lingkungan peternakan maupun vaksinasi terhadap penyakit tertentu yang sulit ...
dengan cara memelihara lingkungan dan menjaga kebersihan lingkungan ...
LAPORAN AKHIR PROGRAM IPTEKS BAGI MASYARAKAT (IbM)
INTENSIFIKASI USAHA PETERNAKAN ITIK DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PINGGIR KOTA
Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc 19640529 198903 2 001 Dr. Ir. Sumiati, M.Sc 19611017 198603 2 001 Ir. Anita S. Tjakradidjaja, M.Rur.Sc 19610930 198603 2 003
Peneliti Utama Peneliti Anggota Peneliti Anggota
Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional Sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Kompetitif Pengabdian Kepada Masyarakat Mono Tahun Nomor: 187/SP2H/PPM/DP2M/VIII/2010, tanggal 24 Agustus 2010
PUSAT STUDI HEWAN TROPIKA (CENTRAS) LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT INSTITUT PERTANIAN BOGOR November 2010
HALAMAN PENGESAHAN 1.
Judul
: Intensifikasi Usaha Peternakan Itik dalam rangka Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga Pinggir Kota : Pusat Studi Hewan Tropika (Centras), LPPMIPB dengan Kelompok Tani Terpadu SETIA WARGI, Desa Muara Jaya, Kecamatan Caringin. Kabupaten Bogor
2. Unit Lembaga Pengusul
3. Ketua Tim Pengusul a. Nama Lengkap b. Jenis Kelamin c. NIP d. Pangkat/Golongan e. Jabatan f. Alamat Kantor
: : : : : :
g. Telp/Faks h. Alamat Rumah i. Telp/Faks/E-mail 4. Jumlah Anggota Tim Pengusul a. Jumlah Anggota b. Nama Anggota I/bidang keahlian c. Nama Anggota II/bidang keahlian 5. Rencana Belanja Total a. Dikti b. Perguruan Tinggi c. Kredit Usaha d. Sumber lain 6. Belanja Tahun Pertama a. Dikti b. Perguruan Tinggi 7. Tahun Pelaksanaan
Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc Perempuan 19640529 198903 2 001 Lektor kepala/IVa Kepala Divisi Agribisnis dan Ekofarming Pusat Studi Hewan Tropika (Centras), LPPM, IPB, Baranangsiang, Bogor. : Tlp/fax (0251) 8350413 : Jl Sholeh Iskandar, Gg 07 RT03/RW04, Kayumanis, Bogor : (0251) 7531237
[email protected] : Dosen 2 orang, : Dr.Ir. Sumiati, MSc / Nutrisi Unggas : Ir. Anita Sardiana, MRurSc / Fisiologi Ternak : Rp 48.000.000,:::: Rp 48.000.000,:2010
Bogor, 23 November 2010 Mengetahui, Kepala Centras
Ketua Tim Pengusul
Dr. Ir. Suryahadi, DEA NIP 19561124 198103 1 002
Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc NIP 19640529 198903 2 001
Menyetujui Ketua LPPM-IPB
Prof.Dr. Ir. Bambang Pramudya, M.Eng NIP.19500301 197603 1 001
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................................
i
DAFTAR ISI ............................................................................................................
ii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................
iii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................
v
I.
PENDAHULUAN ...........................................................................................
1
II.
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................
3
2.1. Usaha Peternakan Itik .............................................................................
3
2.2. Peternakan Rakyat ..................................................................................
3
2.3. Deskripsi Itik di Indonesia .....................................................................
4
2.4. Sistem Pemeliharaan Itik ........................................................................
5
2.5. Itik Petelur ..............................................................................................
7
2.6. Itik Pedaging ..........................................................................................
8
2.7. Pakan Itik ................................................................................................
9
2.8. Penyakit pada Itik dan Pengendaliannya ................................................
11
III.
TUJUAN DAN MANFAAT ...........................................................................
17
IV.
METODE PENELITIAN ................................................................................
18
4.1. Desk Study dan Survey ..........................................................................
18
4.2. Formulasi dan Pembuatan Pakan ...........................................................
18
4.3. Pelatihan dan Pendampingan Peternak (Feeding Trial) .........................
18
4.4. Analisis Data ..........................................................................................
18
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................
21
5.1. Karakteristik Peternak Itik dan Potensi Pakan Itik di Desa Muara Jaya, Kecamatan Caringin, Bogor ..............................................
21
5.2. Formulasi Pakan Itik Komplit untuk Pemeliharaan Secara Intensif ......
21
5.3. Transfer Teknologi Tentang: Penyusunan Ransum Itik, Manajemen Pemeliharaan Itik Secara Intensif .....................................
23
5.4. Tingkat Kelayakan Usahaternak Itik Secara Intensif .............................
24
5.4.1. Komponen dan Struktur Biaya .....................................................
26
5.4.2. Pendapatan ....................................................................................
27
5.4.3. Aliran Laba-Rugi dan Arus Kas ...................................................
30
V.
ii
5.4.4. Analisis Break Even Point ............................................................
31
KESIMPULAN ..............................................................................................
32
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................
33
LAMPIRAN .............................................................................................................
34
VI.
iii
DAFTAR TABEL Halaman 1. Kelebihan dan kekurangan dari Sistem Pemeliharaan Sistem Ekstensif, Semi Intensif dan Intensif ....................................................................................
6
2. Produktivitas Itik Sampai Umur 48 Minggu ......................................................
8
3. Kebutuhan Ransum Itik Berdasarkan Umur per Ekor per Hari ..........................
11
4. Karakteristik Peternak Itik Kelompok Tani Setia Wargi ....................................
21
5. Jumlah Itik yang Dipelihara dan Luas Kandang Peternak ..................................
22
6. Sistem Pemeliharaan dan Curahan Waktu dalam Usaha Peternakan Itik ...........
22
7. Jenis Pakan Itik yang Biasa Digunakan oleh Peternak KT Setia Wargi .............
22
8. Kebutuhan Zat Makanan Itik Periode Bertelur ...................................................
23
9. Perkiraan Kasar Jumlah Bahan Pakan dalam Pakan Itik ....................................
24
10. Formulasi Ransum Itik Periode Layer ................................................................
24
11. Asumsi dan Parameter Perhitungan Itik Petelur dari DOD (Kategori I) ............
26
12. Asumsi dan Parameter Perhitungan Itik Petelur dari Dara (Kategori II) ............
27
13. Rincian Biaya Investasi (Kategori I) ..................................................................
28
14. Biaya Operasi Per Periode (Kategori I) ..............................................................
28
15. Rincian Biaya Investasi (Kategori II) .................................................................
29
16. Biaya Operasi Per Periode (Kategori II) .............................................................
29
17. Pendapatan Bersih Usaha Ternak Itik Petelur ....................................................
29
18. Evaluasi Profibilitas Rencana Investasi Usaha Ternak Itik Petelur ....................
31
iv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Materi Pelatihan “Analisis Kelayakan Finansial” ..............................................
31
2. Materi Pelatihan “Penyusunan Ransum Itik Komplit” .......................................
41
3. Pelatihan Recording ............................................................................................
49
v
I. PENDAHULUAN Salah satu kegiatan Kelompok Tani Terpadu SETIA WARGI di Desa Muara Jaya, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor adalah beternak itik. Bagi anggota kelompok, beternak itik merupakan warisan dari generasi pendahulu, karena lingkungan sekitar yang sesuai untuk memelihara unggas air. Beternak itik juga bisa dijadikan sebagai usaha pokok keluarga. Usaha peternakan itik yang dilakukan selama ini oleh anggota kelompok tani adalah dengan sistem semi intensif.
Sepanjang siang hari itik
digembalakan di sawah, atau dilepas di pekarangan dan pada malam hari itik dikandangkan. Seiring dengan makin berkurangnya lahan sawah, peternak itik semakin terbatas dalam mencari lokasi penggembalaan. Peternak itik yang selama ini sangat tergantung dari pakan sisa-sisa panen padi di sawah, terpaksa mengurangi jumlah itik yang dipelihara Sebagai ilustrasi pada tahun 2005 luas panen lahan sawah di Kecamatan Caringin 2.642 ha. Tahun 2007 berkurang 2,16 persen menjadi 2.585 ha. Usaha peternakan itik yang semula bisa dijadikan usaha pokok, kini hanya menjadi usaha sampingan, atau sebagai usaha pokok namun dengan penghasilan yang semakin menurun. Berkurangnya lahan sawah, menyebabkan ketersediaan lahan penggembalaan itik semakin terbatas, dan jumlah itik yang dipelihara peternak semakin berkurang. Bahkan beberapa peternak itik, tidak bisa mempertahankan usahanya karena kesulitan mencari pakan. Beberapa permasalahan yang dihadapi peternak itik yang hanya mengandalkan pakan dari sawah antara lain: (1) berkurangnya lahan sawah mengakibatkan ketersediaan pakan makin berkurang dan jumlah itik yang dipelihara semakin sedikit, (2) Penggembalaan itik yang jaraknya jauh dari rumah bisa menyebabkan itik kelelahan, dan menjadi lumpuh, (3) beberapa itik sering bertelur saat digembalakan (seharusnya pagi hari), sehingga tercecer di lahan penggembalaan. Permasalahan tersebut menyebabkan lokasi penggembalaan semakin jauh, waktu yang diperlukan peternak untuk mencari lahan sawah semakin bertambah, jumlah itik yang lumpuh akibat kelelahan semakin banyak, dan produksi telur akibat tercecer makin banyak. Di sisi lain, permintaan akan produk peternakan itik, terutama itik potong, semakin meningkat. Pemesanan itik potong oleh pedagang pengumpul sering tidak bisa
1
dipenuhi. Oleh karena itu diperlukan sumber pakan baru untuk menyelamatkan usaha peternakan itik sebagai sumber pendapatan keluarga. Kekurangan-kekurangan yang dihadapi peternak yang berusaha secara semi intensif bisa diatasi melalui pemeliharaan itik secara intensif dengan peningkatan managemen pemeliharaan, pemberian pakan, dan recording produksi yang baik. Pada pemeliharaan itik secara intensif, terbatasnya lahan penggembalaan bisa diatasi melalui menyusunan ransum itik sendiri. Manajemen pemeliharaan itik dibedakan antara itik muda dengan itik dewasa petelur (layer). Itik muda dipelihara secara semi intensif dan itik dewasa petelur dipelihara secara intensif.
Pembedaan ini untuk mengurangi
ketergantungan terhadap pakan dari sisa panen padi di lahan sawah dan meningkatkan produksi itik petelur akibat berkurangnya stress perjalanan untuk mencapi pakan dan tercecernya telur di lahan penggembalaan. Pemeliharaan itik secara intensif memerlukan input yang harus dibeli dari luar, sehingga diperlukan perhitungan kelayakan usaha.
Kelayakan usaha hanya bisa
dianalisis bila peternak memiliki pencatatan (recording) yang lengkap mengenai pemasukan dan pengeluaran. Pemasukan peternak berasal dari penjualan hasil produksi usahanya berupa telur, itik potong, pullet dan itik afkir. Sedangkan pengeluaran usaha adalah semua pengeluaran untuk membeli bahan pakan, obat dan vaksin. Recording yang lengkap juga membantu peternak untuk meningkatkan kualitas genetik populasi itiknya sehingga produktivitasnya bisa meningkat. Sedangkan analisis kelayakan usaha bisa digunakan oleh peternak itik untuk menyusun proposal pembiayaan usaha ke lembaga keuangan formal, seperti bank pertanian yang baru-baru ini diluncurkan oleh IPB. Melalui program transfer ilmu dan teknologi berbasis masyarakat (IbM), diharapkan pemahaman peternak tentang usahaternak itik secara intesif bisa meningkat. Melalui kegiatan pendampingan dalam melalukan intensifikasi usaha ternak itik, peternak akan semakin paham dan memiliki experince yang selanjutnya bisa diterapkan pada usahaternaknya, sehingga keuntungan yang diperoleh semakin meningkat.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Itik Usaha peternakan adalah suatu usaha produksi yang di dasarkan pada proses biologis dari pertumbuhan ternak. Dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia, maka manusia melakukan campur tangan langsung untuk mengendalikan dan menguasai pertumbuhan hewan ternak (Cyrilla dan Ismail, 1988). Berdasarkan pola pemeliharaan usaha ternak di Indonesia. Mubyarto (1989) mengklasifikasikannya menjadi 3 kelompok yaitu: (1) peternakan rakyat dengan cara pemeliharaan yang tradisional. Pemeliharaan cara ini dilakukan setiap hari oleh anggota keluarga peternak diminta keterampilan peternak masih sederhana dan menggunakan bibit lokal dalam jumlah dan mutu yang relatif terbatas. Tujuan utama pemeliharaan sebagai heawan kerja dalam membajak sawah atau tegalan, (2) Peternakan rakyat dengan cara pemeliharaan yang semi komersil. Keterampilan yang dimiliki peternak dapat dikatakan lumayan. Penggunaan bibit unggul, obat-obatan dan makanan penguat cenderung meningkat. Jumlah ternak yang dimiliki 2-5 ekor ternak besar dan 5-100 ekor ternak kecil terutama ayam. Tujuan utama pemeliharaan untuk menambah pendapatan keluarga dan konsumsi sendiri. (3) Peternak komersil, usaha ini dijalankan oleh golongan ekonomi yang mempunyai kemampuan dalam segi modal, saran produksi dengan teknologi yang agak modern. Semua tenaga kerja dibayar dan makanan ternak terutama dibeli dari luar dalam jumlah yang besar. 2.2. Peternakan Rakyat. Definisi peternakan dalam Undang-Undang No. 6 tahun 1967 disebutkan bahwa peternakan adalah pengusahaan ternak. Menurut UU No 6 tahun 1967 usaha peternakan terdiri dari usaha peternakan rakyat dan perusahaan peternakan. Peternakan rakyat menurut UU No. 6 tahun1967 adalah peternakan yang dilakukan oleh rakyat, antara lain petani disamping usaha pertaniannya. SK Menteri Pertanian No. 362/ 90 menetapkan skala usaha budidaya itik Alabio adalah: (1) peternakan rakyat dengan skala maksimum 15.000 ekor campuran, sedangkan (2) perusahaan peternakan dinas 15.000 ekor campuran. Peternakan rakyat tidak memerlukan izin tetapi cukup surat tanda daftar oleh Dinas Peternakan Dati-II. Berdasarkan Sensus Pertanian batas minimal dan
3
maksimal usaha peternakan ternak unggas, khususnya itik Alabio, berturut-turut ialah > 50 ekor dan 15.000 ekor. Dalam pembangunan peternakan nasional, peternakan rakyat ternyata masih memegang peranan sebagai asset terbesar, tetapi sampai saat ini tipologinya masih bersifat sambilan (tradisional) yang dibatasi oleh skala usaha kecil teknologi sederhana dan produknya berkualitas rendah (Soehadji, 1995). Menurut Aziz (1993) peternakan rakyat memiliki ciri-ciri (1) Skala usahanya relatif kecil, (2) merupakan usaha rumah tangga, (3) dilakukan sebagai usaha sampingan, (4) menggunakan teknologi sederhana sehingga produktifitas rendah dan mutu produk tidak seragam, serta (5) bersifat padat karya dan basis organisasi kekeluargaan 2.3. Deskripsi Itik di Indonesia Sejarah pemeliharaan atau keberadaan itik di Indonesia sudah ribuan tahun. Hal ini ditunjukan ditemukannya fosil (carving depicting duck) disitus candi Hindu di Jawa Tengah yang dibangun lebih dari 2000 tahun yang lalu. Berdasarkan catatan Robinson, itik Indonesia kemungkinan terbentuk dari asal bangsa yang sekarang menghasilkan bangsa yang berproduksi tinggi di Eropah seperti Indian Runner dan Khaki Campbell. Itik yang kita kenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas mallard). Dalam habitatnya itik liar lebih suka atau sering hidup berpasangan, tetapi setelah jinak sifatnya berubah menjadi suka berganti pasangan. Sifat-sifat itik adalah bersifat aquatik. Selain itu dalam hal makanan, itik bersifat omnivorus (pemakan segala). Itik dapat menyebar ke kawasan yang luas karena dibanding dengan unggas jenis lainnya, itik mempunyai keunggulan sebagai berikut : 6.
Mampu mempertahankan produksi telur lebih lama dibandingkan dengan ayam.
7.
Bila dipelihara dengan sistem pengelolaan yang sederhana sekalipun, itik masih mampu berproduksi dengan baik.
8.
Tingkat kematian (mortalitas) itik umumnya kecil, dan itik dianggap lebih tahan terhadap penyakit,
9.
Itik selalu bertelur dipagi hari. Dengan demikian kegiatan pengambilan telur hanya dilakukan sekali sehari sehingga peternak dapat melakukan kegiatan lainnya.
10.
Dengan pakan berkualitas rendah itik masih dapat berproduksi.
4
Secara anatomis kaki itik relatif pendek dibanding tubuhnya,sedang jari-jari kaki antara satu dengan lainnya dihubungkan dengan selaput renang. Maka meskipun sudah dijinakkan, itik cenderung lebih senang hidup dekat dengan air karena sifatnya yang akuatik. Selain itu itik tergolong pemakan biji-bijian, umbi-umbian, serangga dan binatang kecil. Paruhnya yang lebar tertutup selaput yang peka, dengan pinggiran paruh yang merupakan plat bertanduk membuat itik mudah mencari makan di lingkungan tanah sawah, rawa, dan sungai. Bulu itik berbentuk konkaf dan tebal menghadap ke tubuh. Bulu itu berminyak sehingga bila itik sedang berada di air, bulu itu berminyak sehingga bila itik sedang berada di air, bulu itu akan berdaya guna menghalangi masuknya air dan menghambat rasa dingin. 2.4. Sistem Pemeliharaan Itik Sistem perkandangan yang digunakan para peternak dalam memelihara ternak itik umumnya adalah sistem litter (hamparan). Bahkan kandang yang digunakan juga tampak seadanya tanpa mempertimbangkan lebih jauh tentang rasa aman, kebersihan kandang agar terbebas dari penyakit. Pemberian alas berupa sisa-sisa penggergajian kayu yang halus, sekam padi dan penambahan sedikit kapur merupakan hal yang sesuai untuk kandang litter. Penggunaan kapur yang dicampurkan dalam bahan litter berfungsi untuk menyerap amoniak yang berasal dari kotoran itik dan kapur tersebut juga dapat membunuh bibit penyakit yang berasal dari kotoran yang bercampur dengan urine. Sistem pemeliharaan itik dikategorikan kedalam tiga macam yaitu secara ekstensif/ tradisional, semi intensif, dan intensif. Pada pemeliharaan ekstensif, tempat pemeliharaan kelompok itik berpindah-pindah untuk mencari tempat penggembalaan yang banyak tersedia pakannya. Pemeliharaan semi intensif adalah pemeliharaan dengan cara mengurung itik pada saat-saat tertentu, biasanya pada malam hari sampai pagi hari. Setelah itu dilepas disekitar halaman kandang atau digembalakan ditempat penggembalan yang dekat.
5
Tabel 1. Kelebihan dan kekurangan dari Sistem Pemeliharaan Sistem Ekstensif, Semi Intensif dan Intensif Sistem pemeliharaan Pertimbangan Ekstensif Semi intensif Intensif 1. Pengadaan pakan Sebagian besar Sebagian besar oleh Seluruhnya itik dari alam, peternak, selebihnya disediakan oleh selebihnya itik mencari sendiri peternak disediakan peternak 2. Pengadaan Tidak perlu Perlu Perlu kandang 3. Pengawasan Sulit Cukup mudah Mudah terhadap ternak 4. Penggunaan Tidak efisien Kurang efisien Efisien energi pakan 5. Produksi telur Rendah Cukup tinggi Tinggi 6. Penyeleksian Sulit C ukup mudah Mudah 7. Teknologi yang Mudah Cukup sulit Sulit dipakai 8. Penanggulangan Sulit Cukup mudah mudah penyakit 9. Pengembangan Sulit Cukup mudah Mudah usaha 10. Efisien lahan Rendah Cukup tinggi Tinggi 11. Investasi yang Rendah Cukup tinggi Tinggi ditanam * Sumber : Hardjosworo dan Rukmiasih (2003). Sistem Pemeliharaan Intensif. secara
mendalam
dan
Pemeliharaan intensif adalah pemeliharaan
bersungguh-sungguh.
Peternak
menggunakan
prinsip
mendapatkan keuntungan yang sebesar mungkin, dengan biaya dan resiko yang sekecil mungkin. Memelihara itik secara intensif dengan dikandangkan ialah beternak tanpa air (pemeliharaan itik sistem kering), seratus persen dikurung dan tidak diberi air untuk berenang. Air disediakan hanya untuk air minum. Keuntungan cara pemeliharaan intensif ini adalah lahan yang diperlukan relatif kecil, dapat memelihara dalam jumlah yang banyak, penanganan dan pengawasan dapat lebih mudah, tidak tergantung pada musim, produksi maksimal dapat mencapai 85 %, kotorannya dapat dimanfaatkan dan memungkinkan peternak memilih lokasi yang lebih dekat dengan daerah pemasaran. Walaupun biaya pakan cukup tinggi tetapi karena
6
jumlah pemeliharaan dan produksinya cukup tinggi pula maka peternak masih dapat menikmati keuntungan. Pemeliharaan Semi Intensif. Pemeliharaan semi
intensif bisa juga disebut
pemeliharaan semi tradisional, tapi prinsip–prinsip modern juga sudah mulai dipakai. Dalam pemeliharaan semi intensif, peternak sudah memakai perhitungan cermat untuk mendapatkan hasil telur yang semaksimal mungkin. Prinsip peternakan moderen mulai digunakan antara lain jenis itik yang dipelihara mulai diseleksi (warna bulu, bentuk badan serta fisik lain). Makanan diberikan sesuai dengan kebutuhan dan variasi usia perkelompok sudah dilakukan, tetapi prinsip tradisional seperti lokasi dan tempat (lanting, dirawa atau didanau), bahan makanan dan cara pemeliharaan yang dilepas masih tetap dipertahankan pada pemeliharaan semi intensif, dengan sistem pemeliharaan semi intensif ini produksi telur dapat mencapai 200 butir per ekor /tahun. Disamping itu angka kematian itik bisa ditekan dan kontinuitas produksi bisa terjamin serta kualitas telur bisa diperbaiki. Pemeliharaan ekstensif atau tradisional. Itik yang dipelihara umumnya tidak banyak, rasio jantan dan betina tidak diperhitungkan, juga perkandangan. Itik bebas mencari makan sendiri.
Makanan hanya diberikan kalau benar-benar keadaan
memungkinkan, misalnya ada limbah dapur atau sisa bahan lain. Peternak tidak pernah mau ikut campur dalam kegiatan itik, kecuali telur yang dihasilkan dan peternak memerlukan daging itik itu sendiri. Sistem pemeliharaan seperti ini tidak akan memberikan keuntungan yang berarti dan peternak tidak pernah merasa rugi. Untuk menjaga kelestariannya peternak menetaskan beberapa telur itik pada induk ayam atau itik Manila (Entok). Umumnya peternak memelihara itik setelah musim panen padi, dengan memanfaatkan sisa-sisa hasil panen. Sistem ini akan diterapkan kembali seiring dengan musim tanam berikutnya. Walaupun masa pemeliharaan sangat pendek dan produksinya rendah, rata-rata 50% dari total produksi, tetapi keuntungan yang diperoleh peternak cukup tinggi. Sistem ini sangat tergantung pada musim (panen), jumlah pemeliharaan terbatas dan produksinya rendah. 2.5. Itik Petelur Tujuan pemeliharaan itik dewasa petelur harus sudah mulai ditetapkan sebelumnya. Apakah sebagai penghasil telur konsumsi atau sebagai penghasil telur 7
tetas atau anak itik. Bila tujuan pemeliharaan itik petelur hanya untuk memperoleh telur konsumsi saja, tidaklah perlu untuk mencampurkan itik pejantan pada kelompok itik petelur. Namun, penerapan yang dilakukan oleh para peternak itik yang masih menggunakan sistem pemeliharaan ekstensif tradisional biasanya masih tercampur dengan itik jantan yang berfungsi untuk pemimpin dalam penggembalaan. Masa dewasa itik betina pada umur enam bulan, dengan masa bertelur 8-10 bulan per tahun sampai mencapai umur 3,5 tahun, setelah itu diafkir. Itik petelur yang baik, produksi telurnya bisa mencapai 275 butir per ekor/tahun. Produksi telur dipengaruhi oleh 2 faktor penting, yaitu genetik dan lingkungan. Selain itu, umur dari itik juga menentukan jumlah produksi telur.
Pada saat mencapai dewasa kelamin dan
selanjutnya, jumlah telur akan naik.
Berikut ini tabel yang menjelaskan tentang
produktivitas itik sampai umur 48 minggu. Tabel 2. Produktivitas Itik Sampai Umur 48 Minggu Kriteria Umur dewasa kelamin Bobot telur Clucth Produksi telur selama 6 bulan Produksi telur selama 12 bulan Bobot badan saat bertelur Konsumsi pakan sampai umur 8 minggu Konversi ransum sampai umur 8 minggu Sumber : 1. Abdul (1992) 2 . Prasetyo dan Susanti (2006)
Keterangan 172 – 180 hari1 58,4 – 60 g2 14 - 20 butir1 128 butir / ekor2 248 butir / ekor2 1693,8 – 1520,1 g /ekor2 3560,5 kg / ekor2 4,01 kg / ekor2
2.6. Itik Pedaging Daging itik merupakan salah satu sumber daging yang sudah diterima oleh masyarakat. Salah satu bentuk bahwa daging itik dikenal adalah pemanfaatan sebagai bahan baku masakan, yaitu sate daging itik dan daging itik bakar/panggang. Dengan demikian, permintaan daging itik sebagai bahan untuk dikonsumsi masyarakat relatif besar. Itik yang sering dimanfaatkan sebagai penghasil daging biasanya bertipe jantan. Namun, tipe betina juga bisa dijadikan sebagai itik pedaging, tetapi yang sudah memasuki masa afkir (kurang berproduksi lagi). Berat badan yang dicapai oleh itik jantan pada umur 0, 4, 8 dan 16 minggu, menurt Chaves dan Lasmini (1978), dapat
8
mencapai 37 gram, 623 gram, 1.405 gram dan 1.560 gram, sedangkan pada umur 6 bulan dapat mencapai bobot 1.750 gram. Penyeleksian bibit sangat penting dalam menentukan ternak itik yang digunakan, apakah jantan atau betina. Karena dengan menyeleksi bibit inilah, usaha peternakan kita diarahkan ke petelur atau pedaging.
Selain itu, tipe pemeliharaannya juga mesti
diperhatikan, apakah semi intensif, intensif maupun ekstensif. Penyeleksian bibit ini bisa dikenal dengan istilah sexing (penentuan jenis kelamin). Untuk mencapai keberhasilan dari suatu usaha budidaya peternakan itik, salah satunya ditentukan faktor penyeleksian bibit yang baik.
Bibit itik biasanya bisa
didapatkan dengan cara memelihara induk itik maupun dengan membeli bibit yang ada di pasar hewan. Di tempat inilah, proses pembelian bibit dan penyeleksian bibit dapat dilakukan oleh para peternak, apakah mereka memilih bibit untuk petelur atau pedaging. 2.7. Pakan Itik Peternak umumnya menyusun ransum sendiri dengan menggunakan bahan pakan lokal. Bahan-bahan tersebut mudah diperoleh dan murah dibanding bahan pakan lain seperti tepung udang, bungkil kedelai, dan sebagainya. Masing-masing peternak memilki kemampuan dalam menyusun ransum itiknya kemampuan ini tidak berdasar kandungan nutrisi yang ada namun semata-mata karena pengalaman mereka yang cukup lama. Menurut Setioko (1992), dalam menyusun ransum hendaknya menggunakan bahan pakan yang bermutu, murah dan tersedia sepanjang waktu serta tidak bersaing dengan manusia. Bahan pakan lokal yang umum digunakan oleh peternak itik antara lain dedak, padi, keong air, bekicot, dan beberapa hijauan seperti ganggang dan azolla. Untuk di daerah lahan kering seringkali diberikan gaplek (Rohaeni, 1996). Amrullah (2004), menyatakan bahwa komponen bahan pakan yang dapat dicerna, diserap, serta bermanfaat bagi tubuh disebut zat makanan. Zat makanan itu ada enam jenis yaitu : air, karbohidrat, protein, lemak, mineral dan vitamin. Itik sebagaimana ternak lainnya tidak mampu untuk membuat atau memenuhi kebutuhan gizinya sendiri, ia harus mengambilnya dari luar tubuhnya yaitu dari ransum. Dari ransum yang dikonsumsi akan diperoleh energi, protein, lemak, dan asam –asam amino, vitamin dan mineral. hidupnya dan untuk produksi.
Kesemuanya itu dibutuhkan untuk mempertahankan Bila ransum yang dikonsumsi tidak mengandung
kebutuhan yang cukup untuk hidup pokok dan produksi, maka itik dengan nalurinya 9
akan menyelamatkan hidupnya terlebih dahulu. Unsur-unsur gizi yang diperoleh dari ransum digunakan dahulu untuk mempertahankan hidup sehingga produksi terhenti (Rasyaf, 1993). Wahju (1997) menyatakan bahwa, selain didasarkan atas kandungan nilai gizi juga diperhitungkan keseimbangan antara protein dan Energi Metabolis (EM) yang mempunyai hubungan erat dalam menentukan pertumbuhan dan produksi itik. Anggorodi (1995) menyatakan, protein adalah unsur pokok alat tubuh dan jaringan lunak tubuh aneka ternak unggas. Zat tersebut diperlukan untuk pertumbuhan, pengelolaan dan produksi telur serta merupakan bagian semua enzim dalam tubuh dan menurut Murtidjo (1998), fungsi protein bagi itik antara lain adalah metabolisme kedalam fungsi tubuh yang normal, hormon-hormon reproduksi dan pertumbuhan. Energi ransum yang dikonsumsi hewan dapat digunakan dalam 3 cara yang berbeda yaitu dapat menyediakan energi untuk kerja, dapat dirubah menjadi panas atau dapat disimpan sebagai jaringan tubuh. Energi ransum yang melebihi energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan normal
dan fungsi-fungsi
lainnya dalam tubuh
disimpan dalam bentuk lemak. Kelebihan energi metabolis tidak dapat dikeluarkan oleh tubuh hewan. (Anggorodi, 1985). Rasyaf (1993) menyatakan bahwa, unsur nutrisi kedua yang penting sekali adalah energi.
Energi dibutuhkan untuk segala aktifitas tubuh dan segala sesuatu yang
berjaitan dengan itu. Begitu pentingnya energi ini, sehingga protein akan diubah menjadi energi bila energi yang dimakan kurang dan cadangan makanan berupa lemak juga tidak ada lagi. Bahkan itik akan berhenti makan bila ia merasa kebutuhan energinya telah terpenuhi. Istilah ”kualitas Telur” semula hanya diartikan untuk menilai gizinya, penilaian dari luar, dan sifat-sifat lain yang dapat menentukan bahwa telur ini lebih baik daripada yang lain. Akan tetapi kalau sifat-sifat dari telur itu dihubungkan dengan kualitas tinggi, maka ”kualitas telur” itu tidak dapat diberikan definisi dengan istilah yang mudah. Kisaran luas antara sifat fisik dan kimia telur menentukan kualitas telur secara keseluruhan (Wahyu, 2004). Faktor makanan hanya sedikit berperanan terhadap komposisi kuning telur. Umumnya defisiensi dari protein makanan cenderung menurunkan produksi telur, tetapi tidak kualitas kuning telur.
Kartadisastra (1994), menyatakan jumlah kebutuhan
10
ransum ternak harus disesuaikan dengan laju pertumbuhan dan perkembangan umur ternak itu sendiri. Tabel 3. Kebutuhan Ransum Itik Berdasarkan Umur per Ekor per Hari Umur (minggu) 1
Kebutuhan (gram) 8
Umur (minggu) 5
Kebutuhan (gram) 40
2
15
6
50
3
25
7
60
4
35
2.8. Penyakit pada Itik dan Pengendaliannya Pencegahan (pengendalian) penyakit adalah salah satu kewajiban yang takterhindarkan apabila usaha ternak itik diharapkan memberi keuntungan. Berbagai cara pengendalian dilakukan antara lain pemeliharaan kesehatan dan kebersihan lingkungan peternakan maupun vaksinasi terhadap penyakit tertentu yang sulit diobati. Penyakit itik pada dasarnya terbagi dua yaitu penyakit tidak menular dan penyakit tidak menular. Penyakit tidak menular disebabkan oleh buruknya tata laksana pemeliharaan, seperti keracunan, pemeliharaan kesehataan dan kebersihaan yang buruk, kekurangan vitamin dan mineral, dan lain sebagainya. Strees (Cekaman). Stress atau cekaman pada itik bisa disebabkan oleh berbagai faktor pengganggu yang secara langsung mempengaruhi fisiologi tubuh itik, misalnya; kebisingan, kurang kebebasan bermain dekat air, berpindah tempat, pertukaran pakan dan lain-lain. Obat untuk menanggulangi “stress” tidak ada. Yang dapat dilakukan peternak adalah menghindari segala gangguan yang mungkin menimbulkan “stress” dengan cara memelihara lingkungan dan menjaga kebersihan lingkungan peternakan. Kekurangan (defisiensi) Vitamin A. Makanan (pakan) yang tidak cukup mengandung vitamin A dapat menyebabkan kekurangan vitamin A pada itik dan akhirnya mengganggu pertumbuhan. Itik akan tampak selalu mengantuk, kondisi kaki lemah, mata tertimbun lendir warna putih dan mudah terkena infeksi. Pada anak itik umur sekitar 4 minggu yang kekurangan vitamin A terlihat selaput matanya menebal dan kering, air mata keluar berlebihan, bagian bawah mata tertimbun cairan lendir. Sedang pada itik dewasa, kekurangan vitamin A mengakibat-kan penurunan produksi telur, tubuh mengurus dan lemah. Jagung kuning merupakan sumber vitamin A yang
11
sangat diperlukan dalam
komposisi pakan itik. Penyakit kekurangan vitamin A
umumnya terjadi karena peternak mengganti jagung kuning dengan jagung putih yang miskin vitamin A. Brooder Pneumonia. Penyakit Brooder Pneumonia umumnya menyerang anak itik yang masih memiliki bulu-bulu halus. Penyakit ini disebabkan oleh karena kotak atau pelingkar triplek terlalu padat, lampu pemanas untuk induk buatan kurang panas sehingga
anak itik kedinginanan merasa pengap. Tanda-tanda anak itik terserang
penyakit ini adalah pembengkakan di kepala, pernafasan terlihat sulit dan mata selalu mengeluarkan air. Pencegahan terhdap penyakit ini pada anak itik dapat dilakukan dengan mengontrol kapasitas kotak atau pelingkar dan mengontrol panas induk buatan. Pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian satu sendok teh baking soda dalam satu quart (1,136 liter) air minum selama 12 jam untuk mengurangi penyebaran penyakit. Rickets Duck. Kekurangan vitamin D yang disertai kekurangan mineral Calsium dan Fosfor menimbulkan penyakit tulang yang menyebabkan kelumpuhan pada itik. Penyakit ini biasanya dinamakan “Rickets duck”. Itik yang terserang penyakit ini mengalami penyimpangan dan kelainan pada persendian kakinya. Pencegahan hanya bisa dengan memberikan pakan yang cukup mengundang minural Calsium, Fosfor dan vitamin D. Ke dalam ransum (pakan) itik harus ditambahkan 2 % tepung tulang dan itik harus mendapat sinar matahari langsung. Antibiotika Dermatitis. Penyakit ini terjadi pada itik karena penggunaan obatobatan yang mengandung antibiotika secara berlebihan. Akibatnya kulit itik menjadi kering, bulu rontok dan mudah patah, itik selalu gelisa karena gatal-gatal pada kulitnya. Pencegahaan terhadap penyakit ini adalah dengan menggunakan antibiotika seperlunya. Penghentian pemberian antibiotika serta pemberian “laxative” (obat pencahar) ringan seperti “molasses” dapat memulihkan kondisi ternak itik yang menderita dalam 4-6 hari. Mycosis. Penyakit “Mycosis” pada itik terjadi karena itik secara sengaja atau tak sengaja mengkonsumsi pakan yang sudah basi atau jamur yang tumbuh di lantai (litter) kandang itik. Itik yang keracunan jamur terlihat lesu, nafsu makan berkurang dan dalam beberapa hari berat badan merosot tajam. Bila tidak diketahui, itik akan mati dalam waktu seminggu. Pencegahaan hanya bisa dilakukan dengan pemeliharaan kesehatan dan kebersihan kandang yang baik. Lantai (litter) kandang secara berkala dijemur, diusahakan tidak lembab dan diberi kapur, terutama dimusim penghujan. Pengobatan
12
penyakit Mycosis karena jamur bisa dilakukan dengan memberi antibiotika yang dicampurkan kedalam air minum atau pakan itik. Botulism (Limberneck). Penyakit Botulism pada umumnya terjadi karena itik makan bangkai. Misalnya pemberian makanan daging bekicot yang sudah layu. Bangkai yang sudah berulat
mengandung kuman yang berbahaya yaitu “Clastrididium
Botulinium”. Kuman tersebut memproduksi racun. Tanda-tanda itik yang terserang penyakit ini adalah leher itik seperti tidak bertulang, tidak tegag atau lunglai setelah itik memakan bangkai 1-3 hari. Beberapa jam kemudian setelah leher lunglai mengakibatkan kematian. Pencegahan dilakukan dengan memelihara kesehatan lingkungan yang baik dan tidak memberi pakan yang sudah basi (bangkai). Bila masih mungkin ternak itik yang sakit dapat diberikan obat–obatan pencahar agar itik menceret dan kuman beserta racunnya dapat ikut keluar dari saluran pencernan. Pengobatan secara tradisional yang dapat membantu menyembuhkan yaitu dengan memberi: minyak kelapa satu sendok makan dan air minum yang bersih. Minyak kelapa yang menbuat itik haus dan ingin minum sebanyak–banyaknya. Jika itik banyak minum, racun dalam darah itik akan encer dan daya kerjanya berkurang, dengan demikian angka kematian akan menurun. Keracunan Garam. Penyakit keracunan garam umumnya terjadi bila air itik atau air kolam mengandung kadar garam yang tinggi, juga bila bahan baku pakan tertentu berkadar garam tinggi. Keracunan garam pada itik lebih sering terjdi di lokasi peternakan dekat pantai/tambak yang airnya tercemar garam. Ternak itik tidak begitu tahan terhadap garam yang berlebihan, konsentrasi 2% saja dalam ransum (pakan) atau 4.000 ppm dalam air minum dapat menimbulkan kematian. Penyakit menular pada itik merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri atau kuman yang bisa ditularkan melalui kontak langsung atau lewat udara. Fowl Cholera (kolera itik). Penyakit ini disebabkan oleh bakteri “Pasteurella Avicia”. Kandang yang basah serta lembab mempercepat penularan. Penyakit yang menyerang anak itik umur 4 minggu dapat menimbulkan kematian sampai 50%, sedang pada itik dewasa menimbulkan kematian kurang dari 50%. Gejala penyakit ini adalah: sesak nafas, pial bengkak, dan panas, jalan sempoyongan. Itik yang terserang penyakit kolera yang akut akan meratap dan mengeluarkan suara yang nyaring dan keluar dari kelompoknya. Keganasan penyakit ini dapat menyebabkan infeksi darah, dan itik akan
13
mati secara mendadak.
Pencegahan dapat dilakukan dengan vaksinasi Fowl Cholera.
Pengobatan bagi itik yang terserang pada tingkat awal dapat digunakan obat Choramphenicol, Tetracycline atau Preparat-preparat Sulfat. Fowl Pox (Cacar). Penyakit cacar ini menyerang itik semua umur yang disebabkan oleh virus. Tanda-tanda penyakit ini adalah dengan munculnya benjolanbenjolan pada bagian
badan itik yang tidak tertutup bulu sepertikaki dan kepala.
Penyakit cacar basah menyerang rongga mulut dalam bentuk “diptherie” dan kematian terjadi karena itik kesulitan makan dan minum. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara vaksinasi yang disuntukan dibalik sayap itik. Pengobatan cacar kering berupa benjolan-benjolan dapat dilakukan dengan jalan mengelupasi benjolan-benjolan itu sampai berdarah kemudian mengolesinya dengan yodium tingture (6-10 %). White Eye (Mata Memutih). Penyakit yang diduga disebabkan oleh virus ini menyerang itik segala umur dan yang paling peka adalah itik umur kurang dari 2 bulan. Biasanya itik yang kurang vitamin A mudah terserang penyakit ini. Kandang yang lembab dan lantai (litter) yang basah juga memudahkan itik terserang penyakit ini. Tanda-tanda anak itik yang terserang penyakit ini adalah: cairan putih bening keluar dari mata dan paruh, kotoran yang bening dalam beberapa jam berubah menjadi kekuning-kuningan, itik sulit bernafas, lemah dan akhirnya lumpuh.
Bila sampai
kejang-kejang, kematian tak bisa dihindari. Pencegahan dan pengobatan bisa dilakukan dengan antibiotika yang dicampur kedalam air minum atau pakan. Antibiotika yang sering
digunakan
adalah
Oxytetracycline
(terramycin)
atau
Chlortetracycline
(aureomycin) dengan dosis 10 gram per 100 kg pakan atau 10 gram dalam 40 gallon air minum akan membantu mengontrol penyakit White Eye. Coccidiosis. Coccdiosis adalah penyakit berak darah yang juga menyarang itik. Gejala itik yang diserang penyakit ini adalah kurang nafsu makan, berat badan menurun drastis dan akhirnya lumpuh. Penularan melalui kotoran itik yang membawa coccidia dan terjadi relatif cepat pada itik segala umur, tetapi yang banyak terserang adalah pada anak itik. Untuk pencegahan dan atau pengobatan penyakit C0ccidiosis dapat dipakai obat-obatan seperti: “furazolidone, nitrofurazone atau nicardbazin”. Obat-obatan tersebut dicampurkan kedalam pakan itik atau dilaturkan kedalam air minum. Untuk membantu kontrol penyakit Coccidiosis, berikan vitamin A dengan konsentrasi tinggi.
14
Coryza. Penyakit Coryza disebut juga penyakit pilek menular. Penyebabnya adalah semacam microorganisme. Penyakit ini biasanya terjadi pada awal pergantian musim. Penularannya sangat cepat, melalui kontak langsung antara itik yang sakit dengan itik yang sehat. Tanda-tanda itik yang terserang penyakit pilek menular ini adalah keluarnya kotoran cair kental dari mata. Jadi penyakit ini mirip dengan penyakit White Eye. Anak itik berumur 1 minggu sampai 2 bulan merupkan yang paling sering menderita. Akan tetapi itik dewasa pun dapat pula terserang wabah penyakit Coryza ini. Pengobatan yang paling efesien adalah dengan menyuntikan “Streptomycin Sulphat” secara individual dengan disis 0,4 gram rendah dengan patokan berat
badannya.
Penyuntikan dapat diulang sekali dalam sehari untuk selama beberapa hari, dengan dosis Streptomycin setengah dari dosis diatas. Salmonellosis. Penyakit Salmonellosis menyerang itik segala umur dan dapat menyebabkan angkan kematian sampai 50%. Penyebabnya adalah kuman “Salmonella Anatis”, melalui perantaraan lalat atau makanan atau minuman yang tercemar kuman tersebut. Tanda-tanda itik yang terserang penyakit ini adalah: keluarnya kotoran dari mata dan hidung dan menceret. Itik yang bisa sembuh sendiri cukup berbahaya cukup berbahaya sebagai sumber penyakit, maka sebaiknya disingkirkan saja. Pencegahan hanya bisa dilakukan dengan menjaga kesehatan dan
kebersihan. Secara berkala
dilakukan pembersihan kandang agar kandang bebas dari
kuman Salmonella.
Pengobatan dapat dilakukan dengan memberikan “Furazolidone”. Sinusitis. Penyakit Sinusitis menyerang itik dewasa sehingga menyebabkan kerugian yang tidak sedikit. Penyakit ini dikarenakan tata laksana pemeliharaan yang buruk, kekurangan mineral dalam pakannya dan tidak tersedianya kolam untuk bermain. Akibatnya itik menjadi renta mendapat infeksi sekunder.
Tanda-tanda itik yang
terserang penyakit ini adalah: terjadi pembengkakan sinus, dari lubang hidung keluar cairan jernih, sekresi mata menjadi berbuih, sinus yang membengkak menimbulkan benjolan di bawah dan di depan mata. laksana pemeliharaan yang
Pencegahan hanya bisa dilakukan dengan tata
baik. Pengobatan bagi itik yang sakit ada;lah disuntuk
dengan antibiotika (strepto-mycin) ke dalam sinus yang menderita. Dosis pada itik dewasa adalah sebanyak 0,5 gram streptomycin yang dilarutkan ke dalam 20 cc aquadest. Larutan ini disuntikan ke dalam sinus. Untuk pengobatan yang lebih muda,
15
dosisnya dikurangi. Pengobatan seperti ini dilakukan sekali dalam 48 jam sampai sembuh. Aflatoksikosis. Aflatoksikosis yang menyerang itik pada umumnya disebabkan oleh “Aflatoksin” yang dihasilkan oleh “Asperqillus Flavus”. Aflatoksin menyerang hati, sehingga itik yang terserang penyakit ini hatinya membesar. Tanda-tanda itik yang terserang penyakit ini adalah : kondisi sangat lemah, terjadi pendarahan di bawah kulit kaki dan jari, terhuyung-huyung, akhirnya mati dalam posisi terlentang. Anak itik lebih muda terserang penyakit ini dibanding itik dewasa. Pencegahan bisa dilakukan dengan pemeliharaan kebersihan lingkungan kandang, penaburan kapur di lantai kandang, pembersihan kandang agar bebas dari serangga. Pengobatan hanya bisa diusahakan dengan memberikan anti biotika yang dicampurkan dalam air minum atau pakannya.
16
III. TUJUAN DAN MANFAAT Tujuan dari kegiatan transfer ilmu dan teknologi berbasis (IbM) adalah: 1.
Mengetahui karakteristik peternak itik dan potensi pakan itik di di Desa Muara Jaya, Kecamatan Caringin, Bogor.
2.
Menformulasi pakan itik komplit untuk pemeliharaan secara intensif.
3.
Transfer teknologi tentang: penyusunan ransum itik, managemen pemeliharaan itik secara intensif
4.
Mengetahui tingkat kelayakan usahaternak itik secara intensif. Manfaat utama ditujukan bagi peternak yaitu:
1.
Peternak dapat menyusun ransum itik menggunakan bahan pakan yang ada di lokasi, dengan kualitas yang memenuhi persyaratan kebutuhan nutrisi itik dan dengan biaya yang minimum
2.
peternak mampu membuat recording performance usahanya yang meliputi performan reproduksi, performan produksi dan manajemen.
3.
Berdasarkan recording tersebut, peternak mampu menganalisis kelayakan usaha sebagai salah satu syarat untuk memperoleh pembiayaan usaha dari lembaga keuangan.
4.
Berdasarkan recording peternak mampu meningkatkan genetik populasi itiknya untuk meningkatkan produktivitas peternakannya, sehingga pendapatannya dapat meningkat.
17
IV. METODE PENELITIAN Metode pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat tentang Intensifikasi Usaha Peternakan Itik dalam rangka Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga Pinggir Kota adalah: 4.1. Desk Study dan Survey -
Desk study menelusuri dan mengevaluasi data sekunder dan studi yang terkait.
-
Melaksanakan survey data lapangan untuk memperoleh data kondisi sosial ekonomi peternak.
4.2. Formulasi dan Pembuatan Pakan Dalam kegiatan ini dikaji tentang kandungan nutrien bahan pakan potensial, formulasi dan pembuatan ransum itik, dan cara pembuatan pakan itik. 4.3. Pelatihan dan Pendampingan Peternak (Feeding Trial) Kegiatan yang dilakukan adalah pelatihan peternak yang meliputi: a. Manajemen pemeliharaan itik secara intensif yang meliputi feeding (pemberian pakan), breeding (seleksi induk yang baik) dan manajemen (perkandangan dan kesehatan ternak). b. Pengetahuan bahan baku pakan itik, baik pakan sumber protein maupun pakan sumber energi. c. Formulasi dan pembuatan pakan itik d. Recording usahaternak itik yang meliputi performan reproduksi (daya tetas, laying period, rasio jantan betina); performan produks (hen day, feed convertion ratio) dan performan managemen (mortalitas). e. Analisis kelayakan usaha ternak itik 4.4. Analisis Data Data primer dan sekunder yang diperoleh dianalisis untuk mengetahui tingkat keuntungan usaha ternak itik dan formulasi ransum yang bisa meminimumkan biaya.
18
a.
Analisis kelayakan Usaha Secara intensif Kriteria kelayakan yang digunakan yaitu : 1. Nilai Manfaat Sekarang ( Net Present Value/ NPV) n
NPV =
Bt – Ct
∑
(1 + i)t
t-1
Keterangan : NPV = Net Present Value sampai dengan tahun ke-t n
= Periode usaha ( tahun)
t
= Tahun
Bt
= Penerimaan pada tahun ke-t
Ct
= Biaya tahun ke-t
i
= Tingkat suku bunga/ tahun
Nilai NPV memiliki arti : NPV > 0
maka usaha peternakan itik Alabio layak untuk dilaksanakan/ menguntungkan.
NPV < 0
maka usaha peternakan itik tidak layak untuk dilaksanakan/ merugikan.
NPV = 0 maka usaha peternakan itik Alabio impas antara biaya dan manfaat. 2. Tingkat Pengembalian Internal ( Internal Rate of Return/ IRR) NPV
IRR = I1 + (I2 – I1) x NPV1 – NPV2
Keterangan IRR
= Internal Rate of Return
I1
= Suku bunga yang rendah
I2
= Suku bunga yang tinggi
NPV1 = Nilai NPV yang tinggi (positif) NPV2 = Nilai NPV yang rendah (negatif) 19
Nilai IRR memiliki arti : IRR > suku bunga yang berlaku, maka usaha peternakan itik Alabio layak dilaksanankan IRR < suku bunga yang berlaku, maka usaha peternakan itik Alabio tidak layak dilaksanakan IRR = suku bunga yang berlaku, maka usaha peternakan itik Alabio impas tidak untung atau rugi b.
Analisis program linier Ransum yang dibuat dibedakan untuk itik layer (petelur) dan ransum untuk pembesaran itik sari DOD (day old duck) sampai pulet (itik dara siap bertelur). Bahan yang digunakan sesuai dengan potensi pakan di lokasi.
Kendala
pembatasnya adalah kenutuhan energi, protein dan kalsium. Persamaan program linier yang digunakan adalah sebagai berikut Minimumkan
C = C1X1 + C2X2 + ..... + cn Xn
Kendala pembatas: E1X1 + E2X2 + ..............+ EnCn ≥ E P1X1 + P2X2 + ..............+ PnCn ≥ P K1X1 + K2X2 + ..............+ KnCn ≥ K Dimana C = biaya ransum yang akan diminimumkan (Rp) Ci = harga bahan baku pakan ke –i (Rp) Xi = jumlah bahan baku pakan ke –i yang digunakan Ei = kandungan energi bahan baku pakan ke –i (kkal) Pi = kandungan protein bahan baku pakan ke –i (%) Ki = kandungan kalsium bahan baku pakan ke –i (%) E = kandungan energi minimum dalam ransum (kkal) P = kandungan protein minimum dalam ransum (%) K = kandungan kalsium minimum dalam ransum (%)
20
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Peternak Itik dan Potensi Pakan Itik di Desa Muara Jaya, Kecamatan Caringin, Bogor Karakteristik anggota KT Setia Wargi dilihat berdasarkan umur, pendidikan formal dan lama beternak itik (pengalaman). Kisaran umur anggota KT Setia Wargi antara 17 sampai 47 tahun. Kisaran tersebut masih berada pada usia produktif. Sebagian besar anggota KT Setia Wargi berpendidikan SMP atau SMA dan pengalaman dalam beternak itik antara 5 sampai 20 tahun. Secara rinci karakteristik anggota KT Setia Wargi dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Karakteristik Peternak Itik Kelompok Tani Setia Wargi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nama Ade Sarifudin Sarja Agus Candra Damu Wahyu Nurdin Alam Saefudin Ade Hasanudin Endi Kusnadi Arifin Suhendar Empung Sumitra Encep Sudarcep Munijar Andi Gandi Deni Iskandar
Umur (tahun) 30 45 17 20 33 35 30 34 33 47 35 43 40 40 44
Pendidikan Formal SMA SD SMP SMP SMA SMP SMA SMP SMP SMA SMP SD SMA SMA SD
Lama Beternak (tahun) 10 15 2 10 5 5 5 5 10 15 15 20 5 10 20
Jumlah itik yang dipelihara oleh anggota KT Setia Wargi bervariasi. Sebagian besar memelihara berkisar antara 1 sampai 10 ekor (60 %). Luas kandang yang dimiliki peternak antara 10 sampai 20 m2. Pada Tabel 5 dapat dilihat persentase jumlah peternak berdasarkan jumlah itik yang dipelihara dan luas kandang yang dimilikinya.
21
Tabel 5. Jumlah Itik yang Dipelihara dan Luas Kandang Peternak No 1
Uraian Jumlah Itik (Ekor)
Jumlah Peternak (orang) 1-10 10-20 >20
9 5 1 15 2 10 3 15
Total 2 Luas Kandang (m2) 20 Total
Persentase (%) 60 33 7 100 13 67 20 100
Kegiatan ini dimaksudkan agar peternak dapat memelihara itik secara intensif. Karena sebagian besar peternak masih memelihara secara ekstensif. Para peternak masih mengangon itiknya ke sawah. Hal tersebut dapat menghabiskan waktu peternak selama 1 sampai 9 jam per hari untuk mengangon. Sistem pemeliharaan dan curahan waktu dalam usaha peternakan itik dapat dilihat pada Tabel 6 dan pada Tabel 7 dapat dilihat beberapa jenis pakan yang biasa digunakan oleh anggota KT Setia Wargi. Tabel 6. Sistem Pemeliharaan dan Curahan Waktu dalam Usaha Peternakan Itik No 1
Uraian Sistem Pemeliharaan
Total 2 Curahan Waktu (Diangon) Total
Ekstensif Semi Intensif Intensif 1-3 jam/hari 4-6 jam/hari 7-9 jam/hari
Jumlah Peternak (orang) 6 9 0 15 2 5 8 15
Persentase (%) 40 60 100 13 33 54 100
Tabel 7. Jenis Pakan Itik yang Biasa Digunakan oleh Peternak KT Setia Wargi No 1 2 3 4
Dedak Gabah Keong sawah Limbah rumah tangga
Jenis Pakan
22
5.2. Formulasi Pakan Itik Komplit untuk Pemeliharaan Secara Intensif Berbagai jenis bahan pakan bisa digunakan untuk membuat formula pakan ternak itik. Pengambilan keputusan bahan pakan mana yang akan digunakan untuk ternak itik yang kita pelihara tergantung kepada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan, diantaranya adalah ketersediaan bahan tersebut. Saat ini, bahan pakan yang digunakan untuk ternak itik di Indonesia sebagian besar diimpor dari luar negeri. Padahal di Indonesia yang sebagian besar penduduknya hidup dari pertanian dan perikanan, banyak bahan pakan yang dapat berasal dari kegiatan pertanian dan perikanan tersebut, contohnya dedak padi, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, tepung singkong, tepung daun singkong, tepung ikan, tepung cangkang udang, tepung kerang, tepung cangkang telur, dan masih banyak lagi. Kebutuhan zat makanan setiap jenis itik maupun setiap periode pemeliharaan sangat penting diketahui, karena sangat diperlukan dalam membuat formula pakan itik. Tanpa mengetahui kebutuhan zat makanan dari ternak itik yang mau kita buatkan formula pakannya, tidak mungkin suatu formula pakan akan tersusun. Kebutuhan zat makanan untuk itik periode bertelur disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Kebutuhan Zat Makanan Itik Periode Bertelur Zat makanan Energi (Kkal/kg) Protein (%) Kalsium (%) Fosfor (%) Metionin (%) Lisin (%)
Jumlah 2860,00 18,00 3,50 0,42 0,34 0,93
Sebelum menyusun ransum, selain kebutuhan zat makanan, yang penting diperhatikan adalah batas penggunaan bahan-bahan makanan di dalam pakan. Dari praktek sehari-hari dalam membuat formulasi pakan, perkiraan kasar jumlah bahan pakan yang biasa digunakan dapat dilihat pada Tabel 9. Maka diperoleh formulasi pakan itik komplit yang dapat dilihat pada Tabel 10.
23
Tabel 9. Perkiraan Kasar Jumlah Bahan Pakan dalam Pakan Itik Bahan pakan Jagung kuning Tepung gaplek Dedak halus Bungkil-bungkilan Tepung ikan Minyak Tepung daun Premiks
Jumlah dalam pakan (%) 50 – 60 30 20 – 30 15 – 30 5 – 15 s/d 7 3–5 0,5
Tabel 10. Formulasi Ransum Itik Periode Layer Bahan makanan Jagung kuning Dedak padi Meat Bone Meal (MBM) Bungkil kedelai Tepung ikan Minyak CaCO3 L-lysin Dl-methionin Premix Jumlah
Jumlah (%) 56,00 13,00 1,85 11,03 7,00 4,20 6,32 0,00 0,10 0,50 100,00
5.3. Transfer Teknologi Tentang: Penyusunan Ransum Itik, Manajemen Pemeliharaan Itik Secara Intensif Kegiatan edukasi dan pendampingan peternak yang dilakukan terdiri atas dua kegiatan, yaitu: 1. Pelatihan Recording, Kelayakan Usaha dan Penyusunan Ransum Komplit. 2. Pendampingan Introduksi
Peternak
Teknologi
Tepat
dalam Guna
Optimasi Pemberian Ransum Komplit. Dalam kegiatan pelatihan peternak, materi yang diberikan meliputi recording, analisis kelayakan usaha, penyediaan bahan baku ransum itik, pembuatan formulasi 24
ransum
itik,
pengenalan
teknologi
pengolahan ransum itik dan penerapan teknologi penyediaan ransum itik. Kegiatan pendampingan peternak merupakan uji coba lapang di tingkat peternak berupa materi yang telah diberikan pada saat pelatihan agar peternak dapat melihat dampak dari teknologi ransum dan manipulasi nutrisi yang telah disesuaikan dengan kondisi peternak. Kegiatan pelatihan dilakukan pada tanggal 13-17 Oktober 2010 di Kelompok Tani Setia Wargi (KT Setia Wargi), Desa Muara Jaya, Kecamatan caringin, Kabupaten Bogor. Peserta kegiatan berasal dari anggota KT Setia Wargi sebanyak 15 orang. Materi pelatihan meliputi : 1.
Penyusunan Recording
2.
Analisis Kelayakan Usaha
3.
Pembuatan Ransum Itik Komplit
Materi pelatihan secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 1. Kegiatan pendampingan peternak dilakukan dari bulan 18 Oktober sampai 18 November 2010. Peternak yang didampingi merupakan peternak yang mengikuti kegiatan pelatihan. Pendampingan peternak dilakukan dengan pembuatan demonstrasi penggunaan ransum (Feeding Trial) di peternakan yang dapat ditinjau dan diamati oleh peternak. Uji coba dilakukan pada tiga orang
anggota
kelompok
yaitu
Ade
Saefudin, Empung Sumitra, dan Wahyu Nurdin. Sebanyak 10 ekor betina dan satu ekor jantan pada masing-masing peternak.
25
Dari hasil uji coba lapang ini maka dapat disimpulkan bahwa pemberian ransum komplit dapat meningkatkan produksi telur sekitar 20 sampai 30 persen. 5.4. Tingkat Kelayakan Usahaternak Itik Secara Intensif Analisis keuntungan dilakukan dalam dua kategori, yaitu pemeliharaan mulai dari DOD (kategori I) dan pemeliharaan mulai dari itik dara (kategori II). Tabel 11. Asumsi dan Parameter Perhitungan Itik Petelur dari DOD (Kategori I) No Asumsi Nilai Satuan 1 Periode pemeliharaan DOD + Produksi 30 Bulan 2 Bangunan (kandang) 2.000.000 Rp/1000 ekor itik 3 Tenaga kerja 2 Orang 4 Tenaga Ahli 1 Orang 5 Harga jual 5.1. Telur per butir 1.000 5.2. Pupuk kandang (karung/100kg) 250.000 5.3. Itik tua per ekor 25.000 6 Pemeliharaan itik umur 1hari 1.000 DOD 7 Itik mulai bertelur 6 bulan - Itik 6-8 bulan 50% bertelur - Itik 8-24 bulan 75% bertelur - Itik 24-30 bulan 50% bertelur 8 Pakan Alternatif I (Konsentrat: Dedak = 1:4) 2.500 Rp/kg Alternatif II (Konsentrat: Dedak = 1:5) 2.300 Rp/kg Alternatif III (Keong: Dedak = 2:3) 2000 Rp/kg 9 Mortalitas 7% 10 Lama 1 bulan 30 hari
26
Tabel 12. Asumsi dan Parameter Perhitungan Itik Petelur dari Dara (Kategori II) No Asumsi Nilai Satuan 1 Periode Produksi 24 Bulan 2 Bangunan (kandang) 2.000.000 Rp/1000 ekor itik 3 Tenaga kerja 2 Orang 4 Tenaga Ahli 1 Orang 5 Harga jual 5.1. Telur per butir 1.000 Rupiah 5.2. Pupuk kandang (karung/100kg) 2.500 Rupiah 5.3. Itik tua per ekor 12.500 Rupiah 6 Pemeliharaan itik umur 5 bulan 3 1.000 Dara minggu 7 Itik mulai bertelur 6 bulan - Itik 6-8 bulan 50% bertelur - Itik 8-24 bulan 75% bertelur - Itik 24-30 bulan 50% bertelur 8 Pakan Alternatif I (Konsentrat: Dedak = 1:4) 2.500 Rp/kg Alternatif II (Konsentrat: Dedak = 1:5) 2.300 Rp/kg Alternatif III (Keong: Dedak = 2:3) 2.000 Rp/kg 9 Mortalitas 2% 10 Lama 1 bulan 30 hari 11 Itik Dara Betina (5 bulan 3 minggu) 40.000 Rp/ekor 5.4.1. Komponen dan Struktur Biaya Komponen biaya investasi usaha itik petelur terdiri dari sewa tanah, biaya pembuatan kandang, biaya infrastruktur air dan listrik, peralatan penunjang lainnya, pembelian bibit itik DOD (Day Old Duck), sekop, wadah pakan, dan tempat penampungan telur. Biaya operasi meliputi pembelian pakan dan obat-obatan. Porsi biaya terbesar usaha itik petelur adalah untuk pakan.
27
Tabel 13. Rincian Biaya Investasi (Kategori I) No 1 2 3 4 5
Spesifikasi Teknis
No Uraian 1 Sewa Tanah Kandang Sumber air dan listrik Peralatan penunjang lainnya
2 Paket Utk sejumlah ekor
DOD
100 % betina umur 1 hari
Sekop Wadah pakan Tempat penampungan telur Jumlah
Jumlah Harga Satuan persatuan Fisik Fisik (Rp 3 4 1.000
5 1.000.000 2.000.000
Umur Nilai Ekonomis Penyusutan (th) (Rp) 6 7 5
400.000
2.500.000
15
166.667
1.000.000
15
66.667
1.000
4.500
4.500.000
2,50
1.800.000
5 10
20.000 21.000
100.000 210.000
5,00 5,00
20.000 42.000
240.000
5,00
48.000
6 7 8
Ekor
2000
Jumlah Nilai (Rp)
1.000
11.550.000
2.543.334
Tabel 14. Biaya Operasi Per Periode (Kategori I) No.
Uraian
1
Pakan 0-1 minggu 1 minggu -1 bln 1-6 bulan 6-30 bulan Obat dan vaksin Tenaga kerja Tenaga Ahli (Koordinator) Keranjang telur dan transport Air dan Listrik
2 3 4 5 6 7 8
Penunjang Produksi Pemeliharaan dan perbaikan Jumlah
Spesifikasi Teknis
Jumlah satuan
Harga per satuan
Jumlah Nilai (Rp)
gr/ekor/hr gr/ekor/hr gr/ekor/hr gr/ekor/hr Ekor Orang Orang
20 40 120 160 1.000 2 1
2.500 2.300 2.300 2.300 1.500 900.000 1.500.000
350.000 1.932.000 41.400.000 264.960.000 1.500.000 54.000.000 45.000.000
Ekor
1.000
4.500
4.500.000
Bulan
30
90.000
2.700.000
Ekor
1.000
900
900.000
Ekor
1.000
1.000
1.000.000
Ekor
418.242.000
Asumsi : 1. Penjualan tiap hari tetapi pendapatan di peroleh tiap 10 hari sekali 2. Modal Kerja = biaya operasi per 10 hari (= total biaya/360 x 10 )
28
Tabel 15. Rincian Biaya Investasi (Kategori II) No
Uraian
1
Sewa rumah/Tanah Kandang Sumber air dan listrik
2 3 4 5
6 7 8
Spesifikasi Teknis
Harga Jumlah persatuan Satuan Fisik Fisik (Rp)
Umur Ekonomis (th)
Nilai Penyusutan (Rp)
2.000.000
5
400.000
2.500.000
15
166.667
1.000.000
15
66.667
40.000 40.000.000
2
20.000.000
20.000 21.000
100.000 210.000
5 5
20.000 42.000
240.000
5
48.000
Jumlah Nilai (Rp) 1.000.000
Paket Utk sejumlah ekor
Peralatan penunjang lainnya Itik dara
Sekop Wadah pakan Tempat penampungan telur JUMLAH
100 % betina umur 5 bulan
Ekor
1.000
1.000 5 10
2.000
1.000
Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer (2001)
47.050.000
20.343.734.
Tabel 16. Biaya Operasi Per Periode (Kategori II) No 1 2 3 4 5 6 7 8
Uraian Pakan 6-30 bulan Obat dan vaksin Tenaga kerja Tenaga Ahli (Koordinator) Keranjang telur dan transport Air dan Listrik Penunjang Produksi Pemeliharaan dan perbaikan JUMLAH
Harga per satuan
Jumlah Nilai (Rp)
160 1.000 2
2.300 1.500 900.000
364.960 1.500.000 43.200.000
Orang
1
500.000
36.000.000
Ekor
1.000
4.500
4.500.000
Bulan Ekor
24 1.000
90.000 900
2.160.000 900.000
Ekor
1.000
1.000
1.000.000
Ekor
2.000
Spesifikasi Teknis gr/ekor/hr Ekor Orang
Jumlah satuan
Asumsi: 1. Penjualan tiap hari tetapi pendapatan di peroleh tiap 10 hari sekali 2. Modal Kerja = biaya operasi per 10 hari (= total biaya/360 x 10 )
354.220.000
29
5.4.2. Pendapatan Pendapatan bersih yang dihasilkan dari usaha itik petelur dari tahun pertama hingga berakhirnya masa proyek rinciannya dapat dilihat dalam Tabel 17. Pendapatan bersih khusus pada tahun ke empat pada kategori I pendapatan bersih bernilai negative karena adanya pembelian baru DOD. Tabel 17. Pendapatan Bersih Usaha Ternak Itik Petelur Tahun
Kategori I (DOD)
Kategori II (Itik Dara)
Tahun Ke 1
-593.859.105
945.390.000
Tahun Ke 2
504.055.455
982.342.200
Tahun Ke 3
606.076.320
1.076.385.150
Tahun Ke 4
-291.458.505
1.002.765.000
Tahun Ke 5
460.180.455
606.802.200
Tahun Ke 6
600.451.320
951.190.350
Rata-rata per tahun
214.240.980
927.479.145
5.4.3. Aliran Laba-Rugi dan Arus Kas Arus Kas dan Evaluasi Profitabilitas Rencana Investasi 1.
Arus Kas Arus kas untuk usaha itik petelur kategori I dan kategori II secara terperinci dapat dilihat dalam lampiran.
2.
Net B/C, IRR, NPV, dan Pay Back Periode. Perhitungan net B/C, IRR dan NPV dan Pay Back Period untuk usaha itik petelur kategori I dan kategori II menggunakan rumus dan cara perhitungan seperti yang diuraikan pada lampiran
3.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa usaha ternak itik petelur pada kategori II lebih menguntungkan dibandingkan dengan pengusahaan itik petelur pada kategori I. Nilai IRR untuk Kategori I sebesar 35% berarti usaha itu masih layak secara finansial untuk terus diusahakan sampai tingkat suku bunga yang berlaku masih dibawah 35%. Demikian juga untuk Kategori II, usaha tersebut masih layak untuk diusahakan secara finansial sampai tingkat suku bunga yang berlaku masih dibawah 159%. Hasil perhitungan lengkap dapat dilihat pada Tabel 18.
30
Tabel 18. Evaluasi Profibilitas Rencana Investasi Usaha Ternak Itik Petelur Kriteria
Kategori I
Kategori II
NPV
Rp. 19.695.093
Rp. 179.405.378
Net B/C
1,42
5,94
IRR
34,76%
159%
PBP 2 tahun 7 bulan Sumber: Hasil pengolahan data primer (2001)
8 bulan
5.4.4. Analisis Break Even Point Analisis titik pulang pokok/impas atau Break Even Point dari usaha itik petelur dengan mempertimbangkan besarnya biaya tetap, biaya variabel dan tingkat harga jual, selama umur proyek didapatkan nilai rata-rata untuk skala usaha kategori I sebesar Rp 31.003.288, atau sebesar 49.502 kg telur itik, sedangkan untuk skala usaha kategori II sebesar Rp 45.022.355 atau sebesar 73.411 kg telur itik.
31
VI. KESIMPULAN Karakteristik anggota KT Setia Wargi dilihat berdasarkan umur, pendidikan formal dan lama beternak itik (pengalaman). Kisaran umur anggota KT Setia Wargi antara 17 sampai 47 tahun. Kisaran tersebut masih berada pada usia produktif. Sebagian besar anggota KT Setia Wargi berpendidikan SMP atau SMA dan pengalaman dalam beternak itik antara 5 sampai 20 tahun. Jumlah itik yang dipelihara oleh anggota KT Setia Wargi bervariasi. Sebagian
besar memelihara berkisar antara 1 sampai 10 ekor (60 %). Kegiatan edukasi dan pendampingan peternak yang dilakukan terdiri atas dua kegiatan. Kegiatan pelatihan dilakukan pada tanggal 13-17 Oktober 2010 di Kelompok Tani Setia Wargi (KT Setia Wargi), Desa Muara Jaya, Kecamatan caringin, Kabupaten Bogor. Peserta kegiatan berasal dari anggota KT Setia Wargi sebanyak 15 orang. Kegiatan pendampingan peternak dilakukan dari bulan 18 Oktober sampai 18 November 2010. Peternak yang didampingi merupakan peternak yang mengikuti kegiatan pelatihan. Pendampingan peternak dilakukan dengan pembuatan demonstrasi penggunaan ransum (Feeding Trial) di peternakan yang dapat ditinjau dan diamati oleh peternak. Uji coba dilakukan pada tiga orang anggota kelompok yaitu Ade Saefudin, Empung Sumitra, dan Wahyu Nurdin. Sebanyak 10 ekor betina dan satu ekor jantan pada masing-masing peternak. Dari hasil uji coba lapang ini maka dapat disimpulkan bahwa pemberian ransum komplit dapat meningkatkan produksi telur sekitar 20 sampai 30 persen.
Analisis keuntungan dilakukan dalam dua kategori, yaitu pemeliharaan mulai dari DOD (kategori I) dan pemeliharaan mulai dari itik dara (kategori II). Selama periode usaha 10 tahun dan dengan biaya investasi sebesar Rp. 11.550.000 (kategori I), Rp. 47.050.000 (kategori II), Net Present Value yang diperoleh sebesar Rp. 19.695.093 (kategori I), dan Rp. 179.405.378 (kategori II), dengan Net B/C, kategori I, 1,42, dan kategori II, 5,94 .
Nilai Internal Rate of Return pada periode usaha yang sama
(kategori I) adalah 34,76%, dan pada kategori II, sebesar 159%. Sedangkan PBP, pada kategori I, 2 tahun 7 bulan, dan pada kategori II, 8 bulan. Secara umum usaha peternakan itik Alabio “Bina Karya Ternak” layak untuk dilaksanakan karena nilai Net Present Value positif dan nilai Internal Rate of Return lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku.
32
DAFTAR PUSTAKA Amarullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunung Budi. Bogor. Biro Pusat Statistik. 2001. Sensus Pertanian 2001. BPS. Jakarta. Cyrilla, L. dan A. Ismail. 1988. Usaha Peternakan. Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gretinger, J.P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek – Proyek Pertanian. UI-Press. Jakarta. Kadariah, Karlina, L., dan Gray, C. 1999. Pengantar Evaluasi proyek. FE-UI. Jakarta. Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Murtidjo, Bambang Agus. 1992. Mengelola Itik. Penerbit Kanisius, Jakarta. Samosir, D. J. 1983. Ilmu Ternak Itik. Penerbit P.T. Gramedia, Jakarta. Saragih, B. 2000. Agribisnis Berbasis Peternakan: Kumpulan Pemikiran. USESE Foundation dan Pusat Studi Pembangunan IPB. Bogor. Shane S. M. 1998. Buku Pedoman Penyakit Unggas. American Soybean Association. Singapore. Soehadji. 1995. Membangun Peternakan Tangguh. Orasi Ilmiah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Universitas Padjadjaran, Bandung. Soekartawi, A. Sohardjo, John L.D., J.B. Hardake. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. UI Press. Jakarta.
33
LAMPIRAN
34
Lampiran 1. Materi Pelatihan “Analisis Kelayakan Finansial”
BAHAN PELATIHAN ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PADA USAHA ITIK PETELUR DI KELOMPOK TANI TERPADU SETIA WARGI DESA MUARA JAYA KECAMATAN CARINGIN BOGOR
Oktober 2010
Oleh: Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc
PUSAT STUDI HEWAN TROPIKA (CENTRAS) LEMBAGA PENELITIAN & PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
35
Pengertian Analisis Finansial Analisis finansial merupakan suatu analisis yang membandingkan antara biaya dengan penerimaan
yang
menguntungkan.
diperoleh,
untuk
menentukan
apakah
suatu
usaha
akan
Analisis kelayakan finansial menggunakan arus kas (cashflow)
selama umur investasi (kandang, alat, itik produktif). Penilaian kelayakan ada 2 cara, yaitu: 1.
menggunakan discounted criteria (kriteria diskonto): NPV (net present value) dan IRR (internal rate of return)
2.
undiscounted criteria (kriteria non-diskonto), tidak memasukkan time value of money (nilai waktu terhadap uang): R/C (revenue cost rasio), dan IFC (income over feed cost)
I.
Net Present Value (NPV)
NPV merupakan selisih antara present value dari pada benefit dan present value dari biaya. Suatu usaha dinyatakan menguntungkan jika NPV nilainya lebih besar dari nol. Nilai NPV sama dengan nol, berarti usaha tidak untung atau rugi. Jika NPV lebih kecil dari nol, usaha rugi. Rumus menghitung NPV adalah sebagai berikut: n
NPV = ∑ t-1
Bt – Ct (1 + i)t
Keterangan : NPV
= Net Present Value sampai dengan tahun ke-t
n
= Periode usaha (tahun)
t
= Tahun
Bt
= Penerimaan pada tahun ke-t
Ct
= Biaya tahun ke-t
i
= Tingkat suku bunga/ tahun
36
II.
Internal Rate of Return (IRR)
IRR atau tingkat pengembalian internal, adalah tingkat diskonto pada saat NPV sama dengan nol. Ni1ai IRR menunjukkan tingkat keuntungan dari suatu usaha tiap tahunnya dan menunjukkan kemampuan usaha tersebut mengembalikan bunga pinjaman. Jika IRR suatu usaha lebih besar atau sama besar dengan tingkat diskonto, maka usaha tersebut dapat dikatakan layak. Jika IRR lebih kecil dari tingkat diskonto yang berlaku, maka usaha tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Rumus mencari IRR adalah sebagai berikut: NPV IRR = I1 + (I2 – I1) x
NPV1 – NPV2
Keterangan IRR
= Internal Rate of Return
I1
= Suku bunga yang rendah
I2
= Suku bunga yang tinggi
NPV1 = Nilai NPV yang tinggi (positif) NPV2 = Nilai NPV yang rendah (negatif) III.
R/C (revenue cost rasio)
Revenue-cost ratio atau perbandingan penerimaan dan biaya suatu usaha menunjukkan kemampuan modal yang ditanam untuk menghasilkan penerimaan. Apabila nilai R/C lebih besar dari satu, menunjukkan bahwa usaha tersebut menguntungkan. Apabila nilai R/C sama dengan 1, maka usaha tidak untung dan tidak rugi, dan bilai nilai R/Ckurang dari 1, menunjukkan bahwa usaha rugi. Rumus mencari R/C adalah sebagai berikut:
R/C
penerimaan Biaya
37
IV.
PBP (Pay Back Period)
PBP adalah menghitung seberapa cepat waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan investasi dan modal kerja yang ditanam dalam suatu usaha. Usaha dikatakan layak apabila nilai PBP lebih pendek dari waktu yang disyaratkan. Sedangkan kalau PBP lebih lama dari yang disyaratkan kegiatan tidak layak. V.
Cara Menghitung Kelayakan Finansial.
Perhitungan kelayakan finansial dilakukan secara manual atau dengan bantuan komputer yaitu menggunakan program Excel Window. Asumsi teknis diperlukan untuk menghitung kelayakan finansial, seperti contoh pada Tabel 1. Tabel 1. Contoh Asumsi dan Parameter Perhitungan usaha Itik dari DOD No 1
Asumsi
1 Periode Produksi 2 Bangunan (kandang)
Nilai
Satuan
30 2.000.000
Bulan Rp/1000 ekor itik
3 Tenaga kerja
4
Orang
4 Tenaga Ahli
1
Orang
5 Harga jual 5.1. Telur per butir 5.2. Pupuk kandang (karung/100kg) 5.3. Itik tua per ekor 6 Pemeliharaan itik umur 1hari 7 Itik mulai bertelur
600 180000 12500 1000
DOD
6
bulan
- Itik 6-8 bulan
50%
bertelur
- Itik 8-24 bulan
75%
bertelur
- Itik 24-30 bulan
50%
bertelur
Alternatif I (Konsentrat: Dedak = 1:4)
1.150
Rp/kg
Alternatif II (Konsentrat: Dedak = 1:5)
1.040
Rp/kg
715
Rp/kg
8 Pakan
Alternatif III (Keong: Dedak = 2:3) 9 Mortalitas 10 Lama 1 bulan
7% 30
hari
38
Komponen biaya investasi usaha itik petelur terdiri dari sewa tanah, biaya pembuatan kandang, biaya pembelian air dan listrik, peralatan penunjang lainnya, pembelian bibit itik DOD (Day Old Duck), sekop, wadah pakan, dan tempat penampungan telur. Biaya operasi adalah untuk pembelian pakan dan obat-obatan. Porsi biaya terbesar usaha itik petelur adalah untuk pakan (Contoh Tabel 2). Pendapatan bersih dari usaha itik petelur dari tahun pertama hingga berakhirnya masa usaha seperti pada contoh Tabel 4. Tabel 2. Rincian Biaya Investasi
No
Uraian 1
1
Satuan 2
Jumlah Harga Satuan (Rp/sat) 3
4
Sewa rumah/Tanah
2 Kandang 3
Sumber air dan listrik
4
Peralatan lainnya
5 DOD
5
Umur Penyusutan (th) (Rp) 6
7
375.000 Paket
1.000
250
Paket
100% betina
6 Sekop 7 Wadah pakan
1.000
Ekor
2.000.000
5
400.000
250.000
15
16.667
250.000
15
16.667
4.500
4.500.000
5 20.000
100.000
5,00
20.000
10 21.000
210.000
5,00
42.000
240.000
5,00
48.000
8 Penampung telur
Jumlah
Nilai (Rp)
2.000
7.925.000
2,50 1.800.000
2.343.334
39
Tabel 3. Biaya Operasi Per Periode No. 1
Uraian
Satuan
Jumlah satuan
Harga
Nilai (Rp)
Rp/sat
Pakan 0-1 minggu
gr/ekor/hr
20
1.040
145.600
1 minggu -1 bln
gr/ekor/hr
40
1.040
873.600
1-6 bulan
gr/ekor/hr
120
1.040
18.720.000
6-30 bulan
gr/ekor/hr
160
1.040
119.808.000
1.000
1.500
1.500.000
2
Obat dan vaksin
Ekor
3
Tenaga kerja
Orang
4
300.000
36.000.000
4
Tenaga Ahli
Orang
1
500.000
15.000.000
5
Keranjang telur dan transport
Ekor
1.000
4.500
4.500.000
6
Air dan Listrik
Bulan
30
30.000
900.000
7
Penunjang Produksi
Ekor
1.000
300
300.000
8
Pemeliharaan dan perbaikan
Ekor
1.000
1.000
1.000.000
JUMLAH
Ekor
2.000
198.747.200
Tabel 4. Pendapatan Bersih Usaha Ternak Itik Petelur Tahun
Kategori I (DOD)
Tahun Ke 1
- 39.590.607
Tahun Ke 2
33.603.697
Tahun Ke 3
40.405.088
Tahun Ke 4
- 19.430.567
Tahun Ke 5
30.678.697
Tahun Ke 6
40.030.088
Rata-rata per tahun
14.282.732
40
Lampiran 2. Materi Pelatihan “Penyusunan Ransum Itik Komplit”
BAHAN PELATIHAN PEMBUATAN RANSUM ITIK PETELUR DI KELOMPOK TANI TERPADU SETIA WARGI DESA MUARA JAYA KECAMATAN CARINGIN BOGOR
Oktober 2010
Oleh: Dr. Ir. Sumiati, M.Sc
PUSAT STUDI HEWAN TROPIKA (CENTRAS) LEMBAGA PENELITIAN & PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 41
I.
PENDAHULUAN
Saat ini peternakan itik mulai diminati oleh banyak peternak, bukan hanya sebagai usaha sampingan, bahkan sudah banyak peternak menjadikan peternakan itik ini menjadi suatu usaha yang utama.
Perkembangan yang baik tersebut dipicu oleh
tingginya permintaan produk ternak itik, baik telur maupun daging, karena mulai banyak konsumen yang menyukai produk tersebut. Masalah utama yang dihadapi oleh peternak itik adalah harga ransum yang tinggi, terutama jika peternak sangat tergantung pada ransum yang sudah jadi dari pabrik. Disamping itu, ketidak tahuan peternak mengenai pembuatan ransum yang baik turut menyumbang masalah yang dihadapi para peternak. Sebagian besar peternak itik di Indonesia masih memelihara itiknya dalam skala kecil, sehingga usahanya tidak efisien. Untuk mengatasi masalah tersebut, peternak itik perlu membentuk kelompok supaya masalah-masalah yang ada bisa dihadapi bersama. Sebagai contoh dalam pembuatan ransum, akan lebih efisien jika pembuatannya secara berkelompok, sehingga harga ransum bisa ditekan sedemikian rupa, dibandingkan jika membuat masing-masing dengan jumlah kecil. Dalam membuat ransum itik ada beberapa syarat wajib yang harus dipenuhi, yaitu: (1) Pengetahuan mengenai bahan-bahan pakan yang bisa digunakan untuk menyusun ransum itik; (2) Pengetahuan kebutuhan zat makanan untuk itik;
(3)
Ketersediaan bahan pakan; (4) Mengetahui harga bahan pakan; (5) Mengetahui pembatasan jumlah bahan pakan yang digunakan untuk membuat ransum; (6) menguasai cara pembuatan ransum itik. Dengan demikian, dalam makalah pelatihan ini akan dipaparkan syarat-syarat yang harus dikuasai atau diketahui tersebut.
42
II.
BAHAN PAKAN UNTUK MEMBUAT RANSUM ITIK
Berbagai jenis bahan pakan bisa digunakan untuk membuat formula pakan ternak itik. Pengambilan keputusan bahan pakan mana yang akan digunakan untuk ternak itik yang kita pelihara tergantung kepada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan, diantaranya adalah ketersediaan bahan tersebut (apakah selalu tersedia di sekitar peternak?, atau apakah mudah untuk memperoleh bahan pakan tersebut?). Disamping itu peternak harus mengetahui kandungan zat nutrisi serta harga dari bahan pakan tersebut. Menurut sumbernya, bahan pakan untuk itik terdiri dari bahan pakan asal hewan (disebut bahan pakan hewani) dan bahan pakan asal tanaman (disebut bahan pakan nabati). Menurut kandungan nutrisinya, bahan pakan dapat digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu: bahan pakan sumber energi, bahan pakan sumber protein, bahan pakan sumber mineral dan bahan pakan sumber vitamin. Selain bahan pakan alami, sering juga ditambahkan tambahan pakan (feed additive) ke dalam formula pakan ternak itik. Saat ini, bahan pakan yang digunakan untuk ternak itik di Indonesia sebagian besar diimpor dari luar negeri, misalnya jagung kuning, tepung ikan, bungkil kedelai, tepung daging dan tulang (meat bone meal atau disingkat MBM) dan tepung gluten jagung (corn gluten meal atau disingkat CGM). Padahal di Indonesia yang sebagian besar penduduknya hidup dari pertanian dan perikanan, banyak bahan pakan yang dapat berasal dari kegiatan pertanian dan perikanan tersebut, contohnya dedak padi, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, tepung singkong, tepung daun singkong, tepung ikan, tepung cangkang udang, tepung kerang, tepung cangkang telur, dan masih banyak lagi.
43
III.
KEBUTUHAN ZAT MAKANAN DALAM PAKAN ITIK
Kebutuhan zat makanan setiap jenis itik maupun setiap periode pemeliharaan sangat penting diketahui, karena sangat diperlukan dalam membuat formula pakan itik. Tanpa mengetahui kebutuhan zat makanan dari ternak itik yang mau kita buatkan formula pakannya, tidak mungkin suatu formula pakan akan tersusun. Kebutuhan zat makanan untuk itik periode bertelur disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kebutuhan Zat Makanan Itik Periode Bertelur Zat makanan
Jumlah
Energi (Kkal/kg)
2860
Protein (%)
18
Kalsium (%)
3,5
Fosfor (%)
0,42
Metionin (%)
0,34
Lisin (%)
0,93
44
IV.
PEMBATASAN PENGGUNAAN BAHAN PAKAN DALAM RANSUM
Sebelum menyusun ransum, selain hal tersebut di atas yang penting diperhatikan adalah batas penggunaan bahan-bahan makanan di dalam pakan. Dari praktek seharihari dalam membuat formulasi pakan, perkiraan kasar jumlah bahan pakan yang biasa digunakan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perkiraan Kasar Jumlah Bahan Pakan dalam Pakan Itik Bahan pakan
Jumlah dalam pakan (%)
Jagung kuning
50 – 60
Tepung gaplek
30
Dedak halus
20 – 30
Bungkil-bungkilan
15 – 30
Tepung ikan
5 – 15
Minyak
s/d 7
Tepung daun
3–5
Premiks
0,5
45
V.
METODE PEMBUATAN RANSUM
Untuk memenuhi berbagai macam zat makanan , pakan ternak harus dibuat dari campuran berbagai bahan pakan, karena tidak ada satupun bahan pakan yang sempurna yang bisa memasok semua kabutuhan ternak. Banyak sekali bahan pakan yang bisa digunakan sebagai penyusun pakan (seperti yang sudah dipaparkan pada bab Bahan Pakan Untuk Ternak Itik). Kandungan zat-zat makanan dari bahan-bahan pakan tersebut beragam. Keragaman tersebut harus kita padukan sedemikian rupa, sehingga pakan yang kita buat akan memenuhi syarat kebutuhan terhadap zat-zat makanan. Memadukan bahan pakan yang sangat beragam itu ternyata sulit bila dilakukan hanya berdasarkan perasaan saja. Oleh karena itu dibutuhkan suatu cara atau metode tertentu. Dalam makalah ini hanya akan dipaparkan satu metode saja yang mudah-mudahan dapat dipahami dan diikuti oleh para peternak. 1.
Metode Segi Empat (Square Methode) dari Pearson
Metode ini digunakan untuk menyususn sebuah ransum yang terdiri dari 2 bahan makanan atau lebih untuk mendapatkan persentase zat makanan tertentu. Metode ini praktis hanya untuk menentukan satu zat makanan dalam ransum tersebut. Dibandingkan dengan metode lain, metode ini paling mudah dalam perhitungannya. Cara ini mudah dilakukan, karena sekarang pabrik-pabrik makanan ternak membuat konsentrat untuk ransum ayam. Konsentrat ini mengandung protein yang relatif tinggi (lebih kurang 36 %) dan bermutu baik serta mengandung mineral Ca dan P yang cukup tinggi. Keuntungan pemakaian konsentrat ini adalah dapat menolong harga ransum yang relatif menjadi murah untuk daerah yang berlebihan salah satu dari bahan-bahan makanan, misalnya jagung kuning atau dedak padi. Contoh Pembuatan Ransum Menggunakan 2 macam bahan makanan Suatu contoh kita akan mencampurkan konsentrat yang mengandung protein 36 % dengan jagung kuning yang telah digiling dan mengandung protein 9 %, untuk menjadi pakan itik dengan protein 16 %. Dari hasil perhitungan kita harus mengetahui berapa bagian konsentrat dan berapa bagian jagung yang harus kita campurkan. Pertama kita cantumkan nama konsentrat dan angka kandungan proteinnya (36), terus di bawahnya 46
kita cantumkan nama jagung dan angka kandungan proteinnya (9%). Angka yang di tengah adalah kandungan protein pakan itik yang akan kita buat (16). Setelah itu, kurangkan angka protein konsentrat dengan angka protein pakan ayam kampung, yaitu 36-16= 20, kita simpan angka tersebut di sebelah kanan bawah (lurus dengan nama jagung). Kemudian, kurangkan angka kebutuhan protein dengan angka protein jagung, yaitu 16-9= 7, kita simpan angka tersebut di kanan atas (lurus dengan nama konsentrat). Angka 7 berarti besaran konsentrat dan angka 20 berarti bagian jagung. Untuk mengetahui berapa persentase konsentrat dan jagung harus kita campur, maka angka bagian konsentrat (7) dan bagian jagung (20) harus kita jumlahkan, yaitu 7+20= 27 (jumlah ke bawah). Dengan demikian bagian konsentrat adalah 6 dibagi 27 dan bagian jagung adalah 21 dibagi 27. Untuk lebih jelasnya perhatikan skema di bawah ini: Konsentrat 36
7 (15 – 9 = 7 bagian konsentrat) 16
Jagung
9
20 (36 – 15 = 20 bagian jagung) Jumlah=
27
Persentase jagung dalam ransum = 20/27 x 100 % = 74 % Persentase konsentrat dalam ransum = 7/27 x 100 % = 26 % Jika kita ingin membuat pakan sebanyak 50 kg, maka pakan tersebut akan terdiri atas: jagung Konsentrat
= 74/100 x 50 kg = 37 kg = 26/100 x 50kg = 13 kg _________ Jumlah pakan 50 kg
47
VI. CONTOH-CONTOH FORMULA PAKAN ITIK Tabel 3. Susunan Ransum Itik Periode Layer (contoh 1) Bahan makanan
Jumlah (%)
Jagung kuning
56,00
Dedak padi
13,00
Meat Bone Meal (MBM) Bungkil kedelai
1,85 11,03
Tepung ikan
7,00
Minyak
4,20
CaCO3
6,32
L-lysin
0,00
Dl-methionin
0,10
Premix
0,50
Jumlah
100,00 Tabel 4. Susunan Ransum Itik Periode Layer (contoh 2)
Bahan makanan
Jumlah (%)
Jagung kuning
42,10
Dedak padi
22,00
Bungkil kedelai
15,50
Tepung ikan
5,00
Minyak
7,00
CaCO3
8,00
Dl-methionin
0,20
Jumlah
100,00
48
Lampiran 3. Pelatihan Recording
RECORDING USAHA PETERNAKAN ITIK
PUSAT STUDI HEWAN TROPIKA (CENTRAS) LEMBAGA PENELITIAN & PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
49
No
Tanggal
Jumlah Itik
Pembelian Pakan (kg) Gabah
Dedak
Pakan Pabrik
Pemberian Limbah Dapur
Produksi Telur Pecah
Utuh
Itik Mati (ekor)
Itik Dipotong (ekor) Dara
Afkir
Itik Jual (ekor) Dara
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Rata-rata
50
Afkir