ASUPAN ENERGI, ZAT GIZI DAN STATUS GIZI PADA BALITA ISPA ...

24 downloads 5685 Views 284KB Size Report
PENDAHULUAN. Latar Belakang. Arah dan kebijakan pembangunan bidang kesehatan, diantaranya menyebutkan bahwa pembangunan kesehatan diarahkan ...
PENDAHULUAN Latar Belakang Arah dan kebijakan pembangunan bidang kesehatan, diantaranya menyebutkan

bahwa

pembangunan

kesehatan

diarahkan

untuk

meningkatkan derajat kesehatan termasuk didalamnya keadaan gizi masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas hidup serta kecerdasan rakyat pada umumnya (Suhardjo 2003). Masalah gizi yang banyak dihadapi Indonesia meliputi gizi kurang atau yang mencakup susunan hidangan yang tidak seimbang maupun konsumsi keseluruhan yang tidak mencukupi kebutuhan. Anak balita (1-5 tahun) merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi (KEP) atau termasuk salah satu kelompok masyarakat yang rentan gizi (Sedioetama 2000). Menurut Sediaoetama (2000) bahwa anak balita akan mengalami proses pertumbuhan yang sangat pesat, sehingga memerlukan zat-zat makanan yang relatif lebih banyak dengan kualitas yang lebih tinggi. Hasil pertumbuhan pada saat dewasa, sangat bergantung dari kondisi gizi dan kesehatan sewaktu masa balita. Di negara berkembang anak-anak umur 0-5 tahun merupakan golongan yang paling rawan terhadap gizi. Kelompok yang paling rawan di sini adalah periode pasca penyapihan khususnya kurun umur 1-3 tahun. Anak-anak biasanya menderita bermacam-macam infeksi serta berada dalam status gizi rendah (Suhardjo 2003) Status gizi rendah akibat masalah gizi pada anak, akan berpengaruh terhadap daya tahan tubuh yang rendah dan rentan terhadap serangan penyakit infeksi, seperti diare, flu, ISPA, campak, dll. Apabila kejadian penyakit infeksi tidak segera ditangani maka akan mempengaruhi tingginya angka kematian balita. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, angka kejadian infeksi saluran pernafasan akut di Jawa Barat pada anak usia 0-5 tahun pada tahun 2003 sebesar 5% (Dinkes Jabar 2005). Menurut Sediaoetama (1997), faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang adalah konsumsi makanan dan infeksi. Konsumsi makan dan infeksi tersebut keduanya saling berkaitan. Konsumsi makan yang kurang dapat menyebabkan daya tahan tubuh menjadi menurun, sehingga mudah untuk

terjadinya infeksi. Begitu juga apabila sudah terjadi infeksi, maka nafsu makan menurun dan menyebabkan konsumsi makan berkurang, sehingga terjadi gangguan salah satunya adalah zat gizi baik makro maupun mikro. ISPA (infeksi saluran pernafasan akut) merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. Penelitian Myrnawati (2003) juga menemukan bahwa 20-30% kematian balita disebabkan oleh ISPA (diacu dalam Zyiefa 2009). Berdasarkan hasil survei Demografi dan Kesehatan Indonesia ada beberapa faktor yang menyebabkan penyakit ISPA diantaranya adalah lingkungan, cuaca, pekerjaan orang tua, umur, dan konsumsi makanan (Depkes 2002). Menurut studi longitudinal yang dilakukan oleh Yoon et al (tahun 1997) pada anak dibawah 2 tahun di metro Cebu-Philiphina menyatakan bahwa terdapat pengaruh status gizi kurang terhadap kematian anak di bawah dua tahun. Penelitian ini juga membuktikan bahwa status gizi kurang (berdasarkan BB/U) berhubungan dengan faktor resiko terjadinya ISPA pada anak. Penurunan berat badan akan meningkatkan 1,7 kali resiko terjadinya ISPA (AJCN 1997).

Pertambangan kapur Gunung Masigit terletak di daerah perbukitan di Cipatat, Bandung, Jawa Barat. Pertambangan kapur ini merupakan pertambangan tradisional dengan perilaku kerja pekerja yang berisiko sehingga pekerja pertambangan memiliki risiko tinggi untuk terkena penyakit ISPA akibat terpajan oleh debu kapur. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Eka (2009) sebanyak 56% pekerja mengalami gejala ISPA. Debu yang cukup banyak dan menimbulkan pencemaran udara bagi masyarakat sekitar dihasilkan dari penambangan batu kapur yang terdiri dari pengadaan bahan baku, pengangkutan bahan, dan pada saat pembakaran bahan. Aktivitas pengolahan batu kapur di desa Citatah Kecamatan Cipatat sudah dilakukan sejak tahun 1960. Selain memiliki fungsi sebagai penampung air batuan di kawasan Citatah, pengolahan batu kapur juga memiliki manfaat ekonomi, yaitu batu kapur yang bisa dijual dan dijadikan industri kerajinan marmer (Yusuf 2010). Dengan demikian

meskipun

memiliki

manfaat

ekonomi,

dampak

dari

penambangan batu kapur harus mendapat perhatian yang lebih serius terutama ISPA pada balita. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai asupan energi, zat gizi, dan status gizi pada balita ISPA dan tidak ISPA di Kecamatan Cipatat Kab. Bandung Barat. Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui perbedaan asupan energi, zat gizi, dan status gizi pada balita ISPA dan tidak ISPA di Kecamatan Cipatat Kabupaten Bandung Barat. Tujuan Khusus Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mempelajari: 1. Mengetahui karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh penderita ISPA dan tidak ISPA 2. Mengetahui karakteristik balita penderita ISPA dan tidak ISPA 3. Mengetahui asupan dan tingkat kecukupan energi serta zat gizi antara balita penderita ISPA dan tidak ISPA 4. Mengetahui status gizi antara balita penderita ISPA dan tidak ISPA 5. Mengetahui perbedaan asupan energi dan zat gizi antara balita penderita ISPA dan tidak ISPA 6. Mengetahui perbedaan status gizi antara balita penderita ISPA dan tidak ISPA Hipotesis 1. Ada perbedaan asupan energi dan zat gizi antara balita penderita ISPA dan tidak ISPA 2. Ada perbedaan status gizi antara balita penderita ISPA dan tidak ISPA Kegunaan Penelitian ini diharapakan dapat memberikan informasi kepada pembaca

pada umumnya dan masyarakat Kecamatan Cipatat pada

khususnya mengenai kondisi tingkat kecukupan energi, zat gizi, dan status gizi, kaitannya dengan kejadian ISPA pada balita.