NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX. SUKSESI. BPK ..... Anggota
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, tahun 2005 - 2009. • Anggota Komisi XI .....
Hasil Pemeriksaan (HP) BPK yang berindikasi unsur pidana yang disampaikan ...
NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
SUKSESI BPK MAJALAH DWIWULANAN BPK RI - ISSN 0216-8154
NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
Penandatangan MoU antara
Senin 19 Oktober 2009 dilakukan pengambilan sumpah yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung, Harifin M. Tumpa dan disaksikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara. Ketujuh Anggota BPK periode 2009-2014 telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 79/P Tahun 2009 tanggal 11 Oktober 2009, yang berlaku sejak pengucapan sumpah atau janji sebagai Anggota BPK RI masa Jabatan 2009-2014. Ketujuh Anggota baru tersebut adalah Hasan Bisri, S.E., M.M, Drs. Hadi BPK RI dan 25Djalil, Mei Dr. 2009 Purnomo, Ak.,CNAO, Dr. H. Rizal Moermahadi Soerja Djanegara, Drs. Taufiequrahman Ruki, S.H., Drs. T. Muhammad Nurlif, dan Dr. Ali Masykur Musa, M.Si..
Pelantikam BPK Masa Jabatan 2009-2014 di Istana Negara 19 Oktober 2009
Hadi Poernomo (Ketua BPK RI) bersama istri.
Herman Widyananda (Wakil Ketua BPK RI) bersama istri.
Segenap Redaksi Majalah Pemeriksa Mengucapkan
Selamat atas terpilihnya Anggota BPK Bapak Drs. Hadi Poernomo, Ak sebagai Ketua BPK RI Dr. Ir. Herman Widyananda, SE., M.Si sebagai Wakil Ketua BPK RI periode 2009-2014
NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
DAFTAR ISI
hal. 4
EDITORIAL: Suksesi Pimpinan BPK
Profil Badan Pemeriksa Keuangan 2009-2014
hal. 5 hal. 10 Sambutan Ketua BPK Pada Penyerahan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun Anggaran 2009 Kepada DPD-RI Rabu, 4 November 2009
hal. 15
Pajak Parkir: Potensi PAD dan Potensi Konflik hal. 19 Pemeriksaan Tim BelanjaPemeriksa Daerah Pemerintah Gorontalo Pembentukan yangKota Ideal
TA 2007 dan 2008 yang dilaksanakan BPK RI Perwakilan Provinsi Gorontalo pada semester II tahun 2008, berhasil mengungkap perjalanan dinas berindikasi fiktif di 2 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
PEMERIKSA
Bebas dan Obyektif
Diterbitkan oleh Biro Humas dan Luar Negeri Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, STT No. 722/SK/Ditjen PPG/STT. Susunan Dewan Redaksi Majalah Pemeriksa: Pelindung Baharuddin Aritonang, Dharma Bakti Penanggung Jawab Dwita Pradana Pemimpin Redaksi Acep Mulyadi Anggota Redaksi Cris Kuntadi, Yudhi Ramdhan, M. Yusuf Jhon, Ekowati Tyas Rahayu, R. Edi Susila, Inne Anggriani, Bestantia Indraswati, Gunawan Wisaksono, Dian Dessy Desilia, Sutriono Desain Grafis Rianto Prawoto Staf Redaksi Nurmalasari, R. Doedi Soedjoedi. Alamat Redaksi dan Tata Usaha Gedung BPK-RI Jln. Gatot Subroto No.31 Jakarta Telp. (021)5704395-6 Pes.1188/1187 Fax.(021)57854096 situs www.bpk.go.id Email:
[email protected]
Redaksi menerima kiriman artikel (disertai dengan softcopy dan foto penulis) sesuai dengan misi majalah PEMERIKSA. Redaksi berhak mengoreksi/mengubah naskah yang diterima tidak mengubah isi naskah. NOsepanjang 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun Isi majalah ini tidaklah berarti sama dengan pendirian Badan Pemeriksa Keuangan.
XXIX
Edisi 120
Artikel Lainnya Siaran Pers
18
Pemeriksaan Tematik: Dana BOS dan Dana Pendidikan 21 Dasar Lainnya
Perlunya Reschedule Strategi Pemeriksaan Kinerja 37 (Belanja) Kesalahpahaman Pemerintah Daerah dan DPRD Akan Opini BPK Serta Pengaruhnya Terhadap Kinerja 39 Pemerintah Daerah dan DPRD Meningkatkan Kemampuan Public Speaking Anda
42
Tipe dan Bentuk Kelakukan PNS
46
Mutasi: Momok dan Impian Pegawai
47
Apakah Realisasi Anggaran Dengan Perjalanan Dinas Sepenuhnya Sesuai Anggaran Berbasis Kinerja? 49
Kebijakan KSAP Terkait Penilaian Barang Milik Negara 23 (BMN) POTRET BPK
24
GENDIT MEMBERI OPINI
51
Apa Misi Keluarga Kita?
52
MENGENAL SOSOK PRIBADI MUSLIM
55
AGENDA BPK Bahas Kasus Bank Century bersama PPATK dan 26 Para Penegak Hukum Rapat Kerja Pelaksana BPK RI Tahun Anggaran 2009 BPK Serahkan Hasil Pemeriksaan Investigatif Kasus Bank Century ke DPR
Ketika Politik Kian Bersahabat dengan Industri Hiburan 58
27
Tips hemat penggunaan AC
Manajemen Risiko dalam Perspektif Islam
60
30
Optimalisasi Penerimaan Negara Dari Praktik Penjualan Konsentrat Tembaga Hasil Tambang 34
NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
EDITOR AL SUKSESI PIMPINAN BPK
D
emokratis dan dinamis, itulah ungkapan untuk menggambarkan suasana pemilihan ketua dan wakil ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia periode 2009-2014. Sejak menjelang pemilihan, saat pemungutan suara hingga penetapan pimpinan BPK, suasananya berlangsung begitu menarik dan menegangkan. Pertemuan para anggota yang begitu intens dan beberapa kali penundaan pemungutan suara turut mewarnai dinamika prosesnya. Pemungutan suara yang berlangsung dalam keheningan malam diawali dengan pemilihan ketua BPK. Satu per satu anggota memilih siapa yang akan menjadi ketua BPK, setelah semua anggota memilih, panitia mulai membuka surat suara dan mencatatkan hasilnya. Delapan surat suara dibuka, kedudukan kedua calon ketua BPK ternyata berimbang yaitu masing-masing memperoleh empat suara, dan akhirnya surat suara terakhirlah yang menentukan Drs Hadi Poernomo, Ak menjadi Ketua BPK RI periode 2009-2014. Pemilihan wakil ketua BPK RI pun berlangsung menarik dan baru bisa diketahui hasilnya setelah berlangsung dua putaran serta surat suara terakhir pula yang akhirnya menetapkan Dr. Ir. Herman Widyananda, SE., M.Si. menjadi Wakil Ketua BPK RI periode 2009-2014. Dinamika pemilihan pimpinan BPK ini sesuai amanat Pasal 15 ayat (2) UU No.15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan yang berbunyi, ”Ketua dan Wakil Ketua BPK dipilih dari dan oleh Anggota BPK dalam sidang Anggota BPK dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diresmikannya keanggotaan BPK oleh Presiden”. Proses pemilihan pimpinan BPK yang berlangsung cukup menegangkan ini langsung berubah menjadi cair dan penuh canda tawa begitu hasilnya diperoleh, situasi seperti ini patut menjadi contoh bagi kita semua bahwa setiap perbedaan yang terjadi saat berproses tidak lantas terus jadi pertentangan, setelah keputusan diperoleh semua harus berlapang dada, saling menghargai dan bahkan harus turut menyukseskan apa yang yang telah menjadi keputusan. Suksesi kepemimpinan BPK yang berlangsung mulus, semoga menjadi cerminan BPK RI untuk memuluskan langkahnya dalam mengantarkan pengelelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara menjadi lebih profesional, transparan dan akuntabel.
NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
Profil Badan Pemeriksa Keuangan 2009-2014
KETUA
Nama Tempat/Tanggal Lahir Agama Status Perkawinan
: Drs. Hadi Poernomo, Ak. : Pamekasan (Madura), 21 April 1947 : Islam : Menikah
Latar Belakang Pendidikan • Spamen 1999 • Spama 1996 • Institut Ilmu Keuangan Jurusan Akuntansi Departemen Keuangan, tamat tahun 1973, Akuntan Register Negara No. D786 • Akademi Ajun Akuntan Pajak Direktorat Jenderal Pajak di Jakarta, tamat tahun 1969 • Pendidikan Bond B, 1967 • Pendidikan Bond A, 1966 • SMA Negeri I Kediri, tamat tahun 1965 Riwayat Pekerjaan • Kepala Bidang Ekonomi di Dewan Analisis Strategis pada Badan Inteligen Negara (BIN), tahun 2006 • Direktur Jenderal Pajak, tahun 2001 • Direktur Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak pada Direktorat Jenderal Pajak tahun 2000 • Kepala Sub Direktorat Penyidikan Pajak pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jakarta tahun 1998 • Kepala Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak pada Kantor Wilayah Pajak Manado tahun 1996 • Auditor di Direktorat Pemeriksaan, Penyidikan dan Pengendalian Wilayah pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak tahun 1980 • Auditor di Bidang Pemeriksaan pada Kantor Wilayah Pajak Jakarta tahun 1973 • Auditor di Kantor Pajak Perusahaan Swasta, Jakarta tahun 1969 • Pegawai Negeri di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Desember 1965
NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
WAKIL KETUA
Nama Tempat/ Tanggal Lahir Agama Status Perkawinan
: Dr. Ir. Herman Widyananda, SE., M.Si. : Bangkalan, 28 Mei 1960 : Islam : Menikah
Latar Belakang Pendidikan • Doktor, IPB, Program Keteknikan dan Teknologi Informasi, tamat 2006 • Magister Sains Perencanaan Lingkungan, Universitas Indonesia, tamat tahun 1995 • Sarjana Ekonomi, Universitas Terbuka, tamat tahun 1995 • Insinyur, Teknik Arsitektur ITS, tamat tahun 1986 Riwayat Pekerjaan • Anggota Badan Pemeriksa Keuangan RI Bidang Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup, dan Infrastruktur, 2007 s.d 2009 • Ketua Pansus 3 Paket UU Perpajakan • Sekretaris Korbid Ekonomi Keuangan dan Perbankan FPG – DPR RI • Anggota DPR RI, 2003 s.d 2007 di Komisi Ekonomi Keuangan dan Perbankan • Dosen Jurusan Akuntansi, Universitas Pancasila, 1995 s.d 2007 • Dosen Jurusan Arsitektur, ISTN, 1986 s.d 2007 • Ketua Panja Anggaran DPR RI 1997 s.d. 1999 • Inisiator hak angket dan pimpinan Pansus Kasus Bank Bali 1998 • Anggota DPR RI, 1993 s.d 1999 di Komisi Ekonomi, Keuangan dan Perbankan • Dosen Arsitektur, Universitas Trisakti, 1990 s.d 1993 • Dosen Jurusan Arsitektur, Universitas Tarumanegara, 1986 s.d 1988
ANGGOTA I
Nama
: Dr. Moermahadi Soerja Djanegara, SE, Ak., MM, CPA Tempat/ Tanggal Lahir : Bandung, 31 Mei 1955 Agama : Islam Status Perkawinan : Menikah Latar Belakang Pendidikan • IndonesiaCertified Public Accountant Recognation (CPA) di Jakarta 11 – 15 Mei 2009 Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) • S3 Bidang Ilmu Ekonomi Akuntansi Universitas Padjadjaran, Bandung tahun 2005 • S2 STIE IPWI Jakarta tahun 2000 • S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran, Bandung tahun 1981, Akuntan Register Negara D 2703 Riwayat Pekerjaan Audit & Konsultan Manajemen • Anggota Komite Audit PT Dahana (Persero) tahun 2007 s.d Oktober 2009, Anggota Komite Audit PT Djakarta Lloyd (Persero) tahun 2008 s.d Oktober 2009, Anggota Komite Audit PT Apexindo Tbk. s.d Oktober 2009 • Partner KAP Drs. Johan, Malonda, Astika & Rekan (2004 s.d 2007) • Partner KAP Arifin Wirakusumah & Rekan (2002 s.d 2004) • Managing Partner KAP Moermahadi & Rekan (1997 s.d 2002) • Internal Auditor PT TIHA International – HC Bank TATA Group (1995 s.d 1996) • Pengawas Tim gabungan BPKP – Departemen Keuangan (1992 s.d 1995) • Kepala Seksi pada Deputi Bidang Investigasi BPKP (1992 s.d 1995) • Auditor Tim gabungan BPKP-Ditjen Pajak Wilayah Jawa Timur (1989) • Auditor BPKP Jawa Timur Bidang Pengawasan Industri Jasa (1988 s.d 1991) • Auditor BPKP Jawa Timur Bidang Pengawasan BUMN/D Perkebunan dan Pertambangan (1984 s.d 1987) • Auditor BPKP Jawa Timur Bidang Pengawasan BUMN/D Industri Jasa Pertambangan Perdagangan (1982 s.d 1984)
ANGGOTA II
Nama Tempat/ Tanggal Lahir Agama Status Perkawinan
::Drs. H. Taufiequrachman Ruki, S.H. : Rangkasbitung, 18 Mei 1946 : Islam : Menikah
Latar Belakang Pendidikan • Kursus Karyawan ABRI tahun 1992 • Traffic Management Course (JICA-Jepang, tahun 1992) • Kursus Perwira Reserse Senior, tahun 1987 • Sekolah Staf dan Komando ABRI Bagian Kepolisian, tamat tahun 1983 • Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, tamat tahun 1978 • Akademi ABRI Bagian Kepolisian, tamat tahun 1970 • Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta, tamat tahun 1987 • Sekolah Menengah Atas Negeri Rangkasbitung, tamat tahun 1965 • Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Bandung, tamat tahun 1962 • Sekolah Dasar Negeri 5 Bandar Lampung, tamat tahun 1959 Riwayat Pekerjaan • Komisaris Utama PT Krakatau Steel • Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tahun 2003 s.d 2007 • Deputi IV Bidang Keamanan Nasional Menko Polkam RI, tahun 2001 s.d 2003 • Ketua Komisi VII (Kes/Sosial/Tenaga Kerja/BKKBN dan UPW), tahun 2000 s.d 2001 • Anggota Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR RI, tahun 1999 s.d 2001 • Anggota Tim Asistensi BP-MPR RI Fraksi TNI/Polri, tahun 1997 s.d 1999 • Wakil Ketua Fraksi TNI/Polri (Korbid Kesra), tahun 1999 s.d 2000 • Anggota Komisi VII Bidang Kesra dari Fraksi TNI/Polri, tahun 1997 s.d 1999 • Kapolwil Malang, tahun 1995 s.d 1997 • Anggota Komisi III Bidang Hukum dari Fraksi TNI/Polri, tahun 1992 s.d 1995 • Kapolres Tasikmalaya, tahun 1989 s.d 1991 • Kapolres Cianjur, tahun 1987 s.d 1989 • Wakil Kepala Kepolisian Resort Lampung Selatan, tahun 1982 NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
• • • • • • •
Kepala Bagian Operasi Poltabes Palembang, tahun 1981 Kepala Bagian Operasi Polres Baturaja, tahun 1979 Kepala Sub Seksi Kejahatan Poltabes Bandung, tahun 1975 Kepala Kepolisian Sektor Kelari Polres Karawang, tahun 1974 Perwira Seksi Reskrim Polres Karawang, tahun 1972 Perwira Staf Bagian Operasi Polwil Purwakarta, tahun 1971 Komandan Pleton Taruna Akpol, tahun 1971
• Kepala Sub Auditorat II.A.1 BPK-RI Jakarta, tahun 1999 s.d 2001 • Kasub Bidang Litbang Pemeriksaan Fiskal BPK-RI Jakarta tahun 1994 s.d 1999 • Pemeriksa Muda (Auditor Ahli) pada Auditorat E BPK, tahun 1988-1994 • Verifikatur - Penilik (Auditor Terampil) pada Auditorat A BPK, tahun 1981-1988 • Staf Admisnistrasi Umum pada Bagian Humas dan Persidangan, Biro Hukum dan Humas, setjen BPK, tahun 1977 – 1981
ANGGOTA III Nama Tempat/ Tanggal Lahir Agama Status Perkawinan
: Hasan Bisri, SE,MM : Tegal, 8 Mei 1957 : Islam : Menikah
Latar Belakang Pendidikan Pendidikan Formal • Sekolah Dasar Negeri, Desa Bandung, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal. Lulus tahun 1970 • Sekolah Menengah Pertama Negeri III Kota Tegal, Lulus tahun 1973 • Sekolah Menengah Ekonomi Atas Negeri, Karanganyar, Kabuipaten Tegal, Lulus Tahun 1976 • Fakultas Ekonomi, Jurusan Ekonomi Perusahaan, Universitas Islam Djakarta (UID), Jakarta, Lulus S1 Tahun 1985 • Program Magister Manajemen Konsentrasi Manajemen Keuangan, Universitas Satyagama Jakarta, Lulus Tahun 2004. Pendidikan Kedinasan • Diklat Kepemimpinan Tingkat II, Lembaga Administrasi Negara, tahun 2001 • Sekolah Pimpinan Administrasi Madya (SPAMA), Pusdiklat Pegawai Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, tahun 1997 • Sekolah Pimpinan Administrasi Lanjutan (SPALA), Biro Diklat Pegawai Sekretariat Jenderal BPK, tahun 1993 • Berbagai Pendidikan dan Pelatihan Profesi Pemeriksa/ Auditor, baik di dalam negeri maupun di luar negeri Riwayat Pekerjaan • Anggota BPK RI periode Oktober 2009 s.d. sekarang • Anggota BPK-RI periode Oktober 2004 s.d Oktober 2009 • Kepala Auditorat II.C BPK, tahun 2004 • Kepala Sub Auditorat II.B.2 BPK-RI Jakarta, tahun 2001 s.d 2004 NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
ANGGOTA IV Nama Tempat/ Tanggal Lahir Agama Status Perkawinan
: Dr. Ali Masykur Musa, M.Si, M.Hum : Tulungagung, 12 September 1962 : Islam : Menikah
Latar Belakang Pendidikan • Madrasah Ibtidaiyah dan SD di Tulungagung, tahun 1974 • PGAN 4 Tahun di Tulungagung, tahun 1978 • MAN di Tulungagung, tahun 1981 • Pondok Pesantren Panggung Tarbiyatul Ulum, Tulungagung, 1975-1978 • Pondok Pesantren Al-Fatah, Mangunsari, Tulungagung, tahun 1978-1981 • S1 FISIP Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Jember, tahun 1986 • Study Internship tentang ”Study Kawasan”, di PAU Universitas Gajah Mada, tahun 1987 • Study Internship Metode Hubungan Internasional dan Ekonomi Politik Internasional di PAU Universitas Indonesia, tahun 1988 • S2 Ilmu Politik Universitas Indonesia, “Pemikiran Politik Nahdlatul Ulama Tentang Paham Kebangsaan Indonesia”, tahun 1998 • S3 Manajemen Pendidikan dengan Konsentrasi Studi Kebijakan dan Politik Anggaran di Universitas Negeri Jakarta “Perubahan UUD 1945 tentang Pendidikan dan Implikasinya terhadap Politik Anggaran Pendidikan”, tahun 2007 • S2 Magister Hukum Bisnis, di UGM dengan tesis “Konflik Kewenangan Pengawasan Perbankan antara BI dan LPS dalam Penanganan Bank Gagal,” tahun 2009 • Study Banding sekitar 40 Negara seperti; Korea Selatan, RRC, Jepang, Amerika Serikat, Arab Saudi, Mesir, Jerman, Chile, Swiss, Spanyol, Brasil, Argentina, dan lain-lain. Riwayat Pekerjaan • Dosen FISIP Universitas Negeri Jember, tahun 1987 s.d 1999
• Presenter TV, tahun 1997 s.d 1999 • Aktif Seminar dan Menulis • Penceramah/ Sosialisator UUD 1945 dan Perundang Politik di LEMHANAS, LIN, LAN, DEPDAGRI, LESPIDA dan sebagainya • Anggota FKB DPR RI, tahun 1999-2001 • Sekretaris PAH I BP MPR RI tentang Perubahan UUD 1945, tahun 2000 s.d 2003 • Anggota Working Comitte Parlemen OKI, tahun 2002 s.d 2005 • Anggota BKSAP DPR RI, tahun 1999 s.d 2003 • Anggota Komisi IX DPR RI, tahun 1999 s.d. 2002 • Anggota Komisi VI DPR RI, tahun 2002 s.d 2003 • Wakil Ketua Komisi IX (Bidang Perencanaan Pembangunan dan BUMN) DPR RI, tahun 2003 s.d 2004 • Wakil Ketua Komisi XI (Bidang Perbankan dan LKBB) DPR RI, tahun 2004 s.d 2006 • Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, tahun 2005 - 2009 • Anggota Komisi XI DPR RI, tahun 2006 s.d 2009 • Dosen Pascasarjana Universitas Mercu Buana, tahun 2008 s.d sekarang • Komisaris Utama, PT Carara Crema Stones, tahun 2002 s.d Oktober 2009
s.d 2005 • Dosen Akademi Kesatuan Bogor, 1998 s.d Mei 2007 • Dosen STIE Kesatuan Bogor, 1998 s.d Mei 2007 • Partner KAP Drs. Stephanus Junianto & Rekan, Jakarta, 1996 s.d 1998 • Auditor KAP Haryono, Junianto & Saptoamal, Jakarta, 1998 s.d Mei 2007 • Auditor KAP Drs. Stephanus Junianto & Rekan, Jakarta 1991 s.d 1996 • Staf Konsultan PT Stephanus Junianto & Rekan, Jakarta, 1991 s.d 1996 • Staf Bagian Perencanaan dan Pengembangan Yayasan Duta Wahana Swadaya, Yogyakarta, 1986 s.d 1991 • Pembantu Direktur Bidang Kemahasiswaan LPK Budaya Wacana, Yogyakarta, 1986 s.d 1991 • Dosen Pendidikan Sekretaris LPK Budaya Wacana, Yogyakarta, 1982 s.d 1991 • Asisten Dosen STIE YKPN, Yogyakarta, 1981 s.d 1984 • Asisten Dosen AKPRIND, Yogyakarta, 1980 • Asisten Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1979
ANGGOTA V Nama Tempat/ Tanggal Lahir Agama Status Perkawinan
: Drs. Sapto Amal Damandari, Ak : Yogyakarta, 19 Mei 1955 : Islam : Menikah
Latar Belakang Pendidikan • Sarjana Ekonomi, Jurusan Akuntansi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, tamat tahun 1991 • Sarjana Muda Ekonomi, Jurusan Akuntansi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, tamat tahun 1978 • SMA Negeri 3, Yogyakarta, tamat tahun 1973 • SMP Negeri 5, Yogyakarta, tamat tahun 1970 • SD Negeri Puro Pakualaman, Yogyakarta, tamat tahun 1967 Riwayat Pekerjaan • Anggota VI BPK RI, Mei 2007 s.d 2009 • Partner KAP Haryono, Junianto & Saptoamal, Jakarta, 1999 s.d Mei 2007 • Partner Ahli Panitia Anggaran DPR RI, 2005-2006 • Tenaga Ahli Komisi IX (Keuangan & Perbankan) DPR RI, 2003 s.d 2004 • Pembantu Ketua Bidang Akademik STIE Kesatuan Bogor, 2001
ANGGOTA VI Nama Tempat/ Tanggal Lahir Agama Status Perkawinan
: Dr. H. Rizal Djalil : Kerinci, 20 Februari 1956 : Islam : Menikah
Misi Memperjuangkan Efisiensi dan Efektivitas Pemanfaatan Keuangan Negara untuk Kesejahteraan Rakyat Latar Belakang Pendidikan • Program Doktor Universitas Padjadjaran, Lulus Juni 2008, IPK : 3,8, dengan disertasi: Implementasi Kebijakan Privatisasi Dalam Upaya Peningkatan Kinerja Badan Usaha Milik Negara (Studi Pada 12 BUMN yang sudah di Privatisasi) The Implementation of Privatization Policy to Increase State Owned Enterprises Performance (Study on 12 Privatized State Owned Enterprises) • Magister Managemen IPWI Jakarta 1995 • S1 FKM Universitas Indonesia Jakarta 1984 Riwayat Jabatan • Anggota DPR RI dan MPR RI 2004 s.d 2009 NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
• • • • • • • • • • •
Anggota DPR RI dan MPR RI1999 s.d 2004 Wakil Ketua Pansus Perpajakan DPR RI, Tahun 2006 s.d 2009 Ketua Panitia Kerja RUU Ketentuan Umum Perpajakan DPR RI, Tahun 2007 Wakil Ketua Panja Asumsi Makro Panitia Anggaran DPR RI, Tahun 2006 Wakil Ketua Fraksi PAN DPR RI, Tahun 2005 Wakil Ketua Sub Perbankan DPR RI, Tahun 2003 Wakil Sekretaris Fraksi Reformasi DPR RI, Tahun 2003 Bekerja membantu hak financial & perawatan korban gempa Kerinci 1995, tahun 1998 Manager Perum Husada Bakti, DKI Jakarta 1993 s.d 1997 Manager Perum Husada Bakti, Provinsi Jambi 1987 s.d 1992 Bekerja pada program penanggulangan kebutaan pada Anak Pra-Sekolah, dibawah Hellen Keller Internasional, Jakarta 1982 s.d 1983
Pengalaman dalam Bidang Keuangan Negara • 2008 s.d. 2009, Wakil Ketua Pansus Perpajakan DPR RI • 2007, Ketua Panitia Kerja RUU Ketentuan Umum Perpajakan • 2007, Anggota Panitia Kerja Penerimaan Negara Bukan Pajak • 2007, Anggota Pansus RUU Mata Uang • 2007, Anggota Pansus RUU SBSN (Surat Berharga Suku Nasional) • 2007, Mengajukan konsep pemanfaatan deviden untuk menjaga “Sustainable Growth” • 2007, Mengajukan konsep revitalisasi BPKP sebagai institusi internal audit Pemerintah • 2006, Wakil Ketua Panitia Kerja Bidang Asumsi Makro DPR RI • 2006, Anggota Pansus dan Tim Perumus RUU BPK RI • 2006, memprakarsai Amandemen Undang-Undang APBN 2005 Terkait dengan Bencana Tsunami di Aceh dan Nias • 2004, Anggota Pansus Bank Syariah • 2003, Anggota Pansus RUU tentang Bank Indonesia • 2003, Anggota Pansus RUU Keuangan Negara • 2003, Anggota Pansus RUU Perbendaharaan Negara • 2003, Anggota Pansus RUU Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara • 2001, Mengajukan Minderheid Nota Dana RDI 21 Triliun di Panitia Anggaran DPR RI • 2001, Mengajukan Minderheid Nota terhadap RUU APBN karena Laporan Keuangan Pemerintah disclaimer • 2000 s.d. 2006, Anggota Panitia Anggaran DPR RI • 2000, Tim Khusus Fraksi Reformasi MPR RI dalam Rangka Memperjuangkan Status BPK & Besaran Anggaran Pendidikan 20 % dalam Proses Amandemen UUD 1945 Pengalaman Internasional • 2009, Anggota Delegasi DPR RI ke Republik Ceko untuk mempelajari organisasi otoritas jasa keuangan & Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta Bea Masuk • 2008, Pimpinan Delegasi Pansus Pajak DPR RI ke Turki • 2008, Anggota Delegasi DPR RI dalam Rangka Penerapan Prinsip-prinsip Bank Syariah-Sukuk di Bahrain • 2007, Pimpinan Kolektif Delegasi Pansus Pajak ke Kongres Amerika Serikat NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
• • • • • • • •
2007, Mempelajari Kebijakan dan Implementasi Proses Privatisasi BUMN di Rusia 2007, Mempelajari dan Mengamati Pertumbuhan Ekonomi UEA di Dubai 2007, Mempelajari Kebijakan & Pengalaman Inggris dalam Melakukan Privatisasi 2006, Mempelajari dan Mengamati Peternakan Sapi dan Pembuatan Keju di Belanda 2004, Mempelajari Peranan Industri Pariwisata dalam Perekonomian Spanyol dan Maroko 2003, Mempelajari Kebijakan & Implementasi Privatisasi di Cina 2003, Mempelajari dan Mengamati Pertumbuhan Ekonomi Shanghai, Guang Zhou 2003, Mempelajari dan Mengamati Pertumbuhan Vietnam di Ho Chi Min City
ANGGOTA VII Nama Tempat/ Tanggal Lahi Agama Status Perkawinan
: Drs. T. Muhammad Nurlif : Aceh, 11 Juli 1958 : Islam : Menikah
Latar Belakang Pendidikan • SD Negeri No.1 Sigli-Aceh, tamat tahun 1969 • SMP Negeri No.1 Sigli-Aceh, tamat tahun 1972 • SMA Negeri No.1 Sigli-Aceh, tamat tahun 1975 • Universitas HKBP Nommensen Medan : - Jurusan Manajemen, tamat tahun 1984 - Jurusan Akuntansi, tamat tahun 1981 Riwayat Pekerjaan • Anggota DPR/MPR RI, tahun 2004 s.d 2009 • Anggota DPR/MPR RI, tahun 1999 s.d 2004 • Anggota DPR/MPR RI, tahun 1997 s.d 1999 • Staf Khusus PT Lampiri Djaya Abadi, Jakarta, tahun 1987 s.d 1999 • Pendidikan Officer Bank BUKOPIN Kantor Pusat, tahun 1986 • Manajer Pengendalian dan Pengawasan Pusat Koperasi Unit Desa Sumatera Utara, tahun 1982 s.d 1986 • Staf Verifikasi PT Persero Perkebunan I, Langsa-Aceh, tahun 1981 s.d 1982 • Dirjen Pengawas Keuangan Negara, Medan, (Pendidikan) tahun 1980
bertujuan untuk memberikan informasi menyeluruh mengenai hasil pemeriksaan BPK atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dalam kurun waktu satu semester.
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
10
SAMBUTAN KETUA BPK PADA PENYERAHAN IKHTISAR HASIL PEMERIKSAAN SEMESTER I TAHUN ANGGARAN 2009 KEPADA DPD-RI RABU, 4 NOVEMBER 2009
Saudara Ketua, Saudara-saudara Wakil Ketua, Para Pimpinan Panitia Ad Hoc, Pimpinan Badan Kehormatan dan Pimpinan Alat Kelengkapan Dewan Lainnya, Para Anggota DPD-RI, Para Undangan, Serta Hadirin yang saya muliakan Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Selamat Pagi, dan Salam sejahtera untuk kita semua
Pertama-tama, marilah kita bersama mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga pada pagi hari ini kita dapat menghadiri sidang paripurna yang mulia ini dalam rangka penyerahan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Semester I Tahun 2009. Memenuhi amanat Undang Undang Dasar 1945 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, hari ini BPK menyerahkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) periode 1 Januari sampai dengan 30 Juni 2009. Penyerahan IHPS dan LHP kepada rakyat melalui wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) 10
Penyerahan IHPS saat ini memiliki arti tersendiri khususnya bagi saya secara pribadi dan para anggota BPK Tahun 2009-2014 karena merupakan penyerahan IHPS yang pertama bagi pimpinan dan para anggota BPK Tahun 2009-2014. Semoga dukungan dan kerja sama yang telah terjalin dengan baik selama ini dengan segenap Pimpinan dan Anggota DPD yang terhormat dapat terus ditingkatkan dalam rangka mendorong terwujudnya tata kelola keuangan negara yang transparan dan akuntabel.
Pimpinan Sidang serta hadirin yang saya muliakan
Jenis pemeriksaan BPK pada IHPS I Tahun 2009 ini meliputi pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT). Objek pemeriksaan BPK dilakukan terhadap 491 entitas yang terdiri dari 382 objek pemeriksaan keuangan dengan cakupan pemeriksaan meliputi neraca (dengan rincian: aset senilai Rp2.400 triliun, kewajiban senilai Rp1.700 triliun, serta ekuitas senilai Rp761 triliun) dan Laporan Realisasi Anggaran (dengan rincian: pendapatan senilai Rp1.212 triliun, dan belanja/biaya senilai Rp1.219 triliun). PDTT meliputi 103 objek pemeriksaan dengan cakupan senilai Rp136,63 triliun, dan enam pemeriksaan kinerja dengan cakupan tidak secara spesifik menunjuk nilai tertentu. Total temuan dari 491 Laporan Hasil Pemeriksaan sebesar Rp33,56 triliun. Dari total temuan tersebut, senilai Rp28,49 triliun adalah temuan terkait ketidakpatuhan yang mengakibatkan adanya kerugian negara/daerah/ perusahaan, potensi kerugian negara/daerah/perusahaan dan kekurangan penerimaan bagi negara/daerah/ perusahaan. Selama proses pemeriksaan berlangsung dari nilai temuan tersebut telah ditindaklanjuti oleh auditee (terperiksa) dengan penyetoran ke kas negara/ daerah senilai Rp525,32 miliar. NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
Pimpinan Sidang serta hadirin yang saya muliakan
Fokus pemeriksaan BPK dalam Semester I Tahun 2009 adalah pemeriksaan keuangan. BPK melaksanakan pemeriksaan terhadap 293 laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) Tahun 2008, satu LKPD Tahun 2007, laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) Tahun 2008, 83 laporan keuangan kementerian/lembaga (LKKL) Tahun 2008, serta lima laporan keuangan badan lainnya.
Di tingkat daerah, dari 293 Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2008 yang telah diperiksa BPK pada Semester I Tahun 2009, BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas 8 LKPD, opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas 217 LKPD, opini Tidak Wajar (TW) atas 21 LKPD, dan opini disclaimer atau Tidak Memberikan pendapat (TMP) atas 47 LKPD. Opini WTP diberikan BPK kepada Kabupaten Aceh Tengah, Kab. Padang Pariaman, Kab. Muko-Muko, Kab. Tangerang, Kota Banda Aceh, Kota Lhokseumawe, Kota Pariaman, dan Kota Tangerang. Dari tahun ketahun laporan keuangan pemerintah daerah yang memperoleh opini WTP dan WDP mengalami peningkatan. Hal ini menggambarkan adanya perbaikan pengelolaan keuangan daerah yang dicapai pemerintah NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
daerah dalam menyajikan laporan keuangannya secara wajar. Dengan semakin meningkatnya kualitas laporan keuangan pemerintah daerah maka laporan keuangan tersebut semakin dapat diandalkan dalam proses pengambilan keputusan. Selain opini, LHP LKPD juga menyajikan temuan-temuan atas Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundangundangan. Temuan-temuan tersebut antara lain: di Provinsi Jawa Tengah terdapat temuan terkait sistem informasi akuntansi dan pelaporan tidak memadai, seperti penyajian aset tetap senilai Rp11,24 triliun pada Neraca per 31 Desember 2008 tidak dapat diyakini kewajarannya; di Provinsi Kalimantan Timur, BPK menemukan aspek perencanaan kegiatan yang tidak memadai, seperti terdapat realisasi belanja modal dan belanja barang yang peruntukkannya bukan untuk operasional pemda dan tidak sesuai ketentuan senilai Rp294,33 miliar; di Kabupaten Kepulauan Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara, terdapat kelebihan pembayaran tunjangan umum dan fungsional sehingga membebani keuangan daerah senilai Rp12,18 miliar; dan di Provinsi DKI Jakarta, terdapat hasil penagihan piutang eks BPPN oleh PT Bank DKI senilai Rp29,00 miliar tidak disetor ke kas daerah. 11
11
12
Sementara itu ditingkat pusat, BPK memberikan opini Tidak Memberikan Pendapat atau disclaimer atas LKPP Tahun 2008. Beberapa permasalahan sehingga BPK memberikan opini disclaimer antara lain (1) penerimaan perpajakan belum dapat diyakini kewajarannya karena masih terdapat kelemahan dalam pencatatan transaksi pada aplikasi modul penerimaan negara (MPN). Terdapat perbedaan data penerimaan yang dihasilkan antara data penerimaan menurut MPN dengan data penerimaan menurut sistem akuntansi umum (SAU); (2) Tidak tertibnya pencatatan aset sejak tahun 2004-2007 dan tidak pernah dilakukan inventarisasi serta penilaian kembali. Inventarisasi dan penilaian kembali aset tetap baru dilakukan pada Tahun 2008 untuk sebagian satuan kerja yang ada; (3) Pemerintah belum melakukan inventarisasi dan penilaian kembali terhadap aset kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) dan aset eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Pemerintah juga tidak mengadministrasikan secara memadai atas aset eks BPPN dan belum memiliki kebijakan akuntansi untuk pengakuan dan pengukuran atas aset KKKS. Akumulasi nilai aset eks BPPN dan aset KKKS Tahun 2008 senilai Rp12,42 triliun dan Rp303,39 triliun; (4) Sampai dengan Tahun 2007, nilai outstanding utang luar negeri pada laporan keuangan tidak dapat diyakini kewajarannya karena tidak memadainya pengadministrasian dan pencatatan utang luar negeri. Selain itu, pencatatan penarikan utang luar negeri oleh BUN tidak terekonsiliasi. Walaupun selama lima tahun berturut-turut LKPP memperoleh opini disclaimer, sejak Tahun 2008 pemerintah telah melakukan upaya-upaya perbaikan yakni (i) penyusunan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN); (ii) penyempurnaan aplikasi administrasi penerimaan perpajakan; (iii) pengungkapan secara memadai belanja di luar mekanisme APBN yang berasal dari rekening antara penerimaan; (iv) penertiban rekening pemerintah; (v) penyajian sebagian besar penyertaan modal negara berdasarkan laporan keuangan yang telah diperiksa; (vi) penyelesaian inventarisasi dan revaluasi atas sebagian aset tetap; dan (vii) penyempurnaan administrasi pinjaman luar negeri 12
khususnya penyajian saldo pinjaman luar negeri. Sementara itu dalam semester I Tahun 2009, BPK juga telah memberikan opini atas 83 LKKL dengan rincian sebagai berikut: sebanyak 35 LKKL memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP), 30 LKKL mendapat opini wajar dengan pengecualian (WDP), dan 18 LKKL memperoleh opini TMP. Pimpinan Sidang serta hadirin yang saya muliakan Pada Semester I Tahun 2009, pemeriksaan kinerja dilaksanakan terhadap dua obyek pemeriksaan, yaitu pemeriksaan kinerja atas Pengendalian Pencemaran Air Sungai Ciliwung dan Pengelolaan Pengawasan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Hasil pemeriksaan kinerja menunjukkan bahwa pengendalian pencemaran air Sungai Ciliwung kurang efektif. Hal tersebut terlihat dalam proyek percontohan pembangunan instalasi pengolahan limbah (IPAL) komunal yang tidak berfungsi dengan baik dan kesepakatan bersama pengelolaan Sungai Ciliwung antar daerah Tahun 2004–2009 yang terhenti implementasinya pada Tahun 2007. Sementara itu, pemeriksaan pada BNP2TKI, BPK menemukan antara lain adanya ketidakoptimalan dalam pengawasan TKI oleh BNP2TKI dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi karena keduanya belum memiliki pemahaman yang sama dan mekanisme koordinasi yang memadai dibidang pengawasan. Selain itu, dalam IHPS Semester I 2009 ini juga memuat hasil pemeriksaan kinerja atas pelayanan kesehatan pada empat rumah sakit umum daerah (RSUD) yang merupakan pemeriksaan pada Semester II Tahun 2008. Keempat RSUD tersebut adalah RSUD Kota Bekasi, RSUD Waled Cirebon, RSUD Kudus, dan RSUD Dr. H. Soewondo Kendal. Kinerja pelayanan kesehatan pada empat RSUD masih perlu ditingkatkan. Selain itu BPK juga menemukan adanya kelemahan pada aspek mutu pelayanan dan manajemen keuangan yang dapat menghambat kinerja RSUD. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
meliputi 103 obyek pemeriksaan yang terdiri dari 46 obyek pemeriksaan pada pemerintah pusat, 36 obyek pemeriksaan pada pemerintah provinsi/kabupaten/ kota, 16 obyek pemeriksaan pada BUMN, dan 5 obyek pemeriksaan pada BUMD. Temuan signifikan dari PDTT antara lain di Kejaksaan Agung, terdapat uang pengganti senilai Rp5 triliun dan USD293 juta serta denda senilai Rp30 miliar di lingkungan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta belum berhasil ditagih. Di Departemen Kehutanan, terdapat kelebihan pembayaran biaya jasa pemeliharaan (Jasper) Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) Tahun 2007 dan 2008 senilai hampir Rp17 miliar.
menyelesaikan inventarisasi dan penilaian kembali aset tetap pada 10.254 dari 22.307 satuan kerja (satker). Hasil penilaian kembali aset pada 2.054 satker senilai Rp48 triliun telah dibukukan dan hasil revaluasi aset pada 8.200 satker senilai Rp77 triliun belum dibukukan. Inventarisasi dan penilaian kekayaan negara bukan saja penting untuk menambah akuntabilitas dari segi kewajaran penilaian yang disajikan dalam neraca, namun juga penting untuk mengetahui kesiapan dalam penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga negara.
Pimpinan Sidang serta hadirin yang saya muliakan
BUMN yang telah diperiksa. Pemerintah juga telah melakukan upaya perbaikan terhadap pencatatan utang jangka panjang luar negeri. Selama kurun waktu Tahun 2004–2007, nilai outstanding utang luar negeri tidak dapat diyakini. Namun, pada Tahun 2008 saldo utang luar negeri yang dilaporkan di neraca LKPP 2008 sudah dapat terkonfirmasi dengan pemberi pinjaman luar negeri.
Selain adanya tanda-tanda positif pada perbaikan sistem keuangan negara, BPK juga menilai telah ada perkembangan positif atas masalah-masalah penting pada LKPP. Sebagaimana diketahui, pada tahun 2004 pemeriksaan laporan keuangan BPK menemukan rekening liar sebanyak 957 rekening senilai Rp20 triliun. Kondisi tersebut juga terjadi pada Tahun 2005, 2006, dan 2007 secara berturut-turut sebanyak 1.303 rekening, 2.383 rekening, dan 2.240 rekening dengan nilai masingmasing Rp8,5 triliun, Rp3,25 triliun, dan Rp1,39 triliun. Atas permasalahan tersebut, BPK telah mendorong Pemerintah untuk menertibkan pengelolaan rekening milik pemerintah. Selanjutnya, Pemerintah telah merespon dan menindaklanjuti dengan membentuk Tim Penertiban Rekening Pemerintah (TPRP). Berdasarkan laporan akhir atas penertiban rekening pada akhir Tahun 2008, pemerintah telah menertibkan sebanyak 39.477 rekening liar senilai Rp35,4 triliun, USD238 juta dan €2,9 juta.
Hal serupa terjadi pada Pencatatan investasi pada 114 dari 142 BUMN (62% dari total investasi Penyertaan Modal Negara) sudah didasarkan pada laporan keuangan
Pimpinan Sidang serta hadirin yang saya muliakan
Sesuai dengan mandat UU No. 15 Tahun 2004 Pasal 20 bahwa BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan d a n 13
Untuk mengatasi kelemahan pencatatan aset dan inventarisasi kekayaan negara, sejak dua tahun lalu pemerintah telah membentuk Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Pada Tahun 2008, Pemerintah telah NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
13
14
memberitahukan hasil pemantauan tindak lanjut kepada lembaga perwakilan dalam hasil pemeriksaan semester. Hasil pemantauan pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK, mengungkapkan bahwa sampai dengan akhir Semester I TA 2009, secara keseluruhan terdapat lebih dari 62 ribu temuan senilai hampir Rp3 ribu triliun dengan jumlah rekomendasi lebih dari 112 ribu senilai Rp2 ribu triliun. Dari jumlah tersebut, sekitar 49 ribu rekomendasi diantaranya senilai Rp582 triliun telah ditindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi. Sebanyak hampir 22 ribu rekomendasi senilai Rp1.285 triliun telah ditindaklanjuti tetapi belum sesuai dengan rekomendasi atau masih dalam proses ditindaklanjuti dan sisanya sekitar 41 ribu rekomendasi senilai Rp313 triliun belum ditindaklanjuti. Sementara itu, kerugian negara yang dipantau pada Semester I Tahun 2009 senilai Rp4,5 triliun, USD46,9 juta dan sejumlah valuta asing lainnya dengan tingkat penyelesaian sebesar hampir 40% senilai Rp1,14 triliun dan USD40,7 juta. Sampai dengan akhir semester I tahun 2009, Hasil Pemeriksaan (HP) BPK yang berindikasi unsur pidana yang disampaikan kepada instansi berwenang sebanyak 223 kasus senilai Rp30,5 triliun dan USD470 juta. Dari 223 kasus tersebut, Instansi Penegak hukum (Kejaksaan, Kepolisian dan KPK) telah menindaklanjuti 132 kasus (59%) ke dalam proses peradilan yaitu penyelidikan 20 kasus (9%), penyidikan 15 kasus (7%), penuntutan 8 kasus (4%), putusan 37 kasus (17%), dihentikan 10 kasus (4%), dan dilimpahkan kepada Kejaksaan Tinggi atau KPK sebanyak 42 kasus (18%).
BPK menghargai usaha yang dilakukan pemerintah sebagai pengelola keuangan negara/daerah dan lembaga perwakilan melalui pembenahan peraturan perundangundangan, pengawasan, maupun tindakan hukum yang harus diambil untuk mengamankan dan menertibkan pengelolaan keuangan negara/daerah. Demikianlah hal-hal yang dapat kami sampaikan pada sidang paripurna yang terhormat ini. Kami berharap agar Pimpinan dan Anggota DPD dapat memanfaatkan informasi yang kami sampaikan dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester dan Laporan Hasil Pemeriksaan yang disajikan dalam bentuk CD untuk mendukung tugas dan wewenang DPD sesuai peraturan perundangundangan. Sekali lagi kami mengucapkan terima kasih atas kerja sama dan perhatian Pimpinan dan Anggota DPD yang terhormat.
Wabilahittaufik wal hidayah Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
Ketua,
Drs. Hadi Poernomo, Ak
Selama semester I Tahun 2009, hasil pemeriksaan BPK berindikasi unsur pidana yang diserahkan kepada instansi penegak hukum sebanyak 19 kasus senilai Rp340 miliar dan USD94,6 ribu. Rinciannya adalah sebanyak 8 kasus senilai Rp92 miliar diserahkan ke Kejaksaan Agung serta sebanyak 11 kasus senilai Rp248 miliar dan USD94,6 ribu diserahkan kepada KPK.
Pimpinan Sidang serta hadirin yang saya muliakan
14
NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
PAJAK PARKIR:
POTENSI PAD DAN POTENSI KONFLIK Oleh: Masniar Elysabeth, M.Si. Ak, BPK-RI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara
Ada fenomena bahwa rata-rata setiap tahunnya semakin banyak masyarakat yang memiliki kendaraan pribadi. Hal ini semakin terlihat di kota-kota besar seperti Jakarta, Medan, Surabaya, Semarang, Bandung dan kota-kota lainnya dengan kemacetannya yang semakin parah dari tahun ke tahun.. Fenomena ini seharusnya memberikan dampak adanya potensi dari Penerimaan Asli Daerah (PAD) dari pengenaan pajak parkir menjadi lebih besar. Sehingga tak heran bila Pajak Parkir menjadi salah satu sumber penerimaan daerah yang sangat potensial. Fokus dalam artikel ini bukanlah masalah jumlah kendaraan yang terus bertambah, tetapi lebih kepada peraturan tentang pajak parkir yang berpotensi peningkatan penerimaan dana yang sekaligus juga berpotensi konflik pada tataran pelaksanaan peraturan itu sendiri di lapangan. Artikel ini secara garis besar memperlihatkan bahwa di tingkat otonomi daerah terjadi benturan antara peraturan dan pelaksanaannya karena masih terdapat penafsiran yang bersifat grey area (wilayah abu-abu), sebagaimana lazimnya sering terjadi di Indonesia bahkan untuk peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh tingkat pusat banyak menimbulkan multi-interpretasi (banyak penafsiran), saling bertentangan dan tumpang tindih, sehingga banyak kasus-kasus grey area antara wajib pajak dan otoritas pajak atas peraturanperaturan yang diterapkan dibawa ke tingkat pengadilan. Ketentuan tentang Pajak Parkir Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU RI Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU RI No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), definisi Pajak Parkir adalah “pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran.” Subjek dan Objek Pajak Parkir Dalam rangka penetapan Pajak Parkir, Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan persetujuan DPRD telah menetapkan Peraturan Daerah (Perda) No. 6 Tahun 2002 Tentang Pajak Parkir. Dalam Pasal 3 ayat (1) NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
Perda No. 6 Tahun 2002 menyebutkan bahwa Pajak Parkir dikenakan terhadap objek pajak berupa penyelenggaraan tempat parkir kendaraan bermotor di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk tempat penitipan kendaraan bermotor, dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. Selanjutnya ayat (2) menyebutkan dikecualikan dari Objek Pajak sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 ayat (1) adalah: a. Penyelenggaraan tempat parkir oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; b. Penyelenggaraan Parkir oleh kedutaan, konsulat, perwakilan negara-negara asing, dan perwakilan lembaga-lembaga internasional dengan asas timbal balik; c. Penyelenggaraan tempat penitipan dan garasi kendaraan bermotor dengan kapasitas sampai dengan 10 (sepuluh) kendaraan bermotor roda empat atau roda lebih dari empat atau sampai dengan kapasitas 20 (dua puluh) kendaraan bermotor roda dua; d. Penyelenggaraan tempat parkir yang semata-mata digunakan untuk usaha memperdagangkan kendaraan bermotor; e. Tempat-tempat lain yang ditetapkan oleh Gubernur. Dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2) Perda Nomor 6 Tahun 2002: Ayat (1) “Subjek Pajak Parkir adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas tempat parkir.” Ayat (2) “Wajib Pajak Parkir adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan tempat parkir” Tarif Pajak Parkir Berdasarkan Pasal 5 Perda Nomor 6 Tahun 2002 menyebutkan bahwa Dasar Pengenaan Pajak Parkir (DPP) merupakan jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir, dan Pasal 6 menyebutkan bahwa tarif Pajak Parkir ditetapkan sebesar 20% dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Besarnya pokok pajak parkir yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
15
yang digunakan khusus sebagai tempat parkir yang berdiri sendiri. Sedangkan gedung parkir pendukung adalah gedung parkir yang menjadi bagian dari bangunan atau kumpulan bangunan yang digunakan sebagai tempat parkir yang bertindak sebagai penunjang dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pokok bangunan atau kumpulan bangunan tersebut.
16
6 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 5. Pajak Parkir yang terutang dipungut di wilayah tempat parkir berlokasi. Penyelenggara Parkir vs Pengelola Parkir Peraturan daerah tentang perparkiran di Indonesia mengidentifikasikan dua bentuk usaha penyedia jasa parkir, yaitu pengelola parkir dan penyelenggara parkir. Pengelola Parkir Pengelola Parkir merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah kota/kabupaten yang berbentuk BUMD. Secara umum disebut sebagai Badan Pengelola Perparkiran (BP Perparkiran). Pemungutan biaya parkir yang dilakukan BP Perparkiran umumnya dilakukan terhadap kendaraan yang diparkir di tepi jalan umum dan di lingkungan parkir (yaitu kumpulan jalan-jalan di daerah tertentu yang dibatasi dan dilingkungi oleh jalan-jalan penghubung yang didalamnya terdapat sebagian besar bangunan umum/perdagangan yang dipergunakan sebagai tempat parkir). Pungutan biaya parkir atas jasa yang disediakan pemerintah kota/kabupaten kepada pemakai jasa parkir disebut sebagai Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum yang masuk dalam kelompok Retribusi Jasa Umum. Karena Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum ditentukan oleh Pemerintah Daerah, sehingga besarnya tarif retribusi parkir tergantung oleh Pemerintah Daerah setempat. Selain mengelola parkir di tepi jalan umum dan di lingkungan parkir, ada pula pemerintah kota/kabupaten yang membangun gedung dan atau pelataran parkir sebagai aset milik daerah. Gedung parkir tersebut terbagi menjadi dua jenis gedung, yaitu gedung parkir murni dan gedung parkir pendukung. Gedung parkir murni adalah bangunan 16
Penyelenggara Parkir Berbeda dengan pengelola parkir, Penyelenggara Parkir tidak dilakukan oleh pemerintah kota/kabupaten, melainkan oleh orang pribadi atau badan swasta (selanjutnya disebut pengusaha perparkiran), sehingga kewenangan yang diberikan untuk memungut biaya parkir hanya terbatas pada parkir di luar badan jalan, yaitu tempat parkir yang disediakan di gedung dan pelataran parkir. Pungutan biaya parkir atas tempat parker yang disediakan di gedung dan peralatan parkir dari para pengguna layanan jasa disebut sebagai Pajak Parkir Untuk dapat menyelenggarakan perparkiran, setiap pengusaha yang berniat menyediakan usaha perparkiran diwajibkan harus memperoleh izin dari pemerintah kota/ kabupatennya. Umumnya, pemerintah daerah di Indonesia mewajibkan penyelenggara perparkiran melampirkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), rekomendasi dari DLLAJ dan syarat-syarat lain yang ditetapkan oleh kepala daerah. Pajak Parkir sebagai Potensi PAD dan Potensi Konflik Pajak Parkir sebagai Potensi PAD Sumber pendapatan bagi Pemerintah Daerah antara lain adalah pajak daerah dan retribusi daerah. Pajak daerah adalah pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan dan pajak parkir. Sedangkan retribusi daerah antara lain pelayanan kesehatan, persampahan/kebersihan, penggantian bea cetak Kartu Tanda Penduduk (KTP), bea cetak akte catatan sipil, pelayanan pemakaman, parkir tepi jalan umum, pengujian kendaraan bermotor, pemeriksaan alat Pemadam Kebakaran (PMK), bea cetak peta, jasa usaha pemakaian kekayaan daerah, pasar grosir/pertokoan, jasa usaha terminal, jasa usaha tempat khusus parkir, jasa usaha penyedotan kakus, jasa usaha TMP rekreasi dan olah raga, IMB, ijin gangguan, ijin trayek, potong pohon, ketenagakerjaan, perindustrian & penanaman modal, dan lain-lain. NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
Sesuai dengan Perda DKI No. 6/2002 tentang Pajak Parkir Wilayah Provinsi DKI Jakarta, pengelola parkir wajib membayar pajak sebesar 20% dari tarif parkir di luar jalan (off street) sebesar Rp2.000 per jam pertama dan Rp2.000 untuk satu jam berikutnya. Dalam perjanjian yang diberikan ke masing-masing pengelola parkir dan penyelenggara parkir ditetapkan bahwa tarif biaya parkir: Mobil = Rp 2.000,- untuk jam pertama, Rp 2.000,- untuk setiap jam berikutnya, kurang 1 jam dihitung 1 jam. Untuk Motor = Rp 500,- /jam, kurang 1 jam dihitung 1 jam. (Lihat tulisan dalam tiket parkir) Yang menjadi pertanyaan adalah seberapa besarkah sumbangan retribusi pajak daerah khususnya pajak parkir terhadap pendapatan suatu daerah? Data yang disebutkan oleh Pemerintah Daerah Ibukota Jakarta bahwa penerimaan pajak parkir pada tahun 2007 sebesar Rp99 miliar atau sebesar 1,38% dari total realisasi penerimaan PAD (Bisnis Indonesia, 24 Oktober 2008), sedangkan untuk tahun 2008 terealisasi sebesar Rp113,51 miliar (Koran Jakarta, 7 Agustus 2009). Sumatera Utara, tahun 2008, pendapatan pajak parkir tercatat sebesar Rp4 miliar (Medan Bisnis, Jumat 24 April 2009) dan Semarang, tahun 2008 sebesar Rp2,56 miliar (Media Indonesia, 17 Juli 2009). Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) baik berupa pajak daerah dan retribusi daerah merupakan sumber penerimaan yang signifikan bagi pembiayaan rutin dan pembangunan di suatu daerah otonom, karena jumlah yang disumbangkan cukup besar. Pajak Parkir sebagai Potensi Konflik Sebagaimana telah diuraikan pada poin 2.3. Perda Nomor 6 Tahun 2002. mengenai DPP dan tarif Pajak Parkir pada pasal 5 dan 6. Selanjutnya Pasal 7 menyebutkan bahwa “Besarnya Pokok Pajak Parkir yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 5” Bila dibaca peraturan tersebut di atas maka menurut penulis ada dispute atau grey area khususnya mengenai Pasal 5 dalam menentukan besarnya Dasar Pengenaan Pajak Parkir (DPP). Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Penghitungan pajak parkir cara pertama: Dengan tarif parkir sebesar Rp2,000,- per jam, belum termasuk pajak sebesar 20%, jumlah Rp2,000,- tersebut merupakan jumlah 100%. Oleh karena itu, jumlah yang diterima oleh penyelenggara parkir adalah 80/100 x Rp2,000,- = Rp1,600,-. Pajak parkir adalah Rp400,Penghitungan pajak parkir cara kedua: Berdasarkan Perda DKI No. 6 Tahun 2002 tanggal 7 Nopember 2002 Tentang Pajak Parkir dalam Pasal 5 NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
menyebutkan bahwa Dasar Pengenaan Pajak Parkir adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir. Dalam penjelasan pasal ini menyebutkan bahwa jumlah pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima oleh penyelenggara (jumlah penerimaan kotor). Sesuai dengan ketentuan di atas, maka jumlah yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh perusahaan selaku penyelenggara parkir adalah jumlah pembayaran dikurangi pajak parkir. Sesuai dengan Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta nomor 1624/2003 point D.1., disebutkan bahwa pembayaran tempat parkir yang dipungut oleh penyelenggara tempat parkir sudah termasuk kewajiban membayar pajak sebesar 20%. Maka berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta ini dalam menetapkan Dasar Pengenaan Pajak dihitung sebagai berikut: Dengan tarif parkir sebesar Rp2,000,- per jam, yang mana sudah termasuk pajak sebesar 20%, dimana jumlah Rp2,000,- tersebut merupakan jumlah 120%. Oleh karena itu, jumlah yang diterima oleh penyelenggara parkir adalah 100/120 x Rp.2,000,- = Rp1,666.67,-. Pajak parkir adalah 20% x Rp1,666.67,- = Rp333.33,Dari dua perhitungan di atas terjadi selisih sebesar pajak parkir yang diterima Pemerintah Daerah sebesar Rp400 – Rp333.33 = Rp66.67 atau sebesar 17%. Memang terlihat kecil untuk satu tiket parkir. Tetapi bila dibandingkan dengan jumlah penerimaan suatu daerah terhadap pajak parkir, misalkan sebagai contoh, sampel yang diambil untuk menghitung penyimpangan adalah data penerimaan pajak parkir dari Pemerintah DKI Jakarta tahun 2008 adalah sebesar Rp113,51, maka penyimpangan pajak karena beda DPP adalah sebesar Rp16,5 miliar. Ongkos parkir akan lebih mahal karena mulai 1 Januari 2010 tarif pajak parkir naik, yaitu dari maksimal 20 persen menjadi maksimal 30 persen. Besaran kenaikan tarif pajak parkir itu bergantung pada keputusan pemerintah kabupaten atau kota. Harry Azhar Azis sebagai Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (RUU PDRD) menyatakan bahwa selain menaikkan tarif pajak parkir, juga dipertegas pembagian retribusi parkir yang bisa menjadi sumber pendapatan asli daerah di tingkat kabupaten atau kota. Dijelaskan, untuk menambah ketertiban perparkiran, aturan pajak parkir dibedakan dengan retribusi parkir. Pajak parkir dipungut di lokasi tertentu, misalnya perkantoran atau gedung, yang dikelola badan usaha tertentu. Adapun retribusi parkir dikelola oleh pemerintah kabupaten atau kota, yaitu untuk lahan-lahan parkir kendaraan bermotor yang ada di pinggir jalan umum, yang selama ini sering kali dikelola oleh orang tertentu. Dalam RUU PDRD disebutkan, obyek pajak parkir adalah penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, yang disediakan sebagai tempat usaha, termasuk penyediaan 17
17
SIARAN PERS
18
tempat penitipan kendaraan. (Kompas, 8 Agustus 2009). Masalah beda penafsiran peraturan sudah sering terjadi di Indonesia. Hal ini akan berpotensi besar bila terus dibiarkan. Apalagi dengan adanya usulan kenaikan tarif pajak parkir. Yang tentu saja bukan hanya pihak pemilik kendaraan yang semakin diberatkan karena kenaikan tarif, tetapi juga para penyelenggara parkir dan pengelola parkir sebagai pihak yang memungut pajak parkir tersebut. Perbedaan pajak parkir yang dipungut akan menyebabkan penyelenggara parkir dan pengelola parkir harus menanggung pengenaan denda bunga sebesar 2% per bulan atas pajak yang kurang dipungut dan juga sanksi kenaikan pajak sebesar 25%. Kesimpulan Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan di atas, ada beberapa hal yang menurut penulis untuk digarisbawahi: 1.Peraturan Daerah yang dalam pelaksanaannya menimbulkan beda penafsiran sebaiknya dikaji ulang, selain itu beda penafsiran dapat dicegah dengan membuat peraturan penjelasan yang didalamnya disertai juga dengan cara penghitungan pajak terhutang dalam bentuk angka atau contoh perhitungan. 2. Secara umum bahwa jumlah penerimaan komponen pajak daerah dan retribusi daerah sangat dipengaruhi oleh banyaknya jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang diterapkan serta disesuaikan dengan peraturan yang berlaku yang terkait dengan penerimaan kedua komponen tersebut. Sehingga peraturan yang lebih jelas dan tegas sangat diperlukan. Salah satu contoh yang dapat dikemukakan penulis menyangkut contoh peraturan yang mengandung grey area adalah peraturan sehubungan dengan pajak parkir. Referensi/ Daftar Pustaka Undang-undang RI Nomor 18 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang RI Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2001 tanggal 13 September 2001 tentang Retribusi Daerah Peraturan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 6 Tahun 2002 tanggal 7 Nopember 2002 tentang Pajak Parkir Wilayah Provinsi DKI Jakarta http://www. kompas.com http://www. bisnisindonesia.com http://www. medanbisnis.com http://www.mediaindonesia.com
18
Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua BPK RI
Jakarta, Rabu (21 Oktober 2009) – Sidang Anggota BPK RI yang berlangsung pada Rabu sore (21/10) telah memilih secara sah Ketua dan Wakil Ketua BPK yang baru, yaitu Drs. Hadi Poernomo, Ak. sebagai Ketua BPK dan Dr. Ir. Herman Widyananda, S.E., M.Si. sebagai Wakil Ketua BPK. Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua tersebut dilaksanakan melalui pemungutan suara secara bebas dan rahasia oleh sembilan Anggota BPK. Pemilihan pimpinan BPK tersebut dilaksanakan sesuai dengan Pasal 15 ayat (2) UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan dan Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua BPK yang ditetapkan pada hari yang sama sebelum dilakukan pemilihan. Sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, Ketua dan Wakil Ketua BPK terpilih selanjutnya akan melakukan pengucapan sumpah yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung, Harifin A. Tumpa. Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua dari dan oleh Anggota BPK merupakan pertama kalinya dalam sejarah BPK sebab sebelumnya saat berlaku UU No. 5 Tahun 1973, Ketua dan Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, diangkat oleh Presiden atas usul Dewan Perwakilan Rakyat.
Pengucapan Sumpah Ketua dan Wakil Ketua BPK
Jakarta, Senin (26 Oktober 2009) – Memenuhi amanat Pasal 16 ayat (2) UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, Drs. Hadi Purnomo, Ak. dan Dr. Ir. Herman Widyananda, S.E., M.Si. mengucapkan sumpah jabatan sebagai Ketua dan Wakil Ketua BPK RI 2009-2014 yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung, Harifin A Tumpa, di Gedung Mahkamah Agung pada Senin (26/10) pukul 11.00 WIB. Pengucapan sumpah juga dihadiri oleh para Anggota BPK RI, yaitu Anggota I BPK Drs. Moermahadi Soerja Djanegara, Anggota II BPK Drs. Taufiequrachman Ruki, S.H., Anggota III BPK Hasan Bisri, S.E., M.M., Anggota IV BPK Dr. Ali Masykur Musa, M.Si., Anggota V BPK Drs. Sapto Amal Damandari, Ak., Anggota VI BPK Dr. H. Rizal Djalil, dan Anggota VII BPK Drs. T. Muhammad Nurlif. Ketua dan Wakil Ketua BPK terpilih secara sah dalam Sidang Anggota BPK RI yang berlangsung pada Rabu (21/10) dan telah ditetapkan dengan Keputusan Sidang Anggota BPK RI No.11/K/I-XIII.2/10/2009. Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua tersebut dilaksanakan melalui pemungutan suara secara bebas dan rahasia oleh sembilan Anggota BPK sesuai dengan Pasal 15 ayat (2) UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan yang menyatakan bahwa Ketua dan Wakil ketua dipilih dari dan oleh Anggota BPK, dan Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua BPK yang ditetapkan pada hari yang sama sebelum dilakukan pemilihan. NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
Pembentukan Tim Pemeriksa yang Ideal Oleh: Hanif Mohamad Taufik, SE., Ak-Auditor pada Seksi Riau I A, BPK RI Perwakilan Provinsi Riau
Setiap kali akan dilaksanakan kegiatan pemeriksaan masih saja terdengar nada-nada sumbang (meskipun secara sayup-sayup) tentang tim pemeriksa yang akan diberangkatkan, ada yang mendapat tim kuat dan ada yang mendapat tim lemah. Kegiatan pemeriksaan sebagaimana layaknya kegiatan apapun terdiri dari empat bagian pokok yaitu input, proses, output (hasil) dan outcome (dampak/ manfaat). Tim pemeriksa merupakan salah satu sumber daya atau input dalam melaksanakan kegiatan pemeriksaan dan sekaligus sebagai pihak yang melaksanakan proses pemeriksaan sehingga sudah seharusnya pembentukan tim pemeriksa mendapatkan perhatian yang lebih besar. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam pembentukan tim pemeriksa di lingkungan BPK RI: 1. Pembentukan tim pemeriksa dilakukan dalam waktu yang terlalu dekat dengan tanggal pemberangkatan pemeriksaan, dimana masih dijumpai penunjukan tim pemeriksa diumumkan sekitar 2 minggu sebelum tanggal keberangkatan pemeriksaan. Ilmu bidang pemeriksaan (audit) selalu mengalami perkembangan, pada awal perkembangan bidang pemeriksaan penggunaan metode audit secara penuh (full audit) dianggap sebagai metode terbaik, kemudian berkembang metode sampling audit karena pertimbangan analisa cost and benefit serta pertimbangan materialitas. NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
Begitu juga dengan pendekatan yang digunakan, yang pada awalnya menggunakan pendekatan per pos (item approach) kemudian berkembang menggunakan pendekatan siklus dengan menempatkan jenis-jenis transaksi dan saldo akun yang erat hubungannya satu dengan yang lainnya dalam segmen yang sama misalnya dalam pemeriksaan laporan keuangan untuk memeriksa siklus pendapatan maka pemeriksaan akun yang terkait adalah penjualan, kas, piutang dan persediaan (Amir Abadi Jusuf. 1996: 121). Pada akhirakhir ini berkembang pendekatan audit berbasis risiko (risk based audit/RBA) dengan memberikan penekanan pada pemahaman entitas audit untuk mengidentifikasi risiko yang terkait baik risiko pada tingkat entitas/ bisnis, risiko pada tingkat proses dan risiko pada tingkat transaksi sebagai dasar untuk merancang prosedur audit yang akan dilaksanakan. Standar pemeriksaan dan berbagai ketentuan pelaksana yang telah dibuat BPK RI mulai dari SPKN, PMP, berbagai juklak dan juknis pemeriksaan sebenarnya telah mengadopsi pendekatan RBA meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit. Hal ini terlihat dari adanya porsi yang lebih terhadap langkah perencanaan pemeriksaan mulai dari pemahaman penugasan dan pemahaman entitas serta penyusunan program pemeriksaan. Tapi pertanyaannya adalah apakah langkah perencanaan pemeriksaan tersebut benar-benar dilaksanakan secara baik dan membawa manfaat ataukah hanya formalitas belaka jika hanya dilakukan dalam waktu yang relatif singkat...Wallahu a’lam bishshowab. Sebagai bahan perbandingan, ANAO sebagai penganut pendekatan RBA dalam melaksanakan tahap perencanaan pemeriksaan bisa memakan waktu hingga enam bulan lamanya. 2. Pembentukan komposisi tim pemeriksa yang masih sering menimbulkan isu adanya tim kuat dan tim lemah. Dalam Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 01 disebutkan bahwa pemeriksa secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk melaksanakan tugas pemeriksaan (BPK RI. 2007: 8). Berdasarkan pernyataan ini dapat diketahui bahwa organisasi pemeriksa (dhi. BPK RI) bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap pemeriksaan dilaksanakan oleh para pemeriksa 19
19
20
yang secara kolektif memiliki pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas pemeriksaan tersebut. Untuk itu, proses penentuan komposisi tim pemeriksa harus dilaksanakan sedemikian rupa dengan memperhatikan kompetensi dan keahlian para pemeriksa sehingga dapat menjamin bahwa tim tersebut secara kolektif memiliki kecakapan profesional untuk melaksanakan tugas pemeriksaan yang akan dilaksanakan. Permasalahan ini sebenarnya bisa terpecahkan jika BPK RI telah menyelenggarakan data profil pemeriksa termasuk pengelompokkan/tingkatan (grade) pemeriksa berdasarkan kemampuan dan kompetensinya. Data base profil pemeriksa tersebut dijadikan sebagai bahan penyusunan komposisi tim pemeriksa. Sebenarnya BPK RI telah membuat tingkatan (grade) pemeriksa tapi sayangnya hanya dalam rangka pemberian remunerasi dan prosesnya belum sepenuhnya transparan. 3. Penunjukan penugasan pemeriksa yang terlalu sering untuk suatu entitas tertentu. Kegiatan pemeriksaan menuntut nilai independensi dan integritas yang harus dimiliki oleh setiap pemeriksanya. Bahkan demi menjaga independensi dan integritas pemeriksa tersebut menjadi salah satu alasan dikembangkan wacana perputaran penempatan pemeriksa di lingkungan BPK RI. Penunjukan penugasan yang terlalu sering untuk suatu entitas tertentu dapat mengakibatkan kemungkinan timbulnya hubungan yang terlalu dekat atau hubungan yang terlalu buruk dengan pihak entitas yang diperiksa yang dapat berakibat buruk terhadap pelaksanaan tugas pemeriksaan. Meskipun pemeriksa yang bersangkutan dapat menjaga independensinya tapi penunjukan yang terlalu sering untuk entitas yang sama dapat menimbulkan persepsi yang macam-macam bagi beberapa pihak (para stakeholders misal LSM, wartawan, dan anggota dewan) yang dapat merugikan BPK RI. Bukan hanya penting bagi pemeriksa untuk memelihara sikap mental independen dalam memenuhi tanggung jawab mereka , tapi penting juga bahwa pemakai/pihak yang berkepentingan dengan laporan yang diperiksa menaruh kepercayaan terhadap independensi tersebut. Kedua sasaran ini sering kali ditunjukan sebagai independensi dalam kenyataan (independence in fact) dan independensi dalam penampilan (independence in appearance). Independensi dalam kenyataan akan ada apabila pada kenyataannya auditor mampu mempertahankan sikap yang tidak memihak sepanjang pelaksanaan auditnya. Sedangkan independensi dalam penampilan adalah hasil interpretasi pihak lain mengenai independensi ini (Amir Abadi Jusuf. 1996: 84). Apabila pemeriksa independen dalam kenyataan, tapi pihak-pihak yang berkepentingan yakin bahwa pemeriksa tersebut tidak independen karena mempunyai “hubungan tertentu” dengan pihak yang diperiksa maka sebagian besar nilai fungsi pemeriksaannya akan sia-sia saja. Untuk mengatasi permasalahan ini, sekali lagi BPK RI harus menyelenggarakan data profil pemeriksa yang 20
diantaranya berisi data penugasan-penugasan sebelumnya dari para pemeriksa yang bersangkutan. Berdasarkan data profil pemeriksa tersebut digunakan sebagai bahan penunjukan penugasan pemeriksa yang diusahakan selalu berputar dari satu entitas ke entitas lainnya dalam suatu auditorat/perwakilan, tidak dibatasi hanya pada tingkat sub auditorat atau bahkan hanya pada tingkat seksi. 4. Selain permasalahan di atas, masih terdapat permasalahan klasik yaitu terbatasnya jumlah anggota tim pemeriksa dibandingkan nilai realisasi anggaran yang diperiksa. Permasalahan ini tidak mudah diselesaikan karena terkait dengan permasalahan masih kurangnya jumlah tenaga pemeriksa di lingkungan BPK RI, sedangkan untuk formasi penambahan tenaga pemeriksa terkait dengan koordinasi dan kewenangan beberapa instansi yaitu Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk jatah formasi PNS BPK RI, Departemen Keuangan dan DPR RI terkait nilai anggaran belanja pegawai. Untuk mengatasi permasalahan ini, yang bisa dilakukan oleh BPK RI adalah terus mengajukan rencana formasi disertai alasan yang kuat kepada instansi-instansi terkait tersebut yaitu dalam rangka mendorong dan menjamin peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara maka diperlukan tenaga pemeriksa yang lebih banyak lagi bagi BPK RI. Selama belum idealnya jumlah pemeriksa yang dimiliki BPK RI, kita harus mengoptimalkan sumber daya pemeriksa yang ada dengan terus meningkatkan kemampuan dan keahlian pemeriksa yang ada melalui pelaksanaan pendidikan profesional berkelanjutan bagi para pemeriksa. Keberhasilan suatu pemeriksaan memang tidak hanya tergantung pada tim pemeriksa saja tapi terkait dengan banyak hal. Tapi keberadaan tim pemeriksa dalam kegiatan pemeriksaan adalah sangat penting karena tim pemeriksa berperan sebagai input dan pihak yang melaksanakan proses pemeriksaan maka proses pembentukan tim pemeriksa harus mendapat perhatian yang lebih baik agar tidak terjadi garbage in - garbage out (GIGO), sehingga kegiatan pemeriksaan dapat dilaksanakan dengan baik sesuai standar dan membawa hasil serta manfaat yang baik. Daftar Rujukan: 1. Pusdiklat BPK RI. 2009. Modul Diklat Risk Based Audit. Jakarta. 2. BPK RI. 2007. Peraturan BPK RI Nomor 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Jakarta. 3. BPK RI. 2008. Keputusan BPK RI Nomor 1/K/I-XIII.2/2/2008 tentang Panduan Manajemen Pemeriksaan. Jakarta. 4. Jusuf, Amir Abadi.1996. Auditing Pendekatan Terpadu. Buku Satu dan Buku Dua. Jakarta : Penerbit Salemba Empat. 5. Tuanakotta, Theodorus M. 1982. Auditing, Petunjuk Pemeriksaan Akuntan Publik. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
Pemeriksaan Tematik: Dana BOS dan Dana Pendidikan Dasar Lainnya Oleh: Deden Masruri, SE., Ak., CFE
Dalam Renstranya, BPK mempromosikan jenis/ nomenklatur pemeriksaan yang baru yaitu pemeriksaan tematik. Istilah ini tidak dikenal baik dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara maupun dalam Undangundang Nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Pemeriksaan tematik adalah pemeriksaan yang difokuskan pada program/kegiatan pemerintah yang bersifat lintas sektoral. Pemeriksaan tematik dilakukan agar pemeriksaan oleh BPK selaras dan sejalan dengan program yang menjadi fokus pemerintah pada satu periode. Karena sifat kegiatannya yang lintas sektoral, pemeriksaan tematik juga bersifat lintas AKN dan melibatkan hampir semua kantor perwakilan BPK (sesuai sampling). Penulis pernah mengikuti dua kali pemeriksaan tematik, yaitu pemeriksaan Dana Perimbangan (tahun 2007) dan pemeriksaan Dana BOS dan Dana Pendidikan Dasar Lainnya (Tahun 2008). Berikut ini adalah pengalaman penulis dalam mengikuti pemeriksaan tematik, terutama pemeriksaan Dana BOS dan Dana Pendidikan Dasar Lainnya. Kapabilitas Pemeriksa dan Gap Expectation Pada saat konsinyering penyusunan program pemeriksaan Dana BOS telah disusun prosedur pemeriksaan. Menurut penulis, berdasarkan pengalaman NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
sebagai pelaksana/tenaga pemeriksa, prosedur yang disusun sangat banyak dan terlalu membebani pemeriksa, bahkan kalau dibayangkan pemeriksa tidak akan sempat tidur untuk melaksanakan prosedur pemeriksaan tersebut. Alangkah bijak, jika bapak-bapak yang terhormat di atas sana sebagai pemangku kebijakan pemeriksaan bersikap lebih realistis, dan dalam menetapkan tujuan dan prosedur pemeriksaan mempertimbangkan lebih dalam atas kemampuan pemeriksa baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Ini pengalaman temen saya, waktu mengikuti konsinyering penyusunan laporan pmeriksaan atas Dana Perimbangan. Ada seorang pejabat yang merasa tidak puas dan sangat kecewa dengan hasil (temuan) pemeriksaan suatu tim. Padahal, tim sudah melakukan semua prosedur sebagaimana program pemeriksaan, tapi tidak mendapatkan temuan sebagaimana diharapkan oleh pejabat yang bersangkutan. Kasihan tim yang bersangkutan karena sudah dicap dan dianggap tidak mampu. Padahal secara professional, tim sudah melakukan pekerjaannya sesuai program. Dalam suatu pemeriksaan yang hanya melibatkan satu tim, gap expectation kerapkali terjadi, apalagi pemeriksaan tematik yang lintas AKN dan melibatkan tim yang banyak. Dimasa yang akan datang, dokumen “Harapan Penugasan” sebagai bagian dari dokumen perencanaan, agar digunakan secara efektif, sehingga pemberi tugas menyatakan secara jelas dan eksplisit apa-apa saja yang menjadi harapan penugasan dan 21
21
tim pelaksana memahaminya. Jangan sampai terjadi lagi, tim yang sudah habis-habisan “bertempur” di lapangan tidak diberikan reward yang layak. APBS
22
Dalam rangka mendanai penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar, sekolah memiliki berbagai sumber pendapatan yaitu: 1) Dana APBN; 2) APBD Provinsi; 3) APBD Kabupaten/Kota; dan 4) Smbangan/Donasi dari pihak lainnya. Pendapatan yang bersumber dari APBN bisa berupa: Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan dana Block Grant lainnya. Sumbangan dari APBD bisa berupa berupa bangunan ruang sekolah, pemeliharaan gedung sekolah, bantuan kepada siswa tidak mampu, dan bantuan lainnya. Sedangkan sumbangan dari pihak lainnya berasal dari orang tua siswa, masyarakat umum, dan pihak/lembaga lainnya dalam bentuk uang, barang atau jasa lainnya Seperti halnya Pemda, sekolah juga diharuskan untuk membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS), yaitu dokumen yang digunakan untuk mencatat semua penerimaan dan pengeluaran sekolah. Pengalaman pemeriksaan BOS kemarin menunjukkan bahwa APBS belum dilaksanakan secara tertib. Banyak sekolah yang masih belum membuat APBS atau membuat APBS tapi tidak semua penerimaan sekolah dicatat dalam APBS. Yang dicantumkan adalah hanya penerimaan dari BOS saja. Dari sisi pengeluaran disusun sesuai dengan belanja-belanja yang diperbolehkan dalam BOS. Melihat kondisi demikian, untuk keperluan pemeriksaan, pada saat itu APBS belum bisa diandalkan sebagai dokumen yang bisa menggambarkan seluruh kegiatan sekolah yang dijabarkan dalam pendapatan dan belanjanya.
Sekolah tidak tahu mengenai dana bantuan yang diterimanya Sebagaimana diungkapkan dalam paragraf sebelumnya bahwa sekolah menerima berbagai macam dana bantuan pendidikan. Tetapi hampir semua sekolah tidak memiliki informasi yang utuh atas berbagai bantuan yang diterima di sekolahnya, kecuali untuk BOS. Misalnya berdasarkan data yang ada diketahui bahwa suatu sekolah menerima bantuan berupa bantuan lokal/ruang sekolah dari APBN. Ketika hal tersebut dikonfirmasi kepada pihak sekolah, mereka mengiyakan bahwa bahwa ada bantuan tersebut, tetapi mereka tidak punya data atau dokumen 22
tentang hal tersebut. Jadi pemeriksa siap-siap gigit jari/ kecewa jika ingin mendapatkan data lebih lanjut tentang hal tersebut. Boleh percaya atau tidak, setali tiga uang bahkan lebih parah dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, seringkali mereka tahu bahwa ada bantuan ke sekolah di wilayahnya dari pemeriksa ketika minta data. Untuk suatu bantuan dari APBN berupa block grant, data yang lengkap seharusnya ada di Dinas Pendidikan Provinsi. Setiap jenis bantuan, terutama yang bersumber dari APBN, sudah ada juklak dan juknisnya. Sebagaimana lagu wajib, pastikan dulu bahwa pemeriksa sudah memahami juklak, juknis, buku panduan atau semacanya sebelum memeriksa. Untuk bantuan yang berasal dari APBD, ada kalanya disertai dengan juklak/juknisnya, tapi biasanya kurang rinci. Hal ini memang jadi kelemahan yang tipikal untuk bantuan dari APBD. Potongan Dana Bantuan Meskipun eranya sudah berubah, jangan dikira potongan atau “penyunatan” atas dana bantuan sudah tidak ada. Dalam suatu bantuan pendidikan yang bersumber dari APBD Provinsi berupa bantuan untuk siswa tidak mampu, penulis pernah menemukan bahwa dalam penyaluran dana tersebut, oknum Dinas Pendidikan suatu Kabupaten melakukan potongan dana bantuan. Sudah bisa diduga, untuk membuktikannya sangat susah. Secara formal tidak kelihatan, karena bukti tanda terima uang menunjukkan angka yang seharusnya diberikan. Dari beberapa kepala sekolah yang disampel, ada yang mengakui bahwa dana bantuannya telah dipotong oleh oknum tersebut. Dari yang mengaku tersebut, hanya satu dua yang mau menyatakannya secara tertulis dan secara kuantitatif jumlah potongannya tidak material. Hal ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi para pemeriksa untuk membuktikan jumlah yang lebih besar. Konfirmasi dengan Siswa Untuk memberikan keyakinan, pemeriksa seringkali melakukan prosedur konfirmasi kepada pihak ketiga yang independen. Sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan bantuan dana pendidikan dimana siswa adalah merupakan objek langsung dari bantuan tersebut, siswa bisa menjadi pihak yang diminta konfirmasi. Yang menjadi masalah adalah apakah konfirmasi kepada siswa bisa dijadikan dasar bahwa telah terjadi penyimpangan dana bantuan? Yang pasti adalah konfirmasi tersebut harus dalam bentuk formal/ tertulis. Menurut pengalaman penulis, konfirmasi tertulis dari/dengan siswa tidak cukup untuk dijadikan dasar suatu NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
temuan pemeriksaan bahwa telah terjadi penyimpangan. Konfirmasi tersebut harus, juga disertai dengan konfirmasi atau semacam kesaksian dari seseorang yang telah dewasa, yaitu guru di kelas. Jadi ketika meminta pernyataan dari siswa, guru di kelas diminta hadir menyaksikan dan ikut menandatangani keterangan/pernytaan tertulis tersebut. Memang bisa menjadi dilemma, ketika guru yang hadir justru menjadi penghalang bagi siswa untuk memberikan pernyataan yang jujur, atau guru yang hadir mengarahkan jawaban siswa kepada yang dikehendaki. Perolehan Bukti Kegiatan Jenis dana pendidikan seperti BOS, variabelnya adalah jumlah siswa itu sendiri. Dana BOS diberikan kepada sekolah adalah sebesar jumlah seluruh siswa disatu sekolah dikalikan dengan tarif Dana BOS per siswa. Untuk meyakinkan bahwa dana BOS yang diterima sekolah memang sesuai dengan ketentuan, maka harus dilakukan pengujian mengenai kebenaran jumlah siswa itu sendiri. Untuk itu dokumen yang perlu didapatkan oleh pemeriksa paling tidak adalah data siswa yang disampaikan kepada Tim BOS Kabupaten, Profil sekolah sekolah yang salah satu datanya menunjukkan jumlah siswa, Absen Siswa harian atau daftar nilai per mata pelajaran. Bandingkan jumlah siswa satu sekolah berdasarkan data/dokumen tersebut untuk periode yang diperiksa. Sebagai catatan, untuk satu tahun ajaran akan terdiri dari Semester Ganjil (Juli sd. Desember) dan Semester Genap (Januari sd. Juni). Pengisian Template Dalam pemeriksaan yang bersifat tematik seperti pemeriksaan Wajar dan BOS dan pemeriksaan atas Dana Perimbangan, tim pemeriksa diberikan suatu sejumlah formulir/daftar isian yang format sudah disediakan dalam bentuk template. Ini adalah pekerjaan sederhana, tetapi memerlukan ketekunan karena yang diisi sangat banyak, dan tentu saja kendala yang tipikal adalah ketiadaan data atau data diterima terlambat. Untuk itu, lakukan permintaan data secara resmi sedini mungkin kepada pihak yang berwenang. Jangan mengabaikan/menunda atau bahkan tidak mengisi template meskipun nampaknya sepele dan tidak hubungannya dengan temuan pemeriksaan tim. Jika memang template tidak diisi ketika sedang pemeriksaan lapangan, paling tidak datanya diminta dan dibawa pada saat konsinyering. Sebab pada waktu konsinyering nasional setelah pemeriksaan selesai, Tim Pemeriksa Pusat pasti akan menagihnya, dan peserta konsinyering dijamin kelimpungan dan harus lembur untuk menyelesaikannya. NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
KEBIJAKAN KSAP TERKAIT PENILAIAN BARANG MILIK NEGARA (BMN) Beberapa kebijakan Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) ini perlu menjadi bahan pertimbangan (kriteria) bagi pemeriksa BPK dalam melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat, kementerian negara/ lembaga, dan pemerintah daerah. Kebijakan ini berdasarkan permintaan pertimbangan dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) kepada KSAP. 1. BMN benda bercorak seni/budaya BMN benda bercorak seni/budaya sulit untuk menentukan nilai wajarnya karena data pasar tidak tersedia dan membutuhkan penilai yang memiliki kualifikasi penilai khusus di bidang seni (kurator). DJKN belum memiliki ahli penilai atas barang-barang seni/budaya sehingga apabila tetap dilakukan penilaian maka nilai yang diperoleh tidak memncerminkan nilai wajar. Hasil konsultasi DJKN dengan KSAP adalah bahwa BMN benda bercorak seni/ budaya tidak perlu dilakukan penilaian kembali (revaluasi) akan tetapi cukup dicantumkan nilai perolehan dan alasan tidak dilakukan revaluasi dicantumkan dalam catatan atas laporan keuangan (CALK). 2. BMN properti khusus seperti bendungan, jalan, jembatan, saluran irigasi, Bandar udara, dan pelabuhan laut Tidak semua data yang dibutuhkan untuk melakukan penilaian terhadap property khusus tersedia sehingga kesulitan melakukan penilaian terhadap property khusus yang tidak ada data pendukung seperti rencana anggaran biaya (RAB). KSAP menyatakan bahwa BMN properti khusus yang tidak ada datanya tidak perlu dilakukan penilaian kembali (revaluasi) akan tetapi cukup dicantumkan nilai perolehan dan alasan tidak dilakukan revaluasi dicantumkan dalam CALK. 3. BMN alat utama sistem senjata (Alusista) DJKN mengalami kesulitan melakukan penilaian Alusista karena data perolehan sebagian besar tidak ada dan kesulitan mencari data pasar. KSAP menjawab bahwa Alusista dicatat dengan harga perolehan dan tidak perlu dilakukan penilaian. Apabila tidak ada harga perolehan, maka agar diungkapkan dalam CALK. (CK)
23
23
0
POTRET BPK
24
Ketua BPK Drs. Hadi Poernomo Ak. sedang memberikan sambutan kepada para pegawai pada acara tatap muka 5 November 2009.
Bersama Ketua DPD Irman Gusman berjabat tangan dengan Ketua BPK RI Drs. Hadi Poernomo Ak. pada acara kunjungan ke DPD RI 4 November 2009.
Pidato Ketua BPK RI pada cara penyerahan IHPS tahun 2008 pada rapat pleno DPD 4 November 2009.
Kunjungan Ketua, Wakil Ketua dan para Anggota BPK RI ke Mahkamah Agung 5 November 2009.
Penyerahan IHPS kepada Ketua DPD RI oleh Ketua BPK Drs. Hadi Poernomo Ak.
Kunjungan delegasi Perancis kepada Ketua BPK yang didampingi oleh plt Kepala Biro Humas dan Luar Negeri pada 9 November 2009.
24
NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
Penyerahan memorandum kepemimpinan BPK perode 2004-2009 kepada salah satu anggota yang baru dilantik (Drs. Hadi Poernomo Ak.) .
Foto bersama Ketua dan para Anggota BPK dengan ketua MPR Taufik Kiemas.
Ucapan selamat datang dari Kepala Perwakilan BPK RI Provinsi Jawa Tengah kepada Anggota yang baru dilantik.
Wakil Presiden Boediono memberikan ucapan selamat kepada Drs. Hadi Poernomo setelah acara pengukuhan oleh Ketua Mahkamah Agung 26 November 2009.
25
Kunjungan Silahturahmi Ketua BPK RI ke MPR yang diterima oleh Ketua MPR Taufik Kiemas 12 November 2009.
NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
Suasana pertemuan antara BPK RI dan Mahkamah Agung di gedung Mahkamah Agung 5 November 2009.
25
BPK Bahas Kasus Bank Century bersama PPATK dan Para Penegak Hukum
26
Rapat Kerja Pelaksana BPK RI Tahun Anggaran 2009
Senin, 14 Desember 2009 Ketua BPK Hadi Poernomo membuka Rapat Kerja Pelaksana BPK RI Tahun Anggaran 2009 di Auditorium BPK RI, Jakarta. Rapat Kerja Pelaksana ini bertujuan untuk memberi arahan bagi penuntasan program dan kegiatan yang tercantum dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT). Rapat ini juga akan mengkaji pencapaian selama ini serta mempersiapkan langkah-langkah strategis, mengembangkan, serta menyempurnakan arah dan kebijakan BPK yang akan disusun dalam Renstra BPK tahun 2010-2014. Rapat yang akan berlangsung pada 14 sampai dengan 16 Desember 2009 ini dihadiri oleh mantan Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Soedibyo yang memaparkan kebutuhan dan harapan terhadap BPK Ketua BPK RI Hadi Poernomo membuka dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan, Menteri Negara pertemuan dengan KPK, Polri, Kejaksaan Agung, Pendayagunaan Aparatur Negara EE Mangindaan yang serta PPATK di Gedung Umar Wirahadikusumah BPK memaparkan tentang Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam RI Jakarta, Senin, 14 Desember 2009. Pertemuan ini Negeri Gamawan Fauzi yang memaparkan pandangan dilakukan dalam rangka rapat koordinasi dan menyerahkan auditee terhadap pelaksanaan pemeriksaan BPK, para secara formal hasil pemeriksaan investigatif BPK atas pejabat eselon I dan II, tenaga ahli di lingkungan BPK serta seluruh kepala perwakilan BPK. kasus Bank Century. Rapat yang diisi dengan pemaparan hasil temuan Rapat kerja Tahunan 2010 diantaranya menetapkan pemeriksaan oleh tim pemeriksa investigasi atas kasus Rencana Kerja Pemeriksaan (RKP) 2010, yang terbagi Bank Century ini untuk memberikan persepsi dan dalam pemeriksaan tematik dan pemeriksaan keuangan pemahaman yang sama dari para aparat penegak hukum, serta pemeriksaan non tematik lainnya. Pemeriksaan tematik diprioritaskan pada pemeriksaan program atau PPATK dan BPK RI atas kasus ini. kegiatan pelayanan yang langsung menyentuh kepentingan Pertemuan berlangsung sesuai amanat Undangundang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan masyarakat. Program Reformasi Birokrasi yang telah Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Pasal dilaksanakan BPK juga menjadi bahasan dalam rapat 14 ayat (1) yang berbunyi “Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK segera melaporkan hal kerja ini. Adapun Salah satu wujud pelaksanaan program tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ini adalah BPK telah membangun Sistem Manajemen ketentuan peraturan perundang-undangan”. BPK tidak Kinerja (SIMAK) sejak 2008. Dengan SIMAK, BPK memiliki kewenangan dan kompetensi untuk menetapkan dapat mengetahui posisi pencapaian kinerja berdasarkan jenis tindak pidana atas temuan pemeriksaan sehingga Indikator Kinerja Utama yang disepakati setiap satuan diharapkan pertemuan ini akan menjadi langkah awal kerja di BPK. Untuk lebih meningkatkan sistem para aparat penegak hukum untuk saling berkoordinasi manajemen kinerja di BPK, pada rapat kerja ini mulai dan menetapkan kasus mana yang termasuk tindak pidana dikenalkan Manajemen Kinerja Individu (MAKIN) yang korupsi, pidana umum, pidana perbankan dan/atau pidana merupakan upaya menurunkan sasaran kerja ke tataran individu sesuai tugas dan fungsinya. MAKIN menjadi pencucian uang. Acara ini dihadiri oleh Wakil Ketua BPK RI bentuk pertanggungjawaban profesi BPK yang selain Herman Widyananda, dan para anggota BPK RI; Plt. menunjukkan kinerja organisasi, juga akan menunjukkan Ketua KPK Tumpak Hatorangan dan para Wakil Ketua kinerja individu untuk mencapai tujuan organisasi secara KPK; Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri keseluruhan. Komisaris Jenderal Pol Ito Sumardi Djunisanyoto, Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Arminsyah, dan Kepala PPATK Yunus Husein. 26
NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
AGENDA
Penyerahan Hasil Laporan Pemeriksaan Investigatif Bank Cenury dari Ketua bPK RI kepada DPR 23 November 2009
BPK Serahkan Hasil Pemeriksaan Investigatif Kasus Bank Century ke DPR Jakarta, Senin (23 November 2009) – Badan Pemeriksa Keuangan RI menyerahkan hasil pemeriksaan investigatif BPK atas Kasus Bank Century (BC) pada hari ini (23/11) kepada DPR, di Gedung DPR RI, Jakarta. Dari hasil pemeriksaan tersebut, BPK menyajikan hasil pemeriksaan investigatif dalam lima kelompok temuan pemeriksaan, yaitu: (1) proses merger dan pengawasan BC oleh Bank Indonesia, (2) pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek atau FPJP, (3) penetapan BC sebagai bank gagal berdampak sistemik dan penanganannya oleh Lembaga Penjamin Simpanan atau LPS, (4) penggunaan dana FPJP dan Penyertaan Modal Sementara atau PMS, serta (5) praktik-praktik tidak sehat dan pelanggaran-pelanggaran ketentuan oleh pengurus bank, pemegang saham, dan pihakpihak terkait dalam pengelolaan BC yang merugikan BC. Pemeriksaan investigatif atas kasus Bank Century oleh BPK dilakukan atas permintaan DPR melalui Surat DPR No. PW/5487/DPRRI/IX/2009 tanggal 1 September 2009 perihal Permintaan Audit Investigasi/Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu terhadap Bank Century. Sesuai dengan permintaan NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
DPR tersebut, pemeriksaan ini meliputi: 1. Dasar hukum, kriteria, dan proses pengambilan keputusan yang digunakan pemerintah dalam menetapkan status BC yang berdampak sistemik; 2. Jumlah dan penggunaan PMS yang telah diberikan LPS untuk menyelamatkan BC; dan 3. Status dan dasar hukum pengucuran dana setelah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No. 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) ditolak DPR. Pemeriksaan investigatif atas kasus Bank Century dilakukan pada Bank Indonesia, KSSK, LPS, dan Bank Century, serta instansi terkait lainnya. Pemeriksaan lapangan terhadap kasus ini dilakukan sejak 2 September 2009 s.d. 19 November 2009. Dalam pemeriksaan ini, BPK menggunakan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang ditetapkan BPK tahun 2007.
27
27
Temuan Pemeriksaan Dari hasil pemeriksaan patut diduga terjadi pelanggaranpelanggaran antara lain: I. Proses merger dan pengawasan BC oleh Bank Indonesia (BI) 28
1. Dalam proses akuisisi dan merger Bank Danpac, Bank Pikko, dan Bank CIC menjadi Bank Century, BI bersikap tidak tegas dan tidak prudent dalam menerapkan aturan dan persyaratan yang ditetapkannya sendiri. 2. BI tidak bertindak tegas terhadap pelanggaranpelanggaran yang dilakukan oleh BC selama 2005 s.d. 2008, seperti BI tidak menempatkan BC sebagai bank dalam pengawasan khusus meskipun CAR BC telah negatif 132,5%, BI memberikan keringanan sanksi denda atas pelanggaran Posisi Devisa Netto (PDN) sebesar 50% atau Rp11 miliar, dan BI tidak mengenakan sanksi pidana atas pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK). II. Pemberian FPJP BI patut diduga melakukan perubahan persyaratan Capital Adequacy Ratio (CAR) dalam PBI agar BC dapat memperoleh FPJP. Pada saat pemberian FPJP, CAR BC telah negatif 3,53%. Hal ini melanggar ketentuan PBI No. 10/30/PBI/2008 yang menyatakan bahwa bank yang dapat mengajukan FPJP adalah bank dengan CAR positif. Selain itu nilai jaminan FPJP yang diperjanjikan hanya sebesar 83% sehingga melanggar ketentuan PBI No. 10/30/ PBI/2008 yang menyatakan bahwa jaminan dalam bentuk aset kredit minimal 150% dari plafon FPJP.
III. Penetapan BC sebagai bank gagal berdampak sistemik dan penanganannya oleh LPS 1.
28
a. BI tidak memberikan informasi sesungguhnya, lengkap, dan mutakhir pada saat menyampaikan BC sebagai bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik kepada Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Informasi yang tidak diberikan seutuhnya adalah terkait PPAP (pengakuan kerugian) atas SSB (surat-surat berharga) valas yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang menurunkan CAR dan meningkatkan biaya penanganan. BI baru menerapkan secara tegas ketentuan PPAP atas aktiva-aktiva produktif tersebut setelah BC diserahkan penanganannya kepada LPS sehingga terjadi peningkatan biaya penanganan BC dari yang semula diperkirakan sebesar Rp632 miliar menjadi Rp6,7 triliun.
b. BI dan KSSK tidak memiliki kriteria yang terukur dalam menetapkan dampak sistemik BC, tetapi penetapannya lebih didasarkan pada judgement. KSSK menetapkan BC sebagai bank gagal berdampak sistemik serta menetapkan penanganannya kepada LPS mengacu pada Perppu No. 4 Tahun 2008. Tetapi proses pengambilan keputusan tersebut tidak dilakukan berdasarkan data kondisi bank yang lengkap dan mutakhir, serta tidak berdasarkan pada kriteria yang terukur. 2. Dari semua ketentuan yang ada, menunjukkan bahwa pada saat penyerahan BC dari Komite Koordinasi (KK) kepada LPS tanggal 21 November 2008, kelembagaan KK yang beranggotakan Menteri Keuangan (sebagai ketua), Gubernur BI (sebagai anggota), dan Ketua Dewan Komisioner LPS (sebagai anggota) belum pernah dibentuk berdasarkan UU sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 21 ayat (2) Tahun 2004 tentang LPS, sehingga dapat mempengaruhi status hukum atas keberadaan lembaga KK dan penanganan BC oleh LPS. 3.
a. Keputusan KSSK tentang penetapan BC sebagai bank gagal berdampak sistemik tanpa menyebutkan biaya penanganan yang harus dikeluarkan oleh LPS. Sampai saat ini, LPS belum secara resmi menetapkan perhitungan perkiraan biaya penanganan BC secara keseluruhan. Hal tersebut melanggar ketentuan Peraturan LPS (PLPS) No.5/PLPS/2006 pasal 6 ayat (1) yang menyatakan bahwa ”LPS menghitung dan menetapkan perkiraan biaya penanganan bank gagal sistemik”. b. Penyaluran PMS sebesar Rp6,7 triliun dilakukan melalui empat tahap. Dari keempat tahap tersebut, tambahan PMS tahap kedua sebesar Rp2,2 triliun tidak dibahas dengan KK. Hal ini bertentangan dengan Pasal 33 PLPS No.5/ PLPS/2006 sebagaimana diubah dengan PLPS No.3/PLPS/2008 yang menyatakan bahwa ”selama bank gagal sistemik dalam penanganan LPS, jika berdasarkan penilaian LPP kondisi bank menurun sehingga menyebabkan diperlukan tambahan modal disetor untuk memenuhi tingkat kesehatan bank, maka LPS meminta Komite Koordinasi untuk membahas permasalahan bank serta langkah-langkah yang akan diambil untuk penanganan bank tersebut”. PMS tahap kedua sebesar Rp2,2 triliun disalurkan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas dengan permintaan dari manajemen BC. Ketentuan dalam PLPS No. 5/PLPS/2006 tidak memungkinkan LPS untuk memberikan bantuan dalam rangka
NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
memenuhi kebutuhan likuiditas. LPS kemudian melakukan perubahan ketentuan dalam PLPS No. 5/PLPS/2006 dengan PLPS No. 3/PLPS/2008 tanggal 5 Desember 2008 dimana LPS dapat memenuhi kebutuhan likuiditas bank gagal sistemik. Perubahan PLPS tersebut, pada tanggal yang sama yaitu 5 Desember 2008, Dewan Komisioner LPS memutuskan untuk menambah biaya penanganan BC untuk memenuhi likuiditas sebesar Rp2,2 triliun. Dengan demikian, patut diduga bahwa perubahan PLPS merupakan rekayasa yang dilakukan agar BC dapat memperoleh tambahan PMS tidak hanya untuk memenuhi CAR tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan likuiditas. c. Berdasarkan dokumen Notulen Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Desember 2008, penjelasan Ketua DPR Periode 2004–2009, surat Ketua DPR RI kepada Ketua BPK No.PW/5487/DPR RI/IX/2009 tanggal 1 September 2009 perihal Permintaan Audit Investigasi/Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu terhadap Bank Century, serta berdasarkan Laporan Komisi XI DPR mengenai pembahasan Laporan Kemajuan Pemeriksaan Investigasi Kasus Bank Century dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 30 September 2009, DPR menyatakan bahwa Perppu No.4 Tahun 2008 tentang JPSK ditolak oleh DPR . PMS kepada BC sebesar Rp6,7 triliun, dari jumlah tersebut diantaranya sebesar Rp2.886,22 miliar disalurkan setelah tanggal 18 Desember 2008, yaitu sebagian PMS tahap kedua sebesar Rp1.101,00 miliar, PMS tahap ketiga sebesar Rp1.155,00 miliar, dan PMS tahap keempat sebesar Rp630,22 miliar. BPK berpendapat bahwa penyaluran dana PMS kepada BC setelah tanggal 18 Desember 2008 tidak memiliki dasar hukum.
mengganti deposito milik salah satu nasabah BC yang dipinjamkan/digelapkan sebesar USD18 juta dengan dana yang berasal dari PMS. Selain itu, pemecahan deposito nasabah tersebut menjadi 247 NCD (Negotiable Certificate Deposit) dengan nilai nominal masing-masing Rp2 miliar dilakukan untuk mengantisipasi jika BC ditutup maka deposito nasabah tersebut termasuk deposito yang dijamin oleh LPS. V. Praktik-praktik tidak sehat dan pelanggaran-pelanggaran ketentuan oleh pengurus bank, pemegang saham, dan pihak-pihak terkait dalam pengelolaan BC yang merugikan BC Dalam penanganan BC, LPS telah mengeluarkan biaya penanganan untuk PMS sebesar Rp6,7 triliun yang digunakan untuk menutupi kerugian BC. Dari jumlah tersebut sebesar Rp5,86 triliun merupakan kerugian BC akibat adanya praktik-praktik tidak sehat dan pelanggaranpelanggaran ketentuan yang dilakukan oleh pengurus bank, pemegang saham, maupun pihak-pihak terkait BC. Karena BC ditetapkan sebagai bank gagal dan penanganannya dilakukan oleh LPS, maka kerugian itu harus ditutup melalui PMS oleh LPS yang merupakan bagian dari keuangan Negara. Permasalahan-permasalahan yang timbul adalah: permasalahan surat-surat berharga dan transaksi-transaksi pada BC yang mengakibatkan kerugian BC. Praktik-praktik perbankan tidak sehat yang dilakukan oleh pemegang saham, pengurus, dan pihak terkait lainnya diduga melanggar Pasal 8 ayat (1), Pasal 49 ayat (1) dan (2), Pasal 50, dan Pasal 50 A UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan telah merugikan BC sekurang-kurangnya sebesar Rp6.322,57 miliar yang pada akhirnya kerugian tersebut ditutup dengan dana PMS dari LPS.
***
IV. Penggunaan dana FPJP dan PMS
29
1. Penarikan dana oleh pihak terkait dalam periode BC ditempatkan dalam pengawasan khusus (6 November 2008 s.d. 11 Agustus 2009) sebesar ekuivalen Rp938,65 miliar, melanggar ketentuan PBI No. 6/9/ PBI/2004 tentang Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank sebagaimana diubah dengan PBI No. 7/38/PBI/2005 yang menyatakan bahwa bank berstatus “dalam pengawasan khusus” dilarang melakukan transaksi dengan pihak terkait dan atau pihak-pihak lain yang ditetapkan BI, kecuali telah memperoleh persetujuan BI. 2. Bank Century telah mengalami kerugian karena NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
29
TERKINI
Manajemen Risiko dalam Perspektif Islam 30 Oleh: Fatkhur Rokhman, Kepala Sub Bagian Sekretariat Kepala Perwakilan BPK Kalbar
Sudah merupakan naluri manusia untuk mencintai harta, anak-anak & wanita, perhiasan, dan kendaraan. Kecintaan terhadap kekayaan ini telah mendorong banyak manusia untuk berlomba – lomba menciptakannya dengan lebih baik lagi. Dengan lebih banyak lagi. Maximize the wealth adalah salah satu motif manusia. Meski maksimalisasi kekayaan juga dilakukan oleh manusia lainnya tetapi ada manusia yang menyadari sepenuhnya bahwa dia adalah ciptaan Tuhan sehingga merasa perlu untuk mempersembahkan sesuatu yang terbaik untuk Tuhan dan menyerahkan dirinya sepenuhnya hanya kepada Tuhan. Manusia seperti ini akan berusaha maksimal untuk mendapatkan kekayaan yang kemudian dipersembahkan untuk Tuhan. Konsep bahwa segala harta kekayaan ini adalah milik Tuhan akan mendorong perilaku manusia untuk bersikap amanah. Amanah dalam mencari harta dan amanah dalam membelanjakan harta. Demi menjaga amanah kemudian manusia berusaha dengan mengerahkan segala sumber daya yang ada untuk menegakkan amanah yang diembannya. Manajemen risiko merupakan salah satu metode untuk mengelola risiko yang dihadapi dalam menjaga amanah dari stakeholder, dalam ranah keduniawian. Sementara dalam ranah spiritual, manajemen risiko bisa dimaknai sebagai menjaga amanah Tuhan yang dibebankan kepada manusia. Semakin baik manajemen risiko, maka semakin amanahlah manusia di mata stakehorder dan di mata Tuhan. Konsep dasar Secara ringkas, risiko dimaknai sebagai potensi terjadinya suatu peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian. Namun demikian, dalam ranah analisis investasi, risiko didefinisikan sebagai kemungkinan hasil uang diperoleh menyimpang dari yang diharapkan. Oleh karena itu, disini telah terjadi deviasi standar. Risiko ini muncul karena ada kondisi ketidakpastian. Dengan adanya manajemen risiko maka manusia berharap dapat mengurangi ketidakpastian yang bisa menimbulkan kerugian atau memperkecil tingkat deviasi standar antara harapan dengan realita. Dalam beberapa kasus, risiko bisa menghancurkan organisasi perusahaan. Oleh karena itu, risiko penting untuk dikelola. Manajemen risiko bertujuan untuk mengelola risiko sehingga organisasi bisa bertahan. Manajemen risiko merupakan serangkaian prosedur dan metodologi yang 30
digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha. Pada dasarnya, manajemen risiko dilakukan melalui proses identifikasi risiko, evaluasi dan pengukuran risiko dan pengelolaan risiko. Dalam perspektif Islam, manajemen risiko merupakan usaha untuk menjaga amanah Allah akan harta kekayaan demi untuk kemaslahatan manusia. Berbagai sumber ayat Qur’an telah memberikan kepada manusia akan pentingnya pengelolaan risiko ini. Keberhasilan manusia dalam mengelola risiko, bisa mendatangkan maslahat yang lebih baik. Dengan timbulnya kemaslahatan ini maka bisa dimaknai sebagai keberhasilan manusia dalam menjaga amanah Allah. Cakupan manajemen risiko Cakupan manajemen risiko meliputi tiga hal utama yaitu Identifikasi risiko, evaluasi dan pengukuran risiko, dan pengleolaan risiko. Identifikasi risiko dilakukan untuk mengidentifikasi risiko –risiko apa saja yang dihadapi oleh suatu organisasi. Terdapat berbagai risiko yang dihadapi organisasi. Secara garis besar, risiko dapat dikategorikan ke dalam risiko murni dan risiko spekulatif. Risiko murni merupakan risiko dimana kemungkinan kerugian ada, tetapi kemungkinan keuntungan tidak ada. Contoh risiko jenis ini adalah kecelakaan, kebakaran, dan banjir. Risiko spekulatif adalah risiko dimana kita mengharapkan terjadinya kerugian dan juga keuntungan. Potensi kerugian dan keuntungan tetap ada dalam usaha bisnis. Kita selalu mengharapkan keuntungan, tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi kerugian. Kerugian akibat risiko spekulatif akan merugikan pihak tertentu tetapi akan menguntungkan pihak lainnya. Meskipun secara total masyarakat tidak dirugikan oleh risiko spekulatif tersebut. Setelah identifikasi risiko, langkah selanjutnya adalah evaluasi dan pengukuran risiko. Evaluasi dan pengukuran risiko bertujuan untuk mengenali dan memahami karakterisitik risiko dengan lebih baik. Dengan pemahaman yang baik, maka risiko akan lebih mudah untuk dikendalikan. Evaluasi yang lebih sistematis dilakukan untuk mengukur risiko tersebut. Terdapat beberapa teknik untuk mengukur risiko tergantung jenis risikonya. Probabilitas bisa digunakan untuk mengukur risiko. Ketika probabilitas tinggi, maka suatu risiko perlu mendapat perhatian lebih ekstra. Pengukuran risiko yang NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
lainnya bisa pula dilakukakan dengan teknik durasi. Hal ini biasanya dilakukan untuk menilai perubahan tingkat bunga. Untuk risiko pasar, bisa digunakan teknik value at risk. Setelah melakukan analisis dan evaluasi risiko, langkah selanjutnya adalah mengelola risiko. Pengelolaan risiko perlu dilakukan secara cermat mengingat konsekuensinya yang cukup serius jika gagal dalam mengelola risiko. Risiko bisa dikelola dengan berbagai cara, seperti penghindaran, ditahan (retention), diversifikasi, atau ditransfer ke pihak lain. Mengelola risiko dengan cara menghindar adalah cara yang paling mudah dan aman, namun tidak optimal. Sebagai contoh jika kita menghendaki keuntungan yang tinggi dari bisnis, tentunya kita harus menghadapi risiko tersebut dan mengelolanya dengan baik, tidak dengan cara menghindar. Retention bermakna kita menghadapi sendiri risiko tersebut. Sebagai contoh orang yang tidak mengasuransikan properti miliknya, berarti bahwa orang tersebut akan menanggung sendiri kerusakan – kerusakan atas propertinya. Selanjutnya adalah diversifikasi. Diversifikasi berarti menyebar eksposur yang ktia miliki sehingga tidak terkonsentrasi pada satu atau dua eksposur saja. Sebagai contoh ketika kita berinvestasi dalam saham, maka kita tidak akan menginvestasikan hanya pada satu saham saja, tetapi pada beberapa atau banyak saham. Transfer risiko dilakukan ketika kita tidak ingin menanggung risiko tertentu, kemudian ditransfer ke pihak lain yang lebih mampu menghadapi risiko tersebut. Asuransi kecelakaan adalah salah satu contohnya. Dua hal lain yang terkait dengan pengelolaan risiko adalah pengendalian risiko dan pendanaan risiko. Pengendalian risiko dilakukan untuk mencegah atau menurunkan probabilitas terjadinya risiko atau kejadian yang tidak kita inginkan. Sebagai contoh adalah pemasangan alarm kebakaran dalam bangunan ditujukan untuk mengendalikan risiko kebakaran. Pendanaan risiko mengaandung makna bagaimana menbiayai kerugian yang terjadi jika suatu risiko muncul. Apakah dari asuransi kebakaran atau menggunakan dana cadangan adalah contoh risiko kebakaran. Karakterisitik pengelolaan risiko yang baik meliputi beberapa elemen, yaitu: 1. Memahami bisnis perusahaan. Hal ini merupakan salah satu kunci keberhasilan manajemen risiko perusahaan. Pemahaman mendalam terhadap bisnis perusahaan dan keunikannya akan menghasilkan pelaksanaan manajemen risiko yang berbeda antar perusahaan. 2. Formal dan terintegrasi. Elemen ini merupakan upaya khusus yang didukung oleh organisasi dan manajemen puncak. Manajemen risiko formal meliputi tiga hal, yaitu infrastruktur keras seperti ruang kerja, struktur organisasi, komputer, model statistik dan sebagainya. Kedua adalah infrastruktur lunak seperti budaya kehati – hatian, dan organisasi yang responsif terhadap risiko. Ketiga adalah proses manajemen risiko itu sendiri yang meliputi indentifikasi, pengukuran dan pengelolaan risiko. Setelah itu kemudian ketiga hal tersebut diintegrasikan dalam perusahaan. NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
3. Mengembangkan infrastruktur risiko. Pembentukan sebuah komite manajemen risiko adalah salah satu contoh dari alat yang akan digunakan untuk mengembangkan infrastruktur risiko yang telah ada. 4. Menetapkan mekanisme kontrol. Manajemen risiko yang baik mempunyai sistem pengendalian yang baik pula. Mekanisme saling kontrol akan selalu tercipta. Dengan menggunakan mekanisme tersebut, tidak ada orang yang mempunyai kekuasaan yang berlebihan untuk emngambil risiko atas nama perusahaan. 5. Menetapkan batas (limits). Penentuan batas merupakan bagian integral dari manajemen risiko. Manajer harus diberitahu kapan bisa/harus jalan dan kaapn harus berhenti. Keputusan bisnis bisa diumpamakan sebagai gas, sedangkan manajemen risiko bisa diumpamakan sebagai rem. Jika manajemen risiko tidak berfungsi berarti perusahaan bisa diumpamakan mobil yang melaju kencang tanpa rem. 6. Fokus pada aliran kas. Manajemen risiko yang baik harus selalu fokus pada aliran kas. Pengawasan terhadap aliran kas ini harus memadai, sehingga mengurangi risiko kas yang mengalir ke tempat yang tidak semestinya. 7. Sistem insentif yang tepat. Hal ini akan membuat seseorang berperilaku tertentu. People respond to incentives. 8. Mengembangkan budaya sadar risiko. Budaya ini dapat diciptakan melalui cara – cara antara lain dengan menetapkan suasana keseluruhan yang kondusif untuk perilaku hati – hati, menetapkan prinsip – prinsip manajemen risiko yang mampu mengarahkan budaya organisasi, mendorong komunikasi yang terbuka, memberikan program pelatihan dan pengembangan, dan mendorong perilaku yang mendukung manajemen risiko. Perspektif Islam atas manajemen risiko Perspektif Islam dalam pengelolaan risiko suatu organsiasi dapat dikaji dari kisah Yusuf dalam mentakwilkan mimpi sang raja pada masa itu. Kisah ini termaktub dalam Qur’an sebagai berikut: (Setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf dia berseru): ”Yusuf, hai orang yang amat dipercaya, terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh) lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahuinya.” QS: 12: 46. Yusuf berkata: ”Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. QS: 12: 47. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk 31
31
menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan. QS: 12: 48. Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan dimasa itu mereka memeras anggur.” QS: 12: 49.
32
Dari kisah tersebut, bisa dikatakan bahwa pada tujuh tahun kedua akan timbul kekeringan yang dahsyat. Ini merupakan suatu risiko yang menimpa negeri Yusuf tersebut. Namun dengan adanya mimpi sang raja yang kemudian ditakwilkan oleh Yusuf maka kemudian Yusuf telah melakukan pengukuran dan pengendalian atas risiko yang akan terjadi pada tujuh tahun kedua tersebut. Hal ini dilakukan Yusuf dengan cara menyarankan kepada rakyat seluruh negeri untuk menyimpan sebagian hasil panennya pada panenan tujuh tahun pertama demi menghadapi paceklik pada tujuh tahun berikutnya. Dengan demikian maka terhindarlah bahaya kelaparan yang mengancam negeri Yusuf tersebut. Sungguh suatu pengelolaan risiko yang sempurna. Proses manajemen risiko diterapkan Yusuf melalui tahapan pemahaman risiko, evaluasi dan pengukuran, dan pengelolaan risiko. Secara matematis sebenarnya apa yang dilakukan raja atas saran dari Yusuf tersebut bisa diuraikan sebagai berikut:
sejatinya dia sedang menuju Tuhan. Ketika manusia berusaha untuk menjaga kestabilan, sesungguhnya dia sedang menuju Tuhan. Namun hanya sedikit manusia yang berhasil mencapai Tuhan. Tuhan yang stabil, tetap, abadi dan pasti, mutlak. Oleh karena itu, ketika manusia berusaha memenuhi segala hal dalam manajemen risiko, mengatur semua hal yang terkait dengan risiko, sejatinya manusia itu sedang memenuhi panggilan Tuhan. Dalam rangka mencapai Tuhan. Dalam rangka menuju Tuhan. Sesungguhnya sholat manusia, ibadah manusia, hidup manusia, dan matinya manusia hanyalah karena, untuk, dan demi Allah semata.
Transedentalisme dalam manajemen risiko Segala kekayaan yang ada di muka bumi ini adalah milik Allah semata. Allah-lah penguasa segala apa yang ada di langit dan di bumi. Kekayaan yang kemudian diakui manusia sebagai milik manusia sejatinya adalah milik Tuhan. Bahkan diri manusia itu sendiri adalah juga milik Tuhan. Kepemilikan yang ada pada manusia bersifat relatif dan tidak abadi. Sedangkan kepemilikan yang ada pada Tuhan bersifat mutlak dan abadi. Oleh karena itu, ketika manajemen risiko dilakukan oleh manusia dengan penuh tanggungjawab, maka sesungguhnya manusia telah berusaha untuk menjaga amanah yang dibebankan Tuhan kepada manusia untuk menjaga kekayaan milikNya. Dengan menjaga amanah inilah kemudian manusia bisa dikatakan sebagai menyembah Hasil Barang konsumsi 7T1= konsumsi7T1 + saving7T1 kepada Tuhan. Dan tidaklah Allah menciptakan jin dan (barang konsumsi untuk tujuh tahun I) manusia kecuali hanya untuk menyembah Allah saja. Lain Hasil Barang konsumsi 7T2= konsumsi7T2 + saving7T2 tidak. Dengan menyembah Allah inilah kemudian dikatakan (barang konsumsi untuk tujuh tahun II) bahwa inilah jalan yang lurus yang disediakan Tuhan bagi Dengan demikian yang terjadi pada masa Yusuf adalah sebagai berikut: manusia dalam upayanya mencapai Tuhan. Manusia yang Tujuh tahun pertama => X1 = 0,5Xk1 + 0,5Xs1 memegang amanah dan kemudian menyampaikannya Tujuh tahun kedua => X2 = 0, sehingga konsumsi7T2 = 0,5Xk2 = 0,5Xs1 kepada yang berhak menerimanya sesungguhnya telah Dengan kata lain, menurunnya hasil panen produk konsumsi pada tujuh tahun kedua ditutup memenuhi perintah Allah. dengan simpanan hasil panen pada tujuh tahun pertama, sehingga tingkat konsumsi pada tujuh tahun Dengan kata lain, menurunnya hasil panen produk empatDengan demikian, ketika manusia melaksanakan pertama akan sama dengan tingkat konsumsi pada tujuh tahun kedua. Secara total, selama belas tahun tersebut bernilaitujuh 1, dengan tahun pembagiankedua masing – masing menjadi separuh untuk periode pertama risiko dengan baik dan sempurna, berarti konsumsi pada ditutup dengan pengelolaan dan separuh untuk periode kedua. Dengan demikian maka terbentuklah suatu garis lurus tingkat simpanan hasilnegeri panen pada tujuh tahun pertama, sehingga manusia telah berusaha menjaga harta kekayaan Tuhan yang konsumsi rakyat Yusuf. Secara filsafati,pada demi melihat Yusuf atas negerinyaakan itu maka sejatinyadibebankan manusia itu akan kepada manusia. Dengan mendasarkan diri tingkat konsumsi tujuhkisah tahun pertama sama selalu menginginkan suatu kepastian, bukan suatu kemungkinan. Manusia akan selalu menginginkan dengan tingkat konsumsi pada tujuh tahun kedua. Secara pada prinsip inilah kemudian dalam tataran lahiriah aplikasi kestabilan, bukan fluktuatif. Dan hanya ada satu dzat yang maha pasti dan maha stabil, yaitu Allah total, selama empat belas tahun tersebut azza wa jalla. Tuhannya Ibrahim dan Muhammad. Ketika manusia berusaha untuk memperoleh kepastian1, sejatinya dia sedang menuju Tuhan. masing Ketika manusia berusaha untuk menjaga kestabilan, bernilai dengan pembagian sesungguhnya dia sedang menuju Tuhan. Namun hanya sedikit manusia yang berhasil mencapai – masing menjadi separuh untuk periode Tuhan. Tuhan yang stabil, tetap, abadi dan pasti, mutlak. Oleh karena itu, ketika manusia berusaha pertama dan separuh untuk periode memenuhi segala hal dalam manajemen risiko,kedua. mengatur semua hal yang terkait dengan risiko, sejatinyademikian manusia itu sedang panggilan Tuhan. Dalam rangka mencapai Tuhan. Dalam Dengan makamemenuhi terbentuklah suatu rangka menuju Tuhan. Sesungguhnya sholat manusia, ibadah manusia, hidup manusia, dan matinya garis lurus tingkat konsumsi rakyat negeri manusia hanyalah karena, untuk, dan demi Allah semata. Yusuf. Transedentalisme dalam manajemen risiko SecaraSegala filsafati, demi melihat kisah kekayaan yang ada di muka bumi ini adalah milik Allah semata. Allah-lah penguasa Yusuf atas negerinya sejatinya segala apa yang ada di langititu dan dimaka bumi. Kekayaan yang kemudian diakui manusia sebagai milik manusia sejatinya adalah milik Tuhan. Bahkan diri manusia itu sendiri adalah juga milik Tuhan. manusia itu akan selalu menginginkan Kepemilikan yang ada pada manusia bersifat relatif dan tidak abadi. Sedangkan kepemilikan yang ada suatu bukan kemungkinan. padakepastian, Tuhan bersifat mutlak suatu dan abadi. Oleh karena itu, ketika manajemen risiko dilakukan oleh manusia dengan penuh tanggungjawab, maka sesungguhnya manusia telah berusaha untuk menjaga Manusia akan selalu menginginkan amanah yangbukan dibebankan Tuhan kepadaDan manusiahanya untuk menjaga kekayaan milikNya. Dengan kestabilan, fluktuatif. menjaga amanah inilah kemudian manusia bisa dikatakan sebagai menyembah kepada Tuhan. Dan adatidaklah satu Allah dzatmenciptakan yang maha pasti dan maha jin dan manusia kecuali hanya untuk menyembah Allah saja. Lain tidak. Dengan menyembah dikatakan bahwa inilah jalan yang lurus yang disediakan stabil, yaitu AllahAllah azzainilah wa kemudian jalla. Tuhannya Tuhan bagi manusia dalam upayanya mencapai Tuhan. Manusia yang memegang amanah dan Ibrahim dan Muhammad. Ketika manusia kemudian menyampaikannya kepada yang berhak menerimanya sesungguhnya telah memenuhi berusaha untuk memperoleh kepastian perintah Allah. Dengan demikian, ketika manusia melaksanakan pengelolaan risiko dengan baik dan sempurna, berarti manusia telah berusaha menjaga harta kekayaan Tuhan yang dibebankan kepada NO 120/ 32 manusia. Dengan mendasarkan diri pada prinsip inilah kemudian dalam tataran lahiriah aplikasi dilaksanakan dengan mengelola risiko baik risiko murni maupun risiko spekulatif. Dan sejatinya ketika manusia telah melakukan pengelolaan risiko ini dengan baik maka dia telah memperoleh hidayah jalan yang lurus dengan adanya pemahaman dalam jiwanya mengenai arti penting pengelolaan risiko dengan baik. Manusia ini tentunya akan mempertimbangkan bahwa di masa
Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
dilaksanakan dengan mengelola risiko baik risiko murni maupun risiko spekulatif. Dan sejatinya ketika manusia telah melakukan pengelolaan risiko ini dengan baik maka dia telah memperoleh hidayah jalan yang lurus dengan adanya pemahaman dalam jiwanya mengenai arti penting pengelolaan risiko dengan baik. Manusia ini tentunya akan mempertimbangkan bahwa di masa kehidupan setelah mati nantinya akan mempertanggungjawabkan segala apa yang telah diperbuatnya terhadap harta kekayaan yang telah Allah berikan kepada mereka. Meskipun ketika seorang manusia gagal mengelola risiko kemudian menemui kerugian, tidak dengan sendirinya mengurangi harta kekayaan Allah. Kerugian itu kemudian hanya akan menimpa orang yang gagal mengelola risiko saja. Tidak berdampak apapun terhadap kekayaan Tuhan. Yang terjadi kemudian hanyalah perpindahan kekayaan dari orang satu kepada orang lainnya saja. Kegagalan mengelola risiko ataupun keberhasilannya tidak berdampak apapun terhadap kekayaan Tuhan. Kegagalan dan keberhasilan hanya berdampak langsung kepada manusia itu sendiri. Kegagalan mengelola risiko juga hanyalah akibat kesalahan manusia sendiri. Bukan kemudian menjadi kesalahan Tuhan, meski Tuhan mempunyai kehendak atas apapun yang terjadi pada diri manusia. Kesimpulan Manajemen risiko bagi umat Islam adalah suatu hal yang penting untuk dilaksanakan. Manajemen risiko yang baik mengindikasikan bahwa manusia berusaha menjaga amanah Tuhan atas harta kekayaan. Kegagalan mengelola risiko tidak kemudian membawa kerugian bagi Allah, tetapi hanya akan berdampak kepada manusia yang telah gagal dalam mengelola risiko tersebut. Kerugian yang dialami manusia akibat kegagalan mengelola risiko tidak berdampak apapun terhadap jumlah kekayaan Tuhan atas langit dan bumi ini. Kerugian yang diderita manusia yang gagal mengelola risiko hanya akan memindahkan amanat kekayaan kepada orang lain yang lebih baik dalam mengelola risiko. Dengan pemahaman atas pengelolaan risiko yang baik, akan berdampak pada kemampuan manusia menemukan Tuhan. Sebagaimana metodologi Ibrahim dalam memahami penemuan akan Tuhannya yang melalui proses yang panjang dengan penalaran yang benar. Akhrinya, semoga Allah selalu meridloi segala usaha kita dalam menjaga amanah kekayaan melalui manajemen risiko yang baik. Amin. Referensi Al Qur’an Al Karim. Hanafi, Mamduh, 2006, Manajemen Risiko, UPP STIM YKPN, Yogyakarta. Rokhman, Fatkhur, 2009, Pengelolaan Risiko Perbankan Melalui Pemanfaatan Hasil Audit: Tinjauan Filsafati, Makalah pada Pelatihan Pimpinan Cabang BPR Jatim, Surabaya, Juli.
NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
Rapat Kerja Pelaksana BPK RI Tahun Anggaran 2009
Senin, 14 Desember 2009 Ketua BPK Hadi Poernomo membuka Rapat Kerja Pelaksana BPK RI Tahun Anggaran 2009 di Auditorium BPK RI, Jakarta. Rapat Kerja Pelaksana ini bertujuan untuk memberi arahan bagi penuntasan program dan kegiatan yang tercantum dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT). Rapat ini juga akan mengkaji pencapaian selama ini serta mempersiapkan langkah-langkah strategis, mengembangkan, serta menyempurnakan arah dan kebijakan BPK yang akan disusun dalam Renstra BPK tahun 2010-2014. Rapat yang akan berlangsung pada 14 sampai dengan 16 Desember 2009 ini dihadiri oleh mantan Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Soedibyo yang memaparkan kebutuhan dan harapan terhadap BPK dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara EE Mangindaan yang memaparkan tentang Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi yang memaparkan pandangan auditee terhadap pelaksanaan pemeriksaan BPK, para pejabat eselon I dan II, tenaga ahli di lingkungan BPK serta seluruh kepala perwakilan BPK. Rapat kerja Tahunan 2010 diantaranya menetapkan Rencana Kerja Pemeriksaan (RKP) 2010, yang terbagi dalam pemeriksaan tematik dan pemeriksaan keuangan serta pemeriksaan non tematik lainnya. Pemeriksaan tematik diprioritaskan pada pemeriksaan program atau kegiatan pelayanan yang langsung menyentuh kepentingan masyarakat. Program Reformasi Birokrasi yang telah dilaksanakan BPK juga menjadi bahasan dalam rapat kerja ini. Adapun Salah satu wujud pelaksanaan program ini adalah BPK telah membangun Sistem Manajemen Kinerja (SIMAK) sejak 2008. Dengan SIMAK, BPK dapat mengetahui posisi pencapaian kinerja berdasarkan Indikator Kinerja Utama yang disepakati setiap satuan kerja di BPK. Untuk lebih meningkatkan sistem manajemen kinerja di BPK, pada rapat kerja ini mulai dikenalkan Manajemen Kinerja Individu (MAKIN) yang merupakan upaya menurunkan sasaran kerja ke tataran individu sesuai tugas dan fungsinya. MAKIN menjadi bentuk pertanggungjawaban profesi BPK yang selain menunjukkan kinerja organisasi, juga akan menunjukkan kinerja individu untuk mencapai tujuan organisasi secara keseluruhan. 33
33
OPTIMALISASI PENERIMAAN NEGARA DARI PRAKTIK PENJUALAN KONSENTRAT TEMBAGA HASIL TAMBANG 34
Oleh: Pestan Samosir, ST (Pemeriksa Sub Aud IVB.1) Indonesia memiliki cadangan sumber daya alam mineral dalam bentuk bijih tembaga (Cu) yang sangat besar dengan kadar bervariasi antara 0,1-2%. Biasanya bijih tembaga berasosiasi dengan logam lain seperti emas (Au), perak (Ag), Platinium (Pt), Palladium (Pd), Selenium (Se), Tellerium (Te), dan juga terdapat kandungan besi (Fe), belerang (S), serta logam-logam lain. Hal tersebut sangat menarik investor untuk melakukan penambangan di Indonesia. PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara merupakan perusahaan tambang besar di Indonesia yang memiliki hak untuk menambang dan mengolah bijih tembaga. Perusahaan-perusahaan tersebut diikat dalam suatu perjanjian kontrak karya yang memberikan kuasa kepada perusahaan untuk menambang selama 30 tahun dan dapat diperpanjang kembali. Disamping hak untuk menambang, perusahaan juga harus memenuhi kewajiban kepada pemerintah Indonesia. Salah satu kewajiban adalah membayar iuran produksi atau royalti atas logam mineral hasil ditambang yang secara umum menurut kebiasaan yang berlaku dibayar oleh pembeli. Royalti yang dibayar sesuai dengan tarif yang ditetapkan dalam kontrak karya, misalnya untuk tembaga sebesar 1,5 – 3,5%, emas sebesar 1-2% dan Perak sebesar 1-2% dari total harga jual. Perusahaan juga akan membayar royalti atas mineral yang lain apabila memang dibayar oleh pembeli. Perusahaan-perusahaan tambang besar di Indonesia seperti PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara menambang dan memproduksi logam-logam seperti tembaga (Cu), emas (Au), dan Perak (Ag) tetapi seperti yang dimuat dalam website perusahaan, s e b e n a r n y a perusahaan
menjual produk akhir hasil tambang dalam bentuk konsentrat. Konsentrat merupakan produk material yang dihasilkan dari pabrik pengolahan bijih yang kandungan logam mineral berharganya telah dinaikkan sehingga memenuhi tingkat kandungan minimum ekonomis. Secara umum hanya sekitar 3% dari proses pengolahan bijih yang menjadi konsentrat dan sisanya merupakan tailing (buangan). Komponen terbesar konsentrat adalah logam Tembaga (25-35%), besi (15-25%), sulfur (25-35%) dan silika (5-10%) sedangkan sisanya merupakan logam pengotor (Ni, Co, Al, Zn, Pb, Sb, Sn, Se, Te, dll) dengan kadar di bawah 1% dan mineral ikutan berupa logam emas dengan kandungan 10-30 gram per ton (gpt) konsentrat dan Perak sekitar 30-70 gpt. Berdasarkan data statistik Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, jumlah konsentrat tembaga yang diproduksi tahun 2007 sebesar 2,93 juta ton dan tahun 2008 sebesar 2,80 juta ton. Konsentrat merupakan produk akhir dari perusahaan tambang tembaga di Indonesia karena perusahaan pertambangan tersebut belum memiliki pabrik peleburan dan pemurnian yang mengolah secara langsung konsentrat menjadi logam murni seperti tembaga, emas dan perak. Sebagaimana yang telah ditetapkan dalam kontrak karya, perusahaan menjual produk hasil tambang dalam bentuk konsentrat ke pembeli atau perusahaan peleburan berdasarkan harga international, recovery pengolahan, negosiasi dan diskon pasar. Harga konsentrat tergantung dari kandungan tembaga, emas, dan perak dalam konsentrat yang ditetapkan dari hasil sampling, sedangkan sisanya dianggap sebagai pengotor atau material yang tidak memiliki kandungan ekonomis. Sekitar 30% konsentrat yang dihasilkan dilebur di PT Smelting (Gresik Copper Smelter and Refinery), sedangkan sisanya diekspor ke berbagai Negara yang memiliki pabrik peleburan dan pemurnian. Konsentrat diekspor antara lain ke Philipina (Philipine Assosiated Smelting and Refining), Spanyol (Atlantic Copper), dan Jepang (Pan Pacific Copper Co LTD, LS-Nikko Copper, Mitsubishi, dan Sumitomo). Harga Logam. Berdasarkan data tahun 2004 – 2007, harga logam emas, perak dan tembaga umumnya mengalami kenaikan yang sangat besar. Tren kenaikan bisa dilihat dari grafik harga logam tembaga berdasarkan data Logam Metal Exchange (LME) dan harga emas dari London Bullion Market. Total dari kandungan tembaga, emas dan perak dalam konsentrat dikali dengan harga jual dan faktor recovery dikurang biaya peleburan dan pemurnian merupakan harga
34
NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
satuan konsentrat. Sedangkan harga komoditi yang lain misalnya selenium, tellerium, dan sulfur dapat dilihat dari data U.S Geological Survey.
ini kemudian dijual ke perusahaan peleburan dan pemurnian di Jepang. Harga anode slimes hanya tergantung kepada kandungan emas dan perak. Anode slime dianggap sebagai produk bahan baku industri kimia bukan lagi sebagai produk hasil tambang. Pada umumnya, mineral-mineral lain yang terkandung dalam konsentrat juga bereaksi sama seperti metode reaksi tembaga. Sulfur yang merupakan salah satu kandungan terbesar konsentrat berubah menjadi gas buang yang pada awalnya dibuang ke atmosfer sekitar pabrik, tetapi sekarang gas tersebut dimanfaatkan untuk menghasilkan asam sulfat (H2SO4) dan dijual ke pabrik pupuk. Besi (Fe) akan teroksidasi menjadi besi oksida bersama-sama dengan senyawa silika dan lain-lainnya membentuk slag atau terak. Walaupun kandungan besi dalam terak berkisar 30-40% tetapi sulit diekstraksi menjadi logam besi sehingga terak dijadikan sebagai bahan baku campuran semen dan bahan pengeras jalan. Proses pengolahan konsentrat di luar negeri sudah ada yang terintegrasi antara peleburan sekaligus pemurnian logam sehingga dihasilkan produk murni yang lain dari konsentrat. Tingkat teknologi pengolahan dan pemurnian logam juga sudah lebih maju dan efisien. Hal ini berarti bahwa hampir semua mineral dalam konsentrat dapat dimanfaatkan sebagai produk yang memiliki nilai ekonomis. Produk akhir yang dapat dihasilkan dari peleburan konsentrat tembaga antara lain:
Harga rata-rata komoditi logam dan mineral dapat dilihat dari tabel berikut: No 1 2 3 4 5 6
Komoditi Tembaga Emas Perak Selenium Tellerium Sulfur
Harga (USD/kg) per Tahun 2004 2005 2006 2007 2.87 3.40 6.72 7.12 13,155 13,727 19,433 21,657 213 226 372 427 55 113 54 73 23 110 60 110 0.032 0.030 0.033 0.036
Keterangan: Harga USD/Kg dari konversi harga satuan USD/lb (Cu&Se) dan USD/Oz (Au&Ag).
Harga yang menjadi patokan dalm pembayaran royalti adalah harga tembaga di London Metal Exchange dan harga emas dan perak yang dikeluarkan London Bullion Market pada hari transaksi penjualan berlangsung. Proses pengolahan konsentrat. Biasanya konsentrat tembaga diolah di pabrik peleburan dengan proses Mitsubishi Continious Smelting dan Converting Process seperti yang terdapat di pabrik peleburan konsentrat PT Smelter Gresik. Pada proses ini konsentrat tembaga sulfide dalam bentuk CuS teroksidasi menjadi CuO yang kemudian melalui proses reduksi menghasilkan anoda tembaga, gas buang dan slag. Anoda tembaga kemudian dimurnikan sehingga diperoleh katoda tembaga, anode slime, dan tembaga telluride. Katoda tembaga merupakan produk akhir dengan kandungan tembaga >99.9 %, sedangkan anode slime mengandung emas, perak dan logam jarang seperti selenium, tellurium dan lain-lain yang harus dimurnikan lagi. PT Smelter belum memiliki fasilitas pemurnian anode slime sehingga produk NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
1. Katoda tembaga yang digunakan sebagai kabel power, magnet kawat, connector listrik, tembaga foil, dan lain-lain. 2. Logam berharga seperti emas, perak, atau kemungkinan lain seperti platinium dan palladium. Disamping sebagai perhiasan logam-logam sangat banyak digunakan sebagai bagian dari alat elektronik. 3. Asam Sulfat (H2SO4) dari pemanfaatan belerang atau sulfur (S). Zat kimia ini dipakai sebagai bahan pembuatan pupuk, industri tekstil, manufaktur kertas, produksi baja dan sebagai bahan laboratorium. 4. Logam jarang antara lain selenium dan tellurium. Selenium berguna sebagai bahan katalis, pengatur tegangan, mesin fotocopy, pewarna dalam industri gelas, keramik dan plastik serta sebagai paduan logam. Tellerim digunakan sebagai bahan foto konduktor, optical disc, termoelektro dan paduan. 5. Tembaga sulfat (CuSO4) dan Nikel sulfat (NiSO4) yang digunakan dalam industri plating. 6. Slag yang mengandung Fe dalam bentuk senyawa komplek. Granulated slag ini dapat dipakai sebagai bahan semen yang digunakan sebagai bahan konstruksi pelabuhan dan pengeras jalan. Regulasi Pertambagan Berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan di masa lalu telah menarik investor ke Indonesia. Namun seiring dengan pergeseran paradigma pemerintahan dan juga tingkat teknologi proses pengolahan yang semakin maju maka perlu 35
35
seiring dengan kemajuan teknologi pengolahan bahan galian maka seharusnya selalu ada upaya-upaya untuk mengikuti dan memantau bahan galian lain yang memiliki nilai ekonomis dan secara praktik diperjualbelikan. Pemerintah juga harus ikut mengawasi transaksi antara perusahaan tambang dengan perusahaan peleburan, baik yang ada di Indonesia maupun di luar negeri. Pengawasan ini sangat penting dalam upaya menetapkan metode penentuan kadar yang terkandung dalam konsentrat tembaga.
36
dilakukan penyesuaian atau peninjauan kembali atas beberapa pasal perjanjian di dalam kontrak karya pertambangan yang telah dibuat. Pengelolaan sumber daya mineral dan batubara dilaksanakan oleh Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral melalui Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi. Tugas pokok dan fungsi Direktorat ini adalah melaksanakan standardisasi teknis di bidang mineral, batubara dan panas bumi. Salah satu kebijakan pokoknya adalah optimalisasi penerimaan Negara dari pertambangan. Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2003 tentang Ketentuan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak. Dalam peraturan tersebut telah ditetapkan besarnya tarif royalti atas produk hasil pertambangan. Besar tarif bervariasi misalnya tembaga (Cu) sebesar 4%, Emas (Au) 3,75%, Perak (Ag) 3,25%, dan Sulfur 3,5% dari harga jual. Hanya saja logam jarang seperti selenium dan tellerium belum ditetapkan dalam peraturan tersebut. Tarif ini berlaku untuk pemegang kuasa pertambangan dan juga kontrak karya apabila perusahaan tersebut menghasilkan komoditi tambahan sebagai produk baru selain yang telah ditetapkan dalam kontrak karya. Pemerintah memang telah melakukan upaya peningkatan penerimaan Negara melalui Tim Optimalisasi Penerimaan Negara. Namun demikian tim hanya melakukan audit atas pembayaran dan perhitungan PNBP. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara telah berlaku sejak 12 Januari 2009 sebagai pengganti Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967, yang mewajibkan perusahaan tambang melakukan pemurnian di Indonesia selambat-lambatnya dalam lima tahun setelah undang-undang diberlakukan. Setelah itu penjualan hasil tambang tidak akan diperkenankan lagi dalam bentuk konsentrat tetapi dalam bentuk produk murni sehingga semua hasil tambang dapat dikenakan tarif royalti. Upaya Pemerintah. Sesuai dengan amanat Undangundang Dasar bahwa pengelolaan sumber daya mineral adalah untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. Walaupun dalam Kontrak Karya telah diatur tentang hak dan kewajiban antara berbagai pihak, tetapi 36
Sumber daya mineral yang terkandung di Bumi Indonesia harus dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin sehingga semua potensi mineral dapat diolah agar memberi nilai tambah bagi penerimaan Negara. Dalam praktiknya, hanya tembaga, emas dan perak dianggap sebagai produk bahan galian. Sementara itu produk lain yang dihasilkan (selain tembaga, emas dan perak) yang harus dimurnikan atau diolah lagi di pabrik pemurnian yang terpisah dianggap sebagai produk industri sehingga tidak dikenakan iuran royalti. Namun pada kenyataannya komoditi-komoditi seperti selenium, tellurium, dan sulfur merupakan produk yang memiliki nilai jual dan potensi penerimaan negara. Untuk mengetahui potensi atas produk yang telah terindikasi dan kandungan lain yang memiliki nilai jual dapat dilakukan audit atau pemeriksaan. Dalam usaha untuk meningkatkan dan mengoptimalkan penerimaan Negara dari pengelolaan pertambangan, BPK dapat melakukan: 1. Pemeriksaan penerimaan Negara dari pertambangan tembaga berdasarkan penjualan konsentrat. Lingkup kegiatan mencakup beberapa hal: sistem penjualan konsentrat, metode sampling dalam penentuan kadar atau kandungan logam yang dibayar, penentuan berat melalui draught survey dan penentuan harga yang digunakan sebagai dasar pembayaran royalti. Dalam perhitungan royalti terdapat juga biaya bersama sebagai pengurang royalti antara lain biaya pemurnian dan pengolahan, shipment, dan lain-lain. 2. Peninjauan proses pengolahan konsentrat di pabrik peleburan dan pemurnian sehingga dapat diketahui produk-produk yang dihasilkan dari konsentrat yang kemudian diijual. Hal ini juga untuk memastikan bahwa produk tersebut dibeli atau memiliki nilai tambah bagi perusahaan tambang secara langsung atau tidak langsung melalui kepemilikan perusahaan induk di perusahaan pemurnian atau industri kimia yang memasok bahan baku dari by-product konsentrat hasil peleburan. Dengan demikian sebelum perusahaan memiliki pemurnian di Indonesia, perusahaan dapat dikenakan royalti atas produk bernilai jual selain logam utama (tembaga, emas dan perak). . *****
NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
PERLUNYA RESCHEDULE STRATEGI PEMERIKSAAN KINERJA (BELANJA) (didasarkan pada kasus empiris Pemda-Pemda di Provinsi Aceh)
Oleh: Mohamad Anas Fauzi (Auditor BPK-RI Perwakilan Provinsi Aceh)
P
emeriksaan BPK terhadap keuangan Negara baik dari sisi penerimaan maupun pengeluaran merupakan kewajiban yang harus dilakukan karena merupakan amanat dari konstitusi seperti tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945 dan perubahannya. Dalam melakukan pemeriksaan BPK harus selalu mengacu pada Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) dan standar lain yang sesuai sesuai dengan jenis pemeriksaan yang dilaksanakan. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara mengharuskan BPK untuk merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan agar tujuan penugasan audit dapat tercapai secara maksimal demi perbaikan tata kelola keuangan negara. Sesuai SPKN pemeriksaan BPK dibagi dalam tiga yaitu, pemeriksaan atas laporan keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu dengan alokasi waktu sesuai dengan perencanaan anggaran yang NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
dilakukan. Secara umum dan empiris, waktu pemeriksaan BPK dibagi menjadi dua, semester satu untuk pemeriksaan atas laporan keuangan dan semester kedua untuk pemeriksaan kinerja dan tujuan tertentu. Pemeriksaan atas laporan keuangan didasarkan pada ketentuan Pasal 30 dan 31 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menyatakan bahwa Presiden, Gubernur dan Walikota harus menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit oleh BPK kepada DPR, DPRD Tingkat I dan DPRD Tingkat II selambat-lambatnya enam bulan setelah tahun anggaran berakhir. Hal itu berarti penyampaian laporan kepada BPK seharusnya dilakukan sebelum bulan April agar laparan audit BPK dapat diterbitkan sebelum bulan Juni. Sedangkan pemeriksaan kinerja dan tujuan tertentu umumnya dilakukan pada semester kedua setelah pemeriksaan laporan keuangan dilakukan. Namun dalam beberapa tahun terakhir pemeriksaan dengan tujuan tertentu (atau sering disebut pemeriksaan tematik) dilakukan sebelum pemeriksaan atasan laporan keuangan atau pada bulan-bulan awal tahun anggaran tahun berjalan. Dan pemeriksaan kinerja (termasuk didalamnya pemeriksaan atas belanja dan pendapatan) dilakukan pada bulan-bulan September – Desember. Periodisasi Pemeriksaan Pemeriksaan dengan tujuan tertentu
Pemeriksaan atas laporan Keuangan
Pemeriksaan kinerja dan atau Pemeriksaan dengan tujuan tertentu
Januari Februari
Maret - Agustus
September - Desember
Perilaku Pemda Berdasarkan pengalaman empiris, umumnya APBDAPBD di Provinsi Aceh terlambat disahkan. Lambatnya Pemda dalam menyerahkan draft RAPBD ke Dewan sebagai akibat tidak tertibnya anggaran dan administrasi serta berlarutnya pembahasan karena negosiasi yang alot antara wakil rakyat dan eksekutif, merupakan permasalahan klasik 37
37
38
yang sering dituding menjadi penyebab. Keterlambatan penetapan APBD dan perubahannya seolah menjadi justifikasi dan pemicu berbagai permasalahan dan pelanggaran yang dilakukan Pemda, mulai dari kas bon, pengeluaran mendahului APBD, pengeluaran menumpuk di bulan Desember, banyaknya cek beredar di bulan Januari dan Februari, mark up pembayaran 100%, berita acara serah terima fiktif, hingga banyaknya pekerjaan fisik yang terlambat meskipun tahun anggaran telah berakhir. Dari berbagai permasalahan tersebut, yang paling menonjol adalah mark up pembayaran 100%, berita acara serah terima fiktif, banyaknya pekerjaan yang terlambat diselesaikan pada tahun anggaran yang bersangkutan. Hal tersebut secara kasat mata dapat dilihat dari banyaknya pekerjaan yang baru dilakukan kontrak pada bulan-bulan Oktober-November setelah perubahan APBD disahkan dan banyaknya SP2D keluar pada bulan Desember untuk menghindari tutup anggaran. Strategi Pemeriksaan Dari pemeriksaan yang telah dilakukan oleh BPK-RI Perwakilan Aceh pada periode tahun 2005-2008, umumnya pemeriksaan kinerja (termasuk didalamnya pemeriksaan belanja) dilakukan pada periode September - Desember. Strategi pemeriksaan dapat dinilai kurang efektif karena pada periode tersebut pekerjaan belum selesai dilaksanakan dengan progres fisik rata-rata antara 30 % - 90%. Dampak dari kekurangefektifan tersebut adalah temuan-temuan pemeriksaan umunya merupakan temuan administratif dan temuan potensi keterlambatan. Bahkan terkesan pemeriksaan yang dilakukan pada bulan-bulan tersebut mengambil alih porsi pengawasan yang seharusnya dilakukan oleh Badan Pengawas Daerah (bawasda). Muara dari temuan-temuan tesebut adalah saran BPK agar pihak PPTK memerintahkan rekanan segera menyelesaikan pekerjaan tanpa menyebut berapa nilai kerugian yang ditimbulkan. Kecenderungan tindak lanjut dari hasil pemeriksaan adalah surat peringatan yang ditujukan kepada rekanan agar segera menyelesaikan pekerjaan dan atau membuat addendum atas pekerjaan yang berpotensi terlambat tersebut. Kalaupun ada temuan kekurangan pekerjaan, PPTK telah mempunyai jurus ampuh untuk menindaklanjutinya yaitu addendum. Pada kenyataannya, meskipun telah dilakukan teguran dan addendum, pekerjaan-pekerjaan tersebut tetap tidak dapat diselesaikan pada tahun anggaran. Mengantisipasi berbagai modus penyimpangan yang dilakukan oleh PPTK untuk mengakali pekerjaan-pekerjaan fisik yang belum selesai, maka seyogyanya BPK mengubah strategi pemeriksaan terkait dengan periodisasi pemeriksaan.
38
Periodisasi Pemeriksaan yang Diusulkan Pemeriksaan Kinerja (Belanja)
Pemeriksaan atas laporan Keuangan
Pemeriksaan kinerja (pendapatan) dan atau Pemeriksaan dengan tujuan tertentu (tematik)
Januari - Februari
Maret - Agustus
September - Desember
Rescheduling pemeriksaan kenerja terutama belanja dari bulan-bulan akhir semester kedua menjadi bulanbulan pertama semester pertama sebelum pemeriksaan atas laporan keuangan perlu dilakukan, karena pada bulanbulan tersebut diindikasikan banyak terjadi penyimpangan anggaran dan kegiatan yang dilakukan, pekerjaan-pekerjaan fisik banyak yang belum selesai meskipun tahun anggaran berakhir, PHO dipaksakan dibuat sebagai prasyarat SP2D yang diajukan dan pembayaran telah dilakukan seratus persen oleh PPTK. Manfaat Perubahan Strategi Untuk BPK Dalam jangka pendek, pemeriksaan yang dilakukan pada awal tahun akan menghasilkan banyak temuan BPK terkait dengan denda keterlambatan, mark up pembayaran dan penyimpangan fisik lainnya. Namun, dalam jangka panjang akan semakin sedikitnya pelanggaran yang ditemukan terkait dengan penerbitan SP2D yang dipaksakan pada tahun anggaran, mark up pembayaran, addendum yang yang dipaksakan maupun PHO yang dipercepat. Hal tersebut akan meringankan pemeriksaan atas laporan keuangan, cek yang beredar akan menjadi lebih sedikit sehingga memudahkan pelaksanaan rekonsiliasi dan pemeriksaan akan menjadi lebih fokus serta menjangkau aspek-aspek yang lain. Untuk Pemda Pemda akan terpicu untuk melakukan perbaikan agar terhindar dari banyaknya denda keterlambatan atas proyek-proyek yang dipaksakan pembayarannya 100%. Efek selanjutnya adalah Pemda terpacu untuk melakukan penyusunan APBD maupun perubahannya tepat waktu agar memiliki waktu yang cukup melakukan investasi belanja modal. Tertib administrasi secara bertahap akan meningkat dan menjadi lebih baik. Selanjutnya Pemda dapat menyusun laporan keuangan dapat dilakukan dengan lebih cepat sehingga dapat disampaikan laporan kepada BPK secara tepat waktu.
Catatan : Dimungkinkan kejadian serupa juga terjadi di perwakilan-perwakilan lain.
NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
Kesalahpahaman Pemerintah Daerah dan DPRD akan Opini BPK serta Pengaruhnya Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah dan DPRD Oleh: Budiman, auditor pada Pelaksana BPK RI Perwakilan Provinsi Sulawesi Utara
Opini BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), bukanlah istilah yang asing dan jarang kita dengar. Opini BPK diberikan atas setiap LKPD yang diserahkan kepada BPK setiap tahun untuk diperiksa. Adapun opini tersebut merupakan amanat dari UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Pasal 16 ayat (1) yaitu Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah memuat opini. Dalam penjelasan Pasal 16 ayat (1) dinyatakan hal-hal sebagai berikut: “ Opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria (i) kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, (ii) kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), (iii) kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan (iv) efektivitas sistem pengendalian intern. Terdapat 4 (empat) jenis opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa, yakni (i) opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion), (ii) opini wajar dengan pengecualian (qualified opinion), (iii) opini tidak wajar (adversed opinion), dan (iv) pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion).” Adapun contoh 4 jenis yang dimaksud di atas terdapat dalam Lampiran 3.18 Keputusan BPK Nomor 56/K/ I-XX.2/9/2007 tentang Penetapan Petunjuk Teknis Pemeriksaan LKPD. Pemberian opini disusun berdasarkan kualitas tingkat kewajaran dari suatu Laporan Keuangan. Sehingga dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: • Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion), sangat jelas menempati posisi pertama dalam pemberian Opini. Opini ini merupakan opini dengan peringkat kewajaran yang tertinggi. Untuk opini ini, bukan berarti tidak ditemukan adanya penyimpangan terhadap pertanggungjawaban keuangan suatu
Pemerintah Daerah, namun penyimpangan yang ada, nilainya tidak material sehingga tidak mempengaruhi kewajaran laporan keuangan secara signifikan. • Wajar Dengan Pengecualian (Qualified Opinion), Opini ini diberikan karena adanya beberapa penyimpangan yang menimbulkan kesalahan penyajian nilai dalam Laporan Keuangan dan juga mempengaruhi kewajaran Laporan Keuangan secara signifikan jika tidak dikecualikan. Penyimpangan tersebut menjadi pengecualian dan biasanya tidak dapat dilakukan koreksi atas pengecualian tersebut. • Tidak Wajar (Adverse Opinion), diberikan karena Pemerintah Daerah tidak menyajikan Laporan Keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) ataupun juga pertimbangan hal-hal sebagai berikut: kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern. Opini Tidak Wajar ini lebih baik daripada Disclaimer Opinion, karena Opini Tidak Wajar menunjukkan kesalahan penyajian nilai yang berpengaruh kepada Laporan Keuangan. Sehingga jika nilai tersebut diperbaiki dalam penyajiannya, maka Pemerintah Daerah dapat memperbaiki Opininya di waktu mendatang. • Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer Opinion) ialah Auditor tidak memberikan pendapat akan kewajaran Laporan Keuangan yang diperiksa. Opini ini diberikan ketika Auditor tidak dapat meyakini kewajaran nilai Laporan Keuangan. Opini yang diberikan ini, karena auditor tidak dapat melakukan penelusuran lebih lanjut terhadap nilai yang disajikan dalam Laporan Keuangan. Penelusuran melalui prosedur alternatif tidak dapat dilakukan karena pihak pemerintah Daerah tidak menyediakan data-data pendukung yang dapat meyakinkan auditor akan angka-angka yang disajikan dalam LKPD. Atau ruang lingkup pemeriksaan atas LKPD dibatasi, sehingga tidak dapat dilakukan penelusuran untuk akun-akun tertentu dalam Laporan Keuangan. Berbeda dengan kesimpulan di atas, Pemerintah Daerah dan DPRD sering salah
NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
39
39
dalam memahami Opini BPK yang diterima atas Laporan Keuangannya. Kesalahan pemahaman tersebut ialah untuk Opini Tidak Memberikan Pendapat dan Opini Tidak Wajar. Disclaimer Opinion sering dianggap lebih baik daripada Adverse Opinion, karena Adverse Opinion secara jelas menunjukkan ketidakwajaran dalam pertanggungjawaban keuangan suatu Pemerintah Daerah. 40
Seringkali kesalahpahaman akan Adverse Opinion tersebut, membuat Pemerintah Daerah, DPRD ataupun masyarakat menilai bahwa memang telah terjadi penyimpangan (yang bersifat pidana) dalam pertanggungjawaban Laporan Keuangan, sehingga Aparat Penegak Hukum (APH) biasanya langsung menggunakan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK (terutama yang memperoleh Adverse Opinion) dan menelusuri lebih dalam Laporan BPK (Laporan Kepatuhan) tersebut yang dianggap mengandung unsur tindak pidana. Seharusnya APH membaca dan meneliti lebih lanjut serta mempertimbangkan secara profesional sebelum menggunakan Laporan BPK. Namun perlu diketahui bersama bahwa dalam Laporan Kepatuhan ini tidak seluruhnya berisi hal-hal yang mengandung unsur tindak pidana, namun juga penyimpangan yang bersifat administratif dan penyimpangan secara perdata. Laporan Keuangan yang mendapatkan Adverse Opinion, adakalanya berisi penyimpangan-penyimpangan yang mengandung unsur tindak pidana. Namun bukan hanya pada Adverse Opinion saja, pada Disclaimer Opinion juga dapat ditemukan penyimpangan yang mengandung unsur tindak pidana. Namun hal tersebut sering diabaikan oleh APH (karena hanya fokus pada LHP dengan Adverse Opinion). Seharusnya APH juga memberikan perhatian yang sama atas penyimpanganpenyimpangan yang mengandung unsur tindak pidana pada LHP dengan Disclaimer Opinion. Kesalahpahaman ini terus berlanjut setiap tahunnya karena biasanya pihak Pemerintah Daerah lebih senang untuk mendapatkan Disclaimer Opinion dan terlihat enggan melakukan langkah perbaikan terhadap kinerjanya dalam menyusun dan mempertanggungjawabkan keuangannya dengan baik. Ditambah lagi sifat yang acuh tak acuh terhadap opini yang diperoleh, sehingga langkah perbaikan (rekomendasi) yang disarankan oleh BPK dalam tidak ditindaklanjuti dengan konsisten. Disclaimer Opinion ini sering dijadikan ‘tameng’ bagi Pemerintah Daerah yang mungkin melakukan penyimpangan dalam pertanggungjawaban keuangannya, secara sengaja tidak menyiapkan data pendukung dan membuat auditor kurang dapat meyakini kewajaran penyajian Laporan Keuangan. Opini ini dijadikan ‘tameng’ karena seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa APH cenderung melakukan penelusuran lebih lanjut terhadap kemungkinan penyimpangan yang mengandung unsur tindak pidana pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dengan Opini Tidak Wajar saja.
40
Kesalahpahaman ini seharusnya dapat dihentikan BPK untuk tingkat DPRD dan Pemerintah Daerah karena BPK selalu mendapat kesempatan untuk menyampaikan hasil pemeriksaannya kepada pihak DPRD dan Pemerintah Daerah. Sementara untuk pihak lainnya seperti masyarakat luas, BPK dapat melakukan sosialisasi ataupun Public Exposure melalui media cetak dan elektronik dan menjelaskan mengenai Opini BPK. Pertanyaan selanjutnya ialah Apakah dirasa perlu untuk memperbaiki kesalahpahaman mengenai Opini BPK? Dan apakah pengaruhnya terhadap kinerja Pemerintah Daerah dan DPRD? Pemahaman akan Opini BPK yang tepat diperlukan baik bagi pihak Pemerintah Daerah itu sendiri maupun untuk pihak masyarakat luas sebagai pemangku kepentingan tidak salah mengambil langkah dalam menyikapi Opini BPK. Pemerintah Daerah seharusnya berusaha memperbaiki kinerjanya dalam menyusun pertanggungjawaban keuangannya dalam suatu Laporan Keuangan yang lebih baik lagi kualitas dan kewajarannya di masa mendatang. Untuk Pihak DPRD, kesalahpahaman akan Opini tersebut membuat kinerja DPRD lebih lambat. DPRD berpandangan bahwa Disclaimer Opinion lebih baik daripada Adverse Opinion. Dan DPRD hanya memberikan perhatian khusus kepada Adverse Opinion. Untuk Disclaimer Opinion, DPRD cenderung tidak perduli, karena hal tersebut dianggap merupakan kinerja dari Pemerintah Daerah itu sendiri, sehingga tidak dianggap merupakan tanggungjawab DPRD. Anggapan tersebut kurang tepat karena kinerja Pemerintah Daerah berkaitan langsung dengan kinerja DPRD. Fungsi pengawasan DPRD terhadap Pemerintah Daerah seharusnya dapat memacu Pemerintah Daerah untuk melakukan perbaikan kinerjanya sehingga dapat menggunakan anggarannya dengan tanggung jawab serta menyusun laporan pertanggungjawaban (Laporan Keuangan) atas penggunaan APBD sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selanjutnya mengenai fungsi pengawasan DPRD terhadap APBD dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan, khususnya pada hal-hal berikut: a) Pasal 15 ayat (4) APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah. b) Pasal 311 ayat (1) DPRD melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah tentang APBD. Sedangkan dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara disampaikan beberapa hal mengenai fungsi DPRD berkaitan dengan Perubahan APBD, Pelaksanaan NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
dan Pertanggungjawaban APBD sebagai berikut: 1)Pasal 28 ayat (5) Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD tahun anggaran yang bersangkutan berdasarkan perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) untuk mendapatkan persetujuan DPRD sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir. 2) Pasal 31 ayat (1) Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. 3) Pasal 31 ayat (2) Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan daerah. Menurut uraian tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa DPRD memiliki peran penting dalam pengesahan perubahan APBD dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD (yang akhirnya disahkan menjadi Peraturan Daerah) dan juga dalam pengawasan terhadap kinerja Pemerintah Daerah dalam menyusun dan mempertanggunjawabkan APBD. Sebelum Pihak DPRD menerima Pertanggungjawaban APBD (yang disertai dengan Laporan Keuangan yang telah selesai diaudit BPK), seharusnya pihak DPRD dapat lebih tegas serta meminta penjelasan dari Pemerntah Daerah, ketika Opini yang diperoleh atas Laporan Keuangannya anjlok ataupun kurang bagus. Opini BPK ini seharusnya dijadikan pertimbangan untuk menerima Pertanggungjawaban APBD tersebut. Hal ini juga berkaitan dengan Perubahan APBD tahun berjalan (yang diusulkan setelah Paripurna Pertanggungjawaban APBD). Salah satu komponen yang digunakan untuk Perubahan APBD tahun berjalan yang berkaitan dengan Pertanggungjawaban APBD tahun sebelumnya ialah Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (SILPA). Hal-hal yang tercakup dalam SILPA diungkapkan dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, Pasal 62 sebagai berikut: “ Sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SILPA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf a mencakup pelampauan penerimaan PAD, pelampauan penerimaan dana perimbangan, pelampauan penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah, pelampauan penerimaan pembiayaan, penghematan belanja, kewajiban kepada fihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan, dan sisa dana kegiatan lanjutan.”
hasil Pertanggungjawaban APBD, misalnya penghematan belanja, dapat diketahui setelah kita membandingkan antara Realisasi Belanja dengan Anggaran Belanja tersebut dalam satu periode (satu tahun). Jika SILPA tersebut diperoleh dari Pertanggungjawaban APBD dan jika Pemerintah Daerah belum mempertanggungjawabkan APBD tahun sebelumnya, bagaimana mungkin Pemerintah Daerah dapat mengajukan Perubahan Anggaran tahun berjalan dan mencantumkan Nilai SILPA Tahun sebelumnya dalam Perubahan Anggarannya? Namun kenyataan di lapangan jauh sekali berbeda dengan kondisi ideal. Biasanya Pemerintah Daerah berusaha menjalin kerjasama dengan DPRD dalam hal pengesahan perubahan anggaran tahun berjalan. Pemerintah Daerah dapat melakukan perubahan APBD tahun berjalan, bahkan tanpa mempertanggungjawabkan APBD tahun sebelumnya. Hal ini terjadi pada Pemerintah Daerah yang terlambat menyerahkan Laporan Keuangannya kepada BPK (misalnya bulan Oktober), namun tetap dapat menyusun Perubahan APBD tahun berjalan bahkan tetap mendapatkan pengesahan DPRD sehingga Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD tersebut dapat digunakan. Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa kesalahpahaman Opini BPK berhubungan dengan kinerja Pemerintah Daerah dan DPRD. Jika Pemerintah Daerah mendapatkan opini yang kurang baik atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangannya, maka hal ini seharusnya dapat dijadikan tantangan bagi Pemerintah Daerah untuk bekerja keras memperbaiki sistem pengendalian intern maupun mengurangi penyimpangan-penyimpangan yang berpengaruh secara signifikan terhadap kewajaran Laporan Keuangan, sehingga dapat dicapai sistem pengendalian intern yang baik dan tidak ditemukan penyimpangan yang signifikan yang akan mempengaruhi kewajaran Laporan Keuangannya. Dan pada akhirnya jika hal tersebut bisa dicapai, maka Opini BPK terhadap Laporan Keuangan akan menjadi lebih baik. Tidak ketinggalan juga peran penting dari DPRD, selaku wakil masyarakat, yang seharusnya lebih ditingkatkan lagi khususnya dalam menjalankan fungsi pengawasannya terhadap kinerja Pemerintah Daerah. Referensi : 1. UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 2. UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. 3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. 4. Keputusan BPK Nomor 56/K/I-XX.2/9/2007 tentang Penetapan Petunjuk Teknis Pemeriksaan LKPD.
Nilai SILPA tahun sebelumnya tersebut diperoleh dari NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
41
41
Meningkatkan Kemampuan Public Speaking Anda 42
Oleh: Mohammad Hafiz Staf Sub Bagian Hukum dan Humas Perwakilan Provinsi Kalimantan Tengah
Diklat Komunikasi dan Presentasi Angkatan III TA 2009 yang dilaksanakan selama 2 hari dari tanggal 16 s.d. 17 Juli 2009 di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kalibata, Jakarta, telah memberikan kesan tersendiri bagi saya sebagai salah satu pesertanya. Kedua pemberi materi yang terdiri dari Eman Sulaiman Nasim Riyono (Senior Consultant IndonesiaChannel, Dosen FISIP UI Jurusan Komunikasi) dan Tirta Setiawan (Pengarang Buku “Menjadi Orang Miskin yang Kaya”) memang telah mentransferkan ilmu public speaking mereka. Namun saya yakin para peserta merasa waktu pelaksanaan sebatas 2 hari tersebut masih sangat kurang untuk bisa mendongkrak kemampuan mereka. Karena itu pada kesempatan kali ini, saya akan berbagi pengalaman ketika membantu dosen sekaligus mentor saya, Alm. Fauzie Syuaib, dalam menyusun Modul Public Speaking untuk program Suistainable Capacity Building for Desentralization (SCBD) yang dilaksanakan Lembaga Administrasi Negara berkerjasama dengan Depdagri dan Asian Development Bank pada tahun 2007. Semoga apa yang disampaikan bisa menjadi tambahan bagi anda yang ingin terus meningkatkan kemampuan public speaking. Sebelum saya menyampaikan teknik-teknik yang bisa memuaskan dahaga anda dalam meningkatkan kemampuan public speaking, terlebih dahulu saya akan memaparkan prinsip dasar public speaking. Hal ini penting, karena orang yang sadar dengan apa yang dilakukannya tentu akan memberikan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan hasil kerja orang yang tidak mengerti apa yang dilakukannya. Prinsip Public Speaking Rata-rata orang dewasa menghabiskan 30% dari waktu yang mereka miliki (selain saat tidur), untuk melakukan percakapan. Percakapan sehari-hari tersebut memiliki banyak persamaan dengan public speaking. Stephen E. Lucas dalam bukunya The Art of Public Speaking menyebutkan bahwa keahlian kita dalam melakukan percakapan sebenarnya adalah prinsip dasar dari public speaking. Keahlian yang dimaksud adalah: 1. Mengorganisasikan pikiran kita sesuai logika. Memberikan petunjuk pada rekan pers agar ia bisa ke kantor kita untuk mengikuti konferensi pers yang 42
akan diadakan, tidak mungkin dilakukan dengan cara mengatakan, “Saat Anda turun dari jalan tol dalam kota, Anda akan melihat belokan ke kiri. Tapi, bukan itu belokan yang Anda harus beloki. Karena Anda harus terus lagi sampai ketemu lampu merah Slipi yang di sebelah kanannya ada Gedung Jakarta Design Centre. Sebelumnya Anda harus ingat, jangan lupa untuk terus menggunakan jalan tol sampai Anda tiba di pintu keluar tol Gedung MPR. Biasanya beberapa penyebrang jalan yang habis berbelanja dari Tanah Abang akan terlihat ramai di depan lampu merah, jadi hati-hatilah setelah Anda sampai di lampu merah. Terus Anda juga bisa lewat jalan Pejompongan, kalau mau menuju kantor saya. Tapi kalau Anda melewati Gedung Manggalawana Bhakti, berarti NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
Anda sudah kelewatan. Oh iya, kantor saya yang berwarna abu-abu”. Sebaliknya, kita akan menyampaikan petunjuk kepada rekan pers secara sistematik, tahap demi tahap, dari kantornya sampai kantor kita. Itulah yang disebut dengan mengorganisasikan pesan kita. 2. ‘Menjahitkan baju pesan’ sesuai dengan lawan bicara kita. Ketika berbicara dengan rekan kerja atau kolega, tentu dengan santai kita dapat mengatakan, ”Eh, jeng tau gak sih? Itu lho, perkembangan terakhir temuan pemeriksaan kita ternyata bikin shock deh jeng”. Namun jika lawan bicara adalah pimpinan, tentu akan kita ’jahit’ sedemikian rupa pesan tersebut agar pantas didengar. 3. Menyampaikan cerita untuk dampak yang maksimum. Seperti ketika sedang menceritakan cerita lucu, tentu kita tidak akan langsung menyebutkan klimaks dari kelucuan cerita kita di awal. Yang kita lakukan adalah membangun cerita di awal, kemudian meningkatkan ketegangan dengan intonasi suara untuk mendapatkan efek yang terbaik pada akhir cerita. 4. Beradaptasi dengan feedback lawan bicara. Kapanpun kita berbicara dengan seseorang, tentu perbuatan atau ekspresi wajah lawan bicara kita tidak akan luput dari pengamatan. Bahkan itu adalah tanda, apakah kita dapat meneruskan percakapan atau sebaiknya menghentikannya saja. Keahlian kita dalam melakukan percakapan di atas itulah yang dikatakan Stephen E. Lucas sebagai keahlian
yang dibutuhkan dalam public speaking dan disebut sebagai prinsip dasar public speaking. Keahlian kita dalam melakukan percakapan memang akan memudahkan kita untuk berbicara dalam berbagai situasi seperti saat berdiskusi, bertemu dengan entitas, penyampaian temuan, hearing peraturan, wawancara, dan jumpa pers. Namun untuk memiliki kemampuan public speaking yang baik, kemampuan berbicara tidaklah cukup. Karena walaupun keahlian kita dalam melakukan percakapan adalah prinsip dasar public speaking, namun percakapan sehari-hari tidaklah kembar siam dengan public speaking. Setidaknya ada tiga perbedaan utama antara percakapan dengan public speaking, yaitu: 1. P ublic Speaking harus terstruktur secara sangat baik. Anda tentu tahu kalau public speaking selalu dibatasi oleh waktu. Pendengar juga tidak bisa sembarangan memberikan komentar dan pertanyaan karena sudah ditetapkan dan diatur waktunya. Karena itu Anda dituntut untuk dapat mencapai tujuan dalam waktu yang terbatas. Saat mempersiapkan diri, kita harus memikirkan kemungkinan jawaban, dan pertanyaan yang dapat muncul dari pikiran pendengar. Karena itu pada dasarnya, public speaking menuntut perencanaan yang rinci dan lebih teliti dari percakapan biasa. Itulah yang kita sebut sebagai terstruktur. 2. Public Speaking menuntut penggunaan bahasa yang formal. Saat berbicara pada situasi informal, kita sering menggunakan kata-kata seperti “gitu lho,” “tau gak sih,” dan sering memberikan jeda sambil mengeluarkan suara seperti, “ee..,” “hmm”. Pendengar biasanya akan beraksi negatif pada pembicara yang tidak memperhatikan bahasanya. Karena itu sebagai public speaker yang mewakili diri sendiri dan lembaga, sudah sewajarnya jika menggunakanlah bahasa formal dan menghindari kebiasaan yang kurang sopan dan mengganggu. 3. Public Speaking menuntut metode penyampaian yang berbeda. Saat berbicara, kita sering mengeluarkan suara yang pelan. Sedangkan pada public speaking, kita harus menyesuaikan volume suara untuk dapat didengar dengan jelas. Ingatlah bahwa pendengar akan menanggapi: 55% dari ekspresi dan bahasa tubuh Anda, 37% dari tekanan suara Anda, 8% dari apa yang Anda ucapkan. Karena itu berikanlah suara yang dapat diterima pendengar, yaitu suara yang: a. Bernada menyenangkan, membawa rasa persahabatan. b. Alami, menunjukkan kepribadian pembicara.
NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
43
43
c. Dinamis, bertenaga dan punya kekuatan, meski barangkali tidak keras. d. Ekspresif, mengungkap berbagai arti dan rasa, tidak monoton. e. Mudah didengar, cukup keras dan jelas. Perbedaan-perbedaan itulah yang menjadikan public speaking berbeda dengan percakapan biasa. 44
Persiapan Public Speaking Pemahaman menganai prinsip dasar public speaking dan hal-hal yang membedakan public speaking dengan percakapan biasa kiranya telah membuka wancana kita mengenai apakah public speaking itu. Pemahaman tersebut kemudian dapat kita manfaatkan untuk memperkirakan apa yang akan dihadapi dalam public speaking. Karena itu langkah selanjutnya yang harus dilakukan jika ingin menjadi public speaker yang baik adalah persiapan. Saat mengetahui bahwa Anda akan melakukan public speaking, langkah pertama dalam persiapan yang harus dilakukan adalah menetapkan topik. Biasanya topik sangat dipengaruhi oleh tema acara, karakterisktik pendengar dan kemampuan pembicara sendiri, namun topik yang baik biasanya lahir dari: Topik yang Anda tahu banyak, dan Topik yang Anda ingin tahu lebih banyak lagi. Karena itu dalam menetapkan topik, kita dituntut untuk aktif mengumpulkan informasi. Baik itu dengan diskusi, mencari bukti, atau data yang dibutuhkan. Selanjutnya setelah topik ditetapkan, kita juga harus menetapkan tujuan. Penetapan tujuan merupakan pintu gerbang persiapan public speaking. Karena setelah menetapkan tujuan, kita akan mengetahui persiapan-persiapan apa saja yang harus kita lakukan selanjutnya. Tujuan public speaking dapat dibagi ke dalam 2 kategori, yaitu: 1. Tujuan Umum Public speaking memiliki 3 macam tujuan umum yang terdiri dari: membujuk, memberi tahu, dan mengibur. Yang harus kita perhatikan adalah, jangan sampai tujuan yang ingin digunakan overlapping dengan tujuan lain. Karena seringkali orang tercampur dalam menetapkan tujuan, khususnya tujuan memberi informasi dengan tujuan membujuk. Padahal jika tujuan umumnya menginformasikan, maka kita harus bertindak sebagai guru atau pengajar. Dimana kita harus menyampaikan informasi dengan sangat jelas, akurat, dan menarik perhatian, agar dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pendengar. Ini berarti memberikan pendengar informasi yang tidak mereka ketahui sebelumnya. Sedangkan jika tujuan umumnya membujuk, maka peran kita adalah sebagai penasihat, atau pendukung berat dari ide yang dikemukakan. Berarti kita harus berupaya menyusun tindakan, atau merubah perilaku 44
pendengar. 2. Tujuan Khusus Setelah memilih tujuan umum, Anda harus tajamkan tujuan tersebut menjadi tujuan khusus pembicaraan yang akan dilakukan. Tujuan khusus harus fokus pada satu aspek. kita harus dapat mengutarakan tujuan khusus itu ke dalam sebuah kalimat yang padat, hingga orang lain dapat mengidentifikasikan secara tepat apa yang ingin kita capai, seperti: a. Untuk menginformasikan tentang ……. b. Untuk membujuk pendengar saya agar melakukan …… Untuk memudahkan Anda, berikut ini adalah prinsip umum yang dapat digunakan dalam membuat pernyataan tentang tujuan khusus public speaking Anda. a. Tulis pernyataan tujuan kita dalam kalimat padat yang lengkap. b. Ekspresikan tujuan kita dalam pernyataan, bukan pertanyaan. c. Hindari bahasa simbolik. d. Batasi tujuan kita hanya menjadi satu tujuan yang jelas. e. Pastikan tujuan kita tidak terlalu umum atau kurang jelas. Terkadang kita dapat langsung membuat tujuan khusus setelah mengetahui topik pembicaraan. Namun kadang, kita harus melakukan riset terlebih dahulu untuk menetapkannya. Hal ini tergantung dari seberapa paham dan dekatnya kita dengan topik yang akan dibicarakan. Tapi bagaimanapun itu, setelah selesai menyusun tujuan khusus, coba tanyakan pada diri Anda pertanyaan-pertanyaan berikut ini: a. Apakah tujuannya sejalan dengan misi Anda? b. Dapatkah Anda mencapai tujuan dengan waktu yang tersedia? c. Apakah tujuannya relevan dengan pendengar Anda? d. Apakah tujuannya cukup bernilai bagi pendengar Anda? e. Apakah tujuannya terlalu teknis? Karena pembicaraan yang paling cepat membuat pendengar tertidur adalah pembicaraan yang kering, dan hanya seputar masalah teknis. Setelah kita menetapkan topik, tujuan umum, dan tujuan khusus, maka untuk semakin memudahkan public speaking kita, tujuan khusus itu dapat dikembangkan lagi menjadi ide sentral. Yaitu isi singkat dari apa yang ingin kita sampaikan pada pendengar untuk semakin mempertajam tujuan khusus kita. Untuk lebih jelasnya, coba Anda perhatikan contoh berikut. Leading by example Topik : Tujuan Umum : Untuk membujuk Tujuan Khusus : Untuk membujuk para Auditor BPK RI agar bersikap profesional dalam membentuk reputasi positif Badan yang diwakilinya. Ide Sentral : Untuk dapat bersikap profesional, NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
aparat harus berusaha meningkatkan kemampuan dan kualitas pribadi.
V. Harus dapat meningkatkan keahlian dari waktu ke waktu.
Pada dasarnya pedoman membuat ide sentral memiliki kesamaan dengan pedoman membuat tujuan khusus yang baik, yaitu: 1. Ide sentral harus ditulis dalam kalimat padat yang lengkap. 2. Jangan menggunakan bentuk pertanyaan. 3. Hindari bahasa simbolik. 4. Pastikan ide kita tidak terlalu umum atau kurang jelas. M. Fauzie Syuaib menyebutkan cara lain untuk membuat ide sentral adalah dengan menetapkan ‘pesan residual’. Dengan kata lain, tetapkanlah pesan apa yang Anda ingin pendengar tetap ingat, setelah mereka melupakan semua isi public speaking Anda.
Apabila kita dapat menyusun pokok pikiran dengan baik, maka membuat materi publik speaking bukanlah sebuah kendala lagi. Karena itu saya tidak akan membahas mengenai pembuatan materi dalam kesempatan kali ini. Terlebih bagi seorang auditor, tentu penyusunan materi tidak lebih susah dari menjawab coversheet, atau menyusun laporan lainnya. Yang harus dipikirkan saat menyusun materi adalah waktu dan kemampuan para pendengar. Karena itu, pokok pikiran yang baik biasanya tidak melebihi lima macam pokok pikiran, sehingga materi dapat disampaikan secara sejelas dan memudahkan pendengar untuk mencerna serta mengingatnya.
Setelah menetapkan topik, tujuan umum, tujuan khusus dan ide sentral, maka langkah selanjutnya adalah menyiapkan materi public speaking. Proses penyusunan materi dimulai dengan menetapkan ‘pokok pikiran,’ yaitu inti dari materi public speaking Anda. Karena itu, pikiran utama ini harus kita pilih secara teliti, lalu mentransfernya ke dalam tulisan sebaik mungkin, dan menyusunnya secara tepat (strategis). Pokok pikiran erat hubungannya dengan ide sentral, seperti beberapa contoh berikut ini. a. Apabila pada ide sentral Anda menyebutkan, “Terdapat tiga hal yang harus dilakukan untuk bisa menjadi auditor yang handal”, maka jelaslah bahwa pokok pikirannya harus terdiri dari tiga. b. Kadang pokok pikiran juga dapat dibuat dengan memaparkan bukti-bukti dari ide sentral yang telah Anda buat. Jika sebuah ide sentral menyebutkan, “Permasalahan gratifikasi dalam lingkungan auditor adalah isu yang sangat penting,” maka pokok pikirannya harus memaparkan bagaimana UU/ Anggota Badan/Presiden/LSM/Pers menyingkapi masalah ini. Sehingga dapat menjadi bukti yang kuat atas ide sentral kita. Untuk lebih jelasnya, coba perhatikan contoh berikut. Leading by example Topik : Tujuan Umum : Untuk membujuk Tujuan Khusus : Untuk membujuk para Auditor BPK RI agar bersikap profesional dalam membentuk reputasi positif Badan yang diwakilinya. Ide Sentral : Untuk dapat bersikap profesional, aparat harus berusaha meningkatkan kemampuan dan kualitas pribadi. Pokok Pikiran : I. Harus bersungguh-sungguh dalam bekerja. II. Harus konsisten dalam pekerjaan. III. Harus mengedepankan moral saat bekerja. IV. Harus mengedepankan etika saat bekerja. NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
Usahakan untuk menyeimbangkan kapasitas waktu untuk menjelaskan masing-masing pokok pikiran. Jika Anda memiliki tiga pokok pikiran dengan presentase waktu penyampaian sebagai berikut: 1) 85%, 2) 10%, 3) 5%. Maka presentase tersebut mencerminkan bahwa sebenarnya Anda hanya memiliki satu pokok pikiran atau pokok pikiran II dan III Anda tidak dipersiapkan dengan matang. Karena itu pokok pikiran yang baik itu harus seimbang, seperti: 1) 30%, 2) 40%, 3) 30% atau 1) 20%, 2) 30%, 3) 50% Setelah kita memahami prinsip publik speaking, menetapkan topik, tujuan umum, tujuan khusus, ide sentral, pokok pikiran, berarti rencana kita dapat berjalan dengan lancar. Masih banyak pertanyaan yang harus dijawab. “Apakah Saya harus bersikap tegas, agresif, atau kalem saja?” “Di mana Saya harus berdiri nanti?” “Bagaimana seharusnya gesture Saya?” “Bagaimana Saya memanfaatkan catatan Saya?” “Seberapa cepat Saya harus bicara?” “Kapan Saya harus berhenti untuk jeda?” “Kemana Saya harus memandang?” “Apa yang Saya lakukan apabila Saya melakukan kesalahan?” Walaupun masih banyak pertanyaan yang harus dijawab, Anda tidak perlu khawatir. Karena tidak ada jawaban tegas dan pasti dari setiap pertanyaan tadi. Menurut M. Fauzie Syuaib, kemampuan public speaking adalah ‘seni.’ Apa yang berguna bagi seseorang bisa jadi akan gagal bagi orang lain. Keberhasilan pada pendengar saat ini, belum tentu terjadi lagi pada pendengar yang akan datang. Kita tidak dapat menjadi public speaker yang handal hanya dengan mengikuti serangkaian peraturan dalam buku pedoman. Untuk menjadi public speaker yang handal, pengalaman adalah guru terbaik. Namun jadikanlah serangkaian pedoman yang telah saya sampaikan sebagai bekal atau petunjuk dasar bagi Anda untuk memulai dari arah yang benar. Pada kesempatan yang akan datang, saya akan berbagi lebih banyak lagi mengenai analisis calon pendengar yang pada dasarnya bersifatnya egois (egocenstric), analisis situasi, serta tips dan latihan yang bisa Anda lakukan untuk melawan salah satu musuh utama public speaking, yaitu gugup. 45
45
TIPE DAN BENTUK KELAKUAN PNS
46
Oleh: Cahyo Nurhadi Auditor pada Seksi Lampung I A
Tipe 1
Tipe 4
Ini adalah jenis terbaik yang berhasil diidentifikasikan untuk golongan pelayan masyarakat. Mereka bekerja dengan ikhlas atas dasar pengabdian dan selalu bersyukur dengan apa yag telah didapat. Tipe ini biasanya bersih. Tidak menerima yang bukan haknya baik dari dalam (instansi tempat dia bekerja) maupun dari luar (pihak-pihak yang berhubungan dengan pelayanan yang dia berikan). Mereka merasa pekerjaan yang mereka lakukan telah mendapat imbalan yang sesuai dari pemerintah yang dalam hal ini adalah perpanjangan tangan dari rakyat, sehingga gaji yang diberikan itu berasal dari rakyat, so mereka harus memberikan yang terbaik bagi rakyat yang telah menggaji mereka.
Tipe ini dikenal “baik hati”, mau membantu kantornya menghabiskan anggaran dalam artian mau mengambil dari dalam lingkungan kerja sendiri, juga mau “membantu” orang lain yang membutuhkan bantuan mendapatkan pelayanan publik dari instansi tempat dia bekerja. Dengan imbalan nominal tertentu lah.. gak ada yang gratis.. mungkin sedang perlu uang banyak..
Tipe 2 PNS tipe ini dikategorikan sebagai orang yang bersih di “luar”, tapi besar toleransi di dalam. Artinya gimana itu ya? Dalam dunia pemerintahan dikenal istilah anggaran berbasis kinerja, sayangnya saat ini masih disalahartikan kinerja tersebut. Kinerja yang baik adalah kinerja yang mampu memberikan pelayanan maksimal kepada publik (pelayanan prima). Untuk pelayanan yang diberikan itu diberikan anggaran dengan batas pagu tertentu. Dengan demikian, dapat “disimpulkan” bahwa kinerja yang baik adalah kinerja yang mampu menghabiskan banyak anggaran. Daripada anggaran yang sudah diberikan dikembalikan lagi, mending dihabisin aja. Sukur-sukur bisa masuk kantong. Kan gak masalah juga, justru kalo anggaran dikembalikan bakal dipotong buat tahun depan, kan jadinya gak bisa melaksanakan public serving maksimal….dll, dst, dsb… alasan… Tipe 3 Tipe ini dikenal sebagai orang yang cari muka di dalam lingkungan kantor. Seolah-olah bersih hanya menerima yang menjadi haknya, tapi dalam kaitan di luar suka ngobyek (bisa diartikan dengan segala macam modus operandinya). Tujuannya bisa bermacam-macam, bisa untuk mencari simpati atasan, mempertahankan jabatan. Atau bertujuan untuk mendapatkan posisi yang strategis dalam pekerjaan.
Tipe 5 Waduh, kalau udah ada tipe 4 ternyata masih ada yang lebih parah ya? Ternyata masih ada loh… Tipe 5 ini sama kayak tipe 4 cuman ditambah lagi dikit aja kok. Kalo tipe 4 tadi mau ngambil baik dari dalam maupun dari luar, tipe 5 dikenal sebagai seorang yang sudah punya posisi alias pejabat yang mau bantu menghabiskan anggaran dengan memberikan tempat bagi kucuran dana di kantongnya sendiri, dan mau membantu orang lain yang membutuhkan public service dengan menyodorkan kantongnya sebagai “kotak amal”, ditambah dengan menarik upeti dari bawahan yang juga melakukan praktik yang sama. Wooow…. Tipe 6 Tipe ini sama persis dengan tipe 5, tapi dengan posisi yang masih sebagai bawahan, alias udah boongin teman, masyarakat, dan juga atasan.. memang kalo udah bakat susah sih… So setelah melihat tipe-tipe diatas silahkan nilai dirimu sendiri masuk tipe berapa? Selamat mencoba… Diambil dari “survey pribadi”, penulis tidak bertanggung jawab atas penggunaan data ini untuk segala kepentingan.
No comment, hanya dirinya sendiri yang tau.. 46
NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
Mutasi: Momok dan Impian Pegawai Oleh: Muhammad Hammam Pegawai tugas belajar di Diploma IV STAN
pegawai lebih dari 5.400 orang tentu mutasi bukan merupakan urusan yang mudah. Apalagi jika pegawainya seperti penulis yang baru sadar bahwa Indonesia – yang dari Sabang sampai Merauke – itu “luas” setelah ditempatkan di luar Jawa. Berbagai persoalan pribadi muncul saat seorang pegawai dimutasi. Pertanyaan tentang “keadilan” juga banyak diungkapkan, salah satunya seperti dalam forum. bpk.go.id: “ada yang tau nggak..mutasi reguler pindah antar daerah itu bener gak sich????? Kasihan khan yang dah lama stay di daerah yang jauh...dan gak adil untuk yang dah merasakan keenakan terlalu lama stay di daerah yang enak...dimana letak keadilan...tolong dong diperjuangin....” Mutasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pemindahan pegawai dr satu jabatan ke jabatan lain. Sedangkan pengertian mutasi kepegawaian menurut situs BKN adalah Mutasi Kepegawaian adalah segala perubahan mengenai seseorang Pegawai Negeri Sipil, seperti pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, pemensiunan, perubahan susunan keluarga, dan lain-lain. Menurut penulis mutasi merupakan bentuk kecil dari migrasi yang dalam ilmu kejiwaan berarti proses perubahan sosial dimana individu berpindah dari budaya tertentu ke budaya lainnya dengan tujuan menetap baik permanen maupun sementara namun dalam waktu yang lama. Proses ini penuh dengan perasaan tertekan yang dapat mengarah pada gangguan jiwa. Tentu saja menyedihkan dan mengerikan jika mutasi pegawai berujung pada gangguan jiwa. Sebagai pegawai BPK mutasi merupakan hal yang cepat atau lambat harus dihadapi. Bagi sebagian pegawai mutasi ke kantor yang lebih dekat dengan Monas merupakan impian yang terkadang dirasa hanya sebagai mimpi. Bagi sebagian pegawai lainnya mutasi menjadi momok yang akan membuatnya susah dan jauh dari keluarga. Memang dengan berkembangnya BPK yang saat ini sudah ada di seluruh 33 provinsi di Indonesia dengan NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
Mutasi menjadi momok karena dapat berarti berpisah dengan keluarga, teman-teman, jaringan sosial yang sudah terbangun, meninggalkan rutinitas, dan harus beradaptasi dengan lingkungan sosial yang baru. Belum lagi jika memikirkan kompleksitas kepindahan, dimana harus memikirkan mencari rumah tinggal baru, pengiriman barang-barang dan tingginya biaya transportasi. Dalam proses mutasi memang biasanya disertai ongkos 47
47
48
untuk kepindahan tersebut atau uang pindah. Dalam uang pindah tersebut juga termasuk ongkos untuk memindahkan keluarga. Namun memindahkan keluarga bukanlah sekadar urusan uang pindah. Ada pertimbangan pekerjaan pasangan yang tidak dapat dipindah, pertimbangan sekolah anak, hingga pertimbangan dekat dengan orang tua. Segala pertimbangan tersebut seringkali menjadikan keputusan untuk pindah sendiri tanpa membawa keluarga dirasa lebih rasional.
mutasi yang memungkinkan untuk segera pindah menjadi angin surga dimana jargon capres yang kalah dalam pemilu kemarin berlaku “lebih cepat lebih baik”.
Berpisah dengan teman-teman dan jaringan sosial yang sudah terbangun juga memberikan kekhawatiran tersendiri. Hidup bukan melulu soal pekerjaan. Ada kehidupan sosial di luar kantor yang harus dijalani. Untuk memupuk hubungan tersebut hingga dapat diterima lingkungan bukanlah merupakan hal yang mudah. Jadi saat pekerjaan memaksa untuk meninggalkan segala hubungan sosial yang telah terbentuk akan memberikan ketakutan sendiri, ketakutan tidak dapat membentuk hubungan serupa di tempat baru. Apalagi jika tempat baru tersebut memiliki budaya dan bahasa yang belum kita kenal.
Lebih dekat dengan pusat perkembangan di Indonesia berarti fasilitas layanan umum yang lebih memadai. Sekolah yang lebih baik bagi anak-anak, layanan kesehatan yang lebih terpercaya, dan juga sarana hiburan dan rekreasi yang lebih lengkap. Sekolah yang lebih baik memberikan harapan bahwa anak-anak yang dididik akan menjadi lebih baik. Sekolah Berstandar Internasional (SBI) yang sekarang ini marak, sepertinya menjanjikan anak didik yang akan lebih baik daripada sekolah biasa.
Adaptasi dengan lingkungan sosial yang baru termasuk juga dalam lingkungan kantor. Suasana kerja yang tidak kondusif – misalnya rekan kerja yang suka cari muka atau atasan yang memiliki citra menyeramkan – akan memperparah proses perpindahan. Bahkan, oleh sebab hal ini beberapa pegawai menolak untuk pindah, dan yang lain setelah pindah akhirnya menyerah dan memilih untuk pindah lagi ke Pemda. Jika bekerja dari pukul 07.30 hingga 17.00 dalam perasaan terus tertekan tentu akan merasa dalam unit kerja “neraka”. Rumah tinggal baru dan pengiriman barang seringkali merupakan masalah tersendiri dalam kepindahan. Semua tentu sepakat bahwa mencari rumah tinggal tidak semudah membalik telapak tangan. Begitupun pengiriman barang, risiko barang hilang dan rusak seringkali menghantui. Dan tentu saja dalam proses ini biaya yang dikeluarkan tidak sedikit. Tingginya biaya transportasi masih menghantui bagi pegawai yang jauh dari kampung halamannya. Budaya mudik yang masih lestari di negeri kita menjadikan momen lebaran sebagai momen menguras tabungan. Berbalik dengan kondisi di atas, mutasi bagi pegawai yang ditempatkan di daerah yang jauh dari kampung halaman merupakan impian yang dinanti-nanti. Impian dapat dimutasikan lebih dekat ke Monas – lebih dekat dengan pusat perkembangan di Indonesia – menjadi suatu hal yang diharap-harapkan. Janji akan ada sistem 48
Dekat dengan kampung halaman berarti ongkos pulang kampung yang lebih murah, dekat dengan keluarga dan biasanya biaya hidup yang lebih murah. Yang pernah dan sekarang menjalani tugas di luar Jawa tentu sepakat bahwa biaya hidup di luar Jawa lebih tinggi.
Layanan kesehatan dan terutama sarana hiburan yang lebih lengkap dan baik menjadi angan yang menyenangkan. Bayangan uang yang dapat dihemat seandainya biaya persalinan anak lebih murah, biaya obatobatan lebih murah dan secara umum biaya perawatan kesehatan yang lebih memadai dan murah menjadikan mutasi merupakan kemewahan yang sukar dicapai. Filmfilm bioskop yang selalu up date menjadi kebanggaan yang tidak tercapai. Tentu Biro SDM dalam menetapkan kebijakan mutasi ini akan benar-benar disusun dengan baik. Mutasi yang bersifat promosi, demosi ataupun hanya rotasi penulis harapakan akan ada sistem kebijakan yang adil. Kebijakan yang dapat mengakomodir kepentingan pegawai yang pada gilirannya akan menuju pada tercapainya visi dan misi BPK juga. Bukan sistem yang hanya berdasar kedekatan dengan pejabat yang berwenang.
Referensi: http://forum.bpk.go.id/viewtopic.php?t=414 http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php http://www.bkn.go.id/mutasi.php http://rsjlawang.com/artikel_080519a.html http://wong-jogja-perantau.blogspot.com/2009/05/ pindah-pindah-tugas-enak.html
NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
APAKAH REALISASI ANGGARAN DENGAN PERJALANAN DINAS SEPENUHNYA SESUAI ANGGARAN BERBASIS KINERJA? Oleh : INDRAS WORO WIYADI Staf Perwakilan BPK-RI Daerah Istimewa Yogyakarta Ada ungkapan “bayar upah setelah keringat kering” yang kurang lebih artinya ada hubungan antara pendapatan yang diterima dengan “activity” yang mengeluarkan keringat. Keringat dapat diartikan secara harfiah dapat pula diartikan pemikiran, tenaga atau bentuk lain. Sedangkan pendapatan artinya kalau ada aktivitas yang bernilai tambah (added value). Aktivitas yang tidak bernilai tambah lebih dekat ke pemborosan. Derivatif dari ungkapan di atas, muncul konsep “Anggaran Berbasis Kinerja” yang telah didengungkan semenjak era reformasi di bidang keuangan negara. Bila dianalisis mendalam, berapa persenkah pencairan anggaran menggunakan perjalanan dinas dan hal lain yang terkait? Lalu di satker mana yang paling banyak menggunakan SPPD sebagai media pencairan dana? Pertanyaan berikutnya, kapan penggunaan SPPD lebih banyak digunakan sebagai media pencairan anggaran? Bila didalami maka pertanggungjawaban pencairan dana melalui SPPD memiliki Sistem Pengendalian Intern yang lemah. Bukti hanya berupa cap dan tanda tangan pihakpihak terkait, bukti pendukung lain terkait dengan perjalanan tersebut tidak ada, kalaupun ada sulit dipahami. Hasil pemeriksaan BPK RI atas entitas daerah tertentu, mengindikasikan perjalanan dinas senlai Rp22,45 miliar tidak sesuai ketentuan (Data Sekunder: Majalah Pemeriksa, Edisi 118, 2009). Ini hanya sampel, dari Sabang sampai Papua. Seandainya disurvei seluruh populasi, yakni data seluruh APBD dan APBN dianalisis, berapa persen realisasi anggaran keuangan negara menggunakan SPPD, lalu dikaitkan dengan output, apa kesimpulannya? Pencairan SPPD melalui realisasi anggaran sudah NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
ada sejak era lalu, karena memang waktu itu, sektor swasta masih memerlukan stimulus untuk bergerak terutama sektor perhubungan, pariwisata dan sektor-sektor ekonomi lain. Tetapi saat ini, semenjak “Anggaran Berbasais kinerja “ didengungkan, ditambah lagi dengan adanya “Pengukuran kinerja Sektor Publik” hendaknya pencairan dana melalui SPPD perlu dievaluasi. Seandainya hasil evaluasi menunjukkan bahwa proporsi pencairan dana melalui perjalanan dinas lebih besar dari total realisasi anggaran lalu kita kaitkan dengan ouput, kesimpulan apa yang bisa kita baca? Apakah ini menunjukkan kinerja baik untuk sektor publik? Seandainya pencairan dana melalui SPPD harus dikurangi, lalu bagaimana dengan peran pemerintah sebagai “agent development” untuk menstimulus sektor swasta, terutama sektor perhubungan, sektor pariwisata maupun sektor lain melalui “Government exspenditure”? Jelas pasti ada pengaruh signifikan. Mulai saat ini seharusnya kemandirian mereka harus diciptakan. Ketergantungan sektor swasta terhadap “Government exspenditure” harus perlahan-lahan dikurangi, sehingga sektor riil (barang atau jasa) tahan goncangan dan pada gilirannya pondasi ekonomi akan kuat untuk mengantisipasi gempuran ekonomi secara global. Fasilitas pemerintah melalui kebijakan moneter terhadap sektor swasta harus dikurangi dan sudah lama WTO telah memberikan signal. Tidak semua “goverment ekspenditure” memberikan dampak positif bagi perekonomian bahkan bisa menjadi racun bukan obat. Lebih-lebih dalam wujud perjalanan dinas. Pengukuran kinerja sektor publik memerlukan data input, output, dan outcome. Bukti SPPD belum sepenuhnya dikatakan sebagai realisasi anggaran berbasis kinerja, bila
49
49
50
tanpa disertai bukti-bukti lain dan ini belum lagi bila dilihat dari fakta. Lalu sebaiknya, anggaran keuangan negara dicairkan melalui media apa, seandainya pencairan dana melalui SPPD harus dikurangi atau suatu saat dihilangkan? Perjalanan dinas biasanya lebih banyak terkait dengan fungsi koordinasi, sedangkan untuk pengiriman dokumen sudah terdapat berbagai media penghantaran atau melalui alat elektronik. Ke depan, koordinasi (saat ini seharusnya sudah dapat dilakukan) digunakan berbagai alat komunikasi seperti teleconverence dan sejenisnya termasuk kegiatan pendidikan maupun pelatihan yang memerlukan Instruktur dari pusat maupun daerah lain. Mereka tidak perlu datang ke kelas, cukup melalui media komunikasi, selain itu juga akan meminimalisasi berbagai risiko. Pekerjaan lain seperti auditor tidak perlu datang ke obrik, bila suatu saat sistem informasi keuangan daerah/pusat terakses oleh Badan Pemeriksa Keuangan, baik pusat atau daerah. Datang ke obrik diperlukan bila memang diperlukan untuk melihat kualitas fisik. Sedangkan uji kualitas, cukup ke laboratorium. Banyak aktivitas lain yang nantinya secara perlahan proses pencairan anggaran sektor publiknya melalui perjalanan dinas akan berkurang. Semakin tinggi penggunaan alat 50
teknologi informasi akan semakin berkurang pencairan anggaran melalui perjalanan dinas, jadi terdapat hubungan terbalik. Dengan demikian, realisasi anggaran benarbenar sesuai konsep anggaran berbasis kinerja. Kinerja yang diinginkan merupakan kinerja yang meminimalisasi pemborosan, yakni kegiatan yang menghindari non-value added, seperti waiting time, delivery activity, moving time, serta overlapping activity termasuk juga moving time. Perjalanan dinas tergolong sebagai delivery activity dan juga terkandung pula waiting time sehingga activity ini tidak sepenuhnya mencerminkan kinerja entitas. Dengan pendirian kantor perwakilan BPK RI di 33 Provinsi, berarti BPK telah meminimalisasi atau menghemat “moving time”. Secara nasional menjadi tugas departemen keuangan selaku entitas perumus kebijakan di bidang pencairan anggaran keuangan negara untuk menelaah dan meninjau kembali pencairan anggaran melalui perjalanan dinas. Perjalanan dinas hendaknya dilakukan dengan skala prioritas dan kalau tidak pebting sekali tidak perlu. Demikian wawasan ini, semoga menjadi telaahan.
NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
GENDIT
GENDIT MEMBERI OPINI Oleh: Dr. Cris Kuntadi, MM, CPA
Opini yang dikeluarkan BPK berbeda-beda antara lain dalam jumlah opini, judul opini, dan isi opini. Perbedaan inilah yang menggelitik Namra Afisy untuk berdiskusi dengan Gendit. Opini atas LKPP, LKKL, dan LKPD hanya satu opini yaitu opini atas kewajaran LK saja. Sedangkan jumlah opini atas LK BUMN, LK Bank Indonesia (BI), LK Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan LK Badan Layanan Umum (BLU) sebanyak tiga opini yaitu opini atas kewajaran LK, opini atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan opini atas kepatuhan pengendalian intern. Judul opini LKPP, LKKL, dan LKPD yaitu “Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan” juga berbeda dengan judul opini atas LK BUMN, LK BI, LK LPS, dan LK BLU yaitu “Laporan Auditor Independen”. Paragraf pertama opini atas LK BUMN “Kami telah mengaudit neraca …” Sedangkan paragraph pertama opini LKPP, LKKL, dan LKPD adalah “Berdasarkan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Badan Pemeriksa Keuangan telah memeriksa neraca …” “Mengapa format opini yang dikeluarkan BPK harus berbeda-beda? Apa standar pemeriksaan yang dipakai BPK?” Tanya Namra Afisy kepada Gendit. “Kan bedanya cuma formatnya saja. Secara substansi sama, sama-sama opini sebagai pernyataan profesional auditor. Auditor kan punya prinsip substance over form alias substansi mengungguli bentuk. Jadi, gak masalah secara form (bentuk) berbeda tetapi secara substance (substansi) sama.” Jawab Gendit yang pekerjaannya di BPK sering berkecimpung dengan perumusan opini, baik opini atas LK BUMN (1996-2001), LKPD (2002-2007), maupun opini atas LKPP/LKKL dan BLU (2007 – sekarang). “Ya tapi kan lucu karena opini yang dikeluarkan oleh satu lembaga pemeriksa formatnya berbeda-beda. Apa nanti tidak menjadi pertanyaan stakeholders BPK? Tanya Namra lebih lanjut. “Memang sih, SPKN yang diterbitkan BPK mengatur adopsi Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang dikeluarkan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). SPKN NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
mengadopsi seluruh standar pelaporan SPAP kecuali diatur lain dalam SPKN. SPKN sendiri, tidak mengatur lain format opini tersebut. Artinya, format opini BPK atas entitas pemerintah dan penerima lain bantuan keuangan pemerintah harus mengacu pada SPAP.” Jawab Gendit. “Lalu, kenapa format opini LKPP, LKKL, dan LKPD tidak mengacu pada SPAP?” Tanya Namra yang mantan Ketua Masjid Baitul Maal Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (MBM-STAN). “Kepentingan sektor privat dan sektor publik/pemerintahan kan berbeda-beda kang. SPAP belum mengatur semua kepentingan pada sektor pemerintahan. Itulah makanya, format opini juga berbeda dengan sektor perusahaan seperti di BUMN, BI, LPS, dan BLU yang standar pemeriksaannya adalah totally mengacu pada SPAP.” Gendit berusaha membela diri. “Itu berarti melanggar SPKN. Melanggar standar yang dibuat sendiri.” Namra mulai menemukan titik terang kesalahan. “Santai aja kang, nanti Komite SPKN akan mengatur lain jenis dan format opini untuk sektor pemerintahan.” Jawab Gendit santai. “Emang Komite SPKN sudah ada? Kayaknya, Komite SPKN sudah bubar sejak SK-nya tidak diperpanjang pada 2009 deh.” Selidik Namra lagi. “Santai aja kang, nanti dibentuk kembali Komite SPKNnya.” Gendit tetap menjawab santai. “Gendit siap kalau diminta menjadi Komite SPKN?” Namra yang tahu Gendit menjadi penanggung jawab audit pada dua BLU di Departemen Keuangan yaitu Pusat Investasi Pemerintah (PIP) dan STAN memberikan dorongan. “Pekerjaan itu amanah kang. Saya tidak akan berburu amanah tersebut, karena berat konsekuensinya, dunia dan akhirat. Tetapi, kalau amanah itu dibebankan, saya harus berprinsip “ikan nila enak rasanya, akan tercela menolak kepercayaannya”. Begitu kan seharusnya.” Jawab Gendit mengakhiri diskusi tentang format opini dengan Namra Afisy. 51
51
Apa Misi Keluarga Kita? 52
Muhammad Wahyu Alfatih, BPK RI Perwakilan Provinsi DIY
S
eperti apakah bentuk dan misi ke depan keluarga kita? Apakah keluarga kita akan menjadi rumahku surgaku, atau rumahku nerakaku?. Atau, hambar saja. Tak ada rasa bahwa kita punya keluarga? Apa pun bentuk keluarga kita, itu adalah hasil dari perpaduan tiga faktor pembentuknya. Ketiga faktor itu adalah paradigma yang kita miliki tentang keluarga, kompetensi seluruh anggota keluarga kita dalam membangun keluarga, dan macam apa aktivitas yang ada dalam keluarga kita. Kalau dalam paradigma kita bahwa keluarga bahagia adalah yang bergelimangan harta, maka motivasi kita dalam berkeluarga adalah mengkapitasisasi kekayaan. Maka, kita akan mencari istri atau suami anak tunggal dari calon mertua yang kaya. Pusat perhatian kita dalam berkeluarga adalah menambah kekayaan. Paradigma berkeluarga bagi seorang muslim berasal dari motivasi bahwa berkeluarga adalah untuk beribadah kepada Allah, menjaga kesucian diri, dan merealisasikan amal. Sehingga, pusat perhatiannya dalam berkeluarga adalah meningkatkan kualitas ruhiyah, fikriyah, nafsiyah (emosi kejiwaan), jasadiyah, dan sosialisasi setiap anggota keluarganya. Karena itu, membangun keluarga sakinah mawadah wa rahmah (samara) adalah sasaran yang ingin dicapai seorang muslim dalam membentuk berkeluarga. Dalam keluarga yang samara itulah kita akan melahirkan pribadi islami untuk saat ini dan masa depan. Jadi, sangat penting bagi seorang muslim membangun kompetensi untuk membangun keluarga. Apa itu kompetensi berkeluarga? Kompetensi berumah tangga adalah segala pengetahuan, keterampilan, dan sikap dasar yang 52
NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
harus dimiliki agar seseorang dapat berhasil membangun rumah tangga yang kokoh yang menjadi basis penegakkan nilai-nilai Islam di masyarakat. Maka tak heran jika Rasulullah saw. menyuruh kita untuk pandai-pandai memilih pasangan hidup. Jangan asal pilih. Abi Hurairah r.a. berkata, bahwa Rasulullah saw. telah bersabda, “Seorang wanita dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Berbahagialah orang yang menikahi wanita karena agamanya, dan merugilah orang yang menikahi wanita hanya karena harta, kecantikan, dan keturunannya.” (HR. Bukhari dan Muslim) Abdillah bin Amrin r.a. berkata, bahwa Rasu lullah saw. telah bersabda, “Janganlah kamu menikahi wanita hanya karena kecantikannya, sebab kecantikan itu pada saatnya akan hilang. Janganlah kamu menikahi wanita hanya karena hartanya, sebab harta boleh jadi membuatnya congkak. Tetapi nikahilah wanita karena agamanya. Sebab seorang wanita budak yang jelek lagi hitam kelam yang memiliki agama (kuat dalam beragama) adalah lebih baik daripada wanita merdeka yang cantik lagi kaya, tetapi tidak beragama.” (HR. Ibnu Majah). Ibnu Abbas r.a. berkata, bahwa Nabi saw. telah bersabda, “Empat perkara, barangsiapa memilikinya berarti dia mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat: hati yang selalu bersyukur, lisan yang selalu berdzikir, badan yang sabar dikala mendapat musibah, dan istri yang dapat menjaga kehormatan diri serta dapat menjaga harta suami.” (HR. Thabrani dalam kitab Al-Kabir dan AlAusath, sedang sanad dalam salah satu dan dua riwayat adalah bagus). Keshalihan diri kita dan pasangan hidup kita adalah modal dasar membentuk keluarga samara. Seperti apakah keluarga samara? Yaitu keluarga dengan karakteristik sebagai berikut: - Keluarga yang dibangun oleh pasangan suami-istri yang shalih dan shalihah. - Keluarga yang anggotanya punya kesadaran untuk menjaga prinsip dan norma Islam. - Keluarga yang mendorong seluruh anggotanya untuk mengikuti fikrah (paradigma) islami. - Keluarga yang anggota keluarganya terlibat dalam aktivitas ibadah dan dakwah, dalam bentuk dan skala apapun. - Keluarga yang menjaga adab-adab Islam dalam semua sisi kehidupan rumah tangga. - Keluarga yang anggotanya melaksanakan kewajiban dan NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
hak masing-masing. - Keluarga yang baik dalam melaksanakan tarbiyatul aulad (proses mendidik anak-anak). - Keluarga yang baik dalam mentarbiyah khadimah (mendidik pembantu). Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benarbenar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. [QS. Ruum (30): 21] Untuk apa Allah memberikan samara kepada pasangan suami-istri muslim? Sebagai modal untuk meraih kebahagiaan. Bukankah tujuan hidup kita sebagai seorang manusia adalah memperoleh kebahagian? Bagi seorang muslim, ada tiga level kebahagiaan yang ingin dicapai sesuai dengan QS. Al-Baqarah (2) ayat 201. “Dan di antara mereka ada orang yang berdoa, “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka” Itulah sebaik-baik doa seorang muslim. Kita bercita-cita meraih kebahagiaan di dunia. Ketika meninggalkan dunia, kita mendapat kebahagiaan di akhirat. Yang dimaksud dengan al-hasanah (kebaikan) di akhirat adalah surga. Tapi, ada orang yang langsung masuk surga dan ada orang yang dibersihkan dulu dosadosanya di neraka baru kemudian masuk surga. Nah, obsesi tertinggi kita adalah wa qinaa adzaaban nar, masuk surga dengan tanpa tersentuh api neraka terlebih dahulu. Sebab, inilah kesuksesan yang sebenarnya bagi diri seorang mukmin. Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. [QS. Ali Imran (3): 185] Karena itu, doa rabbanaa atinaa fiiddunya hasanah… haruslah menjadi syiar yang selalu disenandungkan oleh setiap muslim sepanjang hidupnya di dunia. Ketika seorang muslim dan muslimah menikah, syiar ini bertransformasi menjadi: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan53
53
54
Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim (66): 6) Inilah tugas pokok seorang kepala keluarga: menjaga agar tidak satupun anggota keluarganya tersentuh api neraka. Untuk menunjukkan bahwa tugas ini sangat penting, Allah swt. memvisualisasikan bagaimana dahsyatnya neraka dan tidak nyamannya orang yang masuk ke dalamnya. Bahkan, orang yang masuk ke dalam neraka menjadi bahan bakar. Diperlakukan kasar dan keras. Padahal, kita tidak pernah ridha jika istri kita diganggu orang di jalan, kita marah jika anak kita dilukai orang, kita tidak mau anggota keluarga kita tidak nyaman akibat kepanasan atau kehujanan. Itulah bentuk rasa sayang kita kepada mereka. Seharusnya, bentuk kasih sayang itu juga menyangkut nasib mereka di akhirat kelak. Kita tidak ingin satu orang anggota keluarga kita tersentuh api neraka. Tugas berat ini tentu tak mungkin ditanggung oleh seorang kepala keluarga sendiri tanpa ada keinginan yang sama dari setiap anggota keluarga. Artinya, akan lebih mudah jika seorang suami beristri seorang muslimah yang punya visi yang sama: sama-sama ingin masuk surga tanpa tersentuh api neraka. Inilah salah satu alasan bahwa kita tidak boleh asal dalam memilih pasangan hidup. Karena itu, hubungan suami-istri, orang tua dan anak, adalah hubungan saling tolong menolong. Saling tolong menolong agar tidak tersentuh api neraka. “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [QS. At-Taubah (9): 71] Tolong menolong. Itulah kata kunci pasangan samara dalam mengelola keluarga. Suami-istri itu akan berbagi peran dan tanggung jawab dalam mengelola keluarga mereka. Sungguh indah gambaran pasangan suami-istri yang seperti ini. Suaminya penuh rasa tanggung jawab, istrinya mampu menjaga diri dan menempatkan diri. “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara 54
mereka.” [QS. An-Nisa’ (4): 34] Pasangan suami-istri yang seperti itu sadar betul bahwa keluarga harus dikelola seperti sebuah organisasi. Bukankah keluarga adalah unit terkecil dalam susunan organisasi masyarakat? Bukankah keluarga miniatur sebuah negara? Jadi, kenapa banyak keluarga berjalan tanpa pengorganisasian yang memadai? Jika kita yakin bahwa keluarga adalah sebuah lembaga, maka sebagai lembaga harus terorganisasi. Ada pemimpin ada yang dipimpin. Ikatan antara pemimpin dan yang dipimpin adalah ikatan kerjasama. Kerjasama haruslah punya tujuan yang terukur. Dan tujuan yang ingin dicapai haruslah diketahui bagaimana cara mencapainya. Itu artinya, cara pencapaiannya harus direncanakan. Setiap rencana baru bisa sukses jika diiringin kemauan yang kuat (azzam). Salah satu rahasia keberhasilan realisasi sebuah rencana adalah ketika rencana itu dibuat dengan prinsip syura. Semakin tinggi tingkat partisipasi, maka akan semakin tinggi potensi keberhasilan tujuan itu dicapai. Inilah salah satu rahasia keberhasilan Rasulullah saw. mengelola para sahabat. Karena Rasulullah saw. selain berlemah-lembut, juga mengajak peran aktif mereka dalam bermusyawarah membuat rencana-rencana strategis (lihat QS. Ali Imran (3): 159]. Artinya, keluarga juga akan sukses mencapai tujuan-tujuannya jika menerapkan prinsip syura dalam perencanaannya. Bahkan, untuk urusan menyapih (ibu berhenti memberi ASI) pun harus disyurakan. Ini perintah Allah swt. Silakan lihat QS. Al-Baqarah (2) ayat 233. Jadi, jika ingin tidak ada satu orang keluarga pun tersentuh api neraka, kita harus merencanakannya. Tetapkan ini sebagai visi keluarga kita. Lalu, breakdown agar menjadi sebuah langkah yang aplikatif. Jika kita perinci, kira-kira akan menjadi seperti ini. Visi keluarga kita: Tidak ada satu pun anggota keluarga tersentuh api neraka. Misi keluarga kita: 1. Mencapai derajat takwa yang sebenarnya dan 2. Memperoleh hidup mulia atau mati syahid. Strategi untuk mencapai visi dan misi keluarga kita: 1. Setiap anggota keluarga mengikuti tarbiyah (pendidikan) dalam bentuk tilawah Al-Qur’an, ada proses tazkiyah (pembersihan diri), dan taklim. 2. Setiap anggota keluarga menjalankan ibadah sampai derajat ihsan, dan 3. Setiap anggota keluarga berdakwah dan berjihad fii sabilillah. Wallahu a’lam bishshowab.
NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
MENGENAL SOSOK PRIBADI MUSLIM
sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang paling nyata bagi kalian”. Masuklah ke dalam Islam secara kaffah maksudnya adalah seseorang yang telah beriman diperintahkan oleh Allah SWT untuk memeluk Islam secara sempurna atau secara menyeluruh meliputi seluruh aspek kehidupannya. Berdasarkan petunjuk Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW, sedikitnya ada 10 sifat yang menunujukkan kesempurnaan atau kekaffahannya sebagai seorang muslim. Kesepuluh sifat tersebut adalah sebagai berikut.
1. Salimul Aqidah Aqidah yang bersih (salimul aqidah) merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah SWT dan dengan ikatan yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuanketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah sebagaimana firman-Nya yang artinya: ‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semua bagi Allah Tuhan semesta alam’ (QS 6:162). Karena memiliki aqidah yang salim merupakan sesuatu yang amat penting, maka dalam da’wahnya kepada para sahabat di Makkah, Rasulullah Wahyu Priyono, SE, MM, Kasie DIY-1, BPK RI Perwakilan Provinsi DIY SAW mengutamakan pembinaan aqidah, iman atau tauhid. Ramadhan yang telah kita jalani pada hakikatnya Seseorang yang memiliki aqidah yang bersih adalah bulan tarbiyah (pendidikan), yang mendidik orangorang beriman untuk menjadi orang-orang yang lebih (salimul aqidah) tidak akan mengotori keyakinannya bertakwa kepada Allah SWT, sebagaimana disebutkan kepada Allah SWT dengan keyakinan kepada segala dalam QS. Al-Baqarah ayat 183, “Wahai orang-orang sesuatu selain Allah SWT. Aqidah yang bersih ditandai beriman telah diwajibkan kepada kamu berpuasa dengan meniggalkan sejauh-jauhnya segela bentuk sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang perbuatan menyekutukan Allah SWT dengan tuhan-tuhan sebelum kamu, agar kamu menjadi orang-orang yang lainnya (syirik). Seorang muslim tidak mempercayai ramalan paranormal, pengobatan sang dukun, ramalan bertakwa”. Orang yang bertakwa adalah orang yang siap perbintangan (astrologi), dan takhayul-takhayul lain yang dan selalu berusaha untuk melaksanakan Islam secara berkembang di masyarakat seperti angka keramat, tempat menyeluruh, sebagaimana diperintahkan dalam Al- kermat, jimat, pegangan, hari sial, cincin, keris, dan lainQur’an Surat Al-Baqarah ayat 208, “Wahai orang-orang lain. yang beriman, masuklah kalian dalam Islam secara kaffah. Dan jangan ikuti langkah-langkah syetan karena NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
55
55
56
2. Shahihul Ibadah Ibadah yang benar (shahihul ibadah) merupakan salah satu perintah Rasul SAW yang penting, dalam satu haditsnya; beliau menyatakan: ’shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.’ Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah Rasul SAW yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau pengurangan. Shalat, puasa, zakat, dan haji serta ibadah-ibadah lainnya sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW mengenai kapan dan bagaimana tata caranya, sehingga kita tidak perlu mengarang-ngarang sendiri. Jika kita membuat-buat aturan sendiri terhadap tata cara peribadatan yang sudah diatur secara jelas oleh Allah dan Rausulullah, kita bisa jatuh dalam perbuatan sesat. Banyak kasus bagaimana orang-orang jatuh dalam perbuatan sesat dalam beribadah kepada Allah SWT. Ada aliran satrio paningit, ada aliran Lia Aminudin, ada aliran Wetu Telu, dan aliran-aliran lain yang menyimpang dari tuntunan Rasulullah SAW. Termasuk pemaknaan jihad yang keliru akan menimbulkan kekerasan yang dilarang oleh Islam itu sesndiri. 3. Matinul Khuluq Akhlak yang kokoh (matinul khuluq) atau akhlak yang mulia merupakan sikap dan prilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk-makhluk-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat. Karena begitu penting memiliki akhlak yang mulia bagi umat manusia, maka Rasulullah SAW diutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah mencontohkan kepada kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan oleh Allah di dalam Al-Qur’an, Allah berfirman yang artinya: ‘Dan sesungguhnya kamu benar- benar memiliki akhlak yang agung’ (QS 68:4). 4. Qowiyyul Jismi Kekuatan jasmani (qowiyyul jismi) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat atau kuat, apalagi perang di jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya. Oleh karena 56
itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu kadangkadang terjadi, dan jangan sampai seorang muslim sakitsakitan. Karena kekuatan jasmani juga termasuk yang penting, maka Rasulullah SAW bersabda yang artinya: ‘Mu’min yang kuat lebih aku cintai daripada mu’min yang lemah’ (HR. Muslim). 5. Mutsaqqoful Fikri Intelek dalam berpikir (mutsaqqoful fikri) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang penting. Karena itu salah satu sifat Rasul adalah fatonah (cerdas) dan Al-Qur’an banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia untuk berpikir, misalnya firman Allah yang artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: ‘pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.’ Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan.’ Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir (QS 2:219). Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai dengan aktivitas berpikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Bisa kita bayangkan, betapa bahayanya suatu perbuatan tanpa mendapatkan pertimbangan pemikiran secara matang terlebih dahulu. Oleh karena itu Allah mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan intelektualitas seseorang sebagaimana firman-Nya yang artinya: Katakanlah: samakah orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui, sesungguhnya orang-orang yang berakalah yang dapat menerima pelajaran (QS 39:9). 6. Mujahadatun Linafsihi Berjuang melawan hawa nafsu (mujahadatun linafsihi) merupakan salah satu kepribadian yang harus ada pada diri seorang muslim, karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan dan kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu. Oleh karena itu hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam. Rasulullah NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
SAW bersabda yang artinya: Tidak beragama seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran islam) (HR. Hakim). 7. Harishun ‘ala Waqtihi Pandai menjaga waktu (harishun ala waqtihi) merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu itu sendiri mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT banyak bersumpah di dalam Al-Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan sebagainya. Allah SWT memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama setiap, Yakni 24 jam sehari semalam. Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak sedikit manusia yang rugi. Karena itu tepat sebuah semboyan yang menyatakan: ‘Lebih baik kehilangan jam daripada kehilangan waktu.’ Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi. Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk mengelola waktunya dengan baik, sehingga waktu dapat berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi SAW adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin. 8. Munazhzhamun fi Syu’unihi Teratur dalam suatu urusan (munzhzhamun fi syuunihi) termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al-Qur’an maupun sunnah. Oleh karena itu dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik. Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan bekerja sama dengan baik sehingga Allah menjadi cinta kepadanya. Dengan kata lain, suatu udusán dikerjakan secara profesional, sehingga apapun yang dikerjakannya, profesionalisme selalu mendapat perhatian darinya. Bersungguh-sungguh, bersemangat dan berkorban, adanya kontinyuitas dan berbasih ilmu pengetahuan merupakan diantara yang mendapat perhatian secara serius dalam menunaikan tugas-tugasnya.
lain yang harus ada pada seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian, terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Karena itu pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya raya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah, dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al-Qur’an maupun hadits dan hal itu memilik keutamaan yang sangat tinggi. Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik, agar dengan keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah Swt, karena rizki yang telah Allah sediakan harus diambil dan mengambilnya memerlukan skill atau ketrampilan. 10. Naafi’un Lighoirihi Bermanfaat bagi orang lain (nafi’un lighoirihi) merupakan sebuah tuntutan kepada setiap muslim. Manfaat yang dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaannya karena bermanfaat besar. Maka jangan sampai seorang muslim adanya tidak menggenapkan dan tidak adanya tirák mengganjilkan. Ini berarti setiap muslim itu harus selalu berpikir, mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dalam hal-hal tertentu sehingga jangan sampai seorang muslim itu tidak bisa mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya. Dalam kaitan inilah, Rasulullah saw bersabda yang artinya: sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain (HR. Qudhy dari Jabir). Demikian secara umum profil seorang muslim yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadits, sesuatu yang perlu kita standardisasikan pada diri kita masing-masing. Demikianlah sepuluh sosok pribadi muslim yang mestinya dimiliki oleh setiap muslim agar menjadi orang-orang yang bertakwa, sehingga akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Amin.
9. Qodirun ‘alal Kasbi Memiliki kemampuan usaha sendiri atau yang juga disebut dengan mandiri (qodirun alal kasbi) merupakan ciri NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
57
57
Tinjauan Kehumasan Sidang Pansus Hak Angket Kasus Bank Century:
Ketika Politik Kian Bersahabat dengan Industri Hiburan
58
Gunawan Wisaksono (Staf di Direktorat Evaluasi dan Pelaporan Pemeriksaan, BPK RI)
K
asus dana talangan (bailout) Bank Century senilai Rp6,7 triliun selalu menjadi top news media-media masa nasional hingga awal tahun 2010 ini. Kedahsyatan topik pemberitaan seputar bailout Bank Century tak hanya menyesaki benak rakyat jelata namun sampai juga menghinggapi para elit di negeri ini. Tidak tanggung-tanggung, kasus ini menyeret nama-nama pejabat yang sedang berkuasa dan mantan pejabat negara. Keriuhan pemberitaan Century hanya mampu ditandingi pemberitaan seputar meninggalnya mantan Presiden, K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Entah karena tekanan publik atau memang melihat adanya big fish secara politik, DPR merespon kasus ini dengan membentuk Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Pengusutan Kasus Bank Century pada tanggal 1 Desember 2009. Partai yang semula tidak mau menyentuh kasus ini pun akhirnya berbalik arah mendukung pembentukan Pansus. Itulah realitas politik, anak panah politik hanya akan dilesakkan sesuai kemana angin politik berhembus meskipun seringkali angin itu bertentangan dengan nurani. Tetapi apa boleh buat, dalam politik yang ada hanyalah kepentingan semata. Hari ini kita berkawan, esok hari bisa jadi lawan. Hari ini partai saling berkoalisi, esok hari pecah kongsi. Asas Transparansi kepada Publik Upaya pengungkapan kasus Bank Century secara transparan ternyata tidak hanya menjadi domain Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai auditor negara. Asas transparansi rupanya juga ”diamalkan” oleh media massa baik cetak maupun elektronik dalam menyiarkan kabut kelam Bank Century. Beberapa stasiun televisi bahkan menyiarkan secara langsung (live) proses penyelidikan oleh Pansus. Melalui siaran langsung tersebut publik dapat mengetahui secara transparan setiap proses pengambilan keputusan di Lembaga Perwakilan. Dengan demikian
58
NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
”Tingginya rating ”Reality Show” pemberitaan kasus-kasus politik tidak dapat dilepaskan dari perilaku politisi-politisi yang terlibat dalam sidang Pansus” diharapkan tidak ada dusta antara wakil rakyat dengan rakyat dalam proses pengambilan kebijakan. Sebagai konstituen, publik berhak mengetahui secara transparan setiap proses kebijakan yang berpengaruh terhadap hajat hidup orang banyak. Pengambilan keputusan di lembaga perwakilan diharapkan tidak terkontaminasi tangan-tangan gaib (invisible hand). Setidaknya melalui siaran langsung sidang seperti ini dapat diketahui bagaimana arah dan proses pengambilan keputusan, siapa wakil rakyat yang sungguh-sungguh memperjuangkan keadilan, dan siapa yang hanya menjadi penumpang gelap (free rider). Layaknya tontonan pertandingan liga sepak bola di Eropa, dalam program siaran langsung Sidang Pansus Angket Bank Century tersebut juga diundang para komentator untuk mengulas jalannya sidang. Model siaran ini diharapkan membantu pemahaman masyarakat terhadap proses kebijakan bail out ataupun istilah-istilah yang mungkin rumit dimengerti. ”Reality Show” di Panggung Politik Tiap adegan sidang pansus ternyata mendapat respon besar dari masyarakat. Rating siaran langsung sidang Pansus berhasil mengungguli program-program entertainmen. Sebagai contoh, siaran langsung sidang Pansus di TV One, mampu meraih rating tiga dan audience share dua digit ketika menghadirkan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Wakil Presiden Boediono, dan Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Biasanya, program televisi yang mampu meraih rating tiga ke atas dan share dua digit adalah program hiburan (Kompas, 24/1/2009). Hal ini merupakan babak baru dalam pertelevisian Indonesia dimana acara yang sifatnya ”berat” mampu menembus dominasi acara-acara hiburan. Layaknya scene dalam sinetron sungguhan, adegan demi adegan perseteruan panas diperagakan wakil rakyat baik saat di dalam sidang maupun di luar ruangan sidang Pansus. Betapa tidak, di dalam sidang Pansus, misalnya, masyarakat bisa melihat adegan saling memaki antar Pimpinan dengan Anggota Pansus atau antar sesama Anggota Pansus. Sementara itu peristiwa di luar sidang juga tak kalah seru, terjadi psywar dan saling tuntut antara anggota Pansus dengan pihak yang diselidik. Semua itu bukan program reality show yang berisi rekaan belaka. Emosi masyarakat yang menonton mampu dibuat naik turun dengan kelakuan wakil rakyat yang terhormat ini. Manifestasi berupa respon positif maupun kegeraman publik terhadap ulah para wakil rakyat dapat dilihat dari komentarkomentar via media jejaring sosial seperti facebook ataupun twitter. NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
Gencarnya peliputan sidang Pansus khususnya oleh media televisi maupun cetak melahirkan selebriti-selebriti di Lembaga Perwakilan. Satu persatu anggota pansus mendadak menjadi selebriti yang ketenarannya tak kalah dengan artis dunia hiburan. Dahulu, telinga masyarakat mungkin hanya mengakrabi nama-nama Pimpinan DPR saja. Tetapi dewasa ini, seperti pada kasus booming pemberitaan Bank Century, namanama wakil rakyat menjadi akrab ditelinga kita seperti Ruhut Sitompul, Gayus Lumbuun, Maruarar Sirait, Andi Rahmat, Akbar Faisal, hingga Bambang Soesatyo. Tingginya rating ”Reality Show” pemberitaan kasuskasus politik tidak dapat dilepaskan dari perilaku politisi-politisi yang terlibat dalam sidang Pansus. Saat ini tokoh-tokoh politik sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari industri hiburan. Bahkan setidaknya dalam dua tahun belakangan ini berita-berita seputar tokoh politik dan aktifitasnya sudah memiliki program acara televisi tersendiri bahkan politisi sudah menjadi obyek para pemburu berita gosip. Menghadiri program wawancara dengan media dan talkshow sudah menjadi bagian dari rutinitas keseharian. Akibatnya, kebutuhan untuk menjaga penampilan menjadi tuntutan bagi para politisi. Tak kalah dengan selebritis panggung hiburan, penampilan para anggota Pansus Century pun terlihat ”dandy”. Mereka tampil dengan dandanan klimis berbalut jas atau baju batik berkelas. Tuntutan akan penampilan menjadi sangat penting ketika dunia politik kian erat bersahabat atau bahkan sudah menjadi bagian dari industri hiburan seperti saat ini. Ibarat pepatah sambil menyelam minum air, selain mencoba membuka tabir kelam kasus Century, para wakil rakyat ini sebenarnya juga melakukan proses marketing dan pencitraan (image) atas diri mereka. Ada yang melakukan pencitraan kepada masyarakat dalam bentuk kesantunan tutur kata, kerapian berpakaian, hingga bobot pembicaraan. Namun ada pula wakil rakyat di Pansus yang mencoba menarik perhatian masyarakat dengan tindakan-tindakan yang provokatif. Apapun model pencitraannya, yang jauh lebih penting adalah segala perbuatan mereka dapat dipertanggungjawabkan kepada para konstituen yang telah memilih. Meskipun dalam perkembangan saat ini panggung politik sudah menjadi bagian dari industri hiburan, pada hakekatnya dunia politik sangat berbeda dengan industri hiburan. Panggung politik bukanlah panggung sandiwara yang jalannya cerita bisa diatur oleh sang sutradara. Panggung politik adalah panggung agregasi dan penyaluran aspirasi suara anak bangsa. Oleh karena itu sudah semestinya akhir cerita panggung politik didasarkan pada suara hati nurani rakyat. Keputusan politik pun idealnya dipersembahkan untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat bukan untuk memperbesar kelanggengan penguasa.
59
59
Green Tip
Tips
F
60
hemat penggunaan AC
aktanya, lebih dari 50% konsumsi energi listrik di rumah adalah untuk alat penyejuk udara, atau air conditioner (AC). Di kantor, angka ini naik hingga 70%. Sementara, saat ini pemadaman listrik terjadi secara rutin. Solusinya? Dengan mengurangi penggunaan AC kita tidak hanya bisa menghemat uang, listrik dan memperpanjang umur AC, namun juga ikut membantu agar listrik tidak ‘byar-pet’ terus. Siapa takut? Kita mulai dari awal.Sebenarnya, apakah kita memang memerlukan AC ini? Kan, solusi yang paling hemat dan ramah lingkungan adalah untuk simpanatau jual ACnya dan buka lebar-lebar jendela kita untuk menikmati AC alam. Kan, fungsi AC adalah untuk menyejukkan ruangan bukan untuk mendinginkan atau apalagi membuat orang beku. Realitanya, jaman sekarang ini sudah sulit untuk tinggal di rumah di daerah perkotaan yang dibangun dengan menggunakan ventilasi alami, tanpa AC. Seringkali kita terpaksa menggunakan AC karena tidak tahan akan panasnya udara. Untungnya, banyak sekali langkah yang dapat kita terapkan untuk menghemat penggunaan AC. Begini caranya: • Pilih AC hemat energi AC harus mampu menyejukkan ruangan secara cepat. Dengan ukuran evaporator pendingin dan kipas yang lebih besar, maka akan lebih cepat mendinginkan ruangan secara alami dan seimbang. •P ilih AC dengan freon yang ramah lingkungan Freon adalah bahan cair yang menghasilkan dingin dalam ACnya. Pilih AC dengan freon yang ramah lingkungan, seperti freon hidrokarbon. • Tentukan Kapasitas AC (PK) Sering terjadi, konsumen membeli AC dengan kapasitas (PK) yang lebih besar dari kebutuhanya, sehingga tidak efisien dan boros energi. Alhasil, tagihanya naik terruusssss! Maka, pilih kapasitas AC yang tepat, dengan acuan kapasitas berkisar antara 600 BTU/jam/m2. • Pakai timer agar AC beroperasi hanya pada saat dibutuhkan Gimana rasanya saat bangun pagi dalam ruangan yang super dingin sebab AC menyala terus semalaman? Badan pasti terasa gak enak kan? AC tidak perlu dipakai sepanjang kita tidur. Sebaiknya hidupkan AC seperempat jam sebelum saat tidur, dan timernya di set selama 1-2 jam mati otomatis. Kalau ACnya sudah mati, ruangnya akan tetap dingin selama beberapa jam kemudian. Untuk siang hari, usahakan mematikan AC, jika akan meninggalkan ruangan dalam waktu relatif lama. • Atur suhu AC dengan thermostat Untuk aktivitas sehari-hari, atur suhu AC yang paling optimal dari sisi kenyamanan dan pemakaian energi (tidak lebih dingin dari 25 °C), yaitu 3-5°C lebih rendah dari suhu di luar 60
ruangan) . Ingat: setiap kenaikan temperatur 1°C dapat menurunkan konsumsi energi sebesar 3-5% (BPPT). Lumayan! • Bersihkan filter AC, coil kondensor dan sirip AC secara teratur, tiap 3 bulan D e n g a n memelihara AC secara rutin, kamu mampu menghemat listrik sampai dengan 20%. Energi yang dikonsumsi peralatan pendingin akan lebih rendah 10% pada kondensor yang tidak terkena sinar matahari secara langsung. Terganggunya sirkulasi udara karena debu yang menumpuk, menyebabkan kondensor mengkonsumsi lebih banyak listrik. • Gunakan penutup pada bagian ruangan yang terkena sinar matahari langsung • Usahakan pintu, jendela dan ventilasi udara selalu tertutup saat AC menyala. • Gunakan lampu ruangan yang memiliki temperatur kerja rendah. • Ganti AC yang sudah tua Untuk alat AC yang telah berumur lebih dari 10 tahun, pemakaian energi akan lebih besar 30-50% dibandingkan dengan peralatan pendingin dengan teknologi baru. Belum puas? Coba tips yang berikut • gunakan lampu induksi yg tidak panas sehingga beban ac tidak terlalu berat • pasang solar chimney • naikin plafon, terus di bawah atap taruh material penahan panas • rubah jendela supaya lebih lebar, maksimalkan jalusi • warna cat tembok, kebiruan mendorong adanya feeling lebih cool daripada misalnya kuning gading • pasang ceiling fan • rumah dengan dinding dari kayu rasanya lebih sejuk • jika terpaksa pakai AC, hindari menempatkan peralatan elektronik di bawah atau di dekat indoor unit. Sumber: Iwa Garniwa, Tips hemat energy pada Tata Udara; milis Greenlifestyle
tri/www.greenlifestyle.or.id/
NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
61
NO 120/ Edisi Oktober-Desember 2009/Tahun XXIX
61
BPK terpilih masa jabatan 2009-2014 menerima ucapan selamat dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Pada Senin 26 Oktober 2009, memenuhi amanat Pasal 16 ayat (2) UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, Ketua BPK RI, Drs. Hadi Purnomo, Ak. dan Wakil Ketua BPK RI, Dr. Ir. Herman Widyananda, S.E., M.Si. mengucapkan sumpah jabatan yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung, Harifin A Tumpa di Gedung Mahkamah Agung Jakarta. Pengucapan sumpah dihadiri oleh para Anggota BPK RI, yaitu Anggota I BPK Dr. Moermahadi Soerja Djanegara, Anggota II BPK Drs. Taufiequrachman Ruki, S.H., Anggota III BPK Hasan Bisri, S.E., M.M., Anggota IV BPK Dr. Ali Masykur Musa, M.Si., Anggota V BPK Drs. Sapto Amal Damandari, Ak., Anggota VI BPK Dr. H. Rizal Djalil, dan Anggota VII BPK Drs. T. Muhammad Nurlif. Drs. Hadi Purnomo, Ak. dan Dr. Ir. Herman Widyananda, S.E., M.Si terpilih secara sah sebagai ketua dan wakil ketua BPK RI dalam Sidang Anggota BPK RI yang berlangsung pada Rabu (21/10) dan telah ditetapkan dengan Keputusan Sidang Anggota BPK RI No.11/KXIII.2/10/2009. Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua tersebut dilaksanakan melalui pemungutan suara secara bebas dan rahasia oleh sembilan Anggota BPK sesuai dengan Pasal 15 ayat (2) UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. *www.bpk.go.id