berhubungan seks apabila suami tidak siap/lelah. ..... Secara pemaknaan (
meaningfull), nodes merupakan suatu fungsi kisah cerita, dan idiom yang ...
FUNGSI KELUARGA, PEMBAGIAN PERAN DAN KEMITRAAN GENDER DALAM KELUARGA Oleh: Herien Puspitawati Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia- Institut Pertanian Bogor 2013 Sumber: Puspitawati, H. 2012. Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia. PT IPB Press. Bogor. Email:
[email protected] Fungsi Keluarga Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1994 menyatakan fungsi keluarga terdiri atas fungsi-fungsi: (1) Keagamaan, (2) Sosial budaya, (3) Cinta kasih, (4) Perlindungan, (5) Reproduksi, (6) Sosialisasi dan pendidikan, (7) Ekonomi, dan (8) Pembinaan lingkungan. Sedangkan menurut Mattensich dan Hill (Zeitlin et al., 1995), fungsi keluarga terdiri atas fungsi pemeliharaan fisik sosialisasi dan pendidikan, akuisisi anggota keluarga baru melalui prokreasi atau adopsi, kontrol perilaku sosial dan seksual, pemeliharaan moral keluarga dan dewasa melalui pembentukan pasangan seksual, dan melepaskan anggota keluarga dewasa. Adapun menurut United Nation (1993) fungsi keluarga meliputi fungsi pengukuhan ikatan suami istri, prokreasi dan hubungan seksual, sosialisasi dan pendidikan anak, pemberian nama dan status, perawatan dasar anak, perlindungan anggota keluarga, rekreasi dan perawatan emosi, dan pertukaran barang dan jasa. Contoh aplikasi kemitraan dan relasi gender dalam pelaksanaan fungsi keluarga. No Fungsi Keluarga Contoh Aplikasi Kemitraan dan Relasi Gender Fungsi Keluarga Menurut PP Nomor 21 Tahun 1994 1 Keagamaan Ayah dan Ibu berkewajiban untuk mendidik anak L dan P sejak dini dalam menjalankan fungsi keagamaan sebagai landasan pendidikan karakter. 2 Sosial-Budaya Ayah dan ibu melakukan sosialisasi kepada anak-anaknya tentang cinta budaya dengan tetap menjunjung tinggi nilai kesetaraan dan keadilan. 3 Cinta Kasih Ayah dan ibu menebarkan cinta kasih kepada semua anggota keluarga dengan menggalang kerjasama yang baik dengan dilandasi rasa saling menghormati, menyayangi dan membutuhkan satu dengan lainnya. 4 Melindungi Orangtua melindungi anak-anak baik laki-laki maupun perempuan dengan cara yang sesuai dengan kebutuhan biologi dan perkembangan psikososialnya. Suami dan istri saling melindungi dengan cara sesuai dengan keunikan personalitas masing-masing. 5 Reproduksi Reproduksi disini berarti menjalankan proses prokreasi keluarga yang berkaitan dengan hak atas kesehatan reproduksi baik laki-laki maupun perempuan. Suami dan istri harus saling menjaga kesehatan reproduksi dan hak-hak reproduksinya. 6 Sosialisasi dan Ayah dan ibu bekerjasama dalam mendidik dan mengasuh anak yang Pendidikan dilandasi oleh pendidikan karakter dan responsif gender,
No 7
Fungsi Keluarga Ekonomi
Contoh Aplikasi Kemitraan dan Relasi Gender Ayah dan ibu bekerjasama dalam mencari uang dan mengelola keuangan keluarga dan memutuskan prioritas pengeluaran keuangan. Ayah dan ibu memberi arahkan dan pendidikan kepada anaknya untuk mengelola keuangan yang cenderung terbatas dan mengatur kebutuhan/keinginan yang cenderung tidak terbatas. 8 Pembinaan Ayah dan ibu mengelola kehidupan keluarga dengan tetap memelihara Lingkungan lingkungan di sekitarnya, baik lingkungan fisik maupun sosial, dan lingkungan mikro, meso dan makro. Fungsi Keluarga Menurut United Nation Tahun 1993 1 Pengukuhan Suami dan istri sedapat mungkin mempertahankan pernikahan dengan Ikatan Suami Istri menyelesaikan masalah yang ada dengan manajemen konflik, penyesuaian konsensus dan pembaharuan komitmen. 2 Prokreasi dan Suami harus menghormati hak reproduksi istrinya dan tidak boleh memaksa Hubungan Seksual istri untuk berhubungan seksual apabila istri dalam keadaan haid atau dalam keadaan tidak siap/lelah. Begitupula istri tidak boleh memaksa suami untuk berhubungan seks apabila suami tidak siap/lelah. 3 Sosialisasi dan Pengasuhan yang responsif gender penting untuk dilakukan dalam Pendidikan Anak mempersiapkan anak laki-laki dan perempuan menuju kualitas sumberdaya manusia yang prima. 4 Pemberian Nama Nama anak laki-laki dan perempuan diberikan berdasarkan kesepakatan dan Status suami dan istri yang dilatarbelakangi oleh aturan agama dan kebiasaan budaya. 5 Perawatan Dasar Anak laki-laki dan perempuan mempunyai hak untuk mendapatkan Anak perawatan dasar yang berhubungan dengan kesehatan fisik dan psikososial. 6 Perlindungan Ayah dan ibu berkewajiban saling melindungi satu sama lain dan Anggota Keluarga melindungi anak-anak secara fisik maupun sosial. Perilaku kasar yang menjurus pada pada pelecehan dan penganiayaan serta kekerasan kepada anak harus dihilangkan. 7 Rekreasi dan Ayah dan ibu berkewajiban memberikan perawatan emosi kepada seluruh Perawatan Emosi anggota keluarga dengan melakukan rileksasi dan rekreasi yang disesuaikan dengan kemampuan keluarga. 8 Pertukaran Barang Dalam rangka menjaga keutuhan keluarga baik keluarga inti maupun dan Jasa keluarga besar, perilaku saling membantu dalam bertukar barang dan jasa akan melanggengkan hubungan/ikatan kekeluargaan (family ties) dan bonding yang kuat. Keterangan: L= laki-laki; P= perempuan
Konsep Peran Gender Berkaitan dengan peran gender, perlu diingat kembali istilah-istilah kegiatan produktif, reproduktif dan kemasyarakatan yang digunakan dalam analisis gender terutama Model Moser dan Harvard: 1. Kegiatan produktif yaitu kegiatan yang dilakukan anggota masyarakat dalam rangka mencari nafkah. Kegiatan ini disebut juga kegiatan ekonomi karena kegiatan ini menghasilkan uang secara langsung atau barang yang dapat dinilai setara uang. Contoh kegiatan ini adalah bekerja menjadi buruh, petani, pengrajin dan sebagainya. 2. Kegiatan reproduktif yaitu kegiatan yang berhubungan erat dengan pemeliharaan dan pengembangan serta menjamin kelangsungan sumberdaya manusia dan biasanya
dilakukan dalam keluarga. Kegiatan ini tidak menghasilkan uang secara langsung dan biasanya dilakukan bersamaan dengan tanggung jawab domestik atau kemasyarakatan dan dalam beberapa referensi disebut reproduksi sosial. Contoh peran reproduksi adalah pemeliharaan dan pengasuhan anak, pemeliharaan rumah, tugas-tugas domestik, dan reproduksi tenaga kerja untuk saat ini dan masa yang akan datang (misalnya masak, bersih-bersih rumah). 3. Kegiatan kemasyarakatan yang berkaitan dengan politik dan sosial budaya yaitu kegiatan yang dilakukan anggota masyarakat yang berhubungan dengan bidang politik, sosial dan kemasyarakatan dan mencakup penyediaan dan pemeliharaan sumberdaya yang digunakan oleh setiap orang seperti air bersih/irigasi, sekolah dan pendidikan, kegiatan pemerintah lokal dan lain-lain. Kegiatan ini bisa menghasilkan uang dan bisa juga tidak menghasilkan uang. Peran gender menurut Talcott Parson.9.4 Model B: Peleburan Total Peran antara Laki-laki dan Perempuan Pendidikan Sekolah bersama, kualitas kelas yang sama untuk laki-laki dan perempuan, dan kualitas pendidikan yang sama untuk lakilaki dan perempuan Profesi Tempat kerja professional bukan tempat Karir adalah sama pentingnya untuk lakiutama perempuan, karir dan professional laki dan perempuan, oleh karena itu tinggi tidak penting untuk perempuan kesetaraan kesempatan untuk berkarir professional bagi laki-laki dan perempuan sangat diperlukan. Pekerjaan di Pemeliharaan rumah dan pengasuhan Semua pekerjaan di rumah harus Rumah anak merupakan fungsi utama dikerjakan oleh laki-laki dan perempuan, perempuan, partisipasi laki-laki pada dengan demikian ada kontribusi yang fungsi ini hanya sebagian saja. setara antara suami dan istri. Pengambilan Hanya bila ada konflik, maka laki-lakilah Laki-laki tidak dapat mendominasi Keputusan yang terakhir menangani, misalnya perempuan, harus ada kesetaraan. memilih tempat tinggal, memilih sekolah nak, dan keputusan untuk membeli. Pengasuhan Perempuan menangani sebagian besar Laki-laki dan perempuan berkontribusi Anak dan fungsi untuk mendidik anak dan secara setara dalam fungsi ini. Pendidikan merawatnya tiap hari. Keterangan: Secara garis besar diterjemahkan dari Talcott Parsons: Family Socialization and Interaction Process, New York 1955 Aspek
Model A: Pemisahan Peran Total antara Laki-laki dan Perempuan Pendidikan spesifik gender, kualifikasi professional tinggi hanya penting untuk laki-laki
Parson mengembangkan suatu model “keluarga inti (nuclear family) pada Tahun 1955 yang memang menjadi tipe keluarga yang dominan pada saat itu dengan tradisi peran gender yang masih sangat tradisional (Franco-German TV station ARTE (http://www.arte-tv.com, Karambolage, August 2004). Parson meyakini bahwa peran feminin adalah peran expressive, sedangkan peran maskulin adalah peran instrumental. Parson juga percaya bahwa aktivitas expressive dari perempuan memenuhi fungsi-fungsi 'internal', sebagai contoh menguatkan jalinan hubungan antar anggota keluarga. Sedangkan laki-laki di lain pihak menunjukkan pemenuhan fungsi-fungsi 'external' dari keluarga dengan menyediapak kebutuhan keuangan
keluarga. Model Parsons digunakan untuk mengilustrasikan posisi ekstrim dari peran gender dengan menggunakan Model A yang menggambarkan pemisahan peran gender antara laki-laki dan perempuan secara total, dan Model B menjelaskan peleburan pembatas peran gender secara sempurna antara laki-laki dan perempuan (Brockhaus: Enzyklopadie der Psychologie 2001). Dalam kenyataan di masyarakat, posisi ekstrim (seperti Model A atau Model B) sangat jarang ditemui. Kenyataan yang ada adalah diantara dua kutub di atas, yaitu campuran antara Model A dan B. Model yang sangat nyata di masyararakat adalah adanya „double burden‟ pada perempuan yang mempunyai peran ganda sebagai pekerja dan sekaligus sebagai ibu rumahtangga. Bagaimanapun, peran gender bagi setiap pasangan suami istri tidak baku atau kaku, pasti ada negosiasi di waktu yang diperlukan seiring dengan perkembangan tahapan keluarga. Aplikasi peran gender dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat sangat penting untuk dimengerti dan dimaknai. Karena aplikasi peran gender dapat mempengaruhi semua perilaku manusia, seperti pemilihan pekerjaan, pemilihan rumah, pemilihan bidang pendidikan, bahkan pemilihan pasangan dan cara mendidik anak. Oleh karena itu sosialisasi peran gender yang tidak bias gender harus dilakukan di dalam keluarga sejak usia dini. Sesuai dengan pendapat Schulz bahwa proses individu belajar dan menerima suatu peran yang disebut sosialisasi ini akan berjalan dengan baik apabila didorong dengan cara memotivasi perilaku yang diinginkan sesuai dengan tujuan atau kurang mendorong atau bahkan melarang perilaku yang tidak diinginkan (Einführung in die Soziologie, Vienna 1989, p. 288 yang disadur dari catatan kaki).9.4 Peran gender mempunyai sejarah debat yang panjang antara nature atau nurture. Terdapat kritik terhadap aliran Biologi.9.4 Teori awam tantang gender mengasumsikan bahwa identitas gender adalah suatu yang kodrati. Sebagai contoh, sering dinyatakan dalam masyarakat Barat bahwa perempuan secara alamiah lebih cocok untuk mengasuh anak. Ide adanya perbedaan peran gender karena perbedaan biologi membawa kontroversi di kalangan masyarakat ilmiah. Pada abad ke-19, Antropologi kadang-kadang menggunakan penjelasan yang sederhana tentang kehidupan imajinatif dari masyarakat Paleolithic hunter-gatherer untuk menjelaskan evolusioner tentang perbedaan gender. Sebagai contoh, karena adanya kebutuhan untuk merawat anakanaknya, maka para perempuan mempunyai keterbatasan dalam berburu. Pada saat ini, sosiobiologi dan psychologi evolusioner kembali lagi ke masalah ini dan menjelaskan perbedaan gender dengan adanya adaptasi peran gender. Dengan adanya pengaruh kinerja para feminist selama Tahun 1980an, khususnya di Bidang Sosiologi dan Anthropologi Budaya, seperti Simone de Beauvoir dan Michel Foucault yang merefleksikan jenis kelamin, maka ide gender tidak ada hubungannya dengan jenis kelamin. Seseorang dapat lahir dengan jenis kelamin laki-laki namun mempunyai sifat gender feminin. Simon Baron-Cohen,10.6 seorang profesor Psikologi dan Psikiatri dari Cambridge University, berargumen bahwa otak perempuan lebih banyak dikuasasi oleh „hard-wired‟ untuk empati, sedangkan otak laki-laki lebih banyak dikuasasi oleh „hard-wired‟ untuk pengertian dan membangun sistem. Pada saat ini, tren yang terjadi di masyarakat Barat adalah berbagi antara laki-laki dan perempuan pekerjaan yang serupa, tanggung jawab yang menunjukkan bahwa jenis kelamin pada saat lahir tidak secara langsung menentukan kemampuan talentanya. Perubahan global dan trend industrialisasi telah menyebabkan transformasi pada institusi sosial, komunitas dan nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang akhirnya juga memberikan tekanantekanan, baik secara sosial, ekonomi maupun psikologi pada tingkatan individu, keluarga dan masyarakat. Perkembangan ekonomi dan teknologi juga membawa pengaruh pada pergeseran
nilai-nilai individu dan keluarga baik yang berkaitan dengan prinsip-prinsip hidup, nilai-nilai keluarga maupun nilai-nilai kebersamaan termasuk pergeseran peran gender antara laki-laki dan perempuan. Pergeseran nilai-nilai individu tercermin dari kesadaran bahwa peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan adalah sama (equal) meskipun secara biologis mempunyai perbedaan. Pergeseran nilai-nilai individu juga tercermin dari persamaan tingkatan nilai antara anak laki-laki dan anak perempuan. Artinya nilai anak laki-laki tidak lebih tinggi dari anak perempuan, dan sebaliknya. Pergeseran nilai-nilai atau norma masyarakat tercermin dari adanya kemitraan lakilaki dan perempuan dalam pembangunan, dan bahwa laki-laki (suami) tidak satu-satunya aktor yang bertanggung jawab pada pekerjaan publik (mencari uang), namun sudah menjadi tanggung jawab bersama dengan perempuan (istri). Pergeseran nilai keluarga tercermin dari meningkatnya kemitraan gender (gender relations/parternship) dalam menjalankan fungsi ekonomi keluarga yang ditunjukkan dengan saling dukungan dalam generating income keluarga. Kemitraan Gender dan Pembentukan Jejaring Keluarga Melalui Relasi Peran Gender Kemitraan gender (gender partnership) dalam keluarga disajikan pada Gambar 9.1: 1. Kerjasama secara setara dan berkeadilan antara suami dan istri serta anak-anak baik lakilaki maupun perempuan dalam melakukan semua fungsi keluarga melalui pembagian pekerjaan dan peran baik peran publik, domestik maupun sosial kemasyarakatan. Kemitraan Gender dalam Keluarga: Ayah, Ibu, Anak-anak Laki-laki dan Perempuan mencerminkan transparansi, akuntabilitas dan good governance di tingkat keluarga
Peran Publik dengan Kegiatan Produktif
Peran Domestik dengan Kegiatan Reproduktif
Peran Sosial dgn Kegiatan Sosial Kemasyarakatan
Gender menyangkut perbedaan peran, fungsi, tanggung jawab, kebutuhan dan status sosial antara laki-laki dan perempuan berdasarkan bentukan/ konstruksi dari budaya masyarakat. Peran sosial dari gender adalah bukan kodrati, tetapi berdasarkan kesepakatan masyarakat. Peran sosial dapat dipertukarkan dan dapat berubah tergantung dari kondisi budaya setempat dan waktu/ era
Gambar 9.1. Kemitraan gender dalam pembagian peran keluarga.
2. Kemitraan dalam pembagian peran suami dan istri untuk mengerjakan aktivitas kehidupan keluarga menunjukkan adanya transparansi penggunaan sumberdaya (”tiada dusta diantara suami dan istri” atau ”tidak ada agenda rahasia atau tidak ada udang dibalik batu”), terbentuknya rasa saling ketergantungan berdasarkan kepercayaan dan saling menghormati, akuntabilitas (terukur dan jelas) dalam penggunaan sumberdaya, dan terselenggaranya kehidupan keluarga yang stabil, harmonis, teratur yang menggambarkan adanya ’good governance‟ di tingkat keluarga. 3. Kemitraan dalam pembagian peran suami istri berkaitan kerjasama dalam menjalankan fungsi keluarga dengan komponen perilaku mulai dari kontribusi ide, perhatian, bantuan moril dan material, nasehat berdasarkan pengetahuan yang didapat, sampai dengan bantuan tenaga dan waktu. Tabel 9.4. Contoh aplikasi kemitraan suami istri dalam kehidupan keluarga. No 1
Cerminan Kemitraan Pembagian Tugas dan Peran dalam keluarga
2
Transparansi dalam keluarga
3
Akuntabilitas dalam keluarga
4
Good
Contoh Aplikasi Kemitraan Suami Istri Berdasarkan pembagian tugas, istri bertugas sebagai manajer rumahtangga, namun suami sering memberikan ide dalam mengatur dan merencanakan furnitur ruangan, lay out atau interior design ruangan, dan landscape pekarangan. Jadi, meskipun istri berperan sebagai manajer utama rumahtangga, suami juga berkontribusi melalui kontribusi ide, uang dan perhatian, namun kontribusi tenaga dan waktunya sangat terbatas. Berdasarkan pembagian tugas, istri bertugas sebagai pendidik dan pengasuh anak-anak, namun suami sering mengingatkan anak untuk rajin belajar dan menjaga diri serta berhati-hati di jalan dan di sekolah. Jadi, meskipun istri berperan sebagai pengasuh dan pendidik utama anak, suami juga berkontribusi secara rutin dan aktif melalui kontribusi ide dan perhatian, namun kontribusi tenaga dan waktunya sangat terbatas. Berdasarkan pembagian tugas, suami bertugas sebagai pencari nafkah utama keluarga, namun istri berkontribusi secara rutin melalui penyiapan tas kerja, pakaian kerja, dan perlengkapan pekerjaan lain yang diperlukan suami. Meskipun istri memegang keuangan keluarga (suami secara rutin memberikan sebagian besar pendapatannya kepada istri), bahkan istri menyimpan uang keluarga dalam tabungan keluarga di bank (atas nama istri), namun istri selalu mengkomunikasikan dan menunjukkan kepada suami laporan keuangan keluarga dan secara garis besar jumlah pengeluaran keluarga kepada suami. Sebaliknya, suami selalu melaporkan perolehan pendapatannya dan prediksi pendapatan selanjutnya. Perencanaan keuangan dilakukan bersama antara suami istri dan bahkan dengan anakanak apabila diperlukan berkaitan dengan rencana jangka pendek, menengah dan panjang keluarga. Penggunaan dan perencanaan sumberdaya materi dan non materi keluarga dikomunikasikan dengan baik secara terbuka pada semua anggota keluarga, terutama antara suami dan istri. Penggunaan dan perencanaan sumberdaya keluarga harus jelas dan terukur. Suami memberitahu istri secara jelas dan terukur tentang penggunaan dan perencanaan sumberdaya keluarga, dan sebaliknya istri memberitahu suami secara jelas dan terukur semua perencanaan dan penggunaan sumberdaya keluarga. Monitoring, checking, kontrol terhadap semua penggunaan sumberdaya berikut akses terhadap sumberdaya di luar siste keluarga harus diperkirakan dan dihitung secara jelas dan terukur, sepengetahuan pasangan suami dan istri. Meskipun suami sebagai kepala keluarga, namun dalam menjalankan perannya tidak
No
Cerminan Kemitraan governance dalam keluarga
Contoh Aplikasi Kemitraan Suami Istri semena-mena semaunya sendiri, tidak boleh otoriter, namun harus dijalankan secara bijaksana dan mengakomodasi saran dan ide baik dari istrinya maupun anak-anaknya. Pasangan suami istri tidak boleh menggunakan kewenangannya sebagai orangtua untuk mengeksploitasi anak-anaknya; Suami tidak boleh mengeksploitasi istri untuk kepentingannya sendiri. Di dalam menjalankan peran dan tugasnya, baik suami maupun istri saling bekerjasama dalam menstabilkan keadaaan keluarga, berusaha untuk mempertahan hidup keluarga dengan cara-cara yang baik, meningkatkan kreatifitas dalam menyejahterakan keluarga dengan mempertimbangkan keterbatasan yang ada. Seandainya ketidaksepahaman antara suami istri, maka dicari solusi yang baik agar dapat memahami perbedaan permasalahan dan menyamakan persepsi untuk menuju tujuan keluarga bersama.
4. Kemitraan gender disini merujuk pada konsep gender yaitu menyangkut perbedaan peran, fungsi, tanggung jawab, kebutuhan, dan status sosial antara laki-laki dan perempuan berdasarkan bentukan/konstruksi dari budaya masyarakat; Peran sosial dari gender adalah bukan kodrati, tetapi berdasarkan kesepakatan masyarakat; Peran sosial dapat dipertukarkan dan dapat berubah tergantung dari kondisi budaya setempat dan waktu/era. Berkaitan dengan konsep Moore (2011) tentang network atau jejaring, maka hal ini dapat dikaitkan dengan jejaring peran di dalam keluarga atau antar keluarga satu dengan lainnya. Berkaitan dengan network, Moore mengatakan bahwa terdapat hal-hal yang mendasar dalam jejaring, yaitu: 1. The shaping of desired outcomes operates through a set of relationships (a network) that share a common terminology (discourse, idiom) and expectations concerning appropriate practices (Pembentukan hasil yang diinginkan terjadi melalui suatu set hubungan (jejaring) atas dasar suatu kesamaan terminology dan harapan tentang praktekpraktek/kegiatan yang pantas). 2. Networks shaping decision making are composed of network segments which may be either autonomous or dependent (Jejaring membentuk pengambilan keputusan yang dihimpun dari segmen-segmen jejaring yang kemungkinan otonomi ataupun dependen). Masih menurut Moore (2011), struktur komponen dalam metodologi menganalisis jejaring meliputi nodes dan ties yang dijelaskan sebagai berikut: 1. Nodes refer to individuals, organizations, other meaningful entities, and things. There are seen as actors, having independent agency (Node merujuk pada individu, organisasi, atau entities penting dan barang. Node dapat terlihat sebagai aktor yang mempunyai kemandirian sebagai agen). Node mempunyai dua dimensi yaitu secara struktural dan pemaknaan (meaningfull). a. Secara struktural, nodes dapat dijelaskan sebagai suatu simpul yang secara relatif stabil dan dikonstruksi secara sosial. Struktur ini dapat dikuatkan oleh aktor yang terdaftar (berwenang) dan dapat diterjemahkan dari pemaknaan terhadap rangkaian praktek perilaku tertentu dan hubungan jejaring. b. Secara pemaknaan (meaningfull), nodes merupakan suatu fungsi kisah cerita, dan idiom yang merasionalisasi perilaku tertentu dan struktur yang diharapkan dari suatu posisi.
2. Ties are the relationships between nodes which are bound together in some meaningful fashion (Ties (tali) merupakan jalinan hubungan antara node satu dengan node lain yang terjalin bersama dalam suatu pemaknaan yang berarti). Berdasarkan konsep Moore di atas, maka pada konteks gender dan keluarga dalam bab ini dapat diilustrasikan (Gambar 9.2) bahwa relasi peran gender antar anggota keluarga dapat terjalin dengan erat dalam membentuk suatu jejaring. Peran ayah yang biasanya dikaitkan dengan peran produktif seperti menjadi pengusaha, manajer, guru, dokter, atau pegawai negeri pasti berhubungan dengan banyak klien atau aktor lain yang berkaitan dengan peran produktif tersebut. Ditambah lagi, apabila ayah mempunyai peran sebagai tokoh masyarakat atau tokoh agama, maka akan lebih banyak lagi aktor yang berhubungan dengan peran ayah tersebut. Tidak kalah aktifnya, ibu di era informasi saat ini juga mempunyai peran ganda sebagai ibu rumah tangga, dan sebagai aktor dengan peran produktif di sektor publik. Ditambah lagi, apabila ibu mempunyai tambahan peran sebagai tokoh masyarakat atau tokoh agama, maka akan lebih banyak lagi aktor yang berhubungan dengan peran ibu tersebut. Adapun anak-anak mempunyai peran sebagai anak dan juga sebagai pelajar apabila anak masih sekolah.
Ay
1 A y
I A y
2 A y
Keterangan: Ay
adalah aktor A=Ayah; I= Ibu; 1= Anak ke-1; 2= Anak ke-2. adalah aktor anggota keluarga besar, misalnya orangtua masing-masing A dan I. adalah aktor bukan anggota keluarga, misalnya teman kerja, teman sosial, dll. Gambar 9.2. Jejaring hubungan peran dalam keluarga (modifikasi dari Model Moore 2011).
Berdasarkan konsep Moore di atas, maka yang disebut nodes atau aktor dalam hal ini adalah keluarga inti (ayah, ibu dan anak-anak), klien/aktor yang berhubungan dengan posisi ayah dan ibu, serta anggota keluarga besar seperti nenek, kakek, bibi dan paman. Sedangkan ties adalah sifat jalinan hubungan antar aktor apakah hubungan tersebut hubungan formal yang menyangkut bisnis atau posisi jabatan, atau hubungan non formal yang berkaitan dengan hubungan keluarga inti atau keluarga besar. Derajat jalinan hubungan juga dapat sangat erat,
atau cukup erat atau tidak terlalu dekat. Frekuensi tatap muka juga dapat melandasi jaringan hubungan, yaitu apakah harian, mingguan, bulanan atau bahkan tahunan. Pengambilan keputusan yang melandasi jaringan ditentukan oleh posisi dalam suatu struktur. Sebagai contoh dalam sistem patriakhi, pasti kedudukan ayah adalah sebagai pemimpin dalam keluarga. Dengan demikian pengambilan keputusan tertinggi biasanya ditentukan oleh ayah. Adapun dalam sistem kemasyarakatan dan bisnis, maka posisi ayah atau ibu akan menentukan dalam pengambilan keputusan di institusi tempat bapak dan ibu berperan. Misalnya kalau ayah sebagai manajer perusahaan maka akan berperan dalam mengambil keputusan dalam perusahaannya. Begitu pula dengan ibu, apabila sebagai direktur suatu instansi, maka ibu akan berperan sangat penting dalam mengambil keputusan dalam institusi tersebut. Dapat dibayangkan disini bahwa jejaring keluarga yang menyangkut dimensi peran akan semakin kompleks dan rumit dengan semakin banyaknya peran dan aktor. Oleh karena itu resiko adanya konflik peran dalam suatu jejaring adalah sangat besar. Namun demikian, konflik peran ini dapat diminimalkan apabila masing-masing aktor berusaha untuk mensosialisaikan peran dan tanggung jawabnya kepada aktor lainnya, baik dari keluarga inti, keluarga besar maupun bukan anggota keluarga. Seperti dikatakan dalam konsep Moore bahwa jejaring akan berjalan dengan baik apabila harapan tentang tujuan terbentuknya jejaring didasarkan atas kesamaan kebutuhan dan harapan dari semua aktor. Dengan demikian perilaku dari masing-masing aktor harus saling menghargai dan memeliharan jejaring ini. Jejaring peran dalam keluarga berkaitan dengan keterbatasan sumberdaya keluarga. Orangtua dituntut untuk dapat mengelola sumberdaya keluarganya (baik sumberdaya materi maupun sumberdaya manusianya) agar dapat mencapai kebutuhan keluarga sehari-hari dan mencapai tujuan keluarga yang dicita-citakannya (tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang) (Guhardja et al. 1995). Mempertimbangkan adanya kecenderungan keterbatasan (scarcity) dalam kepemilikan sumberdaya keluarga, dan kecenderungan ketidakterbatasan (unlimited) kebutuhan/ keinginan keluarga, maka orangtua baik ayah maupun ibu dituntut untuk mempunyai kemampuan (competence) dalam menjalankan perannya dengan menetapkan prioritas kebutuhan keluarga. Dengan demikian pengetahuan orangtua tentang manajemen keuangan dan manajemen rumahtangga mutlak diperlukan. Terlebih lagi pada saat-saat krisis ekonomi dan pasca krisis ekonomi seperti sekarang ini, strategi keluarga agar tetap dapat hidup (survival strategies) adalah sangat diperlukan. Semua strategi dan manajemen rumahtangga sangat menentukan keberlangsungan keluarga dalam mencapai tujuannya yaitu mewujudkan keluarga yang berkualitas melalui peningkatan fungsi-fungsi keluarga secara maksimal. Dengan demikian diharapkan melalui optimalisasi manajemen sumberdaya keluarga, orangtua dapat menjalankan peran dengan sebaik-baiknya, dapat menjaga jalinan hubungan dalam jejaring dalam keluarga dan antar keluarga besar serta masyarakat, dan akhirnya dapat menjalankan fungsi keluarga dengan seutuhnya. Berikut ini disajikan Tabel 9.5 tentang hal-hal yang dianjurkan dan hal-hal yang harus dihindari dalam membangun kemitraan gender dalam perkawinan.
Tabel 9.5. Hal-hal yang dianjurkan dan yang harus dihindari dalam kemitraan dalam perkawinan. Hal-hal yang Dianjurkan Berkata sopan dan menghargai, seperti istriku/suamiku yang baik, saya bersyukur punya istri/suami sepertimu, terima kasih atas makannya, masakannya enak, dll Berharap optimis pada keadaan keluarga, seperti Selalu introspeksi diri, seperti Sering meminta maaf Sering berterima kasih Berbagi tugas secara fleksibel, seperti Selalu berdedikasi untuk keluarga, seperti Selalu kompak tolong menolong, seperti Suami membantu istri dalam peran domestik Suami menghargai istri dalam peran publik Suami dan istri bersama menjalankan peran sosial
Hal-hal yang Harus Dihindari Berkata kasar dan menghina, seperti bodoh kamu, goblok, dasar perempuan/lelaki, lelaki hidung belang, perempuan jalang, dll Menyerah tanpa harap dan pesimis pada keadaan keluarga, seperti Selalu membenarkan diri, seperti Sulit meminta maaf Sulit berterima kasih Berbagi tugas secara kaku atau bahkan sendiri-sendiri, seperti Menyampingkan/ mengabaikan keluarga, seperti Saling egois dan tidak berbagi, seperti Suami membiarkan istri sendirian untuk menjalankan peran domestik Suami melarang istri menjalankan peran publik Suami mendominasi peran sosial kemasyarakatan
Gambar 9.3 menyajikan bahwa melalui kemitraan dan relasi gender yang harmonis dalam merencanakan dan melaksanakan manajemen sumberdaya keluarga, maka anggota keluarga mempunyai pembagian peran dalam berbagai aktivitas (domestik, publik, dan kemasyarakatan) dalam rangka menjembatani permasalahan dan harapan di masa depan untuk mewujudkan kesejahteraan keluarga (sosial, ekonomi, psikologi, spiritual) yang berkeadilan dan berkesetaran gender.
Kesetaraan Gender dalam Hak, Akses, Kontrol, Partisipasi dan Manfaat dari Sumberdaya Keluarga
Aktivitas Domestik Fungsi Keluarga Pengasuhan& Sosialisasi
Aktivitas Publik Akses ke Psr Tenaga Kerja, Informasi, & Teknologi
Kemasyarakt. Partisipasi Sosial, Agama dan Aktivitas Politik
Relasi Gender Harmonis
Pilihan Prioritas Hidup melalui Perencanaan dan Pelaksanaan Manajemen Sumberdaya Keluarga Berwawasan gender
Kesejahteraan Keluarga & Keadilan & Kesetaraan Gender (Sosial, Ekonomi, Psikologi, Spiritual)
Gambar 9.3. Kemitraan dan relasi gender yang harmonisasi dalam keluarga. Indonesia adalah negara yang besar, luas wilayahnya, beragam suku bangsanya, subur tanahnya, kaya flora faunanya dan sangat kuat spiritual rakyatnya. Untuk mempertahankan eksistensi Bangsa dan tanah air Indonesia, maka mulai saat ini harus dimulai perubahan mind set dan tekad bulat untuk meningkatkan fungsi dan peran keluarga Indonesia. Permasalahan ekonomi makro seperti kemiskinan yang berdampak buruk pada permasalahan sosial dalam kehidupan keluarga harus ditanggulangi dengan peningkatan ketahanan dan harmonisasi keluarga yang berwawasan gender. Dimulai dari harmonisasi gender di tingkat keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat, akan terbentuk harmonisasi dan keteraturan di tingkat masyarakat, dan mewujudkan ketahanan bangsa dan negara yang kokoh, adil, dan sejahtera. Melalui kerjasama gender yang baik dalam keluarga, akan membentuk kerjasama gender yang baik di semua aspek kehidupan, seperti aspek ekonomi, sosial, budaya, kemasyarakatan di semua tingkatan masyarakat dan negara. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menuju negara yang adil dan makmur dapat dicapai melalui strategi meningkatkan kesejahteraan keluarga dengan relasi gender yang harmonis di semua lapisan masyarakat.