Kewenangan ulama dalam menetapkan dan mengawasi plaksanaan hukum
perbankan syariah berada di bawah koordinasi Dewan Syariah Nasional majelis
.
PS & Kewenangan DSN-MUI
MUAMALAH STUDY PROGRAM
MAKALAH INI
SHARIA BANKING CONCENTRATION
DIAJUKAN UNTUK
FAKULTY OF SHARIA DAN LAW
MEMENUHI TUGAS
STATE ISLAMIC UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH
PADA MATA KULIAH ASPEK HUKUM PERBANKAN
JAKARTA
SYARIAH.
©2010
“ASPEK HUKUM SYARIAH COMPLIANCE DAN
DISUSUN OLEH KELOMPOK 9: RIYAN PERMANA PUTRA (107046101326)
KEWENANGAN DSN MUI”
SYAIFUL ANWAR (107046100049) CITRA MUTIARA (107046100404) HINDAYANTI (107046100539)
Page 1 of 8
PS & Kewenangan DSN-MUI
A. Latar Belakang Pendirian DSN1 Keberadaa ulama dalam stuktur kepengurusan perbankan merupakan keunikan tersendiri bagi perbankan syariah.Para ulama yang berkompeten di bidang hukum syariah dan aplikasi perbankan memiliki fungsi dan peranan yang amat besar dalam penetapan dan pengawasan pelaksanaan prinsip-prinsip syariah dalam perbankan. Kewenangan ulama dalam menetapkan dan mengawasi plaksanaan hukum perbankan syariah berada di bawah koordinasi Dewan Syariah Nasional majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Sejalan dengan perkembangan lembaga keuangan syariah itu, maka di Indonesia diperlukan adanya suatu lembaga khusus yang menangani masalah-masalah terkait dengan system ekonomi syariah agar tidak menyimpang dari ketentuan Al Quran dan Sunnah. MUI sebagai lembaga yang memiliki kewenangan dalam bidang keagamaan yang berhubungan dengan kepentingan umat Islam 5ndonesia membentuk suatu dewan syariah yang berskala nasional. Lembaga ini dikenal dengan nama Dewan Syariah Nasional (DSN) yang berdiri pada tanggal 10 Februari 1999 sesuai dengan Surat Keputusan (SK) MUI No. kep-754/MUI/II/1999. Lembaga DSN mengaasi dan mengarahkan lembaga-lembaga keuangan syariah untuk mendorong penerapan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan perekonomian. Karena itu keberadaan DSN diharapkan dapat berperan secara optimal dalam pengembangan ekonomi syariah guna memenuhi tuntutan kebutuhan umat. Selain itu DSN juga dapat memberikan teguran jika ada lembaga ekonomi tertentu yang menyimpang dari hukum yang telah ditetapkan. Jika lembaga yang bersangkutan tidak mengindahkan teguran yang diberikan, maka DSN dapat mengajukan rekomendasi kepada lembaga yang memiliki otoritas untuk memberikan sanksi hukum, seperti ke Bank Indonesia jika berkaitan dengan perbankan atau Bapepam-LK jika berkaitan dengan pasar modal. Berdasarkan Surat Keputusan Dewan Pimpinan MUI tentang Pembentukan Dewan Syariah Nasional (DSN) No. Kep-754/MUI/II/1999, maka ditetapkan ketentuan sebagai berikut: 1. Dasar pemikiran a. Denangan semakin berkembangnya lembaga-lembaga keuangan syariah di tanah air akhirakhir ini dan adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada setiap lembaga keuangan dipandangnya perlu didirikan DSN yang akan menampung berbagai masalah khusus yang memerlukan fatwa agar diperoleh kesamaan dengan penanganannya dari masing-masing DSN di lembaga keuangan syariah. b. Pembentukan DSN merupakan langkah efisiensi dan koordinasi para ulama dalam menanggapi isu-isu yang berhubungan dengan masalah ekonomi atau keuangan. c. DSN diharapkan dapat berfungsi untuk mendorong penerapan ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi d. DSN berperan secara pro-aktif dalam menanggapi perkembangan masyarakat Indonesia yang dinamis dalam bidang ekonomi dan keuangan. 2. Pengertian a. Lembaga keuangan syariah adalah lembaga keuangan yang mengelarkan produk keuangan syariah dan mendapat izin operasional sebagai lembaga keuangan syariah. 1
Himpunan Fatwa DSN, Edisi Kedua, diterbitkan atas kerjasama DSN-MUI dengan Bank Indonesia, hlm. 281284
Page 2 of 8
PS & Kewenangan DSN-MUI b. Produk keuangan syariah adalah produk keuangan yang mengikuti syariah Islam. c. DSN adalah dewan yang dibentuk oleh MUI untuk menangani maslah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan syariah. d. Badan pelaksana harian DSN adalah badan yang sehari-hari melaksanakan tugas DSN. e. Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah badan yang ada di lembaga keuangan syariah dan bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di lembaga keuangan syariah. 3. Kedudukan, Status, dan keanggotaan DSN a. Dewan Syariah Nasional (DSN) merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). b. DSN membantu pihak terkait seperti Departemen keuangan, Bank Indonesia, dan lain-lain dalam menyusun peraturan atau ketentuan untuk lembaga keuangan syariah. c. Keanggotaan DSN terdiri dari para ulama, praktisi, dan para pakar dalam bidang yang terkait dengan muamalah syariah. d. Keanggotaan DSN ditunjuk dan diangkat oleh MUI untuk masa bakti 4 tahun. 4. Tugas dan Kewenangan Ketentuan tugas dan kewenangan Dewan Syariah nasional adalah sebagai berikut: a. Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya. b. Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan. c. Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah. d. Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan. Untuk dapat menjalankan tugas, Dewan Syariah Nasional memiliki kewenangan: a. Mengeluarkan fatwa yang mengikat DPS di masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait. b. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan atau peraturan yang dikeluarkan oleh instasi yang berwenang, seperti Departemen Keuangan dan Bank Indonesia c. Memberikan rekomendasi dan atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai DPS pada suatu lembaga keuangan syariah. d. Mengundang para ahli menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter atau lembaga keuangan dalam maupun luar negeri. e. Memberikan peringatan kepada lembaga-lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN. f. Mengusulkan kepada instasi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan. 5. Pembiayaan DSN a. DSN memperoleh dana operasional dari bantuan pemerintah (Depkeu), Bank Indonesia, dan sumbangan masyarakat. b. DSN menerima dana iuran bulanan dari setiap lembaga keuangan syariah yang ada. c. DSN mempertanggungjawabkan keuangan atau sumbangan tersebut kepada MUI. 6. Mekanisme kerja Dewan Syariah Nasional: a. DSN mensahkan rancangan fatwa yang diusulkan oleh Badan Pengawas Harian DSN.
Page 3 of 8
PS & Kewenangan DSN-MUI b. DSN melakukan rapat pleno paling tidak satu kali dalam tiga bulan, atau bilamana diperlukan. c. Setiap tahunnya membuat suatu pernyataan yang dimuat dalam laporan tahunan bahwa lwmbaga keuangan syariah yang bersangkutan telah atau tidak memenuhi segenap ketentuan syariah sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan oleh DSN. Badan pelaksana Harian: a. Badan pelaksana harian menerima usulan atau pernyataan hukum mengenai suatu produk lembaga keuangan syariah. Usulan ataupun pertanyaan diajukan kepada secretariat badan pelaksana harian. b. Sekretariat yang dipimpin oleh secretariat paling lambat satu hari kerja setelah menerima usulan atau pertanyaan harus menyampaikan permasalahan kepada ketua. c. Ketua badan Pelaksana Harian bersama anggota dan staf ahli selambat-lambatnya 20 hari kerja harus membuat memorandum khusus yang berisi telaah dan pembahasan terhadap suatu pertanyaan atau usulan. d. Ketuan Badan Pelaksana selanjutnya membawa hasil pembahasan ke dalam Rapat Pleno DSN untuk mendapat pengesahan. e. Fatwa atau memorandum DSN ditandatangani oleh ketua dan skretaris DSN. Dewan Pengawas Syariah: a. DPS melakukan pengawasan secara periodic pada lembaga keuangan syariah yang berada di bawah pengawasannya. b. DPS berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang bersngkutan dan kepada DSN. c. DPS melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalam satu anggaran. d. DPS merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan pengawasan DSN. Berdasarkan SK Dewan Pimpinan MUI tentang Pembentukan DSN NO. kep-754/MUI/II/1999 pada poin E tentang mekanisme kerja DSN, maka system kerja DSN dapat disimpulkan sebagai berikut sesuai dengan Pedoman Rumah Tangga DSN No.2 tahun 2000, yaitu: a. Pelaksana harian DSN disebut Badan pelaksana harian DSB (BPH-DSN). b. DSN menyelenggarakan rapat sekurang-kurangnya 1 kali dalam tiga bulan atau pada waktu yang dianggap perlu. c. Rapat pleno yang diselenggarakan oleh DSN dimaksudkan untuk: (a) menetapkan, mengubah, atau mencabut berbagai fatwa dan pedoman kegiatan lembaga keuangan syariah; (b) Mensahkan atau mengklarifikasi hasil kajian terhadap usulan atau pertanyaan mengenai suatu produk atau jasa lembaga keuangan syariah. d. DSN menerbitkan laporan tahunan secara regular disertai pertanyaan secara resmi bahwa lembaga keuangan syariah yang bersangkutan telah atau tidak memenuhi ketentuan syariah dengan fatwa DSN. e. DSN memberikan saran-saran pengembangan lembaga keuangan syariah kepada direksi dan atau komisaris mengenai operasional lembaga keuangan syariah yang bersangkutan.
Page 4 of 8
PS & Kewenangan DSN-MUI f.
DSN menerima usulan atau pertanyaan hukum mengenai suatu produk atau jasa lembaga keuangan syariah yang ditunjukkan langsung kepada secretariat BPH-DSN. Usulan atau pertanyaan tersebut dibuat memorandum oleh Ketua BPH-DSN bersama dengan para ahli yang berisi hasil penelaahan dan pembahasan suatu usul atau pertanyaan yang kemudian menjadi materi utama dalam rapat pleno DSN guna mendapat fatwa DSN.
Skema Mekanisme Kerja DSN DPS Mewakili DSN
Badan Pelaksana Harian DSN
Pleno DSN
Jawaban
Jawaban
Jawaban Implementasi dan Sosialisasi
Usulan
DIREKSI Bag. Dept Terkait Intruksi
Pengajuan Rancangan Produk/Jasa/ Pertanyaan
B. Fatwa Dewan Syariah Nasional Berdasarkan SK Dewan Pimpinan MUI tentang Pembentukan Dewan Syariah Nasional (DSN) No. Kep754/MUI/II/1999, salah satu yang menjadi tugas dan wewenang DSN ialah mengeluarkan fatwa. 1. Pengertian Fatwa Fatwa ialah suatu perkataan dari bahasa Arab yang memberi arti pernyataan hukum mengenai sesuatu masalah yang timbul kepada siapa yang ingin mengetahuinya. Barangsiapa yang ingin mengetahui sesuatu hukum syara’ tentang masalah agama, maka perlu bertanya kepada orang yang dipercayai dan terkena dengan keilmuaannya dalam bidang ilmu agama (untuk mendapat keterangan mengenai hukum tentang masalah itu). Menurut kamus lisan al-Arabi, memberi fatwa tentang sesuatu perkara berarti menjelaskan kepadanya.
ابان له:افتا فى االمر Dengan demikian pengetian fatwa berarti menerangkan hukum-hukum Allah SWT. dengan berdasarkan pada dalil-dalil syara’ secara umum dan menyeluruh. Keterangan hukum yang telah diberikan itu dinamakan fatwa. Orang yan menanyakan disebut mustafti, sedangkan orang yang meminta untuk memberikan fatwa disebut mufti. 2. Landasan syariah tentang fatwa: Page 5 of 8
PS & Kewenangan DSN-MUI a. Al-Quran
يستفتونك قل هللا يفتيكم فى الكللة Mereka meminta fatwa kepadamu (wahai Muhammad, mengenai masalah Kalalah). Katakanlah: Allah memberi fatwa kepada kamu dalam perkara kalalah itu. (QS. An-Nisa[4]: 176) b. Al-Hadits
من افتى بفتيا غير ثبت فانما اثمه على من افتاه Barangsiapa yang mengeluarkanfatwa tanpa kepastian (sumbernya), maka sesungguhnya dosanya ke atas orang yang memberi fatwa. (al-Musnad Ahmad Ibn Hanbal)
3. Fatwa DSN-MUI tentang produk hukum perbankan syariah Fatwa dewan syariah nasional majelis ulama indonesia (DSN-MUI) mempunyai peran yang penting dalam upaya pengembangan produk hukum perbankan syariah. Kedudukan fatwa DSN-MUI menempati posisi yang stategis bagi kemajuan ekonomi dan lembaga keuangan syariah. Karena dalam pengembangan ekonomi dan perbankan syariah mengacu pada sistem hukum yang dibangun berdasarkanAl-Quran dan Hadits yang keberadaanya berfungsi sebagai pedoman utama bagi mayoritas umat Islam pada khususnya dan umat-umat lain pada umumnya. Fatwa DSN-MUI yang berhubungan dengan pengembangan lembaga ekonomi dan perbankan syariah dikeluarkan atas pertimbangan Badan Pelaksana Harian (BPH) yang membidangi ilmu syariah dan ekonomi perbankan. Dengan adanya pertimbangan dari para ahli tersebut, maka fatwa yang dikeluarkan DSN-MUI memiliki kewenangan dan kekuatan ilmiah bagi kegiatan usaha ekonomi syariah. Karena itu agar fatwa memiliki kekuatan mengikat, sebelumnya perlu adiadopsi dan disahkan secara formal ke dalam bntuk peraturan perundang-undangan. Namun agar peraturan perundang-undangan yang mengadopsi prinsip-prinsip syariah dapat dijalankan dengan baik, maka DSN-MUI perlu membentuk Dewan Pengawas Syariah (DPS) di setiap lembaga keuangan syariah. Tujuan pembentukan DPS ialah setiap lembaga keuangan syariah. Tujuan pembentukan DPS ialah untuk menjalankan fungsi pengawasan terhadap aspek syariah yang ada dalam perbankan, meskipun secara teknis pengawasan perbankan syariah tetap menjadi kewenangan Bank Indonesia (BI). Fatwa DSN-MUI yang terkait dengan produk hukum perbankan syariah adalah sebagai berikut: FATWA DSN-MUI TENTANG PRODUK PENGHIMPUNAN DANA DSN-MUI NO.01/DSN-MUI/IV/2000
Tentang Giro
DSN-MUI NO.02/DSN-MUI/IV/2000
Tentang Tabungan
DSN-MUI NO.03/DSN-MUI/IV/2000
Tentang Deposito
Page 6 of 8
PS & Kewenangan DSN-MUI
FATWA DSN-MUI TENTANG PRODUK PENYALURAN DANA DSN-MUI NO.04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murabahah DSN-MUI NO.05/DSN-MUI/IV/2000
Tentang Jual Beli Salam
DSN-MUI NO.06/DSN-MUI/IV/2000
Tentang Jual Beli Istishna
DSN-MUI NO.22/DSN-MUI/III/2002
Tentang Jual Beli Istishna Paralel
DSN-MUI NO.07/DSN-MUI/IV/2000
Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh)
DSN-MUI NO.05/DSN-MUI/IV/2000
Tentang Pembiayaan Musyarakah
DSN-MUI NO.50/DSN-MUI/III/2006
Tentang Akad Mudharabah-Musyarakah
DSN-MUI NO.09/DSN-MUI/IV/2000
Tentang Pembiayaan Ijarah
DSN-MUI NO.27/DSN-MUI/III/2002
Tentang IMBT
DSN-MUI NO.13/DSN-MUI/IX/2000
Tentang Uang Muka dalam Mudharabah
DSN-MUI NO.15/DSN-MUI/IX/2000
Tentang Distribusi Hasil Usaha LKS
DSN-MUI NO.16/DSN-MUI/IX/2000
Tentang Diskon Mudharabah
DSN-MUI NO.17/DSN-MUI/IX/2000
Tentang Penundaan Pembayaran Hutang
DSN-MUI NO.18/DSN-MUI/IX/2000
Tentang Pencadangan Penghapusan Aktiva
DSN-MUI NO.23/DSN-MUI/III/2002
Tentang Potongan Pelunasan dalam Mudharabah
DSN-MUI NO.29/DSN-MUI/VI/2002
Tentang Pembiayaan Pelunasan Haji LKS
DSN-MUI NO.30/DSN-MUI/VI/2002
Tentang Pembiayaan Rekening Koran
DSN-MUI NO.43/DSN-MUI/VIII/2004
Tentang Gantu Rufi (Ta’widh)
DSN-MUI NO.44/DSN-MUI/VII/2005
Tentang Pembiayaan Multi Jasa
DSN-MUI NO.46/DSN-MUI/II/2005
Tentang Potongan Tagihan Murabahah
DSN-MUI NO.47/DSN-MUI/II/2005
Tentang Penyelesaian Hutang Murabahah
DSN-MUI NO.48/DSN-MUI/II/2005
Tentang Penjadwalan kembali Tagihan Murabahah
FATWA DSN-MUI TENTANG PRODUK JASA PERBANKAN DSN-MUI NO. /DSN-MUI/IV/2000 Tentang Wakalah DSN-MUI NO. /DSN-MUI/IV/2000 Tentang Kafalah DSN-MUI NO. /DSN-MUI/III/2002 Tentang Safe Deposit Box DSN-MUI NO. /DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn DSN-MUI NO. /DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn Emas DSN-MUI NO. /DSN-MUI/III/2002 Tentang Jual Beli Mata Uang (Sharf) DSN-MUI NO. /DSN-MUI/VI/2002 Tentang Pengalihan Hutang DSN-MUI NO. /DSN-MUI/IX/2002 Tentang L/C Impor Syariah DSN-MUI NO. /DSN-MUI/IX/2002 Tentang L/C Ekspor Syariah DSN-MUI NO. /DSN-MUI/X/2002 Tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia DSN-MUI NO. /DSN-MUI/X/2002 Tentang Sertifikat IMA DSN-MUI NO. /DSN-MUI/V/2004 Tentang Syariah Charge Card DSN-MUI NO. /DSN-MUI/II/2005 Tentang Line Facility (At-Tashilat) DSN-MUI NO. /DSN-MUI/IX/2002 Tentang Al-Qardh
Page 7 of 8
PS & Kewenangan DSN-MUI
C. Hubungan Bank Indonesia dengan DSN-MUI Untuk memperkuat kewenangan sebagai bank sentral yang mengurusi sistem keuangan syariah dalam negara republik Indonesia, Bank Indonesia menjalin kerja sama dengan DSN-MUI yang memiliki otoritas di bidang hukum syariah. Bentuk kerja sama antara Bank Indonesia dengan DSNMUI diwujudkan melalui nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MOU) untuk menjalankan fungsi pembinaan dan pegawasan terhadap perbankan syariah. Dengan adanya kerja sama tersebut, berarti keberadaan DSN-MUI menjadi sangat penting dalam pengembangan sistem ekonomi dan perbankan syariah negeri ini.
Bank Indonesia
Pengawasan Administrasi dan Keuangan
MUI
Koordinasi
Biro Perbankan Syariah RUPS
Dewan Komisaris
Mengawasi Kegiatan Usaha
DSN
Syariah Compliance
DPS
DIREKSI
DAFTAR PUSTAKA Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankan Syari’ah Indonesia, Yogyakarta: UII Press, 2008 mui-online.org psd07.com
Page 8 of 8