BAB I - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera Utara

52 downloads 121 Views 454KB Size Report
Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya. Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun ...
1

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMAKAI JASA BIRO PERJALANAN PADA PT. WINAYA TRAVEL SETELAH BERLAKUNYA UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas – tugas Dalam Memenuhi Syarat-syarat Untuk Mencapai gelar Sarjana Hukum

Oleh

WIWIN AZMI HARAHAP NIM : 040200115

Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Perdata BW Program Reguler Mandiri

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

2

©PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMAKAI JASA BIRO PERJALANAN PADA PT. WINAYA TRAVEL SETELAH BERLAKUNYA UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas – tugas Dalam Memenuhi Syarat-syarat Untuk Mencapai gelar Sarjana Hukum Oleh

WIWIN AZMI HARAHAP NIM : 040200115 Bagian : Hukum Keperdataan Program Kekhususan : Hukum Perdata BW Program Reguler Mandiri

Disetujui Oleh : Ketua Departemen Hukum Keperdataan,

Prof.Dr.Tan Kamello,SH.MS NIP : 131764556 Dosen Pembimbing I

Dosen Pembimbing II

Prof.Dr.Tan Kamello,SH.MS NIP. 131764556

Syamsul Rizal, SH. M.Hum NIP.131870595

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

3

ABSTRAK Hukum perlindungan konsumen sangat berpengaruh dalam era globalisasi yang kehidupan dalam masyarakatnya semakin maju baik dalam bidang ilmu pengetahuan maupun teknologi. Dalam setiap kemajuan tersebut terdapat berbagai permasalahan yang beraneka ragam dan kompleks. Untuk itu di buatlah salah satu undang – undang tentang perlindungan konsumen Nomor 8 Tahun 1999 yang dapat melindungi konsumen. “Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT.Winaya Travel Medan Setelah Berlakunya Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen” adalah judul yang dipilih oleh penulis untuk mencari upaya pelaksanaan pertanggungjawaban perusahaan Biro Jasa Perjalanan dalam hal ini PT. Winaya Travel Medan terhadap konsumen yang dirugikan, Serta mencari aspek – aspek hukum terkait dengan perlindungan konsumen. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui sistem dan pelaksanaan tanggung jawab perusahaan Biro Jasa Perjalanan terhadap konsumen pemakai produk/jasanya dan perlindungan hukum bagi konsumen pemakai jasa biro perjalanan. Di dalam skripsi ini dibutuhkan data yang akurat sesuai dengan apa yang sesungguhnya terjadi di lapangan, sehingga dapat diambil kesimpulan dalam bentuk teori maupun prakteknya. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam skripsi ini yaitu penelitiian kepustakaan(library research) dan penelitian lapangan(field research) berdasarkan fakta yang ada pada pelaksanaan di lapangan. Kesimpulan yang dapat ditarik dalam skripsi ini adalah Pelaksanaan pembatasan tanggung jawab biro jasa perjalanan khususnya PT.Winaya Travel Medan dalam hal terjadi pelanggaran terhadap hak – hak konsumen dalam praktek menggunakan strict liability terhadap strict professional liability yakni bertanggung jawab sebatas profesinya atau perjanjian yang telah disepakati dengan konsumen pengguna jasa atau akibat kelalaian penyedia jasa profesi mengakibatkan terjadinya perbuatan melawan hukum. Saran yang dapat disampaikan penulis adalah bahwa pemerintah perlu membuat aturan khusus mengenai Biro Jasa Perjalanan dalam suatu Undang – undang khusus agar mereka dapat bertanggung jawab terhadap produk yang mereka jual kepada konsumen. selanjutnya Apabila nantinya konsumen bersengketa maka konsumen dapat menyelesaikannya secara litigasi dan non-litigasi.

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

4

KATA PENGANTAR

Bismilllahirrahmaanirrahim Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, atas segala petunjuk Rahmat dan Karunia-NYA kepada umat-NYA, Shalawat beriring salam juga penulis persembahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMAKAI JASA BIRO PERJALANAN PADA PT.WINAYA TRAVEL SETELAH BERLAKUNYA UU NO.8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN”, membahas tentang pelaksanaan tanggung jawab oleh perusahaan biro jasa perjalanan terhadap konsumen yang dirugikan atas pemakaian produk yang mereka jual. Skripsi ini disusun guna memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis juga menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, namun dengan berbesar hati penulis selalu menerima kritik, saran maupun masukan yang bersifat mendidik dan membangun dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Bapak Prof. DR. Runtung Sitepu, SH. M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

5

2. Bapak Prof. DR. Tan Kamello, SH. MS. selaku Ketua Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan arahan,bimbingan dan perhatian kepada Penulis. 3. Bapak Syamsul Rizal, SH. M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberi bimbingan,masukan dan nasehat yang berguna kepada Penulis. 4. Bapak Prof. DR. Suhaidi, SH. M.Hum. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan nasehat dan perhatian kepada Penulis. 5. Bapak Muhammad Husni, SH. M.Hum selaku Pembantu Dekan III yang telah banyak memberikan dukungan, perhatian dan nasehat penting kepada Penulis. 6. Bapak/Ibu Dosen Penguji yang telah bersedia untuk meluangkan waktunya dan memberikan masukan bagi Penulis. 7. Seluruh Staf dan Pengajar yang selama ini telah mendidik dan banyak membantu Penulis dalam menyelesaikan Pendidikan Sarjana di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 8. Kedua Orang Tuaku, Dr. H. Nazmil Fuad Harahap, M.Kes. dan Hj. Zubaidah Nst yang sudah membesarkanku dengan tulus. Papa yang sudah terlalu banyak berkorban dan selalu Meninggikanku, Mama yang sangat pengertian dan selalu kuat menghadapi egoku dengan sabarnya. Kalian yang terbaik buat win, selalu memaafkan dan setia terima win apa adanya di sisi kalian. ”I Proud be your child”. Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

6

9. Istriku tercinta Dwi paramita(Nona), yang selalu setia menemani hari-hariku dalam susah maupun senang. “Thanks for everything you give to me” 10. Anakku tersayang Abya Shakila Azmi Harahap yang telah memberi warna dalam hidup, memberikan kekuatan hingga aku mampu berdiri sejauh ini. U are the reason to me. 11. Kakak dan adik- adikku tersayang Irma Ichwani Hrp, Milna Chairunisa Hrp dan Riri Ainun Mardiah Hrp yang telah memberikan dukungan, semangat dan kasih sayangnya hingga aku mengerti arti kehangatan dalam keluarga. Laff u sist…! 12. Papa dan Mama langsa (Ir.Nurisman dan Linda Irawati) yang telah memberi dukungannya. 13. Opung dan nenek Drs H. Nurdin Harahap dan Hj.Halimah Hanum. Kedua Nenek H. ASRAN Nst dan Hj. Nuraini dan juga saudara-saudaraku yang telah banyak memberi nasehat dan motivasi. 14. Teman – teman yang telah banyak membantu dan melewati hari – hari bersama selama ini, thanks guys…!: Kak Mira, Igun, Dharma, Moty, Thunus, Bana, Amy, Putra, Ajo, Budy, Liza, Anti, Ogi, Kak Ezza, Amar, pasukan parkir belakang dan yang tidak bisa disebutkan satu-persatu di sini. 15. Seluruh laskar Security dan laskar Cleaning service Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis selama kuliah.

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

7

Akhir kata dengan kerendahan hati Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam penulisan skripsi ini dan penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Semoga ALLAH SWT selalu memberi Rahmat dan Karunia-NYA kepada kita semua.Amin.

Medan,

November 2008 Penulis,

Wiwin Azmi Harahap

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

8

DAFTAR ISI

ABSTRAK................................................................................................... i KATA PENGANTAR ................................................................................. ii DAFTAR ISI ............................................................................................... vi BAB I

PENDAHULUAN ..................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah......................................................... 1 B. Perumusan Masalah ............................................................... 6 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ............................................... 6 D. Keaslian Penulisan ................................................................. 7 E. Tinjauan Kepustakaan ............................................................ 8 F. Metode Penelitian .................................................................. 11 G. Sistematika Penulisan ............................................................ 12

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN ............................................................................. 14 A. Tujuan Umum Tentang Konsumen ........................................ 14 B. Pengertian Perlindungan Konsumen....................................... 22 C. Asas – Asas Perlindungan Konsumen .................................... 26 D. Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen ................................ 27 E. Aspek Hukum Perlindungan Konsumen ................................. 28 F. Tanggung Jawab Pelaku Usaha .............................................. 32 G. Peran dan Tanggung Jawab Para Penyelenggara Perlindungan Konsumen ........................................................ 37

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

vi

9

H. Sanksi – Sanksi Terhadap Pelanggaran Undang – Undang Perlindungan Konsumen ........................................................ 40 BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMAKAI JASA BIRO PERJALANAN .......................................................................... 47

A. Pengertian Jasa dan Perlindungan Konsumen .......................... B. Perkembangan Pemakai Jasa Biro Perjalanan .......................... 47 C. Upaya Perlindungan Hukum Konsumen Pemakai Jasa Biro Perjalanan .............................................................................. 51 D. Para Pihak Yang Terkait Dalam Bisnis Biro Jasa Perjalanan ... 53 BAB IV

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMAKAI JASA BIRO PERJALANAN PADA PT.WINAYA TRAVEL MEDAN SETELAH BERLAKUNYA UU NO.8 TAHUN 1999 TENTANG PELINDUNGAN KONSUMEN A. Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan PT.WINAYA TRAVEL MEDAN ........................ 55 B. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Pemakai Jasa Biro Perjalanan .............................................................................. 69

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 75 A. Kesimpulan............................................................................. 75 B. Saran....................................................................................... 77

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 78

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

10

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Dalam sejarah perkembangan pola pemenuhan kebutuhan manusia yang saling interdependen, terdapat dua posisi yang saling berhadapan antara produsen dan konsumen. Pihak pembuat atau penghasil suatu barang disebut dengan produsen. Pihak yang membutuhkan sesuatu barang yang dihasilkan oleh produsen disebut konsumen. Baik produsen maupun konsumen berada dalam hubungan yang mutlak bersifat interdependen. Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang kepariwisataan nasional telah menghasilkan berbagai variasi pemakai jasa biro perjalanan yang dapat berperan dan menikmati hasilnya secara adil sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan darma baktinya yang diberikan kepada bangsa dan negara melalui kegiatan usaha pariwisata. Kegiatan usaha kepariwisataan yang dilakukan oleh biro jasa tersebut jelas memberi dampak positif bagi perekonomian bangsa dimana dari kegiatan promosi yang dilakukan serta penyediaan jasa perencanaan perjalanan dapat menambah pendapatan negara dari pajak yang dikenakan dari produk yang dijual serta dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat. Kegiatan – kegiatan usaha seperti ini sangat diharapkan dapat berkembang demi kemajuan negara. Di samping itu, Agar kondisi yang mendukung penyelenggaraan kepariwisataan itu dapat tercipta, Pemerintah, melaksanakan pembinaan dengan Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

1

11

cara pengaturan, pemberian bimbingan, pengawasan, dan pengendalian terhadap masyarakat maupun usaha pariwisata. Dalam hal pengaturan, disamping menetapkan aturan dan mengendalikan perizinan, juga melaksanakan dan menerapkan hukum yang berlaku di bidang kepariwisataan secara konsisten. Pelaksanaan bimbingan diarahkan agar peran serta masyarakat dan usaha pariwisata yang menjadi pelaku utama dalam penyelenggaraan kepariwisataan dapat digerakkan dan digalang menjadi kekuatan nasional. Kondisi yang sedemikian salah satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan pemakai jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen. Di sisi lain, kondisi dan fenomena tersebut di atas dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standart yang merugikan konsumen. Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen. Konsumen tidak mengetahui seberapa jauh dan besar hak yang dimilikinya akan tetapi konsumen diharuskan untuk memenuhi kewajiban yang diberikan oleh pelaku usaha walaupun mungkin hal itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, UndangWiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

12

Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen. Masyarakat menyambut baik kehadiran Undang – Undang Perlindungan Konsumen selanjutnya ditulis UUPK sebagai upaya melindungi konsumen dan memberdayakan pelaku usaha. Apalagi salah satu prinsip dasar lahirnya undangundang ini adalah adanya pemahaman bahwa untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab. Untuk mewujudkan harapan ini diperlukan perangkat perundang-undangan yang mampu mewujudkan keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha sehingga tercipta perekonomian yang sehat . materi muatan Undang – Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang menyentuh dan berhubungan dengan masalah periklanan , yaitu : Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 17, Pasal 20. Upaya permberdayaan ini penting karena tidak mudah mengharapkan kesadaran pelaku usaha yang pada dasarnya prinsip ekonomi pelaku usaha adalah mendapat keuntungan yang semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin. Prinsip ini sangat potensial merugikan kepentingan konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

13

Atas dasar kondisi tersebut maka perlu upaya pemberdayaan konsumen melalui pembentukan undang-undang yang dapat melindungi kepentingan konsumen secara komprehensif serta dapat diterapkan secara efektif masyarakat. Piranti hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya perlindungan konsumen dapat mendorong iklim berusaha yang sehat yang mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas. Jadi dengan sendirinya perubahan ke arah yang lebih baik akan terjadi bagi pelaku usaha dan jelas mempersempit ruang gerak bagi para pelaku usaha yang tidak memiliki itikad baik dalam menjalankan kegiatan usahanya. Undang-undang tentang perlindungan konsumen ini dirumuskan dengan mengacu pada filosofi pembangunan nasional bahwa pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum yang memberikan perlindungan terhadap konsumen adalah dalam rangka membangunan manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah kenegaraan republik Indonesia yaitu dasar negara Pancasila dan konstitusi negara Undang-undangan Dasar 1945. Konsep hukum perlindungan konsumen tidak hanya bersisi rumus-rumus tentang hak-hak dan kepentingan konsumen, tetapi juga hak-hak dan kepentingankepentingan barang dan jasa yang berimbang, proporsional, adil dan tidak diskriminatif. Seperti kita lihat dalam Undang-undang (UU) No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen sangat berarti dalam merumuskan hak dari pelaku usaha. Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

14

Kelemahan konsumen semakin terasa di tengah semakin meningkatnya teknologi pemasaran. Pada situasi semacam itu, konsumen seringkali bingung menentukan pilihan karena tidak mengetahui bagaimana sebenarnya sistem kerja teknologi pemasaran dari pelaku usaha dan bagaimana sebab dan akibat yang ditimbulkan dari sistem tersebut. Kondisi demikian jelas merupakan faktor-faktor yang turut memperlemah para konsumen. Faktor-faktor ini dapat dimanfaatkan secara tidak wajar oleh pelaku jasa atau usaha. Jadi di sinilah diperlukan adanya rasa tanggung jawab terhadap perbuatan yang dilakukan yang ada kaitannya dengan hukum yang berlaku dimana agar tercapai keadilan bagi kedua belah pihak. Sehingga tidak hanya melihat dan mementingkan

hak-haknya

saja

yang

dipenuhi

konsumen

akan

tetapi

melaksanakan kewajibannya sepenuhnya terhadap konsumen pemakai jasa biro perjalanan. Dengan demikian dari keseluruhan dapatlah disimpulkan bahwa masih ada kekurangan perlindungan hukum bagi pemakai jasa biro perjalanan dan setelah berlakunya peraturan UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang telah cukup diadakan. Penyempurnaan bagi ketentuan perundang-undangan yang ada tentulah penting untuk terus dilakukan. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis memilih judul “Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. (Study Kasus PT. Winaya Travel)”

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

15

B. Perumusan Masalah Adapun beberapa hal yang menjadi perumusan masalah adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi pemakai jasa seperti biro perjalanan secara umum jika terjadi hal – hal yang merugikan konsumen? 2. Apakah terjadi pembatasan tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen? 3. Bagaimana pelaksanaan tanggung jawab pelaku jasa/usaha yakni PT. Winaya Travel terhadap pemakai jasa biro perjalanan jika terjadi hal yang merugikan konsumen?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui bagaimanakah perlindungan hukum bagi pemakai jasa biro perjalanan jika terjadi hal – hal yang merugikan konsumen. b. Untuk mengetahui adakah terjadi pembatasan tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen. c. Untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan tanggung jawab pelaku usaha jasa yakni PT.Winaya Travel terhadap pemakai jasa biro perjalanan jika terjadi hal – hal yang merugikan konsumen.

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

16

2. Manfaat Penelitian Penelitian yang penulis lakukan memiliki manfaat antara lain : a. Secara Teorietis Guna mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan hukum perdata,1 khususnya mengenai pelaksanaan perlindungan hukum bagi pemakai jasa Biro Perjalanan pada PT. Winaya Travel setelah berlakunya ketentuan Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. b. Secara Praktis 1) Agar PT. Winaya Travel mengetahui sejauh manakah pelaksanaan dalam memberikan perlindungan hukum bagi pemakai jasa biro perjalanan. 2) Dengan adanya penelitian ini maka penulis dapat memberikan gambaran tentang berlakunya UU No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen khususnya tentang perlindungan konsumen pemakai jasa biro perjalanan.

D. Keaslian Penulisan Adapun judul tulisan ini adalah Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan judul skripsi ini belum pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama khususnya di PT. Winaya Travel, sehingga tulisan ini

1

Peter Mahmud Marzuki, Metode Penelitian Hukum, Guru besar Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Edisi pertama, Penerbit Kencana Prenada Media Group, Surabaya. 2006, hal 76 Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

17

asli dalam hal tidak ada judul yang sama. Dengan demikian ini keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan Biro jasa perjalanan atau travel biro merupakan suatu badan hukum dimana mempunyai kegiatan usaha dalam perencanaan perjalanan. Biro jasa perjalanan ini dapat berbentuk badan usaha maupun badan hukum Perseroan Terbatas(PT)

atau

dapat

berbentuk

badan

hukum

CV.

Meningkatnya

perekonomian nasional dan meningkatnya permintaan akan jasa perencanaan perjalanan memacu perkembangan pembukaan biro jasa perjalanan yang baru. Semakin menjamurnya kegiatan usaha ini para pelaku usaha berlomba – lomba untuk untuk menarik konsumen untuk mempergunakan jasa mereka. Jasa atau produk yang ditawarkan biro jasa perjalanan ini dapat bermacam – macam tetapi pada dasarnya

menurut tatanan krama pendirian biro jasa

perjalanan di Indonesia, Badan usaha atau perusahaan jasa biro perjalanan untuk mencapai maksud dan tujuannya melakukan kegiatan: 1. Perencanaan dan pengemasan komponen – komponen perjalanan wisata; 2. Penyelenggaraan dan penjualan paket wisata melalui agen penjualan atau langsung kepada wisatawan; 3. Pengurusan dokumen perjalanan, termasuk penjualan dan atau pemasanan tiket; 4. Penyediaan dan mengkordinasikan tenaga pramuwisata;

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

18

5. Penyediaan layanan pramu wisata yang berhubungan dengan paket wisata yang dijual, termasuk penyediaan layanan angkutan wisata; 6. Pemesanan akomodasi, restaurant, tempat konvensi dan tiket pertunjukan seni budaya; 7. Penyelenggaraan perjalanan insentif. Istilah “Hukum Konsumen” dan “Hukum Perlindungan Konsumen” sudah sering terdengar. M.J Leder menyatakan, “in a sense there is no such creature as consumer law”. sedangkan Az. Nasution berpendapat bahwa hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah bersifat mengatur dan juga mengandung sifat-sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Dibukanya ruang penyelesaian sengketa secara khusus oleh UUPK 1999 memberikan beberapa manfaat bagi berbagai kalangan, bukan saja bagi konsumen tetapi juga bagi pelaku usaha sendiri, bahkan juga bagi pemerintah. 2 Manfaat bagi konsumen adalah: 1. Mendapatkan ganti rugi atas kerugian yang diderita. 2. Melindungi konsumen lain agar tidak mengalami kerugian yang sama, karena satu orang mengadu maka sejumlah orang lainnya akan dapat tertolong. Komplain yang diajukan konsumen melalui ruang publik dan mendapat liputan media massa akan menjadi mendorong tanggapan yang lebih positif kalangan pelaku usaha;

2

R. Subekti, dan R Tjitiosudibio, Kitab Undang-Undang Perdata, Penerbit PT Pradya Paramita, Jakarta 2000. hal 43 Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

19

3. Menunjukkan sikap kepada masyarakat pelaku usaha kepada lebih memperhatikan kepentingan konsumen; 4. Bagi pelaku kalangan usaha, ruang penyelesaian sengketa atau penegakkan hukum konsumen memiliki arti dan dampak tertentu. Manfaatnya adalah Pengaduan dapat dijadikan tolak ukur dan titik tolak untuk perbaikan mutu pelayanan jasa dan memperbaiki kekurangan lain yang ada dalam berhubungan dengan konsumen. Bagi pemerintah sebagai pengambil kebijakan dan pengendalian berbagai kepentingan rakyat, perkembangan itu penting karena memberikan manfaatmanfaat seperti berikut: a. Lebih memudahkan pengawasan dan pengendalian terhadap pemakai jasa biro perjalanan. b. Mengetahui adanya kelemahan penerapan peraturan atau standar pemerintah; c. Merevisi berbagai standar peraturan yang ada. Pengertian perlindungan konsumen di dalam Pasal 1 angka (3) UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen disebutkan: “Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha , baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama – sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”. Dari pengertian pelaku usaha di atas perusahaan biro jasa perjalanan masuk kedalam kategori pelaku usaha. Pelaku usaha biro jasa perjalanan merupakan pihak yang memulai kegiatan penawaran produk jasa kemudian Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

20

melakukan perencanaan perjalanan dan melakuan kegiatan melayani para konsumennya dalam hal penyediaan jasa perjalanan maupun jasa penyediaan akomodasi perjalanan.

F. Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif yang artinya penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala – gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama untuk mempertegas hipotesa – hipotesa, agar dapat membantu di dalam memperkuat teori – teori lama, atau di dalam kerangka menyusun teori – teori baru. Dalam penguraian dan penulisan skripsi ini, penulis mengumpulkan data yang diperlukan dengan menggunakan metode sebagai berikut : 1. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Dalam hal ini berusaha mengumpulkan data-data melalui sarana kepustakaan, yakni dengan cara mempelajari dan menganalisa secara sistematik buku-buku, peraturan-peraturan dan bahan-bahan lainnya yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. 2. Penelitian Lapangan (Field Research) Penulis langsung mengadakan penelitian kelapangan tempat di mana pelaksanaan tanggung jawab perlindungan hukum bagi konsumen ini akan diteliti, yaitu dengan mengadakan penelitian ke salah satu biro perjalanan yang ada yaitu PT. Winaya Travel Medan dengan mengadakan metode penelitian wawancara, mengajukan sejumlah pertanyaan dan memperoleh

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

21

data-data yang langsung berhubungan sebagai perbandingan dapat membantu tersusunnya penulisan skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut : BAB I

:

Pendahuluan, bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II

:

Tinjauan Umum Mengenai Perlindungan Konsumen. Dalam bab ini berisi tentang, Pengertian Perlindungan Konsumen, Asas-Asas Perlindungan Konsumen, Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen, Hak dan Kewajiban Konsumen, Aspek Hukum Perlindungan Konsumen, Tanggung jawab Pelaku Usaha, Peran dan Tanggung Jawab Para Penyelengara Perlindungan Konsumen, dan Sanksi – Sanksi Terhadap Pelanggaran Undang – Undang Perlindungan Konsumen.

BAB III

:

Perlindungan hukum bagi pemakai Jasa biro perjalanan setelah berlakunya UU No.8 Tahun 1999. Dalam bab ini berisi tentang, Pengertian jasa dan perlindungan hukum bagi pemakai jasa biro perjalanan, Perkembangan pemakai jasa biro perjalanan, Upaya Perlindungan Hukum Bagi Konsumen pemakai jasa biro perjalanan

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

22

serta akhirnya menguraikan tentang

para pihak yang terdapat

dalam kegiatan bisnis biro jasa perjalanan BAB IV

:

Pelaksanaan perlindungan hukum bagi pemakai jasa biro perjalanan pada PT. Winaya travel setelah berlakunya UU No,8 Tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen. Bab ini terdiri atas sub bab pertama yaitu Pelaksanaan perlindungan hukum bagi pemakai jasa biro perjalanan pada PT. Winaya travel dimana menguraikan tentang sistem tanggung jawab biro jasa perjalanan PT.Winaya Travel serta pelaksanan tanggung jawab konsumen pada PT.Winaya Travel. Selanjutnya pada sub bab kedua yaitu perlindungan hukum bagi konsumen pemakai jasa biro perjalanan menguraikan tentang penyelesaian sengketa konsumen melalui non litigasi(penyelesaian sengketa diluar pengadilan) dan penyelesaian sengketa dengan cara litigasi(melalui pengadilan).

BAB V

:

Kesimpulan dan Saran. Merupakan bab Kesimpulan dan Saran dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan dari bab – bab yang telah dibahas sebelumnya yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran saran yang mungkin berguna dan dapat dipergunakan untuk menyempurnakan penulisan skripsi ini.

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

23

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Tinjauan Umum Tentang Konsumen 1. Pengertian konsumen Terdapat berbagai pengertian mengenai konsumen walaupun tidak terdapat perbedaan yang mencolok antara satu pendapat dengan pendapat lainnya Konsumen sebagai peng-Indonesia-an istilah asing (Inggris) yaitu consumer, secara harfiah dalam kamus-kamus diartikan sebagai "seseorang atau sesuatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu"; atau "sesuatu atau seseorang yang mengunakan suatu persediaan atau sejumlah barang". ada juga yang mengartikan " setiap orang yang menggunakan barang atau jasa". 3 Dari pengertian di atas terlihat bahwa ada pembedaan antar konsumen sebagai orang alami atau pribadi kodrati dengan konsumen sebagai perusahan atau badan hukum pembedaan ini penting untuk membedakan apakah konsumen tersebut menggunakan barang tersebut untuk dirinya sendiri atau untuk tujuan komersial (dijual, diproduksi lagi). Pengertian konsumen terdapat dalam UUPK yang berlaku pada bulan April tahun 2000. di dalam UUPK tersebut pengertian konsumen di atur dalam pasal 1 angka (2), bahwa yang di maksud dengan konsumen adalah :

3

Rajagukguk, Erman, dkk, Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung: CV. Mandar Maju, 2000, hal 82 Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

14

24

“ Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat , baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. Jadi pengertian konsumen yang dimaksud disini adalah konsumen tingkat akhir atau pemakai terakhir dari barang atau jasa. Barang diartikan sebagai setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. Dari pengertian konsumen tersebut, unsur-unsurnya adalah : a. Setiap orang Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang sebagai pemakai barang dan jasa. Hal ini menimbulkan keraguan tentang orang secara individual atau termasuk juga badan hukum. Pengertian yang sering dipakai adalah orang secara individu dan termasuk badan hukum. b. Pemakai Pemakai tidak dibatasi pada pembeli dan barang yang dipakai tidak harus hasil jual beli. Konsumen tidak harus memberikan prestasi berupa uang untuk mendapatkabn barang dan jasa tersebut. Konsumen tidak hanya pembeli, tetapi semua orang baik perseorangan atau badan usaha yang mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Peralihannya tidak hanya barang dan/atau jasa tetapi juga peralihan kenikmatan dan pengguna. c. Barang dan jasa Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

25

Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen. Jasa adalah setiap karyawan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan. d. Yang tersedia dalam masyarakat Barang dan jasa yang ditawarkan kepada masyarakat tersebut harus tersedia dalam masyarakat atau pasaran. Dalam perkembangannya, hal ini bukan merupakan syarat yang mutlak lagi. Transaksi sudah bisa dilakukan sebelum barang tersedia, misalnya pengembangan (developer) perumahan. e. Bagi Kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain dan makhluk hidup Dalam Undang-undang perlindungan konsumen pengertian konsumen adalah konsumen akhir. Jadi, ruang lingkup penggunaan barang dan/atau jasa terbatas untuk tujuan konsumsi saja, bukan untuk dikomersialkan lagi, walaupun dalam pelaksanaannya 4, batasan yang ada sulit untuk ditentukan. Az Nasution didalam bukunya memberikan batasan tentang konsumen pada umumnya adalah : “setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa yang digunakan untuk tujuan tertentu”. Konsumen masih dibedakan lagi antara konsumen dengan konsumen akhir. Menurutnya yang dimaksud dengan konsumen antara lain adalah : “ Setiap orang yang mendapatkan barang dan jasa untuk dipergunakan dengan tujuan membuat barang dan jasa lain atau untuk diperdagangkan (tujuan komersial). 4

Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003, hal 92 Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

26

Para ahli hukum memberikan pengertian tentang konsumen sebagai pemakai akhir dari benda dan jasa yang diserahkan kepada mereka oleh pengusaha. Pembangunan perekonomian yang serba cepat di era globalisasi mendukung pertumbuhan di dunia usaha, sehingga banyak dihasilkan produk barang maupun jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks. Oleh karena itu perlu ditingkatkan kesadaran, kepedulian, pengetahuan, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya sendiri antara lain untuk mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajiban konsumen. 2. Hak Konsumen UUPK merumuskan sejumlah hak penting konsumen. Menurut pasal 4 Undang – Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, ada sembilan hak dari konsumen, delapan diantaranya hak yang secara eksplisit diatur dalam UUPK dan satu hak lainnya diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya. Hak-hak tersebut adalah : 1) Hak atas kenyaman, keamanan dan keselamatan atas barang dan jasa. 2) Hak untuk memilih barang jasa. 3) Hak mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur atas barang dan jasa. 4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya. 5) Hak untuk mendapatkan bantuan hukum (advokasi) perlindungan dan penyelesaian sengketa. Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

27

6) Hak dalam pembinaan dan pendidikan konsumen. 7) Hak untuk diberlakukan secara benar, jujur dan tidak diskriminasi. 8) Hak untuk mendapatkan kompensasi atas barang atau jasa yang merugikan. 9) Hak-hak yang ditentukan dalam perundang-undangan lain. Hak –hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya, misalnya yang diatur dalam UU.No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Pasal 41 Undang – undang tersebut secara tidak langsung memberikan hak kepada konsumen yang mengalami kerugian sebagai akibat langsung dari mengkonsumsi pangan olahan yang di edarkan pelaku usaha, untuk dapat mengajukan gugatan ganti rugi. Resolusi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) No.39 Tahun 1985 Tentang Perlindungan Konsumen (guidelines for consumer protection) juga merumuskan berbagai kepentingan konsumen yang perlu dilindungi, meliputi : 1. Perlindungan konsumen dari bahaya – bahaya terhadap kesehatan dan keamanannya; 2. promosi dan perlindungan kepentingan ekonomi sosial konsumen; 3. tersedianya

informasi

yang

memadai

bagi

konsumen

untuk

memberikan kemampuan mereka melakukan pilihan yang tepat sesuai kehendak dan kebutuhan pribadi ; 4. Pendidikan Konsumen; 5. tersedianya upaya ganti rugi yang efektif;

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

28

6. kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen atau organisasi lainnya yang relevan dan memberikan kesempatan kepada organisasi tersebut untuk menyuarakan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka. Di Indonesia menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia(YLKI), Konsumen mempunyai lima (5) hak dasar yang disebut panca hak konsumen, yaitu : 1. Hak atas keselamatan dan keamanan 2. Hak mendapat informasi yang benar 3. Hak untuk memilih 4. Hak untuk didengar pendapatnya 5. hak atas lingkungan hidup 3. Kewajiban Konsumen Hak-hak konsumen harus dikaitkan dengan kewajiban berbicara tentang konsumen hendaknya membahas pula salah produsen beserta hakhak dan kewajibannya. Kewajiban konsumen menurut Undang – Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sebagaimana diatur Pasal 5 yaitu: 1) Membaca dan mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan atau jasa demi keamanan dan keselamatan; 2) Beritikad baik dalam transaksi pembelian barang dan/atau jasa; 3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; 4) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

29

secara patut.5 Menurut YLKI ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh konsumen dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa agar menjadi konsumen yang baik , yaitu : 1. Dapat melindungi dirinya sendiri. 2. mengamati dan mengamalkan panca hak konsumen. 3. Bersikap jujur dan bertanggung jawab. 4. Menaati peraturan yang telah di tetapkan. 5. Tanggapan terhadap segala macam permasalahan baik yang sudah ada, maupun yang belum di alaminya. Menurut YLKI ada beberapa kewajiban yang harus di penuhi konsumen, yaitu : 1. Bersifat kritis. Konsumen harus mempunyai sifat kritis dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa, baik terhadap kualitas, kuantitas, harga dan efek samping atau akibatnya. Konsumen harus bersikap kritis dan cermat supaya tidak mendapat kerugian karena kesalahan sendiri. 2.Berani bertindak atas kesadaran sendiri. Konsumen harus mempunyai keberanian untuk melindungi diri dan kelompoknya dari perlakuan yang tidak adil dan melanggar haknya. Hal ini terutama diperlukan ketika konsumen memperjuangkan haknya ketika dirugikan. 5

Perlindungan Konsumen dan Peraturan Perundang-undangan yang terkait, Penerbit Nuanasa Aulia, Bandung, 2006, hal 37 Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

30

3. Memiliki kepedulian sosial Konsumen harus memperhatikan dan mempertimbangkan akibat yang akan ditimbulkan oleh sikap, prilaku dan pola konsumsinya bagi orang lain. Konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/ atau jasa jangan sampai merugikan orang lainkaena pola konsumsi yang tidak bertanggung jawab. 4. Bertanggung jawab terhadap lingkungan Dalam

mengkonsumsi

barang

dan

jasa,

konsumen

harus

memperhatikan lingkungan. Jadi jangan sampai pola konsumsi menimbulkan gangguan dan kerusakan

/ pencemaran pada

lingkungan dan melanggar hak orang lainb atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Dalam pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup dinyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. 5. Memiliki rasa setia kawan YLKI menegaskan, konsumen harus mempunyai rasa tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial. Konsumen diharapkan dapat menggalang kekuatan untuk memperjuangkan kepentingan umum terutama dalam hal perlindungan konsumen. Salah satu caranya adalah dengan memperjuangkan haknya ketika dilanggar oleh pelaku usaha.

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

31

B. Pengertian Perlindungan Konsumen Setiap manusia mempunyai kepentingan, yaitu tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dapat dipenuhi. Kepentingan manusia yang dilindungi oleh hukum disebut hak. Setiap hak mempunyai empat unsur yaitu : subjek hukum, objek hukum, hubungan hukum yang mengikat pihak lain dengan kewajiban dan perlindungan hukum, pada hakekatnya kepentingan mengandung kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh hukum dalam melaksanakannya. Dalam memenuhi kepentingannya manusia membutuhkan manusia yang lain. Oleh karena itu, manusia hidup bermasyarakat. Sudikno Mertokusumo berpendapat bahwa dalam memenuhi kepentingannya, manusia menghadapi bahaya, dengan hidup bermasyarakat diharapkan akan lebih kuat kedudukannya dalam menghadapi bahaya terhadap kepentingannyadan akan lebih terjamin perlindungannya. Kehidupan hubungan

satu

bermasyarakat sama

lain.

menyebabkan

Namun

mengingat

terjadinya

interaksi

banyaknya

atau

kepentingan

dimungkinkan terjadi konflik kemungkinan. Konflik akan terjadi apabila pelaksanaan kepentingan seseorang telah merugikan kepentingan orang lain, manusia membutuhkan rasa aman dalam melaksanakan kepentingannya agar dapat melaksanakannya dengan tenang. Oleh karena itu, manusia mengharapkan kepentingan – kepentingannya dilindungi dari konflik, gangguan, bahaya yang mengancam, serta kepentingan dirinya dalam kehidupan bersama.

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

32

Sudikno Mertokusumo berpendapat bahwa dimana ada hubungan antar manusia maka diperlukan perlindungan kepentingan. Perlindungan itu dapat dicapai dengan tercipnya pedoman atau peraturan hidup yang menentukan bagaimana manusia harus bertingkah laku baik dalam masyarakat agar tidak merugikan kepentingan orang lain dan kepentingan dirinya sendiri. Pedoman itu disebutkan sebagai kaedah sosial. Kaedah sosial yang ada adalah kaedah kepercayaan, kaedah kesusilaan, kaedah sopan santun atau adat dan kaedah hukum. Ketiga kaedah yang disebut pertama dirasa belum cukup memuaskan sehingga diperlukan kaedah hukum. Kaedah hukum adalah kaedah yang menuntut legalitas, yang berarti bahwa yang dituntut adalah pelaksanaan atau penataan kaedah. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum adalah perlindungan terhadap kepentingan manusia yang dilindungi hukum atau hak agar dalam pelaksanaan untuk memenuhinya tidak merugikan orang lain melalui kaedah hukum. Perlindungan hukum memang sering dibicarakan, namun pengertian dari perlindungan hukum itu sendiri tidak banyak diuraikan. UUPK memberikan pengertian perlindungan konsumen dalam Pasal 1 angka (1), yaitu: “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan konsumen. Perlindungan konsumen menurut Az. Nasution

dapat ditinjau dari sudut hukum

maupun sosial ekonomi. Berdasarkan pengertian hukum di atas, maka yang dimaksud dengan perlindungan hukum bagi konsumen adalah perlindungan terhadap kepentingan Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

33

konsumen melalui kaedah hukum untuk menjamin kepastian pelaksanaan kepentingannya baik secara preventifmaupun secara represif. Kepentingan yang dimaksud adalah kepentingan yang dilindungi oleh hukum atau hak. Perlindungan konsumen cenderung untuk memberikan keadilan bagi konsumen yang selama ini masih dalam posisi yang lemah dari berbagai aspek. Aspek – aspek tersebut antara lain : aspek tentang pengetahuan produk, bagaimana pemakaian yang tepat, isi dan susunan produk dan aspek pengetahuan hukum mengenai upaya yang ditempuh untuk mempertahankan hak. Berikut ini Undang-undang Perlindungan Hukum konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen dan menemukan kaidah hukum konsumen dalam berbagai peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia tidaklah mudah, hal ini dikarenakan tidak dipakainya istilah konsumen dalam peraturan perundanundangangan tersebut walaupun ditemukan sebagian dari subyek-subyek hukum yang memenuhi kriteria konsumen. 6 Perlindungan Konsumen dalam ketentuan umum. Pasal 1 Undang–Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 yakni : 1. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen 2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahkluk hidup lain yang tidak untuk diperdagangkan.

6

Nasution, Az., “Aspek Hukum Perlindungan Konsumen: Tinjauan Singkat UU No. 8 Tahun 1999-L.N. 1999 No. 42”, Artikel pada Teropong, Media Hukum dan Keadilan (Vol II, No. 8, Mei 2003), MaPPI-FH UI dan Kemitraan, 2003, hal 52 Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

34

3. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. 4. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen. 5. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan oleh masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. 6. Promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang dan/ atau jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan sedang diperdagangkan. 7. Impor barang adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean. 8. Impor jasa adalah kegiatan penyediaan jasa asing untuk digunakan di dalam wilayah Republik Indonesia. 9. Lembaga perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah lembaga non-pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen. 10. Klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

35

pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. 11. Badan penyelesaian sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. 12. Badan perlindungan Konsumen nasional adalah badan yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen. 13. Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang perdagangan. 7

C. Asas-Asas Perlindungan Konsumen Menurut Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang No.8 tahun 1999 menjelaskan mengenai Asas-asas perlindungan konsumen antara lain: a. Asas Manfaat : perlindungan konsumen harus memberikan manfaat semaksimal mungkin, baik bagi kepentingan konsumen maupun bagi pelaku usaha secara keseluruhan. b. Asas Keadilan : memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. c. Asas Keseimbangan : memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spritual. 7

Sembiring Sentosa, Himpunan Undang-undang Tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Perundang-undangan yang Terkait, Nuansa Aulia, Bandung, 2006, hal 84 Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

36

d. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen : memberikan jaminan keamanan dan keselamatan konsumen atas barang dan jasa yang digunakan. e. Asas Kepastian Hukum : para pelaku usaha dan konsumen harus mentaati hukum dan memperoleh keadilan, dimana negara menjamin kepastian hukum. 8

D. Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen Menurut Pasal 3 UUPK menetapkan 6 (enam) tujuan perlindungan konsumen yakni : a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri. b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen supaya terhindar dari dampak negatif pemakaian barang dan jasa. c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam mengambil keputusan mengenai hak-hak konsumennya. d. Menciptakan

sistem

perlindungan

yang

berkepastian

hukum,

keterbukaan informasi serta akses mendapatkan informasi. e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha untuk bersikap jujur dan bertanggung jawab supaya konsumennya dapat terlindung. f. Meningkatkan kualitas produksi dengan jaminan kesehatan, kenyaman, keamanan, dan keselamatan konsumen. 9 8

Wahyuni Endang, Aspek Hukum Sertifikat dan Keterkaitannya dengan Perlindungan Konsumen, Citra Adytia Bakti, Bandung, 2003, hal 116 Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

37

Dalam upaya melindungi kepentingan dan hak – hak konsumen serta pelaku usaha maka undang – undang perlindungan konsumen mengatur hak serta kewajiban konsumen dan pelaku usaha secara terperinci. Salah satu perwujudtan dan tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen adalah dengan pelaksanaan kewajibannya dengan itikad baik.

E. Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Konsumen diartikan, adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat baik kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Untuk pengertian perlindungan konsumen sendiri, dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa “perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen”. Sebagaimana pengertian konsumen dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 yang menyebutkan konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa, maka yang menjadi objek dari konsumen adalah barang dan/atau jasa. Dalam Pasal 1 angka 4, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 menegaskan bahwa yang dimaksud dengan barang adalah “setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun

9

Syawal Husni, Hukum Perlindungan Konsumen, Mandor Maju, Bandung, 2002, hal. 103

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

38

tidak dapat dihabiskan, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen”. Barang merupakan hasil produksi dari produsen atau pengusaha, dalam Undangundang Nomor 8 Tahun 1999 kepada pihak yang memproduksi barang ini disebut dengan pelaku usaha. Rumusan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen terhadap pelaku usaha mempunyai pengertian yang luas menurut Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani bahwa tidak hanya para produsen pabrik yang harus menghasilkan barang dan/atau jasa yang tunduk pada undang-undang ini, melainkan juga para rekanan, termasuk para agen, distributor serta jaringanjaringan yang melaksanakan fungsi pendistribusian dan penawaran barang dan/atau jasa kepada masyarakat luas selaku pemakai dan/atau pengguna barang dan/atau jasa. Perlindungan konsumen merupakan masalah kepentingan manusia, oleh karenanya menjadi harapan bagi semua bangsa di dunia untuk dapat mewujudkannya . Mewujudkan perlindungan konsumen adalah mewujudkan hubungan berbagai dimensi yang satu sama lain mempunyai keterkaitan yang sangat erat dan saling ketergantungan antara konsumen, pengusaha dan pemerintah. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen telah memberikan kekuatan hukum bahwa konsumen mempunyai kedudukan yang sama dengan pelaku usaha, karena sebelum ditetapkannya undang-undang

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

39

ini kedudukan konsumen lebih lemah dibandingkan dengan kedudukan pelaku usaha. Dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan pada huruf a bahwa konsumen mempunyai hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan /atau jasa. Artinya bahwa setiap konsumen itu punya hak-hak yang sepatutnya ia dapatkan dari suatu barang/jasa yang dikonsumsinya. Salah satu hak yang diutamakan dalam konsumen adalah hak untuk memilih barang serta mendapatkan barang-barang tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan, bahwa hak untuk itu adalah hak pokok dari konsumen, dan hal yang demikian diatur dalam Bab III Hak dan Kewajiban Konsumen Pasal 4 huruf b. Selanjutnya dalam Pasal 4 huruf c ditegaskan bahwa konsumen punya hak atas informasi barang yang benar dan jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan atas barang dan/atau jasa yang dibelinya. Ketentuan ini dilanjutkan dengan ketentuan Pasal 7 huruf a bahwa pelaku usaha berkewajiban untuk beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya, kemudian dilanjutkan dengan huruf b, bahwa kewajiban dari pelaku usaha untuk memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan. Jadi antara kepentingan konsumen berhadapan dengan kewajiban dari pelaku usaha.

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

40

Definisi ini sesuai dengan pengertian bahhwa konsumen adalah end user / pengguna terakhir, tanpa si konsumen merupakan pembeli dari baranng dan/atau jasa tersebut. Hukum konsumen belum dikenal sebagaimana kita mengenal cabang hukum pidana, hukum perdata, hukum adaministrasi, hukum internasional, hukum adat dan berbagai cabang hukum lainnya. Dalam hal ini juga belum ada kesepakatan hukum konsumen terletak dalam cabang hukum yang mana.. Hal ini dikarenakan kajian masalah hukum konsumen tersebar dalam berbagai lingkungan hukum antara lain perdata, pidana, administrasi, dan konvensi internasional. 10 Prof. Mochtar Kusumaatmadja, memberikan batasan hukum konsumen yaitu: “Keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan dan masalah anatara berbagai pihak berkaitan dengan dengan barang dan atau jasa konsumen satu sama lain, di dalam pergaulan hidup”. Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen dan menemukan kaidah hukum konsumen dalam berbagai peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia tidaklah mudah, hal ini dikarenakan tidak dipakainya istilah konsumen dalam peraturan perundan-undangangan tersebut walaupun ditemukan sebagian dari subyek-subyek hukum yang memenuhi kriteria konsumen.

10

Sudaryatmo, Hukum dan Advokasi Konsumen, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999,

hal 73 Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

41

F. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Satu konsep yang berhubungan dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum.setiap orang harus bertanggung jawab secara hukum atas segala perbuatannya. berarti setia orang harus memikul tanggung jawab atas sanksi yang di berikan oleh hukum akibat perbuatan yang bertentangan dengan hukum. Di dalam teori tradisional tanggung jawab dibedakan menjadi dua jenis, yaitu : 1. Tanggung jawab yang di dasarkan kepada kesalahan, yang di maksud dengan kesalahan adalah unsur yang bertentangan dengan hukum. Pengertian hukum tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga kepatutan, kesusilaan, agama, dalam masyarakat (liability based on fault). 2. tanggung jawab absolut adalah tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan (strict liability) ftnote: 11. shidarta, hukum perlindungan konsumen indonesia. Secara umum prinsip – prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan sebagai berikut : 1. Kesalahan (liability based on fault). Prinsip

ini

mengatakan

seorang

baru

dapat

dimintakan

pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukan. 11

11

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Penerbit Grasindo, 2000.

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

42

2. Praduga selalu bertanggung jawab (persumption of liability). Prinsip selalu mengatakan tergugat selalu dianggap bertanggung jawab sampai ia dapat membuktikan ia tidak bersalah. Beban pembuktian ada pada si tergugat. 3. Praduga selalu tidak bertanggung jawab ( persumption of nonliability). Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip kedua. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab hanya dikenal dalam lingkungan transaksi konsumen yang sangat terbatas. 4. Tanggung jawab mutlak sering diidentikkan dengan prinsip tanggung jawab absolut (absolut liability). Walupun demikian ada pula ahli yang membedakan kedua terminologi di atas. Ada pendapat yang mengatakan strict liability adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Pendapat yang lain mengatakan absolute liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan. 5. Pembatasan tanggung jawab (limitation liability) Prinsip tanggung jawab yang menetapkan batasan tanggung jawab terlebih dahulu yang berupa klausa eksoneresi dalam perjanjian standart yang dibuatnya. Berkenaan dengan permasalahan yang dibahas penulis perlu kemukakan terlebih dahulu pengertian istilah yang berkaitan dengan tanggung jawab produsen atau product liability.

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

43

Produk secara umum diartikan sebagai barang yang secara nyata dapat dilihat dan dipegang (tangible goods), baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Namun dalam kaitan dengan tanggung jawab masalah produsen (product liabiity) produk bukan hanya berupa tangible goods tetapi juga termasuk yang bersifat intangible seperti listrik, produk alami,(misalnya produk makanan binatang piaraan). Selanjutnya termasuk dalam pengertian produk tersebut tidak semata – mata suatu produk yang sudah jadi secara keseluruhan, tetapi termasuk komponen atau suku cadang. Berkenaan dengan masalah cacat/rusak (defect). Dalam prngertian produk yang cacat/rusak yang menyebabkan produsen harus bertanggung jawab, dikenal tiga macam defect : 1. production / manufacturing defects. 2. design defects. 3. warning or instruction defects. Production manufacturing defects, yaitu apabila suatu produk dimuat tidak sesuai dengan persyaratan sehingga akibatnya produk tersebut tidak aman bagi konsumen. Design defects yaitu apabila bahaya dari produk tersebut lebih besar dari manfaat yang duharapkan oleh konsumen biasa atau bila keuntungan dari desain produk tersebut lebih kecil dari resikonya. Warning or instruction defects, yaitu apabila buku pedoman, buku panduan (instruction booklet), pengemasan (packaging), etiket (labels) atau plakat tidak cukup memberikan peringatan

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

44

(warning) tentang bahaya yang mungkin timbul dari produk tersebut atau petunjuk tentang penggunaannya yang aman. Berdasarkan pengertian dan penjelasan di atas maka penulis memberikan pengertian dari product liability (tanggung jawab produsen) adalah sebagai berikut: “suatu tanggung jawab secara hukum dari orang atau badan hukum yang menghasilkan suatu produk (producer, manufacture) atau dari orang atau badan yang bergerak dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu produk (procesor, assembler) atau dari orang atau badan hukum yang menjual dan mendistribusikan (seller, distributor) produk tersebut. Di Indonesia doktrin product liability jika diteliti lebih lanjut dapat ditemukan di dalam UUPK dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 11. pelanggaran terhadap pasal – pasal tersebut mulai Pasal 8 yang dikategorikan sebagai tindak pidana menurut ketentuan pasal 62 UUPK selanjutnya Pasal 19 ayat (1) UUPK secara lebih tegas merumuskan tanggung jawab produk dengan mengatakan “pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan , pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”. Prinsip tanggung jawab mutlak dalam hukum perlindungan konsumen secara umum digunakan untuk menjerat pelaku usaha khususnya barang yang memasarkan produknya yang merugikan konsumen. Asas tanggung jawab itu dikenal dengan nama product liability. Menurut asas tersebut produsen wajib bertanggung jawab atas kerugian yang di derita konsumen atas penggunaan

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

45

produk yang dipasarkan. Gugatan product liabily dapat dilakukan berdasarkan tiga hal : 1. Melanggar jaminan (breach of warranty) 2. Ada unsur kelalaian (negligence) 3. Menerapkan tanggung jawab mutlak(strict liability). Berdasarkan pasal – pasal dan asas di atas prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) dibagi menjadi 2 (dua) prinsip tanggung jawab, yakni tanggung jawab produk (product liability) dan tanggung jawab profesional. (proffesinal liability). Tanggung jawab produk adalah tanggung jawab produsen terhadap produk – produk yang dihasilkannya yang dibawa kedalam peredaran yang menyebabkan atau menimbulkan kerugian terhadap konsumen karena adanya cacat yang melekat pada produk yang di hasilkan tersebut. Dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab produk berhubungan dengan produk yang dihasilkan. Tanggung jawab profesional adalah tanggung jawab hukum (legal liability) dalam hubungannya dengan jasa profesional yang diberikan pada klien. Sumber persoalan dalam tanggung jawab profesional ini dapat ditimbulkan karena penyedia jasa profesional tak memenuhi perjanjian yang mereka sepakati dengan klien mereka atau akibat kelalaian penyedia jasa tersebut yang mengakibatkan terjadinya perbuatan melawan hukum. Pelanggaran terhadap tanggung jawab profesional dapat berimplikasi sangat membahayakan jiwa konsumen , sehingga setiap profesi ada standartnya

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

46

atau aturan – aturan moral/kode etik profesi yang menerapkan sanksi – sanksi organisatoris kepada anggota yang melanggar. Berdasarkan Pasal 19 ayat (1) UUPK dan pendapat yang diuraikan di atas sistem tanggung jawab yang terkandung dalam UUPK menggunakan sistem proffesional liability secara otomatis biro jasa perjalanan dalam hal terjadi pelanggaran terhadap hak – hak konsumen dalam praktek menggunakan strict liability terhadap profesional. Karena Biro jasa perjalanan tunduk kepada Undang - Undang Perlindungan Konsumen.

G. Peran dan Tanggung Jawab Para Penyelenggara Perlindungan Konsumen Menurut pemerintah lewat direktorat perlindungan konsumen, dalam pelaksanaan perlindungan konsumen ada beberapa pihak penyelenggara yang bertanggung jawab , antara lain : 1. Pemerintah Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelengggaran perlindungan konsumen, guna menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha. Pembinaan dilakukan oleh menteri dan/atau yang teknis terkait menurut bidang tugasnya, yang bertujuan untuk antara lain : a. Terciptanya iklim usaha yang sehat dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara pelaku usaha dengan konsumen

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

47

b. Tumbuh kembangnya Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat c. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia serta meningkatnya penelitian dan pengembangan dibidang perlindungan konsumen. Dalam upaya meningkatkan iklim usaha yang sehat dan hubungan antara pelaku usaha dan konsumen maka menteri melakukan koordinasi dengan instansi yang berkait seperti antara lain : 1. Penyusunan kebijakan di bidang perlindungan konsumen. 2. Pemasyarakatan peraturan perundang – undangan dan memberikan informasi yang berkaitan dengan perlindungan konsumen. 3. Meningkatkan pemahaman serta kesadaran para pelaku usaha dan konsumen terhadap hak dan kewajibannya. 4. Meningkatkan pemberdayaan serta peran terhadap Badan Perlindungan Konsumen

Nasional

(BPSN),

Badan

Penyelesaian

Sengketa

Konsumen (BPSK), Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, dan lain – lain. 2. Lembaga

Perlindungan

Konsumen

Swadaya

Masyarakat

dan

Masyarakat Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat dan Masyarakat mempunyai peran dan tanggung jawab dalam terselenggaranya perlindungan konsumen. Peran dan tanggung

tersebut diaplikasikan dengan melakukan

pengawasan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar atau jasa di pasar, hal ini adalah sebagai wujud dari memberdayakan Lembaga Perlindungan Konsumen Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

48

Swadaya Masyarakat dan Masyarakat dapat menyampaikan pengaduan atau melaporkan atas temuan – temuan, baik itu yang dilakukan melalui penelitian, survei dan atau pengujian yang dilakukan di laboratorium penguji. 3. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Sebagai

badan

penyelenggaraan

perlindungan

konsumen,

BPSK

mempunyai wewenang dalam terselenggaranya perlindungan konsumen, peran dan wewenang tersebut dapat dilihat dari kegiatan yang dilakukan antara lain : a. Menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen melalui mediasi, konsiliasi, dan arbitrase. b. Memberikan konsultasi dan advokasi kepada konsumen. c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku. d. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen. e. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli atau setiap orang yang dianggap

mengetahui

pelanggaran

terhadap

Undang



Undang

Perlindungan Konsumen. 4. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Badan Perlindungan Konsumen Nasional atau dengan disingkat BPKN adalah suatu badan yang independen dan sekaligus sebagai penyelenggara perlindungan

konsumen

bertanggung

jawab

terhadap

sukses

tidaknya

penyelenggaraan tersebut. BPKN seperti penyelenggara – penyelenggara perlindungan konsumen lainya, juga mempunyai fungsi yakni memberikan saran dan pertimbangan kepada

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

49

pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia. Oleh sebab itu badan ini mempunyai tugas yang tidak ringan antara lain : a. Melaksanakan penelitian serta pengkajian terhadap perundang – undangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen. b. Mendorong tunbuh kembangnya Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat. c. Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya atau pelaku usaha. H. Sanksi -Sanksi Terhadap Pelanggaran Undang – Undang Perlindungan Konsumen Pada prinsipnya hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen merupakan hubungan hukum keperdataan, karena sebelum konsumen membeli suatu barang atau jasa, secara langsung maupun tidak langsung telah melakukan perjanjian dengan pelaku usaha, ini berarti setiap perselisihan akibat pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha atas pelaksanaan Undang – Undang Perlindungan Konsumen(UUPK) yang menimbulkan kerugian bagi konsumen, seharusnya diselaikan secara perdata, namun dalam rumasan Pasal 45 ayat (3) UUPK menyatakan bahwa meskipun telah dilakukan penyelesaian sengketa di luar pengadilan tetapi tidak akan menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam peraturan perundang – undangan yang berlaku. Aturan mengenai sanksi – sanksi yang dapat dikenakan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan – ketentuan diatur dalam Bab XIII UUPK, dimulai dari Pasal 60 sampai dengan Pasal 63. secara umum sanksi yang dapat Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

50

diberikan kepada pelaku usaha baik yang diatur oleh UUPK maupun perundang – undangan lainnya, meliputi : a. Sanksi Perdata Jenis sanksi ini tidak diatur dalam UUPK tetapi terdapat dalam KUHPerdata. Sanksi keperdataan keperdataan secara prinsip ada dalam hukum perjanjian. Menurut KUHPerdata perjanjian itu sendiri lahir pada saat lahirnya kata sepakat. Oleh karena itu nantinya salah satu pihak melanggar perjanjian, maka pihak yang melanggar tersebut akan ditindak atau sangat tidak tergantung dari pihak yang dirugikan apakah ia akan menuntutnya atau tidak. Pada dasarnya hubungan hukum antara pelaku usaha dengan para konsumennya lahir dari adanya suatu perjanjian, dan segala hal atau klausa dalam perjanjian harus merupakan hasil kesepakatan dari pihak – pihak yang melakukan perjanjian tersebut. Akan tetapi dalam prakteknya, hubungan hukum antara pelaku usaha dengan konsumen tidak selalu didasarkan kesepakatan dari para pihak, seringkali klausula – klausula dalam perjanjian tersebut hanya ditentukan secara sepihak oleh pelaku usaha. Bahkan konsumen sendiri ternyata belum tentu mengerti apa saja sebenarnya klausula yang dibuat pelaku usaha sehingga akhirnya dia tidak tahu – menahu dengan konsekwensi apa yang harus diterima dari perjanjian tersebut. Dalam hal tanggung jawab kontraktual atau tanggung jawab berdasarkan adanya suatu perjanjian, berarti bahwa dalam melakukan suatu kontrak atau perjanjian, sudah barang tentu ada yang bertanggung jawab atas sesuatu yang telah dibuat dalam perjanjian. Seperti hal dalam hal perjanjian jual beli, dimana Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

51

orang yang menjual berjanji kepada orang yang membeli untuk menyerahkan sesuatu barang kepada pembeli dan orang yang membeli menyerahkan sejumlah uang menurut harga yang ditentukan. Dan si penjual juga menjamin tidak adanya cacat yang terdapat pada barang yang dijualnya. Dan apabila benda yang dijual oleh si penjual setelah sampai keterangan si pembeli, ternyata ada cacatnya, maka si penjual wajib menanggung kerugian. Karena dengan adanya cacat pada barang tersebut karena si penjual sesuai dengan harga pembelian semula ditambah dengan biaya-biaya pembelian yang diderita oleh si pembeli sebelumnya. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1504 KUH Perdata yang menyatakan bahwa si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat tersembunyi pada barang yang dijual, yang membuat barang itu tak sanggup untuk pemakaian yang dimaksudkan, atau yang demikian mengurangi pemakaian itu sehingga apabila si pembeli mengetahuinya sebelumnya, tidak akan membeli barang yang dijual oleh si penjual pun jika si pembeli membeli barang tersebut, maka harganya akan berkurang. Akibat cacat barang tersebut berarti telah timbul suatu tanggung jawab bagi si penjual meskipun cacat barang tersebut yang dapat menimbulkan kerugian baginya, tidak dikehendaki olehnya. 12 Dalam perbuatan melanggar hukum atau tanggung jawab perundangundangan, berarti tanggung jawab itu dipikul oleh orang yang melakukan suatu perbuatan yang melanggar hukum dimana akibat dari perbuatannya itu mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Jadi akibat dari perbuatannya itulah yang

12

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Penerbit Grasindo, 2000, hal 117

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

52

menimbulkan adanya suatu tanggung jawab diman tanggung jawab itu harus dipikul olehnya sendiri. Baik akibat dari perbuatan yang melanggar hukum tersebut dikehendakinya maupun tidak dikehendaki oleh si pembuat atau dalam arti karena kurang hati-hati atau kelalaiannya menyebabkan timbulnya perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain. Demikian pula halnya dengan tanggung jawab seorang produsen terhadap barang-barang produksinya. Produsen bertanggung jawab atas barang yang diproduksinya yang beredar di pasaran dan sampai ke tangan konsumen selaku pihak yang menggunakan atau memakai barang-barang produk dari produsen. 13 Tujuan pokok UUPK adalah untuk melindungi masyarakat dalam posisinya sebagai konsumen. Maka apabila yang dipakai adalah sanksi keperdataan, bisa jadi hasilnya belum mampu melindungi konsumen sehingga pemerintah mengakomodasi sanksi – sanksi keperdataan tersebut dalam sanksi pidana tambahan. Hal ini dikarenakan dalam sanksi pidana, pemerintah bisa langsung mengambil tindakan secara sepihak untuk menindak pelakuusaha yang melanggar dan tidak mengharuskan adanya kesepakatan dari konsumen itu sendiri. a. Sanksi Pidana Sanksi pidana ini ada dua macam yakni sanksi pidana pokok dan sanksi pidan tambahan. Dalam Undang – Undang Tentang Perlindungan Konsumen sanksi pidana pokok yang dapat dikenakan kepada pelaku usaha diatur dalam Pasal 62 KUHP yaitu bisa berupa penjara atau denda. Pada Pasal 63 KUHP 13

Sofie Yusuf, Pelaku Usaha, Konsumen dan Tindak Pidana Korporasi, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003, hal 114 Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

53

disebutkan apabila perbuatan tersebut mengakibatkan luka berat, cacat tetap atau kematian maka akan diberlakukan ketentuan pidana dalam perundang – undangan yang berlaku (KUHP). Mengenai sanksi pidana tambahan di atur dalam Pasal 63 KUHP, dapat berupa perampasan barang tertentu, pengumuman putusan hakim, pembayaran ganti rugi, perintah penghentian tertentu yangmengakibatkan timbulnya kerugian konsumen, kewajiban penarikan barang dari peredaran, maupun pencabutan izin usaha. Ketentuan di dalam KUHP di bidang konsumen setelah berlakunya UUPK No.8 Tahun 1999 sudah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Hal itu bisa dilihat misalnya dalam KUHP. 1. Pasal 204 KUHP, ayat 1 : “Barang siapa menjual menawarkan , menyerahkan atau membagibagikan barang yang dikatahuinya membahayakan nyawa atau kesehatan orang, padahal sifat bahaya itu tidak diberitahu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Ayat 2 : jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.” 2. Pasal 205 KUHP mengatur tentang perbuatan yang karena kealpaannya menyebabkan barang-barang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, dijual, diserahkan atau dibagi-bagikan tanpa diketahui sifat berbahayanya oleh yang membeli atau yang memperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau denda paling banyak Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

54

tiga ratus rupiah. Jika mengakibatkan matinya orang, si bersalah dikenakan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau kurungan paling lama satu tahun dan barang-barang itu disita. 3. Pasal 359 KUHP : kealpaan menyebabkan matinya orang lain, diancam pidata paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun. 4. Pasal 382 KUHP : tentang tindakan menjual, menawarkan atau menyerahkan makanan, minuman atau obat-obatan yang diketahui palsu, diancam penjara paling lama empat tahun. 5. Pasal 386 KUHP yang mengatur mengenai makanan, minuman atau obat-obatan yang palsu, dimana perbuatan pemalsuan dari pihak penjual, penawar, yang menyerahkan makanan, minuman dan obat-obatan itu tidak diberitahukannya kepada pembeli. 6. UU No.5 tahun 1999 tentang larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU LPM PUTS) pasal 4 tentang mengatur dan menentukan identifikasi yuridis mengenai oligopoli. Oligopoli ialah kesepakatan atau perjanjian antara satu dengan beberapa pelaku usaha untuk menguasai sebagian besar produksi dan pasar. UU ini mengkriteriakan penguasaan pasar itu berupa lebih dari 75 persen dari pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Praktek monopoli atau persaingan curang pada akhirnya akan merugikan konsumen. 14 Pengertian tanggung jawab itu sebenarnya cukup luas pengertiannya, dikatakan demikian karena tanggung jawab itu mempunyai pengertian berbeda14

Siahaan, N.H.T, Hukum Konsumen Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk, Penerbit Pantai Rei, Jakarta, 2005, hal 63. Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

55

beda, tergantung dari pada objek tanggung jawab sendiri. Akan tetapi dapat ditarik suatu pengertian secara umum bahwa pengertian tanggung jawab itu adalah suatu resiko tersebut dapat berupa sesuatu suatu kerugian yang diderita oleh si pembuat atau berupa sesuatu yang harus dijalani oleh si pembuat seperti tanggung jawab seseorang yang melakukan suatu perbuatan yang akibatnya diatur dalam KUH. Pidana yaitu seseorang yang melakukan tindak pidana kejahatan. Maka akibat dari perbuatanya tersebut si pelaku tindak kejahatan tersebut, harus mempertanggung jawabkannya secara pidana. 15

c. Sanksi Administratif Ketentuan mengenai sanksi administratif di atur dalam Pasal 60 UUPK. Pasal 1 Undang – Undang tersebut menyebutkan bahwa yang berwenang menjatuhkan sanksi administratif adalah BPSK. BPSK ini dibentuk untuk menyelesaikan sengketa konsumen yang ada di luar pengadilan melalui mediasi, arbitrase, maupun konsiliasi dengan cara membentuk suatu majelis dan nantinya putusan yang dihasilkan majelis bersifat final dan mengikat. Demi menjamin objeksivitas hasil putusanya anggota BPSK dipilih dari unsure pelaku usaha, konsumen, dan pemerintah. Sanksi administrative yang diatur dalam Undang – undang ini berupa ganti rugi Rp.200.000.000,-.

15

Sofie Yusuf, Perlindungan Konsumen dan Instrumen Hukumnya, Penerbit Citra Adytia, Bandung, 2003, Hal 80 Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

56

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMAKAI JASA BIRO PERJALANAN

A. Pengertian Jasa dan perlindungan konsumen Pengertian jasa (service) adalah setiap tindakan atau kinerja yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain yang secara prinsip tidak berwujud dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan. Produksi jasa dapat terikat atau tidak terikat pada suatu produk fisik). 16 Jasa sebagai berikut: Jasa pada dasarnya adalah seluruh aktivitas ekonomi dengan output selain produk dalam pengertian fisik, dikonsumsi dan diproduksi pada saat bersamaan, memberikan nilai tambah dan secara prinsip tidak berwujud bagi pembeli pertamanya. 17 Berdasarkan beberapa definisi di atas maka jasa pada dasarnya adalah sesuatu yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a) Suatu yang tidak berwujud, tetapi dapat memenuhi kebutuhan konsumen b) Proses produksi jasa dapat menggunakan atau tidak menggunakan bantuan suatu produk fisik c) Jasa tidak mengakibatkan peralihan hak atau kepemilikan d) Terdapat interaksi antara penyedia jasa dengan pengguna jasa. Jasa merupakan suatu fenomena yang rumit (complicated). Kata jasa mempunyai banyak arti dan ruang lingkup, dari pengertian yang paling sederhana, yaitu hanya berupa layanan dari seseorang kepada orang lain, bisa juga diartikan 16

Oka A. Yoeti, Psikology Pelayanan Wisata, penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999, hal 107 17 Siahaan N.H.T, Op.Cit, hal 69 Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

47

57

sebagai mulai dari pelayanan yang diberikan oleh manusia, baik yang dapat dilihat (explicit service) maupun yang tidak dapat dilihat, yang hanya bisa dirasakan (implicit service) sampai kepada fasilitas-fasilitas pendukung yang harus tersedia dalam perjanjian jasa dan benda-benda lainya. Jenis jasa berdasarkan hubungan baik dengan pelanggan (relationship with customer), perusahaan-perusahaan jasa mempunyai peluang-peluang yang besar untuk membina hubungan jangka panjang dengan konsumen karena umumnya konsumen jasa melakukan transaksi langsung dengan orang sebagai penyedia jasa. Hal ini sangat berbeda dengan perusahaan manufaktur dimana konsumen tidak berhubungan langsung dengan produsen. 18 Istilah hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen sudah sangat sering terdengar M.J. Leder menyatakan hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidahkaidah bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Pengertian perlindungan konsumen di dalam UU No.8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, pasal 1 angka 9 (1) disebutkan : “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.” Perlindungan konsumen cenderung untuk memberikan keadilan bagi konsumen yang selama ini masih dalam posisi yang lemah dari berbagai aspek. Aspek-aspek tersebut antara lain : aspek tentang pengetahuan produk, bagaimana

18

Sri Wahyuni, Endang, Op.Cit, hal 87

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

58

pemakaian yang tepat, isis dan susunan produk, dan aspek pengetahuan hukum mengenai upaya yang ditempuh untuk mempertahankan hak. Tujuan perlindungan konsumen : a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri. b. Mengangkat

harkat

dan

martabat

konsumen

dengan

cara

menghindarkannya dari pemakaian barang dan/atau jasa. c. Meningkatkan perberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menurut hak-haknya sebagai konsumen. d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan serta akses untuk mendapatkan informasi. e. Menumbuhkan

kesadaran

pelaku

usaha

mengenai

pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha. f. Meningkatkan kualitas barang/atau jasa, kesehatan, kenyaman dan keselamatan konsumen. 19

B. Perkembangan Pemakai Jasa Biro Perjalanan Persaingan

bisnis antar biro perjalanan wisata semakin ketat. Mereka

bersaing untuk dapat menarik konsumen sebanyak-banyaknya. Tugas dari biro perjalanan wisata adalah menjual jasa. Oleh karena itu para biro perjalanan wisata

19

Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, Op.Cit, hal 94

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

59

saling berlomba-lomba untuk menjual berbagai produk wisata yang dimilikinya antara lain hotel voucher, tiket pesawat, tiket kapal laut dan ferry, paket wisata, rental bus/mobil dan pengurusan dokumen perjalanan. Dalam pelaksanaannya berbagai produk ini dapat diperinci sebagai berikut : a. Pemesanan tiket pesawat terbang, kapal laut, ferry dimana produk jasa tersebut dapat berupa tiket perjalanan domestic(dalam negeri) maupun perjalanan internasional(luar negeri), b. Pemesanan hotel voucher yang terdiri dari hotel domestic dan international. Dimana harga yang diberikan kepada konsumen adalah harga di bawah harga jual hotel langsung kepada tamu(publish rate), hal ini dikarenakan pihak biro jasa telah memiliki kontrak harga jual produk hotel(contract rate) untuk dijual kepada konsumen. c. Paket wisata domestik dan internasional baik berupa paket wisata pesanan konsumen(outbound tour)

maupun paket

yang telah

disediakan oleh biro jasa(inbound tour). d. Pengurusan dokumen perjalanan seperti visa, paspor, fiscal, airport tax dan lain-lain.20 e. Penyediaan penyewaan bus kapasitas 20,40 dan 50 penumpang serta penyewaan mobil pribadi. Dari berbagai produk yang dijual oleh biro perjalanan wisata tersebut. Yang menjadi tulang punggung biro perjalanan wisata itu adalah penjualan tiket karena tiket adalah yang paling dibutuhkan oleh konsumen sehari-hari berbeda

20

A. Hari Karyono, Kepariwisataan, Penerbit PT. Grasindo, Jakarta, 2000, hal 64

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

60

dengan piket perjalanan wisata yang bersifat seasonal atau musiman karena konsumen hanya membutuhkannya pada waktu musim liburan. 21 Memperhatikan terminologi dimana biro perjalanan tidak mengenal kata konsumen, kata konsumen di biro perjalanan adalah client, custumer, penumpang, passenger, hotel guest dan peserta tour, dengan terminologi tersebut maka biro perjalanan wisata/travel agent berkewajiban untuk membela dan melindungi client yang telah melakukan transaksi di biro perjalanan. Dengan kejadian Adam Air maka pihak biro perjalanan perlu turut memperhatikan dan melindungi kepentingan clientnya yang dirugikan dari akibat suatu kegiatan yang berhubungan dengan produk yang didistribusikan dari suatu biro perjalanan yang mengakibatkan clientnya yang mengalami kerugian dari pihak maskapai dan atau dari supply tourism product. Karena biro perjalanan berlaku sebagai in direct provider terhadap traveler. Adapun kerugian yang ditimbulkan tidak saja disebabkan masalah tidak dapat berangkat melainkan masa liburan yang direncanakan tidak terlaksana, kerugian tersebut. 22

C. Upaya Perlindungan Hukum Bagi Konsumen pemakai jasa biro perjalanan Terlihat ketidakseimbangan produsen/penjual dengan konsumen. Salah satu penyebabnya, konsumen sangat digandrungi berbagai tawaran produk barang yang menggiurkan di pasaran yang menjanjikan keuntungan besar bagi konsumen yang memilih atau mempergunakan produk tersebut, sehingga tak sempat lagi 21

M. Kesrul, Penyelengaraan Operasi Perjalanan Wisata, Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2003, hal 88 22 Oka A. Yoeti, Psikology Pelayanan Wisata, penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999, hal 71 Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

61

memperhatikan mutu, masa daluarsa serta efek dari pemakaian barang/produk tersebut. Selain dari berbagai hal atau efek negative yang tidak diperhatikan oleh konsumen dari pemakaian produk ada hal lain yang sebenarnya menjadi dasar agar terhindar dari efek negative yang merugikan konsumen tersebut yaitu pengetahuan dasar yang rendah(education) dari produk yang dipakai/digunakan tersebut. Upaya – upaya memperkuat pemberdayaan konsumen mengatur berbagai hal tentang tanggungjawab pelaku usaha adalah ; Letak product liability dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK). Kedudukan tanggungjawab perlu diperhatikan karena mempersoalkan kepentingan konsumen harus disertai pula analisis mengenai siapa yang semestinya dibebani tanggungjawab dan sampai batas mana pertanggungjawaban itu dibebankan padanya. Seperti diketahui berlaku prinsip hukum bahwa

setiap orang yang

melakukan suatu akibat kerugian bagi orang lain, harus memikul tanggungjawab yang diperbuatnya. Setiap orang mengalami kerugian, berhak mengajukan tuntutan kompensasi/ganti rugi pada pihak yang melakukan perbuatan itu. Selanjutnya dalam upaya mempergunakan haknya dalam mengajukan tuntutan atas kerugian yang dideritanya, konsumen dapat menempuh jalur hukum. Proses penyelesaian sengketa konsumen ini dalam UUPK di atur dalam Bab X yang terdiri dari empat(4) Pasal, yang dimulai dari Pasal 45 sampai dengan Pasal 48. berdasarkan Pasal 45 ayat (2) UUPK penyelesaian sengketa konsumen dapat

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

62

dilakukan degan dua cara yaitu diselesaikan di luar Pengadilan(non litigasi) atau diselesaikan melalui jalur Pengadilan(litigasi).

D. Para Pihak Yang Terkait Dalam Bisnis Biro Jasa Perjalanan a. Biro jasa perjalanan atau travel agent Yaitu sebagai

pihak badan usaha atau badan hukum yang mana dikatakan distributor atau penjual

produk

dimana saat

biro

jasa

perjalanan bertindak menjual produk dari produsen. Seperti halnya dalam menjual tiket pesawat udara dari maskapai penerbangan

atau

begitu juga saat menjual produk dari pihak hotel. Biro jasa dapat juga dikatakan sebagai produsen dimana saat biro jasa perjalanan membuat suatu paket wisata yang telah tersusun dengan berbagai rincian tempat wisata beserta akomodasinya dan pemilihan transportasi

yang

digunakan. b. Penumpang, tamu, client, custumer atau peserta tour Yaitu pihak yang mana disebut sebagai konsumen karena telah memakai atau mengunakan jasa atau produk yang telah diberikan atau disediakan oleh biro jasa perjalanan. c.

Maskapai penerbangan(airlines), PELNI, Hotel, Restoran, dan Pemilik tempat wisata(supply tourism product) yaitu pihak yang dapat dikatakan sebagai produsen sebenarnya karena disini merekalah yang membuat

produk untuk dipasarkan kepada

konsumen, pihak produsen ini memerlukan bantuan biro jasa perjalanan Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

63

dengan menjalin kerja sama untuk dapat memasarkan produk mereka kepada konsumen. Dilihat dari hal ini maka pihak konsumen mau tidak harus mengikuti peraturan perjanjian yang

antara pihak biro jasa

perjalanan dan pihak produsen awal seperti maskapai penerbangan.

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

64

BAB IV PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMAKAI JASA BIRO PERJALANAN PADA PT.WINAYA TRAVEL SETELAH BERLAKUNYA UU NO.8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT.WINAYA TRAVEL 1. Sistem Tanggung jawab Biro Jasa Perjalanan PT.Winaya Travel Pengertian tanggung jawab itu sebenarnya cukup luas pengertiannya, dikatakan demikian karena tanggung jawab itu mempunyai pengertian berbedabeda, tergantung dari pada objek tanggung jawab sendiri. Akan tetapi dapat ditarik suatu pengertian secara umum bahwa pengertian tanggung jawab itu adalah suatu resiko tersebut dapat berupa sesuatu suatu kerugian yang diderita oleh si pembuat atau berupa sesuatu yang harus dijalani oleh si pembuat seperti tanggung jawab seseorang yang melakukan suatu perbuatan yang akibatnya diatur dalam KUH Pidana yaitu seseorang yang melakukan tindak pidana kejahatan. Maka akibat dari perbuatanya tersebut si pelaku tindak kejahatan tersebut, harus mempertanggung jawabkannya secara pidana. 23 Sistem memiliki pengertian suatu kesatuan yang bersifat komplek, yang terdiri dari bagian-bagian yang berhubungan satu sama lain. Dalam sistem terkandung adanya metode atau prosedur untuk mengerjakan sesuatu. Sedangkan

23

Sofie Yusuf, Perlindungan Konsumen dan Instrumen Hukumnya, Penerbit Citra Adytia, Bandung, 2003, Hal 80 Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

55

65

“tanggung jawab” berarti bahwa seseorang tidak boleh menghindar, bila diminta penjelasan tentang perbuatan/perilakunya. Seperti yang dikemukakan Oemar Saeno Adji, dalam kata “tanggung jawab” terkandung dua aspek, yaitu : aspek etik dan aspek hukum. Orang bertanggung jawab dapat diartikan sebagai metode atau akibat perilaku/perbuatannya. Dalam pengertian hukum, sistem tanggung jawab menimbulkan konsekuensi pemberian kompensasi ganti rugi terhadap pihak yang dirugikan akibat perilaku tertentu. Teori tradisional membedakan tanggung jawab menjadi 2 (dua) jenis yaitu: a. Tanggung jawab yang didasarkan kepada kesalahan yang dimaksud dengan kesalahan adalah unsur yang bertentangan hukum. Pengertian hukum disini tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi juga dengan kepatutan, kesusilaan, agama, ketertiban umum dalam masyarakat. b. Tanggung jawab mutlak (strict liability) Tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan kesalahan. Secara umum prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan sebagai berikut : 1. Kesalahan (liability based on fault) Prinsip ini mengatakan seorang baru dapat diminta pertanggung jawaban secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. 2. Praduga selalu bertanggungjawab (presumption of liability)

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

66

Prinsip ini mengatakan tergugat selalu dianggap bertanggung jawab sampai ia dapat membuktikan ia tidak bersalah. Beban pembuktian ada pada si tergugat. 3. Praduga selalu tidak bertanggung jawab (presumption of nonliability) Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip kedua. Prinisp praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab hanya dikenal dalam lingkungan transaksi konsumen yang sangat terbatas, dan pembatasan demikian biasanya secara common sense dapat dibenarkan. 4. Tanggung jawab mutlak (strict liability) Prinsip tanggung jawab mutlak sering diidentikkan dengan prinsip tanggung jawab absolute (absolute liability). Walaupun demikian ada pula ahli yang membedakan kedua terminology diatas. Ada pendapat yang mengatakan strict liability adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Pendapat yang lain mengatakan absolute liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan. 5. Pembatasan tanggung jawab (limitation of liability) Prinsip tanggung jawab yang menetapkan batasan tanggung jawab terlebih dahulu yang berupa klausula eksoneresi dalam perjanjian standard yang dibuatnya. Berdasarkan dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa segala perbuatan yang merugikan subyek hukum baik itu orang maupun badan hukum

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

67

akibat dari kesalahannya harus menanngung akibatnya sesuai dengan hukum baik itu perdata maupun sanksi yang diberikan organisasi. Prinsip tanggung jawab mutlak dalam hukum perlindungan konsumen secara umum digunakan dengan nama product liability. Menurut asas tersebut produsen wajib bertanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen atas penggunaan produk yang dipasarkannya. Gugatan product liability dapat dilakukan berdasar tiga hal : a. Melanggar jaminan (breach of warranty) b. Ada unsur kelalaian (negligence) c. Menetapkan tanggung jawab mutlak (strict liability) Berdasarkan pasal-pasal dan asas-asas diatas prinsip tanggung jawab mutlak (strict) dibagi menjadi 2 (dua) prinisp tanggung jawab professional (professional liability). Tanggung jawab produk adalah tanggung jawab produsen terhadap produk-produk yang dihasilkannya yang dibawa ke dalam peredaran yang menimbulkan/menyebabkan kerugian terhadap konsumen karena adanya cacat yang melekat pada produk oleh ahli lebih banyak dimasukkan ke dalam sistematika hukum perikatan, hukum perbuatan melawan hukum, hukum kecelakaaan atau bagian dari hukum konsumen atau dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab produk berhubungan dengan produk yang dihasilkan. Tanggung jawab professional adalah tanggung jawab hukum (legal liability) dalam hubungannya dengan jasa professional yang diberikan kepada klien. Sumber persoalan dalam tanggung jawab professional tidak memenuhi Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

68

perjanjian yang mereka sepakati dengan klien merena atau akibat kelalaian penyedia jasa tersebut yang mengakibatkan terjadinya perbuatan melawan hukum. Adapun prinsip tanggung jawab yang dipakai dibidang Biro Jasa Perjalanan PT.Winaya Travel Medan lebih mengacu kepada tanggung jawab professional atau dikenal dengan professional liability atau legal liability. Tanggung jawab professional lebih mengarah kepada jasa profesi, misal para peyedia jasa profesi (biro perjalanan) tidak memenuhi perjanjian yang

telah

disepakati dengan klien atau akibat kelalaian penyedia jasa profesi mengakibatkan terjadinya perbuatan melawan hukum. Dapat disimpulkan oleh penulis bahwa prinsip tanggung jawab biro Jasa Perjalanan PT.Winaya Travel Medan terhadap konsumen mengacu kepada tanggung jawab proffesional liability, yakni bertanggung jawab sevatas profesinya atau perjanjian yang telah disepakati dengan konsumen pengguna jasa atau akibat kelalaian penyedia jasa profesi mengakibatkan terjadinya perbuatan melawan hukum.

2. Pelaksanaan

Tanggung

Jawab

Perlindungan

Konsumen

Pada

PT.Winaya Travel Berbicara mengenai tanggung jawab, tidak akan terlepas siapa yang tanggung jawab atas sesuatu perbuatan-perbuatan kepada siapa perbuatan dapat dipertanggung jawabkan serta apakah setiap orang yang melakukan suatu perbuatan dimana akibat dari perbuatannya tersebut dapat menimbulkan kerugian bagi orang, dapat dipertanggung jawabkan oleh si pembuat.

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

69

Tidak semua orang yang telah melakukan suatu perbuatan dimana akibat dari perbuatannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan kepadanya. Misalnya seorang gila melakukan suatu perbuatan yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain, bahkan akibat dari perbuatan itu dapat menghilangkan nyawa orang lain. Terhadap orang gila tersebut, akibat dari perbuatan yang ia telah lakukan tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 44 ayat 1 KUH. Pidana yang menyebutkan bahwa barang siapa mengerjakan sesuatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena kurang sempurna akalnya atau karena sakit berubah akal tidak boleh dihukum. Hal tersebut adalah dapat diterima karena seorang yang gila dalam melakukan perbuatan, dia tidak menyadari akan akibat dari perbuatannya tersebut dan tidak akan pernah mau memikirkan resiko akibat dari perbuatan yang telah dilakukannya. Dan karena kurang sempurna akalnya itulah yang menyebabkan seseorang dianggap tidak cakap dalam melakukan suatu perbuatan hukum seperti untuk melakukan suatu perjanjian dengan pihak lain atau dalam perbuatanperbuatan hukum lainnya. Bahkan tanggungjawab itu akan hapus meskipun seseorang telah melakukan perbuatan melanggar hukum sekalipun. Kalau dirinci secara lebih sederhana, maka tanggungjawab itu meliputi: 1. Tanggung jawab kontraktual atau tanggung jawab berdasarkan adanya suatu perjanjian yang dibuat oleh dua pihak atau lebih.

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

70

2. Tanggung jawab perundang-undangan atau tanggung jawab berdasarkan adanya suatu perbuatan melanggar hukum. 24 Dalam hal tanggung jawab kontraktual atau tanggung jawab berdasarkan adanya suatu perjanjian, berarti bahwa dalam melakukan suatu kontrak atau perjanjian, sudah barang tentu ada yang bertanggung jawab atas sesuatu yang telah dibuat dalam perjanjian. Dalam perbuatan melanggar hukum atau tanggung jawab perundangundangan, berarti tanggung jawab itu dipikul oleh orang yang melakukan suatu perbuatan yang melanggar hukum dimana akibat dari perbuatannya itu mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Jadi akibat dari perbuatannya itulah yang menimbulkan adanya suatu tanggung jawab dimana tanggung jawab itu harus dipikul olehnya sendiri. Baik akibat dari perbuatan yang melanggar hukum tersebut dikehendakinya maupun tidak dikehendaki oleh si pembuat atau dalam arti karena kurang hati-hati atau kelalaiannya menyebabkan timbulnya perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain. Demikian pula halnya dengan tanggung jawab seorang produsen terhadap barang-barang produksinya. Produsen bertanggung jawab atas barang yang diproduksinya yang beredar di pasaran dan sampai ke tangan konsumen selaku pihak yang menggunakan atau memakai barang-barang produk dari produsen. Perlindungan Konsumen di Indonesia boleh dikatakan sudah menjadi sebuah sistem kemasyarakatan yang tidak dapat lepas dari berbagai hal, terutama sekali terlihat dari sudut hukum ekonomi. Sebagai salah satu objek ekonomi, 24

Siahaan, N.H.T, Hukum Konsumen Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk, Penerbit Pantai Rei, Jakarta, 2005. hal 52 Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

71

masalah konsumen tidak luput dari masalah hak-hak dan kepentingannya yang bagaimana perlu mendapat perhatian terutama kaitannya dengan aspek-aspek pengelolaan produksi barang dan jasa. Kesejahraan perlindungan konsumen, baik nasional maupun dalam pola yang lebih globalis, perlu diketahui untuk mengacu pada tahap-tahap masa lalu guna lebih melangkah lebih bijak kearah depan, menciptakan budaya konsumen yang lebih baik. Kesadaran akan hak-hak dan kepentingan konsumen selalu digugah dengan menggalakkan prinsip hukum yang dikenal dengan caveat emptor atau let the buyer beware. Dengan asas ini maka para pembeli harus menyadari tentang hak-haknya bilamana

seorang gagal dalam menegakkan hak-haknya, berarti

karena kebodohan dan kesalahannya sendiri. 25 Sesuai dengan akta pendirian berdasarkan Undang – Undang No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Tahun 2007 No 106 tambahan Lembaran Negara No.4756) pada PT. Winaya Travel Medan yang memuat maksud dan tujuan pendirian Perseroan Terbatas Biro Perjalanan Wisata maka PT.Winaya Travel mempunyai ijin kegiatan usaha pelayanan konsumen meliputi dalam hal : 1. Menjalankan usaha jasa biro perjalanan wisata; 2. perencanaan dan pengemasan komponen – komponen perjalanan wisata, yang meliputi sarana wisata, objek wisata daya tarik wisata dan jasa

25

Sri Wahyuni Endang, Aspek Hukum Sertifikat dan Keterkaitannya dengan Perlindungan Konsumen, Penerbit Citra Adytia Bakti, Bandung, 2003, Hal 71 Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

72

pariwisata lainnya terutama yang terdapat dalam wilayah Indonesia, dalam bentuk paket wisata; 3. Penyelenggaraan dan penjualan paket wisata dengan cara menyalurkan melalui agen perjalanan wisata dan atau menjualnya langsung kepada wisatawan ; 4. Pengurusan dokumen perjalanan, termasuk penjualan dan/atau penjualan tiket; 5. Penyediaan dan mengkordinasikan tenaga pramuwisata; 6. Penyediaan layanan pramuwisata yang berhubungan dengan paket wisata yang dijual, termasuk penyediaan layanan angkutan wisata; 7. Pemesanan akomodasi, restaurant, tempat konvensi dan tiket pertunjukan seni budaya; 8. penyelenggaraan perjalanan insentif. Dengan adanya dasar hukum pendirian perseroan di atas maka PT.Winaya Travel mempunyai hak melakukan kegiatan usahanya untuk melayani konsumen dan konsumen berhak mendapatkan pelayanan sesuai dengan apa yang diperjanjikan dan dapat juga menuntut haknya jika tidak terpenuhi melalui jalur hukum. Namun melihat dari pelaksanaan praktek yang ada kegiatan PT.Winaya Travel tidak hanya mencakup hal – hal di atas melainkan menjalankan kegiatan usaha lainnya seperti : ”Biro Jasa Penukaran Valuta asing (money changer)” Pada kegiatan usaha ini PT.Winaya Travel tidak tunduk kepada peraturan perdagangan valuta asing. Karena ijin biro jasa perjalanan tidak memuat ijin Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

73

penukaran valuta asing. Ijin kegiatan usaha valuta asing memiliki dasar hukum berbeda dan terpisah dari ijin biro jasa perjalanan. Jadi pada pelaksanaan sehari – hari kegiatan usaha ini tidak mutlak mengacu kepada peraturan perdagangan valuta asing tetapi didasarkan pada adanya kata sepakat antara konsumen dan PT. Winaya Travel. jika perjanjian kata sepakat telah disetujui maka konsumen tidak dapat menuntut akan adanya perbedaan/kesalahan harga yang diberikan PT.Winaya Travel yang tidak sesuai dengan harga jual dan beli valuta asing yang berlaku sesuai dengan yang diumumkan pemerintah perhari. hal ini terjadi karena memang minimnya perusahaan valuta asing sehingga banyak konsumen mau tidak mau sepakat menukarkan uang/Valuta asingnya kepada biro jasa perjalanan dan mengikuti peraturan yang ada pada Biro jasa perjalanan. Dasar hukum bagi kewajiban pelaku usaha dalam hal ini biro jasa perjalanan PT.Winaya Travel untuk bertanggung jawab adalah Pasal 19 ayat (1) UUPK. Pasal ini mewajibkan pelaku usaha untuk memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Adapun masalah tanggung jawab yang muncul dalam pelaksanaan kegiatan biro jasa perjalanan PT.Winaya Travel terhadap kepentingan konsumen adalah mengenai : 2. Adanya kesalahan pegisian itenerary (rincian) lembaran tiket. Dalam hal ini kesalahan pengisian baik tiket pesawat udara, kapal laut, maupun ferry tidak sesuai dengan yang dimintakan dan disepakati penumpang

sebelum

pengisian

(issued)

tiket

menyangkut

nama

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

74

penumpang, waktu keberangkatan, maupun maskapai atau armada yang digunakan. Dalam hal ini konsumen dirugikan bukan karena kesalahannya, maka sesuai dengan Pasal 19 ayat (1) UUPK pihak PT.Winaya Travel berkewajiban penuh mengganti kerugian tiket sesuai dengan yang disepakati dan jika nantinya tidak tersedia lagi tiket untuk tanggal keberangkatan sesuai dengan yang diminta konsumen pada tiket pertama maka PT.Winaya Travel harus memberikan kompensasi atau pengalihan ke

maskapai

penerbangan/armada

lain

yang

harus

disetujui

konsumen/penumpang. Mengenai harga tiket pengalihan lebih mahal dari harga tiket awal yang telah disepakati maka penambahan harga itu menjadi tanggung jawab PT.Winaya Travel. 3. Adanya tidak kesuaian rincian (itenerary) paket tour yang telah disepakati dan dibayar sebelum keberangkatan tour. Dalam permasalahan ini tidak kesesuaian rincian tour yang disepakati menyangkut : a. Tidak tersedianya akomodasi penginapan/hotel sesuai dengan jumlah peserta tour atau tidak tersedianya kelas kamar sesuai yang telah disepakati melalui MoU (memorandum of understanding) antara pihak konsumen dengan PT.Winaya Travel. Padahal kesalahan ini bukan merupakan kesalahan dari PT.Winaya Travel karena PT.Winaya Travel sebelumnya telah memesan(booking) dan mendeposit harga kamar sesuai yang dimintakan oleh konsumen kepada pihak pemilik penginapan/hotel. Kesalahan

ini

disebabkan

pihak

hotel

tidak

menepati

janjinya

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

75

(wanprestasi) sesuai dengan ”contract rate” yang disepakati kepada pihak PT.Winaya Travel karena suatu hal tertentu. Maka terlepas dari permsalahan antara pihak travel dengan pihak hotel konsumen tidak mau menanggung dan resiko tanggung jawab yang pertama adalah dilakukan PT.Winaya Travel untuk mengalihkan tamunya ke hotel lain yang sesuai kelas bintang

atau kelas kamarnya dan

disetujui oleh peserta

tour/konsumen. b. Kurangnya kapasitas transportasi yang digunakan saat tour mengunjungi objek wisata. Dalam masalah ini pihak Winaya Travel bertanggung jawab sesegera mungkin untuk menambah armada transport yang sesuai permintaaan peserta tour melalui pengirimin transportasi dari kantor atau jika hal ini terjadi di luar kemampuan pihak kantor untuk mengatasi baik karena lokasi objek wisata yang sangat jauh ataupun sebab lainya maka Pemandu wisata(tour guide) yang dikirim PT.Winaya Travel mengambil alih kebijakan untuk mencari transport alternatif di daerah tujuan wisata untuk digunakan. Selain permasalahan yang ada di atas terdapat suatu masalah besar dan sangat menarik perhatian dari banyak orang yaitu mengenai permasalahan kebangkrutan dan penarikan ijin operasi dari Pemerintah terhadap maskapay penerbangan, seperti contohnya PT.ADAM SKYCONECTION AIRLINES atau lebih dikenal dengan ”ADAM AIR” pada tanggal 19 maret 2008. Dimana ADAM AIR memiliki agent resmi lebih dari 50% anggota ASITA (Assosiation Indonesian Travel Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

76

Agency) termasuk di dalamnya PT.WINAYA TRAVEL MEDAN dimana telah mendepositkan uang untuk tiketnya lebih dari 36juta dan belum dikembalikan oleh pihak Adam Air. Harusnya di sini pemerintah tidak mencabut ijin

dan

menyatakan pailitnya ”adam air” sebelum pihak adam air melaksanakan kewajibannya membayar ganti rugi ticket penumpang dan mengembalikan dana deposit yang disimpan oleh para travel agent di Indonesia. Masalah yang dihadapi oleh PT.WINAYA TRAVEL MEDAN bukan saja bahwa pihak Adam Air tidak akan mengembalikan deposit yang telah tersimpan di management adam air melainkan harus juga memperhatikan konsumen yang telah memakai jasanya mendistribusikan tiket adam air yang tidak dapat berangkat. PT.Winaya Travel tidak saja memproses reservasi dan penjualan ticket, tetapi juga melakukan reservasi terhadap hotel dan kebutuhan perjalanan khususnya bagi konsumen group yang akan melakukan perjalanan wisata(tour) dimana menggunakan ”adam air”, PT.Winaya Travel telah membayar untuk hotel dan seluruh kepentingan biaya ground handling seperti kendaraan dan restaurant peserta tournya harus dirugikan karena tiba – tiba adam air di cabut ijinnya sehingga batal terbang padahal tiket telah dibeli tetapi harus bertanggung jawab mencari dan membeli lagi ticket maskapay penerbangan alternatif lainnya untuk peserta tournya. Undang – Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 di mana menunjuk pada pasal 1 ketentuan umum bahwa tujuan dari perlindungan konsumen adalah meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri dan mengangkat harkat dan mertabat konsumen Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

77

dengan cara menghindarkan dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa, meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut haknya sebagai konsumen. Memperhatikan pasal tersebut di atas, bahwa pihak adam air telah merugikan para konsumen dan para konsumen berhak untuk melakukan penuntutan selanjutnya PT.Winaya Travel perlu turut melakukan perlindungan dan kepentingan terhadap suatu pelayan dan jasa yang di berikan oleh pihak maskapay penerbangan. Dari Pasal 4 menunjukkan hak konsumen atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa serta hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif

dan hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau

penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Memperhatikan Pasal – pasal yang terdapat didalam Undang – Undang Perlindungan Konsumen tahun 1999 dimana jelas – jelas pihak adam air telah merugikan dan menelantarkan pihak konsumen yang membeli dan atau mempergunakan produk jasa yang dihasilkan oleh management adam air. Dengan memperhatikan hal tersebut di atas. Bahwa PT.Winaya Travel Medan sebagai pelaku usaha yang tunduk terhadap hukum perlindungan konsumen berkewajiban melindungi client/konsumennya yang telah membeli produk yang mereka salurkan dengan cara membantu konsumen yang hanya membeli tiket (tidak termasuk produk tour) dalam hal permintaan pengembalian uang tiket(refund)

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

78

yang dibatalkan keberangkatannya oleh pihak maskapai ”adam air” kepada pihak menajemen ”adam air” sendiri.

B. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Pemakai Jasa Biro Perjalanan Masalah penyelesain sengketa konsumen dalam UUPK diatur dalam bab X yang terdiri dari empat pasal, yang dimulai dari Pasal 45 sampai dengan Pasal 48. berdasarkan Pasal 45 ayat (2) UUPK penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan dengan dua cara yaitu diselesaikan diluar pengadilan (non litigasi) dan diselesaikan melalui pengadilan (litigasi) berikut penjelasannya : 1. Penyelesaian sengketa Non Litigasi (Di luar Pengadilan) Depperindag menunjukkan 6 (enam) elternatif cara penyelesaian sengketa konsumen diluar persidangan (non litigasi) yang terbagi dalam dua kelompok pertama disebut penyelesaian secara damai yang meliputi : penyelesaian antara para pihak, penyelesaian melalui LPKSM (lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat), penyelesaian melalui Direktorat Perlindungan Konsumen kelompok kedua disebut penyelesaian melalui BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) yang meliputi : konsiliasi, mediasi, ataupun melalui arbitrase. Sedangkan penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan (litigasi) hanya disebutkan institusi Pengadilan Negeri, Pengadilan tinggi dan mahkamah tentunya pengadilanpengadilan di semua jenjang baik itu perdata, pidana maupun tata usaha Negara. Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

79

2. Penyelesaian Sengketa Litigasi (Melalui Pengadilan) Mekanisme litigasi secara sederhana dalam tulisan ini didefinisinya hanya akan dibatasi pada/sebagai mekanisme penyelesaian masalah hukum melalui institusi pengadilan. Penyelesaian sengketa konsumen melalui jalur/mekanisme litigasi, dalam sistem hukum Indonesia, dimungkinkan dilakukan dengan tiga instrument hukum yaitu HAN, Hukum Perdata, serta Hukum Pidana. Instrument hukum administrasi bias dipergunakan konsumen dalam hal terdapat “ketidak-beresan” pada kinerja badan/lembaga bentukan pemerintah/pejabat terkait atas perintah UUPK. Dua badan yang diamanatkan pembentukannya oleh UUPK adalah

BPKN (Badan

Perlindungan Konsumen Nasional) dan BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen). Terhadap “ketidak-beresan” kedua badan ini, konsumen bisa melakukan gugatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara. UUPK menyebutkan dalam Pasal 45 ayat (1) bahwa gugatan konsumen hanya dapat

diajukan kepada lembaga yang

bertugas

menyelesaikan sengketa konsumen atau mengajukan kepada peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. Lingkungan peradilan umum dimaksud adalah peradilan yang menangani perkara pidana dan perdata, peradilan ini meliputi Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. Tetapi ketentuan Pasal 45 ini tidak diartikan sebagai larangan bagi konsumen untuk mengajukan gugatan kepada PTUN atas kinerja badan-badan bentukan pemerintah yang diamantkan UUPK karena Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

80

UU no.5 Tahun 1986 tentang PTUN merupakan lex spesialis derogate lex generalis dibandingkan UUPK. Dalam Undang-Undang Penyelesaian Konsumen (UUPK), ada 8 (delapan) Hak-hak konsumen yang mutlak diketahui setiap konsumen dan juga para pelaku usaha dimana dapat dijadikan acuan dalam hal penyelesaian sengketa yakni : 1. Hak atas Kenyamanan: Keselamatan dan Keamanan: Adanya hak-hak konsumen ini dimaksudkan untuk menjamin kenyamanan, menghindari kerugian dan menjaga keamanan konsumen yang mempergunakan barang dan/atau jasa. Karenanya setiap pelaku usaha mempunyai kewajiban menyampaikan informasi yang benar tentang bahaya dan akibat dari penggunaan barang dan/atau jasa yang diproduksi atau dijualnya kepada konsumen. Apabila kita menemukan ada produk yang dibeli ternyata tidak nyaman saat dipakai, atau tidak jelas informasi produknya, atau produknya dapat menimbulkan kondisi tidak aman. Sepantasnya konsumen segera mempersoalkannya. Tidak membiarkannya atau pasrah. Dalam Undang-Undang Penyelesaian Konsumen (UUPK) No. 8/1999, sengketa konsumen dengan pelaku usaha dapat diproses di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

81

2. Hak untuk Memilih Setiap konsumen mempunyai kebebasan memiliki barang dan/atau jasa yang dibutuhkannya. Tidak ada paksaan membeli barang dan/atau jasa tertentu. Hak ini sebenarnya bisa terwujud apabila situasi pasar berjalan sempurna, artinya ada ketersediaan barang dan/atau jasa sehingga konsumen dapat menggunakan haknya untuk memilihnya. Kondisi sekarang, barang dan/atau jasa sering menghilang. c. Hak atas Informasi Inti dari perlunya hak atas informasi ini adalah agar konsumen sebelum membeli/menggunakan suatu produk sudah terlebih dahulu mengetahui deskripsi atau keterangan dari produk tersebut. Misalnya, masa kadaluarsa, bahan-bahan yang dipergunakan, manfaat dan resiko yang bakal diterima setelah memakai produk tersebut. d. Hak untuk Didengar Pendapatnya dan keluhannya: Konsumen

mempunyai

hak

untuk

di

dengar

pendapatnya

dan

menyampaikan keluhan atas suatu produk barang/jasa yang dipakainya. Karena itu, pelaku usaha mempunyai kewajiban menampung pendapat dan keluhan dari konsumennya. e. Hak untuk Mendapatkan Advokasi Hak ini memberi kesempatan bagi konsumen untuk memperoleh keadilan. Sebab, dengan adanya hak ini konsumen akan mendapatkan perlindungan

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

82

hukum yang yang efektif. Harapannya begitu, namun kenyataannya di sering mengecewakan. f. Hak untuk Mendapat Pendidikan Dasar adanya hak ini adalah konsumen harus berpendidikan secukupnya. Ini dimaksud agar konsumen dapat memenuhi perannya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pelaku pasar. Untuk meningkatkan pendidikan konsumen dilakukan

melalui pendidikan

formal dan pendidikan

nonformal. g. Hak Untuk Tidak Diperlakukan Secara Diskriminatif Konsumen memiliki hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, pendidikan, kaya miskin, dan status sosial lainnya. Istilah status sosial lainnya ini secara implicit sudah tercantum keberadaannya orang catat, yang juga mempunyai hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif. h. Hak untuk Mendapat Ganti Rugi Dalam Pasal 19 ayat 1 Undang-Undang Penyelesaian Konsumen (UUPK) No. 8 tahun 1999 pelaku usaha bertangungjawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Bentuk ganti rugi yang diterima konsumen dapat berupa: Pengembalian uang, penggantian barang atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, perawatan kesehatan atau pemberian santunan.

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

83

Walaupun hak-hak konsumen diatur dalam perundang-undangan, upaya mendukung penegakan hukum dan ini merupakan bentuk tanggung jawab pada masyarakat. Karenanya badan ini dituntut memiliki tingkat responsiveness yang tinggi mengingat bahwa pada dasarnya masyarakat sudah lelah dan jenuh menyelesaikan sengketanya melalui forum pengadilan yang telah ada sebelumnya, sebab terlalu banyak menguras energi, baik berupa dana, waktu, pikiran dan tenaga. Instrumen ketiga dalam UUPK adalah instrumen hukum pidana, diberlakukannya insturmen pidana terlihat dalam Pasal 61, 62, dan 63 ketentuan pidana.

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

84

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan Bertitik

tolak

dan

bercermin

dari permasalahan

yang

telah

dikemukakan sebelumnya juga berdasarkan analisis data yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan maka dapat di ambil kesimpulan bahwa : 1. Perlindungan hukum bagi pemakai jasa biro perjalanan secara umum di mana jika terjadi hal –hal yang merugikan bagi konsumen telah diatur di dalam Undang – Undang Perlindungan Konsumen(UUPK), konsumen dapat menempuh jalur hukum sesuai UUPK. Masalah penyelesaian sengketa konsumen dalam UUPK diatur dalam bab X yang terdiri dari empat pasal, yang dimulai dari Pasal 45 sampai dengan pasal 48. berdasarkan pasal 45 ayat (2) UUPK penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan dengan dua cara yaitu diselesaikan diluar pengadilan (non litigasi)

dan

diselesaikan

melalui

pengadilan

(litigasi)

berikut

penjelasannya: a. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan (Non Litigasi), meliputi : 1. Penyelesaian langsung antara pihak yang berkepentingan. 2. Penyelesaian melalui Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), yakni Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

75

85

3. Penyelesaian melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSN). b. Penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan (Litigasi). 2. Terjadinya pembatasan tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen dalam hal terjadi pelanggaran terhadap hak – hak konsumen, dalam praktek menggunakan strict liability terhadap strict professional liability yakni bertanggung jawab sebatas profesinya atau perjanjian yang telah disepakati dengan konsumen pengguna jasa atau akibat kelalaian penyedia jasa profesi mengakibatkan terjadinya perbuatan melawan hukum. 3. Pelaksanaan tanggung jawab pelaku usaha/jasa yakni PT.Winaya Travel terhadap pemakai jasa biro perjalanan jika terjadi hal yang merugikan konsumen berkewajiban untuk membela dan melindungi konsumennya yang telah melakukan transaksi di perusahaannya dari akibat suatu kegiatan yang berhubungan dengan produk yang didistribusikan dari perusahaannya yang mengakibatkan konsumennya mengalami kerugian dari pihak maskapay penerbangan dan/atau dari supply tourism product (penyedia tempat/akomodasi wisata), karena biro perjalanan ini berlaku sebagai penyedia atau penyalur produk perjalanan (indirect provider traveller). dalam prakteknya PT.Winaya Travel juga menggunakan strict liability terhadap strict professional liability yakni bertanggung jawab sebatas profesinya atau perjanjian yang telah disepakati dengan konsumen pengguna jasa atau akibat kelalaian penyedia jasa profesi mengakibatkan terjadinya perbuatan melawan hukum. Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

86

B. Saran 1. Dengan melihat dan mengingat kompleksnya permasalahan tentang biro jasa perjalanan wisata yang menimbulkan persoalan hukum maka pemerintah perlu membuat aturan secara khusus mengenai Biro jasa Perjalanan dalam suatu Undang – Undang tersendiri. Selain itu pemerintah diharapkan agar lebih tegas dalam bertindak dalam permasalahan perlindungan konsumen dan menerapkan sanksi pidana maupun administratif kepada pelaku usaha yang melanggarnya. 2. Dengan melihat adanya pembatasan tanggung jawab pelaku usaha khususnya biro jasa perjalanan terhadap konsumen maka perlu kiranya disusun rincian pembatasan tanggung jawab tersebut secara adil dan manusiawi sehingga tidak merugikan berbagai pihak yang terlibat. 3. Berdasarkan pelaksanaan tanggung jawab Pelaku Usaha/jasa maka diharapkan kepada Biro Jasa perjalanan agar lebih bertanggung jawab terhadap pelaksanaan perlindungan konsumennya, terlebih lagi memberikan edukasi serta keterangan – keterangan yang sangat bermanfaat, membantu, serta tidak menyembunyikan suatu efek negatif yang dikandung oleh produk yang ditawarkan kepada konsumen sehingga tidak terjadi perselisihan di belakang hari dengan konsumen.

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

87

DAFTAR PUSTAKA

A. Daftar Buku A. Hari Karyono, Kepariwisataan, Penerbit PT. Grasindo, Jakarta, 2000. Budiyono, Pedoman Tata Cara Penyelesaian Sengketa Konsumen di BPSK, Direktorat Perlindungan Konsumen Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 2002. M. Kesrul, Penyelengaraan Operasi Perjalanan Wisata, Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2003. Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum ( Suatu Pengantar), Penerbit Liberty, Yoyakarta, 1991. Miru, Ahmadi dan Sutarman Yudho, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004. Muhammad Abdul Kadir, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, penerbit Citra Aditya bakti, Bandung, 1991. Nasution, Az., “Aspek Hukum Perlindungan Konsumen: Tinjauan Singkat UU No. 8 Tahun 1999-L.N. 1999 No. 42”, Artikel pada Teropong, Media Hukum dan Keadilan (Vol II, No. 8, Mei 2003), MaPPI-FH UI dan Kemitraan, 2003. Oka A. Yoeti, Psikology Pelayanan Wisata, penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999. Peter Mahmud Marzuki, Metode Penelitian Hukum, Guru besar Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Edisi pertama, Penerbit Kencana Prenada Media Group, Surabaya. 2006. Rajagukguk, Erman, dkk, Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung: CV. Mandar Maju, 2000. Samsuridjal D., dan Kaelany HD, Peluang Dibidang Pariwisata, Penerbit PT. Mutiara Sumber Widya, Jakarta, 1998. Sembiring Sentosa, Himpunan Undang-undang Tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Perundang-undangan yang Terkait, Nuansa Aulia, Bandung, 2006, Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Penerbit Grasindo, 2000. Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

88

Siahaan, N.H.T, Hukum Konsumen Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk, Penerbit Pantai Rei, Jakarta, 2005. Sofie Yusuf, Pelaku Usaha, Konsumen dan Tindak Pidana Korporasi, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003. Sri Wahyuni, Endang, Aspek Hukum Sertifikat dan Keterkaitannya dengan Perlindungan Konsumen, Penerbit Citra Adytia Bakti, Bandung, 2003. __________, Perlindungan Konsumen dan Instrumen Hukumnya, Penerbit Citra Aditya, Bandung, 2003. Subekti R, dan R Tjitiosudibio, Kitab Undang-Undang Perdata, Penerbit PT Pradya Paramita, Jakarta 2000. Sudaryatmo, Hukum dan Advokasi Konsumen, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999. Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, Penerbit Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006. Syawal Husni, Hukum Perlindungan Hukum, Penerbit Mandor Maju, Bandung, 2002. Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003.

Peraturan Perundang-Undangan Perlindungan Konsumen dan Peraturan Perundang-undangan yang terkait, Penerbit Nuanasa Aulia, Bandung, 2006.

Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009