KARAKTERISTIK PENGUSAHA INDUSTRI ... - Jurnal Online UM

73 downloads 123 Views 156KB Size Report
juga ikut menunjang berkembangnya kegiatan di sektor industri dan bisnis .... industri kecil menyatakan rata rata mempunyai tenaga kerja 5 sampai 19 orang.
KARAKTERISTIK PENGUSAHA INDUSTRI KERIPIK TEMPE BERBASIS PRODUK UNGGULAN DI KOTA MALANG. M. Yusriansyah Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang (UM), Malang, Indonesia Email: [email protected]

ABSTRAK Keripik tempe adalah olahan makanan ringan yang berbahan dasar tempe. Hal ini juga ikut menunjang berkembangnya kegiatan di sektor industri dan bisnis pusat oleh oleh makanan yang salah satu produk unggulannya yaitu ”Keripik Tempe Khas Kota Malang”. Terdapat penurunan pada industri keripik tempe, “akibat melambungnya harga kedelai yang menghambat pasokan bahan baku berupa tempe yang pada tahun 2007 masih mencapai 8090 industri keripik tempe, di tahun 2010 menurun menjadi 65 industri kripik tempe”( Kanwil Disperindag, 2010). Terdapat masalah yang di hadapi industri ini, menurut Koperasi Tempe Tahu Indonesia perwakilan Malang antara lain tidak semua industri dapat melakukan promosi melalui media cetak, elektronik, ataupun internet, masalah aksesibilitas atau keterjangkauan dalam melakukan pemasaran ataupun distribusi produk yang membutuhkan biaya lebih dan alat transportasi yang memadai, pemasaran yang tidak merata karena terdapat beberapa industri kripik tempe yang kurang inovatif dan kreatif dalam meracik produknya, sehingga kurang begitu diminati di pasaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik pengusaha industri keripik tempe di Kota Malang, mengkaji keripik tempe yang menjadi produk unggulan di Kota Malang, dan mengkaji produktivitas industri keripik tempe di Kota Malang. Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan survei dan studi deskriptif yang bersifat expost facto yaitu mengumpulkan data sebanyak-banyaknya mengenai faktor-faktor pendukung yang ada dalam penelitian. Pengambilan sampel menggunakan metode simple random sampling, sedangkan analisis yang digunakan adalah analisis statistic deskripstif dan tabulasi silang. Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan bahwa: 1) Karakteristik pengusaha industri keripik tempe di Kota Malang secara umum memiliki jumlah pekerja 4-19, mempunyai aset industri tidak lebih dari 200 juta, serta omset tahunan yang tidak lebih dari satu miliar per tahunnya. 2) Keripik tempe menjadi produk unggulan di Kota Malang karena bahan yang mudah didapatkan dari usaha tempe masyarakat sekitar yang merupakan produk yang tidak tahan lama, agar tahan lama maka dibuatlah keripik tempe, keripik tempe mampu berkembang dari generasi ke generasi dengan inovasi berbagai aneka rasa, berdaya saing handal dengan produk yang berkualitas, memberikan peluang kerja bagi masyarakat lokal serta dipasarkan mulai dari kawasan regional, nasional, sampai internasional. 3) Produktivitas industri keripik tempe di Kota Malang tergolong tinggi, yaitu mencapai biaya operasional harian yang mereka butuhkan dalam sehari mencapai lebih dari 500 ribu, dan pendapatan per bulannya antara 10 juta hingga 20 juta. Kata Kunci : Industri kecil, Keripik Tempe, Kota Malang

PENDAHULUAN Keripik tempe adalah olahan makanan ringan yang berbahan dasar tempe. Jenis makanan ringan ini sangat di gemari kebanyakan masyarakat di Indonesia. Beberapa daerah di Indonesia menjadikan keripik tempe ini sebagai oleh-oleh atau buah tangan khas dari daerah tersebut, salah satunya Kota Malang. Hal ini juga ikut menunjang berkembangnya kegiatan di sektor industri dan bisnis pusat oleh-oleh makanan yang salah satu produk unggulannya yaitu ”Keripik Tempe Khas Kota Malang”. Produk keripik tempe di Kota Malang dihasilkan oleh industri kecil rumah tangga (IKRT). IKRT di Kota Malang memiliki peranan besar dalam perekonomian, yaitu dalam penyerapan tenaga kerja dan kontribusinya terhadap pendapatan daerah maupun nasional. Akan tetapi yang terjadi, sejauh ini produk unggulan ini belum ditempatkan secara khusus dalam pengembangan industri kecil dan rumahtangga di Kota Malang. Padahal produk unggulan makanan ringan ini merupakan potensi yang tidak kecil pada pengembangan industri skala kecil di Kota Malang. Karakteristik Industri keripik tempe di Kota Malang memiliki karakteristik tersendiri. Industri ini berdiri disepanjang jalan raya, di samping rumah penduduk, dan berbentuk industri kerajinan rumahtangga. Karakteristik ini dapat ditunjukkan dengan perbedaan kualitas produk, lokasi daerah pemasaran tiap industri, promosi, harga. Selain itu, terdapat penurunan pada industri keripik tempe, “akibat melambungnya harga kedelai yang menghambat pasokan bahan baku berupa tempe yang pada tahun 2007 masih mencapai 8090 industri keripik tempe, di tahun 2010 menurun menjadi 65 industri kripik tempe”( Kanwil Disperindag, 2010). Hal ini terjadi karena terdapat masalah yang di hadapi industri ini, menurut Koperasi Tempe Tahu Indonesia perwakilan Malang antara lain tidak semua industri dapat melakukan promosi melalui media cetak, elektronik, ataupun internet, masalah aksesibilitas atau keterjangkauan dalam melakukan pemasaran ataupun distribusi produk yang membutuhkan biaya lebih dan alat transportasi yang memadai, pemasaran yang tidak merata karena terdapat beberapa industri kripik tempe yang kurang inovatif dan kreatif dalam meracik produknya. Sehingga kurang begitu diminati di pasaran. Masalah ini mempengaruhi penurunan produktivitas pada industri keripik tempe tersebut, banyak terjadi pemogokan kerja yang berujung pada pengurangan tenaga kerja dan pelaku industri memilih untuk menutup industrinya. Data yang digambarkan oleh Disperindag secara umum sangat jelas diketahui bahwa produktivitas industri keripik tempe di Kota Malang mengalami penurunan, hal ini dapat menjadi suatu ancaman bagi perkembangan industri keripik tempe tersebut kedepannya. Mendasarkan pada uraian latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang Karakteristik Industri Kecil dan Rumah Tangga Berbasis Produk Unggulan Keripik Tempe di Kota Malang. METODE Penelitian ini dirancang dengan menggunakan pendekatan survei dan studi deskriptif yang bersifat expost facto yaitu mengumpulkan data sebanyak-banyaknya mengenai faktorfaktor pendukung yang ada dalam penelitian. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan 2 macam data yaitu: data primer dan data sekunder yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung (observasi), dokumentasi. Data tersebut kemudian dianalisis dengan metode deskriptif. Subjek penelitian yang ada pada penelitian ini adalah pemilik keripik

tempe yang ada di Kota Malang. Populasi dalam penelitian ini adalah pengusaha industri keripik tempe yang berlokasi di Kecamatan Blimbing, Kota Malang. Populasi dalam penelitian ini yaitu pemilik industri keripik tempe yang berjumlah 65 pemilik home industri (Koperasi Tempe Tahu Malang, 2012). Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode simple random sampling dilakukan secara acak tanpa didasarkan atas strata yang ada dalam populasi itu. Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 34 pengusaha industri keripik tempe. Data di analisis dengan analisis dekriptif dan tabulasi silang. HASIL Karakteristik pengusaha industri keripik tempe di Kota Malang berdasarkan data yang diperoleh menyatakan pemilik industri rumah tangga mempunyai tenaga kerja rata-rata 4 orang dinyatakan 3 pemilik industri, maka tergolong industri rumah tangga. Sebanyak 31 industri kecil menyatakan rata rata mempunyai tenaga kerja 5 sampai 19 orang. Aset yang dimiliki oleh pemilik industri tidak lebih dari 200 juta, yakni antara 100 hingga 200 juta. Industri keripik tempe di Kota Malang mempunyai omset tahunan antara 100 juta hingga 1 miliar per tahun. Industri keripik tempe mempunyai omset tahunan yang besar. Jika semakin besar omset yang didapatkan, maka semakin tinggi pula pendapatan yang di dapatkan. Untuk memperoleh gambaran umum tentang keterkaitan antara omset dengan pendapatan ditunjukkan pada Tabel 1.1: Tabel 1.1 Kaitan antara omset tahunan dengan pendapatan per bulan Omset tahunan

Pendapatan per bulan < 10 juta

10 – 25 juta

>25 juta

Jumlah

f

%

f

%

f

%

f

%

25 juta

Jumlah

f

%

f

%

F

%

f

%

500 ribu

21

61,76

13

38,23

0

0

34

100

21

61,76

13

38,23

0

0

34

100

Pada Tabel 1.2 dapat diketahui bahwa pemilik industri yang biaya operasional harian lebih dari 500 ribu mempunyai pendapatan per bulan kurang dari 10 juta per bulannya yaitu sebesar 61,76%, dan yang berpendapatan 10 juta sampai 25 juta yakni sebesar 38,23%. Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa ada keterkaitan antara biaya operasional dengan pendapatan. Semakin besar biaya operasional yang didapat oleh industri keripik tempe, maka jumlah produk yang dihasilkan semakin banyak dan menambah jumlah pendapatan bersih per bulannya. Suatu industri akan memperhitungkan jumlah berapa yang dikeluarkan dan memprediksi berapa yang akan menjadi pemasukan. Pendapatan bersih industri keripik tempe tergolong tinggi, per bulannya antara 10 juta hingga 20 juta berhasil didapatkan oleh responden. Pendapatan bersih tersebut diperoleh dari 15% keuntungan dari produk yang dijual.

Modal awal pemilik industri keripik tempe dalam memulai usahanya adalah ± Rp 5.000.000. Jumlah modal tersebut digunakan pada kisaran tahun 1990 - 2005 dalam merintis usahanya. Pada industri keripik tempe yang memulai merintis usaha pada tahun 2005 hingga sekarang, pemilik industri menyatakan jika modal awal usaha mereka berkisar antara 5 juta sampai 10 juta. Jika modal awal yang dibutuhkan itu besar, maka pendapatan yang dihasilkan juga akan besar. Untuk memperoleh gambaran umum tentang keterkaitan antara modal awal dengan pendapatan telah dikumpulkan data dari 34 pemilik industri di daerah penelitian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.3 sebagai berikut: Tabel 1.3 Kaitan antara modal awal dengan pendapatan per bulan Modal Awal

Pendapatan per bulan < 10 juta

10 – 25 juta

>25 juta

Jumlah

f

%

f

%

f

%

f

%

10 juta

0

0

0

0

0

0

0

0

21

61,76

13

38,23

0

0

34

100

Pada Tabel 1.3 dapat diketahui bahwa responden yang modal awalnya kurang dari 5 juta mempunyai pendapatan per bulan kurang dari 10 juta per bulannya yaitu sebesar 35,29%, dan yang berpendapatan 10 juta sampai 25 juta yakni sebesar 8,82%. Pemilik industri yang modal awalnya 5 sampai 10 juta, mempunyai pendapatan kurang dari 10 juta per bulannya yaitu sebesar 26,47%, dan yang berpendapatan 10 juta hingga 25 juta sebesar 29,41%. Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa ada keterkaitan antara modal dengan pendapatan. Semakin besar modal yang dikeluarkan oleh industri keripik tempe, maka pendapatan yang di dapat juga semakin banyak. PEMBAHASAN Karakteristik industri kecil dan rumah tangga keripik tempe di Kota Malang berdasarkan data yang diperoleh dari wawancara tehadap pemilik industri, terungkap bahwa pemilik industri rata rata mempunyai tenaga kerja 1- 4 orang untuk industri rumah tangga dan 5- 19 orang untuk industri kecil, dengan rata rata memiliki aset industri antara 100 juta hingga 200 juta. Karakteristik industri keripik tempe yang lain yaitu mempunyai omset tahunan yang besar yakni antara 100 juta hingga 1 miliar per tahunnya. Hal ini sesuai dengan apa yang tercantum dalam BPS yang mempunyai kriteria penggolongan industri kecil dan rumah tangga yaitu “kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki hasil penjualan tahunan maksimal Rp 1 milyar dan memiliki kekayaan bersih, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, paling banyak Rp 200 juta industri rumah tangga dengan pekerja 1-4 orang dan industri kecil dengan pekerja 5-19 orang” (BPS,1999). Perkembangan industri keripik tempe di Kota Malang mengalami perkembangan yang cukup pesat seiring dengan banyaknya wisatawan yang singgah di Kota Malang pada saat ini. Industri keripik tempe di Kota Malang bergantung terhadap ketersediaan bahan baku merupakan faktor pendukung utama yang harus tersedia, apabila tidak ada bahan baku maka

proses produksi juga tidak akan berjalan dengan baik. Bahan baku untuk membuat keripik tempe adalah tempe. Bhan baku diperoleh dari sentra produksi tempe yaitu di daerah Sanan, Kecamatan Blimbing. Hal ini disebabkan dengan kedekatan geografis lokasi penghasil tempe dengan industri kripik tempe tersebut, selain itu ada juga dari beberapa industri yang memproduksi tempe sendiri. Kebutuhan bahan baku keripik tempe mencapai 200kg – 300kg per hari atau lebih dari 5000kg per bulan. Ketersediaan bahan baku akan membuat produksi keripik tempe menjadi lancar, akan tetapi jika bahan baku tidak ada maka hal ini akan menjadi hambatan bagi para pemilik industri keripik tempe untuk menghasilkan produksi. Melambungnya harga kedelai mempengaruhi pengadaan bahan baku industri keripik tempe. Bahwa faktor harga bahan baku akan menghambat proses produksi, baik itu tempe sebagai bahan baku yang berimbas otomatis terhadap produksi keripik tempe itu sendiri. Akan tetapi pemilik industri yang menyatakan jika ketersediaan bahan baku yang kadang terlambat datang juga menjadi penghambat dalam proses produksi. Alat transportasi sangat berpengaruh terhadap memperoleh bahan baku serta dalam proses distribusi hasil produksi. Alat transportasi yang digunakan beragam meliputi sepeda motor, mobil pribadi, ataupun mobil box. Ongkos transportasi yang mereka keluarkan per hari kurang dari 100 ribu karena kendaraan yang digunakan hanya sepeda motor, beberapa pemilik industri yang lainnya menyatakan ongkos transportasi yang mereka keluarkan antara 100 ribu sampai 500 ribu karena kendaraan yang mereka gunakan mobil pribadi atau mobil box, dan beberapa pemilik industri yang mengatakan bahwa mereka selain ada mobil mereka juga menggunakan beberapa unit sepeda motor yang mengakbatkan pengeluaran mereka membengkak. Keripik tempe yang diproduksi memerlukan strategi pemasaran yang baik supaya dapat dijual dan diterima dengan baik oleh konsumen. Pemasaran yang dilakukan pemilik industri melalui bermacam macam strategi pemasaran yaitu baik secara grosir, eceran, dan transaksi online. Selain itu ada juga yang memasarkan produk mereka dengan melakukan pesan antar untuk mempermudah konsumen dalam mendapatkan produk keripik tempe Kota Malang Untuk lokasi pemasarannya, responden menyatakan bahwa mereka memasarkan hasil produksi keripik tempe mereka di tempat produksi, yaitu rumah mereka masing-masing. Karena apabila mereka harus memasarkan hasil produksi mereka tidak pada tempat produksi atau rumah mereka masing-masing maka biaya produksi yang harus dikeluarkan juga menjadi bertambah untuk proses pengiriman produk. Jumlah keripik tempe yang mampu di pasarkan tiap bulannya, responden menyatakan beragam antara 1000 pack hingga ada yang menyatakan lebih dari 5000 pack yang mampu dipasarkan tiap bulannya. Akan tetapi mulai banyaknya pelaku industri baru keripik tempe menjadi faktor penghambat pemasaran hasil produksi keripik tempe. Banyaknya persaingan pasar menimbulkan efek yang tidak sehat bermunculan yaitu perang harga untuk menarik ataupun berebut konsumen. Permintaan pasar merupakan tingkat permintaan konsumen terhadap hasil industri keripik tempe ini yang meliputi produk kerajinan keripik tempe yang sudah jadi. Keripik tempe rasa rasa paling diminati di pasaran sedangkan keripik tempe original baik yang berbentuk kotak maupun bulat tetap mempunyai peminat tersendiri. Industri keripik tempe di Kota Malang menjadi produk unggulan. Hal ini dikarenakan pelaku industri keripik tempe di Kota Malang telah melaksanakan prinsip kriteria ramah lingkungan. Langkah pertama yang dilakukan yaitu: prinsip pencegahan pencemaran

(pollution prevention). Prinsip ini adalah “dasar bagi terciptanya kondisi yang sangat minim dihasilkannya bahan pencemar” (Sulaeman, 2007). Keseluruhan responden menyatakan telah melakukan pencegahan pencemaran meliputi pemilihan bahan baku, pemakaian hemat bahan-energi-air, perawatan peralatan, SDM yang cakap dalam proses dan pegelolaan lingkungan. Langkah kedua yang dilakukan yaitu: Prinsip pengendalian pencemaran (pollution control). Prinsip ini diterapkan bila pencemaran atau limbah masih dihasilkan dalam suatu proses produksi. Maka, yang dapat dilakukan adalah “mengendalikan bahan pencemar atau limbah tersebut agar tidak mencemari pekerja, produk dan lingkungan sekitar. Upaya yang dapat dilakukan adalah mengolah limbah tersebut untuk menurunkan tingkat bahayanya atau menurunkan tingkat pencemarnya atau menjadikannya bahan yang lebih bermanfaat/bernilai ekonomi” (Sulaeman, 2007). Dalam hal ini pemilik industri telah melakukan pengendalian bahan pencemar, mengolah limbah dengan menjadikannya bahan yang lebih bermanfaat atau bernilai ekonomi. Langkah ketiga yaitu: prinsip remediasi atau pemulihan (remediation), seluruh pemilik industri telah melakukan pemulihan jika sampai terjadi pencemaran. Ketiga prinsip ini telah dijalankan dengan baik oleh pelaku industri keripik tempe di Kota malang karena para pelaku juga memperhatikan tentang kebersihan produk serta eksistensi mereka dalam industri keripik tempe agar keripik tempe tetap menjadi produk unggulan di Kota Malang. Sebagai produk unggulan di Kota Malang, industri keripik tempe mempunyai pasar yang mencapai skala nasional, beberapa pemilik industri juga menyatakan jika industri keripiknya telah mencapai tingkat internasional, khususnya di Amerika Serikat. Produktivitas merupakan penggambaran kaitan antara hasil atau keluaran dengan sumber atau masukan yang dipakai. Jika biaya operasional yang dibutuhkan dalam suatu proses produksi, maka akan berkaitan dengan pendapatan yang dihasilkan dalam proses produksi tersebut. Karena suatu industri akan memperhitungkan jumlah berapa yang dikeluarkan dan memprediksi berapa yang akan menjadi pemasukan. Pemilik industri keripik tempe menyatakan jika kebutuhan biaya operasional harian yang mereka butuhkan dalam sehari mencapai lebih dari 500 ribu. Biaya operasional tersebut mencakup ongkos produksi, bahan baku, ongkos transportasi,dan lain lain yang rata rata per harinya mencapai 1 juta hingga 3 juta rupiah. Pendapatan bersih industri keripik tempe tergolong tinggi, yaitu antara 10 juta hingga 20 juta per bulan. Pendapatan bersih tersebut diperoleh dari 15% keuntungan dari produk yang dijual. Pendapatan sebesar itu menunjukkan jika industri keripik tempe di Kota Malang merupakan usaha yang menjanjikan ditinjau dari sisi penghasilan bersih per bulan. Modal merupakan salah satu faktor utama untuk mendirikan suatu industri., karena tanpa tersedianya modal maka kegiatan produksi suatu industri akan terhambat. Pemilik industri dalam memulai usahanya sebagaian besar menggunakan modal dengan uang mereka masing-masing atau modal sendiri. Modal awal pemilik industri keripik tempe dalam memulai usahanya adalah ± Rp 5.000.000. Jumlah modal tersebut digunakan pada kisaran tahun 1990 - 2005 dalam merintis usahanya. Pada industri keripik tempe yang memulai merintis usaha pada tahun 2005 hingga sekarang, pemilik industri menyatakan jika modal awal usaha mereka berkisar antara 5 juta sampai 10 juta, dan kebanyakan mereka yang baru memulai industri ini mendapatkan modal dari pnjaman bank yaitu BRI (Bank Rakyat Indonesia) melalui program KUR (Kredit Usaha Rakyat).

Hambatan pengadaan modal pada industri keripik tempe adalah pada bunga tinggi, hal ini dinyatakan dengan jumlah presentasi yaitu 100%. Bunga yang harus diberikan kepada Koperasi atau Bank yang tinggi serta jaminan apabila peminjam modal tidak bisa membayar bunga terlalu besar maka pemilik industri keripik tempe memilih menggunakan modal mereka sendiri walaupun dalam jumlah yang relatif kecil. Dengan konteks yang hampir sama dengan penelitian ini, penelitian yang dilakukan oleh Listyaningtyas dengan judul “Permasalahan Permodalan Pada Beberapa Usaha Kecil di Kota Malang”. Hasil penelitian Listyaningtyas dimana permodalan pada usaha kecil jumlahnya kecil. Hal ini dikarenakan “usaha kecil memiliki keterbatasan mengakses informasi dan adanya suku bunga yang tinggi. Pemanfaatan modal masih sangat bergantung jumlah modal yang dimiliki dan keadaan pasar, sedangkan pemanfaatan modal masih terkendala besarnya modal yang dimiliki dan keterbatasan pengetahuan mengenai produksi”(Listyaningtyas, 2010). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu dinyatakan produk keripik tempe ini menjadi produk unggulan karena merupakan industri yang ramah lingkungan dan mempunyai orientasi pasar mulai dari kawasan regional, nasional, hingga internasional. Selain itu ditunjukkan dalam penelitian ini yaitu tingginya produktivitas industri keripik tempe yang tinggi dengan daya saing produk yang tinggi. Terdapat keterkaitan antara besar pendapatan bersih per bulan dengan omset tahunan yang dihasilkan, modal awal, dan biaya operasional yang dikeluarkan dalam proses produksi. Teknologi yang digunakan dalam industri keripik tempe ini meliputi segala alat-alat yang digunakan mulai dari proses produksi industri keripik tempe hingga proses pemasarannya. Hambatan dalam penggunaan alat alat berteknologi ini meliputi alat-alat yang digunakan serta ketahanan alat tersebut mencapai berapa lama yang dihitung dalam tahun. Alat-alat yang digunakan untuk produksi keripik tempe apabila cepat rusak, maka biaya yang harus dikeluarkan oleh pemilik industri juga bertambah. Alat yang digunakan industri keripik tempe di Kota Malang merupakan perpaduan antara tradisional dan modern. Dapat diketahui bahwa yang menjadi hambatan utama pada teknologi adalah pada teknologi yang modern tetapi harganya mahal sehingga modal tidak mencukupi. Akan tetapi, berdasarkan survei, teknologi atau alat-alat yang digunakan untuk produksi di industri keripik tempe di Kota Malang dikategorikan alat-alat yang modern. Penggunaan alat-alat produksi yang modern membutuhkan biaya yang relatif tinggi. Sedangkan dari segi pengetahuan diketahui bahwa pelaku industri tidak termasuk gagap teknologi, karena sebenarnya mereka mengetahui teknologi modern, hanya saja terhambat oleh faktor harga. Jenis alat yang digunakan juga menjadi hambatan dalam produktivitas yaitu alat yang digunakan tergolong alat tradisional atau modern. Apabila alat yang digunakan modern maka akan berpengaruh pada banyaknya perawatan dalam satu tahun pemakaian serta biaya yang harus dikeluarkan oleh pemilik industri dalam merawat alat yang digunakan. Dalam proses produksi keripik tempe ini alat yang digunakan yaitu alat pemotong tempe, penggorengan, dan proses pengemasan, perawatan dilakukan 2 kali dalam setahun terhadap alat tersebut. Pemilik industri menyatakan jika alat tesebut mempunyai ketahan 1-5 tahun. Ketahanan alat yang digunakan tersebut disertai dengan perawatan alat yang dilakukan berkala. Produktivitas industri keripik tempe di Kota Malang tergolong tinggi, karena banyak persaingan yang membuat daya saing produk menjadi tinggi. Jika diuraikan mengenai produktivitas suatu industri, seperti industri keripik tempe di Kota Malang nantinya akan

berpengaruh terhadap tingkat daya saing produknya, dimana diketahui bahwa, “jika produktivitas rendah, menyebakan daya saing produk juga rendah”. Hal ini selaras dengan teori Porter (1980), yang menyatakan bahwa “terdapat indikator- indikator internal dan eksternal yang mempengaruhi daya saing, dan pencapaian daya saing dipengaruhi oleh faktor eksternal (pemasok, pesaing, pembeli) dan faktor internal (bahan baku dan modal)”(Porter, 1980). KESIMPULAN Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan bahwa: 1) Karakteristik pengusaha industri keripik tempe di Kota Malang secara umum memiliki jumlah pekerja 4-19, mempunyai aset industri tidak lebih dari 200 juta, serta omset tahunan yang tidak lebih dari satu miliar per tahunnya. 2) Keripik tempe menjadi produk unggulan di Kota Malang karena bahan yang mudah didapatkan dari usaha tempe masyarakat sekitar yang merupakan produk yang tidak tahan lama, agar tahan lama maka dibuatlah keripik tempe, keripik tempe mampu berkembang dari generasi ke generasi dengan inovasi berbagai aneka rasa, berdaya saing handal dengan produk yang berkualitas, memberikan peluang kerja bagi masyarakat lokal serta dipasarkan mulai dari kawasan regional, nasional, sampai internasional. 3) Produktivitas industri keripik tempe di Kota Malang tergolong tinggi, yaitu mencapai biaya operasional harian yang mereka butuhkan dalam sehari mencapai lebih dari 500 ribu, dan pendapatan per bulannya antara 10 juta hingga 20 juta. Daftar Rujukan Agus, 2010. Produktivitas. Online, (http://aguswibisono.com/2010/produktivitas/) diakses tanggal 10 Mei 2012 Alkadri, dkk. 2001. Komoditas Unggulan. Online, (http:// ubaidillahsevenmission.blogspot.com/2010/05/komoditas-unggulan-dan-peluang-usaha.html) diakses tanggal 10 Mei 2012 BPS .1999. Statistical Yearbook of Indonesia 1998. Biro Pusat Statistik, Jakarta. Buku Guru Geografi SMA dan MA kelas XII. 2012. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri: Solo Cahyana, Ahmadjayadi. 2001 Produk unggulan daerah. Online, (http:// ugm.ac.id/data/Buku%2520Produk%2520Unggulan%2520Purbalingga+Cahyana,+A hmadjayadi.+2001+Produk+unggulan+daerah) diakses tanggal 7 Mei 2012 Dian, dkk. 2010. Faktor faktor penghambat produktivitas industri keramik di Dinoyo. Jurnal Penelitian: Universitas Negeri Malang, Malang. Disperindag. 2010. Data Perindustrian Kanwil Malang. Malang: Disperindag RI.

Gary & Kennet. 1995. Produktivitas. Online, (http://www. thesis.binus.ac.id%2FDoc%2FBab2Doc%2Fbab2_97-02.doc) diakses tanggal 10 Mei 2012. Kuncoro, Mudrajad.2000. Usaha Kecil di Indonesia: Profil, Masalah dan Strategi Pemberdayaan. Jurnal Penelitian: Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Listyaningtyas, Dika. 2010. Permasalahan Permodalan Pada Beberapa Usaha Kecil di Kota Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Mali, Paul. 1978. Produktivitas. Online, (http://binus.ac.id) diakses tanggal 7 Mei 2012. Nasution, Rozaini.2003. Teknik Sampling. Online, (http:// lib.usu.ac.id) diakses tanggal 26 September 2011 Porter, Michael.1980. Five Forces. Online, (http://www.scribd.com) diakses tanggal 12 Juli 2012 Rahman, Fitria. 2010. Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Kecil Keripik Tempe di Sanan, Kel. Purwantoro, Kota Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Rahmayanti, Ira.2007. Kajian Pengembangan Industri Kecil dan Rumah Tangga Berbasis Komoditi Unggulan di Kabupaten Subang (jurnal skripsi: industri kecil dan rumah tangga, komoditas unggulan, Subang). Online, (http:// lib.itb.ac.id) diakses tanggal 26 September 2011 Saleh, Irzan Azhary. 1986. Industri kecil dan rumah tangga dalam perekonomian Indonesia. Jakarta. Sugiyono. 2007. Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dan r&d. Alfabeta: Bandung Sulaeman, Dede. 2007. Agro Industri ramah lingkungan. Subdit Pengelolaan Lingkungan, Dit. Pengolahan Hasil Pertanian, Ditjen PPHP-Deptan. Swasta, Basu & Sukotjo, Ibnu. 1998. Pengantar Bisnis Modern. Liberty: Yogyakarta Undang-Undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil. 1996. Jakarta. Wikipedia. 2011. Keripik tempe. Online,(http://www.wikipedia.com) diakses tanggal 7 Mei 2012. Wikipedia. 2011. Teknologi. Online,(http://www.wikipedia.com) diakses tanggal 7 Mei 2012. Wikipedia. 2011. Modal. Online,(http://www.wikipedia.com) diakses tanggal 7 Mei 2012. Wikipedia. 2011. Tenaga Kerja. Online,(http://www.wikipedia.com) diakses tanggal 7 Mei 2012.

Winardi. 1992. Pendapatan. Online, (http:// id.shvoong.com/writing-andspeaking/presenting/2061554-pengertian-pendapatan) diakses tanggal 10 Mei 2012. Yusuf, Jopie. 2006. Biaya Operasional. Online, (http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=24216) diakses tanggal 10 Mei 2012. _.2005. Analisis Variabel Variabel yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kecil Kripik Tempe di Kecamatan Blimbing Kota Malang, (online, http://jurnalskripsi.com) (jurnal skripsi: analisis-variabel-variabel-yangmempengaruhi-penyerapan-tenaga-kerja-pada-industri-kecil-kripik-tempe-dikecamatan-blimbing-kota-malang-pdf), diakses tanggal 26 September 2011 _.2006. Pengertian, Definisi, Macam, Jenis dan Penggolongan Industri di IndonesiaPerekonomian Bisnis, (online, http://id.organisasi.org) komunitas/perpustakaan online Indonesia: Pengertian-Definisi-Macam-Jenis-dan-Penggolongan Industri-di Indonesia-Perekonomian Bisnis), diakses tanggal 7 Mei 2010.