Rating Scale (HARS) untuk mengidentifikasi gejala kecemasan menurut Max ...
sidnrom premenstruasi juga mengalami gejala kecemasan yakni sebanyak 26.
1 TINGKAT KECEMASAN PADA MAHASISWI YANG MENGALAMI SINDROM PREMENSTRUASI DI ASRAMA LILI UNIVERSITAS ADVENT INDONESIA BANDUNG ANXIETY LEVEL IN STUDENTS WITH PREMENSTRUAL SYNDROME IN BANDUNG ADVENTIST UNIVERSITY OF INDONESIA Alen Albertina singal Universitas Advent Indonesia bandung
ABSTRAKSI Penulisan skripsi ini dilatar belakangi oleh pengalaman peneliti yang mengalami gejala sindrom premenstruasi selama berkuliah di Universitas Advent Indonesia Bandung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat kecemasan pada mahasiswi yang mengalami sindrom premenstruasi. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Populasi penelitian adalah 142 mahasiswi di asrama Lili, dan diambil 40 orang sebagai sampel dengan menggunakan metode Purposive Sampling. Instrumen yang digunakan adalah modifikasi dari Shortened Premenstrual Assessment Form (SPAF) untuk mengidentifikasi gejala sindrom premenstruasi menurut Allen et al (1991) yang dikutip dalam Avila (2009:84) dan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) untuk mengidentifikasi gejala kecemasan menurut Max Hamilton (1959) dikutip dalam Schlaepfer (2012:231). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 22 responden mengalami sindrom premenstruasi dengan gejala sedang dan 18 responden mengalami gejala berat. Mahasiswi yang mengalami sidnrom premenstruasi juga mengalami gejala kecemasan yakni sebanyak 26 responden mengalami kecemasan ringan, 6 responden mengalami kecemasan sedang, dan 8 responden mengalami kecemasan berat. Butir kecemasan yang paling dominan adalah “perasaan cemas”, dan yang kurang dominan adalah “gejala pernapasan”. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi Bidang Kemahasiswaan Universitas Advent Indonesia Bandung dalam memberikan seminar tentang sindrom premenstruasi yang dapat mengakibatkan kecemasan, serta menjadi data dasar untuk dikembangkan dalam penelitian selanjutnya dengan judul hubungan sindrom premenstruasi dengan prestasi belajar mahasiswi. Kata kunci: Sindrom Premenstruasi, Siklus Menstruasi, Tingkat Kecemasan
2 ABSTRACT The topic of this research was based by the experience of the researcher who has premenstrual syndrome during studying in Bandung Adventist University of Indonesia. The purpose of this research is to describe level of anxiety in students who experience premenstrual syndrome. Descriptive method is used in this research. Population of this research are 142 students that lives in Lili Dormitory and 40 students is taken as samples using purposive sampling method. The instruments are modification of Shortened Premenstrual Assessment Form (SPAF) to identify symptoms of premenstrual syndrome by Allen et al cited from Avila (2009:84), and Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) to identify the anxiety level by Max Hamilton (1959) cited from Schlaepfer (2012:231). Results of this research shows 22 students in Lili Dormitory experience moderate premenstrual syndrome, and 18 students experience severe premenstrual syndrome. The students also have mild to severe anxiety. There are 26 students with premenstrual syndrome have mild anxiety, 6 students have moderate anxiety, and 8 students have severe anxiety. The most dominant grain anxiety is “anxious mood” and the less dominant grain anxiety is “Respiratory symptoms”.We hope this research can be an input for Student Sector of Bandung Adventist University of Indonesia in giving seminars on premenstrual syndrome which can lead to anxiety, as well as being a data base to be developed in future studies with titles The Relationship Between Premenstrual Syndrome and Students Achievement. Keywords: Premenstrual Syndrome, Mestrual cycle, Anxiety Level I. PENDAHULUAN Berdasarkan studi tentang sindrom premenstruasi yang dilakukan oleh mahin et al pada tahun 2011 di iran, ditemukan sebanyak 98,2% mahasiswi yang berusia 1827 tahun mengalami gejala sindrom premenstruasi. Gejala yang dirasakan berupa gejala fisik dan psikologis yang memengaruhi aktivitas sehari-hari, penurunan minat belajar dan fungsi sosial terganggu. Adapun penelitian yang dilakukan oleh American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) pada tahun 2011 di Srilanka, diperoleh hasil bahwa remaja yang mengalami sindrom premenstruasi sekitar 65,7%. Gejala yang sering muncul adalah perasaan sedih dan tidak berpengharapan sebesar 29,6%. Berdasarkan data yang diperoleh dari Departemen Kesehatan tahun 2009 tentang prevalansi sindrom premenstruasi di Indonesia, diperoleh hasil sebanyak 40%
3 wanita Indonesia mengalami sindrom premenstruasi dan sebanyak 2-10% mengalami gejala berat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Puspitorini pada mahasiswi Akademi Kebidanan Pemerintah Kabupaten Kudus pada tahun 2007, dari 259 subyek penelitian, terdapat 109 mahasiswi atau 42,9% yang mengalami sindrom premenstruasi. Hal ini mengakibatkan penurunan konsentrasi belajar, terganggunya komunikasi dengan teman di kampus juga terjadi penurunan produktivitas belajar di asrama dan peningkatan absensi. Gunarsa (2008:27) menjelaskan kecemasan adalah perasaan khawatir dan ketakutan yang tidak jelas penyebabnya. Kecemasan dapat memberikan suatu kekuatan besar untuk melakukan perilaku yang baik ataupun menyimpang yang disebabkan adanya gangguan dan merupakan penyataan, dan pertahanan dari kecemasan itu sendiri. Semiun (2006:334) mengemukakan beberapa pendekatan yang digunakan untuk menjelaskan penyebab berbagai gangguan- gangguan kecemasan yaitu pendekatan psikodinamik, pendekatan kognitif, dan pendekatan fisiologis. Hawari (2006:66) menjelaskan keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami gangguan kecemasan umum yaitu cemas, timbul kekhawatiran, berfirasat buruk, takut terhadap pemikiran sendiri, dan gampang tersinggung. Selain itu ada juga perasaan tegang, tidak senang, gelisah, mudah terkejut, dan ketakutan bila sendirian atau saat keadaan ramai. Aktivitas tidur juga dapat terganggu karena sering memimpikan hal-hal yang menakutkan. Penderita dapat mengalami gangguan konsentrasi, penurunan kemampuan untuk mengingat serta gejala somatik yaitu nyeri pada otot dan tulang, jantung berdebar, sulit bernafas, pencernaan terganggu serta gangguan berkemih dan sakit kepala. Hawari (2006:65) menjelaskan Individu yang mengalami gejala kecemasan walaupun tidak disertai stresor psikososial dapat disebut memiliki corak atau tipe kepribadian pencemas seperti timbulnya perasaan kurang percaya diri, khawatir tentang masa depan, sering menyalahkan orang lain, ragu-ragu dalam mengambil keputusan, dan tidak mampu mengendalikan diri apabila sedang emosi. Macam-macam Kecemasan Ada 3 macam kecemasan yang dikemukakan oleh Freud yang dikutip dalam Semiun (2006:88) yaitu kecemasan realitas, kecemasan neurotik, dan kecemasan moral. 1. Kecemasan realitas adalah kecemasan yang diakibatkan oleh perasaan takut terhadap ancaman dalam dunia nyata. 2. Kecemasan neurotik yaitu perasaan takut terhadap sesuatu yang dianggap berbahaya namun tidak diketahui hal yang mendasari mengapa dianggap berbahaya. 3. Kecemasan moral dapat terjadi karena konflik antara ego dan superego.
4 Maryam (2008:100) Kecemasan dapat dilihat dalam rentang ringan, sedang, berat, hingga panik dan setiap individu akan mengalami perubahan fisiologis dan emosional pada setiap tingkatan. Menurut Semiun (2006:89) kecemasan dapat mengubah keadaan sekitar menjadi tegang. Dengan adanya perubahan keadaan tersebut maka individu akan termotivasi untuk melakukan suatu tindakan. Dalam hal ini, kecemasan dapat berperan sebagai suatu mekanisme yang akan memperingatkan atau memberikan isyarat terhadap adanya hal yang membahayakan Magos dan Studd dalam Andrews (2009:439) menjelaskan bahwa sindrom premenstruasi adalah keadaan distress yang disebabkan oleh kumpulan gejala fisik, psikologis, dan perilaku. Khomsan (2006:27) menjelaskan sindrom premenstruasi memiliki keterkaitan yang erat dengan perubahan kadar hormon, neurotransmitter, pola makan, pola hidup, dan penggunaan obat-obatan. Reeder (2011:268) menambahkan bahwa pada penderita sindrom premenstruasi didapati penurunan kadar peptida opiat seperti endorfin, enkefalin, dan dinorfin. Oleh karena endorfin berkaitan erat dengan perubahan mood, maka banyak yang menyimpulkan bahwa sindrom premenstruasi berhubungan dengan putus zat opiat. Andrews (2009:441) mengelompokkan gejala sindrom premenstruasi ke dalam 3 kategori dan wanita sering mengalami perpaduan dari setiap kategori tersebut yaitu gejala fisik, gejala psikologis dan gejala perilaku. 1. Gejala Fisik. Wanita yang menderita sindrom premenstruasi dapat mengalami gejala fisik seperti perut kembung, retensi cairan dan nyeri payudara. 2. Gejala Psikologis. Banyak wanita merasakan bahwa gejala psikologis merupakan kumpulan gejala premenstruasi yang paling sulit untuk diatasi. Adapun gejala kecemasan psikologis yang sering dirasakan yaitu tegang, lekas marah, depresi dan tertekan. 3. Gejala Perilaku. Sindrom premenstruasi juga dapat menyebabkan penurunan konsentrasi dan penampilan kerja, serta menghindari kegiatan-kegiatan sosial. Menurut Reeder (2011:270) ada beberapa tindakan yang dapat membantu mengurangi gejala sindrom premenstruasi yaitu perubahan diet, latihan dan teknik relaksasi, diuretik, serta inhibitor prostaglandin.
II. METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Nursalam (2008:80) menjelaskan penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan berbagai peristiwa yang terjadi pada masa kini. Pada penelitian ini
5 metode deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran tingkat kecemasan pada mahasiswi yang mengalami sindrom premenstruasi di asrama Lili UNAI Bandung. Responden dalam penelitian adalah mahasiswi yang tinggal di Asrama Lili UNAI Bandung yang sedang dalam fase luteal (7-10 hari menjelang menstruasi) ataupun fase menstruasi, dan mengalami gejala sindrom premenstruasi.Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 142 mahasiswi di asrama Lili UNAI Bandung. Sampel pada penelitian ini adalah 40 mahasiswi yang dipilih dengan metode purposive sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yaitu modifikasi dari Shortened Premenstrual Assessment Form (SPAF) untuk mengidentifikasi gejala sindrom premenstruasi menurut Allen et al (1991) yang dikutip dalam Avila (2009:84), dan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan oleh Max Hamilton (1959) yang dikutip dalam Schlaepfer (2012:231). Setelah mendapatkan izin dari Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan, dan Pembantu Rektor III pada tanggal 27 Februari 2013, maka pengumpulan data dilakukan pada hari kamis tanggal 28 Februari 2013 hingga hari Rabu tanggal 13 Maret 2013. Peneliti mendatangi responden satu persatu dan sebelum peneliti membagikan kuesioner pada responden penelitian, peneliti melakukan wawancara terlebih dahulu untuk memastikan bahwa responden sedang dalam fase luteal siklus menstruasi ataupun sedang dalam fase menstruasi. Peneliti kemudian menjelaskan tujuan penelitian dan petunjuk pengisian kuesioner yang benar. Awalnya peneliti memberikan kuesioner Shortened Premenstrual Assessment Form (SPAF) kemudian diberikan kuesioner Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS). Pengolahan data dilakukan apabila data melalui kuesioner telah terkumpul sehingga hasil penelitian dapat diperoleh. Setelah data terkumpul, maka data tersebut dianalisis dan diinterpretasikan untuk dapat menjawab identifikasi masalah nomor satu, dua, dan tiga.
III. PEMBAHASAN ANALISIS DAN INTERPRETASI Berdasarkan hasil pengolahan data terdapat 22 (55%) responden mengalami sindrom premenstruasi dengan gejala sedang, dan 18 (45%) responden mengalami gejala berat. Berdasarkan analisis data di atas dapat disimpulkan bahwa mahasiswi mengalami gejala sindrom premenstruasi yaitu gejala sedang hingga gejala berat. Hal ini dimungkingkan terjadi karena pengaruh gaya hidup mahasiswi. Menurut Parker (2007:48) gaya hidup merupakan faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya gejala sindrom premenstruasi. Olahraga merupakan contoh gaya hidup yang baik. Apabila wanita melakukan olahraga secara teratur, maka tubuh akan
6 menghasilkan endorfin yang dapat memberi rasa tenang dan mampu menahan rasa sakit. Olahraga juga dapat mencegah terjadinya retensi cairan yang merupakan salah satu gejala sindrom premenstruasi. Apabila individu jarang berolahraga, maka gejala berupa perubahana mood, perasaan cemas, peningkatan berat badan, dan nyeri perut dapat dialami selama fase luteal hingga fase menstruasi. Menurut Challem (2003:245) olahraga bermanfaat dalam mengurangi berbagai gejala sindrom premenstruasi. Adapun manfaat olahraga yaitu meredakan nyeri perut saat menstruasi, menghasilkan perasaan yang tenang dan nyaman juga mengontrol emosi individu saat periode menstruasi berlangsung. Pola makan juga memiliki kaitan yang erat dengan timbulnya gejala sindrom premenstruasi. Konsumsi kafein dan teh dapat menyebabkan perubahan mood dan penurunan energi. Sebaliknya dengan mengkonsumsi buah, sayur, dan gandum dapat menurunkan level estrogen yang tinggi pada penderita sindrom premenstruasi. Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa mahasiswi yang mengalami sindrom premenstruasi juga mengalami kecemasan. Sebanyak 26 (65%) responden mengalami kecemasan ringan, 6 responden (15%) mengalami kecemasan sedang, dan 8 responden (20%) mengalami kecemasan berat. Berdasarkan analisis data di atas mahasiswi dapat mengalami gejala kecemasan ringan, sedang, dan kecemasan berat. Hal ini dimungkinkan terjadi karena mahasiswi mengalami peningkatan level arousal. Schmidt (2008:39) menjelaskan bahwa arousal merupakan aktivasi atau rangsangan terhadap sistem saraf pusat yang menyebabkan individu dapat memberikan respons emosional terhadap berbagai situasi yang terjadi. Perubahan level arousal dapat berhubungan dengan perubahan tingkat kecemasan. Level arousal berada pada level terendah saat tidur, dan akan meningkat tajam saat terdapat peningkatan terhadap aktivitas mental dan fisik atau bila terjadi peningkatan kecemasan Adapun gejala kecemasan yang paling dominan dialami oleh mahasiswi yaitu “perasaan cemas” dengan total skor 131. Gejala kecemasan yang kurang dominan adalah “gejala pernapasan” dengan total skor 70. Berdasarkan analisis data di atas dapat disimpulkan bahwa mahasiswi yang mengalami sindrom premenstruasi juga memiliki gejala kecemasan. Menurut Lepper dan Peipert (2004:226) Sindrom premenstruasi dapat terjadi karena perubahan level hormon ovarium yang menyebabkan penurunan kadar serotonin. Serotonin berfungsi sebagai kontrol terhadap depresi dan kecemasan. Hal ini sesuai dengan penjelasan Simpson (2010:171) yang menyatakan bahwa serotonin berperan penting dalam mengatur emosi berupa kecemasan, ketakutan, dan depresi. Serotonin termasuk dalam sistem neurotransmitter yang terletak di batang otak. Challem (2003:119) menjelaskan bahwa Vitamin B6 dan magnesium membantu dalam pelepasan serotonin yang merupakan neurotransmitter penting dalam otak. Namun, sebelum serotonin di produksi, tubuh membutuhkan
7 tryptophan yang merupakan asam amino yang akan di ubah menjadi 5-HTP (5hydroxytryptophan) yang kemudian dengan bantuan vitamin B6 dan magnesium akan diubah menjadi serotonin yang berfungsi untuk meregulasi status emosional, tidur, dan fungsi tubuh. Khomsan (2006:29) menjelaskan bahwa pengaruh ketidakseimbangan hormon pada wanita yang mengalami sindrom premenstruasi dapat mengakibatkan gejala ansietas dan depresi. Peningkatan estrogen dapat mengganggu aktivitas vitamin B6. Vitamin tersebut merupakan antidepresan yang berfungsi sebagai pengontrol produksi serotonin yang berperan sebagai pengendali perasaan seseorang. Stein dan Steckler (2010:232) menjelaskan bahwa selama individu mengalami kecemasan, individu memberikan respons pertahanan berupa perubahan otonom yang merupakan respons terhadap adanya stressor seperti perubahan fisiologis termasuk sistem pernapasan dan kardiovaskular. Gejala pernapasan berupa hyperventilasi dapat disebabkan oleh kecemasan. IV. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang peneliti peroleh dari penelitian ini adalah: 1. Mahasiswi di asrama Lili Universitas Advent Indonesia (UNAI) Bandung mengalami gejala sindrom premenstruasi. Sebanyak 22 (55%) responden mengalami gejala sedang, dan 18 (45%) responden mengalami gejala berat. 2. Para mahasiswi yang menderita sindrom premenstruasi mengalami tingkat kecemasan yang berbeda-beda. Sebanyak 26 (65%) responden mengalami kcemasan ringan, 6 (15%) responden mengalami kecemasan sedang, dan 8 (20%) responden mengalami kecemasan berat selama fase luteal hingga menstruasi berlangsung. 3. Butir kecemasan yang paling dominan dirasakan oleh mahasiswi yang mengalami sindrom premenstruasi adalah “perasaan cemas” sedangkan butir yang kurang dominan dirasakan adalah “gejala pernapasan”. Saran 1. Bidang Kemahasiswaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi Bidang Kemahasiswaan untuk dapat bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Keperawatan dalam membuat seminar pelayanan kesehatan reproduksi khususnya mengenai gejala sindrom premenstruasi yang dapat mengakibatkan kecemasan pada para mahasiswi selama fase luteal hingga menstruasi berlangsung.
8 2. Bidang Penelitian Disarankan penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk dikembangkan dalam penelitian selanjutnya. Penelitian yang diusulkan adalah hubungan sindrom premenstruasi dengan prestasi belajar mahasiswi.
DAFTAR PUSTAKA Andrews, G. 2009. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC. Andrews, G. 2009. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC. Avila, C. 2009. The Effect Of Nutritional Supplementation On Premenstrual Syndrome. [online]. Available: http://epubs.scu.edu. au/cgi/ viewcontent.cgi?article=1189&context=theses. [26 Januari 2013]. Challem. J. 2003. User’s Guide To Nutritional Supplements. United States of America: Basic Health Publications. Gunarsa, S & Gunarsa, Ny. Singgih. D. 2008. Psikologi Perawatan. Jakarta: Gunung Mulia. Hawari, H.D. 2006. Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Khomsan, A. 2006. Sehat Dengan Makanan Berkhasiat. Jakarta: Kompas Media Nusantara. Leppert, P.C. & Peipert, J. F. 2004. Primary Care For Women. USA: Lippincott Williams & Wilkins. Maryam, S., Ekasari, M.F., Rosidawati, S.K.M., Jubaedi, A., Batubara, I. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika. Nursalam. 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Parker, J. 2007. PMS and Women’s Health. United States of America: eFortune US. Reeder, S.J. 2011. Keperawatan Maternitas: Kesehatan Wanita, Bayi, dan Keluarga. Jakarta :EGC. Schlaepfer, T. E. 2012. Neurobiology of Psychiatric Disorders. Amsterdam: British Library Cataloguing. Schmidt, R. A. 2008. Motor Learning and Performance. United States of America: Human Kinetics.
9 Semiun, Y. 2006. Kesehatan Mental 1. Yogyakarta: Kanisius. Simpson. H. B., Neria. Y., Fernandez. R. L., Schneier. F. 2010. Anxiety Disorders: Theory, Research, and Clinical Perspectives. United Kingdom: The University Press, Cambridge. Stein, M.B & Steckler, T. 2010. Behavioral Neurobiology of Anxiety and Its Treatment. New York: Springer Heidelberg Dordrecht.