Catatan Akhir Tahun KontraS 2013

8 downloads 207 Views 395KB Size Report
2 Des 2013 ... 2013, Persoalan Hak Asasi Manusia. Morat Marit: Kedepan ... Tidak lama lagi, tahun 2013 akan berlalu, dan kita ..... PERKAP No. 1 tahun 2009 ...
Catatan Akhir Tahun KontraS

2013, Persoalan Hak Asasi Manusia

Morat Marit: Kedepan, Hak Asasi Manusia Dipolitisir tanpa Makna Pengantar

Situasi yang tak menentu ini, turut

Tidak lama lagi, tahun 2013 akan berlalu, dan kita akan memasuki tahun

2014.

Sebagaimana

tahun-

tahun

sebelumnya,

Komisi

Untuk

Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan [KontraS], mengeluarkan catatan pendek terkait potret Hak Asasi Manusia [HAM] setahun terakhir; termasuk rangkuman kasus, fakta dan peristiwa yang melingkupinya. Tentu, pergantian tahun ini menjadi sedikit istimewa,

mengingat

memasuki

tahun

kita Politik

akan 2014,

momentum yang setiap lima tahun

diperburuk

dengan

besaran

dana

pengamanan Pemilu, yakni 3,5 Triliun untuk Polri dan 100 Miliar untuk TNI. Sejauh ini, tidak ada penjelasan yang rasional, kenapa dana pengamanan sebesar itu? Kenapa diawal sudah melibatkan TNI, yang notabene hanya diturunkan jika situasi tidak bisa di

handle Polri? Benarkah keamanan Pemilu mengkhawatirkan? Lalu apa bentuk

ancamannya?

pertanyaan dijelaskan

tersebut secara

Pertanyaantidak

pernah

gamblang

oleh

pemerintah.

akan menghadirkan cerita baru bagi

KontraS juga mencatat kebijakan

republik ini; cerita baik, buruk, atau

kontroversi lainnya, berupa pengadaan

bahkan tambah memburuk, semuanya

alat sadap produksi Gamma TSE Ltd,

tidak lepas dan amat dipengaruhi oleh

seharga

catatan-catatan

£ 4,214,167 70

Miliar,

setara

akuntabilitas

HAM

dengan

sebelumnya,

lebih

Perlengkapan Intelejen. Pengadaan

khusus lagi sepanjang Januari hingga

alat sadap ini menjadi kontroversi

Desember 2013.

karena

ditahun-tahun

Rp.

atau

pengadaannya

berupa

menjelang

Pemilu 2014, dan diperuntukan bagi

Badan Intelijen Strategis [BAIS], yang

penyelesaian

notabene adalah intelijen TNI.1

pelanggaran HAM dan HAM berat,

Terkait tahun politik 2014, secara khusus Pemilihan Umum [PEMILU], Pemilu Legislatif [Pileg] pada kisaran April

2014

[Pilpres]

dan

pada

Pemilu

kisaran

Presiden September

2014, KontraS memberikan catatan bahwa hasil pemilu berpotensi tidak akan banyak memberikan kontribusi pada

perbaikan

perlindungan Kenapa?

Hak

Selain

didominasi

akuntabilitas Asasi

Manusia.

para

kontestan

oleh

politisi

yang

bermasalah dengan hukum dan HAM, salah

satu

indikator

nyata

yang

ditangkap oleh KontraS adalah agenda dari politisi [Capres dan Caleg] tidak

beragam

kasus

penyelesaian kasus intoleransi dan diskriminasi

terhadap

kelompok

agama dan kepercayaan minoritas, politik

kekerasan

dan

eksploitasi

sumber daya alam oleh korporasi nasional

dan

internasional

berkolaborasi kekuasan

yang

dengan

dan

aktor

oligarki keamanan,

reformasi institusi aktor keamanan, dan penyelesaian konflik di Papua. Bahwa

ketidakjelasan

menunjukan

bahwa

tersebut

pemilu

2014,

masih menjadi kontestasi kuasa yang masih minim atau bahkan jauh dari ideologi dan politik HAM. KontraS mencatat secara umum,

sinkron / tidak ketemu dengan agenda

para

rakyat, lebih khusus lagi para pencari

wacana atau program-program yang

keadilan.

bersifat umum dan jargon, semisal

Bahwa dari Caleg dan Parpol yang ada belum terlihat secara nyata, jelas dan konkrit mengenai platform politik mereka, khususnya terkait agenda atau

program

HAM,

misalkan,

bagaimana platform mereka mengenai

politisi

ekonomi

masih

berkutat

kerakyatan,

kesejahteraan,

pada

perbaikan

kemandirian

bangsa

dll. Tentu program tersebut baik, dan tidak ada yang salah, namun tidak mampu menjawab persoalan keadilan, yang hingga 15 tahun reformasi, masih menjadi pekerjaan rumah dan tak tentu rimbanya. Tidak heran, jika

1

Info lebih lengkap tentang alat sadap lihat, Siaran Pers KontraS, Mempertanyakan Jaminan Perlindungan dan Pengakuan atas Hak Privasi setelah Pengadaan Produk Gamma TSE Ltd. Dapat diakses di http://kontras.org/index.php?hal=siaran_pers&id=1 778

animo dan kepercayaan masyarakat menurun terhadap momentum politik 2014, karena hingga hari ini rakyat

masih

menghadapi

persoalan

ancaman kebebasan hak sipil dan politik,

tidak

berpolitik,

ada

hingga

jaminan

beragam

Konflik Sosial, UU Intelijen, dan RUU Keamanan Nasional.

hak bentuk

pelanggaran hukum dan HAM yang dilakukan oleh negara.

Untuk itu, catatan pendek ini akan

memotret

sepanjang

kondisi

HAM

setahun

terakhir,

harapannya, dari fakta, peristiwa dan

Berkali-kali

KontraS

data yang diuraikan dibawah ini, dapat

menegaskan, bahwa isu mendasar

dijadikan

dari nihilnya keadilan adalah buruknya

prospek

akuntabilitas penegakan hukum dan

terlebih khusus, mengukur agenda dan

HAM. Mengenai isu mendasar ini,

program

KontraS mencatat, tidak nampak ada

berkontestasi dalam pemilu. Adapun

program,

outline yang akan dipaparkan oleh

komitmen

atau

bahkan

wacana yang dibuat oleh para politisi menjawab persoalan tersebut. Bagaimana

kita

rujukan tahun para

politik politisi

dikoreksi, negara enggan memperbaiki

diklasifikasikan

diri

beberapa sektor:

aturan

secara benar, adalah fakta bahwa prosentasi jumlah kekerasan

yang

dan

yang

akan

dan

penyalahgunaan kewenangan [Abuse

menegakkan

2014,

kekerasan

akuntabilitas, jika negara tidak mau dengan

mengukur

KontraS sebagai berikut: 1. Potret

mengukur

untuk

of

Power],

dapat kedalam

a. kekerasan

dan

penyalahgunaan

dilakukan oleh aparat negara, tidak

kewenangan dalam sektor

sebanding

sumber daya alam;

dengan

jumlah

penghukuman [baik melalui proses internal

etik,

maupun

proses

penegakan hukum dan HAM]. Bahkan disisi

yang

memperkuat peraturan

lain, diri

yang

negara

dengan

justru

beragam

melemahkan

dan

b. Penyalahgunaan

senjata

api; c. kekerasan kelompok

terhadap agama

dan

kepercayaan minoritas; d. kekerasan

terhadap

aksi

mengancam masyarakat sipil, semisal

demonstrasi yang dilakukan

UU

oleh masyarakat sipil;

Organisasi

[ORMAS],

UU

Kemasyarakatan Penanggulangan

2. Pelanggaran HAM di wilayah konflik: Papua 3. praktik

batas

tidak

dan kasus. Diperparah lagi dengan

manusiawi

beragam kebijakan baik dalam negeri, seperti

4. Dugaan

Pelanggaran

dan

oleh

hukum

Detasemen

Khusus [Densus] 88 Anti-Teror 5. Buruknya

akuntabilitas

penegakan hukum dan HAM, melingkupi kasus pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu dan masa kini 6. Internasional: WTO dan Bom Waktu Kekerasan 7. Mekanisme

HAM

Regional

“Masih Ompong” 8. Rekomendasi Komite HAM PBB Tidak

menjadi

Prioritas

Pemerintah

penerbitan

mengancam

merupakan utama

refleksi

KontraS

demokrasi

berpihak

pada

tersebut

dari

berupa

aktivitas advokasi,

dan

kepentingan

yang HAM, rakyat

[nasional], seperti kiprah pemerintah dalam sidang WTO. Sementara itu, evaluasi terhadap

International Covenant for Civil and Political Rights [ ICCPR ] tahun ini telah

menjadi

momentum

penting

dalam penegakan HAM di indonesia. Secara umum, akuntabilitas HAM yang dijalankan, masih jauh dari komitmen Pemerintah untuk tunduk pada prinsip HAM

internasional.

rekomendasi

peristiwa

regulasi

serta kebijakan luar negeri yang tidak

pemerintah Beragam

mengalami

dan

lainnya; HAM

tertentu,

perluasan dan pembesaran jumlah isu

penyiksaan

perbuatan

dalam

Rekomendasi-

yang harus

konsistensi

diberikan

jadi

tantangan

penghormatan,

pemenuhan dan perlindungan HAM di masa yang akan datang.

monitoring dan investigasi, tercatat bahwa

setahun

perlindungan

terakhir,

HAM,

tidak

situasi banyak

mengalami perubahan. Jika ditahun sebelumnya

KontraS

memberikan

ilustrasi “keadilan macet kekerasan jalan terus”, maka ditahun ini akar persoalannya tidak bergeser, bahkan

1. Reproduksi Kekerasan Jalan Terus Secara umum, KontraS mencatat, sepanjang

bulan

Januari

hingga

November 2013, telah terjadi 709 angka kekerasan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian, dan dari jumlah

tersebut tercatat 4569 warga sipil

GKI Taman Yasmin Bogor dan HKBP

menjadi

Philadelphia Bekasi.3

korban.

tersebut,

Angka

tergolong

kekerasan

cukup

tinggi,

khususnyajika kita bandingkan dengan angka-angka kekerasan yang terjadi pada tahun 2012, yakni sebanyak 448 angka kekerasan, dan ditahun 2011 sebanyak 112 kekerasan.2 Terkait terhadap

dengan hak

beragama,

Polri

kebebasan

dalam

mencatat,

sepanjang

Januari hingga November, sebanyak 107

kasus,

dari

jumlah

tersebut,

secara umum, bentuk pelanggarannya dapat dikatergorikan: [1] pembiaran; yakni Polri tidak mengambil tindakan

pelanggaran

atas

KontraS

beberapa

effektif

untuk

menghentikan

penyerangan, intimidasi dan ancaman yang

dilakukan

oleh

kelompok

kasus melakukan pembiaran dan “turut

intoleran. KontraS juga menemukan

mendukung kekerasan” oleh kelompok

turunan

intoleran terhadap kelompok minoritas

lainnya yang dibiarkan oleh Polri,

agama dan kepercayaan. Disamping

berupa penggusuran dan pengusiran

itu, pemerintah daerah juga turut andil

paksa4,

dalam memicu permasalahan, yakni

diskriminasi; [2] Polri bersama dengan

dengan menerbitkan peraturan atau

massa

surat edaran yang melarang pemeluk

membubarkan

agama

keagamaan

atau

kepercayaan

yang

bentuk

pelanggaran

penganiayaan intoleran acara yang

HAM

dan

turut

serta

/

ritual

diselenggarakan

dianggap sesat untuk menjalankan

oleh kelompok minoritas. Misalkan

ibadah,

pelarangan

Polisi Polres Kapuas membubarkan

Samarinda,

paksa

Ahmadiyah Pandeglang,

semisal di dan

di

Jawa

sekitar

400

orang

jemaat

Timur.

pengajian di Masjid Nur Hidayah, Anjr

Bahkan pelarangan pendirian tempat

Mambulau Barat, Kabupaten Kapuas,

ibadah juga masih menjadi persoalan serius ditahun 2013, sebagaimana di

2

Jumlah kasus dihimpun oleh KontraS melalui beberapa metode, diantaranya: investigasi lapangan, keterangan korban langsung di kantor kontras, dan monitoring media nasional dan daerah

3

Lihat misalkan Media Online, Perda Anti Ahmadiyah Perburuk Keadaan, Detik News. Selanjutnya dapat diakses di http://news.detik.com/read/2011/03/05/122401/158 5179/10/perda-anti-ahmadiyah-perburuk-keadaan 4 Sebagai tambahan informasi untuk penggusuran paksa Jama’ah Shiah, lihat Siaran Pers KontraS,. Masyarakat Syiah Lagi-Lagi Hadapi Resiko Penggusuran Paksa, Dibutuhkan Investigasi Keterlibatan Aparat Pemerintah yang Mengintimidasi Syiah, bisa diakses di http://kontras.org/index.php?hal=siaran_pers&id=1 813

pada hari Sabtu, 5 Januari 2013, dengan alasan tidak ada ijin.5 Selanjutnya

terkait

belakang

kekerasan

dalam isu ekspolrasi sumber daya alam, KontraS mencatat sepanjang Januari hingga Agustus 2013 terjadi 115 peristiwa kekerasan, yang ratarata dilakukan oleh Polri dan beberapa diantaranya Adapun

dilakukan

bentuk

Situasi di atas sungguh bertolak

oleh

TNI.

kekerasan

yang

investasi.

Guidelines,

a. Kewajiban dasar negara untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi b. Perusahaan

tidak

masyarakat,

memberikan

perlindungan

wajib mematuhi

Manusia; c. Adanya pemenuhan hak dan kewajiban

sebagai host country dari beragam Indonesia,

organ

untuk menghormati Hak Asasi

lemahnya komitmen pemerintah RI,

di

sebagai

semua peraturan perundangan,

bisnis, situasi ini diperburuk dengan

berinvestasi

yang

yang bekerja ditengah – tengah

perusahaan/kelompok

internasional

kebebasan

sifatnya fundamental;

TNI, masih menjadi alat kepanjangan

perusahaan

Indonesia

berikut:

KontraS mencatat bahwa Polri dan dari

pemerintah

memiliki kewajiban [moral] sebagai

manusiawi lainnya. Secara umum,

tangan

satunya

disebut juga dengan istilah Ruggie

luka serius dan meninggal dunia, perbuatan

salah

tentang bisnis dan HAM, atau yang

sewenang-wenang,

dan

Misalkan,

disebutkan dalam Guiding Principles

penembakan hingga mengakibatkan penyiksaan

kewajiban

pemerintah dalam sektor bisnis dan

dilakukan berupa penangkapan dan penahanan

dengan

yang

seimbang

dalam pemulihan HAM saat

yang

terjadi pelanggaran.6

dalam terhadap

masyarakat sipil. Kondisi ini ada modal

Dari

berbagai

peristiwa

yang buruk bagi pelaksanaan Master

pelanggaran

Plan

menemukan penyalahgunaan senjata

Percepatan

dan

Perluasan

Ekonomi Indonesia (MP3EI)

api. 6

5

Media Cetak, Pengajian Dibubarkan Polisi Kapuas, Tribun News. Dapat diakses di http://www.tribunnews.com/regional/2013/01/06/p engajian-dibubarkan-polisi-kapuas

Dalam

HAM, dokumentasi

KontraS kami

Prinsip Hak Asasi Manusia dan Bisnis (The Guiding Principles on Business and Human Rights), tersedia di http://www.ohchr.org/Documents/Publications/Gui dingPrinciplesBusinessHR_EN.pdf

sepanjang Januari sampai dengan

hingga mengakibatkan luka serius di

Agustus 2013, tercatat 147 kasus

paha kanan.10

dilakukan oleh Polisi, 5 kasus oleh TNI dan sisanya tidak jelas pelakunya [sering disebut sebagai orang tidak dikenal

/OTK].7Dari

data

tersebut,

KontraS telah mengidentifikasi bentuk pelanggaran

yang

dilakukan

diantaranya: [1] salah tembak [peluru nyasar],

misalkan

yang

terjadi

di

Sulawesi Selatan, dimana seorang pelajar

tewas

tertembak

senapan

angin polisi8; [2] senjata api digunakan untuk intimidasi korban, semisal kasus Briptu W berupa penodongan pistol hingga

menewaskan

Cengkareng

Jakarta

melumpuhkan membahayakan

target

satpam

di

Barat9;

[3]

yang

petugas,

semisal

mengambil

tiga

batang

kayu untuk pembangunan Masjid di desanya, ditembak oleh oknum brimob 7

Lihat juga laporan KontraS, Doooor!! Bukan Kami, itu OTK, Laporan KontraS soal Penggunaan Senjata Api yang digunakan dalam Kekerasan, 15 Agustus 2013, bisa diakses di http://kontras.org/data/Laporan%20KontraS%20ttg %20Senjata%20API.pdf 8 Media Cetak, Pelajar Tewas Tertembak Senapan Angin Polisi, Kompas, dapat diakses di http://regional.kompas.com/read/2013/05/04/21201 666/Pelajar.Tewas.Tertembak.Senapan.Angin.Polis i. 9 Media online, Berawal dari Bercanda, Briptu W Tembak Satpam Bachrudin Hingga Tewas, Detik.com, dapat diakses di http://news.detik.com/read/2013/11/05/224324/240 4368/10/berawal-dari-bercanda-briptu-w-tembaksatpam-bachrudin-hingga-tewas

memandang,

penyalahgunaan senjata api banyak terjadi

karena

implementasi,

minimnya kontrol

dan

pengawasan pelaksanaan peraturan internal Polri, seperti Peraturan Kapolri [PERKAP] No. 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi

Manusia

Penyelenggaraan

dalam

Tugas

Kepolisian

Negara Republik Indonesia. Kemudian PERKAP No. 1 tahun 2009 tentang Penggunaan

Kekuatan

dalam

Tindakan Kepolisian

tidak

dalam kasus Nasruddin, korban yang kedapatan

KontraS

Selain

itu,

mekanisme

koreksi

dalam internal Polri dan TNI dalam kasus



kasus

penyalahgunaan

senjata api masih belum maksimal, di antaranya

adalah

keengganan

kepolisian dalam melakukan proses hukum terhadap kasus peluru nyasar yang diduga berasal dari senjata TNI, contoh kasus peluru nyasar terhadap Fathir di Makassar.

10

Media, Seorang Oknum Brimob Tembak Warga di Hutan, Kompas.com. Dapat diakses di http://regional.kompas.com/read/2013/12/08/07282 90/Seorang.Oknum.Brimob.Tembak.Warga.di.Huta n

2. Papua: Kasus Misterius dijawab dengan Otsus Plus

HAM,

Belum lama ini, dalam tahun 2013, Presiden

SBY

berencana

meningkatkan status UU No 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus menjadi Otonomi

khusus

plus.

Kebijakan

pemerintah ini, tentu masih jauh dari menjawab persoalan di Papua yakni terkait kekerasan dan kasus-kasus misterius yang diduga kuat pelakunya dari aparat negara: TNI dan Polri.11 Pelanggaran ham di Papua cukup berlapis, KontraS mencatat bahwa pelanggaran tidak hanya terjadi ketika peristiwa dilakukan, namun juga terkait akses

keadilan

keluarganya.

bagi

korban

Mengacu

atau pada

pengalaman advokasi KontraS, sulit sekali untuk mendapatkan informasi terkait proses hukum / akuntabilitas internal bagi aparat negara, baik polisi maupun

TNI

yang

kekerasan dan dugaan pelanggaran

diduga

kuat

melakukan kekerasan.

tidak

perubahan

kunjung positif.

menunjukan

Dalam

kurun

setahun terakhir, KontraS setidaknya mendokumentasikan

36

peristiwa

kekerasan, dengan pola kekerasan berupa

pembunuhan,

penyiksaan,

penangkapan dan penahanan paksa, penganiayaan, paksa

aksi

hingga

pembubaran

demonstrasi

yang

dilaksanakan secara damai, semisal pembubaran paksa dan penangkapan 16 peserta aksi memperingati hari aneksasi Papua di Mimika, pada 1 Mei 2013. Terkait

masih

pembatasan

berlangsungnya

berekspresi

kekerasan

yang

Papua,

menunjukkan

dan

berlangsung

di

bahwa

pendekatan keamanan masih menjadi alat utama dalam menangani papua. Sungguh

ironis,

kebebasan

berekspresi di Papua, secara umum seringkali gerakan

diasosiasikan separatisme,

dengan sehingga

Kontras mencatat bahwa secara

seringkali yang menjadi korban adalah

khusus kondisi di Papua, terkait angka

warga sipil, contoh kasus penembakan terhadap seorang anak Arlince Tabuni,

11

Kasus misterius di Papua adalah beragam kasus kekerasan dan dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat negara [TNI dan Polri], namun tidak pernah diselesaikan melalui prosedur hukum yang layak, sehingga kasus-kasus tersebut menjadi misterius, tidak hanya pelakunya yang misterius, namun juga hasil akhir dari kasus kasus tersebut menjadi misterius, karena tidak pernah diketahui oleh publik

Juli

2013,

penangkapan

dan

penahanan sewenang – wenang, dan dugaan pelecahan di Fak-fak oleh

anggota Polres Fak-fak, penembakan di Aimas, Sorong Mei 2013

secara umum, KontraS mencatat dan

Selain itu, KontraS juga mencatat bahwa

tahun ini juga tidak jelas

realisasi

janji

pemerintah

untuk

menjalankan dialog damai di Papua sebagai upaya mewujudkan situasi damai di papua.

manusiawi lainnya tahun-tahun

sebelumnya, KontraS mencatat bahwa angka penyiksaan dan perbuatan tidak lainnya,

masih

tinggi.

Setidaknya tercatat, bahwa sepanjang Juni 2012 hingga Juli 2013 telah terjadi 100 kasus penyiksaan dan perbuatan tidak manusiawi lainnya, rincian

bahwa

55

oleh

aparat

kepolisian,

dilakukan sedangkan dilakukan

10

penyiksaan

bahwa

rata-rata

dilakukan

di

tahanan kantor polisi, beberapa kasus terjadi di pos atau bangunan yang terkait dengan TNI, dan selebihnya terjadi di Lembaga Pemasyarakatan

kasus

oleh

kasus

diantaranya

Tentara

Nasional

Indonesia [TNI], dan sebanyak 35 kasus melibatkan

ada kaitannya sama sekali dengan institusi tersebut, semisal bangunan kosong, tempat-tempat yang jauh dari

Sebagaimana

dengan

mendokumentasikan

[LP], serta tempat-tempat yang tidak

3. Penyiksaan dan Perbuatan tidak

manusiawi

Berdasarkan jumlah tersebut,

petugas penjara

[sipir].12

akses publik dan lain sebagainya. Di

tahun

2013,

mendokumentasikan penyiksaan

dan

KontraS

bahwa

pola

perbuatan

tidak

manusiawi lainnya, yang secara umum kerap

digunakan

pemukulan,

baik

adalah: dengan

[1]

tangan

kosong dan benda, secara bertubitubi, dalam proses pemeriksaan si korban; [2] korban direndam dalam air, semisal kolam ikan; [3] disiksa dengan strum;

[4]

penyiksaan

hingga

mengakibatkan meninggalnya korban Salah

satu

contoh

kasus

penyiksaan di kantor polisi, yakni penyiksaan terhadap Ibnu di Polres 12

Informasi lebih lanjut lihat Laporan Situasi Penyiksaan di Indonesia Juni 2012-Juli 2013, Korban Masih Tersiksa, Laporan KontraS. Dapat diakses di http://kontras.org/data/Laporan%20Situasi%20Pen yiksaan%20di%20Indonesia%20Juni%202012%20Juli%202013.pdf

Bengkalis, pada 22 Januari 2013. Saat itu, Ibnu ditahan oleh penyidik karena dituduh

melakukan

selama

didalam

pembunuhan,

tahanan

Polres

Bengkalis,

Ibnu

penyiksaan

dan

mendapatkan perlakuan

tidak

lainnya, yang dilakukan oleh TNI, misalkan

penyiksaan

terhadap

manusiawi lainnya berupa diberikan

Wibowo dan Frans di Magelang, pada

makan

kaca,

12 April 2013. Kedua korban dibawa

dipukul dengan tangan kosong dan

ke asrama rumah sakit tentara Dr.

kayu, serta ditendang berkali-kali.

Sudjono,

dengan

campuran

Selain dilakukan dikantor Polisi, aparat

kepolisian

penyiksaan semisal

juga

diluar

dalam

melakukan

kantor

kasus

Polisi,

penyiksaan

hingga menewaskan Sdr. Yusli oleh anggota Polsek Cisauk Bogor, pada Februari 2013. Yusli dijemput dari kediamannya, kemudian dipukul dan ditendang,

serta

ditembak

hingga

meninggal dunia. Sementara itu, penyiksaan juga dilakukan karena dipicu oleh persoalan sepele, seperti yang dialami oleh Sdr. Aslim Zalim di Bau-Bau Sulawesi Tenggara, Kuat dugaan penangkapan terhadap

korban

dilakukan

“hanya

karena” pada 29 Oktober 2013, motor korban mogok, di mana pada saat yang bersamaan melintas kendaraan

diinterogasi

dan

dipukul

bertubi-tubi, dipaksa mengakui telah mengintip

mahasiswa

perawat

di

rumah sakit tentara tersebut. Selain itu, keterlibatan TNI dalam kasus penyiksaan

hingga

mengakibatkan

korban meninggal, dapat dilihat pada kasus yang terjadi di LP Cebongan Sleman Yogyakarta, KontraS mencatat sebelum ditembak mati, para korban sempat disiksa oleh Kopassus.13 KontraS

mencatat

bahwa

maraknya praktik penyiksaan tidak bisa

dilepaskan

dari

ketiadaan

mekanisme hukum terhadap kasus penyiksaan itu sendiri. Sebagaimana kita ketahui bahwa Kitab Undang Undang Hukum Pidana [KUHP] tidak mengatur

dan

tidak

mengakui

penyiksaan sebagai tindak pidana, hal

yang digunakan oleh Kapolres Bau Bau

Ajun

Komisaris

Besar

Polisi

[AKBP] Joko Krisdiyanto, Sik. 13

Kemudian, untuk kasus penyiksaan dan

perbuatan

tidak

manusiawi

Informasi lengkap terkait keterlibatan Kopassus dalam kasus di LP Cebongan, lihat Laporan KontraS, Laporan Kunjungan ke Lembaga Pemasyarakatan [Lapas] Cebongan Sleman DI Yogyakarta, KontraS. Dapat diakses di http://kontras.org/data/Laporan%20Penyerangan% 20LP%20Cebongan%20Sleman.pdf

ini

diperburuk

dengan

lambannya

proses revisi KUHP di parlemen.14

meninggal

Sementara itu, mekanisme koreksi serta

pengawasan

di

internal

Kepolisian seperti Sidang Kode Etik dan

pengawasan

dari

Tenggara mengelak bahwa korban

penyiksaan

terhadap kasus ini menjadi terhambat. 4. Densus

Irwasum,

masih

sangat

lemah, dari beberapa kasus yang ditangani

KontraS,

Pidana

baru

diproses apabila korban meninggal dunia secara langsung, contoh kasus penembakan Polsek

terhadap

Yusli

oleh

Cisauk. Tetapi untuk kasus

penyiksaan

yang

secara

langsung

menyebabkan

meninggal

dunia,

seperti

tidak korban kasus

penyiksaan terhadap Aslim Zalim di Polres

Baubau,

Polda

88

Anti

Teror

masih

melanggar HAM Kontras operasi yang

mencatat

pemberantasan dilakukan

oleh

bahwa terorisme

Detasemen

Khusus [Densus] 88, masih kerap melanggar tercatat

HAM.

telah

Di

tahun

terjadi

29

2013,

peristiwa

dugaan pelanggaran hukum dan ham yang dilakukan oleh Densus 88, dari jumlah

tersebut,

lebih

lanjut

pola

pelanggaran yang dilakukan secara umum sebagai berikut: 

Sulawesi

Pertama, penggunaan kekuatan berlebih

14

Sementara itu, dalam kasus atas nama terpidana Sun An dan Ang Ho yang disangkakan sebagai otak Pelaku pembunuhan berencana, sementara pelaku lapangannya hingga saat ini belum tertangkap. Berdasarkan temuan KontraS bahwa pada proses pemeriksaan penyidik Polresta Medan pada saat melakukan penyidikan, sempat melakukan pemeriksaan dan penahanan terhadap korban di Markas Brimob, adanya tindakantindakan penyiksaan terhadap korban dan intimidasi serta adanya pemerasan yang dilakukan oleh para penyidik pada saat melakukan penyidikan terhadap korban. Selain itu berdasarkan informasi yang disampaikan keluarga korban bahwa selama proses persidangan para pelaku atau eksekutor dilapangan tidak pernah dihadirkan ke Persidangan dengan alasan bahwa para pelaku lapangan telah melarikan diri, dengan kata lain bahwa semua proses peradilan hanya didasarkan pada pengakuan korban pada saat di kepolisian, yang mana pengakuan korban tersebut penuh dengan rekayasa dan intimidasi oleh anggota Kepolisian Polresta Medan.

penyiksaan,

sehingga menyebabkan proses pidana

termasuk Kompolnas dalam kasus – kasus

akibat

Force]

[Excessive yang

Use

of

mengakibatkan

tewasnya si tertuduh, kemudian pelanggaran

hak

atas

rasa

aman serta ketenangan dari masyarakat.

Contoh

dalam

kasus penembakan terhadap seorang warga Poso Sulawesi Tengah, korban yang diduga teroris, tidak membawa senjata mematikan,

ditembak

hingga

tewas oleh Densus 88.15 15

Lihat Media, Tembak Mati Terduga Teroris, Densus Jangan Pelintir Fakta, Okezone.com, dapat



Kedua,

penembakan [shooting

sasaran

salah

sekolah

innocent

seorang

Sapari,

karyawan

swasta,

sempat

ditahan

keduanya

salah tembak yang menimpa

selama tujuh hari berturut-turut,

Sujono. Korban salah tembak

sebelum akhirnya dibebaskan

ini terjadi ketika Densus 88

karena tidak cukup bukti.

penyergapan

di

Desa Karangwaru, Kecamatan Tulungagung.16

Ketiga,

penyiksaan

perlakuan lainnya.

dan

tidak

manusiawi

Contoh

Penyiksaan

dan perbuatan tidak manusiawi lainnya terhadap orang yang diduga teroris, di Poso Sulawesi Tengah.

Aksi

ini

kemudian

ramai diperbincangkan, setelah muncul dalam video youtube yang berdurasi sekitar 13 menit. 

dan

civilians], misalkan dalam kasus

melakukan



dasar,

Keempat,

penangkapan

dan

penahanan paksa, serta salah tangkap. Contoh ketika Densus 88

menangkap

masyarakat

sipil

dua yang

orang tidak

bersalah di Tulungagung, Jawa Tengah, masing-masing adalah Mugi Hartanto, seorang guru

diakses di http://news.okezone.com/read/2013/06/11/337/819 998/tembak-mati-terduga-teroris-densus-janganpelintir-fakta 16 Media, Korban salah tembak Densus Menuntut Ganti Rugi, Tempo.com. Dapat diakses di http://www.tempo.co/read/news/2013/07/23/05849 8925/Korban-Salah-Tembak-Densus-MenuntutGanti-Rugi

KontraS

telah

mempelajari

bahwa dugaan pelanggaran hukum dan HAM yang dilakukan oleh Densus 88, disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya

ketidak

jelasan

mekanisme evaluasi terhadap Standar Operasional pemberian Densus

Prosedur

[SOP]

kewenangan

terhadap

88

terorisme,

dalam selain

memerangi

itu,

terdapat

kelemahan yang sangat serius dari UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana

Terorisme,

dimana

definisi

terorisme sangat luas [Pasal 6 dan 7], ancaman terhadap kebebasan sipil dan politik [Pasal

26], ancaman

terhadap kebebasan berekspresi dan menyampaikan

pendapat

dimuka

umum [pasal 20], keterlibatan aktor intelijen dalam proses hukum [Pasal 26 ayat 2]. 5. Penyelesaian

kasus

masa

lalu

masih jalan ditempat Hingga tahun 2013 dan setelah melewati 15 tahun reformasi, KontraS

mencatat

bahwa

penanganan

bentuk

“pengingkaran

dan

terhadap kasus pelanggaran HAM

penghinaan” terhadap ketentuan UU

berat yang terjadi di masa lalu, sama

No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan

sekali

HAM, dimana Kejaksaan Agung, tidak

tidak

mengalami

Tragisnya,

pada

kemajuan. pertengahan

menjalankan

mandat

sebagaimana

November 2013, Kejaksaan Agung RI

diatur dalam ketentuan pasal 21,18 dan

justru mengembalikan berkas-berkas

pasal 22.19

perkara pelanggaran HAM berat ke Komnas

HAM,

yang

seharusnya

disidik oleh Kejaksaan Agung, seperti biasa dengan dalih untuk dilengkapi.17 Bahkan

sebelumnya,

KontraS

mencatat pada bulan Februari 2013, dalam rapat kerja antara perwakilan Kepresidenan, Kementrian Polhukam dan DPR RI untuk membahas empat rekomendasi DPR RI tahun 1999, yang

salah

satunya

merekomendasikan

pembentukan

pengadilan HAM ad hoc untuk kasus penghilangan 1998,

paksa

berkasnya

aktivis

1997-

akhirnya

juga

dikembalikan ke Komnas HAM. Meski

perdebatan

terkait

pengembalian berkas ini tidak terjadi satu kali ini saja, KontraS menegaskan bahwa

apa

Kejaksaan

17

yang Agung

dilakukan RI

oleh

merupakan

Berdasarkan informasi yang dihimpun KontraS, berkas-berkas perkara yang dikembalikan ke Komnas HAM tidak disertai dengan petunjuk atau keterangan yang jelas, pada bagian apa dan informasi apa yang harus dilengkapi oleh Komnas HAM

Terkait

ratifikasi

internasional

untuk

Konvensi perlindungan

setiap orang dari penghilangan paksa [sering disebut juga konvensi antipenghilangan mencatat

paksa],

bahwa

proses

KontraS ratifikasi

sudah berada di Komisi I DPR RI. Beberapa melakukan

kali

upaya

KontraS

lobby

untuk

menanyakan perkembangan ratifikasi, namun

tidak

mendapatkan

hasil

optimal, selain penjelasan normatif dan

18

janji-janji

akan

ditindaklanjuti.

Pasal 21 ayat 1 “Penyidik Perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan oleh Jaksa Agung;” 19 Pasal 22 [ayat 1] Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan (3) wajib diselesaikan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal hasil penyelidikan diterima dan dinyatakan lengkap oleh penyidik;[ayat 2] Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diperpanjang untuk waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari oleh Ketua Pengadilan HAM sesuai dengan daerah hukumnya; [ayat 3] Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) habis dan penyidikan belum dapat diselesaikan, penyidikan dapat diperpanjang paling lama 60 (enam puluh) hari oleh Ketua Pengadilan HAM sesuai dengan daerah hukumnya;

Komisi I DPR RI mengaku, terkait

ketua Komnas HAM sendiri, akhirnya

ratifikasi,

penyelidikan proyustisia disetujui.

Umum

telah

melakukan

Dengar

Pendapat

Rapat [RDPU]

dengan Komnas HAM, Mabes Polri dan

TNI,

Menkopolhukam

dan

kementrian luar negeri, namun tidak ada kejelasan lagi setelah itu.

Disamping itu, seiring dengan rencana Dewan Perwakilan Rakyat Aceh

[DPRA]

Rancangan Qonun tentang Komisi Kebenaran

Berlarutnya penyelesaian kasus

mengesahkan

dan

[selanjutnya

Rekonsiliasi

disebut

Raqan

KKR],

masa lalu, telah membawa dampak

yang diprediksi pada akhir tahun 2013

buruk bagi korban yang rata-rata

atau pada awal tahun 2014.

mengalami masalah kesehatan dan ekonomi. Terkait situasi ini, KontraS telah mengadvokasi agar persoalan ini dapat

dijawab

[address]

oleh

pemerintah, namun upaya ini tidak mendapatkan

respons,

sebaliknya

persoalan kesehatan dan ekonomi korban

hanya

direspons

secara

terbatas oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban [LPSK], berupa bantuan atas akses kesehatan, sekali lagi, ini masih sangat terbatas pada kelompok kecil korban.

Meski masih terdapat persoalan substansi dari Raqan KKR, namun kehadiran

regulasi

ini

setidaknya

membawa sedikit harapan untuk para korban dan keluarga korban di Aceh. KontraS

mencatat

substansi

Raqan

mandat

KKR

kelemahan

diantaranya: hanya

[1]

sebatas

memberikan rekomendasi dan tidak memiliki kewenangan untuk memaksa atau

memastikan

pemerintah

menjalankan rekomendasi; [2] tidak ada pasal atau klausul dalam Raqan

Sedikit angin segar berhembus

KKR yang menyebutkan relasi KKR

untuk Aceh, pada 5 Oktober 2013,

dengan Pengadilan HAM ad hoc untuk

Komnas HAM melalui rapat paripurna

Aceh

mengesahkan

penyelidikan

dalam perjanjian damai Helsinki; [3]

pro-yustisia berdasarkan UU 26 Tahun

kerjasama dengan instansi lain terkait

2000 tentang Pengadilan HAM untuk

pemberian reparasi tidak jelas, [4]

Aceh.

mendapat

Raqan KKR tidak memberikan garis

tentangan dan penolakan, bahkan dari

tegas antara reparasi untuk korban

Meski

agenda

sempat

sebagaimana

dimandatkan

dan program pembangunan sebagai

kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah,

mengingat

meminta

dengan

program-program

Raqan jelas

KKR bahwa

pemerintah

Selanjutnya, ada sedikit angin segar untuk korban peristiwa 19651966,

terkait

putusan

Mahkamah

yang

Agung RI Nomor 33 P/HUM/2011

telah dilakukan sebelumnya, untuk

mengenai permohonan Hak Uji Materiil

dapat

sebagai

terhadap keputusan Presiden RI No 28

reparasi [5] pengungkapan kebenaran

Tahun 1975, tertanggal 25 Juni 1975

tidak

pelaku

tentang Perlakuan Terhadap Mereka

rekonsiliasi

yang terlibat G.30 S/PKI Golongan C.

hanya menjadi agenda lokal yakni

Bahwa pada 2 Desember 2013, MA

antara korban di Aceh dengan para

mengabulkan permohonan uji materi

pelaku yang dibatasi di Aceh.20

yang diakukan oleh korban peristiwa

dipertimbangkan menyentuh

ditingkat

nasional;

Selain

aktor [6]

problem

/

substansi,

KontraS mencatat ada persoalan non substansi yang juga tidak kalah serius, yakni tidak ada sosialisasi yang baik

1965-1966. Dalam amar putusannya, MA menyatakan bahwa Presiden RI harus mencabut Keputusan Presiden RI Nomor 28 Tahun 1975.

[sistematis], dari DPRA kepada para korban dan keluarga korban yang tersebar di 13 Kabupaten dan Kota diseluruh Nanggroe Aceh Darrusalam [NAD].

Mempertimbangkan

urgensi

persoalan tersebut, KontraS bersama dengan

organisasi

melakukan dengan

HAM

sosialisasi

komunitas

dan

korban

di

Aceh

6. Kebijakan Luar Negeri Masih Jauh dari Hak Asasi 6.1.

Internasional: WTO dan Bom

Waktu kekerasan Konferensi

Tingkat

Menteri

diskusi

[KTM] ke-9 organisasi perdagangan

di

dunia [WTO], yang diselenggarakan di

13

wilayah kabupaten dan kota di Aceh.

Bali, setidaknya membahas tiga hal: [1] paket kurang

kebijakan untuk negara

berkembang;

[2]

fasilitasi

perdagangan, [3] kebijakan mengenai 20

Informasi lengkap terkait masukan korban dan KontraS pada DPRA, lihat Surat KontraS untuk ketua DPRA, Masukan Korban Pelanggaran HAM Aceh tentang Rancangan Qanun KKR, KontraS. Dapat diakses di http://www.kontras.org/index.php?hal=siaran_pers &id=1823

perdagangan

produk

pertanian.

Banyak kalangan setuju, bahwa hasil dari WTO, yang juga disebut paket

Bali, tidak berpihak pada masyarakat;

perdagangan

dan

secara khusus petani, pedagang kecil

diberlakukan,

maka

dan masyarakat adat, yang berasal

pedagang kecil akan semakin hidup

dari negara berkembang dan negara

dalam kesulitan, dan dapat memicu

kurang berkembang [Least Developed

perlawanan yang tidak jarang berujung

Countries / LDCs].

pada meningkatnya angka kekerasan.

Ironisnya, tersebut

tidak

potensi

ancaman

mampu

ditangkap

menjadi energi positif oleh pemerintah Indonesia,

sebaliknya,

pemerintah

6.2.

Sejak

kepada agenda negara-negara maju,

2009,

untuk

sektor

Pemerintah

negara

Commission

tersebut

diatas.

[AICHR]

Indonesia

justru

sibuk

petani

dan

HAM

dibentuk

ASEAN

subsidi

mengurangi

jadi

Regional

“Masih Ompong”

semakin menampakkan keberpihakan

terhadap

Mekanisme

pertanian

tahun

Intergovernmental

on

tidak

kewenangan

pada

Human

Rights

kunjung untuk

memiliki melakukan

melakukan lobby terhadap sesama

perlindungan HAM. Meski sebenarnya,

negara berkembang, seperti India,

perlindungan HAM sudah diatur dan

untuk

tercantum dalam beberapa dokumen

melunak

dan

menerima

ASEAN, semisal: pertama, piagam

kesepakatan WTO. Dukungan Indonesia

pemerintah

terhadap

liberalisasi

perdagangan telah menjadi isu utama di

tengah

kecenderungan

proteksionisme beberapa

yang

negara

dan

dilakukan

ini, baik langsung ataupun tidak, akan turut berkontribusi bagi meningkatnya mengingat

jika

ketiga, tertuang dalam pembukaan [preamble] Deklarasi HAM ASEAN [ADHR]. Terkait Deklarasi HAM ASEAN. KontraS, selaku salah satu organisasi

KontraS meyakini bahwa situasi

kekerasan

of Reference [TOR], pasal 1 ayat 1.1;

perjanjian

perdagangan regional

angka

ASEAN, pasal 1 ayat 7; kedua, Term

di

Indonesia, liberalisasi

HAM

yang

advokasi

berperan

HAM

aktif

ditingkat

dalam

regional,

mencatat bahwa deklarasi yang telah disahkan pada 19 November 2012, tidak mengakomodir / mengakui hakhak

mendasar

termasuk

hak

kebebasan berserikat dan hak untuk

langsung

bebas terhadap penghilangan secara

mencatat bahwa Komite HAM setelah

paksa. [enforce disappearances].

mempelajari

Sementara itu, terkait performa dari AICHR, KontraS mencatat bahwa sejauh ini tidak nampak kontribusi yang signifikan dari AICHR, semisal sejauh

mana

bersinergi

dengan

proses-nya.21 dan

KontraS

mengevaluasi

laporan Indonesia terkait pemenuhan hak sipil dan politik,

memberikan

beberapa catatan dan rekomendasi penting

untuk

ditindaklanjuti

oleh

pemerintah, diantaranya22:

lembaga seperti Komnas HAM, untuk

1. Pemerintah

harus

memajukan HAM di Indonesia. Selain

menyelesaikan

itu, AICHR sama sekali tidak hadir,

proses

ditengah

sipil

pelanggaran HAM berat masa

untuk

lalu antara Komnas HAM RI dan

usaha

meyakinkan

masyarakat

pemerintah

kebuntuan

hukum

kasus

meratifikasi instrumen hukum HAM

Kejaksaan

Internasional,

Konvensi

membentuk pengadilan HAM ad

Perlindungan

hoc untuk kasus penghilangan

Internasional

semisal tentang

setiap orang dari penghilangan paksa,

Agung RI,

harus

paksa aktivis 1997-1998

International Criminal Court [ICC], dll.

2. Moratoriom

penerapan

hukuman mati 3. Segala 6.3.

Rekomendasi Komite HAM

terhadap

PBB: Tak Terlihat Menjadi Agenda

bentuk hak

berpendapat

pembatasan beserikat

dimuka

dan

umum,

Pemerintah 21

Komite HAM PBB melakukan sidang

pada

Geneva.

8-26

Dalam

Juli sessi

2013,

di

evaluasi

terhadap pemerintah Indonesia yang dilakukan

pada

10-11

Juli

2013,

KontraS bersama-sama dengan FIDH [The

International

Federation

for

Human Rights] hadir untuk memantau, mencermati dan mempelajari secara

KontraS dan FIDH telah mengirimkan laporan kepada Komite HAM PBB terkait pelaksanaan kovenan internasional tentang hak sipil dan politik di Indonesia, lihat Parallel Report, To the Initial Report of Indonesia on the Implementation of the International Covenant on Civil and Political Rights [CCPR / C/IDN/1]. Dapat diakses di http://kontras.org/data/Parallel%20Report%20on% 20CCPR-IDN1,%20FIDHKontras%20FINAL%20VERSION%20%281%29. pdf 22 Informasi lebih lanjut terkait rekomendasi dari Komite HAM PBB untuk Indonesia, lihat Human Rights Committee, Concluding observations on the initial report of Indonesia, prepared by the Committee. Dapat diakses di http://www.ohchr.org/EN/HRBodies/CCPR/Pages/ Elections.aspx

harus sesuai dengan ketentuan Pasal

19

ayat

Internasional

3

Hak

1. Terkait kasus pelanggaran

Kovenan Sipil

HAM

dan

masa

melakukan penyidikan atas

4. Memasukan

pasal

tentang

pelanggaran

penyiksaan dalam Draft KUHP 5. Menghentikan kekerasan semisal

praktik

oleh

dalam

6. Melindungi

tindaklanjut

Sape

minoritas

rekomendasi DPR RI terkait

dan

HAM ad hoc untuk kasus

menghukum

penghilangan paksa aktivis 1997-1998.

agama minoritas Munir,

2. Terkait moratorium hukuman

kasus

pembunuhan

mati,

Komite

HAM

Indonesia

mengeluarkan

PBB

rekomendasi

pengadilan

seperti

melaporkan

Ruben23,

perkembangan

masih dalam

kasus

tidak

nampak

kasus

pembunuhan

Munir,

upaya

dalam

waktu

tahun

menghentikan

satu

sebelum

Bambang

Presiden

atau

Yudhoyono,

pemerintah

sementara

setidaknya

meninjau

mati.

pada 2014

3. Kemudian terkait pelarangan pembatasan

beberapa diatas,

untuk

ulang penerapan hukuman

menyelesaikan masa bhaktinya

tersebut

di

menjatuhkan pidana mati,

kepada Pemerintah RI, untuk

kedepan,

pengadilan

agama

penyerang terhadap kelompok 7. Untuk

dari

pembentukan

kelompok

berat

memberikan kejelasan atas

kepolisian, kasus

HAM

masa lalu, Presiden RI tidak

Bima, Papua dll

Dari

Jaksa

Agung RI tidak kunjung mau

Politik

Susilo

lalu,

belum nampak upaya

untuk

menyampaikan opini dimuka

rekomendasi

KontraS

hak

mencatat

serius dari

umum,

KontraS

belum

lama

mencatat ini,

Polri

pemerintah untuk menselaraskan dan menindaklanjuti rekomendasi tersebut kedalam kebijakan nasional.

23

Informasi lebih lanjut terkait kasus Ruben, lihat Ruben Cs, Korban Rekayasa Kasus Berujung Vonis Mati, dapat diakses dihttp://www.kontras.org/index.php?hal=siaran_per s&id=1728

melakukan pembiaran atas

b. Pada

19

November

penyerangan yang dilakukan

2013 terjadi pemukulan

sekelompok

anggota

massa

TNI

oleh

terorganisir terhadap buruh

Brimob

di kawasan Ejip Cikarang.24

penyerangan Mapolres

4. Terkait

pengaturan

penyiksaan

dalam

draft

dan

Karawang anggota

oleh TNI

dari

KUHP, meski sudah masuk

kesatuan 305 Kostrad

dalam

draft

sementara,

TNI AD.26

namun

sejauh

ini

nampak pembahasan

belum

c. Pada 31 Oktober 2013,

kemajuan

aparat

parlemen

secara jelas dan nyata

di

kepolisian

dan kepastian pengesahan

membiarkan

draft KUHP

penyerangan terhadap

5. Terkait menghentikan oleh

kewajiban

aksi mogok nasional

kekerasan

yang dilakukan buruh

Polisi,

KontraS

di

kawasan

mencatat bahwa Polri masih

EJIP,Cikarang,

banyak melakukan beragam

Bekasi.27

tindak khususnya

kekerasan, yang

terjadi

d. Penembakan, penangkapan

setelah sidang Komite HAM

penahanan

PBB, diantaranya:

tiga

orang

dan terhadap terduga

a. Pada 29 Oktober 2013 terjadi brutalitas aparat kepolisian RI di Luwu dan Bau – Bau provinsi Sulawesi Tenggara.25 24

Informasi lebih lanjut lihat Polisi Membiarkan Kekerasan terhadap Buruh di Mogok Nasional, Kapolres Bekasi harus di copot, dapat diakses di http://www.kontras.org/index.php?hal=siaran_pers &id=1797 25 Lihat Siaran Pers Kontras, Update Luwu dan Bau-Bau: Brutalitas Polisi Meluas, Ancaman

Kredibilitas Kapolri Jenderal Pol Sutarman. Dapat diakses di http://www.kontras.org/index.php?hal=siaran_pers &id=1810 26 Lihat Siaran Pers Kontras, Penyerangan Anggota TNI ke Mapolres Karawang. Dapat diakses di http://kontras.org/index.php?hal=siaran_pers&id=1 815 27 Lihat Press release Kontras, Polisi Membiarkan Kekerasan terhadap Buruh di Mogok Nasional, Kapolres Bekasi harus di copot. Dapat diakses di http://kontras.org/index.php?hal=siaran_pers&id=1 797

teroris

di

Bone

tertanggal 25 Januari 2008;

Sulawesi Selatan.28 e. Puluhan

dengan

anggota

memutuskan

pengurangan

hukuman

Brimob Detasemen C

sebanyak 6 tahun penjara,

Bone

mengeroyok

yakni dari 20 tahun menjadi

Muhammad Yusuf [51],

hanya 14 tahun penjara,

seorang guru SD di

maka dengan putusan ini

Bone Sulawesi Selatan

Pollycarpus

tinggal

menjalani sisa tahanan saja. 6. Terkait

perlindungan

kelompok minoritas, KontraS mencatat sejauh ini tidak nampak

semacam

affirmative diambil

action

oleh

khususnya menjamin

yang

pemerintah, Polri,

dan

untuk

melindungi

pelaksanaan

ibadah

kelompok minoritas agama dan kepercayaan. 7. Terkait kasus Munir, pasca rekomendasi Komite HAM PBB, Mahkamah Agung RI justru yang

membuat sangat

yakni

kontroversi, mengabulkan

permohonan Kembali

putusan

Peninjauan

[PK]

terpidana

Pollycarpus, pada 6 Oktober 2013, 28

atas

putusan

PK

Lihat Surat Terbuka Kontras kepada Kapolri baru, Jenderal Pol Sutarman, bisa diakses di http://kontras.org/index.php?hal=siaran_pers&id=1 795

7. Kesimpulan:

Wajah

Buruk

Akuntabilitas Hukum dan HAM KontraS memiliki pengalaman advokasi,

terkait

penyalahgunaan

kekerasan

dan

kewenangan

oleh

Polri dan TNI dan aparat negara lainnya, cukup banyak. Dimana dalam setahun, minimal, KontraS melaporkan rata-rata 40 s.d 45 kasus kepada beragam

institusi

negara,

semisal

Komnas HAM, Polri, Ombudsman, Komisi

Kepolisian

Nasional

RI

[KOMPOLNAS], dan institusi relevan lainnya.

Jumlah

tersebut

termasuk beragam surat klarifikasi,

pengaduan

belum desakan,

dll

yang

dilayangkan oleh KontraS. Selain itu, KontraS juga melakukan komunikasi secara

intensif

[lisan],

khususnya

melalui telphon, dengan pejabat teras Polri diberbagai tingkatan ketika terjadi

dugaan pelanggaran hukum dan HAM yang dilakukan oleh anggota Polri. Namun,

dari

sekian

sistem publikasi, baik melalui

banyak

aktivitas advokasi tersebut, KontraS mencatat beberapa kendala serius yang kerap dan masih ditemui hingga saat ini: internal,

hukuman

berupa

indisipliner

dilingkungan

Polri

dan

TNI,

tidak jarang, digunakan untuk memproses kasus-kasus yang termasuk dalam kategori kasus pelanggaran HAM atau bahkan pelanggaran

HAM

berat,

sehingga mengakibatkan sanksi hukum yang rendah. semisal kasus Sape di Bima, kasus penembakan buruh Freeport, dll.

Profesi

internet maupun cetak, terkait akubtabilitas hukum atas kasuskasus

yang

dan

mekanisme Pengamanan

oleh

penyelesaian

yang

disebutkan diatas merupakan caracara yang impunitif (penghindaran dari hukuman dan keadilan). Caracara cepat,

diatas

ditempuh

tidak

dengan

pertisipatif

dan

cenderung ala kadar-nya. Korban tidak dilibatkan seperti dalam kasus Cebongan;

korban

diupayakan

diberikan uang kerohiman, seperti kasus

penyiksaan

dan

pembunuhan di Magelang oleh TNI.

Disaat

bersamaan

juga

komisi-komisi negara terjebak pada kebekuan

untuk

dilakukan

jajarannya. Mekanisme

1. Mekanisme

2. Khusus

3. Polri dan TNI tidak memiliki

ide

keberanian

dan

hilangnya

serta

lebih

mendahulukan

komunikasi

[PROPAM], KontraS bersama

dibanding pencapaian keadilan dan

keluarga korban atau pencari

pengungkapan kebenaran. Dalam

keadilan,

kasus

kesulitan

mengikuti

penembakan

terhadap

progres / perkembangan dari

seorang anak di Papua, Komisi

kasus yang dilaporkan. Selain

Perlindungan

itu, tidak jarang, putusan yang

(KPAI) tidak melakukan apapun

telah dikeluarkan tidak dapat

setelah dilaporkan oleh KontraS.

diketahui

Ombudsmen juga diam setelah

dan

pencari keadilan

diakses

oleh

Anak

Indonesia

“dikunjungi” oleh Menkopolhukam

Djoko

Suyanto

setelah

Pertama,

HAM

bukan

menjadi

Ombudsmen mengeluarkan surat

orientasi politik negara maupun

rekomendasi ke Presiden SBY atas

para politisi di Partai politik dan

kasus

parlemen, hingga tidak dijadikan

Penculikan

dan

Penghilangan orang secara paksa.

standar

Lebih parah di Komnas HAM yang

pemerintah;

memiliki sejumlah kesalahan; Pertama,

kesalahan

politik

kontrol

ke

Kedua, sebagaimana disampaikan

konseptual,

oleh Komite HAM PBB, bahwa ada

tidak memiliki pemahaman soal

ketidakpahaman pemerintah dan

HAM

pejabat

yang

merujuk

memadai,

pada

UU

seeperti

yang

hukum

di

Indonesia

salah

tentang “apa itu HAM”. hingga

dalam wawancara dengan media.

pantas, meskipun, ada pengakuan

Kedua, kesalahan dalam bertindak,

HAM di Konstitusi dan berbagai UU

seperti

lain,

mengunjungi

Kopassus

tanpa

Markas

membangun

komunikasi dengan komandan atau pimpinan

AD

atau

Kopassus,

paska

kasus

Cebongan.

dalam

kasus

lain,

Atau

menempuh

mediasi,

bukan

pemantauan/penyelidikan,

atas

kasus-kasus yang jelas-jelas patut diduga terjadi pelanggaran HAM yang berat seperti kasus Syiah Sampang pembunuhan

atau

pada dalam

kasus kasus

sengketa Sumber Daya Alam. Ketiadaan akuntabilitas (Impunity) atas berbagai kasus yang terjadi sebagaimana digambarkan dalam bahan ini, merupakan titik temu dari berbagai masalah;

namun

implementasi

atau

pemenuhannya masih jauh dari harapan. Ketiga, ada proteksi dari institusi yang

anggota-anggotanya

melakukan

pelanggaran

HAM,

Polri, TNI, Kementerian Hukum dan HAM, lainnya.

dan

berbagai

institusi