Banyak orang mendefinisikan berita sesuai dengan sudut pandangnya masing-
masing. ..... Terkait dengan rumus umum penulisan berita yakni. 5W+1H : 1.
BAB II URAIAN TEORITIS
II.1. Pengertian Berita Secara sosiologis, berita adalah semua hal yang terjadi di dunia. Dalam gambaran yang sederhana, seperti dilukiskan dengan baik oleh para pakar jurnalistik, berita adalah apa yang ditulis surat kabar, apa yang disiarkan radio, dan apa yang ditayangkan televisi. Berita menampilkan fakta, tetapi tidak setiap fakta merupakan berita. Berita biasanya menyangkut orang-orang, tetapi tidak setiap orang bisa dijadikan berita. Berita merupakan sejumlah peristiwa yang terjadi di dunia, tetapi hanya sebagian kecil saja yang dilaporkan. Banyak orang mendefinisikan berita sesuai dengan sudut pandangnya masing-masing. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa belum ada definisi berita secara universal. Untuk memperkuat penyajian atas peristiwa apa yang sedang kita pantau dan bagaimana menyajikannya, reporter pencari berita harus mempunyai definisi sendiri mengenai lingkup pekerjaannya. Dalam buku Here’s the News yang dihimpun oleh Paul De Maeseneer, berita didefinisikan sebagai informasi baru tentang kejadian yang baru, penting, dan bermakna (signifikan), yang berpengaruh pada para pendengarnya serta relevan dan layak dinikmati oleh mereka. Definisi berita tersebut mengandung unsur-unsur yang : a. Baru dan penting, b. Bermakna dan berpengaruh, c. Menyangkut hidup orang banyak, d. Relevan dan menarik.
Universitas Sumatera Utara
Definisi lain dari berita, menurut Doug Newson dan James A. Wollert dalam Media Writing : News for the Mass Media (1985:11) mengemukakan dalam definisi sederhana, berita adalah apa saja yang ingin dan perlu diketahui orang atau lebih luas lagi oleh masyarakat (dalam Sumadiria, 2005:64). Dengan melaporkan berita, media massa memberikan informasi kepada masyarakat mengenai apa yang mereka butuhkan. Batasan-batasan yang diberikan oleh tokoh-tokoh lain mengenai berita, yang dikutip Assegaff, 1983 (dalam Mondry, 2008:132-133) antara lain sebagai berikut : a. M. Lyle Spencer, dalam buku News Writing menyebutkan, berita merupakan kenyataan atau ide yang benar dan dapat menarik perhatian sebagian besar pembaca. b. Williard C. Bleyer, dalam buku Newspaper Writing and Editing mengemukakan, berita adalah sesuatu yang termasa yang dipilih oleh wartawan untuk dimuat dalam surat kabar karena dia dapat menarik minat atau mempunyai makna bagi pembaca surat kabar, atau karena dia dapat menarik para pembaca untuk membaca berita tersebut. c. William S. Maulsby dalam buku Getting in News menulis, berita dapat didefinisikan sebagai suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta-fakta yang mempunyai arti penting dan baru terjadi, yang menarik perhatian para pembaca surat kabar yang memuat berita tersebut. d. Eric C. Hepwood menulis, berita adalah laporan pertama dari kejadian yang penting dan dapat menarik perhatian umum. Setelah merujuk kepada beberapa definisi diatas, meskipun berbeda-beda namun terdapat persamaan yang mengikat pada berita, meliputi : menarik perhatian, luar biasa dan termasa (baru). Karena itu, bisa disimpulkan bahwa berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar, menarik dan atau penting bagi sebagian besar khalayak,
Universitas Sumatera Utara
melalui media berkala seperti surat kabar, radio, televisi, atau media online internet (Sumadiria, 2005:65). Dengan kata lain, berita bukan hanya menunjuk pada pers atau media massa dalam arti sempit dan tradisional, melainkan juga pada radio, televisi, film, dan internet atau media massa dalam arti luas dan modern. Berita pada awalnya, memang hanya milik surat kabar. Tetapi sekarang, berita juga telah menjadi ‘darah-daging’ radio, televisi dan internet. Tak ada media tanpa berita, sebagaimana halnya tak ada berita tanpa media. Berita telah tampil sebagai kebutuhan dasar (basic need) masyarakat modern di seluruh dunia. Berita dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu berita berat (Hard News) dan berita ringan (Soft News). Selain itu, berita juga dapat dibedakan menurut lokasi peristiwanya, di tempat terbuka atau di tempat tertutup. Sedangkan berdasarkan sifatnya, berita bisa dipilah menjadi berita diduga dan berita tak diduga. Selebihnya, berita juga bisa dilihat menurut materi isinya yang beraneka macam. Berita berat, sesuai dengan namanya, menunjuk pada peristiwa yang mengguncangkan dan menyita perhatian seperti kebakaran, genpa bumi, kerusuhan. Sedangkan berita ringan, menunjukkan pada peristiwa yang lebih bertumpu pada unsur-unsur ketertarikan manusiawi, seperti pesta pernikahan bintang film atau seminar sehari tentang perilaku seks bebas di kalangan remaja. Berdasarkan sifatnya, berita terbagi atas berita diduga dan berita tak terduga. Berita diduga adalah peristiwa yang direncanakan atau sudah diketahui sebelumnya, seperti lokakarya, pemilihan umum, peringatan hari-hari bersejarah. Proses penanganan berita yang sifatnya diduga disebut Making News. Artinya kita berupaya untuk menciptakan dan merekayasa berita. Proses penciptaan atau perekayasaan berita itu dilakukan melalui tahapan perencanaan di ruang rapat redaksi, diusulkan dalam rapat proyeksi, dikonsultasikan dengan pemimpin redaksi, dilanjutkan dengan observasi, serta ditegaskan dalam interaksi dan Universitas Sumatera Utara
konfirmasi dilapangan. Semuanya melalui prosedur manajemen peliputan yang baku, jelas, terstruktur dan terukur. Orang yang meliputnya disebut sebagai reporter (pelapor). Berita tak terduga adalah peristiwa yang sifatnya tiba-tiba tidak direncanakan, tidak diketahui sebelumnya, seperti kereta api terguling, gedung perkantoran terbakar, bus tabrakan, kapal tenggelam, pesawat dibajak, anak-anak sekolah disandera atau terjadi ledakan bom di pusat keramaian. Proses penanganan berita yang sifatnya tidak diketahui dan tidak direncanakan sebelumnya, atau yang sifatnya tiba-tiba itu disebut Hunting News. Orangnya disebut sebagai hunter (pemburu). Pengetahuan dan pemahaman tentang klasifikasi berita sangat penting bagi setiap reporter, editor, dan bahkan para perencana dan konsultan media (media planer) sebagai salah satu pijakan dasar dalam proses perencanaan (planning), peliputan (getting), penulisan (writing), dan pelaporan serta pemuatan, penyiaran, atau penayangan berita (reporting and publishing). Pada akhirnya, tahapan-tahapan pekerjaan jurnalistik itu sangat diperlukan dalam kerangka pembentukan, penetapan dan pengembangan manajemen media massa secara profesional dan visioner.
II.2. Nilai Berita Nilai berita (News Value) merupakan acuan yang dapat digunakan oleh para jurnalis, yakni para reporter dan editor, untuk memutuskan fakta yang pantas dijadikan berita dan memilih mana yang lebih baik. Kriteria mengenai nilai berita merupakan patokan berarti bagi reporter. Dengan kriteria tersebut, seorang reporter dapat dengan mudah mendeteksi mana peristiwa yang harus diliput dan dilaporkan, dan mana peristiwa yang tak perlu diliput dan harus dilupakan. Kriteria nilai berita juga sangat penting bagi para editor dalam mempertimbangkan dan memutuskan, mana berita terpenting dan terbaik untuk dimuat, disiarkan, atau ditayangkan melalui medianya kepada masyarakat luas.
Universitas Sumatera Utara
Kriteria umum nilai berita, menurut Brian S. Brooks, George Kennedy, Darly R. Moen, dan Don Ranly dalam News Reporting and Editing (1980:6-17), menunjukkan kepada sembilan hal mengenai nilai berita. Beberapa pakar lain menyebutkan, ketertarikan manusiawi (human interest) dan seks (sex) dalam segala dimensi dan manifestasinya, juga termasuk ke dalam kriteria umum nilai berita yang harus diperhatikan dengan seksama oleh para reporter dan editor media massa. (Sumadiria, 2005:80) Sejumlah faktor yang membuat sebuah kejadian memiliki nilai berita, adalah : 1.
Keluarbiasaan (unusualness) Dalam pandangan jurnalistik, berita bukanlah suatu peristiwa biasa. Berita adalah
suatu peristiwa luar biasa (news is unusual). Untuk menunjukkan berita bukanlah suatu peristiwa biasa, Lord Northchliffe, pujangga dan editor di Inggeris abad 18, menyatakan dalam sebuah ungkapan yang kemudian sangat populer dan kerap dikutip oleh para teoritis dan praktisi jurnalistik. Lord menegaskan (Mot, 1958 dalam Sumadiria, 2005:81), apabila ada orang digigit anjing maka itu bukanlah berita, tetapi sebaliknya apabila orang menggigit anjing maka itulah berita. Prinsip seperti itu hingga kini masih berlaku dan dijadikan acuan para reporter dan editor dimana pun. 2.
Kebaruan (newness) Suatu berita akan menarik perhatian bila informasi yang dijadikan berita itu
merupakan sesuatu yang baru. Semua media akan berusaha memberitakan informasi tersebut secepatnya, sesuai dengan periodesasinya. Namun demikian, satu hal yang perlu diketahui tentang barunya suatu informasi, yaitu selain peristiwanya yang baru, suatu berita yang sudah lama terjadi, tetapi kemudian ditemukan sesuatu yang baru dari peristiwa itu, dapat juga dikatakan berita tersebut menjadi baru lagi. Universitas Sumatera Utara
3.
Akibat (impact) Berita adalah segala sesuatu yang berdampak luas. Suatu peristiwa tidak jarang
menimbulkan dampak besar dalam kehidupan masyarakat. Kenaikan harga bahan minyak (BBM), tarif angkutan umum, tarif telepon, bunga kredit pemilikan rumah (KPR), bagaimanapun sangat berpengaruh terhadap anggaran keuangan semua lapisan masyarakat dan keluarga. Apa saja yang menimbulkan akibat sangat berarti bagi masyarakat, itulah berita. Semakin besar dampak sosial, budaya, ekonomi atau politik yang ditimbulkannya, maka semakin besar nilai berita yang dikandungnya. Dampak suatu pemberitaan bergantung pada beberapa hal, yakni seberapa banyak khalayak yang terpengaruh, pmberitaan itu langsung mengena kepada khalayak atau tidak, dan segera tidaknya efek berita itu menyentuh khalayak media surat kabar, radio, atau televisi yang melaporkannya. 4.
Aktual (timeliness) Berita adalah peristiwa yang sedang atau baru terjadi. Secara sederhana aktual berarti
menunjuk pada peristiwa yang baru atau yang sedang terjadi. Sesuai dengan definisi jurnalistik, media massa haruslah memuat atau menyiarkan berita-berita aktual yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam memperoleh dan menyajikan berita-berita atau laporan peristiwa yang aktual ini, media massa mengerahkan semua sumber daya yang dimilikinya mulai dari wartawan sampai kepada daya dukung peralatan paling modern dan canggih untuk menjangkau nara sumber dan melaporkannya pada masyarakat seluas dan secepat mungkin. Aktualitas adalah salah satu ciri utama media massa. Kebaruan atau aktualitas itu terbagi dalam tiga kategori, yaitu : aktualitas kalender, aktualitas waktu dan aktualitas masalah.
Universitas Sumatera Utara
5.
Kedekatan (proximity) Berita adalah kedekatan, yang mengandung dua arti yaitu kedekatan geogarfis dan
kedekatan psikologis. Kedekatan geografis menunjuk pada suatu peristiwa atau berita yang terjadi di sekitar tempat tinggal kita. Semakin dekat suatu peristiwa yang terjadi dengan domisili kita, maka semakin terusik dan semakin tertarik kita untuk menyimak dan mengikutinya. Sedangkan kedekatan psikologis lebih banyak ditentukan oleh tingkat keterikatan pikiran, perasaan, atau kejiwaan seseorang dengan suatu objek peristiwa atau berita. 6.
Informasi (information) Menurut Wilbur Schramm, informasi adalah segala yang bisa menghilangkan
ketidakpastian. Tidak setiap informasi mengandung dan memiliki nilai berita. Setiap informasi yang tidak memiliki nilai berita, menurut pandangan jurnalistik tidak layak untuk dimuat, disiarkan atau ditayangkan media massa. Hanya informasi yang memiliki nilai berita atau memberi banyak manfaat kepada publik yang patut mendapat perhatian media. 7.
Konflik (conflict) Berita adalah konflik atau segala sesuatu yang mengandung unsur atau sarat dengan
dimensi pertentangan. Konflik atau pertentangan merupakan sumber berita yang tak pernah kering dan tak akan pernah habis. Selama orang menyukai dan menganggap penting olah raga, perbedaan pendapat dihalalkan, demokrasi dijadikan acuan, kebenaran masih diperdebatkan, peperangan masih terus berkecambuk di berbagai belahan bumi, dan perdamaian masih sebatas angan-angan, selama itu pula konflik masih akan tetap menghiasi halaman surat kabar, mengganggu pendengaran karena disiarkan radio dan menusuk mata karena selalu ditayangkan di televisi. Ketika terjadi perselisihan antara dua individu yang makin menajam dan tersebar luas, serta banyak orang yang menganggap perselisihan tersebut dianggap penting untuk diketahui,
Universitas Sumatera Utara
maka perselisihan yang semula urusan individual, berubah menjadi masalah sosial. Disanalah letak nilai berita konflik. Tiap orang secara naluriah, menyukai konflik sejauh konflik itu tak menyangkut dirinya dan tidak mengganggu kepentingannya. Berita konflik, berita tentang pertentangan dua belah pihak atau lebih, menimbulkan dua sisi reaksi dan akibat yang berlawanan. Ada pihak yang setuju (pro) dan ada juga pihak yang kontra. 8.
Orang Penting (news maker, prominence) Berita adalah tentang orang-orang penting, orang-orang ternama, pesohor, selebriti,
publik figur. Orang-orang penting, orang-orang terkemuka, dimana pun selalu membuat berita. Jangakan ucapan dan tingkah lakunya, namanya saja sudah membuat berita. Teori jurnalistik menegaskan, nama menciptakan berita (names makes news). Di Indonesia, apa saja yang dikatakan dan dilakukan bintang film, bintang sinetron, penyanyi, penari, pembawa acara, pejabat, dan bahkan para koruptor sekalipun, selalu dikutip pers. Kehidupan para publik figur memang dijadikan ladang emas bagi pers dan media massa terutama televisi. Mereka menabur perkataan dan mengukuhkan perbuatan, sedangkan pers melaporkan dan menyebarluaskannya. Semua dikemas lewat sajian acara paduan informasi dan hiburan (information dan entertainment), maka jadilah infotainment. Masyarakat kita sangat menyukai acara-acara ringan semacam ini. 9.
Kejutan (suprising) Kejutan adalah sesuatu yang datangnya tiba-tiba di luar dugaan, tidak direncanakan, di
luar perhitungan, tidak diketahui sebelumnya. Kejutan bisa menunjuk pada ucapan dan perbuatan manusia. Bisa juga menyangkut binatang dan perubahan yang terjadi pada lingkungan alam, benda-benda mati. Semuanya bisa mengundang dan menciptakan informasi serta tindakan yang mengejutkan, mengguncang dunia, seakan langit akan runtuh, bukit akan terbelah dan laut akan musnah.
Universitas Sumatera Utara
10. Ketertarikan Manusiawi (human interest) Kadang-kadang suatu peristiwa tak menimbulkan efek berarti pada seseorang, sekelompok orang, atau bahkan lebih jauh lagi pada suatu masyarakat tetapi telah menimbulkan getaran pada suasana hati, suasana kejiwaan, dan alam perasaannya. Peristiwa tersebut tidak menguncangkan, tidak mendorong aparat keamanan siap-siaga atau segera merapatkan barisan dan tak menimbulkan perubahan pada agenda sosial-ekonomi masyarakat. Hanya karena naluri, nurani dan suasana hati kita merasa terusik, maka peristiwa itu tetap mengandung nilai berita. Para praktisi jurnalistik mengelompokkan kisah-kisah human interest ke dalam berita ringan, berita lunak (soft news). 11. Seks (sex) Berita adalah seks; seks adalah berita. Sepanjang sejarah peradaban manusia, segala hal yang berkaitan dengan perempuan pasti menarik dan menjadi sumber berita. Seks memang identik dengan perempuan. Perempuan identik dengan seks. Dua sisi mata uang yang tak terpisahkan, selalu menyatu. Tak ada berita tanpa perempuan, sama halnya dengan tak ada perempuan tanpa berita. Di berbagai belahan dunia, perempuan dengan segala aktifitasnya selalu layak muat, layak siar, layak tayang. Segala macam berita tentang perempuan, tentang seks, selalu banyak peminatnya. Selalu dinanti dan bahkan dicari. Seks bisa menunjuk pada keindahan anatomi perempuan, seks bisa menyentuh masalah poligami. Seks begitu akrab dengan dunia perselingkuhan para petinggi negara hingga selebriti. Dalam hal-hal khusus, seks juga kerap disandingkan dengan kekuasaan. Seks juga sumber bencana bagi kedudukan dan jabatan seseorang.
II.3. Syarat Berita Wartawan atau reporter tugasnya sama, mencari informasi yang menarik dan akhirnya dapat ditulis menjadi sebuah berita. Tidak mungkin bagus tulisan seorang wartawan atau
Universitas Sumatera Utara
sebuah reportase yang disampaikan reporter bila dia tidak mengerti sama sekali tentang persoalan yang diinformasikannya. Ada beberapa prinsip dasar yang harus diketahui oleh wartawan atau reporter dalam menulis berita, salah satunya adalah syarat berita. Dapat diketahui bahwa syarat berita harus : 1. Fakta Berita merupakan fakta, bukan karangan (fiksi) atau dibuat-buat. Ada beberapa faktor yang menjadikan berita tersebut fakta, yaitu kejadian nyata, pendapat (opini) narasumber dan pernyataan sumber berita. Opini atau pendapat pribadi wartawan atau reporter yang dicampuradukkan dalam pemberitaaan yang ditayangkan bukan merupakan suatu fakta dan bukan karya jurnalistik. 2. Obyektif Sesuai dengan keadaan sebenarnya, tidak boleh dibumbui sehingga merugikan pihak yang diberitakan. Reporter atau wartawan dituntut adil, jujur dan tidak memihak, apalagi tidak jujur secara yuridis merupakan sebuah Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik. 3. Berimbang Berita biasanya dianggap berimbang apabila wartawan atau reporter memberi informasi kepada pembacanya, pendengarnya atau pemirsanya tentang semua detail penting dari suatu kejadian dengan cara yang tepat. Porsi harus sama, tidak memihak atau tidak berat sebelah. Reporter harus mengabdi pada kebenaran ilmu atau kebenaran berita itu sendiri dan bukan mengabdi pada sumber berita (check, re-check and balance) yang perlu didukung dengan langkah konfirmasi dari pihak-pihak yang terkait dalam pemberitaan.
Universitas Sumatera Utara
4. Lengkap Berita yang lengkap adalah berita yang memuat jawaban atas pertanyaan who, what, why, when, where, dan how. Terkait dengan rumus umum penulisan berita yakni 5W+1H : 1. What : Peristiwa apa yang terjadi (unsur peristiwa) 2. When : Kapan peristiwa terjadi (unsur waktu) 3. Where : Dimana peristiwa terjadi (unsur tempat) 4. Who : Siapa yang terlibat dalam kejadian (unsur orang/manusia) 5. Why : Mengapa peristiwa terjadi (unsur latar belakang/sebab) 6. How : Bagaimana peristiwa terjadi (unsur kronologis peristiwa) 5. Akurat Tepat, benar dan tidak terdapat kesalahan. Akurasi sangat berpengaruh pada penilaian kredibilitas media maupun reporter itu sendiri. Akurasi berarti ketepatan bukan hanya pada detail spesifik tetapi juga kesan umum, cara detail disajikan dan cara penekannya. Ada juga pendapat dari James B. Roston dalam bukunya “Your Newspaper” menyebutkan, bahwa berita itu haruslah benar, lengkap, tidak berat sebelah dan aktuil. Hal itu berbeda dengan pendapat lainnya, baik F. Fraser Bond maupun Grant Milnor Hyde. Malahan Mitchell V. Charnley mengatakan, bahwa kebenaran dari suatu berita adalah untuk menjamin kepercayaan pembaca (the accuracy of news is in effect taken for guaranted by news consumer). Mengenai lengkap atau “balance” dalam berita tidak lain adalah agar pembaca memperoleh gambaran sebenarnya dari peristiwa itu. Tentang objektifitas atau tidak berat sebelah dalam pemberitaan merupakan satu hal paling penting dalam jurnalistik modern (dalam Danan Djaja, 1985:90).
Universitas Sumatera Utara
II.4. Televisi Sebagai Media Penyiaran II.4.1. Sejarah Televisi Prinsip televisi ditemukan oleh Paul Nipkow dari Jerman pada tahun 1884, namun baru tahun 1928 Vladimir Zworkyn (Amerikat Serikat) menemukan tabung kamera atau iconoscope yang bisa menangkap dan mengirim gambar ke kotak bernama televisi. Iconoscope bekerja mengubah gambar dari bentuk gambar optis ke dalam sinyal elektronis untuk selanjutnya diperkuat dan ditumpangkan ke dalam gelombang radio. Zworkyn dengan bantuan Philo Farnsworth berhasil menciptakan pesawat televisi pertama yang dipertunjukkan kepada umum pada pertemuan World’s Fair pada tahun 1939. Perang dunia ke-2 sempat menghentikan perkembangan televisi. Namun setelah perang usai, teknologi baru yang telah disempurnakan selama perang, berhasil mendorong kemajuan televisi. Kamera televisi baru tidak lagi membutuhkan terlalu banyak cahaya sehingga para pengisi acara di studio tidak lagi kepanasan. Selain itu, layar televisi sudah menjadi lebih besar, terdapat lebih banyak program yang tersedia dan sejumlah stasiun televisi lokal mulai membentuk jaringan. Masa depan televisi mulai terlihat menjanjikan. Pesawat televisi berwarna mulai diperkenalkan kepada publik pada tahun 1950-an. Siaran televisi berwarna dilaksanakan pertama kali oleh stasiun televisi NBC pada tahun 1960 dengan menayangkan program siaran berwarna selama tiga jam setiap harinya. II.4.2. Televisi Sebagai Media Penyiaran Pada tahun 1952, muncul gagasan untuk mendirikan stasiun televisi di Indonesia. Meskipun jumlah pesawat televisi saat itu masih belum banyak namun sepuluh tahun kemudian yaitu pada tahun 1962 berhasil didirikannya Televisi Republik Indonesia (TVRI). Ada tiga pemikiran yang menjadi dasar berdirinya TVRI. Pertama, secara politis akan menguntungkan pemerintah dalam hal kampanye pemilu. Kedua, dapat membentuk rasa
Universitas Sumatera Utara
persatuan bangsa Indonesia. Ketiga, bangsa Indonesia akan mendapatkan prestise sebagai bangsa yang modern dengan adanya stasiun televisi. Kemudian pemerintahan orde lama pun berakhir dan digantikan oleh pemerintahan orde baru. Pada pemerintahan ini TVRI memiliki tiga tujuan utama yaitu memajukan kesatuan dan persatuan nasional, memajukan stabilitas nasional dan memajukan stabilitas politik. Sejak pemerintah Indonesia membuka TVRI, maka selama 27 tahun penonton televisi di Indonesia hanya dapat menonton satu saluran televisi. Barulah pada tahun 1989, pemerintah memberikan izin operasi kepada kelompok usaha Bimantara untuk membuka stasiun televisi RCTI yang merupakan televisi swasta pertama di Indonesia, disusul kemudian dengan hadirnya SCTV, Indosiar, ANTV dan TPI. Media penyiaran sebagai salah satu bentuk media massa memiliki ciri dan sifat yang berbeda dengan media massa lainnya, bahkan di antara sesama media penyiaran, misalnya antara radio dan televisi, terdapat berbagai perbedaan sifat. Media massa televisi meskipun sama dengan radio dan film sebagai media massa elektronik, tetapi mempunyai ciri dan sifat yang berbeda, terlebih lagi dengan media massa cetak seperti surat kabar dan majalah. Media cetak dapat dibaca kapan saja tetapi televisi hanya dapat dilihat sekilas dan tidak dapat diulang. Televisi dapat dikelompokkan sebagai media yang menguasai ruang tetapi tidak menguasai waktu, sedangkan media cetak menguasai waktu tetapi tidak menguasai ruang. Artinya, siaran dari suatu media televisi dapat diterima dimana saja dalam jangkauan pancarannya (menguasai ruang) tetapi siarannya tidak dapat dilihat kembali (tidak menguasai waktu). Media cetak untuk sampai kepada pembacanya memerlukan waktu (tidak menguasai ruang) tetapi dapat dibaca kapan saja dan dapat diulang-ulang (menguasai waktu). Karena perbedaan sifat inilah yang menyebabkan adanya jurnalistik televisi, jurnalistik radio dan juga jurnalistik cetak, namun semuanya tetap tunduk pada ilmu induknya, yaitu ilmu komunikasi.
Universitas Sumatera Utara
Siaran televisi sesuai dengan sifatnya yang dapat diikuti secara audio dan visual (suara dan gambar) secara bersamaan oleh semua lapisan masyarakat, maka siaran televisi tidak dapat memuaskan semua lapisan masyarakat. Siaran televisi dapat membuat kagum dan memukau sebagian penontonnya, tetapi sebaliknya siaran televisi dapat membuat jengkel dan rasa tidak puas bagi penonton lainnya. Suatu program mungkin disukai oleh kelompok masyarakat terdidik, namum program itu akan ditinggalkan kelompok masyarakat lainnya. Perkembangan media komunikasi modern dewasa ini telah memungkinkan orang di seluruh dunia untuk dapat saling berkomunikasi. Hal ini dimungkinkan karena adanya berbagai media (channel) yang dapat digunakan sebagai sarana penyampaian pesan. Media penyiaran, yaitu radio dan televisi merupakan salah satu bentuk media massa yang efisien dalam mencapai audiennya dalam jumlah yang sangat banyak. Karenanya media penyiaran memegang peranan yang sangat penting dalam ilmu komunikasi pada umumnya dan khususnya ilmu komunikasi massa. Kemampuan media penyiaran untuk menyampaikan pesan kepada khalayak luas menjadikan media penyiaran sebagai objek penelitian penting dalam ilmu komunikasi massa, di samping ilmu komunikasi lainnya, yaitu ilmu komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, dan komunikasi organisasi. Media penyiaran merupakan organisasi yang menyebarkan informasi berupa produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. Oleh karena itu, seperti politik atau ekonomi, media massa khususnya media penyiaran merupakan suatu sistem tersendiri yang merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan yang lebih luas.
Universitas Sumatera Utara
II.5. Terorisme II.5.1. Sejarah Terorisme Sejarah tentang Terorisme berkembang sejak berabad lampau, ditandai dengan bentuk kejahatan murni berupa pembunuhan dan ancaman yang bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Perkembangannya bermula dalam bentuk fanatisme aliran kepercayaan yang kemudian berubah menjadi pembunuhan, baik yang dilakukan secara perorangan maupun oleh suatu kelompok terhadap penguasa yang dianggap sebagai tiran. Pembunuhan terhadap individu ini sudah dapat dikatakan sebagai bentuk murni dari Terorisme dengan mengacu pada sejarah Terorisme modern. Meski istilah Teror dan Terorisme baru mulai populer abad ke-18, namun fenomena yang ditujukannya bukanlah baru. Menurut Grant Wardlaw dalam buku Political Terrorism (1982), manifestasi Terorisme sistematis muncul sebelum Revolusi Perancis, tetapi baru mencolok sejak paruh kedua abad ke-19. Dalam suplemen kamus yang dikeluarkan Akademi Perancis tahun 1798, terorisme lebih diartikan sebagai sistem rezim teror. (sumber : http://id.wikipedia.org) Terorisme muncul pada akhir abad 19 dan menjelang terjadinya Perang Dunia-I, terjadi hampir di seluruh belahan dunia. Pada pertengahan abad ke-19, Terorisme mulai banyak dilakukan di Eropa Barat, Rusia dan Amerika. Mereka percaya bahwa Terorisme adalah cara yang paling efektif untuk melakukan revolusi politik maupun sosial, dengan cara membunuh orang-orang yang berpengaruh. Sejarah mencatat pada tahun 1890-an aksi terorisme Armenia melawan pemerintah Turki, yang berakhir dengan bencana pembunuhan masal terhadap warga Armenia pada Perang Dunia I. Pada dekade tersebut, aksi Terorisme diidentikkan sebagai bagian dari gerakan sayap kiri yang berbasiskan ideologi. Bentuk pertama Terorisme, terjadi sebelum Perang Dunia II, Terorisme dilakukan dengan cara pembunuhan politik terhadap pejabat pemerintah. Bentuk kedua Terorisme
Universitas Sumatera Utara
dimulai di Aljazair di tahun 50-an, dilakukan oleh FLN (Front de Liberation Nationale) yang mempopulerkan “serangan yang bersifat acak” terhadap masyarakat sipil yang tidak berdosa. Hal ini dilakukan untuk melawan apa yang disebut sebagai Terorisme negara oleh Algerian Nationalist. Pembunuhan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan keadilan. Bentuk ketiga Terorisme muncul pada tahun 60-an dan terkenal dengan istilah “Terorisme Media”, berupa serangan acak terhadap siapa saja untuk tujuan publisitas. Bentuk ketiga ini berkembang melalui tiga sumber, yaitu: 1. Kecenderungan sejarah yang semakin menentang kolonialisme dan tumbuhnya gerakan-gerakan demokrasi serta HAM. 2. Pergeseran ideologis yang mencakup kebangkitan fundamentalis agama, radikalis setelah era perang Vietnam dan munculnya ide perang gerilya kota. 3. Kemajuan teknologi, penemuan senjata canggih dan peningkatan lalu lintas. Namun Terorisme bentuk ini dianggap kurang efektif dalam masyarakat yang ketika itu sebagian besar buta huruf dan apatis. Seruan atau perjuangan melalui tulisan mempunyai dampak yang sangat kecil. Akan lebih efektif menerapkan “the philosophy of the bomb” yang bersifat eksplosif dan sulit diabaikan. Pasca Perang Dunia II, dunia tidak pernah mengenal "damai". Berbagai pergolakan berkembang dan berlangsung secara berkelanjutan. Konfrontasi negara adikuasa yang meluas menjadi konflik Timur - Barat dan menyeret beberapa negara Dunia Ketiga ke dalamnya menyebabkan timbulnya konflik Utara - Selatan. Perjuangan melawan penjajah, pergolakan rasial, konflik regional yang menarik campur tangan pihak ketiga, pergolakan dalam negeri di sekian banyak negara Dunia Ketiga, membuat dunia labil dan bergejolak. Ketidakstabilan dunia dan rasa frustasi dari banyak Negara Berkembang dalam perjuangan menuntut hak-hak yang dianggap fundamental dan sah, membuka peluang muncul dan meluasnya Terorisme. Fenomena Terorisme meningkat sejak permulaan dasa warsa 70-an. Terorisme dan Teror telah berkembang dalam sengketa
Universitas Sumatera Utara
ideologi, fanatisme agama, perjuangan kemerdekaan, pemberontakan, gerilya, bahkan juga oleh pemerintah sebagai cara dan sarana menegakkan kekuasaannya. Di Indonesia, terorisme pun sudah dikenal di awal kemerdekaan RI. Setidaknya, radikalisme gerakan Darul Islam dan Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di bawah pimpinan Kartosuwiryo, menjadi embrio bagi berkembangnya kelompok-kelompok radikal yang menerapkan teror sebagai metode perjuangan. II.5.2. Definisi Terorisme Kata teror berasal dari bahasa latin yaitu terrere yang kurang lebih diartikan sebagai kegiatan atau tindakan yang dapat membuat pihak lain ketakutan (Ezzat A. Fattah, 1997 dalam Hakim, 2004:9). Di masa Revolusi Perancis, sekitar tahun 1794, juga dikenal kata Le Terreur yang berasal dari bahasa Perancis. Kata tersebut pada awalnya dipergunakan untuk menyebut tindak kekerasan yang dilakukan rezim hasil Revolusi Perancis terhadap para pembangkang yang diposisikan sebagai musuh negara. Teror yang dikembangkan oleh pemerintahan pasca Revolusi Perancis adalah dengan cara menghukum mati para pegiat anti-pemerintah, dengan memenggal kepala korban di bawah tiang penggal guillotin. Sejak itulah kata teror masuk dalam khasanah bahasa-bahasa di Eropa. Definisi terorisme sendiri sampai saat ini masih menimbulkan silang pendapat. Kompleksitas masalah yang terkait dengan tindakan terorisme, mengakibatkan pengertian terorisme itu sendiri masih diinterpretasikan dan dipahami secara berbeda-beda. Walter Laqueur (1999), mengkaji setidaknya lebih dari seratus definisi terorisme. Kajian Laqueur menyimpulkan ada unsur-unsur yang signifikan dari definisi terorisme yang dirumuskan berbagai kalangan, yaitu terorisme memiliki ciri utama digunakannya ancaman kekerasan dan tindak kekerasan. Selain itu, terorisme umumnya didorong oleh motivasi politik, dan dapat juga karena adanya fanatisme keagamaan. Universitas Sumatera Utara
Dalam konteks Indonesia, bisa saja gerakan-gerakan perlawanan yang menuntut kemerdekaan di Aceh dan Papua, seperti Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Organisasi Papua Merdeka (OPM), atau gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di awal kemerdekaan, dapat dikategorikan sebagai terorisme. Karena faktanya menunjukkan gerakangerakan itu menggunakan metoda teror yang berupa ancaman kekerasan dan tindak kekerasan, sebagaimana didiskripsikan oleh Laqueur. Silang pendapat mengenai definisi terorisme, sejatinya telah mendorong badan dunia seperti Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk berusaha merumuskan pengertian terorisme. Pada tahun 1972, PBB membentuk Ad Hoc Committee on Terorism. Namun, setelah tujuh tahun komite Ad Hoc PBB yangg menangani terorisme ini bersidang, akhirnya juga gagal merumuskan definisi terorisme. Pangkal utama tidak disepakatinya definisi terorisme karena beragam dan berbedanya pandangan negara-negara anggota PBB di satu sisi, dan bervariasinya pendapat para pakar hukum internasional mengenai terorisme. Di Indonesia sendiri, sejak aksi-aksi teror merebak pasca pemerintahan Orde Baru dengan klimaks peristiwa pemboman di Bali, pengertian terorisme ramai diperdebatkan publik. Adalah Ustadz Abu Bakar Ba’asyir yang disangkakan sebagai teroris, karena disebutsebut sebagai tokoh Jamaah Islamiyah dan memiliki hubungan dengan Umar Al-Faruq, memiliki persepsi sendiri mengenai terorisme. Jamaah Islamiyah (JI) adalah kelompok Islam yang oleh pemerintah Malaysia dan Singapura diberi label “radikal”, dan ditenggarai sebagai jaringan Al Qaeda di Asia Tenggara. Sedangkan Umar Al-Faruq adalah orang yang diidentifikasi oleh CIA salah satu pimpinan Al Qaeda di Asia tenggara.
Universitas Sumatera Utara
II.6. Teori S-O-R Pada awalnya model ini dikenal sebagai model Stimulus – Respon, akan tetapi kemudian De Fleur menambahkan organisme dalam bagiannya hingga menjadi model S-O-R (Stimulus-Organisme-Respon). Teori ini dilandasi oleh suatu tanggapan bahwa organisme menghasilkan perilaku tertentu jika ada kondisi stimulus tertentu pula. Efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Elemen-elemen utama dari teori ini adalah : a. Pesan (Stimulus) b. Penerima (Organisme) c. Efek (Respon)
Model ini dirumuskan sebagai berikut :
Stimulus
Organisme : -
Perhatian Pengertian Penerimaan
Respon
Dapat dilihat pada gambar diatas bahwa respon ataupun perubahan sikap bergantung pada proses terhadap individu. Stimulus yang merupakan pesan yang disampaikan kepada organisme dapat berdampak diterima atau ditolak. Komunikasi yang terjadi dapat berjalan apabila organisme memberikan perhatian terhadap stimulus yang disampaikan kepadanya,
Universitas Sumatera Utara
sampai pada proses organisme tersebut memikirkannya hingga timbul pengertian dan penerimaan atau mungkin sebaliknya.
II.7. Sikap II.7.1. Pengertian Sikap Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu, artinya tidak ada sikap tanpa objek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peristiwa, pemandangan, lembaga, norma dan lain-lain. Manusia tidak dilahirkan dengan sikap tertentu. Sikap dibentuk sepanjang perkembangannya. Peranan sikap di dalam kehidupan manusia sangat besar sebab jika sudah terbentuk pada manusia ia akan turut menentukan cara manusia bertingkah laku terhadap objek-objek sikapnya. Sikap individual dimiliki oleh seseorang, bukan pada sekelompok orang. Masalah sikap merupakan masalah yang urgen dalam bidang Psikologi Sosial. Beberapa ahli mengemukakan pengertian tentang sikap, diantaranya (Azwar, 1988 dalam Dayakisni, 2003:95) : 1. Thurstone Berpandangan bahwa sikap merupakan suatu tingkatan afek, baik itu bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan obyek-obyek psikologis. 2. Kimball Young (1945) Menyatakan bahwa sikap merupakan suatu predisposisi mental untuk melakukan suatu tindakan. 3. Fishbein & Ajzen (1975) Menyebutkan bahwa sikap sebagai predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara konsisten dalam cara tertentu berkenaan dengan obyek tertentu.
Universitas Sumatera Utara
4. Sherif & Sherif (1956) Sikap menentukan keajegan dan kekhasan perilaku seseorang dalam hubungannya dengan stimulus manusia atau kejadian-kejadian tertentu. Sikap merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku. Dari pengertian-pengertian yang dikemukakan beberapa ahli tersebut dapat ditemukan unsur yang hampir sama pada sikap, yaitu sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak dan untuk bereaksi terhadap rangsang. Oleh karena itu, manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, akan tetapi harus ditafsirkan terlebih dahulu sebagai tingkah laku yang masih tertutup. II.7.2. Komponen Sikap Ada tiga komponen yang secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude) yaitu : 1. Komponen Kognitif (keyakinan) Yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang tentang obyek sikapnya. Dari pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang obyek sikap tersebut. 2. Komponen Afektif (perasaan) Yaitu yang berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi sifatnya evaluatif yang berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau sistem nilai yang dimilikinya. 3. Komponen Konatif (perilaku) Yaitu merupakan kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan obyek sikapnya. Dengan demikian sikap seseorang pada suatu obyek sikap merupakan manifestasi dari konstelasi ketiga komponen tersebut yang saling berinteraksi untuk memahami, merasakan,
Universitas Sumatera Utara
dan berperilaku terhadap obyek sikap. Ketiga komponen itu saling konsisten satu dengan yang lainnya. Disamping pendapat tersebut diatas, ada pendapat lain yang mengatakan bahwa sikap melibatkan satu komponen yaitu komponen afek seperti yang dikemukan Thrustone. Komponen afek atau perasaan tersebut memiliki dua sifat, yaitu positif atau negatif. Individu yang mempunyai perasaan positif terhadap suatu obyek psikologis dikatakan menyukai obyek tersebut atau mempunyai sikap yang favorable (perasaan mendukung atau memihak) terhadap obyek itu. Sedangkan individu yang mempunyai perasaan negatif terhadap suatu obyek psikologis dikatakan mempunyai sikap yang unfavorable (perasaan tidak mendukung atau tidak memihak) terhadap obyek tersebut. Dalam sikap yang positif reaksi seseorang cenderung untuk mendekati atau menyenangi obyek tersebut, sedangkan dalam sikap yang negatif orang cenderung untuk menjauhi atau menghindari obyek tersebut. II.7.3. Karakteristik Sikap Menurut Brigham, 1991 (dalam Dayakisni, 2003:97) ada beberapa ciri sifat (karakteristik) dasar dari sikap, yaitu : 1. Sikap disimpulkan dari cara-cara individu bertingkah laku; 2. Sikap ditujukan mengarah kepada obyek psikologis atau kategori, dalam hal ini skema yang dimiliki orang menentukan bagaimana mereka mengkategorisasikan target object dimana sikap diarahkan; 3. Sikap dipelajari; 4. Sikap mempengaruhi perilaku. Mengukuhi suatu sikap yang mengarah pada suatu obyek memberikan satu alasan untuk berperilaku mengarah pada obyek itu dengan suatu cara tertentu.
Universitas Sumatera Utara
II.7.4. Fungsi Sikap Menurut Kartz (1960 dalam Dayakisni, 2003:97) ada empat fungsi sikap, yaitu : 1. Utilitarian function yaitu sikap memungkinkan seseorang untuk memperoleh atau memaksimalkan ganjaran (reward) atau persetujuan dan meminimalkan hukuman. Dengan kata lain, sikap dapat berfungsi sebagai penyesuaian sosial. 2. Knowledge function yaitu sikap membantu dalam memahami lingkungan (sebagai skema) dengan melengkapi ringkasan evaluasi tentang obyek dan kelompok obyek atau segala sesuatu yang dijumpai di dunia ini. 3. Value-expressive function yaitu sikap kadang-kadang mengkomunikasikan nilai dan identitas yang dimiliki seseorang terhadap orang lain. 4. Ego defensive function yaitu sikap melindungi diri, menutupi kesalahan, agresi dan sebagainya dalam rangka mempertahankan diri. II.7.5. Pembentukan dan Perubahan Sikap Pada dasarnya sikap bukan merupakan suatu pembawaan, melainkan hasil interaksi antara individu dengan lingkungan sehingga sikap bersifat dinamis. Faktor pengalaman besar peranannya dalam pembentukan sikap. Sikap dapat pula dinyatakan sebagai hasil belajar, karenanya sikap dapat mengalami perubahan. Sebagai hasil dari dari belajar, sikap tidaklah terbentuk dengan sendirinya karena pembentukan sikap senantiasa akan berlangsung dalam interaksi manusia berkenaan dengan obyek tertentu. Lebih tegas, menurut Bimo Walgito (1980 dalam Dayakisni, 2003:98) bahwa pembentukan dan perubahan sikap akan ditentukan oleh dua faktor, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Faktor Internal (individu itu sendiri), yaitu cara individu dalam menanggapi dunia luarnya dengan selektif sehingga tidak semua yang datang akan diterima atau ditolak. 2. Faktor Eksternal, yaitu keadaan-keadaan yang ada di luar individu yang merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap.
Universitas Sumatera Utara