cross-sectional, digunakan untuk mengetahui hubungan kebiasaan merokok ...
Jadi jumlah subjek penelitian adalah 82 orang perokok yang diambil dari.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1.Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik yang menggunakan desain cross-sectional, digunakan untuk mengetahui hubungan kebiasaan merokok terhadap terjadinya smoker’s melanosis. 30,31
3.2.Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, dengan alasan populasi mahasiswa berjenis kelamin lakilaki relatif jumlahnya banyak dan tempat
penelitian terletak pada satu lokasi
sehingga mempermudah dalam pengumpulan data. Lamanya penelitian dilakukan sampai seluruh jumlah sampel terpenuhi. 3.3.Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara yang terdaftar aktif pada tahun 2005-2010 . 2. Sampel Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara yang berusia 18-25 tahun, yang mempunyai riwayat merokok. Untuk mendapatkan besar subjek penelitian yang akan
Universitas Sumatera Utara
diambil dalam penelitian ini, penulis menggunakan persentase insiden smoker’s melanosis dari data yang telah ada yaitu 31%,11,12 diperoleh subjek penelitian dengan menggunakan rumus untuk data kualitatif:32 Z α2 . p .q n = d2 1,962 . 0,31 . (1-0,31) = =
0,102 82.17
Dengan ketentuan : n
: jumlah subjek penelitian
Z α : deviasi normal yang distandarisasikan untuk α yang sesuai α
: tingkat kemaknaan α = 0.05
Z α =1.96
P
: prevalensi smoker’s melanosis
q
: ( 1- p)
d
: tingkat penyimpangan yang dapat ditolerir (10%) Jadi jumlah subjek penelitian adalah 82 orang perokok yang diambil dari
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Dalam penelitian ini, juga diambil subjek penelitian 82 responden tidak perokok sebagai pengontrol. Teknik pemilihan subjek penelitian ini adalah teknik purposive non probability sampling, dimana pemilihan subjek penelitian bertitik tolak pada ciri-ciri karakteristik yang telah didapat dari populasi sebelumnya yang ditetapkan dalam dua kriteria yaitu kriteria inklusi dan kriteria eksklusi .33
Universitas Sumatera Utara
3.4.Kriteria Inklusi dan Eksklusi 1. Kriteria Inklusi : - Memiliki kebiasaan merokok sedikitnya 1 batang per hari selama sekurang-kurangnya 1 tahun sampai pada saat penelitian dilakukan (perokok rutin) - Bersedia mengikuti penelitian 2. Kriteria Eksklusi : - Kebiasaan merokok dilakukan hanya sewaktu-waktu (tidak perokok rutin) - Menolak turut serta dalam penelitian
3.5.Variabel Penelitian Variabel bebas
: Jumlah rokok yang dihisap Lama merokok Jenis rokok yang dihisap Cara menghisap merokok
Variabel terikat
: Smoker’s melanosis
Variabel terkendali
: Umur mahasiswa : 18-25 tahun Mahasiswa FMIPA Universitas Sumatera Utara Berjenis kelamin laki-laki
Variabel tidak terkendali
: Penyakit sistemik
Universitas Sumatera Utara
3.6.Definisi Operasional a) Smoker’s melanosis merupakan perubahan warna yang khas pada permukaan mukosa yang terpajan, derajat pigmentasi berkisar dari coklat muda sampai coklat tua. b) Kebiasaan merokok meliputi : - Perokok adalah seseorang yang merokok sedikitnya 1 batang per hari selama sekurang-kurangnya 1 tahun. - Kebiasaan merokok adalah kebiasaan yang dilakukan seseorang dengan cara menghisap rokok sedikitnya 1 batang per hari. - Jumlah rokok adalah banyaknya batang rokok yang dihisap oleh seorang perokok dalam 1 hari. - Lama merokok adalah lama seseorang melakukan kebiasaan merokok dimulai dari waktu pertama kali sampai penelitian dilakukan (tahun). - Jenis rokok adalah berbagai bentuk rokok yang biasa digunakan dalam keseharian : 1. Rokok kretek adalah rokok yang menggunakan bahan baku tembakau dan cengkeh. 2. Rokok putih
adalah rokok dengan menggunakan bahan baku
tembakau. 3. Rokok campuran adalah rokok yang dihisap oleh seseorang dalam waktu tidak tentu dengan jenis rokok kretek maupun rokok putih.
Universitas Sumatera Utara
- Cara menghisap rokok
adalah cara kebiasaan seseorang dalam
menggunakan rokok dalam keseharian: 1. Perokok paru mulut adalah hanya menghisap asap rokok sampai rongga mulut saja. 2. Perokok paru adalah perokok yang menghisap asap rokok sampai ke dalam paru. 3. Perokok paru dalam adalah perokok yang menghisap asap rokok sampai ke dalam paru, menahan panas sebentar dan baru menghembuskannya keluar.
3.7.Sarana Penelitian 1.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk pemeriksaan rongga mulut adalah kaca mulut, sarung tangan, masker dan lampu senter. 2. Formulir Pencatatan Formulir Pencatatan terdiri dari : -
Blanko rekam medik yang mencakup data demografi (nama, umur, jenis kelamin, alamat, suku bangsa).
-
Blanko kuesioner mengenai kebiasaan merokok.
3.8.Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan pada mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU yang berumur 18-25 tahun, kemudian diberikan informed
Universitas Sumatera Utara
consent dan bagi mahasiswa yang bersedia menjadi subjek penelitian kemudian lakukan pemeriksaann klinis rongga mulut dengan bantuan 2 kaca mulut dan dengan penerangan lampu senter, kemudian subjek penelitian diwawancarai mengenai kebiasaan merokok. 3.9.Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer program software SPSS 17.0 for windows menurut tujuan penelitian.
3.10.Analisa Data 1.
Kualitas Data
Dalam penelitian ini validitas item dianalisis dengan menggunakan komputer program SPSS 17.0 for windows. 34 2.
Uji Hipotesa
Dilakukan analisa bivariate untuk menguji apakah ada hubungan antaraantara variabel yang diuji, yaitu jumlah rokok yang dihisap, lama merokok, jenis rokok yang dihisap dan cara menghisap rokok, data analisis dengan menggunaka uji statistik Pearson chi-square. Hasil analisa
menunjukkan adanya hubungan yang
bermakna apabila nilai p kurang dari 0,005 (α < 0,005).35 Hasil analisa data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi kemudian diintepretasikan untuk menjawab permasalahan dan tujuan penelitian. Data deskriptif mengenai karakteristik, distribusi dan frekuensi dari setiap variabel penelitian yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi dan frekuensi.35
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Responden Setelah dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner terhadap 82 responden perokok, maka diperolehlah hasil sebagai berikut ; Tabel 1 Persentase Responden Perokok Berdasarkan Ada Tidaknya Melanosis Rongga Mulut Perokok
Jumlah
Persen (%)
Melanosis
53
64.63
Tidak melanosis
29
35.37
Total
82
100.00
Sumber: Data Primer, 2010
Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat dari 82 responden terdapat 53 responden (64.63%) mengalami melanosis rongga mulut dan 29 responden (35.37%) tidak mengalami melanosis rongga mulut. Dengan demikian, mayoritas responden perokok mengalami melanosis. Dalam penelitian ini responden tidak perokok merupakan pengontrol untuk hasil penelitian perokok terhadap terjadinya smoker’s melanosis. Untuk lebih jelasnya, hasil penelitian responden tidak perokok dapat dilihat sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2 Persentase Responden Tidak Perokok Berdasarkan Ada Tidaknya Melanosis Tidak Perokok
Jumlah
Persen (%)
Melanosis
9
10.97
Tidak Melanosis
73
89.03
Total
82
100.00
Sumber: Data Primer,2010 Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat dari 82 responden tidak perokok terdapat 9 responden (10.97%) mengalami melanosis rongga mulut dan 73 responden (89.03%) tidak mengalami melanosis rongga mulut. Dengan demikian, mayoritas responden tidak perokok tidak mengalami melanosis.
Tabel 3 Persentase Responden Tidak Perokok Berdasarkan Umur No
Kelompok Umur ( Tahun )
Jumlah
Persen (%)
1
>20 tahun
21
25.60
2
18-20 tahun
61
74.40
Total
82
100.00
Sumber : Data Primer, 2010 Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa dari 82 responden tidak perokok, 61 responden ( 74.40%) adalah kelompok umur 18-20 tahun
dan 21 responden
(25.60%) adalah kelompok umur > 20 tahun. Dengan demikian, mayoritas responden adalah berusia 18- 20 tahun.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya, hasil penelitian pada perokok dapat ditunjukkan berdasarkan : 1. Umur Tabel 4
Persentase Responden Perokok Berdasarkan Umur
No
Kelompok Umur ( Tahun )
Jumlah
Persen (%)
1
>20 tahun
61
74.40
2
18-20 tahun
21
25.60
Total
82
100.00
Sumber : Data Primer, 2010 Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat bahwa dari 82 responden, 61 responden ( 74,40%) adalah kelompok umur > 20 tahun
dan 21 responden (25.60%) adalah
kelompok umur 18-20 tahun. Dengan demikian, mayoritas responden adalah berusia > 20 tahun.
2. Usia Awal Merokok Tabel 5
Persentase Responden Perokok Berdasarkan Usia Awal Merokok
No
Usia Awal Merokok
Jumlah
Persen (%)
1
>18 tahun
20
24.40
2
15-18 tahun
48
58.50
3
18 tahun dan 12 responden (17.10%) usia awal merokok < 15 tahun.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian, responden usia awal merokok paling tinggi pada kelompok 15-18 tahun (58.50%). 3. Jenis Rokok Tabel 6
Persentase Responden Perokok Berdasarkan Jenis Rokok
No
Jenis Rokok
Jumlah
Persen (%)
1
Kretek
22
26.80
2
Putih
37
45.10
3
Campuran
23
28.10
Total
82
100.00
Sumber : Data Primer, 2010 Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa dari 82 responden, 37 responden (45.10%) merokok jenis rokok putih, 23 responden (28.10%) merokok jenis rokok campuran dan 22 responden ( 26.80%)
merokok
jenis rokok kretek.
Dengan
demikian, jenis rokok yang paling banyak dikonsumsi oleh responden adalah rokok putih (45.10%). 4. Lama Merokok Tabel 7
Persentase Responden Perokok Berdasarkan Lama Merokok
No
Lama Merokok
Jumlah
Persen (%)
1
> 5 tahun
40
48.80
2
3 - 5 tahun
19
23.20
3
< 3 tahun
23
28.00
Total
82
100.00
Sumber : Data Primer, 2010 Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa dari 82 responden, 40 responden (48.80%) sudah merokok diatas 5 tahun, 23 responden (28.00%) sudah merokok
Universitas Sumatera Utara
dibawah 3 tahun dan 19 responden (23.20%) sudah merokok antara 3- 5 tahun. Dengan demikian, sebagian besar responden sudah merokok di atas 5 tahun (48.80%). 5. Jumlah Rokok Tabel 8
Persentase Responden Perokok Berdasarkan Jumlah Rokok
No
Jumlah Rokok
Jumlah
Persen (%)
1
1-4 batang
15
18.30
2
5-14 batang
38
46.30
3
> 14 batang
29
35.40
Total
82
100.00
Sumber : Data Primer, 2010 Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa dari 82 responden, 38 responden (46.30%) mengkonsumsi rokok antara 5-14 batang per hari, 29 responden (35.40%) mengkonsumsi rokok antara > 14 batang per hari, dan 15 responden ( 18.30%) mengkonsumsi rokok sebanyak lebih dari 14 batang per hari. Dengan demikan, sebagian besar responden mengkonsumsi 5-14 batang per hari (46.30%). 6. Cara Menghisap Rokok Tabel 9 Persentase Responden Perokok Berdasarkan Cara Menghisap Rokok No
Cara Merokok
Jumlah
Persen (%)
1
Paru Mulut
32
39.00
2
Paru
25
30.50
3
Paru Dalam
25
30.50
Total
82
100.00
Sumber : Data Primer, 2010
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tabel 9 dapat dilihat bahwa dari 82 responden, 32 responden (39.00%) merokok melalui paru mulut,25 responden ( 30.50%) merokok melalui paru dan 25 responden (30.50%) merokok melalui paru dalam. Dengan demikian, sebagian besar responden merokok melalui paru mulut ( 39.00%).
4.2. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok Terhadap Terjadinya Melanosis Rongga Mulut Analisis yang dilakukan pada penelitian menggunakan analisis deskriptif dengan melihat tabulasi silang (cross-tab) kebiasaan merokok (jenis rokok, lama merokok, jumlah rokok dan cara menghisap rokok) terhadap terjadinya melanosis rongga mulut. Tabel 10
Tabulasi Silang Antara Jenis Rokok dan Terjadinya Melanosis
Jenis Rokok
Insiden Perokok Melanosis
Tidak melanosis
Total
Persen
Sig-p 0.044
N
%
N
%
N
%
Kretek
15
18.29
7
8.54
22
26.83
Putih
19
23.17
18
21.95
37
45.12
Campuran
19
23.17
4
4.88
23
28.05
Total
53
64.60
29
35.37
82
100.00
Sumber: Data Primer, 2010 Dari tabel
10 terlihat bahwa dari 22 responden(26.83%) yang merokok
menggunakan jenis rokok kretek, 15 responden (18.29%) yang mengalami melanosis rongga mulut dan 7 responden (8.54%) tidak terjadi melanosis rongga mulut. Dari 37 responden (45.12%) menggunakan jenis rokok putih, 19 responden (23.17%)
Universitas Sumatera Utara
mengalami melanosis rongga mulut dan 18 responden (21.95%) tidak terjadi melanosis rongga mulut. Dari 23 responden (5%), 11 responden (26.19%) mengalami melanosis rongga mulut dan 2 responden (4.76%) tidak terjadi melanosis rongga mulut. Hal ini menunjukkan bahwa perokok yang menggunakan jenis rokok putih yang paling tinggi menimbulkan melanosis. Hasil uji statistik menggunakan chi-square memperlihatkan bahwa nilai signifikansi p = 0.044 atau < sig α (0.05). diterima sehingga dapat
Dengan demikian, Ho ditolak atau H1
disimpulkan bahwa jenis rokok berpengaruh signifikan
terhadap insiden melanosis karena nilai sig-hitung chi-square (0.044) < 0.05.
Tabel 11 Tabulasi Silang Antara Lama Merokok dan Terjadinya Melanosis Lama Merokok
Insiden Perokok Melanosis
Tidak melanosis
Total
Persen
Sig-p 0.000
N
%
N
%
N
%
> 5 tahun
39
47.56
1
1.22
40
48.78
3 – 5 tahun
12
14.63
7
8.54
19
23.17
5 tahun, 39 responden (47.56%)
yang mengalami melanosis rongga mulut dan 1
responden (1.22%) tidak terjadi melanosis. Dari 19 responden (23.17%) merokok 3-5 tahun, 12 responden (14.63%) mengalami melanosis rongga mulut dan 7 responden (8.54%) tidak terjadi melanosis rongga mulut. Dari 23 responden (28.05%), 2
Universitas Sumatera Utara
responden (2.44%) mengalami melanosis rongga mulut dan 21 responden (25.61%) tidak terjadi melanosis rongga mulut.Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perokok diatas 5 tahun yang dapat menimbulkan melanosis. Hasil uji statistik menggunakan chi-square memperlihatkan bahwa nilai signifikansi p = 0.000 atau < sig α (0.05).
Dengan demikian, Ho ditolak atau H1
diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa lama merokok berpengaruh signifikan terhadap insiden melanosis karena nilai sig-hitung chi-square (0.000) < 0.05.
Tabel 12
Tabulasi Silang Antara Jumlah Rokok dan Terjadinya Melanosis
Jumlah Rokok
Insiden Perokok Melanosis
Tidak Melanosis
Total
Persen
Sig-p 0.00
N
%
N
%
N
%
1-4 batang
0
0.00
15
18.29
15
18.29
5-14 batang
25
30.49
13
15.86
38
46.35
>14 batang
28
34.14
1
1.22
29
35.36
Total
53
64.63
29
35.37
82
100.00
Sumber: Data Primer, 2010 Dari tabel 12 terlihat bahwa dari 15 responden(18.29%) dengan jumlah rokok 1-4 batang, 15 responden (18.29%) tidak terjadi melanosis rongga mulut. Dari 38 responden (46.35%) dengan jumlah rokok 5-14 batang, 25 responden (30.49%) mengalami melanosis rongga mulut dan 13 responden (15.86%) tidak terjadi melanosis rongga mulut. Dari 29 responden (35.36%), 28 responden (34.14%) mengalami melanosis rongga mulut dan 1 responden (1.22%) tidak terjadi melanosis.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perokok yang merokok lebih dari 14 batang yang dapat menimbulkan melanosis. Hasil uji statistik menggunakan chi-square memperlihatkan bahwa nilai signifikansi p = 0.000 atau < sig α (0.05).
Dengan demikian, Ho ditolak atau H1
diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah rokok yang dihisap berpengaruh signifikan terhadap insiden melanosis karena nilai sig-hitung chi-square (0.000) < 0.05.
Tabel
13 Tabulasi Silang Antara Cara Menghisap Rokok dan Terjadinya Melanosis
Cara Menghisap Merokok
Insiden Perokok Melanosis
Tidak Melanosis
Total
Persen
Sig-p 0.001
N
%
N
%
N
%
Paru Mulut
13
15.85
19
23.17
32
39.02
Paru
22
26.83
3
3.66
25
30.49
Paru Dalam
18
21.95
7
8.54
25
30.49
53
64.63
29
35.37
82
100.00
Total
Sumber: Data Primer, 2010 Dari tabel 13 terlihat bahwa dari 32 responden(39.02%) yang merokok melalui paru mulut, 13 responden (15.85%)
yang mengalami melanosis rongga
mulut dan 19 responden (23.17%) tidak terjadi melanosis rongga mulut. Dari 25 responden (30.49%) merokok melalui paru, 22 responden (26.83%) mengalami melanosis rongga mulut dan 3 responden (3.66%) tidak terjadi melanosis rongga mulut. Dari 25 responden (30.49%), 18 responden (21.95%) mengalami melanosis rongga mulut dan 7 responden (8.54%) tidak terjadi melanosis rongga mulut. Dengan
Universitas Sumatera Utara
demikian, dapat disimpulkan bahwa perokok yang merokok paru dapat menimbulkan melanosis. Hasil uji statistik menggunakan chi-square memperlihatkan bahwa nilai signifikansi p = 0.001 atau < sig α (0.05). diterima sehingga dapat
Dengan demikian, Ho ditolak atau H1
disimpulkan bahwa cara menghisap rokok berpengaruh
signifikan terhadap insiden melanosis karena nilai sig-hitung chi-square (0.001) < 0.05.
Universitas Sumatera Utara
BAB V PEMBAHASAN
Indonesia salah satu negara konsumen tembakau terbesar di dunia dimana konsumen rokok meningkat tiap tahunnya. 1,8 Menurut survei WHO (1996) merokok masih didominasi oleh kaum pria sekitar 50-60% sedangkan wanita hanya 10%.
35
Dalam penelitian ini terlihat dari 82 responden yang mengambil bagian dari penelitian ini berusia 18-25 tahun, kelompok yang terbanyak merokok adalah usia diatas 20 tahun. Berdasarkan data WHO Indonesia, prevalensi merokok pada pria meningkat cepat seiring dengan bertambahnya umur.1 Usia saat memulai kebiasaan merokok di kalangan mahasiswa dalam penelitian ini mulai usia 15-18 tahun sebesar 58.50%, hal ini sama bila dibandingkan dengan penelitian Survei Kesehatan Rumah Tangga (1986) merokok dimulai usia 1519 tahun. 16 Sedangkan pada penelitian oleh WHO Indonesia yang mempunyai usia 15-19 tahun yang memulai kebiasaan merokok sebesar 59,1%, hal ini merupakan usia memulai kebiasaan merokok yang paling tinggi. 1 Di Indonesia semakin meningkat minat masyarakat memilih rokok kretek dibandingkan rokok putih. 37 Jenis rokok yang dikonsumsi masyarakat 80-95% yaitu rokok kretek. Pada kalangan mahasiswa FMIPA USU persentase mengkosumsi jenis rokok paling tinggi adalah rokok putih (45.10%). Hasil tersebut berbeda dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Natamiharja L,dkk (2000), yang
Universitas Sumatera Utara
menemukan sekitar 72% perokok menghisap rokok kretek, diikuti rokok campur sebesar 20% dan rokok putih sebesar 6%. 36 Kebiasan merokok dapat menimbulkan kenikmatan bagi perokok sehingga perokok mengalami ketergantungan dengan penghentian kebiasaan yang sulit disebabkan oleh nikotin. Kadar 4-6 miligram/hari yang dihisap oleh orang dewasa sudah dapat membuat ketagihan.8 Dari hasil penelitian yang dilakukan pada mahasiswa FMIPA USU ditunjukkan dengan lama merokok diatas 5 tahun memiliki persentase sebesar 48.80%. Demikian juga, pada penelitian Tjandra YA., dkk yang menemukan persentase lama merokok diatas 5 tahun (37,83% ) yang paling tinggi. 2 Pada penelitian Tjandra YA., dkk menunjukkan persentase jumlah rokok kurang dari 10 batang per hari sebesar 18,91% dan jumlah rokok lebih dari 10 batang per hari sebesar 48,64%.2 Dari hasil penelitian ini menunjukkan jumlah rokok 1-4 batang sebesar 18.30%, jumlah rokok 5-14 batang sebesar 46.30% dan jumlah rokok >14 batang sebesar 35.40%. Rokok yang dihisap sampai rongga mulut saja, sampai ke dalam paru-paru, dan
menahan
napas
sebentar
kemudian
menghembuskannya
keluar
akan
mempengaruhi banyaknya asap rokok yang dihasilkan sehingga dapat mempengaruhi kesehatan dan selain itu dapat memberikan kenikamatan sendiri pada saat rokok dihisap. 4 Pada penelitian ini perokok paru mulut merupakan persentase yang paling tinggi sebesar 39.00%. Penemuan objektif yang signifikan pada rongga mulut perokok adalah adanya smoker’s melanosis. Agustina (2007) menyatakan bahwa lesi tersebut tampak sebagai
Universitas Sumatera Utara
bercak-bercak pigmentasi berwarna coklat hingga coklat kehitaman teruta pada daerah gingiva, mukosa pipi ataupun bibir pada 5 – 22% perokok berat. Lesi ini dapat hilang sendiri jika kebiasaan merokok dihilangkan. Lesi ini tidak mempunyai potensi menjadi ganas, hanya secara estetik mungkin sangat mengganggu. Menurut Regezi dan Sciubba (1989), patogenesis smoker’s melanosis berhubungan dengan komponen tembakau rokok yang menstimulasi melanosit untuk memproduksi melanin. Jumlah dan intensitas lesi tergantung pada dosis merokok .18,21 Hasil penelitian 82 responden perokok terdapat 53 responden (64.63%) yang mengalami melanosis dan 82 responden tidak perokok terdapat 9 responden (10.97%) yang mengalami melanosis. Pendapat Hedin C A (1982) bahwa tipe rokok keretek menimbulkan asap rokok yang lebih besar dibandingkan rokok filter atau rokok putih, sehingga, rokok keretek lebih berpotensi menimbulkan terjadinya melanosis rongga mulut. 21
Lebih
lanjut Axell (1999) menjelaskan bahwa smoker’s melanosis berhubungan erat dengan dosis yang terkandung di dalam rokok dimana jenis rokok kretek mengandung dosis lebih tinggi dari rokok lainnya. Merokok dapat merangsang melanosit mukosa oral untuk memproduksi melanin secara eksesif, sehingga menciptakan patch pigmentasi coklat di atas mukosa gingival atau bukal diantara 5-22% perokok. Jumlah dan intensitas melanosis pada rongga mulut bergantung kepada dosis, dan penghentian merokok tampaknya menghilangkan kondisi ini sepenuhnya. membuktikan bahwa nikotin mengaktivasi dalam mulut adalah akibat asap rokok yang
Penelitian in vitro
produksi melanin.20,24 Pigmentasi menyebabkan stimulasi
produksi
melanin (pigmen coklat pada kulit dan mulut) atau ikatan melanin dengan senyawa
Universitas Sumatera Utara
senyawa asap rokok.24 Pendapat tersebut berbeda dengan hasil penelitian yang didapat bahwa rokok putih (23.17%) dan rokok campuran (23.17%) yang dapat menyebabkan melanosis, diduga hal tersebut karena menggunakan rokok putih non filter sehingga nikotin lebih banyak menstimulasi aktivitas melanosit dan lebih banyak menghisap rokok putih.
Gambar 3. Lapisan makula coklat pada gingiva anterior mandibula
Sapp LR Eversole (1997) menyatakan bahwa semakin lama merokok, semakin tinggi kandungan melanin dalam jaringan konektif, semakin besar kemungkinan terjadinya melanosis rongga mulut.20. Melanosis rongga mulut ditandai oleh hiperpigmentasi tidak teratur pada jaringan konektif yang mendasari mukosa rongga mulut akibat dari merokok tembakau. Sel-sel basal dan makrofage pada jaringan konektif mengandung jumlah melanin yang tidak terhingga, yang menciptakan pigmentasi gelap.
24
Pendapat tersebut sama dengan hasil penelitian
Universitas Sumatera Utara
yang didapat bahwa lama merokok diatas 5 tahun (47.56%) dapat menyebabkan melanosis. Pada hasil penelitian yang didapat bahwa perokok yang merokok lebih dari 14 batang (34.14%) dapat menyebabkan melanosis. Hal ini sesuai dengan pendapat Axell T (1982) bahwa jumlah pigmentasi meningkat diantara perokok berat. Perokok berat memperlihatkan
prevalensi pigmentasi sekitar 30.00% sehingga
meningkatkan insiden smoker’s melanosis yang paling prevalent pada gingiva. 24 Pada hasil penelitian yang didapat bahwa perokok yang menghisap rokok dengan cara paru (26.83%) yang paling tinggi menyebabkan melanosis. Hal ini sesuai dengan pendapat Sham AS (2003), yang mengatakan bahwa melanosis adalah bentuk pigmentasi
yang berhubungan dengan
meningkatnya melanin. Meningkatnya
melanin berhubungan dengan erat dengan cara merokok dan lamanya merokok.28
Universitas Sumatera Utara
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan tentang hubungan kebiasaan merokok dengan terjadinya melanosis
rongga mulut yang
dilakukan terhadap 82 responden yang mempunyai kebiasaan merokok dan 82 responden yang tidak merokok, dapat disimpulkan bahwa: 1. Ada hubungan jenis rokok terhadap terjadinya smoker’s melanosis karena kandungan nikotin yang terdapat di dalam rokok sehingga dapat mengaktivasi produksi melanin. 2. Ada hubungan lama merokok terhadap terjadinya smoker’s melanosis karena semakin lama merokok, semakin tinggi kandungan melanin dalam jaringan konektif . 3. Ada hubungan jumlah rokok yang dihisap terhadap terjadinya smoker’s melanosis karena pigmentasi akan meningkat diantara perokok berat. 4. Ada hubungan cara menghisap rokok terhadap terjadinya smoker’s melanosis karena akan meningkatkan melanin.
6.2. S a r a n Adapun saran dalam penelitian bagi perokok adalah agar perokok dapat mengurangi jumlah rokok yang dihisap dan dapat mengurangi kebiasaan merokok,
Universitas Sumatera Utara
sehingga dapat mencegah terjadinya smoker’s melanosis. Perokok disarankan agar menghisap rokok dengan cara paru mulut. Penelitian ini hanya menguraikan secara umum mengenai hubungan antara smoker’s melanosis dengan kebiasaan merokok pada perokok, oleh karena itu diharapkan adanya penelitian lanjutan dengan sampel yang lebih besar, kalangan yang berbeda untuk melakukan evaluasi lebih lanjut.
Universitas Sumatera Utara