Dibandingkan dengan ibu, bayangan yang dimiliki ayah sebagai orang tua ...
berada di rumah, sehingga segala tugas mendidik, memberi perhatian, serta.
Bab 2 Landasan Teori
2.1 Konsep Chichioya Fuzai (父親不在)
Fenomena chichioya fuzai ini sudah terjadi sejak zaman Meiji dan permasalahan ini semakin meningkat bersamaan dengan berkembangnya ekonomi Jepang setelah selesainya perang dunia ke dua. Banyak orang yang mengatakan chichioya fuzai merupakan sumber kenakalan remaja dan beberapa permasalahan remaja lainnya di Jepang. Chichioya fuzai merupakan gabungan kata dari 父親 yang berarti ayah dan 不在 yang diartikan sebagai absen atau tidak hadir. Maka chichioya fuzai dapat di artikan sebagai tidak hadirnya seorang ayah. Chichioya fuzai merupakan fenomena yang banyak terjadi di dalam keluarga di Jepang. 母親に比較すれば、父親は親としての影が薄い。これも現代では批判の的 になっている。教育でも父親不在だというのである。(Hasegawa, 1998: 96). Terjemahan: Dibandingkan dengan ibu, bayangan yang dimiliki ayah sebagai orang tua sangatlah tipis. Hal ini merupakan kondisi yang sulit pada jaman sekarang ini. Dalam dunia pendidikan hal ini desebut dengan absennya seorang ayah.
10
Dari kutipan tersebut dapat dilihat bahwa dalam keluarga di Jepang ayah sangat jarang berada di rumah, sehingga segala tugas mendidik, memberi perhatian, serta melindungi anaknya hampir sepenuhnya berada di pihak ibu. Banyak hal yang dapat menyebabkan terjadinya chichioya fuzai antara lain adalah ayah sudah meninggal seperti yang di ceritakan dalam kutipan di bawah ini. Selain itu chichioya fuzai dapat terjadi karena perceraian. Angka perceraian di Jepang tergolong cukup tinggi di Asia yaitu 1,66 per 1000 orang pada tahun 1996 dan sekitar 60 persen dari mereka menikah lagi ( Kikakucho, 1995, 103) . 離婚や別居、シングルマザーの家庭などは父親不在の状況という子供であ る。(Youko 2004: 60). Terjemahan: Anak-anak yang orang tuanya mengalami perceraian, pisah ranjang, dan lain-lain yang mengakibatkan ia di didik oleh single mother dapat disebut juga sebagai anak yang mengalami keadaan chichioya fuzai. Ayah yang sudah meninggal dan perceraian tentu mengakibatkan ayah tidak berada di rumah, selain kedua hal tersebut tanshin funin juga merupakan alasan mengapa ayah tidak berada di rumah. Tanshin funin adalah pemindahan kerja sementara ke kota lain ataupun negara lain untuk bekerja tanpa membawa serta keluarga mereka. Hal ini sudah tidak asing lagi di Jepang. Menurut survey yang di lakukan sekitar 81,1% dari mereka yang melakukan tanshin funin berusia 40 tahun atau lebih. Tanshin funin sangat mempengaruhi kenaikan pangkat di perusahaan , karena itu banyak dari mereka tidak menolaknya (Sugimoto, 2003). Alasan utama mengapa mereka tidak membawa keluarganya adalah demi pendidikan anak mereka. Khususnya untuk anak SMU, mereka sangat sulit untuk pindah ke sekolah lain karena untuk masuk ke satu SMU, mereka 11
perlu lulus dari ujian masuk yang di lakukan di akhir semester di SLTP. Prosedur pemindahan sekolah seringkali sangat rumit. Selain itu juga , mereka yang bersekolah di sekolah elit, tidak hanya SMU tetapi juga murid SLTP ataupun SD, merasa khawatir jika mereka pindah mereka akan mendapat sekolah yang standartnya
berada di bawah
sekolah mereka saat itu dan hal ini akan lebih menyulitkan mereka untuk masuk ke universitas ternama (Sugimoto, 2002: 102). Walapun ayah berada satu rumah dengan keluarga, chichioya fuzai tetap dapat terjadi. Jepang terkenal memiliki jam kerja yang panjang di perusahaannya. Pemerintah Jepang sudah metetapkan bahwa jam kerja dalam satu minggu adalah 40 jam dan di luar jam tersebut akan di hitung sebagai lembur. Akan tetapi pekerja dan perusahaan Jepang mengenal istilah service lembur atau lembur tanpa di bayar. Lembur tanpa bayaran tersebut tidak di tentukan secara pasti berapa jam. Banyak pekerja bekerja hinggal pukul 11.00 malam atau 6 jam lebih banyak dari waktu yang di tentukan tetapi ia hanya mengajukan 3 jam lembur (Sugimoto 2002: 100). Hal ini tidak hanya terjadi pada harihari khusus tetapi ini merupakan hal umum yang terjadi di Jepang. Hal ini tentunya mengakibatkan ayah jarang berada di rumah, sehingga tanggung jawab merawat anak harus di jalankan oleh ibu. Father are often absent from families either though the practice of tanshin funin or long working hours. Care giving responsibilities fall totally to women in the prolonged absence fathers. ( Broadbent, 2003 : 167). Terjemahan: Ayah sering tidak hadir dalam keluarga karena tanshin funin ataupun jam kerja yang panjang. Dalam keluarga yang ayahnya tidak hadir dalam waktu yang panjang, tanggung jawab merawat anak sepenuhnya berada pada ibu.
12
Meskipun memiliki jam kerja yang panjang, tentunya mereka tetap memiliki libur seperti hari minggu ataupun hari besar. Tetapi hari-hari seperti itu juga tidak mereka gunakan sepenuhnya untuk berkomunikasi bersama anaknya. Japanese fathers have very little time to converse with their children on a daily basis; indeed 16.1 percent of them have no contact at all with them on public holidays. Even at the weekend there is no desire to make up for lost time. One hour and thirty-two minutes per week, including Sunday, seems to be all they can offer their children. Japanese father do not appear to have any great desire to communicate with their children. The way they fill their leisure time suggest that they avoid rather than look for contact with their children (Jovilet 1997: 62). Terjemahan: Dalam kesehariannya ayah dalam keluarga Jepang memiliki waktu yang sangat sedikit untuk anaknya. 16,1 persen dari mereka tidak melakukan koneksi apapun dengan anak mereka di hari libur nasional. Bahkan di akhir minggu mereka tidak memiliki keinginan untuk melakukan apapun bersama anaknya. Tampaknya mereka hanya bisa memberikan waktu satu jam tiga puluh dua menit perminggu, termasuk hari minggu, untuk anak mereka. Ayah dalam keluarga Jepang tampak tidak memiliki keinginan besar untuk berkomunikasi dengan anak mereka. Dilihat dari cara mereka mengisi waktu istirahat, tampak bahwa mereka lebih menghindari anak mereka di bandingkan dengan berhubungan dengan anak mereka. Mereka lebih tertarik melakukan kegiatan di luar rumah dibandingkan dengan kegiatan di dalam rumah terutama yang berhubungan dengan anaknya.
2.2
Konsep Fusei no Ketsujyo (父性の欠如)
Fusei no ketsujyo sangat berkaitan erat dengan chichioya fuzai. Figur seorang ayah semakin memudar di mata anaknya, dan wibawa sebagai kepala keluarga yang mengatur segala keadaan di rumahnya semakin di ragukan.
13
Fusei (父性) dapat di artikan sebagai kebapakan sedangkan ketsujyo(欠如)adalah kurang. Fusei no ketsujyo dapat di artikan kurangnya kemampuan dan wibawa kebapakan. Their husbands are often unavailable or unknowledgeable about children. Paternal authority has weakened and husbands typically leave childrearing to the wives. Father, when present, are more likely to be playmates than disciplinarians. (Shwalb, 1996: 194). Terjemahan: Suami mereka sering tidak berada di tempat ataupun tidak mengetahui apa-apa tentang anak mereka. Kemampuan menjadi ayah sudah melemah dan suami biasanya menyerahkan tanggung jawab merawat anak pada istri. Pada jaman sekarang, ayah lebih seperti teman bermain dibandingkan orang yang mengajarkan sesuatu pada anaknya. Figur seorang ayah dalam keluarga Jepang modern ini semakin di ragukan. Anak lebih menganggap ayah sebagai teman di banding seseorang yang memiliki derajat lebih tinggi di banding mereka, bahkan tidak jarang mereka tidak menganggap ayah mereka. Fusei no ketsujyo ini terjadi karena fenomena chichioya fuzai seperti yang dikatakan pada kutipan berikut ini 家庭の教育力の低下の原因が父親の物理的,清新的な不在にあるとする指 摘は多い。( Kimiaki, 1999: 204). Terjemahan: Banyak yang mengindifikasikan bahwa penyebab menurunnya kemampuan mendidik ayah adalah karena kurangnya kehadiran ayah secara fisik maupun spiritual. Dari kutipan tersebut dapat dikatakan Fusei no ketsujyo ini merupakan akibat dari adanya chichioya fuzai. Ayah jarang berada di rumah sehingga ayah tersebut tidak tahu bagaimana keadaan anaknya
14
Contoh semakin hilangnya wibawa ayah yang dapat dilihat dengan jelas dan banyak terjadi adalah ibu tidak lagi perlu meminta pendapat pada ayah tentang bagaimana menjalankan pekerjaan rumah dan apa saja yang akan di lakukan untuk mendidik anaknya. Ibu di tuntut untuk menjadi seorang ayah sekaligus seorang ibu mengurus rumah tangga.
2.3 Konsep Ryousai Kenbo (良妻賢母)
Munculnya paham ryousai kenbo dapat di katakan sebagai awal di mulainya pemisahan gender dalam masa Jepang modern. Ryousai kenbo ini pula yang pada akhirnya menyebabkan munculnya chichioya fuzai (Jovilet, 1997:67). Tahun 1868 merupakan awal di mulainya restorasi Meiji. Di masa itu Jepang sedang berusaha mengejar keterbelakangannya dari bangsa barat. Pada tahun 1871 David Murray dari Universitas Rutgers memberikan pendapatnya mengenai bagaimana meningkatkan sistem pendidikan di Jepang. Ia mengatakan, pendidikan wanita sama pentingnya dengan pria, karena kenyamanan dan kebahagiaan di rumah sangat bergantung padanya. Selain itu mendidik anak, terutama pada masa-masa penting pertumbuhan anak, merupakan tanggung jawab ibu, karena itu masa depan pria dan wanita pada suatu bangsa sangat bergantung pada pendidikan wanita. Ide ini di terima oleh Iwakura Tomomi yang saat itu menjabat sebagai perdana mentri. Lalu pada Desember 1871, Iwakura bersama setengah dari para pemimpin politik dan para siswa 15
berlayar dari Yokohama ke Amerika serikat dan Eropa. Hal ini dilakukan untuk mempelajari sumber dan bentuk kekuatan bangsa barat. Di antara para siswa ini terdapat lima wanita yang dikirim untuk mempelajari sistem pendidikan wanita di Amerika dan Eropa. Sejak saat itu Jepang terus mempelajari dan berusaha mengembangkan sistem pendidikannya. Pada tahun 1874, seorang ahli Konfusian dan sarjana dari Barat, Nakamura mengidentifikasikan peran ibu pada wanita adalah sumber kekuatan negara. Ia percaya wanita yang berpendidikan akan merubah masyarakat menjadi lebih maju. Sejak saat itu juga munculah slogan ryousai kenbo yang dapat diartikan sebagai istri yang baik ibu yang bijaksana. Ia meyakini bahwa mereka harus memiliki ibu yang baik bila mereka ingin memperbaiki dan lebih maju dari keadaan saat itu. Bila memiliki ibu yang pandai maka anaknya pun akan menjadi pandai, dan Jepang akan menjadi bangsa yang maju di generasi-generasi selanjutnya. Untuk menciptakan ibu yang baik, tidak ada cara yang lebih baik daripada mendidik anak perempuan. Sejak saat itu, para penulis mulai memperkenalkan doktrin ryousai kenbo di Jepang. Para pria yang berkuasa, terutama dalam bidang pendidikan mulai mengajarkan bahwa ryousai kenbo merupakan peran yang sebenarnya untuk seorang wanita. Ryousai kenbo adalah awal dari pandangan wanita Jepang yang modern. Sebelumnya pada zaman Tokugawa wanita hanya dianggap sebagai orang yang melahirkan anak saja. Pada zaman itu wanita tidak diperbolehkan untuk mendidik anaknya sendiri. Tetapi dalam ryousai kenbo wanita memiliki peran aktif sebagai pendidik moral anak.
16
Dengan di perkuat oleh ideology ryousai kenbou, keluarga semakin di anggap sebagai rumah, tempat pelarian dari dunia yang penuh kompetisi untuk berada di peringkat atas. Di dalam rumah, para anggota keluarga akan di rawat dengan penuh kasih sayang oleh istri dan ibunya. Dalam keadaan ini, wanita harus berusaha memenuhi perannya sebagai ibu dan guru bagi anak-anaknya. Mereka mengajarkan agar anaknya menjadi patuh dan mencintai negaranya. Pada tahun 1879 dilakukan pemisahan kelas bagi wanita dan pria. Pendidikan wanita di bentuk untuk mengajarkan mereka bagaimana menjadi istri yang baik dan ibu yang bijaksana. Pendidikan wanita hanya dapat sampai pada tingkat SMU sedangkan pria dapat meneruskan ke universitas negara ataupun universitas swasta. Dalam dunia pendidikan saat itu ryousaikenbo merupakan tujuan satu-satunya pendidikan untuk wanita . Walaupun wanita sudah memiliki beberapa kemajuan pada zaman itu tetapi tetap saja tidak ada pekerjaan yang dibuka untuk para wanita, kecuali untuk menjadi guru, meskipun begitu tidak banyak wanita yang terlatih untuk mengajar. Selain itu wanita tidak memiliki harta dengan nama mereka sendiri. Identitas mereka tergabung dengan ayah, suami atau saudara laki-laki lainnya. A woman has no master but her husband whom she should serve with respect and humility, never with a light attitude and disrespect. In a word the way of woman is obedient. To her husband she should be submissive and harmonious, serving him with gentle and humble expression of the face and speech. Never she be impatient and willful, proud and impertinent. This is her first duty. She should absolutely follow the husband teaching and wait for his direction in everything of which she is not sure. If the husband puts a question to her, she should answer in correct manner. An incomplete answer is a piece of incivility not to be excused. If the husband gets angry, she should fear and be ruled by him, never contradict him. The husband is
17
heaven to the wife. Disobeying heaven only incurs righteous punishment. (Rose, 1992: 53). Terjemahan: Seorang wanita tidak memiliki majikan lain selain suaminya, yang harus ia hormati, tidak boleh bertindak meremehkan dan tidak hormat padanya. Dengan kata lain seorang wanita harus patuh. Pada suaminya wanita harus harmonis, melayaninya lembut dan hormat dalam ekspresi wajah dan perkataan. Ia tidak boleh tidak sabar, egois, bangga dan tidak sopan. Ini lah tugas utama mereka. Ia harus mengikuti pengajaran suaminya dan menunggu arahan darinya untuk segala hal yang ia tidak yakin. Jika suami menanyakan sesuatu padanya, ia harus menjawab dengan sikap yang benar. Jawaban yang tidak lengkap merupakan hal yang kasar dan tidak ada alasan untuk itu. Jika suami marah, ia harus takut dan mau di perintah olehnya, dan tidak boleh melawannya. Suami adalah surga bagi istri. Tidak mematuhi surga menyebabkan hukuman. Istri yang baik mengatur keadaan rumah dan melayani kebutuhan keluarga terutama suami, sedangkan ibu yang bijaksana adalah ibu yang menyerahkan diri sepenuhnya untuk mengasuh anaknya, sehingga anak tersebut dapat menjadi seseorang yang berguna untuk negara. Wanita pada zaman tersebut diharapkan untuk melayani negara dengan cara tersebut (Brinton, 1991: 192). Tetapi ryouseikenbo yang terjadi sejak pasca perang dan masa perkembangan ekonomi Jepang hingga sekarang lebih terpusatkan pada ibu yang bijaksana dibandingkan istri yang baik (Uno, 1993: 103). Hal ini terjadi karena fenomena chichioya fuzai. Beberapa hal yang dapat di lakukan istri pada suaminya hanyalah menunggu suami yang pulang malam, atau terkadang membuatkan bekal untuk ke kantor. Selain itu hal yang dapat di lakukan istri untuk suami yang menjalankan tanshin funin adalah datang ketempat dimana suami bekerja dan membersihkan kamarnya, hal ini dilakukan sekali dalam beberapa bulan.
2.4
Konsep Kyouiku Mama (教育ママ)
18
Dalam keluarga di Jepang, ibu di tuntut untuk mengerjakan segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan rumah, termasuk merawat anak. Ibu berusaha menjadi seorang ibu yang baik sekaligus menjalankan peran ayah dan guru kepada anak-anaknya. Hal ini memicu ibu untuk memberikan yang terbaik pada anaknya. Mereka menginginkan anak mereka menjadi yang terbaik, terutama di bidang pendidikan. Beberapa cara yang mereka tempuh antara lain adalah memasukan anak mereka ke les pelajaran sekolah atau yang di sebut sebagai juku (塾) dan berbagai les lainnya seperti kaligrafi, keyboard , sempoa, ataupun kendo sejak anak mereka masih kecil . Kyouiku memiliki arti pendidikan, sedangkan mama di artikan sebagai ibu. Jika di gabungkan, dapat di artikan sebagai ibu yang memfokuskan anaknya untuk belajar. Hal yang memicu para ibu untuk menjadi kyouiku mama adalah untuk mendapat pekerjaan yang baik sangat bergantung pada universitas yang bagus, terutama Tokyo university. Karena itu cara terbaik untuk dapat masuk ke universitas yang bagus adalah memulai dengan masuk dari TK yang bagus (Joe, 1993). Ibu pada zaman sekarang benar-benar mendedikasikan seluruh waktunya agar anak mereka masuk dari satu ujian ke ujian lainnya. Pada ujian masuk universitas di Tokyo, sebagian besar para ibu akan datang bersama anaknya ketempat ujian. Mereka akan menemani anaknya belajar dan memastikan mereka tidak terlambat datang ke ujian. Hal ini membuktikan kepedulian ibu pada anaknya di Jepang sangat serius (Joe, 1993). Hal ini sangat berdampak besar pada anak. Anak remaja perempuan yang dididik oleh kyouiku mama, banyak bergabung kelompok-kelompok seperti kogyaru (コギャ
19
ル), sedangkan anak laki-laki banyak bergabung dalam kelompok-kelompok bosozoku
(暴走族) atau yang di sebut sebagai geng motor, dan femio-kun (フェミオ君) atau di sebut juga pria feminism (Elliot, 2002). Selain yang sudah disebutkan ada juga yang memiliki sifat kurang percaya diri, antisosial, dan egois. Banyak yang mengatakan kyouiku mama merupakan contoh yang buruk, tetapi tidak sedikit pula yang mengatakan kyouiku mama adalah contoh ibu yang baik. 2.5
Teori Psikologi Remaja
Fatima (2006: 105) mengatakan bahwa masa remaja di anggap sebagai periode badai dan tekanan, suatu masa saat ketegangan emosi meninggi sebagai akibat perubahan fisik dan kelenjar. meningginya emosi disebabkan remaja berada dibawah tekanan sosial dan selama masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk keadaan tersebut. Sehingga mereka mengalami ketidakstabilan emosi sebagai dampak dari penyesuaian diri terhadap pola perilaku baru dan harapan sosial baru. Batasan umur remaja menurut WHO dibagi menjadi dua bagian yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-24 tahun (Wirawan, 2007: 10). Memang banyak perubahan pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan, namun seringkali perubahan itu hanya merupakan suatu tanda-tanda fisik dan bukan sebagai pengesahan akan keremajaan seseorang. Namun satu hal yang pasti, konflik yang dihadapi oleh remaja semakin kompleks seiring dengan perubahan pada berbagai dimensi kehidupan dalam diri mereka.
20
Perkembangan biologis yang menunjukan remaja bukan lagi anak-anak turut membebani emosi mereka. Pertumbuhan fisik ke arah fisik orang dewasa sering di anggap oleh remaja sebagai bukti mereka sudah dewasa. Tetapi masyarakat masih belum menganggap mereka sebagai orang dewasa. Hal ini mengakibatkan remaja mencari identitas dirinya, dan karena itu keputusan yang di ambil biasanya dikatakan emosional. Terutama bila terjadi permasalahan dengan keluarga dan masyarakat. Remaja yang tertekan seringkali menggunakan emosi untuk menyelesaikan masalahnya. (Rosman, 2003: 28). Remaja memiliki tugas-tugas yang harus mereka lakukan antara lain menerima kondisi fisik dan memanfaatkannya secara positif dan efektif, menerima hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya dari jenis kelamin manapun, menerima peran jenis kelamin masing-masing, berusaha melepaskan diri dari ketergantungan emosi terhadap orang tua dan orang dewasa lainnya, mempersiapkan karir ekonomi, mempersiapkan perkawinan dan kehidupan berkeluarga, merencanakan tingkah laku sosial yang bertanggung jawab, mencapai system nilai dan etika tertentu sebagai pedoman tingkah lakunya. Berhasil atau tidaknya tugas-tugas pengembangan pada remaja sangat di pengaruhi faktor-faktor individu remaja, orang tua, teman, sekolah, masyarakat dan sebagainya. Faktor yang dapat menyebabkan anak remaja bermasalah adalah keluarga yang gagal menjalankan fungsinya, keluarga memiliki fungsi sebagai tempat pembentukan kepribadian anak yang pertama, sehingga keluarga memiliki peranan utama dalam proses perkembangan anak. Dari anggota keluarga, yaitu ayah, ibu, dan saudara-saudara sekandungnya anak akan memperoleh segala kemampuan dasar baik intelektual, moral 21
ataupun social. Bila satu keluarga gagal dalam mewujudkan fungsinya maka dapat menyebabkan anak tidak betah di rumah, kehilangan kepercayaan pada orang tua dan lebih mempercayai orang lain, mencari pelarian di luar rumah. Faktor lainnya yang menyebabkan remaja bermasalah adalah komunikasi orang tua dan anak yang tidak sehat. Hal ini dapat menyebabkan seorang anak menjadi segan untuk mengungkapkan perasaan sebenarnya pada orang tua. Seorang anak remaja akan sulit tumbuh berkembang menjadi anak yang sehat bila tidak ada komunikasi yang sehat antara orang tua dan anak. Selain kedua hal tersebut, masih ada satu hal lagi yang dapat menyebabkan remaja bermasalah yaitu perlakuan pengasuhan dan cara mendidik anak yang kurang tepat. Perlakuan seperti sangat memanjakan, hanya memberikan kepuasan lahiriah atau materi tanpa memberi kehangatan batiniah, memperlakukan anak dengan sangat keras, memperlihatkan kekhawatiran tentang masa depan secara demonstratif di hadapan anakanak ( Ahmad, 2008:103). 2.6
Teori Psikologi Keluarga Di dalam keluarga seharusnya peranan ayah sangatlah besar. Ayah memberi
kemantapan emosional kepada keluarga, ia membuat pembetulan dengan tegas, menentukan kebijaksanaan teruji dan memberikan teguran yang membangun, tetapi permasalahan yang terjadi di Jepang adalah ayah yang kurang memberi perhatian pada anaknya. Kurangnya perhatian orang tua yang konsisten, stabil dan tulus, seringkali menjadi penyebab kurang terpenuhinya kebutuhan anak akan kasih sayang, rasa aman, dan perhatian. Anak harus bersusah payah dan berusaha mendapatkan perhatian dan penerimaan orang tua – namun seringkali orang tua tetap tidak memberikan respon seperti yang diharapkan. Sikap penolakan yang dialami seorang anak pada masa 22
kecilnya, akan menimbulkan perasaan rendah diri, rasa diabaikan, rasa disingkirkan dan rasa tidak berharga. Perasaan itu akan terus terbawa hingga dewasa, sehingga mempengaruhi motivasi dan sikapnya dalam menjalin relasi dengan orang lain. Sujayanto (1999) mengatakan lantaran warisan pendidikan turun-temurun inilah banyak orang beranggapan, pengasuhan anak dalam keluarga menjadi porsi ibu atau yang kita kenal sebagai motherhood. Tetapi sebenarnya yang dibutuhkan oleh anak bukan hanya seorang ibu tetapi kedua orang tuanya atau yang disebut dengan parenthood. Sempitnya waktu yang sering ayah jadikan alasan tidak bisa kontak lebih lama dengan anak sebenarnya dapat dicarikan jalan keluar. Seperti mengantar mereka kesekolah atau menggunakan hari libur ataupun waktu luang untuk pergi bersama mereka. Secara psikologis pun kalau orang tua sering bertemu dan berdialog dengan anak, anak akan menghormati orang tuanya. Dari berbagai literatur terungkap, semakin besar dukungan ayah terhadap anak, semakin tinggi perilaku positif anak. Jadi, ayah yang selalu mendukung dan menunjukkan perhatiannya itu akan mereduksi perilaku negatif si anak. Dalam pandangan Sujayanto (1999), psikolog, seorang ayah harus mengenali lima ciri anak untuk dapat membina komunikasi yang efektif, yakni menyadari bahwa anak adalah pribadi yang masih suka bermain, masih terus berkembang, senang meniru, kreatif, dan bukan orang dewasa mini. Menurut dia, hubungan akan harmonis bila ayah mendengar aktif. Istilah ini berhubungan dengan proses mendengar di mana penerima berusaha untuk mengerti perasaan pengirim atau berusaha mengerti arti pesan yang dikirim. Melalui proses mendengar aktif terjadi semacam katarsis (kelegaan emosional)
23
pada anak. Dengan begitu orang tua memperlihatkan ia menerima perasaan anak, sehingga anak terdorong untuk dapat menerima perasaan-perasaannya sendiri. Ayah yang efektif bisa dibentuk bila ia memfokuskan pada tujuh hal yakni menciptakan relasi yang sehat, menyediakan kebutuhan fisik dan keamanan, menerima adanya perubahan, menanamkan nilai-nilai moral, menanamkan nilai spiritual, menggali hal-hal yang menyenangkan, dan membantu anak mengembangkan kemampuannya. Ayah yang efektif dan ayah yang tidak efektif bisa dinilai dari kenal-tidaknya mereka pada anaknya. Ayah yang efektif tahu apakah telah mengecewakan anaknya. Dia tahu hal-hal apa saja yang disukai anaknya. Ayah seperti ini juga tahu perbedaan anaknya dengan anak-anak tetangga. Mereka pun sangat peduli dengan karakter si anak. 2.7 Teori Depresi
Depresi adalah suatu kondisi medis-psikiatris yang menyatakan gangguan pola pikir dan perilaku yang maladaptif dan terus berulang. Kondisi ini menyebabkan terganggunya aktivitas sosial sehari-harinya maka hal itu disebut sebagai suatu Gangguan Depresi. Gangguan depresi termasuk dalam kategori diagnostik gangguan suasana perasaan (mood/afektif) yang sifatnya menetap. Menurut Rice (1998), depresi merupakan gangguan mood yang berkepanjangan yang mewarnai seluruh mental seseorang dalam berperilaku, perasaan dan kognitif (berpikir). Selain itu depresi juga mempengaruhi masalah dan kondisi perasaan seseorang yang mempengaruhi kepribadiannya sehingga individu mudah marah, cepat sedih, melamun, menyalahkan diri sendiri dan cepat merasa putus asa. Pada umumnya mood yang secara dominan muncul adalah perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan.
24
Depresi biasanya terjadi saat stress yang dialami oleh seseorang tidak kunjung reda, dan depresi yang dialami berkorelasi dengan kejadian dramatis yang baru saja terjadi atau menimpa seseorang. Akumulasi stressor yang terus menumpuk dan yang tidak terselesaikan disinyalir sebagai pemicu munculnya depresi. Secara karakteristik diagnosa stres yang berkepanjangan sekurang-kurangnya sampai 1 tahun atau lebih (pada anak-anak dan remaja 1 tahun) maka baru dapat digolongkan sebagai gangguan depresi berat. Menurut APA (Association Psychologist America) dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSMIV) menyebutkan bahwa kemunculan awal yang kuat dari depresi ditandai dengan adanya perubahan mood dan kehilangan ketertarikan pada aktivitas menyenangkan yang biasa dilakukan oleh individu selama 2 minggu atau lebih. Pada anak-anak dan orang dewasa menunjukkan rasa sedih mendalam, beberapa perubahan yang dikemudian hari ditunjukkan dengan adanya penurunan berat tubuh secara drastis, sulit tidur, psikomotorik melambat, kekurangan energi, perasaan bersalah, sulit berpikir dan berkonsentrasi, susah dalam pengambilan keputusan dan adanya keinginan atau percobaan bunuh diri. Gejala depresi dimulai adanya kemunculan pemicu stress (stressor) yang diawali dengan pelbagai perubahan perilaku awal. Manifestasi gangguan klinis biasanya ditunjukkan dengan ciri-ciri umum dibawah ini; 1. Perasaan murung, sedih dan mudah marah (perasaan yang dapat berubah-ubah) 2. Kehilangan minat pada aktivitas sehari-hari 3. Lesu, pesimis, sering menyalahkan diri sendiri 4. Memikirkan hal-hal yang menyedihkan, suka mengeluh 5. Apatis, dan kadang bersikap sarkastik (kasar) 25
6. Mudah kaku dan tegang 7. Menolak intervensi pengobatan 8. Gangguan nafsu makan 9. Gangguan pola tidur, sulit tidur 10. Kehilangan energi dan penurunan psikomotorik 11. Penurunan dorongan seksual 12. Adanya keinginan untuk bunuh diri (Tentamina Suicidum) 13. Pandangan masa depan yang suram (pesimistik) 14. Konsentrasi dan perhatian berkurang
26