BAB II PANDANGAN UMUM MENGENAI HAK ASASI MANUSIA A ...

43 downloads 611 Views 406KB Size Report
Pancasila, Kanisius, hlm 71. 14 Darwin Prinst,2001, Bandung , Sosialisasi dan Diseminasi Penegakkan Hak Asasi Manusia,. Citra Aditya Bakti, hlm.8. 15 Pasal  ...
BAB II PANDANGAN UMUM MENGENAI HAK ASASI MANUSIA A.

Pengertian Tentang Hak Asasi Manusia Pengertian tentang HAM telah mengalami proses yang begitu lama.

Dimulai dengan Magna Charta pada tahun 1215, hingga pada masa sekarang ini. Plato yang merupakan sumber sudut pandangan bagi konservatisme klasik dalam bukunya Politea-nya menyatakan bahwa HAM tidaklah sama , sehingga juga tidak ada persamaan kebebasan dan tentu saja tidak perlu usaha untuk menciptakan kondisi-kondisi materil yang sama 6. Hak adalah tuntutan yang dapat diajukan seseorang kepada orang lain sampai kepada batas-batas pelaksanaan hak tersebut. Hak asasi manusia adalah hak hukum yang dimiliki setiap orang sebagai manusia dan bersifat universal, serta tidak memandanng apakah orang tersebut kaya atau miskin, atau laki-laki maupun perempuan 7. Dimasukkannya hak asasi manusia ke dalam pasal 1 Piagam PBB, organisasi multinegara ini menginginkan masyarakat Internasional dan negaranegara akan pengertian Hak Asasi Manusia, bahwa pemahaman akan pengertian tentang HAM merupakan suatu landasan yang dapat memecahkan masalahmasalh di bidang ekonomi, sosial dan budaya. Pasal 1 Piagam PBB berbunyi:

6

George Sabine, A History of Political Theory, London Press, hlm.80

7

C.de Rover, 2000, Jakarta, To Serve and To Protect (Acuan Universal Penegakkan HAM).PT.RajaGrafindo Persada hlm.47.

Universitas Sumatera Utara

“Tujuan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah : Untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional............ Untuk memajukan kerja sama internasional dalam memecahkan masalah-masalah internasional di bidang ekonomi, sosial, budaya dan kemanusiaan dan menggalakkan serta meningkatkan penghormatan bagi hak asasi manusia dan kebebasan fundamental bagi semua orang tanpa pembedaan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama........”. Lebih jelas dalam pasal 55 dan 56 Piagam, menetapkan kewajiban hak asasi manusia yang pokok dari semua negara anggota PBB 8 John Locke menyatakan bahwa individu dikaruniai oleh alam, hak yang inheren atas kehidupan, kebebasan, dan harta yang merupakan milik mereka sendiri,d an tidak dapat dipindahkan atau dicabut oleh negara. 9. Selanjutnya John Locke menyatakan bahwa Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. 10 Hak manusia, hak asasi manusia atau hak dasar adalah sebutan yang diberikan kepada hak elementer yang dipandang mutlak perlu bagi perkembangan individu 11. Demikian bunyi awal memorandum Hak Asasi Manusia dan Politik Luar Negeri, yang diumumkan oleh

Kementeriaan Luar Negeri Kerajaan

Belanda. 8

Ibid, hal.54. John Locke, 1946, The Second Tretiseof Civil Government and A Letter Concerning Toleration, Oxford, Balacwell, hlm.46 10 Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat MADANI, Jakarta , Tim ICCE UIN, Kencana Prenada Media Group, hal.200 11 Ministry of Foreign Affairs of The Kingdom of the Netherlands, Human Rights and Foreign Policy memorandum disajiikan pada Lower House of the State of the Kingdom of the Netherlands pada 3 Mei 1979 oleh Menteri Luar Negeri dan Menteri Kerjasama Pembangunan, (Versi Bahasa Inggris), hlm.15 9

Universitas Sumatera Utara

Filosof politik Maurice Cranston, mengatakan Hak-Hak Asasi Manusia adalah sesuatu yang melekat pada semua orang setiap saat 12. Konsep dan pengertian Hak Asasi yang memberikan kriteria sebagai hak asasi dan kewajiban manusai dimuat secara konstitusional dalam UUD tahun1945 Republik Indonesia sebagai suatu rangkaian naskah yang terdiri dari Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan UUD tahun 1945. Dalam alinea pertama Pembukaan UUD 1945, disebutkan bahwa : “bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia haruus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. A. Gunawan Setiardjo memberikan pengertian tentang Hak Asasi Manusia, yakni hak-hak yang melekat pada manusia berdasarkan kodratnya. Jadi hak-hak yang dimiliki sebagai manusia dan HAM harus dipahami dan dimengerti secara universal. Memerangi atau menentang keuniversalan HAM berarti memerangi dan menentang HAM. 13 Sedangkan Darwin Prinst, memberikan rumusan HAM sebagai hak yang melekat Tuhan Yang Maha Esa dengan memberi manusia kemampuan membedakan yang baik dengan yang buruk (akal budi). Akal budi itu membimbing manusia menjalankan kehidupannya 14. Dalam pasal 1 (satu) Undang-Undang No 26 Tahun 2000 15 memberikan pengertian, bahwa HAM sebagai perangkat hak yang melekat pada hakikat dan 12

Peter R. Baehr, op.cit, hlm.3 A.Gunawan Setiardjo, 1993, Yogyakarta, Hak-Hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila, Kanisius, hlm 71. 14 Darwin Prinst,2001, Bandung , Sosialisasi dan Diseminasi Penegakkan Hak Asasi Manusia, Citra Aditya Bakti, hlm.8 15 Pasal 1 Undang-Undang No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. 13

Universitas Sumatera Utara

keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Pemahaman pengertian tentang HAM dapat memberikan definisi umum bagaimana sebenarnya hak asasi dan kebebasan, juga dapat memberikan perlindungan kepada setiap manusia. Yang mana disaat manusia itu melakukan kewajiban asasinya, ia berhak mendapatkan hak asasinya sebagai manusia Yang dapat digunakan sebagai pegangan tentang hak asasi manusia itu antara lain: 1. Hak asasi manusia itu sebagai ilmu pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran. 2. Hak asasi manusia itu sebagai suatu disiplin yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan-kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi. 3. Hak asasi manusia itu sebagai kaidah yaitu pedoman atau patokan perilaku yang pantas atau diharapkan. 4. Hak asasi manusia itu sebagai tata hukum yakni struktur atau proses seperangkat kaidah-kaidah hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta bentuk tertulis. 5. Hak asasi manusia sebagai petugas yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan pengakuan hukum. 6. Hak asasi manusia sebagai keputusan penguasa yakni hasil proses diskresi.

Universitas Sumatera Utara

7. Hak asasi manusia sebagai proses pemerintah yakni proses timbal balik antara unsur-unsur pokok dari sistem kenegaraan. 8. Hak asasi manusia sebagai perilaku tertulils. 9. Hak asasi manusia sebagai jalinan nilai-nilai yakni jalinan dari konsespsikonsepsi abstrak yang dianggap baik dan buruk. Sedangkan menurut W.J.S Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, hak-hak asasi itu adalah : “Asasi adalah berarti sesuatu yang pokok, yang menjadi dasar. Sedangkan hak adalah sesuatu yang benar, sungguh ada, kewenangan, milik atau kepunyaan, kekuataan/kekuasaan untuk menuntut yang benar ataupun berbuat sesuatu karena telah ditentukan oleh aturan undang-undang”. 16 Dengan kata lain hak asasi manusia itu telah dimiliki oleh manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran ataupun kehadiran nya dalam kehidupan bermasyarakat. Secara garis besar bahwa hak asasi manusia itu dapat dikatakan telah meliputi Hak Ekonomi, misalnya hak atas penghidupan yang layak, Hak Sosial dan Budaya, misalnya hak atas pendidikan, Hak Sipil dan Politik, misalnya hak untuk beragama dan hak untuk hidup serta hak-hak lainnya.

B.1. SEJARAH PERKEMBANGAN HAM DI DUNIA Pemikiran mengenai hak-hak asasi manusia di dunia Barat diperkirakan erat kaitannya pada pemikiran pada abad ke-XVII dan abad ke XVIII. Konsep mengenai hak suci raja (Dwine rights of kings) yang memberikan kesewenang16

W.J.S Poerwadarminta,” Kamus Umum Bahasa Indonesia”, PN Balai Pustaka, Jakarta,1976

Universitas Sumatera Utara

wenangan kepada raja untuk menjalankan pemerintahan secara absolut, mulai dipertanyakan keabsahannya karena dengan konsep demikin layak raja melakukan tindakan yang sewenang-wenang dan menjatuhkan hukuman tanpa adanya proses pengadilan dan membuat peraturan-peraturan berdasarkan apa yang dianggap baik bagi seluruh rakyatnya. Kaum cendikiawan mulai merasakan perlu adanya hubungan yang lebih rasional antara rakyat dan rajanya, bukan hanya melulu beranggapan bahwa raja adalah utusan Tuhan dan segala perintahnya tidak boleh dibantah, karena perintahnya adalah perintah Tuhan juga. Hubungan rasional itu adalah hubungan yang berupa kontrak antara raja dan rakyatnya, ini sesuai dengan suasana di Eropa yang pada saat itu dengan timbulnya perdagangan antar kerajaan , yang mana hubungannya dilaksanakan dengan adanya kontrak kerjasama. Banyaknya teori-teori yang lahir sehubungan dengan dipertanyakan keberadaan hak asasi manusia, ada teori yang menentang dan ada teori yang mendukung dengan keberadaan hak-hak asasi manusia. Seperti pendapat dari Aurice Cranston, seorang pengamat hak-hak asasi manusia mengatakan bahwa absolutisme manusia untuk menuntut hak-hak asasi manusia , atau hak alam ini justru karena manusia menyangkanya. Tetapi adapula sangkalan terhadap keberadaan daripada hak asasi manusia ini, seperti orang-orang konservatif dari Inggris, Edumund Burke dan David Hume yang bersatu dengan Jeremy Bentham yang beralliran liberal untuk mengutuk doktrin ini, mereka mengatakan bahwa kekhawatiran publik atas tuntutan-tuntutan terhadap hak-hak ilmiah akan menimbulkan pergolakan sosial dan keprihatinan terhadap adanya bahwa

Universitas Sumatera Utara

deklarasi dan proklamasi hak-hak ilmiah akan menggantikan perundang-undangan yang efektif. David Burke di dalam karyanya “Reflection on the Revolution in France (1970)” membantah bahwa Rights of Man dapat diturunkan dariNya, dia juga mengkritik para penyusun “ Declaration of the Rights of Man and Citizen” karena memproklamasikan fiksi yang menakutkan mengenai persamaan manusia yang menurutnya hanya berfungsi mengilhami ide-ide yang tidak benar dan harapan yang sia-sia pada manusia yang telah ditakdirkan untuk perjalanan kehidupan yang tidak jelas dan susah payah. Jeremy Bentham salah satu pendiri utilitarianisme dan seorang yang tidak percaya mengajukan argumennya yang mengatakan bahwa “hak adalah anak hukum-hukum imajiner, maka hak-hak alammiah itu adalah omong kosong semata, omong kosong diatas jangkauan dan omong kosong retorik”. David Hume setuju dengan pendapat Jeremy Bentham yang mana ia mengatakan bahwa hak-hak alamiah tersebut adalah fenomena metafisik belaka. Kemudian seorang idealis Inggris yang bernama F.H Bradley mengatakan bahwa “hak-hak asasi perorangan dewasa ini tidak perlu mendapat pertimbangan yang serius kesejahteraan komunitas merupakan tujuan dan merupakan standar akhir.

17

Teori di atas sangat menyesatkan, karena teori di atas menggangap bahwa manusia itu tidak mempunyai arti sama sekali, paham atas teori inilah yang akan

17

Burn H. Weston , Hak-hak Asasi Manusia , di dalam buku T.Mulya, Hak-Hak Asasi Manusia Dalam Masyarakat Dunia (Isu dan Tindakan ), Yayasan Obor Indonesia , 1993. (hlm 6-9).

Universitas Sumatera Utara

menimbulkan negara totaliter dan negara diktator. Karena di dalam teori ini memandang manusia sebagai objek dan tidak mempunyai arti apa-apa. Selanjutnya, pemikiran-pemikiran lain yang setuju atas eksisten dari filsuffilsuf yang beraliran liberalisme seperti John Locke (1632-1704), Hobbes (15881679), Montesquiue (1689-1755) dan Rosseau (1712-1778). Walaupun mereka mempunyai perbedaan penafsiran umum secara mendasar mereka membayangkan bahwa manusia hidup di dalam suatu keadaan alam (state of nature) dan memiliki hak-hak alam. Oleh karena perlu adanya suatu lembaga yang dapat menjamin terlaksananya dan langgengnya hak-hak alam manusia ini maka manusia mengadakan kontrak dengan suatu institusi atau lembaga yang dalam hal ini disebut sebagai negara dimana lembaga yang disebut negara diwakili oleh orangorang yang menamakan dirinya penguasa dan berdasarkan sosial ini, maka penguasa tersebut menjalankan pemerintahan yang bertujuan untuk melindungi hak-hak alam dari manusia tersebut, dengan adanya kontrak antara manusia dengan penguasa tersebuut, maka manusia memberikan sebagian dari haknya kepada penguasa tersebut dan penguasa memberikan peraturan-peraturan yang diikuti oleh manusia-manusia yang dalam hal ini disebut sebagai masyarakat, agar haknya dapat dilindungi. John Locke merumuskan dengan lebih jelas hak-hak alam itu yaitu hak atas hidup, kebebasan dan milik (life liberty and property) serta pemikiran bahwa penguasa itu mesti memerintah atas persetujuan rakyat (government by consent) , sedangkan Montesquie lebih menekankan perlu adanya pembagian kekuasaan sebagai sarana untuk menjamin adanya perlindungan terhadap hak-hak sipil. Yang

Universitas Sumatera Utara

teorinya lebih dikenal dengan Trias Politica. Pada zaman itu (abad ke17 dan 18), perumusan hak-hak tersebut sangatlah besar terpengaruhi oleh ide ataupun pemikiran tentang hukum alam (natur law) dan pemikiran yang dicoba oleh John Locke (1632-1741) tersebut dan Jean Jaques Rousseau (1712-1778) terlihat hanya terbatas pada hak-hak yang bersifat politis seperti persamaan hak, hak atas kebebasan dan lain-lain. Pada saat itu John Locke telah membuat pemisahan kekuasaan yaitu: 1. Kekuasaan Legislatif 2. Kekuasaan Eksekutif 3. Kekuasaan Federatif Hal ini bertujuan untuk adanya hak rakyat (hak asasi) rakyat di pemerintahan serta setiap orang tentu mendapat tempat yang sama dalam pemerintahan. Demikian juga halnya dengan Rosseau yang berpendapat bahwa manusia itu dilahirkan bebas dan merdeka, sederajat dan semua hasilnya adalah ditentukan oleh diri pribadi manusia tersebut seperti terdapat dalam bukunya “du contract social”. A.H Robertson dalam bukunya yang berjudul ‘Human Rights in The World” yang berbunyi : “ It is at the beginning of ninth that we see the first international texts relating to what we should now call a human rights problem. This problem was slavery”. 18

18

A.H Robertson, Human Rights In The World, Penerbit Gunung Agung, Jakarta,1984, hal 20.

Universitas Sumatera Utara

“Pada awal abad ke 19, kita mulai memperhatikan adanya ketentuan internasional yang berhubungan dengan problem hak-hak asasi manusia. Problem ini adalah perbudakan”. Sesuai dengan pernyataan di atas bahwa saat itu dunia ditarik perhatiannya terhadap dunia perbudakan pada abad ke 19 yang sudah jelas merupakan indikasi sebuah perampasan hak asasi manusia yaitu kemerdekannya. Realisasi dari adanya anti perbudakan ini telah berhasil dituangkan dalam penandatanganan undang-undang antiperbudakan dalam Konferensi yang diadakan di Brussel pada tahun 1890 yang telah diratifikasi oleh beberapa negara, termasuk oleh Amerika Serikat, Turki dan Zanzibar . Jalannya sejarah juga semakin diperkaya dengan keluarnya German-Polish Convention on Upper Silesia pada tanggal 15 Mei 1992, yaitu tentang Perlindungan Hak-Hak Asasi terhadap Golongan Minoritas. A.H Robertson kembali dalam bukunya yang sama mengatakan: “Generally speaking these various arrangements for the protection of the rights of minorities provided for equality before the law in regard to civiil and political rights , freedom of religion, the right of members of the minorities to use their own language and the right to maintain their own religious and educational establishment” 19 “Secara umum dapat dikatakan bahwa berbagai macam usaha-usaha ini untuk perlindungan terhadap hak-hak golongan minoritas dalam hak-hak sipil dan politik , kebebasan dalam beragama, hak dari golongan minoritas untuk menggunakan bahasa mereka dan hak untuk beragama serta pembangunan terhadap pendidikan”. Akan tetapi menjelang abad ke-20, dimana manusia itu semakin bertambah pengetahuan, kearifan maupun kesadarannya akan hak, kewajiban, dan hukum, mulai merasakan bahwa hak-hak politik saja kuranglah sempurna. 19

A.H Roberston, Ibid, hal.21.

Universitas Sumatera Utara

Manusia mulai memikirkan adanya batasan akan beberapa hak-hak lain yang lebih luas ruang lingkupnya. Presiden Franklin D.Roossevelt dari Amerika Serikat telah berhasil merumuskan hak-hak tersebut dengan istilah “The Four Freedom” atau empat kebebasan yaitu kebebasan unutk berbicara dan menyatakan pendapat, kebebasan beragama, kebebasan dari ketakutan dan kebebasan dari kemelaratan. Namun demikian permasalahan mengenai hak-hak asasi manusia ini perlu dibicarakan di tahun-tahun sebelumnya di Inggris dengan ditandatanganinya Magna Charta tahun 1215, antara Raja John dengan sejumlah bangsawan yang memberikan jaminan terhadap hak kepada mereka yang antara lain mencakup hak-hak politik dan sipil yang mendasar, seperti tidak akan dipenjarakan tanpa pemeriksaan di forum peradilan dan hanya berlaku bagi para bangsawan. Pergerakan ini berlanjut di tahun 1628, masih di negara yang sama yaitu Inggris raja Charles I yang pada saat tiu adalah sebagai Raja Inggris, menandatangani Petition of Rights. Hasilnya adalah Raja Charles I duduk bersama utusan-utusan atau para wakil rakyat di parlemen (House of Common) dalam menjalankan tujuan negara. Petition of Rights merupakan kewenangan bagi pihak rakyat. Karena diberikan kesempatan untuk turut serta bersama raja Inggris dalam menjalankan tugas kenegaraan, dan diberikan kesempatan untuk menyampaikan aspirasi para rakyat melalui utusan yang dipilih. Lahirnya Petition of Rights memacu perkembangan pemikiran masyarakat di Inggris, bahwa manusia terlahir bebas dan memiliki sejumlah hak. Pada tahun

Universitas Sumatera Utara

1689, lahirlah Bill of Rights. Hal ini timbul, karena pada saat itu terjadi Revolusi Gemilang (Glorius Revolution) di Inggris. Timbulnya pandangan (Adagium) bahwa manusia sama di muka hukum (equality before the law) pada masa revolusi gemilang 20. Dan hal ini harus dapat diwujudkan betapapun besar resiko yang dihadapi. Bill of Rights menundukkan kekuasaan monarki di bawah kekuasaan parlemen, dengan menyatakan bahwa kekuasaan raja untuk membekukan dan memberlakukan sesuai dengan yang diklaim raja adalah ilegal, juga melarang pemungutan pajak dan pemeliharaan tetap pasukan pada masa damai oleh raja tanpa persetujuan parlemen. Perkembangan sejarah HAM ini melahirkan beberapa teori seperti teori kontrak sosial oleh J.J Rosseau, teori Trias Politica oleh Montesquieu, teori Hukum Kodrati oleh John Locke, dan hak-hak dasar kebebasan dan persamaan oleh Thomas Jefferson di Amerika Serikat. 21 Dua dokumen dasar yang paling penting bagi hak-hak asasi manusia lahir di dunia Barat. Yang pertama adalah Undang-Undang Hak Virginia tahun 1776, yang dimasukkan ke dalam Undang-Undang Dasar Amerika Serikat pada tahun 1789. Dan yang kedua adalah Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara Perancis tahun 1789. 22 Kedua dokumen dasar tersebut memuat sederetan hak-hak asasi manusia dalam arti kebebasan individu. Seperti Undang-Undang Hak Virginia yang

20

Op.cit , hlm.203 Masyhur Effendi, Dimensi dan Dinamika Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional dan Internasional, 1994, Jakarta, Ghalia Indonesia, hlm.35 22 Op.cit. hlm.5 21

Universitas Sumatera Utara

memuat kebebasan antara lain kebebasan pers, kebebasan beribadat, dan ketentuan yang menjamin tidak dapat dicabutnya kebebasan seseorang kecuali berdasarkan hukum setempat atau pertimbangan warga sesamanya. Deklarasi Perancis pada pasal 2 menyatakan bahwa sasaran setiap asosiasi politik adalah pelestarian hak-hak manusia yang kodrati dan tidak dapat dicabut. Hak-hak ini adalah hak atas kebebasan (liberty), harta (property), keamanan (safety), dan perlawanan terhadap penindasan (resistance to oppression). Pasal 4 Deklarasi Perancis menyatakan bahwa kebebasan berarti dapat melakukan apa saja yang tidak dapat merugikan orang lain. Jadi, pelaksanaan hakhak kodrati manusia tidak dibatasi, kecuali oleh batas-batas yang menjamin pelaksanaan hak-hak yang sama bagi anggota masyarakat lain dan batas-batas ini hanya ditetapkan oleh undang-undang. Hak-hak ini banyak didasarkan pada tulisan-tulisan para filsof politik seperti John Locke, Montesquieu, dan Jean Jacques Rousseau. 23 Setelah melewati berbagai revolusi dan begitu banyak deklarasi yang dinyatakan oleh beberapa negara maupun melalui konferensi internasional., maka kedudukan Hak Asasi Manusia menjadi sangat penting dan menentukan dalam kehidupan ini. Dapat dilihat bahwa tidak ada satupun manusia yang ingin dibelenggu maupun berada di bawah kekuasaan seseorang dengan cara paksa (diperbudak). Berdasarkan

berbagai kejadian di dunia terutama setelah apa yang

dilakukan oleh Nazi, maka negara-negara di dunia yang

tergabung dalam

23

Walter Laqueur dan Barry Rubin, 1989, New York, The Human Rights Reader, New York American Llibrary, edisi revisi, hlm.59

Universitas Sumatera Utara

Perserikatan Bangsa-Bangsa merasa bahwa Hak Asasi Manusia adalah bagian yang terpenting. Dalam pasal 1 (satu) dan 2 (dua) Piagam PBB memang diakui tentang keberadaan HAM. Namun perlu diadakan penyempurnaan terhadap apa yang diatur dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan, seperti perlunya menyusun Bill of Rights International (dikenal dengan istilah Truman) setahun setelah Piagam PBB diberlakukan. Tugas menyusun Bill of Rights International (pernyataan tertulis yang memuat hak-hak terpenting warga negara) itu diserahkan kepada komisi HAM (Commission of Human Rights atau disebut CHR) 24. Yaitu komisi yang bernaung dari ECOSOC atau Economic and Social Council (Dewan Sosial dan Ekonomi PBB). Komisi ini terdiri atas wakil-wakil negara, dimana diputuskan bahwa katalog HAM hendaknya berbentuk sebuah Revolusi Majelis Umum PBB. Inilah sejarah dan latar belakang lahirnya hak-hak asasi manusia di Perserikatan BangsaBangsa (PBB). ECOSOC kemudian membentuk Komisi Hak-Hak Asasi Manusia atau CHR pada tahun 1946

25

. Komisi ini dipimpin oleh Eleanor Roosevelt dari

Amerika Serikat dan berkedudukan di Jenewa. Sejarah HAM ini kemudian berlanjut pada tanggal 10 Desember 1948, Majelis Umum PBB yang menyetujui dan mengumumkan Deklarasi Sedunia tenntang Hak Asasi Manusia atau lebih dikenal dengan Universal Declaration of Human Rights di Palais de Chaillot, Paris. Deklarasi sedunia ini sifatnya hanya

24

http: www.UN.org/Economic and Social/ Commision of Human Rights. C.de. Rover. C,2000, Jakarta, To Serve and Protect (Acuan Universal Penegakkan HAM), PT. RajaGrafindo Persada, hlm.67 25

Universitas Sumatera Utara

mengikat secara moral dan etis seluruh anggota PBB maka secara yuridis masih diperlukan perjanjian sebagai hasil keputusan PBB 26

2. SEJARAH PERKEMBANGAN HAM DI INDONESIA Indonesia adalah negara berdasarkan hukum bukan berdasarkan atas kekuasaan, hal ini dapat kita lihat dengan tegas di dalam penjelasan UUD tahun 1945. Dalam negara hukum mengandung pengertian setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum, tidak ada satu pun yang mempunyai kekebalan dan keistimewaan terhadap hukum. Salah satu tujuan hukum adalah untuk menciptakan keadilan di tengahtengah pergaulan masyarakat, sedangkan keadilan adalah salah satu refleksi dari pelaksanaan hak asasi manusia dan hukum adalah keterkaitan yang erat, karena dalam pelaksanaan hak asasi manusia. Keterkaitan antara hak asasi manusia dan hukum adalah keterkaitan yang erat, karena dalam pelaksanaan hak asasi manusia adalah masuk ke dalam persoalan hukum dan harus diatur melalui ketentuan hukum. Dalam negara kesatuan RI sumber dari tertib hukum adalah Pancasila artinya dalam pembuatan suatu produk hukum haruslah berlandaskan dan sesuai dengan kaedah Pancasila. Sebagai suatu falsafah bangsa Pancasila juga memberikan warna dan arah, bagaimana seharusnya hukum itu diterapkan pada masyarakat sehingga terciptanya suatu pola hidup bermasyarkat sesuai dengan hukum dan Pancasila.

26

Hadi Setia Tunggal, 2000, Jakarta, Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Hak-Hak Asasi Manusia, Haravindo, hlm.5

Universitas Sumatera Utara

Mengenai persoalan hak asasi manusia dalam pandangan Pancasila bahwa manusia sebagai mahkluk Tuhan ditempatkan dalam keluhuran harkat dan martabatnya dengan kesadaran mengemban kodrat sebagai mahluk individu dan mahkluk sosial yang dikaruniai hak, kebebasan dan kewajiban asasi di dalam kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat haruslah mewujudkan keselarasan hubungan: 1. antara manusia dengan penciptanya. 2. antara manusia dengan manusia. 3. antara manusia dengan masyarakat dan negara. 4. antara manusia dengan lingkungannya. 5. antara manusia dalam hubungan antar bangsa. 27 Maka dapat dilihat kritetia hak asasi manusia menurut Pancasila adalah hak dan kewajiban asasi manusia, dimana hak dan kewajiban asasi ini melekat pada manusia sebagai karunia Tuhan yang mutlak diperlukan dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat dan bernegara berdasrkan Pancasila dan UUD tahun 1945. Di samping Pancasila sebagai landasan filosofis, perlu dilihat UUD tahun 1945 sebagai landasan konstitusional. Dalam membicarakan UUD tahun 1945 haruslah melihat secara keseluruhan artinya melihat UUD tahun 1945 dari pembukaan, batang tubuh dan penjelasannya. Pembukaan UUD tahun 1945 merupakan sumber motivasi, sumber inspirasi cita-cita hukum, cita-cita moral sebagai staatsfundamental norm Indonesia.

27

Issanuddin SH, Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam Peningkatan SDM menyonsong PJP II ditinjau dari aspek Tata Negara, USU FH,1994, hal 19.

Universitas Sumatera Utara

Thomas Hobbes

mengatakan

bahwa 28

“setiap bangsa cenderung

mempertahankan kehidupannya, sehinggga semua kegiatan manusia dan masyarakat manusia digerakkan oleh naluri dasar untuk mempertahankan hidup serta harkat dan martabatnya sebagai manusia dan bangsa”. Pandangannya ini sesuai dengan bangsa Indonesia yang telah menentukan jalan hidupnya sendiri sejak tanggal 17 Agustus 1945 sebagai tonggak sejarah dan indikasi bahwa Indonesia telah melaksanakan prinsip-prinsip HAM, bahkan Indonesia telah melaksanakan prinsip-prinsip HAM, bahkan berperan aktif dalam kancah internasional baik di dalam maupun di luar forum PBB. Peran Indonesia dalam perjuangan hak asasi internasional sejalan dengan tekad bangsa Inodnesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD tahun 1945 untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia, Indonesia telah aktif dalam usaha menegakkan penghormatan hak-hak asasi manusia di forum internasional sesuai dengan prinsip-prinsip PBB. Salah satu peran aktif di Indonesia yang penting, setelah diterimanya Universal Declaration of Human Rights oleh negara-negara yang tergabung dalam PBB tahun 1948, adalah diselengarakannya Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955 yang menghasilkan Deklarasi Bandung yang memuat pernyataan sikap negara-negara peserta bertekad untuk menjunjung tinggi : 1. penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia yang sesuai dengan tujuan dan prinsip-prinsip Piagam PBB, 2. penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas teritorial semua negara, 28

Lihat Sorjanto Poespowardojo, Filsafat Pancasila sebuah Pendekatan Sosio-Budaya, PT.Gramedia, Jakarta,1991,hal 22.

Universitas Sumatera Utara

3. pengakuan atas persamaan derajat semua ras dan semua bangsa besar dan kecil 4. tidak akan melakukan intervensi dan mempengaruhi urusan dalam negari lain, 5. penghormatan atas hak setiap bangsa untuk mempertahankan dirinya baik secara sendiri-sendiri maupun kolektif sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Piagam PBB, 6. menghindarkan diri dari penggunaan cara pertahanan kolektif untuk kepentingan tertentu dari sikap kekuatan besar dan menghindarkan diri dari tindak melakukan tekanan terhadap negara lain, 7. menahan diri dari tindakan-tindakan atau penggunaan kekerasan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik setiap negara., 8. menyelesaikan segala sengketa internasional dengan cara damai seperti negoisasi, konsiliasi, arbitrase atau pengadilan serta cara-cara lain yang dipilih oleh para pihak sesuai dengan ketentuam Piagam PBB, 9. menjunjung tinggi kepentingan timbal balik dan kerjasama internasional. 10. menghormati prinsip keadilan dan kewajiban-kewajiban internasional. Bagi bangsa Indonesia pelaksanaan HAM telah tercermin di dalam Pembukaan UUD tahun 1945 dan batang tubuhnya yang menjadi hukum dasar tertulis dan acuan untuk setiap peraturan hukum yang di Indonesia. Prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pembukaan UUD tahun 1945 telah digali dari akar budaya bangsa yang hidup jauh sebelum lahirnya Deklarasi HAM Internasional (The Universal Declaration of Human Rights 1948). Di dunia ini terdapat perbedaan-perbedaan yang menyolok di berbagai bidang seperti di tingkat internasional dikenal negara maju, negara berkembang

Universitas Sumatera Utara

dan negara miskin, negara adikuasa dengan dunia ketiga, negara liberal dengan negara komunis dan di tingkat nasional pun terdapat hal-hal yang berbeda. Dalam konterks Pembukaan UUD tahun 1945 dapat dililhat bahwa bersirinya Negara Republik Indonesia adalah hasil perjuangan untuk menegakkan HAM Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang merdeka. Pembukaan UUD tahun 1945 dengan jelas mencerminkan tekad bangsa Indonesia untuk menjunjung tinggi HAM dari penindasan penjajah “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Sesuai dengan rumusan yang tertulis secara eksplisit dan berdasarkan pandangan hidup dalam masyarakat Indonesia tekad melepaskan diri dari penjajahan itu akan diisi dengan upaya-upaya mempertahankan eksistensi bangsa dengan: 1.

Membentuk pemerintahan Negara Indonesia yang melilndungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,

2.

Memajukan kesejahteraan umum,

3.

Mencerdaskan kehidupan bangsa,

4.

Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Tujuan tersebut dilandasi oleh falsafah hukum yang menjadi landasan hak dan kewajiban asasi seluruh warga negara Indonesia yaitu Pancasila. Pancasila adalah dasar yang melandasi segala hukum dan kebijaksanaan yang berlaku di negara Republik Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

Hal ini berarti Pancasila menjadi titik tolak pikir dan tindakan termasuk dalam merumuskan semua peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi HAM. Karena Pancasila merupakan akar filosofis jiwa dan budaya bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku yang memiliki berbagai macam corak budaya. Dasar-dasar pemikiran dan orientasi Pancasila pada hakekatnya bertumpu pada dan nilai-nilai yang terdapat dalam budaya bangsa. Kebudayaan bangsa tersebar di seluruh kepulauan Indonesia yang terdiri dari kebudayaan tradisional yang telah hidup berabad-abad, maupun kebudayaan yang sudah modern yang telah berakulturasi dengan kebudayaan lain. Selain itu, Pancasila juga mempunyai nilai historis yang mencerminkan perjuangan bangsa Indonesia yang panjang dengan pengorbanan baik harta maupun jiwa sejak berdirinya Budi Utomo pada permulaan abad XX (tahun 1908)yang diikuti dengnan berbagai peristiwa sejarah dalam upaya melepaskan diri dari belunggu penjajahan. Perjuangan yang memperlihatkan dinamika bangsa yang memberikan khas corak yang khas bagi Pancasila sebagai pencerminan bangsa yang ingin kemerdekaan dan kemandirian. Maka Pancasila harus dipegang teguh sebagai prinsip utama. Kebebasan dasar dan hak-hak dasar yang disebut HAM yang melekat pada manusia secara kodrati sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak tersebut tidak dapat diingkari. Dilihat dari pilihan yang telah ditetapkan bersama terutama dari Bapak Pendiri Bangsa (The Founding Father) yang bercita-cita terbentuknya negara hukum yang demokratik, maka jiwa atau roh negara hukum demokratik tersebut ada sejauh mana hak asasi itu dijalani dan dihormati. Apabila dilihat UUD sebelum diamandemen, hak asasi tidak tercantum dalam suatu piagam yang

Universitas Sumatera Utara

terpisah melainkan tersebar dalam beberapa pasal. Jumlahnya terbatas dan diumumkan secara singkat. Karena situasi yang mendesak pada pendudukan Jepang tidak ada waktu untuk membicarakan HAM lebih dalam. Lagipula, waktu UUD 1945 dibuat Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB belum lahir, HAM diatur di Pembukaan UUD 1945 yang kemudian dijabarkan dalam Batang Tubuh yaitu pasal 26, pasal 27, pasal 28, pasal 29, pasal 30, pasal 31, pasal 33, dan pasal 34. 29 Dari kajian pasal-pasal tersebut dikemukakan: 1. HAM itu meliputi baik yang bersifat klasik maupun yang bersifat sosial. HAM/ warganegara yang bersifat klasik terdapat dalam pasal 27 ayat (1), pasal 28, pasal 29 ayat (2). Yang bersifat sosial dirumuskan dalam pasal 27 ayat (2), pasal 31 ayat (1) dan pasal 24. Sedangkan rumusan dalam pasal 30 tidak termasuk dalam HAM yang klasik maupun yang sosial. Dengan demikian HAM yang timbul karena hukum (legal rights). 2. HAM yang berkenaan dengan semua orang yang berkedudukan sebagai penduduk tidak dirumuskan dengan hak melainkan dengan kemerdekaan. Contohnya bunyi pasal 28 dan pasal 29 ayat (2). 3. HAM yang berkenaan dengan warga negara Indonesia dengan tegas dikatakan “tidak”. Hal ini dapat dibaca dalam pasal 27 ayat (2), pasal 30 ayat (1) dan pasal 31 ayat (1). 4. Sebagian besar rakyat masih dalam keadaan serba kurang (pendidikan dan kebutuhan hidup)

29

Krisna Harahap, HAM dan Upaya Penegakannya di Indonesia, Bandung, PT Grafika Budi Utomo,2003, hlm 8.

Universitas Sumatera Utara

5. Belum/ tidak adanya hukum atau peraturan positif aplikasi dalam kehidupan bernegara. HAM di Indonesia sebagai pemikiran paradigma tidaklah lahir bersamaan dengan Deklarasi HAM PBB 1948. Bahwa HAM bagi bangsa Indonesia bukan barang asing terbukti dengan terjadinya perdebatan yang terjadi dalam sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Sidang periode pertama BPUPKI terbagai dua yaitu, pertama berlangsung dari tanggal 19 Mei 1945 hingga 1 Juni 1945. Sidang periode kedua diselenggarakan pada tanggal 10 sampai 16 Juli 1945. Sidang I BPUPKI mendengar pidato Soekarno, Muhammad Yamin, Soepomo, Muhammad Hatta terlihat perbedaan pandangan mereka mengenai konsep-konsep “kebebasan” seperti di negara Barat. Di lain pihak, Muhammad Hatta khawatir jika jaminan kebebasan tidak dicantumkan dalam UUD, hak-hak masyarakat tidak akan ada artinya dihadapan negara. Kemudian masih pada masa sidang II, terjadi perdebatan langsung antara para tokoh tersebut. Dalam rancangan undang-undang dasar yang sedang dibahas pada waktu itu Muhammad Hatta tidak menemukan pasal tentang HAM dan kebebasan, karena itu beliau angkat bicara,” Saya menginginkan pasal-pasal yang mengakui HAM”. Namun Soepomo menapik Muhammad Hatta, pasal-pasal tersebut tidak perlu ada karena hanya akan memberikan peluang kepada paham individualisme, perseorangan, padahal kita ingin kekeluargaan, katanya. Dalam perdebatan ini, Soepomo didukung oleh Soekarno sedangkan Muhammad Hatta didukung oleh Muhammad Yamin.

Universitas Sumatera Utara

Akhirnya para pendiri Republik Indonesia denagn jiwa besar setuju untuk kompromi. Maka lahirlah pasal 27, pasal 28 dan pasal 29 UUD tahun 1945. Proses perumusan tersebut sekaligus menunjukkan bahwa sejak awal pendekatan musyawarah mufakat sudah muncul sebagai fakta-fakta sejarah yang menyangkut proses penyusunan pasal 28 UUD tahun 1945 diungkapkan oleh Muhammad Yamin. Di Indonesia HAM telah mendapat tempat dan diatur di dalam : 1. UUD tahun 1945 2. Tap MPR No XVII/MPR/1998 tentang HAM 3. Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang HAM 4. Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 5. Undang-Undang No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM 6. Konvensi Internasional Anti Apartheid dalam Olahraga yang diratifikasi dengan Keputusan Presiden No. 48 tahun 1993 tanggal 26 Mei 1993 7. Konvensi tentang Hak-Hak Anak tahun 19998 yang diratifikasi dengan Keputusan Presiden No. 36 tahun 1990 tanggal 25 Agustus 1990 8. Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan tahun 1979 yang diratifikasi dengan Undang-Undang No. 7 tahun 1984 tanggal 24 Juli 1984. 9. Konvensi tentang Hak-Hak Politik Kaum Wanita tahun 1953 yang diratifikasi dengan Undang-Undang No. 68 tahun 1998. 10. Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman yang Kejam secara Tidak Manusiawi dalam Merendahkan Martabat Manusia

Universitas Sumatera Utara

Lainnya tahun 1984 yang diratifikasi dengan Undang-Undang No. 5 tanggal 24 September 1998. 11. Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial yang diratifikasi dengan Undang-Undang No. 29 tanggal 25 Mei 1999. Sehubungan dengan hak-hak diatas untuk menciptakan dan mencapai citacita yang diinginkan oleh Bapak Pendiri Negara kita maka perlulah ada pengaturan mengenai HAM itu sendiri yang mana dapat dilihat sebagai berikut: 1. Dalam Pancasila a. Ketuhanan Yang Maha Esa Kesadaran masyarakat Indonesia akan perbedaan agama yang terdapat dalam kesehariannya dikembangkan dengan adanya toleransi antar umat beragama dan juga hormat menghormati antara pemeluk agama aliran kepercayaan yang berbeda-beda. b. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab Dengan sila ini, manusia diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang sama derajat yang sama hak dan kewajibannya tanpa membedakan suku, agama dan kepercayaan dan jenis kelamin. c. Persatuan Indonesia Dalam sila ini manusia menempatkan persatuan dan kesatuan serta kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi dan golongan.

Universitas Sumatera Utara

d. Kerakyatan

yang

Dipimpin

oleh Hikmat

Kebijksanaan dalam

Permusyawaratan Perwakilan Dalam sila ini manusia Indonesia sebagai warga negara mempunyai kedudukan hak dan kewajiban yang sama. Hal ini tampak jelas dari sistem perwakilan rakyat. e. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia Dengan sila ini maka mansuia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial. 2. Hak-Hak Asasi Manusia dalam UUD tahun 1945 UUD tahun 1945 sudah memuat beberapa hak asasi manusai baik dalam Pembukaan maupun dalam Batang Tubuh. Di dalam pembukanya yaitu mulai dari alinea I sampai alinea IV semuanya mengatur tentang HAM, sedangkan dalam Batang Tubuh UUD tahun 1945 HAM diatur dalam pasal : a. Dalam pasal 1 ayat (1) dikatakan bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat

dan

dilakukan

sepenuhnya

oleh

MPR.

Ketentuan

ini

mengandung pengertian bahwa negara kita adalah negara yang demokratik negara yang tidak mengakui absolutisme yaitu bersifat sewenang-wenang oleh sebab itu ketentuan ini mengakui hak manusia. b. Dalam pasal 27 ayat (1) yaitu pasal yang menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia. Pasal ini menentukan persamaan hak di depan hukum dan pemerintahan, persamaan untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Universitas Sumatera Utara

c. Pasal 28 yaitu yang mengatur kebebasan untuk berkumpul, berserikat dan mengeluarkan pendapat. 3. HAM dalam peraturan perundang-undangan yaitu: a. Dalam KUHP yaitu hak manusia tercantum dengan dianutnya asas legalitas. b. Dalam BW yang terdapat dalam pasal 1 ayat (2) anak yang di dalam kandungan seorang perempuan dianggap telah dilahirkan bilamana kepentingan si anak menghendakinya. c. UU No. 14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman d. UU No. 8 tahun 1981 yaitu KUHAP yang mengatur tentang perlindungan HAM misalnya bantuan hukum, ganti ruhi maupun rehabilitasi. e. UU No 9 tahun 1986 yaitu Pengadilan Tata Usaha Negara, di dalam undang-undang ini pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi juga terdapat pengaturan dalam pasal 4 yang menyatakan bahwa PTUN adalah salah satu pelaksanaan kekuasaan bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa TUN (Tata Usaha Negara). f. UU No 39 tahun 1999 tentang HAM g. UU No. 26 tahun 2000 tentang Peradilan terhadap Pelanggaran HAM. Demikianlah perkembangan sejarah HAM di Indonesia dan pengaturan yang dibuat dalam rangka untuk menegakkan masyarakat damai dan sejahtera.

C. Sejarah Negara Myanmar dan Aung San Suu Kyi

Universitas Sumatera Utara

Myanmar atau dahulunya dikenali sebagai Burma ialah sebuah negara di Asia Tenggara yang juga merupakan anggota dari organisasi regional yaitu ASEAN. Negara ini merdeka pada tanggal 4 Januari 1948 dari kekuasaan Inggris. Myanmar di sebelah Barat berbatasan dengan Bangladesh, India, dan Teluk Benggala di sebelah Timur berbatasan denngan Laos, Thailand, dan China, di sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Andaman, dan sebelah Utara berbatasan dengan Cina. Wilayah Myanmar masih didominasi oleh areal hutan. Hampir 52 % wilayahnya masih berupa hutan yang banyak menghasilkan kayu. Di kawasan dataran rendah banyak digunakan sebagai lahan pertanian. Pada masa lalu, Myanmar merupakan negara penghasil beras utama di wilayah Asia Tenggara, namun saat ini seiring dengan kemajuan pertanuan di berbagai negara, Myanmar menempati urutan keenam sebagai negara penghasil beras di Asia Tenggara. Penduduk Myanmar merupakan keturunan dari ras Mongol, selebihnya adalah keturunan dari India dan Pakistan. Hampir 75% dari mereka bekerja di sektor pertanian dan banyak yang tinggal di desa. Penduduk Myanmar yang tinggal di kota pada umumnya mendiami tiga kota utama, yaitu Yangoon, Pagan dan Mandalay. 30 Sejarah Modern Myanmar bermula pada tahun 1948, ketika negeri itu memperoleh kemerdekaan dari Inggris sesudah lebih dari seabad di bawah pemerintah kolonial.

Myanmar adalah negara yang perekonomiannya bertulang punggung dari pertanian, yang didominasi oleh hasil panen tunggal yaitu beras. Beras yang dimaksud disini adalah yang masih dalam sekam atau 30

yang sudah digiling,

Mengerjakantugas.blogspot.com/2009/05

Universitas Sumatera Utara

sedangkan istilah padi digunakan untuk menyebut beras yang masih berkulit dan tidak digilling. 31 Mata uang Myanmar adalah Kyat(K). Nilai kurs resminya kirakira K 7,5 = US $1. Pendapatan perkapota Myanmar di bawah US $200 dan merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang yang termiskin di dunia. Penduduk Myanmar berjumlah 42,1 juta jiwa. Walaupun memiliki sumber daya alam dan rakyat dapat baca tulis, dalam persentase yang relatif tinggi sejak tahun 1987 Myanmar secara resmi memperoleh status Negara paling kurang berkembang. 32 Dewasa ini Myanmar terpaku ditempa tanpa arah yang jelas terlihat. Dalam keadaan yang demikian ada sesuatu di masa depan yang member harapan selain pemilu yang dilaksanakan pada tahun 1990. Tetapi sesudah pemilu berlangsung, apapun hasil kesudahannya , siapapun yang menang negeri itu tetap berada dalam keadaan “Senin Kamis” 33. Pemberontakan, revolusi, revisi konstitusional bahkan juga pemilu merupakan cara perubahan politik yang sering kali digunakan oleh para pemimpin untuk mengikis rintangan di masa silam dan merancang cara baru untuk meraih keuntungan pribadi atas nama kemasyarakatan umum. Kudeta yang terjadi pada Myanmar pada tanggal 18 September 1988 dilakukan oleh Menteri Pertahanan, Jenderal Saw Maung, Pemerintah Junta Militer mengekang dan akhirnya memenjarakan para penentang yang utama 31

Mya Than dan Joseph L.H Tan, “Transisi Ekonomi 1990-an (Tantangan dan Dilema Myanmar) Lembaga Penelitian Ekonomi dan Sosial (LP2ES),1987, hal 117. 32 Ibid, hal 166. 33 Ibid , hal 254.

Universitas Sumatera Utara

melalui peraturan yang dikeluarkan oleh SLORC (Dewan Pemulihan UndangUndang Negara dan Ketertiban) dan sekretarisnya yaitu Brigjen Khin Nyunt, Direktur Dinas Rahasia. Setengah abad yang silam, kedua patriot muda yaitu Saw Maung dan Khin Nyunt adalah di antara tiga puluh sahabat yang memimpin gerakan kemerdekaan melawan Inggris setelah. Setelah pembunuhan Jenderal Aung San pada tahun 1947 dan diikuti menyusulnya pembelotan beberapa satuan tentara utama pada tahun 1948-1950. Ia

memegang

kekuasaan

dan

mengendalikan

Negara

dengan

memperhatikan sisa-sisa Tatmadaw (militer) melawann pemberontakan suku dan kaum komunis. Pada awalnya, U Ne Win memandang warga Negara Myanmar sebagai orang yang terakhir bebas, tetapi sedikit demi sedikit ia merubah dan menganggap rakyatnya sebagai massa yang mengancam, yang tidak mampu memerintah diri sendiri. Selanjutnya ia memerintah dengan kejam untuk menyelamatkan rakyatnya dari ancaman mereka sendiri. Kapitalisme imperialism asing (orang Inggris, Amerika, Jepang) di samping itu juga raksasa komunis petualang (China dan Uni Sovyet) dan kekuatan social ekspansi (India) adalah senjata yang sering digunakan untuk mengabsahkan pengendalian yang semakin ketat yang ditujukan untuk melindungi rakyat dari “Kaum Pemeras” Internasional. Tampaknya suatu rencana untuk mempertahankan dan kemudian mengalihkan kekuasaan kepada mereka yang sepadan tumbuh di

Universitas Sumatera Utara

kalangan BSPP (Partai Program Sosialis Burma) dan sekarang kepada Tatmadaw sebagaimana yang dijadikan patokan atau pedoman oleh pemimpin SLROC. Kebanyakan orang Myanmar kelas menengah cenderung mendukung putri Jenderal Aung San Suu Kyi. Dalam era pasca Ne Win, para perwira Tatmadaw harus memilih apakah mereka akan bergabung dengan unsure-unsur sipil dalam membentuk koalisi antara militer dan pahlawan sipil atau apakah mereka akan tetap melanjutkan praktek lama yang menyebabkan Myanmar hampir ambruk dan karenanya menghina diri sendiri. Partai Komunis Burma yang pernah menjadi partai tangguh yang pada tahun 1968 hancur dalam pertempuran yang ganas di antara mereka sendiri, kembali dibina dengan bantuan China yang sekali lagi menghancurkan diri sendiri pada bulan April 1989 menyusul pertarungan mati-matian antara satuan yang didominasi oleh kelmpok Wa dengan komando puncak China Burma. Myanmar yang memiliki kekayaan dan kebudayaan dan tradisi masyarakat yang beraneka ragam membuat Myanmar memerlukan penataan politik baru. Masyarakat di bawah raja yang mayoritasnya adalah orang desa, baik dari golongan minoritas ataupun orang Burma yang tidak mesra hubungannya dengan pemerintah. Sebagai akibatnya, walaupun gerakan nasionalis berkeras mendesak Inggris agar mengadakan pembaharuan politik sebelum perang, namun kemerdekaan yang baru terwujud pada tahun 1948 bertumpu pada landasan yang amat goyah. Parlemen dan sistem partai sebelum perang yang baru dibentuk

Universitas Sumatera Utara

berpolakan pada sistem yang ada di India. Kepemimpinannya tidak bermodelkan kepemimpinan asli pribumi. Telah banyak terjadi perubahan yang cepat dan dinamis di sektor politik , sosial dan ekonomi di Uni Myanmar, sejak pemerintahan yang sekarang. The State Law and Order Restoration Committee (SLROC) mengambil alih kekuasaan dari Partai Program Sosialis Burma (BSPP) pada September 1988. Perubahan penting yang terbesar adalah keputusan pemerintah untuk beralih dari sosialis ke kapitalisme dengan penghapusan “Sosialis Gaya Burma” lebih lanjut lagi kata “Republik Sosialis” dalam sebutan resmi Negara itu dihapus sehingga Burma menjadi “Uni Myanmar” atau “Myanmar Naing Ngan”. 34 Dewan Pemulihan Hukum dan Ketertiban Negara (SLROC) yang dipimpin oleh militer Myanmar, merebut kekuasaan setelah menumpas pemeberontakan pro demokrasi pada tahun 1988. Pada tahun 1988 telah terjadi peristiwa demonstrasi mahasiswa di sebuah warung teh, yang kemudian meluas menjadi demonstrasi menentang pemerintahan rejim milliter yang digerakkan oleh para pendukung pro demokrasi. Perstiwa itu terulanng kembali pada tahun 1996 dengan menangkap ajudan Aung San Suu Kyi, yang juga wakil ketua Liga Nasional Kyi Maung (75 tahun). Kyi Maung dituduh melakukan pertemuan dengan 2 (dua) orang tokoh mahasiswa

34

Ibid,hal 250

Universitas Sumatera Utara

selama satu jam menjelang munculnya demonstrasi ribuan mahasiswa yang memprotes penangkapan 3 (tiga) orang mahasiswa oleh polisi. 35 Sejak terjadinya peristiwa dimana SLROC, nama resmi junta militer berkuasa itu, mengadakan pemilu yang telah dilaksanakan pada tahun 1990, namun tidak mengakui kemenangan Liga Nasional Demokrasi pimpinan Aung San Suu Kyi konflik-konflik atau kerusuhan terus berlangsung sampai sekarang baik masalah agama, politik maupun ekonomi sehingga menimbulkan banyak perhatian dan berbagai negara di dunia, khususnya Amerika Serikat langsung mengadakan intervensi terhadap masalah yang dihadapi Myanmar termasuk masalah penegakan hak asasi manusia di Myanmar, karena merasa sebagai Negara Polisi Dunia. Seperti dikemukakan oleh junta militer Myanmar bahwa kerusuhan berbau rasial yang terjadi belakangan ini di Yangoon dan Mandalay bertujuan membuat situasi politik di Myanmar tidak stabil. 36 Selintas kerusuhan ini tampak seperti bentrokan antar agama saja, tetapi sebenarnya gerakan ini punya motivasi politik yang kuat. Kelompok-kelompok anti pemerintah sengaja melakukan tindakan memecah belah rakyat untuk menciptakan destabilitas di negeri ini setiap ada kesempatan. Kerusuhan rasial yang terjadi akibat ratusan Biksu melakukan kerusuhan di Yangoon, ibukota Myanmar, mereka menyerang rumah-rumah ibadah kaum muslim. Kerusuhan itu didahului oleh munculnya kabar burung mengenai seorang 35 36

D&R (Detektif &Romantika), No 13/XXVII/9 Nopember 1996, hal 66. Kompas, Rabu 26 Maret 1997, Jakarta

Universitas Sumatera Utara

gadis Budha kemanakan Biksu diperkosa oleh seorang muslim. Kerusuhan segera meluas ke seluruh kota (Mandalay) dan menjalar ke Yangoon. 37 Kelompok oposisi Muslim dan Budha di Myanmar menilai bahwa junta militer sengaja mendorong meluasnya kerusuhan agama di negeri itu untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari kesulitan ekonomi dan tekanan politik. 38 Sesungguhnya partai oposisi yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi dan partainya menyadari sepenuhnya bahwa mereka tidak bisa memerintah di Myanmar sampai ke pelosok negeri tanpa ada kerjasama dengan tentara. Sebagaimana ia dan partainya pun tahu bahwa SLROC juga tidak bisa mencapai tujuannya, yakni suatu negara Myanmar yang makmur dan tenteram, tanpa partisipasi dan pemberdayaan rakyat tanpa legitimasi intern dan ekstern yang hanya dimiliki oleh Liga Nasional untuk Demokrasi. Soalnya, partai itulah yang dalam suatu pemilu tahun 1988 telah memenangkan 80 % kursi dalam suatu pemilu yang berlangsung umum, bebas dan rahasia. 39 Adalah tampak dengan jelas, bahwa Aung San Suu Kyi mencari kompromi , tetapi sejauh ini menillik dari ucapan dan tindakan yang selalu tidak konsisten dari rejim SLROC terhadap Liga Nasional untuk Demokrasi, kita dapat berasumsi bahwa ada perbedaan paham antara mereka mengenai syarat-syarat untuk suatu “perdamaian” dengann Aung San Suu Kyi. Tampak pihak militer

37

Ibid ibid 39 D&R (Detektif dan Romantika),op.cit,hal 70. 38

Universitas Sumatera Utara

terlalu tinggi menghargai kekuasaan fisik dan terlalu rendah menilai kekuatan moral yang diwakili oleh Aung San Suu Kyi, sehingga kompromi sulit tercapai. Akibatnya program SLROC tidak bisa maju sebagaimana diharapkan. Diancam boikot konsumen, beberapa perusahaan Barat menarik diri dari Myanmar. Perusahaan minyak Unocal yang membangun pipa di Myanmar digugat di pengadilan California karena memakai buruh kerja paksa. 40

Bentuk pemerintahan Myanmar saat ini adalah Junta Militer dengan nama The State Peace and Development Council (SPDC). SPDC ini dipimpin oleh Jenderal Than Shwe yang juga merupakan kepala negara Myanmar sejak 23 April 1992 hingga sekarang. Sedangkan Kepala Pemerintahan dikepalai oleh Perdana Menteri Jenderal Thein Sein. Junta militer telah berkuasa di Myanmar selama 46 tahun terhitung sejak terjadinya kudeta militer oleh Jenderal Ne Win terhadap pemerintahan sipil yang saat itu dipimpin oleh U Nu pada tahun 1962.

Semenjak berkuasanya junta militer, sudah banyak terjadi demonstrasi dari rakyat Myanmar baik itu dimotori oleh para aktivis maupun tokoh agama yaitu biksu. Para demonstran mengecam kekuasaan militer di kursi pemerintahan yang seharusnya dijalankan oleh sipil. Aksi demonstrasi ini disikapi oleh pemerintah militer dengan tindak kekerasan dan tidak sedikit memakan korban. Demonstrasi terbesar sepanjang sejarah berkuasanya militer di Myanmar tejadi pada tanggal 8 Agustus 1988. Demonstrasi ini dikenal dengan generasi 88 yang melibatkan banyak pelajar dan biksu sebagai bentuk perlawanan terhadap Ne Win dan 40

Ibid

Universitas Sumatera Utara

menuntut

sistem demokrasi. Perjuangan rakyat

Myanmar

melalui aksi

demonstrasi ini membuat Jenderal Ne Win sebagai pemimpin junta militer mengundurkan diri, meskipun telah mengorbankan sekitar kurang lebih 3.000 orang meninggal akibat tindakan keras dari tentara pemerintah.

Pengunduran diri Jenderal Ne Win bukan berarti akhir dari kekuasaan Junta Militer, tetapi kekuasaan tersebut digantikan oleh Jenderal Maung Maung. Meskipun masih berlatar belakang militer, namun kebijakan jenderal Maung Maung lebih cenderung demokratis. Hal tersebut menjadi sebuah ancaman bagi kekuasaan junta militer di kursi pemerintahan, sehingga pada akhirnya terjadi kudeta untuk kedua kalinya oleh Jenderal Sung Maung pada 19 September 1988.

Junta militer di bawah kepemimpinan Jenderal Saw Maung berstatus sebagai State Law and Order Restoration Council (SLORC). Di bawah kepemimpinan Saw Maung, kebijakan yang dikeluarkan cenderung membawa perubahan bagi Myanmar, menjadi lebih terbuka dengan nengara lain terutama di bidang ekonomi dan militer. Namun pada 23 April 1992, Saw Maung memngundurkan diri dari jabatannya sebagai kepala negara sekaligus pimpinan SLORC dan memilih Jenderal Than Shwe sebagai penggantinya

Di awal kepemimpinannya, Jenderal Than Shwe merubah nama State Law and Order Restoration Council menjadi State Peace and Development Council. Junta militer dapat dikatakan sangat bersifat rasial. Bagaimana tidak, kudeta dilakukan oleh militer di dominasi oleh etnis Burma atau Bama yang juga merupakan etnis mayoritas di Myanmar. Itu berarti kekuasaan atas pemerintahan

Universitas Sumatera Utara

Myanmar dikuasai oleh satu etnis yaitu Burma atau Bama. Hal tersebut pasti akan berdampak pada kebijakan junta milter yang lebih bersifat memihak dan menguntungkan etnis Bama atau Burma. Kondisi inilah yang memicu terjadinya perlawanan dari rakyat Myanmar terhadap pemerintah militer terutama dari etnis non-Burma atau Bama yang merasa tertindas dan adanya ketidakadilan.

Selama 46 tahun berkuasanya junta militer di Myanmar, ada beberapa hal yang menarik terkait dengan kebijakan-kebijakan junta militer terhadap Myanmar. Diantaranya perubahan nama Negara dari Burma menjadi Myanmar dan pemindahan ibukota negara ke Naypydaw. Perubahan nama negara menjadi Myanmar dilakukan oleh pemerintahan junta militer di bawah kepemimpinan Jenderal Saw Maung pada tanggal 18 Juni 1989, untuk menghilangkan kesan rasial yang melekat pada nama Burma. Berdasarkan data dari CIA, 68 % dari total penduduk negara ini adalah etnis Burma atau Bama. Yang berarti bahwa nama Burma hanya mewakili etnis Bama dan terkesan negara ini adalah milik etnis Bama, sementara Bama merupakan negara dengan penduduk yang multi etnis, terdapat etnis minoritas

laiinnya. Maka dari itu perubahan nama tersebut

bertujuan agar etnis non-Burma mempunyai rasa menjadi bagian dari negaranya.

Nama negara baru (Myanmar) diikuti dengan ibukota negara baru yaitu Naypyidaw. Ibu kota negara baru ini bukan perubahan dari Yangon menjadi Naypyidaw namun terjadi pemindahan lokasi ibu kota. Pemindahan ibu kota ini dilakukan oleh junta militer pada tanggal 7 November 2005 ke Naypyidaw yang mempunyai arti “ tempat tinggal para raja”. Naypyidaw adalah sebuah kota di

Universitas Sumatera Utara

distriik Mandalay yang terletak di tengah dari negara ini. Diantara beberapa alasan terkait dengan pemindahan ibukota negara Myanmar, ada sebuah alasan klasik yaitu pemindahan tersebut dilakukan untuk mengikuti sebuah tradisi Myanmar pada masa dinasti yang ggemar memindahkan ibukota. Namun tentunya pemindahan ibukota negara tersebuut telah menghabiskan biaya yang cukup besar dan berpengaruh pada anggaran belanja negara.

Selain kebijakan di atas, ada hal yang lain dari Myamnar yang menarik yaitu nama negara bagian Myanmar mewakili nama sebuah etnis. Myanmar adalah sebuah negara federal yang memiliki 7 negara bagian diantaranya Chin, Kachin, Kayah, Kayin, Mon, Rakhine, dan Shan. Jika melihat dari ke-7 nama negara bagian ini maka akan sama dengan etnis-etnis yang ada di Myanmar. Hal ini menjadi sebuah keunikan yang dimiliki oleh Myanmar.

Pemerintahan Myanmar memberikan sebuah hak istimewa kepada bebrapa etnis mayoritas yang ada di beberapa wilayah Myanmar untuk mendirikan sebuah negara bagian sendiri. Misalnya negara bagian Mon yang didirikan oleh etnis Mon yang juga merupakan etnis mayoritas disana, begitu pula dengan negara bagian Chin oleh etnis China. Namun hak istimewa tersebut tidak berlaku bagi etnis Rohingya, dimana etnis ini merupakan etnis mayoritas negara bagian Rakhine (dulu Arakan) namun hak tersebut diberikan etnis minoritas Rakhin yang beragama Budha dengan jumlah penduduk kurang dari 10 % sehingga negara bagian ini bernama Rakhine bukan Rohang.

Universitas Sumatera Utara

Myanmar tercatat sebagai negara pertama di Asia Tenggara yang pemerintahannya dikuasai oleh junta militer selama 46 tahun. Entah kapan kekuasaan otoriter junta militer di Myanmar akan berakhir dan diganti menjadi negara yang demokratis. Namun selama militer masih menguasai akan sulit tercipta kehidupan yang demokratis .

SEJARAH SINGKAT AUNG SAN SUU KYI Aung San Suu Kyi dilahirkan di kota Rangoon yang kini bernama Yangoon, Burma pada tanggal 19 Juni 1945. Ia seorang aktivitis prodemokrasi Myanmar dan pemimpin National League for Democrazy (Persatuan Nasional untuk Demokrasi). Saat ini, ia menjadi tahanan rumah. Pada tahun 1991, ia menerima Penghargaan Perdamaian Nobel karena berjuang mempromosikan demokrasi di negaranya tanpa mempergunakan kekerasan dalam menentang kekuasaan rezim militer 41. Ayahnya, Jenderal Aung Sun adalah pemimpin nasional Burma hingga pembunuhan pada 17 Juli 1947. Ayahnya membantu Burma untuk memperoleh kemerdekaan dari Inggris Raya pada tahun 1947 dan mendirikan Tatmadaw, tentara Burma. Kematian ayahhnya akan menjadi salah satu kontributor utamanya berjuang untuk perdamaian dan kemerdekaan bagi negara Burma. Setelah pembunuhan ayahnya, ibunya terus aktif dan merupakan duta besar Burma unutk India dan Nepal pada tahun 1960-an. Aung San Suu Kyi hidup bersama ibunya Khin Kyi dan dua saudara laki-lakinya, Aung SaN U dan Aung San Lin. Aung San Lin meninggal di kolam renang pada saat Aung San Suu

41

Id.wikipedia.org/wiki/Aung_San_Suu_Kyi

Universitas Sumatera Utara

Kyi berumur lima tahun. Aung San Suu Kyi unggul dalam sekolah swasta berbahasa Inggris dan melakukan perjalanan ke Inggris dan New York untuk melanjutkan studinya. Ia melanjutkan pendidikannnya di St. Hugh’s College, Oxford dan memperoleh gelar B.A. dalam bidang filosofi, politik dan ekonomi pada tahun 1969. Setelah lulus, ia melanjutkan pendidikannya di New York dan bekerja untuk pemerintah Persatuan Myanmar. Pada tahun 1972, ia menikah dengan Michael Aris, seorang pelajar kebudayaan Tibet. Tahun berikutnya, ia melahirkan anak laki-laki pertamanya, Alexander di London, dan pada tahun 1977 ia melahirkan anak kedua, Kim.

Setelah tinggal cukup lama di Oxford, Aung San Suu Kyi kembali ke negerinya, Burma untuk merawat ibunya yang sedang jatuh sakit. Selama di Burma ia bergabung dengan gerakan pendukung-pendukung atau Liga Nasional untuk Demokrasi (The National for Democrazy-NLD). NLD menuntut adanya reformasi politik di Burma. Sampai kemudian Aung San Suu Kyi menjadi pemimpin gerakan tersebut dan secara terang-terangan mengkritik keras para pimpinan militer Myanmar. Pamor ayahnya, juga menjadikan Suu Kyi sebagai simbol dari keinginan rakyat yang merindukan kebebasan politik, dan menciptakan sikap masyarakat menentang kepemimpinan diktator rezim militer.

Saat itu Aung San Suu Kyi berkunjung ke berbagai pelosok wilayah Myanmar, ia berbicara di depan ratusan bahkan puluhan ribu massa, berusaha untuk menyatukan rakyat serta membakar semangat mereka dalam perjuangan panjang untuk menuju kemerdekaan. Suu Kyi sangat dicintai oleh masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Burma, terutama di masa-masa kegelapan negerinya. Ia dengan berani menentang keputusuan militer yang melarang rakyat berkumpul dari empat orang. Bahkan rakyat justru berkumpul dalam jumlah massa untuk mendengarkan Aung San Suu Kyi di manapun ia berbicara. San Suu Kyi mendapat sambutan yang bessar dari rakyat dan menjadi populer, penganiayaan terhadap setiap kampanye oleh pihak militer semakin meningkat. Untuk pertama kali pada bulan Juli 1989 ia ditahan dalam tahanan rumah (house arrest).

Pada tahun 1990 Myanmar mengadakan pemilihan umum federal. Hukum Negara Militer dan Dewan Orde Pemulihan (The Military State Law and Order Restoration Council-SLORC) mengizinkan pemilihan umum multipartai. NLD (Partai Nasional Demokrasi) yang diketuai oleh Suu Kyi memenangkan pemilihan anggota parlemen dengan suara mutlak. Namun SLORC menolak mengakui hasil pemilihan umum tersebut. Bahkan melanjutkan masa tahanan rumah Suu Kyi. Ia terpaksa menghabiskan waktu 6 tahun hidupnya tinggal di villanya di Rangoon sebagai tahanan rumah.

Pada masa itu ia banyak menulis pidato dan menerbitkan banyak buku. Selama masa penahanan itu, ia banyak menerima penghargaan atas usahanya dan perannya untuk menciptakan perdamaian. Pada saat dalam status tahanan itu pula ia dianugerahi penghargaan Nobel Perdamaian pada tanggal 14 Oktober 1991. Dengan hadiah uang yang diterimanya sebesar 1,3 juta dollar, ia mendirikan sebuah yayasan kesehatan dan pendidikan untuk masyarakat Myanmar. Selain penghargaan Nobel, ia juga menerima sejumlah penghargaan serta kehormatan

Universitas Sumatera Utara

lainnya yaitu penghargaan Hak Asasi Manusia Rafto dan penghargaan Sakhorov42.

D. Bentuk-Bentuk Pelanggaran Hak Asasi Manusia 1. Pelanggaran Hak Asasi Manusia Pelanggaran hak asasi manusia (human rights violacation) juga dapat dibedakan dengan tindakan atau perbuatan melawan hukum pidana. Dalam berbagai pelanggaran hak asasi manusia sering terjadi sejumlah orang terluka dan bahkan terbunuh. Perbuatan yang melukai dan membunuh orang ini sama saja dengan kejahatan. Kemampuan untuk dapat membedakan antara pelanggaran hak asasi manusia dengan tindak kejahatan (act of crime) merupakan langkah pertama untuk dapat melakukan pengamatan dan tinjauan terhadap kasus-kasus pelanggarnaa hak asasi manusia. Tanpa kemampuan membedakannya , seseorang akan terangkap pada pencampuradukkan pelanggaran hak asasi manusia dengan tindak pidana 43 Ketidakmampuan membedakan antara pelanggaran hak asasi manusia dengan tindak pidana telah menimbulkan kekeliruan dalam melakukan pengamatan dan peninjauan. Bahkan dalam menyusun peraturan perundangundangan. Suatu kasus pidana kita sangka sebagai kasus pelanggaran hak asasi manusia. Sebaliknya kasus pelanggaran hak asasi manusia kita sangka sebagai kasus pidana.

42

www.tokohindonesia.com, tanggal 09 Januari 2010

43

The Asia Foundation, Pelanggaran Hak Asasi Manusia dan Kejahatan. ,PBHI

Universitas Sumatera Utara

Pelanggaran hak asasi manusia merupakan pelanggaran atas hak yang melekat pada individu-individu yang melekat pada individu-individu manusia tersebut. Pelanggaran hak asasi manusia terjadi bila hak-hak individu yang melekat serta diakui dan dijamin dicabut, ditekan dan ditindas. Ini berarti pelanggaran hak asasi manusia berada dalam hubungan politik. Dalam hubungan ini hak asasi manusia terkait dengan kekuasaan politik. 44 Sebuah institusi kekuasaan politik yang terpenting dalam masyarakat adalah negara (state) 45. Dalam hukum hak asasi manusia , negara mempunyai tiga kewajiban pokok terhadap hak asasi warganya yaitu menghormati (to respect), melindungi (to protect) dan memenuhi (to fulfill) hak asasi individu warganya. Karena negara yang melaksanakan kewajiban untuk menghormati, melindungi

dan

memenuhi

hak

asasi

manusia,

negara

pulalah

yang

bertanggungjawab atas pelanggaran hak asasi manusia. Artinya, negara juga pelaku pelanggaran hak asasi manusia (human rights violator) karena negara pelaksana kewajiban dan bertanggungjawab atas pelaksanaan kewajibannnya sendiri. Ada dua cara untuk merumuskan pelanggaran hak asasi manusia yaitu: 1. Pelanggaran terhadap hukum pidana yang berlaku dalam hukum nasional, termasuk pelanggaran hukum yang menetapkan penyelewengan kekuasan sebagai kejahatan. Pelanggaran yang dimaksudkan adalah kerugian dan penderitaan individual maupun kelompok orang, termasuk kerugian fisik dan mental, penderitaan emosional, kerugian ekonomi, atau pelemahan secara

44

Op.cit ,”Pelaku Pelanggaran HAM,”.Surya, 20 Maret 2000. Hak Asasi Manusia hanya melekat pada diri manusia. Dalam hubungan ini, tidak dikenal “hak asasi negara”, “hak asasi manusia TNI”, atau “hak asasi polisi”.

45

Universitas Sumatera Utara

substansial hak-hak dasar mereka, karena tindakan dan kelalaian yang dipersalahkan negara. 2. Perbuatan atau kelalaian yang dipersalahkan kepada negara, yang belum merupakan pelanggaran hukum pidana nasional namun merupakan kaidah yang diakui secara internasional dalam kaitannya dnegan hak asasi manusia 46. Negara dapat dipersalahkan melanggar hak asasi manusia dengan melakukan pelanggaran terhadap perjanjian-perjanjian internasional tentang hak asasi manusia. Dalam pengaturan hubungan dua pihak negara dengan individu, negaralah yang dipersalahkan sebagai pelanggar hak asasi manusia, sedangkan individu dan sekelompok orang menjadi korban tindakan dan kelalaian negara. 2. Pelanggaran Hak-Hak Sipil dan Politik Pelanggaran hak-hak sipil dan politik adalah pelanggaran yang dilakukan oleh negara atas hak-hak negatif (negative rights). Kata “negatif tidak berkonotasi buruk, melainkan menunjukkan ukuran keterlibatan negara yang minimal

47

.

Pelanggaran hak sipil dan politik akan terjadi bila negara selalu terlibat pada upaya individu-individu warganya dalam menikmati hak-haknya. Bila negara melakukan campur tangan dalam kebebasan politik dan sipil, pelaksanaan hak-hak sipil dan politik akan mengalami gangguan intervensi negara. Dengan menganggu pelaksanaan hak-hak ini negara melanggar hak sipil 46

de Rover,To Serve and To Protect, Acuan Universal Penegakkan HAM,(Jakarta:Rajawali Press,2001), hal 454-455. Kata “diakui” mengacu pada kaidah-kaidah yang tercantum dalam traktat-traktat hak asasi manusia sebagai bagian hukum internasional dan diakui oleh bangsabangsa beradab 47 Rachland Nashidik,Catatan Pelengkap Hak Asasi Manusia, (Bandung,PBHI Jabar,2000),hal.3.

Universitas Sumatera Utara

dan politik. Keterlibatan negara yang tidak minimal (besar) dalam hak-hak sipil dan politik berarti terjadi pelanggaran atas hak-hak tersebut. Pertama, negara tidak boleh membatasi, apalagi menutupi peluanng setiap individu warganya untuk menikmati kebebasan. Semakin kebebasan ini terbuka lebar, semakin terpenuhi pula hak-hak sipil dan politiknya. Sebaliknya, semakin dibatasi dan ditutupi kebebasan, semakin dilanggarnya hak-hak sipil dan politik. Negara tidak dibenarkan untuk membatasi atau menghambat kebebasan seseorang. Setiap negara wajib untuk membiarkan seseorang menikmati hak berkumpul, berserikat dan menjalankan kegiatan politiknya. Negara tidak boleh melarang seseorang untuk mempunyai keyakinan agam dan pandangan politik (ideologi) tertentu. Kalau dilarang, negara melanggar hak setiap orang untuk melaksanakan keyakinan agam dan pandangan politiknya. Mempunyai keyakinan beragama dan pandangan politik tertentu sama sekali bukan perbuatan kriminal. Negara tidak boleh melarangnya. Kedua, negara dengan menggunakan alat-alat kekerasan negara seperti militer dan polisi sama sekali tidak dibenarkan melakukan tindakan yang membahayakan keamanan dan keselamatan individu warganya. Keterlibatan negara dengan tindakan-tindakan seperti ini sangat membahayakan penduduk sipil. Individu-individu yang menjadi korban tindakan alat kekerasan negara dapat menagalami penderitaan yang hebat baik fisik, mental maupun kerugian ekonomi. Kekuasaan negara bisa digunakan untuk melakukan tindakan –tindakan penyiksaan dan perlakuan yang kejam terhadap individu-individu warga negara.

Universitas Sumatera Utara

Jenis tindakan seperti inilah yang membahayakan keselamatan dan keamanan pribadi warga dan dilarang oleh Konvensi Anti Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia (Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment). Hak-hak sipil dan politik akan terlanggar bila keterlibatan negara bertambah besar. Keterlibatan negara bukan hanya dapat membatasi dan menghalangi pemenuhan hak-hak ini, namun dapat membahayakan keamanan dan keselamatan pribadi warga. 3. Pelanggaran Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Pelanggaran atau penyangkalan (denial) hak-hak ekonomi, sosial dan budaya adalah pengabaian negara atas hak-hak positif (positive rights). Kata “positif’ tidak berkonotasi “bagus”, melainkan ukuran keterlibatan negara yang aktif (besar)”. Pengabaian hak-hak ekonomi , sosial dan budaya akan terjadi bila negara sangat kurang aatau kurang aktif mengupayakann yang memungkinkan individu warganya dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya sebagai manusia (human needs). Dalam pemenuhan hak-hak seperti di atas misalnya hak untuk mendapatkan pekerjaan, hak atas penghidupan yang layak, hak atas jaminan sosial dan hak atas pendidikan, negara harus berperan dengan membuat kebijakankebijakan yang memungkinkan setiap warganya dapat memenuhi hak-hak tersebut. Pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya membutuhkan campur

Universitas Sumatera Utara

tangan negara, karena ketersediaan materi yang dibutuhkan manusia bersifat terbatas. Negara wajib berperan , supaya setiap warga negara dimungkinkan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka sebagai manusia. Bila negara tidak atau kurang memainkan peran yang aktif

dalam

pemenuhan kebutuhan-kebutuhan ini, negara mengabaikan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya individu-individu warganya. Negara wajib menyusun dan menjalankan kebijakan-kebijakannya agar upaya pengelolaan sumber-sumber ekonomi, sosial dan budaya yang memungkinkan individu-individu warganya dapat memenuhi hak-haknya. Karena itu, negara harus mengatur kebijakannya sehingga individu-individu warga yang lain dapat memenuhi kebutuhannya sebagai manusia. Negara wajib mengatur kebijakannya supaya individu-individu warganya dapat memperoleh pekerjaan, mendapatkan upah yang layak bagi hidupnya, dapat terbebas dari kelaparan serta dapat menikmati pendidikan. 4. Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Selain ada penggolongan pelanggaran hak-hak sipil dan politik serta pelanggaran hak-hak ekonomi, sosial dan budaya juga terdapat dua kualifikasi pelanggaran manusia yaitu: (a) pelanggaran hak asasi manusia yang berat (gross violation of human rights), serta (b) bukan pelanggaran berat (non-grass). Pelanggaran hak asasi manusia berat adalah pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang fundamental. Hak-hak fundamnetal ini pada awalnya bersumber pada hak-hak alamiah yaitu hak-hak yang melekat secara alamiah pada

Universitas Sumatera Utara

setiap manusia. Hak-hak yang dimaksud adalah hak untuk hidup (the right to llife), hak atas keutuhan pribadi (the right to personal integrity), hak atas kebebasan (the right to liberty) dan hak untuk tidak diperbudak (the right to unslaved). Hak-hak fundamental tidak boleh dicabut dalam keadaan apa pun baik dalam keadaann perang maupun damai. Setiap negara wajib melindungi dan menjamin pelaksanaan hak-hak tersebut. Pelanggaran hak-hak fundamental inilah yanng dikualifikasikan sebagai pelanggaran hak asasi yang berat. Dengan

perkembangan

hukum

hak

asasi

manusia

internasional,

perlindungan hak-hak asasi manusia dan kebebasan semakin mendapat tempat. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) telah merumuskan dasar-dasar perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan yang fundamental. Demikian pula Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rightts) yang memperkuat perlindungan hak-hak dan kebebasan yang fundamental. Pelanggaran berat HAM menurut Undang-Undang No.26 Tahun 2000 didefinisikan sebagai pelanggaran HAM yang melliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. 48 Yang dimaksud dengan kejahatan genosida, 49 ”Setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebahagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara: a. membunuh anggota kelompok; b. mengakibatkan penderitaan fisik 48 49

Pasal 7 Undang-Undang No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Pasal 8 Undang-Undang No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Universitas Sumatera Utara

atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok; c. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan fisik baik seluruh ataupun sebagiannya; d. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau e. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.” Adapun yang dimaksud dengan kejahatan kemanusiaan, 50 “suatu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa: a. pengusiran; b. pemusnahan; c. perbudakan; d. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa; e. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional; f. penyiksaan; g. perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara; h. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin, atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional; i. penghilangan orang secara paksa; atau j. kejahatan apartheid.” Pasal-pasal mengenai kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan tersebut di atas substansinya merupakan ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Statuta Roma. Dalam perkembangannya, pelanggaran terhadap sejumlah HAM yang bersifat non-derogable rights ada yang memberikan kualifikasi sebagai suatu pelanggaran berat HAM. Pendapat yang mengatakan penggunaan kata “berat: bermaksud untuk menggambarkan tingkat kerusakan, kerugian, atau penderitaan yang sedemikian hebatnya akibat pelanggaran HAM tersebut. a. Hak untuk Hidup (the right to life) 50

Pasal 9 Undang-Undang No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Universitas Sumatera Utara

Hak untuk hidup merupakan hal yang paling penting. Hak ini tidak hanya sekedar hak alamiah yang penting. Namun juga menjadi urutan yang pertama yang terkandung dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Pasal 3 DUHAM menegaskan, “Setiap orang berhak atas kehidupan, kemerdekaan dan keselamatan pribadi.” Penekanan lebih lanjut bagi setiap negara dalam melindungi dan menjamin hak untuk hidup terkandung dalam Pasal 6 Ayat 1 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik :” Setiap orang mempunyai hak utnuk hidup melekat pada dirinya. Hak ini wajib dilindungi oleh hukum. Tidak seorang pun boleh dirampas hak hidupnya secara sewenang-wenang”. Dan diteruskan dengan ayat 6 :” Tidak seorang pun dalam Pasal ini yang dapat digunakan untuk menunda atau mencegah penghapusan hukuman mati oleh Negara Peserta Kovenan ini” Jaminan perlindungan hak untuk hidup dalam Pasal 4 ayat2, telah dikuatkan kembali pelaksanaan perlindungannya dalam Protokol Opsional Kedua pada Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik yang Ditujukan unutk Penghapusan Hukuman Mati (Second Optional Protocol on International Covenant on Civil and Political Rights Regarding to Eliminnation of Death Penalty). Negara yang menjadi peserta Protokol ini diharuskan menghapuskan hukuman mati dalam yurisdiksinya. b. Hak untuk Hidup Diperbudak Tidak seorang pun boleh diperbudak. Perbudakan bukann hanya merendahkan martabat manusia, namun juga menempatkan seseorang tidak

Universitas Sumatera Utara

mempunyai apa pun dan menjadi sesuatu yang dapat diperjualbelikan. Pelarangan ini diwajibkan bagi setiap negara sebagaimana yang terkandung dalam Pasal 4 DUHAM :” Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperrhambakan, perbudakan dan perdagangan budak dalam bentuk apapun wajib dilarang”. Setiap manusia sama sekali tidak boleh diperlakukan sebagai budak. Perlakuan atas seseorang utnuk melakukan kerja paksa, juga disamakan sebagai perbudakan 51. Bila dalam suatu wilayah kekuasaan negara masih berlaku atau berlangsung hubungann perbudakan, pemerintah atau negara bersangkutan dapat dipersalahkan telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Selain melanggar Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, perbudakan juga melanggar Konvensi Perbudakan, Konvensi Pelengkap tentang Pneghapusan Perbudakan, Perdagangan Budak, serta Lembaga-Lembaga dan Praktek-Praktek Serupa dengan Perbudakan, Konvensi untuk Penindasan Orag dan Eksploitasi Pelacuran Orang Lain, Konvensi Kerja Paksa (ILO), Konvensi Penghapusan Kerja Paksa (ILO). c. Hak untuk Tidak Disiksa Perlindungan terhadap penyiksaan (torture) merupakan hak fundamental yang wajib dijamin dalam keadaan apa pun. Penyiksaan yang menimpa seseorang dapat mengakibatkan penderitaaan yang hebat baik fisik maupun psikis atau mental. Penyiksaan akan merusak hak fundamental, yakni hak atas integritas pribadi (the right to personal integrity). Karena itu memperlakukan seseorang denngan penyiksaan dan kekejaman lainnya wajib dilarang. 51

Lihat Pasal 8 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik

Universitas Sumatera Utara

Pasal 5 DUHAM menegaskan,” Tidak seorang pun boleh disiksa dan diperlakukan atau dihukum secara keji, tidak manusiawi atau merendahkan martabat. Khususnya, tidak seorang pun dapat dijadikan sebagai obyek eksperimen medis atau ilmiah tanpa persetujuannya”. Pelarangan terhadap penyiksaan telah menjadi komitmen internasional dengan adanya Konvensi Anti Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat (Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment) d. Hak untuk tidak dipenjara Pemenjaraan terhadap seseorang karena tidak mampu memenuhi kewajibannya dari suatu perjanjian, wajib dilarang. Hak untuk tidak dipenjarakan ditegaskan dalam Pasal 11 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik :”Tidak seorang pun dapat dipenjarakan semata-mata atas dasar ketidakmampuannya untuk memenuhi kewajiban suatu perjanjian”.

Pasal ini

ditekankan dalam Pasal 4 ayat 2 dalam kovenan untuk tidak memperkenankan Negara melakukan pengurangann kewajiban bagi pelaksanaan hak ini. Bila aparat negara mengambil tindakan memenjarakan seseorang berdasarkan ketidakmampuan orang tersebut memenuhi kewajiban dalam suatu perjanjian, negara dapat dipersalahkann melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Pemenjaraan demikian tidak hanya dilarang dalam keadaan damai, melainkan juga dalam keadaan darurat.

Universitas Sumatera Utara

e. Hak untuk dinyatakan tidak bersalah Seseorang tidak hanya dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana apabila ia melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bukan tindak pidana. Pasal 11 Ayat 2 DUHAM menyebutkan, “Tidak seorang pun dapat dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana karena perbuatan atau kelalaian, yang bukan merupakan pelanggaran pidana berdasarkan hukum nasional atau internasional ketika perbuatan tersebut dilakukan. Juga tidak boleh dijatuhkan hukuman yang lebih berat daripada hukuman yang berlaku pada saat pelanggaran dilakukan”. Pasal 15 Ayat 1 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik memperkuat perlindungan hak itu 52. Bahkan dalam pasal 4 Ayat 2, hak ini ditekankan. Karena itu aparat negara berkewajiban melindungi dan menjamin terlaksananya hak ini bagi setiap warganya. f. Hak untuk diakui sebagai pribadi Penghormatan

dan

perlindungan

sebagai

pribadi

manusia

dapat

dimaksudkan sebagai landasan berpikir untuk mencegah praktek maupun diskriminasi. Pasal 6 DUHAM menyatakan, “Setiap orang berhak atas pengakuan sebagai pribadi di depan hukum di mana saja ia berada.” Pengakuan sebagai pribadi manusia itu juga diperkuat oleh Pasal 16 Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, “Setiap orang mempunyai hak untuk diakui sebagai 52

1 ;” Tidak seorang pun dapat dinyatakan bersalah atas suatu tindak pidana karena melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bukan merupakan tindak pidana berdasarkan hukum nasional maupun internasional ketika tindakan tersebut dilakukan. Demikian pula tidak dapat dijatuhkan hukuman yang lebih berat daripada hukuman yang berlaku pada saat tindak pidana dilakukan. Bila setelah dilakukannya tindak pidana ketentuan hukum menentukan hukuman yang lebih ringan maka pelaku harus memperoleh keringanan tersebut.

Universitas Sumatera Utara

pribadi di hadapan hukum di mana pun ia berada”. Hak untuk diakui sebagai pribadi itu mandapat tambahan penegasan dalam pasal 7 DUHAM,” Semua orang sama di depan hukum dann berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasii apa pun. Semua orang berhak untuk mendapatkan perlindungan yang sama terhdap diskriminasi apa pun yang melanggar Deklarasi ini dan terhadap segala hasutan untuk melakukan diskriminasi tersebut”. Dengan demikian, setiap orang berdasarkan prinsip non-diskriminasi sebagai individu (manusia) harus diakui dan dilindungi hak-haknya dari praktek diskriminasi. g. Hak atas Kebebasan Berpikir, Berkeyakinan dan Beragama Pikiran, keyakinan dan agama merupakan hak yang melekat pada setiap manusia. Karena itu kebebasan atas ketiganya dipandang sebagai kebebasan fundamental. Kebebasan ini ditegaskan dalam Pasal 18 DUHAM :”Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir , berkeyakinan dan beragama, hak ini mencakup kebebasan untuk berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan untuk menjalankan agama dan kepercayannya dalam kegiatan pengajaran, peribadatan, pemujaan dan ketaatan baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di muka umum maupun tersembunyi”. Ini diperkuat oleh Pasal 18 Kovenann Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik 53. Namun demikian Pasal 18 mencantumkan pula sebuah pengecualian. Negara berhak membatasi kebebasan tadi dalam kondisi tertentu.

53

“Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaan atas

Universitas Sumatera Utara

Dengan demikian, pelanggaran atas ketujuh hak ini yangg dipersalahkan kepada negara merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Bila negara melakukan salah satu pelanggaran dari ketujuh hak ini, negara dapat dikualifikasi telah melakukan pelanggaran berat. Yang terutama adalah atas hak untuk hidup, hak untuk tidak diperbudak, serta hak untuk tidak disiksa dan diperlakukan secara kejam.

pilihannya sendiri, dan kebebasan baik sendiri maupun bersama-sama orang lain , baik di tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan agama dan kepercayaan dalam kegiatan ibadah, ketaatan , pengamalan dan pengajaran; [2] Tidak seorang pun dapat dipaksa sehingga mengurangi kebebasannya untuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaannya sesuai dengan pilihannya,[3] Kebebasan untuk menjalankan agama atau kepercayaan seseorang hanya dapat dibatasi oleh ketentuan hukum yang diperlukan untuk melindungi keamanan, ketertibban, kesehatan atau moral masyarakat atau hak mendasar dan kebebasan orang lain, dan [4] Negara Peserta Kovenan ini berjanji untuk menghormati kebebasann orangtua dan wali yang sah , untuk memastikan bahwa pendidikan agama dan moral bagi anak-anak mereka sesuai dengan keyakinan mereka sendiri.

Universitas Sumatera Utara