Pada mulanya rumah sakit di Indonesia banyak didirikan dengan tujuan sosial ...
rumah sakit wajib menjalankan fungsi sosialnya, seperti pengaturan tarif ...
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pada mulanya rumah sakit di Indonesia banyak didirikan dengan tujuan sosial
tanpa terlalu mempertimbangkan segi ekonominya. Pada masa itu kebanyakan rumah sakit mendapat subsidi dari pemerintah maupun dari badan misi sosial keagamaan baik dari dalam negeri maupun bantuan dari luar negeri. Fungsi sosial berarti bahwa sebuah rumah sakit harus melayani pasien atas dasar kebutuhan mediknya dan tidak berdasarkan kemampuan pasien untuk membayar. Sedangkan fungsi ekonomi berarti rumah sakit harus memikirkan keuntungan dengan melaksanakan manajemennya, termasuk manajemen keuangan dan pembiayaannya mengikuti kaidah-kaidah ekonomi dengan memperhitungkan biaya yang realistik dan rasional. Rumah sakit sebagai institusi kesehatan terikat PERMENKES No. 378 Tahun 1993 yang mengatur tentang pelayanan fungsi sosial rumah sakit swasta. Di dalam peraturan tersebut telah tertuang beberapa ketentuan yang harus dijalankan oleh rumah sakit sebagai sarana kesehatan umum dalam menjalankan usahanya. Bahwa rumah sakit wajib menjalankan fungsi sosialnya, seperti pengaturan tarif pelayanan dengan memberikan keringanan atau pembebasan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu dan pelayanan gawat darurat 24 jam tanpa mensyaratkan uang muka, tetapi mengutamakan kesehatan (Depkes RI, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Dalam perkembangannya rumah sakit di samping menjalankan fungsi sosial juga
menjalankan
fungsi
ekonomis
sekaligus.
Dengan
demikian
untuk
mempertahankan operasional rumah sakit, maka rumah sakit harus mencari keseimbangan antara fungsi sosial dan fungsi ekonomi (Gani, 2002). Bahkan sejak tahun 2000 sudah 13 Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) menjadi Rumah Sakit Perusahaan Jawatan (RS Perjan) dan tiga Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) menjadi Perseroan Terbatas (PT) di Jakarta yang mengarah pada business oriented sebagai Badan Usaha Milik Negara atau Daerah (BUMN/BUMD). Ini sebenarnya bertentangan dengan dengan Pasal 34 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa “Negara bertanggung jawab atas persediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas umum yang layak” (Kusnadi, 2006). Rumah sakit di Kota Medan milik pemerintah seperti Rumah Sakit Pirngadi, milik Pemerintah Daerah Kota Medan dan Rumah Sakit Adam Malik, milik Pemerintah Pusat juga telah berubah status menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dan Badan Layanan Umum Pusat (BLUP), diharapkan bisa swakelola dan swadana dalam menjalankan fungsinya. Rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan untuk masyarakat umum dituntut untuk dapat menghadapi tantangan persaingan bebas rumah sakit dengan memberikan pelayanan yang baik, efisien, efektif dan tarif yang sesuai (rasional). Masalah pembiayaan yang penting dan harus diatur oleh manajemen rumah sakit adalah keseimbangan antara pendapatan dan biaya, sehingga diketahui apakah rumah sakit itu dalam keadaan untung, kembali modal atau rugi. Hal lain yang berkaitan dengan pembiayaan rumah sakit adalah dilema subsidi dan survival. Di satu
Universitas Sumatera Utara
sisi rumah sakit ingin menyediakan pelayanan yang murah bagi pasien, tetapi disisi lain rumah sakit perlu survive. Dalam hal ini penentuan tarif yang optimal menjadi sangat penting. Di mana “tarif optimal” adalah tarif yang masih “sanggup dibayar” oleh masyarakat, akan tetapi masih “dapat ditoleransi” bagi kemampuan rumah sakit. Dalam menghadapi era globalisasi yang juga merambah ke sektor kesehatan, manajemen rumah sakit harus menyadari adanya persaingan dalam memberikan pelayanan yang baik, efisien, efektif dan tarif yang rasional. Manajemen rumah sakit mengalami proses perubahan yang sangat dipengaruhi oleh pemerintah, investor baik lokal maupun asing, masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan dan industri perasuransian sebagai faktor pembiayaan. Jadi pembiayaan rumah sakit berasal dari berbagai sumber seperti dibiayai sendiri oleh pasien, asuransi kesehatan, bantuan pemerintah, bantuan asing serta dana-dana masyarakat. Rumah sakit yang merupakan industri jasa, bila ingin tetap bertahan dan berkembang haruslah dapat mengupayakan agar biaya yang dikeluarkan untuk pelayanan kesehatan dapat dilampaui oleh pendapatan dari pelayanan yang diberikan. Dengan perkataan lain sedapat mungkin diusahakan semua unit kegiatan rumah sakit yang merupakan pusat pendapatan, termasuk Unit Hemodialisis, dapat ditingkatkan dan yang merupakan pusat biaya harus mengalami efisiensi agar tidak menjadi beban subsidi rumah sakit. RSU Methodist Medan sejak tahun 2003 sudah mulai merintis pelayanan Unit Hemodialisis dengan 2 (dua) unit mesin hemodialisis. Dari tahun ke tahun pelayanan hemodialisis di RSU Methodist Medan menunjukkan peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1. Jumlah Pelayanan Hemodialisis di RSU Methodist Medan Tahun 2003 – 2006 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah
2003 1 1
2004 7 10 28 30 30 25 40 12 18 30 24 30 284
Tahun 2005 30 25 49 57 61 71 79 81 91 84 82 67 777
2006 67 62 75 78 100 100 125 144 123 160 146 131 1.311
Dari jumlah pelayanan hemodialisis tahun 2006 di RSU Methodist Medan yang berjumlah 1.311 kali pelayanan hemodialisis sebanyak 18 kali merupakan single use sedangkan sisanya sebesar 1.293 kali merupakan reused. Pada tahun 2006 Unit Hemodialisis RSU Methodist Medan sudah memiliki 4 (empat) unit mesin hemodialisis. Jumlah ini sudah bertambah dibandingkan tahun 2003 yang hanya memiliki 2 unit mesin hemodialisis. Unit Pelayanan Hemodialisis (cuci darah) merupakan salah satu pelayanan yang cukup mahal, karena sangat dipengaruhi harga medical supply, obat dan bahan habis pakai, yang sangat dipengaruhi oleh krisis moneter yang terjadi saat ini. Tarif hemodialisis merupakan suatu elemen yang amat esensial bagi rumah sakit yang tidak dibiayai penuh oleh pemerintah atau pihak ketiga. Rumah sakit swasta, baik yang bersifat mencari laba maupun yang nirlaba harus mampu
Universitas Sumatera Utara
mendapatkan biaya atau keuntungan untuk membiayai segala aktivitasnya dan untuk dapat terus memberikan pelayanan kepada masyarakat. Rumah sakit pemerintah yang tidak mendapatkan dana yang memadai untuk memberikan pelayanan secara cumacuma kepada masyarakat, juga harus menentukan tarif pelayanan yang rasionil supaya bisa bertahan. Di Indonesia, praktis seluruh rumah sakit, baik itu rumah sakit pemerintah, rumah sakit perusahaan ataupun rumah sakit swasta harus mencari dana yang memadai untuk membiayai pelayanannya. Setiap rumah sakit akan menetapkan tarif unit pelayanan sesuai dengan misinya masing-masing. Akan tetapi ada pertimbangan yang relatif sama di dalam penetapan tarif tersebut yaitu mendapatkan pendapatan yang mencukupi untuk menjalankan fungsi rumah sakit, baik dari sumber pengguna jasa maupun dari sumber lain. Ada rumah sakit yang membutuhkan pendapatan untuk membeli bahan-bahan habis pakai saja, dan ada rumah sakit yang membutuhkan pendapatan untuk segala macam pengeluaran, termasuk keuntungan pemegang saham. Pada era modernisasi ini biaya operasional dan investasi rumah sakit senantiasa terus bertambah mahal. Rumah sakit dituntut untuk menyediakan fasilitas, peralatan dan keahlian yang sesuai dengan pola penyakit yang makin canggih. Dalam kenyataan memang ada segmen masyarakat yang mempunyai kebutuhan yang lebih tinggi terhadap pelayanan dengan kualitas tinggi, terlepas dari kemungkinan bahwa kebutuhan tersebut sebetulnya adalah induced demand atau tidak. Kenyataan ini menyebabkan rumah sakit perlu memperhitungkan depresiasi investasi yang telah
Universitas Sumatera Utara
dilakukan serta kemungkinan perlunya melakukan pengembangan dan peningkatan kualitas di masa yang akan datang. Penyesuaian tarif adalah salah satu alternatif menghadapi fenomena tersebut. Pasar pelayanan kesehatan ternyata memiliki karakteristik tersendiri, yang sering kali tidak dapat mengikuti kaedah pasar bebas. Misalnya, pemakai jasa sektor kesehatan (pasien) selalu berada dalam posisi yang lemah untuk menentukan harga pelayanan yang diberikan. Pasien pada umumnya tidak mengetahui apakah harga pelayanan yang dibayarkan sesuai dengan nilai manfaat yang diterimanya. Selain itu, pasien biasanya tidak pernah tahu dengan tepat jenis pelayanan kesehatan yang diperlukannya. Walaupun pasien berada dalam posisi yang lemah, pihak manajemen rumah sakit tidak boleh semena-mena menentukan tarif yang akan dikenakan kepada pasien. Rumah sakit harus mempunyai fungsi sosial terutama untuk golongan pasien yang miskin tetapi membutuhkan pelayanan di rumah sakit. Tarif yang terlampau tinggi akan membuat pasien merasa dirugikan dan mencari alternatif lain atau pindah ke rumah sakit yang lain, sedangkan tarif yang terlalu murah akan mengakibatkan rumah sakit mengalami kerugian atau bahkan membuat pasien berfikir bahwa pelayanan yang diberikan di bawah standar, sehingga mereka tidak mau memanfaatkan pelayanan tersebut. Semua ini menjadi dilema bagi pihak manajemen rumah sakit karena akan mengurangi jumlah pasien yang memakai jasa pelayanan rumah sakit, yang pada akhirnya akan memyebabkan pendapatan rumah sakit tidak mencukupi untuk dapat mempertahankan pelayanan dengan standar mutu tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Dalam menetapkan tarif, umumnya rumah sakit menggunakan cara yang praktis dan sederhana, serta dapat dilakukan dengan waktu yang singkat. Cara tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor pesaing, sebagai contoh pemeriksaan foto rontgen hampir seluruh rumah sakit swasta di Kota Medan menetapkan tarif yang relatif sama padahal biaya investasi, utilitas dan biaya lain-lain berbeda-beda atau dengan perkataan lain fixed cost dan variable cost-nya berbeda-beda. Dalam hal ini tarif yang ditetapkan tidak dihitung berdasarkan biaya satuan pelayanan yang ada pada rumah sakit tersebut. Demikian juga hal yang sama dalam menentukan tarif hemodialisis di RSU Methodist Medan sebesar Rp. 600.000.- (enam ratus ribu rupiah) per kali pelayanan hemodialisis untuk single use dan Rp. 520.000 (lima ratus dua puluh ribu rupiah) per kali pelayanan hemodialisis untuk reused ditentukan hanya dengan memperbandingkan dengan tarif hemodialisis rumah sakit lain yang setaraf di Kota Medan. Adapun perbandingan tarif hemodialisis di beberapa rumah sakit di Kota Medan pada tahun 2006 adalah seperti pada Tabel 1.2 berikut ini: Tabel 1.2. Perbandingan Tarif Hemodialisis di RSU Methodist Medan dengan Rumah Sakit Lain di Kota Medan Tahun 2006
No 1 2 3 4
Rumah Sakit A B C RSU Methodist Medan
Tarif Hemodialisis Per Kali Pelayanan Single Use Reused (Rp) (Rp) -420.000,750.000,650.000,935.000,687.500,600.000,520.000,-
Universitas Sumatera Utara
Keterangan: a. Rumah Sakit A adalah Rumah Sakit Pemerintah. Tarif tersebut untuk Pasien Non ASKES dan Non GAKIN. b. Rumah Sakit B adalah Rumah Sakit Swasta berbentuk Yayasan Keagamaan. c. Rumah Sakit C adalah Rumah Sakit Swasta berbentuk Perseroan Terbatas. d. Rumah Sakit Methodist Medan adalah Rumah Sakit Swasta berbentuk Yayasan Keagamaan. Pelayanan Hemodialisis dapat berbentuk single use di mana dialyzer atau ginjal buatan hanya dipakai sekali tetapi jika dalam bentuk reused, dialyzer bisa dipakai berulang kali. Pada umumnya untuk reused, dialyzer dapat digunakan sebanyak 5 kali. Salah satu kesulitan dalam menetapkan tarif yang rasional adalah langkanya informasi tentang biaya satuan pelayanan (unit cost).
1.2.
Permasalahan Permasalahan penelitian adalah apakah tarif pelayanan hemodialisis yang
berlaku sekarang di RSU Methodist Medan sudah mampu mendanai atau menutupi biaya yang dikeluarkan di Unit Hemodialisis RSU Methodist Medan.
Universitas Sumatera Utara
1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah tarif pelayanan
hemodialisis yang berlaku sekarang di RSU Methodist Medan sudah sesuai dengan biaya satuan (unit cost) pelayanan yang dikeluarkan.
1.4.
Hipotesis Tarif hemodialisis yang berlaku cukup untuk membiayai total financial
requirements Unit Hemodialisis di Rumah Sakit Umum Methodist Medan Tahun 2006.
1.5.
Manfaat Penelitian a. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pihak manajemen RSU Methodist Medan dalam penetapan tarif pelayanan hemodialisis yang rasional dan optimal yang berbasis biaya. b. Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan dalam hal memberikan cara dalam penetapan tarif pelayanan di rumah sakit berbasis biaya khususnya tarif pelayanan hemodialisis dan tarif pelayanan kesehatan lainnya sehingga dapat dikembangkan dan didapatkan formulasi yang lebih rasional dan optimal yang dapat diterapkan di rumah sakit lainnya. c. Menambah wawasan peneliti dan aplikasi di bidang manajemen rumah sakit, khususnya mengenai penentuan biaya satuan unit hemodialisis di rumah sakit.
Universitas Sumatera Utara