Hubungan Antara Sikap Remaja Putri Terhadap Produk Multi Level ...

3 downloads 2087 Views 898KB Size Report
Fenomena yang berkembang dikalangan remaja menunjukkan bahwa remaja ingin selalu ... kriteriumnya adalah perilaku konsumtif terhadap barang kosmetik.
Hubungan Antara Sikap Remaja Putri Terhadap Produk Multi Level Marketing dengan Perilaku Konsumtif dalam Pembelian Barang Kosmetik

Puji Astuti Ira Puspitawati, S.Psi., M.Si

Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma ABSTRAKSI Fenomena yang berkembang dikalangan remaja menunjukkan bahwa remaja ingin selalu berpenampilan yang dapat menarik perhatian orang lain terutama teman sebaya. Pada remaja putri, mereka biasanya menggunakan kosmetik untuk menambah penampilan daya tarik fisiknya agar terlihat cantik. Sehingga remaja kebanyakkan membelanjakan uangnya atau berperilaku konsumtif untuk keperluan tersebut. Salah satu kosmetik pada saat ini dijual melalui sistem multi level marketing oleh distributornya, yaitu distribusi produk kosmetik dan pelayanannya dari mulut ke mulut berdasarkan pesanan yang secara langsung berasal dari produsen ke konsumen (Yarnell & Yarnell, 2001). Yang menjadi konsumennya adalah orang-orang yang spesifik atau orang yang membutuhkan produknya (Natan, 1993). Remaja putri sebagai salah satu pengkonsumsi kosmetik yang konsumtif dapat mempunyai ketertarikkan untuk membeli produk multi level marketing kosmetik. Variabel prediktornya adalah sikap terhadap produk multi level marketing, sedangkan variabel kriteriumnya adalah perilaku konsumtif terhadap barang kosmetik. Subjeknya 50 orang remaja putri, usia antara 19 sampai 22 tahun. Untuk skala sikap terhadap produk multi level marketing mengacu pada komponen-komponen sikap dari Prasetijo & Ihalauw (2005). Pada skala ini dari 40 item yang diujicobakan terdapat 11 item yang dinyatakan gugur, sedangkan item yang valid berjumlah 29 item. Adapun hasil uji reliabel menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,887. Untuk skala perilaku konsumtif terhadap barang kosmetik mengacu pada aspek-aspek perilaku konsumtif dari Lina & Rasyid (1997). Pada skala ini dari 43 item yang diujicobakan terdapat 23 item yang dinyatakan gugur, sedangkan item yang valid berjumlah 20 item. Adapun hasil uji reliabel menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,828. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi product moment, diketahui bahwa hasil koefisien korelasi sebesar -0,167 dengan taraf signifikansi 0,245 (p > 0,05). Dari hasil tersebut berarti hipotesis ditolak, yaitu tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap terhadap produk multi level marketing dengan perilaku konsumtif terhadap barang kosmetik pada remaja putri.

Kata

kunci:

sikap terhadap produk terhadap barang kosmetik

multi

level

marketing,

mempengaruhi

PENDAHULUAN

sikap

perilaku

seseorang

konsumtif

terhadap

pembelian dan pemakaian barang. Pembelian Perkembangan zaman telah membawa

suatu produk bukan lagi untuk memenuhi

keterlibatan pada perilaku membeli seseorang.

kebutuhan (need), melainkan karena keinginan

Membanjirnya

(want).

barang-barang

di

pasaran

Adanya kemajuan ini secara nyata

mulut

berdasarkan

pesanan

yang

secara

menyebabkan hasrat konsumtif dan daya beli

langsung berasal dari produsen ke konsumen

juga bertambah. Apa yang dulu tidak dikenal,

(Yarnell & Yarnell, 2001).

sekarang telah menjadi barang yang biasa.

Dalam pemasarannya, produk multi level

Akan hal tersebut, kebiasaan dan gaya hidup

marketing menggunakan jenis-jenis produknya

juga berubah dalam waktu yang relatif singkat

lewat model-model dan contoh-contoh untuk

menuju

dan

surat penjualan, website, dan alat pemasaran

berlebihan. Pola konsumsi seperti ini terjadi

yang lain beserta alamat kontak, atau dari

pada hampir semua lapisan masyarakat,

mulut ke mulut lewat distributor yang door to

meskipun dengan kadar yang berbeda-beda.

door dan meyakinkan, atau juga dengan

Hampir tidak ada golongan yang luput dari hal

sumber daya yang lainnya yang dimiliki

tersebut (Dahlan, 1978).

(Santoso, 2003). Biasanya yang menjadi

ke

arah

semakin

mewah

Konsumen remaja, yang mempunyai

distributor adalah terdiri dari bermacam-

keinginan membeli yang tinggi, karena pada

macam

umumnya remaja mempunyai ciri khas dalam

Rumah Tangga, dan lain-lain. Dan yang

berpakaian,

berdandan

menjadi

pasar

menggunakan kosmetik, dan lain-lainnya.

spesifik

atau

Remaja ingin selalu berpenampilan yang dapat

produknya

menarik perhatian orang lain terutama teman

sebagai salah satu pengkonsumsi kosmetik

sebaya,

yang

bergaya

sehingga

rambut,

remaja

kebanyakkan

golongan,

yaitu

adalah orang

(Natan,

konsumtif

mahasiswa, orang-orang

yang 1993).

yang

membutuhkan Remaja

dapat

ibu

putri

mempunyai

membelanjakan uangnya untuk keperluan

ketertarikkan untuk membeli produk multi

tersebut (Monks, Knoers & Haditono, 1989).

level marketing kosmetik. Karena iklan yang

Foebe, seorang Senior Brand Manager

meyakinkan dan berbagai strategi pemasaran

suatu produk (dalam Agung, 2008), remaja

agresif membuat remaja semakin dalam

putri sudah mulai memperhatikan kepentingan

terjebak arus konsumtif

merawat diri dan kecantikkan, terutama wajah.

belanja yang sifatnya impulsif atau emosional,

Karena kehidupan sosial sangat penting bagi

bukan lagi rasional (Samhadi, 2006). Terlebih-

mereka. Kecenderungan ini membuat mereka

lebih remaja putri yang seringkali terbujuk

membeli produk kosmetik kecantikkan yang

rayuan orang lain. Dalam kaitan dengan

cocok. Salah satu kosmetik pada saat ini dijual

banyaknya penawaran produk-produk remaja,

melalui sistem multi level marketing oleh

remaja akan mudah sekali untuk tertarik dan

distributornya. Multi level marketing atau

menjadi konsumtif demi penampilan mereka.

pemasaran jaringan, yaitu distribusi produk

Remaja putri akan menjadi lebih boros untuk

kosmetik dan pelayanannya dari mulut ke

membelanjakan uang sakunya untuk membeli

atau kecanduan

bedak, lipgloss, dan lain-lain (Herdiyani,

2004).

sistem multi level dalam organisasi mereka.

TINJAUAN PUSTAKA

Dan menurut salah satu produk multi level marketing

Pengertian Sikap Sikap

adalah

kecenderungan

yang

kosmetik

(Oriflame,

2007)

produknya adalah produk yang hanya dapat

dipelajari dalam berperilaku dengan cara yang

dijual

menyenangkan

menyenangkan

produknya tersebut tidak untuk dijual di toko-

terhadap suatu obyek tertentu (Schiffman &

toko. Menurut Natan (1993) jenis-jenis Produk

Kanuk, 2004). Menurut Borgadus (dalam

Multi

Kartono, 1991) sikap adalah kecenderungan

perawatan

untuk bereaksi tertentu terhadap faktor-faktor

kebutuhan rumah tangga, produk makanan

lingkungan dan bisa bersifat positif atau

kesehatan, dan produk-produk lainnya.

atau

tidak

melalui

Level

para

konsultannya

yaitu

produk

kosmetik.

produk

Marketing,

diri

dan

dan

negatif. Menurut Prasetijo & Ihalauw (2005)

Mengenai definisi-definisi multi level

model komponen sikap terbagi tiga, yaitu

marketing, seperti telah di kemukakan di atas,

komponen kognitif, komponen afektif dan

dapat ditarik kesimpulan bahwa multi level

komponen konatif.

marketing adalah salah satu metode untuk

Mengenai definisi-definisi sikap yang

memasarkan suatu produk, yang perhatian

telah di kemukakan di atas, dapat ditarik

utamanya adalah menjual produk dari suatu

kesimpulan

perusahaan

bahwa

sikap

adalah

respon

melalui

inovasi

dibidang

individu yang dapat dipelajari, responnya

pemasaran dan distribusi, dengan cara dari

tersebut berupa penilaian, menyukai atau tidak

mulut ke mulut berdasarkan pesanan yang

menyukai terhadap suatu objek.

secara langsung berasal dari produsen ke konsumen, yang bukan dijual melalui toko-

Pengertian Produk Multi Level Marketing

toko.

Menurut Yarnell & Yarnell (2001) pemasaran jaringan atau multi level marketing

Sikap

adalah distribusi produk dan pelayanan dari

Marketing

Terhadap

Produk

Multi

Level

mulut ke mulut berdasarkan pesanan yang

Dari uraian di atas, dapat ditarik

secara langsung berasal dari produsen ke

kesimpulan bahwa sikap terhadap produk

konsumen. Begitu produk atau pelayanan

multi level marketing adalah respon menyukai

dibeli, distributor yang bertanggung jawab

atau

pada pesanan diberi kompensasi melalui

pemasaran produk dengan cara distribusi

tidak

menyukai

terhadap

metode

produk dan pelayanan dari mulut ke mulut

berasal dari produsen ke konsumen, yang

berdasarkan pesanan yang secara langsung

bukan

Pengertian Perilaku Konsumtif

lagi di dasarkan pada pertimbangan yang

dijual

melalui

toko-toko.

Schiffman & Kanuk (2004) mengatakan

rasional, karena adanya keinginan yang sudah

bahwa konsumen dipengaruhi motif emosional

mencapai taraf yang sudah tidak rasional lagi.

seperti hal-hal yang bersifat pribadi atau

Menurut Lina & Rasyid (1997) terdapat tiga

subyektif seperti status, harga diri, perasaan

aspek

cinta dan lain sebagainya. Konsumen yang

pembelian impulsif, aspek pembelian tidak

dipengaruhi

tidak

rasional dan aspek pembelian boros atau

yang

berlebihan.

oleh

mempertimbangkan

motif

emosional

apakah

barang

dibelinya sesuai dengan dirinya, sesuai dengan

perilaku

Mengenai

konsumtif,

yaitu:

definisi-definisi

aspek

perilaku

kebutuhannya, sesuai dengan kemampuannya,

konsumtif, seperti telah di kemukakan di atas,

dan sesuai dengan standar atau kualitas yang

dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku

diharapkannya. Hal inilah yang menyebabkan

konsumtif adalah perilaku membeli yang

individu dapat berperilaku konsumtif. Menurut

dilatarbelakangi oleh motif emosional, tanpa

Lubis (dalam Sumartono, 2002) perilaku

pertimbangan rasional, lebih untuk memenuhi

konsumtif adalah suatu perilaku yang tidak

keinginan dari pada kebutuhan demi kepuasan.

Pengertian Barang Kosmetik

obat. Wasitaatmadja (1997) definisi tersebut

Berdasarkan

di

menunjukkan bahwa kosmetik bukan satu obat

Amerika serikat pada tahun 1938 tentang

yang dipakai untuk diagnosis, pengobatan

definisi kosmetik yang kemudian menjadi

maupun pencegahan penyakit. Brauer EW dan

acuan peraturan menteri kesehatan RI no. 220

Principles of Cosmetics for The Dermatologist

/ menkes / per / x / 76 tanggal 6 september

(dalam

1976

klasifikasi dari kosmetik, yaitu toiletries, skin

(dalam

akta

yang

dibuat

Wasitaatmadja,

1997),

menyatakan bahwa kosmetik adalah barang-

Wasitaatmadja,

1997)

membuat

care, make up dan fragrance.

barang yang bahan atau campuran bahannya

Dari definisi kosmetik di atas yang

untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan,

sangat luas, maka penelitian hanya akan

dipercikkan atau disemprotkan, dimasukkan,

memfokuskan pada produk kosmetik wajah

dipergunakan pada badan atau bagian badan

mulai dari produk perawatan, pemeliharaan,

manusia dengan maksud untuk membersihkan,

sampai dengan produk tata riasnya.

atau

Mengenai definisi-definisi kosmetik di

mengubah rupa, dan bukan termasuk golongan

atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kosmetik

memelihara,

menambah

daya

tarik

adalah

barang-barang

atau

maksud untuk membersihkan, memelihara,

campuran bahannya untuk dipergunakan pada

menambah daya tarik atau mengubah rupa,

badan atau bagian badan manusia dengan

dan bukan termasuk golongan obat.

Perilaku

kebutuhan demi kepuasan terhadap barang-

Konsumtif

yang

bahan

Terhadap

Barang

barang yang bahan atau campuran bahannya

Kosmetik Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan

bahwa

perilaku

konsumtif

untuk dipergunakan pada badan atau bagian badan

manusia

dengan

maksud

untuk

terhadap barang kosmetik adalah perilaku

membersihkan, memelihara, menambah daya

membeli yang dilatarbelakangi oleh motif

tarik atau mengubah rupa, dan bukan termasuk

emosional, tanpa pertimbangan rasional, lebih

golongan obat.

untuk

memenuhi

keinginan

dari

pada

tahun, middle adolescence (remaja madya)

Pengertian Remaja Putri Masa remaja adalah masa pemantapan identitas diri. Pengertiannya akan “Siapa aku” yang dipengaruhi oleh pandangan orang-orang

dengan usia berkisar 15 sampai 18 tahun, dan late adolescence 19 sampai 22 tahun. Menurut Herdiyani (2004), remaja putri

pengalaman-pengalaman

adalah sosok yang ingin tampil cantik dan

pribadinya akan menentukan pola perilaku

menarik ala model. Bagi remaja putri, mereka

sebagai orang dewasa (Riyanti, Prabowo &

adalah seseorang yang dididik untuk menjadi

Puspitawati,

perempuan

sekitarnya

serta

1996).

Sarwono

(2001)

mengatakan bahwa masa remaja adalah masa

yang

menarik

penampilannya

dengan merawat wajah dan tubuhnya. Dari definisi-definisi remaja tersebut,

transisi dari masa anak-anak ke dewasa. Menurut Hall (dalam Dariyo, 2004) usia

dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja putri

remaja berkisar antara 12 sampai dengan 23

adalah individu yang berusia 12 sampai 23

tahun.

2004)

tahun yang dicirikan dengan mencari identitas

menyatakan bahwa ada tiga kelompok usia

diri, dalam masa transisinya yaitu dari masa

dalam remaja, yaitu early adolescence (remaja

anak-anak ke masa dewasa, yang ingin tampil

awal) dengan usia berkisar 12 sampai 15

cantik dan menarik ala model.

Kanopka

(dalam

Yusuf,

Hubungan Antara Sikap Remaja Putri

kosmetik pada saat ini dijual melalui sistem

Terhadap

Level

multi level marketing oleh distributornya.

Konsumtif

Multi level marketing atau pemasaran jaringan,

Marketing

Produk dengan

Multi

Perilaku

yaitu

dalam Pembelian Barang Kosmetik

distribusi

produk

kosmetik

dan

Remaja sebagai masa transisi dari masa

pelayanannya dari mulut ke mulut berdasarkan

anak-anak ke dewasa (Sarwono 2001). Ciri-

pesanan yang secara langsung berasal dari

ciri yang menonjol pada masa-masa ini

produsen ke konsumen (Yarnell & Yarnell,

terutama terlihat pada perilaku sosialnya.

2001).

Dalam masa-masa ini teman sebaya punya arti

Dalam metode pemasarannya, produk

yang amat penting, mereka lebih banyak

multi level marketing menggunakan jenis-jenis

berada di luar rumah bersama teman-teman

produknya lewat model-model dan contoh-

sebaya

Sebagai

contoh untuk surat penjualan, website, dan alat

konsekuensinya pengaruh teman sebaya pada

pemasaran yang lain beserta alamat kontak,

sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan

atau dari mulut ke mulut lewat distributor yang

perilaku remaja lebih besar dibandingkan

door to door dan meyakinkan, atau juga

pengaruh dari keluarga (Hurlock, 1980).

dengan sumber daya yang lainnya yang

sebagai

kelompok.

Kuatnya pengaruh interaksi dari teman

dimiliki (Santoso, 2003). Biasanya yang

sebaya sangat menentukan sikap konsumtif

menjadi

dikalangan remaja. Masing-masing individu

bermacam-macam golongan, yaitu mahasiswa,

dalam kelompok akan selalu mendapatkan

ibu Rumah Tangga, dan lain-lain. Dan yang

informasi tentang model-model pakaian, gaya

menjadi

pasar

rambut, kosmetik dan gaya-gaya lain yang

spesifik

atau

sedang in. Kondisi ini menimbulkan remaja

produknya

berlomba-lomba untuk tampil modern agar

sebagai salah satu pengkonsumsi kosmetik

disukai keberadaannya di tangah-tengah teman

yang

sebayanya (Mahdalela, 1998).

ketertarikkan untuk membeli produk multi

distributor

adalah

adalah orang

(Natan,

konsumtif

terdiri

orang-orang yang

1993).

yang

membutuhkan Remaja

dapat

dari

putri

mempunyai

Menurut Foebe, seorang Senior Brand

level marketing kosmetik. Karena iklan yang

Manager suatu produk (dalam Agung, 2008),

meyakinkan dan berbagai strategi pemasaran

remaja putri sudah mulai memperhatikan

agresif membuat remaja semakin dalam

kepentingan merawat diri dan kecantikkan,

terjebak arus konsumtif

terutama wajah. Karena kehidupan sosial

belanja yang sifatnya impulsif atau emosional,

sangat penting bagi mereka. Kecenderungan

bukan lagi rasional (Samhadi, 2006). Terlebih-

ini

produk

lebih remaja putri yang seringkali terbujuk

kosmetik kecantikkan yang cocok. Salah satu

rayuan orang lain. Dalam kaitan dengan

membuat

mereka

membeli

atau kecanduan

banyaknya penawaran produk-produk remaja,

Hipotesis

remaja akan mudah sekali untuk tertarik dan

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, maka

menjadi konsumtif demi penampilan mereka.

dapat ditarik hipotesis yaitu ada hubungan

Remaja putri akan menjadi lebih boros untuk

antara sikap remaja putri terhadap pembelian

membelanjakan uang sakunya untuk membeli

produk multi level marketing dengan perilaku

bedak, lipgloss, dan lain-lain (Herdiyani,

konsumtif dalam pembelian kosmetik.

2004).

METODE PENELITIAN

Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah

Identifikasi

dan

Definisi

Operasional

remaja

putri yang

perkembangan

Variabel Penelitian

berada

remaja

akhir,

dalam tahap yaitu

yang

Dalam penelitian ini sebagai variabel

berusia 19 sampai 22 tahun karena pada

prediktornya, yaitu sikap terhadap produk

remaja tahap akhir, remaja sudah menganggap

multi level marketing. Penyusunan skala sikap

kosmetik sebagai suatu kebutuhan.

terhadap

produk

multi

level

marketing

mengacu pada komponen-komponen sikap

Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data diperoleh melalui

dari Prasetijo & Ihalauw (2005) dengan jumlah item yang dipersiapkan 40 item pernyataan, terdiri dari 19 item favorable dan 21 item unfavorable. Sedangkan variabel kriteriumnya, yaitu skala perilaku konsumtif terhadap

barang

kosmetik.

Penyusunan

skalanya mengacu pada aspek-aspek perilaku konsumtif dari Lina & Rasyid (1997) dengan jumlah item yang dipersiapkan 43 item pernyataan, terdiri dari 24 item favorable dan 19 item unfavorable. Adaptasi: Lina & Rasyid (dalam Zulfitriah, 2007), dengan koefisien validitas bergerak antara 0,333 sampai dengan

metode angket berdasarkan model Likert. Untuk melakukan penskalaan dengan metode ini, responden diminta untuk menyatakan kesesuaian atau ketidaksesuaian terhadap isi pernyataan dalam empat macam kategori jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS).

Pemberian

nilai

tergantung

dari

favorable dan unfavorable suatu item. Nilai jawaban bergerak dari 4 sampai 1, untuk item favorable. Dan nilai 1 sampai 4, untuk item unfavorable.

0,830. Sedangkan hasil uji reliabilitasnya menghasilkan koefisien sebesar 0,912.

Validitas

dan

Reliabilitas

Alat

Pengumpulan Data Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan

kecermatan suatu instrumen pengukur (tes)

Setelah

dalam melakukan fungsi ukurnya. (Azwar,

digunakan valid dan reliabel, maka untuk

1996). Dalam penelitian ini, validitas skala

tahap selanjutnya adalah proses pengambilan

akan

data. Pada proses ini peneliti menyebar angket

menggunakan

validitas

konsistensi

internal, yaitu di mana skor subjek pada setiap

mengetahui

bahwa

skala

yang

sebanyak 50 angket.

pernyataan dikorelasikan dengan skor total dalam skala. Uji validitas alat ukur dilakukan

HASIL PENELITIAN

dengan teknik korelasi product moment dari Karl pearson. Reliabilitas adalah sejauh mana

Deskripsi Subjek Penelitian

dipercaya

Pekerjaan subjek penelitian terbagi atas

(Azwar, 1996). Untuk menguji reliabilitas alat

dua, yaitu sebagai mahasiswa 84% dan

ukur pada penelitian ini dilakukan dengan

karyawan swasta 16%. Jumlah uang saku

menggunakan analisis alpha cronbach. Uji

(penghasilan) per bulan subjek penelitian

validitas dan reliabilitas

sebagian besar berkisar antara Rp. 500.000 –

hasil

suatu

dengan

pengukuran

menggunakan

dapat

akan dilakukan

bantuan

komputer

Rp. 1.000.000 yaitu sebesar 54%. Jumlah pengeluaran

program SPSS versi 12.0 for Windows.

per

bulan

sebagian

besar

berjumlah < Rp. 500.000 yaitu sebesar 58%, sedangkan

Teknik Analisis Data

dana

yang

dihabiskan

untuk

Pengujian hipotesis pada penelitian ini

membeli kosmetik sebagian besar hanya

menggunakan teknik korelasi product moment,

berjumlah < Rp. 100.000 per bulannya yaitu

yaitu menganalisis hubungan antara sikap

sebesar 66%.

terhadap produk multi level marketing (X) sebagai prediktor dengan perilaku konsumtif terhadap

barang

kosmetik

(Y)

sebagai

Uji Validitas dan Reliabel Skala Dari hasil uji coba pada skala sikap

kriterium. Analisis data dilakukan dengan

terhadap

produk

menggunakan program komputer SPSS versi

diperoleh hasil bahwa dari 40 item yang

12.0 for Windows.

diujicobakan terdapat 11 item yang dinyatakan

multi

level

marketing

gugur. Item yang valid berjumlah 29 item PELAKSANAAN PENELITIAN

dengan koefisien validitas bergerak antara 0,303 sampai dengan 0,762. Sedangkan hasil

Peneliti melakukan uji coba (try-out) untuk mengetahui bagaimana validitas dan

uji reliabilitasnya menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,887.

reliabilitas skala yang digunakan. Di sini

Pada skala perilaku konsumtif terhadap

peneliti menyebar angket sebanyak 30 angket.

barang kosmetik diperoleh hasil bahwa dari 43

item yang diujicobakan terdapat 23 item yang dinyatakan gugur. Item yang valid berjumlah

Uji Hipotesis Berdasarkan

analisis

data

yang

20 item dengan koefisien validitas bergerak

dilakukan diperoleh nilai koefisien korelasi -

antara 0,307 sampai dengan 0,635. Sedangkan

0,167 dengan nilai signifikansi 0,245 (p >

hasil uji reliabilitasnya menghasilkan koefisien

0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang

reliabilitas sebesar 0,828.

signifikan antara sikap terhadap produk multi level marketing dengan perilaku konsumtif terhadap barang kosmetik pada remaja putri.

Uji Asumsi Dari hasil uji normalitas menggunakan

Hasil uji hipotesisnya mengatakan tidak ada

one sample Kolmogorof-Smirnov pada skala

korelasi yang positif antara hubungan sikap

sikap terhadap produk multi level marketing

remaja putri terhadap pembelian produk multi

diketahui bahwa nilai koefisien sebesar 0,113

level marketing dengan perilaku konsumtif

dengan signifikansi 0,136 (p > 0,05). Hal ini

dalam pembelian kosmetik.

menunjukkan bahwa distribusi skor skala sikap terhadap produk multi level marketing

PEMBAHASAN

pada subjek penelitian adalah normal. Sedangkan hasil uji normalitas pada

Mean empirik pada skala sikap terhadap

skala perilaku konsumtif terhadap barang

produk multi level marketing sebesar 77,84

kosmetik diperoleh nilai koefisien sebesar

sedangkan mean hipotetik pada skala ini

0,138 dengan signifikansi 0,019 (p < 0,05).

adalah sebesar 72,5. Berdasarkan perhitungan

Hal ini menunjukkan bahwa distribusi skor

ini diketahui bahwa mean empirik pada skala

skala perilaku konsumtif terhadap barang

sikap terhadap produk multi level marketing

kosmetik pada subjek penelitian adalah tidak

lebih besar dari pada mean hipotetik MH –

normal.

SDH < x ≤ MH + SDH (72,5 < x ≤ 77,84).

Adapun

hasil

pengujian

linearitas

Standar

deviasi

hipotetik

(SDH)

yang

diperoleh nilai koefisien sebesar 1,383 dengan

diperoleh sebesar 14,5. Artinya, secara umum

signifikansi 0,245 (p > 0,05), hasil pengujian

subjek penelitian memiliki sikap yang netral

ini menunjukkan bahwa sebaran data skala

terhadap produk multi level marketing.

sikap terhadap produk multi level marketing

Adapun mean empirik pada skala

dan skala perilaku konsumtif terhadap barang

perilaku konsumtif terhadap barang kosmetik

kosmetik adalah tidak linear.

sebesar 36,52 berada dalam kategori rendah MH - 2 SDH < x ≤ MH - SDH (30 < x ≤ 40), sedangkan mean hipotetik sebesar 50 berada dalam kategori rata-rata MH – SDH < x ≤ MH

+ SDH (40 < x ≤ 60). Berdasarkan hasil

tidak terlalu membeli banyak produk-produk

tersebut mean empirik lebih kecil dari mean

kosmetik

hipotetik, diketahui bahwa secara umum

marketing, melainkan lebih banyak membeli

subjek penelitian memiliki perilaku konsumtif

produk-produk kosmetik di supermarket. Rata-

terhadap barang kosmetik yang lebih rendah

rata orang, termasuk remaja senang berbelanja

dari pada mean hipotetiknya. Hal ini dapat

di supermarket karena bersih, rapi, produknya

dikarenakan secara kebetulan subjek yang

terjamin,

diteliti oleh peneliti memang remaja putri yang

menggunakan DEBIT atau kartu kredit, dan

tidak terlalu konsumtif pada produk kosmetik.

yang paling sering disukai adalah karena di

Namun dapat lebih kepada produk fashion.

supermarket bisa berbelanja sambil refreshing

Hal

fenomena

atau jalan-jalan bersama (Susgianto, 2008).

karya

Sedangkan produk multi level marketing pada

designer internasional dan juga berbagai

umumnya harganya terlalu mahal, sehingga

jaringan ritel asingnya yang tumbuh subur

sulit dijangkau oleh pasar yang luas (Kisata,

berbarengan dengan bermunculannya pusat-

2006). Begitupun remaja yang masih terbentur

pusat perbelanjaan. Sehingga remaja tidak

pada masalah finansial yang belum bisa

perlu susah pergi jauh karena sudah tersedia di

mereka dapatkan sendiri, karena gaya hidup

mana-mana (Samhadi, 2006). Hal tersebut

konsumtif harus didukung oleh kekuatan

juga didukung oleh hasil penelitian dari

finansial yang memadai. Dan jika perilaku

Humprey (dalam Mahdalela, 1998) yang

konsumtif ini dapat terus mengakar di dalam

menyimpulkan

gaya hidup sekelompok remaja, maka dalam

ini

bisa

menjamurnya

dilihat

gerai-gerai

bahwa

dari

fashion

pakaian

atau

pada

distributor

harganya

multi

kompetitif,

level

bisa

penampilan diusahakan remaja sedemikian

perkembangannya,

rupa untuk menarik perhatian orang lain.

orang-orang dewasa dengan gaya hidup yang

Usaha tersebut merupakan sarana untuk

konsumtif pula (Tambunan, 2001). Jadi dalam

memperoleh penghargaan dan penerimaan diri

penelitian ini tidak ada hubungan antara sikap

remaja dari orang lain.

remaja putri terhadap pembelian produk multi

Hasil Open Question dari kuesioner menunjukkan jumlah pembelian remaja putri

mereka

akan

menjadi

level marketing dengan perilaku konsumtif dalam pembelian kosmetik.

di supermarket sebesar (28%) sedangkan

Dalam penelitian ini, remaja lebih

jumlah pembelian kosmetik pada distributor

mengarahkan hidupnya pada pola hidup yang

multi level marketing sebesar (18%), jumlah

sederhana. Gaya hidup sederhana memang

pembelian di supermarket lebih besar dari

harus ditanamkan oleh remaja, karena dapat

pada pembelian pada distributor multi level

menyebabkan

marketing. Hal ini menunjukkan remaja putri

dimilikinya. Mereka berprinsip untuk tidak

puas

dengan

apa

yang

terlalu berlebihan dalam hal materi, apa yang

pintar,

dimilikinya adalah hal yang perlu disyukuri,

lingkungan sekitar yang kondisinya semakin

diterima dengan senang hati, sehingga mereka

memprihatinkan,

tidak

mempunyai pendirian dan tidak terbawa arus

memandang

dalam

mengejar

perlu

berlomba-lomba

kesenangan

dan

dapat

lebih

peka

sehingga

terhadap

remaja

lebih

hidup

trend (Yprawira, 2008), karena hidup bukan

(Mahdalela, 1998). Dengan hidup sederhana,

hanya untuk hura-hura, remaja harus mulai

pilih-pilih dahulu sebelum membeli barang,

dengan peduli kawan, peduli terhadap keadaan

membuat budget untuk semua kebutuhan,

sekitar. Masih banyak orang lain yang lebih

membeli seperlunya, menabungkan sisanya,

membutuhkan. Tentu akan lebih baik bila

remaja juga bisa membuat usaha sendiri atau

harta yang dimiliki ditujukan ke jalan yang

bersama

benar (Alfi, 2008).

teman-temannya,

dengan

begitu

remaja dapat lebih mandiri, percaya diri, lebih

DAFTAR PUSTAKA Alfi. (2008). Yang muda yang doyan pesta. Http://alfi.blogs.ie/2008/01/01/yang-muda-yang-doyan pesta/. Agung. (2008). Ada cinta di iklan pond’s. Http://agungdsp.wordpress.com/2008/02/08/ada-cinta-diiklan-pond%E2%80%99%%. Azwar, S. (1996). Tes prestasi: Fungsi dan pengembangan pengukuran prestasi belajar. Edisi Kedua. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Dahlan, A. M. (1978). Sosialisasi pola hidup sederhana. Majalah Prisma. 10, 11-15. Dariyo, A. (2004). Psikologi perkembangan remaja. Bogor: Ghalia Indonesia. Herdiyani, R. (2004). Dampak media bagi remaja Http://www.jurnalperempuan.com/yjp.jpo/?act=artikel%7C-26%7CX.

perempuan.

Hurlock, E. B. (1980). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Edisi Kelima. Alih Bahasa: Dra. Istiwidayanti & Drs. Soedjarwo, M.Sc. Jakarta: Erlangga. Kartono, K. (1991). Psikologi sosial untuk manajemen, perusahaan, dan industri. Jakarta: Rajawali Pers. Kisata, P. (2006). How to build mlm business. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Lina & Rasyid, H. F. (1997). Perilaku konsumtif berdasarkan locus of control Jurnal Psikologika. 4, 5 -12.

pada remaja putri.

Mahdalela. (1998). Peran intensitas interaksi dengan teman di lingkungan pergaulan sekolah terhadap sikap konsumtif. Jurnal Psikologika. 5, 39 - 47. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Monks, F. J. Knoers, A. M. P. & Haditono, S. R. (1989). Psikologi perkembangan pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Natan, S. A. (1993). Network marketing, program pengembangan sumber daya manusia yang tak terbatas. Seminar Sehari. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Prasetijo, R. & Ihalauw, J. J. O. I. (2005). Perilaku konsumen. Yogyakarta: Cv. Andi. Riyanti, D. B. P. Prabowo, H. & Puspitawati, I. (1996). Psikologi umum I. Depok: Universitas Gunadarma. Samhadi, S. H. (2006, September 23). Dalam cengkraman konsumtivisme. Kompas. 86, 33. Santoso, B. (2003). All abt mlm: Memahami lebih jauh mlm dan pernak-perniknya. Yogyakarta: Cv. Andi. Sarwono, S. S. (2001). Psikologi remaja. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Schiffman, L. G. & Kanuk, L. L. (2004). Perilaku konsumen. Edisi Ketujuh. Alih Bahasa: Drs. Zulkifli Kasif. Jakarta: Indeks. Sumartono. (2002). Terperangkap dalam iklan. Bandung: Cv. Alfabeta. Susgianto. (2008). New supermarket bannerstore. Http://megastore.gamaart.com/. Tambunan, R. (2001). Remaja psikologi.com/remaja/191101.htm.

dan

perilaku

konsumtif.

Http://www.e-

Wasitaatmadja, S. M. (1997). Penuntun ilmu kosmetik medik. Jakarta: Universitas Indonesia. Yarnell, M. & Yarnell, R. R. (2001). Tahun pertama anda dalam network marketing: Mengatasi ketakutan anda, merasakan sukses, dan meraih mimpi-mimpi anda!. Jakarta: Erlangga. Yprawira. (2008). Pengaruh media cetak terhadap perilaku konsumtif remaja Http://yprawira.wordpress.com/2008/08/03/pengaruh-media-cetak-terhadap-perilaku konsumtif-remaja-putri/.

putri.

Yusuf, S. (2004). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Zulfitriah, S. (2007). Hubungan antara konformitas dengan perilaku konsumtif terhadap produk kosmetik pada remaja putri. Skripsi (Tidak diterbitkan). Jakarta: Universitas Gunadarma. (2007). Sempurnakan kecantikkan anda!. Katalog Oriflame. Edisi Maret. Jakarta: PT. Orindo Alam Ayu.