ASAL-MULA ORANG JAWA - Journal

152 downloads 5152 Views 126KB Size Report
Josef Glinka, "Asal-mula Orang Jawa: Suatu Tinjauan Antropologis," Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Th XIV14, No 2, April 2001,. 1-8. 1. ASAL-MULA ...
Josef Glinka, "Asal-mula Orang Jawa: Suatu Tinjauan Antropologis," Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Th XIV14, No 2, April 2001, 1-8.

ASAL-MULA ORANG JAWA Suatu Tinjauan Antropologis * Josef Glinka

Dosen Antropologi FISIP Unair; S -3, dan Guru Besar

Abstract Java man has been living since two million years ago. There is a strong indication that the evolution of Homo erectus into Homo sapiens happened. We do not have fossils of 200 to 40 thousand years ago to reconstruct the evolution process. Since 40 thousand years ago Java and most of Nusantara islands have been inhabited by Homo sapiens, initially from the race of Austromelane sid that since about ten thousand years was in the process of mongolidiz ation. The process has been intensified in the last one thous and years. The Java man has been establishing since 2,168 years ago. Keywords: Java, Homo erectus, Homo sapiens , mongolidization .

Mengenai sejarah pulau Jawa telah ditulis banyak sekali, namun selalu masih dapat ditambah in formasi yang baru. Di sini saya ingin mempopulerkan sedikit dari studi saya mengenai masa yang biasanya tidak ditinjau oleh sejarawan, yaitu masa sebelum ada sumber tertulis. Masa ini biasanya disebut prasejarah atau prehistori. Merekonstruksi prasejarah suatu bangsa pada umumnya lebih sulit dari pada merekonstruksi s ejarahnya. Seorang ahli sejarah pada prinsipnya berpijak pada sumber tertulis peninggalan masa lampau. Dalam merekonstruksi prasejarah umumnya dibutuhkan kerja sama para ahli dari berbagai bidang ilmu, seperti prehistori, paleogeografi

yang sangat erat terkait dengan g eologi, paleodemografi, linguistik komparatif, antropologi ragawi dan ilmu lainnya. Penelitian macam ini jauh lebih sulit dari pada studi sejarah, karena sumbernya tersembunyi di dalam tanah atau dibutuhkan tek nik khusus yang semuanya agak membutuhkan banyak biaya. Maka dapat dikatakan bahwa rekons truksi prasejarah seperti menyusun puzzle; dari fragmen-fragmen perlu disusun gambar yang sebenarnya. Karena beberapa bagian puzzle ini tidak/belum ditemukan, maka terpaksa dalam proses rekonstruksi para ahli harus membuat interp olasi, guna mengisi fragmen yang kosong. 1

Josef Glinka, "Asal-mula Orang Jawa: Suatu Tinjauan Antropologis," Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Th XIV14, No 2, April 2001, 1-8.

Fosil Manusia di Jawa Kepulauan Nusantara merupakan suatu kawasan yang sangat muda. Kurang lebih 60 juta tahun yang lalu terjadi suatu gempa bumi yang dahsyat sekali di sekitar pulau Natuna. Gempa ini begitu besar, s ehingga mengangkat sebagian dasar laut menjadi daratan, yaitu seluruh rangkaian kepulauan mulai dari Sumatera melalui pulau Jawa, Bali, Sumbawa, Flores, Maluku sampai ke kepulauan Filipina. Lempeng tempat letaknya kepulauan Nusa ntara terjebak oleh empat lempeng lainnya yang tetap menekan dari Barat, Utara, Timur dan Selatan. Maka tidak mengherankan, bahwa kepulauan kita ini masih agak tidak stabil dan penuh gunung api di pinggirnya. Bentuk kep ulauan Nusantara masih jauh berbeda dari sekarang. Manusia tertua, yang dikenal di dunia, berumur 1.8 juta tahun. Fosil manusia ini adalah tengkorak dari lima individu, tempat penemuannya di Perning, Mojokerto dan ke dalam ilmu paleoantropologi d ikategorikan sebagai Pithecanthropus modjokertensis atau menurut terminologi baru disebut Homo erectus modjokertensis. Inilah awal hunian manusia di pulau Jawa. Homo erectus hidup di Jawa --dan rupanya di sebagian pulau lain juga -- sampai kurang lebih 200 ribu ta hun yang lampau. Zaman Homo erectus berakhir dengan Homo erectus soloensis. Dalam kurun waktu itu Homo erectus mengalami evolusi terutama ke arah pembesaran volumen otak. 2

Homo erectus hidup dari mengumpulkan hasil tanah dan berburu. Alat yang diproduksinya bercorak paleolitis. Apa yang terjadi dengan Homo erectus ini, sampai sekarang kurang jelas. Ada kemungkinan, bahwa ia punah, ada kemungkinan bahwa mereka bermigrasi ke arah Timur dan Tenggara sampai ke Australia, ada kemungkinan lain bahwa ia tidak tahan persaingan dengan Homo sapiens. Namun untuk semua hipotesis ini tidak ada bukti, karena fosil yang berikut jauh lebih muda, yaitu 40 ribu tahun. Ini adalah Homo wadjakensis, yang jelas tergolong sebagai Homo sapiens. Apa yang terjadi di kepulauan kita ini antara 200.000 dan 40.000 tahun yang lampau, masih merupakan suatu misteri. Belum ditemukan fosil manusia dari masa itu (Jacob 1967; 197?). Jacob (1967), manusia dari Wajak memiliki ciri badani inter medier, yakni baik ciri Austromelanesid maupun ciri Mongolid primitif. Jacob berpendapat, bahwa manusia dari Wajak merupakan l eluhur penduduk seluruh Nusan tara. Dengan ini manusia dari W ajak dapat dipandang sebagai orang Jawa yang tertua. Namun sejauh mana Jacob benar, sulit dapat diuji, karena fosilnya sedikit atau malah sama sekali tidak ada. Untuk s ementara waktu interpola si Jacob itu harus diterima, karena tidak ada bukti lain berupa fosil manusia. Dari waktu itu telah ada bukti berupa alat batu bahwa sebagian

Josef Glinka, "Asal-mula Orang Jawa: Suatu Tinjauan Antropologis," Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Th XIV14, No 2, April 2001, 1-8.

besar kepulauan Indonesia telah dihuni. Menurut kebudayaannya manusia telah masuk tahap Paleolit akhir, di mana masih dipergunakan alat batu, namun alat yang sudah agak sempurna. Batu itu digabun gkan dengan kayu, sehingga tercipta pemukul, tombak, dan panah. Pada masa itu pula telah mulai berkembang hortikultura di kawasan Asia Tenggara. Mula-mula didomestikasi ubi-ubian, namun beberapa waktu kemudian telah ditanam tumbuhan berbijian seperti padi. Domestikasi binatang baru ter-laksana dalam periode berikut. Sekitar 3.000 tahun yang lalu perkembangan kemahiran mengerjakan logam (Jacob 1976). Fosil-fosil lainnya baru berasal dari masa 4-3 ribuan tahun yg lampau. Adanya masa agak pan jang antara fosil tidak berarti bahwa fosil ini tidak ada. Sebab yang s ebenarnya ialah bahwa Indonesia memiliki hanya beberapa ahli a ntropologi ragawi dan mereka pun tidak mempunyai uang cukup u ntuk mengadakan penelitian secara sistematis baik di Jawa maupun di pulau-pulau lainnya. Malah agak sering terjadi, bahwa jika pada g alian untuk membangun perumahan. Ditemukan tulang-tulang, yang dapat merupakan sumber informasi baru, maka hal ini tidak dilaporkan kepada instansi yang bersangkutan, agar pekerjaan jangan terganggu. Dengan demikian banyak informasi masa lampau hilang selamanya. Terpaksa para ahli berusaha mengisi tampat kosong dalam puz-

zle ini dengan interpolasi dari data fosil-fosil yang di negara tetangga. Berdasarkan komparasi ini dapat ditarik kesimpulan, bahwa sebagian besar kawasan Indonesia pada masa Mesolit diduduki oleh anggota ras Melanesid, Australid dan Weddoid, berarti dari orang berwarna kulit agak gelap dan r upanya berambut berombak atau ikal. Mulai dengan Neolit jelas bertambah unsur rasial berciri Mongolid. Hal ini merupakan tanda adanya migrasi populasi dengan ciri Mongolid dari Utara ke arah Selatan (Jacob 1967; Glinka 1981). Proses ini dapat dimengerti, jika diperhatikan, bahwa pada zaman Pleistosin permukaan laut turun, sehingga Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Bali tergabung dengan daratan Asia merupakan satu benua, terkenal sebagai Sundaland, sehingga migrasi dari Utara ke Selatan tidak merupakan masalah besar. “Jembatan” darat ini akhirnya putus sekitar 11.000 tahun yang lampau. Maka selama b eberapa puluh ribu tahun migrasi ke arah selatan ini dapat berlangsung terus (Bemmelen 1949; Glinka 1981; 1985; 1987). Karena kurangnya bukti berupa fosil, maka agak sulit meng atakan sesuatu yang pasti. Hanya diduga bahwa migrasi ini pasti tidak besar-besaran, sehingga dewasa ini proses ini dilihat lebih sebagai peresapan gen (gene flow) ke dalam populasi asli. Karena diduga bahwa banyak gen Mongolid dominan terhadap gen penduduk asli dan ma3

Josef Glinka, "Asal-mula Orang Jawa: Suatu Tinjauan Antropologis," Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Th XIV14, No 2, April 2001, 1-8.

sanya agak panjang, maka populasi asli yang berciri Austromelanesid lambat-laun berubah dengan dominasi ciri Mongolid, seperti dapat kita saksikan dewasa ini antara lain pada populasi Jawa (Glinka 1981). Dari Masa Sekarang ke Masa Lampau Sistuasi macam ini memaksa saya untuk mendekati seluruh masalah etnogensis dari aspek lain, yakni

Membuat ekstrapolasi dari masa sekarang ke masa lampau (Glinka 1978). Guna mencapai tujuan ini saya memperbandingkan data a ntropometris dari 110 populasi dari seluruh kawasan Indonesia, Ma laysia, Taiwan, Filipina dan Mad agaskar. Hasilnya ialah satu diagram raksasa, di mana semua populasi teratur menurut mirip badaninya. Ringkasan clustering ini disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Dendrogram Populasi-Populasi Indonesia (Glinka 1978, 1981) Palue, Adonara, Ngada, Manggarai, Atoni, Kisar (asli), Sumba, Siberut, Marai, Belu, Kemak, Kroë Pantar, Alor Sikka, Manggarai, Kisar (Mestizo IV), Tengger, Kringa Tengger, Nias Selatan Semang, Senoi Flores Timur, Paiwan, Rukai, Puyuma Batavia, Minangkabau, Nias Timur Atayal, Saisiat, Tsou, Bunun, Ami Bama (Flotim), Jawa Tengah & Barat, Sunda, Batak, Tionghoa (di Indonesia) Sasak, Kintamani Bali, Tapanuli Sasak Timur, Iban, Sumbawa, Delimalayu, Sunda, Jawa Jawa Timur, Jawa Tengah, Madura, Sipora, Jawa (G. Slamet), Nias Tengah, Barat & Utara, Malaka Kubu, Igorot, Murat, Klemantan Barat-Daya Dayak (lain), Batak, Alas’ Madagaskar Aëta, Mangyan 4

Josef Glinka, "Asal-mula Orang Jawa: Suatu Tinjauan Antropologis," Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Th XIV14, No 2, April 2001, 1-8.

Seluruh diagram terbagi jelas atas dua bagian besar: I dan II. Cluster I terdiri dari populasi yang menduduki pulau-pulau luar Nusantara, tambah populasi-populasi Malayu dari pulau Taiwan; cluster II mengandung populasi dari Kalima ntan, Madagaskar dan populasi penduduk primitif dari Filipina. Berdasarkan pembagian ini saya menarik hipotesis, bahwa populasi dalam cluster I dan II ini merupakan dua kelompok, yang berkembang secara terpisah atau berasal dari migrasi yang berbeda. Cluster I terbagi lagi dengan jelas atas dua subcluster: A+B dan C+D+F. Subcluster A+B mengandung populasi dari NTT, Siberut, Tengger, Nias Selatan serta populasi Semang dan Senoi dari Malaka; subcluster C+D+F berisi populasi dari Nias, Sipora, Sumatera, Jawa, Madura, Bawean, Bali, Lombok, dua popuasi dari Flotim, Tionghoa dari Indonesia dan populasi dari Taiwan. Inilah subcluster yang menarik minat kita, karena mengandung populasi Jawa. Subcluster A+B meliputi terutama populasi rasial bersifat Aus tromelanesid. Subcluster C+ D+F mengandung populasi bersifat rasial jelas Mongolid. Subcluster inilah yang mendapat gen-gen dari populasi Mongolid dari arah Utara, s ehingga akhirnya sendiri menjadi Mongolid. Hanya sekian dapat dikatakan berdasarkan penelitian antr opologi ragawi dengan ekstrapolasi dari masa kini ke masa lampau. B a-

gaimana proses ini berlangsung s ecara rinci, hanya dapat dijawab oleh studi komparatif paleoantropologi berdasarkan fosil/kerangka yang masih tersimpan dalam tanah. Waktu Terbentuknya Etni Jawa Dari peninggalan puing bangunan, prasasti maupun sumber tertulis telah tersusun tahap-tahapan sejarah dengan pengaruh Hinduisme, Budisme dan Islam serta pengaruh Barat. Namun kelompok etnis Jawa telah ada sebelum pengaruh dari luar ini. Kapan terjadinya? Untuk menjawab masalah ini perlu kita pindah ke linguistik historis komparatif. Linguistik historis komparatif memiliki beberapa metode untuk membandingkan bahasa -bahasa berbagai kelompok etnis. Salah satunya adalah komparasi melalui leksikostatistik, yaitu dengan menghitung perbendaharaan kata bersama dalam dua bahasa. Studi s emacam ini menyangkut sebagian besar bahasa Malayo-Polinesia pernah dilakukan Dyen (1962; 1965). Dyen memberikan kebersamaan da lam perbendaraan kata dalam bentuk persen. Berdasarkan persen tase ini dengan asumsi, berapa lama waktu retensi (pertahanan kata yang sama dalam dua bahasa), kita dapat memperkirakan, kapan dua bahasa terpisah satu dari yang lain menjadi dialek dan akhirnya bahasa tersendiri. Bahasa merupa kan komponen budaya yang amat penting, kelahiran suatu bahasa 5

Josef Glinka, "Asal-mula Orang Jawa: Suatu Tinjauan Antropologis," Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Th XIV14, No 2, April 2001, 1-8.

dapat dianggap sebagai kelahiran kelompok etnis yang bersangkutan. Ternyata, pembentukan/pemisahan bahasa di Nusantara berlangsung kurang lebih 5.000 tahun yang akhir ini (Tab. 2). Menurut pembagian oleh Dyen (1965), bahasa Jawa masuk

rumpun berikut ini: a. West Indonesian Cluster a.1. Sundaic Hesion a.1.1. Javo-Sumatran Hesion a.1.1.1. Malayic Hesion a.1.1.2. Sundanese a.1.1.3. Javanese

Tabel 2. Persentase Kebersamaan Leksistatistik dan Waktu Pembentukan Bahasa (berdasarkan Dyen 1965; perhitungan waktu oleh J.Glinka)

Bahasa ke-1 Enggano Sawu Kei Sekar Leti Sumba Malagasy Buru Ambic Subfamily West Indonesian Cluster Celebes Hesion Sikka Sentah Bugis Subfamily Gorontalic Subfamily Gorontalic Subfamily Gayo Batak Subfamily Dayak Subfamily Balinese Sasak Cru Javanese Sundanese Macassarese Achinese Baree Ambonese Lampung Karo Toba-Angkola Ngadju Gorontalo Sampit Malay

Bahasa ke-2 Austronesian Linkage Moluccan Linkage Moluccan Linkage Moluccan Linkage Moluccan Linkage Moluccan Linkage Hesperonesian Linkage Moluccan Linkage Moluccan Linkage Hesperonesian Linkage Hesperonesian Hesion Hesperonesian Hesion Hesperonesian Linkage Bareic Subfamily Nothwest Hesion Malayan Subfamily Batak Subfamily Sundic Hesion Malayan Subfamily Madurese Malayan Subfamily Malayan Subfamily Malayic Hesion Javanese Buginese Malayan Subfamily Linduan Paulohi Kroe Simalungun Simalungun Sampitic Hesion (Katingan) Suwawa Katingan Minangkabau

Sesuai perhitungan ini b ahasa Jawa dan Sunda, pada waktu 6

% bersama

tahun lalu

11.1 20.3 20.9 21.1 21.1 21.4 23.0 23.8 23.8 23.9 23.9 25.8 26.1 26.5 27.2 29.2 30.8 30.8 33.4 33.8 34.1 34.1 36.7 38.0 42.5 43.7 46.4 49.0 56.2 56.9 57.7 59.9 59.9 66.8 68.8

4926 3573 3508 3486 3486 3455 3293 3217 3217 3207 3207 30.36 3010 2976 2917 2758 2639 2639 2457 2431 2411 2411 2246 2168 1917 1855 1721 1598 1291 1263 1232 1148 1148 904 838

itu masih sebagai satu bahasa, yang berpisah dari rumpun Malayic He-

Josef Glinka, "Asal-mula Orang Jawa: Suatu Tinjauan Antropologis," Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Th XIV14, No 2, April 2001, 1-8.

sion 2246 tahun yang lalu; lantas bahasa Jawa dan Sunda terpisah

satu dari yang lain kurang lebih 2168 tahun yang lampau.

Bentuk kepulauan Indonesia / Australia pada Pleistosin Akhir (Howells & Schwidetzky 1981)

Penutup Sebagai kesimpulan dapat dikata kan, bahwa Jawa telah dihuni oleh manusia kurang lebih selama 2 juta tahun. Ada indikasi cukup kuat, bahwa evolusi Homo erectus ke arah Homo sapiens terjadi di sini. Namun dari jangka waktu antara 200 sa mpai 40 ribu tahun lalu kita tidak memiliki fosil, yang mengizinkan kami untuk merekonstruksi proses evolusi ini. Sejak 40 ribu tahun yang lalu Jawa dan sebagian besar kepulauan Nusantara telah dihuni oleh Homo sapiens, mula-mula dari ras Autromelanesid, yang sejak

kurang lebih 10 ribu tahun mengalami proses mongolidisasi. Proses mongolidisasi ini agak intensif dalam seribu tahun yang akhir ini. Etni Jawa terbentuk sekitar 2168 tahun yang lalu. Pengetahuan kita mengenai prasejarah Nusantara masih sangat minimal, di mana terdapat lebih banyak bagian gambar ya ng belum ditemukan (missing link) dari pada yang telah dikenal. Kita amat berbangga, bahwa prestasi bangsa Indonesia baik dalam masa lampau maupun dewasa ini besar. Namun kebanyakan kebanggaan ini terba n7

Josef Glinka, "Asal-mula Orang Jawa: Suatu Tinjauan Antropologis," Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Th XIV14, No 2, April 2001, 1-8.

gun di atas dugaan dan hipotesis melulu. Kenapa pemerintah atau sponsor lainnya tidak berminat, agar gambar puzzle ini lengkap? Tidak ada uang untuk penelitian; hanya sedikit orang yang berminat untuk meneliti masalah ini. Peminatnya sedikit, karena gajinya tidak mencukupi untuk hidup, maka orang muda kita lebih suka memilih profesi lain, khususnya profesi yang menghasilkan uang. Maka kita mengalami suatu paradoks: lebih banyak orang asing berminat deng an sejarah dan prasejarah Indonesia dari pada putra bangsanya sendiri. Sayang!

Glinka, J., Gestalt und Herkunft: Beitrag zur anthropologischen Gliederung Indonesiens (Bonn, St. Augustin bei Bonn: Anthropos-Institut, 1978).

Daftar Pustaka Bemmelen, R.W. van, The Geology of Indonesia and the Adjacent A rchipelagoes. (The Hague, 1949).

Howells, WW, I Schwidetzky, "Oceania," dalam I. Schwidetzky (ed.), Rassengeschichte der Menschheit. (München-Wien: R. Oldenbourg Verlag, 1981, 8: 116-66).

Dyen, I., "Lexicostatistical Classif ication of the Malayo-polynesian Languages," Language, 1962, 38: 38-46.

Jacob, T., Some Problems Pertaining to the Racial History of the I ndonesian Region. (Utrecht: U ltrecht Universiteit, 1967).

Dyen, I., "A Lexicostatistical Class ification of the Austrones ian Languages" Indiana University Publications in Anthropology and Linguistics. Memoir 19 (Bloomington: Indiana University Press, 1965).

Jacob, T., (1976) "Man in Indonesia: Past, Present and Future," Modern Quaternary Research in Southeast Asia, 2: 39-48. Rotterdam, A.A. Balkema.

8

Glinka, J., "Racial History of Ind onesia," dalam I. Schwidetzky (ed.) Rassengeschichte der Menschheit. 8: 79-113. (München-Wien: R. Oldenbourg Verlag. 1981). Glinka, J., Perkembangan Alam Hidup (Ende: Penerbit Nusa Indah. 1985). Glinka, J., Sekitar Terjadinya Manu sia (Antropogenese). (Ende: Penerbit Nusa Indah, 1987).