Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian Muh ... - Sosiologi

73 downloads 206 Views 207KB Size Report
Dialektika Edisi 08 Tahun 2011. ISSN 1858-3857. Sosiologi FISIP Universitas Sebelas Maret. Page - 1. Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian. Muh.
Dialektika Edisi 08 Tahun 2011 ISSN 1858-3857

Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian Muh. Taufiq Yuhry Alih fungsi lahan pertanian menjadi kian marak. Tiap tahun, sekitar 158.000 hektar pertanian berubah fungsi menjadi kawasan perumahan, pabrik-pabrik, dan jalan tol. Disisi lain pertumbuhan yanh tinggi meningkatkan konsumsi pangan per kapita. Perlu kebijakan komprehensif untuk menangani persoalan ini. “Tawangmangu tidak seperti dulu lagi. Sebuah kecamatan yang terletak di kawasan Puncak, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, telah berubah secara drastis. Layaknya sebuah kawasan pariwisata, disepanjang jalan berjajar villa, hotel, restaurant, dan kios-kios. Di daerah yang terkenal sebagai sentra penghasilan sayuran ini telah menjamur perumahan mewah dan pertokoan. Lima belas tahun lalu daerah ini masih memiliki nuansa alam pedesaan. Dimana lahan pertanian terhampar luas dan menghasilkan syuran yang kemudian menjadi sentra produk pertanian kawasan tersebut. Namun, seiring dengan pesatnya pembangunan dikawasan tersebut menjadikan lahan pertanian produktif kian menyusut. Akibatnya, jumlah produksi sayuran menurun tiap tahunnya. Data Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar menunjukkan, jumlah produksi sayuran pada tahun 2007 mencapai 340.393 ton. Tetapi pada 2008 produksi ini mengalami penurunan menjadi268.327 ton. Selain itu maraknya pembangunan vila juga telah mempengaruhi pola hidup masyarakat, terutamapada petani pemilik lahan. Apabila dulu banyak petani memiliki lahan dan mengolahnya sendiri, kini tidak sedikit yang menjual lahannnya kepada para pengembang dan kemudian memilih menjadi penunggu vila. Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar mencatat, penuyusutan lahan di Karanganyar mencapai 5% per tahun. Kasus di atas merupakan sebagian kecil dari sekian banyak kejadian alih fungsi lahan pertanian di pedesaaan yang ada di Indonesia. Konversi lahan pertanian ke non pertanian menjadi kian marak belakangan ini. Kini, dalam satu tahun tercatat 158.000 hektar lahan pertanian beralih fungsi menjadi lahan non pertanian. Pertumbuhan penduduk yang pesat, terutama di Pulau Jawa menjadikan banyak lahanpertanian yang beralih fungsi menjadi pasar, hotel, perumahan, dan asilitas umum lainnya. Data Balai Pusat Statistik mencatat, konversi lahan pertanian ke non pertanian 58% digunakan untuk perumahan dan sisianya untuk kegiatan ekonomi non pertanian dan sarana publik lainnya. Pengalihan fungsi lahan yang tidak terkendali baik direncanakan atau tidak. Pada tahun 2006, hasil inventaris

Badan Pertanahan Nasional menunjukkan alih fungsi lahan

direncanakan oleh pemerintah daerah. Hal ini kerena keinginan pemerintah daerah

Sosiologi FISIP Universitas Sebelas Maret

Page - 1

Dialektika Edisi 08 Tahun 2011 ISSN 1858-3857

mengembangkan perekonomian di daerah mereka dengan menarik investor untuk mendirikan perusahaan atau pembuatan perumahan. Tentu saja alih fungsi lahan ini akan sulit dicegah karena keterlibatan pemerintah didalamnya. Sehingga kebijakan yang ada cenderung mendorong alih fungsi lahan tersebut. Sebagai pemisalan di daerah Klaten dalam perdanya ada aturan yang menyebutkan bahwa di dearah Delanggu yang terkenal sebagai sentra padi hanya untuk pertanian. Namun dalam kenyataanya di daerah tersebut sekarang terdapat perumahan mewah juga pabrik-pabrik. Selain itu alih fungsi lahan juga seringkali karena keinginan pemilik lahan. Lahan pertanian adalah lahan yang nilai ekonomisnya paling rendah. Oleh karena perkembangan kota, kecenderungan berubag bukan hanya dari developer sebagai pemilik modal tetapi juag barasall dari petani sendiri yang menganggap bahwa nilai tanahnya sudah terlalu tinggi jika digunakan untuk pertanian. Hal ini terjadi karena dua hal. Pertama, keterkaitan dengan kepemilikan lahan. Sebagian besar petani di Indonesia adalah petani gurem yang memilik sawah yang sangat sempit karena sistem pembagian warisan fragmentasi lahan, padahal kepemilikan lahan merupakan hal yang sangat mendasar dalam pertanian. Disisi lain adanya usaha lain yang lebih menerik, menjadikan petani kemudian mengalih fungsikan lahan pertanian mereka. Kedua, berkaitan dengan harga jual padi. Saat ini harga padi sering fluktuatif terutama ditingkat konsumen. Kefluktuatifan ini terjadi tergantung dari kondisi persedian yang ada di pemerintah. Namun, seringkali terjadi keanehan bahwa pemeritah kita mengatakan berswasembada pangan tetapi kenapa kita mengimpor beras?bahkan kita mengekspor? Terus kenapa kita mengimpor jika kita bisa mengekspor? Hal ini dilakukan karena para pemilik modal terutama para pencari untung menginginkan harga padi pada tingkat petani murah sehingga mereka bias membeli beras untuk kemudian di ekspor ke negara lain dengan harga mahal. Dengan harga yang murah tersebut petani merasa bahwa dengan penghasilan yang mereka peroleh tidak sebanding dengan beaya produksi. Sementara jika tanah mereka jual harag tanah ebih tinggi daripada nilai tanah bil adigunakan untuk pertanian. Maka akan mendorong petani untuk menjual tanah mereka. Ancaman rawan pangan di Indonesia terjadi begitu kuatnya. Hal ini terjadi karena degradasi lahan pertanian yang luar biasa, sementara rehabilitasi lambat. Konversi lahan pertanian ke non pertanian mencapai 158.000 hektar per tahun sementara pencetakan lahan pertanian tidak sampai 5.000 hektar per tahun. Kondisi ini diperparah dengan adanya kerusakan infrastruktur karena telah dimakn usia baik dari irigasi, jalan-jalan di pedesaan dan yang lainnya. Selain itu penuaan usai petani Indonesia.

Sosiologi FISIP Universitas Sebelas Maret

Page - 2

Dialektika Edisi 08 Tahun 2011 ISSN 1858-3857

UU Perlindungan Lahan UU Perlindungan lahan pertanian itu dimaksudkan untuk menjaga agar tersedia cukup lahan untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh masyarakat. Selain itu, UU ini juga dimaksudkan agar lahan tanaman pangan yang produktif sekarang tidak beralih fungsi. Faktanya, jumlah lahan pertanian produktif terus mengalami penurunan. Setiap tahun, jumlah lahan pertanian produktif berkurang cukup banyak. Berkurangnya luas lahan pertanian produktif setiap tahunnya tidak sebanding dengan jumlah pencetakan lahan pertanian baru. Hingga saat ini, upaya rehabilitasi dan pencetakan lahan baru setiap tahun masih menghadapi banyak kendala serius. Kalau hal ini terus dibiarkan, lahan pertanian nantinya akan semakin sempit. Sementara di sisi lain, kebutuhan bahan pangan semakin meningkat, karena terus meningkatnya jumlah penduduk. UU Perlindungan lahan pertanian, nantinya juga akan membatasi pemerintah daerah yang akan mengalih-fungsikan lahan pertanian produktif di wilayah masing-masing. Karenanya saat ini diperlukan perluasan lahan pertanian. Disamping itu perlu dibuat kebijakan tentang palih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Memang tidak bisa dipungkuri kita perlu pembangunan. Namun yang perlu diperhatiakan adalah jangan sampai menjadikan kita kesulitan di lain hari. Seperti mendirikan perusahaan di lahan yang kurang subur. Selain itu diperlukan alih teknologi pertanian guna meningkatkan mutu baik secara kuantitas maupun kualitas hasil pertanian dan pemberian modal guna pengembnagan usaha tani.

Sosiologi FISIP Universitas Sebelas Maret

Page - 3