Geometri Bola dibentuk oleh: lingkaran besar, lingkaran kecil, dan ... besar. □
Lingkaran kecil: Lingkaran pada permukaan bola, tetapi pusatnya tidak berimpit
...
Part-1
Astronomi Bola Dr. Suryadi Siregar Program Studi Astronomi FMIPA Institut Teknologi Bandung
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
1
Apa yang disebut dengan Astronomi Bola?
Dalam pandangan mata, benda langit yang bertaburan di langit seolah melekat pada suatu setengah bola raksasa→ Bola Langit Posisi suatu benda langit dinyatakan dengan arah, bukan jarak → perlu suatu tata koordinat , koordinat 2 dimensi pada permukaan bola → diperlukan ilmu yang mempelajari posisi benda langit
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
2
Geometri Bola dan Geometri Bidang Datar Bidang Datar
Bidang Bola
Bila 2 garis tegak lurus garis ke 3, maka ke-2 garis tersebut sejajar
Bila 2 garis tak sejajar, maka ke-2 garis itu akan memotong di satu titik
S.Siregar, FMIPA-ITB
Bila 2 garis tegak lurus garis ke 3, maka ke 2 garis tersebut belum tentu sejajar Bila 2 garis tak sejajar, maka ke-2 garis itu belum tentu memotong di satu titik
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
3
Geometri Bola dibentuk oleh: lingkaran besar, lingkaran kecil, dan sudut-sudut bola
Lingkaran besar: Lingkaran pada permukaan bola yang pusatnya
berimpit dengan pusat bola → membagi bola menjadi 2 bagian sama besar Lingkaran kecil: Lingkaran pada permukaan bola, tetapi pusatnya tidak berimpit dengan pusat bola Titik potong garis tengah yang tegak lurus bidang lingkaran besar dengan bola disebut kutub Bila 2 lingkaran besar berpotongan, maka sudut perpotongannya disebut
sudut bola
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
4
Geometri Bola
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
5
Sudut bola adalah sudut yang dibentuk oleh perpotongan 2 lingkaran besar. Jika 3 buah lingkaran besar saling berpotongan satu dengan yang lainnya sehingga membentuk suatu bagian dengan 3 sudut, maka terbentuklah segitiga bola, yang mengikuti ketentuan sebagai berikut: 1. Jumlah 2 sudut bola selalu lebih besar dari sudut ke-3 2. Jumlah ketiga sudutnya selalu lebih besar dari 180° 3. Tiap sudut besarnya selalu kurang dari 180°
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
6
Sifat-sifat segitiga bola b
a c
S.Siregar, FMIPA-ITB
Sudut A, B, dan C adalah sudut bola; dan a, b, dan c adalah sisi-sisi segitiga bola ABC. 0° < (a + b + c) < 360° 180° < (A + B + C) < 540° a + b > c, a + c > b, b + c > a a>b→A>B; a=b→A=B Ekses sudut bola, yaitu selisih antara jumlah sudut-sudut A, B, dan C sebuah segitiga bola dengan radians (180°) adalah: E = A + B + C −π
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
7
Formula Segitiga Bola .Formula Cosinus Cosa = Cosb ⋅ Cosc + Sinb ⋅ Sinc ⋅ CosA Cosb = Cosc ⋅ Cosa + Sinc ⋅ Sina ⋅ CosB . Cosb = Cosc ⋅ Cosa + Sinc ⋅ Sina ⋅ CosB Formula sinus . SinA = SinB = SinC Sina analog Sinb untuk SincCosinus Formula
.Formula
empat bagian
Sina ⋅ CosB = Cosb ⋅ Sinc − Sinb ⋅ Cosc ⋅ CosA S.Siregar, FMIPA-ITB
Cosa ⋅ CosC = Sina ⋅ Cotb − SinC ⋅ CotB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
8
Jarak sudut antara dua titik di permukaan bola langit
Cosd = Sinδ 1 Sinδ 2 + Cosδ 1Cosδ 2 Cos(α 1 − α 2 ) Contoh Hitung jarak sudut α Boo dan α Vir: α Boo : α = 14h15m39s,7 = 2130,9154 dan δ = 19o10'57″ α Vir : α = 13h25m11s,6 = 2010,2983 dan δ = -11o09'41″ Cos d=0,840633→ d = 320,7930 Dapat diaplikasikan untuk dua titik di Bumi bila posisi geografisnya (λ,ϕ) diketahui. Transformasi α→λ dan ϕ→δ Jika d∼0 maka
d=
(ΔαCosδ )
S.Siregar, FMIPA-ITB
2
+ (Δδ )
2
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
9
Tata Koordinat Astronomi Komponen-komponen dasar pada Tata Koordinat Astronomi: Lingkaran Dasar Utama: yang membagi bola menjadi 2 belahan, kutub utara dan kutub selatan Kutub-kutub: pada diameter bola yang tegak lurus lingkaran dasar utama Lingkaran Dasar ke-2: lingkaran besar yang melalui kutub-kutub lingkaran dasar utama, tegak lurus lingkaran dasar utama Titik asal: titik acuan pengukuran besaran koordinat I Koordinat I: dihitung dari titik asal sepanjang lingkaran dasar utama Koordinat II: dihitung dari lingkaran dasar utama ke arah kutub
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
10
Tata Koordinat Bumi
Lingkaran Dasar Utama: lingkaran Ekuator Kutub-kutub: Kutub Utara (KU) dan Kutub Selatan (KS) Lingkaran Dasar ke-2: lingkaran besar yang melalui meridian pengamat Titik asal: titik potong ekuator dengan meridian Greenwich Koordinat I: bujur, l atau λ, dihitung dari meridian Greenwich ke meridian pengamat: 0° < l < 180° atau 0h < l < 12h ke timur dan ke barat Koordinat II: lintang φ, dihitung: 0° < φ < 90° ke arah KU, dan -90° < φ < 0° ke arah KS
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
11
Tata Koordinat Bumi
λ = Longitude[E-W] ϕ =[+/-] Latitude
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
12
Tata Koordinat Horison
Lingkaran Dasar Utama: Bidang Horison Kutub-kutub: Titik Zenit (Z) dan Titik Nadir (N) Lingkaran Dasar ke-2: lingkaran besar yang melalui meridian pengamat Titik asal: Titik Utara. Titik-titik Utara, Selatan, Barat, dan Timur adalah titik kardinal Koordinat I: azimut, A diukur dari :
Utara ke arah Timur 0h < A < 180° , bagi pengamat di belahan Bumi selatan Utara ke arah Barat 0h < HA < 180° , bagi pengamat di belahan Bumi utara
Koordinat II: tinggi bintang h, diukur dari lingkaran horison: 0° < h < 90° ke arah Z, dan -90° < h < 0° ke arah N
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
13
Tata Koordinat Horison
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
14
Tata Koordinat Ekuatorial I (HA-DEC)
Lingkaran Dasar Utama: Ekuator Langit Kutub-kutub: Kutub Utara Langit (KUL) dan
Kutub Selatan Langit (KSL)
Lingkaran Dasar ke-2: meridian pengamat Titik asal: Titik Σ, yang merupakan perpotongan meridian pengamat dengan lingkaran ekuator langit Koordinat I: sudut jam HA, diukur dari titik Σ ke arah Barat: 0h < HA < 24h Koordinat II: deklinasi, δ, diukur: 0° < δ < 90° ke arah KUL, dan -90° < δ < 0° ke arah KSL
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
15
Tata Koordinat Ekuatorial I
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
16
Tata Koordinat Ekuatorial II (RA-DEC)
Lingkaran Dasar Utama: Lingkaran Ekuator Kutub-kutub: Kutub Utara Langit (KUL) dan
Kutub Selatan Langit (KSL)
Lingkaran Dasar ke-2: meridian pengamat Titik asal: Titik γ, yang merupakan perpotongan ekuator dan ekliptika Koordinat I: asensiorekta, α, diukur dari titik γ ke arah timur: 0h < α < 24h Koordinat II: deklinasi, δ, diukur 0° < δ < 90° ke arah KUL, dan -90° < δ < 0° ke arah KSL
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
17
Tata Koordinat Ekuatorial II (RA-DEC)
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
18
Tata Koordinat Ekliptika
Lingkaran Dasar Utama: Bidang Ekliptika Kutub-kutub: Kutub Utara Ekliptika (KUE) dan
Kutub Selatan Ekliptika (KSE)
Titik asal: Titik γ Koordinat I: bujur ekliptika, λ, diukur dari titik γ ke arah timur: < λ < 24h Koordinat II: lintang ekliptika, β, diukur dari bidang ekliptika ke bintang : 0° < β < 90° ke arah KUE, dan -90° < β < 0° ke arah KSE
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
0h
19
Tata Koordinat Ekliptika
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
20
Lintasan Harian Benda Langit Terbit, Terbenam, dan Kulminasi/Transit Setiap benda langit bergerak pada lingkaran kecil yang sejajar ekuator dan berjarak δ. Benda bergerak dari bawah horison ke atas horison di sebelah timur. Peristiwa ini disebut sebagai terbit. Lalu benda terbenam, yaitu bila benda bergerak dari atas horison ke bawah horison, di sebelah barat. Saat terbit atau terbenam, z = 90° dan h = 0°. Besarnya HA (terbit/terbenam) menyatakan waktu yang ditempuh benda langit dari terbit sampai transit atas (HA = 0h = 0 °), dan dari transit atas sampai terbenam. Jadi 2× HA adalah lama benda langit di atas horison.
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
21
Bintang Sirkumpolar Bintang bisa diamati jika berada di atas horison. Ada bintang yang tidak pernah terbenam atau tidak pernah terbit. Bintang bintang ini disebut sebagai Bintang Sirkumpolar. Pada bintang sirkumpolar di atas horison, berlaku: z(transit bawah) ≤ 90° ; jika: δ ≥ 90° - φ , untuk belahan bumi utara δ ≤ ⏐φ⏐- 90°, untuk belahan bumi selatan Pada bintang sirkumpolar di bawah horison, berlaku: z(transit atas) ≥ 90° ; jika: δ ≤ φ - 90° , untuk belahan bumi utara δ ≤ 90° -⏐φ⏐, untuk belahan bumi selatan
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
22
Senja dan Fajar Pada saat Matahari terbenam, cahayanya masih dapat menerangi Bumi. Ketika Matahari berada 18° di bawah horison, pengaruh terang tersebut sudah hilang. Selang antara matahari terbit atau terbenam dengan saat jarak zenitnya 108° disebut sebagai fajar atau senja. * z = 90°, h = 0° → terbit/terbenam * z = 96°, h = - 6° → fajar/senja sipil * z = 102°, h = -12° → fajar/senja nautika * z = 108°, h = -18° → fajar/senja astronomis
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
23
Pergerakan Tahunan Matahari Matahari mengitari Bumi pada bidang ekliptika → posisinya dalam koordinat ekliptika berubah terhadap waktu → posisi pada koordinat ekuator juga berubah Dalam 1 tahun, α berubah dari 0h sampai 24h dan δ berubah dari -23.27° sampai + 23.27° Posisi titik γ tetap
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
24
Posisi Matahari dalam koordinat ekuator II dan ekliptika Tanggal 21 Maret
λ h ( ) 0
β (° ) 0
α h ( ) 0
δ (° ) 0
22 Juni
6
0
6
+23.27
23 Sept.
12
0
12
0
22 Des.
18
0
18
-23.27
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
lokasi Titik musim semi Titik musim panas Titik musim gugur Titik musim dingin
25
Posisi titik γ terhadap Matahari dalam peredaran harian dan tahunan Matahari Tanggal
h ( Δα )
h HA ( ) Δ
21 Maret
0
0
22 Juni
6
-6
23 Sept.
12
-12
22 Des.
18
-18
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
26
Refraksi Posisi benda langit yang tampak di langit sebenarnya berbeda dengan posisi fisiknya, salah satu sebab adalah karena efek refraksi. Cahaya yang bergerak dengan kecepatan cahaya akan mengubah bayangan benda yang melewati suatu medium.
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
27
Definisikan: Indeks refraksi, n, setiap medium transparan adalah 1/kecepatan cahaya di dalam medium.
Kecepatan cahaya di udara bergantung kepada temperatur dan tekanannya, sehingga indeks refraksi udara bervariasi untuk tiap lapisan atmosfer yang berbeda.
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
28
Refraksi Astronomi : yaitu refraksi terhadap sinar bintang akibat atmosfer bumi.
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
29
Refraksi di dalam atmosfer : Diandaikan atmosfer bumi terdiri dari n lapisan sejajar yang seragam dari permukaan bumi, dan mempunyai kecepatan vi yang berbeda untuk tiap lapisan (i dari 1 sampai n). Hukum Snell juga berlaku bagi refraksi untuk tiap lapisan: n1 sin i = n2 sin r, dengan : n1 dan n2 adalah indeks bias medium 1 atau 2, i adalah sudut datang, dan r adalah sudut bias.
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
30
sin i 1 v 0 = sin r1 v 1 sin i 2 v 1 = Di lapisan berikutnya: , dan seterusnya. sin r2 v 2 Tetapi dengan geometri sederhana: r 1 = i 2 , r 2 = i 3 , dan seterusnya Sehingga kita peroleh: ⎛v ⎞ sin i 1 = ⎜⎜ 0 ⎟⎟ sin r1 ⎝ v1 ⎠
Di batas permukaan pertama:
⎛v ⎞ = ⎜⎜ 0 ⎟⎟ sin i 2 ⎝ v1 ⎠ ⎛ v ⎞⎛ v ⎞ = ⎜⎜ 0 ⎟⎟⎜⎜ 1 ⎟⎟ sin r2 ⎝ v 1 ⎠⎝ v 2 ⎠ ⎛v ⎞ = ⎜⎜ 0 ⎟⎟ sin r2 ⎝ v2 ⎠ = .......... ⎛v ⎞ = ⎜⎜ 0 ⎟⎟ sin rn ⎝ vn ⎠ S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
31
Dari rumus di atas, ada indikasi bahwa masing-masing lapisan saling meniadakan, sehingga yang berperan hanyalah perbandingan antara v 0 (yang sama dengan c, yaitu kecepatan cahaya dalam ruang hampa) dan vn (kecepatan cahaya di udara pada lapisan terbawah). Bila rn adalah jarak zenit semu bintang z', dan i1 adalah jarak zenit benar z. Refraksi tidak memberikan pengaruh bagi bintang yang ada di zenith. Tetapi untuk posisi lain, efek refraksi ini mengakibatkan bintang akan tampak lebih tinggi, dan efek terbesar adalah bila bintang ada di horison. Definisikan sudut refraksi dengan R, dimana R = z - z', atau z = R + z'. Maka: sin(z) = sin(R) cos(z') + cos(R) sin(z'). Jika dianggap R sangat kecil, maka dapat didekati dengan : sin(R) = R (dalam radians), dan cos(R) = 1. Sehingga, sin(z) = sin(z') + R cos(z'). Bila dibagi dengan sin(z') akan memberikan sin z R = 1+ , atau ′ ′ sin z tan z v0 R = 1+ vn tan z ′ Sehingga, v0 tan z′ = k tan(z') R = S.Siregar, FMIPA-ITB Simposium Guru, Makasar 11-12 vn −1 Agusutus 2008
32
Nilai v0 adalah c, yaitu kecepatan cahaya dalam ruang hampa, yang harganya konstan. Tetapi vn bergantung kepada temperatur dan tekanan udara pada lapisan terbawah. Pada temperatur (0°C = 273K) dan tekanan standard (1000 millibars), k = 59.6 detik busur. Di dalam The Astronomical Almanac, harga k adalah: k = 16.27" P(millibars)/(273+T°C) Pada jarak zenit besar, model ini tidak berlaku. Besar refraksi di dekat horison ditentukan dari pengamatan di atas permukaan bumi. Pada temperatur dan tekanan standard, refraksi di horison (refraksi horisontal) sebesar 34 menit busur.
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
33
Efek refraksi pada saat Matahari atau Bulan terbenam Saat Matahari atau Bulan terbit/terbenam, jarak zenit dari pusat kedua benda tersebut adalah 90°. Refraksi yang terjadi saat itu disebut sebagai refraksi horisontal. Refraksi horisontal saat benda langit terbit/terbenam adalah 35′. Jika jarak zenit = 90°, maka jarak zenit benar adalah 90°35′. Misalkan H adalah sudut jam bila jarak zenit pusat Matahari ≡ 90°, maka H+ΔH adalah sudut jam pusat Matahari ketika pusat Matahari yang tampak, berada di horison, jadi z = 90° , dan z′ = 90°35′.
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
34
Bila Matahari dianggap terbenam ketika tepi atasnya berada di horison, dan semi diameter Matahari adalah 16′, maka: 51 ΔH =
sec φ. sec δ. cos ecH
15 Tabel 1. Lintang tampak dan sudut refraksi Lintang tampak 0° 1° 2° 3° 4° 10° 30° 60° 90° S.Siregar, FMIPA-ITB
Sudut refraksi 35′21″ 24′45″ 18′24″ 14′24″ 11′43″ 5′18″ 1′41″ 0′34″ 0′00″ Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
35
Efek Refraksi pada asensiorekta dan deklinasi. α′−α = R sec δ′ sin η δ′ − δ = R cos η
dengan η adalah sudut paralaktik.
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
36
Presesi dan Nutasi
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
37
sin Δθ sin α = ' sin n sin ( 90° − δ )
sin α sin Δθ = sin n cos δ ′
Δθ = n sin α sec δ ′ Newcomb (vide; Van de Kamp, 1969)
n = 20".0495 Δθ = 0°.00557sin α sec δ S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
38
Koreksi Semi diameter Pada saat Matahari terbenam, z = 90°, h′ = 0°, maka:
jarak zenit piringan Matahari adalah: z = 90° + R(z=90°) tinggi pusat Matahari adalah : h = 0° − R(z=90°) Matahari dikatakan terbit jika batas atas piringan mulai muncul di horison, dan terbenam jika batas piringan sudah terbenam di horison, maka z dan h harus dikoreksi oleh semidiameter piringan Matahari , S~ , sehingga: z = 90° + R(z=90°) + S~ h = 0° − R(z=90°) − S~ Jadi saat Matahari atau Bulan terbit atau terbenam: h~ = −0°50′ h{ = +0°08
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
39
Koreksi ketinggian di atas muka laut Bidang horison pengamat di Bumi bergantung kepada ketinggian pengamat. Jika pengamat berada pada ketinggian l (meter) dari muka laut, maka sudut kedalaman (angle of dip), θ, adalah : θ = 1′.93√l (dalam satuan menit busur). Jika efek refraksi diperhitungkan, maka: θ = 1′.78√l (dalam satuan menit busur). Jarak ke horison-laut, dituliskan dengan: d = 3.57√l (dalam km). Jika efek refraksi diperhitungkan, maka: d = 3.87√l (dalam km).
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
40
Lama siang dan malam;
Cost0 = −Tg δTg ϕ t0 setengah busur siang δ-deklinasi matahari φ-lintang pengamat Kasus; Lokasi pengamat ekuator φ=00 t0= 900 → busur siang = 1800=12 jam Matahari di ekutor δ=00→ t0= 900 busur siang = 1800=12 jam Di kutub φ=900 dan δ≠=00 t0 busur siang → ∞ tidak ada titik terbenam/terbit S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agusutus 2008
41
Part-2
Mekanika Benda Langit oleh Dr. Suryadi Siregar Prodi-Astronomi,ITB
Simposium Guru, Makasar,11-12 Agustus 2008 S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
1
Materi Kuliah 1. Problem Dua Benda 2. Orbit Benda Langit
Tujuan Instruksional Umum Setelah mempelajari materi ini peserta mampu menjelaskan secara rinci mekanisme Problem Dua Benda dan fenomena astronomi yang bertautan dengan orbit anggota Tata Surya
Tujuan Instruksional Khusus Setelah mempelajari materi ini peserta dapat memahami, mengenal dan menurunkan pernyataan Problem Dua Benda,orbit benda langit. Menjelaskan makna masalah dua benda, lintasan planet,komet,asteroid dan meteor S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
2
Prinsip Dasar : Two Body Problem →
m1m2 F = −G 2 r G = konstanta gravitasi mi massa ke – i r jarak m1 ke m2
Uθ
m
Ur
θ
o
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
3
Hukum Kekalan Energi W =
S
v (t )
S0
v(t 0)
∫ Fds = m ∫ vdv
1 2 1 mv + V ( s ) = mv02 + V ( s0 ) = E 2 2 S.Siregar, FMIPA-ITB
1 2 Mm 1 Mm 2 mv − G = mv0 − G 2 s 2 s0
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
4
z
Pers.gerak Dua Titik Massa
m1
1.Gaya gravitasi oleh m1 terhadap m2 ;
P
r2
m2
R r1
→
m1m2 F21 = −G 2 U r r
y
x
1.Gaya gravitasi oleh m2 terhadap m1 ;
m2 m1 → F12 = G 2 U r r ∗∗
→
→
→
m1 r 1 + m2 r 2 = 0 S.Siregar, FMIPA-ITB
→
→
m1 r 1 + m2 r 2 = c 1 t + c 2
∗∗
→
→
→
→
→
m1 r 1 + m2 r 2 c 1 t + c2 = R= m1 + m2 M
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
5
Massa dominan sebagai sumbu koordinat ••
→ '
M →' r = −G 3 r r
z
••
x = −GMx( x 2 + y 2 + z 2 ) −3/ 2
m2
•• m1
y
y = −GMy ( x 2 + y 2 + z 2 ) −3/ 2
•• x
z = −GMz ( x 2 + y 2 + z 2 ) −3/ 2
a1 z + a 2 x + a3 y = 0 S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
6
h = selalu tetap/satuan waktu
1 1 V = 2GM ( − ) r 2a 2
a (1 − e 2 ) r= 1 + eCos (θ − ω )
K-1
2 Eh 2 e = 1+ 2 μ m2
μ = GM S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
7
a (1 − e 2 ) r= 1 + eCos (θ − ω ) →
→
h = r × v = rvSin(θ − ω ) = rv
Kepler-1 Kepler-2
Bila dalam Tata Surya θ=ω θ - ω = 1800
S.Siregar, FMIPA-ITB
→ r= a(1-e) titik terdekat, perihelium →
r = a(1+e) titik terjauh, aphelium
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
8
Macam-macam Orbit m2
m1
m2
1+
2 Eh 2 2
μ m2
• Persamaan Dasar m1
=0
(a)
(c)
m2
m2 m1
m1 (d)
(b)
1+
2 Eh 2 2
μ m2
E=− E=+
=0
μm2
Orbit Lingkaran Orbit Elip
2a μm2 2a
Orbit Hiperbola
S.Siregar, FMIPA-ITB
2 Eh 2 e = 1+ 2 μ m2 Dari pernyataan ini jelaslah bahwa bila; Energi total sistem E = 0 , maka e = 1 orbit berbentuk parabola Energi total sistem E < 0 , maka e < 1 orbit berbentuk elips Energi total sistem E > 0 , maka e > 1 orbit berbentuk hiperbola
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
9
Orbit Elip
m1m2 1 2 E = m2v − G 2 r
E=−
μm2 2a
1 1 V = 2GM ( − ) r 2a 2
Planet,Asteroid,Komet,Satelit
M = m1 + m2
P 4π = 3 a G (m1 + m2 ) 2
Kepler -3 S.Siregar, FMIPA-ITB
→
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
2
10
Tabel Dimensi orbit anggota Tata Surya No Planet
a[SA] P[th]
e[.]
P2/a3
1
Mekurius 0,387 0,241
0,206 1,002
2
Venus
0,723 0,615
0,007 1,001
3
Bumi
1,000 1,000
0,017 1,000
4
Mars
1,524 1,881
0,093 1,000
5
Jupiter
5,203 11,86
0,048 0,999
6
Saturnus 9,539 29,46
0,056 1,000
7
Uranus
0,046 1,000
8
Neptunus 30,06 164,82 0,010 1,000
S.Siregar, FMIPA-ITB
19,19 84,07
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
11
Orbit Lingkaran
m1m2 1 2 E = m2v − G 2 r 1+
2 Eh
2
2
μ m2
=0
Gm1 V = r 2
Planet kecil,beberapa asteroid sabuk utama, satelit S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
12
Orbit Parabola
m1m2 1 2 E = m2v − G 2 r
E=0 2GM V = r 2
Batu Meteor,penggalan orbit Komet periode panjang, P/Halley, P/West S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
13
Orbit Hiperbola
m1m2 1 2 E = m2v − G 2 r
μm2 E=+ 2a 1 1 V = 2GM ( + ) r 2a 2
Batu Meteor,P/Iras Araki, P/Kohoutek S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
14
Kedudukan dalam ruang Elemen Orientasi ω=Argumen Perihelion Ω=Ascending Node (Simpul Naik) ϑ=True Anomaly(Anomali Benar) i = Inclination(inklinasi) Elemen Dinamik P=Periode Orbit T=Saat terakhir lewat perihelion e = Eksentrisitas
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
15
Evolusi Tata Surya Teori Kontraksi Awan Antar Bintang(Nebular Contraction) • Tokoh: Rene de Cartes (1644), Pierre Simon de Laplace (1796), Immanuel Kant • Inti Sari: Konservasi momentum sudut, mensyaratkan awan primordial berkontraksi, kecepatan rotasi bertambah besar. Awan primordial berubah menjadi piringan pipih(pancake).Gumukan terpadat di pusat menjadi Matahari • Tahap awal (atas). Tahap akhir(bawah),Tata Surya menjadi “bersih” S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
16
Awan Oort-Lintasan Kohoutek ,Gaspra dan Komet Neat
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
17
Asal Muasal 1. Sabuk utama.Terbentuk dari sisa awan primordial yang tidak sempat menjadi planet, weak bodies, berbentuk bola, beraturan, orbit stabil, eksentrisitas rendah 2. AAA asteroid.Terbentuk akibat tumbukan antar asteroid, berbentuk irregular, orbit tidak stabil, cendrung chaos, eksentrisitas besar, strong bodies, potentially hazardous asteroid/very strong bodies 3. Troyan, migrasi dari sabuk utama S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
18
Distribusi Asteroid Sabuk Utama
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
19
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
20
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
21
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
22
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
23
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
24
3 1-Oposisi
6
2-Seperempat Barat 3-Seperempat Timur 4-Konjungsi
8 5
1
4
5-Konjungsi Superior 6-Elongasi Timur Terbesar 7-Elongasi Barat Terbesar
7
8-Konjungsi Inferior 2
S.Siregar, FMIPA-ITB
Orbit Bumi
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
Planet Dalam Planet Luar
25
Perihelium Merkurius berubah dari saat ke saat
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
26
RESOLUSI 5A (IAU, 14-26 Agustus 2006) International Astronomical Union (IAU) telah menetapkan bahwa "planets" dan benda lainnya di dalam Tata Surya didefinisikan dalam tiga katagori berikut : 1. Planet adalah benda langit yang : a) mempunyai cukup massa sehingga gaya gravitasinya mampu mempertahankan bentuknya mendekati bundar dan ada dalam keseimbangan hidrostatik b) Bebas dari tetangga disekitar orbitnya. c) mengorbit disekeliling Matahari, tidak memotong orbit planet yang lain
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
27
2. Planet kerdil adalah benda langit dengan sifat a) lintasannya mengelilingi Matahari b) mempunyai cukup massa, sehingga mempunyai gravitasi sendiri, dalam keseimbangan hidrostatik bentuknya bundar c) tidak mempunyai tetangga disekitar orbitnya dan(d) ia bukan suatu satelit 3. Seluruh objek kecuali satelit yang bergerak mengelilingi Matahari disebut “Benda Kecil Sistim Tata Surya”.
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
28
Pluto Jupiter
Saturnus Uranus
Neptunus
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
29
R⊕ Tgp = d Dalam hal ini; R-jejari Bumi=6371,03 km d-jarak benda langit(Bulan, Planet,Asteroid) Untuk Bulan p=57’,04 Maka d = 383938,8982 km ≅ 384000 km S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
30
Presesi dan Nutasi
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
31
Periode sideris Bumi = 365,25 hari Periode sideris Bulan = 27,32 hari
1 1 1 = − Psin Psi d P⊕ Periode sinodis Bulan=29,53 hari Phase Bulan
1 q = (1 + Cosφ ) 2 φ = sudut phase φ= 180 → q=0 bulan baru φ= 0 → q = 1 bulan penuh φ= 90 → q=0,5 bulan kuartir S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
32
ϕ=0o
Phase Bulan
Matahari
Purnama q=1
ϕ E
D
Bumi
C A O
ϕ=180o Bulan baru, S.Siregar, q=0FMIPA-ITB
C’
B
Bulan
q = Rasio luas kulit bola OBCDE:ABCDE=AC':AB
1 q = (1 + Cosφ ) 2
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
33
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
34
Konstelasi Bintang dilihat dari Belahan Selatan Bumi
Musim dingin
Musim Panas S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
35
Lama siang dan malam;
Cost0 = −Tg δTg ϕ t0 setengah busur siang δ-deklinasi matahari φ-lintang pengamat Kasus; Lokasi pengamat ekuator φ=00 → t0= 900 busur siang = 1800=12 jam Matahari di ekutor δ=00→ t0= 900 busur siang = 1800=12 jam Di kutub φ=900 dan δ≠=00 t0 busur siang → ∞ tidak ada titik terbenam/terbit S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
36
Jarak Sudut antara dua titik di permukaan Bola
Cosd = Sinδ 1 Sinδ 2 + Cosδ 1Cosδ 2 Cos(α 1 − α 2 ) Jika d∼0 maka
d=
(ΔαCosδ )2 + (Δδ )2
Contoh Hitung jarak sudut α Boo dan α Vir: α Boo : α = 14h15m39s,7 = 213o,9154 dan δ = 19o10'57″ α Vir : α = 13h25m11s,6 = 201o,2983 dan δ = -11o09'41″ Cos d=0,840633→ d = 320,7930 Dapat diaplikasikan untuk dua titik di Bumi bila posisi geografisnya (λ,ϕ) diketahui. Transformasi α→λ dan ϕ→δ S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
37
Priode Sideris dan Priode Sinodis Definisi: Priode Sideris: Tempo yang diperlukan oleh sebuah planet dalam orbitnya untuk kembali ke posisi semula relatif terhadap bintang latar belakang Priode Sinodis: Tempo yang diperlukan oleh sebuah planet dalam orbitnya untuk kembali ke phase semula. Misal dari oposisi ke oposisi, konjungsi ke konjungsi, bulan baru ke bulan baru dst
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
38
Planet Dalam;
1 1 1 = − Psin Psi d P⊕
Planet Luar
1 1 1 = − Psin P⊕ Psi d
Bulan
1 1 1 = − Psin Psi d P⊕
Periode sideris Bumi = 365,25 hari. Periode sideris Venus = 224,7 hari Periode sideris Mars =687 hari. Periode sideris Bulan = 27,32 hari Jadi Periode sinodis Venus = 583,93 hari Periode sinodis Bulan=29,53 hari Periode sinodis Mars=779,88 hari= 780 hari S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
39
Transit Planet bergerak di depan bintang 1. Menghalangi sebagian cahaya, kecerlangan bintang melemah 2. Lamanya pelemahan cahaya bergantung pada kecepatan dan besar planet 3. Besarnya pelemahan bergantung pada ukuran planet S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
40
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
41
Pluto dan Sedna
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
42
Computer Model of Toutatis Spacecraft/Mission: Source: Scott Hudson, Washington State University
High Resolution Goldstone Images of Toutatis Spacecraft/Mission: Goldstone Deep Space Radar Source: Ostro et al. © 1995 by the AAAS. S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
43
Ikon dan kriteria utama Planet anggota Tata Surya
S.Siregar, FMIPA-ITB
Simposium Guru, Makasar 11-12 Agustus 2008
44