pendorong (motivator) dan contoh (teladan) dalarfi praktik kehidupan sehari-hari.
... model komunikasi yang dilakukan harus dalam bentuk persuasif dan efektif.
S/amef: fifektifitas
Komunikasi dalam Dakwah Persuasif
EFEKTIFITAS KOMUNIKASI DALAM DAKWAH PERSUASIF Slamet Dosen Fakultas Dakwah UIN Sunan Kaljaga Yogyakarta A. PENDAHULUAN Aktivitas dakwah adalah kegiatan komunikasi yang menimbulkan interaksi sosial. Dakwah akan semakin komunikatif bilamana para da'i memahami gejala-gejala sosial, tingkah laku manusia dalam sosio-kulturnya, dan bagaimana agama mempengaruhi tingkah lakunya. Dakwah merupakan kegiatan komunikasi, dikarenakan para da'i merupakan komunikator yang menyampaikan pesan (message) dalam bentuk ajaran-ajaran agama Islam kepada mad'u yang menjadi komunikan agar mau menerima, memahami dan akhirnya melaksanakannya. Komunikasi dalam konteks dakwah bisa saja sekedar menjadi kegiatan penyampaian informasi yang tidak berdampak luas, dus hanya dalam bentuk penyebaran wacana - bahwa audien sekedar diberitahu. Tetapi dalam kondisi tertentu komunikasi ini bisa menjadi hiburan atau bahkan sebagai pengendali tingkah laku. Dakwah yang dilakukan di tengah masyarakat tentunya diharapkan dapat mengarahkan dan membentuk perilaku JURNAL DAKWAH, Vol. X No. 2, Juli-Desember 2009
179
Slawet: Ffcktifitas
Komunikasi dalam Dahvah Persuasij
tertentu. Sehingga dalam hal ini proses komunikasi dakwah harus diformat sebaik mungkin dengan menggunakan kaidah-kaidah atau hukuni yang berlaku dalam komunikasi pada unkumnya. Namun demikian diantara keduanya ada sedikit f>erbedaan pada muatan pesan. Apabila dalam komunikasi pesan bersifat netral, maka di dalam dakwah pesan-pesan mengandung nilai keteladanan. Dalam hal ini dapat kita jumpai pada beberapa ayat dalam Al-Qur'an yang mengingatkan seseorang tentang keteladanan sebagai salah satu etika dakwah, antara l^in: "Hai orang-orang yang beriman, mengapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan." (Qs. As-Shaf: ayat 2-3) "Mengapa kamu memerintahkan orang lain untuik berbuat kebaikan, sedangkan kamu melupakan kewajibanrtiu sendiri, padahal kamu membaca al-kitab? Maka tidakkah kamu berpikir?" (Qs. Al-Baqarah: ayat 44) Dalam proses komunikasi, keberhasilan seorang komunikator adalah ketika dia bisa menjadi orang lain secara tepat sebagaimana yang dibutuhkan untuk dapat menyjampaikan pesan-pesan tertentu. Disini seorang komunikator Harus bisa bermain peran, menjadi aktor. Akan tetapi dalam kegiatan dakwah, seorang da'i bukan sekedar menjadi komunikator, melaihkan juga pendorong (motivator) dan contoh (teladan) dalarfi praktik kehidupan sehari-hari. Sebab, pesan dalam dakwah bukan sekedar data informasi; melainkan nilai-nilai keyakina'n, ibadah dan moral (akhlak) yang menuntut pengamalannya dalam sepanjang rentang kehidupan individu di tengah masyarakat. B. PERSUASI DALAM DAKWAH Kegiatan dakwah selalu berorientasi agar mad'u menerima 180
JURNAL DAKWAH, Vol. X No. 2, Juli-D. sernber 2009
Slamet: Efektifttas Komunikasi dalam Dahvah Persuasif
dan melaksanakan seruan Islam. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak setiap bentuk komunikasi dakwah yang dilakukan memberikan hasil yang memuaskan, sehingga model komunikasi yang dilakukan harus dalam bentuk persuasif dan efektif. Komunikasi persuasif ini menjadi suatu keniscayaan sebab tidak setiap komunikasi yang dilakukan dapat mengubah tingkah laku. Istilah persuasi bukanlah merupakan suatu tindakan membujuk seseorang atau suatu kelomppk untuk menerima pendapat dan melakukannya, melainkan suatu teknik untuk mempengaruhi manusia dengan menggunakan (memanfaatkan) data dan fakta psikologis maupun sosiologis dari komunikan (Astrid S.Susanto,1988: 17) Berdasar uraian tersebut, maka yang dimaksud dengan dakwah persuasif adalah: suatu kegiatan untuk menyebarkan ajaran Islam dengan menggunakan data dan fakta psikologis maupun sosiologis dari mad'u, sehingga mereka menemukan kebenaran dan kesadaran yang menjadikan sikap dan tingkah lakunya terpengaruh dan terarah untuk menerima serta melaksanakan ajaran-ajaran Islam. Dakwah persuasif menekankan bahwa aktivitas yang dilakukannya dalam bentuk meyakinkan dan menyadarkan mad'u untuk menerima serta melaksanakan pesan-pesan dakwah, sehingga harus menghindarkan diri dari sifat-sifat memaksa, mencerca dan menghina mad'u maupun pihak lain. Dakwah persuasif bertugas menyajikan data dan fakta psikologis maupun sosiologis. Berdasar hal itu mad'u bisa menilai dan membandingkan, yang akhirnya menemukan kebenaran serta kesadaran bahwa ajaran Islam merupakan solusi untuk dipilih dan dilaksanakannya. Sebagaimana dinyatakan Allah dalam firmannya: Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam. sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan JURNAL DAKWAH, Vol. X No. 2, Juli-Desember 2009
181
Slamet: iifektifttas Kortiutlikasi dalam Dakwah Persuasif
yang salah. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang pada tali yang amat kuat yang tidak akan putus..." (Qs. Al-Baqarah: 256) Pada sisi yang lain, dakwah tidak perlu mengemukakan klaim-klaim kebenaran apabila tidak disertai bukti berupa fakta dan realita nyata ataupun argumen-argumen yang lo^is. Sebab, hal yang demikian ini hanya akan menimbulkan antipati bagi orang-orang yang memang jelas belum tahu tentang Islam, atau bahkan orang non Islam yang mungkin tidak suka pada Islam atau bahkan memusuhi. Disinilah dakwah persuasif iri memiliki kekuatan, yaitu dakwah yang memberikan serta mengungkapkan data dan fakta. C. UNSDR PEMBENTUK PERSUASIF Kondisi psikis mad'u yang berbeda-beda memmtut cara pendekatan persuasif yang berbeda pula. Dakwah menjadi bersifat persuasif dapat timbul dari unsur pribadi da'i, materi dakwah, dan kondisi psikologis mad'u, ataupun perpaduani diantara ketiganya (Mubarok, 2001: 164) 1. Pesona Diri Da'i. Pertama-tama yang sesungguhnya menjadi modal setiap da'i di tengah masyarakat adalah persoalan integritas, yang bermakna kesesuaian antara nilai atau norma-norma ajaran agarjia dengan realitas kehidupan sehari-hari, ketulusan hati serta kesungguhan jiwa. Integritas menimbulkan kepercayaan (trust), yjang pada gilirannya akan memunculkan rasa hormat, penghargaah, simpati maupun dukungan. Apabila persoalan integritas ini telah menipis atau luntur, maka bisa dipastikan bahwa dakwah yang dilakukan di tengah masyarakat akan diabaikan. Pesona diri da'i yang terhimpun dalam berbagai aspek 182
JURNAL DAKWAH, Vol. X No. 2, Juli-Disember 2009
Slamet: Ejektifitas Komumkasi dalam Dahvah Persuasif
kehidupannya, tidak hanya tampak dalam retorika saat berada mimbar, melainkan tingkah laku dan kehidupan yang utuh seharihari. Sebagaimana Nabi Muhammad saw telah dilukiskan dalam Al-Qur'an sebagai teladan yang paling baik: Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari akhir dan dia banyak menyebut Allah. (Qs. Al-Ahzab: ayat 21) Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung ( Qs. Al-Qalam: ayat 4) Di tengah masyarakat seringkali dijumpai adanya da'i yang selalu didengar, diikuti dan ditaati pesan-pesan dakwahnya bukan karena faktor kepiawaiannya dalam berpidato, melainkan karena keteladanan, ketulusan hati, kasih sayang sang da'i kepada umat, serta totalitasnya dalam membimbing dan berjuang bersama masyarakat tanpa pamrih duniawi. Hal ini sebagaitnana ada ungkapan pepatah yang menyatakan "Satu teladan lebih baik daripada seribu nasehat", atau "lisanul hal afsohu min lisanil maqoT (berbicara dengan tindakan lebih nyata (jelas) daripada berbicara dengan kata-kata). Yang menjadi modal pada lapisan kedua adalah kapabilitas, yang meliputi keahlian, pengalaman dan kesanggupan mengemban amanah dakwah di tengah masyarakat yang memiliki permasalahan kompleks. Perpaduan antara kedua modal tersebut akan menjadikan da'i sebagai figur teladan yang kharismatis. 2. Materi dan Penyajian Dakwah Faktor materi dakwah yang merupakan pesan (message), adalah bagaimana aktivitas komunikasi dalam dakwah disajikan secara relevan dengan kondisi dan kebutuhan mad'U. Sesuatu materi yang tidak sesuai dengan tingkat kebutuhan niad'u JURNAL DAKWAH, Vol. X No. 2, Juli-Dcscmber 2009
183
Slamet: p.fektijitas Komtnikasi dalam Dakatah Persitii.rif
mungkin akan diabaikan, sehingga tidak memberi hasil positif sebagaimana target yang diharapkan. Misalnya, mad'u dari masyarakat kelas bawah mungkin harus diberi materi yang sedikit berbeda dengan masyarakat kelas menengah, karenla masingmasing harus disesuaikan dengan karakteristik audiens yang menjadi sasaran dakwah. Pada aspek yang lain, yaitu metode atau cara penyampaian beserta medianya juga sangat berpengaruh. Maksudnya, bagaimana pesan dakwah disampaikan kepada mad'u (delivery channel). Penyajian dengan model dan metode tertentu mungkin akan sangat membantu efektivitas proses komunikasi. Misalnya, dikemas dalam bentuk dialog interaktif, diskusi planel, dan sebagainya. Atau dalam bentuk praksis operasionalnya, penyajian pesan dengan menggunakan bahasa verbal benar-benar harus diperhitungkan. Sebab kata-kata yang disampaikan ddngan cara tertentu akan memiliki kekuatan yang luar biaisa untuk mempengaruhi dan mengubah perilaku manusia. Demikian pula, bilamana hal itu bersinergi dengan logika maka akan berpengaruh terhadap berbagai pengambilan keputusan pentiKg dalam kehidupan individu maupun masyarakat luas. Kekuatan kata-kata (dalam bentuk lisan maupun tulisan) dapat menjadi stimuli yang merangsang respon psikologis mad'u apabila: memiliki nilai keindahan bahasa (pilihan katay^ng tepat), kejelasan informasi, penggunaan logika yang kuat, intonasi yang berwibawa, memberikan harapan (optimisme) atau peringatan, dan ungkapan yang penuh ibarat (Mubarok, 2001: 183). Al-Qur'an memberikan pedoman tentang komunikasi persuasif yang terwujud dalam berbagai jenis perkataan, antaralaih: qaulan baligha (perkataan yang membekas pada jiwa: Qs. 4 ayat 63), qaulan ma'rufa (perkataan yang baik ), qaulan sadida (perkataan yang benar: Qs. 33 ayat 70), qaulan layyina (perkataan yang 184
JURNAL DAKWAH, Vol. X No. 2, Juli-Disember 2009
Slamet: Efektifitas
Komunikasi dalam Dakwah Persaasif
lemah lembut: Qs. 20 ayat 44), qaulan karima (perkataan yang mulia: Qs.17: ayat 23), qaulan maisura (perkataan yang ringan, mudah: Qs.17 ayat 28), qaulan tsaqila (perkataan yang berat: Qs.73 ayat 5), qaulan adzima (perkataan yang agung) dsb. Setiap jenis perkatan tersebut memiliki karakteristjk tertentu dan ditujukan untuk mad'u yang tertentu pula. Tetapi tujuannya sama, yaitu: agar mad'u dapat memahami dan menerima seruan dakwah dengan sebaik-baiknya. Wilbur Schramm mengidentifikasi adanya empat faktor yang mempengaruhi penerimaan pesan dalam proses komunikasi. Pertama, kemampuan menerima dari komunikan. Kedua, proses saling mempengaruhi. Semakin intensif komunikasi maka akan semakin intensif pula interaksi sosial sehingga proses saling mempengaruhi akan semakin besar. Ketiga, daya tanggap komunikan, yang biasanya dipengaruhi oleh situasi serta keterikatannya dengan norma-norma lingkungan. Keempat, sense of selectivity dari komunikan, yaitu pertimbangan untuk memilih befdasarkan pandangan komunikator terhadap pesan yang disampaikan , seberapa besar keuntungan atau kerugian diri baik secara psikologis, sosial maupun material. D. PRIHSIP DASAR KOMUNIKASI PERSUASIF Ada empat prinsip dasar dalam komunikasi persuasif yang dapat menentukan efektivitas dan keberhasilan komunikasi dalam dakwah, yakni: 1. Prinsip Pemaparan yang Selektif (Yhe Selective Exposure Principle) Prinsip ini menyatakan bahwa pada dasarnya audiens akan mengikuti hokum pemaparan selektrif (ther law of selective exposure), yang menegaskan bahwa audiens akan secara aktif mencari informasi yang sesuai dan mendukung opini,
JURNAL DAKWAH, Vol. X No. 2, Juli-Desember 2009
185
Slatftet: Fjektiftlas Koniunikasi dalam Dakivab Pmitasif
keyakinan, nilai, keputusan dan perilaku mereka; dan sebaliknya audiens akan tnenolak atau menghindari informasiinformasi yang berlawanan opini, keyakinan, nilai, keputusan dan perilaku mereka; 2. Prinsip Partisipasi Audiens (The Audience Participation Principle) Prinsip ini menyatakan bahwa daya persuasive suatu komuniklasi akan semakin besar manakala audiens berpartisipasi secara aktif dalarn proses komunikasi tersebut. Bentuk partisipasi bias dalam berbagai bentuk dan aktivitas, seperti dalam menentukan tema, dalam presentasi, membuat slogan, dan Iain-lain. 3. Prinsip Suntikan (The Inoculation Principle) Prinsip ini meyatakan bahwa apabila audiens telah memiliki pendapat dan keyakinan tertentu, maka tehnik pembicaraan biasanya dimulai dengan memberi pembenaran dan idukungan atas keyakinan dan pengetahuan yang dimiliki audiens. 4. Prinsip Perubahan yang Besar (The Magnitude if Change Principle) Prinsip ini menyatakan bahwa semakin besar, semakin, cepat dan semakin penting perub ahan yang ingin dicapai, maka seorang da'i mempunyai tugas dan kerja yang lebih besar, sehingga komunikasi yang diulakukan membutuhkan perjuatigan yang lebiyh besar pula. E. KOMUNIKASI YANG EFEKTIF Umpan balik (feed back) berupa tanggapan atau respon yang positif tentunya merupakan indikator yang dapat diukur tentang keberhasilan komunikasi tersebut. Menurut Tubbs c an Moss, komunikasi bisa dikatakan efektif bila menunjukkan Setidaknya lima indikator berikut: pengertian, kesenangan, pengaruh pada 186
JURNAL DAKWAH, Vol. X No. 2, Juli-Disember 2009
sikap, hubungan yang semakin baik dan tindakan (Rakhmat, 1999:13). Pengertian, artinya pesan dimengerti oleh penerima sebagaimana yang dikehendaki pengirimnya (komunikator). Apabila pesan yang disampaikan tersebut diartikan l^in, maka berarti telah terjadi kegagalan komunikasi primer (primary breakdown in communication). Kesenangan, artinya bahwa komunikasi dilakukan untuk menimbulkan kesenangan; sehingga akan menjadikan hubungan semakin akrab, hangat dan menyenangkan. Hal ini tidak akan terjadi bilamana masing-masing pihak saling menjadi jarak. Mempengaruhi sikap, maksudnya komunikasi itu lebih sering ditujukan untuk mempengarahi orang lain agar memiliM persepsi, sikap atau perilaku yang diinginkan komunikator. Hubungan sosial yang baik. Manusia sebagai makhluk sosial memiliki kebutuhan untuk menumbuhkan dan mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan orang lain, yaitu dalam hal interaksi dan asosiasi, pengendalian dan kekuasaan, serta cinta kasih pada sesama. Kegagalan dalam hal ini akan menjadikan seseorang merasa teralienasi (asing, kesepian) meskipun hidup di jaman modern. Tindakan, yaitu suatu perilaku yang diharapkan sebagai hasil dari proses komunikasi yang dilakukan. Dalam mejwujudkan tercapainya efektivitas komunikasi, ada beberapa priiisip dasar yang berlaku aktivitas komunikasi yang perlu dikuasai oleh para da'i, yaitu: respect, emphaty, audible, clarity, dan humble.(Stephen Covey, dalam Prijosaksono & Sembel, 2003). Respect, adalah sikap hormat dan menghargai setiap individu (mad'u) yang menjadi sasaran pesan yang disampaikan. Penghargaan yang jujur dan tulus pada seseorang merupakan prinsip dasar dalam berinteraksi dengan orang lain; bahkan prinsip paling dalam dari sifat manusia adalah kebutuhan untuk dihargai. Berawal dari hal itu, maka JURNAL DAKWAH, Vol. X No. 2, Juli-Desember 2009
187
Slamet: F/ektifltas Komnflikasi dalam Dakwah Pmuasif
seseorang akan memiliki antusiasme dan melakukap hal-hal terbaik dalam kehidupannya. Emphaty, adalah kemampuan untuk menempatkan diri pada situasi dan kondisi yang dialami oleh orang lain, prasyarat utamanya adalah kemampuan kita untuk terlebih dahulu mendengarkan dan mengerti orang lain, sebelum kita didengarkan dan dimengerti orang lain. Komunikasi empatik akan memudahkan kita dalam membangun keterbuklaan dan kepercayaan untuk membangun kerjasama dengan orang lain. Rasa empati juga akan menjadikan seseorang mampu menyampaikan pesan dengan cara dan sikap tertentu -j sehingga akan memudahkan penerima pesan (mad'u) dalam menerima dan memahaminya. Sebagaimana dalam dunia marketing (pemasaran), memahami perilaku konsumen merupakan keharusan; sehingga kita bisa empati dengan apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, minat, haraopan dan kesenangan konsumen. Demikian pula tentunya dalam konteks dakwah, memahami perilaku mad'u merupakan 'kewajiban' mutlak bagi pada da'i. Pemahaman terhadap kondisi mad'u akan meminimalisir terjadinya liambatan psikologis', sebab da'i memiliki pengetahuan yang cukup tentang problematika hidup serta suasana batin yang dialami mad'u. Pada dataran ini, da'i mempresentasikan diri sebagai bagian dari mad'u, sehingga ia telah menjadi bagian dari masyarakat yangj dijadikan sasaran dakwah itu sendiri. Dengan demikian tidak ada jarak (gap) antara dirinya dengan mad'u. Audible, maksudnya pesan harus dapat didengarkan atau dimengerti dengan balk oleh penerima pesan (mad'u). JDalam hal ini pesan dapat disajikan dengan cara, sikap atau media yang memang bisa dengan mudah diterima dan dimengerti oleh mad'u. Clarity, yaitu kejelasan dari pesan sehingga terhindar dari penafsiran yang lain (multi interpretasi atau bias). Makna lainnya 188
JUKNAL DAKWAH, Vol. X No. 2, Juli-Dcsember 2009
Slamet: F/ektifitas Komunikasi dalam Dakwah Persiiasif
adalah keterbukaan (transparansi), yaitu perlunya mengembangkan sikap terbuka (tidak ada yang disembunyikan) sehingga menambah kepercayaan. Tanpa adanya keterbukaan, maka akan member! peluang munculnya sikap curiga dan menurunnya kepercayaan. Humble, yaitu membangun sikap rendah hati, yang meliputi: sikap siap melayani, menghargai, tidak menyombongkan diri, lemah lembut, penuh pengendalian diri dan mengutamakan kepentingan yang lebih besar. Setiap da'i sebagai komunikator harus berupaya menciptakan proses komunikasi menjadi efektif dengan melakukan beberapa persiapan, antara lain: persiapan fisik, materi, corak komunikasi dan mental. Secara umum setiap da'i harus memastikan bahwa penampilan fisiknya telah memenuhi standar kelayakari di depan publik selaku mad'u. Da'i harus mernperhatikan koftdisi fisik jasmaninya agar tetap fit (bugar), penampilan pakaian yang dapat diterima masyarakat dan bisa memantapkan citra positif pribadinya. Para da'i harus benar-benar mempersiapkan materi dakwahnya agar sesuai dengan konteks masyarakatnya. Materi yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat hanya akan menimbulkan penolakan, dan jelas menjadi awal yang kurang baik untuk proses selanjutnya. Materi harus menyangkut 'pulic interest'. Pada sisi lain da'i harus menguasai dasar-dasar (dalil) syariat terkait materi yang akan disampaikan, sehingga akan menjadi daya tarik tersendiri bagi mad'u. Setiap materi dan suasana (situasi kondisi) memerlukan cara penyampaian yang tepat. Ketidak sesuai cara penyampaian bisa berdampak kontra produktif. Dalam hal ini penyampaian dakwah dapat dirancang dengan corak atau langgam pembicaraan. Langgam orator, yaitu proses komunikasi disampaikan dengan bersemangat, berapi-api selayaknya sorang panglima perang atau JURNAL DAKWAH, Vol. X No. 2, Juli-Desember 2009
189
Slamt: [ij'ekfijitas Komunikasi dalam Dakwah Persuasif
sejenis kampanye dengan tujuan memberikan semangat, membangkitkan daya juang. Biasanya dilakukan para politisi dalam kampanye, demontsran di jalanan atau juga dakwah terbuka (tabligh akbar). Langgam sentimental, yaitu penyampaian pesan dengan penuh perasaan, perlahan dan menggimbarkan suasana duka. Langgam ini biasa dipakai dalam forurd takziah, ceramah dalam masa musibah dengan tujuan memberikan penguatan batin, memberi dukungan moril dan kesabaran. Langgam statistik, yaitu penyampaian komunikasi dengan banyak menyajikan data atau angka sebagai dasar pehdukung argumentasi atas sebuah masalah yang dijadikan pokok pembicaraan. Data dan angka ini menjadi menarik bila berkaitan dengan kondisi sosial yang menyangkut kehidupan masyarakat. Misal: tingkat kriminalitas, kekerasan dalam rumah tangga, pembunuhan dsb. Langgam keagamaan, yaitu penyajian data dengan banyak didukung dalil-dalil Qur'an dan Hadits, Setiap da'i perlu mempersiapakan diri secara mental ruhaniyah, agar dirinya memiliki kemampuan dan kekauatan batin saat menyampaikan pesan-pesan dakwahnya. Da'i harus siap dan menyadari akan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi sebagai dampak logis dari aktivitas yang dilakukannya, khususnya dalam hal resiko. Persiapan mental ruhaniyah ini mutlak dilakukan sebagaimana para nabi dan rasul telah membekali diri dengan amalan ibadah baik wajib maupun sunat. Apabila proses komunikasi dalam dakwah telah diupayakan memenuhi berbagai prosedur ataupun kriteria dalam mewujudkan komunikasi yang efektif ini, maka peluang untuk terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku secara sadar akan semakin besar dan menguat. Namun begitu, tetap masih memungkinkan adanya hambatan dalam prakteknya. Misalnya, mad'u sesungguhnya sudah memiliki pengertian dan pemahaman yang 190
JURNAL DAKWAH, Vol. X No. 2, Juli-D«semher 2009
Slaiml: Efektifitas Komunikasi dalam Dakwah Pmuasif
baik serta benar, tetapi masih belum melakukan pesan-pesan dakwah yang disampaikan. Dalam persoalan ini, seringkali mad'u memang harus dibujuk, didorong atau setengah dipaksa; atau bahkan benar-benar 'dipaksa dengan suatu terapi' sehingga mereka dapat memahami makna sebuah nilai daii hakikat kebenaran (kebaikan). Pada konteks ini peran seorang da'i bukan lagi sekedar sebagai penyeru ajaran di bidang moral agama, melainkan sudah merambah sebagai pemimpin dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dalam arti yang luas. Dalam melakukan komunikasi secara persuasif terhadap mad'u dikenal pula dua macam pendekatan, yaitu himbauan secara rasional dan himbauan secara emosional (Astrid S.Susanto, 1988). Menurutnya, sebesar 75% keputusan manusia didasarkan pada faktor emosi. Sehingga persuasi biasanya lebih banyak menggunakan pendekatan himbauan emosional, karena dinilai paling efektif. Sedangkan pendekatan secara rasional dipakai untuk memperkuat pengaruhnya. Dengan demikian, komunikasi persuasif ini dilakukan dengan cara mengkombinasikan keduanya, yaitu pertama dengan pendekatan emosional; kemudian dilengkapi dengan pendekatan secara rasional. Setelah himbauan rasional itu, barulah komunikator melibatkan diri sebagai motivator atau penganjur yang mengajak kbmunikan dengan argumen-argumen yang rasional tentang: bagaimana dan mengapa anjuran (pesan) itu perlu diterima. Lain halnya, bila dalam proses persuasi yang dipakai langsung dengan pendekatan rasional; biasanya akan mengalami banyak kesulitan. Sebab, dengan tehnik ini akan memakai fase yang disebut 'reinforcement' atau mengembalikan kekuatan semula - yang harus menghindarkan diri dari faktor 'boomerang effect' atau akibat sampingan. Pemberian penguatan yang terlalu banyak akan menimbulkan efek samping bila: JURNAL DAKWAH, Vol. X No. 2, Juli-Desember 2009
191
Slamet: Efekti/ifas
Komunikasi dalam Dakwah Pmuasif
a. argumentasi yang diberikan terlalu sederhana, dan tidak sesuai dengan anggapan komunikan b. komunikator tidak menguasai isi pesan serta masalah yang sedang dikemukakannya, sehingga ia dinilai tidak tyerwibawa c. pengulangan terlalu sering dilakukan, sehingga perlu variasi cara penyampaiannya d. tidak ada gambaran yang jelas pada komunikator tefrtang apa yang dianjurkan e. terjadi penggunaan anjuran tertentu, padahal tidak diperlukan F. PENUTUP Dakwah persuasif adalah dakwah dengan menyajikan data dan fakta psikologis maupun sosiologis, sehingga mereka menemukan kebenaran dan kesadaran yang menjadikan sikap dan tingkah lakunya terpengaruh dan terarah untuk ihenerima, meyakini serta melaksanakan ajaran-ajaran Islam. Dakwah akan berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku bilamana komunikasi yang dilakukan dalam cukup efektif. Prinsip dasar yang berlaku dalam komunikasi yang efektif adalah rasa hormat, empati, dapat dimengerti dengan baik, kejelasan/keterbukaan, dan rendah hati. Komunikasi yang efektif dalam dakwah ditandai dengan adanya feed back dalam bentuk: timbulnya pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang semakin baik, dan tindakan yang dikehendaki.
192
JURNAL DAKWAH, Vol. X No. 2, Juli-Dc iember 2009
Slamet: Efektijifas
Komunikasi dalam Dakwh Persiiasif
DAFTAR PUSTAKA
Jumantoro, T, 2001. Psikologi Dakwah, Wonosobo: Amzah. Mubarok, A, 2001. Psikologi Dakwah, Jakarta: Pustaka Firdaus. Prijosaksono, A. dan Sembel, R, 2003. (http://\|vww.roysembel.com) Rakhmat, J, 1999. Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya. Susanto, A.S., 1988. Komunikasi dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Binacipta.
JUKNAL DAKWAH, Vol. X No. 2, Juli-Desember 2009
193