BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fisiologi Tumbuh Kembang Anak ...

30 downloads 170 Views 224KB Size Report
Perkembangan kognitif bayi usia 0-2 bulan dapat membedakan pola, ... dini mungkin memainkan peranan yang banyak membuka jalan bagi penelitian faktor .
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fisiologi Tumbuh Kembang Anak Usia 0-5 tahun Pada tahun pertama kehidupan ditandai dengan pertumbuhan fisik, maturasi, kemampuan yang semakin terasah, dan reorganisasi psikologis. Parameter pertumbuhan fisik adalah berat badan, tinggi badan, dan ukuran lingkar kepala. Pada usia 0-2 bulan, bayi mengalami pertumbuhan yang luar biasa. Perkembangan fisik bayi baru lahir dapat menurun 10% dibawah berat badan lahir dalam satu minggu pertama sebagai hasil pengeluaran cairan ekstravaskular dan intake yang terbatas. Pertambahan berat badan bayi dalam satu bulan pertama sebanyak 30 gr. Pergerakan tangan dan kaki sangat besar dan tidak terkontrol. Senyum dapat terjadi secara involunter. Perkembangan kognitif bayi usia 0-2 bulan dapat membedakan pola, warna, dan konsonan. Mereka dapat mengetahui ekspresi wajah (senyuman). Untuk perkembangan emosional bayi usia 0-2 bulan tergantung dari dampak lingkungan sekitarnya. Bayi hanya dapat menangis apabila tidak merasa nyaman dan lapar. Normalnya bayi menangis paling puncaknya pada usia 6 minggu, bayi normal yang sehat dapat menangis selama 3 jam/ hari, lalu menurun 1 jam atau berkurang sampai 3 bulan (Nelson, 2007). Bayi usia 6-12 bulan dapat mencapai posisi duduk, meningkatnya mobilitas, dan kemampuan-kemampuan

baru

untuk

mengeksplorasi

dunia

disekitarnya.

Perkembangan fisik ditandai dengan penambahan berat badan tiga kali lipat, panjang badan bertambah 50%, lingkar kepala bertambah 10 cm. Kemampuan duduk dicapai pada usia 6-7 bulan. Beberapa bayi sudah dapat berjalan pada usia 1 tahun. Pertumbuhan gigi di sentral mandibular sudah tumbuh. Perkembangan kognitif bayi usia 6 bulan suka memasukkan benda apa saja yang dipegangnya ke mulut. Perkembangan emosional terdapat korespondensi respon objektif di sosial dan perkembangan komunikatif. Terdapat “stranger anxiety”. Bayi usia 7 bulan dapat mengenal komunikasi nonverbal, ekspresi emosional, mengenal vocal tone dan

Universitas Sumatera Utara

ekspresi wajah. Sekitar usia 9 bulan dapat membagi emosi dengan yang lain, misalnya membagi mainan yang dibelikan orang tua dengan anak lainnya (Nelson, 2007). Anak usia 2-5 tahun dapat menguasai beberapa bahasa yang penting menurutnya dan dapat bergaul di lingkungan sosial. Perkembangan fisik ditandai dengan pertambahan berat badan empat kali. Perkembangan organ seksual sesuai dengan perkembangan somatik. Perkembangan bahasa muncul secara cepat diantara 2 sampai 5 tahun. Bahasa berhubungan dengan perkembangan kognitif dan emosional. Keterlambatan bahasa diindikasikan anak tersebut mengalami retardasi mental, penyakit autis, atau mengalami penganiayaan. Anak-anak yang mengalami keterlambatan

berbahasa

menunjukkan

resiko

tinggi

mengalami

tantrum

(Nelson,2007). 2.2. Gangguan Autisitik 2.2.1.Definisi Autis adalah gangguan perkembangan neurologis yang tidak diketahui etiologinya, tetapi berhubungan dengan genetik. Hal ini berkembang dan dapat didiagnosis secara tipikal sebelum usia 36 bulan (Nelson,2007). 2.2.2.Etiologi Meskipun penelitian telah diupayakan dengan sungguh- sungguh selama lebih dari 50 tahun, penyebab Autisme masih tetap tidak diketahui. Fokus awal diarahkan pada kemungkinan gaya pengasuhan orang tua atau faktor yang dialami pada usia dini mungkin memainkan peranan yang banyak membuka jalan bagi penelitian faktor biologis. Beberapa keluarga, meskipun jarang, tampaknya memiliki pola yang jelas adanya Autis yang diturunkan (Rudolph.2006) Kembar monozigotik memiliki faktor keturunan Autis yang tinggi yaitu sekitar 60-90% dan 0% rasio untuk kembar dizigotik (Nelson,2007).

Universitas Sumatera Utara

Lebih lanjut, Namun, tidak ada defek spesifik pada struktur otak yang berhasil diidentifikasi secara konsisten, atau pada autopsy, diidentifikasi suatu pola konsisten yang sesuai dengan studi neuropatologik. Suatu keseragaman yang berhasil ditemukan adalah bahwa pada sepertiga individu yang menderita Autis memiliki konsentrasi serotonin yang relatif tinggi di dalam trombosit mereka; kadar serotonin yang tinggi di dalam trombosit muncul dengan proporsi serupa dengan individu yang retardasi mental yang tidak menderita Autis (Rudolph,2006). Komponen genetik dari Autis yang terlibat adalah heterogen, lebih dari 100 gen, dan abnormalitas genetik pada Autis telah diidentifikasi dalam gen mitokondria dan didalam semua kromosom kecuali 14 dan 20. Hal ini dipercaya adanya interaksi dari banyak gen dengan faktor lingkungan yang bervariasi. Beberapa gen yang terlibat kuat dalam penurunan Autis, termasuk kromosom 7q, 2q, dan 15q11-13. Penyakit autisme 4-8 kali lebih banyak terjadi di laki-laki daripada wanita, komponen Xlinked. Autis telah dihubungakan dengan penyakit perkembangan neurologis, termasuk kejang, sindrom X fragile, dan tuberous sclerosis. Banyak studi epidemiologi telah mengemukakan jika tidak ada asosiasi antara pemberian vaksin MMR (Meales-Mumps-Rubella) dengan gangguan Autisme (Nelson, 2007). 2.2.3.Faktor Resiko Autis mempunyai hubungan dengan faktor yang meningkatkan resiko sebagai berikut: (a) komplikasi persalinan prenatal dan perinatal; (b) infeksi prenatal dengan virus tertentu, khususnya rubella dan sitomegalovirus; (c) genetika; (d) konsumsi pestisida sewaktu masa kehamilan; (e) penggunaan obat-obatan dalam masa kehamilan atau sebelumnya dalam jangka panjang; (f) usia maternal dan paternal; (g) perkembangan otak (King, 2009). 2.2.4.Patofisiologi Studi neuroanatomi dan neuroimaging menyebutkan konfigurasi selular abnormal pada beberapa region otak, termasuk lobus temporalis, frontalis dan cerebellum. Pembesaran amygdala dan hippocampus sering pada masa anak-anak.

Universitas Sumatera Utara

(Hughes,2007). Anak dengan Autis pada MRI menunjukkan myelinasi yang besar pada korteks frontal medial bilateral dan berkurangnya myelinasi di temporoparietal junction kiri. Spesimen postmortem dari otak menunjukkan pengurangan reseptor tipe B dari gamma-aminobutyric acid (GABAB ) di korteks singuli, regio evaluasi hubungan sosial, emosi, dan kognitif, dan pada gyrus fusiform, region krusial untuk evaluasi wajah dan ekspresi wajah. Penemuan ini menyediakan investigasi lebih lanjut lagi tentang autism dan penyakit gangguan perkembangan pervasive lainnya (Nelson,2007). 2.2.5.Diagnosis Dalam hal menegakkan diagnosis Autis ada dua elemen: (a) membedakannya dari kemungkinan diagnosis penyakit lain, dan (b) mengidentifikasi gangguangangguan yang diketahui akan meningkatkan resiko menderita Autis. Tanda- tanda awal dari penyakit Autis adalah sebagai berikut: gangguan kemampuan bahasa atau hilangnya kemampuan untuk berbahasa, ritual-ritual yang tidak perlu, tidak mampunya beradaptasi pada lingkungan baru, kekurangan perilaku meniru (imitasi), dan tidak ada kemampuan imajinasi (Rudolph,2006). Perkembangan kemampuan sosial yang menyimpang merupakan tanda umum dari Autis, dan kekurangan kemampuan sosial ditandai kontak mata yang abnormal, ketidakmampuan mengorientasikan sesuatu, ketidakmampuan untuk menggunakan gerak

gerik

untuk

menunjukkan

sesuatu,

kekurangan

semangat

bermain,

ketidakmampuan untuk senyum, tidak berbagi, tidak adanya ketertarikan dengan anak-anak yang lain (Nelson, 2007). Banyak alat skrining telah dikembangkan untuk mendeteksi dini anak-anak dengan Autis. Salah satu contohnya adalah dengan The Checklist for Autism in Toddlers

(CHAT) yang dirancang untuk anak-anak usia 18 bulan. CHAT

mengkombinasikan respon-respon orang tua dengan cara interview atau observasi langsung dengan setting klinik. Kekurangan dari design ini adalah postitif predictive value tinggi, tetapi sensitivity nya rendah (Nelson,2007).

Universitas Sumatera Utara

2.2.6.Penatalaksanaan 1.Terapi tingkah laku yang intensif 2.Edukasi orangtua, pelatihan, dan dukungan untuk membantu dalam penyembuhan anak- anak autisme. 3.Pada saat anak- anak autisme telah memiliki kemampuan berbahasa yang hampir normal, maka diperlukan pendekatan pendidikan. Salah satu model pendidikan adalah program Treatment and Education of Autistic and Related Communication Handicapped Children (TEACCH). 4.Farmakoterapi digunakan bila tingkah laku sudah abnormal. Tingkah laku yang abnormal ini meliputi hiperaktif, tanrum, agresi fisik, mencelakakan diri sendiri, stereotip, dan simptom kecemasan, khususnya obsessive-compulsive behaviors. Obat yang dipakai untuk mengantisipasi hal ini adalah Naltrxone, Selective

Serotonin

Reuptake

Inhibitors

(SSRIs),

dan

clonidine

(Nelson,2007). 2.2.7.Prognosis Beberapa anak, khususnya yang dapat berbicara, dapat hidup sendiri setelah tumbuh, dapat bekerja, dan memiliki hubungan sosial. Tidak adanya resiko meningkatnya penyakit schizofrenia disaat dewasa. Prognosis yang lebih baik lagi dikaitkan dengan inteligensia yang tinggi, fungsi bahasa yang baik, dan berkurangnya tingkah laku yang spontan (Nelson,2007).

Universitas Sumatera Utara