untuk dapat menciptakan atmosfer yang kondusif, maka perlu diciptakan ...
Pengertian atmosphere sangat luas seperti tersedianya pengaturan udara (AC)
tata.
BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Retail Salah satu perantara dalam saluran pemasaran adalah pengecer. Eceran (retailing)
mempunyai peranan penting dalam perekonomian dengan menyediakan banyak jenis dan keragaman barang maupun pelayanan. Kegiatan retailing (usaha eceran) dan retailer (pengecer) dilakukan oleh manufacturer dan wholesaler, dan dapat juga dilakukan olah wiraniaga melalui surat dan telepon yang bisa dilakukan di rumah, toko, dan jalan. Ritel (retail) adalah salah satu cara pemasaran produk. Dalam cara pemasaran ritel, sebuah toko menjual banyak pilihan produk pada pengunjung dalam jumlah satuan. Harga Ritel adalah harga yang berlaku untuk siapapun yang datang membeli dalam jumlah berapapun. Eceran (ritel) meliputi semua aktivitas yang melibatkan penjualan barang secara langsung ke konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis. Organisasi ataupun seseorang yang menjalankan bisnis ini disebut pula sebagai pengecer. Pada prakteknya pengecer melakukan pembelian barang ataupun produk dalam jumlah besar dari produsen, ataupun pengimport baik secara langsung ataupun melalui grosir, untuk kemudian dijual kembali dalam jumlah kecil. Untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai retailing, berikut pengertian retailing yang dikemukakan oleh beberapa ahli: Menurut Levy dan Weitz (2007;p18) menjelaskan pengertian retailing yaitu: “Retailing
is the set of business activities that adds value to the products and services sold to consumers for their personal or family use”.
8
9
Dari definisi di atas dapat diartikan: Retailing adalah satu rangkaian aktivitas bisnis untuk menambah nilai guna dari barang dan jasa yang dijual kepada konsumen untuk dipergunakan pribadi atau rumah tangga. Pengertian retailing menurut Berman dan Evans (2007;p3) yaitu: “Retailing consists of
the business activities involved in selling goods and services to consumers for their personal, family, or household use”. Dari definisi di atas dapat diartikan: Retailing merupakan suatu usaha bisnis yang berusaha untuk memasarkan barang dan jasa pada konsumen akhir yang menggunakannya untuk keperluan pribadi dan rumah tangga. Sedangkan pengertian retailing menurut Kotler (2000;p520) adalah sebagai berikut: “Retailing includes all the activities involved in selling goods or services directly to final
consumers for personal, non business use”. Dari definisi tersebut di atas dapat diartikan: Penjualan eceran meliputi semua aktivitas yang melibatkan penjualan barang atau jasa pada konsumen akhir untuk dipergunakan yang sifatnya pribadi, dan bukan bisnis. Dan pengertian ritel (retailing) menurut Berman dan Evan dalam bukunya "Manajemen Ritel" (2007;p70) adalah sebagai berikut: "Semua aktivitas yang langsung berhubungan dengan penjualan produk dan jasa kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis" Dari definisi-definisi retailing di atas, penulis dapat merumuskan beberapa hal yang berhubungan dengan usaha eceran: 1)
Usaha eceran adalah suatu usaha yang merupakan mata rantai terakhir dari saluran distribusi.
2)
Dalam usaha eceran, tercakup berbagai kegiatan, namun yang paling utama adalah kegiatan penjualan produk secara langsung kepada konsumen.
10
3)
Produk yang ditawarkan dalam usaha eceran ini dapat berupa barang atau jasa maupun kombinasi dari keduanya.
4)
Konsumen yang menjadi target pasar adalah konsumen akhir yaitu konsumen yang mengkonsumsi produk untuk kebutuhan pribadi, keluarga dan rumah tangga. Berdasarkan berbagai penjelasan dari usaha ritel tersebut menunjukan bahwa, untuk
memasuki sebuah usaha yang bergerak di bidang ritel, para retailer harus menyadari pentingnya persepsi positif dari usaha ritel mereka. Dan Store Atmosphere merupakan salah satu elemen dari bauran eceran yang mampu mempengaruhi konsumen. Oleh karena itu, untuk dapat menciptakan atmosfer yang kondusif, maka perlu diciptakan suasana toko yang baik. Disain toko yang benar juga akan membuat mereka yang tidak tertarik menjadi tertarik dan yang tadinya tidak ingin membeli menjadi ingin membeli. 2.2
Store Atmosphere
2.2.1 Store Store (Toko) adalah sebuah tempat tertutup yang di dalamnya terjadi kegiatan perdagangan dengan jenis benda atau barang yang spesifik, misalnya toko buku, toko buah, dan sebagainya. Secara bangunan fisik, toko lebih terkesan mewah dan modern dalam arsitektur bangunannya daripada warung. Toko juga lebih modern dalam hal barang-barang yang dijual, dan proses transaksinya lebih modern.
2.2.2 Atmosphere (atmosfer) Atmosphere merupakan: 1)
Lingkungan intelektual atau emosional yang dominan,
2)
Sebuah kualitas estetika atau efek, terutama yang khas dan menyenangkan, yang berhubungan dengan tempat tertentu,
3)
Suasana atau perasaan dalam suatu situasi. Atmosfer juga merupakan suasana tempat pelayanan yang memiliki pengaruh positif
pada interaksi sesama konsumen dan kepuasan konsumen terhadap suatu lembaga atau
11
perusahaan. Interaksi sesama konsumen memiliki pengaruh pada kepuasan dan loyalitas terhadap perusahan. Pengertian atmosphere sangat luas seperti tersedianya pengaturan udara (AC) tata ruang toko, penggunaan warna cat, penggunaan jenis karpet, bahan-bahan rak, dan lainlain. Menurut Levy dan Weitz dalam bukunya “Retailing Management” (2007;p576) mengatakan bahwa: "Atmosphere refers to the design of an environment via visual
communications, lighting, colors, music, and scent to stimulate customers" perceptual and emotional responses and ultimately to affect their purchase behaviour" Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Atmosfer mengacu pada desain lingkungan melalui komunikasi visual, pencahayaan, warna, musik dan aroma yang dapat menciptakan lingkungan pembelian yang nyaman sehingga dapat mempengaruhi persepsi dan emosi konsumen untuk melakukan pembelian.
2.2.3 Store Atmosphere (Atmosfer Toko) Store Atmosphere merupakan salah satu elemen penting dari retailing mix yang mampu mempengaruhi proses keputusan pembelian konsumen, karena dalam proses keputusan pembeliannya konsumen tidak hanya memberi respon terhadap barang dan jasa yang ditawarkan oleh pengecer, tetapi juga memberikan respon terhadap lingkungan pembelian yang diciptakan oleh pengecer, seperti yang dikemukakan oleh Levy dan Weitz dalam bukunya “Retailing Management” (2007;p556):“Customer purchasing behavior is also
influenced by the store atmosphere". “Store Atmosphere reflects the combination of store’s physical characteristics, such as
it’s architecture, layout, sign and displays, colours, lighting, temperature, sounds, and smells, which together create an image in the customers mind”. Levy and Weitz “Retailing Management” (2007;p434). Dalam arti Store Atmosphere adalah suatu karakteristik fisik dan sangat penting bagi setiap bisnis ritel, yang berperan sebagai penciptaan suasana yang
12
nyaman untuk konsumen dan membuat konsumen ingin berlama-lama berada didalam toko dan secara tidak langsung merangsang konsumen untuk melakukan pembelian. Sedangkan definisi Store Atmosphere itu sendiri seperti yang dikemukakan oleh Hendri Ma'ruf dalam bukunya "Pemasaran Ritel" (2005;p201) bahwa: Store Atmosphere adalah salah satu ritel marketing mix dalam gerai yang berperan penting dalam memikat pembeli, membuat mereka nyaman dalam memilih barang belanjaan, dan mengingatkan mereka produk apa yang ingin dimiliki baik untuk keperluan pribadi maupun untuk keperluan rumah tangga." Menurut Berman dan Evan dalam bukunya “Retail Management” (2007;p545), Store
Atmosphere memiliki elemen-elemen yang semuanya berpengaruh terhadap suasana toko yang ingin diciptakan. Elemen-elemen tersebut terdiri dari Exterior, Interior, Store Layout,
Interior Display.
Eksterior
Store Layout Store Atmosphere created by the retail
General Interior
Interior Display
Gambar 2.1 Elemen-elemen Store Atmosphere Sumber: Berman dan Evan (2007;p545) 1)
Exterior / bagian depan toko Bagian depan toko adalah bagian yang termuka, maka hendaknya memberikan kesan yang menarik. Dengan mencerminkan kemantapan dan kekokohan, maka bagian
13
depan dan bagian luar ini dapat menciptakan kepercayaan dan goodwill. Di samping itu hendaknya menunjukan spirit perusahaan dan sifat kegiatan yang ada di dalamnya, karena bagian depan dan eksterior berfungsi sebagai identifikasi atau tanda pengenalan maka sebaiknya di pasang lambang-lambang. Menurut Berman dan Evans dalam bukunya “Manajemen Ritel” (2007;p545) eksterior sebuah toko mempunyai pengaruh kesan yang sangat kuat terhadap image toko dan harus direncanakan secara matang. Konsumen terkadang menilai sebuah toko dari bagian depannya saja. Bagian depan sebuah toko merupakan keseluruhan physical
exterior dari sebuah toko. Sebuah papan nama dapat dibuat dengan menggunakan cat atau lampu neon, yang diset secara terpisah atau bersama-sama dengan slogan (trademark) dan informasi lainnya. Papan nama toko juga harus dapat menarik perhatian. Yang termasuk exterior toko ialah pintu masuk toko. Pintu masuk toko harus memperlihatkan tiga hal utama yaitu: a. Jumlah pintu masuk yang dibutuhkan. Sebuah toko diharapkan dapat mengatur antara pintu keluar dan pintu masuk toko. Pintu sebuah toko juga harus dapat menghalangi potensi terjadinya pencurian. b. Tipe dari pintu masuk yang dipilih, apakah dapat secara otomatis membuka sendiri atau yang bersifat manual. Lantai jalan masuk dapat menggunakan semen, keramik atau karpet. c.
Jalan masuknya. Jalan yang lebar dan lapang dapat menciptakan atmosfer yang berbeda dibandingkan jalan yang kecil dan sempit.
Dalam beberapa kasus, tercapainya tujuan store atmosphere adalah melalui penataan yang unik dan menarik perhatian. Bagian depan toko yang berbeda, papan nama toko yang menarik, sirkulasi udara yang menarik, dan bangunan toko yang tidak biasa
14
merupakan
kelengkapan-kelengkapan
yang
dapat
menarik
perhatian
karena
keunikannya.
2)
General Interior Saat konsumen berada dalam sebuah toko, maka banyak elemen-elemen yang mempengaruhi persepsi mereka. Lampu yang terang dengan vibrant colors dapat yang remang. Suara dan aroma dapat mempengaruhi perasaan konsumen. Perlengkapan toko dapat direncanakan berdasarkan kegunaan dan estetikanya. Meja, rak barang, pintu merupakan bagian dari dekorasi interior. Dinding toko juga mempengaruhi atmosfer dengan pemilihan wallpaper yang berbeda pada setiap toko yang disesuaikan dengan keadaan toko. Konsumen juga dipengaruhi oleh temperatur udara didalam toko. Kurang sejuknya udara dapat mempercepat keberadaan konsumen di dalam toko. Ruangan yang luas dan tidak padat menciptakan suasana yang berbeda dengan ruangan yang sempit dan padat. Konsumen dapat berlama-lama di dalam toko apabila mereka tidak terganggu oleh orang lain ketika sedang melihat-lihat produk yang dijual. Toko dengan bentuk bangunan yang modern serta perlengkapan yang baru akan lebih mendukung atmosfer. Remodelling bangunan serta pergantian perlengkapan lama dengan perlengkapan yang baru dapat meningkatkan citra toko serta meningkatkan penjualan dan keuntungan. Yang perlu diperhatikan dari semua hal diatas adalah bagaimana perawatannya agar dapat selalu terlihat bersih. Tidak peduli bagaimana mahalnya interior sebuah toko apabila terlihat kotor maka akan menimbulkan kesan yang jelek.
3)
Store Layout / tata letak Store Layout meliputi penataan penempatan ruang untuk mengisi luas lantai yang tersedia, mengklasifikasikan produk yang akan ditawarkan, pengaturan lalu lintas di
15
dalam toko, pengaturan lebar ruang yang dibutuhkan, pemetaan ruangan toko dan menyusun produk yang ditawarkan secara individu. Pembagian ruangan toko meliputi ruangan-ruangan sebagai berikut: a. Ruangan penjualan yang merupakan tempat produk-produk dipajang serta meruapakan tempat interaksi antara pembeli dan penjual. b. Ruang merchandise yang merupakan ruang untuk produk-produk dengan kategori
nondisplayed items. c.
Ruang karyawan merupakan ruang yang khusus untuk karyawan.
d. Ruang untuk konsumen yang meliputi kursi, rest room, toilet, dan lainnya. Hal terakhir yang menyangkut store layout adalah menyusun produk-produk yang ditawarkan sesuai dengan karakteristik produk. Produk dan merek yang paling menguntungkan harus ditempatkan dilokasi yang paling baik. Produk harus disusun konsumen.
4)
Interior Display Poster, papan petunjuk, dan ragam interior display
lainnya dapat mempengaruhi
atmosfer toko, karena memberikan petunjuk bagi konsumen. Selain memberikan petunjuk bagi konsumen, interior display juga dapat merangsang konsumen untuk melakukan pembelian. Macam interior display antara lain adalah: a. Assortment displays Merupakan bentuk interior displays yang digunakan untuk berbagai macam produk yang berbeda dan dapat mempengaruhi konsumen untuk merasakan, melihat, dan mencoba produk. Kartu ucapan, majalah, buku dan produk sejenis lainnya merupakan produk-produk yang menggunakan assortment displays. b. Theme-setting displays Merupakan bentuk interior displays yang menggunakan tema-tema tertentu.
Theme-setting displays digunakan dengan tujuan untuk membangkitkan suasana
16
atau nuansa tertentu. Biasanya, digunakan dalam even-even tertentu seperti menyambut hari kemerdekaan dan hari-hari besar lainnya. c.
Ensemble displays Merupakan bentuk interior display yang digunakan untuk satu stel produk yang merupakan gabungan dari berbagai macam produk. Biasanya digunakan untuk produk satu set pakaian (sepatu, kaus kaki, celana, baju, dan jaket).
d. Rack displays Merupakan bentuk interior display yang memiliki fungsi utama sebagai tempat atau gantungan untuk produk yang ditawarkan. Bentuk lain dari rack displays adalah case displays digunakan untuk produk-produk seperti catatan, buku dan sejenisnya.
e. Cut case Merupakan interior displays yang murah hanya menggunakan kertas biasa. Biasanya digunakan di super market atau toko yang sedang menyelenggarakan diskon. Bentuk lain dari cut case adalah dump bin, merupakan tempat menumpuk pakaian-pakaian atau buku-buku yang sedang diskon. Atmosfer Toko didefinisikan sebagai karakteristik fisik toko yang digunakan untuk mengembangkan dan menciptakan suasana baik bagi konsumen. Penerangan, suara, bau, dan atribut lainnya membentuk image konsumen. Beberapa konsumen memberikan kesan kepada toko sebelum masuk (seperti lokasi, tempat parkir, desain eksterior) atau sesudah memasuki toko (seperti display produk, jarak antar rak, cat dinding, musik). Atmosfer toko juga merupakan tempat fisik yang digunakan untuk mengorganisir produk dan jasa yang dapat memberikan image perusahaan. Penciptaan dan pemeliharaan
image toko tergantung pada atmosfer toko, yaitu untuk pengecer dengan dasar toko menunjukkan karekteristik fisik toko yang digunakan untuk mengembangkan image dan untuk memberikan gambaran pada konsumen, sedangkan untuk pengecer dengan dasar
17
bukan toko menunjukan faktor bauran strategi seperti katalog dan vending machine (mesin beroda) yang memberi dampak pada image toko. Banyak orang membentuk ekspresinya pada toko sebelum memasuki toko (seperti lokasi, tempat parkir, desain eksterior) atau sesudah memasuki toko (seperti display produk, jarak antar rak, cat dinding, musik). Atmosfer toko mempengaruhi seorang konsumen untuk menikmati saat berbelanja, menghabiskan waktu untuk melihat-lihat barang, menggunakan waktu berbelanja dengan mengobrol dengan orang lain, dan menggunakan fasilitas seperti ruang untuk mencoba pakaian. Mereka cenderung mengeluarkan uang lebih banyak daripada yang direncanakan dengan adanya atmosfer toko yang menarik. Berman dan Evan, (2007;p454). Sutisna (2001;p164) menyatakan bahwa "Store Atmosphere meliputi hal-hal yang bersifat luas seperti halnya tersedianya pengaturan udara(AC), tata ruang store, penggunaan warna cat, penggunaan jenis karpet, bahan-bahan rak penyimpanan barang, bentuk rak dan lain-lain yang dapat menciptakan kenyamanan bagi pelanggan" melalui pembenahan atmosfer toko memungkinkan mampu membeli daya tarik yang dapat meningkatkan penjualan. Sebagaimana diungkapkan oleh Sutisna (2001;p164) bahwa "Store Atmosphere memperngaruhi keadaan emosi pembeli dan akan membuat perasaan yang dominan yaitu perasaan senang dan membangkitkan keinginan fisik yg digunakan untuk mengorganisir produk dan jasa yang dapat memberikan image perusahaan.” Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa atmosfer toko adalah sebuah konsep yang memberikan suatu dampak psikologis agar konsumen dapat mengenal toko dengan baik dan tertarik untuk datang ke toko tersebut, sehingga akan terjadi kenaikan tingkat penjualan. Toko dilengkapi dengan pengaturan ruangan yang nyaman dan artistic, penggunaan warna cat dinding ruangan yang sejuk, semua itu menunjukkan adanya atmosfer
18
kemewahan dan berkelas. Jika di dalam toko terasa panas dan pengap, produk yang dipajang tidak tertata rapih, penggunaan warna cat yang berselera rendah, lantai yang tidak bersih maka hal itu akan menimbulkan atmosfer yang akan mencitrakan toko sebagai toko untuk kalangan berselera rendah, seperti yang dikemukakan oleh Sustina (2002;p164): “Atmosfer toko juga akan menentukan citra toko itu sendiri.” 2.3
Store Image (Citra toko)
2.3.1 Image (citra) Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian citra adalah: (1) kata benda: gambar, rupa, gambaran; (2) gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi atau produk; (3) kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frase atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yang khas dalam karya prosa atau puisi; (4) data atau informasi dari potret udara untuk bahan evaluasi. Definisi citra menurut kamus Webster adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu obyek atau benda. Sebuah citra mengandung informasi tentang obyek yang direpresentasikan. Citra dapat dikelompokkan menjadi citra tampak dan citra tak tampak. Untuk dapat dilihat mata manusia, citra tak tampak harus dirubah menjadi citra tampak, misalnya dengan menampilkannya di monitor, dicetak di kertas dan sebagainya. Soemirat dan Ardianto (2002) mengatakan bahwa citra adalah cara bagaimana pihak lain memandang sebuah perusahaan, seseorang , suatu komite, atau suatu aktivitas. Setiap perusahaan mempunyai citra. Dan setiap perusahaan mempunyai citra sebanyak jumlah orang yang memandangnya. Berbagai citra perusahaan datang dari pelanggan perusahaan, pelanggan potensial, bankir, staf perusahaan, pesaing, distributor, pemasok, asosiasi dagang, dan gerakan pelanggan di sektor perdagangan yang mempunyai pandangan terhadap perusahaan. Jefkins (2003;p197) menyebutkan terdapat lima jenis citra (image) yang dikemukakan, yakni:
19
1)
Citra bayangan (mirror image). Citra ini melekat pada orang dalam atau anggota-anggota organisasi (biasanya adalah pemimpinnya) mengenai anggapan pihak luar tentang organisasinya.
2)
Citra yang berlaku (current image). Adalah suatu citra atau pandangan yang dianut oleh pihak-pihak luar mengenai suatu organisasi.
3)
Citra yang diharapkan (wish image). Adalah suatu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen.
4)
Citra perusahaan (corporate image). Adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi bukan sekedar citra atas produk dan pelayanannya.
5)
Citra majemuk (multiple image). Banyaknya jumlah pegawai (individu), cabang, atau perwakilan dari sebuah perusahaan atau organisasi dapat memunculkan suatu citra yang belum tentu sama dengan organisasi atau perusahaan tersebut secara keseluruhan. Soemirat dan Ardianto (2002) menjelaskan efek kognitif dari komunikasi sangat
mempengaruhi
proses
pembentukan
citra
seseorang.
Citra
terbentuk
berdasarkan
pengetahuan dan informasi-informasi yang diterima seseorang. Komunikasi tidak secara langsung menimbulkan perilaku tertentu, tetapi cenderung mempengaruhi cara kita mengorganisasikan citra kita tentang lingkungan. Public Relations digambarkan sebagai input-output, proses intern dalam model ini adalah pembentukan citra, sedangkan input adalah stimulus yang diberikan dan output adalah tanggapan atau perilaku tertentu. 2.3.2 Citra toko, Suasana toko, dan Perilaku Konsumen Berdasarkan Peter dan Olson, afeksi (affect) dan kognisi (cognition) mengacu kepada dua tipe tanggapan internal psikologis yang dimiliki konsumen terhadap rangsangan lingkungan dan kejadian yang berlangsung. Dalam bahasa yang lebih sederhada, afeksi
20
melibatkan perasaan, sementara kognisi melibatkan pemikiran. Kognisi mengacu kepada proses mental dan struktur pengetahuan yang dilibatkan dalam tanggapan seseorang terhadap lingkungannya. Misalnya, termasuk di dalamnya adalah pengetahuan yang didapat orang dari pengalamannya dan yang tertanam dalam ingatan mereka. Terdapat juga di dalamnya, proses psikologis yang terkait dengan pemberian perhatian dan pemahaman terhadap aspek-aspek lingkungan, mengingat kejadian masa lalu, pembentukan evaluasi, dan pembuatan keputusan pembelian. Sementara berbagai aspek kognisi adalah proses berpikir sadar (misalnya pada saat mencari informasi dalam kondisi keterlibatan yang tinggi dan pengetahuan produk yang rendah), di mana proses kognisi lainnya dilakukan secara tak sadar dan otomatis (misalnya pada konsumen yang tingkat pengetahuannya produknya tinggi) Peter dan Olson (2002;p41-42). Afeksi dan kognisi dalam kaitannya dengan toko diterjemahkan dalam dua variable yakni Citra Toko (Store Image) dan Suasana Toko (Store Atmosphere) Peter dan Olson (2002;p248) : a.
Citra Toko adalah apa yang dipikirkan konsumen tentang suatu toko termasuk didalamnya adalah persepsi dan sikap yang didasarkan pada sensasi dari rangsangan yang berkaitan dengan toko yang diterima melalui kelima indera. Dimensi citra toko yang biasa dipelajari adalah barang dagangan, layanan yang diberikan, jumlah pelanggan, fasilitas fisik, promosi, dan kenyamanan. Suasana toko juga sering dimasukkan sebagai bagian dari citra toko. Maka, pada dasarnya suasana toko akan membentuk citra toko.
b.
Suasana Toko terutama melibatkan afeksi dalam bentuk status emosi dalam toko yang mungkin tidak disadari sepenuhnya oleh konsumen ketika sedang berbelanja. Perilaku mengacu pada tindakan nyata konsumen yang di observasi secara langsung.
Contoh dari perilaku mencakup menonton iklan di TV, mengunjungi toko, atau membeli produk. Oleh karena itu, sementara afeksi dan kognisi mengacu pada perasaan dan pikiran
21
konsumen, perilaku berhubungan dengan apa yang sebenarnya dilakukan oleh konsumen. Peter dan Olson (2002;p36). Lingkungan mengacu pada rangsangan fisik dan sosial yang kompleks di dunia eksternal konsumen. Termasuk di dalamnya, benda-benda, tempat, dan orang lain yang memepengaruhi afeksi dan kognisi konsumen serta perilakuknya. Bagian penting dari lingkungan adalah rangsangan fisik dan social yang diciptakan oleh pemasar untuk mempengaruhi konsumen. Termasuk di dalamnya adalah produk, iklan, pernyataan verbal oleh salesman, label harga, lampu tanda, dan toko. Peter dan Olson (2002;p20). Lingkungan dalam kaitannya dengan toko berupa lokasi toko, tata letak toko, dan rangsangan dalam toko. Peter dan Olson (2002;p254): a.
Lokasi toko yang baik menjamin tersedianya akses yang cepat, dapat menarik sejumlah besar konsumen, dan cukup kuat untuk mengubah pola berbelanja dan pembelian konsumen. Sejalan dengan semakin menjamurnya outlet eceran yang menawarkan produk yang sama, perbedaan yang sangat tipis sekalipun pada lokasi dapat berdampak kuat pada pangsa pasar dan kemampuan sebuah toko. Keputusan pemilihan lokasi juga mencerminkan komitmen jangka panjang perusahaan dalam hal keuangan, sehingga mengubah lokasi yang buruk kadang kala sulit dilakukan dan sangat mahal.
b.
Tata letak toko dapat memberikan dampak yang besar pada konsumen. Pada tingkat yang paling mendasar, tata letak mempengaruhi faktor-faktor seperti berapa lama konsumen akan berada didalam toko, berapa banyak produk yang mengalami kontak pandang dengan konsumen, dan jalur mana dalam toko yang akan dilalui oleh konsumen.
c.
Rangsangan dalam toko. Toko memiliki beberapa rangsangan yang mempengaruhi konsumen: karakteristik dari konsumen lain yang datang serta para pramuniaga,
22
pencahayaan, suara, bau, suhu, luas rak dan display barang, tanda-tanda, warna, musik, dan barang dagangan. 2.3.3 Store Image (Citra Toko) Schiffman dan Kanuk (2008;p167), menyatakan bahwa “toko-toko atau gerai mempunyai citra toko atau perusahaan itu sendiri yang membantu mempengaruhi kualitas yang dirasakan dan keputusan konsumen mengenai pembelian produk”. Dan menurut Simamora (2003;p160) “citra toko adalah kesan yang diterima konsumen dari toko yang menjual produk, diukur berdasarkan kualitas yang dirasakan dari pengecer dimana produk yang bermerek tersedia”.
Store image dianggap sebagai salah satu aset yang berharga bagi sebuah usaha. Menurut Simamora (2003;p168): “Seperti produk, sebuah toko juga mempunyai kepribadian. Bahkan beberapa toko mempunyai citra yang sangat jelas dalam benak konsumen. Dengan kata lain store image adalah kepribadian sebuah toko. Kepribadian atau store image menggambarkan apa yang dilihat dan dirasakan oleh konsumen terhadap toko tertentu.“
Store image dengan sendirinya akan mampu mendiferensiasikan sebuah toko sehingga positioning toko bersangkutan menjadi jelas, positioning ini merupakan sebuah daya tarik kepada konsumen sehingga mau berkunjung ke toko bersangkutan. Penciptaan store image ini menjadi penting karena berpengaruh terhadap perilaku konsumen. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Simamora (2003;p168): “Bagi konsumen, kepribadian ini juga mewakili suatu gambaran yang utuh atas retailer. Oleh karena itu
retailer harus mampu mengetahui dan merancang apa yang mereka ingin konsumen lihat dan rasakan. Store image merupakan salah satu alat yang terpenting bagi retailer untuk menarik dan memenuhi kepuasan konsumen.” Hal ini mengingat konsumen menilai sebuah toko berdasarkan pengalaman mereka atas produk yang dijajakan oleh toko tersebut. Melalui
store image yang jelas ini memungkinkan beberapa toko akan membekas dalam ingatan konsumen. Kesan ini bisa dikelompokkan menjadi dua, yaitu kesan positif dan kesan negatif.
23
Untuk mendukung minat berkunjung konsumen, maka kesan positif harus dioptimalkan karena kesan negatif disebabkan oleh kekecewaan konsumen. Konsumen yang memasuki toko juga memiliki kesan tersendiri terhadap toko tersebut, kesan terhadap display produk, pelayanan yang diberikan dari karyawanna atau kesan terhadap barang yang ada. Kesan-kesan tersebut akan menimbulkan kesan tertentu terhadap toko tersebut. Setiap badan usaha berusaha menciptakan citra yang baik dimata konsumen, karena citra yang dimiliki konsumen terhadap toko pada akhirnya akan menimbulkan penilaian konsumen akan keberadaan toko tersebut. Citra yang baik dari suatu toko mampu menarik lebih banyak konsumen dan akan berpengaruh bagi kesuksesan toko. Menurut Fang Liu (2009), terdapat 4 jenis kesan yang terbentuk dibenak masyarakat mengenai image pada sebuah toko, yaitu: 1)
Sense Experience Sense Experience adalah semua penciptaan pengalaman konsumen yang berkaitan dengan panca indra berupa sight, sound, touch, taste, smell (penglihatan, pendengaran, sentuhan, rasa, penciuman). Berikut ini adalah Sub-variabel dari sense experience. a. Sight (penglihatan)
Sight adalah semua penciptaan pengalaman konsumen yang berupa atributatribut fisik Toko Buku Gramedia yang bisa dilihat langsung oleh konsumen. b. Sound (pendengaran)
Sound adalah semua penciptaan pangalaman konsumen yang bisa didengar oleh konsumen pada saat berbelanja di TB Gramedia. c.
Touch (sentuhan) Touch adalah semua penciptaan pengalaman konsumen yang didapat pada saat berkunjung ke TB Gramedia karena konsumen dapat membaca buku-buku secara langsung sebelum melakukan pembelian.
24
d. Taste (rasa)
Taste adalah semua penciptaan pengalaman konsumen yang dirasakan dari kualitas pelayanan TB Gramedia. e. Smell (bau)
Smell adalah penciptaan pengalaman konsumen yang berupa aroma dari pengaturan suhu udara yang sudah disesuaikan yang dapat dirasakan oleh konsumen TB Gramedia. Dengan membangun rasa dari pengalaman yang dilakukan melalui fungsi penglihatan, pendengaran, sentuhan, rasa, dan bau untuk mendorong motif pelanggan, meningkatkan nilai produk, dan membedakannya dengan produk dan perusahaan lain.
Window display yang menarik dapat memberikan perasaan menyenangkan dan rasa keindahan, yang dirasakan pelanggan melalui pengalaman langsung dan nyata. 2)
Emotion Experience Emotion Experience merupakan bagian dari sebuah Feel Experience. Jadi, Feel Experience adalah suatu penciptaan pengalaman konsumen yang berkaitan dengan perasaan yang ditimbulkan yang dapat mendorong emosi, suasana hati, dan keinginan konsumen untuk membeli buku di TB Gramedia. Sifat/watak dan sensasi adalah dua faktor utama dari Emotion Experience.
3)
Ponder Experience Ponder Experience adalah suatu penciptaan pengalaman konsumen yang dapat membuat konsumen untuk berpikir kembali pada saat memutuskan untuk membeli buku di TB Gramedia.
Ponder Experience dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu concentrated type (mengkonsentrasikan pada produk) dan decentralized type (memusatkan pada produk).
25
4)
Action Experience Action Experience adalah suatu penciptaan pengalaman konsumen yang berhubungan dengan tubuh secara fisik, pola perilaku dan gaya hidup jangka panjang serta pengalaman yang terjadi dari interaksi dengan orang lain. Di mana gaya hidup sendiri merupakan pola perilaku individu dalam hidup yang direfleksikan dalam tindakan, minat dan pendapat. Action Experience yang berupa gaya hidup dapat diterapkan dengan menggunakan trend yang sedang berlangsung atau mendorong terciptanya trend budaya baru.
Action Experience menciptakan pengalaman pelanggan dari hubungan fisik secara langsung antara karyawan dengan para pelanggan (pelayanan). 2.4
Perilaku Konsumen Menurut Mangkunegara (2002;p4) Perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan-
tindakan yang dilakukan oleh, kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan, menggunakan barang-barang atau jasa ekonomis yang dapat dipengaruhi lingkungan. Hani Handoko, (2000) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen merupakan semua kegiatan, tindakan serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, pada saat menggunakan produk dan jasa, dan
setelah melakukan hal-hal tersebut diatas atau disebut dengan kegiatan
mengevaluasi. Menurut Mangkunegara (2002;p4) Terdapat tiga variable dalam mempelajari perilaku konsumen berikut ini.
26
1)
Variabel Stimulus Merupakan variabel yang berada di luar diri individu (faktor eksternal) yang sangat berpengaruh dalam proses pembelian. Contoh: merek dan jenis barang, iklan, pramuniaga, penataan barang, dan ruangan toko.
2)
Variabel Respons Merupakan hasil aktivitas individu sebagai reaksi dari variabel stimulus. Variabel respons sangat bergantung pada faktor individu dan kekuatan stimulus. Contoh: keputusan membeli barang, pemberi penilaian terhadap barang, perubahan sikap terhadap suatu produk.
3)
Variabel Intervening Adalah variabel antara stimulus dan respons. Variabel ini merupakan faktor internal individu, termasuk motif-motif membeli, sikap terhadap suatu peristiwa, dan persepsi terhadap suatu barang. Peranan variabel intervening adalah untuk memodifikasi respons. Hubungan antara variabel stimulus, intervening, dan variabel respons ditunjukan pada gambar 2.1 dibawah ini:
Stimulus Variabels
Intervening Variabels
Response Variabels
Gambar 2.2 Hubungan antara Variabel dalam Perilaku Konsumen Sumber : Mangkunegara (2002;p4) Elemen retailing mix terdapat presentasi (tata letak dan suasana) yang membantu toko menentukan citra dan memposisikan eceran toko dalam benak konsumen. Elemenelemen dari kreativitas penataan toko seringkali mempengaruhi proses pemilihan toko
27
dan niat beli konsumen, kreativitas penciptaan suasana toko yang baik melalui display yang kreatif, desain bangunan yang menarik, pengaturan jarak antar rak, temperature, musik yang dialunkan, tidak hanya memberikan nilai tambah bagi produk yang di jual, tetapi juga menciptakan suasana lingkungan pembelian yang menyenangkan bagi konsumen, sehingga konsumen tersebut memilih toko yang disukai dan melakukan pembelian. Mengetahui dan memahami suasana toko merupakan kombinasi dari halhal yang bersifat emosional. Orientasi “belanja adalah belanja” (lebih mementingkan hal-hal fungsional)
Orientasi “rekreasi” (lebih dipengaruhi oleh suasana lingkungan tempat belanja)
Prabelanja (mencari dan memilih gerai) • Lokasi mudah dicapai • Cukup parkir • Dekat dengan gerai lain • Pilihan merchandise pelengkap atau pengganti
Prabelanja (mencari dan memilih gerai) • Bergengsi • Ada toko utama (anchor store) seperti Hero, Gramedia • Pilihan barang banyak • Merchandise eksklusive
Selama berbelanja • Barang yang tersedia • Harga menarik • Cepat proses pembayaran (antrian di kasir tidak terlalu panjang)
Selama berbelanja • Daya tarik ambience (suasana internal) • Visual merchandising • Fasilitas dalam gerai • Pusat barang dan jasa • Fasilitas kredit
Paska belanja (antaran barang, pemasangan, evaluasi, kunjungan ulang) • Display barang • Area informasi dan petunjuk bagi konsumen
Paska belanja (antaran barang, pemasangan, evaluasi, kunjungan ulang) • Display tema • Area informasi dan petunjuk bagi konsumen
Gambar 2.3 Perbedaan Perilaku Berbelanja Sumber: Hendri Ma’ruf, “Pemasaran Ritel”, 2006, p53.
28
2.4.1 Keputusan Pembelian Konsumen Menurut Kotler & Armstrong (2001;p226) Keputusan Pembelian adalah tahap dalam proses pengambilan keputusan pembeli di mana konsumen benar-benar membeli. Pengambilan keputusan merupakan suatu kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang yang ditawarkan. Tahap-tahap proses pengambilan keputusan pembelian dapat digambarkan dalam sebuah model di bawah ini (Philip Kotler,2005,p251): Pengenalan masalah
Pencarian informasi
Evaluasi alternatif
Keputusan pembelian
Perilaku setelah pembelian
Gambar 2.4 Consumer Decision Making Sumber : Philip Kotler (2005;p224) Model ini mempunyai anggapan bahwa para konsumen melakukan lima tahap dalam melakukan pembelian. Kelima tahap diatas tidak selalu terjadi, khususnya dalam pembelian yang tidak memerlukan keterlibatan yang tinggi dalam pembelian. Para konsumen dapat melewati beberapa tahap dan urutannya tidak sesuai. 1)
Pengenalan masalah Proses pembelian dimulai dengan pengenalan masalah atau kebutuhan pembeli menyadari suatu perbedaan antara keadaan yang sebenarnya dan keadaan yang diinginkanya. Kebutuhan itu dapat digerakkan oleh rangsangan dari dalam diri pembeli atau dari luar. Para penjual atau pemasar perlu mengenal faktor-faktor yang dapat menggerakkan kebutuhan/minat konsumen. Para pemasar perlu meneliti konsumen untuk memperoleh jawaban apakan kebutuhan yang dirasakan atau masalah yang timbul, apa yang menyebabkan semua itu muncul dan bagaimana kebutuhan atau masalah itu menyebabkan seseorang mencari produk tertentu.
29
2)
Pencarian informasi Setelah mengenali kebutuhan yang dihadapinya, konsumen akan mencari informasi lebih lanjutt atau mungkin tidak. Konsumen mungkin tidak berusaha secara aktif dalam mencari informasi sehubungan dengan kebutuhannya. Seberapa jauh orang tersebut mencari informasi tergantung pada kuat lemahnya dorongan kebutuhan, banyaknya informasi yang dimiliki, kemudahan memperoleh informasi, tambahan dan kepuasan yang diperoleh dari kegiatan mencari informasi. Biasanya jumlah kegiatan mencari informasi meningkat konsumen bergerak dari keputusan situasi pemecahan masalah yang terbatas kepemecahan masalah yang maksimal.
3)
Evaluasi alternatif Informasi yang didapat dari calon pembeli digunakan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai alternatif-alternatif yang dihadapinya serta daya tarik masing-masing alternatif. Produsen harus berusaha memahami cara konsumen mengenal informasi yang diperolehnya dan sampai pada sikap tertentu mengenai produk merek dan keputusan untuk membeli. Konsep-konsep dasar dari evaluasi alternatif: a. Pertama, konsumen berusaha untuk memenuhi suatu kebutuhan, b. Kedua, konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk, c.
Ketiga, konsumen memandang masing-masing produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan itu.
Para konsumen memiliki sikap yang berbeda-beda dalam memandang atribut-atribut yang dianggap relevan dan penting. Mereka akan memberikan perhatian terbesar pada atribut yang memberikan manfaat yang dicarinya. Konsumen mengembangkan sekumpulan keyakinan merek tentang diana posisi setiap merek dalam masing-masing atribut.
30
4)
Keputusan pembelian Produsen harus memahami bahwa konsumen mempunyai cara sendiri dalam menangani informasi yang diperolehnya dengan membatasi alternatif-alternatif yang harus dipilih atau dievaluasi untuk menentukan produk mana yang akan dibeli. Tahap penilaian keputusan pembelian menyebabkan konsumen membentuk pilihan mereka diantara merek yang tergabung didalam perangkat pilihan. Karena itu, produsen harus memahami bahwa konsumen mempunyai cara sendiri dalam menangani informasi yang diperolehnya dengan membatasi alternatif-alternatif yang harus dipilih atau dievaluasi untuk menentukan produk mana yang akan dibeli. Pembelian meliputi keputusan konsumen mengenai apa yang dibeli, apakah membeli atau tidak, kapan membeli, dimana membeli, dan bagaimana membayarnya. Dan biasanya konsumen cenderung untuk membeli merek yang disukainya.
5)
Perilaku setelah pembelian Setelah
membeli
produk,
konsumen
akan
mengalami
level
kepuasan
atau
ketidakpuasan tertentu. Pemasar harus memantau keputusan pasca pembelian, tindakan pasca pembelian, dan pemakaian produk pasca pembelian. Kepuasan pembeli merupakan fungsi dari seberapa dekat harapan pembeli atas suatu produk dengan kinerja yang dirasakan pembeli atas produk tersebut. Jika kinerja produk lebih rendah dari harapan, pelanggan akan kecewa, jika ternyata sesuai harapan, pelanggan akan puas, jika melebihi harapan, pembeli akan sangat puas. Perasaan-perasaan itu akan membedakan apakah pembeli akan membeli kembali produk tersebut dan membicarakan hal-hal yang menguntungkan atau tidak menguntungkan tentang produk tersebut dengan orang lain. Kepuasan dan ketidakpuasan konsumen terhadap suatu produk akan mempengaruhi perilaku selanjutnya. Jika konsumen puas, ia akan menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi
31
untuk membeli kembali produk tersebut. Para pelanggan yang tidak puas bereaksi sebaliknya. Mereka mungkin membuang atau mengembalikan produk tersebut. Proses keputusan memilih barang atau jasa dan lain-lainnya itu dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor pribadi-internal dalam dirinya sendiri. Faktor lingkungan terdiri atas faktor budaya, faktor sosial, faktor teknologi, dan faktor infrastruktur. Faktor pribadi atau faktor internal dalam diri seseorang adalah faktor penting bagi proses pembelian dalam diri konsumen. Suatu stimulasi, misalnya program pemasaran suatu perusahaan, akan mempunyai dampak yang berbeda terhadap seseorang konsumen dibandingkan konsumen lainnya. Pemahaman atas faktor pribadi ini penting untuk meningkatkan efisiensi suatu program pemasaran. Faktor pribadi terdiri atas aspek pribadi seperti usia dan tahap hidup, pekerjaan, kondisi keuangan, gaya hidup, kepribadian, konsep diri, dan aspek kejiwaan psikologis–motivasi, persepsi, kepercayaan dan perilaku. Ma’ruf (2006;p56-60). 2.5
Penelitian Terdahulu Pada sub bab ini, akan dikaji beberapa hasil penelitian-penelitian terdahulu yang
relevan, yang mendukung untuk lebih memahami variabel-variabel yang diteliti, dan jurnaljurnal yang terkait dengan pemahaman mengenai variabel Store Atmosphere dan Store
Image yang dapat mempengaruhi Keputusan Pembelian Konsumen. Penelitian-penelitian tersebut adalah: 1)
Rita Martenson (2007), dengan penelitiannya yang berjudul “Corporate Brand Image
Satisfaction and Store Loyalty” . Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dampak dari citra toko terhadap kepuasan dan loyalitas pelanggan toko di toko ritel grosir. Citra perusahaan (toko) didefinisikan sebagai efek gabungan dari bagaimana pengecer sebagai merek, merek produsen, dan dianggap sebagai merek-merek toko. Alasan toko termasuk merek dan merek produsen dalam definisi ini adalah bahwa citra dan ekuitas merek pengecer tergantung pada merek produk yang mereka bawa dan ekuitas dari merek produk tersebut. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melakukan
32
sebuah survei yang dikirim melalui email ke sebuah sampel perwakilan nasional dari konsumen, yang menghasilkan 1000 jawaban yang bermanfaat. Variabel yang diukur dengan skala 5 dinilai berbeda seperti skala Likert. Pengujian model yang diusulkan didasarkan pada model jalur sederhana (simple path model) yang terkait dengan the
latent variables ke variabel dependen loyalitas toko yang nyata. Dan hasil dari penelitian ini adalah: ada hubungan yang lebih kuat (perkiraan standar) antara
corporate image dan kepuasan. Dibandingkan antara kepuasan dan loyalitas toko yang berdampak pada kekuatan hubungan antara kepuasan dan loyalitas toko. 2)
Hatane Semuel (2005), dengan penelitiannya yang berjudul “Respons Lingkungan Berbelanja Sebagai Stimulus Pembelian Tidak Terencana pada Toko Serba Ada (Studi Kasus Carrefour Surabaya)”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh langsung respons lingkungan belanja konsumen terhadap pengalaman belanja dan untuk menciptakan pembelian yang tidak terencana pada toko serba ada (Toserba) yang dilihat dari respons pelanggan terhadap lingkungan berbelanja sebagai stimulus suatu studi kasus pada 200 pelanggan Carrefour Surabaya. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang disebarkan ke 200 pelanggan Carrefour Surabaya, dengan menarik sample secara acak (probability sampling) . kuesioner tersebut berisi pertanyaan-pertanyaan yang mengacu kepada indikator tujuh variabel dalam model yang di bangun. Variabel ini diukur dengan memodifikasi skala pengukuran berdasarkan mode Semantic Differensial Scale, menggunakan lima poin tingkatan perasaan dari sangat tidak setuju sampai dengan sangat setuju. Dan berdasarkan analisis yang dilakukan penelitian ini juga menggunakan model Struktur
Equation Modeling (SEM) yang merupakan suatu teknik modeling statistika yang paling umum dan telah digunakan secara luas dalam ilmu perilaku (behaviour science). SEM dapat ditunjukan sebagai kombinasi dari analisis faktor, analisis regresi, dan analisis path. Dan hasil penelitian mengungkapkan bahwa variabel respons lingkungan belanja
33
dominan berpengaruh positif terhadap pembelian yang tidak terencana. Terungkap juga bahwa variabel pengalaman berbelanja resources expenditure merupakan variabel mediator antara respons lingkungan belanja dan variabel pengalaman belanja lainnya, serta berpengaruh negatif terhadap pembelian tidak terencana. 3)
Shuo-Fang Liu, Wen-Cheng Wang, Ying-Hsiu Chen (2009), dengan penelitiannya yang berjudul “Applying Store Image and Consumer Behavior to Window Display Analysis”. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh daya tarik perhatian konsumen, untuk memberikan informasi produk dan mendorong sambungan memori konsumen. Oleh karena itu, visi komposisi dari window display adalah dapat menciptakan perasaan psikologis dan emosi dan ini adalah citra toko pertama yang diterima oleh konsumen yang terutama dapat mempengaruhi keputusan konsumen untuk tinggal dan melakukan pembelian, serta faktor kunci yang menentukan keberhasilan window
display. Dan penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui relevansi atau hubungan antara citra toko dan perilaku konsumen, relevansi antara citra toko dan kepuasan pelanggan, dan relevansi antara citra toko dengan loyalitas pelanggan. The Concrete
Methods adalah metode yang digunakan dalam penelitian ini yang digunakan unuk mempromosikan interaksi antara toko dan konsumen yang tergantung pada dekorasi, tampilan, warna, musik, bau atmosfer seluruh toko, area aktivitas konsumen, ruangan toko, area khusus toko, serta pencampuran lima indra untuk membangun pengalaman mengkonsumsi dan memanfaatkan pengalaman fisik yang sebagian besar dapat mempengaruhi titik kontak konsumen. Dan hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa: - Store
Image
(citra
toko)
merupakan
titik
subjektif
seseorang
terhadap
pandangannya terhadap sebuah toko. - Store Image (citra toko) merupakan persepsi pribadi dan bukan merupakan unsur emosional tetapi mungkin dipengaruhi oleh faktor dan perubahan-perubahan lain.
34
- Store Image (citra toko) dapat membangun persepsi konsumen dan juga mencakup faktor fungsional toko yang terlihat, dan faktor psikologis yang tidak terlihat. - Store Image (citra toko) merupakan gambaran sebuah toko dari seluruh isi hati masyarakat. Dan
kesimpulannya
atmosfer
toko
dapat
menarik
perhatian
konsumen
dan
mempengaruhi konsumen untuk masuk dan membeli, maka dengan begitu konsumen dapat merasakan kecocokan citra mereka dengan suasana toko dan mereka dapat memilih dan membeli produk sesuai dengan citra mereka sendiri. Hal ini dapat menciptakan citra positif terhadap sebuah toko, dan citra positif dari pelanggan tersebut akan sangat mempengaruhi perilaku pembelian konsumen. 4)
Dong-Mo Koo (2003), dengan penelitiannya yang berjudul “Inter-relationship among
Store Image, Store Satisfaction, and Loyalty among Korea Discount Retail Patrons”. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana beraneka karakteristik dari lingkungan ritel diskon dan sikap keseluruhan (overall attitude) terhadap sebuah toko ritel diskon, yang dianggap bersifat abstrak dan merupakan komponen citra global
(global image component), mempengaruhi kepuasan konsumen, dan kemudian bagaimana kepuasan konsumen tersebut pada gilirannya mempengaruhi loyalitas pengunjung terhadap toko (store loyalty). Dalam pengukurannya digunakan lima point skala Likert. Variabel overall attitude diukur dengan tiga indikator yang menyatakan baik buruknya (good-bad) sebuah toko, suka tidak sukanya seseorang konsumen (like-
dislike) terhadap sebuah toko ritel, dan sikap senang tidaknya seseorang (favorableunfavorable) terhadap sebuah toko ritel. Variabel Store Image diukur dengan tujuh dimensi, yakni: Store Atmosphere, location, convenient facilities, value, employee
service, after sale service, dan merchandising. Kemudian, untuk variabel satisfaction diukur menggunakan tiga indikator yang menyatakan persepsi konsumen akan keputusannya untuk membeli di toko tertentu, persepsi akan penilaiannya untuk
35
membeli produk di toko tertentu, dan persepsi akan tindakan yang telah dilakukannya. Terakhir untuk variabel Store Loyalty digunakan dua dimensi yaitu commitment dan
intention to revisit the store. Data diambil dari sampel yang berupa 517 pedagang ritel diskon di Daegu, Korea. Analisis menggunakan metode SEM (Structural Equation
Modelling), yang menghasilkan temuan-temuan sbb: - pembentukan sikap keseluruhan (overall attitude) paling erat terkait dengan in-store
service : atmosphere, employee service, after sales service, and merchandising. - Kepuasan toko (Store Satisfaction) dibentuk melalui perceived store atmosphere and
value, - Overall attitude
berpengaruh secara kuat terhadap kepuasan dan loyalitas serta
dampaknya lebih kuat terhadap loyalitas dibandingkan dengan kepuasan, - Store loyalty dipengaruhi langsung dan paing signifikan oleh lokasi, merchandising,
and after sales service secara berurutan, - Kepuasan tidak berkaitan dengan komitmen konsumen untuk mempertahankan perilaku berkunjung kembali ke sebuah toko.
36
2.6
Kerangka Pemikiran Berdasar pada landasan teori di atas dan mengacu pada penelitian yang telah
dilakukan, maka diperoleh kerangka teori berikut ini.
Store Atmosphere: (X1) • • • •
Store Image: (X2) • • •
Eksterior General Interior Store Layout Interior Display
•
Keputusan Pembelian Konsumen (Y) • • • • •
Motivasi dan Pengenalan kebutuhan Pencarian informasi Evaluasi alternatif Keputusan pembelian Perilaku setelah pembelian (hasil)
Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran
Sumber : Penulis
Sense Experience Emotion Experience Ponder Experience Action Experience
37
2.7 Hipotesis Hipotesis merupakan dugaan sementara yang kemungkinan benar atau kemungkinan salah. Hipotesis tersebut akan ditolak jika ternyata salah, dan akan diterima jika fakta-fakta membenarkan. Oleh karena itu, pada penulisan laporan ini, penulis akan mengajukan hipotesis sebagai berikut: 1)
T–1: Untuk mengetahui pengaruh Store Atmosphere terhadap Keputusan Pembelian Konsumen pada toko buku Gramedia Pondok Indah. Hipotesisnya adalah : H0 : tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel Store Atmosphere terhadap Keputusan Pembelian Konsumen pada toko buku Gramedia Pondok Indah. Ha : ada pengaruh yang signifikan antara variabel Store Atmosphere terhadap Keputusan Pembelian Konsumen pada toko buku Gramedia Pondok Indah.
2)
T–2: Untuk mengetahui pengaruh Store Image terhadap Keputusan Pembelian Konsumen pada toko buku Gramedia Pondok Indah. Hipotesisnya adalah : H0 : tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel Store Image terhadap Keputusan Pembelian Konsumen pada toko buku Gramedia Pondok Indah. Ha : ada pengaruh yang signifikan antara variabel Store Image terhadap Keputusan Pembelian Konsumen pada toko buku Gramedia Pondok Indah.
3)
T–3: Untuk mengetahui pengaruh Store Atmosphere dan Store Image secara bersama-sama terhadap Keputusan Pembelian Konsumen pada toko buku Gramedia Pondok Indah.
38
H0 : tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel Store Atmosphere dan Store
Image terhadap Keputusan Pembelian Konsumen pada toko buku Gramedia Pondok Indah. Ha : ada pengaruh yang signifikan antara variabel Store Atmosphere dan Store Image terhadap Keputusan Pembelian Konsumen pada toko buku Gramedia Pondok Indah.