Oleh karena itu, sebuah wacana selalu direalisasikan dalam bentuk ... Wacana
merupakan usaha memahami makna tuturan dalam konteks, teks, dan situasi. 3.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Wacana Bahasa (language) terealisasikan dalam tuturan (parole). Tuturan itu berupa satuansatuan yang di dalamnya terdapat awal dan akhir. Setiap satuan tuturan menyatakan satu topik gagasan tertentu. Suatu tuturan itu disebut wacana. Sebuah wacana merupakan unit bahasa yang terikat oleh suatu kesatuan. Kesatuan itu dapat dipandang dari segi bentuk dan segi maknanya. Oleh karena itu, sebuah wacana selalu direalisasikan dalam bentuk rangkaian kalimat. Menurut Carlos (dalam Chaer, 2007: 266) dalam pengertian luas, wacana adalah rentangan ujaran yang berkesinambungan (urutan kalimat-kalimat individual) karena wacana tidak hanya terdiri atas untaian ujaran atau kalimat yang secara gramatikal. Wacana adalah suatu peristiwa yang terstruktur yang dimanifestasikan dalam perilaku linguistik (atau lainnya) sedangkan teks adalah suatu urutan ekspresi-ekspresi linguistik yang terstruktur yang membentuk suatu keseluruhan yang padu atau uniter (Edmonson dalam Djajasudarma, 2006 :2). Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Sebagai satuan bahasa yang terlengkap maka dalam wacana itu konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan), tanpa keraguan (Sobur, 2009: 9). Wacana adalah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi, biasanya 8 terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian yang satu dengan yang
lain. Komunikasi itu dapat menggunakan bahasa lisan, dan dapat pula memakai bahasa tulisan (Chaer, 2007 : 227). Dari beberapa pendapat tersebut penulis setuju dengan pendapat Dipodjojo (1982 : 45) yang mengatakan bahwa wacana adalah proses komunikasi, yang menggunakan simbol-simbol, yang berkaitan dengan interpretasi dan pristiwa-pristiwa, di dalam sistem kemasyarakatan yang luas. Berdasarkan pengertian wacana tersebut, dapat diidentifikasi ciri dan sifat sebuah wacana sebagai berikut: 1. Wacana dapat berupa rangkaian ujar secara lisan dan tulisan atau rangkaian tindak tutur. 2. Wacana mengungkapkan suatu hal (topik). 3. Penyajiannya teratur, sistematis, koheren, lengkap dengan situasi pendukungnya. 4. Wacana memiliki satu kesatuan misi dalam rangkaian itu. 5. Wacana dibentuk oleh unsur segmental dan nonsegmental. Ciri- ciri tersebut senada dengan pendapat Syamsuddin, dkk (dalam Hartono, 2000 : 19). Adapun ciri-cirinya sebagai berikut. 1. 2. 3. 4. 5.
Wacana membahas kaidah pemakaian bahasa di dalam masyarakat (rulr of use). Wacana merupakan usaha memahami makna tuturan dalam konteks, teks, dan situasi. Wacana merupakan pemahaman rangkaian tuturan melalui interpretasi semantik. Wacana berkaitan dengan pemahaman bahasa dalam tindak berbahasa (what is said from what is done). Wacana diarahkan pada masalah memakai bahasa secara fungsional (functional use of language).
Selain itu sebuah wacana lisan juga mempunyai beberapa kekurangan. Menurut Labov (1972) dan Chave (1979) antara lain sebagai berikut : 1. 2. 3. 4.
Sintaksis bahasa lisan jauh kurang terstruktur. Bahasa lisan tidak banyak menggunakan penanda metalingual untuk menandai hubungan antar klasa. Pembicara mungkin menggunakan arah pandang atau isyarat lain untuk menunjuk referen. Pembicara sering mengulangi bentuk sintaksis yang sama.
B. Jenis Wacana Dilihat dari media penyampaiannya, wacana dapat dibagi menjadi dua, yaitu wacana tulis dan wacana lisan (Mulyana, 2005 : 51). 1.
Wacana Tulis Wacana tulis (written discaurse) adalah jenis wacana yang disampaikan melalui tulisan.
Sebenarnya berbagai bentuk wacana dapat dipresentasikan atau direalisasikan melalui tulisan. Sampai saat ini, tulisan masih merupakan media yang sangat efektif dan efisien untuk menyampaikan berbagai gagasan, wawasan, ilmu pengetahuan yang dapat mewakili kreativitas manusia. Di dalam wacana tulis untuk dapat menerima atau memahami wacana maka sang penerima atau pesapa harus membacanya di dalam wacana tulis terjadi komunikasi secara tidak langsung antara penulis dengan pembaca. Dalam bahasa inggeris Wacana tulis sering disebut oleh sebagian ahli dengan written discourse dan sebagiannya lagi dengan istilah written text.
2.
Wacana Lisan Wacana lisan dikatakan tidak berbeda dengan komunikasi lisan. wacana lisan (spoken
discourse) yaitu jenis wacana yang disampaikan secara lisan atau langsung dengan bahasa verbal. Wacana lisan juga sering disebut sebagai tuturan (speech) atau ujaran (utterance). Adanya kenyataan yang mengatakan bahwa pada dasarnya bahasa kali pertama lahir melalui mulut atau lisan. Oleh karena itu wacana yang utama, primer, dan sebenarnya adalah wacana lisan. Kajian yang sungguh-sungguh terhadap wacana pun seharusnya menjadikan wacana lisan sebagai sasaran penelitian yang utama. Tentunya, dalam posisi ini wacana tulis dianggap sebagai bentuk tuturan (duplikasi) sementara.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa wacana lisan adalah wacana yang disampaikan dengan bahasa lisan atau media lisan. Untuk dapat menerima dan memahami wacana lisan maka sang penerima atau pesapa harus menyimak atau mendengarkannya. Di dalam wacana lisan terjadi komunikasi secara langsung antara pembicara dengan pendengar. Dalam penelitian ini, penulis menitikberatkan pada wacana lisan, karena pada dasarnya berbicara merupakan suatu kegiatan yang mengikutsertakan sebagian besar dari anggota tubuh kita. Berbicara atau yang juga disebut kegiatan komunikasi lisan ini merupakan kegiatan individu dalam usaha menyampaikan pesan secara lisan kepada individu lain atau kepada sekelompok orang. Dimana disini terjadi komunikasi secara langsung antara pembicara dengan pendengar. Beranjak dari pengertian tersebut peneliti mengkategorikan opera van java ke dalam suatu bentuk wacana lisan yang akan peneliti kaji dengan menggunakan pendekatan makro dan mikro setruktural.
C. Analisis Mikro dan Makro Struktural 1.
Analisis Mikro Sejalan dengan pandangan bahwa bahasa terdiri atas bentuk (form) dan makna
(meaning), maka hubungan antarbagian wacana dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu hubungan bentuk yang disebut kohesi dan hubungan makna atau semantis yang disebut koherensi. Dengan demikian, wacana yang padu adalah wacana yang apabila dilihat dari segi hubungan makna atau struktur lahir wacana disebut aspek gramatikal wacana, sedangkan segi makna atau struktur batin wacana disebut aspek leksikal wacana (Sumarlam, dkk.2005: 23). Secara lebih rinci aspek gramatikal wacana meliputi, Pengacuan (referensi), penyulihan (substitusi), pelesapan (ellipsis) dan konjungsi, kohesi leksikal antara lain adalah repetisi
(pengulangan), sinonimi (padan kata), kolokasi (sanding kata), hiponimi (hubungan atas bawah), antonimi (lawan kata) dan ekuivalensi (kesepadanan). Jadi mekanisme kohesi ini bisa terdapat baik pada tingkat bentuk, makna, maupun ekspresi (Sumarlam, 2003 : 143). a. Pengacuan (Referensi) Pengacuan atau referensi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual lain tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain (atau suatu acuan) yang mendahului (anaforis) atau mengikutinya (kataforis). Menurut Sumarlam (2003: 23) berdasarkan tempatnya, apakah acuan tersebut berada di dalam teks atau di luar teks, maka pengacuan dibedakan menjadi dua jenis: 1. Pengacuan Endofora Apabila pengacuannya (satuan lingual yang diacu) berada atau tepat di dalam teks wacana itu. 2. Pengacuan Eksosfora Apabila acuannya berada atau di luar teks wacana. Referensi Endofora dapat diwujudkan dengan pronominal persona (persona 1, 11, 11tunggal seperti aku, kau dan dia, atau ku, mu, -nya) atau persona jamak (kita, kami, anda, semua dan mereka). Ditinjau dari arti atau makna, refrensi endoforis dapat bermakna secara leksikal maupun gramatikal. Referensi eksofora adalah referensi anteseden yang terdapat di luar teks (exstratekstual). Artinya, kata-kata itu mengacu pada dendanya, tetapi benda yang diacu tidak terdapat di dalam teks, tetapi berada di luar teks (Suwarna, 2005;139). Ditinjau dari wujud satuan lingual, referensi di dalam teks adalah satuan lingual yang diacu berada di dalam satu teks wacana, bersifat eksplisit, atau tersurat wujudnya dapat berbagai macam sari bumi lingual, silabe, kata, frasa, klausa, kalimat, alinea, sub-bab, bab bahkan beberapa bab. Teks merupakan istilah teknis yang mengacu pada rekaman verbal pada tindak komunikasi (Brown & Yule, 1983;6).
Contoh kalimat sebagai berikut: “Hai, Sri!Aku kemarin melihat Kamu boncengan dengan Dani, kemana?“ tanya Dewi ingin sekali tahu. Dalam kalimat itu kata aku pada tuturan tersebut mengacu pada Dewi sebagai pembicara termasuk pronominal persona 1 tunggal yang mengacu pada satu lingual yang diacu berada di dalam teks wacana sehingga kata aku termasuk pengacu endofora sehingga bermakna secara gramatikal. Pengacu tersebut berupa kalimat yang bertujuan untuk menginformasikan. b. Penyulihan (Substitusi) Penyulihan atau substitusi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penggantian satuan lingual tertentu (yang telah disebut) dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk memperoleh unsur pembeda. Di sini substitusi dapat dibagi menjadi : 1) Substitusi Nominal Substitusi nominal adalah penggantian satuan lingual yang berkategori nomina nomina (kata benda) dengan satuan lingual lain yang juga berkategori nomina, misalnya kata kedudukan diganti dengan kata kursi. Contoh kalimat sebagai berikut: “Dalam sebuah partai para pejabat saling berkualisi memperebutkan kursi di DPR”. Dalam sebuah partai para pejabat saling berkualisi memperebutkan “kedudukan“. Disini kedudukan merupakan kata benda yang kemudia digantikan oleh lingual lain yang sama-sama termasuk kata benda yaitu kursi. Kata kursi dalam kalimat tersebut memiliki arti kedudukan sebagai kata yang disubstitusikan bukan sebagai kursi tempat yang digunakan untuk duduk. Tapi cendrung kepada kursi sebagai jabatan.
2) Substitusi Verbal
Substitusi verbal adalah penggantian satuan lingual yang berkategori verbal (kata kerja) dengan satuan lingual lainnya yang juga berkategori verbal. Contoh kalimat sebagai berikut: “Erna mempunyai hobi mengarang cerita pendek. Dia berkarya sejak masih di bangku sekolah menegah pertama”. Pada kalimat tersebut tampak adanya penggantian satuan lingual berkategori verbal mengarang dengan satuan lingual lain yang berkategori sama, yaitu berkarya. Pada kalimat tersebut, mengarang merupakan kata kerja dari hasil kegiatan yang dilakukan oleh Erna sebagai hobinya yang kemudian kata tersebut di Substitusi menjadi berkarya yang sama-sama memiliki arti menghasilkan sebuah karya. 3) Substitusi Frasal Substitusi frasal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa kata atau frasa dengan satuan lingual lainnya yang berupa frasa. Misalnya tampak pada contoh : Aku tidak meneruskan pertanyaanku. Ibuku juga tidak berbicara. Dua orang samasama diam. Kata aku pada kalimat pertama dan ibuku pada kalimat kedua disubstitusi dengan frasa dua orang pada kalimat ketiga. Dua orang pada kalimat tersebut menggantikan kata aku dan ibuku. Penggantian kata pada kalimat tersebut tidak menimbulkan makna baru dan masih bisa bipahami oleh pembaca.
c. Pelesapan (Elipsis) Pelesapan (Elipsis) adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penghilangan atau pelesapan satuan lingual tertentu yang telah disebutkan sebelumnya. Hal itu mempunyai maksud agar secara maksimal tercipta kepaduan makna, evektifitas dan efisiensi ujaran di dalam
wacana, sehingga tercipta kemudahan bagi penonton untuk memahaminya. Contoh kalimat dapat dilihat sebagai berikut. “Aku dan Dia sama–sama mahasiswa. Berangkat bersama–sama, pulang juga bersama–sama“. Pada kalimat tersebut yang seharusnya adalah “Aku dan Dia sama–sama mahasiswa. “Aku dan Dia Berangkat bersama–sama, pulang juga bersama–sama“. Pada kalimat tersebut terjadi peristiwa pelesapan pada kalimat yang kedua sehingga kata Aku dan Dia sudah tidak lagi dituliskan dan tidak merubah artikarena pelesapan tersebut masih berhubungan dan bisa dimengerti. Pelesapan pada wacana tersebut terjadi agar kalimat yang dihasilkan lebih efektif , efisien dan padu. d. Perangkaian (Konjungsi) Konjungsi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yanng lain dalam wacana. Contoh kalimat sebagai berikut: “Anti dan Anto adalah saudara kembar, tetapi mereka memiliki sifat yang berbeda”. Dalam kalimat tersebut terdapat konjungsi yang menunjukan pertentangan sifat antara dua orang saudara kembar. Walaupun Ani dan Anto itu adalah saudara kembar, mereka memiliki perbedaa sifat dan hal tersebut dipertegas oleh konjungsi tetapi. Sehingga tetapi disini mempunyai fungsi sebagai konjungsi Aspek Leksikal Kepaduan wacana selain didukung oleh aspek ggramatikal atau kohesi gramatikal juga didukung oleh aspek leksikal atau kohesi leksikal. Kohesi leksikal adalah hubungan antarunsur dalam wacana secara semantis. Kohesi leksikal dalam wacana dapat dibedakan menjadi enam macam, (1) repetisi (pengulangan), (2) sinonimi (padan kata), (3) kolokasi (sanding kata) (4) hiponimi (hubungan atas-bawah), (5) antonimi (lawan kata) dan (6) ekuvalen (kesepadanan).
2. Analisis Makro Struktural Sedangkan makro struktural merupakan analisis wacana yang dititikberatkan pada garis besar susunan wacana itu secara global untuk memahami teks secara keseluruhan. Di samping memperhatikan keterkaitan dengan episode, paragraf atau bahkan dengan bab, juga dipertimbangkan pelatarbelakangan (background) dan pelatardepanan (foreground) (Fatimah dalam Sumarlam, 2003: 190). Pendekatan makro struktural dapat meliputi struktur tekstual, sistem leksis, dan konteks. Jika dalam pendekatan mikro struktural, konteks berupa konteks linguistik, maka yang dimaksud konteks secara makro struktural adalah konteks situasi, dan konteks kultural. Struktur teks merupakan satu kesatuan bentuk (simbol/tekstual) dalam makna suatu teks yang secara keseluruhan mengarah pada tujuan atau fungsi sosial teks. Struktur ini merupakan satu kesatuan bentuk dan makna teks yang menunjukkan suatu organisme, bukan sebagai bagian. Secara umum struktur teks berupa pembukaan (opening), isi (body), dan penutup (closing) (Santoso dalam Sumarlam, 2003: 190). Konteks dalam pendekatan makrostruktural terdiri atas konteks situasi dan konteks sosiokultural. Konteks situasi merupakan satu kesatuan konteks yang dibangun oleh sesuatu yang sedang terjadi yang melatari dipakainya satu bentuk kebahasaan. Hal ini dapat berupa konteks sosial dan konteks situasional dari penutur dan mitra tutur beserta status dan peran mereka yang menentukan bentuk - bentuk kebahasaan dan media penyampaian atau sarana yang dipakai. Konteks sosio-kultural, adalah berupa konvensi-konvensi sosial budaya yang melatarbelakangi terciptanya sebuah wacana, yaitu dunia di luar bahasa. Konteks adalah segenap informasi yang berada di sekitar pemakai bahasa, bahkan termasuk juga pemakai bahasa yang
ada di sekitarnya (Preston dalam Hartono 2000 : 213). Oleh karena itu, hal-hal seperti situasi, jarak, tempat, dan sebagainya menurut Preston termasuk konteks pemakaian bahasa. Dengan begitu konteks dapat ditarik kesimpulan konteks merupakan bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian bisa berupa konvensi social yang berada di luar bahasa sebagai sesuatu yang melatarbelakangi terciptanya bahasa itu sendiri. Konteks mempunyai fungsi yang sangat penting di dalam pemakaian bahasa, karena semua pemakaian bahasa mempunyai konteks. Dalam pemakaian bahasa, konteks dapat menentukan makna dan maksud suatu ujaran. e.
Analisis Teks Media Dalam fungsinya sebagai alat komunikasi, bahasa memiliki dua jenis atau macam yaitu
bahasa tulis dan bahasa lisan. bahasa tulis yaitu bahasa yang penyampaiannya dalam bentuk tulisan, contohnya: surat, buku-buku teks, koran, majalah dan dokumen tertulis. Sedangkan bahasa lisan yaitu bahasa dalam bentuk ujaran, contohnya: siaran berita, khotbah, puji-pujian dan tayangan televisi seperti drama. Berdasarkan uraian tersebut, dapat diketahui bahwa untuk menanggapi serta menganalisis wacana lisan, dapat memanfaatkan berbagai media pada umumnya, khususnya media elektronik berupa televisi. Karena pada dasarnya media merupakan suatu alat untuk menyampaikan berita, penilaian, atau gambaran umum tentang banyak hal, sehingga mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai institusi yang dapat membentuk opini publik, antara lain, karena media juga dapat berkembang menjadi kelompok penekan atas suatu ide atau gagasan, dan bahkan suatu kepentingan atau citra yang ia representasikan untuk diletakkan dalam konteks kehidupan yang lebih empiris..
Syamsuddin dkk (dalam Hartono, 2000 : 35) mengatakan sebagai media komunikasi, wujud wacana dapat berupa rangkaian ujar atau tuturan lisan maupun tertulis. Sebagai media komunikasi lisan, wujud wacana itu berupa : 1.
Sebuah percakapan atau dialog yang lengkap dari awal sampai akhir misalnya suatu obrolan singkat.
2.
Satu penggalan ikatan percakapan dalam rangkaian percakapan yang lengkap dan telah dapat menggambarkan sesuatu situasi, maksud, dan rangkaian pe nggunaan bahasa. Di sini disebutkan bahwa analisis wacana lebih melihat pesan atau teks komunikasi.
Melalui analisis wacana kita bukan hanya mengetahui bagaimana isi teks berita, tetapi juga bagaimana pesan itu disampaikan. Analisis wacana dikatakan sebagai alternatif, karena analisis wacana dapat melengkapi dan menutupi kelemahan dari analisis kuantitatif. Wacana teks media juga membutuhkan analisis intertekstualitas yang lebih ingin mengetahui hubungan antara teks dengan praktik wacana