1 NASKAH PUBLIKASI Hubungan Antara Dorongan ... - Psikologi

31 downloads 193 Views 59KB Size Report
Hubungan Antara Dorongan Mencari Sensasi (Sensation Seeking) dengan. Kenakalan pada Remaja (Juvenile Delinkuen). Telah Disetujui Pada Tanggal.
1

NASKAH PUBLIKASI Hubungan Antara Dorongan Mencari Sensasi (Sensation Seeking) dengan Kenakalan pada Remaja (Juvenile Delinkuen)

Telah Disetujui Pada Tanggal

Dosen Pembimbing Utama (Bapak Thobagus Muh Nu’man, S.Psi)

2

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...................................................................................

i

HALAMAN PENGESAHAN

...................................................................

ii

.............................................................................................

iii

..................................................................................................

iv

PENGANTAR .....................................................................................

1

DAFTAR ISI INTISARI A.

A. B.

C.

D.

Latar Belakang Masalah ......................................................

1

TINJAUN PUSTAKA .......................................................................

7

1.

Kenakalan Remaja ................................................................

7

2.

Dorongan Mencari Sensasi ..................................................

9

METODELOGI PENELITIAN ....................................................... 11 1.

Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian ............................... 11

2.

Subyek Penelitian ................................................................. 12

3.

Metode Pengumpulan Data .................................................. 12

4.

Metode Analisis Data ..........................................................

13

HASIL PENELITIAN ........................................................................ 13 1.

Uji Asumsi .........................................................................

13

a. Uji Normalitas ................................................................. 13 b. Uji Linieritas .................................................................... 2.

14

Uji Hipotesis ........................................................................... 14

3

3. Analisis Tambahan ................................................................. 15 E.

PEMBAHASAN ................................................................................. 15

F.

KESIMPULAN ................................................................................... 19

G.

SARAN ................................................................................................ 19

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 20

4

Hubungan Antara Dorongan Mencari Sensasi (Sensation Seeking) dengan Kenakalan pada Remaja (Juvenile Delinkuen) Rizkia Delly Thobagus Muh Nu’man, S.Psi,

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan positif antara dorongan mencari sensasi (sensation seeking) dengan kenakalan pada remaja (juvenile delinkuen). Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif antara dorongan mencari sensasi (sensation seeking) dengan kenakalan pada remaja (Juvenile Delinkuen). Semakin tinggi dorongan mencari sensasi seseorang maka kenakalannya semakin tinggi dan semakin rendah sensation seeking seseorang maka kenakalanya juga rendah Subyek dalam penelitian ini adalah pelajar SMU yang berjenis kelamin perempuan dan lakilaki yang berusia 14 tahun sampai dengan 18 tahun. Adapun skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil modifikasi skala sensation seeking dari Zuckerman (1979) yang berjumlah 24 aitem, mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh Zuckerman (dalam Rachmahana, 2002) dan skala kenakalan yang mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh dan Jensen (dalam Sarwono, 2002 ) yang berjumlah 38 aitem. Metode analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan uji korelasi product moment dari Spearman. Hasil analisis menunjukkan besarnya koefisien korelasi sebesar r = 0,812 ; dan p =0,000 ( p < 0,01 ) . Hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi positif yang sangat signifikan antara dorongan mencari sensasi dengan kenakalan pada remaja, sehingga hipotesis yang diajukan dapat diterima. Sedangkan sumbangan efektif yang diberikan variabel dorongan mencari sensasi terhadap variabel kenakalan pada remaja sebesar 85,8% % yang berarti masih ada 14,2 % faktor lain yang mempengaruhi tingkat kenakalan pada remaja. Kata Kunci : Sensation Seeking, Juvenile Delinkuen.

5

A. PENGANTAR

1. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa baik secara psikologis maupun fisik. Perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada remaja adalah merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja. Sementara perubahanperubahan psikologis muncul antara lain karena adanya perubahan-perubahan fisik pada diri remaja. Sarwono (1988). Fase remaja terdiri atas remaja awal (11-14 tahun), remaja pertengahan (14-17), dan remaja akhir berusia (17-20). Kapla & Sadock (dalam Indra. J, Haniman. F dan Moeljohardjono. H 2000) Saat jaman berubah dengan cepat dan remaja tidak bisa menyelesaikan tugas perkembangan dengan baik maka akan menyebabkan remaja sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar sehingga timbul rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, akan cenderung berperilaku asosial ataupun anti sosial. Bahkan lebih ekstrim bisa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindak kriminal dan tindak kekerasan. (Mu’tadin,2002) Kasus narkoba yang berhasil diungkap jajaran Polda Jateng meningkat dalam empat tahun terakhir. Pada periode 2004 – 2007, kasus narkoba di Jateng -rata-rata mengalami kenaikan 16,82% tiap tahun. Jumlah tersangka rata-rata naik 2,45%. Kenaikan ini disebabkan oleh tingkat kerawanan sosial yang tinggi di Jateng. Di provinsi berpenduduk 32,4 juta jiwa ini, setidaknya 6,54% penduduknya berstatus

6

pengangguran.Angka putus sekolah juga tinggi, yakni SD 0,75%,SMP 1,24%,dan SMA 0,94%. ”Kondisi ini cenderung meningkatkan kenakalan remaja, mulai dari tawuran, tindak kriminal, narkoba, dan pekerja seks anak. (SINDO, 30 agustus 2007) Dari kasus diatas memperlihatkan bahwa dari tahun ketahun perilaku menyimpang atau delinkuen pada remaja mengalami peningkatan dan banyak dari para remaja tidak lagi hanya berperilaku delinkuen tapi sudah mengarah pada suatu tindak-tinadakan yang anarkis, tindakan ini tidak hanya merugikan bagi remaja yang mengalaminya tetapi juga bagi masyarakat. Ada banyak faktor yang penyebabkan remaja berperilaku delinkuen. Menurut Kartono (2005) delinkuen terjadi karena remaja gagal dalam mengontrol dorongandorongan instinktifnya, dan menyalurkan dorongan-dorongan primitifnya lewat perbuatan delinkuen yang dianggap memiliki nilai lebih. Jika seorang remaja melakukan suatu tindakan kejahatan yang mencolok dan mendapat reaksi sosial yang hebat dari lingkunganya maka remaja akan semakin mengintensifkan perbuatannya sebagai cara pembelaan diri dan merasa mendapat perhatian dari orang lain. Penelitian yang dilakukan oleh Lynam ( dalam Steinhauer, Raine A, Loeber R, Stouthhamer M, 2003) bahwa Status ekonomi mempengaruhi perilaku delinkuen, individu yang berada dalam lingkungan kecil dengan statu ekonomi yang serba terbatas akan lebih mungkin mengekspresikan dorongan mencari sensasi dalam tindakan anti sosial dibandingkan prososial seperti perilaku delinkuen. Dari hal diatas dapat memperlihatkan bahwa remaja berperilaku delinkuen sebagai cara untuk mengekspresikan dorongan mencari sensasinya, seperti keinginan

7

untuk mencoba-coba mencari pengalaman baru yang menggairahkan, dan melakukan eksperimen yang merangsang jiwa mereka dan adanya status ekonomi yang rendah, adanya ketidakmampuan remaja mengelola masalah yang membuat remaja berperilaku delinkuen. B. TINJAUN PUSTAKA 1. Kenakalan Remaja Menurut Sudarsono, (2004) kenakalan remaja adalah perbuatan atau pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan oleh anak remaja yang bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan menyalahi norma-norma agama. Sedangkan menurut Moedikdo (dalam Asriyati 2003) bahwa kenakalan remaja adalah semua perbuatan penyelewengan dari norma-norma tertentu yang dapat menimbulkan keonaran dalam masyarakat dan melanggar norma hukum dan norma sosial yang ada. Dan menurut Sarwono (1994) delinkuensi atau kenakalan remaja yaitu suatu perilaku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana dan dilakukan oleh orang yang belum dewasa. Seorang remaja berperilaku delinkuen menurut Kartono (2005) karena dimotivasi oleh keinginan untuk mendapat perhatian, status sosial dan keinginan mendapatkan penghargaan dari lingkungan masyarakat, remaja tersebut tidak memiliki kesadaran sosial dan kesadaran moral, tidak ada pembentukan ego dan super ego dalam dirinya. Mental dan kemaunnya menjadi lemah hingga impulsimpuls, dorongan-dorongan dan emosinya tidak terkendali lagi. Tingkah lakunya jadi liar, berlebih-lebihan, fungsi-fungsi psikisnya tidak bisa diintegrasikan, hingga

8

kepribadiannya menjadi khaotis dan menjurus pada psikotis sehingga remaja akan mudah terlibat dalam kenakalan remaja. (Kartono,2005) Remaja delinkuen biasanya membuat suatu gang tersendiri untuk mencari kompensasi bagi segala kekurang pada dirinya, mereka merasa masyarakat luas dan keluarga menolak dan memusihi dirinya, juga menghambat mereka untuk menjadi dirinya dan bertingkah laku sesuai dengan keinginannya. Hal ini yang membuat remaja sering merasa bingung, frustasi dan mengalami kebingungan dan kemudian mereka saling bersimpati dan membentuk suatu gang yang bertujuan untuk mencari pengalaman baru yang menggairahkan dan melakukan eksperimen yang merangsang jiwa mereka. Dari permainan yang tadinya netral atau biasa-biasa saja dan menyenangkan hati, lama-kelamaan perbuatan mereka semakin liar dan tidak terkendali, dan diluar kontrol orang dewasa dan berubah menjadi tindak kekerasan dan kejahatan. a. Aspek-Aspek kenakalan remaja mencakup 1. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik seperti perkelahian, perkosaan, perampok, pembunuhan. 2. Kenakalan yang menimbulkan korban materi seperti mencuri, merusak, mencopet, memeras. 3. Kenakalan yang merugikan dirinya dan orang lain seperti pelacuran, penyalahgunaan obat terlarang, kebut-kebutan dijalan raya. 4. Kenakalan yang melawan status seperti membolos, membantah orang tua, kabur dari rumah

9

3. Sensation Seeking Dorongan mencari sensasi atau sensation seeking menurut Zuckerman (dalam Rachmana, 2002) adalah sebuah sifat (trait) yang ditandai oleh kebutuhan berbagai macam sensasi dan pengalaman-pengalaman yang baru, luar biasa dan kompleks, serta kesediaan untuk mengambil resiko, baik fisik, sosial, hukum maupun finansial, untuk memperoleh suatu pengalaman seperti melakukan kebut-kebutan di jalan, mencopet, mabuk-mabukan, pemerasan, tawuran pelajar dan lain sebagainya. Sedangkan Menurut Cahandra, Khrisna, Benegal dan Ramakrisna (2003) dorongan mencari sensasi adalah suatu kecenderungan individu untuk mencari pengalaman baru, meningkatkan kegairahan dan mencari rangsangan yang optimal. Menurut Gatzke-Kopp, L.M., Raine, A., Loeber, R., Stouthamer-Loeber, M., Steinhauer, S.R (2002) berpendapat bahwa individu pencarian sensasi sering bertujuan untuk mendapatkan kegairahan dan meningkatkan rangsangan yang optimal dan akan cenderung mencari stimulus baru dan luar biasa, mungkin saja berbahaya bagi orang lain dan yang akan menimbulkan kecemasan dan perasaan tidak menyenangkan. Dalam penelitiannya juga mereka mengatakan bahwa seseorang berperilaku delinkuen

karena dipengaruhi oleh faktor psikologis seperti status

ekonomi, IQ, dan impulsivitas. Kebutuhan akan taraf arousal yang optimal ini akan selalu mempengaruhi kinerja seseorang individu dalam berbagai situasi yang dihadapi, seorang individu akan tetap melakukan berbagai hal untuk mendapatkan stimulus dan situasi baru yang

10

didasari oleh dorongan utama walaupun saat itu kebutuhan biologis telah terpenuhi.. (Franken 1982) Menurut Rachmana (2002) teori arousal atau tentang motivasi bahwa dalam berperilaku individu selalu berusaha mempertahankan tingkat arousal yang dimiliki agar setaraf dengan tingkat arousal yang ideal. Individu akan merasa tidak nyaman ketika pada tingkat arousalnya terlalu rendah ( pada saat seseorang mengantuk atau merasa bosan) atau terlalu tinggi (ketika muncul rasa takut, cemas atau rasa panik yang kuat) a. Aspek-aspek Sensation Seeking Aspek perlaku sensation seeking berdasarkan konsep Zukerman (dalam Rachmana, 2000) komponen-komponen yang terdapat pada sensation seeking yaitu : 1. Pencarian Gairah dan Petualangan (thrill and adventure seeking) Yaitu keinginan untuk terlibat dalam aktivitas fisik, beresiko tinggi dan mengandung unsur petualangan, yang mengandung aspek kecepatan (speed) bahaya (danger) serta sesuatu yang baru dan luar biasa (novelty) seperti misalnya olah raga resiko tinggi atau aktivitas lain yang berkaitan dengan aspek penyimpangan 2. Pencarian Pengalaman baru ( experience seeking) Yaitu kecenderungan untuk melakukan aktivitas tertentu yang bertujuan untuk mendapatkan pengalaman baru melalui pikiran dan sensasi, dengan cara bepergian melalui aktivitas seni atau musik atau aktivitas yang menolak kebiasaan umum, kejutan (surprise) dan individu terdorong untuk

11

mengeksploitasi stimulus-stimulus yang mengandung sejumlah informasi baru misalnya bergabung dengan kelompok homoseksual atau komunitas seniman 3. Perilaku tanpa ikatan ( disinhibition) Yaitu sesuatu yang dilakukan karena individu mengetahui bahwa perilaku tersebut menyimpang dari kebiasaan umum atau tidak disetujui oleh teman, lingkungan mereka. Perilaku ini biasanya tanpa aktivitas sosial yang bebas (tanpa ikatan) seperti mabuk bersama secara berlebih, berganti-ganti pasangan intim atau berpesta diluar batas. 4. Mudah merasa bosan ( beredom susceptibility). Yaitu penolakan terhadap hal-hal yang bersifat rutin, berulang, mudah ditebak atau penolakan terhadap orang-orang yang dianggap membosankan. Pada saat seseorang individu merasa bosan, maka individu mencari cara untuk membuat mereka merasa tertarik atau segera mencari aktivitas-aktivitas baru penambahan stimulasi ini merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kegembiraan dan kepuasan..

C. METODELOGI PENELITIAN 1. Identifikasi Vriabel-Variabel Penelitian a. Variabel tergantung

: Kenakalan Remaja (Juvenile Delinkuen)

b. Variabel bebas

: Dorongan Mencari Sensai (Sensation Seeking)

12

2. Subyek Penelitian Subyek penelitian ini adalah siswa-siswi Siswa SMU Muhammadiyah 2 Pemalang dengan ciri-ciri berjenis kelamin laki-laki atau perempuan yang berusia antara 14-18 tahun. 3. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan dua macam data yang dikumpulkan dari subyek, yaitu data tentang Sensation Seeking dan data tentang Kenakalan Remaja. Data penelitian ini diperoleh dengan menggunakan skala sebagai instrument pengumpulan data. Terdapat dua skala yang akan digunakan dalam penelitian yaitu skala Mencari Sensation Seeking dan skala Kenakalan Remaja. 1. Sensation Seeking Alat ukur untuk mengungkap dorongan mencari sensasi (Sensation Seeking) modifikasi dari Zuckerman(1979). Alat ukur ini terdiri dari 40 aitem yang mengungkap aspek-aspek pencarian gairah dan petualangan, pencarian pengalaman, perilaku tanpa ikatan dan mudah merasa bosan. Apabila hasil skor skala tinggi, maka sensation seekingnya tinggi. 2. Kenakalan Remaja Alat ukur yang akan digunakan untuk mengungkap perilaku Kenakalan Remaja adalah skala berperilaku Kenakalan Remaja. Alat ukur tersebut berupa angket yang disusun berdasarkan aspek-aspek yang mempengaruhi perilaku Delinkuen dari Jensen (dalam Sarwono, 2002) yang terdiri dari 40 aitem. Adapun aspek-aspek tersebut adalah delinkuensi yang menimbulkan korban fisik, delinkuensi yang

13

menimbulkan korban materi, delinkuensi yang merugikan dirinya dan orang lain, delinkuensi yang melawan status. 3. Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan analisis statistik yang digunakan secara kuantitatif. Penguji hipotesis pada penelitian ini menggunakan uji bivariate correlation dengan teknik korelasi dari Spearman yang terdapat pada program statistic SPSS 12 for windows XP.

D. HASIL PENELITIAN 1. Uji Asumsi Sebelum melakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan uji linieritas. Uji normalitas dan uji linieritas merupakan syarat sebelum dilakukan pengetesan nilai korelasi, dengan maksud agar kesimpulan yang ditarik tidak menyimpang dari kebenaran yang seharusnya ditarik

(Hadi,

1996). a. Uji Normalitas. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sebaran dari skor jawaban subyek normal atau tidak dengan menggunakan teknik one-sample KolmogorofSmirnov Test dari program SPSS 12.0 for windows untuk skala Sensation Seeking diperoleh K-SZ = 1,667dengan p = 0,029 karena nilai p