interaksi sosial pada anak periode late childhood yang bekerja

70 downloads 1791 Views 860KB Size Report
untuk bekerja, dan mengetahui proses terbentuknya interaksi sosial yang ... Bentuk-bentuk Interaksi Sosial .... karena dengan menggunakan jenis wawancara.
INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK PERIODE LATE CHILDHOOD YANG BEKERJA

Muhammad Ibnu Pradana, S.Psi Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma

Late childhood yang bekerja adalah anak yang berumur antara 6 – 13 tahun yang melakukan suatu aktifitas kerja untuk memenuhi kebutuhan pada subjek terutama pemenuhan finansial. Jika anak yang normal pada umumnya mengisi keseharian dengan belajar dan bermain, late childhood yang bekerja justru harus membagi waktunya untuk bekerja. Dalam hal ini tentu banyak aspek-aspek psikologi yang terkait dalam perkembangan anak, khususnya interaksi sosial dalam kehidupannya. Interaksi sosial pada anak akan terbentuk sesuai dengan kehidupan yang mereka jalani sehari-harinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab anak pada periode latechildhood untuk bekerja, dan mengetahui proses terbentuknya interaksi sosial yang terjadi pada anak periode late childhood yang bekerja. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dimana pendekatan ini digunakan agar diperoleh hasil yang dapat mewakili secara utuh fenomena yang telah diteliti. Dalam penelitian ditentukan karakteristik subjek penelitian, yaitu anak pada periode late childhood yang berusia 6-13 tahun yang bekerja dan bersekolah. Adapun subjek penelitian berjumlah 2 orang dengan masing-masing significant othernya. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan observasi. Untuk membantu proses pengumpulan data digunakan pedoman wawancara dan alat perekam audio sebagai alat bantu peneliti. Setelah dilakukan penelitian diperoleh bahwa penyebab late childhood bekerja adalah permintaan dari orangtuanya untuk membantu mencari biaya yang akan digunakan sebagai kebutuhan hidup. Adapun bentuk-bentuk interaksi yang dilakukan yaitu kerjasama, akomodasi, persaingan, kontravensi, dan pertentangan Kerjasama adalah bentuk interaksi yang banyak dilakukan, terpengaruh dari dampak bekerja yang dilakukan oleh individu late childhood yang bekerja.

Kata Kunci : Interaksi Sosial, late childhood,bekerja

teman-teman yang ada di kelompoknya.

PENDAHULUAN Periode

kanak-kanak

akhir

atau

late

childhood umumnya diambil patokan 6-13 tahun untuk wanita dan 6 – 15 tahun untuk laki-laki atau sampai organ-organ seksualnya matang (Riyanti dkk., 1996). Perkembangan sosial pada periode late

childhood

lingkungan

ditandai

sosial

dengan

meluasnya

anak.

Anak-anak

pada

melepaskan diri dari keluarga, anak makin mendekatkan diri pada orang-orang lain di samping anggota keluarga sehingga menyebabkan anak terpengaruh oleh lingkungan khususnya lingkungan sekolah dan kelompok bermain di luar pengawasan orang tua. Ketika anak berkelompok bersama temannya maka terjadilah suatu interaksi sosial. Interaksi sosial menurut Soekanto (2005) adalah hubungan–hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang–orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara perorangan dengan kelompok manusia. Pada saat bermain anak mempunyai kesempatan untuk menguji kemampuan dirinya berhadapan

dengan

teman

sebayanya

dan

mengembangkan perasaan realistis akan dirinya. Seperti teori yang dikembangkan oleh Erikson tentang perkembangan psikososial (dalam Riyanti dkk., 1996), pada tahap industry vs inferiority dimana anak sudah mulai mampu melakukan pemikiran logis dan menghadapi konflik-konflik dimana jika dirinya gagal akan timbul perasaan rendah diri dan tidak produktif dibandingkan

Namun pada saat ini banyak anak-anak kehilangan

masa-masa

bermain

dan

berkemlompok yang seharusnya didapat oleh anak seumuran mereka, karena dipaksa bekerja oleh orangtuanya. Pekerjaan yang mereka lakukan

bermacam-macam

mulai

dari

pemulung, buruh pasar, pedagang kaki lima, dan membantu orangtuanya bertani. Penyebab anak bekerja menurut Mulandar antara lain tekanan ekonomi keluarga, dipaksa orang tua, diculik dan terpaksa bekerja oleh orang yang lebih dewasa, asumsi bahwa dengan bekerja bisa digunakan sebagai sarana bermain, dan pembenaran dari budaya bahwa sejak kecil anak harus bekerja (http://digilib.itb.ac.id). arsono mengatakan, bekerja di usia dini dapat merusak pertumbuhan fisik dan mental karena mengalami

siksaan,

dikucilkan

atau

diperlakukan buruk serta tidak ada waktu atau terlalu lelah untuk belajar dan sekolah. Sementara

bagi

perekonomian

negara,

kehadiran pekerja anak dapat mengakibatkan kemiskinan, tenaga kerja tidak terampil dan berpendidikan

rendah.

Anak-anak

akan

tumbuh menjadi seorang dewasa yang kurang sehat, kurang dapat bersosialisasi dan secara emosional terganggu. Semua kebutuhan akan bermain terpenuhi

dan

berkelompok

mereka

sehingga

mempengaruhi

perkembangan sosialnya.

tidak

akomodasi, dan asimilasi. Yang kedua yaitu

TINJAUAN PUSTAKA

proses disosiatif yang terdiri dari persaingan, INTERAKSI SOSIAL

kontravensi, dan pertentangan atau konflik.

Interaksi sosial menurut Mar’at (dalam Riyanti

a. Proses-proses yang asosiatif

dan Prabowo, 1998) yaitu suatu proses dimana

1. Kerjasama menurut Sarwono (2005)

individu memperhatikan dan merespon individu

dimaksudkan

lainnya, sehingga mendapat balasan suatu tingkah

bersama antara orang perorangan atau

laku tertentu. Reaksi yang terjadi ini berarti bahwa

kelompok manusia untuk mencapai

individu memperhatikan orang yang memberi

satu atau berapa tujuan bersama.

stimulus, sehingga dengan adanya perhatian terhadap

stimulus

tersebut

terjadilah

suatu

2. Akomodasi

suatu

sebenarnya

usaha

merupakan

cara

untuk

menyelesaikan

hubungan. Menurut Kelly (dalam Riyanti dan

pertentangan

tanpa

menghancurkan

Prabowo,

hubungan

pihak lawan, sehingga lawan tidak

interaksi sosial terjadi apabila dua orang saling

kehilangan kepribadiannya. (Soekanto,

mempengaruhi satu sama lain. Menurut Soekanto

2005)

(2005) interaksi sosial merupakan hubungan-

3. Asimilasi

1998)

mendefinisikan

suatu

sebagai

menurut

Ningrat

(1965)

hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut

merupakan proses sosial dalam tahap

hubungan antara orang-orang perorangan, antara

lanjutan, yang ditandai dengan adanya

kelompok manusia, maupun orang perorangan

usaha-usaha mengurangi perbedaan-

dengan kelompok manusia. Dari sinilah dapat

perbedaan

ditarik suatu pengertian bahwa interaksi sosial

individu atau kelompok dan juga

adalah suatu proses hubungan yang terjadi antara

meliputi

dua orang atau lebih yang saling mempengaruhi

menpertinggi kesatuan tindak, sikap

antara individu dengan individu, individu dengan

dan

kelompok, serta kelompok dengan kelompok

memperhatikan kepentingan dan tujuan

lainnya.

bersama.

yang

terdapat

usaha-usaha

proses

antara

untuk

mental

dengan

b. Proses-proses yang disosiatif Bentuk-bentuk Interaksi Sosial

1. Persaingan menurut Gillin dan Gillin

Gillin dan Gillin (dalam Soekanto, 2005) Bentuk-

(dalam

bentuk interaksi sosial terbagi menjadi proses

diartikan sebagai suatu proses sosial,

yang asosiatif

dimana

yang terdiri dari kerja sama,

Seoekanto,

individu

2005)

atau

dapat

kelompok

manusia bersaing, mencari keuntungan

yang terjalin diantaranya. Kontak sosial

melalui bidang-bidang kehidupan yang

tahap pertama dari terjadinya hubungan,

pada suatu masa tertentu menjadi pusat

seperti

perhatian umum dengan cara menarik

Sedangkan

perhatian

publik

atau

mempertajam

memberikan tafsiran pada perilaku orang

prasangka

yang

telah

ada,

lain (pembicaraan, gerak-gerak badannya

tanpa

mempergunakan ancaman atau kekerasan. 2. Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada

sentuhan

dan

kontak

mata.

komunikasi

adalah

proses

atau sikap) yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. b. Menurut Shannon dan Weaver (dalam

antara persaingan dan pertentangan atau

Wiryanto,

pertikaian. Kontravensi ditandai dengan

bentuk interaksi manusia yang saling

adanya

diri

pengaruh mempengaruhi satu sama lain,

seseorang atau suatu rencana dan perasaan

sengaja atau tidak sengaja dan tidak

tidak

disembunyikan,

terbatas pada bentuk komunikasi verbal,

kebencian, atau keragu-raguan terhadap

tetapi juga dalam hal ekspresi muka,

kepribadian seseorang. (Soekanto, 2005)

lukisan, seni dan teknologi.

ketidakpastian

suka

3. Pertentangan

yang

adalah

mengenai

sarana

2004)

komunikasi

adalah

untuk

mencapai keseimbangan antara kekuatan-

Faktor-faktor Interaksi Sosial

kekuatan

Karena

Soekanto (2005) menyatakan faktor-faktor

merupakan

yang mempengaruhi interaksi sosial adaah

timbulnya pertanda

dalam

masyarakat.

pertentangan bahwa

akomodasi

yang

imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati.

sebelumnya tercapai, tidak dihiraukan

Faktor-faktor tersebut dapat bergerak sendiri-

lagi.(Soekanto,2005)

sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan tergabung. Faktor interaksi sosial adalah.

Syarat-syarat Interaksi Sosial

a. Faktor imitasi mempunyai peranan yang

Menurut Mar’at (dalam Riyanti dan Prabowo,

sangat penting dalam proses interaksi sosial.

1998) interaksi sosial dapat terjadi apabila

Salah satu segi positifnya adalah bahwa

memenuhi dua aspek yaitu adanya kontak

imitasi dapat mendorong seseorang untuk

sosial dan komunikasi.

mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai

a. Kontak sosial menurut Soekanto (2005)

yang berlaku. Sedangkan negatifnya adalah

adalah adanya kontak sosial dan komunikasi

tindakan yang ditiru adalah tindakan-

tindakan

yang

menyimpang.

(http://faroji83.wordpress.com). b. Menurut

Soekanto

(2005)

perkembangan yang mempunyai perasaan, pikiran, kehendak sendiri, yang kesemuannya

faktor

sugesti

itu merupakan totalitas psikis dan sifat-sifat

berlangsung apabila seseorang memberi suatu

serta struktur yang berlainan pada tiap-tiap fase

pandangan atau sesuatu sikap yang berasal dari

perkembangannya.

dirinya yang kemudian diterima oleh pihak

mengatakan bahwa seorang individu masuk ke

lain.

dalam periode anak jika sudah berusia 2 tahun.

Riyanti

dkk

(1996)

c. Gerungan (2004) identifikasi dilakukan orang

Orang tua sering memandang periode ini

kepada orang lain yang diangapnya ideal dalam

sebagai masa-masa yang sulit, anak menjadi

suatu segi untuk memperoleh sistem norma,

luar biasa nakalnya, suka membantah orangtua

sikap, dan nilai yang dianggap ideal, untuk

dan banyak bertanya. Hurlock (1996) juga

menutupi kekurangan dalam dirinya.

mengatakan bahwa masa kanak-kanak dimulai

d. Gerungan (2004) menjelaskan bahwa simpati

setelah melewati masa bayi yang penuh

adalah perasaan tertariknya terhadap orang lain

ketergantungan yakni kira-kira usia 2 tahun

secara sadar bukan karena salah satu ciri

sampai dengan matang secara seksual.

tertentu melainkan karena keseluruhan cara bertingkah laku orang tersebut.

Tahapan-tahapan Anak Riyanti (1996) pada buku psikologi umum I,

ANAK

mengatakan periode anak terbagi menjadi 2

Menurut John Locke (dalam Gunarsa, 1986) anak

tahapan, tahapan kanak-kanak awal (Early

adalah pribadi yang masih bersih dan peka

Childhood) dan kanak-kanak Akhir (Late

terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari

Childhood).

lingkungan. Sedangkan Sobur (1988) mengartikan

a. Periode

Early childhood dihitung sejak

anak sebagai orang yang mempunyai pikiran,

anak berusia 2 tahun sampai berusia 6

perasaan, sikap dan minat berbeda dengan orang

tahun. Dia mulai sadar bahwa sampai tahap

dewasa dengan segala keterbatasan. Haditono

tertentu dia dapat mengatasi lingkungannya

(dalam Damayanti, 1992), berpendapat bahwa

tanpa bantuan dari oranglain. Ia juga

anak merupakan mahluk yang membutuhkan

semakin tahu bahwa ia tidak harus selalu

pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi

tunduk pada lingkungan, entah itu suatu

perkembangannya. Kasiram (1994), mengatakan

situasi, benda, atau orangtuanya sendiri.

anak adalah makhluk yang sedang dalam taraf

(Riyanti dkk,1996)

b. Late childhood masuk ke dalam fase anak sekolah (usia sekolah dasar) dimana anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual,

perkembangan pesat pada aspek motorik dan kognitif. b. Perkembangan intelektual

atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang

Menurut Yusuf (2001) pada periode late

menuntut

childhood anak sudah dapat bereaksi

kemampuan

intelektual

atau

kemampuan kognitif seperti membaca, menulis

terhadap

dan

melaksanakan tugas-tugas belajar yang

menghitung.

(Yusuf,

2001)

Dari

rangsangan

intelektual,

atau

penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa

menuntut

kemampuan

yang disebut anak adalah individu antara umur

membaca,

menulis,

2 – 15 tahun yang terbagi menjadi 2 tahapan.

Sedangkan Hurlock (1996) mengatakan

Tahapan pertama yang disebut early childhood

pada

(gang-age) yaitu antara umur 2 – 6 tahun dan

keterampilan yang mulai terasah, antara

yang kedua yaitu tahapan late childhood (usia

lain keterampilan menolong diri, menolong

sekolah dasar) dimana anak berumur 6 – 15

orang lain, keterampilan bersekolah, dan

tahun.

keterampilan bermain.

masa

ini

kognitif dan

banyak

seperti

menghitung.

keterampilan-

c. Perkembangan bahasa LATE CHILDHOOD YANG BEKERJA

Menurut

Yusuf

Menurut Santrock (2002) masa late childhood

childhood merupakan masa berkembang

merupakan masa tenang sebelum pertumbuhan

dengan pesatnya kemampuan mengenal

yang cepat menjelang masa remaja.

dan

menguasai

(2001)

periode

perbendaharaan

late

kata.

Banyaknya kosakata yang dipelajari dan Ciri-ciri Late Childhood

dimiliki

menjadi

salah

satu

ciri

a. Perkembangan fisik

perkembangan bahasa pada masa ini antara

Menurut Santrock (2002) masa akhir anak-

lain kosakata etiket, warna, bilangan, uang,

anak meliputi pertumbuhan yang lambat dan

waktu, kata populer dan makian serta

konsisten.

teori

kosakata simbol atau rahasia. (Hurlock,

yang

1996)

Sedangkan

perkembangan

menurut

psikoseksual

dikembangkan oleh Freud (dalam Riyanti dkk,

d. Perkembangan sosial

1996), periode late childhood termasuk ke

Perkembangan sosial pada late childhood

dalam fase periode laten dimana ini adalah

menurut Monks dkk (2002) ditandai oleh

masa

meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak

tenang,

walau

anak

mengalami

melepaskan diri dari keluarga, ia makin

sudah dapat mengasosiasikan setiap bentuk

mendekatkan diri pada orang lain disamping

perilaku dengan konsep benar-salah atau

anggota keluarga, terutama teman sebayanya

baik-buruk. (Yusuf, 2001)

baik di lingkungan sekolah atau lingkungan bermain. Menurut Yusuf (2001) pada usia ini

Late Childhood yang Bekerja

anak

Menurut Anoraga (1992) bekerja merupakan

mulai

memiliki

kesanggupan

menyesuaikan diri sendiri kepada sikap yang

sesuatu

kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris

Kebutuhannya

(memperhatikan kepentingan orang lain). Anak

berkembang, dan berubah bahkan seringkali

dapat berminat terhadap kegiatan-kegiatan

tidak dapat di sadari oleh pelakunya. Seseorang

teman

kuat

bekerja karena ada sesuatu yang hendak dicapai

keinginannya untuk diterima menjadi anggota

dan orang berharap bahwa aktifitas kerja yang

kelompok bermain, dia tidak merasa senang

dilakukan akan membawanya kepada suatu

jika tidak diterima dalam kelompoknya.

keadaan yang lebih memuaskan daripada

sebayanya,

dan

bertambah

e. Perkembangan emosi

yang

dibutuhkan dapat

manusia.

bermacam-macam,

sebelumnya. Bekerja menurut Magnis (dalam

Menurut Yusuf (2001) perkembangan emosi

Anoraga,

pada anak periode late childhood menginjak

direncanakan. Berarti tidak semua aktifitas

pada proses kemampuan mengontrol ekspresi

dikatakan

emosinya. Kemampuan mengontrol emosinya

terdapat kebutuhan sehingga terbentuk suatu

diperoleh

latihan.

tujuan yang hendak dicapai. Berdasarkan

Sedangkan menurut Hurlock (dalam Riyanti

pengertian diatas late childhood yang bekerja

dkk,

adalah suatu aktifitas yang dilakukan anak usia

melalui

1996)

peniruan

perkembangan

dan

emosi

anak

1992)

kerja

adalah

kegiatan

meskipun

pada

sangatlah dipengaruhi oleh faktor kemasakan

antara

6-13

tahun

untuk

dan belajar.

kebutuhannya.

Untuk

itu

f. Perkembangan moral

yang

manusia

memenuhi anak

dapat

menyatakan diri secara objektif dunia sehingga

Anak mulai mengenal konsep moral pertama

dapat ia dan orang lain dapat memandang dan

kali dari lingkungan keluarga. Namun pada

memahami

periode late childhood karena bersamaan

Mulandar, penyebab dari fenomena anak

dengan masa sekolah, maka anak sudah dapat

bekerja

mengikuti pertautan antara tuntutan dari orang

tekanan ekonomi keluarga, dipaksa orang tua,

tua atau lingkungan sosialnya. Selain itu anak

diculik dan terpaksa bekerja oleh orang yang

keberadaan

antara

dirinya.

Menurut

lain:(http://digilib.itb.ac.id)

lebih dewasa, asumsi bahwa dengan bekerja bisa

sifatnya deskriptif seperti transkip wawancara,

digunakan sebagai sarana bermain, pembenaran

catatan lapangan, gambar foto, rekaman video,

dari budaya bahwa sejak kecil anak harus bekerja.

dan

Dampak dari anak pada masa late childhood yang

kompleksitas, memahami kedalaman makna,

bekerja menurut Usman dan Nachrowi (2004)

dan

sangat beragam, dimulai dari aspek fisik, kognitif,

fenomena. Heru Basuki (2006) mengatakan

emosional serta sosialnya.

bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian

a. Fisik, bekerja dapat mengganggu kesehatan,

yang bertujuan untuk mendapat pemahaman

koordinasi,

kekuatan

penglihatan

dan

yang

lainnya

serta

interpretasi

mendalam

mengungkapkan

terhadap

tentang

keuntungan

masalah-masalah

pendengaran. Menurut hasil observasi dan

manusia dan sosial, bukan mendeskripsikan

penelitian oleh yayasan Kusuma Buana di

bagian

Bantar Gebang pemulung 8 – 13 tahun hampir

sebagaimana dilakukan penelitian kuantitatif

semuanya menderita cacingan sehingga mereka

dengan

kekurangan gizi.

menginterpretasikan

b. kognitif, tidak bisa membaca, kesulitan dalam berhitung, memperoleh pengetahuan. c. Emosional,

hilangnya

harga

diri,

permukaan

dari

suatu

positivismenya.

realitas

Peneliti

bagaimana

subjek

memperoleh makna dari lingkungan sekeliling, dan bagaimana makna tersebut mempengaruhi

ikatan

tingkah laku mereka. Penelitian dilakukan

keluarga, perasaan dicintai, dan diterima secara

dalam

memadai.

(naturalistic)

d. Sosial, rasa identitas kelompok yang hilang, berkurangnya kemauan untuk bekerja sama

latar

(setting) bukan

yang

alamiah

hasil

perlakuan

(treatment) atau manipulasi variabel yang dilibatkan.

dengan orang lain, tidak mampu membedakan baik dan buruk.

Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini peneliti menggunakan

METODE PENELITIAN

pendekatan

Peneliti ini akan menggunakan metode kualitatif

wawancara dan observasi. Dalam penelitian ini

karena dengan menggunakan metode kualitatif

peneliti

peneliti akan mendapatkan data yang lebih

menggunakan petunjuk umum wawancara

mendalam tentang topik yang akan diteliti.

karena dengan menggunakan jenis wawancara

Menurut

pendekatan

ini peneliti dapat menentukan alur wawancara

kualitatif menghasilkan dan mengelola data yang

agar tidak keluar dari topik yang diteliti dan

Poerwandari

(2001),

kualitatif

menggunakan

dengan

jenis

teknik

wawancara

menggunakan pengamatan tanpa berperan serta

Tahap kedua adalah melakukan analisis

(nonpartisipan), dimana peneliti langsung hanya

antar

mengamati dan mendata secara langsung tentang

mengungkapkan perbedaan dan persamaan

subjek dalam obeservasinya.

antar subjek serta menyimpulkan.

subjek

yang

bertujuan

untuk

d. Menguji Asumsi Teknik Analisis Data

Setelah kategori dan pola data tergambar

Data yang dipeloreh akan dianalisa dengan

dengan jelas, pada tahap ini kategori yang

menggunakan

teknik

Poerwandari

(1998),

analisa

data

kualitatif.

telah didapat melalui analisis ditinjau

memberikan

beberapa

kembali berdasarkan landasan teori yang

tahapan yang diperlukan dalam menganalisa data

dijabarkan pada bab sebelumnya, sehingga

kualitatif, tahapan tersebut adalah :

data yang diperoleh dapat dicocokkan

a. Mengorganisasikan Data

apakah ada kesamaan antara landasan teori

Setelah peneliti mendapatkan data dari subjek

dengan data yang didapat.

melalui wawancara dengan alat perekam,

Teknik analisis data yang digunakan peneliti

kemudian

transikp

setelah mendapatkan hasil wawancara dari

(verbatim) dalam bentuk tulisan. Karena

kedua subjek yaitu, dengan merubah hasil

datanya beragam dan banyak data harus

wawancara kedalam verbatim yang kemudian

diorganisasikan dengan rapi, sistematis dan

di kelompokkan menggunakan koding respon

lengkap

sebelum masuk ke dalam tahap analisis kasus

merubahnya

dengan

b. Mengelompokkan Data

yang terdiri dari analisis intra kasus dan antar

Langkah pertama sebelum analisis adalah

kasus. Kemudian hasil analisis antar kasus

membubuhkan kode-kode pada data yang

ditinjau kembali ke dalam pembahasan antara

doperoleh

hasil penelitian dengan landasan teori.

dimaksudkan

untuk

dapat

mengorganisasikan dan mensistematiskan data secara lengkap dan mendetail sehingga data

HASIL DAN PEMBAHASAN

dapat memunculakan gambaran tentang topik

Faktor

c. Analisis Kasus

Penyebab

Anak

pada

Periode

Latechildhood yang Bekerja

Analisis kasus yang pertama dilakukan adalah

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa

melakukan analisis terhadap masing-masing

mengenai penyebab kedua subjek bekerja

kasus.

adalah faktor kemiskinan dan permintaan dari

Analisis

wawancara

yang

dilakukan

melalui

diungkapkan

hasil

responden.

orangtua.

Orangtua

dari

kedua

subjek

mempunyai penghasilan yang kurang mencukupi

ayahnya

untuk biaya hidup keluarganya, sehingga kedua

bersama ibunya untuk menjaga warung

subjek

dan adiknya.

dipaksa

bekerja

untuk

membantu

meringankan beban kedua orangtuanya. Hal

ini

sejalan

dengan

membersihkan

becak

dan

Subjek pertama melakukan kerjasama Mulandar

dengan

teman

bekerjanya

ketika

(http://digilib.itb.ac.id) faktor yang menyebabkan

membagi wilayah memulung dan ketika

anak bekerja diantaranya kemisikinan dan dipaksa

membantu

bekerja oleh orangtuanya. Sedangkan Berdasarkan

beruntung untuk mendapatka sampah.

berbagai penelitian yang dilakukan Pusat Kajian

Sedangkan subjek kedua melakukan

dan

kerjasama dengan temannya ketika

Perlindungan

Anak

temannya

yang

kurang

(www.sulaimanzuhdimanik.blogspot.com)

melakukan

ditemukan banyak faktor yang menyebabkan anak

berjualan di pasar. Kedua subjek sama-

terpaksa bekerja. Kemiskinan ditemukan sebagai

sama melakukan kerjasama di sekolah

salah satu penyebab utama (prime suspect).

ketika

Terdapat kesamaan antara subjek pertama kedua

dalam

hal

bekerjasama. Kedua subjek sama-sama kerjasama

baik

dengan

keluarga, teman sekolah, teman bekerja, maupun teman bermainnya. Pada subjek pertama melakukan kerjasama dengan keluarga bersama ibunya untuk memulung bersama dan mensortir sampah, sedangkan bersama kakaknya bekerjasama ketika mencari kayu untuk memasak. Subjek bersama

kedua

melakukan

keluarga

dan

subjek melakukan kerjasama ketika

1. Kerja sama

melakukan

kelas

berada pada lingkungan bermain, kedua

a. Proses-proses yang asosiatif

subjek

membesihkan

wilayah

mengerjakan tugas kelompok. Ketika

Bentuk-bentuk Interaksi Sosial

dengan

pembagian

dengan

kerjasama membantu

melakukan

permainan

secara

berkelompok atau tim. Kerjasama menurut Sarwono (2005) dimaksudkan

sebagai

suatu

usaha

bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau berapa tujuan bersama. 2. Akomodasi Kedua subjek dalam penelitian ini sama-sama akomodasi

melakukan yang

akomodasi,

dilakukan

subjek

pertama dengan cara meninggalkan pihak lawan sehingga tidak terjadi perkelahian

dan

terhindar

dari

intimidasi fisik. Sedangkan subjek kedua

intimidasi verbal yang ditujukan kepada

melakukan

dirinya secara diam-diam sehingga

menuruti

akomodasi perintah

dari

dengan

cara

pihak

lawan

pihak

lawan

tidak

mengetahuinya.

sehingga subjek terhindar dari intimidasi

Kontravensi yang dilakukan oleh subjek

fisik

kedua adalah dengan memendam rasa

dan

lawannya

mendapatkan

keinginannya. Menurut

kesal

Soekanto

(2005)

dan

marahnya,

lalu

akomodasi

menceritakannya kepada orang yang

sebenarnya merupakan suatu cara untuk

dekat dengan subjek. Kedua subjek

menyelesaikan

melakukan kontravensi karena tidak

pertentangan

tanpa

menghancurkan pihak lawan, sehingga

mempunyai

lawan tidak kehilangan kepribadiannya.

menghadapi pihak lawan dan tidak

kekuatan

untuk

ingin diintimidasi secara fisik. b. Proses-proses yang disosiatif

Menurut Soekanto (2005) kontravensi

1. Persaingan

pada

hakikatnya

merupakan

suatu

Kedua subjek melakukan persaingan pada

bentuk proses sosial yang berada antara

saat

persaingan

bermain

untuk

mendapatkan

dan

pertentangan

atau

kemenangan sehingga meraih kebanggaan

pertikaian. Kontravensi ditandai dengan

tersendiri

adanya ketidakpastian mengenai diri

bagi

subjek

dan

teman

bermainnya. Menurut

seseorang atau suatu rencana dan

Gillin

Seoekanto,

2005)

dan

Gillin

(dalam

persaingan

dapat

diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana individu atau kelompok manusia bersaing,

mencari

keuntungan

perasaan

tidak

suka

yang

disembunyikan, kebencian, atau keraguraguan terhadap kepribadian seseorang. 3. Pertentangan

melalui

Kedua subjek melakukan pertentangan,

bidang-bidang kehidupan yang pada suatu

subjek pertama melakukan pertentangan

masa tertentu menjadi pusat perhatian

kepada orangtuanya karena dipaksa

umum dengan cara menarik perhatian

bekerja. Subjek tidak ingin bekerja

publik atau mempertajam prasangka yang

karena malu dengan teman-temannya.

2. Kontravensi

Sedangkan subjek kedua melakukan

Subjek pertama melakukan kontravensi

pertentangan

dengan

perkelahian. Subjek berkelahi karena

cara

membalas

cacian

atau

dengan

melakukan

ingin meolong temannya yang mendapat

subjek melakukan imitasi ketika memasak

hinaan dari orang lain.

dan mensortir sampah bersama. Ibu subjek

Pertentangan adalah sarana untuk mencapai

juga mengajarkan subjek untuk saling

keseimbangan antara kekuatan-kekuatan

membantu sesama teman pada saat bekerja.

dalam

timbulnya

Pada saat melakukan akomodasi subjek di

pertentangan merupakan pertanda bahwa

ajarkan ibunya untuk tidak berkelahi,

akomodasi yang sebelumnya tercapai, tidak

sehingga ketika memiliki masalah dengan

dihiraukan lagi.(Soekanto,2005)

orang lain subjek meninggalkan pihak

masyarakat.

Karena

lawan agar tidak terjadi perkelahian. Berdasarkan hasil penelitian dari kedua subjek,

Imitasi yang dilakukan subjek kedua pada

dapat diketahui bahwa kedua subjek melakukan

saat

interaksi yang mengarah pada proses –proses

membersihkan kelas dan mengerjakan tugas

asosiatif yaitu kerjasama dan akomodasi. Selain itu

kelompok, subjek diajarkan untuk saling

kedua subjek juga melakukan interaksi sosial yang

membantu

mengarah pada proses-proses yang disosiatif

gurunya. Faktor imitasi yang dilakukan

seperti persaingan, kontravensi, dan pertentangan.

subjek pada saat berakomodasi ketika

Tetapi

orangtua subjek mengajarkannya untuk

bentuk-bentuk

interaksi

yang

sering

bekerjasama

dan

ketika

subjek

bergotongroyong

oleh

dilakukan kedua subjek adalah kerjasama, karena

patuh dan taat kepada kedua orangtuanya.

kedua subjek selalu melakukannya setiap hari

Faroji

dengan pihak manapun.

mengatakan

Menurut Yusuf (2001) pada masa late childhood,

mempunyai peranan yang sangat penting

anak sudah mulai memiliki kesanggupan untuk

dalam proses interaksi sosial. Salah satu

menyesuaikan diri sendiri untuk bekerjasama atau

segi positifnya adalah bahwa imitasi dapat

memperhatikan kepentingan oranglain.

mendorong

(http://faroji83.wordpress.com) bahwa

seseorang

Faktor

untuk

imitasi

mematuhi

kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Faktor-faktor

Yang

Menyebabkan

Subjek

Sedangkan negatifnya adalah tindakan yang

Menggunakan Bentuk-bentuk Interaksi Sosial

ditiru

a. Faktor Imitasi

menyimpang

Kedua subjek melakukan faktor imitasi pada

adalah

tindakan-tindakan

yang

b. Faktor Identifikasi

saat bekerjasama dan berakomodasi. Pada saat

Kedua subjek sama-sama melakukan faktor

subjek pertama bekerjasama dengan ibunya,

identifikasi, terutama mereka beridentifikasi

terhadap teman-temannya dikarenakan masa

memperoleh sistem norma, sikap, dan nilai

anak-anak adalah masa dimana mereka saling

yang dianggap ideal, untuk menutupi

berkelompok.

kekurangan dalam dirinya

Subjek pertama melakukan identifikasi pada saat

bekerjasama

ketika

Faktor simpati hanya dilakukan oleh subjek

melakukan sebuah permainan berkelompok,

kedua. Faktor simpati yang dilakukan

subjek

dengan

subjek ketika bekerjasama dengan ibunya.

akan

berhasil

Subjek membantu ibunya karena subjek

tersebut.

Ketika

tidak ingin melihat ibunya sakit-sakitan

sadar

temannya

dan

jika

maka

memenangkan

bersaing

c. Faktor Simpati

bekerjasama subjek

permainan

subjek mempunyai masalah dengan temannya,

karena bekerja.

subjek melakukan akomodasi yaitu dengan cara

Menurut

meninggalkan temannya. Hal ini dilakukan agar

merupakan suatu proses dimana seseorang

terhindar dari perkelahian yang mengakibatkan

merasa tertarik pada pihak lain. Di dalam

renggangnya

proses ini perasaan memegang peranan

rasa

persahabatan

diantara

Soekanto

(2005)

faktor

ini

mereka.

yang sangat penting, walaupun dorongan

Subjek kedua melakukan identifikasi karena

utama pada simpati adalah keinginan untuk

subjek senang akan kebersamaan yang terjadi

memahami pihak lain dan untuk bekerja

antara

sama dengannya.

subjek

bekerjasama. identifikasi

dan

temannya

Subjek

melakukan

bersaing

Berdasarkan penelitian yang dilakukan kepada kedua subjek. Faktor-faktor yang

faktor

banyak mendorong subjek untuk melakukan

identifikasi yang dilakukan memotivasi subjek

bentuk-bentuk interaksi sosial adalah faktor

dan temannya untuk memenangkan permainan

imitasi dan identifikasi.

tersebut. Selain itu subjek juga melakukan

Menurut Hurlock (1996) pada masa ini

identifikasi pada saat melakukan perkelahian

banyak

atau

mulai terasah, antara lain keterampilan

lain

saat

saat

dengan

kelompok

pada

juga

pada

ketika

pertentangan,

bermain,

subjek

tidak

ingin

keterampilan-keterampilan

yang

sahabatnya di intimidasi secara verbal oleh

menolong

pihak lain.

keterampilan bersekolah, dan keterampilan

Menurut

Gerungan

(2004)

diri,

menolong

orang

lain,

identifikasi

bermain.yang anak pelajari. Sedangkan

dilakukan orang kepada orang lain yang

faktor identifikasi dilakukan karena pada

diangapnya ideal dalam suatu segi untuk

masa ini Anak-anak melepaskan diri dari

keluarga, ia makin mendekatkan diri pada

dengan penjelasan dari Usman dan Nachrowi

orang

(2004) bekerja dapat menghilangkan rasa

lain

disamping

anggota

keluarga,

terutama teman sebayanya baik di lingkungan

identitas

sekolah atau lingkungan bermain.(Monks dkk,

kemauan untuk bekerja sama dengan orang

2002)

lain, tidak mampu membedakan baik dan

kelompok

dan

berkurangnya

buruk. Dampak

Bekerja

terhadap

Bentuk-bentuk

Interaksi yang Digunakan

KESIMPULAN

Setelah melakukan penelitian terhadap kedua

Berdasarkan hasil penelitian interaksi sosial

subjek, terdapat kesamaan dari dampak bekerja

pada anak periode late childhood yang bekerja,

yang dilakukan kedua subjek terhadap bentuk-

dapat disimpulkan bahwa :

bentuk interaksi sosial yang dilakukan. Pekerjaan

1. Kedua subjek bekerja karena permintaan

yang dilakukan membuat kedua subjek terbiasa

orangtuanya dan membantu orangtuanya

untuk bekerjasama baik di rumah, sekolah, tempat

mencari nafkah untuk biaya hidup mereka

bekerja maupun lingkungan bermainnya.

sehari-hari. Semua ini dipicu oleh keadaan

Subjek pertama diajarkan oleh ibunya untuk saling

ekonomi keluarga mereka yang kurang

membantu sesama teman ketika bekerja. Subjek

berkecukupan.

selalu menerapkan pada kehidupan sehari-hari sehingga

terhindar

dan

proses asosiatif yang dilakukan oleh kedua

persaingan diantara mereka. Sedangkan subjek

subjek adalah kerjasama dan akomodasi.

kedua belajar bekerjasama ketika subjek dan

Sedangkan interaksi yang menuju pada

teman-temannya membagi tugas wilayah berjualan

proses-proses

dan bersama ayahnya bekerjasama ketika bekerja

dilakukan

menjadi

subjek

persaingan, kontravensi, dan pertentangan.

mempraktikan hal tersebut pada kegiatan yang

Bentuk interaksi sosial yang paling banyak

lainnya

dilakukan

buruh

seperti

dari

pasar.

bermain

pertentangan

2. Bentuk interaksi yang menuju pada proses-

sehingga

dan

pada

saat

mengerjakan tugas kelompok di sekolahnya. Menurut Tauran (2000) pekerja anak yang masih mendapatkan

perhatian

dari

orangtuanya

yang

kedua

oleh

disosiatif

subjek

kedua

antara

subjek

yang lain

yaitu

kerjasama. Kedua subjek selalu melakukan kerjasama setiap harinya dengan semua pihak,

baik

dengan

keluarga,

teman

menampakkan adanya filtrasi dalam menerapkan

bekerja, teman sekolah, maupun teman di

nilai dan norma di ligkungannya. Lain halnya

lingkungan bermainnya.

3. Faktor-faktor yang mendorong kedua subjek

article/ view/1697. Diakses tanggal 5 Mei 2009

untuk melakukan bentuk-bentuk interaksi adalah

faktor

imitasi

dan

identifikasi.

Faroji

(2008). Interaksi sosial. http://faroji83.wordpress.com/2008/ 06/05/ interaksi-sosial/. Di akses tanggal 20 desember 2008

Sedangkan faktor simpati hanya dilakukan oleh subjek kedua. Faktor pendorong yang dominan dilakukan oleh

kedua

identifikasi,

subjek

adalah

karena

pada

imitasi

dan

periode

late

childhood ini banyak sesuatu yang mereka

Gerungan, W.A. (2004). Psikologi sosial. Bandung: PT. Refika Aditama Heru

pelajari dan anak mulai berkelompok dengan anak seusianya.

Basuki, A.M. (2006). Pendekatan kualitatif untuk ilmu-ilmu kemanusiaan dan budaya. Jakarta: Gunadarma

4. Bentuk interaksi kerjasama pada kedua subjek sebagai dampak dari pekerjaan yang mereka lakukan setiap harinya, karena pada saat bekerja kedua subjek dituntut untuk bekerja

Hurlock, E. (1996). Psikologi perkembangan. Alih bahasa: dr. Med. Metasari T. & Dra. Muslichah Z. Jakarta: Erlangga

sama oleh orangtua maupun situasi yang ada pada saat bekerja. Hal itulah yang akhirnya

Hurlock,

mereka terapkan dalam keseharian hidup kedua subjek, baik dalam lingkungan bermain maupun lingkungan sekolahnya

ILO

E. (1997). Suatu pengantar sepanjang rentang kehidupan. Alih bahasa: dr. Med. Metasari T. Jakarta: Erlangga

(2006).

Sikap

terhadap

anak

dan

pendidikan di Indonesia. Jakarta: DAFTAR PUSTAKA

International Labour Organization

Anoraga, P. (1992). Psikologi kerja. Jakarta: Rineka Cipta Dwi

.(2000). Anak jalanan. http://digilib.itb.ac.id/gdl.php. Diakses tanggal 13 Desember 2008

Djunaedi, E. (2003). Penelusuran pekerja di bawah umur di Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta. http://ojs.lib.unair.ac.id/index.php/RH/

Kertamuda, F. (2006). Sosiologi. Jakarta: Universitas Paramadina Massofa.

(2008). Interaksi social. http://massofa.wordpress.com. Di akses tanggal 5 Mei 2009

Moleong, L.J. (1999). Metode Peneletian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya

Monks, F.J., Knoers. & Haditono, S.R. (2004). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Soekanto, S. (2005). Sosiologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Soemardjan,

S.,

Soemardi,

S.

(1974).

Setangkai bunga sosiologi. Jakarta: Mussen, P.H., Conger, J.J., Kagan, J., Huston, A.C. (1988). Perkembangan dan kepribadian anak. Jilid I. Alih bahasa: dr. Med. Metasari T. Jakarta :97 Erlangga Poerwandari, E.K. (1998). Pendekatan kualitatif dalam peneletian psikologi. Depok: LPSP3 UI

Sroufe, L.A., dkk. (1996). Child development. New York : Mc Graww – Hill Inc.

Prabowo, H., Puspitawati, H. (1998). Psikologi umum II. Depok: Universitas Gunadarma

Sunarto, K. (2000). Pengantar sosiologi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Press

Riyanti, Dwi, B.P., Prabowo, H., dan Puspitawati, I. (1996). Psikologi umum I. Depok: Universitas Gunadarma

Susenas

Santrock, J.W. (2002). Perkembangan masa hidup. Alih bahasa: dr. Med. Metasari T. Jakarta: Erlangga

Tauran. (2000). Studi profil anak jalanan sebagai upaya perumusan model kebijakan penanggualangannya. Jurnal Administrasi Negara. Vol.1. Malang

Santrock, J.W. (2004). Child development. New York : Mc Graww – Hill Inc Saputra, M.S.T. (2001). Bermain, mainan, dan permainan. Jakarta: Grasindo Sarwono, S.W. (2005). Psikologi sosial. Jakarta: Balai Pustaka

YBP Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

(2001). Pekerja www.bappenas.go.id. Di tanggal 20 Desember 2008

anak. akses

Usman, H., Nachrowi, D.N. (2004). Pekerja anak di indonesia. Jakarta: Grasindo Yusuf,

S.L.N. (2001). Psikologi perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya