

diri

Komalasari, Gantina. (1995). Kecemasan Menghadapi Pensiun (Studi Mengenai Hubungan antara Makna Hidup, Dukungan Sosial, dan Sikap dengan Kecemasan Menghadapi Pensiun pada Pegawai Negeri Sipil DKI Jakarata, Tesis pada Program Pascasarjana Universitas Indonesia : tidak diterbitkan.

menghadapi UN dengan cara-cara yang lebih konstruktif. Oleh karena itu, guru BK/K perlu membantu siswa

mengembangkan

coping

skills/strategies berbasis pendekatan REBT

untuk

mengeliminasi

menurunkan

atau

kecemasan

siswa

kelas XII dalam menghadapi UN.

Komalasari, G., Wahyuni, E., Karsih. (2010). Teori dan Teknik Konseling. Jakarta: Indeks.

REFERENSI Arends, R.I. ( 2007). Learning to Teach (terj.) Edisi Ketujuh. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Baker,

G. (1995). Theory and practice of group counseling, 4rd. California:Brooks/Cole.

Folkman, S. et al. (1986). Dynamics of Stressful Encounter : Cognitive Appraisal, Coping, and Encounter Appraisal. Journal of Personality and Social Psychology. Vol. 50. No. 5.

tingkat

sedang diupayakan menurun sampai tingkat

Sampoerna

Kompas. Sabtu 18 April 2009. Harap-harap Cemas Hadapi UN . Kompas. 20 Januari 2010. Kecurangan Ujian Nasional Diidentifikasi.

J.J. (2003). Dispositional Coping Strategies, Optimism, and Test Anxiety as predictors of Spesific Responses and Performance in an Exam Situation. Dissertation in Psychology at Graduate Faculty of Texas Tech University.

Keputusan Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor 0023/SKPos/BSNP/XII/2009 tentang Prosedur Operasi Standar (POS) Ujian Nasional Sekolah Menengah Atas Madrasah Aliyah (SMA/MA) Tahun Pelajaran 2009/2010.

Candrasari A. dkk. (2008). Ujian Nasional: Dapatkah Menjadi Tolak Ukur Standar Nasional Pendidikan? (Hasil Kajian Ujian Nasional Bahasa Inggris Pada Sekolah Menengah Pertama). Jakarta

Lazarus, R. S. (1976). Pattern of Adjusment and Human Efectivenees. Kogakusha. McGraw Hill Book Compay.

19

Mazzone, L. Ducci F, Scoto1, M. C. Passaniti1, E. D'Arrigo1 V. G. and Vitiello B. (2007). The Role of Anxiety Symptoms in School Performance in A Community Sample of Children and Adolescents. BMC Public Health 7:347.

Psychology. Second Edition. Detroit. Gale Group. Slavin

R.E. (2008). Psikologi Pendidikan Teori dan Praktek. Edisi Kedelapan. Jakarta : Indeks.

Sugiyono, (1994). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

McCroskey. (1984). The Communication Apprehension Perspective. Avaliable:

Spielberger, Charles D. (1966). Anxiety and Behavior, New York : Academic Press .

Olfson, M., et al. (2000). Barriers to the Treatment of Social Anxiety. Am J Psychiatry,1(57) :521-527.

______ (1972). Curent Trends in Theory and Reasearch on Anxiety. Vol I. New York : Academic Press.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.

______ (1979). Understanding Stress and Anxiety, London : Harper & Row Publisher. Teichman, Y. (1974). Predisposition for Anxiety and Affiliation. Journal of Personality and Social Psychology 29 (3), 405-410.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan.

Twonsend. M.C.(1996). Psychiatric Mental Health Nursing Concept of Care. 2nd ed. Philadlephia: F.A. Davis Company.

Smith, T., Renk, Kimberly. (2007). Predictors of Academic Related Stress in College Students : An Axamination of Coping, Social Support, Parenting and Anxiety. NASPA Journal, Vol. 44, No. 3.

Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Vaughan, G. M., Hogg, M.A. (2005). Introduction to Social Psychology, 4th Edition. Australia : Pearson Prentice Hall.

Sober, J. (2004). Dimensions of Test Anxiety Relations to ways of Coping withs Pre-Exam Anxiety and Uncertainty. Anxiety, Stress, and Coping. Vol. 17.

Wolman, B.B.& Sricker, G. (1994). Anxiety and Related Disorders a Handbooks. New York : John Wiley & Sons, Inc.

Strickland, B. (eds.) (2001). The Gale Encyclopedia of

Zeidner, M. (1998). Anxiety : The State of The Art. NewYork: Kluwer Academic Publishers.

20

21