cukup pesat berakibat terkonversinya tanah pertanian secara besar-besaran.
Selain untuk memenuhi kebutuhan industri, alih fungsi lahan pertanian juga ...
FORMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG DALAM PENGENDALIAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN Sagita Enggar Pratiwi Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Airlangga
Abstract The problem in this study is how the policy formulation by the Jombang’s Government in the control of agricultural land conversion. This study is considered important by many researchers due to agricultural land use that may affect the availability of agricultural land and also sustainable food security both at the local, provincial and national levels. While the absence of previous research that examines policy formulation in Local Government on sustainable agricultural land.This study used qualitative research methods with a strategy that is used is a case study because it raised the issue of agricultural land conversion in Jombang as a focus of research. While the technique of data collection is done by observation, study documents, as well as in-depth interviews with informants. Determination of informants conducted by purposive sampling technique because it is considered as the most knowing and understanding of policy formulation in the control of agricultural land conversion in Jombang.The conclusion of this research is the process of policy formulation sustainable agricultural land by Jombang’s Government with stakeholder non-Government by an identification of agricultural land to be set into sustainable agriculture land, alternative selection agriculture land protection and drafting local regulations regarding sustainable agriculture land Key: Policy Formulation, Control, Land Convertion PENDAHULUAN Salah satu penilaian indeks ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan. Ketersediaan pangan merupakan hasil dari jumlah produksi pertanian. Indonesia mempunyai potensi untuk menjadi negara yang dapat menghasilkan produksi pertanian pangan dalam jumlah besar. Mengingat Indonesia adalah negara agraris yang kaya akan produk pertanian dan memiliki lahan pertanian yang sangat luas. Namun seiring berjalannya waktu banyak petani yang mulai kehilangan lahan sawah. Pertumbuhan masyarakat yang pesat dan juga kebutuhan terhadap pangan serta tempat tinggal menyebabkan terjadinya penyempitan lahan pertanian akibat adanya alih fungsi lahan pertanian. Lahan-lahan pertanian yang mulai menyempit menimbulkan berbagai masalah bawaan, antara lain jumlah produksi yang semakin kecil, sementara di sisi lain jumlah penduduk Indonesia semakin banyak, mencapai hampir 225 juta orang. Konversi lahan menjadi salah satu fenomena yang cukup marak terjadi dalam pemanfaatan lahan pertanian. Fenomena ini muncul seiring makin tinggi dan bertambahnya tekanan kebutuhan dan permintaan terhadap lahan, baik dari sektor pertanian maupun dari sektor nonpertanian akibat pertambahan penduduk dan kegiatan pembangunan. Pulau Jawa yang disebut menjadi pusat pertanian mengalami konversi lahan pertanian yang paling besar. Jika konversi lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian ini dibiarkan terus menerus maka bukan tidak mungkin bahwa lahan pertanian akan semakin sempit, produksi pertanian akan menurun dan dalam jangka panjang Indonesia akan mengalami keadaan defisit pangan. Dengan kata lain negara Indonesia akan memiliki ketergantungan terhadap impor beras dari negara lain.
Konversi lahan yang tidak terkendali disebabkan oleh pembangunan yang tidak merata serta kurang memperhatikan aspek lingkungan. Pertumbuhan ekonomi selangit, transformasi struktur ekonomi dan laju pertambahan penduduk yaang tinggi merupakan determinan utama konversi lahan pertanian. Adanya alih fungsi lahan pertanian ini tentu saja tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 yang mengatur tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Salah satu daerah di Jawa Timur yang memiliki sawah-sawah subur adalah Kabupaten Jombang. Jombang merupakan daerah pertanian produktif, bahkan Jombang disebut sebagai lumbung padi Jawa Timur. Hampir lebih dari 42 persen lahan di Jombang digunakan untuk pertanian pangan. Permasalahan konversi lahan pertanian di Kabupaten Jombang menjadi lahan non pertanian diperkirakan telah mengalami penyusutan dengan laju mencapai enam persen per tahun, misalnya untuk perumahan penduduk, areal industri, jalan dan sebagainya. Cepatnya laju pengurangan areal persawahan tidak hanya disebabkan oleh tingginya tekanan penduduk, tetapi juga oleh kebijakan dan kemajuan ekonomi yang mempercepat pertumbuhan sektor industri, sistem perpajakan yang tidak seimbang, serta tidak adanya regulasi yang memadai untuk melindungi keberlanjutan lahan pertanian. Salah satu penyebab berkurangnya jumlah lahan pertanian yang ada di Jombang adalah karena adanya proyek pembangunan tol Mojokerto-Kertosono. Pemerintah Kabupaten Jombang memegang peranan yang sangat penting dalam mengatasi masalah alih fungsi lahan pertanian pangan yang terjadi di Jombang. Untuk itu diperlukan berbagai kebijakan untuk menghadapi
permasalahan yang muncul yaitu untuk melindungi lahan pertanian pangan berkelanjutan khususnya di Jombang. Berdasarkan alasan tersebut peneliti mengambil rumusan masalah yaitu bagaimana proses formulasi kebijakan pengendalian alih fungsi lahan pertanian yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Jombang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang bagaimana proses formulasi kebijakan pengendalikan alih fungsi lahan pertanian yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Jombang. Manfaat dari penelitian ini adalah secara akademis penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan perbandingan dalam rangka penelitian dan pengembangan lebih lanjut bagi pengkaji formulasi strategi kebijakan dalam hal pengendalian alih fungsi lahan pertanian. Dengan berdasar pada penelitian terdahulu yang ditulis oleh Iwan Isa yang juga membahas mengenai tema pertanian, maka terdapat kesenjangan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu. Penelitian terdahulu yang menjelaskan mengenai strategi untuk mengendalian laju konversi lahan pertanian diperlukan adanya suatu perumusan kebijakan, sehingga dalam aspek legal perlu ditetapkan suatu peraturan perundang-undangan yang mengikat tentang lahan pertanian produktif yang menjadi dasar penetapan zonasi lahan pertanian abadi sebagai upaya mewujudkan ketahanan pangan . Sehingga dalam penelitian kali ini, dengan adanya formulasi kebijakan dalam pengendalian alih fungsi lahan pertanian dapat tercipta suatu hubungan timbal balik antara pemerintah, masyarakat dan pihak yang berkepentingan dalam merumuskan kebijakan pengendalian alih fungsi lahan pertanian untuk mencapai ketahanan pangan. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak – pihak yang berkepentingan mengenai bagaimana formulasi kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Jombang dalam upaya mengendalikan alih fungsi lahan pertanian di Jombang guna mencapai ketahanan pangan. Selanjutnya diharapkan Pemerintah Kota Jombang dan masyarakat setempat dapat memaksimalkan kerjasama yang terjalin dalam merumuskan formulasi kebijakan pengendalian alih fungsi lahan pertanian tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah merode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Tipe penelitian ini akan mencoba menggambarkan fenomena yang terjadi. Lokasi penelitian ditetapkan secara purposive di Kabupaten Jombang yaitu di Bappeda Kabupaten Jombang, Dinas Pertanian Kabupaten Jombang, Badan Pelayanan Perijinan dan Dinas PU Cipta Karya, Tata Ruang, Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Jombang. Teknik penentuan informan secara purposive karena teknik ini menggunakan pihak yang paling mengetahui dan memahami tentang pengendalian alih fungsi lahan pertanian. Teknik penggalian data menggunakan data primer dan data sekunder.teknik analisa dalam penelitian ini terdiri dari tiga alur yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Formulasi Kebijakan
Harold Laswell sebagai ilmuwan yang pertama kali mengembangkan studi tentang kebijakan publik. Laswell menggagas suatu pendekatan yang ia sebut sebagai pendekatan proses (policy process approach). Menurutnya, agar ilmuwan dapat memperoleh pemahaman yang baik tentang apa sesungguhnya kebijakan publik, maka kebijakan publik tersebut harus diuraikan menjadi beberapa bagian sebagai tahapan-tahapan, yaitu: agenda-setting, formulasi, legitimasi, implementasi, evaluasi, reformulasi, dan terminasi (Erwan Agus 2012:17). Dari siklus kebijakan tersebut terlihat jelas bahwa formulasi sebagai bagian atau salah satu tahap dari proses besar bagaimana suatu kebijakan publik dirumuskan. Formulasi kebijakan sebagai bagian dari proses kebijakan publik merupakan tahapan yang paling penting. Hal ini dikarenakan untuk melaksanakan proses selanjutnya yaitu implementasi dan evaluasi kebijakan hanya akan bisa dilaksanakan ketika proses perumusan kebijakan telah selesai. Keberhasilan ataupun kegagalan dari implementasi suatu kebijakan dalam mencapai tujuannya juga bergantung pada sempurna atau tidaknya tahap formulasi kebijakan. Untuk membahas lebih jauh mengenai formulasi kebijakan maka dalam konsep ini akan dijelaskan mengenai beberapa pengertian dan proses dalam perumusan kebijakan Formulasi kebijakan bisa dikatakan sebagai inti dari proses kebijakan. Karena formulasi kebijakan berperan untuk menjawab public affairs yang ada di masyarakat melalui pengambilan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Proses formulasi yang ideal diharapkan akan mampu melahirkan kebijakan publik yang tepat dan relevan dengan permasalahan yang sedang terjadi. Berikut terdapat beberapa definisi dari formulasi kebijakan menurut beberapa ahli. Formulasi kebijakan sebagai suatu proses menurut Winarno dapat dipandang dalam 2 (dua) macam kegiatan. Kegiatan pertama adalah memutuskan secara umum apa yang harus dilakukan atau dengan kata lain perumusan diarahkan untuk memperoleh kesepakatan tentang suatu alternatif kebijakan yang dipilih, suatu keputusan yang menyetujui adalah hasil dari proses seluruhnya. Sedangkan kegiatan selanjutnya diarahkan pada bagaimana keputusan-keputusan kebijakan dibuat, dalam hal ini suatu keputusan kebijakan mencakup tindakan oleh seseorang pejabat atau lembaga resmi untuk menyetujui, mengubah atau menolak suatu alternatif kebijakan yang dipilih (Winarno 2011:94). Menurut Anderson perumusan kebijakan menyangkut upaya menjawab pertanyaan bagaimana berbagai alternatif disepakati untuk masalah-masalah yang dikembangkan dan siapa yang berpartisipasi. Formulasi kebijakan merupakan proses yang secara spesifik ditujukan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan khusus (Winarno 2011:96). Menurut Chief J.O Udoji menyatakan bahwa perumusan kebijakan merupakan keseluruhan proses yang menyangkut pengartikulasian dan pendefinisian masalah, perumusan kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dalam bentuk tuntutan-tuntutan politik, penyaluran tuntutan-tuntutan tersebut ke dalam sistem politik, pengupayaan pemberian sanksi-sanksi atau legitimasi dari arah tindakan yang akan
dipilih, pengesahan dan pelaksanaan/implementasi monitoring dan peninjauan kembali (umpan balik) (Solichin Abdul Wahab 2008:17).
Proses Formulasi Kebijakan Pendekatan dalam proses formulasi kebijakan atau biasa disebut perumusan kebijakan dapat dilihat dari dua persepsi. Proses perumusan kebijakan yang pertama dapat dilihat dengan menggunakan pendekatan problem oriented, yaitu proses perumusan kebijakan yang melihat suatu masalah sebagai sesuatu yang harus diselesaikan khususnya oleh Pemerintah. Sedang proses perumusan kebijakan yang kedua dengan menggunakan pendekatan goal oriented, yaitu perumusan kebijakan yang berorientasi pada tujuan akhir atau bisa dikatakan perumusan kebijakan yang bersifat peramalan dengan tidak menggunakan masa lalu (masalah) sebagai acuan dan bersifat forcasting (peramalan). Perumusan kebijakan pengendalian alih fungsi lahan pertanian, yang selanjutnya lebih dikenal dengan kebijakan mengenai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) ini juga lebih cenderung menggunakan pendekatan problem approach dalam merumuskan kebijakan tersebut. Hal ini terlihat dari proses-proses yang dilalui dalam perumusan kebijakan tersebut sesuai dengan yang digambarkan oleh Carl Patton dan David Savicky, gambar proses tersebut sebagai berikut (Solichin Abdul Wahab 2008:543) : Implement the prefered policies
Define the problem
Select prefered policies
Determine evaluation criteria
Dari semua tahap yang harus dilalui tersebut, tahap yang memiliki urgenitas paling tinggi adalah tahap identifikasi masalah. Identifikasi masalah merupakan tahap paling awal untuk menemukenali akar dari permasalahan. Dengan menemukenali akar dari permasalahan, maka dapat ditemukan solusi yang tepat untuk masalah tersebut. Dengan artian solusi yang dikeluarkan berupa kebijakan yang memiliki relevansi dengan masalah yang sedang timbul di masyarakat. Dengan demikian kebijakan yang dikeluarkan akan tepat sasaran terhadap masalah yang strategis, tidak hanya masalah yang bersifat teknis. Alih Fungsi Lahan Pertanian Alih fungsi lahan merupakan kegiatan perubahan penggunaan lahan dari suatu kegiatan yang menjadi kegiatan lainnya. Alih fungsi lahan muncul sebagai akibat pembangunan dan peningkatan jumlah penduduk. Pertambahan penduduk dan peningkatan kebutuhan tanah untuk kegiatan pembangunan telah merubah struktur pemilikan dan penggunaan tanah secara terus menerus. Perkembangan struktur industri yang cukup pesat berakibat terkonversinya tanah pertanian secara besar-besaran. Selain untuk memenuhi kebutuhan industri, alih fungsi lahan pertanian juga terjadi secara cepat untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang jumlahnya jauh lebih besar (Ali Sofyan Husein 1995:13). Sedang menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 pasal 1 Nomor 15 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan menyatakan bahwa Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah perubahan fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan menjadi bukan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan baik secara tetap maupun sementara. Konversi lahan dapat diartikan sebagai perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang membawa dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri (Utomo 1992: 5). Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian
Evaluate alternative policies
Identify alternative policies
Gambar 1. Model Rasional Sederhana Patton-Savicky Model ini adalah model paling klasik yang dianut aktor pengambil kebijakan. Yang pertama dilakukan adalah identifikasi masalah, dilanjutkan dengan memilih kriteria untuk mengevaluasi permasalahan untuk menuju pada pilihan-pilihan pemecahan masalah yang disebut pilihan atau alternatif-alternatif kebijakan. Selanjutnya adalah menilai seluruh alternatif tersebut, termasuk memberikan bobot dan ranking dari masing-masing alternatif untuk menghasilkan satu alternatif terbaik yang kemudian dipilih sebagai keputusan atau kebijakan. Selanjutnya adalah implementasi kebijakan sesuai dengan prosedur-prosedur teknik dasar yang perlu dilakukan agar kebijakan yang dibuat adalah kebijakan yang terbaik.
Perlindungan terhadap lahan pertanian telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 pasal 17 tentang perlindungan lahan pertanian berkelanjutan. Secara umum dalam rangka perlindungan dan pengendalian lahan pertanian secara menyeluruh dapat ditempuh melalui 3 (tiga) strategi yaitu (Iwan Isa 2004:8-9) : 1.Memperkecil peluang terjadinya alih fungsi Dalam rangka memperkecil peluang terjadinya alih fungsi lahan sawah dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari sisi penawaran dan sisi permintaan. Dari sisi penawaran dapat dilakukan pemberian insentif kepada pemilik sawah yang memiliki potensi untuk dirubah. Dari sisi permintaan dapat dilakukan pengendalian lahan sawah dengan cara: a.Mengembangkan pajak tanah yang progresif b.Meningkatkan efisiensi kebutuhan lahan untuk nonpertanian sehingga tidak ada lahan terlantar
c.Mengembangkan prinsip hemat lahan untuk industri, perumahan dan perdagangan misalnya dengan membangun rumah susun. 2.Mengendalikan kegiatan alih fungsi lahan a.Membatasi alih fungsi lahan sawah yang memiliki produktivitas tinggi, menyerap tenaga pertanian tinggi, dan mempunyai fungsi lingkungan tinggi b.Mengarahkan kegiatan alih fungsi lahan pertanian untuk pembangunan kawasan industri, perdagangan dan perumahan pada kawasan yang kurang produktif c.Membatasi luas lahan yang dapat dialihfungsi di setiap kabupaten/kota yang mengacu pada kemampuan pengadaan pangan mandiri d.Menetapkan Kawasan Pangan Abadi yang tidak boleh dialihfungsi, dengan pemberian insentif bagi pemilik lahan dan pemerintah daerah setempat
3.Instrumen pengendalian alih fungsi lahan Instrumen yang dapat digunakan untuk perlindungan dan pengendalian lahan sawah adalah melalui instrumen yuridis dan non-yuridis yaitu: a.Instrumen yuridis berupa peraturan perundang-undangan yang mengikat (apabila memungkinkan setingkat undangundang) dengan ketentuan sanksi yang memadai b.Instrumen insentif dan disinsentif bagi pemilik lahan sawah dan pemerintah daerah setempat c.Pengalokasian dana dekonsentrasi untuk mendorong pemerintah daerah dalam mengendalikan konversi lahan pertanian terutama sawah d.Instrumen Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) serta perizinan lokasi Aktor dalam Proses Formulasi Pertanian Pangan Berkelanjutan
Kebijakan
Lahan
Aktor yang terlibat dalam proses penyusunan naskah akademik mengenai pengendalian alih fungsi lahan pertanian melalui rapat koordinasi adalah DPRD Komisi B dan Komisi C, SKPD teknis seperti Dinas Pertanian yang berwenang dibidang lahan pertanian dan infrastuktur lahan dan air, Dinas PU Bina Marga dan Pengairan yang berwenang dibidang infrastuktur air, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah yang berwenang dibidang perencanaan pembangunan, Badan Lingkungan Hidup yang berwenang dibidang konservasi lahan dan air, Badan Pelayanan Perizinan yang berwenang dibidang pemanfaatan ruang, Dinas PU Cipta Karya, Tata Ruang, Kebersihan dan Pertamanan yang berwenang dibidang pembangunan infrastruktur dan tata ruang, Kantor Ketahanan Pangan yang berwenang dibidang ketahanan pangan, Bagian Administrasi Pemerintahan berwenang dibidang pertanahan atau pembebasan tanah, Bagian Sumber Daya Alam yang berwenang dibidang konservasi lahan dan air, Bagian Administrasi Perekonomian yang berwenang dibidang lingkup pertanian, dan juga Bagian Administrasi Pembangunan yang berwenang dibidang perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah.
Pembentukan Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Kabupaten Jombang dan Tim Koordinasi dan Verifikasi Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang beranggotakan dari Satuan Kerja Perangkat Daeraah yang memiliki wewenang dalam pengendalian alih fungsi lahan pertanian. Pembentukan BKPRD Kabupaten Jombang dan Tim Koordinasi dan Verifikasi Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan melalui SK Bupati Kabupaten Jombang untuk melakukan identifikasi lahan pertanian yang nantinya akan ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan. Setelah penyusunan naskah akademis tersebut akan dilakukan uji publik dan penyepakatan antara Pemerintah Daerah dengan pemilik lahan. Naskah akademis yang telah disusun kemudian akan menjadi draft Peraturan Daerah Kabupaten Jombang tahun 2014 mengenai perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Proses Formulasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Pelaksanaan proses formulasi kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Jombang dalam pengendalian alih fungsi lahan pertanian adalah sebagai berikut: a. Identifikasi masalah Pemerintah Kabupaten Jombang dalam menyusun rumusan kebijakan tentang lahan pertanian pangan berkelanjutan diawali dengan mengidentifikasi masalah yang sedang mengemuka di masyarakat Kabupaten Jombang khususnya mengenai fenomena alih fungsi lahan pertanian. Masalah alih fungsi lahan pertanian di Kabupaten Jombang salah satunya didahului dengan adanya alih fungsi lahan pertanian menjadi Jalan Tol Mojokerto-Kertosono. Dalam upaya pembebasan lahan yang dilakukan oleh Tim Pembebasan Lahan (TPT) muncul berbagai macam konflik terutama mengenai ganti rugi lahan sawah antara masyarakat pemilik lahan pertanian yang akan diubah menjadi jalan tol tersebut dengan pihak investor. Pengalihfungsian lahan pertanian menjadi lahan non pertanian sudah menjadi hal yang harus dibatasi. Pemerintah Pusat menetapkan target surplus 10 juta ton beras pada tahun 2014, dimana untuk Jawa Timur dibebani surplus beras 5 juta ton. Saat ini Jawa Timur telah mencapai surplus beras sebesar 3,5 juta ton sehingga untuk memenuhi surplus 5 juta ton beras pada tahun 2014 diperlukan tambahan luas tanam baru seluas 345.770 ha. Karena itu Kabupaten Jombang sebagai salah satu kabupaten yang memiliki kontribusi tinggi dalam menghasilkan beras dituntut untuk memenuhi target program nasional surplus 10 juta ton beras tahun 2014 dan harus tetap mempertahankan lahan baku pertanian siap tanam di tengah derasnya arus alih fungsi pertanian. Identifikasi lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan dengan menggunakan pendekatan analisis kebutuhan lahan pertanian untuk menjaga ketahanan pangan daerah. Kebutuhan lahan pertanian pangan yang harus dipertahankan atau berkelanjutan harus memenuhi kebutuhan minimal pangan penduduk di wilayah yang bersangkutan. Dari hasil analisis yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Jombang menunjukkan bahwa kebutuhan lahan minimal yang harus dijaga, dilestarikan dan tidak boleh dialihfungsikan seluas 31.569,36 hektar. Luasan baku lahan ini yang nantinya akan ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan
berkelanjutan. Keseluruhan eksisting lahan pertanian di Kabupaten Jombang saat ini seluas 40.676 hektar sesuai dengan ploting dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Sesuai dengan Pasal 64 Ayat (1) huruf c Peraturan Daerah Kabupaten Jombang Nomor 21 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Jombang, disebutkan bahwa lahan pertanian basah sebesar 40.676 hektar masih dapat dilakukan alih fungsi dengan besaran perubahan maksimum 20% (pada kawasan perdesaan) serta 50% (pada kawasan perkotaan). b. Menentukan alternatif kebijakan Selanjutnya adalah menentukan dan memilih kriteria alternatif kebijakan serta mengevaluasi permasalahan untuk menuju pada pemecahan masalah yang disebut pilihan atau alternatif kebijakan. Termasuk juga memberikan bobot atau ranking terhadap pilihan atau alternatif kebijakan yang muncul untuk menghasilkan satu alternatif terbaik yang kemudian dipilih sebagai keputusan atau kebijakan yang nantinya akan diimplementasikan. Pemilihan alternatif kebijakan lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Jombang dengan sosialisasi rencana tata ruang wilayah Kabupaten Jombang kepada masyarakat. Sosialisasi rencana tata ruang wilayah ini sebagai upaya untuk mengajak masyarakat berpartisipasi dalam pengendalian alih fungsi lahan pertanian dan juga untuk menjelaskan mengenai fenomena yang sedang terjadi khususnya masalah alih fungsi lahan pertanian. Dengan adanya sosialisasi ini Pemerintah Kabupaten Jombang mengharapkan masyarakat memiliki kesadaran untuk bersama-sama dengan Pemerintah mengendalikan arus alih fungsi lahan pertanian guna mempertahankan lahan pertanian pangan berkelanjutan untuk ketahanan pangan daerah khususnya. c. Memilih alternatif kebijakan Setelah melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai alih fungsi lahan pertanian sebagai cara untuk menemukan, memilih dan mengevaluasi kriteria alternatif kebijakan untuk mengendalikan alih fungsi lahan pertanian, Pemerintah Kabupaten memilih alternatif kebijakan terbaik yang bisa digunakan untuk mengendalikan alih fungsi lahan pertanian. Pemilihan alternatif kebijakan terbaik yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Jombang akan disusun dalam naskah akademik kebijakan mengenai perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Penyusunan naskah akademik mengenai perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan yang kemudian akan menjadi draf Peraturan Daerah 2014 akan dilakukan uji publik dan penyepakatan antara Pemerintah Daerah terhadap pemilik lahan sawah. Penyepakatan ini sebagai bentuk kerjasama Pemerintah Daerah dan masyarakat pemilik lahan dalam mewujudkan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Naskah Akademik perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Jombang dituangkan dalam bentuk pengarahan pengelolaan lahan sawah yang terdapat di dalam Materi Teknis Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jombang tahun 2009-2029. Isi dari pengarahan pengelolaan lahan sawah tersebut adalah sawah beririgasi teknis harus dipertahankan luasannya; perubahan fungsi sawah ini hanya diijinkan pada kawasan perkotaan dengan perubahan maksimum 50 % dan sebelum dilakukan perubahan atau alih fungsi harus sudah dilakukan
peningkatan fungsi irigasi setengah teknis atau sederhana menjadi teknis dua kali luas sawah yang akan dialihfungsikan dalam pelayanan daerah irigasi yang sama; pada kawasan perdesaan alih fungsi sawah diijinkan hanya pada sepanjang jalan utama (arteri, kolektor, lokal primer), dengan besaran perubahan maksimum 20% dari luasan sawah yang ada, dan harus dilakukan peningkatan irigasi setengah teknis atau sederhana menjadi irigasi teknis, setidaknya dua kali luasan area yang akan diubah dalam pelayanan daerah irigasi yang sama; pada sawah beririgasi teknis yang telah ditetapkan sebagai lahan pertanian tanaman pangan berkelanjutan maka tidak boleh dilakukan alih fungsi; sawah beririgasi sederhana dan setengah teknis secara bertahap dilakukan peningkatan menjadi sawah beririgasi teknis; serta awasan yang ditetapkan sebagai kawasan pertanian diarahkan untuk meningkatkan produktifitas tanaman pangan dengan mengembangkan kawasan cooperative farming dan holtikultura dengan mengembangkan kawasan good agriculture practices. Alternatif kebijakan dalam pengendalian alih fungsi lahan ini terdapat pengecualian untuk kepentingan umum dan bencana alam. Lahan pertanian yang telah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan bisa dilakukan pengalihan fungsi apabila digunakan untuk kepentingan umum dan bencana alam. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum ini meliputi pengembangan jalan umum, pembangunan waduk, bendungan, pembangunan jalan irigasi, meningkatkan saluran penyelenggaraan air minum, drainase dan sanitasi, bangunan pengairan, pelabuhan, bandar udara, dan fasilitas keselamatan umum. Namun proses penggantian lahan sawah siap tanam tetap dilakukan oleh pihak yang melakukan alih fungsi lahan pertanian. Setelah semua proses pembentukan kebijakan telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Jombang, maka Pemerintah Kabupaten Jombang melakukan implementasi kebijakan. Implementasi kebijakan dilakukan setelah draf peraturan daerah mengenai perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan diusulkan kepada DPRD atau Kepala Daerah Kabupaten Jombang dan telah resmi disahkan. Implementasi kebijakan lahan pertanian pangan berkelanjutan ini dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Jombang bersama dengan masyarakat sesuai dengan peraturan daerah yang berlaku. Implementasi kebijakan mengenai lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Jombang baru akan diagendakan pada tahun 2014. Hal ini disebabkan Pemerintah Kabupaten Jombang masih menyusun Dokumen Rencana Aksi Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Materi Teknis Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jombang tahun 2009-2029 yang akan menjadi dasar peraturan daerah mengenai lahan pertanian panagan berkelanjutan. KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah : 1.Aktor yang terlibat dalam proses penyusunan naskah akademik mengenai pengendalian alih fungsi lahan pertanian melalui rapat koordinasi adalah DPRD Komisi B dan Komisi C, SKPD teknis seperti Dinas Pertanian yang berwenang dibidang lahan pertanian dan infrastuktur lahan dan air, Dinas PU Bina Marga dan Pengairan yang berwenang dibidang infrastuktur air, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah yang berwenang dibidang perencanaan
pembangunan, Badan Lingkungan Hidup yang berwenang dibidang konservasi lahan dan air, Badan Pelayanan Perizinan yang berwenang dibidang pemanfaatan ruang, Dinas PU Cipta Karya, Tata Ruang, Kebersihan dan Pertamanan yang berwenang dibidang pembangunan infrastruktur dan tata ruang, Kantor Ketahanan Pangan yang berwenang dibidang ketahanan pangan, Bagian Administrasi Pemerintahan berwenang dibidang pertanahan atau pembebasan tanah, Bagian Sumber Daya Alam yang berwenang dibidang konservasi lahan dan air, Bagian Administrasi Perekonomian yang berwenang dibidang lingkup pertanian, dan juga Bagian Administrasi Pembangunan yang berwenang dibidang perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah. Pembentukan Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Kabupaten Jombang dan Tim Koordinasi dan Verifikasi Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan melalui SK Bupati Kabupaten Jombang untuk melakukan identifikasi lahan pertanian yang nantinya akan ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan. Setelah penyusunan naskah akademis tersebut akan dilakukan uji publik dan penyepakatan antara Pemerintah Daerah dengan pemilik lahan. Naskah akademis yang telah disusun kemudian akan menjadi draft Peraturan Daerah Kabupaten Jombang tahun 2014 mengenai perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. 2.Tahapan dalam proses formulasi kebijakan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Jombang dilakukan melalui identifikasi masalah, menentukan alternatif kebijakan dan memilih alternatif kebijakan. Identifikasi masalah lahan pertanian di Kabupaten Jombang dilakukan dengan menggunakan pendekatan analisis kebutuhan lahan untuk menjaga ketahanan pangan daerah. Yaitu kebutuhan lahan pangan yang harus dipertahankan atau berkelanjutan harus memenuhi kebutuhan minimal pangan penduduk di wilayah yang bersangkutan. Sehingga melalui analisis kebutuhan lahan tersebut, Pemerintah Kabupaten Jombang menetapkan luasan lahan pertanian pangan berkelanjutan yang harus tetap dipertahankan 31.569,36 hektar dari total 40.676 hektar lahan sawah yang ada di Kabupaten Jombang. Sesuai dengan Pasal 64 Ayat (1) huruf c Peraturan Daerah Kabupaten Jombang Nomor 21 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Jombang, disebutkan bahwa lahan pertanian basah sebesar 40.676 hektar masih dapat dilakukan alih fungsi dengan besaran perubahan maksimum 20% (pada kawasan perdesaan) serta 50% (pada kawasan perkotaan). Sedangkan lahan pertanian tanaman pangan sebagai lahan pertanian berkelanjutan sebesar 31.569 hektar tidak boleh dilakukan alih fungsi. Pemilihan alternatif kebijakan lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Jombang dengan mengadakan sosialisasi terhadap masyarakat kelompok tani maupun gabungan kelompok tani mengenai rencana tata ruang wilayah Kabupaten Jombang khususnya tentang pengadaan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Sosialisasi ini sebagai jembatan antara Pemerintah Kabupaten Jombang dengan masyarakat pemilik lahan dalam melakukan penyepakatan lahan sawah yang akan ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan. Di dalam sosialisasi ini juga akan dijelaskan mengenai insentif
dan disinsentif terhadap masyarakat pemilik lahan sawah. Dengan adanya sosialisasi ini Pemerintah Kabupaten Jombang beserta masyarakat bekerja bersama-sama untuk mewujudkan lahan pertanian pangan berkelanjutan. 3.Naskah akademik yang disusun oleh Pemerintah Kabupaten Jombang mengenai lahan pertanian pangan berkelanjutan dituangkan dalam Laporan Akhir Masterplan Pembangunan Ekonomi Daerah Rencana Aksi Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Kabupaten Jombang dan Materi Teknis Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jombang tahun 2009-2029. 4.Pengendalian alih fungsi lahan pertanian di Kabupaten Jombang dilakukan dengan memperkecil peluang terjadinya alih fungsi lahan pertanian dengan cara mempersiapkan lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan dengan kondisi dan potensi yang sama besar dengan lahan pertanian pangan berkelanjutan; mengendalikan kegiatan alih fungsi lahan pertanian melalui pengetatan ijin lokasi pengalih fungsian lahan pertanian oleh Badan Pelayanan Perijinan Kabupaten Jombang serta rehabilitasi dan pembangunan fasilitas sarana prasarana yang mendukung kegiatan pertanian; dan mengeluarkan instrumen pengendalian alih fungsi lahan pertanian yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Jombang Nomor 7 Tahun 2009 yang memuat tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 20052025, Peraturan Daerah Kabupaten Jombang Nomor 21 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jombang, Peraturan Bupati No.19 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Jombang tahun 2009-2013, Surat Keputusan Bupati Jombang Nomor: 188.4.45/74A/415.10.10/2010 tentang Pembentukan Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Kabupaten Jombang serta Surat Keputusan Bupati Jombang Nomor: 188.4.45/62/415.10.10/2012 tentang Tim Koordinasi dan Verifikasi Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. DAFTAR PUSTAKA Penelitian terdahulu: Isa, Iwan. 2004. Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian ( A Strategy to Control Agriculture Land Conversion ). Jakarta. Badan Pertanahan Nasional.
Buku: Husein, Ali Sofyan Husein. 1995. Ekonomi Politik Penguasaan Tanah. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta Miles, Mathew J. dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis data kualitatif: buku sumber tentang metode baru. UI Press. Jakarta Miles, Mathew J. dan A. Michael Huberman. 2007. Analisis data kualitatif. UI Press. Jakarta Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya. Bandung Moleong, Lexy J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Remaja Rosdakarya. Bandung Nugroho, Riant. 2006. Kebijakan Publik untuk NegaraNegara Berkembang. Elex Media Komputindo. Jakarta
Nugroho, Riant. 2009. Public Policy (Dinamika KebijakanAnalisis Kebijakan-Manajemen Kebijakan). Elex Media Komputindo. Jakarta Patilima, Hamid. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. CV. Alfabeta. Bandung Prastowo, Andi. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta Purwanto, Agus Erwan. 2012. Implementasi Kebijakan Publik ( Konsep dan Aplikasinya Di Indonesia ). Gava Media. Yogyakarta Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta. Bandung Utomo, M. Eddy Rifai dan Abdulmutalib Thahir. 1992. Pembangunan dan Alih Fungsi Lahan. Universitas Lampung. Lampung Wahab, Solichin Abdul. 2008. Analisis Kebijakan Publik. UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah. Malang Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik-Teori dan Proses. MedPress. Yogyakarta Winarno, Budi. 2011. Kebijakan Publik- Teori, Proses dan Studi Kasus. Caps. Yogyakarta
Website: “ Definisi Strategi”, www.wikipedia.com (diakses pada tanggal 20 April 2013 pukul 12.55 WIB) Ika, “Lahan Pertanian Jombang Menyusut”, www.amarinews.com (diakses tanggal 9 Januari 2013 pukul 10.50 WIB) Indriantari, Windy Dyah, “Ketahanan Pangan Indonesia Loyo di ASEAN”, www.m.mediaindonesia.com (diakses pada tanggal 9 Januari 2013 pukul 11.05 WIB) Isa, Iwan, “Alih Fungsi Lahan”, www. http://werdhapura.penataanruang.net/pusatinformasi/saya-ingin-tahu/alih-fungsi-lahan (diakses pada 20 April 2013 pukul 7.43 WIB) “Kebijakan Publik”. http://kebijakanpublik12.blogspot.com/2012/06/for mulasi-kebijakan.html (diakses pada tanggal 4 Juni 2013 pada pukul 14.00 WIB) Wibisono, Yusuf , “Karena Jalan Tol, Lahan Pertanian di Jombang Berkurang 254 Hektar”, www.beritajatim.com (diakses tanggal 9 Januari 2013 pukul 10.20 WIB) www.jombangkab.go.id (diakses pada 24 Desember 2013 pukul 08.00 WIB) Koran: Maz/zal, “Defisit Lahan Pertanian”, Kompas, 22 Desember 2012. Hal. 18 Khudori,” Darurat Lahan Pertanian”, Kompas, 30 Januari 2013. Hal. 7
Perundang-undangan: Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan pasal 1 (15), pasal 17 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan pasal 2b, pasal 5
tentang Pangan Insentif Pangan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan pasal 2, pasal 9 (2), Peraturan Daerah Kabupaten Jombang Nomor 7 Tahun 2009 tentang rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah tahun 2005-2025 Peraturan Daerah Kabupaten Jombang Nomor 21 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jombang pasal 10 (4), pasal 53, pasal 64 (1), pasal 90 (3), pasal 92 (1) Surat Keputusan Bupati Jombang Nomor 188.4.45/74A/415.10.10/2010 tentang Pembentukan Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Kabupaten Jombang Surat Keputusan Bupati Jombang Nomor 188.4.45/62/415.10.10/2012 tentang Tim Koordinasi dan Verifikasi Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Dokumen Laporan Akhir Dinas Pertanian Kabupaten Jombang Tahun 2011 Laporan Akhir Masterplan Pembangunan Ekonomi Daerah Rencana Aksi Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Kabupaten Jombang Materi Teknis Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jombang Tahun 2009-2029