mengembangkan berbagai metode pembelajaran berikut merancang model-
model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi kelas dan potensi siswa, agar
...
VARIASI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA Oleh Akhmad Muhajir Guru Bahasa Inggris SMP Negeri 8 Jember
Abstract. The purpose of this research is to improve student learning activity during the instructional process by means of implementing contextual method. The research problem is as follows: Does the implementation of contextual method improve the learning activity of the first-year students of SMPN I Sukowono in the second semester? The number of respondents is 37 students, and the instruction is mainly focusing on the specific theme “Family”. The research instrument consists of the classroom teacher’s field notes taken from observation, which is done during the small-group work, and the result of English achievement test set up by researcher-himself. The research result shows that the implementation of contextual method improves both English learning achievement and classroom instructional process. Key Words: Contextual method, Learning Activity Pendahuluan Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia telah lama dilakukan. Dalam setiap GBHN, Rencana Pembangunan Nasional Lima Tahunan dan Rencana Strategis Pendidikan Nasional selalu tercantum bahwa peningkatan mutu merupakan salah satu prioritas pembangunan di bidang pendidikan. Berbagai inovasi dan program pendidikan juga telah dilaksanakan, antara lain penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku ajar dan buku referensi lainnya, peningkatan mutu guru dan tenaga kependidikan lainnya melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualifikasi pendidikan mereka, peningkatan manajemen pendidikan serta pengadaan fasilitas pendidikan lainnya. Sementara itu berbagai indikator menunjukkan bahwa mutu pendidikan masih belum meningkat secara signifikan. Dari dalam negeri diketahui bahwa nilai ujian akhir SD dan Sekolah Menengah rata-rata relatif rendah dan tidak mengalami peningkatan yang berarti. Dari dunia usaha juga muncul keluhan bahwa bahwa lulusan yang memasuki dunia kerja belum memiliki kesiapan kerja yang cukup. Ketidakpuasan berjenjang juga terjadi, kalangan SMP merasa bekal lulusan SD kurang memadai untuk memasuki SMP. Kalangan Sekolah Menengah merasakan bahwa lulusan SMP tidak siap mengikuti pembelajaran di Sekolah Menengah, dan kalangan perguruan tinggi merasa bekal lulusan Sekolah Menengah belum cukup untuk mengikuti perkuliahan. Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan adalah kualitas guru. Kompetensi guru bahkan merupakan faktor dominan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar (PBM) yang efektif, disamping faktor motivasi siswa dan sarana pembelajaran. Kompetensi guru meliputi : (1) Penguasaan Akademik; (2) Pengelolaan Pembelajaran; dan (3) Pengembangan Profesi (Ditendik, 2003).
19
20
JP3 Vol 1 N0 1, Maret 2011
Sehubungan dengan tuntutan kompetensi guru, maka setiap guru harus mampu mengembangkan berbagai metode pembelajaran berikut merancang model-model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi kelas dan potensi siswa, agar proses pembelajaran berlangsung efektif. Seperti yang diamanatkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (2003), pasal 40 ayat (2): Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban: menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis. Ada kecenderungan dewasa ini untuk mengembangkan model-model pembelajaran yang berlandaskan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak ‘mengalami‘ apa yang dipelajarinya, bukan sekedar ‘mengetahui‘-nya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi ‘mengingat‘ jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Dan itulah, yang terjadi di kelaskelas sekolah kita. Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning, CTL) merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang telah dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. CTL diharapkan menjadikan hasil pembelajaran lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa ‘bekerja’ dan ‘mengalami‘, bukan merupakan transfer pengetahuan guru kepada siswa. Sebagaimana yang dirumuskan oleh UNESCO tentang ‘Empat Pilar Pendidikan’ (The Four Pilars of Education), dua pilar diantaranya sebagai berikut: (1) Belajar mengetahui (Learning to know); (2) Belajar melakukan (Learning to do) Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti ‘apa makna belajar’, ‘apa manfaatnya’ dan ‘bagaimana mencapainya’. Dengan begitu siswa akan sadar bahwa apa yang mereka pelajari akan berguna dalam hidupnya kelak. Sehingga mereka termotivasi untuk mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya untuk menggapainya. Dalam hal ini, guru berperan sebagai pengarah, pembimbing atau sebagai fasilitator. Tugas guru sebagai fasilitator adalah membantu siswa untuk mencapai tujuan belajarnya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi mengajar dari pada memberi informasi. Lebih jelasnya, tugas guru adalah mengelola kelas sebagai suatu tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Pengetahuan dan keterampilan diperoleh dengan cara ‘menemukan sendiri,‘ bukan dari ‘apa kata guru‘. Kenyataan di SMP Negeri 1 Sukowono masih ditemui para guru dalam mengajar mata pelajaran bahasa Inggris hanya menggunakan metode ceramah saja. Siswa tidak diajak untuk berkreasi dalam menangkap materi pelajaran, sehingga terkesan siswa hanya menerima materi saja secara pasif. Hasil yang dicapai siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar tidak optimal. Aspek kognitif, aspek psikomotor dan aspek afektif siswa tidak dapat berkembang maksimal. Atas dasar hal tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah, “apakah dengan penerapan pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan aktifitas belajar pokok bahasan kepedulian mata pelajaran bahasa Inggris pada siswa kelas I A semester 2 SMP Negeri 1 Sukowono?”. Kajian Pustaka Pada dasarnya tujuan pendidikan bahasa Inggris di SMP adalah sebagai berikut: (1) Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dalam bahasa tersebut, dalam bentuk lisan dan tulis. Kemampuan berkomunikasi meliputi mendengarkan (listening), berbicara (speaking), membaca (reading), dan menulis (writing); (2) Menumbuhkan kesadaran
Variasi Pembelajaran Kontekstual ... 21
tentang hakikat dan pentingnya bahasa Inggris sebagai salah satu bahasa asing untuk menjadi alat utama belajar; dan (3) Mengembangkan pemahaman tentang saling keterkaitan antar bahasa dan budaya serta memperluas cakrawala budaya. Dengan demikian siswa memiliki wawasan lintas budaya dan melibatkan diri dalam keragaman budaya. Pencapaian dari tujuan tersebut amat penting bagi pembelajaran bahasa Inggris, agar amanat yang diberikan kurikulum pada tingkat implementasi tidak hanya berhenti sebagai jargon-jargon kosong tanpa makna. Selain itu, agar pembelajaran Bahasa Inggris tidak hanya cenderung menghasilkan lulusan yang banyak pengetahuan (khususnya pengetahuan faktual), tetapi kurang dalam kemampuan berpikir, kepribadian, kurang berani berpendapat, kurang berani mengkomunikasikan pemikirannya dan kurang berani mengambil keputusan, kurang berani bertanggung jawab atas tindakan yang telah dilakukan serta kurang peka terhadap masalah yang ada di lingkungan. Pembelajaran kontekstual bertujuan membekali siswa dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan dari satu permasalahan ke permasalahan lain dan dari satu konteks ke konteks lainnya. Pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang mengakui bahwa belajar hanya terjadi jika siswa memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dirasakan masuk akal sesuai dengan kerangka berpikir yang dimilikinya. Pemaduan materi pelajaran dengan konteks keseharian siswa di dalam pembelajaran kontekstual akan menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang kuat dan mendalam sehingga siswa kaya akan pemahaman masalah dan cara untuk menyelesaikannya. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual merupakan suatu sistem pengajaran yang didasarkan pada filosofi bahwa siswa akan belajar jika mereka mengetahui makna dan kegunaan dari materi akademisnya, dan mengetahui makna kegiatan mereka di sekolah. Selain itu siswa akan belajar jika mereka mengaitkan informasi yang baru dengan pengetahuan sebelumnya dan pengalaman mereka sendiri. Jika diterapkan dalam pelajaran Bahasa Inggris, maka dapat disebutkan secara ringkas bahwa pembelajaran Bahasa Inggris yang kontekstual adalah: 1. konsep belajar Bahasa Inggris yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi Bahasa Inggris yang diajarkan dengan situasi dunia nyata kehidupan siswa 2. mendorong siswa dapat menggali keterkaitan pengetahuan Bahasa Inggris yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari 3. masalah-masalah kontekstual yang diberikan pada siswa bermuatan didaktikfenomenologis, artinya selain dilihat dari aspek penerapannya masalah kontekstual yang diberikan sedapat mungkin bisa “mengantarkan” siswa untuk memahami konsep Bahasa Inggris yang lebih lanjut. The Nortwest Regional Education Laboratory USA mengidentifikasi adanya 6 kunci dasar dari pembelajaran kontekstual, yakni: (1) Pembelajaran bermakna Dalam pembelajaran bermakna, pemahaman, relevansi dan penilaian pribadi sangat terkait dengan kepentingan siswa dalam mempelajari isi materi pelajaran. Pembelajaran dirasakan sangat terkait dengan kehidupan nyata atau siswa mengerti manfaat isi pembelajaran, jika mereka merasakan berkepentingan untuk belajar demi kehidupan di masa mendatang. Prinsip ini sejalan dengan prinsip pembelajaran bermakna dari Ausubel. (2) Penerapan pengetahuan Jika siswa telah memahami apa yang dipelajari, maka siswa dapat menerapkannya dalam tatanan kehidupan.
22
JP3 Vol 1 N0 1, Maret 2011
(3) Berpikir tingkat tinggi Siswa diminta untuk berpikir kritis dalam pengumpulan data, pemahaman suatu isu dan pemecahkan suatu masalah (4) Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan kepada standar Isi pembelajaran harus dikaitkan dengan standar lokal, nasional dan perkembangan IPTEK dan dunia kerja (5) Responsif terhadap budaya Guru harus memahami dan menghormati nilai, kepercayaan, dan kebiasaan siswa, sesama rekan guru dan masyarakat tempat ia mendidik. Berbagai macam budaya mempengaruhi pembelajaran. Setidaknya ada empat perspektif yang harus diperhatikan: individu siswa, kelompok siswa, tatanan sekolah dan tatanan masyarakat. (6) Penilaian autentik Berbagai macam strategi penilaian digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa yang sesunggguhnya. Strategi tersebut meliputi: penilaian atas proyek dan kegiatan siswa, pengetahuan porto folio, rubrik, cheklis, dan panduan pengamatan disamping memberikan kesempatan kepada siswa untuk ikut aktif berperan serta dalam menilai pembelajaran mereka sendiri. Panduan berikut digunakan oleh proyek CTL di University of Washington untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan kualitas CTL. Penerapan Pengetahuan Apakah siswa menerapkan apa yang dipelajari kepada tatanan-tatanan dan fungsi-fungsi lain pada masa sekarang dan masa depan? Pengalaman-pengalaman dunia nyata Apakah siswa secara aktif terlibat dalam pengalaman-pengalaman yang memungkinkan mereka untuk mensimulasi dan menggunakan materi/konten yang dipelajari dalam situasi alamiah dan kehidupan nyata? Pembelajaran bermakna Apakah siswa terlibat secara aktif dalam pengalaman-pengalaman dunia nyata yang memotivasi mereka untuk menghubungkan persepsi, nilai dan makna pribadi dengan konten yang dipelajari? Apakah pembelajaran dipersepsi sebagai relevan dengan kehidupan mereka? Berfikir tingkat lebih tinggi Apakah siswa menggunakan pemikiran kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami isu, atau memecahkan masalah? Responsif terhadap budaya Apakah siswa memahami dan menghormati nilai-nilai, keyakinan, dan kebiasaan teman bergaul, tatanan sekolah, dan masyarakat lebih luas? Penilaian autentik Apakah siswa terlibat secara aktif dalam berbagai macam tehnik penilaian yang memberi kesempatan mereka untuk mendemonstrasikan pencapaian materi pembelajaran sesuai dengan kondisi dunia nyata dan standar? Blancard (M. Nur, 2001), mengidentifikasi enam strategi CTL (Contekstual Teaching Learning) sebagai berikut: Ø Menekankan pada pemecahan masalah Ø Menyadari kebutuhan akan pengajaran dan pembelajaran yang terjadi dalam berbagai konteks seperti di rumah, masyarakat, dan pekerjaan. Ø Mengajar siswa memonitor dan mengarahkan pembelajaran mereka sendiri sehingga mereka menjadi pembelajar yang mandiri Ø Mengkaitkan pengajaran pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda
Variasi Pembelajaran Kontekstual ... 23
Ø Ø
Mendorong siswa untuk belajar dari sesama teman dan belajar bersama Menerapkan penilaian autentik Dalam pandangan CTL, tugas atau masalah memenuhi CTL apabila tugas tersebut mendukung sebagian atau seluruh indikator berikut : Ø Siswa dapat mendekati masalah tersebut dalam berbagai macam cara dan menggunakan berbagai strategi pemecahan yang berbeda Ø Tugas tersebut mengandung unsur pengajaran bahasa inggirs penting dan berguna yang menyatu dengan tugas tersebut Ø Masalah tersebut dapat memiliki pemecahan berbeda atau memungkinkan diambilnya keputusan atau posisi-posisi berbeda dan kemudian dipertahankan Ø Masalah tersebut mendorong keterlibatan dan diskusi siswa Ø Masalah membutuhkan berfikir tingkat lebih tinggi dan pemecahan masalah Ø Masalah tersebut menyumbang pada pengembangan konsep siswa Ø Masalah tersebut mengembangkan ketrampilan penggunaan bahasa Inggris secara tuntas Ø Masalah tersebut dapat menciptakan suatu kesempatan bagi guru untuk menilai siswanya sedang belajar apa dan dimana siswa menemui kesulitan Ø Masalah tersebut menghubungkan pada ide-ide penggunaan dan penerapan penting lain Aktivitas Belajar Siswa Aktivitas belajar siswa ditunjukkan dengan adanya sikap yang antusias ketika pelajaran berlangsung, tingginya respon umpan balik dari siswa terhadap pertanyaan dan penjelasan guru, serta tingginya konsentrasi siswa pada proses pembelajaran berlangsung. Untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa diperlukan variasi model pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dan kreatif. Pengetahuan yang dimiliki siswa merupakan bentukannya sendiri, dan bukan hasil bentukan guru, dan pengetahuan dapat dibentuk oleh siswa jika terjadi interaksi aktif antara siswa itu dengan objek atau orang, dan siswa selalu mencoba untuk membentuk pengertian dari interaksi tersebut (Piaget). Karena otak manusia tidak bisa memperlihatkan semua hal (yang dipelajari), maka pelajaran yang tidak menarik, membosankan, atau tidak menggugah emosi, pastilah tidak akan diingat. Dryden (2000) berpendapat bahwa ilmu pengetahuan masuk ke otak melalui 6 jalur utama, yaitu: (1) mata apa yang kita lihat, (2) telinga apa yang kita dengar, (3) lidah apa yang kita rasakan (4) kulit apa yang kita sentuh, (5) hidung apa yang kita cium, (6) tindakan apa yang kita lakukan. Metode Penelitian Setting Penelitian SMP Negeri 1 Sukowono terletak di kecamatan Sukowono, Kabupaten Jember. SMP Negeri 1 Sukowono merupakan sekolah yang terletak kurang lebih 20 km ke arah utara dari kota kabupaten Jember. SMP Negeri 1 Sukowono mempunyai 8 kelas belajar, dengan rincian Jumlah kelas yang kelas III sebanyak 2 kelas, kelas II sebanyak 3 kelas dan kelas I sebanyak 3 kelas. Subyek penelitian tindakan kelas ini dilakukan pada siswa kelas I A yang jumlah siswanya 37 anak, terdiri atas laki-laki berjumlah 20 siswa dan perempuan berjumlah 17 siswa. Lingkungan masyarakat sekolah agamis dan pekerjaan orang tua siswa sebagian besar petani dan buruh gudang. Peneliti sendiri adalah guru Bahasa Inggris pada kelas I A. Persiapan penelitian Sebelum melakukan penelitian tindakan kelas perlu, peneliti terlebih dahulu mempersiapkan hal-hal sebagai berikut: 1) Membuat skenario pengajaran yang sesuai dengan metode pembelajaran kontekstual
24 2) 3) 4) 5) 6)
JP3 Vol 1 N0 1, Maret 2011 Merancang lembar tugas yang sesuai dengan metode pembelajaran kontekstual Membuat soal tes untuk tes tertulis Menyiapkan lembar penilaian untuk aspek kegiatan siswa Menentukan batasan siswa yang berhasil atau yang gagal. Membuat instrumen penilaian pembelajaran
Siklus penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dengan menggunakan 2 siklus penelitian. Adapun rencana pada siklus pertama adalah sebagai berikut: 1) Refleksi awal Refleksi awal dilaksanakan berupa gambaran situasi, dengan mengambil data hasil observasi, atau catatan guru. Dari deskripsi situasi ini, berbagai permasalahan dalam proses belajar mengajar khususnya tentang pemahaman siswa dalam memahami materi kepedulian mata pelajaran bahasa Inggris dapat diselesaikan atau dipecahkan. Untuk itu diharapkan dengan metode pembelajaran kontekstual mampu mengatasi keadaan tersebut, sehingga siswa ikut terlibat langsung dalam setiap proses belajar mengajar. 2) Skenario Tindakan Sebagai langkah awal dari tahapan skenario tindakan ini adalah sebagai berikut: a) Guru memotivasi siswa untuk belajar. b) Guru bertanya kepada siswa. c) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran. d) Menjelaskan tugas yang harus dikerjakan oleh siswa e) Siswa diminta untuk berkelompok (6 orang perkelompok) f) Guru menyediakan lembar tugas siswa g) Guru meminta siswa dalam satu kelompok untuk memberikan gagasannya. h) Guru meminta siswa untuk menjelaskan atau mempresentasikan ke depan hasil pekerjaan tersebut. i) Siswa diminta untuk memberi komentar atau pertanyaan dari hasil presentasi tersebut. j) Guru menjelaskan kepada siswa hasil presentasi itu. k) Siswa diminta untuk menulis hal-hal baru yang telah ditemukan. l) (15 menit sebelum batas waktu) guru meminta siswa untuk membuat rangkuman, simpulan, refleksi, atau komentar m) Guru memeriksa secara sepintas dan memberi stimulus positif atas hasil yang telah dicapai n) Guru melaksanakan evaluasi dengan memberikan 4 soal untuk dikerjakan 3) Refleksi Refleksi atau evaluasi terhadap pelaksanaan tindakan kelas yang melibatkan siswa yang menjadi sasaran tindakan kelas. Data yang bersifat kuantitatif dievaluasi dengan kriteria angka yang telah ditentukan. Data kuantitatif diperoleh dari hasil observasi pelaksanaan kegiatan pembelajaran langsung dan nilai hasil tes. Data yang bersifat kualitatif diperoleh dari hasil wawancara dan catatan lapangan oleh peneliti yang dideskripsikan untuk mendukung data kuatitatif. Hasil refleksi dimanfaatkan untuk bahan perencanaan tindakan berikutnya bila diperlukan. Instrumen Instrumen yang digunakan untuk mendapatkan data dalam penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut: 1. Catatan lapangan guru dari hasil observasi
Variasi Pembelajaran Kontekstual ... 25
2. Pengamatan pada proses pembelajaran dalam kelompok yang meliputi: (a) kerja sama dan distribusi kerja, (b) keaktifan dan keseriusan, (c) keberanian dan ketertiban. 3. Wawancara dengan siswa setelah selesai kegiatan belajar mengajar. 4. Soal tes yang diberikan kepada siswa Hasil Penelitian Dan Pembahasan Dalam penelitian ini, peneliti menyajikan pembelajaran di kelas IA untuk Tema Family menggunakan 2 siklus penelitian. Adapun hasil kegiatan penelitiannya adalah sebagai berikut : Siklus 1. 1). Perencanaan Pada siklus pertama secara umum bentuk pembelajaran kontekstual disusun secara sistematik dan sederhana sesuai dengan skenario tindakan. Siswa sedikit demi sedikit diajak berpikir dari dunia nyata ke dunia abstrak. Guru harus mengamati kegiatan siswa saat pembelajaran berlangsung. Penilaian proses difokuskan pada proses pembelajaran dalam kelompok yang meliputi (a) kerja sama dan distribusi kerja, (b) keaktifan dan keseriusan, (c) keberanian dan ketertiban. Keberhasilan belajar siswa pada siklus pertama ditentukan oleh presentase banyak siswa yang menjawab benar. Untuk soal (task) nomor 1 minimal dapat dikerjakan dengan benar oleh 80% sampai 90% siswa, soal (task) nomor 2 minimal dapat dikerjakan dengan benar oleh 70% sampai 80% siswa, soal (task) nomor 3 minimal dapat dikerjakan dengan benar oleh 60% sampai 70% siswa, sedang untuk soal (task) nomor 4 minimal dapat dikerjakan dengan benar oleh 50% sampai 60%. 2). Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan tindakan, peneliti melaksanakan sesuai dengan rencana yang telah disusun pada kegiatan proses belajar mengajar. Data dijaring melalui kegiatan ini adalah catatan lapangan guru dari observasi, wawancara siswa setelah kegiatan belajar mengajar, dan soal (task) tes yang diberikan kepada siswa. Data yang terkumpul dianalisis dan dievaluasi, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif, untuk menentukan keberhasilan dari penelitian tindakan kelas. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1. Hasil Rekapitulasi Penilaian Proses Pembelajaran pada Siklus Pertama N o 1 2
3
Perilaku Yang Muncul Kerja sama dan distribusi kerja Keaktifan dan keseriusan a. Antusiasme dalam menerima pelajaran b. Aktif bertanya dan menjawab pertanyaan guru c. Aktif melakukan diskusi untuk menyelesaian masalah (soal) d. Aktif membantu teman-teman dalam kelompok maupun di luar kelompok Keberanian dan ketertiban
Penilaian Positif Negati f 30 7
Prosentase 81,1%
24 28
13 9
64,9% 75,7%
30
7
81,1%
34
3
91,9%
22
15
59,5%
26
JP3 Vol 1 N0 1, Maret 2011 Tabel 2. Persentase Banyaknya Siswa yang Menjawab Benar dari Penilaian Hasil Belajar pada Siklus Pertama Nomor Soal 1 2 3 4
Jumlah Jawaban Yang Benar
Persentase
35 30 24 19
94,6% 81,1% 64,9% 51,4%
3). Pembahasan Pada siklus pertama terlihat dengan jelas bahwa hasil yang didapat cukup memuaskan. Proses pembelajaran dalam kelompok yang meliputi kerja sama dan distribusi kerja didapat 30 siswa (81,1% siswa) telah dapat bekerja sama dengan baik mencatat hasil kegiatan yang ia lakukan. Dalam menerima pelajaran siswa cukup antusias walaupun tidak semua siswa antusias, ini disebabkan karena siswa baru pertama kali mengalami model pembelajaran ini. Nampak pada tabel 1 baru 24 siswa yang antusias atau sekitar 64,9%. Keaktifan bertanya dan menjawab pertanyaan cukup bagus yaitu 28 siswa (75,7% siswa). Tanpa ragu-ragu siswa bertanya kepada teman ataupun guru bila ada hal-hal yang tidak dimengerti. Sehingga dalam diskusi berjalan lancar dan hidup, aktif saling bantu-membantu teman dalam kelompok maupun di luar kelompoknya. Nampak keberanian siswa dan ketertiban setelah siswa disuruh kembali ke tempat duduknya semula ternyata belum maksimal yaitu sekitar 59,9% siswa. Siswa masih merasa takut dan kurang tertib pada waktu disuruh kembali ke tempat semula dan diberi tahu akan diadakan evaluasi akhir pelajaran yang akan diberikan oleh guru. Ini disebabkan belum terbiasanya mereka untuk menerima perlakuan seperti ini, sehingga merasa takut dan berusaha untuk bertanya kepada temannya walaupun sebenarnya mereka bisa. Hasil yang diperoleh setelah mereka mengerjakan soal (task) cukup menggembirakan, karena sudah memenuhi harapan minimal peneliti. Soal (task) nomor satu sudah mencapai 94,6%, nomor 2 mencapai 81,1%, nomor 3 mencapai 64,9%, dan soal (task) nomor 4 mencapai 51,4%. 4). Refleksi Berdasarkan hasil penilaian proses dan penilaian hasil belajar, peneliti mengadakan refleksi diri untuk mengusahakan hasil pembelajaran lebih meningkat lagi. Untuk itu pada siklus kedua, target perolehan hasil evaluasi harus dapat meningkat dari hasil yang dicapai sekarang. Usaha yang ditempuh dengan mengefektifkan proses pembelajaran. Siswa harus diajak belajar dalam suasana yang lebih menyenangkan, sehingga keberanian dan ketertiban lebih meningkat. Keberhasilan belajar siswa pada siklus kedua ditentukan oleh presentase banyak siswa yang menjawab benar. Untuk soal (task) nomor 1 minimal dapat dikerjakan dengan benar oleh 90% sampai 100% siswa, soal (task) nomor 2 minimal dapat dikerjakan dengan benar oleh 75% sampai 80% siswa, soal (task) nomor 3 minimal dapat dikerjakan dengan benar oleh 70% sampai 75% siswa, sedang untuk soal (task) nomor 4 minimal dapat dikerjakan dengan benar oleh 60% sampai 65%.
Variasi Pembelajaran Kontekstual ... 27
Siklus Kedua 1). Perencanaan Perencanaan pada siklus kedua, guru harus lebih berusaha mengimplementasikan pembelajaran kontekstual secara variasi. Untuk mengajarkan materi dengan tema Family siswa diminta untuk berkelompok (6 orang perkelompok). Guru menyediakan karton manila berwarna putih untuk diberikan kepada setiap kelompok. Guru memberikan lembar tugas kepada siswa. Hasil dari tugas tersebut harus dituangkan atau dituliskan dalam karton manila yang sudah diberikan tersebut berupa gambar atau tulisan. Setelah selesai mengerjakan tugas tersebut (kurang lebih 20 menit) siswa diminta masuk menempelkan karton tersebut pada papan atau dinding kelas. Guru meminta siswa untuk mempresentasikannya satu persatu. Siswa diminta mengamati hal-hal yang telah dipresentasikan tersebut. Siswa diminta mencatat dan berdiskusi untuk membandingkan hasil yang telah dicapai dari presentasi setiap kelompok. Siswa diminta untuk menulis hal-hal baru yang telah ditemukan. Sekitar 15 menit sebelum batas waktu guru meminta siswa untuk membuat rangkuman, simpulan, refleksi, atau komentar guru memeriksa secara sepintas dan memberi stimulus positif atas hasil yang telah dicapai. Setelah itu guru melaksanakan evaluasi dengan memberikan 4 soal (task) untuk dikerjakan. Keberhasilan belajar siswa pada siklus kedua ditentukan sesuai hasil refleksi pada siklus pertama. 2). Pelaksanaan Pada siklus kedua, guru berusaha untuk mengimplementasikan pembelajaran kontekstual secara variasi. Guru membuat model bangun balok dari mika transparan dengan ukuran yang berbeda. Siswa diajak ke luar kelas untuk melakukan kegiatan sesuai petunjuk guru. Hasil yang dicapai setelah pelaksanaan tindakan siklus 2 didapatkan data sebagaimana yang disajikan dalam tabel 3 berikut ini: Tabel 3. Hasil Rekapitulasi Penilaian Proses Pembelajaran pada Siklus Kedua No.
Perilaku Yang Muncul
1
Kerja sama dan distribusi kerja
2
Keaktifan dan keseriusan a. Antusiasme dalam menerima pelajaran b. Aktif bertanya dan menjawab pertanyaan guru c. Aktif melakukan diskusi untuk menyelesaian masalah (soal) d. Aktif membantu teman-teman dalam kelompok maupun di luar kelompoknya Keberanian dan ketertiban
3
Penilaian Positif Negatif 36 1
Prosentase 97,3%
35
2
94,6%
30
7
81,1%
35
2
94,6%
37
0
100%
30
7
81,1%
Tabel 4. Persentase Banyaknya Siswa yang Menjawab Benar dari Penilaian Hasil Belajar pada Siklus Kedua Nomor Soal Jumlah Jawaban Yang Benar Keterangan 1 37 100% 2 34 91,9% 3 30 81,1% 4 29 78,4%
28
JP3 Vol 1 N0 1, Maret 2011
3). Pengamatan Dari proses pembelajaran siklus kedua, nampak kemajuan belajar siswa dalam belajar bahasa Inggris dapat terlihat secara jelas. Kerja sama dan distribusi kerja mencapai 97,3%. Antusiasme dalam menerima pelajaran Bahasa Inggris 94,6%, Aktif bertanya dan menjawab pertanyaan guru 81,1%, Aktif melakukan diskusi untuk menyelesaian masalah (soal (task) 94,6%, Aktif membantu teman-teman dalam kelompok maupun di luar kelompoknya 100%, Keberanian dan ketertiban 81,1%. Sedang penilaian hasil belajar diperoleh hasil sebagai berikut: untuk soal (task) nomor 1 sebesar 100% siswa telah menjawab dengan benar, untuk soal (task) nomor 2 sebesar 91,9% siswa telah menjawab dengan benar, untuk soal (task) nomor 3 sebesar 81,1% siswa telah menjawab dengan benar, dan untuk soal (task) nomor 4 sebesar 78,4% siswa telah menjawab dengan benar. Peningkatan hasil belajar tersebut dikarenakan peneliti sebagai guru dalam mengimplementasikan pembelajaran kontekstual secara benar, yaitu: a. Guru telah mengkonstruksi pikiran siswa, yaitu dengan membangun pengetahuan sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyongkonyong. Dengan kegiatan di luar kelas dan siswa diajak untuk mengalami atau melakukan sendiri kegiatan belajar, maka siswa mampu mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata yang dilakukannya. Jadi pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui pengalaman. b. Dalam menemukan pemahaman tentang kepedulian diperoleh siswa bukan dari hasil mengingat tetapi hasil menemukannya sendiri. Guru hanya membimbing dalam prosesnya, misalnya cara mengobservasi, mengumpulkan data dan langkah untuk menyimpulkan hasil. c. Dari pengalaman yang didapat, siswa cenderung bertanya tentang hasil yang dia dapatkan, sehingga membantu siswa merevisi hasil pekerjaan siswa, misalnya dalam mengerjakan tugas atau mengerjakan latihan soal. d. Guru telah membentuk kelompok-kelompok belajar, sehingga dalam belajar bisa melibatkan siswa untuk berdiskusi, saling bekerjasama dan terjadi distribusi kerja. Disini siswa menjadi sumber belajar, berarti setiap siswa akan kaya dengan pengetahuan dan pengalaman, serta menyediakan peluang adanya komunikasi yang terbuka dalam kemajuan belajar bahasa Inggris. e. Pemberian model dari kertas manila memudahkan siswa belajar. Siswa tinggal menggunakannya sesuai perintah yang telah diberikan guru. Siswa tidak kesulitan dalam menerapkan model itu, sehingga siswa merasa ingin mengerjakan tugas yang diberikan guru. f. Sebelum penilaian akhir dilaksanakan, guru mengadakan refleksi bersama siswa, yaitu merenungkan kembali kejadian proses belajar yang telah dilaksanakan hari itu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Siswa diminta memberikan kesan dan saran mengenai pembelajaran hari itu. g. Telah diberikan penilaian yang sebenarnya dengan memberikan gambaran lengkap tentang pencapaian hasil belajar bahasa Inggris siswa dan perkembangannya. Penilaian dilakukan secara transparan. Kriteria penilaian dijelaskan diawal siklus dan selalu diingatkan selama proses pembelajaran. Ini memberikan keuntungan siswa memiliki keriteria yang jelas tentang hal-hal apa saja yang akan dinilai. 4). Refleksi Uraian di atas membuktikan bahwa implementasi pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan aktifitas dan prestasi belajar bahasa Inggris di sekolah. Penulis menyadari bahwa banyak cara untuk meningkatkan aktifitas dan prestasi belajar bahasa Inggris.
Variasi Pembelajaran Kontekstual ... 29
Kesimpulan Dan Saran Kesimpulan Penerapan pembelajaran kontekstual bila dilaksanakan dengan benar dapat meningkatkan aktifitas dan prestasi belajar bahasa Inggris. Terbukti hasil penilaian aspek kerja sama dan distribusi kerja, keaktifan dan keseriusan, keberanian dan ketertiban siswa menunjukkan penilaian positip yang tinggi. Dan tampak pada penilaian hasil belajar siswa dalam mengerjakan soal di akhir pelajaran, jumlah siswa yang menjawab benar sudah cukup tinggi. Ini membuktikan bahwa penerapan pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan aktifitas dan prestasi belajar bahasa Inggris di SMP Negeri Sukowono khususnya pada tema family Saran-saran Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat dikemukakan saran khususnya kepada guru bahasa Inggris di SMP Negeri 1 Sukowono, bahwa setiap mengajar hendaknya menerapkan metode pembelajaran yang lebih menekankan pada pembentukan kognitif siswa secara mandiri (kontruktivisme) sehingga pengetahuan yang terbentuk merupakan hasil kreasi siswa sendiri. Demikian pula dari pihak sekolah hendaknya dapat membantu pengadaan media pembelajaran yang lebih representatif dan variatif sehingga munculnya kejenuhan dalam proses belajar dapat dihindarkan. Daftar Pustaka Arend, Richard. 1997. Classroom Instruction and Management. New York: Mc Graw Hill Dahar, Ratna Wilis, 2001, Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga Jakarta Departemen Pendidikan Nasional, 2002, Program Pembangunan Nasional & Rencana Strategis Pendidikan Nasional Tahun 2000-2004. Jakarta: Ditjen Dikdasmen. ________, 2002, Pendekatan Kontekstual (Contexrual Teaching and Learning (CTL).Jakarta: Dit.PLP, Ditjen Dikdasmen. Dryden, Gordon & Vos, Jeannette, 2003, The Learning Revolution. Bandung: Penerbit Kaifa Goleman, Daniel, 2003, Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Meier, Dave, 2003, The Accelerated Learning. Bandung: Kaifa. Nasution S, 2000, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara. Pidarta, Made, 2000, Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Porter, Bobbi de, et al, 2003, Quantum Learning. Bandung: Kaifa Santoso, AM Rukky, 2002, Right Brain. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Slavin, Robert E, 1995, Cooperative Learning Theory, Research and Practise. Singapore: Allyn & Bacon A simon & Schuster Company. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, 2003. Jakarta: Lembaran Negara Zamroni, 2003, Pendidikan untuk Demokrasi. Yogjakarta: Bigraf Publishing