anak dan perkembangannya ditinjau dari psikologis ... - Gabenta

59 downloads 3653 Views 325KB Size Report
Tujuan penelitian adalah mengkaji tentang anak dan perkembangannya ditinjau dari psikologis, yuridis dan hukum Islam. Metode yang digunakan adalah.
ANAK DAN PERKEMBANGANNYA DITINJAU DARI PSIKOLOGIS, YURIDIS DAN HUKUM ISLAM Iman Jauhari

*)

ABSTRAK Tujuan penelitian adalah mengkaji tentang anak dan perkembangannya ditinjau dari psikologis, yuridis dan hukum Islam. Metode yang digunakan adalah pendekatan penelitian kepustakaan dengan content analysis (analisis isi) dari berbagai referensi yang relevan dengan permasalahan yang dibahas. Anak dan perkembangannya sangat dipengaruhi pengasuhan dan bimbingan yang diterima oleh si anak. Anak yang tidak mendapatkan kasih sayang semasa kecil, maka hatinya akan menjadi keras. Sumber rahmat akan semakin punah dalam jiwa anak, sebab anak yang kehilangan kasih sayang ketika kecil tidak akan menemukannya setelah dewasa. Ini berarti telah menghancurkan sendi kekuatan masyarakat dan menyia-nyiakan tujuan penting Allah menciptakan manusia di bumi. Oleh karena itu, hak anak dan perkembangannya diatur dalam undangundang dan bahkan dalam hukum Islam telah lebih dahulu mengatur hak anak dan perkembangannya yang diwajibkan kepada orangtua agar untuk mengasuh dan memberikan pendidikan yang baik bagi anak, sehingga anak menjadi anak yang saleh dan sehat jasmani rohani yang mengabdi kepada Allah dan berbakti kepada orang tua, masyarakat dan bangsanya.

ABSTRACT Children And Their Development In Terms Of Psychological, Juridical And Islamic Law. The purpose of this paper examines the children and their development in terms of psychological, juridical and Islamic law. The method used was literature research approach with content analysis of the various references relevant to the issues discussed. Children and their development is influenced by the

*)

Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Darussalam Banda

Aceh.

1

MIZAN VOL. 2 No. 3. Februari 2012 care and guidance received by the child. Children who do not get the love as a child, then his heart will become hard. Source of grace will increasingly become extinct in the soul of the child, because children who lost their affection as a child will not find it as an adult. This means that the joint forces had destroyed the community and have wasted a significant purpose God created man on earth. Therefore, the rights of children and their development is set in law and even in Islamic law had previously set the rights of children and their development is required of parents to nurture and provide a good education for children, so children become godly children and physically healthy spiritual devoted to God and devotion to their parents, community and nation.

Kata kunci: Anak, psikologis, yuridis, hukum Islam.

A. PENDAHULUAN Perhatian terhadap anak sudah lama ada sejalan dengan peradaban manusia itu sendiri, yang dari hari semakin berkembang. Anak adalah putra kehidupan, masa depan bangsa dan negara. Oleh karena itu anak memerlukan pembinaan, bimbingan khusus agar dapat berkembang fisik, mental dan spritualnya secara maksimal.1 Anak bukanlah individu yang sudah mampu memikul beban atau risiko dari segala perbuatan yang dilakukan, seperti lazimnya orang dewasa. Memang dalam masa perkembangannya anak harus dikenalkan dengan berbagai macam persoalan orang dewasa dan juga diajarkan bagaimana menjalani kehidupan di masa dewasa. Memang dalam masa perkembangannya anak harus dikenalkan dengan berbagai macam persoalan orang dewasa dan juga diajarkan bagaimana menjalani kehidupan di masa dewasa, tetapi bukan berarti anak harus melaksanakan atau merasakannya sebagai suatu beban atau tanggung jawab orang dewasa. Mengajarkan anak untuk mandiri dan bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya memang harus dimulai sejak dini agar bila kelak memasuki masa kehidupan dewasa yang sebenarnya tidak menjadi “shock”.2 Anak, di awal kehidupannya, berusaha keras dalam berintegrasi dengan orang yang ada di sekitarnya, dalam memahami lingkungan sekitarnya, dan dalam melakukan adaptasi dengan lingkungan tersebut. Dia berupaya untuk membuat orang lain memahami kehendaknya. Keluarga, dengan perannya masing-masing, Darwan Print, 1997, Hukum Anak Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, halaman 4. 1

2 Afisah Wardah Lubis, 1998, “Memahami Perkembangan Psikologi Anak Dalam Implementasi Perlindungan Anak”, Majalah Konvensi, Vol. II No. I Maret 1998, Medan: LAAI, halaman 62.

2

Iman Jauhari: Anak Dan Perkembangannya berusaha untuk membantu anak dan melatihnya agar dapat mengucapkan beberapa kata atau kalimat.3 Membantu anak dalam melakukan semua itu dengan metode praktis dan mudah serta menghindarkan anak dari kekeliruan dalam menyesuaikan diri, penyakit-penyakit bicara, dan menjauhkan anak dari keluarga yang bermasalah. Oleh karena itu Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: Setiap orang dari kamu adalah pemimpin, yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepentingannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin rumah tangga, akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya. Seorang wanita adalah pemimpin dalam rumah suaminya, akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Pembantu rumah tangga adalah pemimpin atas harta tuannya, yang pasti akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Kalian semua adalah pemimpin, yang pasti akan dimintai pertanggungjawaban atas sesuatu yang dipimpinnya (H.R. Bukhari Muslim). Allah menciptakan manusia dari jenis laki-laki dan wanita, agar mereka saling mengambil kebahagiaan. Keadaan dan kondisi menentukan, bahwa kaum laki-laki harus rajin dan giat bekerja dalam upaya untuk mencukupi kebutuhan keluarga, istri dan anak-anaknya. Tugas seorang wanita mendidik dan memelihara anak agar kelak menjadi orang mulia, dan membereskan urusan rumah tangga. Apabila kebutuhan ekonomi memaksanya untuk bekerja, maka seorang wanita sebaiknya bekerja di rumah. Sedangkan kalau kebutuhan telah tercukupi, maka Islam mengkhususkan agar seorang wanita mengurus kepentingan rumah tangga dan mendidik anak-anaknya saja. Mengurus rumah tangga dan mendidik anak berarti telah memberikan sumbangan besar kepada negara dan masyarakat. Mendidik dan memelihara tunas bangsa agar tumbuh menjadi insan kamil, di tengah-tengah masyarakat, bukanlah suatu upaya yang kecil nilainya. Pada saatnya diharapkan mereka dapat berbuat dan mengembangkan kreativitas demi kemajuan dan kemakmuran bangsanya. Bagi wanita, bekerja di luar rumah akan mengundang berbagai dampak negatif, yang akan mengantar pada retaknya hubungan kasih sayang dalam keluarga. Wanita karier tidak mungkin dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, sementara ia harus mendidik anak. Barangkali anak-anaknya akan diserahkan kepada seorang wanita pembantu atau diserahkan kepada DarulHadhanah (panti asuhan).4

Syakir Abdul Azhim, 2002, Membimbing Anak Terampil Berbahasa, Jakarta: Gema Insani, halaman 2. 3

4 Hamid Abdul Khalik Hamid, 2000, Bimbinglah Anakmu ke Surga, Surabaya: Risalah Gusti, halaman 2.

3

MIZAN VOL. 2 No. 3. Februari 2012 Anak yang diserahkan kepada pembantu maupun panti asuhan tidak akan mendapat belaian kasih sayang dari seorang ibu. Tidak mendapat tatapan sinar keibuan yang diamanatkan Allah kepada seorang ibu, sehingga semakin jauh rasa kasih sayang terhadap anak. Bahkan tidak mustahil rasa tanggung jawab pemeliharaan terhadap anak akan semakin pudar. Padahal belaian kasih sayang seorang ibu merupakan hal yang sangat tinggi nilainya bagi kelangsungan hidup dan masa depan si anak. Seorang anak yang keluar dalam kancah kehidupan, sedangkan ia mengetahui bahwa dirinya tidak menemukan orang yang menaruh kasih sayang, maka hatinya akan menjadi keras. Sumber rahmat akan semakin punah dalam jiwanya. Sebab orang yang kehilangan sesuatu tidak akan menemukannya kembali. Apabila seorang anak telah kehilangan kasih sayang seorang ibu di waktu kecil, ia tidak akan menemukannya setelah dewasa. Ini berarti telah menghancurkan sendi kekuatan masyarakat dan menyia-nyiakan tujuan penting Allah menciptakan manusia di bumi. Anak yang diserahkan kepada seorang perawat tidak akan mendapat pemeliharaan yang baik sebagaimana pemeliharaan orang tua. Seorang perawat tidak dapat menggantikan kedudukan orang tua. Anak ditinggalkannya dengan sia-sia dan seenaknya, tidak ditanamkan akhlak karimah dan kebiasaan baik. Bahkan si anak akan banyak belajar darinya kebiasaan-kebiasaan jelek yang dapat menghancurkan masa depannya. Karena itu, memberi kesempatan bekerja di luar rumah bagi wanita berarti membinasakan sendi-sendi kekuatan dan kemajuan masyarakat. Realitanya, wanita merupakan bagian dari anggota masyarakat di mana ia harus bergaul di tengah kehidupan yang ada. Dalam pergaulan seharusnya menempuh jalan yang dapat memelihara ketentraman masyarakat dan melestarikannya. Bukan sebaliknya, membinasakan dan menghancurkan persatuan dan kesatuan. Dalam hal ini bukan bermaksud membatasi apalagi menghilangkan hakhak wanita, tetapi mengajak untuk menerapkan modal dasar yang baik terhadap hak-hak mereka. Meninggalkan hal-hal yang memaksa dan melakukan sesuatu yang dapat menciptakan kemaslahatan masyarakat. Yang sangat dikhawatirkan adalah datangnya suatu masa di mana kaum wanita banyak bekerja di luar rumah, sehingga anak-anak mereka tidak mendapat pemeliharaan yang baik. Yang mengakibatkan nilai-nilai luhur dan dasar-dasar akhlak karimah akan tersia-sia pula bersama mereka. Orang-orang yang memompakan dan mengadakan gebrakan terhadap emansipasi wanita berarti mengajak pada kemuliaan dan kemajuan. Allah SWT

4

Iman Jauhari: Anak Dan Perkembangannya telah menciptakan kaum laki-laki dan wanita dari seorang diri, agar mereka saling mengambil kebahagiaan. Wanita dengan kondisi jasmani yang lemah, siap hamil dan melahirkan, menyusui dan mendidik anak, maka Allah menanamkan sifat lembut dan kasih sayang dalam hatinya. Sedangkan kepada kaum laki-laki diberikan kekuatan fisik agar siap bekerja dan berupaya mencari kebutuhan hidup. Wanita yang berbakti pada tanah air dengan memelihara dan memperhatikan pendidikan serta perkembangan anak adalah lebih baik daripada wanita karier yang bekerja di luar rumah. 5 Berdasarkan uraian di atas, maka dalam tulisan ini dibahas mengenai anak dan perkembangannya dalam kajian psikologis, yuridis dan hukum Islam, yang meliputi pembahasannya adalah sejarah singkat psikologi anak, perkembangan anak, hak-hak anak, tanggung jawab orang terhadap anak, dan anak dalam perspektif Al-Qur‟an. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan penelitian kepustakaan dengan content analysis (analisis isi) dari berbagai referensi yang relevan dengan permasalahan yang dibahas.

B. SEJARAH SINGKAT PSIKOLOGI ANAK Pada akhir abad ke-19 mulai timbul perhatian umum terhadap pribadi dan hakikat anak, sehingga akan dijadikan “obyek” yang dipelajari secara ilmiah. Masa baru ini dipelopori antara lain oleh Wilhelm Preyer, seorang tabib yang menulis buku “Die Seele des Kindes” (Jiwa Anak) pada tahun 1882. Tidak lama kemudian, tampillah para doktor, ahli jiwa dan ahli pendidik yang meneliti anak, serta menulis buku-buku psikologi anak. Antara lain William Stern menulis buku “Psychologie der fruhen Kindheit”. Psikologi anak-anak usia sangat muda), yang menuliskan anak sebagai struktur kepribadian yang aktif, dan merupakan satu totalitas bulat yang dinamis.6 Karl Buhler menulis buku “Die geistige Endwicklung des Kindes” (Perkembangan jiwani anak) pada tahun 1918. Dan Koffka menulis buku “Die Grundlagen der psychischen Entwicklung” (Asas dasar dari perkembangan psikis) pada tahun 1921. Di Amerika Serikat, tokoh-tokoh terkenal yang mempelajari masalah kanakkanak antara lain Tracy “Adolescence”. Sedang di Inggris antara lain ialah Sully

5

Ibid., halaman 4

6 Yanis, 1979, Personality, Dynamic Development and Assesment, New York, halaman 28.

5

MIZAN VOL. 2 No. 3. Februari 2012 dan Baldwin. Di Perancis dikenal antara lain Compayre, Perez dan Claparede. Tokoh Swiss yang terkenal ialah Piaget. Termasyur pula ialah tokoh Karl Buhler dan isterinya Charlotte Buhler yang menulis buku “Kindheit und Jugend” (Masa kanak-kanak dan anak muda) serta “Genese des Bewustseins” (Kejadian dari kesadaran).7 Doktor Spranger menulis buku “Psychologie des Jugendalters” (Psikologi dari masa muda). Sedang sarjana-sarjana Belanda dalam ilmu pendidikan yang banyak menulis buku antara lain: Gunning, Kohnstamm, Bigot, Palland, Sis Heyster, J. Bijl, Roels dan Lievegoed. Sarjana lainnya ialah: Meumann, Koffka dan Kroh (Jerman), Dr. Schuyten, Tobie Jonckheere, Decroly (Belgia), Sikorski, dan Pavlov (Rusia), v. Wagenburg, van Ginneken, Frater Rombouts, Casimir, Waterink, Langeveld dan lain-lain (Belanda). 8 Di samping tokoh-tokoh tersebut di atas, ada pula beberapa tokoh pendidik pada abad-abad sebelumnya, yang banyak berjasa dalam pemikiran tentang hakikat anak dan perkembangan anak-anak. Tokoh-tokoh tersebut antara lain ialah Johan Amos Comenius (1592-1671). Ia dipandang sebagai seorang ahli pendidik pertama yang mengemukakan sifat-sifat khas anak, yang berbeda dengan ciri dan sifat-sifat orang dewasa. Kemudian Jean Jacquis Rosseau (1712-1778) yang mencoba melukiskan perkembangan anak dalam bukunya “Emile et Sophy” (yang menuntut anak berkembang/tumbuh dalam kebebasan). Juga Heinrich Pestalozzi (1746-1852) menaruh minat yang sangat besar pada masalah kehidupan anak. Kemudian Dr Maria Montessori (1870-1952) dari Italia, sangat berminat pada masalah kejiwaan anak, dan mencoba mengembangkan satu metodik mengajar yang berprinsip pada “auto education”.9

C. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK Dalam kehidupan anak ada dua proses yang beroperasi secara kontinu, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Kedua proses ini berlangsung secara interdependen, saling bergantung satu sama lainnya. Kedua proses itu tidak bisa dipisahkan dalam bentuk-bentuk yang murni berdiri sendiri-sendiri, akan tetapi bisa dibedakan untuk maksud lebih mudah memahaminya. Pertumbuhan ialah perubahan secara fisiologi sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat, dalam passage (peredaran waktu) tertentu. 7

A.T. Jersild, 1971, Child Psychology, New York: Prentice Hall, halaman 179.

Kartini Kartono, 1995, Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan), Bandung: CV. Mandar Maju, halaman 5. 8

9 J.E. Anderson, 1964, Methods of Child Psychology, in manual of Child Psychology and ed. Edited by L. Caarmichael, New York: Wiley, halaman 147.

6

Iman Jauhari: Anak Dan Perkembangannya Pertumbuhan dapat diartikan pula sebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (resam tubuh, keadaan jasmaniah) yang harediter/turun-temurun dalam bentuk proses aktif secara berkesinambungan. Hasil pertumbuhan antara lain berwujud bertambah panjangnya badan anak, tubuh bertambah berat, tulang-tulang jadi lebih besar panjang berat kuat, perubahan dalam sistem persyarafan dan perubahan-perubahan pada struktur jasmaniah lainnya. Dengan begitu, pertumbuhan bisa disebutkan pula sebagai proses perubahan dan proses pematangan fisik. 10 Pertumbuhan jasmaniah bekarar pada organisme yang selalu berproses untuk menjadi (the process of coming into being). Jelasnya, organisme merupakan sistem yang mekar secara kontinu, yang selalu, “beroperasi” atau berfungsi, juga bersifat dinamis dan tidak pernah statis secara kontinu komplit (kecuali kalau sudah mati). Pertumbuhan jasmaniah ini dapat diteliti dengan mengukur (1) berat, (2) panjang dan (3) ukuran lingkaran, umpama lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul, lingkar lengan, dan lain-lain. Dalam pertumbuhannya, macam-macam bagian tubuh itu mempunyai perbedaan tempo kecepatan. Umpama saja, pertumbuhan alat-alat kelamin berlangsung paling lambat pada masa kanak-kanak, tapi mengalami percepatan pada masa pubertas. Sebaliknya, pertumbuhan susunan syaraf pusat berlangsung paling cepat masa masa kanak-kanak, kemudian menjadi lambat pada akhir masa kanak-kanak, dan relatif berhenti pada masa pubertas. Perbedaan kecepatan tumbuh dari masing-masing bagian tubuh mengakibatkan adanya perbedaan pula dalam keseluruhan proporsi tubuh, juga menimbulkan perbedaan dalam fungsinya. Kepala seorang bayi, misalnya, adalah relatif lebih besar, sedangkan kaki dan tangannya relatif pendek, jika dibandingkan dengan keadaan orang dewasa. Pada orang dewasa, perbandingan badan dan anggota badan hampir sama panjangnya. Pada usia  2 tahun, pertengahan badan ada di sekitar pusar. Sedang pada usia dewasa, pertengahan badan ada di atas tulang kemaluan. Contoh lain ialah: pertumbuhan dari penglihatan atau mata, ada lebih cepat daripada pertumbuhan otot-otot tangan dan kaki.11 Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan organis ini ada bermacam-macam. Pertama, faktor-faktor sebelum lahir. Umpamanya peristiwa kekurangan nutrisia pada ibu dan janin, janin terkena virus, keracunan sewaktu bayi ada dalam kandungan, terkena infeksi oleh bakteri sypilis, terkena penyakit gabag. TBC, kholera, typhus, gondok, sakit gula (diabetes melitus), dan lain-lain. Kedua, faktor

10

Kartini Kartono, Op. Cit., halaman 18.

11 Reni Akbar Hawadi, 2001, Psikologi Perkembangan Anak: Mengenal Sifat, Bakat, dan Kemampuan Anak, Jakarta: Grasindo, halaman 20.

7

MIZAN VOL. 2 No. 3. Februari 2012 ketika lahir, antara lain ialah instracranial haemorrahage atau pendarahan pada bagian kepala bayi, disebabkan oleh tekanan dari dinding rahim ibu sewaktu ia dilahirkan. Dan oleh defek pada susunan syarat pusat, karena kelahiran bayi dengan bantuan tang (tangverlossing). Ketiga, faktor sesudah lahir antara lain oleh pengalaman traumatik (luka-luka) pada kepala-kepala bagian dalam terluka karena bayi jatuh, kepala terpukul. Infeksi pada otak atau selaput otak, misalnya oleh penyakit cerebral meningitis, gabag, malaria tropika, dyptheria, radang kuping bernanah, dan lain-lain. Kekurangan nutrisia atau zat makanan dan gizi. Semua penyebab tersebut di atas menyebabkan pertumbuhan bayi dan anak sangat terganggu.12 Bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu dari golongan sosial ekonomis yang rendah pada umumnya tubuhnya lebih kecil dari pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu dari kelas menengah dan tinggi. Hal ini disebabkan antara lain oleh kekurangan gizi dan kurang sempurnanya perawatan kesehatan. Keempat, faktor psikologis, antara lain bayi ditinggalkan ibu, ayah atau kedua orang tuanya. Sebab lain ialah anak-anak dititipkan dalam suatu institusionalia (rumah sakit, rumah yatim piatu, yayasan perawatan bayi, dan lain-lain), sehingga mereka kurang sekali mendapatkan perawatan jasmaniah dan cinta kasih. Anak-anak tersebut mengalami innanitie psikis (kehampaan psikis, kering dari perasaan), sehingga mengakibatkan reterdasi/kelambatan pertumbuhan pada semua fungsi jasmaniah. Juga ada hambatan fungsi rokhaniah, terutama sekali pada perkembangan intelegensi dan emosi. Perkembangan dalam pengertian sempit bisa disebutkan sebagai: proses pematangan fungsi-fungsi yang non fisik. Maka, perkembangan anak ini sering kali diibaratkan dengan mekar berkembanganya kuncup bunga yang belum ada gunanya, yang kemudian mekar membesar jadi sekuntum bunga, harum baunya, dan berwarna indah. Sekarang bunga berubah jadi berguna, dan mempunyai daya tarik bagi binatang-binatang serangga tertentu. Tidak lama kemudian bunga ini menjadi benih. Maka sesuai dengan pendapat di atas, seorang bayi itu belum mempunyai daya dan belum “berguna” (belum mempunyai nilai pragmatis). Lama kelamaan ia menjadi anak muda dan jadi dewasa, yang berdaya dan dapat melaksanakan sesuatu usaha. Juga menjadi berguna, sebab bisa bekerja dan mendatangkan hasil atau mata pencaharian. 13 Sepintas lalu memang ada persamaan lahiriah dari gejala perkembangan anak dan kuncup bunga tersebut. Namun janganlah perkembangan anak disamakan secara mutlak dengan berkembangnya kuncup bunga. Perbedaan penting dalam hal ini ialah: perkembangan bunga adalah akibat dari pertumbuhan organis, yang berlangsung secara mekanis otomatis. Contohnya: jika cahaya

12 13

Kartini Kartono, Op. Cit., halaman 19. Ibid. halaman 20.

8

Iman Jauhari: Anak Dan Perkembangannya matahari cukup, air dan makanan ada, serta hawa udara baik, bunga akan mekar dengan sendirinya. Perkembangan anak tidak berlangsung secara mekanis otomatis. Sebab perkembangan tersebut sangat bergantung pada beberapa faktor secara simultan, yaitu: 1. Faktor herediter (warisan sejak lahir, bawaan) 2. Faktor lingkungan yang menguntungkan, atau yang merugikan 3. Kematangan fungsi-fungsi organis dan fungsi-fungsi psikis, dan 4. Aktivitas anak sebagai subyek bebas yang berkemauan, kemampuan seleksi, bisa menolak atau menyetujui, punya emosi, serta usaha membangun diri sendiri. Perkembangan ialah perubahan-perubahan psiko-fisik sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisik pada anak, ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar dalam pasage waktu tertentu, menuju kedewasaan. Perkembangan dapat diartikan pula sebagai proses transmisi dari konstitusi psiko-fisik yang herediter, dirangsang oleh faktor-faktor lingkungan yang menguntungkan, dalam perwujudan proses aktif menjadi secara kontinu. Setiap fenomenon/gejala perkembangan anak merupakan produk dari kerjasama dan pengaruh timbal balik antara potensialitas hereditas dengan faktorfaktor lingkungan. Jelasnya perkembangan merupakan produk dari: (1) pertumbuhan berkat pematangan fungsi-fungsi fisik, (2) pematangan fungsi-fungsi psikis, dan (3) usaha “belajar” oleh subyek/anak, dalam mencobakan segenap potensialitas rokhani dan jasmaninya.14 Perkembangan ada kesamaannya dengan pertumbuhan. Di antara para piskolog ada yang tidak membedakan antara istilah perkembangan dan pertumbuhan, bahkan ada yang lebih setuju akan istilah pertumbuhan. Hal ini mungkin untuk menunjukkan bahwa seseorang bertambah dalam berbagai kemampuannya yang bermacam-macam, bahwa ia lebih mengalami diferensiasi dan juga bahwa ia pada tingkatan yang lebih tinggi, lebih mengalami integrasi. Istilah pertumbuhan khusus dimaksudkan bagi pertumbuhan dalam ukuranukuran badan dan fungsi-fungsi fisik yang murni. Menurut pendapat banyak psikolgi dan para penulis sendiri maka istilah perkembangan lebih dapat mencerminkan sifat-sifat yang khas mengenai gejala-gejala psikologis yang menampak. Pertumbuhan fisik memang mempengaruhi perkembangan psikologik. Bertambahnya fungsi-fungsi otak misalnya memungkinkan anak dapat tersenyum, 14

Ibid. halaman 21.

9

MIZAN VOL. 2 No. 3. Februari 2012 berjalan, bercakap-cakap dan lain sebagainya. Kemampuan berfungsi dalam tingkat yang lebih tinggi ini sebagai hasil pertumbuhan, dapat disebut kemasakan. Misalnya sebelum pendidikan akan kebersihan dapat dilakukan maka urat-urat daging pembuangan harus sudah selesai pertumbuhannya, harus sudah masak lebih dahulu. Meskipun dikatakan mengenai belajar berjalan, namun harus ada kemasakan fungsi-fungsi tertentu dahulu agar belajarnya tadi mungkin dilaksanakan. Perkembangan juga berhubungan dengan proses belajar. Terutama mengenai isinya, yaitu mengenai apa yang akan berkembang berkaitan dengan tingkah belajar. Di samping itu juga bagaimana hal sesuatu itu dipelajari, apakah misalnya melalui memorisasi (menghafalkan) atau melalui melalui peniruan atau dengan menangkap hubungan-hubungan, hal-hal ini semua ikut menentukan proses perkembangan. Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, maka perkembangan dapat pula dilukiskan sebagai suatu proses yang kekal dan tetap yang menuju ke arah suatu organisasi pada tingkat integrasi yang lebih tinggi, berdasarkan proses pertumbuhan, kemasakan dan belajar. Terjadilah suatu organisasi (struktur) tingkah laku yang lebih tinggi. Istilah lebih tinggi di sini mengandung arti bahwa laku tadi mempunyai lebih banyak diferensiasi, artinya bahwa tingkah laku tadi merupakan “reperoir” (gudang) tingkah laku yang tidak hanya bersifat lebih luas, melainkan juga mempunyai kemungkinan-kemungkinan yang lebih banyak. Pengertian organisasi atau struktur menunjukkan bahwa di antara kemungkinankemungkinan tingkah laku tadi ada saling hubungan yang bersifat khas yang merupakan kekhususan suatu person pada suatu tingkat umur tertentu. 15 Kebanyakan orang menggunakan kata tsaqafah untuk menunjukkan tanggung jawab anak sebatas pengertian saja, padahal pengertiannya bisa lebih luas dari itu. Pakar-pakar pendidikan mendefinisikan tsaqafah sebagai kebiasaan, gaya hidup, atau kemajuan. Perilaku yaitu kompleksitas yang mencakup keyakinan, akhlak, kebiasaan, peniruan, peraturan, pengetahuan, cara hidup yang diusahakan oleh manusia di dalam kelompok masyarakat. Dalam setiap masyarakat, anak-anak memiliki kosa kata, kebiasaan, dan cara khusus dalam mengungkapkan kepribadiannya. Mereka memiliki pendirian, arah, emosi, dan kemampuan dalam menciptakan karya seni. Dengan kata lain, mereka memiliki karakteristik kebiasaan tersendiri. Mereka juga memilki gaya hidup tertentu.

15 F.J. Monks A.M.P. Knoers, dan Siti Rahayu Haditomo, 1987, Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, halaman 2-3.

10

Iman Jauhari: Anak Dan Perkembangannya Pemanfaatan waktu anak usia 6 sampai 12 tahun adalah mulai dari tujuan kebiasaan anak sampai ke pembahasan pentingnya sumber-sumber kebiasaan anak yang dapat membiasakan anak memanfatkan waktu secara baik.16 Dalam mendidik anak, orang tua perlu menyadari bahwa kemampuan fisik dan psikis anak ada batasnya. Anak juga mempunyai keinginan, cita-cita, memerlukan kebebasan diri. Mengisi kehidupan anak dengan berbagai kegiatan rutin yang penuh, seperti kegiatan olahraga, kesenian, tambahan pelajaran di luar sekolah, dan sebagainya dengan jadual yang sangat ketat, selain akan berpengaruh pada fisik anak, seperti lelah dan hilangnya nafsu makan, juga berpengaruh kurang baik pada perkembangan psikisnya. Sebab dalam pertumbuhan dan perkembangannya, anak perlu istirahat yang cukup, secara bebas mengutarakan diri, bermain secara bebas, ada otonomi dan sebagainya. Dengan ini tidak diartikan bahwa orang tua harus bersikap pasif, mengikuti dan membiarkan anak. Sama halnya dengan sikap yang sangat otoriter, sikap yang serba membiarkan juga akan berakibat negatif. Anak cenderung menjadi kurang ajar, sukar membedakan norma yang benar dan salah, sukar diatur, tidak bertanggung jawab dan keras kepala yang semuanya ini akan merugikan anak baik dalam penyesuaian diri di lingkungan rumah, teman-teman, maupun di lingkungan sekolahnya. Orang tua sebaiknya memperhatikan, mempelajari dan mencoba memahami keinginan dan pandangan-pandangan anaknya. Dengan perkataan lain anak harus diberi kebebasan untuk mengembangkan dirinya. Kalaupun orang tua bersikap sangat otoriter, maka hal ini tidak ditujukan untuk mematikan inisiatifnya, melainkan justru untuk membantu pembentukan kepercayaan diri anak. Dengan perkataan lain sikap otoriter hanya diperlihatkan orang tua bila anak merasa bingung atau perlu ada pegangan. Sikap otoriter bukan diartikan mencekoki anak dengan gagasan atau pendapat yang kaku, melainkan membuat anak percaya bahwa orang tuanya mempunyai kewenangan atau otoritas pada bidang atau masalah-masalah yang belum atau tidak berjangkau olehnya. 17 Perubahan budaya memang dimungkinkan, meskipun kadar dan ragamnya beraneka dari satu aspek dengan lainnya. Merombak kerangka nilai tentu lebih sulit dari mengubah sikap, sedangkan menambah pengetahuan kognitif biasanya lebih mudah dari menggeser psikomotoriknya. Yang penting disadari barangkali adalah bahwa semua itu saling terkait dan saling mempengaruhi. Jadi merobah faktor-faktor eksternal saja tentu jauh dari memadai, jauh lebih bijaksana melakukan pendekatan menyeluruh dan upaya komprehensif. Mencermati itu semua, ada dua langkah utama yang harus dilakukan dalam mendukung lebih Farmawi Muhammad, 2001, Memanfaatkan Waktu Anak Bagaimana Caranya, Jakarta: Gema Insani Press, halaman 17-18. 16

17 M. Enoch Markum, 1991, Anak, keluarga dan Masyarakat, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, halaman 110-111.

11

MIZAN VOL. 2 No. 3. Februari 2012 terwujudnya perlindungan yang lebih baik terhadap anak, yaitu pencerahan (englightenment) dan pemberdayaan (empowerment).

D. HAK-HAK ANAK DALAM UNDANG-UNDANG DAN HUKUM ISLAM Membicarakan sampai batas usia berapa seseorang dapat dikatakan tergolong anak, ternyata banyak undang-undang yang tidak seragam batasannya, karena dilatar belakangi dari maksud dan tujuan masing-masing undang-undang itu sendiri. Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, yang disebutkan anak sampai batas usia sebelum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin (Pasal 1 butir 2). Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, bahwa membatasi usia anak di bawah kekuasaan orang tua atau di bawah perwalian sebelum mencapai 18 tahun (Pasal 47 ayat (1) dan Pasal 50 ayat (1)). Dalam Undang-Undang Pemilihan Umum yang dikatakan anak adalah belum mencapai usia 17 tahun. Dan dalam Konvensi PBB tentang Hak-Hak Anak yang ditanda tangani oleh pemerintah tanggal 26 Januari 1990 batasan umur anak adalah di bawah umur 18 tahun. Sekarang mengenai hak-hak anak dapat dilihat dalam Konvensi PBB Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 dan Hukum Islam sebagai berikut: a. Hak-hak anak dalam Konvensi PBB 1989 1. Memperoleh perlindungan dari bentuk diskriminasi dan hukuman 2. Memperoleh perlindungan dan perawatan seperti untuk kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan. 3. Tugas negara untuk menghormati tanggung jawab, hak dan kewajiban orang tua serta keluarga. 4. Negara mengakui hak hidup anak, serta kewajiban negara menjamin perkembangan dan kelangsungan hidup anak. 5. Hak memperoleh kebangsaan, nama serta hak untuk mengetahui dan diasuh orang tuanya. 6. Hak memelihara jatidiri termasuk kebangsaan, nama dan hubungan keluarga. 7. Hak anak untuk tinggal bersama orang tua 8. Kebebasan menyatakan pendapat/pandangan 9. Kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama 10. Kebebasan untuk terhimpun, berkumpul dan berserikat

12

Iman Jauhari: Anak Dan Perkembangannya 11. Memperoleh informasi dan aneka ragam sumber yang diperlukan 12. Memperoleh perlindungan akibat kekerasan fisik, mental, penyalahgunaan, penelantaran atau perlakuan salah (ekploitasi) serta penyalahgunaan seksual. 13. Memperoleh perlindungan hukum terhadap gangguan (kehidupan pribadi, keluarga, surat menyurat atas serangan yang tidak sah) 14. Perlindungan anak yang tidak mempunyai orang menjadi kewajiban negara. 15. Perlindungan pada anak yang berstatus pengungsi 16. Hak perawatan khusus bagi anak cacat 17. Memperoleh pelayanan kesehatan 18. Hak memperoleh manfaat jaminan sosial (asuransi sosial) 19. Hak anak atas taraf hidup yang layak bagi pengembangan fisik, mental dan sosial 20. Hak anak atas pendidikan 21. Hak anak untuk beristirahat dan bersenang-senang untuk terlibat dalam kegiatan bermain, berekreasi dan seni budaya. 22. Hak atas perlindungan dari eksploitasi ekonomi 23. Perlindungan dari penggunaan obat terlarang 24. Melindungi anak dari segala bentuk eksploitasi seksual 25. Perlindungan terhadap penculikan dan penjualan atau pedagangan anak 26. Melindungi anak terhadap semua bentuk eksploitasi terhadap segala aspek kesejahteraan anak 27. Larangan penyiksaan, hukuman yang tidak manusiawi. 28. Hukum acara peradilan anak 29. Hak memperoleh bantuan hukum baik di dalam atau di luar pengadilan.18 b. Hak-hak anak dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979. Dalam undangundang ini hak-hak anak diatur pada Pasal 2 sampai dengan Pasal 8, sebagai berikut:

18 Gatot Supramono, 2000, Hukum Acara Pengadilan Anak, Jakarta: Djambatan, halaman 5-6.

13

MIZAN VOL. 2 No. 3. Februari 2012 1. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar. 2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa, untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna. 3. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan. 4. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar. 5. Dalam keadaan yang membahayakan anaklah yang pertama-tama berhak mendapat pertolongan, bantuan dan perlindungan. 6. Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh asuhan oleh negara atau orang atau badan 7. Anak yang tidak mampu berhak memperoleh bantuan agar dalam lingkungan keluarganya dapat tumbuh dan berkembangan dengan wajar. 8. anak yang mengalami masalah kelakuan diberi pelayanan dan asuhan yang bertujuan menolongnya guna mengatasi hambatan yang terjadi dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya. 9. Anak yang mengalami masalah kelakuan diberi pelayanan dan asuhan yang bertujuan menolongnya guna mengatasi hambatan yang terjadi dalam masa pertumbuhan kepada anak yang telah dinyatakan bersalah melakukan pelanggaran hukum berdasarkan keputusan hakim 10. Anak cacat berhak memperoleh pelayanan khusus untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan perkembangan sejauh batas kemampuan dan kesanggupan anak yang bersangkutan. 11. Bantuan dan pelayanan, yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan anak menjadi hak setiap anak tanpa membedakan jenis kelamin, agama, pendirian politik, dan kedudukan sosial.19 c. Hak-hak anak dalam hukum Islam Hak-hak anak yang mutlak dalam dimensi akidah pandangan kehidupan agama Islam, terdiri dari: 1. Hak untuk melindungi anak ketika masih berada dalam kandungan atau rahim ibunya (Q.S. Al-Baqarah ayat 233). 19

Ibid., halaman 7.

14

Iman Jauhari: Anak Dan Perkembangannya 2. Hak untuk disusui selama dua tahun (Q.S. Luqman, ayat 14). 3. Hak untuk diberi pendidikan, ajaran, pembinaan, tuntutan dan akhlak yang benar (Q.S. Mujaadalah ayat 11 dan hadis nabi (Innama buistumliutamima makarimal akhlak, artinya tidaklah aku mengutus Muhammad SAW untuk menyempurnakan akhlak umat manusia). 4. Hak untuk mewarisi harta kekayaan milik kedua orang tuanya (Q.S. AnNisa ayat 2, 6 dan 10). 5. Hak untuk mendapatkan nafkah orang tuanya (Q.S. Qashah ayat 12).20 Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa jauh sebelum pemerintah meratifikasi Konvensi PBB tentang Hak-hak Anak tanggal 25 Agustus 1990, negara Indonesia telah memperhatikan hak-hak anak sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979, di mana anak-anak Indonesia selain diperhatikan juga diusahakan agar dapat hidup sejahtera demi menyongsong kehidupan yang lebih baik lagi di masa mendatang.

E. TANGGUNG JAWAB ORANG TUA TERHADAP ANAK DALAM UNDANGUNDANG DAN HUKUM ISLAM Perlindungan anak adalah segala upaya yang ditujukan untuk mencegah, merehabilitasi dan memberdayakan akan yang mengalami tindak perlakuan salah, eksploitasi dan penelantaran agar dapat menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak secara wajar, baik fisik, mental maupun sosialnya. 21 Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 memang tidak mengatur hak-hak anak karena tujuan undang-undang ini untuk mengatur pasangan suami isteri, walaupun demikian juga diatur tentang tanggung jawab orang tua terhadap anak dalam Bab X Pasal 45 sampai dengan Pasal 49, sebagai berikut: a. Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaikbaiknya. Kewajiban ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, dan berlangsung terus menerus meskipun perkawinan antara kedua orang putus. b. Orang tua mewakili anak yang di bawah kekuasaannya, mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan.

Maulana Hasan Wadong, 2000, Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Jakarta: Grasindo, halaman 11. 20

21 Sholeh Soeaidy dan Zulkahair, 2001, Dasar Hukum Perlindungan Anak, Jakarta: CV. Novindo Pustaka Mandiri, halaman 4.

15

MIZAN VOL. 2 No. 3. Februari 2012 c. Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barangbarang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya. d. Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih tetap berkewajiban untuk memberi biaya pendidikan kepada anaknya.22 Di samping itu akibat putusnya perkawinan tidak menghapuskan tanggung jawab orang tua terhadap anak sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 41 UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974, sebagai berikut: a. Akibat putusnya perkawinan karena penceraian, baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak. b. Akibat putusnya perkawinan karena perceraian, bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut. Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tanggung jawab orang tua terhadap anak diatur dalam Bab II Pasal 9 dan Pasal 19, yang menyebutkan bahwa orang tua adalah yang pertama-tama bertanggung jawab atas terwujudnya kesejahteraan anak baik secara rohani, jasmani maupun sosial. Apabila orang tua dicabut kuasa asuhnya dan ditunjuk wali untuk anaknya, karena orang tua terbukti melalaikan tanggung jawabnya, tidak menghapuskan kewajiban orang tua yang bersangkutan untuk membiayai, sesuai dengan kemampuannya, penghidupan, pemeliharaan, dan pendidikan anaknya.23 Anak adalah sebagai rahmat Allah dan amanat-Nya kepada manusia. Rahmat Allah hendaklah disyukuri sebagai Allah SWT berfirman, artinya: “Dan kamu haruslah mensyukuri nikmat Allah” (Q.S. An-Nahl: 114). Ayat yang memerintahkan manusia mensyukuri nikmat Allah itu cukup banyak ditemukan di dalam Al-Qur‟an antara lain, Surat Al-Baqarah 152, dan 172, Surat Al-Ankabut 17, Surat Saba‟ 15. Mensyukuri nikmat Allah itu artinya ialah: 1. Menerima segala pemberian Allah itu dengan senang hati, apakah sedikit atau banyak.

22 23

Gatot Supramono, 2000, Op. Cit., halaman 8-9. Ibid., halaman 9.

16

Iman Jauhari: Anak Dan Perkembangannya 2. Mengucapkan rasa syukur itu dengan: a. Lidah, dengan ucapan: Alhamdu lillaahi rabbil‟aalamin b. Anggota badan, dengan melakukan sujud syukur. 3. Menggunakan nikmat Allah itu sesuai dengan kehendak pemberinya. Allah ridha kepada orang-orang yang bersyukur, artinya: “Dan jika kamu bersyukur, Ia ridha kepada kesyukuran itu buat kamu” (Q.S. Az-Zumar: 7). Bahwa Allah akan menambah nikmatNya kepada orang-orang yang bersyukur itu yang artinya: Sungguh jika kamu bersyukur, sungguh akan ditambah bagi kamu (Q.S. Ibrahim: 7). Tetapi jika manusia tidak bersyukur Allah tidak meridhainya. Yang artinya, “Jika kamu tidak bersyukur maka sesungguhnya Allah terkaya dari kamu, dan Ia tidak ridha kepada ketidaksyukuran hambaNya (Q.S. Az-Zumar: 7). Bahkan Allah akan mengazab manusia yang tidak bersyukur itu. Artinya, “Dan jika kmau tidak bersyukur, bahwasanya azabKu adalah sungguh bersangatan (Q.S. Ibrahim: 7). Amanat Allah hendaklah dipelihara dengan baik, sehingga apabila diminta Allah kembali, keadaannya tetap sebagaimana yang dikehendaki Allah atau tetap sebagai aslinya. Allah berfirman, artinya: “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat dan janji mereka (itulah yang akan menang)” (Q.S. Al-Mukminun: 8). Ayat yang sama dengan ini bertemu pula dalam surat Al-Ma‟arij: 32. Kemudian Allah berfirman pula, artinya: “Kecuali orang yang datang kepada Allah dengan hati yang Islam” (Q.S. Asy Syu‟ra: 89). Di atas telah diuraikan bahwa manusia itu aslinya Islam. Sedang ayat ini menyatakan, bahwa Allah hanya akan menerima kembali orang yang datang kepadaNya dengan hati yang Islam. Jadi Allah menghendaki agar amanatNya dikembalikan kepadaNya sesuai dengan kehendakNya dan aslinya. Berdasar keterangan di atas jelaslah, bahwa anak sebagai rahmat Allah dan amanatNya kepada orang tua, orang tua bertanggung jawab terhadap anaknya dengan bersyukur dan memeliharanya dalam arti yang luas. Kemudian Allah dan RasulNya memerintahkan pula untuk memelihara anak itu dari sentuhan api neraka dan mendidiknya. Allah berfirman, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu (anak isteri) dari api neraka (Q.S. At-Tahrim: 6). Nabi Muhammad SAW bersabda, artinya: “Kewajiban orang tua atas anaknya ialah membaguskan namanya dan budi pekertinya, mengajari menulis, berenang dan memanah, dan tidak memberinya rejeki kecuali yang baik, dan mengawinkannya apabila ia berkehendak (H.R. Hakim). Dalam hadits lain Rasulullah bersabda, artinya: “Tidaklah dilahirkan seorang anak melainkan atas fitrah, maka orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, atau Nasrani atau Majusi (H.R. Muslim).

17

MIZAN VOL. 2 No. 3. Februari 2012 Ayat dan hadits tersebut di atas jelas sekali memerintahkan orang tua untuk memelihara anaknya dari sentuhan api neraka dan mendidiknya dengan bermacam-macam ilmu dan kepandaian.24 Alinea pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih di antara ayah dan ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya. Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya. 25 Al-Qur‟an menekankan bahwa anak adalah bagian dari amanah Tuhan kepada manusia yang pengelolaannya akan dipertanggung jawabkan kepada Allah di hari kebangkitan. Amanah dan tanggungjawab ini terutama tertuju pada kedua orang tua seperti hadits Nabi: Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah dan firman Allah: Lindungilah dirimu dan keluargamu dari siksaan neraka (Q.S. AtTahrim: 6). Rasa kasih sayang yang ada antara orang tua dan anak merupakan kodrat yang diciptakan Allah (Q.S. Ali-Imran 14 dan Q.S An-Nahl 72). Tetapi Allah juga mengingatkan bahwa anak, sama juga dengan harta, merupakan hiasan kehidupan dunia (zinah al-hayah al-dunya) hingga setiap manusia harus tidak lupa diri (Q.S. Al-Kahfi 46). Bahkan, pada ayat lain (Q.S Ath-Thalaaq 14-15). AlQur‟an mengingatkan bahwa harta dan anak, jika tidak bijaksana menanganinya, bisa menjelma menjadi fitnah, cobaan dan bencana seperti „aduwwa, musuh dan seteru. Dalam Islam dikenal istilah walad shalih (al-hadits) dan dzurriyah thayyibah (Q.S Ali Imran 38) anak dan keturunan yang saleh dan sehat jasmani rohani yang mengabdi kepada Allah dan berbakti kepada orang tua, masyarakat dan bangsanya. Anak yang sehat saleh inilah yang menjadi tujuan pengasuhan dan pendidikan anak dalam Islam. Itulah sebabnya Allah SWT, mengingatkan: ...dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang meninggalkan di belakang mereka anak-anak keturunan yang lemah (dzurriyat dhi‟afa) yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka (Q.S An-Nisa‟ 9). Salah satu kebiasaan jahiliyah yang sangat dibenci oleh Islam adalah menguburkan bayi perempuan yang baru lahir, hingga Al-Qur‟an melarang keras umatnya membunuh anak, laki atau perempuan, apapun alasannya, apalagi hanya sekedar takut miskin (Q.S. AlAn‟am 51) dan Q.S. Al-Isra 31).26 Panduan Al-Qur‟an dan tuntutan Sunnah kemudian dirumuskan para ulama dalam aturan fiqh yang lengkap. Seorang pakar hukum keluarga dalam

Syahminan Zaini, 1983, Arti Anak Bagi Seorang Muslim, Surabaya: Al-Ikhlas, halaman 114-117. 24

Ny. Erna Sofwan Sjukrie, 1996, Perlindungan Hukum Anak Di Luar Nikah Ditinjau Dari Hak-Hak Anak. Makalah, Jakarta: KOWANI., halaman 44. 25

26 Nur A. Fadhil Lubis, “Pandangan Budaya dan Agama Terhadap Perlindungan Anak”, Majalah Konvensi, Vol III No. 3 April 1999, Medan: LAAI, halaman 67.

18

Iman Jauhari: Anak Dan Perkembangannya Islam Dr. Su‟ad Ibrahim Shalih dalam bukunya “Alaqah al-Aba‟bi a, ahma‟fi alSyari‟ah al-Islamiyah: Dirasah Fiqhiyyah Muqaramah (Hubungan orangtua dan anak dalam Syari‟at Islam: Studi Kajian Hukum Perbandingan), menguraikan dengan lengkap hak-hak anak (huquq al-abma‟) terkait dengan kewajiban orangtua, masyarakat dan negara. Yang terpenting di antaranya adalah hak pendidikan (ha1 al-hadhanah), hak nafkah (haq al-hadhanah) yang termasuk di dalamnya pangan, sandang dan papan. Pakar hukum ini juga memaparkan panjang lebar tentang kewajiban orang tua termasuk mencari pasangan hidup yang shalihah, memberikan nama baik, “aqiqah, memberikan nasab (keturunan yang sah) dan mempersiapkan anak untuk sukses dalam kehidupan dunia akhiratnya. Di samping itu, patut diingatkan bahwa syari‟at Islam juga membedakan perlakuan hukum terhadap mereka yang telah dewasa („akil baliqh), yang telah bisa membedakan baik buruk secara umum (mumayyiz) dan mereka yang masih anak-anak. Anak-anak yang melakukan pelanggaran atau tindak pidana tidak dihukum sebagaimana orang dewasa tetapi harus mendapatkan perlakuan khusus dalam rangka untuk mendidik dan merehabilitasinya (tarbiyah-ta‟did).27 Oleh karena itu, berbahagialah orang tua mempunyai anak yang shaleh dan shaleha, Rasulullah bersabda, yang artinya: “Jika seorang manusia meninggal dunia maka terputuslah seluruh amalannya kecuali tiga: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakan kedua orang tuanya” (H.R. Muslim). Wahai para pengajar perbaikilah dirimu sebelum engkau memperbaiki seseorang, kebaikan dalam benak mereka adalah apa yang engkau kerjakan dan keburuhkan dalam pandangan mereka adalah apa yang engkau tinggalkan. Sesungguhnya baiknya akhlak seorang guru dan kedua orang tua di hadapan anak-anak mereka merupakan sebaik-baik tarbiyah bagi mereka. 28 Pembicaraan Al-Qur‟an yang terkait dengan anak sangat banyak, yang kesemuanya menekankan pentingnya rasa cinta dan kasih sayang. Tentang makna Kehadiran Anak-anak dalam sebuah rumah tangga menurut perspektif AlQur‟an bisa difahami sebagai berikut: 1. Kehadiran anak merupakan karunia serta nikmat dari Allah yang harus disyukuri. Allah berfirman: “...dan kami membantu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar” (Q.S. Al-Isra: 6). 2. Anak merupakan perhiasan kehidupan dunia. Firman Allah: “...harta dan anak-anak adalah merupakan perhiasan kehidupan dunia...” (Q.S. al-Kahfi: 46).

27

Ibid., halaman 68.

28 Syaik Muhammad Jamil Zainu, Penterjemah Muhammad Zaini, 2002, Wahai Ayah, Apa yang kau ajarkan kepada Anakmu, Solo: Pustaka Arafah, halaman 48.

19

MIZAN VOL. 2 No. 3. Februari 2012 3. Kehadiran anak merupakan peristiwa yang membahagiakan (kabar gembira). “Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang bernama Yahya, yang sebelumnya belum pernah Kami menciptakan yang serupa dengan dia” (Q.S. Maryam: 7). 4. Keberadaan anak-anak dalam sebuah rumah tangga menjadi penyejuk hati dan penenang jiwa. Allah berfiman: “....Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami, isteri-isteri dan anak-anak kami sebagai penyenang hati...” (Q.S alFurqan:74). Dan firman Allah: “Dan Kami beri dia (Ibrahim) kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar” (Q.S. as-Saffat: 101). 5. Kehadiran anak juga merupakan anugerah Allah yang diberikan kepada hambaNya yang senang berdzikir dan senantiasa mohon ampun: “Maka aku katakan kepada mereka: Mohon ampunlah kalian kepada Tuhan kalian. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan dengan lebat, dan membayakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untuk kalian kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untuk kalian sungai-sungai” (Q.S. Nuh: 10-12). 6. Oleh karena itulah, mereka yang tidak mau mensyukuri karunia dan nikmat agung ini mendapat ancaman dari Al-Qur‟an sebagaimana firman Allah: “Biarkan Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian. Dan aku telah jadikan baginya harta benda yang banyak” (Q.S. alMudatsir: 11-12). 7. Kedudukan anak yang sangat tinggi ini dipertegas lagi dengan adanya sumpah Allah yang memakai kata anak: “Aku benar-benar bersumpah dengan kota Mekkah ini, dan kamu (Muhammad) bertempat di kota Mekkah ini, dan demi bapak dan anaknya” (Q.S. al-Balad: 1-3).29 Kata anak di atas (yang dimaksudkan oleh Al-Qur‟an) adalah setiap anak dengan jenis kelamin apapun, laki-laki atau perempuan.

F. KESIMPULAN Anak adalah anak, bukan manusia dewasa dalam bentuknya yang mini. Anak harus tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa yang baik, yang bisa mengurus dirinya sendiri dan tidak tergantung atau menimbulkan masalah pada orang lain, pada keluarga atau masyarakatnya. Anak boleh mengenal dunia orang dewasa (mengenal bekerja), selama itu bukan merupakan tanggung jawab sebagai orang dewasa, tetapi hanya sebagai cara untuk mengajarkan kemandirian atau tanggung jawab pribadi dan sosial. Janganlah jadikan anak sebagai pekerja 29 Muhyiddin Abdul Hamid, 2000, Kegelisihan Rasulullah Mendengar Tangis Anak, Yogyakarta: Mitra Pustaka, halaman 7-10.

20

Iman Jauhari: Anak Dan Perkembangannya atau bahan eksploitasi, hanya karena keluguan/kepolosan mereka, hanya karena kekurangtahuan mereka, atau hanya karena mereka (anak-anak) tidak berani membantah orang-orang dewasa. Tetapi berilah anak kesempatan untuk bejalar dan bimbingan yang bermanfaat, karena anak adalah asset Bangsa yang memiliki peluang untuk menentukan masa depannya sesuai dengan kemampuan dan potensinya masing-masing. Oleh karena itu, didiklah anakmu pada masanya bukan pada masamu.

21

MIZAN VOL. 2 No. 3. Februari 2012

DAFTAR PUSTAKA Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia. Anderson, J.E., 1964, Methods of Child Psychology, in manual of Child Psychology and ed. Edited by L. Caarmichael, New York: Wiley. Azhim, Syakir Abdul, 2002, Membimbing Anak Terampil Berbahasa, Jakarta: Gema Insani. Hamid, Hamid Abbul Khalik, 2000, Bimbinglah Anakmu ke Surga, Surabaya: Risalah Gusti. Hamid, Muhyiddin Abdul, 2000, Kegelisihan Rasulullah Mendengar Tangis Anak, Yogyakarta: Mitra Pustaka. Jersild, A.T. 1971, Child Psychology, New York: Prentice Hall. Kartono, Kartini, 1995, Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan), Bandung: CV. Mandar Maju. Lubis, Afisah Wardah, 1998, “Memahami Perkembangan Psikologi Anak Dalam Implementasi Perlindungan Anak”, Majalah Konvensi, Vol. II No. I Maret 1998, Medan: LAAI. Lubis, Nur A. Fadhil, 1999. “Pandangan Budaya dan Agama Terhadap Perlindungan Anak”, Majalah Konvensi, Vol III No. 3 April 1999, Medan: LAAI. Markum, M. Enoch, 1991, Anak, keluarga dan Masyarakat, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Monks, F.J., A.M.P. Knoers, dan Siti Rahayu Haditomo, 1987, Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Muhammad, Farmawi, 2001, Memanfaatkan Waktu Anak Bagaimana Caranya, Jakarta: Gema Insani Press. Prinst, Darwan, 1997, Hukum Anak Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Sjukrie, Ny. Erna Sofwan, 1999, “Aspek Hukum Perlindungan Hak-Hak Anak Dalam Bidang Hukum Perdata”, Majalah Konvensi, Vol. III No. 3 April 1999, Medan: LAAI.

22

Iman Jauhari: Anak Dan Perkembangannya Soeaidy, Sholeh dan Zulkahair, 2001, Dasar Hukum Perlindungan Anak, Jakarta: CV. Novindo Pustaka Mandiri. Supramono, Gatot 2000, Hukum Acara Pengadilan Anak, Jakarta: Djambatan Wadong, Maulana Hasan, 2000, Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Jakarta: Grasindo. Yanis, 1979, Personality, Dynamic Development and Assesment, New York. Zaini, Syahminan, 1983, Arti Anak Bagi Seorang Muslim, Surabaya: Al-Ikhlas. Zainu, Syaik Muhammad Jamil, Penterjemah Muhammad Zaini, 2002, Wahai Ayah, Apa yang kau ajarkan kepada Anakmu, Solo: Pustaka Arafah.

23

Suggest Documents