kebijakan kehutanan pada era otonomi daerah dan ... - Pasca Unhas

60 downloads 271 Views 299KB Size Report
telah diberlakukan di Kabupaten Gowa pada era Otonomi Daerah, 2) Mendeskripsikan implikasi kebijakan sektor kehutanan era Otonomi Daerah terhadap ...
KEBIJAKAN KEHUTANAN PADA ERA OTONOMI DAERAH DAN IMPLIKASI TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN KELESTARIAN HUTAN DI KABUPATEN GOWA

THE FOREST POLICY OF REGIONAL AUTONOMY ERA AND IMPLICATIONS REVENUE (PAD) AND FOREST CONSERVATION IN GOWA REGENCY.

1 1

Muh. Tasrif Azkari., 2 Daud Malammassam, 2Muh Dassir

Kehutanan, Pasca Sarjana Unhas Makassar, 2 Kehutanan, Unhas Makassar

Alamat Korespondesi: Muh. Tasrif Azkari, S.Hut Program Pasca Sarjana Unhas Makassar – Sulawesi Selatan Hp. 085398213700 Email: [email protected]

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mendeskripsikan kebijakan sektor kehutanan yang telah diberlakukan di Kabupaten Gowa pada era Otonomi Daerah, 2) Mendeskripsikan implikasi kebijakan sektor kehutanan era Otonomi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan kelestarian hutan di Kabupaten Gowa. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data Primer penetapan dan penerapan kebijakan sektor kehutanan dalam bentuk peraturan daerah. Data sekunder yang dikumpulkan berupa gambaran umum wilayah penelitian meliputi : keadaan fisik wilayah (letak dan luas, topografi dan iklim), keadaan biostis (flora dan fauna), keadaan sosial ekonomi dan budaya (jumlah kepala keluarga yang bermukim, mata pencaharian, pendidikan, agama, aksesibilitas dan adat istiadat). Data kelembagaan kelompok tani serta atau data lain yang mendukung penelitian yang menjadi landasan teori. Hasil penelitian ini bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa di era otonomi daerah mengeluarkan Kebijakan pada sektor kehutanan yang berupa : (a) Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2000 Tentang Retribusi Izin Pemanfaatan Kayu Tanah Milik, (b) Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2011 tentang Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah, (c) Penyadapan Getah Pinus tentang perjanjian kerjasama antara Dinas Kehutanan dan Perusahaan yang terlibat dalam pengelolaan getah pinus di Kabupaten Gowa. Implikasi kebijakan berupa Peraturan Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah memberikan hasil penerimaan PAD yang cukup signifikan sebagai sumber pendapatan daerah era otonomi daerah dan Implikasi kebijakan terhadap kelestarian hutan yang di keluarkan Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa pada era otonomi daerah belum dapat memberikan jaminan kelestarian hutan. ABSTRACT

Describe the policy of regional autonomy era forestry sector for revenue (PAD), and 3) Describe the policy of the forestry sector to the regional autonomy era preservation of forests in Gowa regency. Forestry policy issued Gowa regency administration in the form of regional autonomy: (a) The Regional Regulation No. 7 of 2000 on Land Timber Permits Property, (b) Regional Regulation Number 17 Year 2011 about Retribution Production Sales, (c) Tapping pine sap on a cooperation agreement between the Forest Service and the Company is involved in the management of pine resin in Gowa regency. the policy implications of regional regulation of local revenue is revenue yield significant revenue as a source of local revenue autonomy era. Policy implications for forest sustainability in the form of local regulation is to remove the forest policy in Gowa regency administration era of regional autonomy has not been able to guarantee sustainability.

PENDAHULUAN Perubahan peta politik pemerintahan telah bergeser dari semangat sentralistik menjadi semangat desentralistik, sejak diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 Tentang Pertimbangan Keuangan antara pusat dan Daerah. Dan kemudian diperkuat dengan keluarnya UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Pertimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Perubahan politik pemerintahan tersebut berdampak pada ragam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Adanya perubahan politik dan kebijaksanaan itu, daerah diberikan kewenangan luas yang mencakup seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, yustisi, moneter dan fiscal nasional, serta agama. Dari sekian banyak kewenangan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota dan propinsi termaksud kewenangan terhadap pengelolaan sumberdaya alam nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan, termasuk hutan beserta eksistensinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan sebagai salah satu sumberdaya alam paling potensial dinilai memiliki peran strategis dalam pelaksanaan

pembangunan

daerah.

Hal

ini

menyebabkan

umumnya

daerah

mengeluarkan kebijakan sektor kehutanan yang mengarah kepada pemanfaatan sumberdaya hutan sebagai modal dasar pembangunan daerahnya. Berdasarkan kewenangan tersebut dan melihat potensi sumberdaya hutan yang dimiliki, Pemerintah Kabupaten Gowa mengeluarkan beberapa kebijakan sektor kehutanan

dalam

Kebijakan

pengelolaan

sumberdaya

alam

dengan

tujuan

mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sebagai daya dukung produktifitas serta menciptakan kondisi yang optimal sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pengambilan retribusi - retribusi dari hasil hutan yang menjadi sumber

pendapatan daerah Selain dari itu, kebijakan tersebut juga akan mempengaruhi kelestarian hutan yang kondisinya semakin menurun. Berdasarkan uraian di atas dipandang perlu untuk melakukan studi tentang kebijakan kehutanan pada era otonomi daerah beserta implikasinya terhadap Pendapatan Asli Daerah dan kelestarian hutan di kabupaten Gowa.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai dari Bulan Desember 2011 sampai dengan Februari 2012. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan. Pengumpulan dan Sumber Data Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey melalui wawancara mendalam (depth interview). Diskusi dan studi pustaka pada instansi, lembaga terkait. Berdasarkan jenis data yang dikumpulkan, maka data-data dapat dibedakan menjadi dua yaitu : 1. Data primer Data primer yang dikumpulkan meliputi penetapan dan penerapan kebijakan sektor kehutanan dalam bentuk peraturan daerah sebelum dan sesudah otonomi daerah. Data ini dikumpulkan melalui wawancara mendalam (depth interview), diskusi terhadap stakeholders. 2. Data sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi terkait, laporan penelitian, literatur, karya ilmiah, dokumentasi maupun informasi lainnya yang berkaitan dengan penelitia ini. Pengolahan dan Analisis Data data primer dan data sekunder yang terkumpul dalam penelitian ini selanjutnya diolah dan ditabulasi serta diklasifikasi sesuai dengan tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Kebijakan sektor kehutanan yang telah diberlakukan pada era otonomi daerah, dianalisa secara deskriptif kualitatif. 2. Implikasi kebijakan sektor kehutanan era otonomi daerah terhadap PAD dianalisis secara deskriptif kuantitatif dan kualitatif. 3. Implikasi kebijakan sektor kehutanan era otonomi daerah, terhadap kelestarian hutan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Data-data yang diamati dari tujuan penelitian : a. Peraturan-Peraturan yang terkait mencakup UU, PP, keputusan Menteri, Perda Provinsi dan Perda Kabupaten yang terkait. b. Pendapatan Retribusi pemanfaatan lahan kawasan hutan serta pelaksanaan kelestarian hutan di kabupaten gowa. HASIL DAN PEMBAHASAN Kebijakan Kehutanan Pemerintah Daearah Kabupaten Gowa Sejak keluarnya UU no. 22 tahun 1999 dan UU no 25 tahun 1999, pemerintah daerah diberikan keleluasan otonomi yang mencakup kewenangan yang utuh dan bulat dalam

penyelenggaraan

pemerintahan

mulai

dari

perencanaan,

pelaksanaan,

pengawasan, pengendalian, dan evaluasi termasuk di dalamnya pengelolaan sumberdaya hutan (Departemen Kehutanan,1999) Perwujudan pengelolaan hutan yang demokratis dan berkeadilan serta memihak secara ikhlas kepada kepentingan masyarakat, maka penyelenggaraan otonomi daerah dalam pengelolaan hutan merupakan suatu kebutuhan. Berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah maka pembangunan kehutanan harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah dengan memperhatikan kebijaksanaan nasional di bidang sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Wujud nyata dalam pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah Kabupaten Gowa sebagai daerah otonomi telah mengeluarkan beberapa kebijakan sektor kehutanan berupa peraturan daerah (perda) sektor kehutanan. Di dalam UU no. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pada pasal 143 menyebutkan bahwa perda dapat memuat tentang pembebanan biaya paksaan penegakan hukum, seluruhnya atau sebagian kepada

pelanggar sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya dikemukakan bahwa adanya PERDA sebagai instrumen hukum akan mengikat setiap warga Negara untuk turut mempertahankan dan menjaga keberadaan, sekaligus memberikan sanksi hukum atas pelanggaran PERDA tersebut. Kebijakan pemerintah Kabupaten Gowa yang telah dikeluarkan dalam bentuk PERDA di era otonomi daerah yang di arahkan pada kelestarian hutan disajikan pada Tabel 1. Implikasi Kebijakan Kehutanan Terhadap PAD Sejak dimulainya otonomi daerah yang secara efektif dimulai pada januari 2001, sudah memasuki tahun ke sebelas. Dalam pelaksanaannya diharapkan berbagai tantangan yang cukup berat salah satunya adalah bagaimana kemampuan daerah dalam mempersiapkan berbagai infrastruktur pembangunan daerah, sehingga daerah berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan cara meningkatkan penerimaan dari PAD. Otonomi daerah ini dilihat dari segi penerimaan, memberikan implikasi positif bagi peningkatan penerimaan PAD Kabupaten Gowa dapat di lihat pada Tabel 7. Pendapatan PEMDA Gowa Setelah OTODA Berdasarkan hasil tersebut diatas digambarkan bahwa dengan pemberlakuan kebijakan sektor kehutanan pada era otonomi daerah memberikan konstribusi tingkat penerimaan PAD secara signifikan. Hal ini dibuktikan bahwa sebelum otonomi daerah atau sebelum pemberlakuan kebijakan kehutanan oleh pemerintah daerah yang tersebut diatas pada tahun 2001, penerimaan sektor kehutanan hanya berasal dari dana provisi sumber daya hutan (PSDH), iuran hasil hutan (IIH), dan dana reboisasi yang semuanya merupakan penerimaan dari bagi hasil dengan pemerintah pusat Tabel 12. Penerimaan dana IHH, PSDH dan Dana Reboisasi diatur melalui Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Daerah. Setelah OTODA dana reboisasi yang dulunya di peruntukkan bagi PEMDA Gowa di rubah namanya menjadi Dana Alokasi Khusus (DAK) besarnya DAK untuk kegiatan RHL Kabupaten Gowa setelah OTODA dapat dilihat pada tabel 13.

Sehingga dapat terlihat perbedaan antara PAD sebelum dan sesudah di era OTODA bahwa pada era OTODA pemerintah daerah banyak mengalami penerimaan atau pemasukan dalam sektor kehutanan yang merupakan hasil pendapatan asli daerah di Kabupaten Gowa. Besarnya dana untuk pembangunan hutan di Kabupaten Gowa, menunjukkan dana reboisasi (DAK RHL) setelah OTODA lebih Besar di banding sebelum OTODA (Tabel 14). Hal ini, memberikan optomisme dalam kelestarian hutan di Kabupaten Gowa yang masih dapat terjaga meskipun alokasi dana untuk tujuan pembangunan kehutanan hampir seluruhnya dari pemerintah pusat. Implikasi Kebijakan Kehutanan Terhadap Kelestarian Hutan Berdasarkan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) Kabupaten Gowa tahun 2005-2010, kebijakan dan strategi rehabilitasi hutan dan lahan merupakan optimalisasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam (SDA). Optimalisasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan dan mengembangkan sistem pengelolaan dan pemanfaatan SDA dengan tujuan terciptanya keseimbangan antara aspek sumberdaya alam sebagai modal ; pertumbuhan ekonomi (kontribusi sektor pertanian, pertambangan terhadap PDRB) dengan aspek perlindungan

terhadap kelestarian dan fungsi

lingkungan hidup sebagai penopang kehidupan secara luas. Keseimbangan tersebut untuk menjamin keberlanjutan pembangunan (sustainable development). Untuk itu tiga pilar pembangunan yang harus diperhatikan secara seimbang yaitu : menguntungkan secara ekonomi (economically profitable), diterima secara sosial (socially acceptable) dan ramah lingkungan (environmentally sound). Prinsip tersebut harus dijabarkan dalam bentuk instrumen kebijakan dan peraturan perundangan lingkungan yang dapat mendorong investasi pembangunan jangka menengah di seluruh sektor dan bidang terkait dengan sasaran pembangunan sumberdaya alam. 1. Optimalisasi pengelolaan sumber daya lahan 2. Optimalisasi pengelolaan sumber daya lahan hutan 3. Optimalisasi pengelolaan sumber daya tambang. 4. Peningkatan pengelolaan sumber daya air.

5. Pembangunan berwawasan lingkungan hidup yang berkelanjutan untuk memelihara, menyelamatkan dan melestarikan sumberdaya hutan, tanah dan air. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan di Kabupaten Gowa melalui kebijakan kehutanan memberikan beberapa indikator yang dapat diasumsikan untuk memprediksikan apakah keberadaan suatu hutan dalam kategori lestari atau tidak lestari. Walaupun untuk menentukan secara pasti implikasi kebijakan kehutanan terhadap kelestarian hutan diperlukan waktu pengamatan yang cukup lama. Menurut Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Gowa, ada beberapa indikator yang memberikan implikasi positif tetapi belum dapat menjamin secara pasti terciptanya kelestarian hutan : 1. Pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat di sekitar kawasan hutan, dengan diberikannya izin pemanfaatan lahan kawasan hutan. Masyarakat setempat memanfaatkan lahan kawasan hutan dengan menanam tanaman perkebunan dan tanaman kayu-kayuan di bawah tegakan yang mempunyai prospek pasar menjanjikan tanpa mengurangi kondisi sebelumnya. 2. Peningkatan pendapatan masyarakat melalui pemanfaatan kayu hutan rakyat/hutan milik, dengan di berikannya izin pemanfaatan kayu hutan rakyat / milik. Sebelum diberlakukannya kebijakan ini kayu hutan rakyat hanya dimanfaatkan secara konsumtif untuk keperluan rumah tangga, namun setelah diberlakukan masyarakat dapat memperoleh tambahan pendapatan dari penjualan kayunya. Dampak dari kebijakan tersebut adalah menambah motivasi masyarakat dalam pengembangan hutan rakyat. 3. Memenuhi kebutuhan bahan baku kayu bagi masyrakat dan industri . 4. Mengurangi terjadinya peredaran hasil hutan secara illegal. Hal - hal yang dapat berdampak menurunkan kelestarian hutan adalah sebagai berikut : 1. Kegiatan penataan dan penentuan batas hutan (deliniasi) kawasan hutan masih jauh dari yang diharapkan. Tata batas yang telah rusak, hilang dan tidak jelas akan mendorong masyarakat masuk ke dalam kawasan hutan

untuk membuka lahan baik untuk pertanian, perkebunan maupun untuk pemukiman yang semakin lama akan membentuk suatu komunitas baru berupa perkampungan. 2. Perjanjian usaha kehutanan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah terkadang disalah gunakan oleh masyarakat melalui penafsiran yang berbeda terhadap makna dari perjanjian tersebut. 3. Masih seringnya terjadi kebakaran hutan pada kawasan hutan sebagai akibat dari kegiatan masyarakat dalam mengusahakan tanaman pertanian dan perkebunan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan uraian pada hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Kebijakan kehutanan yang dikeluarkan Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa era Otonomi daerah berupa : (a) Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2000 tentang Retribusi Izin Pemanfaatan Kayu Tanah Milik. (b) Peraturan Daerah (Perda) Nomor 17 Tahun 2011 tentang Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah. (c) Penerimaan Sumbangan dari Perhutanan (Penyadapan Getah Pinus) yang bekerjasama antara Dinas kehutanan dan Perkebunan kabupaten Gowa dengan PT. Adimitra Pinus Utama berimplikasi positif bagi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah. 2. Implikasi dari di keluarkannya Kebijakan berupa peraturan daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah pada era otonomi daerah adalah memberikan hasil penerimaan PAD yang cukup signifikan sebagai sumber pendapatan daerah era otonomi daerah. 3. Implikasi kebijakan berupa peraturan daerah terhadap kelestarian hutan adalah kebijakan kehutanan yang dikeluarkan daerah Kabupaten Gowa era otonomi daerah belum dapat memberikan jaminan kelestarian hutan. Hal ini ditandai dengan indikator-indikator yang membutuhkan pengamatan dengan waktu yang

cukup lama untuk menentukan apakah dapat mewujudkan kelestarian hutan di Kabupaten Gowa. Saran Beberapa saran yang dapat diberikan sehubungan dengan pengelolaan hutan pada era otonomi daerah di Kabupaten Gowa : 1. Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa perlu mencermati dengan seksama implementasi kebijakan kehutanan di lapangan agar tujuan di keluarkannya kebijakan kehutanan tersebut tidak melenceng dari yang ditargetkan. 2.

Pemerintah Kabupaten Gowa masih perlu merancang Peraturan Daerah menyangkut pengelolaan hutan lestari untuk melengkapi Peraturan Daerah Retribusi yang telah ada di bidang kehutanan. DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim, 2002. Akuntansi Sektor Publik Keuangan daerah. Penerbit Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Arief A, 1999. Hutan Hakikat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Penerbit Yayasan Obor Indonesia Jakarta. Bribes, C., 1999. Membangun Sisa Hutan Di Indonesia dan Amerika Serikat (terjemahan). Penerbit Yayasan Obor Indonesia Jakarta. Departemen Kehutanan, 1999. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah. Departemen Kehutanan, 1999. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah. Departemen Kehutanan, 2004. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah. Departemen Kehutanan, 2004. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah. Danusaputro M, 2000. Wawasan Nusantara dalam Implementasi dan Implikasi Hukumnya. Penerbit Alumni, Bandung.

Edi, Eko, dan Purwanto, 2003. Modul Pelatihan Kriteria dan Indikator Pengelolaan Hutan Lestari Aspek Kelola Lingkungan dan Sosial Pusat Diklat Kehutanan, Bogor. Gibson.J, J.Ivancevich, J. Donnelly.2002. Organisasi, Perilaku, Struktur.Terjemahan Nunuk Andiarni. Bina Rupa Aksara. Jakarta. Iskandar, U, 2001. Kehutanan Menapak Otonomi Daerah, Jakarta. Ismail, 2001. Pembangunan Kehutanan di Era Otonomi Daerah. Penerbit Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Kadarusman dan Bambang M, 2003. Modul Pelatihan Kriteria dan Indikator Pengelolaan Hutan Lestari Aspek Kelola Produksi. Pusat Diklat Kehutanan, Bogor. Lappy M, 2001. Tinjauan Terhadap Pelaksanaan Pemberian Otonomi Kepala Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Hasanuddin. (Tidak dipublikasikan), Makassar. Prakosa, 2002. Kebijakan Kehutanan di Era Otonomi Daerah. Direktorat Jenderal Kehutanan R.I, Jakarta. Rasyid. R, 2000. Perspektif Otonomi Luas, Otonomi atau Federalisme. Penerbit Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Robbins,S. 2006. Perilaku Organisasi. Alih Bahasa Benyamin M. PT Indeks Kelompok Gramedia. Jakarta. Sutarto, 1998. Dasar-Dasar Organisasi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Solichin A, W, 2001. Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara. Penerbit PT. Bumi Aksara, Jakarta. Usman, M, 1999. Keuangan dan Pembiayaan Pemerintahan Daerah. ISEI, Makassar.

Lampiran. Tabel lampiran 1. Peraturan Daerah Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa Era Otonomi Daerah. No 1

2

3

Kebijakan

Tentang

Tahun

Peraturan Pemerintah Nomor

Retribusi Izin Pemanfaatan Kayu

7 tahun 2000

Tanah Milik

Peraturan Pemerintah Nomor

Retribusi Penjualan Produksi Usaha

17 tahun 2011

Daerah

Penyadapan Getah Pinus

2000

Perjanjian Kerjasama Penyadapan

2011

2007

Getah Pinus

Sumber : data primer setelah diolah, Tahun 2012

Tabel lampiran 2. Penerimaan dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Bidang Kehutanan Kabupaten Gowa Tahun Anggaran Penerimaan Bidang Kehutanan Tahun

2009

Jenis

Target

Realisasi

Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah (peng. Kayu Tanah Milik)

80.000.000,00

90.699.400,00

Retribusi Jasa Usaha Penjualan Produksi Perkebunan

90.000.000,00

70.000.000,00

Perhutanan

40.000.000,00

49.300.600,00

210.000.000,00 Penerimaan Bidang Kehutanan

210.000.000,00

Jumlah Tahun 2009 Tahun

2010

Jenis

Target

Realisasi

Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah (peng. Kayu Tanah Milik)

80.000.000,00

96.717.600,00

Retribusi Jasa Usaha Penjualan Produksi Perkebunan

90.000.000,00

59.053.000,00

Penerimaan Sumbangan Dari Perhutanan

40.000.000,00

55.011.350,00

Jumlah Tahun 2010 Tahun

2011

210.000.000,00 Penerimaan Bidang Kehutanan

210.781.950,00

Jenis

Target

Realisasi

Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah (peng. Kayu Tanah Milik)

80.000.000,00

75.582.600,00

Retribusi Jasa Usaha Penjualan Produksi Perkebunan

55.000.000,00

109.500.000,00

Penerimaan Sumbangan Dari Perhutanan

200.000.000,00

251.146.500,00

335.000.000,00

436.229.100,00

Jumlah Tahun 2011

Sumber : data primer setelah diolah, Tahun 2011

Tabel lampiran 3. Penerimaan Sektor Kehutanan dari Iuran Hasil Hutan (IIH), Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), dan Dana Reboisasi Kabupaten Gowa, Tahun 1995 – 2000. Penerimaan Tahun IIH PSDH Dana Reboisasi 1995

Rp. 33.536.925

-

-

1996

Rp. 29.076.720

-

-

1997

Rp. 3.978.456

-

Rp. 321.377.000

1998

Rp. 287.855.707

-

-

1999

-

Rp. 247.950.250

Rp. 272.577.000

2000

-

Rp. 53.307.058

-

Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Gowa, 2012

Tabel lampiran 4. Dana Alokasi Khusus dalam kegiatan RHL. No.

Tahun

Besar DAK

Tujuan Alokasi RHL – reboisasi, pengkayaan

1

2010

Rp. 1.046.900.000

tanaman, green belt, dan social forestry dalam kawasan hutan

2

2011

Rp. 884.700.000

RHL – reboisasi, pengkayaan tanaman, green belt, dan social

forestry dalam kawasan hutan Sumber : Dinas Perkebunan dan kehutanan kabupaten Gowa, 2011

Tabel lampiran 5. Perbandingan Jumlah Total PAD Sebelum OTODA dan Sesudah OTODA di Kabupaten Gowa. No.

Penerimaan Sebelum OTODA

1

PAD

1995

Rp. 33.536.925

1996

Rp. 29.076.720

1997

Rp. 3.978.456

1998

Rp. 287.855.707

PSDH

Dana Reboisasi

Rp. 321.377.000

1999

Rp. 247.950.250

2000

Rp. 53.307.058

Rp. 272.577.000

Setelah OTODA 2

2009

Rp. 210.000.000

2010

Rp. 420.781.000

Rp. 1.046.900.000

2011

Rp. 771.229.100

Rp. 884.700.000

Sumber : Hasil Olahan Data dari Dinas Perkebunan dan kehutanan dan Dinas Pendapatan Daerah di kabupaten Gowa, 2012