Institut Teknologi Bandung e. ..... (rob, banjir bandang, cuaca ekstrim, dan
sebagainya). ..... Software Packages : Ms. Office (Ms. Power Point, Ms, Excel, Ms.
Visio,.
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA SISTEM TERPADU PERINGATAN DINI BENCANA KELAUTAN DI PESISIR SELATAN JAWA BARAT BIDANG KEGIATAN: PKM-GT
Diusulkan oleh: Iswiati Utamiputeri
12908007
2008
Mediana Safitri
12908037
2008
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG BANDUNG 2011
1.
Judul kegiatan
2. Bidang kegiatan 3. Ketua Pelaksana Kegiatan a. Nama Lengkap b. NIM c. Jurusan d. Universitas/Institut/Politeknik e. Alamat Rumah f. No. Telp/HP 4. Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis 5. Dosen Pendukung a. Nama Lengkap dan Gelar b. NIP c. Alamat Rumah d. No. Tel./HP
: Sistem Terpadu Peringatan Dini Bencana Kelautan di Pesisir Selatan Jawa Barat : PKM-GT
: Iswiati Utamiputeri : 12908007 : Oseanografi : Institut Teknologi Bandung : Jalan Kanayakan Dalam No.61Asrama Putri Kanayakan ITB : 081511486260 : 1 orang
: Dr. Eng. Nining Sari Ningsih : 19660118 199102 2 001 : Jalan Muntilan I/Q-38 Perumahan Pharmindo, Bandung 40534 : 08122166250 Bandung, 1 Maret 2011
Menyetujui, Ketua Program Studi Oseanografi Institut Teknologi Bandung
Mengetahui, Ketua Pelaksana Kegiatan
Dr. rer. nat. Mutiara R.P, S.Si, M.Si NIP. 19700915 199703 2 002
Iswiati Utamiputeri NIM. 12908007
Menyetujui, Kepala Lembaga Kemahasiswaan
Menyetujui, Dosen Pendamping
Brian Yuliarto, Ph.D NIP.19750727 200604 1 005
Dr. Eng. Nining Sari Ningsih NIP. 19660118 199102 2 001
KATA PENGANTAR Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang selalu memberi perlindungan, petunjuk, dan kekuatan kepada kita. Salawat serta salam semoga tercurahlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat, sampai kepada kita selaku umatnya. Meskipun di tengah kepadatan dan kesibukan yang sedang dijalani oleh penulis, hal ini merupakan suatu tantangan besar untuk menuangkan ide dan mengimplementasikannya ke dalam wujud nyata yakni sebuah penulisan gagasan. Penulis telah berusaha sekuat tenaga dan pikiran dalam proses hingga terselesaikan karya ini dengan berbagai kendala yang dapat dihadapi. Gagasan tertulis ini disusun dan diajukan dalam rangka Program Kreatifitas Mahasiswa. Selain itu, gagasan tertulis ini bertujuan untuk memberi masukan baru dalam sistem peringatan dini bencana di wilayah pesisir Indonesia. Penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Allah SWT yang telah memberi kemudahan bagi penulis dalam penyusunan makalah ini. 2. Kedua orang tua penulis yang telah memberikan motivasi dan dukungan untuk menyelesaikan tugas ini. 3. Dr. Eng. Nining Sari Ningsih sebagai dosen pendamping yang telah memberikan inspirasi dan dorongan pada penulis. 4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam proses penyelesaian gagasan tertulis ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan. Dengan penulisan makalah ini, penulis berharap isi makalah ini dapat memberikan wawasan kebencanaan mengenai mitigasi bencana kelautan di Indonesia. Semoga ilmu yang telah diperoleh dari makalah ini dapat dijadikan suatu dasar pemikiran untuk mengambil suatu keputusan. Amin.
Bandung, 1 Maret 2011 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR PENGESAHAN...................................................................
i
KATA PENGANTAR...........................................................................
ii
DAFTAR ISI..........................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................
iv
RINGKASAN........................................................................................
v
PENDAHULUAN...................................................................................
1
GAGASAN..............................................................................................
4
KESIMPULAN........................................................................................
10
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................
13
DAFTAR RIWAYAT HIDUP.................................................................
14
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 2
Badai Siklon Tropis ...........................................................
1
Gelombang Badai yang Melanda Kepulauan Indnesia, Mei 2007 ............................................................................
2
3
Tsunami Pangandaran 2006 ..............................................
2
4
Peta Kerentanan Jabar .......................................................
6
5
Bagan Sistem Terpadu Peringatan Dini di Pesisir Selatan Jawa Barat .........................................................................
7
RINGKASAN Kondisi Jawa Barat yang merupakan wilayah dengan kejadian bencana cukup besar, sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahkan terdapat istilah “supermarket bencana”. Segala jenis bencana ada, mulai dari bencana geologi, vulkanologi, klimatologi, lingkungan, dan lain sebagainya. Kondisi ini membawa pada tingginya resiko bencana yang terjadi di Jawa Barat. Upaya dari pengurangan risiko bencana yang akan kami kaji adalah dengan penerapan sistem terpadu peringatan dini bencana kelauta, dalam hal ini kami mengkhususkan daerah tinjauan di pesisir selatan Jawa Barat. Alasan kami meninjau daerah tersebut karena pesisir Selatan Jawa Barat merupakan salah satu daerah rawan bencana kelautan akibat dari letak geografisnya yang berada di pinggiran lempeng benua serta merupakan provinsi dengan penduduk terbanyak di Indonesia sehingga dampak bencana akan sangat berpengaruh pada kehidupan masyarakatnya. Sistem terpadu ini juga diharapkan dapat memudahkan kita untuk lebih peka terhadap alam, karena dengan indikator (perubahan muka air laut atau tekanan) yang sama kemungkinan terjadinya berbagai macam bencana kelautan dapat dideteksi sistem tersebut, sehingga akan lebih efektif dan efisien. Berdasarkan pemaparan diatas terlihat bahwa tingginya frekuensi bencana yang menerjang pesisir Indonesia serta besarnya kerugian yang ditimbulkan baik jiwa manusia maupun harta benda, untuk itu kita perlu memahami fenomena terjadinya bencana, bahaya, dan kerentanan, serta tata cara kajian risiko dan mitigasinya, maka diharapkan peran pemerintah pusat, pemerintah daerah, karyawan industri, peneliti, instansi terkait dan masyarakat umum, secara sistematis, komprehensif, tearah, dan lebih terpadu dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap risiko bahaya bencana kelautan di tingkat masyarakat serta memperkenalkan tindakan lokal yang perlu diambil untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan dan memanfaatkan teknologi informasi dalam kepentingan bersama ini. Sinergi yang baik dari pihak-pihak tersebut juga dapat merangsang kewaspadaan para perencana baik di tingkat nasional maupun lokal untuk mengimplementasikan perencanaan pembangunan nasional yang akrab bencana khususnya di daerah-daerah yang rawan bencana kelautan. Akan tetapi patut disadari bahwa tidak ada sistem yang dapat melindungi manusia dari bencana yang terjadi secara tiba-tiba. Melalui sistem terpadu peringatan dini diharapkan dapat memberikan kesempatan bagi para penduduk pesisir untuk melakukan evakuasi dan pemerintah setempat dapat meyiapkan segala sesuatu agar dapat mengurangi dampak bencana alam itu sendiri sehingga tercapai upaya pengelolaan risiko bencana dengan terpadu dan baik di negeri ini. Metode penulisan yang digunakan dalam pembuatan gagasan ini adalah metode analitis. Teknik pengumpulan data yang digunakan merupakan data sekunder. Data yang diperoleh melalui studi pustaka, wawancara narasumber, dan observasi ini kemudian diidentifikasi serta dianalisis dengan parameter yang telah ditentukan. Penulis memperoleh data dan mengolahnya menjadi informasi melalui literatur. Sumber literatur diperoleh dari berbagai macam buku kebencanaan, jurnal ilmiah, artikel bencana, dan lain-lain.
SISTEM TERPADU PERINGATAN DINI BENCANA KELAUTAN DI PESISIR SELATAN JAWA BARAT
PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dan merupakan pencetus Negara Kepulaun (arcgipelagic state) atau Wawasan Nusantara. Kepulauan Indonesia merupakan gabungan dari 5 pulau utama dan sekitar 30 kelompok kepulauan. Indonesia adalah Negara kepulauan yang dipersatukan oleh wilayah lautan dengan luas wilayah teritorial adalah 8.000.000 km2, mempunyai panjang garis pantai mencapai 80.791 km, hampir 40.000.000 orang penduduk tinggal dikawasan pesisir. Sejak dahulu kala, Indonesia merupakan negara yang dikenal sebagai Negara Maritim. Indonesia memiliki letak yang strategis, yaitu terletak pada titik temu 4 lempeng utama Bumi, yakni Lempeng Pasifik, Lempeng Eurasia, Lempeng Samudra Hindia-Australia, dan Lempeng Filipina. Bencana alam, khususnya bencana alam kebumian di Indonesia, sangat erat kaitannya dengan posisi tektonik indonesia tersebut. Konsep tektonik lempeng menekankan bahwa semua lempeng didunia, selalu saling bergerak satu sama lainnya. Namun demikian, hanya dipinggiran lempenglah terdapat aktivitas geodinamik yang menyebabkan konfigurasi bumi, sebagaimana yang terjadi di Indonesia. Salah satunya adalah bencana kelautan yang disebabkan oleh siklon tropis. Dalam meteorologi, siklon tropis (atau hurikan, angin puyuh, badai tropis, taifun, atau angin ribut tergantung pada daerah dan kekuatannya) adalah sebuah jenis sistem tekanan udara rendah yang terbentuk secara umum di daerah tropis. Sementara angin sejenisnya bisa bersifat destruktif tinggi, siklon tropis adalah bagian penting dari sistem sirkulasi atmosfer, yang memindahkan panas dari daerah khatulistiwa menuju garis lintang yang lebih tinggi. Daerah pertumbuhan siklon tropis paling subur di dunia adalah Samudra Hindia dan perairan barat Australia. Sebagaimana dijelaskan Biro Meteorologi Australia, pertumbuhan siklon di kawasan tersebut mencapai rerata 10 kali per tahun. Siklon tropis selain menghancurkan daerah yang dilewati, juga menyebabkan banjir. Secara umum kejadian siklon tersebut mempengaruhi liputan awan di wilayah Indonesia dimana terjadi peningkatan peluang hujan di wilayah yang berada di dekatnya atau yang terkena imbas dari ekor siklon tersebut. Wilayah-wilayah yang terpengaruh oleh kejadian siklon tersebut antara lain di Pulau Sumatera, Jawa, Bali, NTB, NTT, dan Papua.
Gambar 1 Badai Siklon Tropis
Pada gambar di bawah ini terlihat bahwa terdapat dua setting lingkungan pesisir yang berbeda yang dilanda oleh gelombang badai. Pertama, kawasan pesisir yang menghadap ke Samudera Hindia mulai dari Sumatera sampai Nusa Tenggara Timur, dan kedua, kawasan pesisir yang berada di lingkungan dalam (Laut Jawa) perairan Kepulauan Indonesia yaitu wilayah pesisir Indramayu–Cirebon, yang menghadap ke arah timur. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan pesisir dari Pulau Sumatera, Jawa, Bali dan pulau-pulau Nusa Tenggara yang menghadap ke Samudera Hindia merupakan kawasan pesisir yang berpotensi untuk terkena gelombang badai yang datang dari Samudera Hindia. Hal ini berkaitan dengan kemungkinan terjadinya angin siklon di Samudera Hindia. Seperti halnya bencana gelombang laut yang menerjang kawasan pantai selatan Jawa barat pada tanggal 16-19 Mei 2007 yang berasal dan berpusat di perairan selatan Afrika Selatan, kemudian menimbulkan gelombang badai merambat (swell). Gelombang ini dalam penjalarannya memerlukan 7-9 hari untuk tiba di perairan selatan pantai Jawa Barat bersamaan dengan terjadinya pasang surut purnama (spring tide) sehingga menimbulkan tinggi gelombang yang sangat besar.
Gambar 2 Gelombang badai yang melanda Kepulauan Indonesia, Mei 2007
Selain itu terdapat bencana Tsunami yang rawan terjadi di pesisir selatan Jawa Barat, seperti Tsunami Pandandaran yang terjadi pada Senin, 17 Juli 2006. Tsunami pada dasarnya adalah bencana ikutan, yaitu bencana yang terjadi karena dipicu oleh bencana lainnya. Yang paling sering memicu terjadinya Tsunami adalah gempa bumi. Hanya gempa bumi yang terjadi di bawah permukaan laut dengan pusat gempa berada pada kedalaman kurang dari 30 km dan dengan skala 6,5 skala richter atau lebih yang dapat memicu terjadinya tsunami.
Gambar 3 Tsunami Pangandaran 2006
Semua persyaratan itu terpenuhi dalam kasus gempa yang memicu tsunami di pantai selatan Jawa,. Pada gempa tersebut pusat gempanya berada pada posisi 9.334°S dan 107.263°E dengan kedalaman sekitar 10 km. Hal ini menjelaskan bahwa gejala-gejala bencana kebumian, khususnya bencana kelautan di Indonesia, seperti Tsunami, gelombang pasang (rob), gelombang pasang disertai tiupan angin dan hujan (storm surge), kenaikan muka air laut (akibat pemanasan global), badai di laut atau di wilayah pantai (akibat hubungan kelautan dan atmosferik) secara tidak langsung berdampak besar pada berbagai aspek kehidupan masyarakat, seperti ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Oleh karena itu, kita sebagai masyarakat Indonesia diharapkan lebih menyadari gejala-gejala alam agar dapat menganalisis risiko bencana yang dilakukan apabila telah tersedia data bahaya bencana dan data kerentanan. Dengan kata lain, asupan untuk analisis risiko bencana adalah luaran dari analisis bahaya alam dan analisis kerentanan. Kerugian yang diakibatkan oleh bencana kelautan ini sangat besar, selain memakan korban jiwa juga merusak tatanan perekonomian daerah bencana serta infrastruktur yang secara tidak langsung dampaknya mempengaruhi perekonomian bangsa kita. Upaya-upaya pengurangan risiko bencana dilakukan melalui penurunan kerentanan dan risiko bencana dimasyarakat, baik berupa upaya pencegahan (prevention), pengurangan dampak (mitigation), dan peningkatan kesiapsiagaan (preparedness) untuk dapat melakukan tanggap bencana dengan cepat dan efektif. Salah satu upaya dari pengurangan risiko bencana yang akan kami kaji adalah dengan penerapan sistem terpadu peringatan dini bencana kelautan di daerah pesisir, dalam hal ini kami mengkhususkan daerah tinjauan di pesisir selatan Jawa Barat. Bukan hanya pendeteksi gelombang Tsunami, tetapi juga pendeteksi adanya gejala-gejala bencana alam kelautan lainnya, seperti rob, strom surge, dan badai. Alasan kami meninjau daerah tersebut karena pesisir Selatan Jawa Barat merupakan salah satu daerah rawan bencana kelautan akibat dari letak geografisnya yang berada di pinggiran lempeng benua serta merupakan provinsi dengan penduduk terbanyak di Indonesia sehingga dampak bencana akan sangat berpengaruh pada kehidupan masyarakatnya. Kondisi Jawa Barat yang merupakan wilayah dengan kejadian bencana cukup besar, sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahkan terdapat istilah bahwa Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki “supermarket bencana”. Segala jenis bencana ada, mulai dari bencana geologi, vulkanologi, klimatologi, lingkungan, dan lain sebagainya. Kondisi ini membawa pada tingginya resiko bencana yang terjadi di Jawa Barat. Sistem terpadu ini diharapkan dapat memudahkan kita untuk lebih peka terhadap alam, karena dengan indikator yang sama kemungkinan terjadinya berbagai macam bencana kelautan dapat dideteksi sistem tersebut, sehingga akan lebih efektif dan efisien. Melalui sistem terpadu peringatan dini bahaya kelautan ini diharapkan masyarakat pesisir dapat tanggap terhadap peristiwa bencana alam yang kejadiannya tak terelakkan sehingga dapat mengurangi dampak dari bencana alam itu sendiri.
GAGASAN Letak geografis Indonesia merupakan faktor yang tidak dipungkiri menjadi penyebab utama terjadinya peristiwa bencana alam. Selain itu, terdapat faktorfaktor lain yang turut serta mempengaruhi hal tersebut, diantaranya kegiatan manusia seperti pengekploitasian sumber daya alam secara berlebihan, hasil buangan (polutan) dari aktivitas sehari-hari, daya konsumerisme kita yang semakin tinggi, serta kesiapan dan kondisi bangsa yang kurang peka terhadap gejala alam, seperti struktur dan tata ruang bangunan serta transportasi yang tidak memperhitungkan faktor tersebut. Disamping itu, kondisi bumi kita saat ini sedang memasuki fase ekstrim, seperti isu global warming dengan suhu bumi yang semakin meningkat yang dapat memicu terjadinya bencana-bencana lain (rob, banjir bandang, cuaca ekstrim, dan sebagainya). Hal demikian yang kebanyakan dilakukan tanpa mempedulikan keseimbangan alam, sehingga dapat memperburuk keadaan. Penting untuk mengubah paradigma penanggulangan bencana saat ini mengarah pada mitigasi bukan pada tanggap darurat. Paradigma mitigasi bencana lebih dititikberatkan pada pengurangan resiko bencana, dimana resiko bencana merupakan resultan dari adanya bahaya dan kerentanan. Kerentanan (vulnerability) adalah rangkaian kondisi yang menentukan apakah bahaya (bahaya alam maupun bahaya buatan) yang terjadi akan dapat menimbulkan bencana (disaster) atau tidak. Tiga aspek kerentanan yang perlu diperhatikan yaitu kerentanan fisik, kerentanan sosial dan kerentanan sikap/ motivasi. Tinjauan mengenai kondisi kerentanan sangat diperlukan untuk dapat menentukan upayaupaya apa yang perlu dilakukan sehingga tingkat kerentanan bisa dikurangi. Sistem peringatan dini merupakan sistem yang menginformasikan kemungkinan terjadinya bahaya sebelum bahaya tersebut terjadi. Mitigasi bencana secara umum didefinisikan sebagai segala upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh suatu bencana, baik sebelum, saat, atau setelah terjadinya suatu bencana. Melalui kondisi nyata yang sedang berlangsung saat ini, kami memberikan gagasan berupa penggabungan sistem peringatan dini yang dapat mendeteksi segala kemungkinan terjadinya bencana kelautan di pesisir selatan Jawa Barat, seperti Tsunami, gelombang pasang (rob), gelombang pasang disertai tiupan angin dan hujan (storm surge), kenaikan muka air laut (akibat pemanasan global), dan badai di laut atau di wilayah pantai (akibat hubungan kelautan dan atmosferik). Alasan kami memberikan gagasan tersebut karena saat ini yang marak dikembangkan adalah sistem peringatan dini untuk salah satu tipe bencana kelautan, seperti Ina-TEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System). Dilain pihak, bukan hanya Tsunami satu-satunya yang menjadi ancaman bencana bagi masyarakat pesisir selatan Jawa Barat, melainkan berbagai efek gelombang badai pasang dan kenaikan muka air laut seperti data yang kami dapat mengenai bencana kelautan lain yang terjadi di pesisir selatan Jawa Barat. Secara konseptual, pentingnya sistem peringatan dini ini telah dirumuskan dalam Konferensi Internasional Ketiga tentang Peringatan Dini (EWC III) yang diselenggarakan di Bonn, Jerman pada 27-29 Maret 2006. Konferensi ini memberi
kesempatan pemaparan proyek-proyek peringatan dini baru dan inovatif serta membahas bahaya alam dan risikonya di seluruh dunia dan bagaimana mengurangi dampaknya melalui penerapan peringatan dini yang terpusat pada masyarakat. Dokumen berjudul “Membangun Sistem Peringatan Dini: Sebuah Daftar Periksa” ini merupakan produk dari konferensi tersebut. Empat poin penting yang terkait dengan sistem peringatan dini terpadu adalah pengetahuan tentang resiko, pemantauan dan layanan peringatan, penyebarluasan dan komunikasi, kemampuan merespon atau penanggulangan. Sebenarnya sistem peringatan dini yang dikembangkan di kawasan Pasifik cukup sederhana. Namun secanggih apa pun sistem deteksi awal gelombang tidak akan berarti apa-apa jika warga masyarakat pesisir tidak mendapat peringatan sesegera mungkin. Jadi teknologi sensor gelombang hanya salah satu bagian dari sistem peringatan dini. Hal terpenting adalah memberikan pendidikan kepada masyarakat pesisir untuk mewaspadai adanya bencana kelautan dan mengenal tanda peringatan untuk waspada atau mengungsi dengan isyarat tertentu. Sarana komunikasi semacam televisi, radio, bahkan telepon bukan pilihan terbaik untuk menyampaikan informasi atau tanda terjadinya bencana. Jadi diperlukan suatu infrastruktur informasi yang bisa menjangkau seluruh pelosok daerah yang akan terkena dampak tsunami. Betapapun telah dirumuskan konsep sistem peringatan dini dengan baik, dalam aksinya ternyata tidak juga memberikan hasil yang memuaskan. Indonesia sendiri sudah menerapkan sistem peringatan dini untuk bencana alam tsunami pasca gempa dan Tsunami Aceh, Pangandaran, terakhir bencana tsunami menghantam kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Sejatinya sistem peringatan dini dirancang untuk mendeteksi potensi bencana kemudian memberikan peringatan untuk mencegah jatuhnya korban. Sistem ini umumnya terdiri dari dua bagian penting yaitu jaringan sensor untuk mendeteksi tsunami serta infrastruktur jaringan komunikasi untuk memberikan peringatan dini adanya bahaya tsunami kepada wilayah yang diancam bahaya agar proses evakuasi dapat dilakukan secepat mungkin. Hal lain yang tidak kalah penting dalam sistem peringatan dini adalah penyampaian peringatan kepada penduduk yang daerahnya terancam tsunami. Hal ini dapat dilakukan melalui beragam jalur telekomunikasi (seperti email, fax, radio, telex, TV, dan lain sebagainya). Dengan demikian pesan darurat dapat diterima oleh masyarakat, pemerintah, serta badan-badan penanggulangan bencana. Beberapa daerah di Jawa Barat yang sangat rawan bencana alam, antara lain Cianjur, Sukabumi, Garut, Tasikmalaya, Kabupaten Bandung, Bogor, dan Kabupaten Kuningan. Berdasarkan data dan informasi bencana Indonesia, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), selama periode 2005-2009, di Jabar terjadi 166 bencana alam. Bencana banjir terjadi 36 kali dan longsor sebanyak 95 kali. Kemudian, gempa bumi sejumlah 19 kali, dan banjir yang disertai longsor sebanyak 16 kali.
Gambar 4 Peta Kerentanan Jabar. Sumber: RTRWP Jawa Barat, 2009-2029
Selain itu, terdapat enam belas titik yang rawan gelombang badai yaitu Tanjung Tereleng, Karang Taraje, Palabuhanratu, Teluk Ciletuh, Pameungpeuk, Tanjung Gedeh, Parigi, Teluk Pananjung, Nusakambangan, Tanjung Karang Batu, Pacitan, Munjungan, Teluk Tapen, Tanjung Pelindu, Tanjung Pisang, dan Tanjung Purwa. Gelombang tinggi di laut tersebut berbahaya bagi nelayan dan juga berpengaruh pada penduduk di sekitar pantai. Badai menyebabkan permukaan air naik ke darat melebihi tinggi ketika pasang. Pada kasus di Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi, air yang naik ke daratan dapat mencapai sejauh lebih dari 100 meter dengan tinggi 50 cm dari bibir pantai. Kejadian itu disebut rob atau dikenal dengan banjir yang disebabkan naiknya air laut yang salah satu penyebabnya adalah badai. Meskipun demikian, kajian tersebut masih perlu diverifikasi lagi dengan data di lapangan. Dengan demikian untuk selanjutnya akan mendapatkan data kuantitatif mengenai tinggi gelombang, tinggi air di masing-masing wilayah, dan lain sebagainya. Zonasi daerah rawan bencana gelombang ekstrem ini merupakan hasil penelitian yang dapat digunakan untuk mitigasi bencana laut, terutama di daerah pesisir, sehingga dapat mereduksi jumlah korbandan kerusakan lingkungan serta diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam membangun daerah pesisir secara tepat, terintegrasi, dan efisien. Melihat kondisi saat ini, sebenarnya Indonesia telah mengembangkan berbagai pengetahuan mengenai kebencanaan dan mitigasinya, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya tentang sistem peringatan dini Tsunami. Akan tetapi, untuk menghadapi kondisi masa depan Indonesia yang telah kita ketahui bersama rawan akan bencana, diperlukan persiapan dan perencanaan yang matang untuk menghadapi segala kemungkinan bencana yang akan terjadi. Perencanaan ini dimulai dari peningkatan kesadaran setiap warga negara Indonesia serta didukung oleh lembaga terkait (pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga penelitian,dan lain-lain) dalam penentu kebijakan yang berhubungan dengan mitigasi bencana. Untuk itu, kedepannya sistem terpadu peringatan dini bencana kelautan dapat mencakup seluruh aspek bencana yang dominan terjadi di daerah selatan Jawa Barat. Ide awal dari sistem terpadu peringatan dini bencana kelautan disini menggunakan indikator kenaikan muka air laut (slope isobar) yang dapat kita
ketahui melalui profil perbedaan tekanan yang terdeteksi oleh alat yang kita pasang. Perbedaan tekanan disini juga dapat diketahui dari suhu permukaan air laut yang lebih tinggi dibandingan daerah sekitarnya. Hal ini merupakan indikasi terjadinya penurunan tekanan (perubahan muka air laut). Kenaikan atau perubahan muka air laut yang signifikan ini merupakan salah satu petunjuk utama sebagai indikasi awal adanya bencana kelautan, seperti Tsunami, badai pasang, dan kenaikan muka air laut. Setelah terjadi kenaikan muka air laut, kita dapat mengidentifikasikannya ke dalam parameter untuk setiap jenis bencana kelautan, karena sekecil apapun perubahan muka air laut dapat menunjukkan adanya suatu tanda yang tak biasa terjadi. Gejala alam sendiri masih bisa dideteksi lebih awal sehingga hasil deteksi itu akan terhubung ke alat sistem peringatan dini yang akhirnya bisa menyampaikan informasi potensi bencana tersebut kepada masyarakat. Misalnya mengintegrasikan alat sistem peringatan dini untuk gejala banjir, alat sistem peringatan dini ini bisa diintegrasikan dengan lokasi-lokasi pintu air sungai yang menjadi sentral informasi ketinggian air sungai yang bisa menyebabkan banjir. Gagasan Sistem Terpadu Peringatan Dini Bencana Kelautan di Pesisir Selatan Jawa Barat OBSERVASI HASIL LAPANGAN
OBSERVASI
Sensor Oseanografi: Gelombang, arus, temperatur, salinitas, oksigen, alga, nutrien, radioaktif
DATA SATELIT
REAL TIME
DATA ANGIN
DATA PASUT
(BMKG)
(BAKOSURTAL)
Pengolahan data
SISTEM PROSES DATA Kontrol Data, Analisis, Model Numerik, Peramalan
INFORMASI ( WEWENANG PEMDA JABAR)
Sistem Penyebaran Informasi
WEB
DATABESE /ARSIP
NETWORK
Distribusi Produk Informasi
PENGGUNA PEMERINTAH, PENELITI, SEKTOR PUBLIK, SEKTOR PRIVAT
Gambar 5 Bagan Sistem Terpadu Peringatan Dini Bencana Kelautan di Pesisir Selatan Jawa Barat
Dari hasil observasi alat di lapangan, data real time satelit, serta bekerja sama dengan instansi terkait dalam pengumpulan data angin dan pasut resmi, seperti BMKG dan BAKOSURTANAL, data dapat di proses. Pemprosesan data ini mencakup analisis, pembuatan model numerik dari data yang didapat serta peramalan kedepannya. Setelah di proses,maka akan didapatkan informasi mengenai peristiwa-peristiwa alam ekstrim di daerah pesisir selatan Jawa Barat. Bukan hanya tsunami yang dapat di deteksi gejalanya, tetapi storm tide, badai kelvin, imbas siklon tropis dari Australia, dan lain-lain juga dapat diketahui. Pemerintah daerah,dalam hal ini Pemda Jawa Barat yang paling berwenang dalam mengeluarkan serta menyebarkan informasi hasil olehan data ini melalui network dan web. Informasi juga akan di arsipkan untuk keperluan dimasa yang akan datang. Maka, dengan ini informasi akan bisa sampai pada pengguna, baik peneliti, pemerintah, sektor publik (penjaga pantai, pemberi keberi kebijakan lingkungan, manajemen pesisir, dan sebagainya) serta sektor privat (perusahaan perikanan, perkapalan, dan lain-lain). Dalam sistem ini, peran pemerintah daerah serta instansi-instansi terkait harus bersinergi dengan baik. Kerja sama antar bidang sangat penting dalam perwujudan sistem terpadu peringatan dini bencana kelautan yang efisien dan efektif, sehingga dapat tercapai upaya mengelola risiko bencana dengan baik di negeri ini. Manajemen risiko bencana mengkaji seluruh aktivitas baik dalam penanganan struktural (structural measures) maupun non-struktural (nonstructural measures) untuk menghindarkan (preventif) atau untuk mengurangi (mitigasi dan preparedness) efek yang ditimbulkan oleh bahaya bencana. Penanganan struktural untuk bencana kelautan di pesisir selatan Jawa Barat dapat meliputi sistem perlindungan pantai dengan membangun tembok penahan ombak berupa seawall, breakwater, dan pintu air yang dikenal sebagai hard protection, serta perlindungan dengan mengunakan vegetasi pantai seperti mangroove dan coastal forest, sand dune, dan terumbu karang yang dikenal sebagai soft protection. Untuk penanganan non-struktural dapat meliputi undang-undang dan peraturan pemerintah, penegakan hukum, organisasi pemerintah dan nonpemerintah yang terkait dengan penanganan bencana (PMI, ambulans, tenaga medis, pemadam kebakaran, karang taruna dan lain-lain), penyediaan peta bahaya dan risiko bencana kelautan, serta peta jalur evakuasi, konsep penataan ruang yang akrab bencana, sistem peringatan dini bencana, pendidikan masyarakat, serta penyiapan-penyiapan fasilitas penyangga hidup (life line). Contoh kasus yang pernah terjadi adalah Badai Fiona, Tanggal 6 Februari 2003. Badai siklon tropis Fiona berada di 300 mil lepas pantai selatan Jawa. Diperkirakan angin di pusat badai berkecepatan 104 mil per jam dan ekor badai mencapai 84 mil per jam. Selain itu, masih teringat dalam benak kita tentang kasus Tsunami yang menimpa Pantai Pangandaran, Ciamis yakni daerahdaerah pesisir pantai selatan Jawa Barat, selain dikenal sebagai wilayah rawan gempa bumi, juga harus diwaspadai adanya bencana susulan seperti Tsunami. Selama ini baru Pangandaran Ciamis yang terkena Tsunami yang menewaskan sejumlah penduduk dan meluluh lantakkan bangunan di daerah primadona wisata pantai Jawa Barat itu.
Selain itu bencana yang sering menelan korban jiwa adalah peristiwa (kecelakaan) terseretnya pengunjung pantai di pesisir selatan pulau Jawa. Dengan analisis melalui pendekatan ilmu kebumian (geologi) dapat ditafsirkan penyebab utama kecelakaan adalah kombinasi antara gulungan ombak dan seretan arus. Untuk itu perlu diketahui terlebih dahulu karakter ombak, konfigurasi dasar laut, dan mekanisme interaksi antara kedua faktor tersebut. Karakter ombak laut (wave) di pesisir selatan Pulau Jawa, mulai dari pesisir Blambangan di Jawa Timur hingga Ujung Kulon di Propinsi Banten, umumnya berenergi tinggi dengan ombak besar. Hal ini disebabkan karena pantai berbatasan langsung dengan laut lepas. Berdasarkan teori, ada tiga faktor pemicu terjadinya ombak, yaitu arus pasang-surut, angin pantai (local wind), dan pergeseran (turun-naik) massa batuan di dasar samudera. Di pantai selatan Pulau Jawa, kombinasi antara gelombang pasang surut dan angin lokal yang bertiup kencang, khususnya saat musim Barat, akan menimbulkan ombak besar. Di tempat-tempat tertentu, penggabungan (interference) antara gelombang swell dengan gelombang angin lokal, misalnya di Cimaja, Pelabuhan Ratu, atau di Karangbolong, dapat terbentuk ombak setinggi 2 – 3 m. Bentuk morfologi dasar laut di sejumlah lokasi Pantai Selatan juga sangat memungkinkan terjadinya hempasan gelombang dahsyat ke pantai yang sekaligus memicu terjadinya arus seretan. Sebagai pantai yang mengalami pengangkatan (uplifted shoreline) dengan proses abrasi cukup kuat, profil pantai selatan umumnya memiliki zone pecah gelombang (breaker zone) dekat garis pantai. Akibatnya, zone paparan (surf zone) menjadi sempit. Bila terjadi interferensi gelombang, maka atenuasi ombak akan terjadi sehingga membentuk gelombang besar. Karena daerah paparannya sempit, meski gelombang akan pecah di zone pecah gelombang, hempasan ombaknya masih dapat menyapu pantai dengan energi cukup kuat. Sistem arus di pantai dipicu oleh hadirnya arus di lepas pantai (coastal current) sebagai akibat sirkulasi air laut global. Dalam pergerakannya arus lepas pantai mengalami perubahan arah (deviasi) menjadi arus sejajar pantai (longshore current) akibat adanya semenanjung dan teluk. Arus balik (rip current) menuju laut sering muncul di teluk akibat arus sejajar pantai yang berlawanan. Kekuatan arus balik ini akan bertambah bila dasar laut memiliki jaringan parit dasar laut (runnel atau trough). Jaringan parit merupakan saluran tempat kembalinya sejumlah besar volume air yang terakumulasi di pantai, khususnya di zone paparan dan zone pasang surut (swash) ke laut. Arus balik tidak bergerak di permukaan karena pergerakannya terhalang hempasan ombak yang datang terusmenerus. Arus balik ini diperkirakan menjadi penyebab utama tewasnya korban yang sedang berenang di pantai. Karena selain memiliki daya seret kuat, arah gerakannya pun bersifat menyusur dasar laut menuju tempat yang lebih dalam. Berdasarkan pemaparan diatas terlihat bahwa tingginya frekuensi bencana yang menerjang pesisir Indonesia serta besarnya kerugian yang ditimbulkan baik jiwa manusia maupun harta benda, untuk itu kita perlu memahami fenomena terjadinya bencana, bahaya, dan kerentanan, serta tata cara kajian risiko dan mitigasinya, maka diharapkan peran pemerintah pusat, pemerintah daerah, karyawan industri, peneliti, dan masyarakat umum, secara sistematis,
komprehensif, tearah, dan lebih terpadu dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap risiko bahaya bencana kelautan di tingkat masyarakat serta memperkenalkan tindakan lokal yang perlu diambil untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan. Sinergi yang baik dari pihak-pihak tersebut juga dapat merangsang kewaspadaan para perencana baik di tingkat nasional maupun lokal untuk mengimplementasikan perencanaan pembangunan nasional yang akrab bencana khususnya di daerah-daerah yang rawan bencana kelautan. Kerja sama terpadu membantu politisi, pemerintah, serta penentu kebijakan untuk memahami sifat dari jenis risiko (dalam bencana Tsunami, gelombang badai pasang, maupun kenaikan muka air laut) yang dihadapi oleh komunitas serta memahami dampak yang ditimbulkannya. Selain itu, dapat mendemonstrasikan cara dan arti dalam mengurangi risiko-risiko tersebut, pada lingkup nasional dan lokal, melalui keputusan serta perencanaan yang tepat.
KESIMPULAN Berbagai pihak telah berupaya sekuat tenaga untuk mengatasi bencana alam yang terjadi di Indonesia, namun hasil yang didapatkan belum seperti yang diharapkan. Korban yang timbul akibat bencana alam masih saja tinggi. Belum lagi kerusakan lingkungan yang makin parah. Manusia memang tidak punya kekuatan untuk menghalau bencana alam apabila bencana itu datang. Yang bisa manusia lakukan adalah mengambil langkah penyelamatan diri dan harta benda sedini mungkin agar terhindar dari malapetaka yang berasal dari proses alamiah tersebut. Langkah penyelamatan ini bisa dilakukan dengan dukungan teknologi canggih yang mampu mendeteksi gejala alam baik itu yang bersumber dari laut maupun dari darat. Hal yang terpenting di sini adalah bagaimana meminimalkan korban sekecil mungkin atau tidak ada korban jiwa sama sekali. Dalam konteks ini, teknologi informasi (TI) hadir memainkan peran yang cukup penting. Sebagaimana manusia, eksistensi TI juga tidak untuk menghalau suatu bencana alam yang datang secara tiba-tiba melainkan untuk menyampaikan informasi sebelum dan sesudah bencana alam itu terjadi. Teknologi informasi tersebut tentu tidak berdiri sendiri melainkan terintegrasi dengan berbagai perangkat teknologi canggih lainnya yang dapat memberikan peringatan dini secara sistimatis kepada warga yang berdomisili di sekitar kawasan rawan bencana alam. Sistem ini yang kemudian dikenal dengan nama sistem peringatan dini yang belakangan ini menjadi perhatian hangat kita semua. Kondisi Jawa Barat yang merupakan wilayah dengan kejadian bencana cukup besar, sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahkan terdapat istilah bahwa Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki “supermarket bencana”. Segala jenis bencana ada, mulai dari bencana geologi, vulkanologi, klimatologi, lingkungan, dan lain sebagainya. Kondisi ini membawa pada tingginya resiko bencana yang terjadi di Jawa Barat. Upaya dari pengurangan risiko bencana yang akan kami kaji
adalah dengan penerapan sistem terpadu peringatan dini bencana kelautan di daerah pesisir, dalam hal ini kami mengkhususkan daerah tinjauan di pesisir selatan Jawa Barat. Bukan hanya pendeteksi gelombang Tsunami, tetapi juga pendeteksi adanya gejala-gejala bencana alam kelautan lainnya, seperti rob, strom surge, dan badai. Alasan kami meninjau daerah tersebut karena pesisir Selatan Jawa Barat merupakan salah satu daerah rawan bencana kelautan akibat dari letak geografisnya yang berada di pinggiran lempeng benua serta merupakan provinsi dengan penduduk terbanyak di Indonesia sehingga dampak bencana akan sangat berpengaruh pada kehidupan masyarakatnya. Sistem terpadu ini juga diharapkan dapat memudahkan kita untuk lebih peka terhadap alam, karena dengan indikator yang sama kemungkinan terjadinya berbagai macam bencana kelautan dapat dideteksi sistem tersebut, sehingga akan lebih efektif dan efisien. Melalui sistem terpadu peringatan dini bahaya kelautan ini diharapkan masyarakat pesisir dapat tanggap terhadap peristiwa bencana alam yang kejadiannya tak terelakkan sehingga dapat mengurangi dampak dari bencana alam itu sendiri. Ide awal dari sistem terpadu peringatan dini bencana kelautan disini menggunakan indikator kenaikan muka air laut (slope isobar) yang dapat kita ketahui melalui profil perbedaan tekanan yang terdeteksi oleh alat yang kita pasang. Perbedaan tekanan disini juga dapat diketahui dari suhu permukaan air laut yang lebih tinggi dibandingan daerah sekitarnya. Hal ini merupakan indikasi terjadinya penurunan tekanan (perubahan muka air laut). Kenaikan atau perubahan muka air laut yang signifikan ini merupakan salah satu petunjuk utama sebagai indikasi awal adanya bencana kelautan, seperti Tsunami, badai pasang, dan kenaikan muka air laut. Setelah terjadi kenaikan muka air laut, kita dapat mengidentifikasikannya ke dalam parameter untuk setiap jenis bencana kelautan, karena sekecil apapun perubahan muka air laut dapat menunjukkan adanya suatu tanda yang tak biasa terjadi. Efektifitas sebuah sistem peringatan dini juga sangat bergantung pada kesadaran dan partisipasi masyarakat di daerah rawan bencana alam. Informasi, pengaturan kelembagaan, dan sistem komunikasi peringatan harus diatur sedemikian rupa agar memenuhi kebutuhan setiap kelompok di dalam masyarakat yang rentan terhadap bahaya. Kerja sama yang sinergis antar pemerintah daerah dan instansi-instansi terkait yang konsisten dan kontinu sangat diperlukan dalam penerapan sistem terpadu ini. Hal ini berlaku untuk segala macam bencana kelautan yang layak dipasangi sistem peringatan dini. Dengan demikian, tujuan sistem peringatan dini ini bisa tercapai, diantaranya dapat mengurangi resiko korban jiwa, struktur serta harta benda sekecil mungkin. Yang jelas, sebagai bagian dari perangkat TI, sistem peringatan dini akan semakin dibutuhkan saat ini untuk mengantisipasi dampak terburuk bencana alam yang sering menghampiri Indonesia. Pemahaman terhadap ciri-ciri parameter oseanografi, kondisi fisik dan jenis litologi di daerah penyelidikan juga sangat dibutuhkan untuk pengembangan wilayah dan tata ruang pantai di kawasan tersebut. Akan tetapi patut disadari bahwa tidak ada sistem yang dapat melindungi manusia dari bencana yang terjadi secara tiba-tiba. Oleh karena itu, sampai saat ini peringatan dini bencana kelautan belum pernah menyelamatkan seorang pun
dari bencana mendadak. Walaupun demikian, peringatan dini masih dapat bekerja efektif jika jarak pusat bencana sangat jauh. Hal ini dapat memberikan kesempatan bagi para penduduk untuk melakukan evakuasi dan kesempatan untuk pemerintah daerah menyiapkan segala sesuatu agar dapat mengurangi risiko bencana yang terjadi sehingga tercapai upaya pengelolaan risiko bencana dengan terpadu dan baik di negeri ini.
DAFTAR PUSTAKA Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung. 2010a. Mengelola Risiko Bencana di Negara Maritim Indonesia 1. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung. 2010b. Mengelola Risiko Bencana di Negara Maritim Indonesia 2. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung. 2010c. Mengelola Risiko Bencana di Negara Maritim Indonesia 3. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Hadi, Safwan dan Ivonne M. Radjawane. 2009. Arus Laut. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Lubis, Saut M. 2005. OS-4116 Oseanografi Indonesia. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Yulianto, Eko. 2006. Bercermin Pada Tsunami http://www.geotek.lipi.go.id/?p=26 (diakses 28 Februari 2011).
Pangandaran.
Staf Sisfo FITB. 2009. Pesisir Selatan Rawan Badai. http://www.fitb.itb.ac.id/berita/index.php?id=158 (diakses 28 Februari 2011). Setiawan, Wahyu B. 2008. BG: Gelombang Badai/ Gelombang Tinggi. http://wahyuancol.wordpress.com/2008/07/01/gelombang-badai-gelombangtinggi/ (diakses 28 Februari 2011). Elly, Muhammad J. 2010. Sistem Peringatan Dini Bnecana Alam: Dari konsep ke Tindakan. http://www.ristek.go.id/?module=News%20News&id=7826 (diakses 26 Februari 2011) Maulana, Erwin. 2008. Siklon Tropis. http://ermala.wordpress.com/2008/12/16/siklon-tropis/ (diakses 24 Februari 2011)
CURRICULUM VITAE Nama
: Iswiati Utamiputeri
Alamat Domisili : Jalan Kanayakan Bawah No.61 - Asrama Putri ITB, Kecamatan Coblong, Bandung 40135 Mobile
: +6281511486260
Email
:
[email protected]
Alamat tetap
: Jalan Teluk Ratai I/1 Komp.
TNI- AL KODAMAR, Kelapa Gading Barat, Jakarta Utara Phone
: +6221 4514463
Tempat/tanggal lahir
: Jakarta, 14 Maret 1990
Tinggi/Berat badan
: 159 cm / 52 kg
Kebangsaan
: Indonesia
Agama
: Islam
Jenis Kelamin
: Perempuan
Status
: Belum Menikah
SEJARAH PENDIDIKAN Institusi
Tahun
Institut Teknologi Bandung
2008 - sekarang
SMAN 8 Jakarta
2005-2008
SMPN 30 Jakarta
2002-2005
SDN Kelapa Gading Barat 01 Pagi Jakarta
1999-2002
SD Angkasa IX Halim Perdana Kusuma Jakarta
1996-1999
TK Islam As-Syafi’iyah 2 Pondok Gede Bekasi
1995-1996
TK Islam Al-Multazam Antapani Bandung
1995-2001
KEMAMPUAN KOMPUTER 1.
Operating system : Windows XP, Windows 7
2.
Software Packages : Ms. Office (Ms. Power Point, Ms, Excel, Ms.Visio, etc), Mathlab 7.0, Fortran 77, C++, Wind Rose PLOT View, MapInfo Professional 7.5 SCP, Adobe Photoshop CS3, Corel Draw.
PELATIHAN DAN KURSUS Ekskursi HMO-TRITON ITB Sindang Kerta, Tasikmalaya
2011
Studi Lapangan Oseanografi Pantai Karangsong, Indramayu
2010
Studi Lapangan Oseanografi Pantai Kesenden Cirebon
2010
Pelatihan Software dan Pengolahan data Oseanografi
2010
LKO HMO TRITON ITB – Dago pakar, Bandung
2010
Pelatihan ESQ 165 Teens
2008
Kursus Bahasa Inggris LPBA-LIA Kelapa Gading
2006-2008
Kursus Musik Yamaha Clavinova Kelapa Gading
2007
LKO SMAN 8 Jakarta
2006
Kursus Tari Daerah Sanggar Wina Kreasi
2002-2005
ORGANISASI Bendahara HMO-TRITON ITB
2011-sekarang
Kepala Sub Divisi Seminar POSEIDON ITB
2010
Staf Divisi Pengabdian Masyarakat HMO-TRITON
2010
Bendahara Unit Aktivitas Tenis Meja ITB
2009 - 2010
Manajer Pementasan UKB ITB
2010
Kepala Divisi Danus UATM-ITB
2010
Staf Divisi Seni Budaya UKB ITB
2009
Sekretaris Subsie Koperasi Mahasiswa SMAN 8 Jakarta
2007-2008
Staf MPK SMPN 30 Jakarta
2005
CURRICULUM VITAE Nama
: Mediana Safitri
Alamat Domisili
: Jalan Kanayakan Bawah No.61 - Asrama Putri ITB, Kecamatan Coblong, Bandung 40135
Phone
: 022 – 92270887
Mobile
: 085659115930
Email :
[email protected] /
[email protected] Alamat tetap
: Komplek GBA I Blok C.19 RT 03/13. Kecamatan Bojongsoang. Kabupaten Bandung 40288
Phone
: 022 - 7500534
Tempat/tanggal lahir
: Bandung, 27 April 1990
Tinggi/Berat badan
: 168 cm / 54 kg
Kebangsaan
: Indonesia
Agama
: Islam
Jenis Kelamin
: Perempuan
Status
: Belum Menikah
SEJARAH PENDIDIKAN Institusi
Tahun
Institut Teknologi Bandung
2008 - sekarang
SMAN 22 Bandung
2005-2008
SMPN 18 Bandung
2002-2005
SDN NILEM III
1996-2002
TK Harapan Ibu
1995-1996
TPA Al-Mukmin
1995-2001
KEMAMPUAN KOMPUTER
1.
Operating system : Windows XP
2.
Software Packages : Ms. Office (Ms. Power Point, Ms, Excel, Ms.Visio, etc), Mathlab 7.0, Fortran 77, C++, Wind Rose PLOT View, MapInfo Professional 7.5 SCP, Adobe Photoshop CS3, Corel Draw.
PELATIHAN DAN KURSUS TRAINING ESQ
2008
Math Day Expo
2008
LCTK Unpad
2008
Juara I Lomba Longser Se-Bandung Raya
2008
Peserta Olimpiade Matematika Se-Indonesia oleh ITS
2008
Award for Outstanding Academy Achievement(FITB)
2010
LKO HMO-TRITON ITB
2010
Tes TOEFL
2010
Pelatihan Software dan Pengolahan data Oseanografi
2010
LKO HMO Triton – Dago pakar, Bandung
2010
Studi Lapangan Oseanografi Pantai Karangsong, Indramayu
2010
Studi Lapangan Oseanografi Pantai Kesenden Cirebon
2010
Ekskursi HMO-TRITON ITB Sindang Kerta, Tasikmalaya
2011
ORGANISASI Pasukan Keamanan PROKM ITB 2009
2009
Pemain Kesenian - Lingkung Seni Sunda ITB
2008 - 2010
Kadiv EO (Acara) - BP Asrama Putri Kanayakan ITB
2009 - sekarang
Taplok PMA LSS ITB
2009
Staff Pubdok PMA LSS ITB
2009
Staff Senator HMO TRITON ITB
2009 - 2010
Pasukan Kemanan dan Tadis Diksar HMGM
2010
Pelatih Tari LSS ITB
2010
Kadiv Pra-Event POSEIDON ITB 2010
2010