Sumber: Djamaludin Ancok, Psikologi Terapan, Yogyakarta, ... ASPEK-ASPEK
sosial-budaya yang berkaitan dengan permasalahan yang kita temui di.
Aspek sosial-budaya dalam Perencanaan Kota Baru Sumber: Djamaludin Ancok, Psikologi Terapan, Yogyakarta, Darussalam, 2004
Pengantar ASPEK-ASPEK sosial-budaya yang berkaitan dengan permasalahan yang kita temui di daerah perkotaan sangat kompleks dan luas ruang lingkupnya. Hampir semua masalah perkotaan baik dari segi ekonomi, kesempatan kerja, transportasi, kesehatan, keamanan, pemanfaatan tanah (land use) maupun masalah lainnya tidak terlepas dari keterkaitannya dengan aspek-aspek sosial budaya masyarakat. Topik yang sangat luas ini tentu saja di luar kemampuan penulis untuk membahasnya secara singkat. Oleh karena keterbatasan tersebut, bahasan yang dikemukakan dalam bagian hanya dibatasi pada masalah sosial psikologis saja. Beberapa Permasalahan Masyarakat Kota Urbanisasi di daerah perkotaan telah menimbulkan permasalahan bagi kesejahteraan hidup. Permasalahan tersebut bersumber dari adanya kelebihan penduduk yang melebihi kemampuan daya dukung wilayah (over population). Kelebihan penduduk ini mendatangkan beberapa permasalahan, antara lain masalah kesehatan, masalah perumahan, transportasi, kriminalitas, menurunnya solidaritas sosial, dan pelayanan sosial. Masalah kesehatan. Penyebab utama masalah kesehatan di kota besar adalah sampah, polusi, dan debu. Ketiga hal ini menjadi sumber penyakit fisik maupun ketegangan kejiwaan. Susana perkotaan yang kotor, tidak tertata dengan apik, dan ‘sumpek’ mempengaruhi kejiwaan para penghuni kota. Masalah perumahan. Perumahan yang layak, yang dapat memberikan kenyamanan dan ketenangan batin, dan kepuasan jiwa bagi para penghuni semakin sulit dijumpai di daerah perkotaan yang padat. Suasana panas dan bising, dan udara yang terkena polusi menyebabkan rumah tempat tinggal di daerah perkotaan menjadi tidak nyaman. Rumah adalah lingkungan yang paling erat dengan kehidupan seseorang. Rumah sangat menentukan kebahagian hidup seseorang. Kebahagiaan di rumah akan mempengaruhi kebahagiaan di tempat lain di luar rumah. Transportasi. Problema perkotaan yang dari hari ke hari semakin serius adalah masalah transportasi. Kepadatan lalu lintas dan kemacetan lalu lintas telah menjadi sumber stres kehidupan. Transportasi juga menimbulkan polusi suara. Hasil penelitian pada beberapa kota menunjukkan bahwa kebisingan yang ditimbulkan oleh suara kendaraan naik menjadi dua kali lipat setiap 10 tahun. Kriminalitas. Kepadatan penduduk suatu kota memiliki keterkaitan dengan frekuensi kriminalitas di kota tersebut. Semakin padat penduduk, semakin sering terjadi kasus kriminalitas. Kepadatan di kota besar menimbulkan perasaan cemas di kalangan para warga kota. Maka tingkat kecemasan terhadap kriminalitas (fear of crime) yang dirasakan oleh penduduk suatu kota juga ada hubungannya dengan kepadatan penduduk kota tersebut. Menurunnya solidaritas sosial. Kepadatan penduduk di kota besar menyebabkan berkurangnya solidaritas sosial. Hasil-hasil penelitian di bidang perilaku tolong menolong
(prosocial behaviour) menunjukkan bahwa semakin padat penduduk semakin meningkat rasa tidak perduli pada orang lain. Di kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan, kehidupan individualitas demikian semakin terasa dari hari ke hari. Pagar rumah yang (makin) tinggi menyebabkan hubungan sosial antar tetangga menjadi semakin berkurang. Suasana demikian ini tentu tidak memberikan kepuasan jiwa. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang membutuhkan adanya suatu perasaan kebersamaan dengan orang-orang lain di sekitarnya. Pelayanan. Pelayanan rumah sakit, bank, sekolah, pasar, dan bentuk pelayanan lainnya seringkali menjadi urusan yang merepotkan bagi sebagian keluaarga yang bertempat tinggal di kota padat. Bahkan untuk mencari tanah kuburan pun sulit bila seseorang meninggal. Kesulitan itu antara lain disebabkan oleh jarak yang jauh dari tempat tinggal ke tempat pelayanan. Kota Satelit dan Kota Baru Kenapa Diperlukan? Masalah-masalah yang digambarkan di atas merupakan sumber-sumber stres kehidupan perkotaan yang mengakibatkan timbulnya masalah-masalah sosial-psikologis. Beberapa penelitian menunjukkan adanya korelasi antara kepadatan penduduk kota dengan prevelansi terjadinya penyakit jantung. Semakin padat penduduk kota semakin meningkat prevalensi terjadinya penyakit jantung. Diperkirakan hubungan ini terjadi karena adanya stres kehidupan perkotaan. Selain itu dijumpai pula adanya hubungan antara kepadatan penduduk dengan penyakit jiwa. Kasus-kasus penyakit jiwa lebih mudah terjadi di daerah perkotaan, jika dibandingkan dengan di daerah pedesaan yang kurang padat penduduknya. Salah satu cara untuk mengatasi problem kepadatan penduduk di daerah perkotaan ialah dengan melakukan langkah menghadirkan kota baru atau kota satelit. Dalam usaha untuk menciptakan kota baru atau kota satelit tersebut, perlu dipikirkan rancangan kota yang memenuhi kebutuhan para penghuni. Aspek-aspek Perencanaan Kota yang Mengurangi Problem Sosial-Psikologis Seperti yang telah dikemukakan di atas banyak permasalahan sosial-psikologis yang berkaitan dengan perkotaan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu kebisingan, kecemasan terhadap kriminalitas dan menurunkan solidaritas sosial. 1. Kebisingan (noise) salah satu sumber stres kehidupan perkotaan adalah kebisingan yang bersumber dari suara mobil, mesin-mesin, alat-alat transportasi, suara pabrik, dan sumber suara lainnya. Kebisingan ini membuat orang mengalami ketegangan jiwa. Untuk meredam kebisingan kota tersebut beberapa langkah berikut dapat diupayakan sebagai jalan pemecahannya, yaitu bahan bangunan yang dapat meredam suara, pembangunan taman, dan pengembangan teknik masking Bahan bangunan yang meredam suara. Di Indonesia ada kecenderungan untuk menggunakan kaca sebagai bahan bangunan. Bangunan bertingkat di kota Jakarta sebagian besar menggunakan kaca sebagai dinding luar bangunan. Padahal, bahan kaca memantulkan suara. Penggunaan bahan kaca sebagai dinding bangunan akan menyebabkan kebisingan tidak diserap tetapi dipantulkan. Dengan demikian, pembangunan gedung-gedung, rumah, serta fasilitas perkantoran di daerah perkotaan perlu memanfaatkan bahan-bahan yang meredam suara. Di kota London, bahan bangunan yang banyak dipakai adalah batu kapur (lime stone). Batu kapur mempunyai kemampuan meredam suara lebih besar dari kaca. Hasil
penelitian menunjukkan tingkat kebisingan di kota London jauh lebih rendah dari kebisingan di kota besar lainnya yang menggunakan bahan kaca. Pembangunan taman kota. Taman kota, pepohonan di kiri-kanan jalan, taman dan pepohonan di muka rumah, merupakan salah satu upaya melestarikan kehidupan di perkotaan. Di samping memberikan suasana kesegaran, kehadiran taman juga memberikan dampak positif terhadap upaya untuk mengurangi kebisingan. Pepohonan dan dedaunan mempunyai kemampuan untuk meredam suara. Bukan hanya itu, taman juga mengurangi polusi udara. Pengembangan teknik masking. Masking adalah upaya untuk mengurangi kebisingan suara dengan cara menciptakan suara yang lain yang lebih beraturan dan lebih enak didengar. Salah satu contoh penerapan ‘masking’ ini adalah penciptaan air terjun untuk mengurangi pengaruh suara bising yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor. Penulis pernah berkunjung ke salah satu restoran di kota New York yang menerapkan teknik ini untuk mengurangi kebisingan kota. Di salah satu sisi dinding restoran itu di buat air terjun yang lebar yang mengeluarkan suara gemuruh yang teratur. Suara ini sungguh menyegarkan, lebih-lebih setelah kita pusing mendengar bising kendaraan bermotor. 2. Kecemasan akan kriminalitas Rasa cemas dan takut terhadap tindakan kriminalitas dapat disebabkan oleh berbagai hal. Salah satu sebab adalah rancangan pemukiman yang kurang memenuhi persyaratan rasa aman. Ini di sebabkan oleh karena adanya tempat-tempat yang kurang mendapat pengawasan bersama (defensible space). Kompleks rumah susun yang mempunyai lantai lebih dari enam dengan jumlah unit apartemen yang banyak, akan menimbulkan perasaan cemas terhadap kemungkinan terjadinya tindakan kriminalitas. Khususnya bila ada tempat-tempat yang kurang mendapat pengawasan bersama oleh para penghuni. Kompleks rumah susun yang terlalu besar akan menyebabkan para penghuni sulit untuk saling mengenal. Salah satu contoh proyek rumah susun yang terpaksa dihancurkan karena adanya perasaan takut di kalangan penghuni terhadap kriminalitas adalah proyek perumahan rakyat Pruitt Igoe di St. Louis, Amerika Serikat. Kompleks perumahan ini terdiri dari 40 unit rumah susun yang berlantai 11. Desain perumahan ini telah mendapat hadiah dan penghargaan desain arsitektur yang baik. Namun karena kurang memperhitungkan aspek sosial-psikologis kompleks perumahan ini terpaksa dihancurkan dalam tempo pemakaian kurang dari 20 tahun. Penyebab gagalnya kompleks perumahan untuk menarik para penghuni adalah tidak tersedianya tempat-tempat yang merupakan tempat berkumpul bersama. Taman, tempat rekreasi, tempat olah raga bersama, tempat parkir bersama di kompleks perumahan adalah tempat di mana orang saling berjumpa. Perjumpaan yang sering terjadi ini akan menyebabkan orang saling mengenal. Selain itu adanya tempat-tempat di seputar kompleks perumahan yang selalu digunakan oleh banyak orang yang saling kenal satu dengan lainnya, akan membuat orang luar (misalnya pencuri) merasa diawasi bila dia berada di tempat tersebut. Selain itu desain pemukiman memungkinkan penghuni untuk ikut mengawasi tempat-tempat seperti lorong/gang masuk (coridor) di kompleks perumahan di saat mereka mengerjakan pekerjaan mereka sehari-hari, akan menyebabkan orang asing yang masuk kompleks mudah dideteksi. Keadaan yang demikian ini akan memperkecil kemungkinan orang untuk melakukan kejahatan. Selain itu, rancangan rumah susun yang memugkinkan banyak sinar masuk kedalam rumah akan mengurangi perasaan ‘sumpek’ karena ruangan yang terlalu sempit. Rumah susun yang bertingkat-tingkat terlalu banyak akan membuat suasana menjadi sumpek. Keadaan sumpek ini sangat terasa di kota-kota yang padat dengan gedung pencakar langit
seperti di New York dan Chicago. Dua kota tersebut terkenal sumpek dan tidak menghereankan bilamana angka kriminalitasnya tinggi. Perasaan aman tinggal di kita juga ditentukan oleh suasana kota. Kota yang diberi penerangan lampu-lampu yang cukup di kala malam hari akan membuat penduduk merasa lebih aman. Pengaturan panjangnya jalan dan persimpangan ternyata ikut mempengaruhi rasa aman. Jalan yang menggunakan ‘block’ yang tidak terlalu panjang dengan ‘block’ segi empat, dan diatur satu arah lebih memudahkan pihak keamanan untuk mengejar para penjahat. 3. Munurunnya solidaritas Penurunan solidaritas sosial di kalangan penghuni kota dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu penyebabnya adalah rancangna kota yang kurang menyediakan tempattempat berkumpul. Tempat berkumpul yang dimaksud ialah taman-taman kota yang memadai. Namun dari penelitian yang dilakukan oleh William H. White (1970) di New York ditemukan kenyataan bahwa banyak taman kota yang tidak dimanfaatkan untuk kegiatan kumpul bersama (social gathering). Penyebabnya adalah taman-taman tersebut tidak menyediakan tempat yang memungkinkan orang untuk duduk. Taman-taman yang meyegarkan seperti air mancur di Roma atau San Marco tidak hanya menarik penghuni kota tetapi juga para turis, baik turis asing maupun domestik. Sangat baik apabila di suatu kawasan yang terdiri dari beberapa ‘block’ memiliki taman khusus unutk penghuni di daerah seputar ‘block’ tersebut. Tempat ini sangat berguna sebagai tempat kumpul bersama (social gathering), selain itu berguna pula bagi tempat anakanak bermain.•