bahwa (1)kinerja aparat kelurahan dalam upaya peningkatan penerimaan PBB
... peningkatan penerimaan PBB ditentukan oleh kinerja aparat (4) Terdapat ...
HUBUNGAN KINERJA APARAT DENGAN PENINGKATAN PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DI KELURAHAN BALIASE KECAMATAN MASAMBA KABUPATEN LUWU UTARA Correlation between the performance of administrative officers and the reception of land and property taxes in Baliase Village, Masamba Subdistrict, Luwu Utara District Nuranifah, Kausar dan Hasrat
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan kinerja aparat kelurahan dalam upaya peningkatan penerimaan PBB (2) mengetahui perkembangan penerimaan PBB di Kelurahan Baliase 3(tiga) tahun terakhir (3) mengetahui hubungan antara kinerja aparat dengan perkembangan penerimaan PBB (4) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja aparat Kelurahan Baliase. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Baliase Kecamatan Masamba Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan. Metode yang digunakan adalah Survey dengan jumlah sampel sebanyak dua ratus tujuh belas responden. Analisis data menggunakan teknik analisis kuantitatif dengan konsep statistik inferensial nonparametris yang dipadukan analisis kualitatif yang relevan dengan tujuan penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1)kinerja aparat kelurahan dalam upaya peningkatan penerimaan PBB tergolong sedang (2)perkembangan penerimaan PBB dalam 3(tiga) tahun terakhir (2008-2010) terjadi peningkatan walaupun tidak signifikan (3) terdapat hubungan yang signifikan antara kinerja aparat dengan peningkatan penerimaan PBB di Kelurahan Baliase, dimana peningkatan penerimaan PBB tiga tahun terakhir diikuti dengan peningkatan realisasi penerimaan PBB, sebanyak 97,8% peningkatan penerimaan PBB ditentukan oleh kinerja aparat (4) Terdapat beberapa faktor intern dan ekstern kelurahan yang menjadi faktor pendorong dan penghambat kinerja aparat kelurahan dalam penanganan PBB di Kelurahan Baliase. Kata Kunci : Kinerja, Penerimaan PBB, Kelurahan Baliase Kecamatan Masamba Kabupaten Luwu Utara ABSTRACT This study aims to: (1) describe the performance of administrative officers in efforts to increase the reception of land and property taxes (2) obtain information regarding the reception of property taxes in Baliase Village within the last three years (3) obtain information regarding the correlation between the performance of administrative officers and the reception of land and property taxes (4) to analyze some aspects that affect the performance of the administrative officers of Baliase Village. The study was conducted in Baliase Village, Masamba Subdistrict, Luwu Utara District, South Sulawesi. The method used is a Survey to sample of two hundred and seventeen respondents. The data analyzed using the qualitative analysis techniques with nonparametric inferential statistical concepts combined with qualitative analysis that is relevant with the objective of this study. The results of this study indicate that: (1)the performance of the administrative officers in order to increase the reception of land and property taxes is classified as moderate (2) although not significant, the reception of property taxes within the last three
1
years (2008-2010) was increasing (3)there is a significant correlation between the performance of the administrative officers and the increased reception of land and property taxes in Baliase Village, where the increased reception of land and property taxes was followed by an increase in actual revenue of land and property taxes. About 97,8% of the increased land and property taxes was determined by the performance of the administrative officers (4) There are several internal and external aspects that affect the performance of the administrative officers in order to manage the reception of land and property taxes in Baliase Village. Keywords: performance, the reception of land and property taxes, Baliase Village Masamba Subdistrict Luwu Utara District
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia sebagai Negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelengaraan pemerintahan dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Dasar Hukum untuk menyelenggarakan pemerintah daerah otonom, luas, nyata dan bertanggung jawab dipertegas dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (1) berisikan tentang “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang tiap-tiap propinsi,kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintah daerah,yang diatur dengan undang-undang”. Pengertian Otonomi Daerah sendiri di dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dilahirkan sebagai Pengganti Undang-Undang nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah untuk melengkapi undang-undang ini, telah dikeluarkan pula Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang saat ini telah digantikan dengan kehadiran Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Sejak diberlakukannya undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, telah terjadi perubahan- perubahan besar, baik dalam aspek kewenangan, aspek kelembagaan, ketatalaksanaan, kepegawaian, struktur, maupun kultur pelaksanaan pemerintahan daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengatur bahwa pemerintah daerah memiliki kewenangan yang cukup besar mencakup seluruh bidang pemerintahan kecuali dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lainnya. Dalam melaksanakan otonomi daerah,seperti diatur dalam undang-undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah,bahwa pemberian otonomi kepada daerah kabupaten dan daerah kota didasarkan atas asas desentralisasi dengan memberikan kewenangan yang luas,nyata dan bertanggung jawab kepada pemerintah daerah secara proporsional. Artinya
2
pelimpahan tanggung jawab akan diikuti oleh pengaturan pembagian,pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan,serta perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dana perimbangan merupakan sumber penerimaan yang pada dasarnya memperhatikan potensi daerah penghasil. Adanya perimbangan keuangan ini disebabkan karena adanya keterbatasan sumber pendapatan daerah yang berupa pajak daerah, pendapatan non pajak dan retribusi untuk masing-masing daerah. Pajak merupakan suatu fenomena yang menarik dalam kehidupan masyarakat dan negara. Saat ini pajak bukan lagi merupakan sesuatu yang asing bagi masyarakat Indonesia. Sebagian kalangan telah menempatkan pajak sebagai salah satu kewajiban dalam bernegara, yaitu merupakan saran untuk ikut berpartisipasi dalam membantu pelaksanaan tugas bernegara yang ditangani oleh Pemerintah. Pajak Bumi dan Bangunan sebagai salah satu komponen yang mendukung dana perimbangan mempunyai pengaruh terhadap besarnya bagian dana perimbangan yang akan diterima oleh daerah penghasil. Oleh karena itu pajak Bumi dan Bangunan perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah daerah dalam hal penanganannya, sehingga nantinya akan dapat memberikan sumbangan yang besar pada pendapatan asli daerah (PAD). Mengingat pentingnya sumbangan yang diberikan oleh penerimaan pajak bumi dan bangunan bagi pembiayaan pembangunan maka pemungutan pajak bumi dan bangunan harus dilakukan secara efektif, sehingga nantinya akan dapat memberikan sumbangan yang besar pada Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun keberhasilan pemerintah dalam realisasi penerimaan pajak bumi dan bangunan yang sesuai target sebagai wujud keberhasilan pemerintah mulai dari tingkat desa sampai kecamatan dipengaruhi oleh faktor intern yaitu organisasi yang mengelola pajak bumi dan bangunan dan faktor ekstern yaitu keadaan masyarakat. Di Kabupaten Luwu Utara, Pajak Bumi dan Bangunan untuk lima tahun terakhir selalu mencapai target yang telah ditetapkan berdasarkan Daftar Himpunan Ketetapan Pajak (DHKP)bahakan melebihi dari 100%. Secara keseluruhan penerimaan PBB di Kabupaten Luwu Utara memang selalu mencapai target, namun kenyataannya banyak hambatan yang dihadapi didalam pemungutannya. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, kondisi masyarakat yang kurang atau bahkan tidak mengerti pajak, serta tingkat perkembangan intelektual masyarakat sehingga mereka tidak melaksanakan kewajibannya dalam membayar pajak tepat pada waktunya, seperti yang dapat dilihat pada tabel 1.
3
Tabel 1. Target Realisasi Penerimaan PBB sektor SKB Kabupaten Luwu Utara dari Tahun 2001 s.d 2009 Tahun
Target (Rp)
Realisasi
Realisasi(%)
2001
1.639.427.000,-
1.649.407.000,-
100,61%
2002
2.184.346.000,-
2.332.580.000,-
106,79%
2003
2.296.144.000,-
2.402.722.000,-
104,64%
2004
1.540.928.000,-
1.616.333.000,-
104,89%
2005
1.914.189.000,-
1.936.014.000,-
101,14%
2006
2.031.374.000,-
2.326.799.987,-
114,54%
2007
2.762.000.000,-
2.893.291.354,-
104,75%
2008
2.936.070.000,-
3.090.426.000,-
105,26%
2009
3.053.948.000,-
3.053.160.000,-
100,03%
Sumber: DPDK Kab. Luwu Utara 2009
Seperti halnya yang terjadi di Kelurahan Baliase. Setiap tahunnya, penerimaan PBB belum mencapai 100%. Namun, karena adanya intervensi dan tuntutan dari pemerintah Kabupaten yang mengharuskan pembayaran PBB lunas 100%, Pemerintah Kelurahan terpaksa harus menalangi dan melunasi sisa PBB yang tidak terbayar. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel 1.2. Tabel 2. Realisasi Penerimaan PBB Tahun 2008-2010 Kel. Baliase Tahun
Jumlah SPPT
Pokok Ketetapan (Rp)
Realisasi
2008
1948
23.347.198,-
86,27%
2009
2006
29.129.895,-
87,33%
2010
2006
32.717.338,-
90,03
Sumber: Kel. Baliase 2010
Tabel 1.2 memberikan gambaran bahwa realisasi penerimaan PBB di Kelurahan Baliase dalam 3 tahun terakhir tidak mencapai 100%, sehingga untuk menggenapkannya pemerintah kelurahan mengambil langkah pelunasan dan menyetorkan penerimaan PBB sesuai dengan pokok ketetapan di DHKP. Melalui studi pendahuluan dan wawancara dengan kolektor pajak, pemungutan pajak di kelurahan Baliase selalu menemui hambatan. Beberapa hambatan tersebut adalah, karena lokasi Kelurahan Baliase berapa di pusat kota masamba, dan terdapat sebuah Pasar sentral yang merupakan pusat perdagangan dan perekonomian. Kondisi ini menyebabkan Kelurahan Baliase mempunyai banyak penduduk tidak tetap yang selalu keluar masuk, sehingga ketika kolektor
4
mengunjungi rumah mereka untuk menagih PBB, banyak di antara mereka yang tidak berada di tempat. Kondisi ini juga menyebabkan banyak Objek Pajak yang tidak mempunyai Subjek Pajak, dalam artian banyak objek pajak yang ditinggalkan pemiliknya dan tidak bisa terdeteksi keberadaannya. Hambatan untuk penduduk lokal sendiri adalah kurangnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya membayar pajak, dan kemampuan ekonomi masyarakat yang mayoritas berprofesi sebagai petani menyebabkan masyarakat merasa Pembayaran PBB adalah beban, disamping tak sedikit masyarakat yang menjadikan hal tersebut sebagai alasan belaka untuk menghindari kewajiban membayar pajak. Dalam mengatasi hal tersebut pemberian pelayanan kepada masyarakat dalam birokrasi pemerintahan di Indonesia juga sangat diperlukan. Hal ini tidak terlepas dari keberadaan pegawai negeri sipil sebagai aparatur pemerintah. Kinerja organisasi dapat berjalan dengan baik apabila ditunjang oleh pegawai yang memiliki sifat dan sikap yang membangun secara aktif, misalnya memiliki kemampuan untuk bekerja sama dengan baik, bertanggung jawab dan mempunyai inisiatif yang tinggi serta kreatif. Pegawai yang demikian dapat diperoleh dengan meningkatkan sumber daya manusianya disamping meningkatkan efektifitas kerja dari pegawai yang telah ada. Aparat Kelurahan Baliase dituntut untuk bekerja keras dan menunjukkan kemampuan atau keahlian kerjanya bagi kesuksesan pencapaian target. Peranan aparat kelurahan juga sangat menentukan keberhasilan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan. Aparat kelurahan selaku perangkat kerja pemerintah daerah mempunyai kepentingan atas penggunaan pajak bumi dan bangunan untuk membiayai kegiatan penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah dan pembangunan daerah sebab pajak bumi dan bangunan merupakan sumber dana perimbangan yang cukup besar disamping pendapatan daerah lainnya. Dari uraian di atas dapat dilihat banyak sekali kendala dalam pelaksanaan pengungutan pajak bumi dan bangunan di Kelurahan Baliase, untuk itu perlulah kiranya dilakukan suatu tinjauan tentang kinerja aparat kelurahan didalam meningkatkan penerimaan pajak bumi dan bangunan di Kelurahan Baliase Kecamatan Masamba. Agar penelitian lebih terarah maka dari uraian tersebut diatas penulis memilih dan menetapkan judul penelitiannya yaitu “ HUBUNGAN KINERJA APARAT DENGAN PENINGKATAN PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DI KELURAHAN BALIASE KECAMATAN MASAMBA KABUPATEN LUWU UTARA”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : (1) Bagaimana kinerja aparat kelurahan dalam upaya meningkatkan penerimaan PBB di Kelurahan Baliase (2) bagaimana perkembangan penerimaan PBB di Kelurahan baliase 3(tiga) tahun terakhir (3) ada hubungan antara kinerja aparat dengan perkembangan penerimaan PBB di Kelurahan Baliase (4) faktor-faktor apa yang mempengaruhi kinerja aparat Kelurahan Baliase dalam penanganan PBB C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitan ini adalah : (1) mendeskripsikan kinerja aparat kelurahan dalam upaya peningkatan penerimaan PBB (2) mengetahui perkembangan penerimaan PBB di 5
Kelurahan Baliase 3(tiga) tahun terakhir (3) mengetahui hubungan antara kinerja aparat dengan perkembangan penerimaan PBB (4) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja aparat Kelurahan Baliase. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kinerja Pengertian “Kinerja” mengandung beberapa pengertian, seperti: Sesuatu yang dicapai; Prestasi yang diperlihatkan; Kemampuan Kerja. “Berkinerja” berarti: memperlihatkan prestasi; berkemampuan (dengan menggunakan tenaga). Kinerja yang diterjemahkan dari Bahasa Inggris “performance”, oleh Bernardin dan Russel dalam Ruky (2001) memberikan definisi: ”Performance is de-fined as the record of outcomes produced on an specified job function or activity during a specified time period” . Dalam definisi mereke, jelas menekankan pengertian prestasi sebagai “hasil” atau “apa yang keluar” (Outcomes) dari sebuah pekerjaan dan kontribusi mereka pada organisasi. Pengertian kinerja menurut Mustopadidjaya (1993) bahwa kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/ program/ kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi. Kinerja (performance) juga dapat didefinisikan sebagai tingkat pencapaian hasil atau “degree of accomplishment” atau dengan kata lain, kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi, Rue & Byars dalam Harbani Pasolong (2007:175). Menurut Interplan dalam Harbani Pasolong (2007:175), kinerja adalah berkaitan dengan operasi, aktivitas, program dan misi organisasi. Selanjutnya menurut Gibson (1990:40), seseorang ditentukan oleh kemampuan dan motivasinya untuk melaksanakan pekerjaan. Dikatakan bahwa pelaksanaan pekerjaan ditentukan oleh interaksi antara kemampuan dan motivasi. Keban (1995:1), kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan, sedangkan Timpe dalam Harbani Pasolong (2007:176), kinerja adalah prestasi kerja, yang ditentukan oleh factor lingkungan dan perilaku manajemen. Hasil penelitian Timpe menunjukkan bahwa lingkungan kerja yang menyenangkan begitu penting untuk mendorong tingkat kinerja pegawai yang paling efektif dan produktif dalam interaksi sosial organisasi akan senantiasa terjadi adanya harapan bawahan terhadap atasan dan sebaliknya. Pengertian lain juga disampaikan oleh Stephen Robbins (1989:439), bahwa kinerja adalah hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai dibandingkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Menurut Mangkunegara (2003:67), mengatakan bahwa kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Prawirosentono (1999:2), mengatakan kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh pegawai atau sekelompok pegawai dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral dan etika. Selain itu menurut Peter Jennergen (dalam Steers,1985) pengertian kinerja organisasi adalah tingkat yang menunjukan seberapa jauh pelaksanaan tugas dapat dijalankan secara aktual dan misi organisasi tercapai. Dengan demikian dari konsep yang ditawarkan tersebut dapat dipahami bahwa kinerja adalah konsep utama organisasi yang menunjukan seberapa jauh tingkat kemampuan pelaksanaan tugastugas organisasi dalam rangka pencapaian tujuan. Dalam konteks penelitian ini, maka pengertian 6
kinerja merupakan tingkat penyelesaian kerja pemerintah kelurahan dalam rangka mencapai tujuan organisasi tepat pada suatu waktu. B. Pengukuran Kinerja Berbicara tentang kinerja aparatur, erat kaitannya dengan cara mengadakan penilaian terhadap pekerjaan seseorang sehingga perlu ditetapkan standar kinerja atau standar performance. Menurut Mitchel yang dikutip Sedarmayanti dalam bukunya Sumber Daya Manusia Dan Produktivitas Kerja (2001:51), menyebutkan aspek-aspek yang meliputi kinerja yang dapat dijadikan ukuran kinerja seseorang, yaitu sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5.
Kualitas Kerja (quality of work) Ketepatan waktu (promptness) Inisiatif (inisiative) Kemampuan (capability) Komunikasi (communication
Untuk lebih jelasnya penulis menguraikan indikator dari aspek-aspek kinerja menurut Sondang P. Siagian (1995:56), sebagai berikut: a. Kualitas Kerja (Quality of Work) Indikatornya; 1. Cara kerja pelayanan Dalam penelitian ini dapat diukur melalui sikap aparat yang ramah, sopan, prosedur yang mudah dimengerti, sederhana dan adil 2. Kesesuaian hasil kerja dengan tujuan organisasi Dalam penelitian ini dilihat dari seberapa sesuainya antara rencana kerja dengan tindakan yang dilakukan sehingga tujuan pelayanan benar-benar tercapai b. Ketepatan Waktu(Promptness) Indikatornya; 1. Ketepatan waktu dalam menyelesaikan tugas Dalam penelitian ini diukur dari ketepatan waktu dalam penyerahan SPPT dan pengembalian STTS PBB. c. Inisiatif(Initiative) Indikatornya; 1. Pemberian ide/ gagasan Dalam penelitian ini diukur dengan ide/gagasan yang diberikan aparat ke dalam organisasinya 2. Tindakan yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Dalam penelitian ini diukur melalui tindakan aparat membantu masyarakat dalam mengatasi masalah berupa kesulitan melunasi PBB. d. Kemampuan(Capability) Indikatornya; 1. Pengetahuan yang dimiliki Dalam penelitian ini diukur dengan sejauh mana tingkat pengetahuan aparat tentang PBB, sehingga mampu menjelaskan PBB dengan baik kepada masyarakat 2. Keterampilan yang dimiliki Dalam penelitian ini diukur dengan melihat pelatihan-pelatihan yang diikuti oleh aparat sehingga mampu menunjang pelayanan khususnyan terkait PBB
7
e. Komunikasi(Communication) Indikatornya; 1. Komunikasi intern (ke dalam) organisasi Dalam penelitian ini diukur dengan sejauh mana komunikasi antar aparat dan antar pimpinan dan aparat dilihat dengan seberapa intens koordinasi dilakukan dilingkup organisasi 2. Komunikasi ekstern (ke luar) organisasi Dalam penelitian ini diukur dengan kemampuan pemberian informasi/keterangan kepada masyarakat seputar PBB 3. Fasilitator Dalam hal ini aparat sebagai unsur yang memfasilitasi komunikasi antara masyarakat dan pihak kantor pajak apabila terkait permasalahan PBB Dalam penelitian ini indikator yang digunakan dalam mengukur kinerja aparat kelurahan adalah seperti yang dikutip dari Sondang p siagian yang meliputi kualitas kerja, ketepatan waktu, inisiatif, kemampuan dan komunikasi, mengingat pemungutan pajak bumi dan bangunan bukanlah hal yang mudah, dan dalam pemungutan PBB ditentukan waktu kapan PBB tersebut harus lunas. C. Kerangka Pikir KINERJA APARAT (X) Kualitas Kerja (quality of work) Ketepatan waktu (promptness) Inisiatif (inisiative) Kemampuan (capability) Komunikasi (communication)
PENINGKATAN PENERIMAAN PBB (Y) PENERIMAAN PBB 3 (TIGA) TAHUN TERAKHIR HBGN
2008 2009 2010
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
Gambar 1. Kerangka Pikir METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini menggunakan metode survey dengan alanisis kuantitatif dan kualitatif. Pelaksanaannya di Kelurahan Baliase Kecamatan masamba Kab. Luwu Utara dengan jumlah sampel sebanyak 217 orang. Data yang diperoleh dari hasil kuesioner dianalisis dengan skala criteria sebagai berikut : >3 2–3