Kumpulan Makalah PKMM dalam Pimnas XIX 2006 UMM Malang

225 downloads 9026 Views 13MB Size Report
Judul. Nama_Ketua. PT. PKMM-4-1 Pembuatan Senyawa Atraktan dari ..... Yopi Fetrian,S.IP,M.Si Kepala Labor Ilmu Politik, Kepala IT. FISIP UNAND juga Dosen Ilmu ...... PGSD PENJAS, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. ABSTRAK.
i

DAFTAR ISI PKM - M Kode

Kelompok 1 Judul

Nama_Ketua

PKMM-1-1 Pembuatan Alat Pembuka Kerang Wan Akmal Indrawan Husni Mubarak PKMM-1-2 Peningkatan Kemampuan Siregar Pemerintahan Nagari Dalam Menyusun Peraturan Nagari (Legal Drafting) di Kabupaten Tanah Datar, Propinsi Sumatera Barat PKMM-1-3 Penerapan Sistem Pertanian Hawayati Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan dengan Pola Desa Mitra PKMM-1-4 Penggunaan Kelembagaan dengan Kastana Sapanli Model Co-Management dalam Rangka Menuju Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan di Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang PKMM-1-5 Pengembangan Kemampuan Wahyu Lestari Mendongeng bagi Guru Taman Kanak-kanak di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang PKMM-1-6 Model Reklamasi Lahan Kritis Rahmat Hidayat pada Area Bekas Penggalian Bata Moch. Fuadi PKMM-1-7 Pelatihan Pembaharuan dalam Pendidikan dan Pengajaran dengan Aziz Cara Mengajar Melalaui Keterampilan Proses Bagi Guruguru Sekolah Dasar di Daerah Banjarnegera Thina Ardliana PKMM-1-8 Pemberdayaan Potensi Tuna Daksa pada Panti Sosial Melalui Program Kurikulum Pembinaan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) PKMM-1-9 Upaya Pelestarian Situs Glinseran Febrie Guntur Sebagai Sumber Sejarah dengan Setiaputra Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Sekitar Situs Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 PKMM-1-10 Pelatihan Membuat Ragam Hias A. Syamsul Asti Kerajinan Keramik di Desa Sandi Kecamatan Pattallassang Kabupaten Takalar

PT Universitas Syiah Kuala Universitas Andalas

Universitas Jambi

Institut Pertanian Bogor

Universitas Negeri Semarang

Universitas Gadjah Mada Universitas Negeri Yogyakarta

Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya

Universitas Jember

Universitas Negeri Makassar

i

Yuyun Setiawan PKMM-1-11 Pelatihan Membuat Asesoris B Rumah tangga dari Kerajinan Anyaman Daun Lontar pada Remaja Putri Putus Sekolah di Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng Ni Nyoman PKMM-1-12 Upaya Pelestarian Salak Gula Sarmiati Pasir Melalui Pelatihan dan Pembinaan Petani dengan Teknik Pencangkokan di Desa Sibetan Yuli Dwi PKMM-1-13 Pelatihan Pengolahan Sampah Gunarso Biomassa Skala Rumah Tangga Sebagai Briket Arang dalam Upaya Menghasilkan Sumber Energi Alternatif yang Ramah Lingkungan PKMM-1-14 Aplikasi WEB Penunjang Pradita Utama Pelaksanaan PIMNAS PKMM-1-15 Pemanfaatan Waktu Tunggu Jasa Angkutan Umum dengan Membaca Sebagai Salah Satu Upaya Menumbuhkan Minat Baca dan Meningkatkan Kecerdasan Masyarakat PKMM-1-16 Pelatihan Keterampilan Teknik Las Acetylen Untuk Bekal Alih Profesi Menjadi Wirausaha Mandiri Bagi Pengemudi Becak Di Kota Surakarta PKMM-1-17 Pengaruh Pembinaan dan Pelatihan Produsen Jamu Gendong Terhadap Peningkatan Kualitas Jamu Gendong di Kelurahan Sumpiuh Kecamatan Sumpiuh Kabupaten Banyumas PKMM-1-18 Pengembangan Bahan Aditif Alami Untuk Mengurangi Ketergantungan Penggunaan Senyawa Sintetik pada Produk Manisan Buah-buahan di Desa Tlogomas Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang PKMM-1-19 Modifikasi Alat Pengemasan Hasil Pemindangan Bagi Kelompok Ikan Pindang Mina Lasmi di Desa Perancak Kabupten Jembrana Bali

Sigit Setiawan

Universitas Negeri Makassar

Ikip Negeri Singaraja

Politeknik Negeri Semarang

Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Bandung Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta

Untung Mulyadi Politeknik Surakarta

Wahyu Kurniawan

Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Dini Elmiyati Hasanah

Universitas Muhammadiyah Malang

I Gusti Made Separiyana

Universitas Mahasaraswati Denpasar

ii

PKM - M Kode

Kelompok 2 Judul

Nama_Ketua

PKMM-2-1 Pembinaan dan Pendampingan Juniarti Tobing Kelompok Tukang Becak di Kampus Universitas Sumatera Utara David Darwin PKMM-2-2 Pilot Project Peningkatan Kesadaran Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dengan Cara Pemilihan di Kota Padang PKMM-2-3 Save Our Jail Ignasia Kijm PKMM-2-4 Pengembangan Plasmanutfah Hanjeli (Coix lacryma-jobi L.) sebagai Pangan Potensial Berbasis Tepung di Kawasan Punclut Kabupaten Bandung PKMM-2-5 Perintisan dan Pengembangan Sanggar Belajar Bagi Anak-Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Desa Banyuanyar Kabupaten Boyolali PKMM-2-6 Eksploitasi Air Guwa Plawan dengan Energi Terbarukan: Sebuah upaya Penaggulangan Bencana Kekeringan di Desa Giricahyo Kecamatan Purwosari kabupaten Gunung Kidul PKMM-2-7 Penanggulangan Masalah HIV/AIDS, Napza dan Kesehatan Reproduksi dengan Pendekatan Peer Control Group dari, oleh dan untuk Remaja SMA Kotamadya Surabaya PKMM-2-8 Pemberdayaan Potensi Ekonomi Sampah Kota: Penyuluhan Pengelolaan Sampah Terintegrasi di Lingkungan Keputih Sukolilo Surabaya PKMM-2-9 Penyuluhan dan Pelatihan Pengrajin Sasirangan di Kelurahan Seberang Mesjid Kecamatan Banjarmasin Tengah Kota Banjarmasin dalam Rangka Meningkatkan Mutu dan Kualitas Sasirangan PKMM-2-10 Rancang Bangun Alat Pengiris Bawang yang Praktis dan Efisien

Fiky Yulianto Wicaksono

PT Universitas Sumatera Utara

Universitas Andalas

Universitas Indonesia Universitas Padjadjaran

Luhung Achmad Universitas Sebelas Perguna Maret Surakarta

Andityo Nurwanto

Universitas Gadjah Mada

Retno Wahyuni Puspitosari

Universitas Airlangga

Fanti Nur Laili

Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya

Maulana Achmadi

Universitas Lambung Mangkurat

Aswinto

Universitas Negeri Makassar

iii

PKMM-2-11 Program Peningkatan Kesadaran Ashri Salam Masyarakat Tentang Pelestarian Mangrove Berbasis Masyarakat di Pesisir Pantai Sambuli Kecamatan AbeliKota Kendari Sulaewsi Tenggara Sumardi PKMM-2-12 Aplikasi Alat Pengupas Sabut Kelapa Sederhana pada Petani Kelapa di Kenagarian Koto Tuo, Kecamatan Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota PKMM-2-13 Optimalisasi Pemanfaatan Ruang Augustinus Nara diantara Tegakan Jambu Mete Dei Kelompok Tani Telekomunit PKMM-2-14 Penerapan Aplikasi Cerita Rakyat Andy Irwanto Handoyo dan Permainan Daerah yang Berbasiskan Web dan Ensklopedia Dalam Mendukung Pengajaran Budaya Nasional pada Taman Kanak-Kanak & Kelompok Bermain di Kotamadya Bandung PKMM-2-15 Pengangkatan Air Bersih dari Goa Fery Prihantoro Galis, Kecamatan Purwosari, Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta Untuk Kebutuhan Masyarakat Sekitar PKMM-2-16 Rancang Bangun Alat Mixer Roti Nurul I Bandung dengan Variasi Percepatan Mahdalena PKMM-2-17 Pelatihan Pembuatan Nata De Banana Skin Dengan Memanfaatkan Limbah Kulit Pisang Untuk Meningkatkan Penghasilan Masyarakat di Sentra Industri Kecil Pengrajin Sale Pisang di Desa Gandrung Manis Kecamatan Gandrungmangu Kabupaten Cilacap PKMM-2-18 Prototipe Mesin Pengatur Perapian Johan Nurdiyanto pada Industri Kerajinan dengan Bahan Baku Limbah Gelas Dalam Upaya Peningkatan Kapasitas Produksi PKMM-2-19 Studi Adaptasi Sepasang Siamang Mitha Rindya ( TPSDP ) (Hylobates syndactylus Raffles Putri 1821) setelah Rehabilitasi di Pulau Marak

Universitas Haluoleo

Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Politeknik Pertanian Negeri Kupang Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Bandung

Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Politeknik Surakarta

Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Universitas Merdeka Malang

Universitas Andalas

iv

PKM - M Kode

Kelompok 3 Judul

PKMM-3-1 Pelatihan Pemanfaatan Akar Alang-Alang (Imperata cylindrica) Menjadi Produk Olahan Sirup dan Bahan Campuran Pembuatan Kertas Daur Ulang di Desa Bandar Khalifah PKMM-3-2 Peningkatan Kemampuan Aparatur Pemerintahan Nagari Dalam Membuat Kebijakan Publik (Public Policy) di Kabupaten Padang Pariaman Provinsi Sumatera Barat PKMM-3-3 10 Minggu Mencari Cinta (Program Intervensi Bagi Penghuni Panti Werdha dan Panti Asuhan) PKMM-3-4 Model Pembelajaran bagi Anak yang Berhadapan dengan Hukum di Rumah Tahanan Kelas I Bandung PKMM-3-5 Pemanfaatan Seni Visual Mural Untuk Mengenalkan Dunia Binatang pada Peserta Didik di Taman Kanak-Kanak PKMM-3-6 Pemanfaatan Musik Gamelan untuk Senam Paket Aerobik PKMM-3-7 Pemberdayaan Siswa Pemantau Jentik (WAMANTIK) sebagai Upaya Pencegahan Kejadian Luar Biasa (KLB) Demam Berdarah Dengue PKMM-3-8 Pemanfaatan Limbah Kayu untuk Budidaya Jamur Kayu Edibel di Kalangan Mahasiswa FMIPAUNESA PKMM-3-9 Pemanfaatan Modul Antar Muka Serbaguna Sebagai Peningkatan Mutu Pembelajaran dan Praktikum Fisika di SMA Negeri I Binuang PKMM-3-10 Pelatihan Membuat Kompor Memasak Alternatif dari Abu Sekam Padi Bahan Bakar Arang Pada Ibu-Ibu Istri Petani di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru PKMM-3-11 Potensi Bulu Babi Sebagai Bahan Pangan Penyangga Ikan

Nama_Ketua

PT

Nana Ariani

Universitas Negeri Medan

Azizul Mendra

Universitas Andalas

Erawati Dian Anggraeni

Universitas Indonesia

Ragil Pardiantoro

Universitas Pendidikan Indonesia

Ismariyati

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Dian Kurnia Primasari Achmad Fachrizal

Universitas Negeri Yogyakarta Universitas Airlangga

Eko Wahyudi

Universitas Negeri Surabaya

Siti Nila Murgana

Universitas Lambung Mangkurat

Afdhal Hamka

Universitas Negeri Makassar

Permenas Rumansara

Universitas Negeri Papua

v

PKMM-3-12 Pemanfaatan alat Penjernih air Untuk Air PDAM yang Dikonsumsi Warga Komplek Perumahan Politani PKMM-3-13 Terobosan dalam Pembelajaran Biomolekul DNA di SMU : Model DNA (Struktur, Transkripsi, Translasi) PKMM-3-14 Pembangunan Jaringan Akses Radio dengan Cordless Phone Sebagai Sarana Akses Komunikasi Bagi Petani di Gunung Puntang PKMM-3-15 Metode Pressing Pada Jerami Hasil Fermentasi Dengan EM-4

Reni Luzi

Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Andyka

Universitas Katholik Indonesia Atmajaya Jakarta

Tririan Arianto

Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Bandung

Andreas Bagus Graha Sanjaya

Universitas Atmajaya Yogyakarta Politeknik Surakarta

Rahman Saleh PKMM-3-16 Pelatihan Keterampilan Pengelasan Plastik sebagai Bekal Berwirausaha Mandiri Bagi Pemuda Pengangguran di Kelurahan Manggung Kec. Ngemplak Kab. Boyolali PKMM-3-17 Pelatihan Pembuatan Pupuk Pandu Perdana Organik dengan Memanfaatkan Limbah Jamu Bagi Warga Miskin dan Menganggur di Sentra Industri Jamu PKMM-3-18 Pembuatan Alat Praktikum Five In Monica Fanny One Asmaraning Tyas

Universitas Tunas Pembangunan Surakarta

Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

PKM - M Kelompok 4 Kode

Judul

PKMM-4-1 Pembuatan Senyawa Atraktan dari Minyak Cengkeh untuk Menanggulangi Hama Lalat Buah pada Tanaman Jeruk di Desa Ajijulu Kabupaten Karo PKMM-4-2 Pelaksanaan Pengajaran Tematik dalam Program Keaksaraan Fungsional sebagai Solusi Pemberantasan Buta Aksara di Pesisir Air Tawar Barat Padang PKMM-4-3 Agriculture for Kids PKMM-4-4 Pengembangan model Pembelajaran IPBA Melalui Kegiatan Layanan Laboratorium Bagi Siswa SMA

Nama_Ketua Julius Baringbing

PT Universitas Negeri Medan

Sari Rahma Yeni Universitas Negeri Padang

Ray Tiran Cahyo Puji Asmoro

Institut Pertanian Bogor Universitas Pendidikan Indonesia

vi

PKMM-4-5 Health Behavior Training For Coping Endemic Meningkatkan Perilaku Coping Endemis Malaria Pada Daerah Kokap Kulonprogo Yogyakarta PKMM-4-6 Alat Pembasmi Hama Multifungsi Dengan Pemanfaatan Frekuensi PKMM-4-7 Sosialisasi Mitigasi Daerah Rawan Longsor di Desa Kemuning Lor, Kecamatan Ariasa, Kabupaten Jember-Jawa Timur PKMM-4-8 Pelatihan Gynogenesis Pada Kelompok Pembudidaya Ikan Koi (Cyprinus carpio) Dalam Upaya Peningkatan Kualitas Genetik Ikan Koi di Kelompok Pembudidaya Ikan Koi "Sumber Harapan" Kabupaten Blitar Propinsi Jawa Timur PKMM-4-9 Upaya Mengajak Masyarakat dalam Gerakan Reboisasi Menggunakan Tumbuhan Rambai Padi (Sonneratia sp.) untuk Mengurangi Laju Abrasi Sungai Martapura dalam Wilayah Kota Banjarmasin PKMM-4-10 Pelatihan Keterampilan Membuat Kursi Gandeng Meja Belajar Anak-Anak Sistim Lipat Dari Serpihan Kayu Bagi Anak Panti Asuhan Mario PKMM-4-11 Pemanfaatan Serat Tanaman Sanseviera Sebagai Alat Alternatif Bahan Baku Benang Tenun PKMM-4-12 Simulasi Koordinasi Antar Traffic Lights Persimpangan Jalan dengan Jalur Lintasan Kereta Api Berbasis PLC PKMM-4-13 Strategi Pembelajaran Bahasa Inggris Melalui Teknik Bermain untuk Guru-guru Sekolah Dasar di Kabupaten Sumedang PKMM-4-14 Pelatihan Bahasa Jepang Bagi Pemandu Wisata Lokal di Daerah Tujuan Wisata Kabupaten Bantul Yogyakarta PKMM-4-15 Pengembalian Air Irigasi Kasus Pada Kelompok Tani Ikan " Rukun Agawe Santoso" PKMM-4-16 Peningkatan Hasil Pertanian Melalui Sarana Perbaikan Saluran Irigasi dengan Sistem Senderan

Mohammad Sulkhan Rokhiem

Universitas Gadjah Mada

Endra Dwi Universitas Negeri Priyono Yogyakarta Hanis Setiyawati Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya Sri Pratiwi Saraswati D

Universitas Brawijaya

Khairunnisa

Universitas Lambung Mangkurat

Sahabuddin

Universitas Negeri Makassar

Siti Khalimah Sa'diyah

Institut Seni Indonesia (Isi) Yogyakarta Muhammad Politeknik Negeri Syarif Ramdani Bandung

Cecep Sunarya

Yuni Susanto

Sekolah Tinggi Bahasa Asing Sebelas April Sumedang Akademi Bahasa Asing "Yipk" Yogyakarta

Yudha Sumantri Universitas Atmajaya Yogyakarta Ronald Setio Universitas Katholik Hudaja Soegijapranata Semarang

vii

PKMM-4-17 Pengembangan dan Optimalisasi Atta Beby Artgarani Pemanfaatan Asosiasi Untuk Peningkatan Kinerja Usaha Produsen Terasi di Desa Sirnoboyo Kabupaten Pacitan Jawa Timur PKMM-4-18 Pembuatan Alat Peraga Sederhana Anthony Wijaya pada Pokok Bahasan Gelombang Berdasarkan Sumber Gelombang Mikro Untuk Sekolah Menengah Atas

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas Surabaya

Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

PKM - M Kelompok 5 Kode

Judul

PKMM-5-1 Pemanfaatan Aliran Sungai Bahbolon Sebagai Daerah Tujuan Wisata di Kecamatan Dolok Merawan, Serdang Bedagai dalam Meningkatkan Pendapatan Masyarakat dan Daerah Sekitar dalam Era Otonomi Daerah PKMM-5-2 Pembinaan Peran Wanita sebagai Pendidik dan Pendamping Suami dalam Membantu Menambah Pandapatan Keluarganya di Tanjung Merawa Padang PKMM-5-3 Implementasi dan Pengembangan Zat sebagai Pengabsorpsi Residu Logam Berat Merkuri (Hg) Pada Kerang Hijau di Industri Pengolahan Kerang Cilincing, Jakarta Utara PKMM-5-4 Prototipe Percobaan Rutherford Memecah Kebuntuan Siswa SMA dalam Memahami Model Atom Rutherford PKMM-5-5 Program "The Power of The Deaf" Menumbuhkan Konsep Diri Positif pada Remaja Tuna Rungu PKMM-5-6 Budidaya Tanaman Akar Wangi Sebagai Upaya Konservasi Tanah Longsor (lLandslide) di Kecamatan Gendongsari Gunungkidul Yogyakarta PKMM-5-7 Pengadaan Air Bersih Warga Stren Kali Jagir Dengan Pemanfaatan Biji Kelor dan Karbon Aktif

Nama_Ketua Syahfitra Harahap

PT Universitas Negeri Medan

Zahratul Azizah Universitas Negeri Padang

Mundakir

Institut Pertanian Bogor

Ani Rosiyanti

Universitas Negeri Semarang

Dinna Nurdamayanti

Universitas Gadjah Mada

Surastri

Universitas Negeri Yogyakarta

Tri Sandi A.Utami

Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya

viii

PKMM-5-8 Pelatihan Keterampilan Menjahit bagi Masyarakat Penerima Bantuan Mesin Jahit di Kelurahan Arjosari PKMM-5-9 Sosialisasi Penyelesaian Sengketa Keperdataan Melalui Jalur Non Litigasi sebagai Solusi Alternatif di kota Pare-Pare PKMM-5-10 Pelatihan Membuat Hiasan dengan Memanfaatkan Kulit Jagung Pada Remaja Putri di DEsa Kulo Kabupaten Sidrap PKMM-5-11 Pelatihan Penggunaan Campuran Semen Keramik dan Cat Tembok untuk Melindungi Bangunan Gapura hasil Kerajinan Masyarakat Desa Kapal, Kecamatan Mengui, Kabupaten Bandung - Bali. PKMM-5-12 Perancangan dan Simulasi Sistem Sirkulasi Udara Bersih di Puskesmas untuk Meminimalisasi Penularan Penyakit Malalui Udara PKMM-5-13 Pemantauan Gizi Buruk di Puskesmas Rancabungur Desa Sukarindik Indihiang, Kota Tasikmalaya tahun 2005 PKMM-5-14 Pembinaan Pengolahan Jambu Biji (Psidium Guajava) Bagi Anggota Koperasi "Ram" Bantul Yogyakarta PKMM-5-15 Pelatihan Olah Qalbu (hati) Untuk Meningkatkan Komitmen Terhadap Organisasi pada Pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN) Pusat PKMM-5-16 Peningkatan Product Appereance Kue Semprong Ibu Ndari di Ungaran PKMM-5-17 Percepatan Sosialisasi Jajar Legowo pada Budidaya Padi Sawah PKMM-5-18 Tehnik Memproduksi Bandeng Tanpa Duri (Tandu) Segar

Nur Cholip

Universitas Negeri Malang

Rahmatullah

Universitas Hasanuddin

Itje Novita

Universitas Negeri Makassar

I Wayan Tastra

Ikip Negeri Singaraja

Cucu Marlia

Politeknik Negeri Bandung

Heni Wahyuni

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Respati Tasik Malaya

Surini

Akademi Pariwisata Buana Wisata Yogyakarta

Ferdinan Eka Lasmana

Universitas Wangsa Manggala Yogyakarta

Galuh Asri P

Universitas Katholik Soegijapranata Semarang Universitas Muhammadiyah Jember Akademi Perikanan Sidoarjo

Hadi Prasetyo Wicaksono Dian Agastya

ix

PKMM-1-1-1

PEMBUATAN ALAT PEMBUKA KERANG Arief Wan Akmal Indrawan, Afril, Sarwo Edhy S Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh ABSTRAK Kata kunci:

PKMM-1-2-1

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMERINTAHAN NAGARI DALAM MENYUSUN PERATURAN NAGARI (LEGAL DRAFTING) DI KABUPATEN TANAH DATAR, PROVINSI SUMATERA BARAT Husni Mubarok Siregar, Dewi Puspita, Zayadi Zainuddin Jurusan Ilmu Politik, Universitas Andalas, Padang

ABSTRAK Dalam menyikapi momentum Otonomi Daerah, Pemerintah Daerah Sumatera Barat melalui Perda No. 09 Tahun 2000 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Nagari, telah menyelaraskannya dalam bentuk “Kembali pada sistem Pemerintahan Nagari”. Sesuai dengan Perda tersebut pada pasal 1 G, nagari sebagai pemerintahan terendah berhak menyelenggarakan sistem pemerintahannnya sendiri. Akan tetapi, pemberlakuan sistem pemerintahan nagari yang relatif baru (2 tahun) tentu menyebabkan terjadinya perombakan aparatur pemerintahan, dan rata-rata mereka adalah orang baru di bidang pemerintahan. Otomatis pengalaman aparatur pemerintahan nagari kurang memadai. Hal ini diperkuat lagi dengan kenyataan bahwa resisitensi pemerintahan nagari yang berjalan selama 2 tahun lemah, ditandai dengan tidak dilengkapinya nagari dengan peraturan nagari (Pernag). Fenomena ini terjadi di Nagari Baringin di Kabupaten Tanah Datar. Padahal, pemerintahan yang bisa menampung kebutuhan (need assesment) masyarakat, adalah pemerintahan legal /formal. Wujud dari kemutlakan pemerintahan yang legal/formal tersebut adalah dengan adanya undang-undang/Pernag yang mau tidak mau harus dimiliki oleh pemerintahan nagari Baringin. Berangkat dari permasalahan diatas, tim PKM mengadakan pengabdian masyarakat di nagari tersebut dengan harapan pemerintahan Nagari Baringin mampu melahirkan produk hukum yang bisa mengikat semua masyarakat. Dalam pelaksanaan program pengabdian masyarakat, Tim PKMM menggunakan metode Androgogi sebagai bentuk pembelajaran bagi orang-orang dewasa. Hasil dari pelaksanaan program pengabdian masyarakat ini adalah: Pertama, adanya peningkatan pemahaman masyarakat khususnya Badan Perwakilan Rakyat Nagari (BPRN) terhadap sistem penyelenggaraan pemerintah dan menyadari betapa perlunya peraturan nagari dalam mendukung setiap program pemerintahan nagari. Kedua, aparatur pemerintahan nagari termotivasi untuk membangun nagarinya kembali bahkan Wali Nagari Baringin bersama-sama dengan aparatur lainnyanya (Pionir) akan membentuk Assosiasi Wali Nagari Se-Kabupaten Tanah Datar (AWN Kab. Tanah Datar). Ketiga, Pemerintahan Nagari Baringin sudah merancang beberapa peraturan nagari seperti Pernag Anggaran Belanja dan Pendapatan Nagari (APBN), Pernag Pemberantasan Penyakit Masyarakat dan Peraturan Nagari Kebersihan, Keindahan dan Ketertiban. Dengan adanya Pernag sebagai produk hukum nagari dan sikap kritis masyarakat tentang pelaksanaan pemerintahan nagari, inilah sebagai buffer kemapanan penyelenggaraan pemerintahan nagari. Kata kunci: otonomi daerah, pemerintahan Nagari, peraturan Nagari

PKMM-1-2-2

PENDAHULUAN Momentum Otonomi Daerah, sebagaimana dimuat pada UU No. 32 Tahun 2004 mereposisi penyelenggaraan pemerintahan daerah agar lebih representatif dan akuntabel menuju kemapanan demokratisasi ranah politik lokal. Tentunya, daerah akan memiliki peluang lebih luas dalam mengembangkan kreativitas daerah dalam rangka mewujudkan cita-cita pembangunan daerahnya (Bagir: 1994). Untuk itu, kesiapan pemerintah berotonomi adalah sebuah kemutlakan (Saldi: 2001). Kesiapan tersebut meliputi kesiapan sumber daya manusia (SDM), sumber daya alam (SDA) dan kesiapan finansial. Salah satu bentuk kesiapan sumber daya manusia adalah kesiapan pemerintah daerah selaku eksekutif daerah dalam menyelenggarakan sistem pemerintahan yang mapan. Dalam menyikapi hal demikian, Pemerintah Daerah Sumatera Barat melalui Perda No. 09 Tahun 2000 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Nagari, telah menyelaraskannya dalam bentuk “Kembali pada sistem Pemerintahan Nagari” Sesuai dengan Perda No. 09 Tahun 2000 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Nagari pada pasal 1G disebutkan bahwa nagari merupakan kesatuan masyarakat hukum adat dalam daerah, yang mempunyai wilayah tertentu, disertai dengan batas-batas wilayah, mempunyai harta kekayaaan dan berhak mengatur rumah tangganya dan memilih pimpinan pemerintahan sendiri. Akan tetapi, pemberlakuan sistem pemerintahan nagari yang relatif baru (2 tahun) tentu menyebabkan terjadinya perombakan aparatur pemerintahan, dan rata-rata mereka adalah orang baru di bidang pemerintahan. Otomatis pengalaman aparatur Pemerintahan Nagari Baringin kurang memadai. Hal ini diperkuat lagi dengan kenyataan bahwa resistensi pemerintahan nagari yang berjalan selama 2 tahun lemah, dengan fakta bahwa ternyata nagari tidak dilengkapi dengan Peraturan Nagari (Pernag). Fenomena ini terjadi di Nagari Baringin sebagai salah satu dari 75 nagari yang berada di Kabupaten Tanah Datar, kabupaten ini juga dikenal sebagai kabupaten terbaik pelaksana Otonomi Daerah. Pemda bersangkutan juga telah menyikapi momentum Otonomi ini dengan melahirkan Perda No. 17 Tahun 2001. Perda tersebut juga memberikan gambaran umum tentang efektifitas pemerintahan nagari. Jadi, Nagari Baringin yang berada di Kab. Tanah Datar tidak dilengkapi Pernag dalam penyelenggaraan pemerintahan nagarinya. Padahal, sistem pemerintahan yang bisa menampung kebutuhan (need assesment) masyarakat, adalah pemerintahan legal/formal. Wujud dari kemutlakan pemerintahan yang legal/formal tersebut adalah dengan adanya undang-undang/Pernag yang mau tidak mau harus dimiliki oleh pemerintahan nagari. Berangkat dari permasalahan diatas, kami mengadakan pengabdian masyarakat di nagari tersebut dengan harapan Pemerintahan Nagari Baringin mampu melahirkan produk hukum yang bisa mengikat semua masyarakat nagari. Pada skala teoritis, sistem pemerintahan nagari memprasyaratkan adanya hal-hal sebagai berikut : Sebagai daerah otonom harus memiliki aturan sendiri sebagai legitimasi kegiatan yang diselenggarakan pada masyarakat. Peraturan Nagari (Pernag) adalah otoritas, tugas pokok dan fungsi pemerintah nagari. Tanpa Peraturan Nagari (Pernag), keleluasaan pemerintahan nagari bertindak menjadi terbatas.

PKMM-1-2-3

Peraturan Nagari (Pernag) yang diterapkan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dalam artian pembuatan Pernag harus melibatkan masyarakat secara langsung ataupun tidak. Kebutuhan Pernag sebagai produk hukum nagari akan dijadikan sebagai landasan formal/yuridis bagi pemerintahan nagari dalam menyelenggarakan sistem pemerintahan nagari (Modul SPDN Ilmu Politik). Ditambahkan pula, pengalaman serta tingkat pendidikan aparatur Pemerintahan Nagari Baringin yang relatif rendah, dari hasil survey yang dilakukan oleh Tim PKMPM Unand tanggal 5 Mei 2005 ternyata faktor tersebut sangat mempengaruhi kinerjanya. Hal ini terlihat dari kurangnya pemahaman aparatur pemerintahan nagari tentang sistem, peran dan fungsi aparatur pemerintahan dalam menyelenggarakan sistem pemerintahan nagari (Supriyadi: 2003). Tak terkecuali, betapa pentingnya Pernag bagi nagari menjadi terabaikan oleh aparatur pemerintahan nagari. Berangkat dari permasalahan di atas, perlu kiranya suatu pemahaman tentang penyelenggaraan sistem pemerintahan nagari dan kebutuhan akan pentingnya Peraturan Nagari (Pernag) bagi Nagari Baringin. Pernag sebagai produk hukum nagari yang akan menjadi landasan kebijakan pemerintahan Nagari dan bersifat mengikat seluruh komponen masyarakat nagari Baringin (Nurkasiah: 2004). Dengan adanya program pengabdian masyarakat ini diharapkan akan meningkatkan kemampuan pemerintahan nagari dalam menyusun peraturan nagari yang ditekankan pada penguatan peran masyarakat dalam menyusun peraturan nagari. METODE PENELITIAN Program ini dilaksanakan di Nagari Baringin Kec. Lima Kaum. Dalam pelaksanaannya, menggunakan metode Androgogi dengan melibatkan tokoh masyarakat dan aparatur pemerintahan Nagari Baringin. Dengan metode ini, stakeholder dijadikan sebagai teman diskusi guna memotivasi dalam memahami penyelenggaraan sistem pemerintahan nagari yang akuntabel dan representatif. Metode Androgogi dilakukan dengan cara mempertemukan para stakeholder dalam Focus Group Discussian (FGD). Sebelum tim turun kelapangan, tim diberikan pelatihan metode androgogi (Pendidikan Orang Dewasa) oleh fasilitator yang memang berkonsentrasi pada bidangnya, dengan tujuan agar tim tidak merasa canggung dalam memberikan pelatihan bagi tokoh masyarakat serta aparatur pemerintahan Nagari Baringin dalam memahami sistem pemerintahan nagari dan prosedur penyusunan Peraturan Nagari/Pernag. HASIL DAN PEMBAHASAN Sesuai dengan metode PKM pemgabdian masyarakat yang dilakukan di nagari Baringin, tercatat hal-hal sebagai berikut: Melalui diskusi informal Diskusi informal merupakan salah satu upaya Tim dalam memberikan pemahaman terhadap aparatur pemrintahan Nagari Baringin. Tujuan dilakukan ini, disamping mempererat hubungan tim dengan aparatur Pemerintahan Nagari Baringin juga membantu program kerja pemerintahan Nagari Baringin. Diskusi informal ini telah dilakukan selama 2 kali.

PKMM-1-2-4

Tabel 1. Jadwal Diskusi Informal Tim PKMPM Unand No.

Tanggal Pelaksanaan

Topik Sistem Pemerintahan Nagari

1

9 Mei 2005

Hubungan Pemerintahan Nagari dengan Pemerintah 2 14 Mei 2005 Daerah Catatan : Dilaksanakan dalam waktu yang kondusif

Yang Menghadiri Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN), Ketua Badan Perwakilan Rakyat Nagari (BPRN), Wali Nagari, Tim PKMPM UNAND Tim PKMPM UNAND, Wali Nagari dan Aparaturnya, Anggota DPRD Tk. II Kab. Tanah Datar

Lokakarya dan Pelatihan (Lokalatih) Kegiatan lokakarya dan pelatihan ini dilaksanakan sebagai bentuk pelaksanaan pengabdian masyarakat yang melibatkan tokoh masyarakat, Ibu-ibu PKK, Badan Perwakilan Rakyat Nagari (BPRN), Kerapatan Adat Nagari (KAN), pemuda nagari, Ibu-ibu Kartini, Bundo Kanduang, Mahasiswa STAIN Batusangkar. Lokalatih ini dihadiri langsung oleh Bupati Kab. Tanah Datar, beliau sekaligus memberikan pandangan umum tentang pentingnya peraturan nagari dalam melaksanakan sistem pemerintahan nagari. Disamping itu juga, tim mengundang Pakar Otonomi Daerah Sumatera Barat yang juga menjabat sebagai Dekan FISIP UNAND yakni Drs. Bakaruddin RA, MS untuk menjadi pemateri utama dalam lokakarya dan pelatihan yang dilaksanakan pada tanggal 23-24 Mei 2005 di Aula DPRD Lama Kabupaten Tanah Datar. Ada beberapa hal yang disampaikan oleh pemateri utama dalam lokalatih yakni : Tabel 2. Topik Materi Pemateri Utama Lokalatih Aspek

Uraian

Visi Otonomi Daerah

Dirumuskan dalam tiga ruang lingkup interaksi yang utama yaitu : politik, ekonomi adan sosial budaya

Konsep Otonomi Daerah

Penyerahan kewenanganpemerintahan dalam hubungan domestik Penguatan peran DPRD Pembangunan tradisi politik Peningkatan efektifitas pelayan eksekutif Suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan oleh organisasi pemerintahan terdepan (Wali nagari, KAN, MTTS) Berdasarkan asal usul sesuai dengan kondisi sosial budaya yang berlaku dalam masyarakat Sumbar.

1 2 Sistem Pemerintahan Nagari

3 Prinsip Pemerintahan Nagari

4 Sumber pendapatan Nagari

Sumber pendapatan nagari berasal dari pendapatan asli nagari, bantuan pemerintah, pendapatan lain, sumbangan pihak ketiga, dan pinjaman nagari.

Jenis Kewenangan

Kewenangan nagari terdiri dari hak asal-usul nagari, peraturan yang belum dilaksanakan oleh Pemda, tugas perbantuan dari pusat.

5 6 Masalah-masalah nagari

Kembali ke nagari telah bersinggungan dengan isu-isu demokrasi. Isu-isu demokratis muncul dalam komposisi BPAN Isu-isu tentang kurangnya kualitas SDM nagari Belum ada aturan yang jelas tentang BPAN. Catatan : Dikutip dari makalah dan penyampaian narasumber

7

PKMM-1-2-5

Disamping itu juga, untuk menambah pemahaman aparatur pemerintahan Nagari Baringin dan masyarakat tentang sistem pemerintahan nagari, maka tim PKMPM Unand menghadirkan beberapa dosen yang menjadi pemateri dalam lokalatih. Tabel 3. Nama Dosen dan Materi Yang Diberikan Kepada Peserta Lokalatih Nama Jabatan Topik Rozidateno P Pembimbing Tim PKMPM UNAND Otonomi Daerah dan Sistem Hanida,S.IP dan Dosen Ilmu Politik UNAND Pemerintahan Nagari Malse Dosen Ilmu Politik UNAND Otonomi Daerah dan Sistem Yulivestra,S.Sos Pemerintahan Nagari Yopi Fetrian,S.IP,M.Si Kepala Labor Ilmu Politik, Kepala IT Otonomi Daerah dan Sistem FISIP UNAND juga Dosen Ilmu Pemerintahan Nagari Politik UNAND Hendri Koewara,S.IP Dosen Ilmu Politik UNAND Penetapan peraturan Nagari dan Sumber Produk Hukum Nagari Catatan : Semua pemateri adalah dosen-dosen Ilmu Politik Univ.Andalas

Kemudian, bahan yang telah disampaikan oleh pemateri utama dibahas secara berkelompok. Untuk itu peserta yang berjumlah 60 orang dikelompokkan menjadi 4 kelompok yakni : Kelompok Padi Kelompok Jeruk Kelompok Pisang Kelompok Jagung Ke-empat kelompok melakukan pembahasan tentang Otonomi Daerah (Otoda) dan sistem pemerintahan Nagari Baringin. Dari empat kelompok tersebut dapat diuraikan dalam dua hal yakni: Identifikasi Masalah Hasil pembahasan keempat kelompok ditemukan bahwa permasalahan Nagari Baringin adalah : Tidak adanya Peraturan Nagari/Pernag. Tidak adanya kerja sama anatar Wali Nagari dengan Wali Jorong. BPRN tidak berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga tidak ada satupun peraturan nagari yang dilahirkan dari BPRN Baringin tersebut. Kurangnya partisipasi masyarakat untuk terlibat dalam program pemerintahan nagari Baringin. Upaya untuk menyelesaikan masalah Wali Nagari Baringin, Kerapatan Adat Nagari beserta Badan Perwakilan Rakyat Nagari yang dikenal sebagai (Tigo Tungku Sajarangan) harus bekerja sama dalam setiap urusan pemerintahan nagari, termasuk membahas tentang Peraturan Nagari/Pernag Melibatkan masyarakat sebagai kekuatan nagari dalam pelaksanaan setiap program kerja pemerintahan nagari. Sesuai dengan hasil pelaksanaan pengabdian masyarakat, dalam pembahasannya didapat bahwa:

PKMM-1-2-6

Tabel 4. No.

Pembahasan atas Hasil Pelaksanaan Pengabdian Masyarakat PKMPM Unand 2005 Unsur

Pra Lokalatih

Pasca Lokalatih

Otonomi Daerah

Peraturan Nagari

Masyarakat kurang memahami tentang otonomi daerah Belum ada

Aparat Nagari

Kurang Termotivasi

Masyarakat Nagari

Kurang berpartisipasi dalam mendukung program pemerintah nagari

Lebih memahami tentang konsep otonomi daerah. Hal ini terlihat adanya ketertarikan peserta ketika lokalatih dilaksanakan. Sudah dirancang peraturan nagari tentang Anggaran Pendapatan da Belanja Nagari ,Pemberantasan Penyakit Masyarakat, Kebersihan, ketertiban dan keindahan. {Lihat lampiran) Termotivasi dengan dalam menyelenggarakan pemerintahan nagari, Misalnya :piñata ruangan kantor Wali Nagari Mulai berpartisipasi baik dalam memberikan ide, gagasan, dan mendukung program pemerintahan nagari, Misalnya mendukung adanya kegiatan KKN Mahasiswa Unand (Bulan Juli 2005) dll Pemda Tanah Datar mulai membantu dalam membangun nagari, Misalnya: tentang ketertiban lalu lintas jalan.

1

2

3

4

Kurang memperhatikan perkembangan Nagari Baringin Catatan: Disari dari hasil lokalatih, Kunjungan Tim PKMPM UNAND Ke Nagari Baringin 5

Pemerintah Daerah

KESIMPULAN Adapun kesimpulan yang bisa ditarik dari pelaksanaan kegiatan lokakarya dan pelatihan adalah sebagai berikut : Masyarakat khususnya Badan Perwakilan Rakyat Nagari (BPRN) memahami tentang prosedur penyusunan Peraturan Nagari Aparatur pemerintahan Nagari Baringin, khususnya Wali Nagari termotivasi untuk membangun nagarinya kembali setelah berhasil melaksanakan Lokalatih. Bahkan Wali Nagari Baringin bersama-sama dengan aparaturnya (pionir) akan membentuk Assosiasi Wali Nagari Se-Kabupaten Tanah Datar (AWN Kab. Tanah Datar) Pemerintahan Nagari Baringin sudah merancang beberapa Peraturan Nagari seperti peraturan nagari Anggaran Belanja dan Pendapatan Nagari/APBN, peraturan nagari tentang Pemberantasan Penyakit Masyarakat dan peraturan nagari tentang Kebersihan, Keindahan dan Ketertiban. Pemerintah Daerah Kabupaten Tanah Datar mulai membantu dalam melaksanakan berbagai program Pemerintah Nagari Baringin. Misalnya mendukung adanya program Kuliah Kerja Nyata (KUKERTA) mahasiswa UNAND di Nagari Baringin, serta membantu Nagari Baringin dalam pengelolaan fasilitas Pasar pusat Kota Batusangkar yang berada di Nagari Baringin, dan sebagainya. Akhirnya, agar kegiatan ini terus bermanfaat maka perlu adanya pembinaan secara berkala baik yang dilakukan oleh Pemda Tanah Datar ataupun pemerintahan Nagari Baringin untuk meningkatkan kualitas dan profesionalisme kerja bagi aparatur pemerintahan nagari serta pemahaman tentang “Babaliak Ke Nagari” bagi masyarakat Nagari Baringin. Kedua, Perlu adanya tindakan lanjutan dari Pemda Tanah Datar untuk memberikan pemahaman lebih lanjut terhadap

PKMM-1-2-7

masyarakat terkhusus bagi aparatur pemerintahan Nagari Baringin (BPRN dan Wali Nagari serta staff) dalam pembuatan Peraturan Nagari (Pernag) DAFTAR PUSTAKA Supriyadi. 2003. Budaya Kerja Organisasi Pemerintah. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara. Bagir, Manan. 1994. Hubungan Pusat Dan Daerah Menurut UUD 1945. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Saldi Isra. 2001. Otonomi Daerah Setelah Berlakunya UU No 22 Tahun 1999. Jurnal Ilmu Politik. Padang: Laboratorium Ilmu Politik FISIP UNAND Nurkasiah. 2002. Skripsi. Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Nagari Di Kabupaten Pasaman. Padang: Jurusan Ilmu Politik FISIP UNAND Modul Mata Kuliah Sistem Pemerintahan Desa dan Nagari (SPDN). Padang: Jurusan Ilmu Politik FISIP UNAND UU No. 22 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dalam Otonomi Daerah. Perda Pemprov Sumbar No.13 Tahun 1983 tentang Nagari Sebagai Kesatuan Hukum Adat. Perda Pemprov Sumbar No.09 Tahun 2000 tentang Pokok-Pokok Pembentukan Pemerintahan Nagari. Perda Pemda Tanah Datar No. 17 Tahun 2001 tentang Pemerintahan Nagari.

PKMM-1-3-1

PENERAPAN SISTEM PERTANIAN RAMAH LINGKUNGAN DAN BERKELANJUTAN DENGAN POLA DESA MITRA Hawayati, Annisa, Yuli Novitasari, Anjar Kosasih, Arnol P Nainggolan Jurusan Budidaya Pertanian, Universitas Jambi, Jambi

ABSTRAK Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam menopang kehidupan manusia yang sangat bergantung pada faktor teknis dan lingkungan. Selama bertahuntahun sistem pertanian yang ada selalu mengandalkan penggunaan input kimiawi yang berbahaya untuk meningkatkan hasil atau produksi pertanian. Hal ini menuntut adanya penerapan teknologi yang dapat mengoptimalkan hasil tanpa menimbulkan degradasi pada lingkungan. Salah satu inovasi yang dilakukan adalah penerapan sistem pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan . Agar teknologi yang diterapkan dapat diaplikasikan dilingkungan petani maka perlu adanya metode yang tepat untuk mengkomunikasikan teknologi ini terhadap petani. Program Kreatifitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat merupakan salah satu bentuk transfer informasi teknologi dari akademisi terhadap petani. Petani diharapkan akan memperoleh informasi tentang teknik budidaya yang baik dan berorientasi pada kelestarian lingkungan. Melalui kegiatan ini akan terjadi hubungan interpersonal yang baik sehingga arus informasi lebih lancar. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan oleh mahasiswa bersama kelompok tani Makmur Jaya di Kenali Asam Bawah Kecamatan Kota Baru Jambi dengan luas lahan sampel 200 m2. Mahasiswa berperan untuk memberikan konsep tentang pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan sedangkan petani yang menjalankan konsep tersebut dilahan pertanian mereka sesuai dengan komoditas yuang biasa ditanam.. Teknik-teknik yang dikembangkan oleh petani yang sesuai dengan prinsip sistim pertanian ramah lingkungan tetap diterapkan. Hasil pelaksanaan kegiatan menunjukkan adanya respon yang positif dari petani terhadap teknologi yang diberikan. Selain itu terjadi peningkatan keragaman dan populasi hayati dilingkungan lahan pertanaman yang sangat penting artinya bagi daur alami bahan organik dan pengendalian organisme pengganggu tanaman secara alami. Produk pertanian yang dihasilkan memiliki citarasa yang lebih enak. Kata Kunci: degradasi, transfer, ramah lingkungan, berkelanjutan, mitra PENDAHULUAN Pertanian merupakan sektor yang esensial bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Sektor ini sangat tergantung pada kondisi alam dan faktor teknis atau tindakan-tindakan yang dilakukan oleh petani selama proses budidaya. Hal ini menuntut adanya inovasi dalam teknik bercocok tanam dengan tetap mempertahankan keselarasan alam. Kendala yang sering dihadapi oleh petani terutama petani sayuran adalah kendala teknis dan kendala alam (William 1993). Kendala-kendala yang bersifat

PKMM-1-3-2

teknis umumnya dapat ditanggulangi dengan aplikasi teknik tertentu dalam proses budidaya tanaman. Akan tetapi kendala yang bersifat alam seperti iklim , suhu dan cahaya tidak dapat sepenuhnya dihadapi sehinga membutuhkan teknologi yang dapat memanipulasi iklim mikro tanaman. Beberapa kondisi seperti kesuburan tanah yang relatif rendah pada suatu lahan maupun adanya serangan hama dan penyakit terhadap tanaman sangat erat kaitannya dengan teknik budidaya yang dilakukan oleh petani. Dalam setiap tahapan produksi yang dilakukan petani umumnya menggunakan input kimiawi dengan dosis tinggi baik dalam bentuk pupuk maupun pestisida. Hal ini dilakukan secara berulang-ulang setiap masa tanam dan dosisnya semakin meningkat dari waktu ke waktu. Penggunaan input kimia dengan dosis yang tinggi dan jangka waktu yang lama menyebabkan terjadinya akumulasi residu bahan kimia berbahaya di dalam tanah dan berpotensi mencemari lingkungan. Fenomena lain yang timbul sebagai akibat langsung dari penggunaan bahan kimia ini adalah menurunnya kualitas fisika dan kimia tanah yang berdampak pada berkurangnya keragaman hayati dan musuh alami organisme pengganggu tanaman serta munculnya hama-hama yang resisten.Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya kontribusi pupuk kimia terhadap peningkatan populasi hama tertentu (Rosyid 2001). Selain terjadinya degradasi lingkungan, residu bahan kimia tersebut juga terakumulasi di dalam jaringan tanaman dan tetap bertahan sampai dikonsumsi oleh manusia. Oleh karena itu konsumsi terhadap sayuran maupun buah-buahan yang mengandung residu bahan kimia berbahaya akan menyebabkan terjadinya akumulasi bahan kimia tersebut di dalam tubuh manusia. Beberapa jenis pestisida tertentu memiliki struktur kimia yang sangat kuat dan tidak dapat diuraikan didalam tubuh manusia sehingga dapat bertahan selama bertahun-tahun. Hal ini sangat beresiko meracuni tubuh manusia dan merusak organ-organ penting di dalamnya serta berpotensi merangsang terbentuknya sel-sel kanker. Adanya dampak negatif dari penggunaan bahan kimia ini disadari oleh petani. Hal ini terlihat dari keadaan lahan pertanaman yang semakin keras struktur tanahnya sehingga semakin sulit diolah. Akibatnya petani membutuhkan input berupa pemupukan yang semakin tinggi agar produksi dapat dipertahankan. Keadaan ini menyebabkan meningkatnya biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh petani. Selain itu dampak lain yang terjadi adalah menurunnya jumlah biota tanah yang hidup di areal pertanaman dibandingkan sebelumnya. Terjadinya penurunan kualitas lingkungan dan pencemaran terhadap produk-produk yang dihasilkan akibat penggunaan bahan kimia secara berlebihan terjadi karena kurangnya informasi yang dimiliki petani tentang cara bercocok tanam yang benar dan berkelanjutan. Petani belum mengetahui cara mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari ekosistem yang ada dilahan pertanian mereka. Akibatnya banyak komponen lingkungan yang bermanfaat tanpa sengaja justru dibuang sementara komponen yang berbahaya justru dipertahankan. Perkembangan dunia pengetahuan yang semakin pesat dan kesadaran masyarakat akan pentingnya makanan sehat menghendaki produk-produk pertanian yang bebas dari residu bahan kimia berbahaya. Dinamika ini mendorong upaya-upaya untuk menghasilkan inovasi-inovasi dalam teknik budidaya yang berorientasi pada kualitas hasil tanpa mengesampingkan keselarasan lingkungan.

PKMM-1-3-3

Teknik ini sering dikenal dengan Ekofarming atau sistem pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan (Zulkarnain. 2000). Ekofarming atau sistem pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan merupakan suatu cara bertani yang mengandalkan pada berimbangnya siklussiklus yang berlangsung di dalam sebuah ekosistem. Dalam sistem ini penggunaan input kimiawi sangat dibatasi atau tidak digunakan sama sekali. Peran dekomposer-dekomposer yang hidup di dalam tanah sangat penting artinya dalam proses penguraian bahan-bahan organik yang sangat bermanfaat untuk memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah. Selain itu adanya musuh-musuh alami organisme pengganggu tanaman baik berupa predator maupun sifat tertentu dari tanaman merupakan potensi yang dapat dikembangkan untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman. Keberhasilan dari sistem pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan tidak terlepas dari ketersediaan air bagi tanaman. Sebagai komponen penyusun terbesar dari jaringan tanaman, air sangat berpengaruh terhadap proses metabolisme dalam sel tanaman. Pemenuhan kebutuhan tanaman terhadap unsur hara sebagian besar diperoleh dari air. Selain itu air juga berperan penting untuk mempertahankan kelembaban dan suhu yang optimum bagi tanaman. Ketersediaan air yang cukup bagi tanaman sangat berpengaruh terhadap produksi atau hasil (Ashari 1995). Dalam kondisi air mencukupi laju transpirasi akan seimbang dengan laju absorsbsi. Pada saat itu sel-sel penjaga dan sel-sel disekitarnya akan mengembang sehingga stomata terbuka. Sebagai akibatnya CO2 berdifusi kedalam daun dan laju fotosintesis meningat. Laju fotosintesis yang tinggi pada siang hari dan laju respirasi berjalan normal menghasilkan ketersediaan karbohidrat untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut Lakitan (1995) adanya keseimbangan antara fase vegetatif dan generatif akan menghasilkan produksi tinggi. Oleh karena itu dalam pelaksanaan sistem pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan , faktor pemenuhan air sangat penting disamping pemanfaatan sumber daya alam secara optimal. Cara pemberian air yang tepat akan menentukan terpenuhinya kebutuhan air bagi tanaman. Salah satu cara yang dapat diterapkan adalah metode trickle (metode tetes). Pada metode trickle atau drip ini air diberikan secara perlahan namun sering pada zona perakaran. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa tanaman tidak kekurangan air sehingga dapat tumbuh dengan cepat bila faktor lain terpenuhi. Inovasi-inovasi tersebut harus diterapkan ditingkat petani. Pada umumnya dalam menerima suatu masukan teknologi baru petani menghendaki adanya bukti yang nyata dan informasi secara menyeluruh. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah melaui kemitraan antara akademisi dan petani. Dalam proses kemitraan ini petani dan akademisi mempraktekkan teknologi tersebut bersamasama. Pada tahap selanjutnya petani mitra dapat menyampaikan pada petani lain dengan bahasa yang lebih mudah diterima oleh petani. Hal ini juga dipengaruhi oleh sifat umum petani yang lebih mudah menerima teknologi baru melalui petani lain yang sudah melakukannya. Agar pencapaian sasaran kegiatan dapat lebih terfokus maka masalah yang akan diuraikan dibatasi pada beberapa permasalahan. Permasalahan yang dirumuskan meliputi pemilihan lokasi yang tepat, luas lahan sampel yang akan digunakan dan mengidentifikasi berbagai kekuatan, kelemahan, ancaman serta

PKMM-1-3-4

daya dukung lahan yang digunakan. Selain itu pemilihan teknologi yang tepat merupakan permasalahan penting yang harus di jawab melalui pelaksanaan kegiatan ini. Tujuan akhir yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kegiatan ini diarahkan kepada mahasiswa dan petani pelaksana. Beberapa hal yang ingin dicapai adalah mengembangkan kreativitas dan kemampuan komunikasi mahasiswa dengan petani. Selain itu kegiatan ini juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas produk pertanian dan sebagai bentuk pengabdian mahasiswa terhadap perkembanagn pertanian. Pelaksanaan kegiatan juga dapat memberikan manfaat dimasa mendatang. Penerapan sistem pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan ini akan meningkatkan kualitas produk dan kualitas lahan. Selain itu sistem pertanian in tidak tergantung pada pestisida sintetik dan pupuk buatan sehingga biaya lebih murah dan produksi dapat dilakukan sepanjang tahun. Dengan demikian bertani akan semakin mudah dan menyenangkan. Bagi petani sendiri adanya hubungan personal yang dekat akan memudahkan mereka untuk menerima masukan teknologi baru. METODE PENELITIAN Pelaksanaan kegiatan dilakukan melalui tiga tahapan kegiatan utama yaitu tahap persiapan, pelaksanaan dan tahap akhir atau tahap pengumpulan hasil. Sebagai tahapan awal dari seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan dan berperan penting adalah tahap persiapan. Pelaksanaan persiapan kegiatan ini dilakukan melalui kegiatan observasi yang bertujuan untuk mengkaji segala potensi, ancaman, kekuatan dan kelemahan yang ada dilapangan sehingga dapat ditentukan teknik yang tepat untuk penerapannya. Observasi dilapangan dilakukan selama satu minggu. Informasi-informasi yang dikumpulkan meliputi; 1. Observasi pasar 2. Respon petani mitra terhadap kegiatan yang akan dilakukan 3. Sistem pertanian yang dilakukan petani 4. Sejarah lahan meliputi lamanya diusahakan dan komoditas yang pernah ditanam 5. Letak Geografis Lahan sampel 6. Sumber air untuk pengairan dan sumber bahan organik dan mulsa alami disekitar lahan yang bisa dimanfaatkan. 7. Identifikasi keragaman hayati di lahan sampel meliputi hewan atau tumbuhan yang berguna dan yang berbahaya bagi ekosistem. 8. Kondisi sekitar lahan sampel seperti jenis tanaman yang dibudidayakan dan kemungkinan terjadinya penyebaran hama dan penyakit. 9. Keadaan fisik dan kimia tanah. Pelaksanaan observasi ini dilakukan di lahan milik kelompok tani Makmur Jaya yang berada di Kelurahan Kenali Asam bawah Kecamaatn Kota Baru Jambi dengan luas lahan sampel 200m2. Informasi yang dibutuhkan ini diperoleh melalui hasil observasi ini dikumpulkan melalui beberapa metode. Beberapa metode yang digunakan meliputi: 1. Observasi Lapangan

PKMM-1-3-5

Dalam observasi lapangan pengumpulan informasi dilakukan dengan melihat langsung keadaan fisik dilapangan. Data-data dari lapangan ini dicatat untuk selanjutnya dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam memperoleh teknik yang tepat untuk budidaya tanaman berdasarkan sistem pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan. Informasi-informasi yang diperoleh melalui observasi lapangan ini antara lain identifikasi hewan dan tanaman yang bermanfaat maupun yang berbahaya, keadaan fisik tanah, posisi lahan, sumber air, sumber bahan organik, sumber bahan mulsa alami dan kondisi lingkungan sekitar lahan. 2. Wawancara Beberapa informasi yang tidak dapat diperoleh melalui observasi lapangan dikumpulkan dengan melakukan wawancara dengan petani mitra. Informasi informasi seperti sejarah lahan, sistem budidaya dan pemasaran yang biasa dilakukan sangat dibutuhkan. 3. Analisis Laboratorium Pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat tergantung pada keadaan fisik dan kimia tanah. Keadaan fisik seperti tekstur tanah dan struktur tanah dapat dilakukan secara manual namun untuk mengetahui keadaan kimiawi tanah secara akurat diperlukan adanya analisis laboratorium. Analisis yang dilakukan meliputi analisa pH tanah, Kadar air dan analisa terhadap adanya senyawa-senyawa beracun didalam tanah. Hasil analisis yang dilakukan sangat menentukan teknik budidaya yang akan diterapkan. Selama proses pengumpulan data dengan berbagai metode yang digunakan, adanya alat bantu sangat diperlukan. Dalam melakukan observasi ini peralatan yang digunakan meliputi: - Kompas - pH meter - Soil tester - Alat-alat laboratorium - Alat-alat tulis Informasi yang telah dikumpulkan selanjutnya disusun dan dianalisis secara deskriptif. Hasil analisis data yang dilakukan ini dapat memperlihatkan sumbersumber yang dapat menjadi kekuatan dan kelemahan dari penerapan sistem pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan yang dilakukan melalui konsep desa mitra. Dengan demikian pada tahap selanjutnya dapat disusun perencanaan yang tepat berkaitan dengan kegiatan tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN Selama berlangsungnya observasi banyak ditemukan informasi penting baik berupa data lahan maupun tingkat respon petani terhadap program yang dijalankan oleh mahasiswa. Berdasarkan hasil observasi maupun komunikasi yang dilakukan terlihat respon yang ditunjukkan oleh petani sangat baik. Hal ini terlihat dari kesediaan petani menyediakan lahan dan peralatan serta melakukan sistim pertanian sesuai yang direncanakan. Disamping itu petani juga memberikan informasi tentang pengalaman dan teknik-teknik yang dikembangkannya sehingga teknologi yang diterapkan tidak hanya dari mahasiswa tetapi juga dari petani sendiri. Respon yang baik dari petani ini merupakan salah satu kekuatan yang sangat potensial. Kekuatan lain yang didapatkan berdasarkan hasil observasi yang

PKMM-1-3-6

dilakukan adalah tersedianya sumberdaya alam yang potensial dan jumlahnya cukup banyak di lokasi lahan sampel. Beberapa potensi sumber daya alam yang ditemukan antara lain: 1. Sumber Air Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan tidak ditemukan adanya kesulitan yang berarti dalam penyediaan kebutuhan air bagi tanaman. Di sekitar lahan sampel terdapat beberapa kolam dan sungai kecil yang mempunyai debit air cukup tinggi. 2. Bahan Organik Pada lahan sampel dan sekitarnya banyak ditemukan tumbuhan-tumbuhan yang dapat diolah menjadi kompos. Selain itu juga terdapat banyak sisa-sisa tanaman yang bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Ketersediaan bahan organik yang cukup banyak ini dapat digunakan untuk menggantikan pemupukan dengan bahan kimia buatan. 3. Sumber Mulsa Organik Berbagai sarasah yang ada disekitar lahan berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan mulsa organik. Jenis sarasah yang banyak tersedia di lokasi lahan sampel adalah sarasah dari daun daun karet, daun-daun pisang dan daun-daun lainnya. Penggunaan mulsa organik sangat bermanfaat dan hemat karena bisa diperoleh disekitar lahan pertanaman. Mulsa organik ini terbukti mampu menjaga kelembaban tanah sehingga tanah tidak cepat kering dan suhu tanah tidak terlalu tinggi (Pracaya 2004). Selain itu penggunaan mulsa organik ini juga dapat berfungsi sebagai sumber bahan makanan mikroorganisme dan hewan-hewan tanah sehingga populasi biota-biota tanah akan meningkat. Hal ini sangat penting artinya untuk proses dekomposisi bahan organik agar dapat tersedia dalam bentuk yang dapat diserap oleh tanaman. Mulsa organik juga berperan sebagai sumber bahan organic (Jack 1994) sehingga selain berperan menjaga iklim mikro tanah, penggunaan mulsa organik juga dapat meningkatkan ketersediaan unsure hara di dalam tanah. 4. Populasi hewan tanah Selama berlangsungnya proses observasi dilakukan pula identifikasi terhadap populasi hewan tanah. Beberapa jenis hewan seperti keluwing atau kaki seribu, laba-laba dan cacing tanah merupakan contoh hewan-hewan tanah yang dapat meningkatkan daur alami bahan-bahan organik didalam tanah. Selain itu hewanhewan ini juga bersifat predator bagi beberapa hama sehingga sangat dibutuhkan pada suatu lingkungan pertanaman. Pada lokasi lahan sampel yang akan digunakan hewan-hewan tersebut masih ditemukan walaupun jumlahnya tidak banyak. Namun pada akhir pelaksanaan kegiatan ini terjadi peningkatan populasi yang cukup signifikan. Hal ini dicirikan dengan banyak lubang-lubang di tanah dan peningkatan jumlah sarang laba-laba yang ada dilahan sampel dibandingkan sengan lahan disekitarnya yang digunakan untuk lahan budidaya pertanian secara konvensional dengan input kimia. Semakin banyak populasi hewan-hewan ini selain meningkatkan laju penguraian bahan organik juga membantu mempertahankan struktur tanah, drainase dan aerasi tanah karena hewan-hewan tersebut dapat meningkatkan total ruang pori. Penerapan sistem pertanian ini ditingkat petani efektif bila dilakukan melalui kemitraan. Petani tidak merasa dipaksa dan dapat melihat secara langsung proses budidaya mulai dari identifikasi kekuatan dan kelemahannya sampai

PKMM-1-3-7

tanaman memproduksi. Pada tahap pelaksanaan kegiatan yang dilakukan selama lebih kurang enam bulan peran petani mitra sangat besar. Petani dalam hal ini sebagai pelaksana sangat respon dengan aplikasi teknologi yang diberikan. Selain itu petani juga banyak memberikan masukan-masukan yang sangat berharga. Oleh karena itu transfer informasi terjadi secara dua arah, sehingga mahasiswa mendapatkan pengalaman tentang teknik budidaya tanaman dari petani secara nyata. Apabila dilihat dari produksi tanaman yang dihasilkan pada penerapan sistem budidaya pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan tidak memberikan hasil yang signifikan jika dibandingkan dengan budidaya pertanian secara konvensional dengan menggunakan input kimia. Kemampuan produksi tanaman yang diusahakan lebih rendah dari produksi tanaman yang dibudidayakan secara konvensional. Analisis yang dilakukan berdasarkan hasil pengamatan dilapangan menunjukkan bahwa sistem pertanian ramah lingkungan yang berkelanjutan dapat meningkatkan kualitas hasil sayur-sayuran ditinjau dari kualitas rasa, penampilan fisik dan keamanannya untuk dikonsumsi. Rendahnya kemampuan produksi tanaman yang dibudidayakan disebabkan karena sistim budidaya pertanian ramah lingkungan yang berkelanjutan ini baru pertama kali ini diterapkan dilahan tersebut sehingga suplai unsur hara belum sepenuhnya dapat terpenuhi. Kurang tersedianya unsur-unsur hara disebabkan karena bahan-bahan organik yang diberikan kedalam tanah belum seluruhnya terurai. Bahan-bahan organik yang diberikan apabila belum terurai secara sempurna tidak dapat diserap oleh tanaman secara baik untuk proses metabolisme tanaman (Musnamar 2002). Selain itu keadaan lingkungan disekitar lahan sampel yang menggunakan input kimia ikut mempengaruhi kondisi lahan sampel. Hama dan penyakit yang menyerang lahan disekitar sampel setelah disemprot dengan pestisida berpindah kelahan sampel sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan pada tanaman walaupun tanaman sampel juga telah diberikan pestisida alami. Kurang efektifnya penggunaan pestisida alami karena dosisnya lebih rendah dibandingkan penggunaan pestisida sintetis (Novizan 2002) Penerapan sistim budidaya pertanian ramah lingkungan yang berkelanjutan pada tahap awal membutuhkan input yang lebih besar dibandingkan sistim budidaya secara konvensional (Susanto 2003), tetapi pada periode tanam berikutnya input yang diberikan akan semakin menurun (Zulkarnain 2000). Besarnya kebutuhan bahan organik pada tahap awal disebabkan oleh kondisi tanah yang kurang subur sehingga membutuhkan bahan organik yang tinggi untuk mengembalikan keadaan fisik dan kimia tanah. Berbeda dengan budidaya tanaman yang dilakukan secara konvensional yang membutuhkan input semakin banyak pada periode-periode tanam berikutnya. Dengan demikian budidaya tanaman yang dilakukan berdasarkan prinsip budidaya pertanian ramah lingkungan yang berkelanjutan dalam jangka panjang akan semakin efesien. KESIMPULAN Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pelaksanaan budidaya tanaman dengan sistim pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan bersama petani mitra dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

PKMM-1-3-8

1. Penerapan sistem pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan dapat meningkatkan kreativitas Mahasiswa. 2. Mahasiswa dapat menjalin komunikasi yang baik dengan petani sehingga terjadi komunikasi dua arah antara petani dan mahasiswa. 3. Terjadinya peningkatan pengetahuan petani 4. Menurunnya biaya produksi dan meningkatnya kualitas lahan. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1995. Pestisida Alami dari Tanaman. Trubus edisi Oktober. Jakarta Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek dan Budidaya. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Jack, G.V.W.D., Brind and Smith. 1995. Mulching Tech. comn. No. 49 of TheC.A.B. of Soil Scince. Lakitan, B. 1995. Hortikultura Teori, Budidaya dan Pasca Panen. Grafindo Persada. Jakarta. Musnamar, E,I. 2002. Pupuk Organik. Penebar Swadaya. Jakarta. Novizan. 2002. Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Alami. Agromedia Pustaka. Jakarta. Pracaya. 2004. Bertanam Sayuran Organik dikebun, Pot dan Polibag. Penebar Swadaya. Jakarta. Rosyid. 2001. Kualitas dan Karakteristik Lahan untuk Pengembangan Komoditi Unggulan Tanaman Sayuran di Propinsi Jambi. Stigma vol.9(1) hal 44-48. Jambi. Soekartawi. 1995. Pembangunan Pertanian. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Susanto, R. 2003. Penerapan Pertanian Organik Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Kanisius. Jakarta. William, C.N. dkk.1993. Produksi Sayuran di Daerah Tropika.Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Zulkarnain. 2001. Pertanian Organik: Sistem Pertanian Berbasis Produktivitas dan Lingkungan Hidup. Universitas Jambi. Jambi.

PKMM-1-4-1

PENGUATAN KELEMBAGAAN LOKAL DENGAN MODEL COMANAGEMENT DALAM RANGKA MENUJU PENGELOLAAN PERIKANAN BERKELANJUTAN DI KECAMATAN PANIMBANG, KABUPATEN PANDEGLANG Kastana Sapanli, Aprianty, Gustav M. Irsyad , M. Firdaus, Bambang Budiansyah PS Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor ABSTRAK. Sumber daya hayati perikanan dan kelautan di Indonesia sudah mengalami kerusakan yang sangat parah. Ekosistem terumbu karang yang merupakan ekosistem penting sebagai nursery ground, spawning ground dan feeding ground hanya tinggal 6,48% kondisinya dalam keadaan baik. Kerusakan ini disebabkan maraknya penangkapan ikan yang dilakukan nelayan yang menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti bom dan racun potasium.Kondisi inilah yang melatarbelakangi perlunya usaha pengelolaan sumber daya yang berbasis lingkungan dan mencapai kelestarian. Semua stakeholders yang terkait baik pemerintah dan masyarakat harus melakukan kerja sama (Co-Management) dalam melakukan usaha konservasi ini agar kegiatan konservasi terumbu karang dapat berhasil dengan baik.Lembaga Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat (DPL-BM) adalah suatu lembaga yang dikelola oleh masyarakat sekitar dan didukung oleh pemerintah. Lembaga inilah yang diharapkan mampu mengatasi kerusakan terumbu karang yang terjadi diperairan Indonesia. Akan tetapi, lembaga DPL-BM di Desa Tanjung Jaya ini masih menghadapi banyak kendala dalam melaksanakan tugasnya. Kurangnya keprofesionalisme dalam pengelolaan organisasi, kurangnya insentif pengurus lembaga dan masih lemahnya landasan hukum adalah faktor utama yang menyebabkan kinerja lembaga ini masih belum optimal. Melalui metode PRA (Participatory Rural Appraisal) ditemukan permasalahan dan solusi untuk mengatasi kendala yang dihadapi lembaga tersebut. Permasalahan kurangnya keprofesionalismean pengurus dapat diatasi dengan pelatihan tentang manajemen organisasi dan pembimbingan tentang dasar-dasar kepemimpinan. Insentif bagi pengelola dapat diatasi dengan bantuan dari pemerintah daerah berupa alat tangkap dan perahu serta dana operasional bagi pengelola agar mereka memiliki sumber penghasilan dengan menangkap ikan sekaligus melakukan pengawasan terhadap kawasan konservasi. Landasan hukum yang ada berupa PERDES hanya berlaku bagi penduduk Desa Tanjung Jaya sedangkan nelayan dari desa lain masih melakukan penangkapan di kawasan konservasi, sehingga aturan yang ada tidak bersifat menyeluruh. Oleh karena itu diperlukan suatu PERDA yang dikeluarkan oleh Pemprov. Naskah akademik PERDA ini sedang disusun oleh tim pelaksana PKM yang akan serahkan ke Dinas Kelautan dan Perikanan Banten dalam bentuk Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA). Kata kunci : Terumbu Karang, Co-Management, DPL-BM, PRA,RAPERDA.

PKMM-1-4-2

PENDAHULUAN Pengelolaan sumber daya perikanan (fisheries management) merupakan upaya penting dalam menjaga kesinambungan sumberdaya (sustainability). Hal ini bertujuan agar sumberdaya perikanan yang ada tidak hanya dinikmati oleh generasi sekarang, tetapi juga dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang. Namun demikian, pengelolaan sumberdaya perikanan selama ini bersifat terpusat (centralized government management/CGM), yang mempunyai andil besar dalam kehancuran sumberdaya. Beberapa hal yang mencirikan terjadinya pola CGM dalam pengelolaan sumberdaya perikanan diantaranya, yaitu kebebasan akses dan pemanfaatan sumberdaya alam yang berstatus publik akan menyebabkan degradasi pada sumberdaya (overfishing) sehingga menyebabkan masalah besar yang ditanggung bersama. Sementara itu, kebijakan pembangunan dan pengelolaan yang dibuat oleh pemerintah pusat membutuhkan waktu yang lama untuk disosialisasikan, diketahui dan dilaksanakan oleh pemerintah atau masyarakat di tingkat desa. Konflik sosial kerap terjadi akibat implementasi program kerja pusat tidak sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerah. Rendahnya pengawasan karena terbatasnya aparat dan sangat luasnya daerah yang harus diawasi menyebabkan terjadinya kelebihan eksploitasi sumberdaya perikanan (over fishing), berlanjutnya praktik illegal fishing seperti penggunaan alat tangkap yang mengunakan bom, potasium sianida dan sejenisnya yang merusak lingkungan (Solihin, 2002). Bukti kerusakan sumberdaya perikanan dan kelautan akibat kebijakan di masa lalu tercermin oleh menurunnya luasan ekosistem terumbu karang dan mangrove yang berfungsi sebagai daerah asuhan (nursery ground), mencari makan (feeding ground) dan tempat memijah (spawning ground). Berdasarkan hasil penelitian Coral Reef Rehabilitation and Management Project (COREMAP) tahun 2001, luas terumbu karang Indonesia diperkirakan lebih kurang 85.707 km2, namun, 42,59% kondisinya sudah rusak berat, 28,39% dalam keadaan rusak, 22,53% masih baik dan hanya tinggal 6,48% kondisinya masih sangat baik. Kerusakan tersebut terjadi juga pada ekosistem mangrove yang mengalami penurunan luas area. Pada tahun 1982 terdapat 5.209.543 Ha area hutan magrove menjadi 3.235.700 Ha pada tahun 1987 dan tahun 1993 tinggal 2.496.185 Ha (Diposeptono 2001 diacu dalam Maryo 2005).Dampaknya adalah turunnya produksi perikanan tangkap, semakin kecilnya ukuran ikan yang tertangkap, semakin jauhnya daerah penangkapan (fishing ground). Hal ini mendorong meningkatnya biaya produksi sehingga mengurangi rente sumberdaya (resource rent) yang menyebabkan rendahnya pendapatan nelayan khususnya nelayan skala kecil. Selanjutnya, isu pengelolaan sumberdaya perikanan mulai diperhatikan. Hal ini karena orang makin sadar bahwa sumberdaya perikanan jika tidak dikelola dengan baik akan terancam kelestariannya. Salah satu aspek penting dalam kajian sosial seputar pengelolaan sumberdaya perikanan adalah pelaku-pelaku yang terlibat dalam proses pengelolaan sumberdaya tersebut. Pelaku-pelakunya terdiri atas pemerintah (Government Based Management), masyarakat (Community Based Management) atau kerjasama diantara keduanya (Co-Management) (Satria, 2002).

PKMM-1-4-3

Sementara itu, menurut Nugroho (1995) Kecamatan Panimbang merupakan sub pusat pengembangan perikanan laut di Kabupaten Pendeglang. Potensi wilayah perairan Kecamatan Panimbang sangat mendukung bagi pengembangan perikanan laut. Akan tetapi, pengeboman ikan, penambangan pasir, dan pembabatan hutan bakau yang berlangsung di sana seolah dibiarkan sehingga mengancam kelestarian lingkungan pesisir itu dan kelangsungan daerah itu sebagai obyek wisata. Untuk mengatasi masalah tersebut nelayan pesisir Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang telah membentuk suatu lembaga lokal informal untuk mengelola kawasan Karang Gundul sebagai tempat pemijahan ikan. Oleh karena lembaga yang terbentuk masih bersifat tradisional dan kurangnya pengetahuan manajemen, sehingga lembaga ini sulit mendapatkan dana operasional dari pemerintah maupun swasta. Selain itu, dengan terbentuknya lembaga lokal dikhawatirkan banyak menimbulkan konflik horizontal diantara para nelayan, khususnya konflik orientasi yaitu konflik yang terjadi antar nelayan yang memiliki perbedaan orientasi dalam pemanfaatan sumberdaya. Misalnya antar nelayan yang beroriantasi jangka panjang dengan nelayan yang hanya berorientasi jangka pendek. Nelayan berorientasi jangka panjang melakukan pemanfaatan sumberdaya perikanan yang ramah lingkungan sebagai wujud kepeduliannya terhadap lingkungan, sedangkan nelayan yang berorientasi jangka pendek hanya memikirkan cara untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan melakukan kegiatan penangkapan yang merusak lingkungan seperti penggunaan bom, potassium cyanide dan alat tangkap trawl yang merusak terumbu karang. Oleh karena itu diperlukan suatu usaha untuk mengatasi konflik tersebut dengan cara membentuk lembaga formal dengan menerapkan hasil-hasil penelitian mahasiswa dan mengunakan model Co-Management. Pengelolaan lembaga ini berbasis masyarakat dan ditunjang oleh legitimasi pemerintah melalui suatu undang-undang. Daerah karang gundul yang terletak didaerah Tanjung Jaya merupakan Daerah Perlindungan Laut (DPL) yang ditetapkan melalui Peraturan Desa (PERDES) nomor 02 tahun 2004 dengan tujuan meningkatkan dan mempertahankan produksi perikanan didaerah sekitar wilayah perlindungan dan memfasilitasi masyarakat dalam membangun kesepakatan daerah perlindungan konservasi laut di wilayahnya. Secara partisipatif dengan didasarkan pada azas musyawarah diantara masyarakat. Menurut Nikijuluw (2002) Co-Management adalah pembagian atau pendistribusian tanggung jawab dan wewenang antara pemerintah dan masyarakat lokal dalam mengelola sumberdaya perikanan. Tujuan utama Co-Management adalah pengelolaan perikanan yang lebih tepat, lebih efisien serta lebih adil dan merata. Sementara tujuan sekundernya adalah (1) mewujudkan pembangunan berbasis masyarakat (2) mewujudkan proses pengambilan keputusan secara desentralisasi sehingga dapat memberikan hasil yang lebih efektif, dan (3) mekanisme untuk mencapai visi dan tujuan nelayan lokal serta mengurangi konflik antar nelayan melalui proses demokrasi pertisipatif. Model-model Co-Management antara lain adalah informasi, pendampingan (advokasi), kooperatif, konsultatif dan instruktif. Pembentukan model Co-Management ini dapat diterapkan dengan menggunakan teknik

PKMM-1-4-4

pemberdayaan yang melibatkan msyarakat, yaitu Participatory Rural Appraisal (PRA). Masalah yang melatarbelakangi program ini adalah : maraknya konflikkonflik antar nelayan yang meresahkan warga yang tinggal di sekitar pesisir, penggunaan alat tangkap yang merusak atau ilegal oleh beberapa masyarakat nelayan yang menyebabkan rusaknya sumberdaya perikanan dan kelautan dan belum terakomodasinya aspirasi masyarakat pesisir terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan di lokasi studi. Tujuan program ini adalah untuk meminimalisasi dan bahkan mengeliminasi konflik antar nelayan, menciptakan lembaga yang berfungsi sebagai penyelesaian konflik serta mengawasi praktik-praktik perikanan yang merusak, mengefektifkan penyaluran dana dari pemerintah ke nelayan dan membantu meningkatkan pendapatan nelayan serta menciptakan pengelolaan masyarakat pesisir berbasis komunitas. Luaran yang diharapkan antara lain: terbentuknya lembaga lokal yang bersifat formal dan berbasis masyarakat, terbentuknya sistem pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis masyarakat, meningkatnya profesionalisme lembaga transplantasi karang DPL-BM dan menguatkan landasan hukum lembaga konservasi DPL-BM dari Peraturan Desa (PERDES) menjadi Peraturan Daerah (PERDA). Kegunan Program adalah menumbuhkan jiwa sosial mahasiswa terhadap kesejahteraan para nelayan, merubah pola penangkapan ikan dari pola yang dekstruktif ke arah konservatif, menjalin kerjasama yang berkelanjutan antara pihak masyarakat, swasta dan pemerintah. METODE PENDEKATAN Waktu pelaksanaan program dilakukan pada tanggal 6 Maret 2006 sampai akhir Juni 2006. Tempat daerah lokasi program yaitu Desa Tanjung Jaya Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Metode yang digunakan untuk memperoleh data dan informasi adalah menggunakan pendekatan PRA (Participatory Rural Appraisal) yang meliputi beberapa tahap penting sebagai berikut: (1) identifikasi pihak-pihak yang terkait (stakeholder analysis) (2) identifikasi dan akomodasi keinginan masyarakat; (3) identifikasi kriteria yang masyarakat inginkan (4) identifikasi indikator yang diperlukan untuk evaluasi (5) sepakati metode yang digunakan bersama masyarakat dan (6) koleksi data bersama masyarakat (Adrianto, 2004). Menurut Hikmat (2001) teknik PRA secara umum mencakup pada proses seperti yang diuraikan dibawah ini: Pemetaan Masalah, Potensi dan Sumber-Sumber Sosial Secara Partisipatif. Pemetaan masalah, potensi dan sumber-sumber sosial merupakan langkah awal bagi mahasiswa dalam partisipasi membangun masyarakat pesisir. Pemetaan masalah meliputi pengambilan data sekunder untuk memperoleh informasi awal mengenai sosio-demografis, sosio-ekonomi dan sosio-budaya masyarakat. Perencanaan Partisipatif. Dalam perencanaan partisipatif ini mahasiswa tidak berperan sebagai perencana untuk masyarakan tetapi sebagai fasilitator dalam proses perencanaan yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah. Tahap proses perencanaan partisipatif adalah sebagai berikut :

PKMM-1-4-5

a. FGD (Focus Group Discussion) atau diskusi kelompok terarah, untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya, membahas persoalan yang terjadi diantara kelompok masyarakat. b. Analisis pola keputusan, untuk kesepakatan dalam pembentukan lembaga lokal yang diharapkan mendapat dukungan pemerintah daerah melalui PERDA. Manajemen Pelaksanaan Keputusan Implementasi perencanaan partisipatif dengan subjek masyarakat sebagai peran utama yang mengelola perencanaan mulai dari tahap identifikasi masalah dan kebutuhan, identifikasi potensi lokal, pendayagunaan sumber-sumber lokal, penyusunan dan pengusulan perencana hingga evaluasi dari mekanisme perencanaan. Dalam hal ini mahasiswa berperan sebagai pihak yang memfasilitasi upaya peningkatan aksesibilitas terhadap sumber-sumber lokal yang dibutuhkan. Monitoring dan Evaluasi Partisipatif Dalam hal ini mahasiswa berperan sebagai evaluator eksternal untuk melihat gambaran perkembangan lembaga tersebut melalui rancangan metode evaluasi partisipatif, teknik dan prosedur, instrumen pengumpulan data , pengolahan dan analisis data serta pelaporan. Hal ini dapat dilihat dengan menggunakan indikator keberhasilan dari dua dimensi, yaitu : a) Aktualisasi diri, mencakup ekspresi diri tiap masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan internalisasi penilaian yang merupakan hasil ekspresi diri yang dihargai dan dijadikan pertimbangan keputusan lembaga tersebut. b) Ko-aktualisasi eksistensi, menunjukkan adanya aktualisasi bersama antar lembaga, masyarakat dan pemerintah yang berimplikasi pada eksistensi lembaga dalam mengatasi permasalahan pengelolaan sumberdaya. HASIL Populasi penduduk di Desa Tanjung Jaya sebanyak 5.898 jiwa, terdiri atas 2.973 jiwa laki-laki dan 2.925 jiwa perempuan atau sebanyak 1.180 Kepala Keluarga. Tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 1,80% per tahun. dengan total luas wilayah 3.301 Ha dan luas lahan pemukiman 60 Ha. Jumlah penduduk sebanyak 5.898 jiwa, maka dapat diartikan bahwa desa Tanjung Jaya memiliki kepadatan bruto sebesar 1,79 jiwa per Ha dan kepadatan netto sebesar 93,80 jiwa per Ha. Kepadatan ini masih dapat dikategorikan belum padat dan masih sangat dimungkinkan pengembangan kegiatan yang berkaitan dengan bidang kependudukan. Usia penduduk Desa Tanjung Jaya didominasi penduduk dengan usia antara 14-25 tahun yaitu 2.481 jiwa (42,07%) atau dengan kata lain usia muda yang mulai produktif, menduduki tempat tertinggi dalam struktur kependudukan. Secara jelas pembagian penduduk menurut usia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Pembagian Penduduk Menurut Usia Usia Tingkat Usia

Jumlah

%

109 142 118 2.481

1,85 2,41 2,00 42,07

(jiwa) 0-1 2-5 6-13 1425

Bayi Anak Anak usia sekolah Remaja

PKMM-1-4-6

26-

Dewasa usia produktif

1.973

2,00

41-

Dewasa usia lanjut – 1

875

2,41

>60 Jumlah

Dewasa usia lanjut – 2

200 5.898

0,33 100

40 60

Sumber : DKP Provinsi Banten, 2004

Mata pencaharian penduduk yang ada di Desa Tanjung Jaya disajikan dalam bentuk persentase, sebagian besar penduduk Desa Tanjung Jaya memiliki mata pencaharian sebagai petani yaitu 70,77% diikuti dengan nelayan sebanyak 14,50% dan penduduk dalam persentasi terkecil yang memiliki mata pencaharian di sektor pegawai negeri, secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 2. Dari hasil wawancara dengan penduduk, jumlah penduduk yang berprofesi sebagai nelayan sewaktu waktu dapat berubah, perubahan profesi tersebut sangat ditentukan oleh musim ikan di laut atau saat berlangsungnya musim kering, penduduk yang berprofesi utama sebagai petani juga ”melaut”. Jadi dapat kita katakan kehidupan sebagai nelayan kadang menjadi alternatif saat ikan banyak atau saat terjadi masa paceklik di sektor pertanian. Karang Gundul merupakan komunal karang yang paling luas di kawasan perairan tersebut, dengan luas ± 1,5 ha dan memiliki keanekaragaman karang yang cukup banyak dan indah. Dengan jarak yang tidak terlalu jauh dari Desa Tanjung Jaya (waktu tempuh ± 30 menit), menjadikan kawasan tersebut memiliki potensi yang cukup besar untuk dijadikan pusat pariwisata bahari, seperti memancing, snorkling dan diving. Disamping kawasan tersebut sudah menjadi daerah tangkapan nelayan, hal itu dapat dibuktikan dengan banyaknya bagan di sekitar kawasan tersebut. Tabel 2. Pembagian Penduduk Menurut Mata Pencaharian Mata Pencaharian

Presentase (%)

Petani

70,77

Nelayan

14,74

Wiraswasta

3,53

Buruh

2,06

Pedagang

1,17

Pagawai negeri

1,23

Pengangguran

6,5

Jumlah

100%

Sumber : KORAMIL 0114 Cigeulis, 2006

Tabel 3. Kendala Yang Timbul Dalam Pengelolaan DPL-BM Faktor Internal Tingkat pemahaman yang belum sepenuhnya memadai, baik dari pengurus maupun anggota kelompok pengelola DPLBM.

Faktor Eksternal Sosialisasi DPL yang belum sepenuhnya sampai ke masyarakat, bisa berpotensi terjadi pelanggaran DPL dengan alasan ”tidak tahu”

PKMM-1-4-7

Kemampuan manajerial yang sangat terbatas dari kelompok pengelola. Tingkat belum terbina.

disiplin

pengelola

yang

Kekompakan anggota pengelola DPLBM yang masih rendah. Adanya kemungkinan benturan kepentingan kelompok pengelola, yaitu antara lain kepentingan pribadi dan kepentingan pengelola DPL – BM.

Keengganan warga nelayan dari wilayah lain untuk menaati peraturan DPL-BM dengan alasan bukan pemerintah yang membuat DPL, sehingga tidak perlu ditepati. Aparat resmi pemerintah belum siap sepenuhnya untuk mendukung kegiatan DPL – BM, karena merupakan hal baru dan belum sepenuhnya memahami maksud dan tujuannya. Belum ada peraturan pendukung yang kuat, sehingga pelanggaran-pelanggaran yang mungkin terjadi akan sulit dikendalikan hanya dengan peraturan DPL –BM saja. Kurangnya dukungan peralatan yang disediakan instansi terkait dapat menjadikan kendala bagi kelancaraan pelaksanaan DPL BM. Kurangnya peralatan ini dapat berakibat pada umumnya semangat para pengelola.

Sumber : DKP Provinsi Banten, 2004

Dalam mengembangkan potensi perairan yang dimiliki Desa Tanjung Jaya terdapat banyak kendala, baik kendala alam, kendala tingkat Sumber Daya Manusia dan kendala sosial budaya. Menyadari pentingnya upaya penyelamatan terumbu karang ini, maka pada tanggal 14 Juni 2004 terbentuklah suatu Lembaga Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat (DPL-BM) yang beranggotakan dari seluruh elemen masyarakat dari berbagai profesi, seperti nelayan, guru, petani dan aparat pemerintahan desa serta LSM yang membantu dalam pendampingan. Dalam mengelola DPL-BM tentu akan muncul kendala dan pendukung baik secara internal maupun eksternal. Kendala yang timbul dalam pengelolaan DPL-BM dapat dilihat pada Tabel 3. Faktor Pendukung yang diharapkan timbul dalam pengelolaan DPL BM Desa Tanjung Jaya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Faktor Pendukung Yang DPL-BM Faktor Internal Semangat yang terbangun di kelompok pengelola dan pelaksana DPL BM diharapkan dapat bertahan selama masa baktinya. Anggota kelompok pengelola yang berasal dari beragam profesi, menjadikan kegiatan pengelolaan DPL BM lebih variatif dan dapat saling belajar, sehingga kebosanan diharapkan tidak akan terjadi. Yang terjadi justru semakin banyak anggota yang menjadi lebih paham akan DPL BM dan semakin berupaya mensukseskannya.

Diharapkan Timbul Dalam Pengelolaan Faktor Eksternal Adanya dukungan penuh dari DKP provinsi maupun DKP kabupaten Pandeglang. Pada setiap sosialisasi, staf dari kecamatan, polsek. Koramil maupun Polisi Air selalu hadir. Diharapkan dengan kehadiran ini menjadikan mereka paham, paling tidak mengerti bahwa ada kegiatan DPL BM yang perlu dukungan mereka.

PKMM-1-4-8

Kemampuan melaut sebagian anggota kelompok pengelola yang berasal dari nelayan, tidak diragukan lagi dan merupakan nelayan- nelayan yang baik. Keberadaan mereka dapat sekaligus sebagai contoh bagi masyarakat lain. Adanya anggota kelompok yang mempunyai kemampuan administrasi sederhana, menjadi modal tersendiri bagi peningkatan kemampuan manajerial pengelola DPL BM. Adanya anggota kelompok yang berasal dari kaum muda menjadikan proses regenerasi pengelolaan akan berjalan dengan baik. Selain hal tersebut dengan keberadaan orang muda ini, diharapkan dapat menarik minat bagi kaum muda yang lain untuk aktif turun ”kelaut”.

Posisi Kepala Desa sebagai penanggung jawab, diharapkan kegiatan DPL BM ini, bukan milik nelayan saja. Dengan menjadi milik desa, berarti seluruh warga desa harus ”mensukseskannya”. Adanya dukungan dari Tanjung Lesung Resort sebagai daerah wisata tentu juga akan berpengaruh pada perkembangan pengelolaan DPL BM ini. Adanya beberapa LSM lokal Kab.. Pandeglang, maupun luar Kab. Pandeglang yang mempunyai perhatian pada masalah pelestarian laut, diharapkan menjadi faktor pendukung kuat dalam pengelolaan DPL BM ini.

Sumber : DKP Provinsi Banten, 2004

Melihat adanya faktor pendukung maupun kendala yang dihadapi lembaga DPL-BM dalam mengelola lembaga ini diperlukan satu Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA) yang dapat menguatkan dan membuat lembaga ini diakui oleh masyarakat. Lembaga ini pula diharapkan dapat mengelola Kawasan Konservasi Lingkungan Daerah. FGD (FOCUS GROUP DISCUSSION) Kegiatan diskusi ini dilaksanakan di sekertariat DPL-BM pada tanggal 26 Maret 2006. FGD ini dihadiri oleh anggota pengelola lembaga konservasi terumbu karang DPL BM, aparat pemerintah desa, LSM dan seorang wartawan. Masing-masing pihak berdiskusi yang difasilitasi oleh mahasiswa sebagai mediator. Diskusi ini merupakan tempat bagi semua pihak yang terkait dalam upaya konservasi menyampaikan kendala dan harapannya terhadap pihak-pihak lain. Adapun hasil diskusi tersebut adalah sebagai berikut : Terdapat 4 lembaga yang mengelola konservasi terumbu karang yaitu : 1. Konservasi terumbu karang oleh DPL-BM, kelompok Mutiara Bahari 2. Konservasi terumbu karang oleh Krakatau Steel 3. Konservasi terumbu karang oleh Wahana Anak Pantai 4. Konservasi terumbu karang oleh Mutiara Fantasi ♦ Latar belakang konflik antar lembaga yaitu : 1. Terjadinya kecemburuan sosial antara kelompok konservasi terumbu karang. 2. Adanya sikap saling menjelek-jelekkan antar kelompok konservasi terhadap DKP karena saling berebut mendapatkan dana dari pemerintah. ♦ Kendala yang dihadapi oleh DPL- BM yaitu : 1. Dana operasional yang kurang memadai 2. Inefisiensi pengurus

PKMM-1-4-9

3. Banyak kelompok (lembaga) yang muncul, namun saling menjatuhkan 4. Anggota kelompok belum kompak dan bersatu 5. Hanya beberapa orang anggota DPL-BM saja yang aktif bekerja 6. Masih banyaknya penangkapan yang merusak terumbu karang yang dilakukan oleh nelayan. Kendala lain adalah masih lemahnya landasan hukum yang menaungi lembaga mereka. Peraturan Desa (PERDES) yang telah ada kurang membantu usaha konservasi karena PERDES hanya berlaku di Desa Tanjung Jaya saja, sedangkan masih banyak nelayan dari desa-desa lain yang melakukan penangkapan ikan dengan bom dan racun potasium. Hal lainnya adalah masih kurangnya sarana dan prasarana untuk melakukan pengawasan terhadap daerah konservasi. Lembaga DPL-BM sangat membutuhkan sebuah alat transportasi berupa kapal dan bahan bakar untuk melakukan pengawasan secara rutin. PEMBAHASAN Pihak pengelola DPL-BM mengakui bahwa usaha konservasi yang mereka lakukan cukup berhasil. Ini terbukti semakin banyaknya ikan yang terdapat di daerah Karang Gundul yang menyebabkan hasil tangkapan ikan nelayan disekitar wilayah konservasi mengalami peningkatan. Selain itu menambah keindahan bawah laut yang dapat menarik beberapa wisatawan yang ingin menikmati keindahan terumbu karang. Untuk lebih jelasnya kinerja DPL-BM dapat dilihat melalui monitoring dan evaluasi sementara pada Tabel 5. Tabel 5. Monitoring dan Evaluasi Sementara Kinerja DPL-BM Indikator Sumber Daya Alam - Ikan - Terumbu Karang Sosial Ekonomi - Pendapatan nelayan Kelembagaan Formal - Organisasi

Sebelum DPL-BM

Sesudah DPL-BM

Keterangan

Sulit menangkap ikan Mengalami kerusakan

Mudah menangkap ikan Transplantasi karang Tahap 1

Rendah

Tinggi

-

Tidak ada, hanya di wilayah Kecamatan

LSM KS, LSM WAP, LSM MF

Belum terkoordinir

Tidak ada

PERDES

Belum optimal

- Peraturan Konflik

Ada

Tidak Ada

- Antar nelayan lokal Ada - Nelayan lokal vs luar Sumber : Data primer (diolah), 2006

Ada

Perlu adanya PERDA

PKMM-1-4-10

Berdasarkan tabel monitoring dan evaluasi diatas dapat dilihat perkembangan Desa Tanjung Jaya sebelum dan sesudah adanya lembaga DPLBM. Namun konflik antara nelayan lokal Desa Tanjung Jaya dengan nelayan luar (daerah sekitar Tanjung Jaya) masih sering terjadi, karena nelayan luar belum mematuhi peraturan yang ditetapkan DPL-BM dengan alasan bukan peraturan dari pemerintah. Oleh karena itu dibutuhkan suatu Peraturan Daerah yang mengatur Kawasan Konservasi Lingkungan Daerah (KKLD). Pendapatan nelayan setempat sebelum adanya DPL-BM per kapitanya cukup rendah, karena ikan yang didapat selain jumlahnya sangat sedikit juga nilai jualnya murah. Setelah adanya DPL-BM, pendapatan yang diperoleh nelayan mengalami peningkatan. Ikan-ikan seperti kerapu dan lobster banyak mereka peroleh dimana ikan-ikan tersebut dapat dijual dengan harga tinggi. Selain itu, nelayan setempat bisa melakukan usaha budidaya kerapu dan lobster pada jaring apung disekitar lokasi konservasi terumbu karang. Lembaga DPL-BM adalah organisasi formal pertama di kecamatan Panimbang yang melakukan usaha konservasi terumbu karang. Melihat keberhasilan lembaga ini, muncullah beberapa organisasi-organisasi serupa yang didirikan oleh LSM dan swasta. Lembaga-lembaga tersebut adalah LSM KS (Krakatau Steel) yang dimiliki oleh Tanjung Lesung Resort, WAP (Wahana Anak Pantai) yang dikelola oleh masyarakat setempat dan MF (Mutiara Fantasi) yang dikelola oleh masyarakat dari desa lain. Akan tetapi, keberadaan lembagalembaga tersebut belum terkoordinasi dengan baik walaupun daerah konservasi yang mereka kelola berdekatan. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan ini dibutuhkan suatu peraturan yang mengatur koordinasi lembaga-lembaga tersebut. PERDES seperti yang terlampir hanya mengetur lembaga DPL-BM yang ada di desa Tanjung Jaya, sehingga hasil yang didapatkan belum juga optimal. Konservasi terumbu karang sebelum adanya DPL-BM menimbulkan konflik antar nelayan-nelayan setempat. Konflik ini terjadi antar nelayan yang menyadari pentingnya akan konservasi terumbu karang dengan nelayan yang masih menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Setelah adanya DPL-BM konflik antar nelayan lokal dapat dieliminir, karena telah ada kesepakatan bersama didalam desa Tajung Jaya yang terdapat dalam PERDES. Namun, konflik dengan nelayan luar desa masih terjadi. Di daerah konservasi terumbu karang DPL-BM ini masih sering terjadi penangkapan ikan yang dilakukan dengan menggunakan bom dan racun (potasium sianida) oleh nelayan dari luar desa. Jika perusakan oleh nelayan luar terus dibiarkan maka konservasi yang dikelola oleh DPL-BM akan sia-sia. PERDES yang ada hanya mengatur nelayan desa Tanjung Jaya, sedangkan nelayan dari desa lain tidak mematuhinya. Oleh karena itu, diperlukan sebuah peraturan yang lebih luas cakupannya sehingga mampu mengatur seluruh stakeholders yang terkait didalamnya baik itu nelayan lokal maupun nelayan luar daerah seperti, dari desa lain atau luar kabupaten dan provinsi. Aturan yang dimaksud adalah adanya suatu PERDA (Peraturan Daerah) yang dikeluarkan oleh Pemerintahan Daerah Provinsi Banten. Dalam pembuatan PERDA ini Pemerintah Daerah Provinsi Banten melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Daerah sedang melakukan proses penyusunan. Salah satu yang diharapkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Daerah adalah suatu naskah akademik dari pihak akademis. Naskah akademis ini sedang dalam tahap penyusunan oleh kelompok PKM yang nantinya

PKMM-1-4-11

akan dijadikan sebagai panduan rancangan PERDA tentang konservasi terumbu karang di provinsi Banten. KESIMPULAN Berdasarkan dari hasil yang kami peroleh dapat disimpulkan bahwa : 1. Dengan adanya lembaga DPL-BM telah mampu mengatasi konflik antar nelayan yang terjadi di Desa Tangjung Jaya. 2. Lembaga tersebut mampu meningkatkan kesadaran nelayan akan pentingnya sumberdaya terumbu karang. Sehingga telah terciptanya lembaga-lembaga yang bergerak dalam konservasi terumbu karang. 3. Dengan adanya lembaga DPL-BM dapat lebih mengefektifkan penyaluran dana dari pemerintah kepada nelayan, karena lembaga tersebut langsung mendapat dana dari pemerintah guna dapat melanjutkan kegiatan-kegiatan lembaga tersebut. 4. Dengan program penguatan kelembagaan dapat meningkatkan pendapatan nelayan khususnya nelayan setempat dan umumnya nelayan luar daerah. Hal tersebut dikarenakan dengan semakin berkembangnya pengelolaan konservasi terumbu karang akan semakin meningkatnya hasil tangkapan nelayan. 5. Program penguatan kelembagaan menghasilkan pengelolaan masyarakat pesisir yang dikoordinasi oleh lembaga DPL-BM. Sehingga akan terciptanya masyarakat pesisir yang berbasis komunitas yang akan membangun masyarakat berpola fikir kearah konservatif dan pembangunan perikanan yang berkelanjutan. DAFTAR PUSTAKA Adrianto, L. 2004. Penelitian Sosial Ekonomi Dalam Perencanaan dan Pengolahan Wilayah Pesisir. Makalah disampaikan pada Training on Integrated Coastal Zone Management Project DKP dan PKSPL- IPB. Adrianto, L. 2005. Aspek Sosial Ekonomi Dalam Penegelolaan Kesehatan Ikan dan Lingkungan: Revitalisasi Community-Based Fish Disease and Environmental Management. Makalah disampaikan pada Workshop Forum Koordinasi kesehatan Ikan dan Lingkungan. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. DKP. Jakarta.28 September 2005. Hikmat. 2001. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Humaniora Utama Press. Maryo, Y. 2005. Analisis Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat Dalam Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut di Desa Tejang Pulau Sebesi, Kabupaten Lampung Selatan. Skripsi. Sarjana Fakultas Perikanan IPB. Nugroho, T. 1995. Keadaan Umum Perikanan Kecamatan Panimbang Kabupaten Pandeglang. Jawa Barat. Praktek Lapang. FPIK IPB. Satria, A. 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta: Cidesindo. Solihin, A. 2002. Analisis Awig-Awig dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Skripsi. Sarjana Fakultas Perikanan IPB.

PKMM-1-5-1

PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENDONGENG BAGI GURU TAMAN KANAK-KANAK DI KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG Wahyu Lestari, Ahmad Syaifudin, Asri Noorrodliyah Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Semarang, Semarang

ABSTRAK Mayoritas guru Taman Kanak-Kanak (TK) di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang mempunyai kemampuan mendongeng yang tidak variatif dan tidak menarik. Hal ini terlihat dari penguasaan teknik mendongeng yang dimiliki oleh para gurunya terbatas pada mendongeng secara lisan dan membacakan dongeng. Untuk itu, tujuan jangka pendek kegiatan ini adalah memberikan bekal secara teoretis tentang bermacam-macam teknik mendongeng dan cara mendongengkannya sedangkan tujuan jangka panjang adalah memotivasi guru TK agar menggunakan teknik mendongeng untuk mengajarkan budi pekerti pada anak didiknya dan tersirat harapan agar guru TK melalui aktivitasnya dapat ikut melestarikan nilai-nilai tradisional yang terkandung dalam sebuah dongeng. Kegiatan ini dilakukan dengan waktu tiga bulan yang terhitung mulai dari Agustus 2005 sampai dengan Oktober 2005 di TK se-Kecamatan Gunungpati. Pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan dengan tiga tahap, yaitu : (1) tahap prakegiatan, (2) tahap pelaksanaan kegiatan, dan (3) tahap pascakegiatan. Hasil yang dicapai dalam kegiatan ini adalah kemampuan mendongeng guru TK di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang dapat ditingkatkan dengan cara mengadakan pelatihan mendongeng dan melakukan latihan dasar setiap saat meskipun secara mandiri. Pelatihan mendongeng diberikan untuk menambah pengetahuan tentang teori mendongeng dan praktik cara penerapan masingmasing jenis mendongeng. Latihan dasar sangat berguna dalam pembentukan karakter tokoh dalam dongeng yang dibawakannya. Selanjutnya, cara memotivasi guru TK di Kecamatan Gunungpati agar memanfaatkan mendongeng sebagai teknik penyampaian nilai-nilai budi pekerti kepada anak didiknya adalah dengan memberikan pemahamam bahwa dengan mendongeng anak-anak TK dapat banyak belajar nilai-nilai budi pekerti pesan atau amanat yang digambarkan oleh masing-masing tokoh dalam dongeng. Selain itu, para guru TK juga dapat disejajarkan dengan orang yang masih eksis melestarikan budaya tradisional, yakni budaya mendongeng. Kata Kunci : kemampuan mendongeng, taman kanak-kanak PENDAHULUAN Mayoritas guru Taman Kanak-Kanak (TK) di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang mempunyai kemampuan mendongeng yang tidak variatif dan tidak menarik. Hal ini terlihat dari penguasaan teknik mendongeng yang dimiliki oleh para gurunya terbatas pada mendongeng secara lisan dan membacakan dongeng. Sementara teknik mendongeng yang lain, seperti mendongeng dengan papan fanel, mendongeng dengan gambar, dan mendongeng dengan boneka, tidak

PKMM-1-5-2

mereka kuasai. Dengan kemampuan mendongeng tersebut menyebabkan anakanak TK di Kecamatan Gunungpati tidak menyukai dongengan gurunya. Mereka lebih memilih aneka ragam hiburan baik yang ada di televisi ataupun di tempattempat lain yang lebih menarik baginya. Padahal, mendongeng merupakan salah satu metode terpenting yang banyak digunakan dalam proses belajar mengajar di TK. Penggunaan metode mendongeng pada anak-anak TK memberikan pengalaman belajar bagi anak-anak dengan membawakan cerita-cerita yang di dalamnya terdapat pesan dan kesan moral baik tersirat maupun tersurat. Untuk itu, metode mendongeng masih banyak digunakan oleh para guru TK Kecamatan Gunungpati Kota Semarang. Menurut hasil beberapa penelitian, secara umum anak lebih menyukai dongeng. Hal ini dapat ditunjukkan dengan banyaknya buku-buku cerita anak di pasaran yang banyak dikonsumsi masyarakat luas. Jika dikaitkan dengan kenyataan di beberapa TK se-Kecamatan Gunungpati, maka terlihat adanya perbedaan pandangan mengenai mendongeng. Berangkat dari temuan kondisi guru TK di Kecamtan Gunungpati, rumusan masalah dalam kegiatan ini adalah cara meningkatklan keterampilan mendongeng yang variatif dan cara memotivasi guru TK di Kecamtan Gunungpati agar memanfaatkan mendongeng sebagai teknik penyampaian nilai-nilai budi pekerti kepada anak didiknya. Tujuan kegiatan dalam pengabdian ini ada dua macam, tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan jangka pendek kegiatan ini adalah memberikan bekal secara teoretis tentang bermacam-macam teknik mendongeng sebagai teknik pengajaran di TK dan cara mendongeng itu sendiri. Tujuan jangka panjang adalah memotivasi guru TK agar menggunakan teknik mendongeng secara benar untuk mengajarkan budi pekerti pada anak didiknya dan meningkatkan keterampilan mendongeng—membaca dongeng, mendongeng secara lisan, mendongeng dengan papan fanel, mendongeng dengan gambar, dan mendongeng dengan boneka—bagi guru TK di kecamatan Gunungpati kota Semarang. Selain itu, dalam tujuan jangka panjang ini, juga tersirat harapan agar guru TK melalui aktivitasnya dapat ikut melestarikan nilai-nilai tradisional yang ada melalui dongeng-dongeng yang disampaikan. Ada dua manfaat yang dapat diperoleh melalui kegiatan ini, yaitu manfaat bersifat teoretis dan manfaat bersifat praktis. Manfaat teoretisnya yaitu dapat meningkatkan pemahaman pada teori-teori mendongeng, baik bagi mahasiswa yang melakukan pengabdian maupun guru TK yang menjadi sasaran pengabdian ini. Selain itu, kegiatan ini juga dapat dipakai sebagai sarana pengembangan ilmu, dalam hal ini yang berkaitan dengan ilmu mendongeng, seperti penahaman berbagai jenis mendongeng dan berbagai sarana yang dibutuhkan dalam mendongeng. Manfaat praktisnya yaitu dapat meningkatkan kemampuan mendongeng para guru TK di kecamatan Gunungpati kota Semarang, dapat memotivasi para guru untuk menngkatkan kemampuan mendongengnya sekaligus mengguankanannya sebagai teknik pengajaran disekolah sesuai dengan hakikat mendongeng yang sangat variatif.

PKMM-1-5-3

METODE PENELITIAN Kegiatan pengabdian ini dilakukan dengan membutuhkan waktu tiga bulan yang terhitung mulai dari Agustus 2005 sampai dengan Oktober 2005 di TK seKecamatan Gunungpati. Pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan dengan tiga tahap, yaitu : (1) tahap prakegiatan, (2) tahap pelaksanaan kegiatan, dan (3) tahap pascakegiatan. Pada tahap prakegiatan, kegiatan yang dilakukan terdiri atas orientasi pendahuluan dan persiapan pelatihan. Kegiatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan kegiatan meliputi pengambilan gambar kemampuan mendongeng tahap I (sebelum diberikan pelatihan), pelatihan mendongeng, pemantauan, dan dilanjutkan dengan pengambilan gambar kemampuan mendongeng pada tahap II (setelah diberikan pelatihan). Kemudian, pada tahap pascakegiatan dilakukan evaluasi. Keseluruhan rangkaian pelaksanaan kegiatan tersebut dapat dilihat pada gambar 1 di bawah. Prakegiatan

Pascakegiatan

Pelaksanaan Kegiatan

Gambar 1. Rangkaian Pelaksanaan Kegiatan. Orientasi pendahuluan dan persiapan pelatihan yang merupakan ruang lingkup kegiatan tahap prakegiatan dilakukan dengan membutuhkan waktu tiga minggu yang dimulai pada minggu I dan minggu II Agustus 2005. Orientasi pendahuluan dalam kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk memohon izin dan menjalin kerja sama untuk menjalankan kegiatan ini dengan baik. Pihak-pihak yang dilibatkan dalam kegiatan ini adalah (1) Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan Gunungpati Semarang, (2) IGTKI (Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak Indonesia) Kecamatan Gunungpati, Semarang, (3) seluruh TK yang ada di Kecamatan Gunungpati. Persiapan pelatihan dilakukan dengan tujuan untuk mempersiapkan pelatihan mendongeng yang ingin dilakukan. Tahap pelaksanaan kegiatan diawali dengan pengambilan gambar kemampuan mendongeng guru TK di Kecamatan Gunungpati, Semarang pada tahap I. Tujuan pengambilan gambar kemampuan mendongeng tahap I ini adalah untuk melihat secara nyata kemampuan mendongeng guru TK di Kecamatan Gunungpati, Semarang sebelum diberikan pelatihan mendongeng. Pengambilan gambar kemampuan mendongeng ini juga dijadikan sebagai salah satu bahan materi pembahasan dalam pelatihan mendongeng. Kegiatan tersebut dilakukan di 4 TK yang diambil untuk merepresentasikan masing-masing Dabin (daerah binaan). Keempat TK yang ditunjuk untuk mewakili masing-masing Dabin adalah TK Pertiwi 1 Sumur Jurang, TK Pertiwi 37 Gunungpati, TK pertiwi 44 Sukorejo,

PKMM-1-5-4

dan TK Pertiwi 48 Pongangan. Kegiatan ini dilakukan pada minggu III Agustus 2005. Pelatihan mendongeng dilaksanakan dengan cara pemberian materi, pelatihan, dan praktik langsung. Pada pemberian materi, peserta dikumpulkan dalam satu tempat untuk diberikan informasi tentang pengertian mendongeng, perbedaan mendongeng dan bercerita, jenis mendongeng, cara mendongeng yang sesuai untuk anak TK, dan teknik mendongeng untuk masing-masing jenis mendongeng. Keseluruhan kegiatan pemberian materi ini dilakukan dengan cara brainstorming dan diskusi. Pada tahap pelatihan, peserta (1) dihadapkan pada contoh mendongeng yang baik dilakukan oleh pendongeng profesional, (2) diberi kesempatan untuk berdialog atau tanya jawab dengan pendongeng yang menjadi model dalam pelatihan, (3) diajak berdiskusi dan tukar pikiran kaitannya dengan upaya pemahaman teknik mendongeng dan praktik mendongeng. Tahap pelatihan ini dilakukan dengan cara demonstrasi. Pada tahap praktik langsung, peserta diberi kesempatan untuk praktik mendongeng di hadapan anak-anak TK. Cara yang sesuai dengan tahap praktik langsung adalah penugasan. Metode penugasan ini terbagi dalam dua tingkatan, yaitu penugasan berkaitan dengan pelatihan mendongeng dan penugasan yang berkaitan dengan praktik mendongeng secara langsung di hadapan anak-anak TK. Kegiatan pelatihan mendongeng ini dilaksanakan pada minggu IV Agustus 2005, yaitu tanggal 27 Agustus 2005 yang diadakan di SD Negeri 01 Sekaran Gunungpati. Setelah pelatihan mendongeng, tahap kegiatan selanjutnya adalah pemantauan. Kegiatan pemantauan ini dilakukan bertujuan untuk melihat implementasi teknik mendongeng yang diperoleh oleh para guru TK dari pelatihan mendongeng. Lama pelaksanaan kegiatan ini adalah satu bulan, yakni pada bulan September 2005. Kemudian, pengambilan gambar kemampuan para guru TK pada tahap II baru dilakukan dengan tempat tujuan sesuai pada pengambilan gambar kemampuan mendongeng tahap I. Kegiatn ini dilaksanakan pada minggu I Oktober 2005. Sebagai kegiatan pascakegiatan, tahap evaluasi mempunyai peranan yang strategis dalam menilai keberhasilan kegiatan pengabdian ini. Kegiatan ini dilakukan pada minggu II oktober 2005. Keseluruhan pelaksanaan kegiatan pengabdian ini dapat dilihat pada tabel 1 di bawah.

PKMM-1-5-5

Tabel 1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan No. 1.

Hari, Tanggal Minggu I Agustus 2005

Kegiatan Orientasi Pendahuluan

Minggu II Agustus 2005 Minggu III Agustus 2005

Persiapan Pelatihan

Minggu IV Agustus 2005 Minggu I–IV September 2005

Pelatihan Mendongeng

6

Minggu I Oktober 2005

Pengambilan Sampel kemampuan mendongeng tahap II

7.

Minggu II Oktober 2005

Evaluasi

2. 3.

4. 5.

Pengambilan Sampel kemampuan mendongeng tahap I

Pemantauan Hasil Pelatihan

Tempat a. Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan Gunungpati b. IGTKI Kec. Gunungpati c. TK se-Kecamatan Gunungpati UNNES a. TK Pertiwi 1 Sumur Jurang b. TK Pertiwi 37 Gunungpati c. TK pertiwi 44 Sukorejo d. TK Pertiwi 48 Pongangan SD Negeri 1 Sekaran Gunungpati a. TK Pertiwi 1 Sumur Jurang b. TK Pertiwi 37 Gunungpati c. TK pertiwi 44 Sukorejo d. TK Pertiwi 48 Pongangan a. TK Pertiwi 1 Sumur Jurang b. TK Pertiwi 37 Gunungpati c. TK pertiwi 44 Sukorejo d. TK Pertiwi 48 Pongangan UNNES

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan mengenai cara meningkatkan keterampilan mendongeng guru TK di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang yang variatif harus diawali dengan melihat latar belakang kemampuan guru TK di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang. Berdasarkan pengamatan di lapangan, kemampuan mendongeng guru TK di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang masih rendah. Hal ini ditandai dengan penggunaan teknik mendongeng menbacakan dongeng dan mendongeng secara lisan. Padahal, menurut Gordon (1985:325) ada beberapa jenis mendongeng di antaranya, yaitu membacakan dongeng, mendongeng secara lisan, mendongeng dengan papan fanel, mendongeng dengan gambar, dan mendongeng dengan boneka. Merujuk pada pendapat Gordon di atas diketahui bahwa teknik membacakan dongeng dan mendongeng secara lisan sebagaimana yang dilakukan oleh para guru TK di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang merupakan teknik mendongeng yang terkesan monoton dan kurang menarik. Seharusnya dalam mendongeng untuk anak-anak, mendongeng harus disampaikan dengan menarik sehingga anak akan merasa kegirangan dan kecanduaan untuk didongengi lagi. Sarumpaet (2003:3) semua manusia memerlukan cerita, dalam hal ini adalah dongeng. Demikian juga anak-anak, itu pula yang menyebabkan mereka suka didongengi. Menurut Rahman (2002:44), mendongeng merupakan metode yang sesuai dengan usia anak TK. Hal ini disebabkan oleh usia anak TK yang memiliki karakteristik sebagai berikut :

PKMM-1-5-6

1. Berkaitan dengan perkembangan fisik, anak sangat aktif melakukan berbagai kegiatan. Hal ini bermanfaat untuk pengembangan otot-otot, baik otot kecil maupun otot besar. 2. Perkembangan bahasa juga semakin baik. Anak sudah mampu memahami pembicaraan orang lain dan mampu mengungkapkan pikirannya dalam batasbatas tertentu. 3. Perkembangan kognitif (daya pikir) sangat pesat, yang ditunjukkan dengan rasa ingin tau anak yang luar biasa terhadap lingkungan sekitar. Hal itu terlihat antara lain dari seringnya anak menanyakan segala sesuatu yang telah dilihatnya, yang kadang-kadang di luar dugaan guru. 4. Bentuk permainan anak masih bersifat individu, bukan permainan sosial walaupun aktivitas bermain dilakukan anak secara bersama. Melihat karakteristik anak usia TK yang demikian, maka dapat disimpulkan bahwa mereka sedang berada dalam dunia bermain. Dalam dunia yang demikian, situasi yang dituntut adalah situasi yang dapat memberikan perasaan gembira, lucu, dan mengasyikkan (Moeslichatoen 1999:157). Oleh karena itu, guru TK perlu meningkatkan kemampuan mendongeng dengan metode yang menarik dan tidak membosankan, sehingga akan membangkitkan motivasi anak, dan membangkitkan kemauan bertanya anak atau rasa ingin tahu anak. Di sisi lain, mendongeng merupakan aktivitas yang kompleks karena mendongeng berkaitan dengan banyak hal. Pertama, berkaitan dengan pengetahuan guru, yang meliputi pengetahuan akan dongeng-dongeng yang menarik dan seusia dengan anak, pengetahuan tentang teknik mendongeng, dan pengetahuan tentang nilai-nilai yang ada dalam dongeng. Kedua, mendongeng berkaitan dengan keterampilan guru dengan berbagai jenis mendongeng. Ketiga, mendongeng berkaitan dengan suasana kondusif dalam proses belajar mengajar di kelas, dalam arti berbagai pihak yang terkait, khususnya guru dan siswa berada dalam suasana hubungan yang harmonis. Keempat, mendongeng berkaitan dengan sarana yang tersedia, dalam arti, jika gambar, papan fanel atau boneka yang dibutuhkan dalam mendongeng itu tidak tersedia, maka guru akan kembali pada aktivitas membacakan dongeng dan mendongeng secara lisan, merupakan situasi yang dalam pengamatan awal bersifat sangat monoton, kurang menarik, dan tidak disukai oleh anak maupun guru yang membawakan dongeng. Kondisi seperti ini hanya dapat diatasi dengan cara meningkatan keterampilan dan pengetahuan para guru TK tersebut pada metode mendongeng itu sendiri. Meskipun dalam kenyataannya, di Kecamatan Gunungpati kota Semarang, kesempatan meningkatkan keterampilan dan pengetahuan para guru TK pada metode mendongeng hampir tidak pernah ada. Satu-satunya kegiatan yang pernah diadakan adalah lomba mendongeng untuk para guru TK. Meskipun sebenarnya, lomba tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam hal mendongeng, tetapi dalam praktiknya tidak demikian. Hal ini dikarenakan kegiatan lomba mendongeng tersebut hanya berhenti pada pemilihan pemenang, tanpa adanya tindak lanjut yang berupa dialog atau kegiatan-kegiatan lain. Sedikitnya kegiatan yang dapat memberi kesempatan kepada guru untuk meningkatkan kemampuan mendongengnya, menjadikan metode mendongeng tidak berkembang dengan baik di kalangan guru TK di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang. Selain itu, guru TK itu sendiri tidak mampu mengupayakan

PKMM-1-5-7

peningkatan kemampuan mendongengnya karena keterbatasan-keterbatasan tertentu. Berdasarkan uraian di atas, cara meningkatkan kemampuan mendongeng guru TK di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang adalah dengan pelatihan mendongeng yang didalamnya diberikan pengetahuan tentang teori mendongeng dan praktik cara penerapan masing-masing jenis mendongeng. Secara sederhana, pelatihan dapat dilaksanakan dengan mendatangkan model pendongeng yang lebih berkompeten sehingga model pendongeng tersebut dapat dijadikan acuan oleh guru TK dalam menyampaikan dongeng kepada anak-anak didik mereka dengan menerapkan jenis-jenis mendongeng yang telah mereka kuasai. Di samping pelatihan mendongeng, kemampuan mendongeng guru dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan latih dasar, meliputi : olah vokal, olah tubuh (gesture), olah rasa, dan konsentrasi, secara mandiri dan dilakukan setiap saat. Beberapa kegiatan tersebut sangat berguna dalam pembentukan karakter tokoh dalam sebuah dongeng yang dibawakannya sehingga anak-anak TK yang didongenginya merasa ikut larut (terlibat) dalam kegiatan mendongeng yang dibawakan gurunya. Mereka dapat merasakan kegembiraan ataupun kesedihan tokoh yang ada dalam dongeng. Sikap-sikap yang menggangu jalannya kegiatan mendongeng tidaka akan terjadi. Anak-anak akan selalu apresiatif terhadap segala sesuatu yang disampiakan gurunya, terutama pada hal-hal yang belum diketahui mereka. Dengan demikian, peningkatan kemampuan mendongeng guru TK di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang dapat dilakukan dengan cara pelatihan mendongeng dan melakukan latihan dasar setiap saat meskipun secara mandiri. Pembahasan mengenai cara memotivasi guru TK di Kecamatan Gunungpati agar memanfaatkan mendongeng sebagai teknik penyampaian nilai-nilai budi pekerti kepada anak didiknya adalah dengan memberikan pemahamam bahwa dengan mendongeng anak-anak TK dapat banyak belajar nilai-nilai budi pekerti pesan atau amanat yang digambarkan oleh masing-masing tokoh yang digambarkan dalam dongeng yang disampaikan. Untuk itu, ada yang mengatakan bahwa mendidik dengan mendongeng pada anak-anak di TK merupakan tugas mulia. Selain itu, para guru TK juga dapat disejajarkan dengan orang yang masih eksis melestarikan budaya tradisional, yakni budaya mendongeng. Lewat mendongeng, sastra lisan yang yang tidak terbukukan dapat dilestarikan keberadaanya dengan jalan mendongengkanya kepada anak-anak TK sebagai generasi berikutnya. Secara keseluruhan, kegiatan pengabdian pada masyarakat ini dapat dilaksanakan dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan kemampuan guru dalam mendongeng dan munculnya motivasi guru TK dalam memanfaatkan mendongeng sebagai teknik penyampaian nilai-nilai budi pekerti kepada anak didiknya. Namun, pelaksanaan kegiatan ini tidak luput dari hambatan. Di antara hambatan yang dapat diidentifikasi yaitu lokasi TK yang berjauhan dan berpencar, waktu luang guru yang terbatas, dan alokasi dana yang minim. Lokasi TK yang berjauhan dan berpencar mengakibatkan sulitnya mengkoordinir dan memantau serta mengevaluasi para guru TK yang telah mendapatkan pelatihan dan berlatih setiap saat secara mandiri pada latihan dasar. Selain itu, waktu luang guru yang sangat terbatas mengakibatkan pelatihan maupun latihan dasar mendongeng sekalipun kurang maksimal. Hal ini disebabkan oleh peran guru TK yang memiliki peran ganda, yaitu sebagai guru

PKMM-1-5-8

ketika di TK dan sebagai ibu rumah tangga ketika di rumah. Selanjutnya, hambatan yang paling umum adalah alokasi dana yang minim. Adanya alokasi yang minim mengakibatkan kegiatan pengabdian ini tidak ada follow up setelah berakhirnya kegiatan ini. Meskipun keinginan yang menggebu-gebu diperlihatkan oleh para guru TK di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang. Mereka menginginkan kegiatan yang serupa dapat dilaksanakan dengan rutin agar pengetahuan mereka dapat bertambah. KESIMPULAN Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa kemampuan mendongeng guru TK di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang dapat ditingkatkan dengan cara mengadakan pelatihan mendongeng dan melakukan latihan dasar setiap saat meskipun secara mandiri. Selanjutnya, cara memotivasi guru TK di Kecamatan Gunungpati agar memanfaatkan mendongeng sebagai teknik penyampaian nilainilai budi pekerti kepada anak didiknya adalah dengan memberikan pemahamam bahwa dengan mendongeng anak-anak TK dapat banyak belajar nilai-nilai budi pekerti pesan atau amanat yang digambarkan oleh masing-masing tokoh yang digambarkan dalam dongeng yang disampaikan. Selain itu, para guru TK juga dapat disejajarkan dengan orang yang masih eksis melestarikan budaya tradisional, yakni budaya mendongeng. DAFTAR PUSTAKA Gordon, Amn Milles and Kathryn Williams Browne. 1985. Beginning and Beyond: Foundations in Early Childhood Education. New York : Delmar publising Inc. Moeslichatoen. 1999. Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Rineka Cipta. Rahman, Hibawa S. 2002. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: PGTKI Press. Sarumpaet, Riris K. Toha. 2003. Anak dan Dunia “Raja Kurus dan Koki Gemuk”. Makalah yang diseminarkan pada Seminar Nasional “Pengembangan Kompetensi Berbahasa dan Kecerdasan Emosional melalui Bercerita pada Anak Usia Dini” yang diselenggarakan oleh Kelompok Studi Spikolinguistik Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang pada hari Sabtu, 21 Juni 2003.

PKMM-1-6-1

MODEL REKLAMASI LAHAN KRITIS PADA AREA BEKAS PENGGALIAN BATU BATA Rahmat Hidayat, M Indriastuti, F Syafrina, SD Arismawati, Babo Sembodo Jurusan Pengelolaan Hutan dan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan, Universitas Gajah Mada,Yogyakarta. ABSTRAK Ketergantungan manusia terhadap sumberdaya tanah terus meningkat. Hal ini menyebabkan tekanan penduduk terhadap lingkungan meningkat tanpa memperhatikan kemampuan tanah itu sendiri. Yang terjadi di Dusun Ngampon, Desa Sitimulyo Kabupaten Bantul DIY, adalah eksploitasi tanah secara terusmenerus dalam jumlah yang sangat besar. Proses penggalian yang dalam guna pembuatan batubata mendorong kemerosotan sumberdaya tanah baik mutu maupun kualitasnya. Gejala fisik yang tampak jelas di tempat kejadian adalah semakin tipisnya lapisan tanah, sehingga kemampuan tanah tidak stabil. Oleh karena itu, kami berusaha melakukan upaya nyata selain ingin menyadarkan masyarakat setempat akan pentingnya pengelolaan lahan secara lestari namun juga mencarikan alternatif solusi. Berdasarkan pada hal tersebut tim mencoba tiga metode sebagai alternatif solusi, yaitu sistem karung, sistem pPot, dan sistem pembelukaran. Dari ketiga metode tersebut, sistem pembelukaranlah yang cocok diterapkan, karena relatif mudah dan murah dibanding dengan metode pot yang cukup menghabiskan banyak tenaga dan juga sistem karung yang cukup mahal. Walaupun begitu, sistem pembelukaran cukup memakan banyak waktu.. Kata kunci : model reklamasi, lahan kritis, batubata. PENDAHULUAN Ketergantungan manusia terhadap sumberdaya tanah terus meningkat. Hal ini menyebabkan tekanan penduduk terhadap lingkungan meningkat tanpa memperhatikan kemampuan tanah itu sendiri. Yang terjadi di Dusun Ngampon, Desa Sitimulyo Kabupaten Bantul DIY, adalah eksploitasi tanah secara terusmenerus dalam jumlah yang sangat besar. Proses penggalian yang dalam guna pembuatan bata, sehingga melampaui kemampuan tanah untuk membentuk struktur tanah kembali. Keadaan ini akan mendorong kemerosotan sumberdaya tanah baik mutu maupun kualitasnya. Gejala fisik yang tampak jelas di tempat kejadian adalah semakin tipisnya lapisan tanah, sehingga kemampuan fungsi tanah sebagai media tumbuh tanaman dan media pengatur daur air menjadi terbatas yang pada akhirnya ketidakstabilan ekosistem lingkungan tidak dapat terhindarkan. Kondisi lapangan desa Sitimulyo sudah sangat memperihatinkan, lubang – lubang bekas galian guna pemanfaatan pembuatan bata merah sedalam 3 – 6 meter lebih dapat terlihat dengan jelas. Hal tersebut amat sangat mampu mempengaruhi secara negatif terhadap ekosistem lingkungan. Dapat dipastikan bahwa kondisi tanah disana sangat tidak subur, tanah tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai media tumbuh tanaman dan media pengatur daur air. Dapat dibuktikan tanah yang telah ditinggalkan tidak dapat ditanami oleh tanaman, kecuali rumput, selain itu ketersediaan air tidak terpenuhi secara maksimal.

PKMM-1-6-2

Sebagai mahasiswa yang memiliki keterampilan dan kompetensi pada bidang ini, kami merasa turut bertanggung jawab terhadap kondisi kerusakan lahan tersebut. Atas dasar itulah kami berusaha melakukan upaya nyata selain ingin menyadarkan masyarakat setempat akan pentingnya pengelolaan lahan secara lestari namun juga mencarikan alternatif solusi dalam pemecahan problematika tersebut dengan mengembalikan fungsi tanah sebagaimana mestinya yaitu sebagai media tumbuh tanaman dan media pengatur daur air. Metode yang kami pilih adalah sistem karung, sistem pot, dan sistem pembelukaran. Di sini kami hanya bertindak sebagai motor penggerak awal saja, selebihnya masyarakatlah yang meneruskannya dengan metode yang menurut mereka lebih efisien untuk mengembalikan fungsi tanah. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka dirnecanakan kegiatan berupa reklamasi lahan dan proses penyuluhan berupa sosialisasi kepada masyarakat tentang cara pengelolaan lahan yang lestari. Program ini bertujuan untuk mereklamasi lahan bekas galian batu bata, membuat model sistem reklamasi lahan yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan sosial masyarakat sehingga nantinya dapat diadopsi oleh masyarakat, memberikan pengertian yang tepat terhadap masyarakat tentang peran serta fungsi dari kelestarian lingkungan, memberikan alternatif pendapatan lain kepada masyarakat, dan membantu upaya pemerintah, khususnya Dinas Kehutanan dan Dinas Pertanian setempat, dalam melakukan sosialisasi terhadap pelestarian lingkungan. METODE PENDEKATAN Langkah yang pertama kali dilakukan adalah peninjauan atau observasi terhadap lahan yang akan digarap atau dilakukan reklamasi. Catatan hasil observasi berupa kekeritisan lahan, sebab dan akibat, serta analisis sosial terhadap masyarakat yang bersangkutan. Dilakukan pada tanggal 21 April 2006 hingga awal Mei, dengan menggunakan alat–alat teknis berupa kamera digital, alat tulis, blangko pengamatan dan recorder atau alat perekam. Langkah yang kedua adalah sebelum dilakukan upaya reklamasi dengan sistem-sistem yang telah ditentukan, maka dilakukan pembukaan lahan. Kegiatan pembukaan lahan berupa pengukuran luasan-luasan lahan yang akan dilakukan reklamasi nantinya, menghilangkan tumbuhan-tumbuhan pengganggu, semak, dan benda keras yang menghambat mengalirnya air (jika ada). Hal ini berkaitan dengan pengolahan tanah, tenaga transport, material dan waktu yang diperlukan. Dengan menggunakan alat–alat teknis berupa, kamera digital, alat tulis, blangko pengamatan dan cangkul, cetok, meteran. Langkah yang ketiga adalah menentukan kelas kerusakan lahan untuk menentukan model reklamasi yang sesuai, dalamnya penggalian sangat berbanding lurus dengan kerusakan lahan, semakin dalam penggalian, maka lahan tersebut semakin sukar untuk ditanami kembali dan kualitas tanahnya semakin buruk. Dilakukan awal Mei 2006 selama 2 minggu. Dengan menggunakan alat– alat teknis berupa, kamera digital, alat tulis, blangko pengamatan dan menggunakan bahan berupa kertas lakmus. Langkah yang keempat adalah aplikasi teori. Model-model reklamasi yang kami tentukan adalah menggunakan sistem karung, model reklamasi sistem pot

PKMM-1-6-3

dan model reklamasi sistem pembelukaran. Alat yang digunakan adalah karung, bibit-bibit tanaman dan bahan yang digunakan berupa pupuk kandang dan NPK. Langkah yang kelima adalah monitoring secara rutin berkala dan evaluasi hasil setiap terjadi perkembangan. Hal ini sangat terkait dengan kemampuan pemeliharaan. Pemeliharaan yang baik adalah yang teratur sesuai dengan kebutuhan. Dilakukan pada tanggal 21 April 2006 hingga awal Juni, dengan menggunakan alat–alat teknis berupa, kamera digital, alat tulis, dan blangko pengamatan.

a.

b.

HASIL DAN PEMBAHASAN Model reklamasi sistem karung Tanah bekas galian pembuatan bata yang sudah kehilangan top soil dan hampir tidak mungkin tanaman tumbuh diatasnya, ditutup dengan karung-karung berisi campuran antara top soil dari daerah lain dengan pupuk kandang. Karungkarung tanah tersebut disusun tertata sedemikian rupa hingga menutupi bekas galian tersebut. yang bermanfaat untuk menggantikan fungsi top soil (lapisan tanah atas) sehingga lahan tersebut mampu ditanami kembali. Susunan - susunan karung tersebut dijaga kelembabannya dan masingmasing dilubangi sebagai tempat tumbuh tanaman dengan jarak tertentu. Pada sistem ini membutuhkan waktu serta biaya yang cukup banyak akan tetapi sangat efektif untuk lahan yang kami olah karena tidak terlalu luas, jadi dengan luas yang tidak cukup luas, masih tetap dapat menanam tanaman dengan jumlah yang tak kalah banyaknya dibanding dengan lahan yang luas. Keuntungan penggunaan sistem tersebut : 1. Lahan bisa langsung dimanfaatkan sebagai media tumbuh tanaman. 2. Lahan yang telah menjadi tandus dan kritis tersebut dapat termanfaatkan kembali sebagai media tumbuh tanaman. 3. Kesuburan tanah tetap terjaga oleh mikro organisme yang terdapat pada pupuk kandang. 4. Mampu diterapkan pada lahan bekas galian hingga kedalaman lebih dari 5 meter sekalipun. 5. Dapat dilakukan penanaman secara intensif 6. Efektif untuk lahan miring Kekurangan pada penggunaan metode tersebut : 1. Relatif memerlukan biaya yang mahal untuk pembelian bahan-bahannya. 2. Membutuhkan beberapa tenaga guna pembuatannya 3. Memerlukan waktu yang cukup lama agar tanah yang subur dan kaya akan hara dalam karung tersebut mampu membaur dengan tanah setempat yang kurang subur, karena harus menunggu hingga karung-karung tersebut terurai dengan sendirinya. Model reklamasi sistem pot Seperti halnya sistem karung, pada metode ini dipakai campuran top soil dan pupuk kandang untuk membantu tanaman tumbuh guna memulihkan tanah disekitarnya. Dengan bantuan beberapa penduduk, lahan yang akan dimanfaatkan dibersihkan, lalu digali sedalam 60 cm untuk pohon yang tinggi, 30 cm untuk perdu, 20 cm untuk ruput dan ground cover. Lubang-lubang tersebut berukuran lebar 40 cm, panjang 40 cm dengan kedalaman 40 cm untuk semai Jati, Mahoni

PKMM-1-6-4

dan Akasia, sedangkan untuk Mangga digunakan kedalaman 60 cm dengan lebar dan panjangnya 60 cm karena tanaman tersebut sudah besar. Masing – masing tanaman berjarak 3 x 1 meter. Sebelumnya setelah pembersihan lahan, tim harus mengukur jarak antar pohon dengan bantuan ajir dan rafia. Dalam pelaksanaannya tim memerlukan waktu dua hari. Kualitas top soil yang buruk dikupas sedalam ukuran-ukuran tersebut diatas dan diganti dengan tanah top soil dari lahan sekitarnya yang masih produktif dicampur dengan pupuk kandang. Kendala yang dihadapi dengan menggunakan pupuk kandang adalah uret, sejenis hama pemakan akar tanaman yang datang karena pengaruh dari bau dan kandungan dari pupuk kandang. Keuntungan dari penggunaan cara tersebut adalah : 1. Tingkat keberhasilan tinggi.. 2. Tidak memerlukan banyak tenaga kerja. 3. Proses pengerjaannya relatif mudah dengan biaya yang diperlukan relatif murah. 4. Rekayasa lahan yang sangat efisien dan cocok diterapkan pada lahan-lahan bekas galian yang sangat miskin hara. Kekurangan dari penggunaan cara tersebut adalah : 1. Memerlukan tambahan atau bahan media tanam lain untuk mengganti dan menutup lubang galian lahan kritis tersebut. 2. Tapak yang ada tidak mendekati keadaan yang sebenarnya. c.

Model reklamasi pembelukaran atau pemanfaatan pupuk hijau Pada sistem reklamasi model ini dilakukan dengan cara menggarap tanah bekas galian lalu ditanami dengan menggunakan tanaman pioneer yang mudah dalam perawatannya, contohnya seperti kacang tonggak, karena selain perawatannya mudah dan cepat tumbuh, jenis tanaman ini efektif dalam mengikat Nitrogen yang ada di udara untuk disimpan di dalam tanah, jadi tanah akan lebih cepat untuk merehabilitasi didirinya sendiri. Dalam pemanfaatan metode tersebut yang terpenting adalah bagaimana lahan bisa tertutup oleh vegetasi, mempertahankan kelembaban tanah dan mengembalikan mikro organisme serta unsur-unsur bahan organik sehingga daur hara berjalan lancar dan mengembalikan fungsi kesuburan tanah. Pupuk hijau dapat diartikan sebagai hijauan muda, dan dapat menambah unsur hara pada tanah oleh sisa tanaman yang dikembalikan ke tanah karena tanah sangat memerlukan bahan organik. Pupuk hijau umumnya berupa tanaman Leguminosa dan sering ditanam sebagai tanaman sela atau tanaman rotasi. Tanaman untuk digunakan sebagai pupuk hijau adalah sebagai berikut : a. Cepat tumbuh dan banyak menghasilkan bahan hijauan. b. Sukulen, tidak banyak mengandung kayu. c. Tahan kekeringan. Keuntungan dari penggunaan sistem ini adalah : 1. Tingkat keberhasilan paling tinggi. 2. Proses pengerjaannya relatif mudah dengan biaya yang diperlukan relatif murah. 3. Selain mampu mengembalikan kesuburan tanah sistem tersebut juga mampu meningkatkan produktifitas lahan dengan menghasilkan bahan pangan dan pakan ternak.

PKMM-1-6-5

Kekurangan dari penggunaan cara tersebut adalah : Memerlukan waktu yang sangat lama untuk mengembalikan tanah seperti sediakala karena menunggu daur tanaman awal sebelumnya. Dalam pelaksanaan program ini, kami mengalami beberapa kendala baik itu dari eksternal kelompok maupun internal kelompok. Kendala yang dihadapi oleh internal adalah adanya ketidak sinkronan jadwal kosong pada setiap anggota karena kami dari jurusan dan angkatan yang berbeda - beda, namun kami dapat mengatasinya dengan cukup baik sehingga tidak terlalu menghambat kerja kami. Sedangkan kendala eksternal adalah masalah perizinan tempat, karena pada awalnya kepala desa di sana tidak tertarik dengan program ini dan menawarkan program lain yang tidak sesuai dengan judul yang telah kami buat dan dari masalah dananyapun dapat beberapa kali lipat dari dana yang telah kami terima, kami melakukan proses lobbying sebanyak tiga kali dengan orang yang berbeda dan pendekatan yang berbeda pula dan akhirnya kami memperoleh perizinan, dengan syarat kami harus menanami beberapa petak dengan tanaman cabai. Seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat pun mulai tertarik dengan program yang kami buat, melalui kepala desa mereka mengajukan permohonan, agar lahan mereka dapat dijangkau oleh kami, bahkan kepala desa turut simpatik dengan kegiatan yang telah kami lakukan. Harapan kami, mereka dapat menyelamatkan ekosistem tanpa harus meninggalkan mata pencaharian mereka satu – satunya. 1

KESIMPULAN Model reklamasi sistim pembelukaran adalah sistim yang paling murah, mudah, cepat dan efisien pada lahan kritis bekas galian guna bahan baku bata merah. Diharapkan masyarakat mencontoh model yang ada untuk kemudian diterapkan pada lahan miliknya masing-masing agar lahan dapat produktif kembali. DAFTAR PUSTAKA 1) Bale, Anwar. 1992. Ilmu Tanah Hutan. Universitas Gadjah Mada Press : hlm 48 & 96-97. 2) Cahyono, Agus. 1997. Ilmu Tanah Hutan. Universitas Gadjah Mada Press : hlm 41. 3) Tjitrosoepomo, 1977. Ilmu Tanah Hutan. Universitas Gadjah Mada Press : hlm 11.

PKMM-1-7-1

PELATIHAN PEMBAHARUAN DALAM PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN DENGAN CARA MENGAJAR MELAKUKAN KETERAMPILAN PROSES BAGI GURU-GURU PENJAS SEKOLAH DASAR DI DAERAH BANJARNEGARA Moch Fuadi Aziz, dkk PGSD PENJAS, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta ABSTRAK Bentuk pelatihan pembaharuan dalam pendidikan dan pengajaran dengan cara mengajar melalui keterampilan proses bagi guru-guru Penjas Sekolah Dasar di daerah Banjarnegara merupakan perwujudan dari kegiatan PKM PKMM - FIK UNY Tahun 2006. Tujuan yang ingin dicapai adalah peningkatan kualitas proses belajar mengajar guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar. Pelatihan ini dilaksanakan dengan metode ceramah, tanya jawab, demonstrasi dan praktek lapangan. Sasarannya adalah guru Pendidikan Jasmani Sekolah Dasar di daerah Banjarnegara. Setelah mengikuti pelatihan ini peserta diharapkan mampu menerapkan kedalam kegiatan belajar mengajar Pendidikan Jasmani. Berdasarkan pengamatan dan evaluasi, hasil dan pengabdian ini cukup memuaskan. Hal ini dapat dibuktikan dengan semangat dan jumlah peserta. Kata Kunci: Guru Penjas, Pembaharuan pendidikan dan pengajaran. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Tugas utama guru adalah menciptakan suasana di dalam proses belajar mengajar (PBM) agar terjadi interaksi belajar mengajar yang dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik dan sungguh-sungguh. Untuk itu, guru seyogyanya memiliki kemampuan untuk melakukan intraksi belajar mengajar yang baik. Salah satu kemampuan yang sangat penting adalah kemampuan mengatur Proses Belajar Mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar terdapat dua hal yang turut menentukan berhasil tidaknya, yaitu Pengaturan Proses Belajar Mengajar dan pengajaran itu sendiri, kedua hal itu saling bergantung keberhasilan pengajar, dalam arti terciptanya tujuan-tujuan instruksional, sangat bergantung pada kemampuan pengaturan Proses Belajar Mengajar. Proses Belajar Mengajar yang baik dapat menciptakan situasi yang memungkinkan anak belajar sehingga merupakan titik awal keberhasilan pengajaran. (Counny Semiawan, 1985:63) Untuk menciptakan suasana yang dapat menumbuhkan gairah belajar, meningkatkan prestasi belajar siswa dan lebih memungkinkan guru memberikan bimbingan dan bantuan terhadap siswa dalam belajar, diperlukan pengajaran setiap Proses Belajar Mengajar, Adalah suatu rentetan kegiatan guru untuk menumbuhkan dan mempertahankan Proses Belajar Mengajar yang efektif yang meliputi tujuan pengajaran, pengaturan penggunaan waktu yang tersedia, pengaturan ruang dan peralatan pengajaran di kelas dan pengelompokan. Salah satu kemampuan kegiatan belajar mengajar yang harus dikuasai oleh pendidik atau guru adalah kemampuan menggunakan metode dengan baik

PKMM-1-7-2

sehingga dapat mengakomodasikan bahan pelajaran guna terciptanya proses belajar mengajar yang efektif. Dengan semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka semakin kompleks pula bahan pelajaran yang harus disampaikan kepada siswa, dalam hal ini guru pun dituntut untuk dapat memilih secara selektif metode mana yang dapat digunakan dan sesuai dengan tujuan, bahan atau materi, alat bantu, dan evaluasi yang telah ditetapkan. Dengan memperhatikan uraian diatas maka perlunya”Pelatihan Pembaharuan dalam Pendidikan dan pengajaran dengan cara Mengajar Melalui Keterampilan Proses Bagi Guru-Guru Pendidikan Jasmani Sekolah Dasar di Daerah Banjarnegara” yang mencakup metode-metode mengajar dan sistem pelaksanaan pendidikan sebagai bahan gambaran yang dapat dijadikan alternatif pilihan oleh guru atau pendidik. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah upaya pembaharuan dalam pendidikan dan pengajaran? 2. Bagaimanakah cara guru merencanakan dan merumuskan tujuan instruksional khusus?

Tujuan program 1. Meningkatkan kemampuan Proses Belajar Mengajar guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Daerah Banjarnegara di dalam menyampaikan materi pelajaran melalui pembelajaran Keterampilan Proses. 2. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru-guru pendidikan jasmani di Daerah Banjarnegara mengenai metode pembelajaran Keterampilan Proses. 3. Meningkatkan kreativitas guru-guru pendidikan jasmani di Daerah Banjarnegara di dalam memilih metode pembelajaran Keterampilan Proses. Luaran yang Diharapkan Luaran yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah guru-guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar mampu mengelola proses belajar mengajar melalui metode pengajran Keterampilan Proses dengan baik dan benar, sehingga dapat memperkaya materi pelajaran anak Sekolah Dasar yang dapat memacu pertumbuhan dan perkembangannya. Kegunaan Program Setelah diadakan pelatihan ini Guru – guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar, di harapkan memiliki pengetahuan dan keterampilan serta kreativitas dalam mimilih dan menyampaikan materi melalui pengajaran Keterampilan Proses kepada siswa, sehingga terjadi peningkatan kualitas Proses Belajar Mengajar Sekolah Dasar khususnya di daerah Banjarnegara.

PKMM-1-7-3

METODE PENDEKATAN Kerangka Pemecahan Masalah Masalah pokok dalam kegiatan pelatihan dan pembaharuan dalam pendidikan dan pengajaran dengan cara mengajar melalui keterampilan proses bagi guru-guru Penjas Sekolah Dasar di daerah Banjarnegara adalah luasnya Wilayah Sehingga kesulitan dalam transportasi. Selain itu yang menjadi masalah pokok dalam program kreatifitas mahasiswa adalah perlunya diadakan kegiatan pelatihan dan pembaharuan dalam pendidikan dan pengajran dengan cara mengajar melalui keterampilan proses bagi guru-guru Pendidikan Jasmani Sekolah Dasar didaerah Banjarnegara. Sebagai modal pembelajran bidang studi Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar bagi guru-guru bidang studi Pendidikan Jasmani di Daerah Banjarnegara. Metode Pemecahan Masalah Agar program penyelenggaraan ini dapat berjalan sebagaimana mestinya, terutama masalah transportasi peserta, maka dengan kebijaksanaan kepala sekolah yang terkait, dengan mengirimkan seorang peserta. Program penyelenggaraan ini dilaksanakan dalam tiga hari, pada hari pertama tentang materi teori, hari ke dua praktek mandiri dan hari ketiga evaluasi. Tahapan Pelaksanaan Bulan I

: : 1. 2. 3. 4.

Seminar proposal dan rencana kegiatan Menyusun jadwal kegiatan Menyusun materi pelatihan Mempersiapkan materi dan alat latihan

Bulan II

: 1. 2. 3.

Tahap persiapan Menghubungi mitra kerja terkait Pendaftaran peserta

Bulan III

: 1. 2. 3. 4. 5.

Tahap persiapan Penyiapan materi Praktikum/pelaksanaan pelatihan Evaluasi Evaluasi hasil/ pelaksanaan dan menyusun hasil laporan.

Alur Pelaksanaan Kegiatan ¾ Ke FIK UNY minta surat Rekomendasi PKM. ¾ Ke Dinas Pendidikan Kabupaten Banjarnegara minta Rekomendasi Ijin Pelaksanaan PKM. ¾ Fiksasi perangkat dan pihak terkait. ¾ Fiksasi Pemateri. ¾ Ijin Tempat dan Alat. ¾ Pelaksanaan Pelatihan. ¾ Penyusunan Laporan. ¾ Monitoring dan Evaluasi. ¾ Penyerahan Laporan.

PKMM-1-7-4

Materi Program Pelatihan 1. Materi Teori a) Strategi pembelajran Penjas Sekolah Dasar b) Perkembangan motorik c) Perkembangan peserta didik d) Sarana dan prasarana Penjas e) Manajemen penjas f) Demonstrasi 2. Materi Praktek a) Gaya mengajar b) Model pembelajran Penjas Metode Pelatihan Untuk kegiatan pelatihan dalam teori dilaksanakan secara klasifikasi (kelompok) sedangkan untuk kegiatan praktek dilaksanakan perorangan. Evaluasi 1) Evaluasi kegiatan harian dan tugas terstruktur 2) Evaluasi praktek kegitan 3) Evaluasi akhir HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi Pelaksanaan : Aula Al Munawwaroh Banjarnegara Lama pelaksanaan : Tiga hari Tanggal 1,3,dan 4 April 2006 Realisasi Kegiatan Hari pertama: Teori (1 April 2006 ) 1. Sterategi Pembelajaran PENJAS SD 2. Perkembangan Motorik 3. Perkembangan Peserta Didik 4. Sarana dan Prasarana PENJAS SD 5. Manajemen PENJAS SD 6. Demonstrasi Hari kedua : Praktek ( 3 April 2006 ) 1. Gaya Mengajar PENJAS SD 2. Model Pembelajaran PENJAS SD 3. Tugas Terstruktur Hari Ketiga : Evaluasi (4 April 2006 ) 1. Pengumpulan tugas Terstruktur 2. Evaluasi 3. Penyerahan Sertifikat Khalayakan Sasaran Guru Pendidikan Jasmani Sekolah Dasar di Daerah Banjarnegara yang di Ikuti oleh 343 orang peserta.

PKMM-1-7-5

Keterkaitan Program pelatihan ini mempunyai keterkaitan dengan Departemen Pendidikan Nasional, Khususnya Dinas Pendidikan Kabupaten Banjarnegara, dan Guru Pendidikan Jasmani Sekolah Dasar Se Kabupaten Banjarnegara. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kegiatan pelatihan ini merupakan penggabungan dan motivasi bagi Guru Pendidikan Jasmani Sekolah Dasar dalam Proses Belajar Mengajar. Guru dapat mengembangkan sesuai dengan situasi alat dan kebutuhan Peserta Didik. Pelatihan Pembaharuan meliputi variasi Strategi pembelajaran Pendidikan Jasmani Sekolah Dasar, Perkembangan Motorik, Perkembangan Pesrta Didik, Model dan Gaya Pembelajaran.yang selama ini belum mendapatkan pelatihan. Lembaga terkait sangat terbantu adanya kegiatan ini karena dapat meningkatkan keterlanjutan para guru Pendidikan Jasmani Sekolah Dasar yang secara langsung menangani siswa,terutama usia dini. Saran Kegiatan pelatihan ini diharapkan selalu di adakan setiap tahun dengan maksud bisa mencakup semua Guru Pendidikan Jasmani di seluruh Daerah Banjarnegara.Guru dapat menerapkan keterampilan dan pengetahuan yang di peroleh selama mengikuti pelatihan kedalam proses kegiatan belajar mengajar. Sasaran pelatihan dapat di perluas kepada para pelatih dan pembina Olah raga untuk anak-anak usia dini sehingga terjadi kesamaan Visi dan Misi. DAFTAR PUSTAKA Cece Wijaya. 1976. Tujuan Pendidikan,IKIP Bandung. Conny Semiawan 1978. Keterampilan Proses,Balitbangdikbud Jakarta. Nasution, S. 1983. Teknologi Pendidikan,Bandung. Rijsdoorp, Klass. 1980. “The Philosophi and Science of Motor Framework JJPE: I (XVII) : 10-12,Spring. Seaton, DO, dkk 1974. Physikal Education Hanbook. Preutice Hall, Inc Englewood Cliffs. Sukintaka. 1992. Teori Bermain. Jakarta :Depdikbud Dirjen. Dikti Proyek Pengembangan LPTK.

PKMM-1-8-1

PEMBERDAYAAN POTENSI TUNA DAKSA PADA PANTI SOSIAL MELALUI PROGRAM KURIKULUM PERSIAPAN PEMBENTUKAN KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE) Thina Ardliana, Feri Dian Astiani, Suko Bagus Trisnanto Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya ABSTRAK Sebagai bagian dari masyarakat, komunitas tuna daksa layak untuk mendapatkan kesempatan kerja. Namun, dengan kekurangan yang dimiliki dan tanpa keahlian tertentu, membuat mereka sulit untuk diterima di dunia usaha. Oleh sebab itu, suatu program pemberdayaan potensi sangat diperlukan untuk menggali bakat, minat, dan keahlian tertentu. Salah satunya, dalam bidang ketrampilan penjahitan. Bidang penjahitan merupakan ketrampilan yang sesuai dengan kondisi fisik tuna daksa. Program ini dilaksanakan sesuai dengan kurikulum persiapan pembentukan kelompok usaha bersama yang tersusun atas tahap motivasi, tahap pengenalan lahan, tahap berproduksi, tahap kelayakan kerja, dan tahap kemandirian. Melalui program ini, diharapkan tuna daksa mampu mengaktualisasikan potensi diri terutama dalam bidang penjahitan secara kolektif dalam bentuk kelompok usaha bersama (KUBE). Saat laporan ini dibuat, program telah terlaksana sekitar 85 %, dan sekarang masih dalam awal tahap kemandirian. Kesimpulan sementara yang didapat berdasarkan hasil monitoring, yaitu peserta program mampu memahami pentingnya motivasi diri, mengenali potensi diri dalam bidang penjahitan, dapat menghasilkan produk, serta dapat memahami aspek kewirausahaan dan hakikat KUBE. Kata kunci: kurikulum, kelompok usaha bersama, potensi, tuna daksa. PENDAHULUAN Kebutuhan aksesibilitas bagi komunitas tuna daksa merupakan kewajiban bagi setiap pengelola sarana dan fasilitas umum. Salah satu aksesibilitas yaitu kesempatan mendapatkan lapangan kerja. Saat ini cukup banyak perusahaan yang belum bersedia mempekerjakan tuna daksa dengan anggapan kekurangan fungsi organ menjadikan mereka tidak bisa berkreasi. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode dan program pembinaan yang tepat untuk menggali dan mengoptimalkan potensi tuna daksa, salah satunya dalam bidang ketrampilan jahit-menjahit (Syamsuddin, 2003). Pemikiran riil yang digunakan untuk memilih jenis bidang jahit-menjahit adalah kondisi fisik tuna daksa yang memungkinkan mengoptimalkan potensi yang dimilikinya dalam bidang ini. Kegunaan dari program ini antara lain, memberikan wacana kepada masyarakat tentang potensi dan keahlian yang bisa ditekuni tuna daksa sehingga membuka peluang kerja bagi tuna daksa. Selain itu, juga memberikan kontribusi kepada pemerintah dalam usaha mengurangi angka pengangguran dari kalangan tuna daksa. Terlebih dalam meningkatkan perwujudan kepekaan dan kepedulian sosial mahasiswa serta masyarakat terhadap tuna daksa serta sebagai sarana pembinaan dan peningkatan kesadaran tuna daksa akan kemungkinan ketrampilan yang dapat ditekuninya.

PKMM-1-8-2

METODE PENDEKATAN Observasi Metode observasi digunakan untuk mencari panti rehabilitasi sosial sebagai objek pelaksanaan program. Berdasarkan hasil observasi, ditentukan bahwa yang diambil sebagai obyek di sini yaitu Panti Rehabilitasi Sosial Bina Daksa (PSBD) Suryatama Bangil, Jawa Timur. Sebab, ini merupakan satu-satunya panti tuna daksa di wilayah Jawa Timur. Pemilihan obyek juga didasarkan pada hasil survey jumlah dan kondisi tuna daksa yaitu dengan kriteria cacat tertentu (sedang dan berat) pada bagian tangan atau kaki. Cacat sedang adalah kecatatan yang penderitanya dapat melakukan sebagian kegiatan kehidupan sehari-hari. Sedangkan, cacat berat tidak dapat melakukan sebagian besar aktivitas kehidupannya (Hertanto, 2003). Selain itu, metode ini juga digunakan dalam rangka mencari obyek kerja praktik tuna daksa. Dalam hal ini, ditentukan Usaha Konveksi Dua Bersaudara, Bangil, Pasuruan sebagai obyek kerja praktik. Studi Literatur Studi ini bertujuan untuk memperoleh dan memahami tentang berbagai macam konsep pembinaan, data-data kondisi tuna daksa pada panti sosial serta kurikulum berkaitan dengan bidang penjahitan. Hasil dari studi ini dijadikan bahan pertimbangan untuk menyusun deskripsi program. Pengambilan Peserta Pada program kreativitas mahasiswa ini, diambil peserta tuna daksa yang dikoordinasi oleh Panti Sosial Bina Daksa Suryatama yang berkedudukan di Bangil, Jawa Timur. Program ini dikuti oleh 8 tuna daksa (Gambar 1) dengan deskripsi diri sebagaimana tertera dalam Tabel 1.

Gambar 1. Peserta Program Kurikulum Persiapan Pembentukan KUBE

PKMM-1-8-3

Tabel 1.

Deskripsi Diri Peserta Program Kurikulum Persiapan Pembentukan Kelompok Usaha Bersama

No Nama

Umur Alamat Asal (th)

Tinggi badan (cm) 162

1 Agus Efendi 2 Mashudi

19

Jombang

25

Probo linggo

160

3 Akhmad Junaedi

23

Kediri

153

4 Untung Harianto 5 Wiwik Umi Hanik 6 Munawaroh

17

167

23

Tenggalek Nganjuk

149

28

Jember

155

7 Nunung Rini Astuti

29

Jember

147

8 Mashuri

36

Tenggalek

130

Berat Jenis PenyeBadan Kecacatbab (kg) an Tubuh Kecacatan 44 Parese kaki Sakit kanan 54,5 Athropy kaki Sakit kanan panas usia1 tahun 50,2 KontrakSejak lahir tur lengan kanan 41 Tremor kedua Kecela kaki kaan 38 Kontrak-tur Penyakaki kiri kit 47 Jari tidak Sejak lahir normal 45 Amputasi Sejak lahir tangan dan jari kanan 42,9 Lymde-fect Sejak lahir kedua jari tangan

Kadar Kecacatan Cacat ringan Cacat ringan

Cacat sedang Cacat ringan Cacat sedang Cacat sedang Cacat berat Cacat sedang

Sumber: Hertanto, 2005 Instruktur Program Dalam program yang dilaksanakan, ada beberapa instruktur (pengajar) program pada masing-masing tahap yaitu tim pengkonsep (tim pengusul proposal PKM) sebagai pelaksana dan instruktur pada tahap motivasi, tahap kemandirian dan tahap kelayakan kerja. Selain itu, juga terdiri dari tim pelaksana lapangan (tim pengajar PRSBD Suryatama Bangil yang terdiri atas dua orang, dimana seorang merupakan tuna daksa) sebagai pelaksana dan instruktur pada tahap pengenalan lahan dan tahap berproduksi. Pemberdayaan Potensi Tuna Daksa Pembinaan dan pengoptimalan potensi tuna daksa dilakukan melalui program kurikulum persiapan pembentukan kelompok usaha bersama yang terdiri atas lima tahap, yaitu: tahap motivasi, tahap pengenalan lahan, tahap berproduksi, tahap kelayakan kerja, dan tahap kemandirian. Setiap tahap memiliki parameter yang mengindikasikan keberhasilan tahap tersebut. Adapun penilaian parameter tersebut secara kualitatif dapat digambarkan dengan kriteria nilai: 0-44 (sangat kurang), 45-54 (kurang), 55-64 (cukup), 65-74 (baik), 75-84 (baik sekali), dan 85100 (amat baik). Tahap Motivasi Program ini dimulai dengan pemberian motivasi dan semangat serta penyadaran akan potensi terpendam yang mereka miliki. Metode pelaksanaannya

PKMM-1-8-4

melalui penyampaian profil para tuna daksa yang berhasil berkarya dan berprestasi (motivasi potensi diri), motivasi kesempatan kerja, motivasi produktivitas kerja, dan motivasi kemandirian dan kewirausahaan (Gambar 2). Tahap ini lebih menekankan pada motivasi untuk bekerja dan berusaha hidup secara mandiri. Tahapan ini kami lakukan satu hari awal pelaksanaan program, selanjutnya dilakukan secara bertahap setiap 3 minggu sekali hingga program berakhir. Indikator keberhasilan tahap motivasi yaitu peserta menyenangi aktivitas program, mampu mengaktualisasikan potensi dirinya dalam bidang penjahitan, mampu memahami pentingnya motivasi diri, dan mampu bersosialisasi dengan peserta lain. Tahap Pengenalan Lahan Pada tahap ini, tuna daksa dikenalkan pada ketrampilan tertentu dan dipersilakan untuk mencoba jenis-jenis ketrampilan yang ditawarkan tersebut sehingga nantinya dapat menemukan ketrampilan yang benar-benar sesuai dengan minat dan kesenangannya (Gambar 3). Masa pengenalan ini dilaksanakan selama satu minggu. Ada empat jenis ketrampilan yang kami tawarkan dalam program kurikulum persiapan pembentukan kelompok usaha bersama (KUBE), yaitu menjahit, bourdir, memasang hiasan pada bourdir dan desain bourdir. Indikator keberhasilan tahap pengenalan lahan yaitu peserta program mampu memahami berbagai bidang penjahitan, memiliki pengetahuan tentang berbagai produk dan peralatan penjahitan, mampu menggunakan peralatan penjahitan, serta memiliki konsistensi terhadap bidang penjahitan yang diminati. Tahap Berproduksi Setelah menemukan bidang minat masing-masing, tuna daksa diajari teknik berproduksi secara keseluruhan mulai dari menciptakan, memproses hingga menghasilkan suatu barang hingga sebulan dengan memberikan contoh dan design dari pengajar (Gambar 4). Setelah itu, akan dilakukan uji kelayakan dan nilai. Pengajar akan memberikan masukan dan solusi dari hasil yang dibuat. Selanjutnya, tuna daksa akan dikerjapraktekkan selama maksimal 2 minggu pada perusahaan mitra yang telah setuju untuk diajak kerjasama (Gambar 5). Bagian tahapan ini akan berjalan sekitar satu setengah bulan (6 minggu). Indikator keberhasilan tahap berproduksi yaitu peserta memiliki tingkat produktivitas kerja cukup tinggi, memiliki prestasi kerja baik, memiliki kreativitas berproduksi baik, dan kemampuan adaptasi di dunia usaha yang baik pula. Produktivitas kerja adalah kemampuan peserta untuk menghasilkan produk sebagaimana yang telah ditentukan. Prestasi kerja adalah kelayakan nilai produk yang dihasilkan oleh peserta. Kreativitas berproduksi adalah kemampuan peserta untuk menciptakan produk baru atau memodifikasi produk lama. Sedangkan kemampuan adaptasi adalah kelayakan peserta untuk dijadikan tenaga kerja (recommended atau non-recommended). Tahap Kelayakan Kerja Pada tahap ini, tuna daksa akan diberikan pembekalan materi kewirausahaan yang meliputi manajemen usaha dan pemasaran sekembalinya dari kerja praktek. Selain itu juga, tuna daksa diperkenalkan cara membentuk

PKMM-1-8-5

kelompok usaha bersama (KUBE). Tujuan tahap ini adalah memantapkan tuna daksa sebagai pekerja yang siap diarahkan untuk mandiri. Tahapan ini akan berjalan sekitar 2 minggu. Indikator keberhasilan tahap kelayakan kerja yaitu peserta mampu memahami materi kewirausahaan, memiliki pemahaman terhadap KUBE secara definitif maupun aplikatif, memiliki pemahaman terhadap manajemen diri dan KUBE, dan mempunyai kesiapan diri dalam membentuk KUBE. Tahap Kemandirian Dalam tahap ini, diharapkan sudah terbentuk kelompok usaha bersama (KUBE) yang secara mandiri mampu beroperasi dan berdikari, lepas dari ketergantungan terhadap orang lain. Selain itu, tuna daksa berpotensi disiapkan sebagai senior yang akan memimpin dan mengelola kegiatan rumah tangga produksi meliputi mengatur usaha, mengatur produksi, mengatur keuangan dan menangani masalah biaya produksi serta mengupayakan pekerjaan yang lebih variatif. Tahapan akhir program KUBE ini dilaksanakan selama 4 minggu. Indikator keberhasilan tahap kemandirian yaitu peserta memiliki konsistensi kerja baik, memiliki kemampuan manajemen diri dan KUBE baik, memiliki kemampuan menyelesaikan masalah pribadi dan internal KUBE baik, dan memiliki kemandirian kerja baik. Konsistensi kerja adalah kemampuan peserta untuk melaksanakan tugas sebagaimana yang telah ditentukan secara tepat. Sedangkan kemandirian kerja adalah kemampuan peserta untuk menjalankan aktivitas KUBE secara independen dan lepas dari ketergantungan terhadap pihak lain. Analisis Hasil Pelaksanaan Program Dalam pelaksanaan program ini, diadakan monitoring kemajuan peserta dan orientasi program agar mendapatkan luaran yang diharapkan, yaitu perubahan pola pikir, sikap dan karakter tuna daksa untuk lebih menghargai dan mengerti akan potensinya, terbentuknya keahlian dan ketrampilan dari potensi yang dimiliki tuna daksa sehingga dapat mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya. Program kurikulum pembinaan ini dapat diterapkan sebagai pemberdayaan tuna daksa dalam mencari kesempatan kerja atau bahkan membuka lapangan pekerjaan, tuna daksa yang dibina dapat menjadi trainer atau tenaga ahli dan ketika kembali ke lingkungan panti sosial, mereka dapat membina dan mengajarkan skill yang didapatkan kepada teman-temannya. Monitoring yang dilakukan meliputi setiap tahap dan hasil monitoring dijadikan bahan analisis, meliputi: rasa senang terhadap aktivitas, aktualisasi potensi diri, pemahaman materi motivasi, semangat kerja dan kemandirian, hubungan dengan peserta program lain (tahap motivasi), pemahaman terhadap berbagai bidang penjahitan, pengetahuan tentang berbagai produk dan peralatan penjahitan, kemampuan menggunakan peralatan penjahiatan, konsistensi terhadap bidang penjahitan yang diminati (tahap pengenalan lahan), tingkat produktivitas kerja, prestasi kerja, kreativitas berproduksi, kemampuan adaptasi di dunia usaha (tahap berproduksi), pemahaman terhadap materi kewirausahaan, pemahaman terhadap KUBE secara definitif maupun aplikatif, pemahaman terhadap manajemen diri dan KUBE, kesiapan diri dalam membentuk KUBE (tahap kelayakan kerja), dan konsistensi kerja, kemampuan manajemen diri dan KUBE,

PKMM-1-8-6

kemampuan menyelesaikan masalah pribadi dan internal KUBE, serta ketergantungan terhadap panti sosial (tahap kemandirian). Flowchart Deskripsi Laporan Kegiatan Pelaksanaan Program Survey ke PSBD Bangil (24-26 Feb)

Observasi Data (11-23 Feb 06)

Persiapan alat & Beli Bahan (13-15 Mar)

Tahap Pengenalan Lahan(14-16 Mar)

Evaluasi (16 Mar) Evaluasi (7 Mei)

Tahap Produksi Awal (17 Mar-29 April) Penyusunan Lap. Sementara (2-3 Mei)

Tahap Produksi Akhir (8-14 Mei)

Izin Dinas Sosial (27 Feb-10 Mar)

Tahap Motivasi Awal(11-12 Mar) Motivasi Kesempatan Kerja (30 April) Magang (1-6 Mei)

Tahap Kelayakan Kerja (15-27 Mei)

Motivasi Akhir Entrepreneurship HASIL (10DAN Juni) PEMBAHASAN

Tahap Kemandirian (29 Mei-17 Juni)

Motivasi Produktivitas Kerja (28 Mei)

Hasil Monitoring Program Sementara Berdasarkan jadwal pelaksanaan, program ini sekarang telah memasuki tahap berproduksi bagian akhir. Beberapa tahap yang termonitoring meliputi tahap motivasi, tahap pengenalan lahan, dan tahap berproduksi. Monitoring Tahap Motivasi Secara keseluruhan, peserta program telah mampu mengaktualisasikan potensi diri dalam bidang penjahitan, senang terhadap aktivitas program, cukup memahami pentingnya motivasi diri dalam melaksanakan suatu aktivitas. Selain itu, juga memiliki dedikasi yang baik dalam bekerja, berusaha untuk bisa mengaplikasikan materi ketrampilan penjahitan secara mandiri, serta sosialisasi antar sesama peserta program. Tabel 2. Analisis Perkembangan Masing-masing Tuna Daksa pada Tahap Motivasi Nama Mashudi Mashuri Agus Effendi

Rata-rata nilai pada motivasi ke1 2 3 4 74.4 76 79 82 71.4 71.6 74.4 76 74.4 75.8 78.2 81

5 64.6 76.4 81.6

PKMM-1-8-7

Nilai Rata-Rata

Untung H Nunung Rini Wiwik Munawaroh Akhmad Junaedi Rata-rata Total

63.5 66.4 71 73 75.4 72 75 76.8 79.4 79.8 58.4 63 65 69.6 72.6 70.4 72 74.6 76 76.4 69.8 70 72.8 74.6 75.6 65.17857 67.48571 69.89286 72.18571 78.21429

90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1

2

3 Motivasi ke-

4

5

Grafik1. Rata-rata Perkembangan Tuna Daksa dalam Tahap Motivasi Grafik 1 menunjukkan bahwa ada peningkatan semangat dalam setiap kali kegiatan motivasi pada masing-masing tuna daksa. Hal ini menunjukan bahwa program dalam tahap ini dapat dikatakan berhasil.

Gambar 2. Aktivitas Tahap Motivasi Monitoring Tahap Pengenalan Lahan Secara keseluruhan, peserta program telah mampu memahami berbagai bidang penjahitan, pengetahuan tentang berbagai produk dan peralatan penjahitan, serta kemampuan menggunakan peralatan penjahitan. Peserta program juga telah terklasifikasi dalam subketrampilan yang diminati, yaitu menjahit dan bourdir. Dimana ketujuh tuna daksa lebih memilih ketrampilan menjahit, sedangkan satunya menyukai bourdir.

PKMM-1-8-8

Gambar 3. Aktivitas Tahap Pengenalan Lahan Monitoring Tahap Berproduksi Secara keseluruhan, peserta program telah mampu mengahasilkan produk, walaupun masih diperlukan usaha untuk peningkatan ketrampilan. Hal ini merupakan kemajuan yang berarti mengingat keterbatasan fisik peserta program. Indikator penilaian dilihat dari tiga parameter yaitu tingkat produktivitas, kreativitas membuat pola dan prestasi kerja. Dari hasil pengamatan, ternyata tuna daksa mampu membuat jahitan, mulai dari penggambaran pola dan desain sendiri hingga memasang kelengkapan jahitan. Tiap inovasi dan kekreatifan berbeda antara satu dengan lainnya. Berikut adalah tabel 5 yang menunjukkan hasil monitoring masing-masing tuna daksa dalam tahapan produksi. Tabel 3. Analisis Perkembangan Tuna Daksa pada Tahap Berproduksi Selama 5 Minggu Nama Mashudi Mashuri Agus Effendi Untung H Nunung Rini Wiwik Munawaroh Akhmad Junaedi Rata-Rata Total

1 69,7 51,7 63,3 55,3 61,7 58 62,7 60 58,9357

Rata-rata nilai dalam minggu ke2 3 4 72,3 77 77,6 53 55 58,3 66,7 69,3 70,7 55,3 57 61 61,7 67 68,3 59 63,3 64,3 62,7 66,3 68,7 62,7 65,3 67,7 59,2786 63,2357 65,5107

5 79 60 74,7 63,7 70 67 70,7 70 67,9786

Sedangkan di bawah ini, Grafik 2, menunjukkan adanya peningkatan kemampuan berproduksi dalam setiap minggunya dalam diri tuna daksa. Hal ini membuktikan bahwa program dalam tahap ini dapat dikatakan berhasil.

PKMM-1-8-9

70

rata-rata nilai

68 66 64 62 60 58 56 54 1

2

3

4

5

minggu ke

Grafik 2. Rata-rata Perkembangan Tingkat Produktivitas Kerja Masing-masing Tuna Daksa Selama 5 Minggu dalam Masa Tahap Berproduksi

Gambar 4. Aktivitas Tahap Berproduksi Untuk meningkatkan kemampuan adaptasi di dunia usaha, pada tahapan ini, tuna daksa dikerjapraktikkan (dimagangkan) pada sebuah usaha konveksi (usaha konveksi Dua Bersaudara) selama satu minggu. Kerja praktek dilakukan dengan sistem paruh waktu artinya peserta program melaksanakan kerja praktik secara bergiliran setiap dhari dengan durasi kerja untuk masing-masing peserta mulai pukul 08.00-16.00 WIB. Hal ini disesuaikan daya tampung obyek kerja praktik. Monitoring perkembangan peserta pada subtahap berproduksi ini, dilakukan oleh tim pelaksana lapangan dan pemilik usaha konveksi tersebut.

Gambar 5. Aktivitas Magang

PKMM-1-8-10

Tabel 3. Kemampuan Adaptasi Peserta Program No 1 2 3 4 5 6 7 8

Nama Mashudi Mashuri Agus Effendi Untung H. Nunung Rini Wiwik Munawaroh Akhmad Junaedi

Status Kelayakan recommended recommended recommended recommended recommended recommended recommended recommended

Monitoring Tahap Kelayakan Kerja Pemahaman terhadap aspek kewirausahaan mutlak diperlukan oleh tuna daksa dalam rangka memantapkan dirinya sebagai pekerja ataupun pengusaha yang mandiri dan demi kesuksesan usaha yang ditekuninya. Oleh sebab itu, peserta program (tuna daksa) dibekali dengan materi manajemen usaha dan pemasaran dalam tahap kelayakan kerja ini. Di samping itu, peserta program juga dikenalkan dengan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) baik secara definitif maupun contoh aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Tim pengusul mendatangkan seorang pengusaha yang mempunyai berbagai macam bidang kerja pada Sabtu, 10 Juni 2006. Di sini pengusaha memaparkan pengalamannya mulai dari nol berjuang untuk menjadi seorang pengusaha. Setelah itu dilakukan sharing antara pengusaha dan tuna daksa. Dari hasil pengamatan, ternyata tuna daksa sangat apresiatif terhadap kewirausahaan. Terbukti, banyaknya ternyata tuna daksa sangat apresiatif terhadap bidang kewirausahaan. Terbukti, dengan banyaknya pertanyaan yang dilontarkan peserta (tuna daksa) hingga acara berakhir. Selain itu, tuna daksa juga menunjukkan antusiame yang besar dalam menjawab pertanyaan pengusaha. Di sini pengusaha memberikan berbagai wawasan dan motivasi, diantaranya tentang kewirausahaan, distribusi, pengaturan keuangan masuk dan keluar, biaya-biaya yang perlu diperhitungkan dalam penjahitan dan lain sebagainya. Secara keseluruhan pemahaman peserta program terhadap kewirausahaan belum mencukupi sebagai standar pengusaha atau pekerja. Oleh sebab itu, dilakukan simulasi aplikatif mengenai manajemen usaha dan pemahaman intensif menganai manajemen pemasaran. Dari hasil monitoring diketahui pula bahwa peserta program mulai memahami hakikat kelompok usaha bersama, tetapi belum mencukupi untuk terbentuknya kelompok usaha bersama. Oleh sebab itu, diberikan simulasi (tersebut di atas) yang juga menitikberatkan pada aspek sosialisasi antar peserta program. Monitoring Tahap Kemandirian Saat laporan ini dibuat, program telah sampai pada awal tahap kemandirian. Beberapa indikator terbentuknya KUBE telah mulai menunjukkan hasil. Peserta program telah memahami pentingnya kebersamaan dalam bekerja (pentingnya pengorganisasian usaha). Rencananya, dalam beberapa minggu ke depan, peserta program akan diberikan simulasi pengorganisasian suatu usaha untuk menentukan kapabilitas tuna daksa dalam membentuk KUBE. Diharapkan

PKMM-1-8-11

di akhir program ini, para tuna daksa telah mampu membentuk KUBE dan menjalankannya secara mandiri atau minimal mereka memahami dengan sungguh-sungguh tahap persiapan pembentukan KUBE sehingga mereka dapat menjadi inisiator, konseptor, dan founder KUBE di lingkungannya. Analisis Monitoring Umum Pada dasarnya pelaksanaan program dibagi menjadi dua tim yaitu tim pelaksana lapangan dan tim pengonsep. Tim pelaksana meliputi tim pengajar PRSBD Suryatama Bangil dengan jam kerja 08.00-15.00 WIB setiap hari Senin hinga Jumat. Sedangkan tim pengonsep meliputi tim pengusul PKM. Tim pelaksana bertugas melaksanakan program sebagaimana konsep yang telah dibuat dan mengadakan monitoring kegiatan bersama tim pengonsep. Secara umum program sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dan hasilnya sesuai dengan apa yang menjadi sasaran. Namun, terdapat satu kendala dalam pelaksanaan program yaitu tingkat pendidikan peserta program tidak sama sehingga tim pelaksana mengalami kesulitan dalam menyampaikan materi. Hal ini diatasi dengan dilakukannya penjelasan ekstra melalui personal closing. Personal closing ini hanya dapat dilakukan untuk membantu pemahaman materi yang tida k terlalu berat, untuk materi yang berat seperti manajemen usaha dan pemasaraan serta KUBE itu sendiri, perlu dilakkukan simulasi. Berdasarkan hasil pengamatan, hasil pelaksanaan program sudah mulai terlihat, tetapi belum sepenuhnya indikator keberhasilan terwujud secara maksimal. Oleh sebab itu, diperlukan konsistensi peserta program dalam aktivitas ini. KESIMPULAN Berdasarkan hasil monitoring program sementara, dapat disimpulkan beberapa kesimpulan sementara dari pelaksanaan pemberdayaan potensi tuna daksa melalui program kurikulum persiapan pembentukan kelompok usaha bersama meliputi: peserta program mampu memahami pentingnya motivasi diri, peserta program mampu telah mengenali bakat dan minatnya dalam bidang penjahitan, peserta program telah mampu menghasilkan produk-produk penjahitan, peserta program memilki kemampuan adaptasi yang cukup baik di dunia usaha, serta peserta program cukup dalam memahami aspek kemandirian dan kewirausahaan. DAFTAR PUSTAKA Hertanto, A.(2005). Daftar Nominatif Klien PRSBD Suryatama Pasuruan. PRSBD Suryatama: Bangil. Hertanto, A.(2003). Silabi Panti Rehabilitasi Sosial Bina Daksa Suryatama Pasuruan. PRSBD Suryatama: Bangil. Syamsuddin, R. (2003).Rencana Operasional kegiatan Panti Sosial Bina Daksa Suryatama Pasuruan. PRSDBD Suryatama: Bangil.

PKMM-1-9-1

UPAYA PELESTARIAN SITUS GLINGSERAN SEBAGAI SUMBER SEJARAH DENGAN MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT SEKITAR SITUS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 Febrie G Setiaputra, AB Putrantyo, E Wardaniyah, W Tri Julianto, F Syahyudin Jurusan Sejarah, Universitas Jember, Jember ABSTRAK Rendahnya partisipasi masyarakat terhadap pelestarian Benda Cagar Budaya (BCB) adalah salah satu indikasi bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Peletarian BCB belum memasyarakat. Sehingga, mensosialisasikan undang-undang tersebut pada masyarakat di sekitar Situs Glingseran guna meningkatkan partisipasi adalah penting. Tujuan yang hendak dicapai dalam pelaksanaan PKMM ini adalah: (1) untuk menyelamatkan dan melestarikan BCB yang ada di wilayah Desa Glingseran, Kecamatan Wringin, Kabupaten Bondowoso, sebagai salah satu bukti otentik sejarah dengan melibatkan masyarakat setempat secara aktif, (2) untuk memberi penyuluhan tentang arti penting BCB kepada masyarakat dan aparat pemerintah di Desa Glingseran, Kecamatan Wringin, Kabupaten Bondowoso, agar tercipta kepedulian atas benda-benda tersebut, dan (3) untuk memasyarakatkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992. Metode yang digunakan dalam kegiatan PKMM ini adalah ceramah, tanya jawab, dan praktik lapang, yang diikuti oleh 10 orang yang mewakili para pemuda, pemilik tanah dimana BCB berada, tokoh masyarakat, dan perangkat Desa Glingseran. Hasil pelaksanaan kegiatan ini adalah: (1) masyarakat di Desa Glingseran dapat mengetahui, mengenal, dan memahami bahwa pemerintah telah memberlakukan undang-undang tentang pelestarian BCB, (2) Situs Glingseran dan beberapa BCB menjadi lebih bersih, (3) dengan dipasangnya papan penanda BCB, papan peringatan, dan papan penunjuk arah situs, diharapkan pengunjung akan ikut berpartisipasi dalam pelestarian situs. Kata kunci: Benda Cagar Budaya, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992, partisipasi masyarakat. PENDAHULUAN Situs Glingseran adalah salah satu lokasi yang mengandung BCB terbanyak di Kabupaten Bondowoso (lihat: Tabel 1). Situs ini terletak di Desa Glingseran, Kecamatan Wringin, Kabupaten Bondowoso. Lokasi situs ini dapat dicapai secara mudah dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat, karena didukung dengan kondisi jalan yang telah diaspal. Pada lokasi Situs Glingseran tersebut banyak terdapat peninggalan purbakala berupa Sarkopagus (Batu Kendang/Pandusa), Batu Kenong, Dolmen (Batu Pintu), dan Batu Lumbung. Dapat dikatakan bahwa benda-benda peninggalan purbakala tersebut dalam kondisi yang tidak terawat. Menurut hasil registrasi yang dilakukan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BPPP) pada tahun 2003, hanya 9 dari 46 artefak yang ada di kompleks situs yang masih utuh. Sisanya selain ditumbuhi lumut dan jamur pada permukaannya juga banyak yang rusak, baik oleh alam maupun pihak yang tidak bertanggung jawab (Tim

PKMM-1-9-2

Pelaksana, 2003: 3-23). Sebagai gambaran kondisi artefak tersebut, lihat Gambar 1. Tabel 1. Daftar Benda Cagar Budaya di Kabupaten Bondowoso Tahun 2004 NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

NAMA KECAMATAN Bondowoso Tenggarang Tegalampel Curahdami Wringin Tamanan Maesan Grujugan Pujer Wonosari Tapen Sukosari Tlogosari Prajekan Klabang Cerme Pakem Binakal Sempol Sumberwringin

JUMLAH BCB 33 22 38 28 87 10 76 173 76 42 5 30 23 27 26 13 1 1 2 8 JUMLAH 721 Sumber: Sie Kebudayaan Dinas Pendidikan Nasional Pemerintah Kabupaten Bondowoso.

Keamanan artefak-artefak itu juga tidak terjamin. Artinya, setiap waktu orang-orang yang menghendaki dapat mengambil, menyingkirkan, bahkan memperjualbelikannya dengan mudah. Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa ada sekian persoalan yang saling berkaitan antara pemerintah dan masyarakat, sehingga Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Pelestarian BCB tidak tersosialisasi untuk selanjutnya dapat diterapkan dengan baik. BCB seperti yang terdapat di Situs Glingseran sebenarnya memiliki nilai yang sangat penting, baik secara historis, sosial, maupun kultural. Dengan perantara pusaka budaya (cultural heritage) yang merupakan akumulasi memori masa lalu tersebut kita dapat menentukan pilihan putusan terbaik pada skup kekinian. Urgensi memori kelampauan terkonstruk dengan sangat apik ketika kesadaran menuntut agar kesalahan pilihan keputusan pada situasi dan kondisi yang sama tidak terulang untuk yang kedua kalinya. Deskripsi analitis masa lampau dipandang perlu untuk meneropong segi positif dan manfaat sebagai landasan untuk menentukan pilihan kekinian dan merancang masa depan secara tepat dan mapan. BCB merupakan sumber sejarah yang otentik dan kredibel. Dari bendabenda tersebut dapat ditelusuri latar belakang sejarah masyarakat, utamanya masyarakat Kabupaten Bondowoso dan sekitarnya. Penelusuran ini penting untuk paling tidak menimbulkan ingatan kolektif atas latar belakang historis masyarakat itu sendiri.

PKMM-1-9-3

Gambar 1. Kondisi Sarkopagus yang Ditumbuhi Pohon di Antara Kedua Pecahannya.

Tidak sesederhana itu, pelestarian BCB ini sesungguhnya juga menyangkut tentang masalah pewarisan budaya, masalah pembentukan watak (character building) pribadi seseorang pada khususnya, memelihara serta meneguhkan jati diri bangsa pada umumnya, dan memajukan kebudayaan nasional. Artinya, tanpa pengetahuan yang utuh atas latar belakang sejarahnya, suatu bangsa akan mengalami kebimbangan dalam orientasinya. Sungguh, bahwa masalah pelestarian BCB ini adalah hal yang sangat kompleks dan urgen bagi pembangunan negara bangsa, kini dan esok. Dalam kaitannya dengan Situs Glingseran misalnya, hasil registrasi BPPP Jawa Timur menunjukkan kesimpulan bahwa tinggalan megalitik tersebut didirikan nenek moyang di daerah perbukitan dengan berlatar belakang magis religius. Lokasi-lokasi yang mengandung temuan sarkopagus dan dolmen merupakan lokasi pekuburan. Di sekitar lokasi itu biasanya terdapat temuan batu kenong yang dulunya berfungsi sebagai umpak bangunan panggung untuk pemujaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masyarakat pendukung budaya megalitikum di lokasi penemuan tersebut adalah masyarakat yang besar dan telah memiliki tata kehidupan yang kompleks dan maju, termasuk kehidupan religiusnya (Ibid., 90-91). Akan tetapi sangat disayangkan, kondisi di lapangan menunjukkan bahwa ternyata nilai-nilai penting yang dikandung BCB di Desa Glingseran tersebut tidak sepenuhnya tersentuh oleh kesadaran pikir masyarakat di sekitarnya, bahkan oleh aparat pemerintah setempat. Adalah menjadi tanggung jawab segenap masyarakat untuk melestarikan BCB yang sarat manfaat tersebut. Masyarakat yang diharapkan paling berperan tentu saja adalah masyarakat sekitar situs. Merekalah yang terdekat, sehingga yang paling terkait dengan keberadaan BCB tersebut, baik yang menyangkut keamanan, kebersihan, maupun kelestariannya. Lokasi yang berdekatan paling tidak akan menimbulkan efektifitas dan efisiensi pelestarian terjaga. Akan tetapi, bagaimana pelestarian tersebut dapat terlaksana dengan baik apabila penduduk setempat bahkan aparat pemerintah tidak mengetahui bahwa di sekitarnya terdapat BCB yang sangat bernilai? Belum lagi pemahaman atas keberadaan undang-undang tentang BCB yang sangat minim, bahkan tidak ada. Agar tidak terjadi pelanggaran atau hal-hal yang tidak diinginkan, maka pelestarian tersebut harus berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 dan menjalin koordinasi dengan instansi pemerintah setempat.

PKMM-1-9-4

Berdasarkan situasi dan kondisi obyektif di lapangan tersebut, maka Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian kepada Masyarakat (PKMM) yang berjudul Upaya Pelestarian Situs Glingseran Sebagai Sumber Sejarah dengan Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Sekitar Situs Berdasarkan UndangUndang Nomor 5 Tahun 1992 dipandang perlu dilaksanakan dan penting nilai manfaatnya. Kondisi masyarakat dan aparatur pemerintah di Desa Glingseran Kecamatan Wringin Kabupaten Bondowoso yang tidak peduli terhadap keberadaan BCB di sekitarnya mengindikasikan bahwa mereka tidak mengetahui dan tidak memahami Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Pelestarian BCB. Oleh karena itu, permasalahan yang harus segera diatasi adalah: (1) BCB yang ada di wilayah Desa Glingseran, Kecamatan Wringin, Kabupaten Bondowoso, sebagai salah satu bukti otentik sejarah harus diselamatkan dan dilestarikan dengan melibatkan masyarakat setempat secara aktif, (2) masyarakat dan aparat pemerintah di Desa Glingseran, Kecamatan Wringin, Kabupaten Bondowoso, harus diberi penyuluhan tentang arti penting BCB yang ada di sekitarnya untuk meningkatkan kepedulian atas benda-benda tersebut, dan (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 harus segera dimasyarakatkan. Tujuan yang hendak dicapai dengan pelaksanaan PKMM ini adalah: (1) untuk menyelamatkan dan melestarikan BCB yang ada di wilayah Desa Glingseran, Kecamatan Wringin, Kabupaten Bondowoso, sebagai salah satu bukti otentik sejarah dengan melibatkan masyarakat setempat secara aktif, (2) untuk memberi penyuluhan tentang arti penting BCB kepada masyarakat dan aparat pemerintah di Desa Glingseran, Kecamatan Wringin, Kabupaten Bondowoso, agar tercipta kepedulian atas benda-benda tersebut, dan (3) untuk memasyarakatkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992. Diharapkan pelaksanaan PKMM ini dapat memberikan beberapa nilai guna, yaitu: (1) masyarakat dan aparat pemerintah di Desa Glingseran, Kecamatan Wringin, Kabupaten Bondowoso, menyadari dan bersedia memperhatikan serta menyelamatkan BCB yang ada di sekitarnya, (2) masyarakat dan aparat pemerintah di Desa Glingseran, Kecamatan Wringin, Kabupaten Bondowoso, memahami secara benar bahwa BCB yang ada di sekitarnya memiliki arti penting bagi pembangunan multidimensional negara bangsa agar selanjutnya kepedulian atas keberadaan benda-benda tersebut dapat tercipta, dan (3) memasyarakatnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 dan dilaksanakan serta dipetuhi oleh masyarakat. METODE PENELITIAN Habib Mustopo (2003: 5-6) mengemukakan bahwa dalam rangka pelestarian BCB perlu dilakukan beberapa hal, yaitu: (1) upaya pelestarian BCB harus merujuk kepada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 dan peraturan pemerintah sebagai pelengkapnya, agar tindakan pelestarian tersebut dapat mencapai sasaran dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan hukum, (2) mewadahi terciptanya jaringan individu atau kelompok peduli kelestarian BCB, (3) mengedepankan upaya pelestarian di tingkat lokal, (4) meningkatkan kesadaran bahwa pelestarian BCB adalah kewajiban seluruh masyarakat, karena pada hakikatnya BCB adalah produk budaya masyarakat, dan (5) bekerjasama dengan berbagai pihak yang menaruh perhatian pada kelestarian BCB. Oleh sebab itu,

PKMM-1-9-5

seluruh kegiatan PKMM di Desa Glingseran, Kecamatan Wringin, Kabupaten Bondowoso, dalam rangka pelestarian BCB harus berpedoman pada UndangUndang Nomor 5 Tahun 1992. Karena adanya keterbatasan sumber daya, maka kegiatan PKMM ini pada dasarnya lebih merupakan upaya untuk memunculkan kesadaran masyarakat di sekitar Situs Glingseran dalam melestarikan BCB yang secara umum terdiri dari dua kegiatan pokok, yaitu penyuluhan dan kegiatan lapang. Keduanya dilakukan pada waktu dan tempat yang berbeda, tetapi tetap merupakan kegiatan yang integral dan saling melengkapi. Secara rinci kerangka pemecahan masalah dalam hal ini adalah: (1) mengadakan penyuluhan terhadap aparat pemerintah dan masyarakat di Desa Glingseran tentang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 dan arti penting BCB, (2) memberi contoh kepada masyarakat supaya lebih memiliki kepedulian terhadap keberadaan BCB, (3) memberi contoh kepada masyarakat menganai tindakan-tindakan yang perlu dilakukan terhadap BCB sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992, dan (4) memberikan pengarahan kepada masyarakat apabila terjadi perusakan, pencurian, atau penemuan BCB sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992. Penyuluhan merupakan upaya untuk memberikan penerangan secara detail kepada masyarakat terkait mengenai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 dan arti penting BCB. Materi yang diberikan dalam penyuluhan ini, diantaranya adalah petunjuk mengenai tindakan yang perlu dilakukan jika terjadi penemuan atau perusakan BCB. Selain mendapatkan materi, masyarakat dilibatkan dalam forum tanya-jawab untuk mendiskusikan pengalaman mereka berkaitan dengan keberadaan BCB. Dengan demikian, diharapkan mereka lebih mudah memahami materi yang diberikan. Tim Pelaksana juga memberikan contoh kepada masyarakat, baik teoritis maupun praksis, sekaligus mengajak masyarakat untuk mengaplikasikan dalam bentuk kegiatan membersihkan situs dan BCB. Untuk memberikan contoh kepada masyarakat mengenai tindakan-tindakan yang perlu dilakukan terhadap BCB sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992, maka diadakan kegiatan lapang yang meliputi pembuatan papan penunjuk arah situs, pembuatan papan tanda BCB, dan pembuatan papan peringatan. Dengan kegiatan ini, diharapkan masyarakat dapat memiliki kepedulian terhadap keberadaan BCB. Mengingat bahwa masyarakat yang diharapkan paling berperan dalam upaya perlindungan dan pemeliharaan BCB adalah masyarakat sekitar situs, karena kedekatan dengan lokasi situs paling tidak akan menimbulkan efektifitas dan efisiensi pelestarian terjaga, maka khalayak sasaran PKMM ini adalah masyarakat Desa Glingseran, Kecamatan Wringin, Kabupaten Bondowoso itu sendiri. Jumlah masyarakat yang dilibatkan secara aktif dalam kegiatan PKMM ini berjumlah 10 orang yang mewakili kelompok-kelompok yang potensial dalam upaya pelestarian Situs Glingseran. Kesepuluh orang tersebut terdiri dari para pemuda, pemilik tanah dimana BCB berada, tokoh masyarakat, dan perangkat Desa Glingseran. Metode yang digunakan dalam kegiatan PKMM ini adalah metode ceramah, tanya jawab, dan praktek lapang. Di luar kegiatan penyuluhan, Tim Pelaksana

PKMM-1-9-6

tetap memberikan tambahan informasi. Hal ini dilakukan pada saat beristirahat atau saat kegiatan lapang berlangsung. Metode praktek lapang digunakan pada saat Tim Pelaksana dan masyarakat yang terlibat dalam kegiatan melaksanakan kegiatan lapang di kawasan Situs Glingseran pada tanggal 12 Desember 2005 pukul 07.00-17.00 WIB. Beberapa kegiatan yang merupakan aplikasi dari metode ini adalah kegiatan membersihkan situs, pembuatan papan tanda BCB, pembuatan penunjuk arah situs, dan pembuatan papan peringatan. Evaluasi kegiatan dilakukan: (1) secara lisan untuk mengetahui tingkat pemahaman masyarakat terhadap nilai penting BCB dan (2) secara praktek dan peragaan untuk mengetahui tingkat ketrampilan masyarakat dalam memperlakukan BCB. Misalnya, membersihkan BCB tanpa menimbulkan kerusakan, dapat mengamankan BCB secara tepat sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992. Sebelum melaksanakan kegiatan PKMM, Tim Pelaksana mengadakan observasi secara komprehensif. Untuk melakukan observasi ini, Tim Pelaksana bekerja sama dengan aparat pemerintah di Desa Glingseran. Selain itu, Tim Pelaksana bekerja sama dengan Dinas Pariwisata Daerah kabupaten Bondowoso dan Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Bondowoso untuk memudahkan pendataan BCB yang berada di Situs Glingseran. Data-data ini penting sehubungan dengan penentuan BCB yang akan dijadikan percontohan saat pelaksanaan kegiatan lapang. Tahap selanjutnya, Tim Pelaksana mulai menyiapkan materi yang dibutuhkan lengkap dengan khalayak sasaran. Tim Pelaksana bekerja sama dengan Kepala Desa Glingseran dan Koordinator Juru Pelihara Situs Glingseran untuk menentukan sepuluh orang yang akan diikutsertakan dalam penyuluhan dan kegiatan lapang. Kesepuluh orang tersebut adalah wakil dari para pemilik lahan, aparat pemerintahan desa, tokoh masyarakat, dan pemuda setempat. Dengan demikian diharapkan materi yang diberikan pada saat penyuluhan maupun pelaksanaan kegiatan lapang dapat ditransformasikan kepada seluruh lapisan masyarakat di Desa Glingseran. BCB di Situs Glingseran yang ditetapkan sebagai percontohan adalah sarkopagus yang paling besar dan dalam keadaan terawat. BCB yang dimaksud adalah BCB yang sebelumnya pernah dijadikan percontohan oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala (SPSP) Jawa Timur. Hal ini dibuktikan dengan bahwa BCB ini adalah satu-satunya BCB yang lahannya telah dibebaskan dan sekaligus dipagari oleh instansi tersebut. Kesiapan materi dan khalayak sasaran segera ditindaklanjuti dengan pelaksanaan penyuluhan tentang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 dan arti penting BCB serta kegiatan lapang yang meliputi pembersihan BCB dan Situs Glingseran, pemasangan papan penanda BCB, pemasangan papan peringatan, dan pemasangan papan penunjuk arah situs. Seluruh rangkaian kegiatan PKMM ini diakhiri dengan diadakannya evaluasi dan pelaporan kegiatan. Evaluasi dilakukan secara lisan untuk mengetahui tingkat pemahaman masyarakat terhadap nilai penting BCB dan secara praktek untuk mengetahui tingkat ketrampilan masyarakat dalam memperlakukan BCB.

PKMM-1-9-7

HASIL DAN PEMBAHASAN Penyuluhan oleh Tim Pelaksana dilaksanakan di rumah Koordinator Juru Pelihara Situs Glingseran pada tanggal 11 Desember 2005 pukul 19.00 WIB. Dengan adanya penyuluhan tentang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 dan arti penting BCB, masyarakat di Desa Glingseran yang mengikuti kegiatan ini dapat mengetahui, mengenal, dan memahami bahwa pemerintah telah menetapkan perangkat hukum yang mengatur tentang pelestarian BCB. Dengan demikian, masyarakat sadar bahwa mereka tidak lagi dapat memperlakukan BCB sekehendak mereka sendiri. Pelaksanaan penyuluhan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Peserta Penyuluhan PKMM di Desa Glingseran, Kecamatan Wringin, Kabupaten Bondowoso.

Meskipun penyuluhan ini hanya diikuti oleh 10 orang sebagaimana direncanakan, tetapi hal itu tidak mengurangi antusiasme masyarakat. Terbukti bahwa kesepuluh peserta yang merupakan wakil dari pemilik tanah, pemuda, dan tokoh masyarakat ini kerap mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan pelestarian BCB. Selain bahwa Tim Pelaksana berupaya mengkorelasikan materi yang diberikan dengan pengalaman keseharian masyarakat yang berhubungan dengan BCB, keberhasilan penyuluhan ini tidak lepas dari kepedulian masyarakat terhadap BCB itu sendiri. Dengan adanya kepedulian tersebut, kesepahaman antara Tim Pelaksana dan masyarakat mengenai tujuan dilaksanakannnya penyuluhan berikut materi yang disampaikan dapat cepat terjalin. Selain penyuluhan yang secara formal diadakan oleh Tim Pelaksana pada malam menjelang diadakannya kegiatan lapang, di rumah Bapak Madlis, Koordinator Juru Pelihara Situs Glingseran, Tim Pelaksana juga memberikan informasi tentang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 atau pelestarian BCB pada saat berkumpul dan berbincang-bincang santai dengan masyarakat setempat. Perbincangan tersebut misalnya dilakukan oleh Tim Pelaksana saat minum kopi atau makan bersama masyarakat setempat. Hal itu dilakukan untuk menjalin keakraban dengan masyarakat setempat, sehingga memudahkan komunikasi. Terbukti bahwa dengan adanya perbincangan santai tapai mengena tersebut, masyarakat lebih mudah menerima informasi. Masyarakat juga lebih leluasa dalam mengajukan pertanyaan atau mencurahkan permasalahan mengenai Situs Glingseran tersebut, karena adanya kedekatan jarak antara Tim Pelaksana dan masyarakat setempat telah terjalin.

PKMM-1-9-8

Kegiatan lapang dapat dilaksanakan dengan baik keesokan pagi setelah diadakannya penyuluhan pada malam sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari adanya beberapa masyarakat yang ikut berperan serta, meskipun mereka sebenarnya bukan termasuk kesepuh orang yang mengikuti kegiatan penyuluhan. Spontanitas masyarakat dalam bergotong-royong ini memang belum bisa mengindikasikan bahwa mereka telah menyadari benar arti penting BCB bagi kelangsungan sejarah masyarakat yang lebih luas, karena gotong royong sebenarnya telah menjadi salah satu etos untuk membangun keselarasan sosial pada masyarakat Jawa pada khususnya dan masyarakat bercorak agraris pada umumnya. Selain itu, rentang waktu antara diadakannya kegiatan penyuluhan oleh Tim Pelaksana dan pelaksanaan kegiatan lapang sangat singkat, hanya beberapa jam, sehingga kemungkinan penyebaran informasi secara lisan dari peserta penyuluhan ke masyarakat yang lebih luas masih minim. Tetapi, paling tidak, dengan adanya gotong-royong yang juga berlaku pada masyarakat di Desa Glingseran ini, Tim Pelaksana dapat kembali memberikan informasi singkat mengenai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 dan arti penting BCB kepada masyarakat, sementara kegiatan lapang terus berlangsung. Hasil yang tampak jelas setelah diadakannya kegiatan lapang ini adalah bahwa Situs Glingseran dan beberapa BCB menjadi lebih bersih. Kegiatan ini perlu, agar masyarakat memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehingga BCB dan Situs Glingseran terawat. Selain mengadakan pembersihan pada BCB dan Situs Glingseran, Tim Pelaksana juga mengajak masyarakat untuk memasang papan penanda BCB di salah satu BCB percontohan. Papan tersebut dibuat dari kayu meranti berukuran 60 cm x 40 cm dengan cat atau warna dasar putih dan teks warna hitam. Pada papan ini terdapat tulisan “benda cagar budaya dilindungi oleh negara jagalah kelestariannya (uu no.5/1992).” Dengan dipasangnya papan tersebut, pengunjung akan mengetahui bahwa BCB harus dijaga kelestariannya dan hal ini dijamin negara melalui undang-undang. Lebih lanjut, pengunjung diharap dapat ikut berpartisipasi dalam pelestariannya, dengan tidak mengotori situs misalnya. Pemasangan papan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Tim Pelaksana, Juru Pelihara Situs Glingseran, dan Masyarakat Setempat Berpose, Sesaat Sebelum Memasang Papan Penanda BCB.

Tim Pelaksana dan masyarakat setempat juga berhasil memasang dua papan yang lain, berupa sebuah papan peringatan dan sebuah papan penunjuk arah situs. Papan peringatan yang dibuat dari kayu meranti bercat putih dan berukuran 125 cm x 65 cm tersebut bertuliskan “anda berada di kawasan situs glingseran

PKMM-1-9-9

jagalah kebersihan dan kelestariannya.” Papan tersebut dipasang di tempat strategis, yaitu di tepi persimpangan jalan dekat Balai Desa Glingseran. Setiap orang yang melintasi jalan dan membaca tulisan di papan peringatan ini diharapkan dapat ikut menjaga kebersihan dan kelestarian Situs Glingseran. Lihat Gambar 4. Papan penunjuk arah situs dipasang di tepi jalan utama Kecamatan Wringin yang menghubungkan Kabupaten Bondowoso dengan Kabupaten Situbondo, tepatnya di tepi pertigaan jalan dekat Pasar Wringin. Papan penunjuk arah situs yang terbuat dari kayu meranti berukuran 75 cm x 30 cm dan dengan tiang besi tersebut bertuliskan “Situs Glingseran ± 3 Km.” Dengan dipasangnya papan tersebut, calon pengunjung dapat mengetahui keberadaan Situs Glingseran. Pemasangan papan tersebut dapat dilihat pada Gambar 5. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat dirumuskan setelah mengadakan kegiatan PKMM di Desa Glingseran, Kecamatan Wringin, Kabupaten Bondowoso ini adalah bahwa Tim Pelaksana telah berhasil mengadakan: (1) penyuluhan tentang UndangUndang Nomor 5 Tahun 1992 dan arti penting BCB dengan baik. Dengan adanya penyuluhan ini, masyarakat dan aparat pemerintah setempat mengetahui bahwa di sekitarnya terdapat Situs Glingseran yang sesungguhnya memiliki arti penting bagi pembangunan multidimensional negara bangsa. Dengan pengetahuan tersebut, masyarakat dan aparat pemerintah setempat selanjutnya akan memiliki kepedulian atas keberadaan BCB dan (2) kegiatan lapang yang diikuti oleh sepuluh orang yang merupakan perwakilan dari pemuda, tokoh masyarakat, dan pemilik lahan, serta masyarakat lain yang ikut berpartisipasi secara spontan. Dengan diadakannya kegiatan lapang yang berupa pembersihan BCB dan Situs Glingseran, pemasangan papan penanda BCB, papan peringatan, dan papan penunjuk arah, Situs Glingseran dan beberapa BCB menjadi bersih dan terawat.

Gambar 4. Pemasangan Papan Peringatan di Kawasan Situs Glingseran.

PKMM-1-9-10

Gambar 5. Pemasangan Papan Penunjuk Jalan ke Arah Situs Glingseran.

Saran yang dapat dikemukakan setelah dilaksanakannya kegiatan PKMM ini adalah bahwa perlu adanya perhatian serius dari pemerintah terhadap keberadaan Situs Glingseran. Hal ini perlu, mengingat sumber daya yang ada di dalam masyarakat untuk melestarikan BCB secara komprehensif masih belum memadai. Sedangkan, banyak di antara BCB yang ada di Situs Glingseran pada khususnya dan situs-situs yang lain pada umumnya dalam kondisi rusak. Pemerintah, dalam hal ini BPPP Jawa Timur, perlu berkoordinasi dengan instansi lain yang terkait, untuk melaksanakan pelestarian BCB, termasuk di dalamnya adalah pengamanan dan pemberian sanksi bagi yang melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990. Hal ini tentu dapat semakin meyakinkan masyarakat bahwa pemerintah sungguh-sungguh mengupayakan kelestarian BCB sebagaimana telah termuat dalam undang-undang di atas. DAFTAR PUSTAKA Habib Mustopo. 2003. “Undang-Undang Benda Cagar Budaya dan Masalah Konservasi” dalam Seminar Regional Eksistensi Cagar Budaya Sebagai Aset Sejarah di Tengah Arus Globalisasi. Jember: Universitas Jember. Tim Pelaksana. 2003. Laporan Registrasi Benda Cagar Budaya di Kabupaten Bondowoso Tahap II. Trowulan: Kelompok Kerja Registrasi dan Penetapan BPPP Trowulan.

PKMM-1-10-1

PELATIHAN MEMBUAT RAGAM HIAS KERAJINAN KERAMIK DI DESA SANDI KECAMATAN PATTALASSANG KABUPATEN TAKALAR A. Syamsul Asti, Andi Fajar Asti, Supriadi, R Universitas Negeri Makassar, Makassar

ABSTRAK Keramik adalah salah satu kerajinan tangan yang sampai saat ini masih digeluti oleh masyarakat di desa Sandi di kecamatan pattallasang. Hal ini disebabkan karena di daerah tersebut memiliki cukup banyak bahan baku tanah liat serta bahan lainnya yang pada dasarnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan keramik. Sebenarnya pemanfaatan bahan baku kerajinan keramik di daerah tersebut telah dilakukan sejak dahulu namun ditemukan masalah pada jenis motif atau ragam hias yang digunakan pada keramik tersebut. Ragam hias yang dihasilkan terkesan monoton, kurang kreatif dan tidak memberi nilai-nilai filosofis. Kondisi ini sangat mempengaruhi daya beli masyarakat. Supaya ragam hias yang digunakan lebih produktif dan kurangnya pengetahuan, keterampilan dan kurangnya sosialisasi jenis ragam hias dikalangan pengrajin dan masyarakat lokal maka dilaksanakan “pelatihan membuat ragam hias kerajinan keramik di desa sandi kecamatan pattalassang kabupaten takalar”. Pelatihan ini bertujuan: 1) Untuk meningkatkan pengetahuan para pengrajin keramik di desa Sandi kecamatan Pattallasang kabupaten Takalar dalam hal motif hias kerajinan keramik yang diproduksi. 2) Untuk meningkatkan keterampilan para pengrajin keramik di desa Sandi kecamatan Pattallasang kabupaten Takalar dalam menghiasi keramik yang diproduksi dengan motif-motif terbaru dan bermakna. 3) Untuk memperkenalkan kesejahteraan dan pendapatan para pengrajin keramik di desa Sandi kecamatan Pattallasang Kabupaten Takalar setelah desain motif hias ini diterapkan. Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Partisipatori yang dimulai dari pra-observasi, penyuluhan, aplikasi teori yang pada akhirnya dilakukan observasi ulang/Follow Up. Hasil yang dicapai adalah tenciptanya pengrajin keramik di desa Sandi kecamatan Pattallasang kabupaten Takalar yang mempunyai wawasan dan keterampilan mendesain motif hias kerajinan keramik yang bernilai tinggi. Kata Kunci: Pelatihan, Ragam Hias, Kerajinan Keramik PENDAHULUAN Karya kerajinan dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia sehari-hari, baik untuk kebutuhan jasmani, maupun rohani. Sejak manusia membutuhkan pakaian untuk melindungi tubuhnya, rumah tempat berlindung, perhiasan dan sebagainya, maka sejak itu pula tumbuh kegiatan kerajinan yang didasarkan atas kebutuhan praktis. Apabila ada berbagai kerajinan tersebut, perasaan manusia ikut tergugah dan berperan, maka tampillah gejala-gejala daya

PKMM-1-10-2

cipta yang mengandung makna dan nilai-nilai artistika dari hasil kerajinan tersebut. Kabupaten Takalar merupakan salah satu daerah Tingkat II dari 23 kabupaten/kota madya di Sulawesi Selatan, sejak dahulu telah terkenal memiliki keanekaragaman budaya dan segi kerajinan yang bernilai tinggi. Seperti yang terdapat di desa Sandi kecamatan Pattallasang kabupaten Takalar berupa kerajinan keramik yang hingga sekarang semakin populer keseluruh wilayah Sulawesi hingga kepulauan lainnya di seluruh Indonesia. Keramik adalah salah satu kerajinan tangan yang sampai saat ini masih digeluti oleh masyarakat di desa Sandi di kecamatan pattallasang kabupaten Takalar. Hal ini disebabkan karena di sebabkan karena di daerah tersebut memiliki cukup banyak bahan baku tanah liat serta bahan lainnya yang pada dasarnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan keramik. Pada dasarnya pemanfaatan bahan baku kerajinan keramik di daerah tersebut telah dilakukan sejak dahulu oleh nenek moyang. Karena itu keramik di daerah ini memiliki motiv dan bentuk ragam hias yang khas sehingga berbeda dengan keramik daerah lain yang ada di Sulawesi Selatan. Kreasi-kreasi bentuk ragam hias keramik ini cukup diminati oleh masyarakat pencinta barang seni kerajinan keramik dari berbagai lapisan mayarakat. Khususnya di daerah yang ada di Indonesia timur, terbukti dengan tingginya daya beli dan permintaan masyarakat sekitarnya. Namun ternyata ditemukan masalah pada persoalan jenis motif atau ragam hias yang dihiaskan pada keramik tersebut sehingga terkesan monoton dan kurang kreatif serta tidak memberi nilai-nilai filosofis. Kondisi ini sangat mempengaruhi daya beli masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, maka dengan adanya suatu pelatihan membuat ragam hias kerajinan keramik di desa Sandi kecamatan Pattallasang kabupaten Takalar diharapkan para pengrajin memproduksi keramik yang lebih kreatif dan inovatif sehingga mengundang konsumen untuk membeli baik lokal, nasional bahkan ekspor sekalipun. Beberapa masalah yang ditemukan dapat dirumuskan sebagai berikut : 1) Kurangnya pengetahuan para pengrajin keramik di desa Sandi kecamatan Pattallasang kabupaten Takalar mengenai motif-motif untuk menghiasi keramik yang diproduksi. 2) Kurangnya keterampilan para pengrajin keramik di desa Sandi kecamatan Pattallasang kabupaten Takalar dalam menghiasi keramik yang diproduksi dengan motif-motif terbaru dan bermakna. 3) Memperkenalkan kepada para pengrajin keramik di desa Sandi kecamatan Pattallasang kabupaten Takalar tentang macam-macam motif hias terbaru dan bermakna pada tiap-tiap hasil kerajinan. Kegiatan ini bertujuan untuk: 1) Meningkatkan pengetahuan para pengrajin keramik di desa Sandi kecamatan Pattallasang kabupaten Takalar dalam hal motif hias kerajinan keramik yang diproduksi. 2) Meningkatkan keterampilan para pengrajin keramik di desa Sandi kecamatan Pattallasang kabupaten Takalar dalam menghiasi keramik yang diproduksi dengan motif-motif terbaru dan bermakna. 3) Memperkenalkan kesejahteraan dan pendapatan para pengrajin keramik di desa Sandi kecamatan Pattallasang kabupaten Takalar setelah desain motif hias ini diterapkan. Manfaat dari kegiatan ini adalah : 1) Manfaat bagi mahasiswa yaitu sebagai wadah untuk mengejawantahkan disiplin ilmu yang dimilikinya, karena program

PKMM-1-10-3

ini akan menggunakan sistem pendampingan dari mahasiswa seni rupa. 2) Bermanfaat bagi para pengrajin itu sendiri terutama dalam mengetahui eksistensi hasil usahanya sehingga mampu memberi motivasi dalam rangka peningkatan kreatifitas dan produktifitas. 3) Sebagai bahan informasi bagi Lembaga Penelitian kesenian khususnya pada jurusan seni rupa dan kerajinan FBS UNM serta instansi yang terkait dalam upaya pelestarian kebudayaan khususnya, dan kebudayaan nasional pada umumnya. 4) Membantu pemerintah dalam meningkatkan Sumber Daya Manusia Dan Sumber Daya Alam. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tabel 1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan No

Waktu (Bulan)

1.

Juni 2005

2.

Juli-Agustus 2005

3.

Agustus 2005

4.

September-Oktober 2005

Jenis Kegiatan - Survei lokasi/tempat pelatihan - Pembenahan dan penataan tempat pelatihan - Pengadaan kelengkapann pelatihan - Pelatihan dan bimbingan dasar Membuat Motif Hias - Pembentukan pendampingan Observasi lanjut kelokasi pelatihan (Follow up) - Pembuatan/pengetikan konsep laporan - Rapat antar tim pelaksana - Penggandaan, penjilidan laporan - penyerahan laporan akhir pelaksanaan program

Tempat Kabupaten Takalar. Kabupaten Takalar.

Kabupaten Takalar.

Di Makassar

Tahapan Pelaksanaan Tahap Persiapan Pada tahap ini, akan dilaksanakan beberapa kegiatan seperti pengurusan Izin kegiatan, pemantapan rencana pelatihan, Pembuatan format evaluasi, Observasi kelokasi, Pembelian peralatan. Tahap Pelatihan Setelah persiapan telah rampung maka pelatihan siap dilaksanakan.Namun sebelum pelatihan dilaksanakan terlebih dahulu diadakan seminar tentang bermacam motif hias kerajinan keramik terbaru dan lebih memiliki nilai dengan pemaknaan di balik ukiran kerajinan keramik tersebut. Di seminar juga akan membahas jenis motif hias mana yang cocok untuk setiap jenis kerajinan keramik. Kemudian proses pelatihan akan dikelola secara amplikatif dan rekreatif supaya lebih efektif dan fleksibel, sehingga dalam pelatihan ini memerlukan pendampingan dari mahasiswa yang akan menjadi mitra kerja sama nantinya yaitu mahasiswa jurusan seni rupa FBS UNM. Karena Sesuatu hal maka mitra kerjasama dialihkan bekerjasama dengan HIPERGAS (Himpunan Pengrajin

PKMM-1-10-4

Gerabah Sittalassi) Kecamatan Pattalassang Kabupaten Takalar. Pengrajin pada program ini akan dituntun untuk dapat membuat kerajinan keramik dengan penuh nilai termasuk salah satunya keberadaan ragam hias yang menjadi nilai tersendiri. Tahapan Evaluasi dan Penyusunan Laporan Untuk mengukur tingkat keberhasilan program kegiatan ini maka diadakan evaluasi atau penilaian secara kontinyu meliputi : 1) Frekuensi kehadiran peserta dalam mengikuti seluruh rangkaian kegiatan (minimal 80 % kehadiran). 2) Kemampuan dan penguasaan keterampilan membuat Motif Hias yang diajarkan. 3) Setelah dievaluasi maka yang terakhir adalah penyusunan laporan pelaksanaan program sebagai bahan pertanggungjawaban. Instrumen Pelaksanaan Instrumen yang digunakan dalam program ini adalah: 1) Observasi yakni dilakukan secara langsung pada saat sebelum pelaksanaan kegiatan. 2) Perlakuan yakni berupa pelatihan kepada masyarakat pengrajin tentang cara melakukan penghiasan dan memperkenalkan motif-motif baru dalam pembuatan keramik. 3) Follow Up yakni dilakukan langsung ketika pengrajin pada suatu waktu membutuhkan bimbinbgan ulang atau bimbingan yang lebih mendalam tentang jenis ragam hias kontemporer. HASIL DAN PEMBAHASAN Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Pada Masyarakat telah dilaksanakan selama kurang lebinh dua bulan, yaitu bulan September - Oktober 2005. Program ini diawali dengan pra-observasi, penyuluhan, aplikasi teori yang pada akhirnya dilakukan observasi ulang/Follow Up. Pada dasarnya masyarakat pengrajin keramik merasakan program ini. Mereka dapat membuat jenis ragam hias dari berbagai bentuk Hias yang telah diseminarkan. Dengan demikian mereka tidak monoton lagi pada satu atau dua jenis ragam hias yang dipakai. Tahap akhir pelatihan tepatnya pada hari Sabtu, 08 Oktober 2005 di Kampung Sandi Kacamatan Pattalassang Kabupaten Takalar berlangsung baik dengan ditandai antusiasnya peserta pelatihan termasuk memperhatikan model ragam hias yang ditawarkan. Acara pelatihan turut melibatkan langsung Tim Pelatihan dari Himpunan Pengrajin Gerabah Sittalassi Kabupaten Takalar. Walaupun peserta mengakui ada beberapa jenis ragam hias yang ditawarkan termasuk masih sulit untuk diterapkan karena sesuatu yang baru buat mereka salah satunya model ragam hias Binatang dan manusia. Pada metodologi pelaksanaan telah dijelaskanbeberapa model ragamhias yang telah ditawarkan,berikut akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan pelatihan ragam hias yang tentunya tidak lepas dari proses pembuatannya sampai produk siap dipasarkan. Proses Pembuatan Proses Pengolahan Tanah Liat Proses pengambilan dan pengolahan tanah liat dilakukan disekitar lingkungan tempat tinggal para pengrajin. Hal ini disebabkan karena jenis tanah liat yang ada di Desa Sandi adalah termasuk jenis tanah liat yang baik digunakan

PKMM-1-10-5

untuk membuat keramik. Proses pengolahan tanah liat dimulai dengan pengambilan dari lokasi selanjutnya diolah dan disimpan pada tempat yang telah disediakan. Pembentukan Keramik Proses pembentukan keramik dimulai dengan pembentukan bodi sesuai dengan ide atau keinginan pengrajin. Ide ini biasanya dituangkan dulu diatas kertas gambar. Setelah terbentuk selanjutnya dijemur hingga kering, Kemudian diamplas hingga halus dan licin. Adapun Pembentukannya adalah: 1) Pembakaran Keramik, tahap pembakaran keramik dimulai dengan meletakkan benda-benda keramik kedalam tungku pembakaran dengan posisi yang tidak boleh bersentuha satu sama yang lainnya agar proses pembakaran bisa maksimal. Setelah dibakar selanjutnya dikeringkan atau diangin-anginkan. 2) Finishing, proses penyelesaian akhir (Finishing) pada keramik dimulai dengan membersihkan barang keramik yang selesai dibakar dimulai dengan membersihkan sisa-sisa pembakaran. Setelah dibersihkan kemudian keramik tersebut dicat dasar baru kemudian diamplas lagi hingga halus kemudian selanjutnya siap dihiasi agar keramnik lebih menarik dan menambah nilai artistik. Bahan dan Alat yang digunakan Bahan yang dibutuhkan antara lain bahan pokoknya adalah tanah liat sedangka bahan pelengkapnya berupa pasir, air dan cat beserta campurannya (dammar, Spiritus dan bensin), kemudian alat yang dibutuhkan antara lain putaran tangan dan kaki, sekop, gerobak, baskom, keranjang, papan pengalas, pisau ukir, kuas, amplas, tungku, pensil dan kertas.

Gambar 1. Beberapa Jenis alat yang digunakan untuk membuat Ragam hias

Bentuk Ragam Hias Kerajinan Keramik Produk-produk kerajian keramik yang dihasilkan pada usaha-usaha kerajinan keramik di desa sandi sebenarnya tidak memiliki makna tertentu, melainkan hanya sebuah hiasan dan pelengkap bentuknya semata. Ide atau gagasan pembuatan motif ragam hias kerajinan keramik hanya didasarkan pada kebutuhan pasaran sehiingga para pengrajin tidak tidak harus memberi makna pada ragam hias kerajinan keramiknya. Keragaman motif ragam hias didasarkan

PKMM-1-10-6

pada ide perseorangan, disamping juga memadukan dari motif ragam hias luar lokasi desa Sandi. Adapun motif ragam hias yang diterapkan meliputi: 1) Motif ragam hias geometris. Dengan ciri-ciri antara lain : Ragam hias geometris yang dipakai untuk menghiasi bagian tepai atau pinggiran dari suatu bagian benda, Ragam hias geometris sebagai inti atau sebagai inti atau bagian yang berdiri sendiri dan merupakan unsur estetis dalam bentuk ornamen arsitektural. Untuk lebih jelasnya lihat gambar. 2) Motif ragam hias tumbuhan. Ragam hias kelompok ini menampilkan suatu pokok yang berasal dari tumbuhan atau flora. Bentuk ragam hias diciptakan dengan pengalihan bentuk asal seperti daun, bunga, pohon serta buah. Di sini bentuk disederhanakan sedemikian rupa sehingga perwujudannya menjadi hiasan. 3) Motif ragam hias binatang. Ragam hias yang mengambil objek binatang sebagai motif. Ragam hias binatang dijadikan sebagai motif karena selain nilai keindahannya, juga tidak terlepas dari makna atau simbol tertentu. 4) Motif ragam hias manusia. Ragam hias ini mengambil motif manusia sebagai objek. Sama halnya motif binatang, motif manusia diambil sebagai objek disamping karena sebagai pencipta motif ragam hias, ia juga tampil dengan bentuk-bentuk pendekatan dirinya terhadap nenek moyangnya. 5) Motif ragam hias dekoratif. Ragam hias dekoratif kiranya dapat mengimbangi selera pemakai, misalnya pemakai warna-warna pada suatu bidang tertentu sebab ia muncul pada saat orang mencari kepuasan sudut lain, juga dimanfaatkan oleh orang sebagai media estetika pada berbagai jenis benda. 6) Motif ragam hias poligonal. Ragam hias ini menggunakan garis-garis sebagai unsur pembentukan hiasan seperti bentuk tumpal, segi empat, segi enam, dan sebagainya.

Gambar. 2 Proses Pengolahan Tanah Liat

Gambar 3. Pembentukan Keramik.

PKMM-1-10-7

Gambar 4. Proses Pembakaran Keramik

Gambar 5. Proses Finishing

KESIMPULAN Dari hasil kegiatan ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1) Para pengrajin keramik di desa Sandi kecamatan Pattallasang kabupaten Takalar memperoleh pengetahuan dalam hal motif hias kerajinan keramik yang akan diproduksi. 2) Para pengrajin keramik di desa Sandi kecamatan Pattallasang kabupaten Takalar memiliki keterampilan dalam menghiasi keramik yang diproduksi dengan motif-motif terbaru dan bermakna. 3) Para pengrajin keramik di desa Sandi kecamatan Pattallasang kabupaten Takalar setelah desain motif hias ini diterapkan mendapatkan orientasi jangka panjang terhadap kesejahteraan dan pendapatan pengrajin.

PKMM-1-11-1

PELATIHAN MEMBUAT ASESORIS RUMAH TANGGA DARI KERAJINAN ANYAMAN DAUN LONTAR PADA REMAJA PUTRI PUTUS SEKOLAH DI KECAMATAN MARIORIAWA KABUPATEN SOPPENG Yuyun Setiawan, Muh. Faisal, Andi Marenda, Gunawan Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar, Makassar ABSTRAK Tujuan Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM) ini adalah: (1) Terciptanya remaja putri putus sekolah mempunyai pengetahuan yang kreatif dan inovatif dalam memanfaatkan sumber daya alam yang terbuang percuma yaitu daun lontar menjadi rangka asesoris rumah tangga yang artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi, (2) Terciptanya remaja putri putus sekolah yang terampil membuat rangka rangka asesoris rumah tangga (tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara atau tutup kue) dari kerajinan anyaman daun lontar yang artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi Khalayak sasaran dalam program ini adalah kelompok remaja putri putus sekolah di Kelurahan Manorang Salo Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng. Metode yang digunakan dalam penyampaian materi penyuluhan adalah metode ceramah, diskusi dan tanya jawab, untuk pelatihan digunakan metode demonstrasi. Hasil yang dicapai adalah: (1) Remaja putri putus sekolah memiliki pengetahuan dalam hal pemanfaatan daun lontar untuk pembuatan rangka asesoris rumah tangga (tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara atau tutup kue) yang artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi, (2) Remaja putri putus sekolah memiliki keterampilan membuat rangka asesoris rumah tangga (tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara atau tutup kue) dari kerajinan anyaman daun lontar yang artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi. Kata Kunci: kerajinan, asesoris rumah tangga, anyaman, daun lontar. PENDAHULUAN Tanaman lontar di Kabupaten Soppeng sangat banyak tumbuh di perkebunan rakyat. Survei kami lakukan di Kecamatan Marioriawa (Januari 2005), ditemukan bahwa pohon lontar jumlahnya cukup banyak kira-kira jumlahnya 5.000 pohon. Sekitar 10 % masyarakat mengambil niranya untuk dibuat tuak kemudian dijual dipinggir jalan. Tiap pohon yang diambil niranya oleh masyarakat minimal 2 kali dipanjat dalam 1 hari, dan setiap 2 (dua) bulan pohon lontar yang diambil niranya tersebut daun bersama pelepahnya ditinggal begitu saja di sekitar pohon lontar, dan bahkan masyarakat membuang daunnya dan mengambil pelepahnya digunakan sebagai kayu bakar. Pada saat kami mengikuti Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di lokasi (September 2004) kami temukan daun lontar banyak yang tertinggal kering dan lapuk disekitar pohon lontar dan tidak dimanfaatkan oleh masyarakat. Dan kami mengambilnya daun lontar tersebut dan membawanya ke Makassar. Dan daun lontar tersebut kami uji cobakan pada Studio kerajinan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar yaitu merangkai dan menganyamnya menjadi.

PKMM-1-11-2

tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue), dan hasilnya sangat memuaskan. Lanjut kami survey di Kelurahan Manorang Salo Kacamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng bulan Januari 2005, kami sengaja membawa contoh kerajinan anyaman daun lontar yang kami buat dan bahan bakunya kami ambil dari lokasi tersebut yaitu: tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) yang sudah jadi, ternyata ada beberapa remaja putri putus sekolah meminta kepada kami untuk diberikan pelatihan tentang pembuatan tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari kerajinan anyaman daun lontar, sehingga daun lontar yang bertumpuk di lokasi dapat menjadi barang bernilai ekonomi, agar supaya remaja putri putus sekolah dapat mempunyai kegiatan yang bisa bermanfaat bagi remaja putri putus sekolah dan bisa bernilai ekonomi. Melihat kenyataan di lapangan dan permintaan kelompok remaja putri putus sekolah di Kelurahan Manorang Salo Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng, maka saya sebagai mahasiswa yang sementara mengikuti kuliah pada Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar dimana telah kami mendapatkan mata kuliah Rupa dasar, Nirmana ruang dan Nirmana datar yaitu: kerajinan merangkai bahan alam dan bahan buatan, kami merasa terpanggil dan tertarik untuk melatih kelompok remaja putri putus sekolah memanfaatkan daun lontar menjadi kerajinan tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) yang bisa bernilai ekonomi. Setelah remaja putri putus sekolah terampil membuat tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari anyaman daun lontar memungkinkan setiap remaja putri putus sekolah dapat membuat 1 (satu) buah benda dari anyaman daun lontar , jadi satu bulan (dianggap 25 hari) dapat dibuat 25 buah/ bulan/orang, dengan harga Rp.20.000/buah, jadi 25 x Rp. 20.000 = Rp. 500.000. Dan kira-kira bahan yang digunakan Rp. 4 000/ buah, jadi 25 x Rp. 4.000 = Rp. 100.000,- . Jadi dengan demikian setiap remaja putri putus sekolah setelah terampil dapat memperoleh penghasilan tambahan/bulan yaitu: Rp. 500.000 - Rp. 100.000 = Rp. 400.000/bulan.. Penghasilan yang didapatkan melalui keterampilan kerajinan anyaman daun lontar yaitu: tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) ini dapat meningkatkan taraf hidup remaja putri putus sekolah dan keluarganya. Harapan kami kepada remaja putri putus sekolah yang dilatih dapat terampil. membuat tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari kerajinan anyaman daun lontar. Kerajinan daun lontar tersebut dapat dikomsumsi keluarga sendiri dan dapat dijual, Dengan demikian kelompok remaja putri putus sekolah berpeluang menjadi wirausaha tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari kerajinan anyaman daun lontar yang banyak ditemukan di lokasi. Hal ini tentunya akan mengkatkan pendapatan remaja putri putus sekolah dan dapat meningkatkan taraf hidupnya beserta keluarganya. Oleh karena itu masalah Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM) ini adalah sebagai berikut: (1) Daun lontar yang bertumpuk disekitar pohon lontar, dan menjadi kering dan lapuk disekitar pohon di lokasi PKMM, (2) Daun lontar yang terbuang percuma tidak dimanfaatkan oleh masyarakat menjadi barang yang bernilai ekonomi seperti tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari kerajinan anyaman daun lontar, (3) Adanya pengalaman tim kami sebagai mahasiswa arsitektur yaitu telah kami

PKMM-1-11-3

mendapatkan mata kuliah Rupa dasar, Nirmana ruang dan Nirmana datar yaitu: kerajinan merangkai bahan alam dan bahan buatan, dan memanfaatkan limbah menjadi barang bernilai ekonomi. Jadi dengan demikian kami berkeyakinan bahwa kami bisa mengerjaklan sesuai dengan desain, karena kami telah mempraktekkan dan menguji cobakannya pada Studio Kerajian Arsitektur yaitu membuat tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari kerajinan anyaman daun lontar, sehingga tidak menyulitkan bagi kami untuk membuat benda jadi, (4) Adanya permintaan kelompok remaja putri putus sekolah di lokasi PKM meminta kepada kami untuk dilatih membuat tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari kerajinan anyaman daun lontar yang artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi, (5) Remaja putri putus sekolah di lokasi PKM kurang memiliki pengetahuan dan keterampilan memanfatkan limbah daun lontar menjadi bahan pembuatan tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari kerajinan anyaman daun lontar yang dapat bernilai ekonomi, (6) Remaja putri putus sekolah di lokasi PKM kurang terampil mendesain tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari kerajinan anyaman daun lontar, yang artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi, (7) Remaja putri putus sekolah di lokasi PKM kurang terampil membuat rangka tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari kerajinan anyaman daun lontar, yang artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi, (8) Remaja putri putus sekolah di lokasi PKM kurang terampil merakit rangka tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari kerajinan anyaman daun lontar, yang artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi, (9) Remaja putri putus sekolah di lokasi PKM kurang terampil pekerjaan finishing rangka tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari kerajinan anyaman daun lontar, yang artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi. Tujuan Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM) ini adalah sebagai berikut: (1) Meningkatkan pengetahuan remaja putri putus sekolah di lokasi PKM kurang memanfaatkan limbah daun lontar menjadi bahan pembuatan tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari kerajinan anyaman daun lontar yang dapat bernilai ekonomi, (2) Meningkatkan keterampilan remaja putri putus sekolah di lokasi PKM mendesain tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari kerajinan anyaman daun lontar, yang artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi, (3) Meningkatkan keterampilan remaja putri putus sekolah di lokasi PKM membuat rangka tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari kerajinan anyaman daun lontar, yang artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi, (4) Meningkatkan keterampilan remaja putri putus sekolah di lokasi PKM merakit rangka tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari kerajinan anyaman daun lontar, yang artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi, (5) Meninmgkatkan keterampilan remaja putri putus sekolah di lokasi PKM pekerjaan finishing rangka tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari kerajinan anyaman daun lontar, yang artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi. Daun lontar ternyata menjadi masalah lingkungan. Daun lontar yang berjatuhan dan berada tidak jauh dari pohon lontar dan menjadi sampah yang tergolong limbah sampah domestic, Soemarwoto (1985), dan Soerjani (1987) menyatakan bahwa sampah domestik perlu dikelolah sehingga tidak menimbulkan dampak serius terhadap lingkungan. Winarno (1986) menyatakan

PKMM-1-11-4

sampah domestic masih dapat diproses sehingga menjadi produk yang berguna, bernilai seni, dan bernilai ekonomi. Perilaku manusia mengelolah sampah (limbah domestic) hanya sebatas membuang ke lingkungan. Perilaku ini ternyata berdampak negative terhadap lingkungan (Sarwono, 1992). Perilaku manusia yang diharapkan dalam pengelolaan sampah adalah adanya pemanfaatan limbah (Kualitas Lingkungan di Indonesia 1990). Lebih lanjut dikatakan pemanfaatan limbah sampah dapat menciptakan lapangan kerja, menimbulkan pertumbuhan ekonomi, ikut melestarikan lingkungan. Memanfaatan limbah adalah dapat menimbulkan nilai ekonomi masyarakat (Winarno, 1986). Sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Winarno tadi. Mentri Negara KLH (1982) menyatakan bahwa alternative yang baik dalam pemanfaatan limbah sampah adalah memanfaatkan menjadi barang yang bernilai ekonomi sehingga menimbulkan nilai tambah bagi masyarakat. Hasil laporan Kuliah Kerja Alternatif atau KKA, Akmal B (2004) yaitu melatihkan kepada anak panti asuhan putri Attaufiq Kabupaten Barru, yaitu teknik menganyam daun lontar untuk pembuatan hiasan ruangan, hasil KKA menunjukkan bahwa limbah daun lontar sangat cocok dibuat sebagai hiasan ruangan dari kerajinan anyaman daun lontar, dan lain-lain. Karena limbah daun lontar apabila dianyam sebagai hiasan ruangan atau cendramata dan dapat bernilai seni dan bernilai ekonomi untuk kebutuhan rumah tangga, hotel, penginapan, restaurant, kave, dan kebutuhan ruangan lainnya. Berdasarkan uraian diatas dapat diuraikan sebagai berikut: (1) Daun lontar merupakan sampah domestic yang perlu dikelolah sehingga tidak mencemari dan mengotori lingkungan, (2) Limbah daun lontar merupakan sampah yang dapat dirangkai atau dianyam menjadi cendramata berbagai model sehingga menjadi produk yang bernilai seni dan ekonomi, (3) Pemanfaatan daun lontar menjadi rangka tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) yang artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi, dapat menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat terutama remaja putri putus sekolah di Kelurahan Manorang Salo Kabupaten Soppeng, dan pekerjaan tersebut termasuk melestarikan lingkungan. Dari uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa limbah daun lontar yang terbuang percuma dapat dimanfaatkan menjadi suatu karya seni yang artistik dan bernilai ekonomi yang tinggi yaitu: rangka tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari anyaman daun lontar yang artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi pada manyarakat terutama remaja putri putus sekolah di Kelurahan Manorang Salo Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng. Berdasarkan uraian tersebut diatas, untuk memberikan keterampilan kerajinan dari anyaman daun lontar yang artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi yaitu: tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue), dan lain-lain pada kelompok remaja putri putus sekolah di Kelurahan Manorang Salo Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng. METODE PENDEKATAN Khalayak sasaran dalam Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM) ini adalah kelompok remaja putri putus sekolah di

PKMM-1-11-5

Kelurahan Manorang Salo Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng (khalayak sasaran yang dilatih langsung). Metode utama yang ditempuh dalam kegiatan ini adalah: (1) Pada saat pemberian materi penyuluhan pembuatan desain dan rangka tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari anyaman daun lontar yang artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi metode yang digunakan adalah; metode ceramah, diskusi, tanya jawab, dan simulasi, (2) Pada saat pelatihan membuat desain dan rangka tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari anyaman daun lontar yang artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi, metode yang digunakan adala: metode demonstrasi, dan tanya jawab. Metode demonstrasi digunakan untuk mendemonstrasikan membuat desain dan rangka tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari anyaman daun lontar yang artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi, diterangkan dahulu cara memilik bahan, langkah kerja, dimensi, bahan dan alat yang digunakan. Disini khalayak sasaran ikut langsung melakukan, mengerjakan setiap jenis pekerjaan bersama dengan mahasiswa. Pada saat itu juga terjadi diskusi, terutama sekali yang menyangkut sistimatika pekerjaan tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang dicapai adalah: (1) Kelompok remaja putri putus sekolah memiliki pengetahuan dalam hal rangka tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari anyaman daun lontar, yaitu: (a) Memiliki pengetahuan tentang pemilihan bahan untuk rangka tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari anyaman daun lontar: pemilihan daun lontar untuk dibuat rangka tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue), (b) Memiliki pengetahuan tentang pembuatan rangka tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari anyaman daun lontar yang artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi yaitu: mendesain dan gambar kerja, merendam daun lontar selama 2 hari 2 malam, mengangin-anginkan daun lontar yang sudah direndam, membelah-belah daun lontar dengan menggunakan pisau, memasak daun lontar dan memasukkan pewarna sesuai selera, membelah-belah pelepah lontar dengan mengambil bagian punggungnya dan bagian perutnya dibuang, membuat rangka tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari pelepah daun lontar yang sudah dibelah, menganyam daun lontar mulai dati bawah sampai seterusnya, finishing, (2) Kelompok remaja putri putus sekolah memiliki keterampilan membuat rangka tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari anyaman daun lontar, yaitu: (a) Terampil memilih bahan daun lontar, (b) Terampil mendesain dan gambar kerja, merendam daun lontar selama 2 hari 2 malam, mengangin-anginkan daun lontar yang sudah direndam, membelah-belah daun lontar dengan menggunakan pisau, memasak daun lontar dan memasukkan pewarna sesuai selera, membelah-belah pelepah lontar dengan mengambil bagian punggungnya dan bagian perutnya dibuang, membuat rangka tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari pelepah daun lontar yang sudah dibelah, menganyam daun lontar mulai dati bawah sampai seterusnya, finishing. Selain itu motivasi khalayak sasaran bersama anggota tim PKMM cukup tinggi mengikuti penyuluhan dan pelatihan dari awal sampai selesai. Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM) ini dianggap juga berhasil karena: (1) Khalayak sasaran tidak menemukan kesulitan

PKMM-1-11-6

dalam memahami materi penyuluhan dan pelatihan yang diberikan, (2) Khalayak sasaran berkeinginan menerapkan membuat rangka tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari anyaman daun lontar pada rumahnya masingmasing, (3) Khalayak sasaran berkeinginan untuk menyampaikan penerapan membuat rangka tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara (tutup kue) dari anyaman daun lontar kepada khalayak sasaran yang lain (yang tidak sempat ikut penyuluhan dan pelatihan). KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan penyuluhan dan pelatihan dilapangan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Remaja putri putus sekolah mempunyai inovasi dan kreatif dalam memanfaatkan sumber daya alam dalam hal ini daun lontar untuk pembuatan rangka asesoris rumah tangga (tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara atau tutup kue) yang artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi. (2) Remaja putri putus sekolah memiliki pengetahuan dan keterampilan membuat rangka asesoris rumah tangga (tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara atau tutup kue) dari kerajinan anyaman daun lontar yang artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi. Hal ini didukung oleh adanya masukan-masukan dan diskusi dari mahasiswa dan dosen pendamping Hal ini didukung oleh adanya masukanmasukan dan diskusi dengan mahasiswa serta dosen pendamping. Berdasarkan kesimpulan diatas, maka disarankan bahwa program PKMM seperti ini hendaknya dilanjutkan sehingga menciptakan remaja putri putus sekolah dapat: (1) Inovatif dan kreatif dalam memanfaatkan sumber daya alam dalam hal ini daun lontar untuk pembuatan rangka asesoris rumah tangga (tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara atau tutup kue) yang artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi, (2) Memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam memanfaatkan sumber daya alam dalam hal ini daun lontar untuk pembuatan rangka asesoris rumah tangga (tempat tissue, vas kembang, dan tutup bosara atau tutup kue) yang artistic dan bernilai seni serta bernilai ekonomi. UCAPAN TERIMA KASIH 1. Rektor Universitas Negeri Makassar selaku Pembina 2. Direktur Pembinaan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas, atas adanya dana yang disediakan untuk Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM) ini 3. Pembantu Rektor III Bidang Kemahasiswaan Universitas Negeri Makassar, Dekan Fakultas Teknik, Ketua Jurusan, Kepala Studio Kerajinan Teknik Sipil dan Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar, dan Pemerintah Kabupaten Soppeng, Camat Marioriawa, dan Lurang Manorang Salo, atas izin dan motivasi yang diberikan dalam pelaksanaan Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM), dan penyelesaian laporannya. 4. Semua pihak yang tidak dapat kami sebut namanya satu persatu. Semoga bantuan, arahan, motivasi, dan budi baik Bapak,Ibu, dan Saudara (i) mendapat rahmat disisi Allah, Amin.

PKMM-1-11-7

DAFTAR PUSTAKA Akmal B (2004), Pelatihan Membuat Tutup Bosara (Tutup Kue) dari Anyaman Daun Lontar pada Anak Panti Asuhan Putri Attaufiq Kabupaten Barru, Makassar, Laporan KKA LPM UNM Mardanas, Izarisma. Dkk. (1985/1986). Arsitektur Rumah Tradisional Daerah Sulawesi Selatan, Ujung Pandang,: Depdikbud. Menteri Negara KLH. (1992). Kualitas Lingkungan Hidup Indonesia.. Jakarta: Menteri Negara KLH Sastra Wijaya, A.T. (1991) Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta Soejani dkk, (1991). Lingkungan: Sumber Daya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan, Jakarta: Universitas Indonesia Soemarwoto(1985) Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Jambatan Supriadi . et.al. 1991. Profil Teknologi Padat Karya. Jakarta: Pengembangan Sumber daya Manusia Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (1993). Bumi Wahana. Jakarta: PT. Garamedia Putama. Wilkening, F. 1987. Tata Ruang. Pendidikan Industri Kayu. Semarang : Kanisius

PKMM-1-12-1

UPAYA PELESTARIAN SALAK GULA PASIR MELALUI PELATIHAN DAN PEMBINAAN PETANI DENGAN TEKNIK PENCANGKOKAN DI DESA SIBETAN Ni Nyoman Sarmiati, Ni Wayan Suparmi, Ni Made Ari Trisnawati Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan Mipa Institut Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Negeri Singaraja, Singaraja ABSTRAK Desa Sibetan merupakan sentra pertanian salak yang terkenal di Bali. Salak Bali terkenal karena rasanya yang enak dan khas. Diantara salak Bali terdapat jenis lain yaitu salak Gula Pasir (Zalacca Var. Amboinensis) yang jumlahnya masih sedikit dibandingkan dengan salak Bali lainnya, sehingga Salak Gula Pasir memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Salak Gula Pasir merupakan varietas yang spesifik yang mempunyai keunggulan dengan daging buah yang tebal, berwarna putih dengan rasa manis yang segar tanpa rasa sepet walaupun buah dalam keadaan masih muda. Terbatasnya populasi Salak Gula Pasir disebabkan karena lamanya waktu untuk mengembangbiakkan tanaman tersebut. Pengembangbiakkan melalui biji memerlukan waktu kurang lebih lima sampai enam tahun dari penyemaian sampai menghasilkan. Untuk itu dikembangkan suatu teknik pencangkokan yang hanya memerlukan waktu kurang lebih dua setengah sampai tigat tahun dari mulai pencangkokan sampai menghasilkan. Sosialisasi teknik pencangkokan ini dapat dilakukan dengan memberikan suatu pembinaan dan pelatihan tentang cara pencangkokan kepada petani Salak Gula Pasir. Pelatihan dan pembinaan ini dilaksanakan di Dusun Karanganyar Desa Sibetan Kecamatan Bebandem Kabupaten Karangasem Bali. Kelebihan teknik pencangkokan ini adalah dapat menghasilkan individu baru yang memiliki sifatsifat yang sama dengan pohon induknya. Jadi sebelum melakukan pencangkokan hendaknya memilih pohon induk yang memiliki kualitas buah yang baik. Kegiatan tersebut dapat memberikan motivasi kepada petani dalam mengembangbiakkan Salak Gula Pasir. Dengan demikian teknik pencangkokan merupakan salah satu alternative sebagai upaya pelestarian Salak Gula Pasir baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Kata Kunci: salak, varietas, pencangkokan, kuantitas, kualitas PENDAHULUAN Desa Sibetan yang terletak di kecamatan Bebandem kabupaten Karangasem, yang berada kurang lebih 100 km dari kota Singaraja, merupakan salah satu desa yang terkenal dengan perkebunan dan kualitas salaknya yang tinggi dan sudah terkenal di Bali maupun di luar Bali. Hampir sebagian besar masyarakat di sana bermata pencaharian sebagai petani salak. Hal ini didukung letak geografis Desa Sibetan yang berada di daerah dataran tinggi dengan suhu yang relatif lembab dan curah hujan yang tinggi. Desa Sibetan memiliki ketinggian sekitar 500-600 m di atas permukaan laut, merupakan lahan kering beriklim basah dengan jenis tanah yang dominan laterit (Guntoro 1998). Tanaman salak memiliki nama ilmiah Salacca edulis reinw, termasuk famili Palmae, serumpun dengan kelapa, aren, palem, pakis yang bercabang rendah dan tegak

PKMM-1-12-2

(Soetomo 1990). Secara umum salak termasuk jenis tanaman berduri, memiliki bentuk daun yang menyirip berwarna hijau, tinggi 2-5 m, dengan masa hidup produktif yang relatif panjang yaitu kurang lebih 80 tahun. Selama ini mayoritas varietas salak yang dikembangkan oleh petani di Desa Sibetan adalah salak “Sibetan”yang lebih dikenal dengan sebutan salak Bali. Kelebihan salak Bali terutama pada biji yang kecil sehingga daging buah lebih tebal dan rasanya manis dan renyah (Nazaruddin,Muchlisah 1994). Salak Bali ini terdiri dari berbagai jenis atau kultivar misalnya salak Gondok, salak Nenas,salak Kelapa, salak Injin, salak Embadan, salak Getih, salak Cengkeh, salak Bingin, salak Mesui, salak Biji Putih, salak Maong, salak Penyalin, salak Nangka, salak Gading (Guntoro,dkk 1998). Namun, masih terdapat varietas lain yang jauh lebih unggul dibandingkan dengan salak Bali yaitu salak Gula Pasir. Wijana (1997) menyatakan bahwa perbedaan khas dari salak yang tumbuh di Bali adalah dari segi rasa, yaitu menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah salak varietas Bali yang mempunyai rasa daging buah manis, asem dan ada rasa sepet, kelompok kedua adalah salak varietas Gula Pasir yang rasanya tanpa rasa asem dan sepat. Keunggulan salak Gula Pasir dapat kita lihat dari segi kualitas maupun dari segi ekonomi. Salak gula pasir memiliki daging buah yang rasanya jauh lebih manis dibandingkan dengan salak Bali. Rasa manis ini sudah dapat kita rasakan sejak buahnya masih muda. Berbeda dengan jenis salak Nangka maupun salak Gading yang termasuk salak Bali, dimana rasa manisnya baru dapat dirasakan saat buah dagingnya sudah cukup umur atau matang. Perbedaan kualitas ini juga berdampak terhadap nilai jual dari salak gula pasir, dimana harga jual salak gula pasir jauh lebih tinggi dibandingkan dengan salak Bali dengan perbandingan harga 10:1. Rata-rata harga salak gula pasir pada musim panen berkisar antara Rp 10.000,00 sampai Rp 15.000,00 per kilogram. Sedangkan diluar musim panen raya harga salak bisa mencapai Rp 30.000,00 sampai Rp 40.000,00 per kilogram. Ciri-ciri salak gula pasir secara umum adalah bentuk buahnya bulat sampai bulat lonjong dengan panjang buah 4,0- 7,5 cm, ketebalan daging buah 0,1-1,0 cm, berat buah 45-75 gram/buah, jumlah buah pertandan 2236 buah (rata-rata 28 buah) (Wijana 1997). Keunikan lain yang juga dimiliki oleh salak gula pasir di bandingkan dengan salak Bali adalah daging buahnya yang berwarna putih susu. Sehingga oleh para petani, salak gula pasir yang juga dikenal dengan nama salak putih. Keunikan ini memberikan nilai tambah tersendiri bagi konsumen termasuk para wisatawan. Walaupun demikian kebanyakan petani masih enggan untuk mengembangbiakkan tanaman salak gula pasir. Hal ini disebabkan karena waktu yang diperlukan untuk mengembangbiakkan tanaman salak dengan cara generatif (biji) relatif lama. Kesejukan dan keindahan panorama perkebunan salak dapat dimanfaatkan sebagai daerah agrowisata yang dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan. Hal ini dapat memberikan nilai tambah bagi pendapatan masyarakat sekitarnya dan devisa bagi pemerintah. Tanaman salak juga tersebar di daerah-daerah di seluruh Nusantara, karena salak merupakan tanaman asli Indonesia (Suprayitna 1996, LIPI 1980). Daerah pusat salak yang cukup terkenal di Indonesia antara lain adalah : (Suprayitna 1995) Jakarta, terkenal dengan salak condet; Turi dan Tempel Yogyakarta, terkenal dengan salak Pondoh; Banjarnegara disebut salak Banjar; Bali, terkenal

PKMM-1-12-3

dengan salak Bali; Depok, Jawa Barat; Brebes; Madura; Sulawesi Utara; Pontianak.Orang Jawa, Sunda, Madura, Malaysia, Inggris dan Belanda menyebutnya: Salak. Orang jerman memberi nama Zalaccapalmae, dan beberapa suku di Indonesia memberinya sebutan yang berbeda-beda, misalnya Saloobi (Batak), hakam, toosoom (Dayak), Sekomai (Jambi), serta Sala (Minangkabau, Bugis, dan Makasar) (Tjahjadi 1989). Berdasarkan bunga salak, maka di Indonesia di kenal tiga macam pohon salak (Sunarjono 2003). Salak sempurna Campuran (tife A), setiap pohon salak mempunyai seludang bunga jantan dan seludang bunga sempurna (hermafrodit) yang fertil seluruhnya. Salak betina (tife B), setiap pohon salak mempunyai bunga jantan yang rudimentar, sedangkan bunga jantan dari seludang bunga sempurna rudimentar pula sehingga yang tampak hanya bunga betina saja. Salak jantan (tife C), setiap pohon salak hanya mempunyai seludang jantan yang fertil, sedangkan bunga betina pada seludang bunga sempurna termasuk rudimentar sehingga yang tampak hanya bunga jantan semuanya. Tife A terdapat pada salak Bali, sedangkan pada tife B dan C banyak terdapat pada salak pondoh dan condet. Pengembangbiakan salak gula pasir oleh para petani di Desa Sibetan selama ini adalah dilakukan secara generatif yaitu melalui biji. Bibit salak diperoleh dari penyemaian biji yang sudah matang. Kelemahan dari perbanyakan tanaman dengan biji adalah memerlukan waktu yang lama dari masa pertumbuhannya sampai berbuah. Selain itu tanaman yang diperoleh belum tentu memiliki keunggulan yang sama dengan induknya. Akibatnya mutu buah yang dihasilkan tidak sebaik yang dihasilkan oleh induknya. Jumlah pohon salak gula pasir di Desa Sibetan sampai saat ini masih tergolong sedikit. Salah satu faktor yang mempengaruhi yaitu masih rendahnya wawasan para petani dalam mengembangbiakkan jenis salak Gula Pasir. Di samping itu, mereka juga mengalami kesulitan untuk mengganti tanaman lama dengan tanaman jenis salak Gula Pasir yang baru karena memerlukan waktu tanam yang lama. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut kami sebagai mahasiswa ingin mengupayakan pelestarian salak gula pasir tersebut. Salah satu teknik pelestarian yang kami tekankan dalam PKM ini adalah dengan teknik pencangkokan yang masih sangat jarang dilakukan oleh para petani untuk mengembangbiakkan tanaman salak. Padahal teknik pencangkokan ini memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan perbanyakan tanaman melalui biji yang biasa mereka lakukan. Keunggulan tersebut yaitu bibit memiliki sifat unggul bermutu yang sama dengan sifat induknya. Di samping itu waktu yang diperlukan mulai dari pencangkokan sampai berbuah hanya sekitar 2,5 tahun. Berbeda dengan pengembangbiakkan melalui biji yang memerlukan waktu sekitar 5 tahun (Guntoro 1998). Hal ini secara otomatis akan dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas dari salak gula pasir itu sendiri. Selanjutnya diharapkan salak gula pasir ini mampu bersaing dengan salak lain yang ada di pasaran dan dapat menjadi salah satu komoditas ekspor yang dapat meningkatkan devisa negara. Bagian dari pohon salak yang akan dicangkok adalah pada tunas anakannya. Berdasarkan uraian di atas maka, rumusan masalah yang diangkat dalam tulisan ini adalah bagaimana cara meningkatkan kualitas dan kuantitas salak gula pasir di Desa Sibetan. Tujuan dilaksanakannya kegiatan PKMM ini untuk melstarikan Salak Gula Pasir baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya.

PKMM-1-12-4

Hasil PKM yang dilaksanakan dalam bentuk pengabdian masyarakat ini diharapkan mampu memberikan kejelasan, kebenaran dan menambah pengetahuan serta wawasan para petani di dalam mengembangbiakan tanaman salak gula pasir dengan teknik pencangkokan agar dapat menghasilkan produk yang memiliki kualitas dan kuantitas tinggi. Sehingga dengan ini diharapkan salak gula pasir mampu bersaing dengan jenis-jenis salak lain yang ada di pasaran. Dengan dibukanya Desa Sibetan sebagai sentra agrowisata salak dan melihat pangsa pasar yang semakin berkembang diharapkan nantinya akan muncul petanipetani salak yang baru guna menambah pasokan salak gula pasir sehingga konsumen tidak lagi kesulitan untuk mendapatkannya, serta mampu untuk menambah pendapatan daerah pada khususnya dan menambah devisa negara pada umumnya. Luaran yang diharapkan dari kegiatan ini adalah sebagai berikut. Pertama, dari segi potensi ekonomi produk. Salak gula pasir merupakan salah satu aset daerah yang telah diakui oleh negara. Selain itu salak gula pasir mempunyai prospek yang cukup cerah di pasaran ,melihat salak gula pasir mempunyai nilai jual yang cukup tinggi.Di samping itu salak gula pasir merupakan salak yang banyak memiliki keistimewaan dan keunikan sehingga mampu menarik banyak minat dari konsumen. Tingginya harga jual salak gula pasir juga mampu meningkatkan penghasilan dan pendapatan para petani di daerah pada khususnya dan negara pada umumnya. Kedua, dari segi dampak sosial secara nasional. Sekarang ini perkebunan salak gula pasir di Desa Sibetan masih berskala kecil dengan modal yang tidak begitu besar. Pengembangan salak gula pasir ini masih terbatas pada petani yang memiliki modal lebih besar. Sehingga dengan pelatihan dan pembinaan teknik pencangkokan ini diharapkan para peteni mampu menghasilkan produk salak gula pasir yang berkualitas tinggi agar mampu bersaing di pasaran dengan jenis salaksalak yang lain, termasuk salak import. Diharapkan dengan ini perkebunan salak mampu berkembang dengan pesat sehingga akan membuka lapangan pekerjaan bagi penduduk di daerah sekitarnya dan mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat di Desa Sibetan yang masih tergolong rendah serta menjadi salah satu daerah agrowisata yang berpenghasilan tinggi. METODE PENDEKATAN Metode yang digunakan dalam PKM ini yaitu metode kerja kolaborasi antara mahasiswa, petani dan dinas terkait dalam hal ini Dinas Pertanian. Pengumpulan data mengenai Salak Gula Pasir di Desa Sibetan dilakukan dengan teknik wawancara, kepustakaan, dan dokumentasi serta observasi. Observasi Lapangan dilakukan melalui pengamatan di daerah-daerah tempat perkebunan salak gula pasir di Desa Sibetan dan melakukan pengamatan terhadap cara pemeliharaan dan pengembangbiakan tanaman salak gula pasir di desa tersebut. Observasi dilakukan setelah memperoleh ijin dari dinas-dinas terkait. Kegiatan observasi bertujuan untuk mengumpulkan data awal sebelum melaksanakan kegiatan pembinaan dan pelatihan. Dengan melakukan observasi langsung ke lapangan dapat diamati kondisi fisik pohon salak baik salak Bali maupun Salak Gula Pasir. Hasil dari observasi ini dijadikan bahan masukan untuk melaksanakan kegiatan selanjutnya yaitu berupa pelatihan dan pembinaan. Selama pelatihan PKM, baik sebelum maupun sesudah pelaksanaan pelatihan,

PKMM-1-12-5

kegiatan observasi ini terus dilaksanakan secara berkelanjutan. Observasi ini dilakukan di Dusun Karanganyar Desa Sibetan Kecamatan Bebandem Kabupaten Karangasem Bali. Daerah tersebut merupakan sentra pengembangan tanaman salak. Bahan dan alat yang digunakan berupa lembar pengamatan atau observasi yang berisi catatan tentang populasi dan pengembangbiakan Salak Gula Pasir. Selain itu, juga digunakan kamera dalam mengumpulkan gambar-gambar untuk menunjang realitas dari data yang dikumpulkan. Selain menggunakan metode observasi, juga dilakukan wawancara yaitu dengan mengambil sampel beberapa petani sebagai responden untuk memberikan gambaran mengenai proses pemeliharaan dan cara pengembangbiakan tanaman salak gula pasir. Wawancara ini dilakukan secara kekeluargaan agar tidak tercipta suasana yang kaku sehingga responden bisa memberikan jawaban secara jujur. Dengan demikian data yang diperoleh lebih akurat. Informasi dan data dari dinasdinas terkait juga diperoleh dengan wawancara. Teknik wawancara ini dilakukan dengan beberapa narasumber yang ahli dibidangnya. Seperti halnya dengan Dinas Pertanian dan Holtikultura baik tingkat kabupaten maupun di tingkat kecamatan. Instansi tersebut juga memberikan informasi secara tertulis dalam bentuk laporan dan hasil pendataan lainnya terkait dengan kegiatan yang dilaksanakan. Selain itu juga dilakukan wawancara dengan ketua-kelompok tani dan petani-petani salak secara langsung di Desa Sibetan untuk mengetahui pengetahuan serta permasalahan yang mereka miliki terkait dengan pelestarian salak gula pasir. HASIL DAN PEMBAHASAN Kabupaten Karangasem memiliki luas wilayah 83.954 Ha yang sebagian besar merupakan lahan kering (76.920 Ha). Keberadaan Lahan kering memberikan potensi yang cukup besar untuk pengembangan holtikultura khususnya buah-buahan. Salah satu jenis buah yang populasi dan produksinya cukup besar adalah tanaman salak. Tanaman salak merupakan salah satu komoditas unggulan nasional untuk propinsi Bali. Bagi Kabupaten Karangasem khususnya, komoditas salak mampu memberikan sumbangan pendapatan yang cukup besar bagi petani. Dilihat dari angka PDRB Karangasem tahun 1994, salak memberikan kontribusi besar terhadap sektor pertanian (19,44%) dan perekonomian daerah (8,05%) (Rahayu 1999). Dilihat dari segi rasa, salak dapat dibedakan menjadi 2 varietas yaitu varietas salak gula pasir dan varietas salak Bali. Varietas Salak Gula Pasir dilepas oleh Menteri Pertanian berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 584/Kpts/TP.240/7/94, tanggal 23 Juli 1994. Salak Gula Pasir mempunyai rasa buah yang manis tanpa rasa asem dan sepat sejak buah masih muda. Kultivarkultivar salak yang ada selain Salak Gula Pasir dimasukkan dalam Varietas Salak Bali, yang dilepas melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 285/Kpts/TP.240/7/94, tanggal 23 Juli 1994. Salak Bali mempunyai rasa yang bervariasi mulai dari manis, asem sampai rasa sepet. Keunggulan kompetitif komoditas salak di Kabupaten Karangasem sebenarnya terdapat pada varietas Salak Gula Pasir. Permasalahan utama yang selama ini dihadapi oleh para petani di Desa Sibetan adalah sedikitnya populasi salak Gula Pasir, rendahnya teknik budidaya dan fluktuatifnya produksi dan harga pada saat panen raya dan gadu dengan berbagai sebab dan dampak yang diakibatkan. Berdasarkan hal tersebut maka, ditetapkan beberapa paket teknologi

PKMM-1-12-6

introduksi seperti: pembibitan Salak Gula Pasir melalui cangkokan dan biji, pemeliharaan dan budidaya bibit asal cangkokan, perbaikan teknik budidaya. Budidaya Salak Gula Pasir secara umum tidak berbeda dengan Salak Bali, karena jenis salak ini tersebar diantara ribuan tanaman salak Bali yang dimiliki petani. Keberadaaan Salak Gula Pasir sebenarnya sudah lama diketahui, namun baru dikenal secara luas dan mulai dikembangkan sejak tahun 1994. Karena harga salak gula pasir ini relatif mahal, pada awalnya petani sengaja menyembunyikan keberadaan salak tersebut agar terhindar dari pencurian. Kepemilikan Salak Gula Pasir oleh petani sangat bervariasi dari 1-1000 pohon per petani, dengan rata-rata 26 pohon. Namun sebagian besar petani anggota kelompok (62%) memiliki Salak Gula Pasir dibawah 10 pohon. Budidaya Salak Gula Pasir yang selama ini dilakukan oleh para petani salak masih secara tradisional terutama dalam menerapkan teknik pembibitan, pemupukan, pengairan, pengaturan pelepah, dan pasca panen. Untuk pengembangan selanjutnya petani mengusahakan Salak Gula Pasir di sela-sela salak Bali sebagai sisipan. Apabila Salak Gula Pasir tumbuh dengan baik, maka sebagian salak Bali yang tidak produktif akan ditebang. Pengembangbiakan tanaman salak dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara generatif (biji) dan secara vegetatif. Perbanyakan tanaman secara vegetatif atau klonal dapat dilakukan dengan cara mencangkok tunas anakan. Cara pembibitan dengan pencangkokan memiliki penyimpangan sifat dan produksi tanaman yang lebih kecil terhadap tanaman induknya dibandingkan dengan cara perbanyakan dengan menggunakan biji. Dengan bibit cangkokan dapat mempercepat masa berbuah hampir separuhnya bila dibandingkan dengan menggunakan biji. Tanaman asal biji baru berbuah pada umur 5-6 tahun, sedangkan dengan cangkokan memerlukan waktu 2,5-3 tahun. Disamping itu biaya pencangkokan relatif lebih murah dibandingkan dengan pembibitan melalui biji. Pencangkokan tunas anakan diambil dari induk tanaman yang sehat dan mantap, dengan umur anakan sekitar 4 bulan atau telah berdaun 3-5 lembar. Anakan tanaman dipilih yang berada di pinggir untuk memudahkan pencangkokan. Sebelum dilakukan pencangkokan, pohon induk terlebih dahulu dibersihkan. Menurut Kasijadi (Rahayu 1997), persentase keberhasilan cangkok yang dilakukan petani dan peneliti tidak berbeda. Petani dapat mencangkok 3 anakan per jam dengan hasil 90% jadi. Hal ini menunjukkan pelaksanaan teknologi pembibitan secara klonal dengan mencangkok tunas anakan mudah dilaksanakan oleh petani. Kegiatan PKM ini, dilaksanakan dengan empat tahapan sebagai berikut. Tahap persiapan yaitu mempersiapkan segala sesuatu yang kira-kira diperlukan di lapangan. Kajian secara teoritis tentang pohon salak dan perkembangannya sudah dikumpulkan sebelumnya. Persiapan berupa surat pengantar dari lembaga untuk dinas-dinas terkait disediakan sebelum terjun ke lapangan. Pencarian ijin baik ke Dinas Pertanian, Kepala Desa maupun Kepala Dusun juga dilaksanakan pada tahap persiapan ini. Pada umumnya mereka memberikan ijin dan memberi respon positif dengan kegiatan yang dilaksanakan. Tahap observasi, yaitu dengan mencari data ke Dinas Pertanian untuk mengetahui penyebaran dan pengembangbiakan Salak Gula Pasir. Data dan informasi terkait dengan pembinaan dan pelatihan yang sudah dilakukan oleh dinas pertanian untuk melestarikan keberadaan Salak Gula Pasir juga diperoleh pada tahap ini.

PKMM-1-12-7

Observasi dilakukan dengan terjun langsung ke lapangan untuk mengetahui kondisi fisik pohon salak tersebut. Dari hasil observasi tersebut diperoleh data dan masukan yang digunakan sebagai pertimbangan untuk melakukan penyuluhan. Tahap selanjutnya adalah wawancara. Pada tahap ini dibantu oleh beberapa narasumber antara lain, Bapak Ir. I Wayan Supandhi selaku kepala Dinas Pertanian tingkat kecamatan, Bapak I Made Mawa, SP selaku kepala Dinas Pertanian tingkat kecamatan, Bapak I Wayan Deger, SP selaku petugas pelaksana teknis di kecamatan Bebandem, I Nengah Raka Astawa selaku Ketua Kelompok Tani Kerta Semaya di Dusun Karanganyar. Selain itu juga dilakukan wawancara terhadap beberapa petani khususnya petani Salak Gula Pasir. Dari wawancara itu diperoleh keterangan tentang Salak Gula Pasir, baik mengenai populasi maupun cara pemeliharaan dan pengembangbiakannya. Data dan informasi yang diperoleh dalam wawancara sangat membantu sebagai masukan untuk melakukan tahapan selanjutnya. Data dan informasi tersebut dikonsultasikan dengan narasumber. Dari hasil wawancara tersebut diketahui bahwa populasi Salak Gula Pasir masih sangat jarang dibandingkan dengan Salak Bali. Data ini sesuai dengan informasi yang diperoleh di Dinas Pertanian, dimana persentase Salak Gula Pasir hanya 1,5% dari Salak Bali. Rendahnya populasi ini tidak terlepas dari masa pembibitan atau pengembangbiakkan yang relatif lama. Selain itu para petani masih enggan dan takut mengalami kegagalan untuk mengembangbiakkan Salak Gula Pasir. Tahap keempat yaitu melakukan penyuluhan. Pelaksanaan tahap ini dibantu oleh petugas unit pelaksana teknis (UPT) dari Dinas Pertanian tingkat Kecamatan. Tujuan dari penyuluhan ini untuk meningkatkan motivasi dan kesadaran masyarakat untuk bersedia mengembangbiakkan dan melestarikan keberadaan Salak Gula Pasir. Saat kegiatan penyuluhan juga dijelaskan manfaat dari berkebun salak yang memiliki prospek yang sangat bagus dalam bidang ekonomi. Pada pertemuan selanjutnya dilakukan pelatihan dan pembinaan tentang pelestarian Salak Gula Pasir terutama tentang teknik pencangkokan yang merupakan alternatif untuk mempercepat masa pembibitan sampai mulai masa produktif. Pelaksanakan pelatihan dibantu oleh petugas UPT terutama tentang proses pencangkokan yang benar. Pelaksanaan pelatihan ini berjalan dengan lancar dan tidak begitu menemui kendala. Sebab, masyarakat dalam hal ini petani sudah hafal betul dengan kondisi fisik pohon salak beserta bagian-bagiannya. Begitu pula dengan pemakaian alat-alat pertanian, bagi mereka alat-alat tersebut sudah tidak asing lagi. Disamping itu, sebelumnya juga sudah pernah dilakukan pelatihan tentang teknik pencangkokan ini dari Dinas Pertanian kabupaten dan IP2TP. Sehingga tidak ditemui kendala dalam penyuluhan ini. Tindak lanjut dari penyuluhan ini adalah pelaksanaan kegiatan mencangkok yang dilakukan sendiri oleh petani. Dalam hal ini digunakan sepuluh (10) sampel pohon induk Salak Gula Pasir. Pencangkokan itu mereka lakukan pada bulan Maret 2006. Selanjutnya dilakukan pemantauan dan mengecekan cangkokan secara langsung ke rumah-rumah petani. Selain itu petani juga melaporkan perkembangan cangkokan mereka secara lisan pada saat rapat antar anggota tani. Pada saat melakukan pemantauan, juga dilakukan pendekatan dengan petani yang bersangkutan untuk melestarikan keberadaan Salak Gula Pasir. Wilayah kecamatan Bebandem merupakan sentra pengembangan Salak Gula Pasir, maka dari itu untuk memudahkan pembinaan dibentuk kelompok-

PKMM-1-12-8

kelompok binaan berupa kelompok tani salak. Kelompok-kelompok tani salak tersebut adalah kelompok Tani Salak Dukuh Lestari yang terdiri dari 39 orang, kelompok Tani Salak Mekar Sari yang terdiri dari 25 orang, dan kelompok Tani Salak Kerta Semaya yang terdiri dari 35 orang. Kelompok-kelompok tersebut dibentuk pada tanggal 1 Juli 1997. Dalam upaya menumbuhkan model jaringan kelembagaan agribisnis, maka dibentuk Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) dengan nama KUBA Giri Arsa, yang dibentuk pada tanggal 30 Juli 1999, dengan jumlah anggota 99 orang KESIMPULAN Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam laporan PKM ini, maka dapat kami simpulkan sebagai berikut. Kualitas Salak Gula Pasir di Desa Sibetan dapat ditingkatkan dengan cara pencangkokan. Pengembangbiakkan dengan pencangkokan yaitu secara vegetatif dapat menghasilkan kualitas Salak Gula Pasir yang sama dengan pohon induknya. Sehingga dalam proses pencangkokan ini perlu dipilih pohon induk yang berkualitas tinggi agar dapat menghasilkan bibit Salak Gula Pasir yang berkualitas tinggi pula. Kuantitas Salak Gula Pasir di Desa Sibetan dapat ditingkatkan dengan melakukan pengembangbiakkan terhadap Salak Gula Pasir tersebut. Pengembangbiakkan tersebut dapat dilakukan secara generatif (melalui biji) dan secara vegetatif (cangkokan). Pengembangbiakkkan secara vegetatif atau cangkokan memerlukan waktu yang lebih singkat dibandingkan pengembangbiakkan melalui biji. DAFTAR PUSTAKA Guntoro.S,Rahayu.R,Suprapto. 1998. Salak Bali dan Pembudidayaannya. Denpasar: Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian (IP2TP) Denpasar. LIPI, Lembaga Biologi Nasional. 1980. Buah-Buahan. Jakarta: Balai Pustaka. Nazaruddin, Muchlisah, F. 1994. Buah Komersial. Jakarta: Penebar Swadaya. Rahayu. R. 1997. Pengkajian Sistem Usaha Tani Berbasis Salak di Kabupaten Karangasem Propinsi Bali. Denpasar: Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Denpasar. Rahayu.R.1999. Pengkajian Sistem Usaha Pertanian Salak Berbasis Ekoregional Lahan Kering. Denpasar: Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian (IP2TP) Denpasar. Soetomo. H.A.Moch. 1990. Teknik Bertanam Salak. Bandung: Sinar Baru. Sunarjono,H.Hendro. 2003. Prospek Berkebun Buah. Jakarta: Penebar Swadaya. Suprayitna,Imam. 1995. Budidaya Salak Pondoh. Solo: CV. Aneka. Suprayitna,Imam. 1996. Bertanam Buah-Buahan Unggul. Solo: CV. Aneka. Tjahjadi,Nur. 1989. Bertanam Salak. Yogyakarta: Kanisius. Wijana, G. 1997. Pelestarian dan Pengembangan Salak Gula Pasir. Denpasar: Fakultas Pertanian Universitas Udayana Denpasar.

PKMM-1-13-1

RANCANG BANGUN MESIN PENYULING MINYAK ATSIRI DENGAN SISTEM UAP BERTINGKAT DIKENDALIKAN DENGAN MIKROKONTROLLER DALAM UPAYA PENINGKATAN MUTU PRODUK Yuli Dwi Gunarso, Emi Susanti, Sri Nanik Sugiyarmi Politeknik Negeri Semarang, Semarang ABSTRAK Jumlah timbulan sampah yang semakin meningkat yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, sampah organic, serbuk gergaji dan sekam padi selama ini telah dimanfaatkan secara langsung sebagai bahan bakar tetapi menimbulkan banyak asap yang menimbulkan pencemaran berupa asap yang mengganggu kesehatan, sedangkan asap sendiri masih mengandung energi sehingga masih banyak energi yang terbuang. Kelangkaan bahan bakar minyak tanah yang harganya mahal sehingga masyarakat pedesaan sulit menjangkaunya. Belum bermanfaatnya sampah organic rumah tangga serbuk gergaji dan sekam padi yang merupakan limbah padat sebagai briket arang. Tujuannya untuk mengurangi dan memangfaatkan timbulan sampah yang semakin meningkat yang dapat mencemari lingkungan, mensubstitusikan bahan bakar minyak yang jumlahnya semakain menipis,sebagai energi alternatif. Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah secara penyuluhan yang dilakukan di NgepungrejoPati dan praktek lapangan. Kata Kunci : pengolahan sampah organik skala rumahtangga PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah timbulan sampah yang ada di lingkungan kita semakin meningkat, hal tersebut sebagai akibat adanya berbagai macam kegiatan industri maupun rumah tangga yang semakin beragam jenisnya. Sampah tersebut dapat berupa sampah organic maupun sampah anorganik yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Sampah biomassa adalah termasuk sampah organic. Sampah biomassa adalah merupakan sampah yang berupa bahanbahan hayati seperti daun-daunan, rerumputan, reranting, dll. Potensi sampah biomassa tiap harinya banyak dihasilkan secara alami baik di pedesaan maupun di perkotaan. Jumlah timbulan sampah rumah tangga diperkirakan akan meningkat sesuai dengan perkembangan jumlah penduduk. Desa Ngepungrojo terletak di Kabupaten Pati, sebagian besar penduduknya adalah petani. Penduduk yang berkategori miskin sebanyak 42 % dari jumlah penduduk sehingga untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar mereka masih menggunakan kayu bakar (85 %), sedangkan sebagian kecil menggunakan minyak tanah. Sedangkan untuk minyak tanah sekarang sulit didapat dan harganya relative mahal. Sampah yang digunakan dalam pengabdian masyarakat ini adalah berupa sampah organic, serbuk gergaji dan sekam padi.

PKMM-1-13-2

Kadar air sampah pemukiman bervariasi antara 26,66 – 38,08 %, sedangkan kandungan karbon relative tinggi antara 66 – 87 % untuk skala kecil. Berdasarkan hal tersebut maka sampah pemukiman relative baik sebagai bahan baku bioarang. Sekam padi (kulit gabah) merupakan limbah hasil penggilingan atau penumbukan gabah. Disamping dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat produk untuk keperluan industri kimia, bahan bangunan, sekam ini juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Selama ini sekam padi telah dimanfaatkan sebagai bahan bakar yang langsung dilakukan pembakaran sehingga banyak menimbulkan asap yang dapat menyebabkan pencemaran dan asap sendiri masih banyak mengandung energi sehingga akan terbuang dengan percuma. Serbuk gergaji dihasilkan dari penggergajian kayu. Selama ini serbuk gergaji hanya ditumpuk begitu saja dan sebagian dibuang ke aliran sungai (pencemaran air), atau dibakar secara langsung (menambah emisi karbon di atmosfer). Arang serbuk gergaji mempunyai nilai karbon terikat sebesar 50 – 72 kal/gr. Sehingga dengan adanya sampah biomassa yang jumlahnya berlebihan tersebut serta pemanfaatan yangkurang optimaldan dapat menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan maka sebagai alternatifnya selain dengan cara pembuatan kompos maka sampah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai energi rumah tangga untuk memasak yaitu dengan jalan dibuat menjadi briket arang. Briket atau bioarang yang diperoleh dengan membakar tanpa udara (pirolisis) dari biomassa kering (Seran, 1991). Sedangkan menurut Roejianto (1988) briket adalah hasil cetakan serbuk dengan perekat tertentu dan dengan perbandingan jumlah tertentu dan tekanan tertentu pula. Nilai kalor briket bioarang yang diharapkan adalah sesuai dengan SII 2041-87 yang merupakan nilai kalor dari arang kayu sebesar minimum 7.000 kal/gr dan sesuai dengan nilai kalor briket arang beberapa Negara. Pengabdian kepada masyarakat ini diharapkan masyarakat dapat membuat sendiri bahan bakar alternative dan dapat mengatasi masalah kelangkaan bahan bakar dan pencemaran lingkungan serta didapat bahan bakar yang ramah lingkungan. Perumusan Masalah ƒ ƒ ƒ ƒ

Adanya jumlah timbulan sampah yang semakin meningkat yang dapat menimbulkan pencemaran tanah, air dan udara Belum optimalnya pemanfaatan sampah yang selama ini hanya 15 % digunakan sebagai kompos. Memanfaatkan sampah organik rumah tangga, serbuk gergaji dan sekam padi yang merupakan limbah padat sebagai briket arang yang merupakan salah satu energi alternatif. Sampah organik dalam keadaan kering, serbuk gergaji dan sekam padi selama ini telah dimanfaatankan sebagai bahan bakar tetapi karena pembakaran dilakukan secara langsung maka menimbulkan banyak asap yang menimbulkan pencemaran dan asap sendiri tersebut masih mengandung energi, sehingga masih banyak energi yang terbuang.

PKMM-1-13-3

Tujuan Program ƒ ƒ ƒ ƒ

Meningkatkan nilai guna sampah organik dengan mendaur ulang menjadi briket bioarang sehingga dapat mengurangi pencemaran lingkungan. Mencari energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar yang jumlahnya semakin menipis, yaitu dengan menggunakan sampah organik rumah tangga, serbuk gergaji dan sekam padi sebagai briket arang. Menganalisis besarnya variasi komposisi sampah organik rumah tangga, serbuk gergaji, sekam padi dan perekat sehingga dihasilkan briket arang dengan nilai kalor yang maksimum. Menganalisis besarnya nilai kalor briket arang yang berasal dari sampah organik, serbuk gergaji dan sekam padi sehingga sesuai dengan SII 2041 – 87 dan dibandingkan dengan bahan bakar yang lain.

METODE PENDEKATAN Metode yang digunakan dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini meliputi: 1. Penyuluhan Penyuluhan dilakukan terhadap masyarakat Desa Ngepungrejo Pati sebanyak 40 orang, dipilih tokoh masyarakat, pengurus PKK dan pamong desa. Adapun materi penyuluhan meliputi: a. Metode pembuatan briket bioarang dan sampah biomassa b. Tahap-tahap proses pembakaran secara pirolisis c. Disain tungku yang ramah lingkungan 2. Praktek lapangan a. Alat dan Bahan Alat: • Sebuah drum atau tong sampah dengan tinggi 38 cm, diameter 28 cm. bagian atas dilubangi dengan diameter 14 cm dan dilengkapi sebuah penutup. • Grinder (mesin pencacah) • Sebuah kayu pengaduk panjang 1 m. • Wadah penampung bioarang yang telah ditumbuk • Sebuah mal cetakan dari besi yang berbentuk silinder dengan diameter 3,9 cm dan tingginya 3,5 cm. • Hydraulic press • Sebuah ember untuk wadah air Bahan: • Sampah organik rumah tangga • Serbuk gergaji dari industri penggergajian kayu • Sekam padi dari limbah hasil pertanian • Air • Korek api • Perekat (kanji)

PKMM-1-13-4

HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Pembuatan Briket dari sampah organik ini meliputi: 1. Pemilahan sampah, Pisahkan antara sampah organik dan anorganik.Sampah organik adalah sampah dari pekarangan dan sampah dapur dari bahan daunan. 2. Pengeringan. Sampah organik dijemur dipanas matahari agar kering. 3. Pembakaran pirolisis.Sampah kering dibakar pada ruang tertutup (sedikit udara sehingga pembakaran tidak sempurna) 4. Penggerusan.Arang ditumbuk /digerus. 5. Bila perlu tambahlah serbuk gergajian atau sekam padi. 6. Campur dengan perekat (pati kanji). 7. Pencetakan. Adonan kemudian dicetak dengan cara dipress menjadi briket. 8. pengeringan. Keringkan briket. 9. briket siap digunakan. Sifat Pembakaran • pembakaran yang tidak sempurna (kurang udara) akan menghasilkan arang. • Pembakaran sempurna (udara cukup) akan menghasilkan abu. • Setelah semua terbakar maka asap mulai menipis, sampah kering dimasukan lagi, demikian secara bertahap dan berulang-ulang hingga isi arang setengah drum. • Sampah yang masih membara disiram air agar menjadi arang (tidak menjadi abu). KESIMPULAN ƒ ƒ ƒ

Pemanfaatan sampah organik rumah tangga sebagai briket arang dapat mengurangi jumlah timbulan hingga 70 % dari jumlah timbulan sampah organik rumah tangga yang ada. Memanfaatkan sampah organik rumah tangga selain sebagai kompos yaitu sebagai briket arang untuk bahan bakar alternatif. Dengan adanya briket bioarang yang terbuat dari 80% sampah organic, 10% sekam padi, tapioca 10% atau 80% sampah organic, 10% sebuk gergaji dan 10% tapioca akan terjadi penghematan keuangan. Jika dibandingkan membeli minyak tanah 1 liter Rp 3.000,00 untuk pemasakan selama 1 har, sedang menggunakan bioarang 1 kg hanya Rp 1.400,00 terjadi penghematan 53%. Pengabdian masyarakat ini telah dilaksanakan di Desa Ngepungrejo, Pati.

DAFTAR PUSTAKA 1. Aliansyah M.A, 1995, Pengembangan Pembuatan Alat Briket Kayu, bajar baru, Balai Penelitian dan Industri. 2. Anonim, 1987, Pedoman Bidang Studi Pengembangan Sampah APK-TS, Jakarta, PrProyek Pengembangan Tenaga Sanitasi Pusat, Depkes RI.

PKMM-1-13-5

3. Amalia, Desy dan Surya, Hana, 2001, Pemanfaatan Limbah Serbuk Gergaji Menjadi Karbon Aktif dengan Aktivator Kaporit, Semarang, UNDIP. 4. Arman, Naafi’, 2000, Pengaruh Sampah Biomassa Sebagai Bahan Baku briket Bioarang Terhadap Kualitas Kalor, Yogyakarta,STTL”YLH”. 5. Anthony H, Pemanfaatan Sampah dan Usaha Melestarikan Lingkungan, Solo, Tiga Serangakai. 6. Bria Seranh, Julius,1991, Bioarang Untuk Memasak, Jakarta, Liberty. DLL

PKMM-1-14-1

APLIKASI WEB PENUNJANG PELAKSANAAN PIMNAS Pradita Utama, Taufiq Reza Ariyanto, Sukma Rahadian Jurusan Teknik Informatika, Sekolah Tinggi Teknologi Telkom, Bandung

ABSTRAK Informasi merupakan hal penting dalam kehidupan manusia. Dunia pendidikan juga merasakan pentingnya adanya informasi dan komunikasi. Bahkan dalam setiap geraknya, dunia pendidikan selalu disibukkan dengan komuinikasi antara satu pihak dengan pihak lain yang berjauhan. Perguruan Tinggi merupakan elemen pendidikan yang paling banyak menggunakan teknologi informasi yang berkembang pesat akhir periode ini. Salah satu teknologi tersebut biasa kita kenal dengan sebutan internet. Dalam proyek ini, penulis merasakan bahwa suatu event/acara (event besar ataupun kecil) yang terkoordinasi dan sistematis akan menghasilkan efek yang baik bagi pihak undangan maupun pihak penyelenggara. Oleh karena itu terpikir oleh kami sebagai mahasiswa sebuah Perguruan Tinggi yang akan mengadakan perhelatan besar setingkat nasional yaitu Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional ( PIMNAS ), untuk membantu dalam hal manajemen pengelolaan pendaftaran samapi dengan pemberian informasi bagi para peserta finalis PIMNAS. Dalam Proyek yang telah kami lakukan, yaitu perancangan sebuah perangkat Lunak Aplikasi Web Penunjang Pelaksanaan Pimnas dengan menggunakan teknologi internet, kami buat agar informasi dan seluruh hal yang berkaitan dengan acara Pimnas dapat terakses dan diketahui oleh masyarakat umum dan dunia perguruan tinggi indonesia pada khususnya. Kata kunci : internet,perangkat lunak, perguruan tinggi PENDAHULUAN Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) merupakan kegiatan puncak di bidang perwujudan kreativitas mahasiswa dan penalaran ilmiah yang terjadwal secara akademik oleh perguruan tinggi di seluruh Indonesia. PIMNAS juga merupakan salah satu bentuk peningkatan peran mahasiswa di Indonesia yang dilaksanakan secara bertahap, berjenjang, dan berkelanjutan. Kegiatan PIMNAS diharapkan memupuk minat para mahasiswa untuk membuat karya-karya ilmiah yang dapat mengangkat citra perguruan tinggi maupun daerahnya. Bagi Perguruan Tinggi yang menjadi penyelenggara PIMNAS tidaklah mudah dalam melaksanakan proses pra-PIMNAS sampai dengan pasca-PIMNAS mulai dari proses pendaftaran sampai pengolahan database peserta PIMNAS. Selain itu, secara geografis juga terdapat masalah yang menghambat proses PIMNAS yang dilakukan secara manual. Terbatasnya fungsi sistem dari penyelenggara PIMNAS sebelumnya menimbulkan masalah-masalah seperti kurangnya layanan informasi yang efektif dari penyelenggara kepada elemen yang bersangkutan, serta masih kurangnya pelayanan penyelenggara kepada para peserta PIMNAS. Kemampuan yang ditawarkan oleh teknologi informasi diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan efisiensi serta efektifitas proses pembuatan keputusan,

PKMM-1-14-2

pengkoordinasian antar elemen dalam PIMNAS agar lebih terarah, dan tentu saja untuk penyebarluasan informasi yang mengingat letak geografis Indonesia yang berjauhan satu dengan yang lain yang dapat membuat pelayanan PIMNAS ataupun informasi tentang PIMNAS dapat diakses darimana pun dan kapan pun. Dengan latar belakang seperti itulah maka dengan aplikasi PIMNAS berbasis web yang merupakan salah satu fungsi dari internet yang mudah, murah, meriah, dan fleksibel, merupakan penerapan teknologi modern khususnya teknologi informasi dapat membantu dalam terselenggaranya pelaksanaan PIMNAS. Pokok permasalahan dalam kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah sebagai berikut : 1. Membentuk suatu sistem aplikasi yang berupa informasi/diagram alir PIMNAS dan berusaha mengintegralkannya dalam satu sistem yang terkoordinasi di tempat penyelengara PIMNAS dan masing - masing perguruan tinggi peserta PIMNAS 2. Membentuk suatu layanan kepada pengguna agar dapat melakukan registrasi para finalis PKM ataupun para peserta lomba non-PKM secara online dan proses registrasi seluruhnya akan dilakukan melalui website. 3. Mengimplementasikan aplikasi tersebut sehingga dapat digunakan secara langsung oleh pengguna. METODE PENELITIAN Dalam penyusunan sistem aplikasi ini, kelompok melakukan beberapa metodologi, yaitu : 1. Pengumpulan literature dan study pustaka. 2. Pembagian kuesioner kepada mahasiswa, terutama mahasiswa STTTelkom tentang fitur apa saja yang dirasa perlu dibuat pada aplikasi web penunjang PIMNAS ini. 3. Pengumpulan informasi ke pihak STTTelkom sebagai tuan rumah / penyelenggara PIMNAS XVII. 4. Melakukan perancangan dan pembuatan prototype serta perangkat Lunak.

PKMM-1-14-3

Gambar Flowchart Metodologi Pelaksanaan Program

HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Proses pelaporan data penderita penyakit di Kota Bandung masih manual, sehingga efisiensi waktu untuk menyikapi suatu keadaan menjadi terhambat. Apalagi bila hal ini menyangkut kepentingan orang banyak dan mengenai keselamatan jiwa mereka, maka penyampaian informasi secara cepat, tepat, dan akurat sangat dibutuhkan. Diharapkan dengan adanya Sistem Informasi Geografi ini dapat membantu mengefisiensikan waktu dan membantu pengambilan strategi dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penyebaran penyakit yang

PKMM-1-14-4

sedang mewabah bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Selain itu dalam Sistem Informasi Geografis ini melibatkan seluruh puskesmas yang ada dikota bandung yang jumlanya mencapai 26 kecamatan. Dalam proses penyelesaian masalah dibuat diagram alur penyelesaian masalah sebagai berikut :

Dari seluruh kecamatan yang ada di Bandung, diharapkan bisa berhubungan satu sama lain, minimal bisa melakukan updating data untuk melaporkan kondisi terakhir tiap daerah. Untuk itu diperlukan sebuah perencanaan yang matang untuk menghubungkan semua Puskesmas yang ada di Kota Bandung dengan Dinas Kesehatan Kota Bandung. Ada beberapa alternative agar proses up dating dapat berlangsung dimanapun dan kapanpun, hal ini dapat diatasi dengan adanya penanggungjawab ditiap tiap puskesmas dan disediakan seorang super admin untuk melakukan seluruh proses up dating. Untuk struktur jarigannya sendiri kita dapat menggunakan alternative jaringan yang sedang berkembang saat ini yaitu system ADSL atau yang lebih dikenal dengan system Speedy. Atau menghubungkan seluruh puskesmas yang ada dikota bandung menjadi satu jaringan LAN tersendiri. Tapi hal ini memerlukan biaya investasi yang mahal diawal pembentukannya. Dalam perancangan Sistem Informasi Geografi yang bisa digunakan untuk pemantauan penyebaran wabah penyakit, diperlukan data-data pendukung.

PKMM-1-14-5

Dimana data pendukung inilah yang akan ditampilkan pada Sistem Informasi yang dirancang. Data pendukung tersebut meliputi Puskesmas dan data penderita penyakit. Dengan adanya dua komponen tersebut dapat diketahui penyebaran penyakit yang sedang mewabah. Puskesmas digunakan untuk mengidentifikasi daerah yang yang terjangkit, sedangkan data penderita digunakan untuk menunjukkan penyebaran penderita pada wilayah-wilayah yang telah ditentukan. Selain itu untuk mendukung sistemnya sendiri yang berbasis Geografi Informasi System maka perlu adanya beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mendukung sistem tersebut seperti : • Digitasi peta : proses perubahan peta analog (peta kertas) menjadi sebuah peta digital yang dapat kita tambahkan beberapa iformasi didalamnya. • Penentuan letak puskesmas, setalah kita memrubah peta dari analog menjadi peta digital, sekarang kita dapat menentukan letak-letak puskesmas yang ada diseluruh kota bandung. Untuk lebih akuratnya kita dapat memanfaatkan fasilitas GPS. • Perancangan Database Dalam pembuatan website, dibuat dahulu desain awal yang akan menjadi tampilan web yang akan dibuat. Adapun tampilan awal web adalah sebagai berikut :

Gambar 4.1 Tampilan Awal Web.

Karena desain awal inilah yang akan menjadi acuan halaman-halaman berikutnya. Halaman ini merupakan halaman utama, yaitu halaman yang selalu tampil pertama kali saat mengunjungi situs. Pada saat desain awal sudah terbentuk, maka pembuatan halaman yang lain mengikuti desain yang sudah dibuat dengan mengganti isi dari data/informasi yang akan ditampilkan. Prosesnya sangat mudah, yaitu dengan cara menggandakan halaman utama yang sudah dibuat. Halaman-halaman web yang tidak mengalami perubahan mendasar adalah halaman DB, Tuberkolusis, Diare, ISPA, pengantar, dan halaman Dinas Kesehatan

PKMM-1-14-6

Perangkat lunak yang digunakan dalam aplikasi ini,memerlukan perangkat lunak pendukung lainnya yang memungkinkan aplikasi ini dapat dijalankan. Perangkat lunak pendukung yang diperlukan adalah sebagai berikut: • Sistem Operasi menggunakan Microsoft Windows 2000 NT atau Windows XP • MapInfo Profesional versi 7.0, versi 7.5, versi 8.0, atau yang terbaru. • MapExtremeNT atau MapExtreme 2004 • MapX 4.0 dan MapX 4.5 up-grade • Dreamweaver MX atau Dreamweaver MX 2004 • Adobe Photoshop cs Sedangkan untuk Perangkat keras yang mendukung aplikasi ini adalah sebagai berikut: 1. Personal Computer(PC) dengan spesifikasi sebagai berikut: • Processor Pentium III 1200 MHz atau yang lebih tinggi • RAM minimal 128 MB (untuk VS.Net membutuhkan minimal RAM 160 MB) • HardDisk minimal 20 GB • VGA Card minimal 32 MB 2. Monitor, keyboard, mouse, printer Pengujian sistem dimaksudkan untuk mengetahui apakah sistem yang dibuat sudah memenuhi spesifikasi kebutuhan sesuai dengan yang diharapkan, selain itu pengujian juga ditujukan untuk mengetahui daya dukung perangkat lunak terhadap aplikasi yang dibuat. Berikut ini dilakukan pengujian fungsi menu-menu yang dibuat pada aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk pemetaan dan sistem informasi yang digunakan untuk pemantauan penyebaran wabah penyakit di Kota Bandung. Dalam aplikasi ini terdapat dua interface form wilayah utama yaitu tentang peta Bandung dan aplikasi tambahan pada web. Sehingga dalam pengujiannya terbagi dalam dua bagian utama yaitu tentang peta Puskesmas dan layanan tambahan (feature) web. Adapun dalam pengujian peta ini adalah pengujian pada tool-tool yang mendukung tampilan peta seperti: • Zoom In dan zoom Out, yang berfungsi untuk membesar/mengecilkan tampilan peta. • Info Tool, yang digunakan untuk mengetahui informasi yang dibawa oleh peta tersebut, sebagai contoh jumlah penduduk didaerah tersebut, potensi daerah tersebut maupun informasi yang lain. Ketepatan peta dengan kenyataan dapat dilihat dengan cara mengukur ketepatan jarak pada peta dengan membandingkannya dengan jarak yang sebenarnya. Misalkan diukur sebuah jarak antara titik A dan titik B dengan peta hasil digitalisasi, kemudian dibandingkan dengan pengukuran sebenarnya pada kenyataan. Dengan demikian didapatkan akurasi peta terhadap kenyataan. Pada pengukuran dengan MapInfo menunjukkan nilai 1,026 mil = 1,6416 km (1 mil = 1,6 km). Sedangkan pada kenyataan menunjukkan + 1,600 km. Sehingga terjadi simpangan sebesar 2,6 %. Yang paling penting adalah pada forum saran, konsultasi, dan kolom berita. Pada forum saran, terdapat sebuah formulir yang dapat diisi oleh pengguna

PKMM-1-14-7

dengan syarat harus mencantumkan nama, alamat, email, dan saran. Karena apabila ada kolom yang tidak terisi, maka tidak dapat dimasukkan ke dalam daftar saran. Hasil memasukkan saran akan sukses apabila dapat ditampilkan pada kolom daftar saran. Forum saran ini dapat langsung ditanggapi oleh administrator melalui web. Demikian juga untuk forum konsultasi mempunyai sistem kerja yang tidak jauh berbeda dengan forum saran. Pada kolom berita, pengujiannya dilakukan dengan cara memasukkan berita, apabila bisa ditampilkan pada kolom berita maka web dalam keadaan normal. Semua aplikasi ini dapat diatur oleh admin pada halaman admin yang telah disediakan secara khusus. Setelah dilakukan pengujian sistem maka dapat diuji dari tiga aspek pengujian, yaitu dari segi keamanan data, penggunaan perangkat lunak, unjuk kerja menu-menu yang dibuat. Pengujian sistem ini dilakukan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari sistem aplikasi yang dibuat. Selain itu juga dengan dilakukannya pengujian sistem ini akan dapat mengetahui apakah aplikasi yang dibuat sesuai dengan spesifikasi yang ada pada tahap perancangan aplikasi sistem informasi geografis ini. Sebelum user dapat menggunakan aplikasi ini, pada saat ingin melakukan perubahan data, terlebih dahulu user harus mengisikan kata sandi atau password pada form login. Formlogin ini dimaksudkan agar tidak semua orang dapat mengakses atau menjalankan aplikasi ini, hanya user yang berhak yang mengetahui password yang dapat menjalankan aplikasi ini. Keamanan data dalam hal ini, adalah hanya sekitar akses masuk aplikasi saja, tidak termasuk enkripsi data. Data dari petugas Puskesmas harus disetujui oleh administrator yang bertugas di Dinas Kesehatan. Aspek penggunaan perangkat lunak ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara software yang digunakan dalam pembuatan aplikasi ini. Dalam integrated mapping , mapinfo 7.5 bertugas sebagai editor workspace peta digital, sedangkan MapExtreme digunakan untuk pembuatan interface serta melakukan fungsi sebagai penghubung (interface) antara web server dengan peta yang akan ditampilkan. Sedangkan Dreamweaver MX digunakan untuk membuat tampilan web, dan Photoshop adalah sebagai editor gambar. Dengan demikian maka pemilihan perangkat lunak yang digunakan sudah bisa mendukung untuk proses pembuatan aplikasi sistem informasi geografis ini. Untuk tahap implementasi, dimulai dengan perencanaan yang sudah ditetapkan pada tahap sebelumnya. Hal ini dimulai dengan analsis perencanaan jaringan yang akan dibuat. Setidaknya ada empat pilihan, yaitu : a. Jaringan Local Area Network (LAN) b. Jaringan internet melalui jasa ISP (Internet Service Provider) c. Jaringan komputer untuk internet dengan memakai jaringan Speedy (ADSL) d. Jaringan komputer untuk internet dengan sistem dial-up (TelkomNet Instan atau TelkomFlexi) Untuk pilihan pertama, pembuatan jaringan komputer dengan konsep LAN. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penerapannya, antara lain sebagai berikut:

PKMM-1-14-8

a. Kota Bandung adalah wilayah yang cukup luas b. Dalam satu area terdapat Puskesmas dalam jumlah kecil, lokasi Puskesmas tidak terpusat. c. Kemampuan kabel UTP, khususnya jarak jangkau maksimum dalam mentransfer data. d. Ketersediaan dana untuk penerapan jaringan yang akan dibuat. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka akan sangat berat untuk bisa menerapkan alternatif pertama. Pembuatan jaringan LAN akan memerlukan jumlah kabel UTP yang cukup banyak. Hal ini dipengaruhi juga oleh kemampuan kabel UTP dalam menyampaikan informasi. Kabel UTP versi 5 hanya mampu mencapai tidak lebih dari 300 meter, sedangkan kabel UTP versi 6 yang merupakan versi terbaru, hanya mampu mencapai jarak maksimum 1000 meter. Maka apabila ingin tetap diterapkan alternatif pertama ini, diperlukan repeater yang cukup banyak. Khususnya untuk daerah Bandung Utara dan Bandung Selatan yang jauh dari posisi server yang rencananya akan diletakkan di Dinas Kesehatan. Selain itu, diperlukan juga jaringan backbone bila ingin mendapatkan sebuah jaringan yang bagus. Biasanya jaringan backbone ini berupa jaringan serat optik. Dengan demikian, akan memerlukan biaya yang cukup banyak. Sehingga alternatif pertama ini termasuk proyek yang unvisible bila ditinjau dari dukungan dana yang ada. Untuk alternatif ketiga, dengan adanya komputer pada tiap Puskesmas yang terhubung dengan internet dengan sistem dial-up, misalnya dengan sistem dial-up atau dengan jaringan yang sedang dikembangkan seperti ADSL atau yang populer dengan sebutan speedy. Maka pengubahan data pada web server bisa dilakukan hanya dengan mengakses website melalui komputer tersebut. Selain itu, data juga dapat diubah dengan hanya beberapa menit menuju warnet seandainya petugas Puskesmas tidak mempunyai komputer yang terhubung dengan internet. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari pembuatan Website Sistem Informasi Geografis untuk pemantauan penyebaran wabah penyakit di Kota Bandung ini ialah : • Aplikasi yang telah dibuat mampu menyajikan informasi pemetaan penyakit secara geografis. • Aplikasi yang telah dibuat dapat memberikan informasi pencegahan dan pengobatan terhadap beberapa penyakit menular. • Website ini menyediakan sarana komunikasi dua arah, baik dari sisi masyarakat (pengguna umum) maupun dari sisi Dinas Kesehatan.. • Website yang telah dibuat dapat memberikan layanan konsultasi penyakit langsung dengan pihak yang berkompeten. • Website ini dapat membahas penyakit yang menular maupun yang tidak menular, hal ini didukung oleh forum konsultasi dan forum saran. • Website ini memungkinkan untuk mengadakan pengolahan data penderita penyakit pada tiap-tiap Puskesmas. • Hasil pengkajian biaya akses internet menunjukkan bahwa akses internet yang paling murah adalah menggunakan sistem dial- up. • Terdapat tiga level admin yang mempunyai hak yang berbeda-beda.

PKMM-1-14-9

DAFTAR PUSTAKA Wahana Komputer: ”Panduan Aplikatif Pengembangan Web Berbasis ASP”, penerbit ANDI. Agung, Gregorius : ”11 Script Spektakular Active Server Page”, Elex Media Komputindo Nuarsa I Wayan: ”Mengolah Data Spasial Dengan MapInfo Profesional 7.0”, Penerbit ANDI Charter Denny, Agtrisari Irma : ”Desain dan Aplikasi GIS”, Elex Media Komputindo Prahasta Eddy. 2001. ”Konsep-konsep Dasar System Informasi Geografis”. Bandung: Informatika Bandung Prahasta Eddy : ”Belajar dan Memahami MapInfo”, Informatika MapInfo Profesional 7.0 User Guide, MapInfo Corporation, Troy, Network

PKMM-1-15-1

PEMANFAATAN WAKTU TUNGGU JASA ANGKUTAN UMUM DENGAN MEMBACA SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENUMBUHKAN MINAT BACA DAN MENINGKATKAN KECERDASAN MASYARAKAT Sigit Setiawan, Satriawan A Waris, Dedi Triyana Institut Sains Dan Teknologi Akprind, Yogyakarta ABSTRAK Kata kunci:

PKMM-1-16-1

PEMBUATAN DAN KOMERSIALISASI KIT EKSPERIMEN MIKROKONTROLER MCS-51 Arief Untung Mulyadi, Anton Robani, Arya Banon W Politeknik Surakarta, Surakarta ABSTRAK Kata kunci:

PKMM-1-17-1

PENGARUH PEMBINAAN DAN PELATIHAN PRODUSEN JAMU GENDONG TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS JAMU GENDONG DI KELURAHAN SUMPIUH KECAMATAN SUMPIUH KABUPATEN BANYUMAS Wahyu Kurniawan, Dhian Sulistyani, Suroso Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Purwokerto ABSTRAK Kata kunci:

PKMM-1-18-1

PENGEMBANGAN BAHAN ADITIF ALAMI UNTUK MENGURANGI KETERGANTUANGAN PENGGUNAAN SENYAWA SINTETIK PADA PRODUK MANISAN BUAH-BUAHAN DI DESA TLOGOMAS KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG Dini Elmiyati Hasanah, Nurchalis, Bayu Aryanti, Herlys Dwi Handayani Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang

ABSTRAK PKMM ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan kadar zat aditif yang ada dalam manisan basah buah mangga tingkat keamanannya bagi konsumen. Metode yang digunakan bersifat deskriptif, yaitu untuk membuat pencandraan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifatsifat manisan basah buah mangga yang dijual di beberapa lokasi yang biasa dikunjungi konsumen seperti supermarket dan di pinggir-pinggir jalan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kandungan sakarin pada manisan basah buah mangga yang ada di terminal Arjosari (161,674 ppm), terminal Gadang (152,743 ppm) dan terminal Landungsari (170,147 ppm) berada di bawah standart yaitu 200-600 ppm. Sedangkan di Mitra (228,084 ppm), Ramayana (201,52 ppm), Jalan Jakarta (212,97 ppm) dan di Jalan Veteran (232, 664 ppm) masih berada diambang batas, sehingga aman untuk dikonsumsi. Kandungan natrium benzoat pada manisan basah buah mangga yang ada di tujuh lokasi tidak ada yang melebihi standar, yaitu 600-1000 ppm. Kandungan tertinggi terdapat pada manisan yang ada di Mitra (329,4 ppm), sedangkan kandungan terendah terdapat pada manisan yang ada di Jalan Veteran (182,39 ppm). Sedangkan kandungan pewarna tartrazine yang di bawah standar, yaitu 20-100 ppm. Dimana Mitra 38,92 ppm (terendah); Ramayana 44,29 ppm; Jalan Jakarta 65,04 ppm; Jalan Veteran 60,1 ppm; Terminal Arjosari 51,18 ppm; Terminal Gadang 55,7 ppm; Terminal Landungsari 66,34 ppm (tertinggi). Pewarna alami yang dapat digunakan sebagai pewarna pada manisan untuk menggantikan pewarna sintetik adalah ekstrak kunyit, ekstrak bunga mawar dan ekstrak ubi jalar. Sedangkan pemanis alami yang dapat digunakan adalah sirup glukosa dan dekstrose. Kata kunci: aditif, mangga, pewarna, manisan buah PENDAHULUAN Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Masalah yang berkaitan dengan pengadaan pangan mulai dari tahap produksi sampai ke tahap konsumsi harus ditangani sampai tuntas agar mutu kehidupan manusia semakin meningkat. Penanganan pangan sejak pasca panen sampai konsumsi sangat erat kaitannya dengan teknologi pangan dan penggunaan bahan pangan kimia yang dibutuhkan agar mutunya baik. Pasokan pangan dan gizi yang tepat merupakan hal yang penting dalam pemeliharaan kesehatan. Pangan tidak saja harus tersedia dalam jumlah yang cukup serta mengandung gizi yang memadai, tetapi juga harus aman untuk dimakan dan tidak membahayakan bagi konsumen.

PKMM-1-18-2

Makanan yang perlu diwaspadai dari segi keamanannya adalah makanan jajanan yang banyak dijual oleh sentra industri makanan atau home industri. Makanan ini sering dijual secara bebas di berbagai tempat seperti di warungwarung, terminal-terminal, supermarket dan pinggir-pinggir jalan serta tempattempat lain yang dianggap strategis oleh penjual. Salah satu jenis makanan yang sering dijual dengan penambahan bahan aditif sintetik adalah manisan basah buah-buahan. Buah-buahan yang dipilih misalnya buah mangga, kedondong, salak, pepaya, pala, belimbing, dan lain-lain. Pada proses pengolahan manisan ini, sering digunakan bahan tambahan pangan (bahan aditif) yang dimaksudkan untuk mempertahankan mutu atau mencegah kerusakan makanan dan memperbaiki penampakan agar manisan tersebut lebih disukai konsumen. Penggunaan bahanbahan aditif yang terlalu banyak dapat membahayakan kesehatan konsumennya dengan menyebabkan keracunan dan kanker. Ada beberapa bahan aditif yang pemakaiannya diperbolehkan, namun pemakaian zat aditif itu juga harus sesuai dengan dosisnya. Bahan aditif yang digunakan sebagai bahan tambahan pangan dalam manisan seperti bahan pemanis, bahan pewarna dan bahan pengawet. Penggunaan bahanbahan aditif ini pada manisan buah-buahan jauh lebih berbahaya bagi konsumen, diduga karena pH makanan rendah (antara 3-5), memerlukan media air sebagai bahan pelarut, penetrasi bahan aditif ke dalam manisan lebih dalam, interaksi senyawa lebih kuat dalam kondisi asam. Pada proses pengolahan manisan ini, penggunaan bahan tambahan pangan (bahan aditif) ini dimaksudkan untuk mempertahankan mutu, mencegah kerusakan makanan dan memperbaiki penampakan agar manisan tersebut lebih disukai konsumen. Padahal untuk tujuan-tujuan tersebut penggunaan bahan alami jauh lebih aman dibandingkan bahan tambahan sintetik. Di samping itu bahan tambahan alami bisa didapatkan secara mudah, murah dan banyak ditemukan di sekitar kita. Untuk itu perlu dilakukan pendalaman dan pengembangan penggunaan bahan aditif alami tersebut untuk mengurangi ketergantungan pada penggunaan bahan aditif sintetik yang ada dalam manisan basah buah-buahan terutama pada sentra industri atau home industri yang biasa mengolahnya, sehingga aman bagi konsumen dan layak dikonsumsi. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana cara meyakinkan produsen/pengusaha/pemilik home industri manisan buah-buahan dapat menggunakan bahan aditif alami, sehingga dapat mengurangi ketergantungannya pada pemakaian bahan aditif sintetik yang jelas-jelas sangat berbahaya bagi konsumen. 2. Bagaimana cara pengembangan teknologi pengolahan manisan buah-buahan yang tepat agar produsen/pengusaha/pemilik home industri manisan buahbuahan dapat memanfaatkan bahan aditif alami secara mudah dengan kualitas makanan yang baik, sehingga dapat mengurangi biaya produksi dan meningkatkan kualitas produk yang dihasilkannya. Kegiatan ini bertujuan untuk memanfaatkan dan mengembangkan penggunaan bahan aditif alami sebagai pengganti bahan aditif sintetik. Dengan demikian bahan aditif alami dapat bersaing penggunaannya dengan bahan aditif buatan, sehingga produsen/pengusaha/pemilik mau beralih ke penggunaan bahan

PKMM-1-18-3

aditif alami. Di samping itu juga bisa sama-sama mudah didapat, murah dijual di pasaran serta memberikan kualitas produk yang sama-sama menarik. Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak terkait seperti masyarakat (konsumen dan produsen), institusi dan pelaksana. 1. Masyarakat (konsumen dan produsen) Kesehatan masyarakat (konsumen) ikut terjaga, karena penggunaan bahan aditif sintetik terkurangi Meningkatkan pendapatan produsen, karena bisa menggunakan bahan aditif alami secara mudah, murah dan aman Membuka peluang usaha di bidang pembuatan bahan aditif alami 2. Institusi Wahana pengabdian masyarakat khususnya di bidang riset pemanfaatan atau penggalian potensi bahan baku penghasil bahan aditif alami dari tanaman dan hewan Menjalin kerjasama antara Institusi dengan masyarakat dalam aplikasi langsung penelitian perguruan tinggi Memberi solusi yang tepat untuk pangan yang sehat, bergizi dan aman bagi masyarakat 3. Pelaksana Merupakan karya pengabdian masyarakat sebagai bentuk rasa tanggung jawab mahasiswa dalam pemasyarakatan teknologi tepat guna di bidang pengolahan pangan khususnya potensi bahan alami Mampu bersikap kritis, kreatif dan mandiri dalam bermasyarakat. Mampu menyumbangkan ilmu dan konsep spesifik sekaligus khususnya dalam pengaplikasian ilmu yang telah didapatkan di kuliah. METODE PENELITIAN PKMM ini merupakan penelitian deskriptif. Tujuannya adalah untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat kimia (zat-zat aditif, seperti zat pemanis sakarin, zat pengawet natrium benzoat dan zat pewarna tartrazine) pada manisan basah buah mangga yang dijual di terminal Malang, di beberapa supermarket dan di pinggir-pinggir jalan. Teknik pengambilan sampelnya menggunakan teknik pengambilan sampel secara sensus. Kegiatan ini dilaksanakan dengan membeli manisan basah buah mangga yang ada di Terminal Arjosari, Gadang dan Landungsari; supermarket yang ada di Ramayana dan Mitra; serta di sepanjang Jalan Jakarta dan Jalan Veteran. Kemudian manisan tersebut dibawa ke Laboratorium THP dan Laboratorium Kimia Universitas Muhammadiyah Malang untuk diteliti. Selanjutnya mencari solusi tentang penggunaan aditif alami dan mengaplikasikannya pada produk manisan basah buah-buahan. Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan November 2005. Alat-alat yang diperlukan untuk penelitian ini antara lain timbangan analitik, penangas air, gelas ukur, pipet ukur, pengaduk, erlenmeyer, labu takar, oven, pH meter (merk Schoot Duran), lemari asam, kertas kromatografi, kertas saring whatman no. 40, spektrofotometri-UV (merk Miltonroy 20 D). Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain NaOH, HCl, ferri khlorida, asam sulfat, eter, H2SO4, amonia, hidroksi amin, etanol, butanol, asam asetat, aseton,

PKMM-1-18-4

amonium asetat, aquades, indikator Brom Thymol Blue, buffer sitrat, dan indicator Phenol Red. Penentuan lokasi penelitian, yaitu merupakan salah satu tempat umum yang banyak dikunjungi orang seperti terminal, supermarket dan pinggir-pinggir jalan sehingga banyak dijumpai para pedagang makanan disana. Namun keamanan pangan dari makanan yang dijual di tempat tersebut belum tentu terjamin keamanannya. Untuk itu perlu diadakan suatu kajian di tempat tersebut. Pengambilan sampel ditentukan dengan menggunakan teknik pengambilan sampel secara sensus, yang artinya tiap-tiap sampel dari masing-masing tempat tersebut diamati karena jumlah yang ada terbatas. Sampel yang sudah dibeli, kemudian diberi label. Label memuat informasi mengenai nomor sampel, lokasi pengambilan sampel dan tanggal pengambilan sampel. Selanjutnya sampel manisan basah buah mangga ini dibawa ke Laboratorium THP dan Laboratorium Kimia UMM untuk dipreparasi dan dianalisa. Preparasi sampel dilakukan sebelum dianalisa kualitatif. Setiap sampel dihomogenkan dengan menggunakan blender. Lama proses homogenisasi berkisar antara 5-10 menit tiap sampel. Analisa kualitatif dilakukan untuk mengidentifikasi apakah sampel mengandung zat pemanis, zat pengawet dan zat pewarna atau tidak. Metode yang digunakan untuk analisa kuantitatif ini adalah metode titrasi. Jika sampel positif mengandung zat pemanis, zat pengawet dan zat pewarna selanjutnya dilakukan analisa kuantitatif. Analisa kuantitatif dilakukan jika dari analisa kualitatif, sampel dinyatakan mengandung zat pemanis, zat pengawet dan zat pewarna. Melalui analisa kuantitatif akan diketahui berapa banyak zat pemanis, zat pengawet dan zat pewarna yang terkandung dalam sampel tiap gramnya. Metode yang digunakan untuk analisa kuantitatif zat pemanis dan zat pengawet adalah metode titrasi, sedangkan untuk zat pewarnanya adalah metode spektrofotometri. Pengolahan data hasil analisis kuantitatif berupa penentuan konsentrasi setiap sampel dari setiap ulangan serta konsentrasi rata-rata dari setiap sampelnya. Kesimpulan diambil dari pengolahan data yang berupa analisa kualitatif dan analisa kuantitatif. Penyajian data hasil analisa ini berupa persentase. Survey ke tempat produksi ini bertujuan untuk mengetahui kadar zat pemanis sakarin, zat pengawet natrium benzoat dan zat pewarna tartrazine. Sehingga dapat diketahui seberapa besar penambahan zat aditif yang dilakukan dalam proses pembuatan manisan basah buah mangga ini.

PKMM-1-18-5

Gambar 1. Diagram alir pelaksanaan penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan Tambahan Makanan yang Ditemukan pada Manisan Mangga Dari hasil anallisa dapat diketahui bahwa dalam proses pembuatan manisan yang dilakukan oleh produsen pembuat manisan di Kecamatan Lowokwaru ditambahkan beberapa zat aditif, yaitu zat pemanis sintetis (sakarin), zat pewarna sintetis (tartrazine) juga zat pengawet sintetis (natrium benzoat). Berdasarkan laporan dari Komite Gabungan Ahli FAO dan WHO tentang bahan tambahan pangan atau aditif bahan pangan sudah diterbitkan pada tahun 1956. Mereka mendefinisikan “zat aditif bahan pangan” sebagai suatu substansi bukan gizi yang ditambahkan ke dalam bahan pangan dengan sengaja, yang pada umumnya dalam jumlah kecil, untuk memperbaiki kenampakan, cita rasa, tekstur

PKMM-1-18-6

atau sifat-sifat penyimpanannya. Di Amerika Serikat, Food Protection Comitee dari National Academy of Sciences mendefinisikan zat aditif bahan pangan sebagai “suatu substansi atau campuran substansi, yang berbeda dengan bahan pangan dasar, yang ada di dalam bahan pangan sebagai hasil dari setiap aspek produksi, pengolahan, penyimpanan atau pengemasan” (Desrosier 1988). Aturan Pemakaian BTM dalam Pengolahan Bahan Pangan Pemakaian bahan tambahan makanan bagi keuntungan konsumen secara teknologis dapat dibenarkan, bila bahan tersebut dapat memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Pemeliharaan kualitas gizi bahan pangan. 2. Peningkatan kualitas atau stabilitas simpan sehingga mengurangi kehilangan bahan pangan. 3. Membuat bahan pangan lebih menarik bagi konsumen yang tidak mengarah kepada penipuan. 4. Diutamakan untuk membantu proses pengolahan bahan pangan (Desrosier, 1988). Pemakaian Zat Aditif yang Tidak Dikehendaki Pemakaian zat aditif bahan pangan yang tidak memperhatikan kepentingan konsumen tidak diperkenankan, bila: 1. Untuk menutupi adanya teknik pengolahan dan penanganan yang salah. 2. Untuk menipu konsumen. 3. Hasilnya dapat menyebabkan terjadinya pengurangan nilai gizi bahan pangan yang besar. 4. Pengaruh yang dikehendaki dapat diperoleh dengan praktek pengolahan yang baik yang secara ekonomis fisibel (Desrosier, 1988). Pengawasan penggunaan bahan tambahan makanan dimaksudkan agar hanya bahan yang diizinkan yang boleh digunakan dalam pengolahan makanan dan bahan tersebut benar-benar diperlukan dalam pengolahan makanan yang bersangkutan, dengan jumlah secukupnya sesuai dengan cara produksi yang baik dan tidak melebihi batas maksimum yang diijinkan serta mutunya harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Meskipun di Indonesia telah dikeluarkan berbagai peraturan tentang bahan tambahan makanan dan sangsi-sangsinya, tetapi masyarakat belum menyadari akan bahaya yang dihadapi bila dalam makanannya terkandung bahan tambahan makanan yang dapat membahayakan kesehatan tubuhnya. Salah satu cara pengawasan terhadap bahan tambahan makanan yang digunakan pada makanan adalah dilaksanakannya pengamatan pada waktu dilakukan pemeriksaan ke produsen makanan, melalui proses pendaftaran dan juga melalui pengujian terhadap produk makanan. Bahan Pemanis Dari hasil penelitian yang dilakukan di laboratorium terhadap produk manisan basah buah mangga menunjukkan bahwa seluruh sampel mengandung pemanis buatan yaitu sakarin, dengan ditandainya larutan sampel yang berwarna violet. Warna violet ini menandakan bahwa ada asam salisilat yang terbentuk dari sakarin.

PKMM-1-18-7

Tabel 1. Identifikasi Sakarin terhadap Manisan Basah Buah Mangga Lokasi Sampel Sakarin Mitra Ramayana Jl. Jakarta Jl. Veteran Term.Arjosari Term.Gadang Term.Landungsari

Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada

Kadar Sakarin Dari hasil analisa pemanis sakarin secara kuantitatif dengan menggunakan metode titrasi terhadap produk manisan basah buah mangga didapatkan hasil seperti terlihat pada gambar 3. 248.58

250

228.084

230.73 201.52

212.43

200

211.37 182.39

150 100 50 0 I

Keterangan: I. Mitra, V. Term. Arjosari Gambar 2.

II

III

IV

V

VI

VII

II. Ramayana, III. Jl. Jakarta, IV. Jl Veteran, VI. Term. Gadang VII. Term. Landungsari

Kandungan Sakarin Pada Manisan Basah Buah (ppm).

Mangga Di Beberapa Lokasi

Bahan Pengawet Hasil pengamatan identifikasi natrium benzoat menunjukkan bahwa ketujuh sampel menggunakan bahan tambahan pengawet natrium benzoate. Identifikasi natrium benzoat ini mengunakan cara titrasi dengan indikator BTB (Brom Thymol Blue), yaitu dengan ditandainya larutan sampel yang berwarna merah kecoklatan. Warna ini menunjukkan adanya natrium benzoat. Tabel 2. Identifikasi Natrium Benzoat terhadap Manisan Basah Buah Mangga. Lokasi Sampel Natrium Benzoat Mitra Ramayana Jl. Jakarta Jl. Veteran Term.Arjosari Term.Gadang Term.Landungsari

Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada

Kadar Natrium Benzoat Dari hasil analisa pengawet natrium benzoat secara kuntitatif dengan menggunakan metode titrasi terhadap produk manisan basah buah mangga didapatkan hasil seperti terlihat pada gambar 4

PKMM-1-18-8

350

329.401

300

248.58

250

218.08 212.43

211.37

230.73

182.39

200 150 100 50 0 I

II

III

IV

V

VI

VII

Keterangan: I. Mitra, II. Ramayana, III. Jl. Jakarta, IV. Jl Veteran, V. Term. Arjosari VI. Term. Gadang VII. Term. Landungsari Gambar 3.

Kandungan Natrium Benzoat Pada Manisan Basah Buah Mangga Di Beberapa Lokasi (ppm).

Bahan Pewarna Karakteristik pertama dari makanan yang diperhatikan adalah warnanya dan hal ini menentukan flavour dan kualitas dari makanan terebut. Kualitas makanan adalah hukum pertama dalam dasar pembuatan dan penggunaan pewarna. Banyak hasil pengujian yang menentukan pentingnya arti warna maka warna dan flavour harus sesuai dengan bahan aslinya (Hendry, 1996). Tabel 3. Identifikasi Jenis Pewarna Sintetis Lokasi Sampel Tartrazine Mitra Ramayana Jl. Jakarta Jl. Veteran Term.Arjosari Term.Gadang Term.Landungsari

Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada

Kadar Pewarna Tartrazine Dari hasil analisa pewarna tartrazine secara kuntitatif dengan menggunakan metode spektrofotometri terhadap produk manisan basah buah mangga didapatkan hasil seperti terlihat pada gambar 5 di bawah ini. 65.04

70

66.34 60.1

60

51.18

50

55.7

44.2 38.92

40 30 20 10 0 I

II

III

IV

V

VI

Keterangan: I. Mitra, II. Ramayana, III. Jl. Jakarta, V. Term. Arjosari VI. Term. Gadang VII. Term. Landungsari Gambar 4.

VII

IV. Jl Veteran,

Kandungan Tartrazine Pada Manisan Basah Buah Mangga Di Beberapa Lokasi (ppm).

Bahaya Bahan Tambahan Makanan pada Manisan Mangga Bahan Pemanis Menurut Lindsay (1996), sakarin tidak mengandung kalori, tapi mempunyai intensitas rasa manis yang sangat tinggi yakni 300 kali lebih manis dari sukrosa pada konsentrasi yang sama atau berada pada kisaran 200-700 kali lebih manis dari sukrosa tergantung pada konsentrasi sukrosa. Penggunaan sakarin yang

PKMM-1-18-9

berlebihan akan mengakibatkan bahaya pada tubuh. Natrium sakarin yang tertimbun dalam organ tubuh akan bersifat racun terhadap organ tersebut dan akibatnya organ akan mengalami kerusakan bahkan dapat menyebabkan timbulnya kanker pada organ-organ tubuh seperti paru-paru, jantung, ginjal, dan kerusakan pada limpa. Menurut Winarno (1992), zat pemanis sintetik merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut, sedangkan kalori yang dihasilkannya jauh lebih rendah daripada gula. Umumnya zat pemanis sintetik mempunyai struktur kimia yang berbeda dengan struktur polihidrat gula alam. Pada konsentrasi tinggi, sakarin akan menimbulkan rasa pahit-getir. Dari hasil penelitian di Kanada, didapat bahwa penggunaan 5% sakarin dalam ransum tikus dapat merangsang terjadinya tumor di kandung kemih. Dengan alasan tersebut telah diusahakan larangan penggunaan sakarin dalam diet food and beverages. Dalam Permenkes RI No. 722 /Menkes/Per/IX/88, tidak memperbolehkan penggunaan sakarin untuk pangan non diet, namun jika menggunakannya dalam pangan diet diperbolehkan dengan konsentrasi 200-600 ppm. Pada beberapa manisan basah buah mangga yang diamati di daerah Kecamatan Lowokwaru, penggunaan sakarin berada dibawah standar Peraturan Menteri Kesehatan RI. sehingga manisan basah buah mangga tersebut aman untuk dikonsumsi. Bahan Pengawet Pada produk manisan basah ini natrium benzoat digunakan sebagai bahan pengawet agar umur simpannya lebih panjang, karena pada produk ini banyak mengandung air. Menurut Fachruddin (1998) pengawet digunakan untuk memperpanjang umur simpan manisan. Pengawet yang digunakan biasanya adalah natrium benzoat. Pengawet sebaiknya digunakan apabila benar-benar dibutuhkan saja, karena penggunaan gula yang cukup pekat sudah berfungsi sebagai pengawet. Hal lain yang harus diperhatikan dalam penggunaan pengawet kimia adalah dosis yang aman bagi kesehatan. Penggunaan natrium benzoat diijinkan hanya dengan konsentrasi berkisar 600-1000 ppm per kg bahan. Penggunaan natrium benzoat yang tidak sesuai dengan batas penggunaan yang telah diijinkan dapat merugikan atau berbahaya karena natrium benzoat tidak terurai didalam tubuh akan menjadi penumpukan sehingga dapat menimbulkan gejala-gejala penyakit bahkan kematian (Winarno, 1992). Natrium benzoat berfungsi sebagai bahan pengawet sehingga umur simpan lebih panjang. Namun jika diberikan dalam dosis diambang batas, maka akan merugikan dan berbahaya bagi kesehatan tubuh. Natrium benzoat yang tidak terurai dalam tubuh akan terjadi penumpukan sehingga dapat menimbulkan gejala kejang-kejang terus menerus, hiperaktif, serta menurunkan ketahanan badan yang pada akhirnya menyebabkan kematian (Anonim, 1992). Penggunaan Natrium benzoat pada sampel manisan basah buah mangga tersebut semuanya berada di bawah standar Peraturan Menteri Kesehatan RI, yaitu 600-1000 mg/kg. Sehingga dari ketujuh sampel tersebut aman untuk dikonsumsi. Bahan Pewarna Dari identifikasi jenis pewarna sintetis diperoleh bahwa ketujuh sampel menggunakan bahan pewarna tartrazine, yang ditandai dengan nilai Rf = 0,138.

PKMM-1-18-10

Tartrazine merupakan pewarna sintetis kuning sampai orange. Pewarna ini merupakan FD & C kuning no. 5. Semakin tinggi intensitas warna kuningnya, maka rasa manisan tersebut akan semakin pahit. Di Indonesia, undang-undang penggunaan zat warna belum ada. Sehingga banyak terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan makanan. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut (Winarno, 2002). Tartrazine merupakan jenis pewarna sintetis yang diperbolehkan penggunaanya sebagai bahan tambahan makanan. Secara umum tartrazine sering digunakan sebagai pewarna makanan dan minuman. Penggunaan pewarna tartrazine ini diperbolehkan digunakan dengan batas maksimum 300 ppm (Anonim, 1988). Di Indonesia peraturan mengenai pewarna dibuat oleh Menteri Kesehatan RI No. 239/Menkes/Per/V/1985. Sesuai dengan pendapat Suryana (1991), mengenai tingkat bahaya zat warna sintetis tersebut, karena penggunaannya dalam jumlah yang sangat sedikit tidak terasa akibatnya secara langsung. Gangguan akan terasa dalam waktu yang lama. Gejala-gejala kanker akan terasa mungkin sesudah 10-20 tahun setelah kita mengkonsumsi makanan yang mengandung pewarna sintetis yang karsinogenik. Penggunaan senyawa sintetis yang berlebihan akan sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh. Meskipun dalam jumlah kecil, penggunaan pewarna sintetis ini harus dikendalikan untuk menghindari bahaya penyakit. Penggunaan pewarna sintetis jenis tartrazine pada produk manisan basah buah mangga ini mungkin disebabkan karena harganya yang murah, warnanya yang menarik hampir menyerupai warna asli mangga dan pengetahuan produsen tentang pewarna tartrazine yang diperbolehkan penggunaannya sebagai bahan tambahan makanan. Ambang batas penggunaan pewarna sintetis tartrazine adalah 300 ppm. Dari data diatas dapat dilihat bahwa kadar pewarna tartrazine ketujuh sampel dibawah ambang batas, jadi aman untuk dikonsumsi. Alternatif Pengganti Bahan Pewarna Pada Manisan Kunyit Kunyit termasuk jenis rumput-rumputan, tingginya sekitar 1 m dan bunganya muncul dari pucuk batang semu dengan panjang sekitar 10- 15 cm dan berwarna putih.Warnanya kuning-muda sampai putih, berangkai kemerah-merahan Rimpangnya memiliki banyak cabang dengan kulit luarnya berwarna jingga kecoklatan. Buah daging rimpang kunyit berwarna merah jingga kekuningkuningan. Beberapa kandungan kimia dari rimpang kunyit yang telah diketahui yaitu minyak atsiri sebanyak 6% yang terdiri dari golongan senyawa monoterpen dan sesquiterpen (meliputi zingiberen, alfa dan beta-turmerone), zat warna kuning yang disebut kurkuminoid sebanyak 5% (meliputi kurkumin 50-60%, monodesmetoksikurkumin dan bidesmetoksikurkumin), protein, fosfor, kalium, besi dan vitamin C. Dari ketiga senyawa kurkuminoid tersebut, kurkumin merupakan komponen terbesar. Sering kadar total kurkuminoid dihitung sebagai % kurkumin, karena kandungan kurkumin paling besar dibanding komponen kurkuminoid lainnya. Karena alasan tersebut beberapa penelitian baik fitokimia maupun farmakologi lebih ditekankan pada kurkumin.

PKMM-1-18-11

Antosianin Pigmen antosianin adalah zat warna alami yang menyebabkan warna kemerah-merahan yang terdapat dalam cairan sel tumbuh-tumbuhan dan bersifat larut dalam air (Fennema, 1985). Antosianin dapat diekstrak dari bunga-bungaan dan umbi-umbian. Bunga-bungan antara lain bunga mawar (Hembing dkk, 1996), bunga aster, begonia, cruissant dan pelargonium (Harborne, 1987). Sedangkan umbui-umbian dapat diperoleh dari ubi jalar. Penggunaan pigmen antosianin sebagai pewarna alami telah banyak dilakukan oleh nenek moyang kita. Dengan menghancurkan dan merendam dalam air, maka ekstrak mawar dapat digunakan sebagai zat pewarna alami. Salah satu zat pewarna alami yang aman digunakan dalam produk pangan adalah antosianin, yang tergolong senyawa flavonoid dan dapat digunakan sebagai antioksidan. Antioksidan adalah suatu zat yang berfungsi mencegah terjadinya oksidasi pada suatu senyawa disekitarnya karena dia mampu bersifat sebagai reduktor. Antioksidan alami umumnya berasal dari golongan flavonoid (James, 1996). Penggunaan Pewarna Alam Menurut Tranggono,dkk (1990) pewarna makanan digunakan dengan berbagai tujuan, yaitu memperbaiki kenampakan dari makanan yang warnanya pudar akibat proses thermal atau pudar selama penyimpanan dan memberikan penampakan produk yang lebih seragam sehingga dapat meningkatkan kualitas. Pewarna alami adalah golongan pewarna yang mempunyai sifat kelarutan dan stabilitas tertentu. Oleh karena itu setiap pewarna terdapat dalam beberapa bentuk yang berbeda-beda, masing-masing diformulasikan untuk meyakinkan bahwa warna itu cocok dengan makanan tertentu. Penggunaan pewarna harus memenuhi beberapa syarat sehingga dapat menjamin kesehatan konsumen. Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan aplikasi pewarna terhadap produk, dan harus dipertimbangkan dalam proses pembuatannya, yaitu: 1. Kelarutan Pigmen Antosianin larut dalam air, sedangkan curcumin, klorofil dan xantofil larut dalam minyak dan lemak. 2. Bentuk Kimia Pewarna tersedia dalam bentuk, antara lain cairan atau ekstrak, bubuk (powder), pasta dan konsentrat. Pemakaian pewarna sangat penting untuk mengetahui bahwa warna akan berubah jika pigmen akan mengalami kerusakan selama prosesing. 3. Tingkat Keasaman Pewarna makanan yang larut dalam air (terutama yang berbentuk cairan) dibuat dengan pH maksimum. Penambahan larutan buffer ke dalam produk akan mengubah pH larutan. KESIMPULAN 1. Manisan basah buah mangga yang ada di Mitra, Ramayana, Jalan Jakarta, Jalan Veteran, Terminal Arjosari, Terminal Gadang dan Terminal Landungsari menggunakan: a. bahan pemanis sintetis berupa sakarin

PKMM-1-18-12

2.

3.

4.

5.

b. bahan pengawet yaitu natrium benzoat c. bahan pewarna sintetis yaitu tartrazine Kandungan sakarin pada manisan basah buah mangga yang ada di Terminal Arjosari (161,674 ppm), Terminal Gadang (152,743 ppm) dan Terminal Landungsari (170,147 ppm) berada di bawah standart yaitu 200-600 ppm. Sedangkan yang ada di Mitra (228,084 ppm), Ramayana (201,52 ppm), Jalan Jakarta (212,97 ppm) dan di Jalan Veteran (232, 664 ppm) masih berada diambang batas, sehingga aman untuk dikonsumsi. Kandungan natrium benzoat pada manisan basah buah mangga yang ada di tujuh lokasi tidak ada yang melebihi standar, yaitu 600-1000 ppm. Kandungan tertinggi terdapat pada manisan yang ada di Mitra (329,4 ppm), sedangkan kandungan terendah terdapat pada manisan yang ada di Jl. Veteran (182,39 ppm). Manisan yang berasal dari 7 lokasi yang berbeda, mempunyai kandungan pewarna tartrazine yang di bawah standar, yaitu 20-100 ppm. Dimana Mitra 38,92 ppm (terendah); Ramayana 44,29 ppm; Jalan Jakarta 65,04 ppm; Jalan Veteran 60,1 ppm; Terminal Arjosari 51,18 ppm; Terminal Gadang 55,7 ppm; Terminal Landungsari 66,34 ppm (tertinggi). Pewarna alami yang dapat digunakan sebagai pewarna pada manisan untuk menggantikan pewarna sintetik adalah ekstrak kunyit, ekstrak bunga mawar dan ekstrak ubi jalar. Sedangkan pemanis alami yang dapat digunakan adalah sirup glukosa dan dekstrose. Dari beberapa kesimpulan tersebut maka disarankan dalam penggunaan bahan tambahan makanan seperti pemanis, pengawet dan pewarna sintetis, sebaiknya diminimalkan agar tidak membahayakan kesehatan masyarakat yang mengkonsumsinya.

DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 1995. Peranan Keamanan Makanan dalam Kesehatan dan Pembangunan (Dalam Laporan Panitia Pakar Gabungan FAO/WHO Mengenai Keamanan Makanan). Bandung: ITB. Anonymous. 1997. Petunjuk Praktikum Kimia Amami (Makanan Minuman) Edisi I. Laboratorium Kimia AAK/AAF 17 Agustus 1945. Semarang. Azwar, S. 1997. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wattoon. 1987. Ilmu Pangan. Diterjemahkan oleh Purnomo, H. dan Adiono. Jakarta: UI-Press. Depkes 26/MA/98. 1998. Penetapan Kadar Sakarin dalam Minuman Ringan. dalam: Metode Analisis. Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Depkes RI. 1998. Penetapan Kadar Benzoat dalam Makanan. SK. Menkes RI No. 23/MA/98 dalam: Metode Analisis. Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Desrosier, 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta: UI-Press. Fachruddin, L. 1998. Membuat Aneka Manisan. Yogyakarta: Kanisius. Peraturan Menteri Kesehatan RI. Nomor: 722/MenKes/Per/IX/88 Tentang Bahan Tambahan Makanan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

PKMM-1-18-13

Peraturan Menteri Kesehatan RI. Nomor: 239/MenKes/Per/V/85 Tentang Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Puryati, N.A. 2003. Efektivitas Jenis Pelarut dan Bentuk Pigmen Antosianin Bunga Kana (Canna coccinea Mill.) serta Aplikasinya pada Produk Pangan. Skripsi. Malang: Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian,Universitas Muhammadiyah Malang. Slamet, R. 2004. Kajian Paparan Bahan Tambahan Pangan dan Bahan Berbahaya Pada Murid Sekolah Dasar Dengan Metode Total Diet Study. Tesis. Bogor: IPB. Soetanto, E. 1996. Manisan Buah-buahan. Yogyakarta: Kanisius. Sudarmadji, S. 1982. Bahan-bahan Pemanis. Yogyakarta: Agritech. Supardi, I dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Alumni. Bandung. Suryabrata, S. 2000. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Susanto, T dan B. Saneto. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Surabaya: Bina Ilmu. Tranggono, Sutardi, Haryadi, Suparmo, A. Murdiati, S. Sudarmadji, K. Rahayu, S. Naruki dan M. Astuti. 1990. Bahan Tambahan Pangan (Food Additives). Yogyakarta: Proyek Pengembangan Pusat Fasilitas Bersama Antar Universitas-PAU Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada. Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: . Gramedia.

PKMM-1-19-1

MODIFIKASI ALAT PENGEMASAN HASIL PEMINDANGAN BAGI KELOMPOK IKAN PINDANG MINA LASMI DI DESA PERANCAK KABUPATEN JEMBRANA-BALI I Gusti Made Separiyana, Made Mahendra, Pipik Sumaryani PS Pendidikan MIPA, FKIP, Universitas Mahasaraswati, Denpasar ABSTRAK Indonesia merupakan Negara kepulauan yang setengah lebih wilayahnya merupakan perairan (laut), sehingga memungkinkan penduduk untuk bermata pencaharian sebagai nelayan. Salah satu daerah di Bali yaitu Desa Perancak, kabupaten Jembrana 90% penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan.Hasil tangkapan ikan dijual kepada industri-industri pengolahan ikan didaerah tersebut. Serta dapat dijual langsung kepada konsumen atau masyrakat sekitar, ketika tangkapan ikan berlimpah dilakukan pemindangan sebagai langkah antisipasi. Dalam usaha pemindangan tersebut akhirnya muncul inisiatif untuk membentuk kelompok pindang, yang selanjutnya bernama Kelompok Ikan Pindang Mina Lasmi. Distribusi hasil pemindangan hanya mampu menembus pasar tradisional kabupaten maupun yang ada di desa. Hal ini disebabkan oleh teknik pengemasan yang belum memenuhi standar dan menarik minat konsumen. Beranjak dari permasalahan tersebut maka dikenalkan suatu alat pengemasan hasil pemindangan yang sederhana, agar dapat membantu masyrakat di daerah Desa Perancak dalam upaya menghadapi persaingan pasar yang semakin keta.t Metode yang digunakan meliputi observasi, ceramah, dan demonstrasi: sehingga masayarakat mengenal serta akan memanfaatkan desain modifikasi alat pengemasan hasil pemindangan yang belum pernah dilakukan, serta dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Kata kunci: pengemasan, pemindangan, ikan. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan. Terdiri dari pulau besar dan kecil di Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Hampir separuh dari wilayah Indonesia merupakan daerah perairan (laut), sehingga sangat memungkinkan bagi penduduk untuk bermata pencaharian di laut yaitu sebagai nelayan. Disamping itu Bali yang merupakan primadona wisata Indonesia juga memiliki potensi kelautan yang cukup menjanjikan. Hal ini ditandai dengan adanya berbagai macam pabrik hasil laut yang terdapat di Bali. Salah satu daerah yang cukup berpotensi untuk usaha nelayan di Bali adalah di kabupaten Jembrana, tepatnya di Desa Perancak. Hampir 90% penduduk di desa ini adalah sebagai nelayan. Hal ini didukung oleh letak desa yang berada di pesisir pantai barat pulau Bali. Para nelayan di daerah Perancak umumnya menjual hasil tangkapan ikan ke industri-industri pengolahan ikan di daerah tersebut. Selain itu, para nelayan dapat menjual langsung hasil tangkapannya kepada para konsumen atau pengeceran. Ada berbagai macam cara yang dilakuakan oleh para kelompok nelayan didaerah tersebut untuk mengantisipasi hasil tangkapan yang berlimpah. Pemindangan adalah salah satu cara yang digunakan untuk mengawetkan ikan

PKMM-1-19-2

hingga tahan beberapa hari sambil menunggu konsumen. Dalam usaha pemindangan tersebut para nelayan ini membentuk kelompok usaha kecil, dimana kelompok ini terdiri dari ibu-ibu yang memang mempunyai kemampuan dalam mengolah ikan segar menjadi ikan pindang yang siap di pasarkan. Secara terorganisir, kelompok ikan pindang Mina Lasmi juga sering mendapat penyuluhan dari pemerintah setempat dalam hal ini Dinas Perindustrian yaitu mengenai peranan usaha kecil dan menengah yang menjadi alternatif untuk lapangan kerja di era global sekarang ini. Umumnya hasil pemindangan dari kelompok ini hanya mampu menembus pasar tradisional saja, dan belum bisa memasuki swalayan atau super market. Hal ini dipengaruhi oleh pola pengemasan yang kurang memadai dan higienes serta tidak memenuhi standar pengemasan yang dapat menarik konsumen. Dalam kegiatan ini, akan diperkenalkan sebuah desain yang sangat sederhana, dimana desain ini dapat dipakai untuk mengemas hasil pemindangan sehingga mudah dalam proses pengangkutan dan wilayah pemasaran semakin luas serta dapat membuka peluang untuk meningkatkan hasil usaha yang akhirnya akan meningkatkan pendapatan kelompok itu sendiri dan masyarakat sekitarnya. Melalui kegiatan pengabdian pada masyarakat ini dapat diperkenalkan sebuah desain pengemasan hasil pemindangan yang sederhana pada kelompok usaha ikan pindang Mina Lasmi di Desa Perancak dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya masyarakat. Melalui program kreatifitas mahasiswa ini dapat membantu masyarakat dalam upaya menghadapi persaingan pasar yang semakin ketat dalam memasarkan hasil olahan pemindangan dengan modifikasi alat pengemasan yang memenuhi standar tanpa mengabaikan sanitasi dan rasa dari ikan itu sendiri. Tujuan yang ingin dicapai adalah: Mengenalkan kepada masyarakat tentang cara pengemasan hasil pemindangan sehingga mampu menembus pasar global. Meningkatkan pendapatan masyarakat sebagai efek dari modifikasi alat pengemasan ikan pindang yang memenuhi standar mutu sanitasi. manfaat untuk waktu yang akan datang yaitu masyarakat dapat memanfaatkan desain yang dihasilkan untuk mengemas hasil pemindangan dengan menggunakan bahan dan alat yang mudah didapatkan dengan harga yang relatif murah. Dapat meningkatkan pendapatan masyarakat atau kelompok itu sendiri, Sebelum pengenalan alat ini, hasil produksi ikan pindang dari masyarakat setempat hanya mampu menembus pasar tradisional dengan harga yang sangat murah, namun setelah kegiatan ini hasil produksi ikan pindang tersebut sudah mulai merambah ke pasar global (swalayan, super market dan pasar besar lainnya) dengan harga yang ditawarkan cukup tinggi dan bervariasi sesuai dengan jenis dan ukuran kemasannya. METODE PENDEKATAN Metode yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan pemberdayan masyarakat ini yaitu metode observasi, ceramah, dan demonstrasi : 1. Metode Observasi; dipergunakan dalam rangka mendapatkan informasi mengenai cara dan teknik pengemasan hasil pemindangan yang diterapkan oleh masyarakat ikan pindang Mina Lasmi di Desa Perancak sebelum diberikan

PKMM-1-19-3

pengenalan alat pengemasan hasil pemindangan. Untuk mendapatkan informasi tersebut , dilakukan wawancara terstruktur pada kelompok – kelompok ikan pindang di desa Perancak. 2. Metode Ceramah; dipergunakan pada tahap memberikan penyuluhan kepada masyarakat kelompok ikan pindang tentang bagaimana cara mengemas hasil pemindangan dengan menggunakan alat teknologi tepat guna. Penyuluhan ini diperlukan untuk memberikan pemahaman pada masyarakat agar masyarakat mengetahui benar akan manfaat dari program ini sehingga dapat diterapkan dengan baik. 3. Metode Demonstrasi; diterapkan berangkai dengan penyuluhan, dimana dalam metode demonstrasi ini masyarakat kelompok ikan pindang diberikan ilustrasi mengenai cara pembuatan alat pengemasan yang dapat meningkatkan nilai ekonomi dari produk yang dihasilkan. Diharapkan masyarakat kelompok ikan pindang akan lebih tertarik memanfaatkan teknologi tersebut setelah secara langsung melihat proses perancagannya serta manfaatnya. Pelaksanaan program dilakukan pada bulan Januari 2006 hingga bulan Juli 2006, yaitu selama 7 ( tujuh ) bulan. bertempat di Desa Perancak, Kabupaten Jembrana –Bali. Table 1. Jadwal Kegiatan Program No

Uraian Kegiatan

1 Persiapan a. Peninjauan lapangan dalam penentuan usaha penentuan kelompok pemindangan

b. Penentuan lokasi kelompok ikan pindang sasaran c. Pembuatan kisi-kisi wawancara terstruktur d. Persiapan alat 2

Pelaksanaan a. Penyuluhan tentang cara pemindangan b. Pengenalan alat pengemasan ikan pindang c. Demonstrasi alat pengemasan ikan pindang

d. Latihan penggunaan alat 3 Pelaporan a. Penulisan Draft laporan b. Penulisan laporan akhir

I

II

III

Bulan IV V

VI

VII

PKMM-1-19-4

Table 2. Alat dan Bahan Jenis Bahan a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k.

Kertas CD Kertas A4 Balpoint ,Spidol ,Pensil Roll Film/Cuci Cetak Kai Kasa Nillon Lem Kayu Isi Steples Sablon label Benang kasur Jarum Keranjang pindang

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Nama kelompok

Tahun berdiri Ketua kelompok Jumlah Anggota kelompok • •



:Kelompok Ikan Pindang Mina Lasmi, Br. Lemodang, Desa Perancak, Kabupaten Jembrana- Bali :Januari 2002 :Ibu Wayan Deli :19 Orang

Pendidikan ketua dan anggota Dari ketua hingga anggota kelompok tidak tamat SD, dan hanya mampu menyekolahkan anak sampai SMP. Produksi Bahan-bahan daloam pembuatan pindang: Garam, Cabe, Daun Salam, Air, Daun Asem, Ikan segar. Proses selama setengah Jam dengan cara direbus Hasil pemindangan per hari, untuk hari biasa mencapai 2-3 panci, untuk hari banyak ikan mencapai 5 panci per hari Dengan ketentuan bila hanya menggunakan panci jumlah ikan yang bisa diproduksi dalam sekali masak adalah 200 ekor, sedang bila memakai keranjang dalam satu panci tersebut dapat dimasukkan keranjang 3-4 keranjang dan jumlah ikan per keranjang adalah 20-30 ekor Sistem pengolahan yaitu sistem tradisisonal dengan memasak memakai tungku kayu baker. Dan bila penyimpanan dilakukan dalam panci yang berisi air rebusannya mampu bertahan selama 3-4 hari, hal ini dilakukan untuk mengantisipasi jumlah produksi yang berlebihan sehingga dibuat stock. Harga pindang tongkol yaitu Rp. 750-800 per ekor. Pengemasan Anggota kelompok selama ini melaksanakan pemindangan dengan teknik menggunakan keranjang bambu yang berbentuk bulat, ukuran keranjang yang sering digunakan berdiameter 50 cm. bahan dasar keranjang adalah bambu

PKMM-1-19-5

• •

apus yang diambil bagian daging bambu. Desain keranjang bambu yang digunakan merupakan anyaman sederhana dengan lubang-lubang berbentuk jajar genjang. ikan pindang akan diletakkan didalam keranjang tanpa terlebih dahulu diberi alas.cara meletakkan pindang pada bagian dasar sampai pada permukaan atas keranjang sama. jika pada bagian dasar letak kepala terletak pada sisi kanan, lapisan kedua letak kepala berada pada sudut 90 derajat dari sisi kanan, demikian juga pada lapisan ketiga letak letak kepala berada pada sudut 90 derajat dari lapisan kedua dan seterusnya sampai pada lapisan keempat. Lapisan paling atas tidak ditutup. Pemasaran Hanya mencakup pasar lokal termasuk kota Negara/ Jembrana, Kadangkadang ada pengepul yang datang yang sebelumnya sudah memesan. Lain-lain: 1. Mendapatkan penyuluhan sebanyak 5 kali dari pemerintah 2. mendapat pinjaman dana sebanyak 2 kali dari pemerintah 3. mendapat bantuan mesin untuk perahu dari pemerintah

PEMBAHASAN Ketika tangkapan ikan pada hari-hari tertentu sangat banyak, mengakibatkan harga ikan mentah atau ikan segar cenderung menurun drastis. Untuk menghindari hal tersebut dilakukan suatu usaha pengawetan ikan yang salah satunya adalah pemindangan. Pemasaran produk hasil pemindangan tanpa teknik-teknik tertentu dalam hal ini adalah pengemasan yang baik. Akan berpengaruh terhadap jangkauan distribusi poduk tersebut. Dengan mengemas menggunakan teknik biasa yaitu memakai keranjang dengan ukuran yang besar dan tanpa adanya penutup serta desain yang kurang menarik, tentu saja membuat konsumen tertentu enggan untuk membeli produk tersebut. Kemasan yang tidak bagus memungkinkan terjadinya kontak dengan serangga atau lalat. Sehingga mudah terkontaminasi beberapa kuman. Besarnya ukuran keranjang yang memuat 20-30 ekor pindang membawa dampak negatif terhadap ketahanan dari pindang tersebut yang hanya mampu bertahan tidak lebih dari tiga hari. Serta mengingat kemampuan dan kecenderungan konsumen untuk membeli pindang hanya 5-10 ekor per hari. Penggunaan keranjang yang hanya memuat 5-10 ekor pindang adalah salah satu solusi yang diharapkan mampu meningkatkan minat konsumen untuk membeli pindang tersebut. Dilengkapi dengan teknik pengemasan yang baik, higienis, dan menarik. Desai sederhana yang diperkenalkan adalah desai penutup dari keranjang tersebut yang dahukunya dibuka sekarang di coba untuk ditutup agar terlihat pengemasan baik, higienis, dan menarik. Bahan dasar desain penutup keranjang adalah kain kasa nillon yang telah diberi label produk dengan kemasan yang menarik. Maka tidak menutup kemungkinan produk tersebut akan dapat menjangkau swalayan-swalayan terdekat di Kabupaten Jembrana. KESIMPULAN Masyarakat mengenal cara pengemasan hasil pemindangan sehingga mampu menembus swalayan. Pendapatan masyarakat meningkat sebagai efek dari modifikasi alat pengemasan hasil pemindangan yang memenuhi standar.

PKMK-2-1-1

PEMBINAAN DAN PENDAMPINGAN KELOMPOK PENARIK BECA DI KAMPUS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Juniarti Tobing, Juliarta Pakpahan, Sri Yulianingsih, Annis Amalia, M Susanthy Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Medan ABSTRAK Fenomena ketidaktertiban lalu lintas karena beroperasinya beca di tengah kota memang bukan hal yang baru di Indonesia. Kasus pelarangan beca di Jakarta misalnya beberapa waktu yang lalu merupakan salah satu contoh menarik tentang fenomena penarik beca. Keadaan yang sama juga terlihat di kota Medan. Hampir di semua wilayah kota Medan pertambahan banyaknya penarik beca dapat dilihat secara langsung, tidak terkecuali di lingkungan kampus USU. Dampak langsung dari pertambahan jumlah penarik beca di Kampus USU, terlihat dalam hal semakin sesak dan sempitnya jalan-jalan yang diperuntukkan bagi mahasiswa, dosen, pegawai yang berjalan kaki maupun yang mengendarai sepeda motor oleh deretan beca yang diparkir (ngetem) tidak beraturan di sejumlah pangkalan di lingkungan kampus. Melihat kondisi tersebut diatas, maka dipandang perlu untuk melakukan pembinaan dan pendampingan kelompok penarik beca di Kampus USU, untuk menciptakan keteraturan dan ketertiban. Pembinaan dan pendampingan dilakukan sebagai bentuk kegiatan pengabdian masyarakat. Adapun tujuan dari program Pengabdian Masyarakat adalah agar tercipta suatu kondisi dimana terdapat individu/kelompok penarik beca yang terorganisir dan kuat, sehingga akan tercipta keteraturan dan ketertiban di lingkungan kampus USU. Metode yang digunakan ialah membentuk kelompok penarik beca dan melakukan pendampingan (pembinaan kelompok melalui FGD reguler dan diskusi penyusunan draft usulan kebijakan, kegiatan produktif lainnya). Selain itu juga dilakukan diskusi dengan kelompok penarik beca, membangun kesepakatan tentang tarif, melakukan lobby ke pihak pimpinan universitas untuk mengeluarkan kebijakan yang mengatur tentang operasional beca di lingkungan kampus USU. Adapun hasil yang diperoleh ialah teridentifikasinya masalah-masalah seperti kondisi ekonomi penarik beca, kondisi sosial budaya dan kesehatan. Melalui FGD terbentuklah kelompok penarik beca di lingkungan kampus USU dengan nama Keluarga Besar Penarik Beca USU (KBPB USU). Selain itu diperoleh juga kesepakatan tentang penetapan tarif beca disetiap pangkalan. Adapun pencapaian utama yang didapat dari kegiatan pengabdian ini adalah tumbuhnya kesadaran para penarik beca untuk membentuk organisasi yang dapat mewadahi penyaluran aspirasi dengan penguatan solidaritas diantara mereka dalam mencapai kehidupan yang lebih baik. Kata Kunci: Penarik beca, Kampus, kelompok, pengabdian PENDAHULUAN Fenomena ketidaktertiban lalu lintas karena beroperasinya beca di tengah kota memang bukanlah hal yang baru di Indonesia. Kasus pelarangan beca beroperasi di Jakarta beberapa waktu lalu merupakan salah satu contoh menarik

PKMK-2-1-2

tentang fenomena penarik beca. Sebuah tulisan disebuah surat kabar nasional (Kompas 3 Agustus 2000) menggambarkan bahwa kebijakan Pemerintah DKI melarang beca beroperasi di Jakarta kemudian dianulir oleh keputusan pengadilan yang mengatakan bahwa pelarangan itu tidak sah. Namun demikian, hiruk pikuk permasalahan beca di DKI bukan berarti tuntas seiring dengan keputusan pengadilan yang membolehkan beca kembali beroperasi. Hal ini terjadi karena keputusan tersebut dinilai kontroversial. Dengan kata lain keputusan itu ibarat pisau bermata dua, sebab di satu sisi keputusan itu telah memberikan harapan baru bagi warga miskin yang hidup dari mengayuh beca. Tetapi, disisi lain ada kekhawatiran bahwa kehadiran penarik beca akan semakin memacetkan lalu lintas jalan raya. Gambaran yang sama juga terlihat di kota besar lainnya di Indonesia salah satunya adalah Medan. Persoalan penarik beca memang bukan semata-mata soal ekonomi namun juga berkenaan dengan keteraturan tata kota serta tenaga kerja. Ada beberapa hal yang menjadi permasalahan beca di kota Medan diantaranya muncul beca-beca liar dan “bus” tanpa izin yang secara langsung mengurangi pendapatan penarik beca legal (Kompas selasa 14 Mei 2002) serta pertambahan jumlah beca yang tidak terkontrol. Hampir di semua wilayah kota Medan fenomena bertambah banyaknya penarik beca dapat dilihat secara langsung. Salah satu wilayah kota Medan yang mengalami gejala yang sama adalah kampus Universitas Sumatera Utara. Sampai saat ini paling tidak terdapat 300-an beca beroperasi di wilayah kampus USU yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi interaksi sosial antara warga di kampus USU. Beberapa dampak kehadiran penarik beca di kampus USU antara lain dapat dirasakan dari semakin sesak dan sempitnya jalan-jalan yang diperuntukkan bagi mahasiswa, dosen, pegawai dan pengguna jalan lainnya baik yang berjalan kaki maupun yang berkenderaan (sepeda motor, mobil) oleh deretan beca yang kadang tidak beraturan. Hal itu terjadi karena ulah penarik beca yang mangkal secara tidak beraturan di badan jalan terutama di persimpangan yang ramai dilewati orang. Mereka biasanya tersebar dibeberapa pangkalan yang ada di pintu-pintu masuk kampus seperti di Simpang Sumber, Tembok, Biro Rektor, dan Pintu IV. Keberadaan penarik beca di lingkungan kampus USU harus diakui memang memberi manfaat bagi warga kampus. Areal kampus yang cukup luas yang mencapai 200 ha memerlukan sarana angkutan yang murah seperti beca. Hanya saja, perkembangan jumlah dan jenis beca yang beroperasi di lingkungan kampus USU terkesan tidak tertib. Kebiasaan para penarik beca yang parkir sembarangan dan semrawut mengurangi nilai keindahan di kampus USU. Tidak hanya itu, tanaman-tanaman yang berada di taman juga kadang kala rusak karena dijadikan tempat mangkal para penarik beca. Hal lainnya yang bisa dijadikan indikator ketidakteraturan para penarik beca dapat dilihat dari peristiwa tarik menarik atau perebutan penumpang dikalangan penarik beca. Hal itu memunculkan rasa ketidaknyamanan bagi calon penumpang atau orang-orang lain yang lalu lalang di sekitar lokasi mereka mangkal. Penarik beca juga ditemukan melakukan perjudian di beberapa pangkalan. Kegiatan itu dilakukan oleh para penarik beca yang biasanya berlangsung ketika penumpang sedang tidak ramai. Dalam sebuah penelitian yang pernah dilakukan oleh Erwin (skripsi yang tidak dipublikasikan, 2001) terungkap bahwa penarik beca di Medan sangat besar kemungkinannya terlibat dengan aktivitas perjudian termasuk

PKMK-2-1-3

“togel’ (toto gelap). Beratnya tekanan kehidupan yang dirasakan oleh penarik beca menyebabkan mereka melakukan perjudian sebagai alternatif hiburan sekaligus peluang memperoleh uang tanpa harus bersusah payah.Dampak lain yang kiranya juga perlu diperhatikan adalah bahwa para tukang beca tersebut sering buang air kecil di sembarang tempat. Aktivitas perjudian dan buang air kecil di sembarang tempat tersebut dapat mengurangi nilai akademis kampus yang tentunya tidak sesuai dengan lingkungan kampus yang melibatkan generasi muda (mahasiswa). Selain hal-hal diatas, persoalan tarif beca juga dirasakan sebagian mahasiswa menjadi masalah sebab tidak jarang tarif yang dikenakan kepada para penumpang berbeda untuk jarak yang sama terutama disaat musim hujan. Apabila kondisi yang digambarkan diatas terus berlanjut, maka pihak berwenang kampus ada kemungkinan mengambil tindakan untuk melarang para penarik beca beroperasi di wilayah kampus USU. Bila kondisi ini terjadi maka para penarik beca ini akan kehilangan mata pencaharian utama mereka dan mahasiswa, dosen, pegawai yang menggunakan jasa. Berdasarkan uraian di atas, maka sangat relevan bila dilakukan pembinaan dan penguatan individu/kelompok penarik beca agar aktivitas mereka mencari nafkah berlangsung dengan tertib dan tidak mengganggu para mahasiswa dan pihak lain yang notabene merupakan calon penumpang potensial. Upaya pembinaan dan penguatan individu/kelompok penarik beca juga merupakan bagian dari tanggung jawab sosial Perguruan Tinggi dalam mengabdi kepada masyarakat, tidak terkecuali kelompok masyarakat yang ada di sekitar kampus. Hal ini sesuai dengan Tridharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Permasalahan kehidupan penarik beca pada dasarnya meliputi banyak aspek seperti aspek sosial, budaya dan ekonomi. Dalam kegiatan pengabdian ini yang menjadi fokus adalah bagaimana menguatkan/memberdayakan kelompok penarik beca sehingga tercipta keteraturan operasional mereka di lingkungan kampus USU. METODE PENELITIAN Guna menciptakan kelompok penarik beca yang kuat dan berdaya yang memberi kontribusi bagi peningkatan pendapatan ekonomi dan penciptaan ketertiban dan keteraturan di lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara, ada beberapa kegiatan yang telah dilakukan yaitu: Menginventarisir jumlah dan melakukan registrasi penarik beca dan jenis beca yang ada di lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara. Membentuk kelompok penarik beca dan melakukan pendampingan (pembinaan kelompok , penyusunan draft usulan kebijakan dan kegiatan produktif lainnya) guna memberdayakan kelompok tersebut. Melakukan diskusi bersama kelompok penarik beca untuk menetapkan mengenai tarif angkutan beca di lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara. Cara pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan FGD secara reguler. Ada beberapa kegiatan yang direncanakan namun karena keterbatasan waktu dan dana, dua hal yang disebut terakhir ini belum dapat direalisasikan. Kegiatan tersebut adalah

PKMK-2-1-4

Melakukan sosialisasi tarif tersebut kepada para pengguna jasa. Melakukan lobby ke pihak pimpinan universitas atau pihak terkait agar mengeluarkan aturan kebijakan yang mengatur tentang operasional beca di lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara. Metode yang digunakan untuk mendapatkan data awal dan informasi berupa karakteristik penarik beca ialah dengan cara menyebarkan kuesioner dan wawancara kepada penarik beca dengan bertemu langsung di setiap tempat pangkalan mereka. Setelah data diperoleh maka dilakukan FGD untuk membentuk kelompok penarik beca. Kegiatan ini juga dibantu oleh mitra tim yaitu YPRP (Yayasan Pembela Rakyat Pinggiran). Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa persoalan yang dihadapi penarik beca tidak terlepas dari persoalan penduduk kota yang marginal (kaum pinggiran). YPRP adalah salah satu lembaga yang menaruh perhatian dalam pendampingan kelompok kaum pinggiran ini, sehingga pengalaman mereka dapat dimanfaatkan oleh tim untuk mencapai hasil kegiatan yang lebih optimal. Pelaksanaan kegiatan ini dimulai terhitung sejak usulan kegiatan ini disetujui untuk dilakukan. Adapun waktu yang direncanakan untuk melakukan seluruh kegiatan dalam kegiatan ini adalah 3 bulan. Tempat observasi dilakukan ialah lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara dan lingkungan tempat tinggal para penarik beca. Semua kegiatan FGD direkam dengan menggunakan tape recorder dan kamera foto untuk dokumentasi kegiatan pengabdian ini. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari metode penyebaran koesioner dan wawancara diperoleh beberapa kharakteristik penarik beca di lingkungan kampus USU. Beberapa karakteristik tersebut dapat dilihat pada table-tabel dibawah ini. Jumlah penarik beca yang menjadi target survey adalah 108 orang. Temuan survey menujukkan bahwa para penarik beca tergolong pekerja usia produktif, yaitu antara 8-25 tahun dengan persentase 33.3 % dari jumlah keseluruhan.. Mereka sudah bekerja sebagai penarik beca anatra 1-5 tahun. Gambaran lebih detil dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1.

Penarik beca berdasarkan Umum dan Lama Bekerja Sebagai Penarik Beca

NO

INTERVAL UMUR

JUMLA H

%

1 2 3 4 5 6 7 8 9

15-18 18,1-25 25,1-30 30,1-40 40,1-50 50,1-60 60,1-70 70,1-80 80,1-90 Jumlah

7 36 14 26 18 3 3 1 108

6,5 33.3 13.0 24.1 16.7 2.8 2.8 0.0 0.9 100

INTERVAL LAMA MENARIK BECA 01 Bulan-1 Tahun 1,1-5 Tahun 5,1-10 Tahun 10,1-15 Tahun 15,1-20 Tahun 20,1-25 Tahun 25,1-30 Tahun 30,1-35 Tahun 35,1-40 Tahun

JUMLAH

%

7 36 14 26 18 3 3 1 108

6.5 33.3 13.0 24.1 16.7 2.8 2.8 0.0 0.9 100

PKMK-2-1-5

Jika dilihat dari latar belakang etnis diperoleh kenyataan bahwa sebahagian besar penarik beca yang beroperasi di USU berasal dari etnis Nias dengan jumlah 56 orang atau sekitar 51.9 %. Selain Nias terdapat juga penarik beca yang berasal dari etnis Jawa, Batak Toba, Karo dan lainnya. Untuk lebih jelas lagi mengenai latar belakang etnis penarik beca dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Data Penarik Beca Berdasarkan Kelompok Etnis NO 1 2 3 4 5 6 7 8

KELOMPOK ETNIS

JUMLAH

Nias Batak Toba Karo Jawa Padang Sunda Batak Pakpak Tapsel Jumlah

% 56 13 10 18 1 1 1 8 108

51.9 12.0 9.3 16.7 0.9 0.9 0.9 7.4 100

Pendapatan rata-rata penarik beca setiap hari tergolong kecil, yaitu berkisar antara Rp10.000-Rp20.000. Sebanyak 75,9 % responden berada dalam golongan pendapatan ini. Gambaran lebih lengkap tentang sebaran pendapatan penarik beca dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Data Penarik Beca Berdasarkan Pendapatan/Hari NO 1 2 3 4 5

Interval Pendapatan 10.000-20.000 21.000-30.000 31.000-40.000 41.000-50.000 51.000-60.000 Jumlah

JUMLAH 82 17 3 4 2 108

% 75.9 15.7 2.8 3.7 1.9 100

Data mengenai jenis beca dan juga status kepemilikannya menunjukkan bahwa jenis beca yang paling banyak beroperasi adalah beca dayung dengan persentase 89,8% dan beca mesin 10,2 %. Berdasarkan status pemilikannya, ternyata sebagian besar (62,%) penarik beca adalah menyewa beca yang digunakannya mencari nafkah sehari-hari. Tabel 4 di bawah ini memberikan gambaran lebih lengkap. Tabel 4. Data Penarik Beca Berdasarkan Jenis Beca & Status Beca NO 1 2

Jenis Beca Dayung Mesin Jumlah

JUMLAH 97 11 108

% 89.8 10.2 100

Status Beca Disewa Milik Pribadi Jumlah

JUMLAH 67 41 108

% 62.0 38.0 100

Data mengenai jumlah penarik beca berdasarkan tempat mangkal menunjukkan bahwa di Pintu IV dan Simpang Sumber terdapat jumlah penarik

PKMK-2-1-6

beca paling dominant, yaitu masing-masing 24,1 %. Data sebaran lokasi mangkal penarik beca dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini. Tabel 5. Penarik Beca Berdasarkan Tempat Mangkal NO

TEMPAT MANGKAL

JUMLAH

%

1 2 3 4 5 6

Pintu I Pintu IIPintu II Pintu III Pintu IV Simpang Perpus Simpang Sumber Tembok Jumlah

12 17 26 5 26 22 108

11.1 0.0 15.7 24.1 4.6 24.1 20.4 100

Hampir separuh (43,5 %) dari penarik beca yang menjadi responden tinggal di kawasan kampus, yaitu di Kampung Susuk, sebuah pemukiman penduduk yang bersebelahan langsung dengan areal kampus USU.sData yang diperoleh di lapangan mengenai tempat tinggal penarik beca menunjukkan bahwa rata-rata penarik beca bertempat tinggal di kampung Susuk dengan persentase 43,5 %. Namun sebagian mereka bertempat tinggal cukup jauh dari lokasi mereka bekerja, misalnya dari Kampung Lalang, Marindal, dan Delitua, yang merupakan wilayah pinggiran kota Medan bahkan sudah berada di luar wilayah kota. Untuk lebih jelasnya mengenai sebaran tempat tinggal penarik beca dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 6. Data Penarik Beca Berdasarkan Tempat Tinggal NO

LOKASI TEMPAT TINGGAL

JUMLAH

%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Kampung Susuk Pembangunan PAsar IV Dr. Mansyur Kapt. Muslim Johor Sei Padang Deli Tua Pasar III P. Bulan Selayang Tanjung Sari Pasar. I P. Bulan Sunggal Kamp. Lalang Marindal Jumlah

47 11 2 13 1 2 11 1 4 1 8 2 1 2 2 108

43.5 10.2 1.9 12.0 0.9 1.9 10.2 0.9 3.7 0.9 7.4 1.9 0.9 1.9 1.9 100

Pada FGD I diperoleh beberapa kondisi-kondisi para penarik beca seperti kondisi ekonomi, sosial budaya dan kesehatan lingkungan penarik beca.

PKMK-2-1-7

ASPEK Ekonomi

Sosial budaya

Kesehatan dan lingkungan

KENYATAAN 1. Pendapatan penarik beca rata-rata Rp 20.000 /hari. Pendapatan penarik beca ini biasanya mereka gunakan untuk keperluan dihari itu juga, dan adanya kebiasaan hidup mereka dengan gaya “ngebon di warung”. Pagi-pagi isteri mereka ngutang dulu ke warung, baru mereka bayar setelah suami dapat uang. 2. Meningkatnya biaya hidup penarik beca dengan naiknya harga BBM. 3. Makin banyaknya penarik beca yang masuk kelingkungan kampus USU sehingga mengurangi pendapatan mereka karena mendapat saingan. 4. Akses terhadap sumberdaya ekonomi tidak ada atau berkurang. Contohnya koperasi, jadi tidak terpikirkan oleh mereka untuk menyimpan uang atau menabung. 5. Tingkat pendidikan mereka umumnya rendah. Tetapi meskipun begitu, masih ada juga penarik beca yang mempunyai pendidikan cukup tinggi seperti D1, D3 bahkan S1. Penarik beca biasanya bekerja yang lain seperti jaga malam, buruh, isteri menjadi pembantu rumah tangga atau buruh cuci.

HARAPAN 1. Adanya keterampilan penarik beca mengenai perbaikan beca sendiri. Tujuannya supaya mereka bisa mengurangi pengeluaran biaya memperbaiki beca.

1. Solidaritas mereka sangat rendah. 2 Kurangnya percaya diri para penarik beca bahwa mereka tidak bisa hidup layak. 3 Belum adanya organisasi penarik beca yang terorganisir secara baik 1. Akses terhadap fasilitas kesehatan tidak didapatkan oleh para penarik beca. 2. Tingkat kesehatan penarik beca dan keluarganya sangat rendah. Sanitasi dan lingkungan yang kurang baik 3. Birokrasi pelayanan kesehatan bagi penarik beca yang rumit dan berbelit-belit.

1.Adanya upaya-upaya untuk membentuk organisasi penarik beca yang terorganisir secara baik dan rapi. 2. Adanya pertemuan-pertemuan antar pangkalan untuk bertukar informasi, bila ada masalah dapat tolong menolong 1. Penarik beca bisa memperoleh pelayanan kesehatan dari poliklinik USU 2. Adanya pelayanan kesehatan penarik beca secara berkala minimal 3 bulan atau 6 bulan sekali misalnya penyuluhan mengenai kebiasaan mencuci tangan, kebiasaan makan yang baik dan peningkatan nilai gizi yang baik, 3. Adanya sosialisasi pencegahan penyakit pada penarik beca.

2. Adanya lembaga keuangan penarik beca, selama ini memang pernah ada seperti “jula-jula” namun itu tidak berlangsung lama, kerena tidak adanya rasa saling percaya diantara mereka. 3. Adanya sumber pendapatan lain supaya USU memberi peluang jika USU melakukan pembangunan. 4. Tidak adanya penggusuran dari pihak USU.

Dalam FGD II disampaikan usulan kepada para penarik beca bahwa mereka harus mempunyai organisasi yang tersusun rapi. Para penarik beca menyetujui hal tersebut, maka terjadilah pembentukan organisasi penarik beca tingkat USU. Adapun usulan nama organisasi yang mereka ajukan ada 3 yaitu : 1. Penarik Beca USU (PB USU)

PKMK-2-1-8

2. Serikat Penarik Beca USU (SPB USU) 3. Keluarga Besar Penarik Beca USU (KBPB USU) Akhirnya melalui proses pemilihan secara voting diantara para penarik beca maka disepakati dibentuknya sebuah organisasi yang diberi nama Keluarga Besar Penarik Beca USU (KBPB USU) dengan struktur kepengurusannya yaitu: Ketua : Yan Berlin Sembiring (pangkalan Sumber) Sekretaris : Basir Hasibuan (pangkalan Pintu I) Bendahara : Faigiaro Lafao Anggota : Sumarjo, Ucok Karo, Angolita Lafao, Elifati Zega, Timbul Simarmata. KESIMPULAN Dari semua kegiatan yang dilakukan, baik itu penyebaran kuesioner, wawancara, FGD I dan FGD II, tidaklah lepas dari kerjasama tim yang solid. Walaupun tidak jarang terjadi selisih paham dan beda pendapat. Namun itu semua tidak menjadi kendala dalam melakukan kegiatan PKM ini. Kegiatan tersebut di atas telah menghasilkan kerjasama yang baik antara tim dengan pihak YPRP, Departemen Antropologi dan juga dengan para penarik beca. Dari kegiatan ini ditemukan bahwa para penarik beca di kampus USU sepertinya sudah menyadari arti pentingnya berorganisasi, walaupun pada awalnya sangat sulit menyadarkan mereka tentang arti pentingnya berorganisasi. Dengan berorganisasi penarik beca di kampus USU sudah dapat menyampaikan aspirasi-aspirasinya dan keinginan-keinginannya melalui kelompok yang telah dibentuk bersama. Arti penting dari kegiatan ini juga adalah diberikannya pengajaran kepada para penarik beca tentang bagaimana memanagemen perekonomian mereka, maksudnya adalah dengan adanya suatu wadah organisasi maka mereka bisa memiliki uang kas kelompok yang mereka kelola secara bersama-sama yang pada akhirnya uang kas tersebut digunakan untuk keperluan para anggotanya. Pihak kampus juga mendukung kegiatan ini khususnya Departemen Antropologi. Seluruh tim bangga dan sangat dihargai dengan adanya dukungan tersebut. Hambatan-hambatan yang dialami oleh Tim selama kegiatan ini berlangsung adalah : • DANA Dana yang diperoleh tim tidak memadai untuk semua kegiatan yang dilakukan, oleh sebab itu tim harus rela mengeluarkan dana dari kantong sendiri untuk mendapatkan hasil kegiatan yang maksimal • WAKTU Kegiatan ini tim ketahui pada tahun 2004, kemudian pada tahun 2005 tim dikabarkan layak mengikuti kegiatan ini. Tim melakukan langkah pertama dengan cara menyebar kuesioner dan wawancara, tetapi kegiatan tim ini sempat vakum, dikarenakan tim tidak memiliki dana yang cukup untuk melanjutkan kegiatan dan menunggu dana diberikan kepada tim. Setelah dana diberikan, tim berusaha bekerja semaksimal mungkin sampai pada batas waktu yang diberikan. Tetapi batas waktu yang diberikan tidak dapat dicapai oleh tim, sehingga harus terlambat dalam penulisan laporan kegiatan PKM ini.

PKMK-2-1-9

RENCANA TINDAK LANJUT a. MOU (Memorandum of Understanding) antara YPRP dengan LPM Antropologi (Laboratorium Pengembangan Masyarakat) Setelah selesai melakukan kegiatan FGDII, diadakan pertemuan antara pihak YPRP dengan ketua Departemen Antropologi selaku Pembina LPM Antropologi, untuk menindaklanjuti kegiatan pembinaan dan pendampingan kelompok penarik beca di lingkungan kampus USU. Dalam pertemuan ini disepakati bahwa pihak YPRP merupakan mitra kerja LPM Antropologi dalam berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan untuk pendampingan para penarik beca di kampus USU. Pihak LPM Antropologi dan YPRP juga akan mengambil inisiatif untuk menjembatani harapan-harapan para penarik beca kepihak Universitas. LPM Antropologi adalah merupakan suatu wadaha bagi mahasiswa Antropologi dalam mengaplikasikan teori-teori yang didapat dari perkuliahan. Dalam hal ini mahasiswa terjun langsung kemasyarakat, baik itu penelitian maupun pengabdian. Dengan adanya wadah ini mahasiswa menjadi terpacu untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat ilmiah dan berguna bagi masyarakat. b. Pengembangan Ekonomi Para Penarik Beca Salah satu harapan para penarik beca di kampus USU adalah adanya peningkatan taraf ekonomi. Mereka menginginkan dibentuknya suatu koperasi simpan pinjam. Untuk menindaklanjuti keinginan para penarik beca ini, akan dijalin kerjasama dengan pihak-pihak di luar USU yang berkompeten dalam hal koperasi. Dengan adanya koperasi maka sedikit banyaknya para penarik beca dapat menyisihkan penghasilannya untuk disimpan. c. Pelayanan Kesehatan Para Penarik Beca Untuk menjalankan kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan dan penyuluhan kesehatan bagi penarik beca, maka akan diadakan kerjasama dengan pihak FKM (Fakultas Kesehatan Masyarakat) dan FKG (Fakultas Kedokteran Gigi). Bentuk kegiatan yang nantinya akan dilaksanakan adalah penyuluhan tentang pola hidup sehat dan pencegahan penyakit bagi penarik beca oleh pihak FKM. Pihak FKG akan melakukan pemeriksaan dan perawatan gigi secara berkala kepada para penarik beca. d. Advokasi Kebijakan Menanggapi tentang perbedaan tarif beca yang dikenakan pada pengguna jasa beca, maka dibuat daftar tarif yang telah disepakati bersama oleh penarik beca dari setiap pangkalan. Daftar tarif ini selanjutnya akan disahkan oleh pihak Universitas. Oleh karena itu perlu dilakukan lobby kepihak Universitas agar dikeluarkannya kebijakan yang berhubungan dengan tarif beca. Untuk itu perlu diadakan pertemuan dengan pihak Universitas untuk melakukan persentase mengenai laporan hasil kegiatan yang telah dilakukan dalam rangka pembinaan dan pendampingan kelompok penarik beca di kampus USU. Hasi dari pertemuan ini diharapkan dapat melahirkan suatu kebijakan dari pihak Universitas yang dapat membantu peningkatan kesejahteraan para penarik beca di kampus USU. DAFTAR PUSTAKA Erwin (2001) Judi Togel dan Tukang Beca, Skripsi Sarjana jurusan Kesejahteraan Sosial FISIP-USU. Tidak diterbitkan. Medan. KOMPAS edisi 3 Agustus 2000 KOMPAS edisi 14 Mei 2002

PKMK-2-2-1

PILOT PROJECT PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN CARA PEMILAHAN DI KOTA PADANG David Darwin, Syafrinaldi, Aci Lesta Triadi Munir, Ferdian Nada Putra Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas, Padang ABSTRAK Peningkatan mutu kebersihan dilakukan pemerintah kota Padang untuk menjadikan kota Padang mejadi salah satu kota terbersih di kawasan ASEAN. Langkah ini berkaitan dengan usaha peningkatan kesadaran masyarakat kota Padang dalam mengelola sampah. Pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan memilah sampah berdasarkan jenisnya ditingkat rumah tangga. Telah dilakukan kegiatan Pilot Project Peningkatan Kesadaran Masyarakat kota Padang dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dengan Cara Pemilahan. Kegiatan dilakukan di komplek Pelangi Indah RT 01/RW XIII Kel. Korang Gadang Kec Kuranji Padang. Kegiatan ini dimulai dengan memberikan penyuluhan pada warga setempat mengenai arti penting pemilahan sampah. Kemudian dilanjtukan dengan menerapkan metoda pemilahan sampah di komplek tersebut selama satu bulan. Kegiatan ini ditunjang dengan penyediaan fasilitas berupa empat buah kantong sampah per rumah, buku wacana, panduan pemilahan sampah, poster serta pelayanan pengambilan sampah dua kali seminggu. Dari kegiatan yang telah dilakukan, diperoleh hasil yang cukup baik, dimana tingkat kecenderungan warga dalam memilah sampah mencapai 83,1 %. Nilai ini diperoleh dari persentase jumlah warga yang melakukan pemilahan sampah. Kata Kunci : Warga kota Padang, Sampah rumah tangga, Pemilahan Sampah, PENDAHULUAN Kota Padang merupakan salah satu dari sekian banyak kota di Indonesia yang telah berhasil memperoleh penghargaan Adipura. Penghargaan ini merupakan penghargaan atas keberhasilan dalam menjaga kebersihan kota. Dalam beberapa tahun ke depan pemerintah kota Padang berencana meningkatkan prestasi tersebut menjadi kota terbersih di kawasan ASEAN. Untuk itu berbagai langkah peningkatan mutu kebersihan telah dilakukan oleh pemerintah kota seperti peningkatan fasilitas pendukung pengelolaan sampah(bak-bak sampah, truk pengangkut sampah, becak sampah dan lain sebagainya). Namun dalam kenyataannya langkah ini masih belum mampu mengimbangi jumlah sampah yang disebabkan bertambahnya jumlah penduduk. Masalah persampahan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah kota saja, tapi juga seluruh lapisan warga masyarakat. Upaya peningkatan kesadaran masyarakat dalam mengelola sampah merupakan langkah yang tepat dalam mengatasi masalah persampahan ini. Selama ini usaha yang dilakukan dalam penanganan sampah adalah bagaimana cara membuang sampah tersebut, aka tetapi sekarang timbul masalah, karena lahan tempat pembuangan semakin sempit, lokasinya makin jauh dari kota dan pada masyarakat disekitar tempat

PKMK-2-2-2

pembuangan sampah timbul ancaman berbagai jenis penyakit yang bersumber dari sampah (Ir.Yul H. Bahar, 1986). Pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan cara memilah sampah berdasarkan jenisnya (Soewedo Hadiyoto. 1981/ 1982). Pemilahan sampah merupakan suatu langkah yang dapat mempermudah proses daur ulang. Daur ulang adalah suatu upaya dalam pemanfaatan sampah menjadi suatu yang lebig bernilai ekonomis. Apabila sampah masih tercampur maka akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memilahnya di tempat pembuangan akhir (TPA) agar bisa didaur ulang. Sementara jumlah sampah akan bertambah setiap harinya dan lahan PA akan semakin berkurang. Metoda pemilahan sampah ini dapat dimulai dari tingkat rumah tangga karena rumah tangga merupakan sumber dari segala kegiatan jadi apabila dari tingkat rumah tangga sudah terbiasa untuk memilah sampah, maka kebiasaan ini akan terbawa ketempat-tempat yang lebih besar seperti perusahaan, pabrik, kantor dan lain sebagainya. Bertitik tolak dari pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang ada : 1. Untuk meningkatkan mutu kebersihan kota Padang harus disertai dengan pengelolaan yang baik antara warga masyarakat dengan pemerintah kota. 2. Sistem pengelolaan sampah rumah tangga masih belum menerapkan metoda pemilahan sampah. Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat kota Padang dalam mengelola sampah dan menerapkan metoda pemilahan sampah di tingkat rumah tangga. Manfaat yang ingin diperoleh dari kegiatan ini adalah agar kemampuan masyarakat dalam mengelola sampah dapat meningkat dengan memilah sampah sesuai dengan jenisnya. Selain itu hasil dari kegiatan ini juga diharapkan dapat menjadi acuan dan rujukan bagi Pemko Padang dalam pengelolaan sampah, khususnya sampah rumah tangga. METODE PENDEKATAN Pada pelaksanaannya, observasi dilakukan selama satu minggu pada bulan maret 2006 yang bertempat di komplek perumahan Pelangi Indah RT 01/RW XIII Kel. Korong Gadang Kec. Kuranji Padang. Metoda yang dilakukan pada saat observasi adalah metoda diskusi dengan beberapa warga termasuk ketua RT setempat, dari hasil observasi didapatkan informasi bahwa warga komplek pelangi indah telah mempunyai kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal mereka, hal ini terbukti dengan telah adanya kesepakatan dari warga untuk menyewa sebuah mobil sampah (bukan milik Dinas Kebersihan) yang akan menangani masalah sampah komplek namun sampah yang dikumpul masih dalam keadaan bercampur tidak dipisah berdasarkan jenisnya. Berdasarkan hasil observasi yang didapatkan, dapat dirumuskan metoda yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari program : 1. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat komplek Pelangi Indah. Penyuluhan yang diberikan berupa: a. Pemberitahuan kepada masyarakat mengenai dampak positif dan negatif dari pengelolaan sampah, akibat buruk bagi kesehatan masyarakat yang bisa ditimbulkan dari sampah.

PKMK-2-2-3

b. Memberikan pengajaran kepada masyarakat tentang bagaimana tata cara pemilahan sampah di lingkungan rumah tangga, dan memberikan penerangan tentang keuntungan-keuntungan apa saja yang bisa diperoleh baik di tingkat rumah tangga, kelurahan dan kota Padang apabila metoda pemilahan sampah ini berhasil diterapkan kepada seluruh komponen masyarakat. c. Memberikan gambaran kota-kota lain di negara maju yang telah menerapkan metoda pemilahan sampah ini dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai bahan perbandingan bagi masyarakat dan bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran dari dalam diri masyarakat untuk dapat melakukan pemilahan sampah sejak dini. Penyuluhan ini akan diberikan kepada masyarakat pada tempat-tempat keramaian dan tempat-tempat yang dinilai strategis dan mudah untuk dicapai, seperti: kantor kelurahan, Rumah ketua RT setempat dan TPA (Taman Pendidikan Agama) yang berada di lingkungan mesjid. Penyuluhan yang akan diberikan nantinya dibuat dan disiapkan dalam format slide show dengan menggunakan power point atau menggunakan macromedia Flash yang akan ditampilkan dengan menggunakan media Laptop dan In focus. 2. Memberikan Buku saku /Buku wacana Kepada setiap 30 rumah yang ada di RT 01 komplek Pelangi Indah yang berjudul Ayo Bersiasat dengan Sampah. Buku yang akan diberikan ini dibuat dengan full color dan semenarik mungkin yang berisikan cara pemilahan sampah, pengelolaan sampah, daur ulang yang bisa dilakukan di tingkat rumah tangga, serta dampak positif dan negatif yang ditimbulkan dari sampah. Buku ini juga akan dilengkapi dengan karikatur yang bercerita tentang cara pengelolaan sampah dan pemilahan sampah. Karikatur ini dibuat dengan tujuan agar anak-anak juga dapat membaca buku ini dan dapat merangsang pikirannya untuk dapat melakukan hal pemilahan sampah sejak dari kecil. 3. Membagikan plastik sampah kepada rumah-rumah yang akan digunakan sebagai sampel, rumah yang akan digunakan sebagai sampel adalah 30 buah rumah dalam komplek tersebut. Setiap rumah nantinya akan memperoleh masing-masing 4 (empat) buah kantong plastik sampah yang terdiri dari : a. Sampah Organik Sampah organik ini dapat berupa sisa-sisa makan atau bahan-bahan organik lainnya yang dapat membusuk. b. Sampah Plastik Sampah plastik dapat berupa plastik sisa kemasan suatu produk, bahanbahan plastik seperti ember bekas atau yang lainnya. c. Sampah Kertas Sampah kertas dapat berupa kertas-kertas yang tidak diperlukan lagi seperti koran bekas, buku-buku bekas, dan lain-lain. d. Sampah logam/kaca Dapat berupa benda-benda yang terbuat dari bahan dasar logam ataupun kaca. Setelah disebar kemudian dalam jangka waktu 2 x seminggu sampah-sampah yang telah diklasifikasikan dari tingkat rumah tangga tersebut dikumpulkan dan ditimbang. Disamping itu juga diamati sampai sejauh mana kesadaran masyarakat untuk membuang dan memilah sampah sesuai dengan tempat yang telah disediakan. Hal ini dilakukan kurang lebih selama 1 bulan.

PKMK-2-2-4

Sampah-sampah plastik, logam dan kaca nantinya akan dikumpulkan dan dijual ke tukang loak untuk didaur ulang. Ini dilakukan untuk mengetahui nilai Ekonomi yang bisa diperoleh oleh masyarakat dari sampah-sampah jenis ini. 4. Penyebaran atau pemasangan Poster yang berukuran kira 1 x 1 meter yang berisikan ajakan untuk memilah sampah, bahaya yang dapat ditimbulkan dari sampah, karikatur lucu yang dikemas semenarik mungkin yang isinya berupa ajakan untuk memilah dan membuang sampah pada tempatnya. Poster-poster ini akan dipasang pada tempat-tempat strategis yang banyak dilewati masyarakat seperti : di dekat mesjid, kantor lurah, persimpangan jalan komplek dan ditempat-tempat lain yang dinilai strategis. Pada bulan mei sampai awal Juni 2006 Program Peningkatan Kesadaran Masyarakat ini dilaksanakan berdasarkan metoda pelaksanaan seperti yang telah disusun diatas. program ini diawali dengan tahap persiapan yang dilakukan pada bulan April 2006, kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan ini adalah : • Studi pustaka dilakukan untuk mempersiapkan bahan penyuluhan pada warga kompleks, bahan untuk pembuatan buku panduan, selebaran dan Poster Reklame. Studi yang dilakukan berupa browsing Internet, Pengambilan Data perhari sampah kota padang ke TPA Aie Dingin di daerah Lubuak Minturun. • Pembutan disain / rancangan buku dan Pembuatan Buku Panduan • Pendisainan Poster Reklame dan Pembuatan nya dengan ukuran 1 x 1 meter sebanyak 4 buah • Mencari dan membeli karung tepung dan plastik polibek besar yang nantinya digunakan sebagai Kantong sampah pada setiap rumah di RT 01 • Pengecatan kantong sampah menjadi tiga warna yang berbeda yaitu merah, kuning, dan biru. • Pembuatan selebaran yang berisikan cara pemilahan sampah berdasarkan jenisnya. Setelah tahapan persiapan selesai dilanjutkan dengan tahapan pelaksanaan program. Pelaksanaan dari program ini di awali dengan memberikan penyuluhan pada masyarakat pada hari Sabtu tanggal 6 Mei 2006 jam 16.00 WIB di Mushalla Al-Barqah. Penyuluhan diberikan dengan cara teknik presentasi dan dilanjutkan dengan diskusi agar materi yang diberikan lebih dimengerti dan dipahami oleh masyarakat. Selain pemberian materi penyuluhan, kepada warga yang hadir juga diberikan materi berupa cerita pengalaman hidup di Jepang oleh seseorang pemateri yang merupakan Dosen Jurusan Kimia Unand, adapun materi yang diberikan berupa bagaimana cara masyarakat Jepang dalam pengelolaan sampah dari tingkat rumah tangga. Penyuluhan yang diberikan berjalan jauh dari perkiraan semula karena jumlah warga yang hadir sangat sedikit, walaupun demikian penyuluhan tetap dilaksanakan sesuai jadwal yang telah ditetapkan dan untuk mengantisipasi warga yang tidak hadir, pada hari berikutnya dilakukan penyuluhan ulang dengan sistem door to door atau dari rumah ke rumah agar tujuan dari program ini terlaksana dengan semestinya. Setelah pemberian penyuluhan selanjutnya pada setiap rumah dilakukan penyebaran Kantong Sampah, dimana setiap rumah di beri 4 kantong sampah dengan warna yang berbeda-beda, kantong hitam untuk sampah organik, kantong dengan less kuning untuk sampah kertas, less merah untuk sampah plastik, less biru untuk sampah besi dan kaca. Selain itu kepada setiap rumah juga diberikan buku wacana yang

PKMK-2-2-5

berisikan segala sesuatu tentang sampah dan pengelolaanya, dan juga diberikan selebaran yang berisi Panduan pemilahan sampah agar memudahkan masyarakat dalam memilah. Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah melihat kecenderungan masyarakat apakah telah melakukan proses pemilahan dengan baik setiap dua kali seminggu selama satu bulan penuh. Menurut Time Schedule yang telah kami buat, sebelum program ini dilaksanakan terlebih dahulu dipasang Poster yang telah direncanakan di lokasi sekitar komplek. dengan tujuan agar ajakan untuk memilah sampah masih terus dapat dirasakan oleh masyarakat ketika masyarakat keluar dari rumahnya masing-masing. Namun tahapan ini telat dilaksanakan karena terkendala masalah pemesanan, dan poster ini akhirnya dipasang pada saat program sedang berlangsung. Adapun instrumen pendukung yang digunakan selama Program kegiatan ini berlangsung adalah : a. Pada saat penyuluhan : Infokus dan Laptop b. Pada saat pelaksanaan program - Kantong sampah 4 buah perumah dengan warna yang berbeda-beda - Buku wacana “Ayo bersiasat dengan sampah” - Selebaran panduan pemilahan - Poster yang berisikan ajakan untuk memilah sampah. c. Pada saat pengambilan sampah : - Mobil Pick-Up untuk mengangkut sampah HASIL DAN PEMBAHASAN Dari pelaksanaan program yang telah dilakukan selama kurang lebih satu bulan didapatkan hasil sebagai berikut : Dari grafik dapat dilihat bahwa tingkat kesadaran masyarakat dalam pemilahan sampah dari setiap kali pengambilan mengalami perubahan yang bervariasi. Pada pengambilan pertama terlihat bahwa kecenderungan warga untuk memilah sampah cukup tinggi, yaitu 94,37 %. Ini kemungkinan disebabkan karena warga sangat antusias dengan metoda pemilahan sampah ini. Metoda ini juga pertama kalinya diterapkan ditempat tersebut. Tingkat Kesadaran Mayarakat Dalam Sampah 100 90 80

persentase

70 60 50 40 30 20 10 0

1

2

3

4

5

6

7

8

Terpilah (%)

94.37

83.1

82.44

73.69

54.28

60.81

73.68

83.1

Bercampur %

5.63

16.9

17.56

26.32

45.71

39.19

26.32

16.9

pengambilan Terpilah (%)

Bercampur %

PKMK-2-2-6

Pada pengambilan sampah yang kedua terlihat penurunan kecenderungan warga dalam memilah sampah. Penurunan tingkat kecenderungan memilah sampah ini terlihat sampai pengambilan sampah yang kelima. Hal ini disebabkan karena warga mulai mengalami tingkat kejenuhannya dalam memilah sampah dan lebih cenderung untuk tidak memilah sampah melainkan membiarkan dalam keadaan tercampur. Selain itu ajakan dan peringatan untuk selalu memilah sampah belum dilakukan. Jadi warga mulai lupa dengan arti penting pemilahan sampah itu sendiri. Sebelum pengambilan sampah yang keenam, kami mulai mengajak warga untuk selalu memilah sampah dengan cara dan memberikan teguran pada warga yang tidak memilah sampah. Pada pengambilan sampah keenam mulai terlihat kembali peningkatan kecenderungan warga dalam memilah sampah. Teguran selalu diberikan kepada warga yang tidak memilah sampahnya mulai pada saat itu. Pada pengambilan berikutnya sampai pengambilan terakhir terlihat peningkatan yang cukup baik dari warga untuk memilah sampah. Pengambilan sampah yang kedelapan ini memperlihatkan nilai persentase sebesar 83,1 %. KESIMPULAN Dari hasil pelaksanaan Program Pengabdian Masyarakat yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : a. Peningkatan Kesadaran Masyarakat Dalam pengelolaan Sampah Rumah Tangga dengan Cara Pemilahan dapat dilaksanakan dengan cara mengajak, memberikan informasi, dan memberikan pelayanan yang baik. b. Metoda Pemilahan sampah ini dapat diterapkan untuk skala yang lebih besar karena dari program yang telah dilaksanakan memperlihatkan hasil yang cukup baik, yaitu dengan persentase akhir sebesar 83, 1% warga telah melakukan pemilahan sampah. c. Masyarakat komplek Pelangi Indah RT 01/RW XIII mempuyai kemampuan untuk dapat memilah sampah berdasarkan jenisnya dari tingkat rumah tangga. d. Kesadaran masyarakat untuk selalu memilah sampah dapat ditingkatkan dengan cara selalu memberikan informasi akan pentingnya pemilahan sampah ini. DAFTAR PUSTAKA 1. Bahar, Yul H. 1985 / 1986. Teknologi Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Jakarta: PT Waca Utama Pramesti. 2. Soekarman. 1983. Pemanfaatan tinja dan Sampah DKI Jakarta Pusat Untuk Menunjang Pembangunan nasional. Jakarta: Era swasta. 3. Hadiwiyoto, Soewedo. 1981/ 1982. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Jakarta. PT Inti Idayu Press. 1981

PKMK-2-3-1

SAVE OUR JAIL Ignasia Kijm, A Diyana, Anyelir Puspa K., A Renzulli, H Khatimah Departemen Kriminologi, Universitas Indonesia, Depok ABSTRAK Model penghukuman harus disesuaikan dengan tingkatan usia. Idealnya anakanak sebisa mungkin diminimalisir dari resiko negatif hukuman pidana, bahkan berusaha untuk dijauhkan dari sistem peradilan pidana. Metode welfare approach menekankan bahwa anak-anak masih bisa dibina dengan metode yang bersifat rehabilitasi dan resosialisasi nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. ini tidak hanya menjadi tugas dari lembaga pemasyarakatan, tapi juga menjadi tanggung jawab seluruh masyarakat. Kegiatan ini diadakan dengan tujuan untuk mengadakan asimilasi terhadap anak didik serta membuka wacana tentang lembaga pemasyarakatan kepada masyarakat pada tataran akademis dan praktis. Metode pelaksanaan program ini adalah dengan membangun hubungan interpersonal yang baik antara tim pelaksana dengan anak didik dengan mengadakan kunjungan rutin pada setiap hari Sabtu selama bulan Juli-September 2005. Mekanisme pelaksanaan kegiatan tidak lepas dari koridor edukasi, motivasi, dan rekreasi antara lain dengan permainan, problem solving, focus group discussion (FGD), mentoring dan curhat, kelas membaca. Selain itu diadakan sosialisasi ke masyarakat tentang kegiatan ini.Kegiatan ini mendapat sambutan baik dari pihak Lapas, dan terutama sekali oleh anak didik. Selama delapan pertemuan, terlihat ada banyak perkembangan positif pada anak didik. Mereka semakin mampu untuk berinteraksi secara positif dengan orang lain. Potensi mereka berhasil digali dari berbagai kegiatan yang diselenggarakan. Anak didik pun semakin memiliki kepercayaan diri akan masa depan yang lebih baik, dan hal itu ditunjukkan dengan cara selalu berusaha menunjukkan potensi atau keahlian mereka dalam berbagai hal, dan berinteraksi sekaligus menunjukkan sikap-sikap positif atas tantangan yang ada di luar Lembaga Pemasyarakatan. Kata kunci: lembaga pemasyarakatan, anak didik, stigmatisasi, asimilasi, sosialisasi PENDAHULUAN Anak didik seringkali dipandang negatif oleh masyarakat. Masyarakat memposisikan mereka sebagai orang yang bersalah dan hukum juga mendukung hal itu. Ada tingkah laku masyarakat yang tersirat baik secara langsung atau tidak langsung yang mengisyaratkan bahwa penjahat harus dijauhi dan dikucilkan karena perbuatannya yang melanggar norma masyarakat dan norma hukum. Masyarakat kerap memberi stigma atau cap buruk kepada anak yang pernah melakukan penyimpangan, pelanggaran atau kenakalan. Tak heran, bila anak didik tidak mendapatkan tempat yang layak dalam masyarakat. Akibatnya, anak didik berpeluang besar mengulangi tindak kejahatan. Label sebagai anak didik yang melekat sulit dilepaskan, terutama saat ia berbaur dengan masyarakat. Pandangan yang berkembang di masyarakat yang demikian, memunculkan tantangan untuk mengubah pandangan itu dengan cara mengembalikan

PKMK-2-3-2

kepercayaan masyarakat terhadap napi dan memperbaiki stigma yang diciptakan oleh masyarakat, agar napi memiliki kepercayaan diri kembali untuk hidup bermasyarakat. Perlu dilaksanakan sebuah program yang dapat menjembatani antara anak didik dengan masyarakat. Program tersebut adalah suatu hal yang sangat membantu proses reintegrasi anak didik ke dalam masyarakat. Masalah yang diangkat dalam program ini adalah bagaimana mensosialisasikan bahwa anak didik harus diterima dengan baik oleh masyarakat. Tujuan dari kegiatan ini adalah mengupayakan intervensi atas pengaruhpengaruh negatif yang muncul karena stigma dari masyarakat terhadap anak didik. Kegiatan awal kami di sana adalah untuk menemukenali permasalahan inti yang membuat anak didik merasa kurang percaya diri setelah keluar lembaga dan menjalani kehidupan normal di masyarakat. Selain tiu kami juga mennsosialisasikan kondisi anak didik kepada masyarakat, bahwa masyarakat mempunyai peran yang cukup penting dalam proses reintegrasi anak didik, baik ketika menjalani bebas bersyarat maupun telah selesai masa pidananya. Sosialisasi tidak hanya kepada masyarakat luas, melainkan justru lebih ditekankan kepada orang terdekat anak didik, yakni keluarga mereka. METODE PENELITIAN Kegiatan ini dilaksanakan dengan membangun sikap saling percaya pihak tim pelaksana yang memposisikan diri sebagai masyarakat, dengan anak didik. Hal itu berusaha dicapai dengan cara mengadakan kunjungan rutin setiap hari Sabtu sebanyak 8 kali pertemuan di dalam Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Anak Negara Wanita Tangerang. Penyelenggara kegiatan ini adalah para mahasiswa yang seusia dengan ratarata anak didik. Walaupun mungkin keberadaan mahasiswa sebagai penyelenggara tidaklah merepresentasikan kondisi masyarakat sebenarnya, tetapi tim pelaksana kegiatan berusaha semaksimal mungkin untuk menempatkan diri bukan sebagai mahasiswa, melainkan masyarakat awam. Dengan demikian kami dapat secara aktif dan berkesinambungan memberi dukungan moral dan semangat kepada anak didik. Hubungan yang berusaha diciptakan antara anak didik dengan penyelenggara adalah hubungan pertemanan, partnership atau kemitraan. Penyelenggara sepenuhnya memberikan kepercayaan kepada anak didik untuk dapat mengembangankan potensi sosialnya, melalui berbagai media ekspresi, seperti dengan cara menggambar, membuat tulisan, maupun bercerita secara langsung di depan teman-temannya. Tahapan-tahapan tersebut antara lain : 1. Tahap perkenalan: mengenal nama dan mengetahui identitas anak didik, apa yang menjadi kesukaan dan hobi, serta cita-cita dan segala hal yang anak didik dapat bagi dengan kami yang notebene “orang luar”. 2. Tahap penyampaian informasi: menyampaikan informasi yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi, kebersihan, pentingnya pendidikan dan hal-hal yang terkait dengan kehidupan remaja pada umumnya 3. Tahap intervensi dan motivasi: kami berusaha untuk mengintervensi dan memberikan motivasi kepada mereka untuk dapat menyelesaikan masalah yang mereka hadapi, bahwa mereka punya kemampuan untuk itu. Kegiatan dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa buku-buku bacaan, gambar, film untuk ditonton bersama-sama, kertas dan alat tulis untuk

PKMK-2-3-3

menulis ataupun menggambar. Metode kegiatan yang dilakukan dengan cara yang bersifat rekreasional sehingga menjauhkan anak didik dari kebosanan. Suasana diciptakan bersahabat dan penuh keterbukaan. Mereka dibiarkan sebebas mungkin untuk menjadi diri mereka sendiri. Kegiatan tersebut di atas ditindaklanjuti dengan sosialisasi, yang dilakukan dengan cara antara lain : Penempelan poster di tempat-tempat strategis, Pembuatan website save our jail (dapat diakses pada situs: www.geocities.com/save_our_jail Berkampanye, dengan cara siaran di radio RTC UI FM, Pembagian PIN “SAVE OUR JAIL”, Menggunakan kaos “SAVE OUR JAIL” di tempat-tempat umum. HASIL DAN PEMBAHASAN Seluruh kegiatan diatas melibatkan 14 orang anak didik Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Anak Negara Wanita Tangerang baik yang berstatus pidana ataupun tahanan. Pada minggu-minggu terakhir jumlah ini berkurang karena beberapa orang anak didik menjalani bebas bersyarat. Selain anak didik, program ini melibatkan kami sebagai tim pelaksana secara keseluruhan. Kegiatan Save Our Jail dilaksanakan pada 2 Juli 2005 sampai 27 agustus 2005, dilaksanakan setiap hari sabtu pukul 13.00 sampai 15.30. Sedangkan kegiatan sosialisasi dimulai pada minggu ke dua September sampai Minggu pertama Desember. Selama kurang lebih lima bulan pelaksanaan dibagi menjadi empat bagian yaitu pra pelaksanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan, pasca pelaksanaan kegiatan, tindak lanjut kegiatan. Selama pertemuan pertama sampai dengan pertemuan ke enam, kami membagi 14 orang anak didik ke dalam tiga kelompok kecil yang dipegang oleh satu mentor tetap. Hal ini dilakukan agar mempermudah penyampaian materi dan pengawasan terhadap ketertarikan dan interaksi dalam diskusi atau konseling kelompok. Selain itu juga mempermudah pengenalan lebih dalam terhadap individu yang merupakan tugas. Mekanisme pembagian kelompok ditentukan dengan cara permainan atau mereka memilih sendiri teman kelompok. Setiap kelompok dipegang oleh satu orang mentor tetap dan satu orang asisten mentor. Anak didik dapat dibagi menjadi dua yaitu pertama, kelompok kasus non-narkoba terdiri dari anak didik yang terlibat dalam kasus pembunuhan, pencurian, pemalsuan dan penipuan. Sedangkan kedua adalah kelompok kasus narkoba. Pelaksanaan Program Save Our Jail Berdasarkan Waktu Pelaksanaan, Nama Kegiatan, Metode Pelaksanaan dan Materi yang Disampaikan Waktu Pelaksa naan Pertemu an I (2 Juli 2005)

Nama Kegiatan Meet by Heart

Metode Pelaksanaan Permainan

Materi Yang disampaikan -

Target Kegiatan Dapat berkenalan dengan anak didik tanpa

Pencapaian Program mengenal anak didik

PKMK-2-3-4

Pertemu an II (9 Juli 2005)

Meet by Heart

diskusi, pembagian paket kesehatan

Kesehatan Reproduksi

Pertemu an III (16 Juli 2005)

Coz U are My Friend

konseling klompok

Self-Concept

Pertemu an IV (23 Juli 2005)

Coz U are My Friend

games, konseling kelompok

Goal Attainment

Pertemu an V (30 Juli 2005)

Coz U are My Friend

kelompok besar

Flash back to focusing future

Pertemu an VI (6 Agustus 2005)

You'll See I Can Do it

reward and punishment

creative competitive ness

Pertemu an VII (20

Coz U are My Friend

Nonton film

Stress Relaps

Anak didik mengerti mengenai pentingnya kesehatan alat reproduksi mereka, dengan membahas halhal yang selama ini dinilai tabu seputar masalah reproduksi dan seks. Anak didik memahami kelebihan dan kekurangan diri sendiri dan temannya sehingga dapat membentuk konsep diri yang lebih positif Anak didik dapat menentukan tujuan atau pencapaian target hidupnya sehingga mulai dapat diperjuangkan sekarang juga walaupun memiliki keterbatasan fisik Anak didik dapat menyusun perencanaan dan strategi dalam mencapai tujuannya Anak didik dapat Menyalurkan kreatifitasnya dengan keterbatasan tertentu, mengasah kemampuan bersaing dengan sehat, kerjasama dalam kelompok

Anak didik mendapatkan hiburan dan

penyampaian informasi tentang kebersihan dan kesehatan reproduksi pemberian paket kebersihan

Anak didik mulai membuka pikiran untuk menerima kelebihan dan kekurangan dirinya

Anak didik lebih terbuka untuk mentukan tujuan hidupnya

Anak didik lebih dapat meperinci tujuan hidupnya Anak terpancing untuk mencoba halhal baru, mengembang kan kreatifitas, berkompeisi dengan sehat, mampu memotivasi diri sendiri dan temannya Anak dapat menyatakan insight atau

PKMK-2-3-5

Agustus 2005) Pertemu an VIII (27 Agustus 2005)

lomba kebersama an

permainan

kebersamaan, pemberian motivasi

pelajaran dari film yang disajikan Anak didik dapat merasakan kebersamaan

hikmah dari tontonan tersebut Anak didik dapat dengan terbuka bersama dalam permainan

Secara deskriptif kegiatan yang dilaksanakan pada setiap pertemuan asimilasi terdapat dalam paparan berikut: Kegiatan Pertemuan I Minggu pertama adalah pertemuan pertama yang diisi dengan perkenalan. Perkenalan dilakukan dengan permainan antara tim pelaksana dengan anak didik. Pemainan yang dilakukan bernama “bingo”, dengan menggunakan instrumen berupa kertas yang berisi sifat atau karakter-karakter khusus untuk diisi oleh anak didik. Dari permainan ini tim pelaksana dapat mengenal mereka lebih dekat dengan mengetahui sifat-sifat khusus mereka, hal yang mereka suka, yang mereka benci ataupun cara kerja mereka dalam bermain walaupun belum terlalu mendalam. Dalam permainan individual ini terlihat kurang ada persaingan dalam mengumpulkan score terbanyak. Anak didik lebih cenderung untuk menyalin hasil yang telah diperoleh rekannya, daripada mencari tahu sendiri. Ada beberapa anak yang kelihatan bersemangat, tapi ada yang tidak bersemangat. Dari permainan ini juga terlihat bahwa mereka cukup terbuka terhadap tim pelaksana sebagai orang yang baru mereka kenal. Setelah permainan selesai kami bertanya pada mereka siapa yang berhasil mengumpulkan kurang dari 3 bingo, 4 bingo atau lebih dari 5 bingo. Kami juga menanyakan kesulitan-kesulitan apa yang dihadapi anak didik yang hanya memperoleh kurang dari 3 bingo, dan kemudahan apa yang dirasakan anak didik yang mendapat lebih dari lima bingo. Pengalaman ini diceritakan setelah permainan dengan duduk membentuk lingkaran, agar pengalaman yang diceritakan itu dapat didengar teman-temannya. Kegiatan ini memakan waktu 15 menit, tanpa reward bagi yang menang ataupun punishment bagi yang kalah. Kegiatan selanjutnya adalah permaian berkelompok bernama jaring labalaba. Sebelum permainan, anak didik dibagi menjadi 2 kelompok. Penentuan pembagian kelompok dilakukan dengan mengurutkan tinggi badan. Di tengah ruangan dibentangkan dua tali panjang dan anak didik diminta membentuk satu barisan berdiri di sepanjang tali, berurutan dari yang paling tinggi di sebelah kanan. Instruksinya: daerah di atas tali adalah daerah kering dan aman, dan daerah luar tali adalah kawasan basah, tidak aman, karena ada cairan beracunnya. Selama mereka masih berada di kawasan aman, permainan dilanjutkan terus. Tetapi jika ada yang menginjak daerah beracun, permainan diulang. Semua harus bertukar posisi sehingga urutan awal yang paling tinggi adalah sebelah kanan berubah menjadi ke sebelah kiri dengan urutan yang sesuai. Tapi tidak boleh menginjak ke daerah beracun. Hanya boleh melompati teman sendiri. Setelah tinggi badan sudah berurutan, anak didik menghitung 1 dan 2 mulai dari kiri. Kemudian yang angkanya satu berkumpul dengan yang sesama angka satu, demikian pula dengan yang angkanya dua sehingga terbentuk dua

PKMK-2-3-6

kelompok untuk permainan selanjutnya dengan dipandu oleh masing-masing satu orang mentor dari tim pelaksana. Permainan jaring laba-laba diikuti oleh semua tim pelaksana perempuan. Problem solving-nya ditangani oleh anak didik sendiri. Tim pelaksana diusahakan seminimal mungkin untuk memberi petunjuk. Instruksinya: peserta berdiri membentuk lingkaran kecil, 7 lembar tali digulung di tengah lingkaran dan peserta dalam kelompok diminta mengangkat tangan kanannya, lalu pegang salah satu ujung tali. Angkat tangan kirinya, lalu pegang ujung tali lainnya. Mentor meminta supaya tali tidak dilepas, setelah itu bagian atasnya dilepas mentor. Lepaskan tali yang kusut itu supaya jadi satu bentangan. Dalam permainan ini, jika ada kelompok yang selesai lebih dulu sebelum 30 menit, diminta mengulangi tapi tanpa suara. Kelompok yang selesai lebih dulu diminta menunggu kelompok yang belum selesai, untuk saling memberi dukungan. Dari permainan ini terlihat beberapa anak didik yang sengaja berbuat curang dengan menukar tali miliknya dengan tali milik temannya, agar jaring jadi lebih mudah dilepas. Permainan ini tidak dilakukan dengan sportif. Permainan ini memakan waktu 30 menit, dan menit-menit selanjutnya sampai pukul 15.30 dihabiskan dengan bersama-sama berbagi pendapat dan komentar atas esensi kegiatan dan permainan yang telah dilaksanakan dan berbagi cerita ataupun pengalaman. Pada sesi ini lebih banyak menggali informasi tentang latar belakang kehidupan anak didik. Kami juga banyak berbincang-bincang dengan mereka, menggunakan pendekatan interpersonal. Anak didik jauh lebih terbuka daripada awal pertemuan ini. Pada sesi ini anak didik dibagikan kertas dan mentor meminta mereka untuk menuliskan hal apa yang mereka ingin dapatkan dari kegiatan kita yang akan dilakukan selama hari Sabtu 5 minggu ke depan, juga komentar dan saran-masukan pribadi atas kegiatan hari itu. Sambil menulis, anak didik dibagikan makanan kecil. Kegiatan Pertemuan II Minggu ke dua kegiatan kami adalah memberikan materi kesehatan reproduksi. Sebelum memulai kegiatan, diawali dengan permainan yang melatih daya konsentrasi mereka. Pembukaan ini memakan waktu 30 menit. Kemudian, untuk masuk ke materi, anak didik dibagi menjadi 3 kelompok. Di dalam satu kelompok dipegang satu orang mentor yang mengarahkan kegiatan. Anak didik diminta mengisi jawaban pada lembar pertanyaan seputar kesehatan reproduksi. Sebelumnya diarahkan lebih dulu bahwa jawaban tidak ada benar-salahnya. Anak didik hanya mengisi jawaban yang mereka tahu, sesuai pengetahuan mereka saja. Mengisi lembar pertanyaan ini dilakukan selama 15 menit. Lalu 15 menit selanjutnya, jawaban yang telah dibuat, didiskusikan bersama dengan mentor, secara terbuka. Tujuannya untuk membuka dan meluruskan mitos-mitos seputar kesehatan reproduksi, dan memberi informasi yang benar tentang cara menjaga kesehatan reproduksi. Metodenya, anak didik diminta menceritakan jawaban yang ditulisnya di kertas, jika pertanyaan itu berupa pengalaman pribadi. Anak didik juga didorong untuk terbuka dalam membicarakan masalah seks, dengan tidak keluar

PKMK-2-3-7

dari koridor yang bersifat edukatif, karena masalah seks sebenarnya bukanlah hal yang tabu. Diskusi ini dilakukan selama 40 menit. Dalam sesi ini terlihat beberapa anak didik memang tertarik untuk membicarakannya, dan tidak takut-takut untuk memberi komentar atau pendapatnya. Tim pelaksana juga melihat bahwa sikap terbuka dalam memperbincangkan seks, lebih tampak pada anak didik kasus narkoba, daripada anak didik kasus non narkoba. Kami juga mengamati bahwa beberapa anak didik kurang aktif bicara karena pengetahuan mereka atas kesehatan reproduksi yang memang minim sekali. Salah satunya dikarenakan tingkat pendidikan mereka yang rata-rata lulusan Sekolah Dasar, atau Sekolah Menengah Pertama (SMP) saja, bahkan ada yang tidak lulus. Kami memperoleh informasi bahwa upaya untuk menjaga kesehatan alat reproduksi mereka memang kurang mendapat perhatian. Jika menstruasi mereka menggunakan pembalut kain yang harus sering dicuci dan dijemur, yang nyatanya memang tidak higienis (begitu juga menurut mereka). Karena untuk mencuci saja, kadang tidak tersedia sabun dan alat atau sarana mencuci seperti sikat, maupun ember. Acara ditutup dengan pemberian sarana untuk menjaga kesehatan reproduksi, berupa sabun cuci, peralatan mandi (sabun, pasta gigi, sikat gigi) yang diberikan perorangan, dua buah ember, gayung, dan dua buah sikat cuci. Kegiatan Pertemuan III Minggu ke tiga mulai memasuki tahap di mana anak didik belajar memahami dirinya sendiri dan orang lain. Untuk memahami diri sendiri, anak didik diminta menuliskan tentang kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya. Metodenya: anak didik diminta mengelompokan diri sebanyak lima orang. Jadi ada 3 kelompok, duduk membentuk lingkaran kecil. Masing-masing anak memegang kertas, pertama-tama mereka menuliskan kelebihan dan kekurangan diri mereka sendiri di kertas yang sudah diberi nama mereka. Setelah selesai, mereka mengoper kertas itu ke teman di kanannya, untuk diisi tentang kelebihan dan kekurangan dirinya, menurut pendapat teman di kanannya itu. Selesai menuliskan, bagian kertas yang telah ditulis dilipat, sehingga kerahasiaannya terjamin, dan tidak dibaca teman-temannya yang lain. Sementara itu, anak didik menerima juga kertas dari teman di kirinya, untuk memberi pendapat tentang kelebihan dan kekurangan yang ada pada teman di sebelah kirinya itu. Setelah selesai, dan kertas miliknya sudah kembali ke tangannya, mereka diminta membacanya komentar-komentar tentang dirinya sendiri itu. Anak didik belajar menerima kritikan dari orang lain, sehingga mereka dapat berintrospeksi. Mentor dalam kelompok memberi kesempatan bagi anak didik yang mau melakukan pembelaan, seandainya komentar temannya itu salah, atau dengan memberi penjelasan kepada temannya atas mengapa sifat negatif itu kadang muncul, misalnya tentang “mengapa saya pemarah” dan mengapa “sikap kamu terkadang menyebalkan”, dan sebagainya. Beberapa komentar yang menyakitkan ada juga yang diterima dengan lapang dada. Kekurangan yang ada diusahakan untuk diintrospeksi. Sementara itu dalam kesempatan itu anak didik juga dapat saling melontarkan pujian-pujian dengan memberi penilaian positif yang ada pada diri temannya.

PKMK-2-3-8

Dengan cara ini anak didik diajak untuk bisa menghargai diri sendiri dan orang lain apa adanya, karena setiap orang pasti memiliki kelebihan dan kekurangan tertentu. Kelemahan diri sendiri dan orang lain bukan alasan untuk membenci. Esensi kegiatan ini tidak disampaikan oleh mentor, melainkan anak didik diminta sendiri untuk menilai langsung manfaat kegiatan tersebut. Walaupun demikian, anak-anak yang cenderung pemalu, masih belum berani untuk banyak bicara. Komentar lebih banyak terlontar dari umumnya anak-anak yang terlibat kasus narkoba yang memang terlihat lebih agresif dibanding anakanak yang terlibat kasus nonnarkoba. Dari kegiatan ini tim pelaksana yang masuk ke dalam kelompok dapat memberi penilaian khusus atas kesulitan-kesulitan atau hambatan pribadi anak didik dalam berinteraksi dengan temannya. Dengan menceritakan kelebihan dan kekurangan diri secara terbuka, mereka juga belajar terbuka kepada orang lain, mengembangkan sikap-sikap positif yang ada pada dirinya, sehingga mampu saling memotivasi diri sendiri dan orang lain. Kegiatan Pertemuan IV Pada pertemuan ini, kami mencoba menghadirkan permainan “melemparkan bola-bola kecil”. Tujuan dilakukannya permainan tersebut adalah membiasakan anak didik menentukan terget sebelum melangkah. Anak didik diminta membentuk lingkaran. Di tengah-tengah lingkaran tersebut, diletakkan sebuah gelas kecil. Kami meminta anak didik membentuk bola-bola kecil terbuat kertas. Selanjutnya kami meminta mereka satu demi satu melemparkan bola kecil ke arah gelas. Seiring dengan lemparan bola, anak didik diminta membayangkan impian mereka. Kami memberi petunjuk, bahwa bila bola kecil masuk ke dalam gelas aqua, maka impian anak didik akan tercapai. Suasana ruang pembinaan yang awalnya sunyi mendadak berubah menjadi ramai. Anak didik berusaha memasukkan sebanyak mungkin bola ke dalam sebuah gelas berukuran sedang. Bola-bola kecil itu diasosiasikan sebagai cita-cita mereka, dan gelas diasosiasikan sebagai targetan yang harus mereka capai. Diharapkan permainan tersebut mampu memotivasi anak didik untuk bangkit dan berjuang mewujudkan mimpi-mimpi mereka. Kegiatan selanjutnya adalah anak didik diminta membentuk kelompok yang terdiri dari lima orang anggota. Setiap kelompok didampingi oleh seorang mentor. Setiap anak didik mengisi daftar kesuksesan. Mereka diberi waktu untuk mengingat kembali kesuksesan yang telah dicapai saat mereka masih balita, SD, SMP, dan SMA; kemampuan yang dimiliki untuk dipertunjukkan pada orang lain; kebanggaan pada diri sendiri; serta lima hal yang mereka sukai dari diri mereka. Selesai kegiatan ini mengisi daftar kesuksesan, mentor memandu diskusi yang membahas kesuksesan yang selama ini telah mereka raih. Mentor mengetahui bahwa pengalaman terberat anak didik dalam hidupnya adalah saat mereka harus menjalani masa pidana di LP. Kegiatan Pertemuan V Kegiatan minggu kelima ini diisi dengan melakukan renungan perjalanan hidup para anak didik. Pintu dan jendela ruang pembinaan ditutup rapat. Anak didik diminta membentuk barisan di luar ruangan. Sementara itu alunan musik diperdengarkan. Mentor menuntun dua orang anak didik masuk ke dalam ruangan.

PKMK-2-3-9

Demikian seterusnya hingga anak didik memenuhi seluruh sudut ruang pembinaan. Mata anak didik terpejam dalam waktu sepuluh menit. Salah satu mentor memandu anak didik untuk mengingat kembali hal-hal yang telah mereka lakukan sebelum mereka berada di LP. Penekanan pada renungan ini adalah setiap orang berhak untuk menentukan masa depannya. Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan yang dimiliki seharusnyalah dikembangkan. Sedangkan kekurangan yang dimiliki bukan menjadi hambatan dalam melangkah. Masa lalu yag buruk biarlah menjadi pelajaran hidup, supaya anak didik dapat memaafkan dirinya sendiri tanpa melupakan pelajaran berharga itu, sehingga mampu bertekad untuk tidak mengulangi kesalahan masa lalu itu. Hidup manusia diandaikan seperti selembar kertas putih. Kertas tersebut dapat diwarnai sesuai dengan keinginan orang yang mewarnai. Warna yang ditorehkan beraneka ragam. Begitu pulanya hidup. Warnawarni kehidupan, entah gelap, entah cerah harus dijalani dengan sepenuh hati. Setelah melakukan renungan, anak didik membentuk kelompok. Mentor mendampingi mereka guna memandu diskusi seputar kelebihan dan kekurangan yang dimiliki masing-masing anak didik. Setiap anak didik menuliskan kelebihan dan kekurangan di secarik kertas. Selanjutnya kertas tersebut diserahkan kepada teman yang ada di sebelahnya. Demikian seterusnya. Sehingga seorang anak didik dapat mengetahui pandangan empat orang teman sekelompok mereka perihal kelebihan dan kekurangannya. Saling berbagi cerita antara mentor dengan anak didik mengenai penyebab seorang anak didik kurang menyukai sifat temannya akibat kekurangan yang dimiliki temannya itu. Kelebihan yang dimiliki hendaknya perlu terus dikembangkan sesuai dengan kemampuan yang kita miliki. Setiap orang memiliki potensi yang tak terlepas dari tujuan hidup. Tentunya tujuan hidup tersebut harus dirancang mulai dari sekarang, di tempat ini, dan detik ini juga. Diskusi tersebut memberi masukan pada mentor bahwa anak didik tidak peduli pada pandangan masyarakat bila mereka mengetahui bahwa anak didik adalah seorang mantan penghuni Lapas. Hal yang ditakutkan anak didik adalah pengaruh buruk dari teman mereka yang telah membawa mereka ke dalam Lapas. Sebelum menutup pertemuan, mentor memberi tugas pada anak didik untuk membaca artikel dan buku yang dibagikan mentor. Mereka pun diminta menuliskan intisari dari artikel dan buku yang dibaca. Program baca tulis dilakukan dalam kelompok. Tujuan dilakukannya program tersebut adalah menumbuhkan minat anak membaca dan menulis dalam diri anak didik. Tulisan akan dikumpulkan pada pertemuan minggu ketujuh. Kegiatan Pertemuan VI Pertemuan diawali dengan permainan “coconut” dan permainan “hatamihatami-michi”. Coconut, senam tangan, ternyata mengusik minat sejumlah anak didik untuk mengetahui dan terampil melakukan senam ini. Beberapa anak didik terlihat menyerah setelah melihat sulitnya permainan coconut ini, kami memotivasi agar mereka berani untuk mencoba dan berani untuk bisa. Hatahatami-michi, permainan kedua yang dicoba dihadirkan untuk menghibur anak didik. Mereka terlihat lebih antusias. Permainan yang menuntut gerak badan secara aktif dan konsentrasi yang penuh tersebut dilakukan bertujuan mengusir rasa kantuk. Dilanjutkan dengan permainan mencari bendera. Para anak didik

PKMK-2-3-10

diminta mencari empat buah bendera yang disembunyikan di sekitar LP. Semangat menemukan bendera diwarnai dengan canda dan tawa. Setelah bendera ditemukan, mentor mengajak anak didik melakukan permainan meniup balon. Sehingga balon yang awalnya belum terisi udara dengan segera berubah wujud menjadi balon yang besar. Pada kesempatan ini pula, terdapat dua orang mahasiswa sebagai perwakilan masyarakat yang berkenan meluangkan waktu untuk bercengkerama dengan anak didik. Cara yang digunakan dalam berkenalan dengan dua orang perwakilan masyarakat ini adalah meminta anak didik menebak karakter kedua orang tersebut. Makna dari kegiatan tersebut adalah membiasakan anak didik bergaul dengan masyarakat. Pastilah saat anak didik selesai menjalani masa pidana, mereka akan berinteraksi dengan masyarakat. Utamanya, anak didik perlu membuka diri selebar-lebarnya terhadap kritik dan saran yang disampaikan masyarakat. Demikian halnya, masyarakat pun perlu melihat bahwa walau seseorang berstatus mantan narapidana, ia adalah manusia yang berhak melanjutkan hidupnya. Bukan berarti krtik dan saran tersebut dijadikan hambatan dalam melangkah. Melainkan dijadikan cambukan untuk melangkah dengan semangat tinggi. Sehingga pandangan negatif yang selama ini dimiliki masyarakat dapat ditepis perlahan-lahan. Sebelum menutup pertemuan pada pertemuan minggu keenam ini, anak didik dibagi dalam tiga kelompok. Mentor memandu mereka untuk mengisi lembar keberhasilan. Cara tersebut dinilai mampu memacu anak didik, selama ini banyak keberhasilan yang telah mereka raih, tidak hanya kegagalan yang ada dalam diri mereka. Bahwa cobaan yang mereka terima yaitu menjalani masa pidana dalam Lapas merupakan salah satu fase dalam proses mendewasakan diri. Hal menyedihkan yang dialami anak didik dan tak ingin mereka ulangi adalah pengalaman masuk Lapas. Selain itu mereka mengharapkan bertemu dengan orangtua. Bagi sebagian anak didik, keberadaan mereka tidak diketahui oleh orangtua. Pengalaman di Lapas merupakan pukulan berat terutama bagi anak didik yang memiliki latar belakang ekonomi menengah ke bawah. Kegiatan Pertemuan VII Pada pertemuan kali ini, anak didik disuguhkan hiburan yang berbeda. Film remaja “Tentang Dia” diharapkan mampu mengisi kekosongan dalam diri mereka akan hiburan yang sesuai dengan usia mereka. Selama menjalani masa pidana di Lapas, ditemui pembatasan waktu dalam pemberian hiburan oleh petugas. Sehingga anak didik amat senang saat mereka mengetahui akan menonton film “Tentang Dia”. Mentor membiarkan anak didik menikmati hiburan sambil menikmati makanan ringan. Pada pertemuan ini, tugas yang diberikan mentor pada pertemuan ke lima, mulai dikoreksi. Ekspresi wajah terlihat dari diri anak didik, demikian pula dengan komentar yang terlontar saat menyaksikan adegan dalam film. Dua jam lamanya anak didik menonton film “Tentang Dia”. Saat lonceng benbunyi, saatnyalah pertemuan ini harus berakhir. Kegiatan Pertemuan VIII Pertemuan ini merupakan pertemuan terakhir kami dengan anak didik. Disebabkan ijin kunjungan yang kami miliki telah berakhir. Perayaan 17 Agustus merupakan momentum yang tepat untuk memberikan suasana keceriaan dalam

PKMK-2-3-11

diri anak didik. Bersama beberapa teman relawan dari Departemen Kriminologi, kami mengadakan perlombaan, diantaranya lomba tarik tambang, lomba lari, dan lomba mencapai pulau impian. Diawali dengan salam pembukaan dari Kepala Lapas dan Ketua Tim pelaksana Perlombaan 17 Agustus. Dilanjutkan dengan penyerahan sumbangan buku dari salah seorang alumni Departemen Kriminologi. Perlombaan diadakan di lapangan berumput Lapas. Lomba tarik tambang diikuti oleh dua kelompok, masing-masing terdiri dari tujuh orang anak didik. Lomba lari yang diikuti oleh setiap anak didik. Dipertandingkan diantara empat orang anak didik dalam empat kali putaran. Sedangkan lomba mencapai pulau impian dilakukan oleh setiap pasangan anak didik. Dipertandingkan di antara tiga pasang. Saat itu Lapas dipenuhi oleh keramaian, tawa, dan canda. Semuanya berbaur menjadi satu. Tak memandang, apakah ia penghuni Lapas atau bukan. Satu setengah jam lamanya perlombaan diselenggarakan. Kegiatan selanjutnya diadakan di dalam aula Lapas. Lomba joget balon yang diikuti oleh seluruh penghuni Lapas menambah suasana menjadi riuh. Hingga tiba pada pembagian hadiah perlombaan. Setiap anak didik mendapat hadiah, bertujuan menghindari saling iri diantara mereka. Bila seorang anak didik mendapatkan hadiah perlombaan, sedangkan anak didik yang lain tidak mendapatkan apapun, dikhawatirkan akan terjadi kecemburuan diantara mereka. Dalam kesempatan ini, kami juga memberi reward dan punishment atas hasil tugas dari game “kreatif...siapa takut?!”, dengan memberi peringkat satu sampai tiga untuk kelompok yang hasil karya tulisannya paling kreatif sampai kelompok yang paling tidak kreatif. Satu jam menjelang ditutupnya rangkaian kegiatan Save Our Jail, para mentor dan anak didik bergabung dalam satu lingkaran. Sambil menikmati santap siang, kami saling berbagi perasaan dan salam perpisahan. Bukan berarti kegiatan Save Our Jail akan berhenti sampai di sini. Bila segalanya memungkinkan, kegiatan tersebut akan dilanjutkan. Pembagian kaos Save Our Jail sebagai kenangkenangan kami pada mereka diharap mampu memotivasi mereka melakukan hal yang lebih baik dimanapun dan kapanpun. Kegiatan ditutup dengan foto bersama. Secara singkat hasil pelaksanaan program save our jail berdasarkan waktu pelaksanaan, materi kegiatan, instrumen yang digunakan, target yang ditetapkan setiap minggu pertemuan dan pencapaian program dapat dilihat dari tabel berikut :

KESIMPULAN Informasi yang kami peroleh dari sebagian besar anak didik selama dilangsungkannya kegiatan Save Our Jail ialah bahwa sebagai mantan anak didik mereka khawatir kemungkinan identitasnya diketahui masyarakat saat mencari pekerjaan, sehingga akan menghambat langkah mereka dalam beraktivitas. Setelah ditelusuri lebih dalam, masalah utamanya terdapat pada diri anak didik sendiri. Untuk membentuk penilaian orang lain, seseorang harus dapat menilai dirinya sendiri lebih dulu. Sehingga apapun penilaian orang lain, konsep diri seorang anak didik sudah harus diperbaiki lebih dulu sebelum ia terjun ke masyarakat. Hambatan dalam berinteraksi akan lebih mudah ditangani jika anak didik dapat memahami masalah utama apa yang dirasakan dan dihadapinya. Berdasarkan pengakuan mereka, hambatan tersebut salah satunya adalah karena

PKMK-2-3-12

mereka takut untuk bergabung kembali dalam kelompok bermainnya sendiri yang telah pernah menjerumuskan dirinya ke arah perilaku menyimpang, misalnya narkotika, pencurian atas permintaan, ataupun penipuan. Selain itu anak didik terkadang merasa tidak berani menghadapi kelurga mereka sendiri karena kesalahan yang pernah dilakukannya. Dua hal inilah yang kami tangani, secara internal yakni kepribadian mereka, dan secara eksternal yaitu lingkungan sosialnya. Proporsi intervensi yang kami lakukan memang lebih besar pada aspek internalnya, karena sebagian besar anak didik mengaku tidak mengetahui lokasi tempat tinggal orang tua atau walinya, dan jika pun tahu, lokasinya jauh di luar propinsi. Tidak semua bentuk intervensi kami terhadap anak didik memiliki dampak yang sama pada tiap individu anak didik. Beberapa di antara mereka telah menyelesaikan masa tahanan mereka pada saat laporan ini dibuat, dan mereka terus berhubungan dengan kami. Beberapa dari mereka mengaku telah berkumpul kembali dengan keluarganya, ada yang melanjutkan sekolah ke pesantren, dan ada yang tengah bergabung di Persatuan Keluarga Berencana Indonesioa (PKBI) untuk mengurus rumah singgah penampungan anak mantan anak didik lembaga pemasyarakatan. Walaupun demikian tidak semua anak didik yang telah mengikuti program Save Our Jail, selanjutnya menjalani hidup yang normal sebagai anak-anak. Beberapa dari mereka yang sebelumnya terkait masalah narkoba, ada yang masih kecanduan memakai narkoba, dan kami tidak dapat menghubungi anak tersebut. Proses ini memang memakan waktu lama dan perkembangan anak didik tidak bisa terus dipantau, sehingga dampak atau pengaruhnya pun tidak bisa langsung terlihat. Program ini akan berkelanjutan, dan kami berrencana akan melanjutkannya pada anak didik lain di LPA Wanita Tangerang, dengan teknik yang lebih mengarah pada peningkatan skill mereka, serta mengikutsertakan beberapa mantan anak didik yang sekarang sudah menjalani masa bebasnya. Hal ini akan sangat membantu proses asimilasi dan interaksi serta sosialisasi nilai-nilai positif pada anak didik. DAFTAR PUSTAKA C.I. Harsona, Hs. Bc. IP. Sistem Baru Pembinaan Narapidana. Jakarta: Djambatan; 1995. Petrus Irwan Panjaitan. Perkelahian Narapidana. Suara Pembaruan Daily [online] 21 April 1996; Available from: URL: http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1996/04/22/0034.html. Accesed Januari 12, 2004.

PKMK-2-4-1

PENGEMBANGAN PLASMANUTFAH HANJELI (COIX LACRYMA-JOBI L.) SEBAGAI PANGAN POTENSIAL BERBASIS TEPUNG DI KAWASAN PUNCLUT KABUPATEN BANDUNG Fiky Yulianto Wicaksono. Yustiana. Apit Supriatna PS Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung ABSTRAK Hanjeli (Coix lacryma-jobi L.) merupakan tanaman serealia dari famili Gramineae yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan pakan. Hanjeli yang memiliki kandungan protein, lemak, dan vitamin B1 lebih tinggi dibandingkan tanaman serealia lainnya. Tujuan program ini adalah membentuk kelompok-kelompok tani, petani mengetahui teknik budidaya hanjeli yang benar, teknologi pengolahan hasil/pasca panen yang mempunyai nilai ekonomis tinggi (dalam bentuk tepung), serta tempat pemasaran produk. Pelaksanaan program dilaksanakan di desa Pager Wangi kawasan Punclut, Kec. Lembang, Kab. Bandung. Waktu pelaksanaan dimulai pada tanggal 11 April 2006 sampai tanggal 13 Juni 2006. Penanaman serentak di lahan petani seluas 140 m2 sedangkan demplot seluas 300 m2. Penyuluhan mengenai teknik budidaya serta pengolahan pasca panennya dilakukan oleh dosen Jurusan Budidaya Pertanian Unpad. Industri tepung yang telah dihubungi adalah Bogasari dan industri tepung Bapak Yayat di Pasar Cicadas. Industri makanan yang siap bekerjasama adalah home industry milik Kang Dian, bernama Nagre yang telah mencoba membuat roti, sugar dough dan kue brownies. Kini, Nagre dapat menampung sekitar 5 kg tepung hanjeli per minggunya. Promosi Brownies Hanjeli dilakukan kepada pejabat Direktorat Serealia, Direktorat Perbenihan, Balai Produksi dan Sertifikasi Benih (BPSB), Dinas Provinsi Jawa Barat, PT Bogasari dan para Dosen Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Program kegiatan yang terpenting adalah sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya hanjeli ini sehingga dapat menjamin kontinuitas produk hanjeli. Hambatan terjadi karena tidak sesuainya waktu pencairan dana program dengan pola tanam yang direncanakan sehingga menyebabkan pertanaman dimulai menjelang musim kemarau. Kata kunci: pengembangan, hanjeli, tepung, Punclut PENDAHULUAN Hanjeli (Coix lacryma-jobi L.) merupakan tanaman serealia dari famili Gramineae yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan pakan (Nurmala, 1998). Daerah asal hanjeli tidak diketahui tetapi hanjeli tersebar luas di Asia Selatan dan Asia Timur. Dahulu hanjeli dimanfaatkan sebagai sumber energi, protein, juga cadangan makanan untuk mengatasi kelangkaan pangan bagi penduduk Asia dan Afrika yang tergolong negara-negara miskin (Grubben dan Partohardjono, 1996). Tanaman hanjeli dapat tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi (Nurmala, 1998). Hanjeli tumbuh baik sampai ketinggian 1000 m dpl dalam tempat terbuka. Hanjeli dapat beradaptasi pada daerah tropik juga daerah kering dengan suhu sekitar 25oC sampai 35oC (Grubben dan Partohardjono, 1996).

PKMK-2-4-2

Hanjeli juga toleran terhadap suhu dingin, tanah asam ataupun basa (Rahmawati, 2003). Melihat syarat tumbuh hanjeli di atas, Indonesia sebagai negara agraris tropika sangat cocok untuk dijadikan tempat budidaya hanjeli. Saat ini, produksi pangan terutama beras tidak dapat mengimbangi peningkatan jumlah penduduk. Oleh karena itu, diperlukan suatu usaha diversifikasi pangan untuk mengatasi hal tersebut (Nurkhamidah, 2003). Hanjeli dapat menjadi pangan alternatif sebagai salah satu usaha diversifikasi pangan karena hanjeli memiliki nilai gizi yang baik. Kandungan protein, lemak, dan vitamin B1 pada hanjeli lebih tinggi dibandingkan tanaman serealia lainnya, Ca yang dikandung hanjeli lebih tinggi dibandingkan beras, jagung, dan sorghum (Tabel 1). Tabel 1. Komposisi Kimia Tanaman Serealia dalam 100 g Biji Serealia Komposisi Kimia Beras Jagung Millet Kandungan air (%) 13.5 13.6 11.0 Energi (kJ) 1711 1690 1573 Karbohidrat (%) 87.7 83.0 78.9 Protein (%) 8.8 10.5 12.8 Lemak (%) 2.1 4.9 5.6 Serat (%) 0.8 2.7 1.7 Abu (g) 1.3 1.6 2.7 Ca (mg) 18 16 56 Fe (mg) 3.2 3.2 10.1 Vit. B1 (mg) 0.39 0.34 0.35 Vit. B2 (mg) 0.08 0.13 0.16 Niacin (mg) 5.8 2.4 2.0 Sumber: Grubben dan Partohardjono, 1996

Sorghum 12.0 1628 82.6 11.4 4.2 2.5 1.7 25 4.3 0.37 0.20 4.4

Barley 13.7 1586 83.2 12.2 2.4 2.9 2.2 58 7.0 0.36 0.12 6.0

Hanjeli 15.0 1506 76.4 14.1 7.9 0.9 1.6 54 0.8 0.48 0.10 2.7

Pangan dari hanjeli dapat berupa bubur hanjeli, tape, dan kue-kue yang menggunakan tepung hanjeli sebagai tepung campuran (composite flour). Saat ini, harga hanjeli impor di pasar tradisional mencapai Rp16.000,00/kg (data primer, 2005). Saat ini, di kawasan Punclut terdapat petani yang membudidayakan hanjeli. Berdasarkan data sekunder tahun 2005 yang diperoleh, petani di kawasan Punclut telah menanam hanjeli sejak tahun 1940-an. Dari sekitar lima belas petani yang dahulu menanam hanjeli, sekarang hanya tersisa tujuh petani yang aktif menanam hanjeli. Petani lain yang tidak lagi menanam hanjeli beralih pada komoditas lain seperti ketela pohon dan kacang tanah. Hal ini disebabkan ekonomi petani yang rendah sehingga tidak mampu untuk membeli komponen budidaya seperti benih, pupuk, dan pestisida. Selain itu, banyak petani yang kebingungan dalam memasarkan hanjeli karena hanjeli masih dijual dalam bentuk biji (petani Punclut menyebutnya beras) dengan harga hanjeli masih Rp4.000,00/kg (data primer, 2005). Teknik budidaya hanjeli yang dilakukan di kawasan Punclut masih tradisional dan masih dilakukan secara mixed cropping dengan rata-rata luasan tanam hanjeli kurang dari seperlima luas lahan mereka. Hal ini menyebabkan produksi hanjeli yang tidak optimal. Keadaan di atas diperburuk dengan tidak

PKMK-2-4-3

adanya penyuluhan dari Dinas Pertanian setempat dan petani tidak dikelompokkan dalam kelompok-kelompok tani. Potensi wilayah dari segi fisik sangat memungkinkan untuk membudidayakan hanjeli karena Punclut berada pada ketinggian kurang lebih 900 m dpl dengan suhu sekitar 22oC-25oC. Menurut Kompas.com (2005), meskipun tanah di Punclut adalah latosol (tanah merah) dan kesuburannya terus berkurang, sebagian besar penduduk Punclut tetap berprofesi sebagai petani. Oleh karena itu, dari segi sosial, budidaya hanjeli dan pengembangannya dapat diterima oleh masyarakat. Dari segi ekonomi, penduduk Punclut yang rata-rata tingkat pendidikan formalnya rendah (SD-SMP) masih berada dalam kemiskinan. Untuk mengembangkan potensi daerahnya, mereka mengusulkan agar daerahnya dijadikan wilayah pengembangan yang berbasis masyarakat dengan memberdayakan lembaga masyarakat yang ada. Karena dianggap sesuai dengan rencana tata umum tata ruang kota (RUTRK), usulan itu disetujui dalam pertemuan pleno antara masyarakat dan pemerintah daerah pada 17 April 2001. Permasalahan yang harus dipecahkan adalah meningkatkan kesejahteraan para petani dan merangsang petani lain yang tidak lagi menanam hanjeli kembali menanam hanjeli. Oleh karena itu, pembentukan kelompok-kelompok tani, perbaikan teknologi budidaya, teknologi pasca panen, dan pemasaran harus dilakukan. Pembentukan kelompok tani diharapkan dapat mengatasi masalah petani dengan tepat dalam waktu yang singkat karena diatasi secara bersama. Untuk memberikan keuntungan yang maksimal, petani harus menghasilkan produksi maksimal dengan biaya yang ditekan serendah mungkin. Oleh karena itu, diperlukan rakitan teknologi budidaya yang cocok dengan keadaan fisik wilayah Punclut dan keadaan sosial petani. Tidak adanya produk pasca panen yang mempunyai nilai ekonomis tinggi membuat petani seringkali mendapatkan keuntungan yang sedikit. Oleh karena itu, diperlukan teknologi pasca panen yang dapat mengubah bahan baku hanjeli menjadi produk olahan bernilai ekonomi tinggi. Tepung hanjeli dapat menjadi salah satu produk yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Para petani seringkali kebingungan dalam memasarkan produknya. Akibatnya banyak petani yang tidak dapat meneruskan budidaya hanjeli karena pemasarannya dianggap sulit. Dalam hal ini, diperlukan suatu informasi mengenai tempat-tempat pemasaran yang dapat memasarkan produk mereka. Tujuan program ini adalah membentuk kelompok-kelompok tani sehingga permasalahan-permasalahan pertanian dapat diselesaikan secara bersama. Selain itu, petani dapat mengetahui teknik budidaya hanjeli yang benar, teknologi pengolahan hasil/pasca panen yang mempunyai nilai ekonomis tinggi (dalam bentuk tepung), serta tempat pemasaran produk yang jelas dan menghasilkan keuntungan optimal. Luaran yang diharapkan adalah jasa dan barang. Jasa berupa pembentukan kelompok-kelompok tani, informasi teknik budidaya hanjeli dan teknologi pasca panen yang baik (pengolahan menjadi bentuk tepung), dan informasi tempat pemasaran produk yang jelas. Barang berupa tepung hanjeli dari biji hanjeli yang telah diolah. Manfaat program ini dapat dilihat ketika perubahan kondisi terjadi setelah kegiatan PKM selesai. Dari sisi Ipteks, petani mendapat pengetahuan berupa

PKMK-2-4-4

teknologi budidaya dan teknologi pasca panen hanjeli. Pemasaran yang baik akan menunjang proses budidaya hanjeli selanjutnya. Sehingga, petani dapat menghasilkan produksi yang maksimal dengan biaya yang rendah. Secara ekonomi, hal ini akan berdampak pada keuntungan dan kesejahteraan petani yang meningkat. METODE PENDEKATAN Pelaksanaan program dilaksanakan di desa Pager Wangi kawasan Punclut, Kec. Lembang, Kab. Bandung. Waktu pelaksanaan dimulai pada tanggal 11 April 2006 sampai tanggal 13 Juni 2006. Dengan lama waktu pelaksanaan enam puluh empat hari. Bahan penunjang yang digunakan: ƒ Benih Hanjeli ƒ Pupuk NPK (15-15-15) ƒ Pestisida furadan ƒ Patok nama ƒ Kantong plastik dan karung tepung ƒ Konsumsi untuk penyuluh Alat penunjang yang digunakan: ƒ Cangkul ƒ Sprayer ƒ Emrat ƒ Kored ƒ Komputer ƒ Printer, dan ƒ Alat tulis Metode pelaksanaan program sebagai berikut: 1. Menginventarisasi petani-petani yang masih aktif menanam hanjeli di kawasan Punclut untuk memudahkan pembentukan kelompok tani 2. Membuat demplot dengan luas 300 m2 untuk membuat lahan percontohan budidaya hanjeli. 3. Menginformasikan kepada petani mengenai rakitan teknologi budidaya dan teknologi pasca panen hanjeli 4. Menginformasikan teknologi pasca panen dimulai dari pengeringan sampai penepungan 5. Menginventarisasi tempat-tempat pemasaran tepung hanjeli terutama industri tepung. 6. Membuat kerjasama antara industri tepung dengan petani. HASIL DAN PEMBAHASAN Petani yang terbiasa menanam hanjeli telah diinventarisasi dan dibentuk menjadi kelompok tani percontohan. Dalam satu kelompok terdapat 7 orang petani. Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 14 April 2006 dan dilanjutkan dengan menambah petani pada kelompok tersebut sampai 10 orang. Kegiatan seharusnya berlanjut ke pembuatan demplot percontohan dan penanaman serentak di lahan petani. Akan tetapi, petani akan selesai memanen hanjeli mereka pada akhir bulan April sehingga kegiatan dilanjutkan dengan mengumpulkan hasil panen petani, menguji rendemen, mengamati kegiatan pasca panen yang dilakukan oleh petani,

PKMK-2-4-5

dan menginventarisasi tempat pemasaran tepung, industri tepung, dan industri makanan berbasis tepung. Industri tepung yang telah dihubungi adalah Bogasari, tetapi hingga kini belum memberikan jawaban. Industri tepung lainnya, yang dikelola oleh Bapak Yayat di Pasar Cicadas, bersedia untuk membuat tepung dari hanjeli, tetapi tidak bersedia untuk memasarkannya. Industri makanan yang telah dihubungi dan berhasil diajak bekerjasama untuk memasarkan dan mengembangkan tepung hanjeli adalah home industry milik Kang Dian, bernama Nagre. Industri ini bersedia menampung tepung hanjeli dan mengembangkannya dalam bentuk makanan siap saji. Nagre telah bekerjasama dengan kami untuk mencoba membuat roti, sugar dough dan kue brownies. Tepung hanjeli ternyata tidak cocok untuk pembuatan roti, tetapi cocok untuk pembuatan sugar dough dan sangat cocok untuk brownies. Kini, Nagre dapat menampung sekitar 5 kg tepung hanjeli per minggunya. Dengan demikian, kerjasama yang dilakukan yaitu dengan Bapak Yayat untuk pembuatan tepung serta Nagre sebagai penampung tepung hanjeli dan tempat pemasarannya. Kegiatan selanjutnya yaitu penyuluhan mengenai teknik budidaya serta pengolahan pasca panennya. Penyuluhan dilakukan oleh dosen Jurusan Budidaya Pertanian Faperta Unpad, yaitu Noladhi Wicaksana, S.P. M.P., Farida, S.P., MP., dan Ade Ismail, S.P. kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 7 Mei 2006, dengan dihadiri 6 petani. Pembuatan demplot percontohan dan penanaman serentak baru dilaksanakan tanggal 8 Mei 2006. Penanaman serentak di lahan petani seluas 140 m2 sedangkan demplot seluas 300 m2. Kegiatan yang berlangsung yaitu pengolahan tanah dan pemupukan organik. Sampai penulisan laporan ini, pertanaman hanjeli masih dalam fase vegetatif. Pada tanggal 6 Juni 2006, pelaksana program bekerjasama dengan Nagre untuk mempromosikan Brownies Hanjeli kepada pejabat Direktorat Serealia, Direktorat Perbenihan, Balai Produksi dan Sertifikasi Benih (BPSB), Dinas Provinsi Jawa Barat, PT Bogasari dan para Dosen Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Tempat promosi di Sanggar Penelitian Latihan dan Pengembangan Pertanian (SPLPP) Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran unit Arjasari Kabupaten Bandung.

Gambar1. Penyuluhan kepada Petani

PKMK-2-4-6

Gambar2. Brownies Hanjeli

Gambar3. Pertanaman Hanjeli di Lahan Petani

Kegiatan inventarisasi petani yang akan menanam hanjeli sangat menunjang pelaksanaan program ini, karena masyarakat kemudian tertarik untuk menanam hanjeli dan bergabung dengan kelompok tani. Penyuluhan kepada petani merupakan awal yang baik sebelum budidaya hanjeli dilakukan. Penyuluhan dapat menjelaskan bagaimana budidaya hanjeli yang benar dan pengolahan hasil yang baik. Pemasaran hasil hanjeli ke industri penepungan sangat sulit karena industri-industri tersebut tidak mempunyai konsumen tepung hanjeli. Oleh karena itu, tepung dari biji hanjeli langsung dipasarkan ke industri makanan. Kerjasama dengan Nagre dalam pengolahan tepung menjadi aneka makanan bertujuan untuk memberi daya tarik konsumen dan industri pengolahan makanan lainnya. Meskipun sampai saat ini belum ada lagi industri pengolahan makanan yang tertarik, tetapi konsumen semakin banyak yang meminta produk tepung dari hanjeli. Nagre sampai saat ini telah dapat mengolah 5 kg tepung per minggunya untuk dijadikan brownies. Umpan baliknya, kontinuitas permintaan hanjeli semakin meningkat dan petani semakin tertarik untuk menanam hanjeli. Promosi yang dilakukan kepada beberapa pejabat Ditjen Tanaman Pangan, perusahaan penepungan dan beberapa dosen Fakultas Pertanian Unpad merupakan langkah sosialisasi agar produk-produk makanan dari tepung hanjeli dapat populer

PKMK-2-4-7

di masyarakat. Hambatan yang berarti dalam pelaksanaan kegiatan ini terdapat pada program penanaman serentak dan pembuatan demplot. Waktu pencairan dana program yang tidak sesuai dengan pola tanam yang direncanakan sebelumnya mengakibatkan program penanaman serentak dan pembuatan demplot harus dimulai menjelang musim kemarau. Tidak adanya sumber air yang dapat digunakan untuk pengairan lahan menyebabkan petani tidak mau menanam hanjeli dalam jumlah yang banyak di lahannya meskipun telah menerima subsidi dari dana program. Petani hanya menanam sekitar 140 m2 pada lahannya. Pertumbuhan tanaman pada demplot pun tidak cukup baik karena air yang dibutuhkan hanya dari hujan. KESIMPULAN Program kegiatan yang terpenting adalah sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya hanjeli ini sehingga dapat menjamin kontinuitas produk hanjeli. Promosi yang dilakukan kepada beberapa pejabat, perusahaan, dan akademisi merupakan langkah sosialisasi terhadap masyarakat. Penemuan makanan baru dari tepung hanjeli menjadi daya tarik terhadap masyarakat untuk mengkonsumsi hanjeli. Hambatan terjadi karena tidak sesuainya waktu pencairan dana program dengan pola tanam yang direncanakan sehingga menyebabkan pertanaman dimulai menjelang musim kemarau. DAFTAR PUSTAKA Grubben, G. J. H., and S. Partohardjono. 1996. Plant Resources of South – East Asia. Prosea. Bogor. Kompas. 2003. Punclut. http://www.kompas.com/kompascetak/0306-html. Diakses 3 Maret 2005. Nurhayani, Yani. 2005. Pengaruh Bioaktivator dan Pupuk Anorganik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Sorghum (Sorghum vulgare L.) Pada Cekaman Kekeringan Musim Kemarau 2004. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Jatinangor. (tidak dipublikasikan) Nurkhamidah. 2003. Variasi Fenotipik Beberapa Karakter Penting dan Hasil Pada Tanaman Hanjeli (Coix lacryma-jobi L.) di Arjasari Kabupaten Bandung. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Jatinangor. (tidak dipublikasikan) Nurmala, Tati. 1998. Serealia Sumber karbohidrat Utama. Rineka Cipta. Jakarta Rahmawati, D.E. 2003. Estimasi Heritabilitas dengan Metode Regresi Tetua – Turunan ( Parents – Offspring Regression ) dan Kemajuan Genetik beberapa karakter Penting Hanjeli ( Coix lacryma – jobi L. ) di Arjasari. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Jatinangor. ( tidak dipublikasikan ).

PKMK-2-5-1

PERINTISAN DAN PENGEMBANGAN SANGGAR BELAJAR BAGI ANAK-ANAK SEKOLAH DASAR DI DAERAH TERTINGGAL DESA BANYUANYAR KABUPATEN BOYOLALI Luhung Achmad P, M. Maksum, Monika Ari Susanti, Nur Laili, Wahyuningsih PS Sosiologi, Faultas ISIPOL, Universitas Sebelas Maret, Surakarta ABSTRAK Luhung Achmad Perguna, Muhammad Maksum, Monika Ari Susanti, Nur Laili, Wahyuningsih, Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat Perintisan dan Pengembangan Sanggar Belajar bagi Anak-Anak Sekolah Dasar di Daerah Tertinggal Desa Banyuanyar Kabupaten Boyolali, Laporan Akhir Hasil, Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juni, 2006. Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat yang bergerak dibidang pendidikan ini dilaksanakan di Desa Banyuanyar, Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. Wujud kegiatan ini adalah terbentuknya sanggar belajar sebagai media untuk membantu proses belajar anak usia Sekolah Dasar. Keberadaan sanggar ini diharapkan mampu menumbuhkan motivasi belajar anak dan sebagai media penyadaran bahwa pendidikan bukan sematamata tanggungjawab dari sekolah. Akan tetapi pendidikan menjadi tanggung jawab seluruh masyarakat. Latar belakang pemilihan lokasi adalah kondisi masyarakat desa Banyuanyar yang penduduknya sebagian besar bekerja di sektor agraris dan menggantungkan kehidupannya pada alam lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan ekonomi di banding bidang pendidikan. Akibatnya fungsi pendidikan dalam keluarga terabaikan sehingga dapat merusak motivasi dan semangat belajar anak. Lemahnya kontrol lembaga keluarga menjadikan anak mudah terpengaruh dengan lingkungan yang dapat merusak kepribadian anak. Pendekatan yang digunakan meliputi pendekatan kewilayahan, dan pendekatan partisipatoris. Metode yang digunakan meliputi metode kaderisasi dan metode pendampingan. Sementara untuk model belajar yang digunakan mengunakan model tutorial dimana salah satu dari kader berperan sebagai tutor dan metode pendampingan dimana anak didik dibagi dalam beberapa kelompok dan dalam kelompok tersebut terdapat pendamping. Dalam pelaksanaan kegiatan terbagi menjadi empat tahapan. Pertama perencanaan, tahap ini meliputi persiapan fasilitator yang terdiri dari persiapan sosialisasi, persiapan training for trainer, penyusunan materi ajar dan model pembelajaran. Kedua tahap pelaksanaan, meliputi pengurusan ijin, sosialisasi, rekruitmen kader, Training For Trainer, Launching kegiatan dan pelaksanaan kegiatan. ketiga tahap evaluasi dan monitoring dan terakhir tahap pemeliharaan dan tindak lanjut. Pada tahap terakhir ini fasilitator membantu membentuk kepengurusan sanggar dan selanjutnya sanggar diserahkan kepada Desa Banyuanyar untuk dikelola oleh desa Banyuanyar melalui kader yang terbentuk. Adapun hasil dari program ini adalah meningkatnya semangat dan motivasi anak didik untuk belajar. Adanya peningkatan perkembangan psikologis anak didik sanggar dan tumbuhnya kesadaran akan tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan. Pendidikan Tanggung Jawab Seluruh Masyarakat Kata kunci:

PKMK-2-5-2

PENDAHULUAN Krisis moneter yang berkepanjangan mengakibatkan berbagai permasalahan muncul belakangan ini dan tidak bisa segera diselesaikan. Salah satu diantaranya adalah kemiskinan. Dalam tatanan masyarakat, kemiskinan lebih banyak berada di wilayah pedesaan. Menurut Emil Salim (1976) ada lima karakteristik kemiskinan yaitu : 1. Penduduk miskin pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri. 2. Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri. 3. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah. 4. Banyak diantara mereka tidak mempunyai fasilitas. 5. Diantara mereka berusia relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan yang memadai. Berdasarkan karakteristik tersebut diatas pendidikan menjadi salah satu indikator kemiskinana di pedesaan. Pendidikan sangat relevan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat miskin (Philips H Coomb,1980). Selama ini golongan miskin merupakan kelompok subaltern yang disebabkan oleh tekanan kondisi struktural sedangkan pada dasarnya mereka memiliki kemampuan untuk berkembang. Salah satu kondisi struktural tersebut adalah kemamampuan ekonomi yang sangat berpengaruh positif terhadap kemampuan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik dan lebih tinggi. Dalam kenyataannya sekarang ini pendidikan sebagai komoditi yang bisa diperdagangkan. Hal ini tentunya sangat berpengaruh bagi kelangsungan proses belajar anak terutama mereka yang berada di golongan ekonomi menenggah ke bawah. Sumber daya manusia harus benar-benar berkualitas. Penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan sebuah pijakan baru dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas guna mencapai tujuan negara yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia keempat mencerdaskan kehidupan bangsa. Berdasarkan tujuan negara tersebut seharusnya pendidikan merupakan milik rakyat. Sistem KBK lebih mendorong siswa untuk belajar mandiri. Disamping hal tersebut diatas, pendidikan juga harus mampu menumbuhkan karakter dan pembentukan identitas anak didik untuk berkembang. Pendidikan adalah bagian inti dari kedaulatan dan harga diri bangsa (Muarif, 2004 :14). Kondisi demikian menuntut adanya peran orang tua dalam pendampingan belajar. Bagi masyarakat pedesaan tuntutan tersebut bukan hal yang mudah untuk dipenuhi. Selain karena waktu mereka lebih tercurah untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari, kesadaran melakukan pendampingan dan kontrol belajar masyarakat relatif rendah ditambah dengan latar belakang pendidikan masyarakat pedesaan hanya subsisten. Kondisi demikian tercermin dalam kehidupan masyarakat desa Banyuanyar, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali. Berikut ini data persebaran penduduk berdasarkan kelompok usia pendidikan di desa Banyuanyar kecamatan Ampel kabupaten Boyolali.

PKMK-2-5-3

Tabel 1 Data Persebaran Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia Pendidikan Desa Banyuanyar No Usia Jumlah 1. 0-3 tahun 100 jiwa 2. 4-6 tahun 96 jiwa 3. 7-12 tahun 102 jiwa 4. 13-15 tahun 246 jiwa 5. 16-18 tahun 238 jiwa 6. 19 tahun keatas 238 jiwa Jumlah 2678 jiwa Sumber : monografi desa banyuanyar 2004

Berdasarkan data tersebut diatas, jumlah anak usia Sekolah Dasar sebanyak 102 jiwa. Adapun jumlah tersebut terbagi dalam dua Sekolah Dasar dan satu Madrasah Ibtidaiyah Islamiyah. Dari 102 jiwa penduduk usia sekolah tersebut, hanya sekitar 15% dari mereka yang mendapat perhatian lebih dari orang tua. Sisanya, perhatian orang tua terhadap pendidikan anak. Hal ini disebabkan oleh melekatnya stigma pendidikan bagi kalangan masyarakat desa Banyuanyar adalah tanggungjawab dari sekolah sementara orang tua bertanggungjawab mencarikan biaya untuk sekolah. Fungsi pendidikan lembaga keluarga tidak berjalan dengan baik. Padahal waktu anak berada di sekolah lebih sedikit dibandingkan waktu anak berada di rumah. Kontrol belajar yang lemah dan kurangnya prasarana yang menunjang belajar dirumah menjadikan anak malas. Dampak yang ditimbulkan adalah menurunnya prestasi anak yang ditunjukkan dengan perolehan nilai anak yang berada di bawah rata-rata. Akibatnya, kesempatan untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya mengalami hambatan. Terutama bagi mereka yang menginginkan sekolah negeri. Bagi masyarakat golongan menengah keatas, hal ini bisa disiasati dengan memasukkan putra-putrinya ke lembaga pendidikan atau mengundang guru privat. Sebaliknya keadaan ini menambah beban bagi masyarakat golongan ekonomi menengah kebawah. Keterbatasan finansial menjadi hambatan untuk melakukan hal yang sama. Sikap pasrah dan adanya tuntutan menyelesaikan pendidikan dasar sembilan tahun dapat memperparah keadaan. Karena keterbatasan perolehan nilai maka sekolahsekolah swasta menjadi pilihan terakhir meskipun biaya yang dikeluarkan relatif besar. Hal ini mengindikasikan adanya perdagangan pendidikan. Ibarat pepatah ekonomi Ada uang ada barang sedangkan dalam dunia pendidikan, Ada uang ada pendidikan. Selain itu, permasalahan lain yang muncul di desa Banyuanyar adalah letak sekolah yang relatif jauh. Dampaknya adalah pada fisik anak didik. Fisik yang lelah menjadikan daya konsentrasi anak berkurang sehingga tidak mampu menyerap seluruh mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Melihat kondisi diatas kami bermaksud membantu belajar anak-anak usia Sekolah Dasar melalui sanggar belajar yang diharapkan dapat membantu meningkatkan motivasi belajar anak. Melalui sanggar belajar ini, diharapkan dapat memperoleh penjelasan yang lebih jauh mengenai materi pelajaran yang diajarkan di sekolah. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa jumlah dan muatan mata pelajaran

PKMK-2-5-4

yang cukup banyak tidak sebanding dengan waktu penyampaian pada jam sekolah. Sehingga pemahaman anak terhadap pelajaran berkurang. Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yaitu : 1. Bagaimana merintis sanggar belajar untuk membantu belajar anak usia Sekolah Dasar/sederajat di desa Banyuanyar? 2. Bagaimana membangun kerjasama antara pihak sekolah, pihak desa dan orang tua dengan fasilitator dalam rangka menumbuhkan motivasi belajar anak? 3. Bagaimana menciptakan upaya pengembangan masyarakat yang berasal dari mereka, dilakukan oleh mereka dan hasilnya dirasakan oleh mereka? Tujuan kegiatan ini adalah sebagai berikut : 1. Membentuk sanggar belajar untuk anak usia Sekolah Dasar/sederajat sebagai media membantu belajar anak usia Sekolah Dasar/sederajat. 2. Meningkatkan motivasi belajar anak usia Sekolah Dasar/sederajat 3. Menumbuhkan rasa peduli dan tanggung jawab terhadap pendidikan Manfaat dari Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat ini berupa terbentuknya sanggar belajar bagi anak-anak Sekolah Dasar/sederajat. Kegunaan dari sanggar belajar ini adalah sebagai media pembantu proses belajar anak Sekolah Dasar/sederajat diluar jam sekolah. Sanggar ini dapat digunakan sebagai tempat anak didik mendalami materi pelajaran mengingat keterbatasan waktu yang dimiliki selama di sekolah sehingga materi yang diberikan tidak dapat diterima secara maksimal. Selain itu Sanggar Belajar ini dimanfaatkan oleh pihak mana saja, dalam kaitannya untuk pertimbangan dalam membuat kebijakan untuk pengembangan pendidikan untuk mencari model pembelajaran yang tepat bagi anak Sekolah Dasar/sederajat. Secara khusus, Sanggar Balajar ini dapat dimanfaatkan oleh : 1. Masyarakat umum dan Komite Sekolah. Sanggar ini dapat digunakan sebagai media untuk membantu belajar bagi anak Sekolah Dasar/sederajat 2. Remaja desa Banyuanyar. Sanggar ini dapat digunakan seagai sarana aktualisasi diri dalam bidang pendidikan METODE PENDEKATAN Dalam menyelenggarakan kegiatan Sanggar Belajar Banyuanyar, digunakan pendekatan kewilayahan. Pendekatan kewilayahan meliputi analisis analisis potensi wilayah, kondisi wilayah, institusi yang ada dalam wilayah tersebut dan juga profil desa. Metode kaderisasi untuk menyiapkan kader penerus sebagai pengajar serta metode pendampingan untuk selalu mengawal anak belajar dan memantau hasilnya. Desa Banyuanyar merupakan salah satu dari 20 desa yang ada di kecamatan Ampel. Desa ini terletak enam Km arah selatan dari kecamatan Ampel. Jumlah penduduk desa Banyuanyar 2.678 jiwa. Sebagian besar penduduk desa Banyuanyar bekerja di sektor pertanian dengan mengandalkan tanah tegalan sebagai lahan garap. Kondisi sosial ekonomi masyarakat desa Banyuanyar ratarata berada pada golongan menenggah kebawah. Latar belakang pendidikan penduduk desa Banyuanyar untuk golongan tua rata-rata lulusan Sekolah Dasar, untuk golongan Muda (remaja), mayoritas menamatkan pendidikan sampai

PKMK-2-5-5

dengan SMA. Jumlah anak usia sekolah dasar mencapai 102 jiwa terbagi dalam dua Sekolah Dasar dan Satu Madrasah Ibtidaiyah. Organisasi sosial yang ada di desa Banyuanyar meliputi, Gotong Royong, PKK dan Karang Taruna. Mediamedia inilah yang selanjutnya dimanfaatkan oleh tim fasilitator sebagai media untuk sosialisasi tentang kegiatan Sanggar Belajar Banyuanyar. Melalui pendekatan kewilayahan ini, tim fasilitator mampu menggali permasalahan yang terkait dengan pendidikan dan bersama-sama dengan pemerintah desa, kader dan pihak sekolah mencari solusi untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pendidikan tersebut tersebut. Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat dengan Judul Perintisan dan Pengembangan Sanggar Belajar bagi Anak-Anak Sekolah Dasar Di Daerah Tertinggal Desa Banyuanyar, telah dilaksanakan pada bulan Maret – Mei tahun 2006. Selanjutnya Sanggar Belajar Banyuanyar ini, diserahkan kepada masyarakat Desa Banyuanyar untuk dikelola oleh masyarakat setempat melaui kader-kader yang telah dibentuk. Kegiatan ini dilaksanakan di Desa Banyuanyar dikarena persebaran tempat tinggal anak didik berada di sekitar Sekolah Dasar Negeri II Banyuanyar. Selain itu, kondisi dan iklim yang telah terkondisikan sehingga suasana belajar di Sanggar lebih kondusif dan anak didik dapat dengan mudah menyesuaikan diri. Kegiatan Sanggar Belajar Banyuanyar dilaksanakan setiap hari Sabtu dan Minggu. Mata pelajaran yang diajarkan dalam sanggar terdiri dari matematika, Bahasa Inggris, IPA (Sains) dan IPS. Durasi pemberian materi masing-masing 60 menit. Dibawah ini tabel jadwal Kegiatan Sanggar Belajar Banyuanyar : Tabel 2 Jadwal Kegiatan Sanggar Belajar Banyuanyar No Hari / Waktu (WIB) Mata Pelajaran 1 Sabtu, 14.00 - 15.00 Matematika 15.00 - 16.00 IPS 2 Minggu, 09.00 –10.00 IPA (Sains) 10.00 – 11.00 Bhs. Inggris Dalam pelaksanaan kegiatan Sanggar belajar Banyuanyar ini tim fasilitator berkerjasama dengan beberapa pihak yang ada di Desa Banyuanyar. Selain itu untuk menunjang kelancaran kegiatan, tim fasilitator juga menggunakan beberapa sarana yang ada di Desa Banyuanyar untuk melaksanakan kegiatan. Adapun elemen masyarakat yang dilibatkan antara lain sebagai berikut: a. Pemerintah Desa Sebagai pemilik wilayah diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengelolaan Sanggar Belajar Banyuanyar. Dengan demikian Sanggar Belajar Banyuanyar mempunyai kedudukan yang kuat dalam wilayah desa Banyuanyar dan dapat dijadikan asset atau media percontohan bagi desa yang lain. b. Pihak Sekolah (Kepala Sekolah dan Guru) Peran Kepala Sekolah dan Guru dalam kegiatan ini adalah sebagai mediator antara anak didik dan fasilitator. Peran Kepala Sekolah dan Guru bersifat menguatkan sehingga anak didik mau berpartisipasi dalam kegiatan Sanggar

PKMK-2-5-6

Belajar Banyuanyar. Selain itu, pihak sekolah juga sebagai mitra dalam penyusunan materi ajar dan referensi bahan ajar. Sehingga materi yang diajarkan di Sanggar Belajar Banyuanyar dapat sesuai dengan materi ajar di sekolah. c. Orang Tua Orang tua merupakan salah satu faktor penting dalam perkembangan anak didik. Orang tua selain berperan sebagai fungsi afeksi terhadap anak juga dapat berperan sebagai media pendidikan bagi anak. Pelibatan orang tua dalam kegiatan Sanggar Belajar sebagai pendorong motivasi anak untuk turut serta dalam kegiatan. Sosialisasi kegiatan Sanggar Belajar Banyuanyar terhadap orang tua dilakukan dengan cara penyebaran undangan kepada orang tua. d. Remaja Remaja merupakan salah satu ujung tombak dalam sanggar belajar. Remaja merupakan kader yang akan melanjutkan kegiatan Sannggar Belajar. Adapun elemen yang terlibat dapat dijelaskan dalam gambar berikut ini : Pemerintah Desa

SANGGAR BELAJAR Sekolah

Anak Didik

Orang Tua

BANYUANYAR Remaja (Kader) Gambar 1 Elemen Yang Terlibat Dalam Kegiatan Sanggar Belajar Banyuanyar Selain elemen masyarakat yang terlibat dalam kegiatan Sanggar Belajar Banyuanyar, demi menunjang kelancaran kegiatan Sanggar Belajar Banyuanyar, tim fasilitator juga menggunakan sarana dan prasarana sebagai berikut : 1. Rumah Bapak Sutarmo, sebagai tempat pelaksanaan Training For Trainer (TOT) sekaligus merupakan sekretariat tim fasilitator. 2. SD Negeri II Banyuanyar sebagai tempat pelaksanaan Sanggar Belaja Banyuanyar 3. Perlengkapan kegiatan Sanggar Belajar Banyuanyar meliputi Papan tulis, Alat peraga, Alat Tulis dan buku-buku materi. Kaderisasi digunakan dalam Sanggar Belajar Banyuanyar untuk melanjutkan kegiatan setelah tim fasilitator. Kader Sanggar Belajar Banyuanyar ini diambil dari remaja Desa Banyuanyar. Hal ini didasari pada asumsi bahwa, remaja masih mempunyai waktu luang dibandingkan dengan golongan lain. Selain itu remaja dianggap mempunyai kemampuan untuk melakukan transfer ilmu kepada anak

PKMK-2-5-7

didik. Dalam proses kaderisasi ini terlebih dahulu tim fasilitator mengadakan sosialisasi dengan cara mendatangi pertemuan karang taruna, rekruitmen kader, penyamaaan konsep, visi dan misi, Training For Trainer (TOT) dan kemudian kader bersama tim fasilitator terjun untuk mengelola sanggar. Proses rekruitmen kader tidak hanya dilakukan di awal kegiatan, tim fasilitator bersama kader yang sudah terbentuk tetap melakukan rekruitmen kader. Peranan kader selama proses kegiatan adalah sebagai pemberi materi dan pendamping belajar anak didik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam skema proses rekruitmen kader di bawah ini. Sosialisasi

Rekruitmen Kader

Kegiatan Sanggar Belajar Banyuanyar

Kader

Training For Trainer (TOT)

Penyamaan Konsep Visi dan Misi

Gambar 2 Skema Rekruitmen Kader Sanggar Belajar Banyuanyar Model pembelajaran yang diterapkan dalam Sanggar Belajar Banyuanyar ini berbeda dengan model pembelajaran sekolah konvensial. Model yang diterapkan lebih mengarah kepsikologis anak bukan ke kemampuan anak. Dalam proses belajar mengajar digunakan dua model. Pertama model tutorial, yaitu model dimana salah satu dari kader berada di depan kelas untuk memberikan materi. Model ini sama dengan model-model di sekolah. Yang kedua adalah model pendampingan. Dalam model pendampingan ini, kader bertindak sebagai pendamping belajar anak didik. Untuk mempermudah memantau perkembangan anak didik, anak didik dibagi kedalam 5 kelompok yang mana tiap kelompok didampingi 1-2 orang kader. Selain memantau perkembangan anak, pendamping juga bertugas untuk membangkitkan motivasi belajar dari anak-anak dampingannya. Pembagian anak didik dalam kelompok ini selain bertujuan untuk memudahkan memantau perkembangan anak didik, juga bertujuan untuk menumbuhkan sikap kerjasama antar siswa. Selama ini anak didik terbiasa dengan bekerja secara individual, di Sanggar Belajar Banyuanyar ini anak didik dilatih untuk bekerja berkelompok, menumbuhkan rasa toleransi dan kerjasama. Selain itu dengan anggota kelompok yang setiap dua minggu sekali di ubah formasinya diharapkan melatih anak didik untuk bisa menerima orang baru, menginggat teman-teman di Sanggar Belajar Banyuanyar tidak hanya teman satu sekolah tetapi juga dari sekolah lain. Untuk merangsang anak didik agar berani tampil ke depan kelas untuk mengerjakan tugas, atau menjawab pertanyaan, tim fasilitator dan kader memberikan penghargaan (Reward) berupa bintang yang kemudian pada akhir bulan akumulasi jumlah bintang dapat ditukarkan dengan alat-alat tulis yang telah disediakan. Model belajar yang diberikan bersifat santai tetapi mengena ke sasaran. Dalam kegiatan Sanggar Belajar Banyuanyar, anak didik tidak dilepaskan dari sifat alamiah mereka yang masih kanak-kanak. Anak didik juga diberi selingan bermain yang masih dalam koridor pendidikan. Misalnya permainan

PKMK-2-5-8

melatih konsentrasi, permainan warna dalam Bahasa Inggris dan beberapa praktek ringan untuk bidang Sains. Suasana belajar yang diciptakan dalam sanggar tidak selalu menggunakan ruangan. Anak didik juga belajar di luar ruangan upaya ini diambil untuk mengantisipasi kebosanan belajar dalam ruangan. Setelah tahap persiapan dilalui maka tahap pelaksanaanpun segera dimulai. Proses kegiatan sanggar belajar dilaksanakan pada hari Sabtu dan Minggu, sehingga kegiatan belajar anak didik di sekolah formal tidak terganggu. Anakanak usia kelas lima SD yang menjadi sasaran utama dari sanggar sangat antusias untuk mengikuti kegiatan di sanggar belajar ini. Untuk menjaga motivasi anak dalam belajar maka dimunculkan Reward berupa “Bintang” yang apabila sudah terkumpul dapat ditukarkan dengan alat-alat tulis. Untuk membantu peningkatan gizi anak diadakan program “Taman Gizi” setiap dua minggu sekali. Dunia anak-anak tidak lepas dari permainan, maka diberikan game-game yang mendidik seperti misalnya melatih konsentrasi dengan permainan bloingbloing dan sepak bola untuk melatih kerja sama. Sehingga diharapkan anak bisa belajar dan juga bermain. Hal tersebut juga bertujuan untuk menghindarkan anak dari kebosanan. Selanjutnya diadakan evaluasi atas program secara keseluruhan dan yang utama adalah monitoring perkembangan anak didik. Pengamatan yang dilakukan misalnya keberanian anak tampil di depan forum dan juga berpendapat. Bagaimana anak didik bekerja sama dengan kelompoknya. Bagaimana mereka berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Bagaimanakah semangat mereka untuk belajar. Sanggar belajar diserahkan kepada pemerintah desa yang selanjutnya akan dikelola oleh kader yang telah dibentuk. Hal tersebut sangatlah ideal karena proses regenerasi akan terus berjalan. Namun proses evaluasi dari fasilitator juga tidak lepas begitu saja. Sanggar belajar ini sangatlah penting untuk perkembangan dunia pendidikan. Oleh karenanya model-model seperti ini harus terus dikembangkan untuk menyokong pendidikan formal di sekolah. HASIL PEMBAHASAN Sanggar Belajar Banyuanyar merupakan salah satu media pembantu belajar anak usia Sekolah Dasar di desa Banyuanyar. Berdirinya sanggar belajar di desa Banyuanyar ini merupakan hasil kerjasama dari beberapa pihak antara lain pemerintah desa Banyuanyar, Sekolah, kader dan fasilitator. Berikut ini hasil dari kegiatan Sanggar Belajar di desa Banyuanyar KecamatanAmpel Kabupaten Boyolali : 1. Berdirinya sanggar belajar desa Banyuanyar. Sanggar ini merupakan media pembantu belajar pertama yang ada di wilayah Banyuanyar, dengan adanya sanggar ini mampu membantu anak-anak didik kelas V SD dalam meningkatkan kemampuan belajar baik secara verbal maupun non verbal. 2. Terbentuknya kesadaran pemuda dan pemudi Desa Banyuanyar terhadap pendidikan. Wujud dari kesadaran ini adalah dengan adanya partisipasi aktif dari beberapa pemuda dan pemudi desa Banyuanyar untuk berperan sebagai kader dalam sanggar belajar. 3. Salah satu tujuan dari sanggar belajar ini adalah peningkatan kemampuan anak didik. Sanggar belajar tidak hanya memberikan materi pelajaran kepada

PKMK-2-5-9

anak didik, tetapi juga memberikan motivasi kepada anak didik untuk mau dan berani mengeluarkan pendapat di depan umum. Dengan pemberian motivasi anak didik diberi keyakinan untuk berani menjawab setiap pertanyaan maupun soal yang diberikan tanpa perlu merasa takut salah menjawab. Salah satu hal yang ditekankan pada anak didik adalah keberanian mereka untuk mencoba menjawab dan mengerjakan soal di depan umum, sehingga mereka tidak hanya memiliki kemampuan secara tertulis tetapi juga kemampuan secara verbal atau lisan. Sehingga salah satu hasil dari kegiatan ini adalah peningkatan psikologis anak dalam kegiatan belajar. Dalam sanggar belajar anak dilatih untuk mampu belajar dan bekerja secara kelompok. Melalui soal dan tugas yang harus dikerjakan secara kelompok inilah mereka juga belajar untuk saling bekerja sama dalam kelompok. Bekerja dalam kelompok juga melatih mereka dalam meningkatkan komunikasi dan interaksi dengan teman dalam kelompok mereka. 1. Kegiatan sanggar belajar ini didukung oleh adanya kesadaran dari orang tua murid terhadap kegiatan belajar anak. Salah satu wujud kesadaran tersebut dapat dilihat dari antusiasme dalam mendukung sanggar, misalnya mendorong anak didik untuk belajar di sanggar, mengantar dan menjemput anak didik. 2. Keberadaan sanggar telah menjadi suatu kebutuhan dalam masyarakat, hal ini dapat dilihat dari dukungan yang diberikan anggota masyarakat terhadap kelangsungan sanggar. Pihak sekolah, orang tua murid mengharapkan sanggar belajar tersebut tetap terlaksana walaupun tim fasilitator sudah tidak mendampingi. Hal tersebut juga didukung oleh pemuda dan pemudi yang menjadi kader dalam sanggar. Para kader sanggar ini telah berkomitmen untuk tetap mengembangkan sanggar belajar walaupun tidak didampingi oleh tim fasilitator. Oleh karena itu tim fasilitator membantu kader dalam menyusun sturktur kepengurusan sanggar belajar. Dengan adanya struktur ini diharapkan sanggar dapat berlanjut dan berkembang karena telah mempunyai suatu organisasi tetap. KESIMPULAN Pendidikan dasar adalah modal untuk mencetak generasi unggul di masa yang akan datang. Kewajiban menempuh Wajib Belajar 9 tahun merupakan sebuah upaya pemerintah guna menyiapkan pilar-pilat pembangunan yang berkualitas, berdaya saing dan mandiri di masa yang akan datang. Kebijakan tersebut disempurnakan dengan penerapan kurikulum berbasis kompetensi di semua jenjang pendidikan. Terakhir, pemerintah menggulirkan program sekolah gratis untuk SD dan SMP dengan tujuan agar semua anak Indonesia dapat menempuh pendidikan dasar tanpa terbebani biaya yang mencekik leher. Sayangnya, hal ini tidak dibarengi dengan kesadaran dari masyarakat bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Keadaan ini sangat terasa di desa Banyuanyar Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali dengan sebagian besar penduduk bermatapencaharian di sektor agraris dan latar belakang pendidikan yang relatif minim. Keadaan tersebut turut berpengaruh terhadap kesadaran orang tua terhadap pendampingan belajar terhadap anak. Padahal system pendidikan berbasis kompetensi menuntut anak untuk lebih banyak belajar mandiri. Pada tahap inilah peran orang tua sangat dibutuhkan dalamdalam perkembangan anak. Keterbatasan

PKMK-2-5-10

sarana dan prasarana belajar juga mampu mempengaruhi motivasi anak dalam belajar. Beberapa hal yang tersebut di atas merupakan salah satu alasan yang melatarbelakangi terbentuknya sanggar belajar. Kegiatan sanggar belajar di desa Banyuanyar tidak hanya memberikan kesadaran dan motivasi belajar bagi anak didik, tetapi juga kepada anggota masyarakat yang lain. Melalui perintisan dan pengembangan sanggar belajar ini, orang tua dan remaja desa pun turut sadar bahwa pendidikan bukan hanya menjadi tanggung jawab dari sekolah sebagai sarana pendidikan formal. Dalam sanggar belajar, anak didik tidak hanya menerima materi pelajaran saja, tetapi juga diberikan motivasi untuk berani mengungkapkan pendapat. DAFTAR PUSTAKA Coomb, Philip H dan Manzoor Achmed. 1980. Memerangi Kemiskinan di Pedesaan Melalui Pendidikan Non-Formal. Jakarta : YIIS Mu’arif. 2005. Wacana Pendidikan Kritis. Yogyakarta : Ircisod --------------. 2004. Monografi Penduduk Desa Banyuanyar Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. Boyolali : Pemerintah Desa Banyuanyar.

PKMK-2-6-1

EKSPLOITASI AIR GUA PLAWAN DENGAN ENERGI TERBARUKAN: SEBUAH UPAYA PENANGGULANGAN BENCANA KEKERINGAN DI DESA GIRICAHYO, KECAMATAN PURWOSARI KABUPATEN GUNUNG KIDUL Andityo Nurwanto, Casslirais Surawan, Dyah Kusuma Wardhany, Nirmala Hailinawati, Wakhidatik Nurfaida, Zulaikha Budi Astuti Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta ABSTRAK Di Kecamatan Purwosari, Gunung Kidul, masalah kekeringan sudah dirasakan di beberapa desa. Pemenuhan keperluan air untuk masak-minum dilakukan hingga mencari ke telaga sekitar 5 kilometer dengan berjalan kaki. Gunung kidul merupakan daerah karst, dengan potensi air gua yang sangat melimpah. Namun konsentrasi pemerintah untuk mengangkat air gua barulah pada daerah timur, padahal masyarakat barat pun membutuhkan air sama besarnya. Di Desa Giricahyo, Kecamatan Purwosari terdapat luweng Plawan dengan potensi air yang besar (sekitar 40 m3/s saat musim kering). Oleh karena itu, dilaksanakanlah sebuah program pengangkatan air gua/luweng Plawan. Untuk mewujudkannya telah dilakukan pengumpulan data dari beberapa instansi terkait, seperti Pusat Studi Energi UGM, Yayasan Asintyacunyata, Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul, dan yang lainnya. Di samping itu telah pula dilakukan survey ke lapangan berupa pengukuran gua dan permukaan untuk mendapatkan data teknis sebagai dasar perancangan. Data hasil survey diolah dan didapatkan perancangan pengangkatan air Gua Plawan dan distribusi perpipaan. Adapun instalasi pengangkatan air ini dirancang dengan debit rencana 4,085 m3/s, selama 10 jam operasi per hari selama musim kering. Daya yang dibutuhkan sebesar 18,5 kWH, disuplai oleh generator. Perancangan ini telah disetujui Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul untuk didanai konstruksinya saat Kegiatan Kuliah Kerja Nyata Semester Pendek 2006. Sebagai grand design, pengangkatan air gua ini menggunakan tenaga kincir angin yang dihibrid dengan tenaga generator. Pemanfaatan hibrid tenaga ini akan saling mendukung karena generator set yang handal dalam penyediaan energi akan lebih hemat jika dihibrid dengan kincir angin. Grand design ini akan dilaksanakan dalam Kuliah Kerja Nyata UGM yang merupakan blue print program selama 2 tahun. Perkembangan program selanjutnya adalah jangkauan distribusi, peningkatan penggunaan energi terbarukan, kualitas air, konservasi daerah tangkapan hujan. Sedangkan untuk pengoperasian instalasi berikutnya, akan dibangun sebuah sistem sosial dari masyarakat desa Giricahyo. Kata kunci : air, Gua Plawan, Gunung Kidul, kekeringan, energi terbarukan. PENDAHULUAN Bencana kekeringan menjadi sesuatu yang sangat akrab dengan penduduk Gunung Kidul. Kabupaten yang berjarak 40 kilometer di sebelah tenggara kota Yogyakarta dengan luas 1.485 kilometer persegi ini memiliki daerah kering paling kritis untuk wilayah pesisir selatan yang berbatasan dengan Samudera Hindia (Harjono, 1992).

PKMK-2-6-2

Di Kecamatan Purwosari, masalah kekeringan sudah dirasakan di beberapa desa, di antaranya Giripurwo, Giricahyo, dan Giriasih (Anonim, 2003). Pencukupan air untuk keperluan masak-minum sampai harus dilakukan penduduk dengan berjalan kaki mencari air ke telaga yang jauhnya sekitar 5 kilometer. Air telaga adalah pemenuh kebutuhan air paling handal yang dimiliki oleh masyarakat Gunung Kidul, padahal telaga ini juga akan kering pada musim kemarau. Ketika telaga menjadi kering, maka kesulitan semakin bertambah. Masyarakat harus menunggu bantuan air dari pemerintah, dan sayangnya pasokan air jerigen dari pemerintah sering tidak mencukupi. Pada akhirnya kesempitan ini dimanfaatkan oleh pihak swasta untuk berbisnis air, alhasil air bersih seharga Rp80.000Rp100.000,- per tangki berisi air 5.000 meter kubik, yang cukup untuk dua minggu pemakaian harus dibeli warga Panggang (Anonim, 2003). Konsentrasi pemerintah saat ini untuk mengangkat air gua barulah pada daerah timur, padahal masyarakat barat pun membutuhkan air sama besarnya, seperti masyarakat di Desa Giricahyo, Kecamatan Purwosari. Di daerah mereka terdapat sebuah inlet atau luweng gua yang bisa menjadi tempat pengambilan air. Luweng inilah yang disebut sebagai luweng Plawan atau Gua Plawan. Menurut survey yang sudah dilakukan pada tahun 1999 dan 2004, sumber air Gua Plawan ini tidak pernah kering meskipun terjadi musim kemarau panjang. Debit yang tersedia di dalam gua kira-kira 40 liter per detik, dan pada musim hujan bisa mencapai 200 liter per detik. Dengan debit air ini diperkirakan 2 desa dapat terlayani (Yayasan Acintyacunyata Yogyakarta dan Direktorat Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan Pertambangan, Direktorat Jendral Geologi dan Sumber Daya Mineral, 2004). Dengan demikian, Gua Plawan merupakan gua yang paling berpotensi untuk ketersediaan air di wilayah tersebut. Diperkirakan sumber air ini mampu memenuhi kebutuhan air bersih untuk Kecamatan Purwosari, khususnya untuk Desa Giricahyo yang setiap tahun dilanda kekeringan. Maksud dari program ini adalah menginventarisasi data teknis Gua Plawan dan sekitarnya berupa data koordinat/cross section Gua Plawan, long section mulut gua sampai titik reservoir utama (R1), data kependudukan masyarakat daerah layanan sistem Plawan, serta pembuatan desain dan rencana anggaran biaya instalasi pengangkatan air Gua Plawan yang siap dilaksanakan pada KKN Tematik UGM 2005/2006 berkelanjutan. Adapun tujuan dari program ini adalah menyediakan Perencanaan Detail Pengangkatan Air Gua Plawan, serta skenarioskenario pengoperasian instalasinya. Ruang lingkup pekerjaan meliputi pekerjaan detail pengangkatan air Gua Plawan dengan hasil akhir yang diharapkan adalah: • Data teknis Gua Plawan untuk perancangan desain instalasi pengangkatan air Gua. • Desain dan rencana anggaran biaya instalasi pengangkatan air gua. METODE PENDEKATAN Pengukuran Topografi Survey detail dilakukan di lokasi kegiatan, yaitu di sepanjang jalur pipa yang direncanakan dan juga jalur pipa pada gua. Pengukuran dilakukan di dalam gua, kemudian di sepanjang jalan macadam dari mulut gua sampai bukit yang akan digunakan untuk reservoir. Kegiatan pengukuran dilakukan untuk

PKMK-2-6-3

mendapatkan data koordinat Gua Plawan, serta jalur pipa transmisi (pipa dari mulut gua sampai reservoir). Hasil kegiatan pengukuran topografi berupa penampang memanjang jalur perpipaan, baik penampang memanjang gua, maupun jalur transmisi. Survey dilaksanakan di jalan desa di sepanjang jalur pipa yang direncanakan, dari tanggal 10-12 Maret 2006. Dengan langkah kerja sebagai berikut: a. Alat didirikan di tengah – tengah antara patok yang akan diukur. b. Rambu didirikan di atas patok 1 dan 2 kemudian dibaca Ba, Bt, Bb di mana; Bt = | ( Ba + Bb )/2 | c. Pekerjaan / langkah b dilakukan pula untuk patok antara 2 dan 3. d. Sistem pengukuran yang digunakan adalah sistem pengukuran poligon terbuka. Pemetaan Gua Kegiatan dilaksanakan di Dusun Gabuk, Desa Giricahyo, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunung Kidul. Lokasi kegiatan berada sekitar 5 km dari Pantai Parang Tritis. Mulut Gua terletak sekitar 100 meter dari jalan setapak yang menghubungkan tebing Parang Endhog dan Desa Giricahyo. Kegiatan pemetaan gua diawali dengan kegiatan survey gua yang dilaksanakan pada tanggal 16 April 2006. Survey ini dilakukan oleh 3 orang anggota tim. Dalam survey ini titik-titik belok pipa telah ditandai. Sebelum dilaksanakan survei pemetaan gua, kegiatan dimulai dengan menganalisa data awal yang dimiliki. Data awal ini meliputi data bawah permukaan yang diperoleh dari Yayasan Asintyacunyata yang telah melakukan eksplorasi terhadap Gua Plawan dan data permukaan yang diperoleh dari Asintyacunyata Speleological Club (ASC) Yogyakarta. Tim masuk gua selama 12 jam dari jam 11 siang sampai jam 11 malam. Dalam survey ini diambil beberapa gambar mengenai kondisi dalam gua; kondisi pipa eksisting dalam gua, sambungan pipa, keadaaan gua, belokan, dan air bawah tanah yang mengalir dalam gua.

Gambar 1. Tim survey dan kondisi dalam Gua Plawan

PKMK-2-6-4

Survei Kependudukan dan Audiensi Survei kependudukan dilakukan pada 7 (tujuh) dusun yang terletak di Desa Giricahyo, Kecamatan Purwosari Kabupaten Gunung Kidul. Ketujuh dusun itu adalah Dusun Gabug, Wuni, Karang Tengah, Jurug, Nglumbung, Jati dan Jambu. Survei kependudukan dilakukan pada 29 Januari 2006, tujuan survey ini dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang kesulitan penduduk dalam memperoleh air pada musim kemarau, upaya-upaya penanggulangan yang dilakukan selama ini, dan kesediaan penduduk untuk bekerja sama apabila program ini dilaksanakan. Hasil dari survei ini adalah data tentang kondisi kebutuhan air penduduk yang cukup mewakili. Kegiatan audiensi ke Bupati Gunung Kidul dilakukan pada tanggal 2 Februari 2006 di hadapan Bupati, Kepala Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kabupaten Gunung Kidul. Setelah presentasi dilakukan, ternyata program ini mempunyai keselarasan dengan program tahunan yang akan dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul yaitu sistem distribusi melalui jalur perpipaan swakelola yang diambil dari sumber-sumber air yang ada. Sambutan dari pihak Kabupaten sangat baik dan bersedia menyiapkan dana untuk pekerjaan tenaga generator set sebagai energi utama pengangkat air. Dari sini dislusi perancangan dan bahan habis pakai yang dibutuhkan dilakukan lebih intens. Pada akhir bulan Mei 2006 perancangan final telah diserahkan ke Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Gunung Kidul. Selain pihak kabupaten, pejabat terkait yang telah dikunjungi adalah Camat Purwosari, ketujuh Kepala Dukuh dan perangkat Desa Giricahyo. Energi Angin Energi merupakan motor utama penggerak sistem pengangkatan air gua. Energi konvensional yang telah terbukti kemampuannya adalah generator set berbahan bakar solar. Penggunaan sumber energi ini membutuhkan banyak biaya sehingga sebagai alternatif energi cadangan atau hibridanya direncanakan digunakan energi angin. Angin adalah energi yang terbarukan dan cukup melimpah di Indonesia. Energi ini belum banyak dimanfaatkan. Salah satu faktornya adalah keterbatasan teknologi dan riset pengembangan energi alternatif di Indonesia dan kebijakan yang memihak sektor ini belum ada. Angin di Indonesia cukup melimpah hanya saja angin yang bertiup memiliki kecepatan yang relatif rendah, walau demikian angin ini masih tetap bisa dimanfaatkan setelah melewati beberapa proses teknologi. Pengembangan energi angin perlu dilakukan karena merupaka energi terbarukan yang ramah lingkungan, tidak berpolusi dan perawatannya relatif rendah sekitar 13-14 % dari biaya total (Kusnanto dan Purwoto, 2006) Di Gunung Kidul sendiri kondisi angin yang ada memiliki kecepatan ratarata 3-4 m/s dan menjadi lebih kencang pada musim kemarau (Pusat Studi Energi UGM, Rencana Umum Kelistrikan Daerah). Kondisi ini didukung dengan letak geografis Desa Giricahyo yang berada di dekat pantai menyebabkan kecepatan maksimal bisa didapatkan. Sedangkan data dari PSE didapatkan bahwa angin di daerah Gunung Kidul memiliki kecepatan rata-rata 4-5 m/s. Selain itu didapatkan informasi tentang adanya bantuan kincir angin dari Pemerintah Belgia. Di Belgia

PKMK-2-6-5

sedang dilakukan penelitian tentang kincir angin untuk kecepatan angin rendah yang cocok untuk daerah Indonesia. Survei Daerah Tangkapan Air Hujan Daerah tangkapan air daerah karst mempunyai perbedaan mendasar dengan daerah aliran sungai biasa. Pada daerah aliran sungai dengan tanah biasa seperti pasir atau lempung, daerah tangkapannya dapat diketahui dari peta kontur dengan melihat perbedaan ketinggian lokasinya. Akan tetapi, hal tersebut tidak dapat dilakukan terhadap daerah karst. Pola aliran air yang berada di bawah tanah menyebabkan sulitnya deteksi mengenai dari mana masuknya input sungai. Oleh karena itu harus dilakukan survei khusus yang berupa penelusuran gua untuk mengetahui daerah-daerah yang aliran airnya masuk ke sungai bawah tanah yang mengalir melalui Gua Plawan. Survei daerah tangkapan air dilakukan dengan bantuan dari tim Konservasi Hutan (rekan-rekan mahasiswa kehutanan). Pelaksanaan survei dilakukan pada bulan Maret 2006. Hasil dari survei ini adalah peta persebaran daerah hijau yang harus dikonservasi, daerah mana saja yang perlu dihijaukan, data sebaran jenis tanaman di daerah tangkapan, serta penentuan jenis-jenis hijauan yang cocok untuk daerah tangkapan HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Wilayah Gua Plawan secara administrasi terletak di Dusun Gabuk, Desa Giricahyo, Kecamatan Purwosari, Kabupaten Gunung Kidul, DIY. Mulut Luweng Plawan terletak pada koordinat 428466 UTM 9113013. Luweng Plawan berada di lembah doline pada elevasi 290 m dpl. Sumber air yang ada di luweng Plawan merupakan aliran sungai bawah permukaan dengan arah aliran dari timur laut ke barat daya, dengan debit kurang lebih 40 l/dt, bermuara ke Samudera Indonesia. Kuantitas air yang besar tersebut potensial untuk dikembangkan sebagai air baku guna memenuhi dua desa yaitu Desa Giricahyo pada elevasi 350 m dpl dan Desa Giripurwo pada elevasi 230 m dpl, yang mencakup 1000 kepala keluarga. Jarak dari Luweng Plawan ke pemukiman terdekat 500 m (Dokmiri dan Gabug), terjauh 3000 m (Sempu, Jaguran). Luweng Plawan dapat dijangkau melalui dua alternatif jalan pertama dari Pantai Parangtritis melalui jalan ke arah Panggang jalan beraspal mulus, sampai simpang ke hotel South Queen belok ke kanan mengikuti jalan makadam (ke arah Gua Langse), jalan mendaki bukit cukup terjal, kurang lebih 1,5 km. Lokasi luweng Plawan pada sisi kiri jalan di lembah doline. Lintas antara Siluk-kota Kecamatan Panggang dan simpang ke arah pantai Parangtritis dari jalan utama masuk mengikuti jalan setapak ke arah timur kurang lebih 200 m menuju lembah doline, jalan alternatif ke dua dari arah Panggang ke barat desa Giricahyo, yang tepatnya adalah selatan dari dusun Gabug, kondisi jalan makadam dan menuruni bukit (Yayasan Acintyacunyata Yogyakarta dan Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, 2004). Kegiatan perancangan dilakukan setelah data survey dan data sekunder pendukung lainnya didapatkan. Perancangan yang dilakukan selalu dikonsultasikan dengan dosen pembimbing, dosen yang bersangkutan dengan materi perancangan, serta praktisi yang kompeten di bidangnya.

PKMK-2-6-6

Analisis Hidraulika Debit Rencana a. Total Penduduk Giricahyo (2005)= 4085 jiwa b. Asumsi, kebutuhan air = 30 l/hr/org c. Diperhitungkan adanya kehilangan air, sebesar 20% d. Lama operasi = 10 jam e. Total debit yang dibutuhkan = 4,085 l/s f. Panjang total pipa = 1353.9 m Perencanaan Pipa Bambang Triatmodjo (2000), menghitung kehilangan tenaga dalam pipa, asumsi-asumsi yang dilakukan adalah sebagai berikut: -

Debit rencana

-

Pipa yang dipakai = besi galvanis baru (faktor pertambahan umur pipa tidak diperhitungkan ketika perancangan)

-

Angka Reynold dihitung dengan persamaan berikut

Re =

= 4,085 l/s

v×D

υ

Re = angka Reynolds; v = kecepatan aliran dalam pipa; D= diameter pipa, υ = viskositas air (1,3E-6 m2/s); Faktor kekasaran rencana= 0,058. Didapat dari grafik Moody (Triatmodjo,1996), dengan asumsi awal diameter pipa adalah 3 (tiga) inchi, k0 = 0,00054. Dengan asumsi-asumsi seperti di atas, dapat ditentukan jumlah kehilangan energi yang terjadi. Penentuan diameter pipa berkaitan dengan penentuan tipe pompa, yang nantinya akan mempengaruhi hitungan analisis elektrikal. Perhitungan dengan berbagai diameter pipa dilakukan untuk menentukan diameter pipa yang akan memberikan nilai optimal, dalam pemilihan pompa dan juga dalam hitungan analisis elektrikal. Dari data kependudukan yang diperoleh dari hasil survey sosial, didapat debit yang dibutuhkan untuk 4085 jiwa adalah sebesar 4,085 l/dt dengan lama operasi 10 jam per hari. Dari analisis hidraulika, instalasi ini menggunakan pipa dengan spesifikasi sebagai berikut: a. Panjang pipa : i. Dasar gua – mulut gua = 199,9 m = 200 m ii. Mulut gua – R1 = 1144 m Panjang pipa total = 1354 m iii. Pemakaian unit pipa Sesuai dengan jumlah belokan, panjang pipa, serta pertimbangan effisiensi pelaksanaan pekerjaan, untuk pipa per 6 meter (jika panjang maksimal satu buah pipa = 6 meter), membutuhkan pipa: dalam gua = 39 buah dan pipa transmisi (surface) = 221 buah Sedangkan untuk pipa per 4 meter membutuhkan pipa dalam gua = 54 buah dan pipa transmisi (surface) = 319 buah

PKMK-2-6-7

b. Jenis pipa = Pipa Galvanis (GIP) Diameter pipa = 75 mm atau 3 inchi Pemilihan pompa menggunakan program WINCAPS dari pompa GRUNDFOS, dan menghasilkan data spesifikasi pompa sebagai berikut. Product name : SP 17-31 Rated flow : 17 m³/h Rated head : 255 m Motor diameter : 6 inch Electrical data: Motor type : MS6000 P2 : 18.5 kW Motor protect : NONE Thermal protec : external Built-in temp. transmitter: yes Others: Net weight : 100 kg Gross weight : 127 kg Shipping volume: 0.24 m³ Perancangan Instalasi listrik dilakukan berdasarkan Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL). Perancangan instalasi listrik dibuat berdasarkan alur di bawah ini: 1. Pemilihan pompa menggunakan software WINCAPS dari GRUNDFOS 2. Pemilihan sumber energi a. Energi angin : data dari Rencana Umum Kelistrikan Daerah menunjukkan bahwa angin yang terjadi di daerah Gunung Kidul rata-rata adalah 4-6 m/s dan lebih tinggi pada musim kemarau. b. Genset: i. Beban pompa 24 kW, 30 kVA ii. Genset 55 kVA, 44 kW arus 45 A iii. (efisiensi pompa 3 x Wg, dimana Wf = berat total fondasi; Wg = berat total genset ditambah bahan bakar. Spesifikasi Rumah Tenaga adalah sebagai berikut : ƒ Dimensi : 4 x 3,5 m2 ƒ Dinding : pasangan bata merah (1/2 bata = 15 cm) ƒ Fondasi dinding : fondasi stall dari pasangan batu kali ƒ Fondasi mesin / genset : blok beton dengan penulangan susut ƒ Atap : seng dengan nok menggunakan kayu jati dan gording menggunakan kayu bengkirai ƒ Pintu : besi dengan 2 daun pintu ukuran 80 x 200 cm2 ƒ Jendela / ventilasi : Teralis besi (16 @ 60 x 80 cm2) Rancangan Anggaran Biaya disusun setelah perancangan design dilakukan. Data harga bangunan didapatkan dari Keputusan Bupati Gunung Kidul nomor 101/KPTS/2005 tentang standarisasi harga barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul. Selain itu untuk beberapa harga didapatkan dari survey ke toko-toko dan di internet. Berikut rekapan Anggaran Biaya design bersama dengan beberapa program pendukung yang akan diimplementasikan dalam Kuliah Kerja Nyata Juli-Agustus 2006 yang akan datang.

PKMK-2-6-9

Tabel 1.Rekapan Anggaran Biaya KKN Tematik eksploitasi air Gua Plawan no Pekerjaan 1 Pekerjaan instalasi fisik 2 Uji kualitas air Law enforcement, kehumasan, data base, 3 kebendaharaan, dan dokumentasi Program reforestry 4 (Penanganan subcatchment area) Program sosial (community 5 development)

Subtotal tanpa pajak Total tanpa pajak Rp1,047,931,113.52 Rp1,974,000.00 Rp4,791,000.00

Rp14,750,000.00 Rp5,300,000.00 ppn 10 %

Rp1,074,746,113.52 Rp1,182,220,724.87

Hasil perancangan ini merupakan grand design pengadaan air Bersih untuk warga Desa Giricahyo. Pengadaan air dengan sumber energi terbarukan telah dilakukan perancangannya. Hasil perancangan ini akan diimplementasikan dalam kegiatan Kuliah Kerja Nyata UGM pada Bulan Juli-Agustus 2006. Sampai saat ini dana yang diperlukan untuk pelaksanaan pembangunan sudah diperoleh dari Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul sebesar 290 juta rupiah. Dana ini dialokasikan untuk pekerjaan elektrikal dan rumah tenaga, yaitu pekerjaan pemasangan generator set dan perlengkapannya. Perpipaan dan instalasi lain terus diusahakan untuk dicarikan dana dari perusahaan swasta maupun dari BUMN-BUMN. KESIMPULAN Implementasi perancangan ini akan terus dikembangkan untuk beberapa tahun ke depan termasuk pengadaan sumber energi yang terbarukan yang tetap terus sustain dan bisa dikelola oleh masyarakat. Implementasi perancangan ini tidak hanya secara fisik namun juga membangun organisasi masyarakat yang dapat mengelola instalasi ini secara mandiri. Program ini terintegrasi dalam program KKN. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1994. Menjual Ternak untuk Membeli Air, Suara Merdeka, 27 Juli 1994. Anonim. 2003. Telaga Kering Irigasi Digilir, www.kompas.com/Beritautama , 24 Agustus 2003. Anonim. 2005. Kedubes Inggris Segera Kucurkan Bantuan; Pompa Air Goa Pego Macet, Penduduk Kelabakan,, Kedaulatan Rakyat, 22 Agustus 2005. Amin, S. 2004. Gara-gara Air Kepala Desa di Gunung Kidul Ditahan, Kompas, 04 November 2004. ASC. 1999. Laporan Pemetaan dan Fotografi Luweng Plawan Desa Giricahyo Kecamatan Panggang Kabupaten Gunung Kidul, Acintyacunyata Speleogical Club, Yogyakarta. CV. Prima Cipta Karsa. 2003. Laporan Akhir Detail Engineering Desain Air Bawah Tanah di Kabupaten Wonogiri, Bappeda Kabupaten Wonogiri.

PKMK-2-6-10

Harjono. 1992. Gua Bribin, Berkah bagi Gunuingkidul, Kompas, 7 April 1992. Ko, RKT. 1997. Introduksi Karstospeleologi Atmajaya, Yogyakarta. Sigit, S. 1994. Air Gua Bribin untuk Atasi Kekeringan, Suara Merdeka, 29 Maret 1994. Susanto,S. 1992. Melestarikan Air Gua Bribin, Kedaulatan Rakyat, 24 April 1992. Triatmadja, B. 2000. Hidraulika 2, Beta Offset, Yogyakarta. Yayasan Acintyacunyata Yogyakarta dan Direktorat Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan Pertambangan, Direktorat Jendral Geologi dan Sumber Daya Mineral. 2004. Laporan Akhir Inventarisasi Potensi Sumber Air di Wilayah Karst di Pulau Jawa, Yayasan Acintyacunyata Yogyakarta.

PKMK-2-7-1

PENANGGULANGAN MASALAH HIV/AIDS, NAPZA, DAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DENGAN PENDEKATAN PEER CONTROL GROUP DARI, OLEH, DAN UNTUK REMAJA PADA SISWA SMA KOTAMADYA SURABAYA Retno Wahyuni P, Nur Nailul, Vita Kusuma R, Ikasari Rahmatina, Ferry Efendi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya ABSTRAK Remaja memerlukan pendekatan khusus untuk dapat menceritakan masalah yang dihadapi. Peran teman sepergaulan mendukung terjadinya perubahan pada diri remaja. Penanggulangan dengan memperbaiki teman sepergaulan menjadi sangat penting. Tujuan kegiatan untuk mengetahui tingkat keberhasilan model pendekatan Peer Control Group dari, oleh, dan untuk remaja dalam menanggulangi masalah HIV/AIDS, NAPZA, dan kesehatan reproduksi siswa SMA di Kotamadya Surabaya. Pendekatan yang dipakai yaitu bidang pendidikan, kesehatan, pelatihan disertai studi kasus. Pelaksanaan kegiatan dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama, Workshop Kesehatan Reproduksi Remaja HIV/AIDS dan NAPZA bagi Remaja SMA di Surabaya. Tahap kedua, follow up berupa implementasi kegiatan di sekolah masing-masing oleh remaja SMA selama 6 bulan sejak workshop dan pertemuan rutin untuk sharing informasi sekaligus pengalaman. Workshop dilaksanakan selama tiga hari (22-24 April 2005) di ruang kuliah histologi FK-Unair diikuti perwakilan siswa dari sekolah terpilih. Hasil pretest sebelum workshop menunjukkan 62,5% siswa berpengetahuan cukup. Sesudah workshop, sebagian besar siswa tingkat pengetahuannya bertambah, yaitu tingkat pengetahuan cukup sebesar 25%, tingkat pengetahuan baik 68,8% dan tidak ada yang berpengetahuan kurang. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan tingkat pengetahuan siswa sebelum dan sesudah workshop dilakukan uji statistik Pair T test dengan α 65

Grafik 1. Ketuntasan belajar 508 responden (siswa) Pada grafik 1 70 % siswa yang menjadi responden mendapatkan nilai lebih dari 65 sedangkan 30 % diantaranya mendapat nilai kurang dari 65. Hal ini membuktikan telah terjadi kenaikan sebesar 60 % karena pada saat survei hanya 10 % siswa yang mendapatkan nilai lebih dari 65. PEMBAHASAN Hasil utama kegiatan rancang bangun ini adalah satu unit Prototipe Percobaan Rutherford. Prototipe Percobaan Rutherford merupakan alat peraga pembelajaran model atom Rutherford yang sejauh pengetahuan penulis, alat peraga ini belum pernah ada di tempat manapun. Alat peraga ini bermanfaat untuk menjelaskan eksperimen Rutherford (Gambar 1) sehingga siswa lebih mudah memahami model atom Rutherford (Gambar 2). Pada eksperimen Rutherford sebagian partikel α tidak mengalami pembelokan, sebagian kecil dibelokkan dan sedikit sekali dipantulkan. Prototipe Percobaan Rutherford mampu menjelaskan interaksi partikel α dengan lempeng emas yang terjadi pada eksperimen Rutherford tersebut.

PKMM-5-4-8

Pada Prototipe Percobaan Rutherford (Gambar 3) bola kecil berwarna kuning menandakan partikel α yang ditembakkan, sedangkan bola besar menandakan inti atom, dan daerah di luar bola besar merupakan ruang hampa. Pada media ini bola kecil berjumlah empat buah, hal ini menandakan bahwa pada dasarnya partikel α berjumlah banyak sekali. Apabila media ini dijalankan maka bola kecil akan bergerak sesuai dengan lintasannya. Apabila bola kecil berjalan lurus menabrak bola besar ternyata akan dipantulkan, namun apabila bola kecil ini tidak menabrak bola besar maka bola kecil akan diteruskan. Prototipe Percobaan Rutherford dapat menjelaskan eksperimen Rutherford, yaitu sebagai berikut: Bola kecil dipantulkan karena menabrak bola besar Ini menandakan bahwa partikel α pada eksperimen Rutherford yang ditembakkan ternyata menabrak inti atom dari lempeng emas. Inti atom ini dimungkinkan oleh Rutherford sangat pejal dan sebagian besar massa atom berpusat padanya. Bola kecil diteruskan karena tidak menabrak bola besar Ini menandakan bahwa partikel α pada eksperimen Rutherford tidak mengenai inti atom, tetapi melewati ruang hampa pada atom. Pada eksperimen Rutherford sebagian besar partikel α diteruskan. Rutherford mengungkapkan bahwa sebagian besar ruang dalam atom adalah ruang hampa. Bola kecil dibelokkan karena mendekati bola besar Ini menendakan bahwa partikel α pada eksperimen Rutherford mengalami gaya tolak menolak dengan inti atom karena mempunyai muatan listrik yang sejenis yaitu muatan listrik positif. Berdasarkan eksperimen yang telah dilakukan, Rutherford mengemukakan model atomnya sebagai berikut: ”Atom tersusun dari inti yang bermuatan positif dikelilingi oleh elektron-elektron yang bermuatan negatif. Massa atom terpusat pada inti atom dan sebagian besar volume atom merupakan ruang hampa.” (Johari dan Rahmawati, 2004). Prototipe Percobaan Rutherford mampu menjelaskan eksperimen Rutherford sehingga dapat diperoleh simpulan mengenai model atom Rutherford, oleh karena itu media ini sangat tepat digunakan pada proses pembelajaran di sekolah. Prototipe Percobaan Rutherford merupakan alat peraga yang memenuhi syaratsyarat seperti yang dikemukakan oleh Mujadi (1995) antara lain: tahan lama, bentuk dan warnanya menarik, sederhana, tidak rumit, ukurannya sesuai dengan ukuran siswa, dapat diraba, dipegang, dipindahkan, dan dapat menjelaskan konsep materi. Keunggulan-keunggulan Prototipe Percobaan Rutherford antara lain: 1. Dapat membantu siswa memahami model atom Rutherford 2. Dapat membantu guru dalam menjelaskan model atom Rutherford kepada siswa 3. Belum pernah ada di tempat manapun 4. Mudah digunakan karena media ini praktis dan untuk menjalankannya cukup dengan menggunakan energi listrik 5. Mudah dipindahkan 6. Tidak membutuhkan perawatan khusus. Penggunaan Prototipe Percobaan Rutherford dalam proses pembelajaran kimia merupakan suatu pembaruan atau terobosan baru dalam rangka

PKMM-5-4-9

meningkatkan mutu pendidikan khususnya mata pelajaran kimia. Melalui penggunaan Prototipe Percobaan Rutherford pada proses pembelajaran, siswa dapat mempraktikkan Percobaan yang merupakan dasar penetapan model atom Rutherford dan menyimpulkan hasil percobaan secara mandiri di bawah arahan guru. Siswa juga dapat ikut aktif dalam proses belajar mengajar sehingga dapat memperoleh pengalaman belajarnya sendiri. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran juga meningkat karena keterlibatan emosi siswa sangat besar (learning experience) sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas hasil belajar seperti yang diungkap oleh Rawi M Caronge dalam Soekamto (1998). Prototipe percobaan Rutherford dapat digunakan sebagi media pembelajaran yang bertujuan membantu kelancaran proses belajar mengajar yang pada akhirnya dapat meningkakan kualitas hasil belajar. Hal ini terbukti dari hasil ujicoba yang telah dilakasanakan di 11 SMA di Semarang dan di Kendal bahwa 70 % siswa mendapat nilai lebih dari 65. Ujicoba ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa SMA mengenai materi model atom Rutherford dengan menggunakan prototipr percobaan Rutherford. Berdasarkan hasil penyebaran angket untuk guru, hampir seluruh guru menyatakan sangat tertarik menggunakan Prototipe Percobaan Rutherford karena belum menjumpai alat seperti itu sebelumnya, disamping itu dengan menggunakan Prototipe Percobaan Rutherford guru sangat terbantu dalam menjelaskan model atom Rutherford kepada siswa. Hampir 100% guru yang menjadi responden tidak mengalami kesulitan apapun dalam manggunakan Prototipe Percobaan Rutherford ini. Berdasarkan hasil penyebaran angket untuk siswa dan soal-soal mengenai materi model atom Rutherford, sebagian besar siswa juga merasa tertarik menggunakan Prototipe Percobaan Rutherford ini karena pemahaman siswa dapat bertambah. Pada pelaksanaan pelatihan pembuatan Prototipe, sebagian besar guru kimia yang menjadi peserta merasa tertarik dengan acara ini, mereka begitu antusias mengikuti acara yang berlangsung di SMAN 1 Semarang ini. Tim pelaksana menjelaskan kegunaan prototipe ini dalam pembelajaran dan menjelaskan cara penggunaan serta cara pembuatan alat ini. Tim pelaksana beserta pembimbing merasa puas karena tujuan program ini sudah dapat tercapai. Pelaksanaan pelatihan pembuatan Prototipe Percobaan Rutherford dapat dilihat pada gambar 6.

PKMM-5-4-10

Gambar 6.

Pelaksanaan pelatihan pembuatan Prototipe Percobaan Rutherford di SMA 1 Semarang.

Jadi dapat disimpulkan bahwa prototipe percobaan Rutherford sangat bermanfaat bagi masyarakat pengguna dalam hal ini adalah guru mata pelajaran kimia dan siswa SMA khususnya siswa kelas X SMA KESIMPULAN 1. Cara pembuatan prototipe percobaan Rutherford sebagai media pembelajaran ilmu kimia pada materi pokok struktur atom yaitu dengan menggunakan teknik trial and error mengingat alat ini belum pernah ada sebelumnya. 2. Penerapan Prototipe percobaan rutherford dapat meningkatkan pemahaman siswa SMA di kota Semarang dan Kendal menganai materi pokok atom Rutherford sebesar 60 %. DAFTAR PUSTAKA Anshory, Irfan.2003. Acuan Pelajaran Kimia SMU. Jakarta : Erlangga. Hlm 21 – 29. Ardianto, Leo Indra. 2004. Media Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Surabaya : Unversitas Negeri Surabaya. Hlm 26 – 42. Binadja, Achmad. 1999. Pendidikan SETS (Science, Environment, Technology and Society) Penerapannya pada Pengajaran. Makalah ini disajikan dalam seminar Lokakarya Pendidikan SETS, kerjasama antara SEAMEO RESCAM dan UNNES Semarang, 14 -15 Desember 1999 Bunjali, Bunbun. 2002. Kimia Inti. Bandung : ITB press. Hlm 32 – 56. Dahar, Ratna Wilis. 1997. Atom dan Kita. Jakarta : Bhatara. Hlm 4 – 13. Johari dan Rahmawati, M. 2004. Kimia SMA untuk Kelas X. Jakarata : Esis. Hlm 34 - 57 Minangwati, S, dkk. 2004. Kimia SMA kelas X. Semarang : Pemkot Semarang. Hlm 21 – 46. Purba, Michael. 2004. Kimia untuk SMA Kelas X. Jakarta : Erlannga. Hlm 18 34 Syukri. 1999. Kimia Dasar Jilid I. Abndung : ITB Press. Hal 67 – 96.

PKMM-5-5-1

PROGRAM "THE POWER OF THE DEAF" MENUMBUHKAN KONSEP DIRI POSITIF PADA REMAJA TUNA RUNGU Dinna Nurdamayanti, Nawri Yulan YA, Pradani RP, Sri Rahayu, TH Pamungkas Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta ABSTRAK Perasaan berbeda yang dialami remaja tunarungu dapat menghambat perkembangan konsep diri yang positif. Konsep diri merupakan gambaran seseorang terhadap dirinya yang menjadi komponen penting bagi setiap orang untuk mengembangkan dirinya. Aspek-aspek konsep diri menurut Rogers terdiri dari tiga dimensi, yaitu (a) dimensi pengetahuan tentang diri, (b) dimensi harapan, dan (c) dimensi penilaian. Berdasarkan aspek-aspek tersebut, dirancanglah program ”The Power of The Deaf” berupa pelatihan indoor dan outdoor untuk menumbuhkan konsep diri positif pada remaja tunarungu. Program ini diikuti oleh 20 siswa SLB N 3 Yogyakarta setingkat SLTP. Hasil pretest menunjukkan peserta memiliki penilaian yang negatif terhadap dirinya yaitu merasa sedih sebagai seorang tunarungu. Setelah mengikuti program, peserta menunjukkan perubahan konsep diri ke arah yang lebih positif yang tampak dalam pengisian posttest. Peserta merasa bangga dengan dirinya dan yakin bahwa tunarungu bukanlah hambatan untuk sukses. Kata kunci: konsep diri positif, remaja tunarungu, pengetahuan diri, harapan, penilaian PENDAHULUAN Salah satu persoalan fundamental yang dirasakan oleh seorang tunarungu adalah perasaan berbeda dengan orang lain yang mendengar. Perbedaan komunikasi dapat membuat jarak antara dunia tunarungu dengan dunia mendengar. Sedikitnya informasi yang diperoleh juga berakibat semakin tertinggalnya tunarungu dari orang yang mendengar. Keadaan yang demikian memungkinkan tunarungu merasa terasing dan kurang percaya diri. Padahal kondisi psikologis tersebut akan semakin menghambat tunarungu untuk berkembang. Keadaan kurang percaya diri dapat menimbulkan perasaan tidak menyukai diri sendiri atau disebut juga memiliki konsep diri yang negatif. Padahal menyukai diri sendiri atau memiliki konsep diri yang positif merupakan komponen penting yang perlu dimiliki oleh setiap orang untuk mengembangkan dirinya. Konsep diri adalah gambaran seseorang mengenai dirinya (Hurlock, 1978). Gambaran ini merupakan gabungan kepercayaan individu tersebut mengenai diri sendiri yang meliputi karakteristik fisik, psikologis, sosial, emosi, aspirasi, dan prestasiprestasinya. Konsep diri terdiri dari aspek psikologis dan fisik. Aspek fisik terbentuk terlebih dahulu daripada aspek psikologis serta merupakan penilaian seseorang tentang penampilan fisiknya atau body image. Sedangkan aspek psikologis merupakan konsep mengenai karakteristik-karakteristik tertentu, kemampuan dan ketidakmampuan yang terdiri dari kualitas-kualitas yang mempengaruhi penyesuaiannya dalam kehidupan. Menurut Rogers (Calhoun & Acoccela, 1995), aspek-aspek konsep diri terdiri dari tiga dimensi sebagai berikut.

PKMM-5-5-2

1. Dimensi pengetahuan tentang diri Dalam dimensi ini konsep diri adalah apa yang individu ketahui tentang diri sendiri, yaitu segala pengetahuan atau informasi seperti usia, jenis kelamin, suku, pekerjaan, kebangsaan, dan sebagainya. 2. Dimensi harapan Pada saat individu mempunyai satu set pandangan tentang dirinya, individu juga mempunyai satu set pandangan lain tentang kemungkinan individu menjadi apa di masa mendatang, atau dimensi harapan ini merupakan gambaran tentang diri ideal. 3. Dimensi penilaian Penilaian individu tentang gambaran siapa dia dan seharusnya, atau menjadi apa dia. Bila kenyataannya diri individu (apa yang memang benar-benar dirinya) dan diri ideal individu (apa yang ia rasakan sebagai seharusnya) sangat berbeda sekali, sangat mungkin akan merasa tidak bahagia dengan dirinya sendiri. Seseorang yang memiliki konsep diri positif memiliki pandangan yang positif pula dalam tiga dimensi yang dinyatakan Rogers tersebut. Remaja yang sedang menghadapi masa puber seringkali mengalami kesulitan dalam mempertahankan konsep diri positif (Felker, 1974). Perkembangan fisik yang cepat membuat remaja hanya mempunyai sedikit waktu untuk mengintegrasikan konsep diri fisiknya secara konsisten. Bagi remaja tunarungu memliki konsep diri yang konsisten menjadi jauh lebih sulit karena mereka juga memperoleh gambaran yang buruk tentang kadaan fisiknya. Sesuai dengan uraian tersebut, Widyastuti (1995) menjelaskan bahwa karakteristik kepribadian remaja tunarungu antara lain emosi yang tidak stabil, sangat sensitif, ragu-ragu, dan mudah merasa cemas. Keterbatasan perkembangan bahasa, perlakuan lingkungan yang tidak wajar, kesulitan berkomunikasi dan melakukan hubungan sosial menyebabkan kebanyakan remaja tunarungu memiliki konsep diri yang negatif. Program “The Power of the Deaf” merupakan sebuah bentuk pengabdian mahasiswa terhadap masyarakat terutama bagi remaja tunarungu. Program ini bertujuan menerapkan ilmu-ilmu psikologi untuk membantu remaja tunarungu menerima keadaan dirinya dan mengenali potensi dirinya sehingga mereka memiliki konsep diri yang positif. Dengan memiliki konsep diri yang positif diharapkan mereka dapat mengaktualisasikan diri dengan cara yang positif pula dan memberikan manfaat baik bagi dirinya maupun lingkungan sekitarnya. Manfaat program “The Power of the Deaf” dapat diambil oleh berbagai pihak. Bagi remaja tunarungu, program ini dapat membantu menumbuhkan konsep diri yang positif sehingga dapat mengasah potensinya dan mengembangkan dirinya. Bagi orang tua dan guru, program ini dapat menjadi masukan akan kebutuhan psikologis serta potensi remaja tunarungu sehingga dapat merencanakan bimbingan yang sesuai. Bagi masyarakat, program ini dapat menjadi referensi bahwa remaja tunarungu memiliki potensi untuk menjadi sumber daya manusia yang berkualitas sehingga masyarakat dapat membuka kesempatan yang sama pada remaja tunarungu sebagaimana orang yang mendengar. Sedangkan bagi mahasiswa pelaksana, program ini dapat menjadi

PKMM-5-5-3

ajang menerapkan ilmu, menumbuhkan kreativitas dan kepekaan sosial, serta memperoleh pengalaman yang berharga. METODE PENDEKATAN Mahasiswa pelaksana melakukan persiapan sebelum melaksanakan program “The Power of the Deaf”,. Persiapan tersebut sekaligus menjadi bagian yang mendukung kelancaran dan keberlanjutan program. 1. Survey Berdasarkan hasil survey terhadap beberapa SLB di Yogyakarta, mahasiswa pelaksana memilih SLB N 3 Yogyakarta yang memiliki jumlah siswa tunarungu usia remaja (12-21 tahun) sesuai dengan target pelaksanaan program yaitu 20 orang. 2. Belajar bahasa isyarat Mahasiswa pelaksana dan panitia belajar bahasa isyarat secara rutin dengan komunitas tunarungu Matahariku Social Voluntary Group untuk memperlancar komunikasi dengan peserta. 3. Penyusunan Modul Modul yang disusun dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan komunitas tunarungu supaya sesuai dengan sasaran program. Pengadaan alat dilakukan dengan bekerjasama. 4. Sosialisasi Program “The Power of The Deaf” disosialisasikan pada orangtua dan guru agar orangtua dan guru memperoleh pemahaman tentang maksud dan tujuan program tersebut dan bekerjasama dengan mahasiswa pelaksana. 5. Simulasi Simulasi dilakukan untuk menguji kelayakan modul serta sebagai latihan bagi trainer, fasilitator, co-fasilitator, dan panitia. Metode yang digunakan dalam program “The Power of The Deaf” adalah experiential learning berupa pelatihan selama tiga hari dua malam. Materi pelatihan diberikan dalam tiga tahapan. Tahapan yang ada dibuat berdasarkan aspek-aspek konsep diri yang diungkapkan oleh Rogers. 1. Tahap Pengenalan Diri Peserta diajak untuk menerima keadaan dirinya dan mengenali potensipotensi yang ada di dirinya. Operasionalisasi program: • Peserta diminta menuliskan pandangannya terhadap dirinya sendiri (who am I) dan diajak untuk menerima keadaan dirinya. • Peserta diajak untuk mengenali potensi-potensi dirinya sehingga ia memiliki hal-hal positif untuk dikembangkan. 2. Tahap Membangun Harapan Setelah mampu menerima dan mengenali potensi dirinya, peserta diajak untuk melihat bahwa tunarungu mampu untuk mencapai cita-citanya. Dengan demikian diharapkan peserta memiliki motivasi untuk mewujudkan citacitanya. Operasionalisasi program: • Peserta diberikan cerita tentang keberhasilan orang-orang tunarungu dalam mewujudkan cita-citanya. • Peserta dipertemukan dan diajak berdiskusi dengan tokoh tunarungu yang telah berhasil.

PKMM-5-5-4

• Peserta diminta untuk menentukan harapan-harapan yang ingin dicapai dan membuat rencana untuk mewujudkan harapan tersebut. 3. Tahap Hadapi Tantangan Untuk memberikan perkuatan terhadap pemahaman para peserta bahwa mereka dapat mewujudkan cita-citanya, pada tahap ini peserta diajak untuk melakukan outbound yang di dalamnya terdapat simulasi-simulasi tantangan dalam kehidupan yang sebenarnya. Simulasi tersebut dimaknai oleh peserta dengan dipandu oleh trainer dan fasilitator hingga peserta mencapai pemahaman bahwa mereka mampu mewujudkan cita-citanya. Pelatihan tersebut menggunakan berbagai teknik, seperti ceramah, diskusi kelompok, menulis dan permainan untuk memberikan suasana pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan. Materi diberikan dengan menggunakan bahasa isyarat untuk membuat peserta mudah memahami materi dan merasa nyaman dalam menyampaikan pendapat, bertanya, atau berkomunikasi dengan pelaksana program. Panduan lengkap mengenai pelaksanaan program telah didokumentasikan dalam modul “The Power of The Deaf”. Data mengenai konsep diri peserta diperoleh melalui pretest, posttest, dan observasi. Pretest diberikan 6 hari sebelum pelaksanaan pelatihan. Sedangkan posttest diberikan pada hari terakhir pelatihan. Pretest dan posttest adalah soalsoal yang berbentuk melengkapi kalimat untuk mengetahui bagaimana konsep diri peserta sebelum dan sesudah pelatihan. Selain itu, pretest dan posttest juga dapat digunakan untuk mengetahui apakah terjadi perubahan pada konsep diri peserta. Sedangkan observasi digunakan untuk melihat kondisi peserta selama mengikuti pelatihan. Observasi dilakukan oleh fasilitator terhadap masing-masing peserta dalam kelompoknya. Rangkaian penutup dari program “The Power of The Deaf” adalah diskusi hasil pelatihan dengan orangtua dan guru. Diskusi dilakukan 13 hari setelah pelatihan. Hasil pelatihan dipresentasikan kemudian didiskusikan bersama oleh mahasiswa pelaksana, trainer, orangtua, guru, dan dihadiri oleh dosen pembimbing. Dalam diskusi tersebut, orangtua dan guru sebagai lingkungan terdekat dari para peserta yang menentukan langkah apa yang harus diambil untuk menindaklanjuti hasil pelatihan. Diharapkan dengan adanya tindak lanjut dari guru dan orangtua akan semakin meningkatkan konsep diri positif remaja tunarungu. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil posttest, para peserta menunjukkan perubahan pandangan terhadap kenyataan hidup mereka sebagai seorang tunarungu. Perubahan ini bergerak ke arah yang positif. Jawaban soal pretest yang berbunyi “Sebagai tunarungu aku merasa........” cukup bervariasi. Dari 20 peserta, 9 orang menjawab sedih, malu, menangis; 2 orang menjawab sabar, sisanya menjawab dengan halhal yang tidak berkaitan dengan pertanyaan. Sedangkan untuk soal yang sama dalam posttest, 14 anak menjawab bangga, senang, tidak apa-apa. Sisanya menjawab senang mengikuti pelatihan. Contoh perbandingan hasil pretest dan posttest dapat dilihat dari tabel berikut ini.

PKMM-5-5-5

Tabel 1. Contoh hasil pretest dan posttest Pertanyaan: Sebagai tunarungu aku merasa... Saminten Linda

Pretest Sedih dengan tidak ada teman-temannya Menangis

Posttest Merasa bangga bangga

Pertanyaan tersebut berusaha mengungkap perasaan peserta sebagai seorang tunarungu. Dalam pretest, peserta menunjukkan rendahnya konsep diri mereka yaitu merasa rendah diri sebagai tunarungu. Sedangkan dalam posttest, peserta menunjukkan perasaan bangga sebagai tunarungu karena mereka tidak lagi menganggapnya sebagai suatu hambatan. Hasil observasi secara umum menunjukkan antusiasme peserta dalam mengikuti pelatihan. Mereka cukup serius dan bersemangat dalam mengikuti sesi. Sedangkan berdasarkan pernyataan beberapa anggota keluarga peserta, diperoleh petunjuk bahwa terjadi peningkatan konsep diri yang positif pada diri peserta. Ayah dari Lia Nur Rochma menyatakan bahwa semangat putrinya meningkat setelah mengikuti pelatihan. Sedangkan kakak dari Rizky Purna Adi menceritakan bahwa Rizky mengalami perubahan dalam memandang ketuliannya. Dahulu, Rizky pernah bertanya kepada ibunya mengapa ia tidak bisa mendengar. Ibunya menjawab bahwa hal itu terjadi karena ibunya sakit ketika sedang mengandung Rizky. Rizky pun merasa marah kepada ibunya. Namun, setelah pulang dari pelatihan, Rizky berkata kepada ibunya, “Bu, aku tuli tidak apa-apa. Aku bisa buat sesuatu”. Hal ini menunjukkan bahwa Rizky telah mengalami insight sebagaimana yang diharapkan. Perubahan yang terjadi adalah perubahan yang bersifat kognitif atau perubahan paradigma terhadap ketunarunguan mereka. Perubahan ini masih bersifat potensial sehingga perlu adanya stimulasi dari lingkungan sosial yang terdekat dengan mereka. Hurlock (1979) menyebutkan keluarga sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang. Lane dkk (dalam Sukmara, 2005) mendukung pendapat Hurlock dengan menyebutkan bahwa aspek-aspek penting yang mempengaruhi proses pembentukan konsep diri pada individu tunarungu adalah keluarga, jenis komunikasi, identitas diri, kehidupan sosial, dan pendidikan. Oleh karena itu, program “The Power of The Deaf” dilengkapi dengan diskusi mengenai hasil pelatihan bersama orangtua dan guru sebagai pihak-pihak yang paling berpengaruh dalam pembentukan konsep diri remaja tunarungu. Dalam diskusi tersebut, diperlihatkan hasil pelatihan yang menunjukkan potensi-potensi peserta pelatihan. Diharapkan guru dan orangtua dapat memberikan motivasi dan stimulasi yang mendukung peningkatan konsep diri positif pada remaja tunarungu. Guru dan orangtua menanggapi program ini dengan positif. Mereka berpendapat bahwa program ini sangat bermanfaat bagi remaja tunarungu. Baik guru maupun orangtua mendukung pelaksanaan pelatihan ini secara rutin, misalnya setahun sekali. Para guru membagi pengalamannya mengajar siswa tunarungu dan memiliki kemauan untuk memberi dukungan dalam pengembangan konsep diri siswa-siswinya. Namun, para guru juga menyatakan bahwa mereka tetap harus mengacu pada kurikulum yang ada. Mereka membutuhkan dukungan

PKMM-5-5-6

dan izin dari pemerintah jika ingin melakukan perubahan dalam kegiatan belajar mengajar. Berikut kutipan hasil diskusi bersama orangtua dan guru. “Setuju bahwa anak-anak tidak dapat mengikuti kurikulum yang sama (dengan anak normal). Taraf materi sangat berat. Total communication belum digunakan di sekolah ini, mohon diperjuangkan..” Bapak Sukardal-notulensi diskusi “...Sekolah tidak boleh membuat kurikulum sendiri. Kekurangan fasilitas dan alat peraga sehingga sulit mengembangkan kemampuan anak-anak.” Bapak Tri Surata-notulensi diskusi Hasil diskusi mengarah pada diperlukannya suatu kurikulum yang lebih sesuai untuk siswa tunarungu. Selain itu guru juga mengharapkan adanya keleluasaan dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar serta kemudahan memperoleh fasilitas yang lebih memadai untuk pendidikan remaja tunarungu. Komunikasi total juga mendapat perhatian untuk lebih dikembangkan, yaitu suatu bentuk komunikasi yang menggabungkan bahasa isyarat dan bahasa lisan. Remaja tunarungu dapat memahami materi dengan lebih mudah jika menggunakan bahasa isyarat. Hal ini tampak dari hasil posttest yang menunjukkan pemahaman terhadap materi yang disampaikan, seperti bangga pada diri sendiri atau yakin bahwa dirinya bisa sukses. Hal lain yang ditemukan dalam program “The Power of The Deaf” adalah hambatan bahasa tulisan remaja tunarungu. Menurut Fuhrman (dalam Widyastuti,1995), perkembangan bahasa tunarungu memang mengalami hambatan. Susunan kalimat peserta terbalik-balik dan kosakatanya sangat sedikit. Contoh tulisannya adalah sebagai berikut. “Senang, kalau berani sendiri, besok tapi harus bekerja semangat kuat tetapi bapak ibu sungguh beritahu aku sungguh bekerja dapat untung”. Syenapretest. Tulisan tersebut merupakan jawaban pertanyaan posttest yang disajikan dalam bentuk melengkapi kalimat “Sebagai tunarungu aku merasa .............................” Terdapat kesalahan tata bahasa dan tata kalimat dalam tulisan tersebut seperti penggunaan kata sambung “tapi” dan peletakan kata “sungguh” yang berulang-ulang. Dalam kalimat tersebut juga tidak memberi informasi yang jelas bagi pembaca, khususnya pembaca mendengar, karena tidak sesuai kaidah tata bahasa Indonesia, dimana terdapat struktur kalimat seperti subjek, predikat, objek, dan sebagainya. Hambatan bahasa tulisan ini dapat menjadi perhatian bagi perancang program selanjutnya mengingat kemampuan berbahasa merupakan kemampuan yang sangat penting untuk mempelajari kemampuan lainnya. KESIMPULAN Program “The Power of The Deaf” telah membantu remaja tunarungu untuk memiliki pandangan yang positif terhadap dirinya dengan melihat adanya potensi dan cita-cita dalam diri remaja tunarungu. Peserta program memang menunjukkan adanya perubahan konsep diri ke arah yang positif. Akan tetapi perubahan ini baru berada pada taraf kognitif. Untuk mengimplementasikan dalam perilaku,

PKMM-5-5-7

dibutuhkan perhatian dari lingkungan yang terdekat dengan peserta, yaitu keluarga dan sekolah. Hal-hal yang dapat dilakukan khususnya oleh orangtua dan guru adalah sebagai berikut. 1. Memberikan dukungan terhadap hal-hal positif yang disukai oleh remaja tunarungu. Dukungan dapat berupa penyediaan fasilitas, pujian ketika mampu berprestasi, memberitahu yang benar ketika ia melakukan kesalahan, dan memberi motivasi untuk terus berusaha. 2. Memberikan kesempatan pada remaja tunarungu untuk menunjukkan kemampuan dirinya. Orangtua dan guru dapat mengadakan kegiatan yang melibatkan remaja tunarungu. Misalnya lomba-lomba, kegiatan kesenian, bhakti sosial atau latihan ketrampilan. Guru juga dapat melibatkan remaja tunarungu dalam kegiatan belajar mengajar, seperti menceritakan pengalaman atau pendapat di depan kelas. 3. Menciptakan hubungan yang hangat dan harmonis. Komunikasi yang akrab akan sangat membantu untuk menjalin hubungan yang baik antara remaja tunarungu, orangtua, dan guru. Kesediaan orangtua dan guru untuk memahami maksud remaja tunarungu dengan bahasa isyarat, tidak terlalu menuntutnya untuk bisa bicara seperti orang mendengar, dapat memberikan perasaan nyaman pada remaja tunarungu. Ia akan lebih dapat merasakan kasih sayang yang diberikan dan akan lebih terbuka terhadap orangtua dan guru. Ia juga akan merasa diterima dengan segala keadaannya sehingga merasa lebih percaya diri. 4. Membantu remaja tunarungu meningkatkan kemampuan membaca dan menulis. Guru dapat memberikan latihan rutin dengan metode yang bervariasi sehingga kegiatan belajar membaca dan menulis menjadi kegiatan yang lebih menarik. Orangtua dapat mendukung dengan mengoreksi jika ada kesalahan dalam menyusun kalimat, mendengarkan apabila ia berusaha bicara, melakukan permainan yang mendukung kemampuan menulis remaja tunarungu. Keluarga juga dapat menyediakan bacaan yang disukai remaja tunarungu dan membuat kegiatan menulis dengan cara yang menyenangkan, misalnya menulis surat, memo atau menulis SMS kepada saudara dan sebagainya. DAFTAR PUSTAKA Calhoun, J.F. & Acoccela. 1995. Psikologi tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan (terjemahan Satmoko). Edisi Ketiga. IKIP: Semarang Press Felker, D.W. 1974. Helping Children to Like Themselves. Burgess Pub. Co. Minneapolis: Minnesota Hurlock, E.B. 1978. Child Development 6th edition. Int Student. Mc Graw Hill Kogakusha Ltd: Tokyo Hurlock, E.B. 1979. Personality Development. Mc Graw Hill Kogakusha Ltd: New York Sukmara, Galuh. 2005. Fenomena Kehidupan Individu Tuli dan Konsep Dirinya. Dalam Komunitas Tuli yang Menggunakan Bahasa Isyarat di Yogyakarta. Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi UGM Yogyakarta Widiyastuti, C.E. 1995. Perbedaan Konsep Diri Remaja Tuna Rungu yang Tinggal di Dalam Asrama Sekolah Dengan yang Tinggal di Dalam Keluarga. Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi UGM Yogyakarta

PKMM-5-6-1

BUDIDAYA TANAMAN AKAR WANGI SEBAGAI UPAYA KONSERVASI TANAH LONGSOR (LANDSLIDE) DI KECAMATAN GEDANGSARI GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA Surastri, Siti Murtinah, Sri Asih, Suyitno, Iskandar PS Pendidikan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh sering terjadinya bencana alam tanah longsor (landslide) di Kecamatan Gedangsari Kabupaten Gunungkidul Yogyakarta. Sedangkan upaya konservasi alam untuk mencegah tanah longsor melalui pembudidayaan tanaman akar wangi belum ada. Tujuan penelitian ini adalah : 1). Mewujudkan perbaikan untuk menjamin keseimbangan lingkungan dalam upaya penanggulangan bencana tanah longsor serta memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat Gedangsari, dan 2). Menerapkan pembudidayaan tanaman akar wangi di Kecamatan Gedangsari Kabupaten Gunungkidul. Pelaksanaan program dilaksanakan dari bulan Maret 2006 sampai bulan Mei 2006. Tempat pelaksanaan di Desa Mertelu Kecamatan Gedangsari Kabupaten Gunungkidul DIY. Pelaksanaan program secara umum terdiri dari 3 tahap yaitu: 1). Persiapan program, 2). Pelaksanaan Program 3). Tahap Program lanjutan. Tahap persiapan program terdiri dari observasi, wawancara, dokumentasi serta kerjasama dinas pertanian Gunungkidul. Tahap pelaksanaan program terdiri dari 3 tindakan yakni; 1). Pembibitan, 2). Sosialisasi atau penyuluhan dan 3).Tindakan evaluasi. Instrumen pelaksanaan program terdiri dari: pedoman wawancara, pedoman observasi dan alat dokumentasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa kondisi kecamatan Gedangsari yang sebagian besar berpenduduk mayoritas petani, memiliki kondisi lahan di daerah perbukitan terutama Desa Mertelu memiliki kemiringan yang cukup signifikan dengan ratarata kemiringan mencapai 45o. Kemiringan lereng perbukitan yang cukup tinggi memiliki potensi erosi dan tanah longsor. Desa Mertelu sebagai salah satu dari 10 desa yang ada di kecamatan Gedangsari terdiri dari 10 dusun diantaranya Dusun Krinjing, Baturturu, Guyangan Lor, Guyangan kidul, Suko, Piji, Gandu, Mertelu Wetan, Mertelu Kulon, dan dusun Mertelu, di daerah tersebut memang sering terjadi bencana tanah longsor hampir setiap tahun. Terdapat 2 dusun yang baru-baru ini telah terjadi tanah longsor yakni Dusun Krinjing dan Dusun Baturturu. Pemerintah pernah mengadakan pembinaan kepada masyarakat agar berupaya menanggulangi tanah longsor dengan cara menanami lahan dengan penanaman pohon Jati. Namun, hal ini belum dapat mengatasi terjadinya tanah longsor karena pertumbuhan pohon Jati memerlukan waktu yang cukup lama sehingga, sebelum akar pohon Jati itu berfungsi sudah terjadi tanah longsor susulan. Tanaman akar wangi memiliki beberapa kelebihan diantaranya; pertumbuhan cepat, memiliki akar serabut dengan panjang akar ± 3 m, dapat hidup pada tanah berlereng curam, tahan terhadap serangan hama dan penyakit, dapat mengendalikan erosi tanah sehingga menjaga kestabilan tanah. Serta tanaman akar wangi mudah dalam perawatan. Selain itu tanaman akar wangi yang sudah produktif dapat dijadikan sebagai bahan kerajinan dan bahan kosmetika salah satunya adalah khasiat minyak atsiri. Sehingga dapat

PKMM-5-6-2

disimpulkan bahwa budidaya tanaman akar wangi adalah salah satu langkah yang tepat sebagai upaya konservasi tanah longsor di kecamatan Gedangsari Kabupaten Gunungkidul Yogyakarta. Kata Kunci : Tanaman Akar Wangi, Konservasi Tanah longsor, Gedangsari PENDAHULUAN Latar belakang dalam pelaksanaan program pengabdian masyarakat ini adalah sering terjadinya bencana tanah longsor (landslide) di Indonesia dengan membawa kerugian baik secara materiil, moril, dan seringkali disertai banyak korban jiwa. Kecamatan Gedangsari, yang terletak di Kabupaten Gunungkidul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah yang rawan terjadinya bencana tanah longsor. Menurut data statistik hasil penelitian yang dilakukan tim Pusat Kajian Hutan Rakyat (PKHR), Kecamatan Gedangsari pada tahun 1998 terjadi bencana longsor 15 kali, 1999 terjadi 7 kali, 2000 sebanyak 20 kali, 2002 terjadi longsor 16 kali, dan tahun 2003 terjadi 11 kali. Sedangkan untuk tahun 2006 ini juga sudah beberapa kali terjadi seperti yang dialami oleh 2 warga Desa Tegalrejo. Dua rumah penduduk milik Sunardi (48) warga Dusun Trembono dan rumah milik Anggono (40) warga Hargosari, Desa Tegalrejo, Kecamatan Gedangsari ambruk karena tertimbun longsoran tanah dan batu, Rabu (1/3). Tidak ada korban jiwa, namun kerugian ditaksir mencapai Rp 7 Juta. Menurut Ketua RT 02/10 Dusun Trembono Triyono dan Dukuh Trembono Wantoro ketika ditemui KR Kamis (2/3) disela-sela gotong royong memperbaiki rumah Sunardi yang terkena tanah longsor, mengatakan bahwa sejak beberapa hari terakhir ini hujan deras terus mengguyur wilayah ini. Penduduk sudah mengkhawatirkan akan terjadi tanah longsor, karena beberapa rumah penduduk berada di daerah rawan. (Kedaulatan Rakyat. 3 Maret 2006) Secara administratif Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi DIY ini terbagi menjadi 7 desa yaitu Ngalang, Hargomulyo, Mertelu, Tegalrejo, Watugajah, Sampang, dan Serut. Secara morfologi daerah ini merupakan perbukitan yang berlereng cukup curam. Batuan yang menyusun daerah ini terdiri atas batu pasir tufaan, batu lempung, dan breksi volkanik. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Kajian Hutan Rakyat (PKHR) yang dipaparkan oleh Wahyu Wilopo dalam seminar “Komuniti Forestry: Alternatif Yang Menjanjikan Masa Depan Pengelolaan Hutan Indonesia”. yang digelar oleh Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada, batuan tersebut telah mengalami struktur geologi yang cukup kompleks seperti retakan maupun kekar dan juga ditemui adanya pergeseran batuan. Selain itu curah hujan merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya longsoran di daerah ini. Dari data statistik tahun 1995-2005 menunjukkan curah hujan lebih dari 250 mm/bulan dijumpai pada bulan Januari, Februari, Maret, dan Desember, sehingga pada bulan-bulan ini rawan terhadap terjadinya tanah longsor. Berdasarkan atas pemetaan zona kerentanan, gerakan tanah di daerah ini yang dilakukan awal 2005 menunjukkan daerah Gedangsari dapat dibedakan menjadi 4 zona kerentanan gerakan tanah. Antara lain zona kerentanan rendah, sedang, tinggi, dan zona kerentanan sangat tinggi.

PKMM-5-6-3

Zona kerentanan rendah dapat diartikan berada dalam keadaan stabil, sehingga kemungkinan terjadi gerakan tanah kecil terletak di Desa Ngalang dan sebagian Desa Mertelu. Kerentanan sedang terletak di sebagian Desa Serut, Sampang sebelah barat, Watugajah sebelah utara, sebagian Tegalrejo dan Ngalang. Tingkat kerentanan sedang masih berpotensi terjadi gerakan tanah. Zona kerentanan tinggi di sebagian Serut, Sampang, Mertelu, Tegalrejo, Hargomulyo, dan keseluruhan wilayah Watugajah. (Kedaulatan Rakyat, 5 Juli 2005) Gejala tanah longsor sebetulnya dapat diketahui dengan adanya tandatanda seperti adanya keretakan tanah yang terjadi di wilayah rawan longsor. Namun sebaiknya, upaya pencegahan lebih awal sangat diperlukan, salah satunya adalah dengan melakukan penanaman tanaman akar wangi. Tanaman akar wangi dapat tumbuh ditanah yang berpasir atau pada tanah abu vukanik dilereng-lereng bukit dengan ketinggian 300-2000 m diatas permukaan laut. Tanaman ini mempunyai kelebatan akar mencapai ± 50 cm. Akar vetiver menyebar luas di dalam tanah dengan panjang akar dapat mencapai 3 m. Hal ini sangat membantu menstabilkan tanah serta dapat menyerap air hujan yang pada akhirnya dapat mencegah terjadinya tanah longsor. Vetiver sebagai tanaman konservasi tanah dan reklamasi tanah bekas tambang pertama kali diperkenalkan oleh Bank Dunia pada tahun 1988. Tabel.1. Pengaruh strip vetiver terhadap erosi dan aliran permukaan. Jenis Lereng Erosi Lokasi Perlakuan Sumber Tanah (%) (ton/ha/th) Citayam V-4/2 7,3 Ai Dariah et al. Oxisols 14 (Bogor) (1991) V-0 10,8 V-10/2 1,4 Erfandi et al. Senamat Ultisols 12 (1991) V-0 6,3 V-4/2 1,0 UACP-FSR Ungaran Inceptisols 15 (1991) V-0 106,5 Tanjung Bekas V-2/2 3,2 Puslittanak 8 Enim tambang (1993) V-0 146,7 (Sumber://www.soil-climate .or.id/konservasi.htm) Keterangan: V-0 = tanpa strip; V-2/2, 4/2, 10/2 = jarak antar strip 2,4, dan 10 m tiap strip 2 baris vetiver. Untuk jangka waktu yang lama tanaman akar wangi yang sudah produktif dapat dimanfaatkan juga sebagai bahan kerajinan, sebagai bahan pewangi serta khasiat minyak atsiri dapat dijadikan obat-obatan. Oleh karena itu, berdasarkan latarbelakang dan potensi tanaman akar wangi maka dibutuhkan sebuah solusi konstruktif dengan melakukan pembudidayaan tanaman akar wangi sebagai salah satu upaya konservasi tanah longsor. Dari latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah dalam program ini adalah: 1) Bagaimana upaya mengatasi tanah longsor yang sering terjadi di Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul?, 2) Bagaimana cara pembudidayaan tanaman akar wangi di Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul?.

PKMM-5-6-4

Tujuan dari program ini adalah: 1) Mewujudkan perbaikan lingkungan dalam upaya penanggulangan bencana tanah longsor untuk menjamin keseimbangan lingkungan serta memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat Gedangsari. 2) Menerapkan pembudidayaan tanaman akar wangi di Kecamatan Gedangsari Kabupaten Gunungkidul sebagai solusi konstruktif upaya konservasi tanah longsor. Manfaat program ini adalah dapat mengatasi terjadinya tanah longsor (landslide) dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan potensi tanaman akar wangi sebagai bahan baku produk kerajinan, obat-obatan dan lain-lain. METODE PENDEKATAN Program Pengabdian kepada masyarakat ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2006 di Desa Mertelu Kecamatan Gedangsari Kabupaten Gunungkidul Yogyakarta. Program penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap pelaksanaan program, diantaranya seperti dalam skema dibawah ini : Observasi + Wawancara Kerjasama: - Dinas Pertanian GK - Perangkat Desa Mertelu

Pembibitan Tanaman Akar Wangi Sosialisasi/Penyuluhan - Potensi Akar Wangi - Pola Pembibitan - Pola Penanaman

Penanaman Tanaman Akar Wangi

Evaluasi Program Gambar.1. Skema pelaksanaan Program

Pelaksanaan program secara umum terdiri dari 3 tahap, yaitu: 1) Tahap persiapan program, 2) Tahap pelaksanaan, dan 3) Tahap program lanjutan. Instrumen pelaksanaan program terdiri dari: 1) Observasi untuk mengetahui pengamatan secara langsung tentang keadaan geografis dan daerah longsoran yang terjadi di kecamatan Gedangsari Kabupaten Gunungkidul. 2) Wawancara untuk mengetahui beberapa informasi mengenai terjadinya tanah longsor di

PKMM-5-6-5

daerah tersebut dan menawarkan solusi pencegahan melalui budidaya tanaman akar wangi. 3) Dokumentasi, yang berupa pengumpulan data-data dari kantor kepala desa, kantor kecamatan dan Dinas Kehutanan Kabupaten Gunungkidul serta foto-foto lokasi rawan longsor. Tahap persiapan program terdiri dari observasi, wawancara, pengambilan dokumentasi lokasi sasaran, kerjasama dengan dinas kehutanan setempat, dan beberapa perangkat Desa Mertelu. Tahap pelaksanaan program dilakukan dengan 4 tindakan yaitu: 1) Tindakan Pembibitan. Pada umumnya cara perbanyakan tanaman akar wangi dilakukan secara vegetatif, yaitu menggunakan bonggol-bonggol akarnya. Bonggol tersebut didapatkan dari tanaman dalam rumpun yang tidak berbunga, lalu dipecah-pecah sehingga setiap pecahan bonggol memiliki mata tunas. Kemudian bonggol dapat langsung ditanam. Namun jika bonggol tersebut diperkirakan belum siap melakukan adaptasi dengan lingkungan yang baru, maka sebaiknya bonggol akar wangi itu disesuaikan terlebih dahulu dengan bedengan persemaian. Setelah 3-4 minggu kemudian, tunas dan akar sudah tumbuh merata dan siap ditanam. Kebutuhan bonggol bibit untuk lahan satu hektar sekitar 2 ton dengan jarak tanam antara 0,75 x 0,75 meter atau 1 x 1 meter tergantung tingkat kesuburan tanah. Untuk satu lubang tanam dibutuhkan 2-3 bonggol bibit. 2) Tindakan Sosialisasi dan penyuluhan. Langkah-langkah yang dilakukan adalah mengadakan kerjasama dengan Dinas Kehutanan kecamatan Gedangsari untuk memberikan penyuluhan tentang cara pembudidayaan tanaman akar wangi dan dengan mengundang pengusaha kerajinan yang telah sukses mengembangkan potensi akar wangi menjadi barang kerajinan dengan nilai jual cukup tinggi, selanjutnya dilakukan pengumpulan peserta, sosialisasi atau penyuluhan, penyerahan bantuan bibit tanaman akar wangi kepada masyarakat, dan langkah terakhir evaluasi penyuluhan. 3) Penanaman, pada tahap penanaman akar wangi ini proses penanaman diserahkan kepada masyarakat Desa Mertelu kecamatan Gedangsari kabupaten Gunungkidul. Adapun proses penanaman yang disosialisasikan berdasarkan teori budidaya tanaman akar wangi terdapat dua proses. Pertama yaitu persiapan lahan meliputi pengolahan lahan dengan pencangkulan yang sebaiknya dilakukan 1,5-2,5 bulan sebelum penanaman, kemudian mempersiapkan lubang-lubang tanam dengan ukuran: panjang 30 cm, lebar 30 cm, dan kedalaman 10 cm. Sekurang-kurangnya 1 bulan sebelum tanam, tanah cangkulan diberi pupuk kandang. Kedua yaitu proses penanaman. Penanaman bibit akar wangi dilakukan dengan cara memasukkan bonggol siap tanam ke dalam lubang tanam yang telah dibuat, lalu ditutup kembali dan tanah di sekitarnya agak dipadatkan. Jarak tanam bagi tanah subur adalah 1 x 1 meter, sedangkan pada penanaman akar wangi yang miring perlu dibuat terasering. 4) Evaluasi. Langkah yang diambil setelah penanaman yaitu peninjauan kembali ke lokasi secara langsung tanaman akar wangi yang sudah ditanam oleh masyarakat. Peninjauan ini dilakukan setelah penanaman selama kurang lebih 1,5 bulan. Hal penting yang dilakukan dalam peninjauan adalah tentang pertumbuhan akar wangi dan pengaruh struktur tanah terhadap tanaman akar wangi. Tahap program lanjutan yang dilakukan untuk jangka panjang yaitu tanaman akar wangi dapat dijadikan produk kerajinan, maupun obat-obatan oleh masyarakat kecamatan Gedangsari kabupaten Gunungkidul.

PKMM-5-6-6

HASIL DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal pelaksanaan program dilakukan observasi, dokumentasi serta wawancara untuk mengetahui kondisi secara langsung daerah yang terkena bencana dan sekaligus melakukan pendekatan kepada masyarakat sasaran untuk mendapatkan informasi yang seluas-luasnya mengenai upaya pencegahan terjadinya tanah longsor yang pernah dilakukan oleh masyarakat. Adapaun ilustrasi kegiatan observasi di sajikan seperti pada gambar berikut:

Gambar.1. Perjalanan tim PKMM menuju lokasi

Gambar.2. Kondisi rumah warga dibawah bukit yang rawan tanah longsor

Gambar.3. Data-data monografi Desa Gambar.4. Salah satu rumah warga Mertelu Gedangsari Desa Mertelu kecamatan Gedangsari Gunungkidul

Gambar.2. Hasil Dokumentasi Kegiatan Observasi Dari data yang didapatkan, Desa Mertelu merupakan ibukota Kecamatan Gedangsari yang terletak di bagian utara, berbatasan dengan Kabupaten Klaten. Jarak dari kota Wonosari kurang lebih 15 km, dan dari kota Yogyakarta kurang lebih 45 km. Desa Mertelu Kecamatan Gedangsari merupakan desa yang memiliki karakteristik sebagai desa swadaya atau desa tradisional. Menurut data monografi desa dan kelurahan dengan dasar hukum INMENDAGRI Nomor : 23 tahun 1989, batas Desa Mertelu berdasarkan letak geografisnya yaitu, sebelah utara dibatasi oleh Desa Watugajah, sebelah selatan dibatasi oleh Desa Kedungpoh, sebelah barat dibatasi oleh Desa Hargomulyo, dan sebelah timur dibatasi oleh Desa Tegalrejo dan Desa Pilangrejo. Luas Desa Mertelu adalah 13.738.115 Ha. dengan tanah pemukiman 2.577.550. Desa Mertelu memiliki

PKMM-5-6-7

tofografi dataran tinggi berupa perbukitan. Daerah tersebut berada pada ketinggian 475 m dari permukaan laut. Kondisi penduduk Desa Mertelu yaitu, jumlah penduduk 4.416 orang, dengan jumlah laki- laki 2.129 orang dan jumlah perempuan 2.287 orang. Berdasarkan data monografi menunjukkan bahwa 1.405 orang lulusan Sekolah Dasar, 499 orang lulusan SLTP, 220 lulusan SLTA, dan 1 orang lulusan Akademi atau D1- D3. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani, selain itu sebanyak 13 orang sebagai Pegawai Negeri Sipil, dan 8 orang sebagai pedagang atau wiraswasta. Hasil pertanian yang dihasilkan antara lain, padi dengan lahan seluas 3.591.150 Ha, jagung seluas 3.965.000 Ha, ketela pohon seluas 4.872.250 Ha, kedelai seluas 5.000 Ha, dan kacang panjang seluas 398.000 Ha. Sedangkan hasil perkebunan yang dihasilkan paling banyak yaitu, kelapa dengan lahan seluas 2.745.000 Ha dan cengkeh dengan lahan seluas 20.080 Ha. Untuk jenis buah- buahan yang dihasilkan paling banyak berupa pisang dengan lahan seluas 2.805.000, jambu seluas 5.712.200 Ha, dan mangga seluas 1.585.700 Ha. Ternak yang dipelihara adalah ternak ayam dengan jumlah 7.962 ekor, ternak kambing dengan jumlah 310 ekor, ternak sapi dengan jumlah 880 ekor, ternak itik dengan jumlah 14 ekor, dan ternak domba dengan jumlah 18 ekor. Kondisi fisik rumah sebagian besar non permanen. Kondisi lahan di daerah perbukitan Desa Mertelu memiliki kemiringan yang cukup besar dengan rata- rata kemiringan sebesar 45o. Kemiringan lereng perbukitan yang cukup tinggi memiliki potensi erosi dan tanah longsor. Hal tersebut juga didukung oleh curah hujan yang cukup tinggi sehingga di sekitar perbukitan sering terjadi tanah longsor. Keadaan tanah pertanian di Desa Mertelu relatif subur karena dapat diolah dengan model sawah meskipun sawah tadah hujan. Peneliti mengadakan tanya jawab dengan beberapa warga Kecamatan Gedangsari untuk mengetahui beberapa informasi mengenai terjadinya tanah longsor di daerah tersebut. Dari hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa Desa Mertelu memang sering terjadi bencana tanah longsor setiap tahun, ada 2 dusun yang baru-baru ini telah terjadi tanah longsor yakni Dusun Krinjing dan Dusun Baturturu. Untuk menanggulangi tanah longsor di daerah tersebut, pemerintah pernah mengadakan pembinaan kepada masyarakat agar menanggulangi tanah longsor dengan cara menanami lahan dengan penanaman pohon jati. Namun, hal ini belum dapat mengatasi terjadinya tanah longsor karena pertumbuhan pohon jati memerlukan waktu yang cukup lama sehingga, sebelum akar pohon jati itu berfungsi sudah terjadi tanah longsor susulan. Terjadinya tanah longsor di Desa Mertelu tidak terjadi di satu tempat saja, tetapi di berbagai tempat secara bergantian. Selama ini tindakan yang dilakukan oleh masyarakat adalah dengan cara melaporkan kejadian tersebut kepada pemerintah daerah setempat untuk memberikan bantuan kepada masyarakat. Disamping itu masyarakat sangat antusias bergotong royong guna memperbaiki tanah longsor dengan cara membuat terasering dan menanami kembali tanah dengan tanaman- tanaman seperti ubi kayu, ketela rambat dan lain-lain. Adapun dokumentasi hasil wawancara akan ilustrasikan seperti pada gambar yang diambil pada hari Minggu, tanggal 12 Maret 2006 dibawah ini:

PKMM-5-6-8

Gambar.3. Wawancara dengan salah satu masyarakat

Setelah didapat berbagai informasi mengenai tanah longsor di daerah tersebut maka sesuai dengan tujuan tim, kami menawarkan penanggulangan tanah longsor dengan cara menanami lahan dengan tanaman akar wangi, mengingat tanaman akar wangi mempunyai akar yang panjang dan lebat sehingga, mampu menahan tanah dari erosi dan lebih cepat tumbuh bila dibandingkan dengan tanaman yang lain, seperti pohon jati. Dokumentasi yang didapat berupa data-data dari kantor kepala desa, kantor kecamatan dan dinas kehutanan Kabupaten Gunungkidul serta foto-foto lokasi rawan terjadinya tanah longsor. Dalam tahap pelaksanaan program yang pertama, pembibitan dilakukan dengan perbanyakan tanaman akar wangi dilakukan secara vegetatif, yaitu menggunakan bonggol-bonggol akarnya. Bonggol tersebut didapatkan dari tanaman dalam rumpun yang tidak berbunga, lalu dipecah-pecah sehingga setiap pecahan bonggol memiliki mata tunas. Kebutuhan bonggol bibit untuk lahan satu hektar sekitar 2 ton dengan jarak tanam antara 0,75 x 0,75 meter atau 1 x 1 meter tergantung tingkat kesuburan tanah. Untuk satu lubang tanam dibutuhkan 2-3 bonggol bibit. Adapun bibit akar wangi dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar.4. Bibit Akar Wangi

Kedua, langkah-langkah Sosialisasi dan Penyuluhan yaitu: 1) Bekerjasama dengan Dinas Kehutanan Gunungkidul. Kerjasama ini dilakukan dengan tujuan

PKMM-5-6-9

untuk memperkuat teori dan meyakinkan kepada masyarakat. Kami mengundang dinas kehutanan yang diwakili oleh Bapak Bandi untuk memberikan prolog menyangkut potensi akar wangi, pola pembibitan, dan pola penanaman. 2) Pengumpulan Peserta Sosialisasi atau Penyuluhan. Sebelum hari pelaksanaan, kami memberikan undangan kepada masyarakat dan memberikan undangan langsung ke Kepala Desa Mertelu untuk menghadiri acara sosialisasi dan penyerahan bantuan berupa bibit tanaman akar wangi. 3) Sosialisasi atau Penyuluhan. Sosialisasi yang kami laksanakan bertempat di Balai Desa Mertelu tepatnya hari Kamis tanggal 30 Maret 2006, pukul 08.30- 11.00 WIB. Acara sosialisasi yang dilakukan terdiri dari registrasi, pembukaan, presentasi pengarahan program,sambutan kepala desa, sosialisasi materi budidaya tanaman akar wangi, sosialisasi pengembangan potensi tanaman akar wangi, tanya jawab, dan diakhir acara sosialisasi Tim PKMM menyerahkan bantuan bibit akar wangi sebanyak 5 bonggol dimana setiap bonggol terdiri dari tunas ± 100 batang tunas akar wangi Untuk pembagian, Tim menyerahkan sepenuhnya kepada masyarakat. Setelah acara sosialisasi selesai masyarakat membawa bibit akar wangi untuk dibawa ke lokasi penanaman yang telah dipersiapkan oleh masyarakat. Ketiga, dari hasil evaluasi pemerintah dari dinas kehutanan menyambut baik pelaksanaan program ini karena program ini telah banyak membantu pemerintah daerah sebagai salah satu program untuk mengatasi sering terjadinya tanah longsor, khusunya masyarakat Desa Mertelu. Untuk mengetahui tercapainya tujuan sosialisasi, tim Pengabdian Kepada Masyarakat menggunakan metode tanya jawab dan diskusi. Kesempatan untuk bertanya kepada narasumber diberikan seluas-luasnya sehingga masyarakat benar-benar dapat memahaminya. Ternyata masyarakatpun tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan topik bermunculan dari masyarakat, yang selanjutnya dijawab oleh pihak dinas kehutanan maupun pengusaha kerajinan akar wangi. Keberhasilan pelaksanaan sosialisasi juga tercermin dari tanggapan masyarakat bahwa kegiatan tersebut sangat bermanfaat serta memohon agar diberikan bimbingan atau pengarahan lagi untuk memanfaatkan dan mengembangkan potensi akar wangi untuk jangka panjang. Namun karena terbatasnya waktu, dana, serta tenaga tim PKMM belum menyanggupinya, tetapi masyarakat secara terbuka dapat menanyakan atau berhubungan langsung kepada bapak Daryanto yang berasal dari Kecamatan Semin Gunungkidul yang sudah berhasil membudidayakan dan mengelola potensi akar wangi sebagai bahan kerajinan. Adapun ilustrasi hasil sosialisasi disajikan dalam gambar dibawah ini: Keempat, dilakukan penanaman, yang sebelumnya diadakan penyuluhan terlebih dahulu kepada warga desa Mertelu sebagai langkah sosialisasi dan pembekalan mengenai pembudidayaan tanaman akar wangi seperti yang telah diuraikan diatas. Sebelum dilakukan penanaman, petani telah mempersiapkan lubang-lubang tanam dengan ukuran: panjang 30 cm, lebar 30 cm, dan kedalaman 10 cm. Proses penanaman bibit akar wangi dilakukan dengan cara memasukkan bonggol siap tanam ke dalam lubang tanam yang telah dibuat, lalu ditutup kembali dan tanah di sekitarnya agak dipadatkan. Jarak tanam bagi tanah subur adalah 1 x 1 meter, sedangkan penanaman akar wangi pada tanah miring perlu dibuat terasering.

PKMM-5-6-10

Gambar.5. Balai Desa Mertelu sebagai tempat sosialisasi dan penyuluhan

Gambar.6. Warga mendengarkan pengarahan dari Pengusaha kerajinan akar wangi dan Dinas Pertanian Gunungkidul.

Gambar.7. Pembagian bibit akar wangi kepada warga desa mertelu

Gambar.8. Penyerahan bibit akar wangi kepada warga desa Mertelu Oleh Ketua tim PKMM

Tahap program lanjutan untuk jangka pendek tahap yaitu diadakan evaluasi keberhasilan pelaksanaan pembudidayaan tanaman akar wangi yang telah dilakukan dengan melibatkan dinas kehutanan/instansi terkait di daerah Gunungkidul. Sedangkan untuk jangka panjang tanaman akar wangi yang sudah produktif dapat dijadikan berbagai macam produk kerajinan sehingga, dapat meningkatkan kesejahteraan warga melalui produksi kerajinan akar wangi. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Kondisi kecamatan Gedangsari yang sebagian besar berpenduduk mayoritas petani, memiliki kondisi lahan di daerah perbukitan terutama Desa Mertelu memiliki kemiringan yang cukup signifikan dengan rata- rata kemiringan mencapai 45o. Kemiringan lereng perbukitan yang cukup tinggi memiliki potensi erosi dan tanah longsor. Terdapat 2 dusun yang ada di Desa Mertelu baru-baru ini telah terjadi tanah longsor yakni Dusun Krinjing dan Dusun Baturturu. Berdasarkan anjuran pemerintah masyarakat dalam menanggulangi tanah longsor dengan cara menanami lahan dengan penanaman pohon jati. Namun, hal ini belum dapat mengatasi terjadinya tanah longsor karena pertumbuhan pohon jati memerlukan waktu yang cukup lama sehingga, sebelum akar pohon jati itu berfungsi sudah terjadi tanah longsor susulan.

PKMM-5-6-11

Tanaman akar wangi memiliki beberapa kelebihan diantaranya; pertumbuhan cepat, memiliki akar serabut dengan panjang akar ± 3 m, dapat hidup pada tanah berlereng curam, tahan terhadap serangan hama dan penyakit, dapat mengendalikan erosi tanah sehingga menjaga kestabilan tanah. Dengan beberapa potensi dari akar wangi diharapkan dapat menjamin keseimbangan lingkungan dan memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat. Selain itu, tanaman akar wangi yang sudah produktif dapat dijadikan sebagai bahan kerajinan dan bahan kosmetika salah satunya adalah khasiat minyak atsiri. Sehingga budidaya tanaman akar wangi adalah salah satu langkah yang tepat sebagai upaya konservasi tanah longsor di kecamatan Gedangsari Kabupaten Gunungkidul Yogyakarta. 2. Pembudidayaan tanaman akar yang dilakukan pada masyarakat desa Mertelu kecamatan Gedangsari melalui kegiatan sosialisasi dan penyuluhan yang terdiri dari beberapa tahapan. Pelaksanaan kegiatan terlebih dahulu dilakukan proses pembibitan, dimana bibit tanaman akar wangi telah dipersiapkan sebelumnya. Bibit tesebut diserahkan pada masyarakat diakhir acara sosialisasi dan penyuluhan. Kemudian masyarakat langsung melakukan penanaman di lokasi sasaran sesuai dengan pola penanaman yang telah dijelaskan oleh dinas pertanian kabupaten Gunungkidul Yogyakarta. Berdasarkan pelaksanaan program yang kami lakukan maka kami menyarankan: 1. Tim PKMM yakin bahwa adanya sosialisasi dan penyuluhan untuk budidaya tanaman akar wangi maka masyarakat Desa Mertelu dapat menerapkan pembudidayaan tanaman akar wangi untuk mengatasi tanah longsor. Selain itu harapannya budidaya tanaman akar wangi ini dapat dikembangkan oleh desa-desa yang lainnya terutama yang kondisi lahannya berlereng curam. 2. Masyarakat Gunungkidul dapat menerapkan pembudidayaan tanaman akar wangi untuk meningkatkan kesejahteraan dengan memanfaatkan potensi akar wangi sebagai barang kerajinan atau sebagai bahan pembuatan minyak atsiri. 3. Perlu peningkatan anggaran sehingga kuantitas permintaan masyarakat untuk pemberian bantuan bibit tanaman akar wangi dapat lebih banyak. 4. Perlu adanya koordinasi yang berkelanjutan antara masyarakat dengan tim PKMM. 5. Program ini perlu dilanjutkan lagi untuk tahun yang akan datang kalau perlu dengan jumlah bibit akar wangi yang lebih banyak. DAFTAR PUSTAKA Hieronymus,BS.1993. Akar Wangi Bertanam Dan Penyulingan.Yogyakarta: Kanisius. Tatang M. Amirin, 1990. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta : Rajawali. Sukir, dkk. 1996. Pemanfaatan Tenaga Listrik Untuk Usaha Wiraswasta Bagi Warga Dusun Nyamplung Kidul. Bale Catur Gamping Sleman. Laporan Kegiatan Pengabdian Masyarakat. IKIP.Yogyakarta. Lampiran Keputusan Menko Kesra/Ketua, 3 Oktober 2003. Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, 5 Juli 2005, Yogyakarta. Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, 3 Maret 2006, Yogyakarta. http://www.soil-climate .or.id/konservasi.htm

PKMP-5-7-1

PENGADAAN AIR BERSIH WARGA STREN KALI JAGIR DENGAN PEMANFATAN BIJI KELOR DAN KARBON AKTIF Tri Sandi A. Utami, Prita Prasetya, Luluk Prasetyawati Jurusan Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan air bersih melalui proses penjernihan air kali Jagir menjadi air yang layak untuk dikonsumsi dengan harga yang terjangkau bagi warga stren kali Jagir. Mengingat kebutuhan yang meningkat dan sangat sulit untuk diperoleh terutama di daerah-daerah yang padat penduduknya, kami berusaha mencari alternative untuk mengatasi masalah tersebut. Pengadaan air bersih bagi warga kota saat ini berasal dari suplai PDAM, untuk memperolehnya masyarakat harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Untuk mengatasi krisis air bersih bagi warga stren kali Jagir, kami berupaya untuk memanfaatkan air sungai menjadi air yang layak untuk dikonsumsi dengan biaya yang terjangkau. Air sungai yang masih mengandung limbah akan mengalami suatu proses penjernihan sehingga akan dihasilkan air bersih. Proses penjernihan ini menggunakan bahan alami berupa biji kelor, selain itu juga digunakan karbon aktif. Alasan digunakannya biji kelor sebagai bahan penjernih karena biji kelor mudah didapat, ekonomis, sebagai koagulan yang efektif, anti bakteri dan pengolahannya tidak rumit. Terdapat proses absorpsi dalam cara kerja bahan. Absorpsi merupakan suatu proses dimana suatu partikel terperangkap kedalam struktur suatu media dan seolah-olah menjadi bagian dari keseluruhan media tersebut. Proses ini dijumpai terutama dalam media karbon aktif. Karbon aktif memiliki ruang pori sangat banyak dengan ukuran tertentu. Pori pori ini dapat menangkap partikel-partikel yang sangat halus (molekul) dan menjebak didalamnya. Dengan berjalannya waktu, pori-pori ini pada akhirnya akan jenuh dengan partikel-partikel sangat halus sehingga tidak akan berfungsi lagi. Secara umum karbon/arang aktif biasanya dibuat dari arang tempurung dengan pemanasan pada pada tekanan tinggi. Pada kondisi ini akan terbentuk rekahan-rekahan (rongga) sangat halus dengan jumlah yang sangat banyah sehingga luas permukaan arang tersebut menjadi besar. Satu gram karbon aktif sangat efektif dalam menangkap partikel-partikel yang sangat halus. Karbon aktif bersifat sangat aktif dan menyerap apa saja yang kontak dengan karbon tersebut, baik dari air maupun di udara. Dalam waktu 60 jam biasanya karbon aktif tersebut menjadi jenuh dan tidak aktif lagi oleh karena itu biasarrya arang aktif dikemas dalam kemasan yang kedap udara. Kendala yang dihadapi adalah bagaimana mendapatkan biji kelor secara berkesinambungan. Selain itu air dari penjernihan ini tidak dapat bertahan lama dan harus segera digunakan. Karena biji kelor bersifat organik Kata kunci: biji kelor, karbon akn'f, absorbsi.

PKMP-5-7-2

PENDAHULUAN Air merupakan sumber utama kehidupan manusia, untuk itu kebutuhan akan air bersih sangat penting. Air bersih di daerah perkotaan sangat sulit diperoleh, terutama di daerah-daerah yang padat penduduknya. Hal ini disebabkan air yang tersedia sudah tercemar oleh limbah pabrik maupun limbah rumah tangga. Pengadaan air bersih bagi warga kota saat ini berasal dari suplai PDAM, untuk memperolehnya masyarakat harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Air bersih hanya dapat dinikmati oleh sebagian warga saja, sedangkan bagi penduduk yang menempati stren kali, memperoleh air bersih merupakan hal yang sulit. Hal ini disebabkan tingkat ekonomi mereka yang masih rendah.Warga stren kali Jagir biasanya memanfaatkan sungai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk mengatasi krisis air bersih bagi warga stren kali Jagir, kami berupaya untuk memanfaatkan air sungai menjadi air yang layak untuk dikonsumsi, tentu saja dengan biaya yang terjangkau. Air sungai yang masih mengandung limbah akan mengalami suatu proses penjernihan sehingga akan dihasilkan air yang bersih. Proses penjernihan ini menggunakan bahan alami berupa biji kelor, selain itu juga digunakan karbon aktif. Biji kelor digunakan sebagai penjernih karena mudah didapat, ekonomis, sebagai koagulan yang efektif, anti bakteri dan pengolahannya tidak rumit. Untuk daerah tropis seperti Indonesia, sebuah keluarga akan membutuhakan puluhan liter air bersih per hari untuk minum, mencuci, memasak dan kebutuhan lainnya. Dalam sebulan akan dibutuhkan beribu-ribu air bersih untuk keperluan tersebut. Untuk wilayah kota besar seperti Surabaya, pada musim kemarau curah hujan sangat sedikit sehingga sulit sekali untuk mendapatkan air bersih. Pada musim kemarau sungai menjadi kering, aliran sungai besar menjadi kecil dengan air yang keruh, mengakibatkan timbulnya penyakit yang menuntut banyak koban. Masalah kebutuhan air bersih ini dapat ditanggulangi dengan memanfaatakan sumber air lain ( Asril 1981 ). Tanaman kelor memiliki nama latin Moringa oleifera, berasal dari Sudan. Tanaman ini dapat tumbuh di daerah tripis. Strukturnya kecil, mudah tumbuh, tinggi pohonnya 5-12 meter, diameter daunnya 1-2 cm, bunganya berwarna putih atau krem, dalam satu tahun Moringa oleifera dapat memproduksi 50-70 kg biji, bila lingkungannya sesuai. Dengan system penyaringan sederhana, ditambah dengan bahan pengendap air sungai dapat diolah sehingga layak digunakan dengan cara yang ramah lingkungan. Biji kelor berperan sebagai pengendap atau koagulan dan berhasiat pula sebagai anti bakteri ( Soetjipto 1998 ). Proses penjernihan air dengan biji kelor ini tidak rumit, bias meliputi fisik ( pengadukan dan penyaringan ) dan biologis ( penggumpalan atau proses pengendapan ), bahkan juga proses penyerapan. Dari segi biaya, pengolahan cair dengan bioflokulan berupa larutan biji kelor jelas ekonomis dan efisien, lebih ramah lingkungan dan aman dibandingkan pemakaian bahan kimia ( Republika,20 April 2006 ) Keuntungan menggunakan biji kelor antara lain : a. Murah dan metodenya mudah untuk negara berkembang ( khususnya pada tingkat rumah tangga ) b. Efisiensi biji kelor tidak bergantung pada pH air c. Prosesnya tidak mengubuh air

PKMP-5-7-3

d.

Pada level rendah , endapan berfungsi sebagai biodegradasi dan teknologi ramah lingkungan. Kerugian menggunakan biji kelor yaitu : a. Memungkinkan peningkatan bekteri setelah koagulasi air dilakukan b. Koagulan tidak didapatkan dalam bentuk murni (harus disiapkan terlebih dahulu) c. Treatment ini membuat air bersih tetap pemurniannya dapat menimbulkan bakteri pathogen (Soetjipto 1981) Karbon aktif dikenal sebagai adsorben. Karbon aktif ini merupakan suatu karbon amorf yang mempunyai daya serap besar. Karbon aktif dapat dibuat dari bahan-bahan seperti : tempurung kelapa, serbuk gergaji, sekam padi, batu bara dan sebagainya. Meskipun sifat kimia dari permukaan sangat menentukan terjadinya proses absorpsi, namun peranan surface area dan struktur pori absorben jenuh lebih besar (Gusmailina 1990). Proses adsorpsi merupakan suatu proses dimana suatu partikel “menempel” pada suatu permukaan akibat adanya “perbedaan” muatan lemah di antara kedua benda (Van der Waals), sehingga akhirnya akan terbentuk suatu lapisan tipis partikel-partikel halus pada permukaan tersebut. Permukaan karbon yang mampu menarik molekul-molekul organic misalnya, merupakan salah satu contoh mekanisme serapan, begitu juga yang terjadi pada antar muka air udara, yaitu mekanisme yang terjadi pada suatu protein skimmer. Molekul organik bersifat polar, sehingga salah satu ujungnya akan cenderung tertarik pada air ( disebut sebagai hidrofilik ) sedangkan ujung yang lain bersifat hidrofobik. Permukaan aktif seperti ini akan tertarik pada antar muka air gas pada permukaan gelembung udara. Sehingga molekul-molekul tersebut akan membentuk lapisan tipis dan membentuk buih atau busa. Dalam suatu protein skimmer, ketika gelembung udara meninggalkan air menuju tampungan busa, gelembung udara tersebut akan hilang sehingga akhirnya bahan-bahan organik akan tertinggal pada tampungan busa yang bersangkutan (Solomon 1990). Karbon aktif dapat dibuat dengan pemanasan pada suhu dan tekanan tinggi. Pada kondisi ini akan terbentuk rongga yang sangat halus dengan jumlah yang sangat banyak, sehingga luas permukannya menjadi besar. Karbon aktif bersifat sangat aktif dan akan menyerap apa saja yang kontak dengan karbon tersebut baik di air maupun di udara. Karbon aktif akan menjadi jenuh dan tidak aktif lagi dalam waktu 60 jam ( Hartoyo, 1978 ). Perumusan Masalah Perumusan masalah dari program Pengadaan Air Bersih Warga Stren Kali Jagir dengan Pemanfaatan Biji Kelor dan Karbon Aktif, adalah : 1. Bagaimana mengupayakan air bersih di stren Kali Jagir. 2. Apakah biji kelor dan karbon aktif dapat digunakan untuk menjernihkan air sungai di stren Kali Jagir. 3. Apakah proses penjernihan dengan menggunakan biji kelor dan karbon aktif mempunyai nilai ekonomi. 4. Bagaimana cara merawat alat penjernih air dengan menggunakan biji kelor dan karbon aktif.

PKMP-5-7-4

Tujuan Program Tujuan dari program Pengadaan Air Bersih Warga Stren Kali Jagir dengan Pemanfaatan Biji Kelor dan Karbon Aktif, adalah : 1. Untuk menyediakan air bersih di stren Kali Jagir. 2. Untuk mengetahui keefektifan biji kelor dan karbon aktif dalam proses penjernihan air sungai stren Kali jagir. 3. Untuk mengetahui nilai ekonomi penggunaan biji kelor dan karbon aktif dalam proses penjernihan air. 4. Untuk mengetahui cara merawat alat penjernih air dengan menggunakan biji kelor dan karbon aktif. Luaran yang Diharapkan Luaran yang diharapkan dari program Pengadaan Air Bersih Warga Stren Kali Jagir dengan Pemanfaatan Biji Kelor dan Karbon Aktif, adalah penyajian teknologi tepat guna melalui pemanfaatan biji kelor dan karbon aktif. Kegunaan Program Kegunaan dari program Pengadaan Air Bersih Warga Stren Kali Jagir dengan Pemanfaatan Biji Kelor dan Karbon Aktif, adalah masyarakat dapat memanfaatkan dan merawat alat penjernih sesuai dengan kebutuhan. METODE PENELITIAN 1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Program Kreativitas Mahasiswa di bidang Pengabdian Masyarakat ( PKMM ) dengan judul Pengadaan Air Bersih Warga Stren Kali Jagir dengan Pemanfaatan Biji Kelor dan Karbon Aktif ini dilaksanakan mulai bulan Desember 2005 hingga Maret 2006. Tempat pelaksanaan program ini adalah di stren kali Jagir, Wonokromo, Kotamadya Surabaya, Jawa Timur. 2. Tahapan Pelaksanaan Tahapan pelaksanaan program ini dimulai dari bulan Desember sampai Maret 2005, secara lengkap terdapat pada tabel 4. 3. Mekanisme Pelaksanaan Program Mekanisme pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Melakukan studi literatur meliputi : 2. Pengumpulan data. 3. Analisa bahan a. Uji Biological Oxigen Demand ( BOD ) b. Analisa Kekeruhan ( Turbiditas ) Jar Tes Turbidimetri Mekanisme pelaksanaan program secara lengkap pada lampiran 2. HASIL DAN PEMBAHASAN Kali Jagir berada di daerah Wonokromo yang bermuara pada Pantai Kenjeran. Kali Jagir ini juga merupakan sumber air PDAM. Di sepanjang stren

PKMP-5-7-5

kali tersebut terdapat warga ekonomi menengah ke bawah. Air stren Kali Jagir mempunyai tingkat pencemaran sedang dimana airnya berwarna kuning kecoklatan.Pencemaran ini disebabkan oleh : 1. Limbah rumah tangga Yaitu berasal dari warga stren Kali Jagir yang sebagian besar berprofesi sebagai pedagang. 2. Limbah industri Yaitu limbah yang berasal dari industri-industri yang mengalirkan buangan / limbahnya di sepanjang aliran Kali Jagir. Proses penjernihan air dengan biji kelor ini tidak rumit, bias meliputi fisik ( pengadukan dan penyaringan ) dan biologis ( penggumpalan atau proses pengendapan ), bahkan juga proses penyerapan. Dari segi biaya, pengolahan cair dengan bioflokulan berupa larutan biji kelor jelas ekonomis dan efisien, lebih ramah lingkungan dan aman dibandingkan pemakaian bahan kimia ( Soetjipto 1981 ) Biji kelor dapat digunakan sebagai koagulan alami ( primer ) dalam sistem penjernihan air. Biji kelor mengandung sejumlah protein yang mempunyai muatan positif ketika serbuk biji kelor ditambahkan dalam air maka protein akan menghasilkan muatan yang berprilaku seperti magnet dan mengikat partikelparikel bermuatan ( seperti bakteri, clay, silk, dan partikel beracun dalam air). Floks ini mudah untuk disingkirkan dengan filtrasi. Material yang dapat dijernihkan tidak hanya pada turbiditas tinggi tetapi juga air dengan turbiditas sedang dan rendah. Tingkat turbiditas mempengaruhi waktu flokulasi. Serbuk biji kelor mampu membersihkan 90 persen dari total bakteri E.Coli dalam seliter air sungai dalam waktu 20 menit. Biji kelor bisa dimanfaatkan sebagai bahan bioflokulan (koagulan) sewaktu mengolah limbah cair pabrik tekstil. Hasilnya terjadi degradasi warna hingga 98 persen, prnurunan BOD 62 persen, dan kandungan lumpur 70 ml per liter. Di Surabaya sulit mendapatkan biji kelor sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama dalam pelaksanaan program. Biji kelor dibuat larutan dengan cara menghaluskan 5 gram biji kelor tanpa kulit dalam 100 mL air. Untuk menentukan dosis larutan biji kelor maka digunakan jar test, dosis koagulan ini diperlukan untuk menghasilkan tingkat removal kekeruhan yang optimal yang biasa disebut sebagai dosis optimal. Konsentrasi kekeruhan yang berbeda dalam air baku akan menghasilkan dosis optimal yang berbeda pula. Berdasarkan pada hal inilah, maka pada pelaksanaan jar test dilakukan pada konsentrasi kekeruhan yang berbeda.

Gambar 1. Tanaman Kelor.

Pada percobaan ini dibuat dosis yang berbeda yaitu dalam masing-masing sampel ditambah larutan biji kelor masing-masing 0,5 mL ; 0,4 ml, 0,3 ml dan

PKMP-5-7-6

0,2 ml. Kemudian diaduk dengan menggunakan jar test. Pengadukan dilakukan dengan kecepatan berbeda-beda, yaitu untuk pengadukan cepat dilakukan selama 1 menit dengan kecepatan 100 rpm, pengadukan lambat dilakukan 15 menit dengan kecepatan 40 rpm. Setelah itu dilakukan proses sedimentasi yaitu larutan didiamkan selama 1 jam. Dalam proses ini serbuk biji berperan sebagai koagulan yang efektif. Bisa begitu karena adanya zat aktif 4-alfa- 4 rhamnosyloxy- benzylisothiocyanate yang terkandung dalam biji kelor. Zat aktif itu berfungsi mengabsorbsi sekaligus menetralkan tegangan permukaan dari partikel-partikel air limbah. Kemudian masing-masing larutan diukur kekeruhannya dengan turbidimeter. Berdasarkan data percobaan dapat dilihat bahwa turbiditas air sampel berkurang dengan penambahan larutan biji kelor. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa dosis yang tepat untuk 500 ml sampel adalah 0,4 ml larutan biji kelor dalam 500 ml air sampel. Pengukuran kekeruhan ini dilakuakn dengan variasi konsentrasi dari larutan biji kelor. Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan biji kelor terhadap pengurangan tingkat kekeruhan air sungai. Alat yang digunakan adalah turbidimeter. Dengan alat ini dapat diperoleh angka kekeruhan air sungai. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri, dan untuk mendesain sistem-sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut. Penguraian zat organik adalah peristiwa alamiah, apabila suatu badan air dicemari oleh zat organis bakteri dapat menghabiskan oksigen yang terlarut dalam air selama proses oksidasi tersebut sehingga dapat mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam air dan keadaan menjadi anaerobik serta menimbulkan bau busuk pada air. Karbon aktif berperan sebagai adsorben. Istilah karbon aktif digunakan untuk suatu karbon amorf setelah diolah secara khusus untuk memperbesar daya serapnya. Proses aktivasi tersebut akan memperluas permukaan dari karbon amorf dan membentuk struktur semacam jaringan yang sangat halus sehingga karbon aktif tersebut mempunyai kemampuan untuk menyerap zat-zat terlarut dalam liquid maupun gas yang lebih besar. Karbon aktif dapat dibuat dari bahan-bahan seperti tempurung kelapa, seruk gergaji, sekam padi, batu bara dan sebagainya.

Gambar 2. Serbuk Karbon Aktif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pori-pori pada karbon aktif dikelompokkan menjadi dua bagian berdasarkan ukurannya yaitu: a. Mikrophore Yaitu pori-pori pada karbon aktif yang mempunyai ukuran 10-1000 A. b. Makrophore

PKMP-5-7-7

Yaitu pori-pori pada karbon aktif yang mempunyai ukuran lebih besar dari 1000 A. Karbon aktif yang merupakan karbon amorf akan membentuk struktur semacam jaringan yang sangat halus sehingga karbon aktif tersebut mempunyai kemampuan untuk menyerap zat-zat terlarut dalam liquid maupun gas yang lebih besar ( Hartoyo 1978 ). Cara kerja dari alat penjernih air adalah sebagai berikut, air yang berasal dari sungai dipompa dalam tong ( mempunyai kapasitas 1000 L ) kemudian dimasukkan larutan biji kelor yaitu 0,4 mL tiap 500 mL ( 800 ml ) kemudian pengaduk dinyalakan. Pengadukan ini dilakukan selama 1 menit untuk pengadukan cepat dan 15 menit untuk pengadukan lambat. Setelah itu dilakukan proses sedimentasi yaitu larutan didiamkan selama 1 jam. Setelah satu jam air tersebut dialirkan melalui pipa dimana dalam pipa tersebut terdapat karbon aktif. Air yang berada dalam pipa siap untuk digunakan tetapi karena kelor merupakan bahan organik sehingga mudah jenuh maka air ini hanya untuk satu kali pemakaian ( begitu selesai dijernihkan langsung dipakai). Batas kejenuhan air adalah 2 jam setelah penjernihan. Kelemahan dari proses penjernihan air ini, air tidak dapat bertahan lama karena menjadi bau yang berasal dari biji kelor. Selain itu, dalam penjernihan air ini tidak dilakukan analisa kandungan- kandungan logam dari air sampel.

Gambar 3. Desain Alat Penjernih dan Prosesnya.

Air dalam tong ( kapasitas 1000 mL ) dapat digunakan untuk 3 keluarga dengan asumsi tiap keluarga terdari dari 4 orang dan memerlukan 350 L air tiap hari. Peralatan tersebut memerlukan biaya sebesar Rp.655.000,00 sehingga tiap kepala keluarga diasumsikan mengeluarkan biaya Rp.220.000,00 per tahun.Biaya operasional alat per keluarga sebesar Rp.102.000,00 per tahun. Jadi total biaya yang diperlukan sebesar Rp.322.000,00 per tahun per keluarga. Berdasarkan data di atas, maka tiap keluarga mengeluarkan biaya sebesar Rp.900,00 per hari. Pada tahun berikutnya, biaya pemeliharaan alat yang harus dikeluarkan tiap kepala keluarga sebesar Rp.200,00 per hari. Bila dibandingkan dengan air PDAM tiap keluarga memerlukan biaya Rp.1500,00-Rp.2000,00 per hari. Maka dengan penggunaan bii kelor, dapat menghemat biaya bagi keluarga stren Kali Jagir untuk mendapatkan air bersih layak pakai. Alat penjernih air ini mempunyai daya tahan selama 1 tahun. Perawatan alat ini relatif mudah antara lain :

PKMP-5-7-8

a. b. c. d.

Endapan biji kelor dialirkan lewat kran pembuangan setiap selesai pemakaian. Tong dibersihkan setiap 1 minggu sekali. Motor listrik diberi pelumas setiap 2 minggu sekali agar tidak cepat aus. Karbon aktif harus diganti setiap 2 hari sekali.

KESIMPULAN Kesimpulan dari program ini, antara lain : 1. Penyediaan air bersih bagi warga stren Kali Jagir dapat diupayakan dengan memanfaatkan biji kelor dan karbon aktif. 2. Biji kelor berfungsi sebagai koagulan dengan dosis yang tepat adalah 0,4 mL larutan biji kelor untuk 500 mL air sampel. 3. Penggunaan biji kelor dan karbon aktif dalam penjernihan air sungai lebih mudah dibandingkan air PDAM. 4. Perawatan alat penjernih air relative mudah. SARAN 1. 2.

Di Surabaya sulit di dapatkan biji kelor sehingga perlu pembudidayaan pohon kelor untuk membantu program ini. Perlu dilakukan pengujian kandungan logam yang terdapat dalam air sampel sebelum dan sesudah penambahan biji kelor dan karbon aktif.

DAFTAR PUSTAKA Asril, Lutan. 1981. Penjernihan Air Menggunakan Arang Sekam Padi Skala Keluarga untuk Daerah Pedesaan. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan. Hartoyo, Ando, J dan H. Roliadi. 1978. Pembuatan Briket Arang. No. 103. Jakarta: Pusat Penelitian Hasil Hutan. PDII-LIPI. 1991. Buku Panduan Air dan Sanitasi. Jakarta: Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan. Republika. 20 April 2006. Biji Kelor Untuk Penjernih Air. Soetjipto, TH. 1998. Pengolahan Air Bersih dengan Biji Kelor. Universitas Negeri Malang. Solomon. 1990. Organic Chemistry. Third Eddtion. Singapore: John Willey and Son.

PKMP-5-7-9

LAMPIRAN 1

Tabel 1. Analisa Kandungan Biji Kelor Contoh Biji Kelor Bukan Biji Kelor

N(%) 6,1 5

C(%) 54,8 53,3

H(%) 8,5 7,7

Tabel 2. Prosentase dari Protein, Lipid, Gula dalam Biji Kelor Contoh Shelled - serbuk - larutan - padatan Non Shelled - serbuk - larutan - padatan

N(%)

C(%)

H(%)

36,7 0,9 29,3

34,6 0,8 50,3

5,0 7,7

27,1 0,3 26,4

21,1 0,4 27,3

5,5 -

Tabel 3. Dosis Koagulan Biji Kelor

PKMP-5-7-10

Turbiditas Air Sampel ( NTU ) < 50 50 – 150 > 50

Range Dosis mg / Liter 10 - 50 30 – 100 50 – 200

LAMPIRAN 2 1. Tahapan Pelaksanaan Tabel 4. Pelaksanaan Program Bulan o

Progr am

Desem ber

Studi Literatur Surv ei awal Uji sample Anali sa bahan Pem buatan alat Uji alat Penu lisan laporan

2. Mekanisme Pelaksanaan Penelitian

Januar i

Febru ari

Maret

PKMP-5-7-11

Mekanisme pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Melakukan studi literatur meliputi : Studi literatur dalam hal ini adalah mempelajari dan memahami teori-teori dasar tentang pola atau kriteria air bersih dan proses penjernihannya dengan menggunakan biji kelor dan karbon aktif. 2.

Pengumpulan data. Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah : a. data air sample ( air kali Jagir ) b. data penduduk stren kali Jagir c. kebutuhan air bersih warga stren kali Jagir d. data geografi stren kali Jagir Pengumpulan data lapangan dilakukan dengan kunjungan dan pengamatan langsung di stren kali Jagir, selain itu dilakukan juga wawancara secara langsung kepada warga di sepanjang stren kali. 3. Analisa bahan Pada tahap ini dilakukan analisa terhadap bahan-bahan yang akan digunakan dengan cara menguji efektifitas bahan. Tahapan ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Jurusan Kimia ITS dan Laboratorium Teknik Lingkungan ITS, di bawah bimbingan dan pengawasan dosen pembimbing. a. Uji Biological Oxigen Demand ( BOD ) Alat dan Bahan : - Alat : 1. Labu takar 500mL 2. Botol Winkler 300mL dan 100mL 3. Erlenmeyer 250mL - Bahan : 1. Air sample 2. Mangan Sulfat 3. Larutan pereaksi oksigen 4. Asam sulfat pekat 5. Natrium tiosulfat 0,0125 N - Prosedur kerja Disiapkan satu buah labu takar 500mL, sample dituangkan dan ditambahkan air pengencer sampai batas. Air dalam labu takar dituangkan dalam botol Winkler sampai tumpah. Air pengencer dituangkan ke dalam botol Winkler yang lain sebagai blanko sampai tumpah, dimasukkan dalam incubator selama lima hari. Air dalam botol dianalisa dengan cara ditambahkan 1 mL larutan mangan sulfat, ditambahkan 1 mL larutan pereaksi oksigen, botol ditutup dengan hati-hati agar tidak ada gelembung udara, gumpalan dibiarkan mengendap selama 5-10 menit. Kemudian ditambahkan 1 mL asam sulfat pekat, ditutup dan dibalik-balikkan, dituangkan sebanyak 100 mL dalam Erlenmeyer 250 mL dan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,0125 sampai warna menjadi merah muda,

PKMP-5-7-12

ditambahkan 3-4 tetes indicator aniline dan dititrasi dengan natrium tiosulfat sampai warna biru hilang. Setelah lima hari, kedua larutan dalam botol Winkler dianalisa dalam oksigen terlarut. Dihitung oksigen terlarut dan BOD. b. Analisa Kekeruhan ( Turbiditas ) Dilakukan dengan analisa jar tes dan pengukuran dengan menggunakan turbidimeter. 1. Jar Tes Alat dan Bahan - Alat : 1. Satu set alat Jar Tes 2. Beker glass - Bahan : 1. Pasta biji kelor 2. Air sampel - Prosedur Kerja : Pasta biji kelor dibuat dari biji kelor kering yang telah dikupas kulitnya, ditimbang massanya kurang lebih 0,5 gram dan ditumbuk halus. Kemudian dilarutkan dalam 500 mL aquqdes, dibuat variasi konsentrasi larutan, yaitu : 0,5 M; 0,4M; 0,3M; 0,2M dalam 500 mL air sample. Dimasukkan dalam gelas beker dan diaduk menggunakan alat Jar Tes. Untuk pengadukan cepat, dilakukan pada kecepatan 100 rpm selama satu menit. Untuk pengadukan lambat dilakukan pada kecepatan 30 rpm selama 15 menit. Dilakukan sedimentasi selama satu jam.

2. Turbidimetri Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan biji kelor terhadap pengurangan tingkat kekeruhan air sungai. Alat dan Bahan - Alat : 1. Satu set alat turbidimetri 2. Beker glass 100mL ( 4 buah ) 3. Pengaduk - Bahan : 1. Biji kelor 2. Aquades 3. Air sungai - Prosedur Kerja Biji kelor yang telah kering dikupas kulitnya, ditimbang massanya kurang lebih 0,5 gram. Biji kelor ditumbuk halus, dilarutkan dalam 500 mL aquades. Dibuat variasi konsentrasi 0,5M; 0,4M; 0,3M; 0,2M dalam 500 mL air sungai, dimasukkan dalam kuvet kemudian diukur nilai turbiditasnya.

PKMP-5-7-13

LAMPIRAN 3 1.Analisa Biological Oksigen Demand (BOD)

No 1 2 3

No 1 2

Tabel 1. Jumlah Volume Tiosulfat untuk Larutan Sampel Larutan Volume Tiosulfat ( mL ) 0 hari 5 hari Sampel I 6,2 2,8 Sampel II 6,5 3,3 Blanko 6,8 6,2

Tabel 2.Jumlah Volume Tiosulfat untuk Larutan Sampel + Larutan Biji Kelor Larutan Volume Tiosulfat ( mL ) 0 hari 5 hari Sampel I 6 2 Sampel II 7 6 2. Perhitungan BOD Sampel

PKMP-5-7-14

BOD = { ( X awal – X n hari ) – ( B awal – B n hari ) X ( 1-P ) } P

= mL sampel /

P Volume hasil pengenceran ( 500

mL )

a. Sampel I BOD } X ( 1 – 0,5 ) }

= { (6,2 – 2,8) – ( 6,8 – 6,2 ) 0,5

= 2,8 b. Sampel II BOD } X ( 1 – 0,5 ) }

= { (6,5 – 3,3) – ( 6,8 – 6,2 ) 0,5

= 2,6 P

=

250 mL 500 mL = 0,5

3.

Analisa Turbiditas ( Kekeruhan ) Tabel 4.Hasil Analisa Turbiditas Sebelum dan Sesudah Penambahan Sebelum

o 13,3 13,8mL 13,7mL 41,0mL

Sesudah Penambahan Larutan Biji Kelor 0,2 0,3 0,4 0,5 mL mL mL mL 2,6 2 2 2,6 2,5 1,9 2 2,4 2,5 1,8 2 2,5 2,5 1,7 2 2,5

LAMPIRAN 4 Tabel 3.1. Biaya Pengeluaran untuk Tahun Pertama ( 1 Alat untuk 3 keluarga ) Keterangan Biaya ( Rp ) 1. Alat Penjernih - Tong 200.000 - Kayu Penyangga 100.000 - Pipa Paaralon a. Pipa 50.000 besar, d = 15 m dan t 2.000 =1m 5.000 b. Pipa 300.000 kecil, d = 3 m - Kassa saringan - Pompa Air + motor

PKMP-5-7-15

listrik

Sub Total 2. Biaya Operasional Alat - Listrik Total

655.000 306.000 961.000

Tabel 3.2. Biaya Pengeluaran untuk Tahun Berikutnya Keterangan Biaya ( Rp ) 1. Biaya Pemeliharaan alat 100.000 2. Listrik 102.000 Total 202.000 Keterangan : 1. Untuk tahun pertama masing mengeluarkan biaya : Rp. 961.000 = Rp. 320.300,00 3 Rp. 320.000 = Rp. 900,00 / hari 365 2. Untuk tahun berikutnya : Rp. 202.000 = Rp. 67.300,00 3 Rp. 67.000 = Rp. 200,00 / hari 365



masing

keluarga

PKMP-5-7-16

LAMPIRAN 5 FOTO – FOTO

Gambar 1. Peta Lokasi Kali Jagir

Gambar 2. Perbedaan Air Sebelum dan Setelah Penjernihan.

PKMM-5-8-1

PELATIHAN KETRAMPILAN MENJAHIT LENAN RUMAH TANGGA DENGAN TEKNIK PATCHWORK BAGI MASYARAKAT PENERIMA BANTUAN MESIN JAHIT DI KELURAHAN ARJOSARI Nur Cholip, Fitriasih P Atmaningrum, Sofanita S Dewi, Emma R Furi, Mufidah Jurusan Teknologi Industri, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Malang, Malang ABSTRAK Kelurahan Arjosari berada di wilayah kecamatan Blimbing kota Malang yang berada 6 km dari ibukota. Di daerah tersebut banyak usaha kecil skala rumah tangga yaitu menjahit, sehingga menghasilkan limbah perca yang tidak dimanfaatkan. Pada Desember 2004 Kelurahan Arjosari ini mendapat bantuan 10 buah mesin jahit yang dibagikan pada warga. Namun kenyataannya, bantuan tersebut belum dimanfaatkan dengan maksimal. Selain hal itu, tidak adanya daya dukung untuk memanfaatkan mesin jahit Dari latar belakang tersebut, mahasiswa prodi tata busana tergerak untuk memberikan Pelatihan Keterampilan Menjahit Lenan Rumah Tangga dengan Teknik Patchwork kepada masyarakat penerima bantuan mesin jahit. Pelatihan ini memanfaatkan limbah yang selama ini belum dimanfaatkan. Metode pelatihan meliputi : metode ceramah untuk menyampaikan materi teori, metode demonstrasi untuk menjelaskan materi praktik, metode latihan kerja untuk memberikan kesempatan peserta membuat lenan rumah tangga dan metode tanya jawab untuk memberi kesempatan peserta menyampaikan hal-hal yang belum jelas terkait dengan materi yang disampaikan. Program dilaksanakan selama 3 hari berturut-turut di Aula kantor Kelurahan Arjosari dan di rumah warga. Tahap pelaksanaan program kegiatan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: tahap pra pelaksanaan untuk mempersiapkan segala sesuatu terkait dengan pelaksanaan, tahap pelaksanaan adalah pemberian pelatihan dan tahap pasca pelaksanaan untuk evaluasi dan penulisan laporan. Hasil kegiatan berupa lima macam produk, yaitu: sarung bantal kursi, alas dan tutup gelas berkaki, alas telepun, tudung saji dan bed cover. Peserta berjumlah 10 orang yang datang lengkap dari awal sampai selesai. Antusias peserta sangat tinggi terlihat pada kesan pesan peserta yang 100 % masih mengharapkan tindak lanjut. Kata Kunci: pelatihan, ketrampilan menjahit lenan, patchwork, dan bantuan mesin jahit. PENDAHULUAN Kelurahan Arjosari berada di wilayah kecamatan Blimbing kota Malang yang berada 6 km dari ibukota. Batas wilayah sebelah utara Kelurahan Bale Arjosari, selatan Kelurahan Polowijen, barat Kelurahan Polowijen dan timur Desa Tirtamoyo. Untuk membantu korban PHK dan mengangkat status keluarga pra sejahtera, Dinas Sosial memberikan bantuan mesin jahit dan uang pengembangan kepada Diknas kota Malang sebesar 200 unit. Dana tersebut langsung dikirim dari Pemerintahan pusat melalui Depsos, lalu dibagikan pada masyarakat. Salah satu nya di Kecamatan Blimbing telah menerima bantuan tersebut dan sudah disebar dibeberapa Kelurahan seperti Kelurahan Purwodadi, Kelurahan Arjosari dan

PKMM-5-8-2

Kelurahan Purwodadi. Pada Kelurahan Arjosari mendapat bantuan 10 unit mesin jahit dan uang pengembangan sebesar Rp 375.000. Bantuan tersebut diterima pada tanggal 22 Desember 2004 dan langsung dibagikan pada 10 orang penerima bantuan mesin jahit. Dari ketiga Kelurahan yang diberi bantuan, didapati pada Kelurahan Arjosari masih belum memanfaatkan bantuan tersebut secara optimal. Sebab bantuan tersebut masih didominasi oleh ibu-ibu yang menerima mesin sedang yang lainya tidak bisa ikut memanfaatkan bantuan tersebut. Sehingga tujuan awal dari bantuan tersebut tidak tercapai yaitu: untuk mengangkat status ekonomi keluarga korban PHK dan pra sejahtera. Melihat permasalahan di atas sebagai tim PKMM mahasiswa Fakultas Teknik Jurusan Teknologi Industri Progam Studi Tata Busana, berkewajiban membantu masyarakat, sebagai wujud pengabdian pada masyarakat. Pada kesempatan ini, tim PKMM akan memberikan penyuluhan tentang bagaimana memanfaatkan mesin jahit tersebut secara optimal, yaitu mengajarkan teknik menjahit lenan rumah tangga dengan teknik patchwork yang nantinya dapat menambah kreatifitas dan penghasilan masyarakat. Beth & Ghutcheori (tanpa tahun) menyatakan bahwa Patchwork adalah teknik membuat sehelai kain lebar dengan menjahit potongan-potongan kecil menjadi satu, dan hasilnya sering menjadi barang yang mahal. Dari pengertian ini, dapat disimpulkan bahwa manfaat yang akan diperoleh selain untuk mengisi waktu luang para penerima bantuan agar lebih bermanfaat juga bertujuan untuk membina jiwa wirausaha demi menambah penghasilan. Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut: belum dimanfaatkannya bantuan mesin jahit di Kelurahan Arjosari dengan maksimal, tidak adanya daya dukung untuk memanfaatkan mesin jahit seperti: kursus atau praktik yang terkait dengan pemanfaatannya, rendahnya SDM khususnya penerima bantuan mesin jahit, serta bagaimana membantu mening katkan ekonomi masyarakat. Adapun tujuan diadakannya pelatihan ini adalah agar bantuan mesin jahit di Kelurahan Arjosari dapat bermanfaat secara maksimal, memberikan dukungan berupa pelatihan pada masyarakat yang menerima bantuan mesin agar dapat memanfaatkan bantuan mesin dengan baik, meningkatkan sumber daya manusia khususnya masyarakat penerima bantuan mesin jahit sehingga dapat membantu meningkatkan penghasilan tambahan keluarga. Selain itu, pelatihan ini diharapkan dapat menghasilkan luaran yang bermanfaat baik jangka pendek maupun untuk jangka panjang. Adapun luaran yang diharapkan untuk jangka pendek berupa tercapainya keberhasilan penyuluhan di Kelurahan Arjosari sehingga dapat memudahkan masyarakat penerima bantuan dalam memanfaatkan fasilitas mesin jahit tersebut. Maka untuk jangka panjangnya, diharapkan pelatihan ini dapat menumbuhkan jiwa wirausaha menjahit lenan rumah tangga, sehingga dapat dijadikan sebagai lapangan kerja baru yang potensial demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat. METODE PENDEKATAN Pelaksanaan program dilaksanakan selama 3 hari berturut-turut, yaitu tanggal 14, 15, dan 16 April 2006 mulai jam 09.00 WIB sampai dengan jam 16.00 WIB. Tempat pelaksanaan dibagi menjadi dua, yaitu: Aula kantor Kelurahan

PKMM-5-8-3

Arjosari sebagai tempat pembukaan dan penutupan pelatihan dan rumah salah seorang warga sebagai tempat pelatihan. Dipilihnya rumah warga untuk mempermudah peserta pelatihan dalam menggunakan fasilitas mesin jahit karena keberadaan mesin jahit berada dimasing-masing rumah warga penerima bantuan.. Tahapan pelaksanaan program kegiatan penyuluhan di Kelurahan Arjosari ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: tahap pra pelaksanaan, tahap pelaksanaan dan tahap pasca pelaksanaan. Tahap pra pelaksanaan dimulai dengan survey langsung kelokasi sasaran dan pelaksanaan negosiasi dengan pihak terkait. Setelah itu, dilaksanakan pembuatan disain produk pelatihan, lalu melakukan persiapan alat dan bahan ( untuk pembuatan media pelatihan dan peserta pelatihan). Alat dan bahan tersebut, yaitu: 1. Alat yang dibutuhkan, antara lain: pensil, spidol/pensil warna, penghapus, gunting kertas, gunting kain, jarum pentul, jarum jahit, penggaris siku/pola, pendedel. 2. Bahan yang dibutuhkan, antra lain: kertas pola, karbon jahit, benang jahit, jarum jahit, limbah kain perca, kapur jahit dan bahan utama (kain belacu). 3. Bahan tambahan (disesuaikan dengan kebutuhan), antara lain: busa angin, renda, kain keras dan viselin. Tahap selanjutnya yaitu pembuatan media sebagai alat peraga pada waktu penyuluhan, lalu dilaksanakn pembuatan modul untuk acuan peserta pelatihan. Pada modul berisi keterangan tentang disain, ukuran, alat dan bahan yang dibutuhkan dan langkah kerja pembuatan. Berikut ini langkah kerja secara umum pembuatan lenan rumah tangga dengan teknik patchwork: 1. Menetapkan jenis lenan yang akan dibuat. 2. Membuat disain produk lenan dengan motif patchwork. 3. Membuat disain motif patchwork pada kertas pola seukurtan benda jadi. 4. Menggambar motif patchwork. 5. Memberi tanda pada motif pola sesuai motif bahan. 6. Memotong pola patchwork. 7. Memotongkan potongan pola pada kain sesuai tanda. 8. Menggunting bahn sesuai motif dan merader. 9. Menyambung motif dengan bantuan tusuk jelujur. 10. Menyetrika. 11. Melekatkan busa angin dengan cara ditindas pada sambungan patchwork. 12. Penyelesaian. Setelah keseluruhan tahap pra pelaksanaan selesai, tiba pada tahap pelaksanaan. Pada tahap pelaksanaan ini, dilakukan beberapa kegiatan yang dapat dituliskan secara urut, sebagai berikut: 1. Acara pembukaan oleh Lurah Arjosari. 2. Pemberian materi teori dan praktik I meliputi pembuatan alas dan tutup gelas berkaki dan sarung bantal kursi. 3. Pemberian materi praktik II yaitu pembuatan alas telepun, tudung saji dan bed cover. 4. Pemberian materi praktik III finishing. 5. Penutupan. Tahapan pelaksanaan secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.

PKMM-5-8-4

Tabel 1. Pelaksanaan Kegiatan Hari / Tgl Tempat Kegiatan Jum’at Aula Kantor Pembukaan 14 April 2006 Kelurahan Arjosari

Sabtu 15 April 2006

Minggu 16 April 2006

Uraian Kegiatan • Pembacaan susunan acara • Sambutan Lurah Arjosari • Sambutan Dosen Pembimbing • Sambutan Ketua Pelaksana • Acara pembukaan pelatihan Materi teori patchwork Materi praktik: • Pembuatan alas dan tutup gelas • Pembuatan sarung bantal kursi

Rumah ketua penerima mesin Rumah ketua penerima mesin

Materi I

Materi II

Materi praktik: • Pembuatan tudung saji • Pembuatan alas telepun • Pembuatan bed cover

Rumah ketua penerima mesin

Materi III

Penyelesaian bed cover Penutupan

Tahap pasca pelaksanaan merupakan tahap akhir dari pelaksanaan kegiatan pelatihan. Pada tahap ini, dilaksanakan proses pembuatan laporan akhir kegiatan sebagai bentuk pertanggungjawaban. Adapun kelengkapan yang dikerjakan adalah laporan kegiatan dan penyusunan arsip dokumentasi kegiatan. Pada pelaksanaan kegiatan ini digunakan beberapa instrumen penting terkait dengan pelaksanaan pelatihan, antara lain: media peraga produk jadi untuk mempermudah tim pelaksana dalam menyampaikan materi, modul yang berisi langkah kerja pembuatan patchwork untuk acuan peserta sehingga mempermudah dalam penerimaan penjelasan materi, daftar presensi kegiatan sebagai bukti kehadiran peserta pelatihan, blangko kesan dan saran untuk peserta sebagai bahan evaluasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam pelaksanaan kegiatan ini dihasilkan 5 macam produk, yaitu: tudung saji, alas dan tutup gelas berkaki, bed cover, sarung bantal kursi dan alas telepun. Kelima macam produk tersebut dapat terselesaikan tepat waktu sebab minat dan motivasi peserta sangat tinggi dalam mengikuti kegiatan pelatihan. Apalagi, bagi peserta pelatihan materi pelatihan yang diberikan tergolong pengetahuan baru. Peserta pelatihan 10 orang penerima bantuan mesin jahit. Akan tetapi, satu orang anggota penerima bantuan sakit, sehingga kekosongan ini dimanfaatkan oleh Ketua Tim Penggerak PKK Arjosari untuk menitipkan satu orang kader PKK sebagai peserta pelatihan tambahan. Jadi, peserta pelatihan tetap berjumlah 10 orang. Adapun data-data peserta pelatihan dapat dilihat pada Tabel 2.

PKMM-5-8-5

No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Tabel 2. Data Nama Peserta Pelatihan Nama Keterangan Ny. Endah Penerima Bantuan Mesin Jahit Ny. Sukartiana Penerima Bantuan Mesin Jahit Ny. Sri Murwati Penerima Bantuan Mesin Jahit Ny. Surya Penerima Bantuan Mesin Jahit Ny. Bawon Penerima Bantuan Mesin Jahit Bpk. Sih Soegeng P Penerima Bantuan Mesin Jahit Ny. Iin Penerima Bantuan Mesin Jahit Ny. Saidatul K Penerima Bantuan Mesin Jahit Ny. Jamilah Penerima Bantuan Mesin Jahit Ny. Susi Jaka Kader Titipan Tim Penggerak PKK

Lima macam produk yang dibuat, dihasilkan dari pekerjaan individu maupun pekerjaan kelompok peserta pelatihan. Jumlah produk yang dihasilkan dalam pelatihan dapat dijabarkan dalam Tabel 3. Keseluruhan hasil produk lenan rumah tangga yang dibuat dengan teknik patchwork dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

No 1 2 3 4 5

Tabel 3. Jumlah Produk Pelatihan Nama Produk Jumlah Produk Tudung saji 2 set Alas dan tutup gelas 60 buah berkaki 1 buah Bed cover Sarung bantal kursi 10 buah Alas telepun 2 buah

SEMUA PRODUK

Keterangan Hasil kelompok Hasil individu Hasil kelompok Hasil Individu Hasil kelompok

PKMM-5-8-6

TUDUNG SAJI

SARUNG BANTAL KURSI

ALAS & TUTUP GELAS

ALAS TELEPUN

BED COVER

Gambar 1. Lima Macam Produk Patchwork Hasil Pelatihan

PKMM-5-8-7

Gambar 2. Produk yang Sudah Diterapkan pada Benda Sesungguhnya

Perhitungan biaya yang diperlukan dalam pembuatan produk-produk tersebut dapat dijelaskan secara rinci seperti pada Tabel 4. Tabel 4. Biaya Pembuatan Produk Nama Produk Rincian Biaya Tudung Saji 29.750 Alas dan tutup Gela 16.250 Bed cover 98.250 Sarung Bantal Kursi 24.250 Alas telepun 5.700

PKMM-5-8-8

Peserta pelatihan yang berjumlah 10 orang ternyata ada 2 orang yang tidak dapat menjalankan mesin jahit, namun tidak mengganggu jalannya pelatihan. Minat peserta sangat tinggi, hal ini ditengarai dengan absensi kehadiran peserta serta terselesaikannya tugas yang diberikan. Semua materi pelatihan dikerjakan dengan benar dan tepat waktu. Bentuk produk yang merupakan luaran dari hasil penyuluhan adalah tudung saji, alas dan tutup gelas berkaki, bed cover, sarung bantal kursi dan alas telepun. Produk ini dipilih karena memiliki tingkat kesulitan mulai yang paling mudah sampai dengan yang paling sulit dikerjakan dan unsur produk ini banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Variasi penggunaan bahan bantu selain perca juga dimaksudkan untuk memenuhi unsur seni dan keindahan. Sehingga produk yang dibuat meskipun menggunakan perca atau limbah tetap memiliki nilai jual dan daya tarik bagi konsumen. Untuk mengarahkan masyarakat penerima bantuan mesin jahit ke arah wirausaha tampaknya masih ada kendala, yaitu belum diberikan materi packing serta pemasaran. Dari kendala ini, tim mencoba memberikan sedikit wawasan tentang bagaimana dan kepada siapa produk ini harus dijual. Solusi sasaran adalah: ibu rumah tangga di lingkungan sekitar, seperti kelompok dasa wisma, kelompok RT atau RW. Sedangkan metode pemasarannya dengan cara mengadakan bazar setiap ada acara atau kegiatan di Kelurahan. Persepsi masyarakat sebelum dan setelah dilaksanakan pelatihan dapat dijabarkan sebagai berikut: sebelumnya peserta belum mengenal pemanfaatan limbah perca, setelah dilaksanakan pelatihan peserta memperoleh wawasan baru; peserta telah memiliki ketrampilan menjahit, namun setelah pelatihan lebih mengenal ketrampilan yang baru yaitu memanfaatkan limbah perca; motivasi peserta setelah melihat hasil karyanya tertarik untuk melanjutkannya; ada upaya untuk berwirausaha setelah mengetahui bahwa produknya layak jual. Dari hasil pelatihan yang telah dilaksanakan, diharapkan peserta pelatihan mampu mengembangkan kreatifitasnya untuk menciptakan karya seni patchwork yang lebih baik. Sebab menurut Komairawati (2003) pada saat ini seni dan pecinta seni yang ingin mewujudkan ciri khas dari cita rasa masing-masing dalam bentuk karya seni perca semakin berkembang, maka daya daya kreatifitas pun semakin berkembang, sehingga yang semula seni perca tidak terstruktur dengan baik misalnya dari bentuk, ukuran serta warna maka dibuatlah pola atau acuan agar hasil lebih maksimal. Seni patchwork berpotensi untuk merambah pasar yang luas. Mc. Kie (1975) menerangkan bahwa masyarakat Amerika Utara sendiri sangat senang dengan karya seni tersebut sampai akhirnya menjadi kerajinan dan ketrampilan rakyat. Bentuk yang diterapkan semula hanyalah berupa potongan-potongan kain yang dijahit sehingga membentuk lembaran yang lebar dan bersifat rambang, karena bentuk, warna dan ukurannya belum terpola. Sehingga, apabila lenan rumah tangga yang dibuat dapat menjadi produk yang bernilai seni tinggi. Maka, tidaklah sulit untuk memasarkan produk tersebut. KESIMPULAN Setelah pelaksanaan program kegiatan ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: semangat dan motivasi peserta dalam mengikuti pelatihan sangat tinggi; pelatihan ini memberi nilai tambah pada limbah yang tidak dimanfaatkan;

PKMM-5-8-9

lima macam produk yang direncanakan selesai dikerjakan tepat waktu; produk yang diajarkan layak jual, terbukti adanya masyarakat yang berani menawar produk bed cover dengan harga Rp. 150.000, padahal modal hanya Rp. 98.250; peserta merasa waktu pelatihan terlalu singkat, karena peserta masih mengharapkan diberi pengetahuan yang mendukung, seperti packing dan pemasaran. DAFTAR PUSTAKA 1. Komairawati, Siti. 2003. Teknik Hias Patchwork pada Busana Pria dengan Motif Alam. Malang: Universita Negeri Malang.

PKMM-5-9-1

SOSIALISASI PENYELESAIAN SENGKETA KEPERDATAAN MELALUI JALUR NON LITIGASI SEBAGAI SOLUSI ALTERNATIF DI KOTA PARE-PARE Rahmatullah, Holid Alamsyah, Muh. Sabil Bakti, Amaliyah, Muh.Syukri Hasyim PS Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Hasanudin, Makassar

ABSTRAK Sosialisasi penyelesaian sengketa keperdataan melalui jalur Non Litigasi sangat penting dilakukan dalam upaya mencari solusi atas berbagai permasalahan hukum demi penegakan hukum yang efisien dan efektif di Indonesia. Arti penting sosialisasi penyelesaian sengketa keperdataan melalui jalur non litigasi dititik beratkan pada pemikiran upaya memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa masih ada alternatif penyelesaian sengketa keperdataan yang lain selain melalui jalur pengadilan. Kota Pare-Pare sebagai kota Niaga memiliki mobilitas yang tinggi khususnya bidang bisnis dan perdagangan .hal ini dibuktukan dari pendapatan asli daerah (PAD) kota pare-pare yang berasal dari perniagaan dan jasa. Disatu sisi memberikan dampak posisitf bagi perkembangan daerah namun disisi lain menimbulkan kekhawatiran terjadinya konflik / pertentangan ataupun sengketa dibidang keperdataan sebagai akibat dari dampak hubungan bisnis yang tidak sehat. Atas pertimbangan tersebut, maka sosialisasi penyelesaian sengketa keperdataan melalui jalur Non Litigasi sebagai solusi alternatif dirasa perlu dilakukan yang bertujuan memberikan informasi kepada masyarakat tentang adanya jalur penyelesaian sengketa Non Litigasi. Pada akhirnya diharapakan dapat memberikan solusi atas keluhan masyarakat yang menginginkan proses penyelesaian sengketa dengan murah, cepat, kedua belah pihak tidak saling bermusuhan dan menempatkan kedua belah pihak sebagai pemenang yang selama ini tidak didapatkan pada proses penyelesaian sengketa keperdataan melalui jalur Litigasi. Kata Kunci : Penyelesaian Sengketa Perdata Jalur Non Litigasi PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Secara umum ada dua model masyarakat jika dilihat dari sudut kultur hukumnya, Pertama adalah masyarakat yang Litigasi, yaitu masyarakat yang memiliki kecenderungan menyelesaikan masalahnya melalui jalur formal pengadilan sebagai fasilitas yang disediakan oleh negara. Dan model masyarakat kedua adalah masyarakat Anti Litigasi atau Non Litigasi yang memiliki kecenderungan menyelesaikan masalahnya secara non formal. Tentu saja model hukum ini sangat dipengaruhi oleh kultur masyarakatnya. Model Litigasi biasanya ditemukan pada negara-negara barat seperti negara-negara Eropa dan Amerika. Dan sebaliknya model Anti Litigasi dapat ditemukan pada negaranegara timur seperti Jepang. Pertanyaannya kemudian, Indonesia berada pada kecenderungan dan model hukum seperti apa ? Pertanyaan ini kemudian dijawab oleh Prof. Sutjipto Rahardjo dengan mengatakan bahwa “ Indonesia berada diantara dua alam. “ yaitu memiliki kecenderungan Litigasi namun tidak didukung oleh kultur masyarakatnya, yaitu masih memegang teguh prinsip

PKMM-5-9-2

ketimuran (hukum adat) yang tentunya Anti Litigatif karena sifat khasnya yang kekeluargaan. Penyebab dari ketidakjelasan model dan kiblat hukum masyarakat Indonesia adalah secara historis Indonesia pada mulanya adalah masyarakat hukum adat dan mengalami perubahan setelah masuknya Agama Islam yang membawa sumber-sumber hukum Islam dan pada periode berikutnya, Indonesia mengalami serangan budaya akibat penjajahan Belanda selama 350 tahun yang menimbulkan pluralisme Hukum yaitu bertemunya Hukum Barat, Adat dan Hukum Islam. Manfaat lain yang diperoleh dengan penyelesaian sengketa dengan jalur Non Litigasi agar kita tidak kehilangan identitas budaya. Sebab jalur Non Litigasi ini akan memberikan peran yang besar pada tokoh-tokoh masyarakat dan pemangku adat daerah setempat serta lembaga hukum Non Litigasi yang lain. Hal lain yang dapat diperoleh adalah tatanan masyarakat yang lebih baik, karena jalur Non Litigasi juga memungkinkan semakin eratnya hubungan sosial. Kesadaran akan kekurangan penyelesaian sengketa Litigasi pun diakui oleh mereka yang bersalah di masyarakat litigatif, seperti pernyataan Abraham Lincoln “perkecillah peran pengadilan, bujuklah para tetangga anda untuk berkompromi sepanjang yang anda dapat lakukan. Tunjukkan pada mereka orang–orang yang hanya namanya saja yang jadi pemenang, tapi sering dalam kenyataannya lebih merupakan pihak yang nyata-nyata kalah, yaitu kalah dalam biaya, pembayaran dan pemborosan waktu “. Mengapa demikian ? hal ini disebabkan sistem hukum kita didesain lebih untuk menyelesaikan kasus berat dan abstrak. Mungkin kita dapat bercermin kepada Negara tetangga kita yaitu Singapura yang dalam sistem peradilannya mengatur apabila ada sebuah kasus perdata ataukah sesuatu masalah di dalam keluarga, pihak yang bersengketa terlebih dahulu diajak untuk berdamai demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan lebih lanjut dalam putusan pengadilan nantinya. Nah hal inilah yang lebih lanjut diatur oleh lembaga Arbitrase sebagai lembaga pendamai. Nanti setelah kedua belah pihak yang bersengketa sudah tidak bisa berdamai lagi, barulah perkara yang dipermasalahkan diajukan di pengadilan. Melihat fenomena akan kekurangan penyelesaian sengketa secara Litigasi dan kebutuhan akan informasi penyelesaian sengketa Non Litigasi, maka kami berinisiatif mengadakan sosialisasi kepada masyarakat khususnya masyarakat kota Pare-Pare. Alasan dipilihnya daerah tersebut, sebab kota Pare-Pare merupakan daerah yang memiiliki mobilitas tinggi di Sul-Sel setelah Makassar ditambah lagi pendapatan asli daerah kota Pare-Pare (PAD) bersumber dari perniagaan dan hasil bisnis sehingga interaksi dalam masyarakat tergolong padat. Hal ini menyebabkan semakin banyaknya peluang terjadi konflik, khususnya masalah keperdataan. Penyelesaian sengketa Non Litigasi yang akan disosialisasikan adalah jenis tahapan dan manfaat yang diperoleh. Sosialisasi yang kami rencanakan pun tidak terbatas pada golongan masyarakat tertentu saja melainkan pada semua lapisan masyarakat, khususnya para pelajar yang dari awal haruslah telah mengenal sistem ini. Agar dampak program ini kemudian dapat dirasakan dalam jangka waktu yang lama.

PKMM-5-9-3

Perumusan Masalah Penyelesaian sengketa melalui jalur Litigasi memiliki banyak kekurangan dan tidak sesuai dengan kultur masyarakat Indonesia. Sehingga Ada beberapa rumusan masalah yang ditemukan : 1. Bagaimana memberikan informasi kepada masyarakat tentang adanya jalur penyelesaian sengketa Non Litigasi 2. Bagaimana formulasi konkrit penyelesaian masalah melalui jalur Non Litigasi 3. Bagaimana proses dan tahapan penyelesaian sengketa melalui jalur Non Litigasi 4. Bagaimana hasil yang diharapkan dari penyelesaian masalah melalui jalur Non Litigasi. Tujuan Program Tujuan yang diharapkan dari program ini adalah sebagai berikut : 1. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang adanya penyelesaian sengketa melalui jalur Non Litigasi. 2. Menguraikan Formulasi hukum yang tepat guna dari penyelesaian sengketa memulai jalur Non Litigasi 3. Memberikan gambaran yang jelas tentang jenis, tahapan dalam penyelesaian sengketa melalui jalur Non Litigasi 4. Memberikan informasi tentang hasil yang akan diperoleh jika menggunakan jalur penyelesaian sengketa Non Litigasi 5. Masyarakat mengetahui arti penting dari penyelesaian sengketa melalui jalur Non Litigasi sehingga sebelum memperkarakan kasus ke pengadilan terlebih dulu diproses melalui jalur damai seperti Arbitrase, Mediasi, Konsiliasi dan lain-lain Luaran yang diharapkan 1. Terbinanya masyarakat yang mau menyelesaikan kasus perdata yang dihadapi dengan bantuan jalur Non Litigasi (Lembaga Arbitrase,Mediasi ) 2. Mengenalkan lebih jauh bahwa ada lembaga selain pengadilan yang mampu menyelesaikan kasus keperdataan selain lembaga pengadilan. 3. Merangsang tumbuhnya lembaga-lembaga Non Litigasi (Arbitrase, Mediasi) yang dapat berperan aktif membantu masyarakat dalam menyelesaikan kasus keperdataannya. 4. Memaksimalkan peran siswa daerah dalam proses pengenalan, dan sosialisasi penyelesaian sengketa jalur Non Litigasi. 5. Adanya solusi alternatif penyelesaian sengketa yang lebih murah, cepat, memuaskan dan kasus yang dipersengketakan tidak diketahui oleh khalayak banyak. 6. Terjadinya kesatuan yang sinergis antara Lembaga Arbitrase, lembaga hukum, masyarakat dengan mahasiswa.

Kegunaan Program 1. Diharapkan memberi solusi atas keluhan masyarakat yang selama ini cenderung menyelesaikan masalahnya secara Litigatif

PKMM-5-9-4

2. Diharapkan program ini terus digalakkan oleh pemerintah dalam membantu masyarakat dalam menyelesaikan masalahnya. 3. Memberikan solusi yang efektif dalam hal penyelesaian sengketa yang berdasarkan kekeluargaan 4. Masyarakat diharapkan mengetahui bahwa ada lembaga yang dapat menangani masalah perdata selain pengadilan yaitu lembaga Non Litigasi

METODE PENDEKATAN Melalui sosialisasi penyelesaian sengketa Non Litigasi, observasi yang kami lakukan dengan langsung turun ke lapangan dengan menjadikan kota Pare-Pare sebagai tempat dilaksanakannya observasi yaitu menempatkan masyarakat kota Pare-Pare sebagai objek dari observasi yang kami lakukan.. Bahan dan alat yang kami lakukan dalam observasi adalah dengan meggunakan alat kuesioner (Questionnaire), dan Pengamatan atau Observasi. Metode yang kami lakukan untuk memperoleh data/informasi adalah dengan tiga cara. Yang pertama melalui Telaah Pustaka (Library Research) yaitu dengan cara membaca berbagai buku ataupun jurnal dan sumber bacaan lain yang menjelaskan mengenai penyelesaian sengketa jalur Non Litigasi. Yang kedua dengan cara Penganmatan tak Terlibat (Nonparticipant Observation) yaitu dengan langsung turun kelapangan dengan mengunjungi kantor Pengadilan Negeri, Dinas Perindag, kantor usaha kecil dan menengah. sehingga kami dapat melihat kebutuhan masyarakat dengan menjadikan tim bukan merupakan bagian dari masyarakat. setelah mendapatkan data/informasi yang kami butuhkan, kami mengolah dan menganalisis data melalui Content Analysis yaitu dengan menarik kesimpulan yang sahih dan raplikatif dari dari sebuah buku atau dokumen. menemukan karakteristik pesan, dan dilakukan secara objektif dan sistematis. selain melalui content Analysis, Teknik pengolahan data yang kami lakukan adalah melalui Kuesioner (Questionnaire) untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat mengenai proses penyelesaian sengketa Non Litigasi. nah dari hasil yang kami peroleh kemudian kami mengklasifikasikan masyarakat dengan membedakan latar belakang pendidikan, jenis kelamin, umur dan pekerjaan sehingga dapat kami simpulkan bahwa latar belakang pendidikan, umur dan pekerjaan berpengaruh terhadap pengetahuan mengenai proses penyelesaian sengketa melalui jalur Non Litigasi sedangkan Jenis kelamin tidak memberikan pengaruh yang berarti.. Rentang waktu yag kami lakukan dalam melakukan kegiatan ini berjalan selama tiga bulan, yaitu dimulai dari akhir bulan Februari, dan berakhir pada bulan Mei 2006. Pelaksanaan sosiaslisasasi penyelesaian sengketa keperdataan melalui jalur Non Litigasi sebagai solusi alternatif di kota Pare-Pare kami lakukan dengan membagi dua tahapan garis besar. Yaitu sosialisasi dengan mengunjungi sekolah (SMA NEGERI 1) Pare-Pare, dan seminar yang kami lakukan di hotel Delimasari dengan menghadirkan pemateri yang berkompeten HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari kegiatan sosialisasi penyelesaian sengketa keperdataan melalui jalur Non Litigasi sebagai solusi Alternatif, dengan mengunjungi Pengadilan negeri Pare-Pare dan membuat Database kasus yang terjadi pada kurun dua tahun

PKMM-5-9-5

terakhir (2004-2005), kami mengklasifikasikan kasus perdata yang terjadi di pengadilan negeri Pare-Pare adalah yang terbanyak terjadi yaitu : 50 % mengenai Tanah, 30 % sengketa bisnis, 10 Perceraian dan selebihnya mengenai kasus warisan, penipuan, dll. mengapa yang terjadi justru kasus persengketaan tanah yang terbanyak ? ini terjadi seiring pertumbuhan ekonomi yang pesat di kota ParePare. dimana sering terjadi perebutan lahan yang strategis guna diversifikasi lahan bisnis, ataupun tuntutan pembangunan prasarana umum oleh pemerintah yang kadang berbenturan dengan pembebasan lahan yang kadang merugikan sang pemilik tanah. Setelah melakukan observasi dilapangan kami menemukan bahwa masalah yang timbul bagi para pelaku usaha perdagangan adalah keluhan atas pengiriman barang yang telah dilakukan pembayaran sebelumnya (cash) namun ternyata sangat merugikan pada akhirnya yaitu kadang para konsumen dalam hal ini distributor ataupun konsumen murni yang biasanya membeli produk dengan parti besar menemukan bahwa produk yang mereka beli ternyata hampir 20 % sudah kadaluarsa. Ini merupakan pekerjaan rumah tersendiri bagi pemerintah daerah dan penegak hukum karena sangat merugikan para konsumen yang sangat kebingungan dimana mereka mengeluhkan atas kerugian yang mereka derita . Karean disatu sisi aturan hukum yang ada belum akomodatif yang kadang malah menempatkan para pihak yang merasa dirugikan sebagai pihak yang kalah dan diperparah dengan belum terbentuknya Lembaga Perlindungan Konsumen (LPK) yang tidak dapat lagi dinafikan berdirinya lembaga tersebut di kota Pare-Pare sebagai daerah dengan mobilitas perekonomian yang sangat besar. selain melakukan pengamatan dengan metode Nonpartcsipant Observation, kami melaksanakan kegiatan dengan dua kegiatan besar Yaitu : Seminar di Hotel Delimasari dan Sosialisasi di SMA 1 Pare-Pare. Dalam seminr ini kami memberi judul Seminar Hukum ”Penyelesaian Sengketa Keperdataan Melalui Jalur Non Litigasi Sebagai Solusi Alternatif “ dimulai dari jam 08.00 – 12.00. yang menghadirkan narasumber yang berkompeten dalam kasus keperdataan yaitu Bapak H. Mustafa Bola, S.H., M.H. dan Seorang narasumber konsultan hukum penyelesaian sengketa keperdataan melalui jalur Alternatif sekaligus pakar hukum bisnis yaitu DR. Juajir Sumardi, S.H.,M.H. dengan moderator Siking Suryadi yaitu ketua BEM Fakultas hukum Unhas dengan didampingi oleh bapak Muh. Ashri S.H., M.H. selaku dosen pembimbing, dan dibuka secara resmi oleh Ketua Pengadilan Negeri Pare-pare. Dalam seminar ini, dihadiri sebanyak Kurang lebih 60 0rang, diantaranya para pelaku bisnis, mahasiswa, KP2LN Pare-pare, Dinas Kesbang, Dinas Perhubungan, lembaga kursus, dan masyarakat umum lainnya. Seminar tersebut berbentuk diskusi panel, dengan memberikan kopian dari pemateri kepada peserta seminar. Setelah penyampaian materi, dilaksanakan sesi Tanya jawab oleh para peserta seminar dengan panduan dari moderator. bahkan ada dari peserta yang menanyakan no telepon daripemateri sebagai tindak lanjut dari keingingan dan antusiasme yang tinggi pesrta seminar menyelsaikan sengketnya melalui jalur Non litigasi. Dalam sosialisasi Ke SMA, kami bekerjasama dengan OSIS SMU setempat mengadakan dikusi lepas dan dengan bantuan dan izin dari wakil kepala sekolah bidang kesiswaan. Dalam sosialisasi ini kami memperkenalkan apa yang dimaksud penyelesaian sengketa melalui jalur Non Litigasi dan bagaimana proses penyelesaian sengketa melalui jalur Non Litigasi. Sehingga Diharapkan pengenalan cara-cara penyelesaian melalui jalur Non litigasi dapat ditumbuh

PKMM-5-9-6

kembangkan sejak dini, serta pemberdayaan tenaga pelajar potensial untuk berperan serta di dalam proses ini dapat memberikan sumbangsih yang cukup besar. Dari kedua kegiatan teresebut, kami mengetahui perlunya upaya yang lebih besar bagi pemerintah Pusat umumnya, dan pemerintah daerah khususnya untuk melakukan kegiatan pemahaman kepada masyarakat mengenai sosialisasi penyelesaian sengketa Non Litigasi. KESIMPULAN Berdasarkan Tujuan program penyelesaian sengketa keperdataan melalui jalur Non Litigasi, maka dapat ditarik kesimpulan : 1. Setelah diadakannya sosialisasi penyelesaian sengketa keperdataan melalui jalur Non Litigasi, masyarakat kota Pare-Pare telah mengetahui banyak mengenai penyelesaian sengketa Non Litigasi, dengan menunjukkan antusiasme dan apresiasi yang tinggi terhadap penyelesaian sengketa Non Litigasi. 2. Penyelesaian sengketa perdata melalui jalur Non Litigasi merupakan bentuk penyelesaian sengketa yang murah, efisien, dan efektif. Sehingga sangat tepat dalam menyelesaiakn sengketa perdata yang terjadi pada masyarakat kota Pare-Pare yang dikenal sebagai kota perdagangan 3. Dengan melihat keuntungan dari proses penyelesaian sengketa Non Litigasi, masyarakat kota Pare-Pare menginginkan terbentuknya lembaga Penyelesaian sengketa Alternatif dalam hal ini Lembaga mediasi ataupun Lembaga Arbitrase Ad-Hoc. 4. Masyarakat yang ingin menyelesaiakan sengketa perdata melalui jalur Non Litigasi, tidak perlu merasa khawatir akan kepastian hukum kasus yang telah terselesaiakan melalui jalur Non Litigasi. sebab setelah diputuskan oleh lembaga penyelesaian sengketa alternatif, putusan yang didapatkan tersebut . 5. Dengan adnya seminar penyelesaian sengketa keperdataan melalui jalur Non Litigasi, masyarakat Pare- pare mengerti keuntungan yang diperoleh sehingga kedepannya dapat menciptakan masyarakat yang lebih baik dan taat hukum. DAFTAR PUSTAKA Amiruddin, Asikin Z. 2003. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rajawali Pers. hlm 65-93 Fuady, Munir. 2000. Arbitrase Nasional. Bandung: citra Aditya Bakti Ichsan, Akhmad. 1992. Kompendium Tentang Arbitrase Perdagangan Internasional Cetakan 1. Jakarta: Anem Kosong Anem. hlm 9-12 Lalu, Husni. 2004. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan & Di Luar pengadilan. Mataram: Rajawali Pers. hlm 39-70 Rahardjo, Satjipto. 2003. Sisi Lain dari Hukum di Indonesia.. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. hlm 104-109 Subekti, R. 1989. Hukum Acara Perdata Indonesia. Bandung: Binacipta. hlm 194198

PKMM-5-9-7

Subekti. 2002. Pokok-Pokok Hukum Perdata Cetakan XXX. Jakarta: Intermasa. hlm 144-151 Sudikno, Mertokusumo. 1998. Hukum Acara Perdata Indonesia Edisi Ke V. Yogyakarta: Liberty. hlm 225-237 Toar, Agnes M.dkk.. 1995. Arbitrase di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia. Widjaja G,Yani A. 2001. Seri Hukum Bisnis Hukum Arbitrase. Jakarta: Rajawali Pers. Widjaja, Gunawan. 2001. Lisensi. Jakarta: Rajawali Pers. hlm 121-138 Makalah & Jurnal Ilmu Hukum Sitorus, Winner. Judicial Control Of Arbitral Awards Under The New York Convention.: Jakarta: Hafara; 2004. hlm 329-338 Sumardi, Juajir. Out Line Penyelesaian Sengketa Perdata Melalui Jalur Non Litigasi. Makalah. Makassar: Universitas Hasanuddin; 2006 Undang-Undang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Perselisihan Hubungan Industrial di Luar Pengadilan.

PKMM-5-9-8

LAMPIRAN Tabel 1. Ruang Lingkup Penyelesaian Sengketa Perdata PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA PROSES ADJUDIKASI

PROSES KONSENSUS

PENYELESAIAN LITIGASI

PENYELESAIAN NON-LITIGASI

MELALUI PENGADILAN NEGERI

ARBITRASE

DI LUAR PENGADILAN NEGERI

NEGOSIASI

MEDIASI

KONSILIASI

Tabel 2. Jangka Waktu Proses Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Negosiasi PASAL A 6 (2)

URAIAN NEGOSIASI Pertemun Langsung

POINTER

JUMLAH HARI

14

Tabel 3. Jangka Waktu Proses Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Mediasi Pasal B 6 (4) C 6 (5)

D 6 (6)

E 6 (7)

F 6 (8)

Uraian Mediasi Melalui Mediator independen Penunjukan Mediator Oleh Lembaga Arbtrase Melalui Mediator yang ditunjuk oleh lembaga arbitrase Pendaftaran kesepakatan di PN Pelaksanaan Kesepakatan

Pointer

Jumlah hari

A + 14

14

B+7

7

C + 30

30

A/B/D+30

30

F + 30

30

PKMM-5-9-9

Tabel 4. Jangka Waktu Proses Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Arbitrase Pasal

Uraian Arbitrase

Pointer

JANGKA WAKTU PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ARBITRASE G

H 14 (3)

I 15 (3) J 15(4)

K 15 (2) L 24 (3) & 24(4) M 38

N 39 O 41 & 40(2)

P 44(2)

Q 44(2)

R 48 (1)

Persetujuan untuk melaksanakan penyelesaian sengketa melalui arbitrase dan penunjukan arbiter Pengangkatan Arbiter Tunggal Pengangkatan arbiter dalam majelis arbitrase Pengangkatan arbiter ketiga dalam majelis arbitrase Peneerimaan atau penolakan oleh arbiter Tuntutan Ingkar terhadap arbiter Pemasukan surat permohonan gugatan jawaban oleh termohon arbitrase Jawaban Oleh Termohon Arbitrase Panggilan untuk menghadap di depan sidang arbitrase Panggilan ke-2 untuk mengahadap di depan sidang arbitrase Pemeriksaan Sidang tanpa kehadiran termohon arbitrase JANGKA WAKTU PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI ARBITRASE

Jumlah Hari

125

G + 14

14

G+30

30

I + 14

14

H/J + 14

14

H/I + 14

14

-

-

M+14

14

N + 14

14

-

-

P + 10

10

-

180

PKMM-5-9-10

S 57 T 58 U 59 (1) V 62 (1)

Putusan Diucapkan Koreksi putusan Pendaftaran di PN Eksekusi Oleh PN

R + 30 S + 14 S + 30 U + 30

PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE W 71 X 72 (3)

Y 72 (4) Z 72 (5)

AA 74 (2) AB 75 (2) JANGKA WAKTU TAMBAHAN TOTAL JANGKA WAKTU YANG DIPERLUKAN

Permohonan pembatalan putusan Putusan permohonan pembatalan putusan arbitrase oleh MA Pengajuan Banding ke MA Putusan oleh MA atas banding putusan pembatalan Penundaan tugas Arbiter (48) Pengangkatan Arbiter pengganti

30 14 30 30 270

U+30

30

W+30

30

W+30

30

Y+30

30

R+60

60

R+30

30 150

455

PKMM-5-10-1

PELATIHAN MEMBUAT HIASAN DENGAN MEMANFAATKAN KULIT JAGUNG PADA REMAJA PUTRI DI DESA KULO KABUPATEN SIDRAP Itje Novita, Ita Sri Fatmawati, Khairil Anwar, Misbahuddin Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar, Makassar ABSTRAK Tujuan Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM) ini adalah: (1) Terciptanya remaja putri mempunyai pengetahuan pembuatan rangka hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung, (2) Terciptanya remaja putrid yang terampil membuat rangka hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung Khalayak sasaran dalam program ini adalah remaja putri di Desa Kulo Kabupaten Sidrap. Metode yang digunakan dalam penyampaian materi penyuluhan adalah metode ceramah, diskusi dan tanya jawab, untuk pelatihan digunakan metode demonstrasi. Hasil yang dicapai adalah: (1) Remaja putri memiliki pengetahuan tentang pembuatan rangka hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung, (2) Remaja putri memiliki keterampilan membuat rangka hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung Kata Kunci: hiasan, vas kembang, kulit jagung. PENDAHULUAN Desa Kulo Kabupaten Sidarap adalah 50 % daerah prkebunan, dan 50 % daerah persawahan dengan tadah hujan. Survey yang kami lakukan pada bulan Pebruari 2003 di Desa Kulo ternyata hanya 1 kali dalam satu tahun mengolah sawah, disebabkan karena persawahannya tidak mempunyai pengairan, hanya bergantung pada air hujan, sehingga pada saat musim kemarau petani menanami sawahnya dengan tanaman jagung. Rata-rata petani penggarap sawah tersebut apabila di panen jagungnya langsung diangkut kerumahnya dalam keadaan masih ada kulitnya. Jagung yang masih dengan kulitnya dijemur 2 – 3 hari baru dikeluarkan kulitnya. Kulit-kulit jagung tersebut dibuang begitu saja pada pinggiran-pinggiran sawah, dan ada juga yang membuang disekitar rumahnya, dan kalau sudah banyak bertumpuk langsung saja dibakar pada pinggiran sawah atau halaman rumahnya. Padahal kulit-kulit jagung tersebut masih memungkinkan diolah dan dimanfaatkan menjadi barang yang bernilai ekonomi, yaitu dibuat hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk untuk berbagai kepentingan ruangan. Tidak dimanfaatkannya limbah kulit jagung untuk menjadi komoditas bernilai ekonomi seperti halnya hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk untuk berbagai kepentingan ruangan, disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan keterampilan masyarakat terutama remaja putrid dalam hal kerajinan hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk untuk berbagai kepentingan ruangan (survey Tim PKMM, bulan Pebruari 2005). Informasi tokoh masyarakat di Desa Kulo Kabupaten Sidrap menyatakan kulit jagung di lokasi menjadi limbah dan akhirnya dibakar dan bahkan akan lapuk begitu saja di lokasi. Masyarakat kurang

PKMM-5-10-2

memiliki pengetahuan dan keterampilan membuat rangka hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk untuk berbagai kepentingan ruangan. Tidak adanya orang yang ingin melatih masyarakat terutama remaja putri memanfaatkan kulit jagung untuk menjadi barang bernilai ekonomi, seperti halnya hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk untuk berbagai kepentingan ruangan. Hal ini merupakan pentingnya untuk dilakukan Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM) dalam memberdayakan masyarakat di wilayah tersebut. Adanya kelompok remaja putri di Desa Kulo Kabupaten Sidrap yang datang meminta untuk dilatih memanfaatkan kulit jagung menjadi kerajinan apa saja yang bisa bernilai ekonomi, seperti halnya hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk untuk berbagai kepentingan ruangan dengan memanfaatkan limbah kulit jagung. Melihat kenyataan di lapangan dan permintaan masyarakat remaja putri, sebagai mahasiswa yang sementara mengikuti Kuliah pada Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas teknik Universitas negeri Makassar dimana telah kami mendapatkan mata kuliah rupa dasar dan mirmana ruang/datar (tekstur dan hiasan dinding), disini kami mendapatkan pengalaman-pengalaman membuat berbagai macam hiasan-hiasan yaitu membuat pohon-pohon dan kembang berbagai ukuran dan skala dengan memanfaatkan tekstur alam sehingga tidak menyulitkan bagi kami untuk mendesain dan mengerjakan kulit jagung menjadi hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk. Pengalaman kuliah berikutnya mata kuliah merencana ruang dalam (interior) yaitu mahasiswa dituntu bisa berkreasi dalam memanfaatkana barang yang tidak berguna, menjadi barang atau hiasan yang bisa menjadi suatu karya seni yang dipandang artistic. Begitupun mata kuliah kerja maket, mahasiswa membuat gambar fisik karya arsitektur, dan dituntu membuat maket karya tersebut dengan skala kecil, dan membuat pohon-pohon dan kembang skala kecil untuk melengkapi maket tersebut. Dengan adanya pengalaman tersebut kami berkeinginan untuk memanfaatkan kulit jagung menjadi hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dan bernilai seni untuk berbagai peruntukan. Dan pengalaman kami dari jurusan Teknik Arsitektur (Teknik Sipil dan Perencanaan) Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar yaitu mata kuliah Interior dengan merangkai bunga dan kembang untuk ruangan yaitu mahasiswa dituntut untuk membuat kembang pada acara-acara resmi maupun tidak resmi sehingga kami tidak ada kesulitan untuk membuat vas kembang berbagai model dan bentuk dan artistik dengan memanfaatkan kulit jagung untuk melatih remaja putri di Desa Kulo Kabupaten Sidrap. Waktu kami survey ternyata masyarakat menginginkan didesainkan dan diajarkan memanfaatkan kulit jagung yang terbuang percuma tersebut menjadi hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dan bernilai seni untuk berbagai peruntukan. Kami dari mahasiswa jurusan Teknik Arsitektur dan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar mempunyai pengalaman yakni mempraktekkan di laboratorium dan Studio kerja Maket tentang pemanfaatan tekstur alam dan melihat berbagai macam bentuk hiasan vas kembang dari plastik pada toko-toko souvenir. Dari sinilah lahir pemikiran bahwa mungkin ada baiknya kulit-kulit jagung yang terbuang percuma dapat diolah dan dibentuk menjadi

PKMM-5-10-3

hiasan vas kembang yang berbentuk artistik dan bernilai seni dan bisa bernilai ekonomi untuk peruntukan berbagai kebutuhan ruang. Oleh karena itu masalah Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM) ini adalah sebagai berikut: (1) Kulit jagung dibuang ke lingkungan lalu dibakar tidak dimanfaatkan oleh masyarakat, (2) Kulit jagung ternyata tidak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk manjadi barang yang berharga atau bernilai ekonomi seperti halnya dibuat menjadi hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dan berbilai seni untuk berbagai peruntukan, (3) Adanya pengalaman mata kuliah rupa dasar dan nirmana ruang telah kami alami yaitu membuat pohon-pohon dan kembang berbagai ukuran danskala dengan memanfaatkan tekstur alam sehingga tidak menyulitkan bagi kami untuk mendesai dan membuat hiasan vas kembang dengan memanfaatkan kulit jagung berbgai model dan bentuk, (4) Adanya pengalaman mata kuliah merencana ruang dalam (interior), dan kerja maket sehingga kami berkeinginan untuk memanfaatkan kulit jagung menjadi hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dan berbilai seni untuk peruntukan ruang, (5) Adanya pengalaman mata kuliah merangkai bunga dan kami sudah praktekkan berbagai macam model kembang dari tekstur alam sehingga tidak ada kesulitan untuk membuat hiasan vas kembang dengan memanfaatkan kulit jagung, (6) Remaja putri di Desa Kulo Kabupaten Sidrap tidak memiliki pengetahuan tentang pemanfaatan kulit jagung untuk dijadikan hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk yang bernilai ekonomi, (7) Remaja putri di Desa Kulo Kabupaten Sidrap tidak memiliki keterampilan mendesain hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung, (8) Remaja putri di Desa Kulo Kabupaten Sidrap tidak memiliki keterampilan membuat hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung, (9) Remaja putri di Desa Kulo Kabupaten Sidrap tidak memiliki keterampilan merakit hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung, (10) Remaja putri di Desa Kulo Kabupaten Sidrap tidak memiliki keterampilan pekerjaan finishing hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung. Tujuan Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM) ini adalah sebagai berikut: (1) Meningkatkan pengetahuan remaja putri di Desa Kulo Kabupaten Sidrap memanfaatkan kulit jagung menjadi hiasan vas kembang berbgai model dan bentuk yang berbilai ekonomi, (2) Meningkatkan keterampilan remaja putri di Desa Kulo Kabupaten Sidrap memanfaatkan kulit jagung menjadi hiasan vas kembang berbgai model dan bentuk yang berbilai ekonomi, (3) Meningkatkan keterampilan remaja putri di Desa Kulo Kabupaten Sidrap mendesain hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk yang berbilai ekonomi untuk berbagai peruntukan ruang, (4) Meningkatkan keterampilan remaja putri di Desa Kulo Kabupaten Sidrap membuat hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk yang berbilai ekonomi untuk berbagai peruntukan ruang, (5) Meningkatkan keterampilan remaja putri di Desa Kulo Kabupaten Sidrap merakit hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk yang berbilai ekonomi untuk berbagai peruntukan ruang, (6) Meningkatkan keterampilan remaja putri di Desa Kulo Kabupaten Sidrap tentang pekerjaan finishing hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk yang berbilai ekonomi untuk berbagai peruntukan ruang. Kulit jagung ternyata menjadi masalah lingkungan. Tongkol jagung yang dibuka kulitnya dibuang kelingkungan dan menjadi sampah yang mengotori

PKMM-5-10-4

lingkungan Kulit jagung tergolong limbah sampah domestic, Soemarwoto (1985), dan Soerjani (1987) menyatakan bahwa sampah domestik perlu dikelolah sehingga tidak menimbulkan dampak serius terhadap lingkungan. Winarno (1986) menyatakan sampah domestic masih dapat diproses sehingga menjadi produk yang berguna, bernilai seni, dan bernilai ekonomi. Perilaku manusia mengelolah sampah (limbah domestic) hanya sebatas membuang ke lingkungan. Perilaku ini ternyata berdampak negative terhadap lingkungan (Sarwono, 1992). Perilaku manusia yang diharapkan dalam pengelolaan sampah adalah adanya pemanfaatan limbah (Kualitas Lingkungan di Indonesia 1990). Lebih lanjut dikatakan pemanfaatan limbah sampah dapat menciptakan lapangan kerja, menimbulkan pertumbuhan ekonomi, dan ikut melestarikan lingkungan. Memanfaatan limbah adalah dapat menimbulkan nilai ekonomi masyarakat (Winarno, 1986). Sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Winarno tadi. Mentri Negara KLH (1982) menyatakan bahwa alternative yang baik dalam pemanfaatan limbah sampah adalah memanfaatkan menjadi barang yang bernilai ekonomi sehingga menimbulkan nilai tambah bagi masyarakat. Hasil pengabdian kepada masyarakat Srikandi (2004) yaitu pelatihan merangkai daun jagung untuk pembuatan hiasan berbagai bentuk pada Ibu-ibu Dasa Wisma di Kecamatan Pangkajene Kapupaten Pangkep. Hasil menunjukkan bahwa limbah kulit jagung sangat cocok dibuat sebagai hiasan berbagai bentuk dan artistik dengan memanfaatkan kulit jagung yaitu; vas kembang, hiasan dinding, dan lain-lain. Karena limbah kulit jagung apabila dibentuk menjadi hiasan ( vas kembang atau hiasan dinding, dan lain-lain) dapat bernilai seni dan bernilai ekonomi untuk kebutuhan rumah tangga, hotel, penginapan, restaurant, dan ruangan lainnya. Berdasarkan uraian diatas dapat diuraikan sebagai berikut: (1) Limbah kulit jagung merupakan sampah domestic yang perlu dikelolah sehingga tidak mencemari dan mengotori lingkungan, (2) Limbah kulit jagung merupakan sampah yang dapat dirangkai menjadi hiasan ( vas kembang atau hiasan dinding, dan lain-lain) dapat bernilai seni dan bernilai ekonomi, (3) Pemanfaatan sampah limbah kulit jagung menjadi hiasan ( vas kembang atau hiasan dinding, dan lainlain) dapat bernilai seni dan bernilai ekonomi untuk kebutuhan ruangan, dapat menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat terutama ibu-ibu istri petani, dan pekerjaan tersebut termasuk melestarikan lingkungan. Dari uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa limbah kulit jagung yang terbuang percuma dapat dimanfaatkan menjadi suatu karya seni yang artistik dan bernilai ekonomi yang tinggi yaitu: hiasan (vas kembang atau hiasan dinding, dan lain-lain) dapat bernilai seni dan bernilai ekonomi untuk berbagai kebutuhan ruang. Untuk memberikan keterampilan merangkai vas kembang dari lapisan kulit jagung berbagai model untuk kebutuhan ruang pada manyarakat terutama remaja putri di desa Kulo Kabupaten Sidrap. METODE PENDEKATAN Khalayak sasaran dalam Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM) ini adalah: remaja putri di Desa Kulo Kabupaten Sidrap (khlayak sasaran yang dilatih langsung).

PKMM-5-10-5

Metode utama yang ditempuh dalam kegiatan ini adalah: (1) Pada saat pemberian materi penyuluhan pembuatan rangka hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung dan desainnya metode yang digunakan adalah; metode ceramah, diskusi, tanya jawab, dan simulasi, (2) Pada saat pelatihan membuat rangka hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung, metode yang digunakan adala: metode demonstrasi, dan tanya jawab. Metode demonstrasi digunakan untuk mendemonstrasikan membuat rangka hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung, diterangkan dahulu cara memilik bahan, langkah kerja, dimensi, bahan dan alat yang digunakan. Disini khalayak sasaran ikut langsung melakukan, mengerjakan setiap jenis pekerjaan bersama dengan mahasiswa. Pada saat itu juga terjadi diskusi, terutama sekali yang menyangkut sistimatika pekerjaan tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang dicapai adalah: (1) Kelompok remaja putri putus sekolah memiliki pengetahuan dalam hal pembutan rangka hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung, yaitu: (a) Memiliki pengetahuan tentang pemilihan bahan untuk rangka hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung, (b) Memiliki pengetahuan tentang pembuatan rangka hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung yaitu: mendesain dan gambar kerja, membuat hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung, merakit hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung, pekerjaan finishing hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung, (2) Kelompok remaja putri putus sekolah memiliki keterampilan membuat rangka hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung, yaitu: (a) Memiliki keterampilan pemilihan bahan untuk rangka hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung, (b) Memiliki keterampilan pembuatan rangka hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung yaitu: mendesain dan gambar kerja, membuat hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung, merakit hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung, pekerjaan finishing hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung. Selain itu motivasi khalayak sasaran bersama anggota tim PKMM cukup tinggi mengikuti penyuluhan dan pelatihan dari awal sampai selesai. Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM) ini dianggap juga berhasil karena: (1) Khalayak sasaran tidak menemukan kesulitan dalam memahami materi penyuluhan dan pelatihan yang diberikan, (2) Khalayak sasaran berkeinginan menerapkan membuat rangka hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung pada rumahnya masing-masing, (3) Khalayak sasaran berkeinginan untuk menyampaikan penerapan membuat rangka hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung kepada khalayak sasaran yang lain (yang tidak sempat ikut penyuluhan dan pelatihan). KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan penyuluhan dan pelatihan dilapangan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Remaja putri memiliki pengetahuan tentang pembuatan rangka hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung, (2) Remaja putri memiliki keterampilan membuat rangka hiasan vas

PKMM-5-10-6

kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung. Hal ini didukung oleh adanya masukan-masukan dan diskusi dari mahasiswa dan dosen pendamping Berdasarkan kesimpulan diatas, maka disarankan bahwa program PKMM seperti ini hendaknya dilanjutkan sehingga menciptakan remaja putri dapat: (1) Memiliki pengetahuan tentang pembuatan rangka hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung, (2) Memiliki keterampilan membuat rangka hiasan vas kembang berbagai model dan bentuk dari kulit jagung DAFTAR PUSTAKA Menteri Negara KLH. (1992). Kualitas Lingkungan Hidup Indonesia.. Jakarta: Menteri Negara KLH Sastra Wijaya, A.T. (1991) Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta Soejani dkk, (1991). Lingkungan: Sumber Daya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan, Jakarta: Universitas Indonesia Soemarwoto(1985) Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Jambatan Srikandi (2004), Pelatihan Merangkai Daun Jagung untuk Pembuatan Hiasan Berbagai Bentuk pada Ibu-ibu Dasa Wisma di Kecamatan Pangkajene Kapupaten Pangkep, Makassar, Laporan PPM LPM UNM Supriadi . et.al. 1991. Profil Teknologi Padat Karya. Jakarta: Pengembangan Sumber daya Manusia Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (1993). Bumi Wahana. Jakarta: PT. Garamedia Putama. Wilkening, F. 1987. Tata Ruang. Pendidikan Industri Kayu. Semarang : Kanisius

PKMM-5-11-1

PELATIHAN PENGGUNAAN CAMPURAN SEMEN KERAMIK DAN CAT TEMBOK UNTUK MELINDUNGI BANGUNAN GAPURA HASIL KERAJINAN MASYARAKAT DESA KAPAL, KECAMATAN MENGWI, KABUPATEN BADUNG-BALI I Wayan Tastra, I Ketut Putra Yasa, I Wayan Japa Gunawan, I Ketut Wijaya Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan Mipa, Institut Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Negeri Singaraja, Singaraja ABSTRAK PKM bidang Pengabdian Masyarakat ini dilatarbelakangi oleh permasalahan yang dialami masyarakat pengerajin bangunan gapura di desa Kapal, yaitu gapura yang diproduksi mudah ditumbuhi lumut atau jamur (faktor biologis), terkikis oleh angin serta cepat berubah warna (faktor non biologis) apabila tidak dilindungi dengan pelapis tertentu. Selain itu, konsumen banyak yang memerlukan bangunan gapura yang awet dan menarik. Alternatif yang ditempuh adalah melapisi permukaan bangunan gapura dengan menggunakan campuran semen keramik, cat tembok, dan air. Namun cara dan sarana tersebut, belum banyak diketahui oleh masyarakat pengerajin bengunan gapura di desa Kapal, sehingga perlu dilaksanakan pelatihan penggunaan campuran tersebut untuk melindungi permukaan bangunan gapura sekaligus menambah nilai artistik bangunan dengan menggunakan variasi warna tertentu. PKMM ini bertujuan untuk: (1) menjelaskan kepada masyarakat/pengerajin bangunan gapura tentang perbandingan dosis antara semen keramik, cat tembok, dan air yang tepat agar efektif untuk melindungi permukaan bangunan gapura dari kerusakan akibat faktor biologis dan non biologis, (2) melatih masyarakat/pengerajin tentang cara menggunakan campuran semen keramik, cat tembok, dan air untuk melindungi permukaan bangunan gapura dari kerusakan yang diakibatkan oleh faktor biologis dan non biologis. Metode pendekatan yang digunakan adalah metode ceramah, diskusi/tanya jawab, demonstrasi, dan praktik. Pelatihan ini diikuti oleh 40 orang pengerajin yang ada di lingkungan desa Kapal. Dari pelatihan, masyarakat mengetahui dan terampil dalam hal: (1) menentukan perbandingan dosis antara campuran semen keramik, cat tembok, dan air dengan perbandingan 1 : 1 : 3 (1 kg semen keramik, 1 kg cat tembok, dan 3 liter air), (2) melapisi bagian bangunan gapura dengan menggunakan campuran tersebut. Kata Kunci: Pelatihan, Campuran, Semen keramik, Cat tembok, Gapura. PENDAHULUAN Bali merupakan salah satu kawasan wisata dunia yang memiliki berbagai keunikan. Keunikan-keunikan tersebut antara lain: Bali yang kecil memiliki alam yang indah, tarian Bali yang khas dan bangunan (style) Bali yang terkesan indah dan rumit. Seiring dengan perkembangan jaman, bangunan-bangunan di Bali seperti gapura, pagar rumah dan bangunan suci (sanggah) disusun dari bagian-bagian yang sudah dicetak dengan bentuk tertentu dengan bahan baku dari campuran semen dan pasir. Misalnya untuk satu unit gapura bisa terdiri dari 20-25 bagian. Pembuatan secara parsial ini bertujuan untuk mempermudah produksi dalam

PKMM-5-11-2

jumlah yang besar dan mempermudah proses distribusi dengan tetap mempertahankan kesan arsitektur bangunan Bali. Salah satu desa di Bali yang merupakan sentra produksi bangunan Bali dengan sistem cetak per bagian adalah desa Kapal, kecamatan Mengwi, kabupaten Badung-Bali. Di desa ini terdapat sekitar 100 pengerajin. Kerajinan ini merupakan sumber pendapatan utama dari masyarakat desa Kapal. Harga dari satu unit gapura rumah dengan tinggi 2 meter, panjang 2 meter dan lebar dasar 50 cm mencapai Rp. 500.000,-. Dari hasil survei pendahuluan didapatkan bahwa hasil kerajinan bangunan gapura ini banyak diminati dan telah dipakai oleh konsumen dengan pertimbangan lebih praktis, efesien, dan dari segi nilai ekonomis tergolong murah tanpa mengurangi nilai artistik corak khas ukiran Bali. Selama ini yang menentukan harga jual dari bagian-bagian bangunan ini adalah ukuran dan bentuk relief (ukiran) pada bagian-bagian tersebut, semakin besar dan semakin rumit ukirannya harganyapun semakin mahal, sedangkan dari segi keindahan warna serta keadaan permukaan bagian tersebut kurang diperhatikan. Padahal, dengan merawat keadaan permukaan bagian-bagian tersebut dan menambah keindahan artistik warnanya, akan meningkatkan harga jual dan menarik minat para calon pembeli untuk membelinya. Kendala utama yang sering muncul yaitu bagian-bagian bangunan tersebut biasanya cepat ditumbuhi oleh lumut atau jamur khususnya di daerah lembab atau bagian yang menyentuh tanah sehingga mudah mengalami pelapukan. Selain itu, bagian-bagian bangunan ini juga mudah terkikis oleh angin (eflasi) serta cepat berubah warna. Bagian-bagian bangunan tersebut biasanya dibuat dalam jumlah besar, sehingga bagian-bagian tersebut akan tetap berada ditempat penyimpanan yang biasanya dijejer di pinggir jalan dalam waktu yang lama, hal ini dapat menyebabkan bagian-bagian bangunan ini menjadi rusak (ditumbuhi lumut/jamur, melapuk dan terkikis) sebelum terjual ke konsumen. Kerusakan tersebut merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kerugian bagi para pengerajin. Biasanya bagian bangunan yang sudah rusak tidak akan diminati lagi oleh konsumen, sehingga harus dibuang. Oleh karena itu, perlu diupayakan cara atau sarana untuk melindungi permukaan bangunan tersebut dari kerusakan akibat faktor biologis seperti lumut dan jamur serta pengaruh cuaca dan hujan sekaligus dapat menambah nilai jualnya. Salah satu solusi alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan melapisi permukaan bagian-bagian bangunan tersebut dengan menggunakan campuran semen keramik, cat tembok, dan air. Kelebihan penggunaan semen keramik sebagai pencampur pelapis bangunan tersebut, yaitu semen tersebut dapat larut dalam cat tembok dengan baik, sehingga dihasilkan pelapis yang mempunyai daya rekat yang tinggi yang dapat menutupi pori-pori bagian bangunan secara merata, sehingga bangunan sulit untuk ditumbuhi lumut dan tahan terhadap pengikisan maupun pelapukan oleh pengaruh perubahan cuaca dan hujan. Selain itu, semen keramik ini tersedia dalam berbagai macam warna yang dapat bertahan lama (awet) sehingga bila dicampur dengan cat tembok, akan diperoleh perpaduan warna yang lebih artistik (cerah). Solusi alternatif ini belum diketahui oleh masyarakat Bali, khususnya masyarakat pengerajin bangunan gapura di desa Kapal, kecamatan Mengwi, kabupaten Badung-Bali. Sehingga perlu dilakukan pelatihan penggunaan campuran semen keramik, cat tembok, dan air ini kepada masyarakat/pengerajin di desa Kapal, kecamatan Mengwi, kabupaten Badung-Bali.

PKMM-5-11-3

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah masyarakat/pengerajin bangunan gapura di desa Kapal, kecamatan Mengwi, kabupaten Badung-Bali belum mengetahui: 1) bagaimanakah perbandingan dosis antara semen keramik, cat tembok, dan air yang tepat agar efektif untuk melindungi permukaan bangunan yang terbuat dari campuran semen dan pasir dari kerusakan yang diakibatkan oleh faktor biologis dan non biologis? 2) bagaimanakah cara menggunakan campuran semen keramik dan cat tembok untuk melindungi bagian-bagian bangunan yang dibuat dengan campuran semen dan pasir dari kerusakan yang diakibatkan oleh faktor biologis dan non biologis? Adapun tujuan dari Program Kerativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat ini, yaitu: 1) untuk menjelaskan kepada masyarakat/pengerajin bangunan gapura di desa Kapal, kecamatan Mengwi, kabupaten Badung-Bali tentang perbandingan dosis antara semen keramik, cat tembok, dan air yang tepat agar efektif untuk melindungi permukaan bangunan yang terbuat dari campuran semen dan pasir dari kerusakan yang diakibatkan oleh faktor biologis dan non biologis, dan 2) untuk melatih masyarakat/pengerajin bangunan gapura di desa Kapal, kecamatan Mengwi, kabupaten Badung-Bali tentang cara menggunakan campuran semen keramik, cat tembok, dan air untuk melindungi permukaan bangunan yang terbuat dari campuran semen dan pasir dari kerusakan yang diakibatkan oleh faktor biologis dan non biologis. Dengan diselenggarakannya program ini, masyarakat pengerajin bangunan gapura di desa Kapal, kecamatan Mengwi, kabupaten Badung-Bali menjadi tahu sarana yang dapat digunakan dan prosedur menggunakan campuran semen keramik, cat tembok dan air untuk melindungi permukaan bangunan yang terbuat dari campuran semen dan pasir dari kerusakan yang diakibatkan oleh faktor biologis dan non biologis. Dengan demikian, bangunan yang terbuat dari campuran semen dan pasir yang diproduksi oleh masyarakat/pengerajin bangunan gapura di desa Kapal, kecamatan Mengwi, kabupaten Badung-Bali akan bertambah lama (awet) serta memiliki kualitas dan nilai artistik yang lebih tinggi. Dengan demikian diharapkan dapat menambah pendapatan masyarakat/pengerajin bangunan gapura di desa Kapal, kecamatan Mengwi, kabupaten Badung-Bali serta mengurangi kerugian akibat kerusakan yang terjadi pada barang sebelum terjual. METODE PENDEKATAN Metode pendekatan yang digunakan dalam pelatihan ini terdiri dari metode ceramah, metode diskusi dan tanya-jawab, metode demonstrasi, dan praktik. Metode ceramah digunakan dalam menyampaikan materi pelatihan oleh pelaksana PKMM kepada peserta pelatihan. Materi yang disampaikan tersebut, sebelumnya telah dikonsultasikan dengan beberapa pemilik industri dan pedagang bangunan gapura di desa Kapal, kecamatan Mengwi, kabupaten Badung-Bali. Kegiatan ini dilakukan dengan harapan para pengerajin mengetahui tujuan pelaksanaan PKMM dan produk yang diharapkan dihasilkan dari program tersebut. Dari kegiatan ini diharapkan nantinya para pemilik industri dapat melakukan tindak lanjut tekait dengan bangunan gapura hasil kerajinan yang layak untuk dipromosikan sebagai hasil pelaksanaan program. Materi yang disampaikan dalam pelatihan meliputi hal-hal adalah: 1) perbandingan dosis

PKMM-5-11-4

antara semen keramik, cat tembok, dan air yang tepat agar efektif untuk melindungi permukaan bangunan yang terbuat dari campuran semen dan pasir dari kerusakan yang diakibatkan oleh faktor biologis dan non biologis. Adapun dosis campuran yang digunakan yaitu 1 : 3 : 1, artinya satu kilogram semen kermik, dicampur dengan tiga liter air, dan satu kilogram cat tembok. Pemilihan warna pelapis dapat divariasikan dengan memvariasikan warna cat tembok sesuai dengan warna semen keramik, dan 2) cara menggunakan campuran semen keramik dan cat tembok untuk melindungi bagian-bagian bangunan yang dibuat dengan campuran semen keramik dan pasir dari kerusakan yang diakibatkan oleh faktor biologis dan non biologis. Adapun cara menggunakan campuran tersebut adalah dengan menggunakan kuas sebanyak dua kali pelapisan. Metode diskusi dan tanya jawab digunakan untuk mendapatkan balikan dari peserta pelatihan mengenai materi yang disampaikan. Dengan metode ini, diharapkan peserta termotivasi untuk memikirkan peluang kendala yang dihadapi ketika pelaksanaan kegiatan dilaksanakan (praktik langsung). Pelaksana kegiatan PKMM juga mendapat masukan lebih awal terkait dengan kendala dan hambatan yang dihadapi oleh peserta pelatihan maupun peluang yang cocok ketika produk kegiatan telah dilaksanakan, khususnya dalam pemasaran produk bangunan gapura tersebut. Hasil diskusi dan tanya jawab tersebut diharapkan dapat semakin menyempurnakan pelaksanaan pelatihan. Metode demonstrasi yang dilakukan yaitu demonstrasi yang dilakukan oleh pelaksana PKMM mengenai cara mencampur semen keramik dan cat tembok, sekaligus menginformasikan alat yang diperlukan. Selain itu juga didemonstrasikan cara melakukan pelapisan campuran pada bangunan gapura seperti yang telah disampaikan secara lisan pada tahap ceramah. Kegiatan demonstrasi dilakukan dengan tujuan agar peserta pelatihan mendapat pengalaman awal sebelum mereka mencoba sendiri, sehingga pada tahap praktik, peserta pelatihan dapat melakukan kegiatan pencampuran dan pelapisan dengan lebih sempurna. Metode praktik dilaksanakan dengan tujuan memberikan kesempatan kepada peserta pelatihan agar dapat lebih memahami teknik dan prosedur penggunaan campuran semen keramik, cat tembok, dan air untuk melindungi bangunan gapura dari kerusakan yang diakibatkan oleh faktor biologis dan non biologis. Dalam hal ini dilakukan pelatihan atau praktik langsung oleh peserta pelatihan dengan bimbingan pelaksana PKMM. Praktik yang dilakukan oleh seluruh peserta pelatihan dimulai dari menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan, melakukan kegiatan pencampuran dengan dosis yang tepat, sampai pada praktik melakukan kegiatan pelapisan campuran yang telah dibuat pada bangunan gapura. Dengan praktek tersebut, masyarakat mendapatkan pengalaman langsung dalam melaksanakan kegiatan pelapisan campuran semen keramik dan cat tembok pada bangunan gapura, baik mengenai alat dan bahan yang diperlukan, dosis campiran serta teknik pelapisan yang terbaik untuk mendapatkan hasil yang terbaik pula. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan pelatihan penggunaan campuran semen keramik dan cat tembok untuk melindungi bangunan gapura hasil kerajinan masyarakat desa Kapal, kecamatan Mengwi, kabupaten Badung-Bali ini diawali dengan persiapan berupa

PKMM-5-11-5

permohonan surat pengantar dari lembaga IKIP Negeri Singaraja yang kemudian dibawa ke Kepala desa Kapal sekaligus minta ijin melaksanakan kegiatan dan mohon kerja sama dalam kegiatan pelatihan. Selanjutnya pelaksana PKMM mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan dan juga mempersiapkan peserta pelatihan. Pada tahap pelaksanaan, kegiatan pelatihan diawali dengan sambutan oleh staf desa Kapal, dilanjutkan oleh pemilik UD Sudana tempat dilakukannya pelatihan. kegiatan selanjutnya yaitu presentasi dan demonstrasi oleh pelaksana PKMM mengenai tujuan dan manfaat pelatihan, alat dan bahan yang diperlukan, teknik dan dosis pencampuran serta teknik pelapisan campuran pada bangunan gapura. Selanjutnya dilakukan diskusi dan tanya jawab terkait materi pelatihan, yang kemudian dilanjutkan dengan praktik langsung yang dilakukan oleh seluruh peserta pelatihan. Pada tahap evaluasi, dilakukan evaluasi mengenai antusias peserta mengikuti pelatihan dan kualitas hasil pelapisan yang dilakukan oleh peserta pelatihan. Peserta pelatihan berjumlah 40 orang yang berasal dari kelompokkelompok pengerajin yangada di lingkungan desa Kapal. Nama dan asal peserta terlihat pada Tabel 1. Tabel 1 Data Peserta Pelatihan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

Nama Peserta Made Sudana Ketut Wage Kawi Jaya Nyoman Gelgel Ketut Cipta Wayan Konten Darmawan Sudarma Darmika Wayan Sari Ni Nengah Minten Anggreni Suartini Ni Ketut Ari Kusumayanti Luh Ayu Toni Nyoman Pasek Luh Darsini Nyoman Catrini Ni Ketut Sudiati Komang Wardani Nanik Selyati Luh Sarmini Desak Made Komang Lodri Gusti Alit

Alamat Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka

PKMM-5-11-6

28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40

Gede Lecir Wayan Kuat Made Cingak Ketut Lipur Wayan Mona Made Pageh Made Deden Putu Winasta Ari Sudani Sumini Nengah Sulastri Ni Ketut Siring Nyoman Koti

Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka Br. Cepaka

Dari pelatihan ini, pengerajin gapura di desa Kapal mengetahui perbandingan dosis campuran semen keramik, cat tembok, dan air yang tepat untuk melindungi/melapisi permukaan bangunan gapura yang terbuat dari campuran semen dan pasir dari gangguan faktor biologis (ditumbuhi oleh lumut) dan faktor non biologis (pengikisan oleh angin). Perbandingan dosis yang tepat antara semen keramik, cat tembok dan air adalah 1:1:3 (1 kg semen keramik : 1 kg cat tembok : 3 liter air). Selain itu, dari pelatihan ini, pengerajin gapura di desa Kapal juga mengetahui sekaligus mempraktekkan cara menggunakan campuran semen keramik, cat tembok, dan air dengan tepat untuk dapat melindungi/melapisi permukaan bangunan gapura yang terbuat dari campuran semen dan pasir dari gangguan faktor biologis (ditumbuhi oleh lumut) dan faktor non biologis (pengikisan oleh angin). Caranya yaitu dengan melapisi bangunan gapura tersebut sebanyak dua kali pelapisan secara merata di seluruh permukaan bangunan gapura. Dari pelaksanaan pelatihan ini, masyarakat menjadi tahu dan terampil dalam hal: 1) menentukan perbandingan dosis antara campuran semen keramik, cat tembok, dan air dengan perbandingan 1 : 1 : 3, dan 2) melapisi bagian bangunan gapura dengan menggunakan campuran semen keramik, cat tembok, dan air dengan teknik pelapisan sebanyak dua kali pelapisan. Evaluasi produk menunjukkan bahwa jumlah dan antusiasme peserta yang mengikuti pelatihan ini sangat tinggi. Pelatihan ini diikuti oleh 40 orang peserta yang merupakan masyarakat pengerajin bangunan gapura di desa Kapal, kecamatan Mengwi, kabupaten Badung- Bali. Evaluasi hasil menunjukkan sebanyak 90% peserta pelatihan terampil menggunakan campuran semen keramik, cat tembok, dan air dengan tepat untuk dapat melindungi/melapisi permukaan bangunan gapura yang terbuat dari campuran semen dan pasir dari gangguan faktor biologis (ditumbuhi oleh lumut) dan faktor non biologis (pengikisan oleh angin). Perbandingan dosis yang tepat antara semen keramik, cat tembok, dan air adalah 1 : 1 : 3 (1 kg semen keramik : 1 kg cat tembok : 3 liter air). Jika menggunakan perbadingan dosis yang berbeda, misalnya 1 : 1 : 2 (airnya lebih sedikit) dapat juga digunakan, namun hasil campuran akan lebih kental. Sehingga bahan yang dihabiskan untuk melapisi bangunan gapura akan lebih banyak.

PKMM-5-11-7

Sedangkan jika menggunakan perbandingan 1 : 2 : 3 (cat temboknya lebih banyak) akan mengakibatkan daya rekat bahan pelapis menjadi berkurang, sehingga daya tahan pelapis untuk melindungi bangunan gapura dari faktor non biologis (pengikisan oleh angin) akan berkurang pula. Demikian juga jika menggunakan perbandingan dosis 2 : 1 : 3 akan mengakibatkan bahan pelapis terlalu halus sehingga menutupi tekstur bangunan gapura. Cara menggunakan campuran semen keramik, cat tembok dan air dapat dapat dipaparkan menjadi beberapa langkah, yaitu: 1) mempersiapkan alat dan bahan, 2) mencampurkan semen keramik dengan air, dengan perbandingan dosis yang tepat yaitu 1 : 3, yaitu 1 kg semen keramik dicampur dengan 3 liter air. Kemudian campuran tersebut ditambahkan dengan 1 kg cat tembok lalu diaduk sampai merata. Untuk memperoleh campuran yang baik, air dicampur sedikit demi sedikit dengan semen keramik. Hasil campuran tersebut kemudian dicampur sedikit demi sedikit dengan cat tembok sambil diaduk secara perlahan sampai tercapur dengan merata, 3) setelah campuran tercampur secara merata, maka campuran tersebut siap digunakan untuk melapisi permukaan bangunan gapura. Cara menggunakan yang baik adalah dengan cara memoleskan campuran tersebut ke permukaan bangunan gapura dengan menggunakan kuas. Sebelum bangunan gapura dilapisi dengan campuran, terlebih dahulu dibersihkan dari kotoran atau debu. Teknik pemolesan/ pelapisan dengan campuran dilakukan dengan dua kali pelapisan. Pelapisan kedua dilakukan setelah hasil pelapisan pertama kering. Jika hanya dilakukan satu kali pelapisan, warna bangunan gapura masih pudar karena pelapis yang digunakan diserap oleh pori-pori bangunan gapura, sedangkan jika dilakukan pelapisan lebih dari dua kali, dari segi warna bangunan akan lebih terang, namun akan memerlukan kuantitas campuran yang lebih banyak. Evaluasi produk menunjukkan atusiasme masyarakat terhadap pelatihan sangat tinggi. Dari 40 peserta yang diundang, semuanya hadir dan bahkan ada anggota masyarakat lain yang tidak bekerja sebagai pengerajin juga turut menonton pelatihan dan mereka sangat tertarik untuk mencoba sendiri di rumah mereka. Para peserta aktif terlibat mengikuti proses pelatihan terutama pada tahap praktek pelapisan. Setelah dilakukan evaluasi hasil, diketahui bahwa peserta pelatihan setelah mengikuti pelatihan terampil menggunakan campuran semen keramik, cat tembok, dan air untuk melindungi permukaan bangunan gapura yang terbuat dari campuran semen dan pasir. Setelah mencoba di tempat pelatihan sudah ada masyarakat yang menggunkan campuran semen keramik, cat tembok, dan air untuk melindungi permukaan bangunan gapura yang terbuat dari campuran semen dan pasir. Bahkan ditemukan bangunan lain yang terbuat dari campuran semen dan pasir menggunakan pelapis dari campuran semen keramik, cat tembok, dan air untuk melindungi permukaan bangunan tersebut.

KESIMPULAN Berdasarkan kegiatan pelatihan, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan, yaitu: 1) perbandingan dosis antara semen keramik, cat tembok, dan air yang tepat agar efektif untuk melindungi permukaan bangunan yang terbuat dari campuran semen dan pasir dari kerusakan yang diakibatkan oleh faktor biologis dan non biologis adalah adalah 1 : 1 : 3 (1 kg semen keramik : 1 kg cat tembok : 3 liter

PKMM-5-11-8

air), dan 2) cara menggunakan campuran semen keramik, cat tembok, dan air untuk melindungi bagian-bagian bangunan yang dibuat dengan campuran semen dan pasir dari kerusakan yang diakibatkan oleh faktor biologis dan non biologis yaitu dengan memoleskan campuran semen keramik, cat tembok, dan air sebanyak dua kali pelapisan.

PKMM-5-12-1

PERANCANGAN DAN SIMULASI SISTEM SIRKULASI UDARA BERSIH DI PUSKESMAS UNTUK MEMINIMALISASI PENULARAN PENYAKIT MELALUI UDARA Cucu Marlia, Irmayanti, Tanti Resminawati, Riki Rinaldi Idham Teknik Refrigerasi dan Tata Udara / Teknik Pendingin dan Tata Udara Politeknik Negeri Bandung, Bandung ABSTRAK Puskesmas merupakan salah satu fasilitas pendukung pemerintah yang memerlukan pengendalian kualitas udara. Kondisi dari sistem sirkulasi udara dalam suatu ruangan, khususnya ruang tunggu dan ruang periksa Puskesmas memegang peranan sangat penting dalam proses pemeriksaan. Untuk itu diperlukan suatu ruang yang memiliki sistem sirkulasi udara yang baik. Penataan sistem sirkulasi udara sangat berperan penting untuk meminimalisasi penularan penyakit melalui udara. Selain itu, pengaturan udara (pola dan kecepatan aliran), pergantian udara, serta kehigienisan udara di dalam ruangan harus dapat terpenuhi khususnya untuk balai-balai pengobatan seperti rumah sakit, puskesmas, dan tempat-tempat praktek dokter lainnya. Filter udara berfungsi menyaring udara yang akan disirkulasikan terhadap ruangan. Pada perancangan ini digunakan dua jenis filter yaitu pre filter yang diletakkan pada masukan udara luar yaitu inlet fan suplai dengan efisiensi 30 % dan medium filter yang diletakkan pada masukan udara ruangan dengan efisiensi 85 %. Sedangkan untuk menarik udara dari luar ruangan digunakan fan supply jenis sentrifugal, dan untuk mengeluarkan udara kotor dari dalam ruangan digunakan fan exhaust jenis fan axial. Konstruksi ceiling plenum air supply dirancang miring dan terdapat lubang-lubang agar aliran udaranya laminar vertical ke bawah. Konstruksi lantai terbuat dari dua bahan yang berbeda yaitu plat yang dilubangi dan keramik secara selang seling. Rongga atau saluran udara bawah tanah dibuat dengan cara menggali bagian bawah lantai untuk mengalirkan udara kotor ke ducting exhaust. Ducting exhaust dibuat berdiri melebihi tinggi bangunan karena dikhawatirkan udara dari dalam ruangan mengandung banyak kuman penyakit. Mengingat kesehatan merupakan salah satu kebutuhan yang sangat vital bagi masyarakat, perlu dicarikan solusi alternative untuk memecahkan permasalahan tersebut, salah satunya dengan penataan sistem sirkulasi udaranya. Sistem ini dilengkapi dengan fan supply sebagai inlet dan fan axial sebagai outlet, serta filter udara. Berdasarkan hal tersebut, penulis berusaha untuk membuat simulator untuk memberikan gambaran tentang cara kerja dari sistem sirkulasi udara khususnya pola aliran udara di dalam ruang tunggu Puskesmas. Dalam simulator ini, ada beberapa komponen yang diganti dengan komponen lain yang memiliki fungsi yang sama. Kata kunci

: puskesmas, penyakit menular, udara bersih, laminar vertical

PENDAHULUAN Peran Puskesmas di Indonesia berada di urutan pertama dalam upaya pemerintah untuk menjamin kesehatan seluruh masyarakat bagi semua golongan. Secara umum wilayah kerja Puskesmas meliputi kecamatan padat penduduk,

PKMM-5-12-2

kelurahan, dan desa. Menurut data direktorat jendral kesehatan masyarakat, Depkes, pada tahun 2003 terdapat 7452 Puskesmas yang tersebar di seluruh Indonesia, dan untuk wilayah Jawa Barat terdapat 972 Puskesmas. Puskesmas berperan sebagai pihak utama yang menyediakan perawatan kesehatan bagi masyarakat, khususnya masyarakat miskin, maka penting untuk memastikan bahwa Puskesmas dapat terus menyediakan fasilitas pelayanan yang memadai khususnya untuk sistem sirkulasi udara yang baik. Penataan sistem sirkulasi udara sangat berperan penting untuk meminimalisasi penularan penyakit melalui udara. Selain itu, pengaturan udara (pola dan kecepatan aliran), pergantian udara, serta kehigienisan udara di dalam ruangan harus dapat terpenuhi khususnya untuk balai-balai pengobatan seperti rumah sakit, puskesmas, dan tempat-tempat praktek dokter lainnya. Penggunaan masker yang selama ini dilakukan dinilai belum cukup mengurangi penularan penyakit. Ini terbukti dengan semakin meluasnya penyakit-penyakit pernafasan. Dengan menempatkan sistem sirkulasi yang baik, diharapkan dapat mengurangi penularan penyakit. Penyebaran penyakit melalui udara seperti penyakit-penyakit pernafasan SAR, Influenza, TBC, Flu Burung sangat sulit ditangani. Selain virus yang tidak dapat dilihat oleh mata telanjang, juga kebutuhan untuk bernafas yang tidak dapat di tunda. Penderita penyakit pernafasan rata-rata dari golongan ekonomi menengah ke bawah. Sehingga sasaran utama tempat berobat/ pengobatan penyakit adalah Puskesmas. Apalagi di pedesaan yang belum terdapat rumah sakit ataupun dokter praktek. Mengamati pentingnya peran Puskesmas untuk masyarakat, alangkah lebih baiknya jika Puskesmas di seluruh Indonesia memiliki sistem tata udara yang baik. Mengingat kesehatan merupakan kebutuhan primer dalam kehidupan manusia maka diharapkan permasalahan ini bisa segera diatasi, salah satunya dengan penataan sistem sirkulasi udara yang baik pada ruang tunggu dan ruang pemeriksaan di Puskesmas. Sistem Tata Udara Bersih Secara Umum Rumah sakit atau tempat – tempat pengobatan umum merupakan jenis bangunan yang berbeda, dimana lingkungan sekitarnya harus dijaga agar tetap bersih untuk menjaga penyebaran dan berkembangnya bakteri patogenik. Oleh karena itu, ruangan yang tersedia hendaknya dibagi menjadi beberapa daerah, sehingga tidak terjadi pencampuran udara yang mengandung kuman penyakit. Perbedaan dasar antara sistem tata udara untuk fasilitas kesehatan dengan bangunan lainnya adalah : • Aliran udara yang terbatas antara ruang yang satu dengan yang lainnya. • Syarat khusus bagi ventilasi dan infiltrasi, untuk membersihkan kontaminasi seperti mikroorganisme yang hidup di udara, virus, radioaktif dan zat- zat kimia yang berbahaya. • Dibutuhkan temperatur dan kelembaban tertentu untuk ruanganruangan tertentu. • Dibutuhkan perancangan yang akurat untuk pengontrolan kondisi lingkungan. •

PKMM-5-12-3

Kualitas Udara Kriteria udara yang baik dalam suatu ruangan diantaranya adalah: • Udara harus bebas dari debu, kotoran, bau, dan polutan (zat pengotor) kimia dan radioaktif. • Udara masuk dari luar (outside air intakes) harus ditempatkan jauh dari cerobong asap tempat pembakaran, keluaran pembuangan ventilasi, tempat parkir atau gas beracun lainnya • Exhaust Outlets, pemasangan lokasi exhaust minimum 3 meter di atas permukaan tanah dan jauh dari pintu, lokasi kerja, dan jendela yang terbuka. • Pemasangan filter udara : 9 HEPA filter yang memiliki efisiensi tinggi digunkan untuk ruang - ruang yang sensitive terhadap infeksi, leukemia, luka baker, transplant organ, dll 9 Filter harus dipasang secara benar untuk mencegah terjadinya kebocoran 9 Manometer dipasang pada sistem filter untuk mengetahui drop tekanan keluaran filter 9 Aliran udara untuk ruang operasi dan ruang – ruang yang sensitive terhadap infeksi adalah aliran udara laminar searah. Fungsi utama sistem tata udara bersih di Puskesmas adalah mengatur aliran/ pola udara di dalam ruangan untuk meminimalisasi penularan penyakit. Untuk mengatasi hal ini, pada sistem perlu ditambahkan komponen-komponen penapis udara. Dari sudut pandang sistem tata udara, faktor yang paling menentukan adalah efisiensi penapis dan frekuensi pertukaran udara. Untuk perancangan, filter yang digunakan adalah jenis low efficiency air filter dan middle efficiency air filter dengan efisiensi 50-60 % dan 80-90 %. Pengaturan Tekanan Udara Di Puskesmas Puskesmas khususnya ruang tunggu dan ruang pemeriksaan kesehatan, memerlukan udara yang bersih, oleh karena itu harus diberi tekanan yang relatif positif terhadap kamar yang berdampingan dan lingkungan sekitarnya. Tekanan positif berfungsi untuk menghambat udara dari luar ruangan masuk, contohnya pada saat buka-tutup pintu. Tekanan positif diperoleh dengan pengaliran udara yang lebih banyak ke dalam ruangan dibanding dengan udara yang dikeluarkan dari ruangan tersebut. Perbedaan tekanan dapat dijaga hanya dengan ruangan yang benar-benar tertutup. Pola Aliran Udara Dan Pergantian Aliran Udara Ruangan Aliran udara laminar di dalam ruangan didefinisikan sebagai aliran udara sejajar ke satu arah jika tidak diberi penghalang. Pola aliran udara laminar ini biasanya dicapai pada kecepatan 90 fpm ± 20 fpm atau 0.46 m/s ± 0.1 m/s (ASHRAE Hand Book. 1987).

PKMM-5-12-4

Gambar 1. Aliran Udara Laminar Untuk Ruang Pemeriksaan Pengaturan aliran udara ruang pemeriksaan dan ruang tunggu di Puskesmas berfungsi untuk meminimumkan kontaminasi antara pasien dan dari pasien ke tim medis. Di dalam ruang dengan pola aliran udara yang tidak terarah, sangat mungkin sekali seorang pasien tertular oleh pasien lainnya (khususnya untuk ruang tunggu), dan seorang medis tertular penyakit dari pasien yang sedang memeriksakan kesehatannya. Seorang pasien dapat bertindak sebagai penerima kuman penyakit (reseptor) ataupun menjadi penular (sumber kuman). Dengan demikian, pengaturan pola aliran udara laminar vertikal sangat penting untuk meminimalisasi penularan penyakit melalui udara. METODE PENDEKATAN Dalam pelaksanaan penelitian ini, metodologi yang digunakan adalah sebagai berikut : • Studi Literatur Pada tahap ini, penulis mencari dan memahami literatur yang terkait dengan sistem tata udara khususnya yang berkaitan dengan sistem sirkulasi udara di dalam ruangan, pola aliran udara yang akan digunakan dan perhitungan-perhitungan perancangan sistem. Berdasarkan itu, penulis mencoba menentukan data yang perlu dikumpulkan. • Teknik Pengumpulan data (a) Pendekatan masalah Dilakukan dengan cara pengamatan langsung di Puskesmas pada saat studi dilaksanakan. (b) Sumber data Proses pengumpulan data penulis menggunakan beberapa sumber, yaitu : 1. Untuk data-data studi lapangan penulis mendapat sumber dari pembimbing dan paramedis yang terkait langsung di Puskesmas. 2. Untuk data-data studi kepustakaan didapat dari sumber buku yang terkait dengan topik penulisan

PKMM-5-12-5







Teknik Analisa dan Evaluasi Data a. Evaluasi data Tahap ini diperlukan untuk mengevaluasi data yang diperoleh selama studi lapangan. Pada tahap ini penulis akan mambuat list data yang berkaitan dengan Puskesmas dan pengunjungnya serta data tentang faktor-faktor penyebab terjadinya penularan penyakit melalui udara serta evaluasi dari data-data tersebut. b. Teknis Perhitungan Perancangan Sistem Pada tahap ini penulis akan melakukan perhitungan kapasistas fan dan penentuan jenis fan supply dan fan exhaust yang akan disimulasikan. c. Teknis Pembuatan Simulator Sistem Sirkulasi Udara Bersih Pada tahap ini akan dilakukan pembuatan simulator sistem sirkulasi udara bersih di Puskesmas sebagai simulasi pola aliran udara di ruang tunggu Puskesmas Sukarasa. Pengujian Sistem Pengujian sistem merupakan bagian terpenting dari suatu perancangan. Pada tahap ini penulis akan melakukan beberapa pengujian pada proses pembuatan simulator sistem. Kemudian, pada tahap pengujian tersebut juga dilakukan perbaikan dan penyempurnaan apabila sistem tadi dirasakan tidak atau kurang tepat.. Analisa Setelah melakukan pengujian pada sistem yang telah direalisasikan, maka akan diperoleh data hasil pengujian. Data tersebut akan dianalisa, apabila telah sesuai maka penulis akan menyimpulkan hasil pengujian dan analisa tersebut.

Tempat dan Waktu Pelaksanaan Tempat Pelaksanaan : 1.Puskesmas Sukarasa – Bandung 2.Bengkel Mekanik Sistem Tata Udara, Teknik Refrigerasi dan Tata Udara – POLBAN 3.Ciwaruga Waktu Pelaksanaan : Januari 2006– Juli 2006 Alat dan Bahan yang digunakan Alat yang digunakan : 1. Kamera digital 2. Meteran 3. Obeng Plus 4. Obeng minus 5. Mesin Bor tangan 6. Gergaji Besi 7. Tool Box 8. Gunting Plat 9. Cutter 10. Gunting

1 bh 1 bh 1 bh 1 bh 1 set 1 bh 1 set 1 bh 1 bh 1 bh

Bahan yang digunakan: 1. Acrilic 2mX1m 2. Fan Sentrifugal

2 lbr 1 bh

PKMM-5-12-6

3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

Fan Axial Penyiku Stainless ∟ 3/8 Penyiku Stainless U Penyiku Besi ∟ 4cm Penyiku □ 1inc Lem Acrilic Lem Penyiku Cat Putih Plat Bolong Penyiku Stainless ┴

1 bh 30 m 6m 18 m 1m 5 btl 10 btl 600 ml 1 Set 3m

HASIL DAN PEMBAHASAN Pendekatan Geografis Wilayah Kerja Puskesmas Sukarasa Puskesmas Sukarasa merupakan salah satu aset pemerintah dalam pelayanan kesehatan yang terletak di Kelurahan Sukarasa RT/ RW 01/06, Kecamatan Sukasari dengan luas tanah 585,40 m2 dan luas bangunan 214,43 m2 . Wilayah kerja Puskesmas Sukarasa adalah Keluarahan Gegerkalong dan Kelurahan Sukarasa berada di wilayah utara Kota Bandung dengan ketinggian lebih dari 1000m di atas permukan laut. Kondisi iklim setempat berupa iklim pegunungan sejuk, dingin, dan lembab. Tabel 1. Situasi Geografis Puskesmas Sukarasa Tahun 2005 N o

1 2

Nama Keluara han Gegerka long Sukaras a

Luas Wilayah KM2 167,766 ha 128,021 ha

Jumla h RW/ RT

Pembagian Luas Wilayah

08/56

Dataran 165,50 ha

07/38

127 ha

Perbu kitan 2,266 ha 1,02 ha

Jarak Terjauh ke Puskes mas 5 KM 4 KM

Rata-rata Waktu Tempuh ke Puskesmas Roda 2 15 mnt 10 mnt

Roda 4 20 mnt 15 mnt

Gambar 2. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Sukarasa

Jalan kaki 1 jam 50 mnt

PKMM-5-12-7

Kelurahan Gegerkalong dan Kelurahan Sukarasa berada pada daerah dataran tinggi dengan kondisi tanah yang stabil. Beberapa kasus penyakit yang sering menyerang wilayah ini adalah demam berdarah dan diare. Pada tahun 2004, di kelurahan Gegerkalong terjadi peningkatan jumlah kasus demam berdarah, sedangkan untuk kasus Endemik saluran pernafasan TB paru penderitanya banyak berasal dari wilayah kelurahan Sukarasa. Padatnya lokasi perumahan dengan tanpa memperhatikan aspek kesehatan di wilayah Kelurahan Gegerkalong dan Kelurahan Sukarasa, mengakibatkan penularan penyakit terjadi begitu cepat. Keadaan Kesehatan Wilayah Kerja Puskesmas Sukarasa Pada tahun 2005, jumlah keseluruhan kematian yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas Sukarasa adalah 70 jiwa. Kebanyakan kasus kematian ini diakibatkan oleh penyakit degeneratif atau penyakit penurunan fungsi tubuh. Seperti terlihat pada Tabel Jumlah Kematian Penduduk Puskesmas Sukarasa Berdasarkan Penyebab Kematiannya. Tabel 2. Jumlah Kematian Penduduk Puskesmas Sukarasa Berdasarkan Penyebab Kematiannya. No

Penyebab Kematian

Jenis Kelamin

Kelompok Umur

L

< 1 th

P

1 - 4 th

Jumlah 5 -15 th

15 - 45 th

46 - 64 th

> 65 th

Kelurahan Gegerkalong 1

Hipertensi

2

2

-

-

-

-

2

2

4

2

Asma

-

1

-

-

-

-

1

-

1

3

Gastritis Kronik

1

-

-

-

-

-

1

-

1

4

Jantung

2

1

-

-

-

-

2

1

3

5

DM

1

-

-

-

-

-

-

1

1

6

Stroke

3

1

-

-

-

-

2

2

4

7

Leukimia

1

-

-

-

-

1

-

-

1

10

5

0

0

0

1

8

6

15

Hipertensi

10

8

-

-

-

-

6

12

18

2

Jantung

6

5

-

-

-

-

4

7

11

3

Ginjal

2

1

-

-

-

2

1

-

3

4

Hepatitis

1

1

-

-

-

1

1

-

2

5

Asma

1

2

-

-

-

-

1

2

3

6

Ca

1

-

-

-

-

-

-

1

1

7

BPH

1

-

-

-

-

-

1

-

1

8

Stroke

6

3

-

-

-

-

4

7

11

9

DM

2

3

-

-

-

-

2

3

5

Jumlah

30

25

-

-

-

3

20

32

55

Total

40

30

0

0

0

4

28

38

70

Jumlah Kelurahan Sukarasa 1

b) Data Bangunan • Dimensi

PKMM-5-12-8

Gambar 3. Dimensi Ruang Tunggu dan Ruang Periksa Puskesmas Sukarasa •

Konstruksi bangunan

Gambar 4. Konstruksi Bangunan Puskesmas c) Rencana Perancangan Sistem Sirkulasi Udara • Perencanaan Ducting Dalam perencanaan, ducting yang digunakan terbuat dari plat seng, sedangkan untuk simulator bahan ducting yang digunakan adalah acrilic. Ducting exhaust dibuat berdiri melebihi tinggi bangunan karena dikhawatirkan udara dari dalam ruangan mengandung banyak kuman penyakit • Perencanaan Atap Konstruksi ceiling plenum air supply dirancang miring dan terdapat lubang-lubang agar aliran udaranya laminar vertical ke bawah. • Perencanaan Lantai Konstruksi lantai terbuat dari dua bahan yang berbeda yaitu plat yang dilubangi dan keramik secara selang seling. Rongga atau saluran udara bawah tanah dibuat dengan cara menggali bagian bawah lantai untuk mengalirkan udara kotor ke ducting exhaust.. • Perencanaan Fan Supply dan Exhaust Peletakan fan supply di bagian belakang Puskesmas dengan pertimbangan kondisi udara lebih bersih, karena terdapat tumbuhtumbuhan serta tidak terkontaminasi langsung dari polutan kendaraan bermotor. Fan exhaust diletakan pada keluaran ducting exhaust untuk menarik udara kotor dari ruangan ke luar ruangan. • Perencanaan Pemasangan Filter Udara

PKMM-5-12-9

Pada perancangan ini digunakan dua jenis filter yaitu pre filter yang diletakkan pada masukan udara luar yaitu inlet fan suplai dengan efisiensi 30 % dan medium filter yang diletakkan pada masukan udara ruangan dengan efisiensi 85 %. d) Perhitungan Perhitungan yang dilakukan meliputi perhitungan ducting, perhitungan atap, perhitungan lantai, perhitungan fan supply dan exhaust, perhitungan pemasangan filter udara. e) Penentuan Bahan • Ducting pada simulator terbuat dari Acrylic 2mm dengan pertimbangan agar terlihatnya arah aliran/ pola aliran udara serta untuk memudahkan dalam proses pengujian. • Plafon pada simulator terbuat dari plat besi bolong dengan lebar 39cm dan panjang 67cm. • Lantai Sebagian lantai terbuat dari bahan acrylic, dan sisanya terbuat dari plat besi bolong. Penggunaan plat besi berongga untuk memudahkan proses pengeluaran udara dari ruangan ke luar. • Fan Supply dan Exhaust Fan supply yang digunakan dalam pembuatan simulator ini adalah jenis fan sentrifugal, dengan spesifikasi sebagai berikut : ¾ Merk : Chuan Chyi Machine ¾ Jenis : Motor Induksi 3 Fasa ¾ Model : HFED 01 ¾ Daya : ¼ Hp ¾ Tegangan : 220 V / 380 V ¾ Frekuensi : 50 Hz / 60 Hz ¾ Putaran : 2850 rpm / 3450 rpm ¾ Fan exhaust yang digunakan dalam pembuatan simulator ini adalah jenis fan axial, dengan spesifikasi sebagai berikut : ¾ Merk : San Ace ¾ Jenis : Motor Induksi 1 Fasa ¾ Model : 109S025 ¾ Daya : 14 watt / 12 watt ¾ Tegangan : 230 V : 50 Hz / 60 Hz ¾ Frekuensi ¾ Arus : 0.08 A / 0.07 A ¾ Produksi : Sanyo Denki • Pemasangan Filter Udara Filter Udara yang digunakan dalam pembuatan simulator ini terdiri dari 2 tingkatan yaitu : a. Pre Filter Pre filter yang digunakan tersebut diletakkan pada masukan udara luar yaitu inlet fan suplai dengan spesifikasi sebagai berikut : ¾ Merk : ACS ¾ Type : T-10/250 ¾ Konstruksi Rangk : Karton 4 mm

PKMM-5-12-10

¾ Diameter (mm) : 17 ¾ Kelas : Pre Filter ¾ Warna : Putih ¾ Tebal : 8 mm ¾ Effisiensi : 30 % ¾ ∆P : 10 Pa b. Medium Filter Medium filter yang digunakan tersebut diletakkan pada masukan udara ruangan dengan spesifikasi sebagai berikut : ¾ Merk : ACS ¾ Type : T-15/350 ¾ Konstruksi Rangka: Karton 4 mm ¾ Ukuran (mm) : 200 x 86 ¾ Kelas : Medium Filter ¾ Warna : Putih ¾ Tebal : 20 mm ¾ Effisiensi : 85 % ¾ ∆P : 25 Pa Sistem Kelistrikan

f)

ANALISIS KURVA KEMAJUAN PELAKSANAAN PROGRAM 120

Persentase (%)

100

100 85,2

80 74,2 60 52,2 40 33,2 20

44,8

40,6

14,8 11

22,2 17

49,5

53,2

38,5 31,1

28,1

24,4

49,5

Proses Pengerjaan Yang Telah Dilakukan

Pengujian Simulator Sistem

Pembuatan Laporan

Jenis Kegiatan

Pembuatan Simulator Sistem

Perancangan Simulator Sistem

Evaluasi

Analisa Data

Perancangan Sistem Sirkulasi

Pengumpulan Data

Studi Literatur

0

Proses Pengerjaan Yang Harus Diakukan

Proses pengerjaan hingga pembuatan laporan ini, kami tengah melakukan pengujian pada filter untuk proses perancangan di Puskesmas Sukarasa. Ketidaksesuaian antara proses pengerjaan yang harus dilakukan (sesuai jadwal) dan proses pengerjaan yang telah dilakukan dikarenakan berbagai kendala. Hampir pada setiap pekerjaan mempunyai kendala tersendiri dalam pengerjaannya. Perancangan dan pembuatan simulator telah mengalami proses pengerjaan ± 50 %. Adapun kendala - kendala yang kami hadapi dan solusi –

PKMM-5-12-11

solusi yang kami lakukan untuk mengatasi kendala tersebut selama proses pengerjaan kegiatan ini adalah sebagai berikut : Tabel 3. Kendala Yang Dihadapi Selama Proses Kegiatan Berlangsung No

1

Kegiatan

Studi Literatur

Kendala

Terbatasnya referensi yang berkaitan dengan Sistem Sirkulasi Udara Bersih di Puskesmas

Solusi Menggunakan standar yang telah ada dengan pertimbangan kesamaan dalam fungsi Mencari referensi dengan browsing ke Internet dan ke Perpustakaan Konsultasi dengan Arsitek mengenai standar bangunan di Indonesia

2 Pengumpulan Data

Jam kerja Puskesmas sama dengan jadwal kuliah sehingga proses pengambnilan data terhambat

Menggunakan jam kuliah

Menggunakan standar yang telah ada dengan pertimbangan kesamaan dalam fungsi Mencari referensi dengan browsing ke Internet dan ke Perpustakaan Konsultasi dengan Arsitek mengenai standar bangunan di Indonesia

3

Perancangan Sistem Sirkulasi Udara

Terbatasnya referensi yang berkaitan dengan Sistem Sirkulasi Udara Bersih di Puskesmas sehingga proses perancangan terhambat

4

Perancangan pembuatan Simulator Sistem Sirkulasi Udara Bersih

Kurang efektifnya mengunakan sarana dan prasarana yang tersedia

Melaksanakan pembuatan alat di kost-an dengan fasilitas tool box seadanya

Kesulitan utama yang dihadapi dalam pembuatan alat ini adalah: - Kurang efektifnya menggunakan sarana dan prasarana yang tersedia - Kurangnya referensi yang berhubungan dengan pengkondisian udara di Puskesmas. KESIMPULAN Dari hasil analisa dan observasi yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Proses pengerjaan simulator yang telah kami lakukan adalah sekitar ± 50 % 2. Pembuatan simulator sistem sirkulasi udara di ruang tunggu Puskesmas bertujuan untuk memperlihatkan pola aliran udara dari hasil rancangan sistem sirkulasi udara yang kami rancang. 3. Bahan yang digunakan untuk pembuatan simulator ini adalah acrylic, bahan tersebut dipilih agar aliran udara pada ruangan dapat terlihat jika diberikan asap pada ruangan. 4. Dalam tahap perancangan saat ini belum mencapai tahap pembuatan rangkaian kontrol kelistrikan. 5. Tahap pembuatan simulator ini juga belum mencapai tahap pemasangan fan supply dan fan exhaust 6. Tahap pembuatan simulator ini juga belum mencapai tahap pemasangan filter. Jenis filter yang digunakan yaitu pre filter yang diletakkan pada masukan udara luar yaitu inlet fan suplai dengan efisiensi 30 % dan medium filter yang diletakkan pada masukan udara ruangan dengan efisiensi 85 %.

PKMM-5-12-12

Program yang kami laksanakan memiliki beberapa kekurangan sehingga perlu banyak pengembangan yang harus dilakukan, diantaranya : 1. Pengontrolan kecepatan fan dengan menggunakan inverter. 2. Penambahan sinar ultraviolet pada fan exhaust untuk membunuh bakteri dan kuman penyakit DAFTAR PUSTAKA 1. ASHRAE HANDBOOK. HVAC Sistem and Application. 1987. Chapter 23 dan 32. [2] 2. Arismunandar, Wiranto. 1991. Penyegaran Udara. Jakarta : PT.Pradnya Paramita. G. Pita, Edward. Air Conditioning Principle. 1981. Kanada: Willey ns, inc. 3. Murad, Edmond. Analisa Sistem Tata Udara Ruang Bedah Pada Instalasi Bedah Sentral Di RSUP Semarang. 1996. Semarang. 4. Stoecker, W. F dan W. Jones. 1987. Refrigerasi dan Pengkondisian Udara. Jakarta: Penerbit Erlangga.

PKMM-5-13-1

PEMANTAUAN GIZI BURUK DI PUSKESMAS RANCABUNGUR DESA SUKARINDIK INDIHIANG, KOTA TASIKMALAYA TAHUN 2005 Heni Wahyuni, Hevi Husnul Khotimah, Inan Nuraeni Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Respati, Tasikmalaya ABSTRAK Kata kunci:

PKMM-5-14-1

PEMBINAAN PENGOLAHAN JAMBU BIJI (PSIDIUM GUAJAVA) BAGI ANGGOTA KOPERASI "RAM" BANTUL YOGYAKARTA Surini, Wiwik Purwanti, Fakhrotun Nisa Akademi Pariwisata Buana Wisata, Yogyakarta ABSTRAK Kata kunci:

PKMM-5-15-1

PELATIHAN OLAH QALBU (HATI) UNTUK MENINGKATKAN KOMITMEN TERHADAP ORGANISASI PADA PEGAWAI BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA (BKN) PUSAT Ferdinan Eka Lasmana, Danang Argo Sujiwo, Sa’diyaturrohmah Fakultas Psikologi Universitas Wangsa Manggala Yogyakarta ABSTRAK Komitmen anggota-anggota di dalam organisasi dibutuhkan untuk keberlangsungan hidup organisasi. Salah satu upaya dalam mewujudkan komitmen yang kuat terhadap organisasi adalah melalui Pelatihan Olah Qalbu (hati). Rendahnya komitmen memberikan kerugian tidak hanya kepada organisasi, tetapi juga kerugian kepada diri individu. Pegawai dapat memperoleh imbalan berdasarkan pada sejauhmana ia mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik dan benar. Pengukuran tingkat komitmen terhadap organisasi dilakukan kepada 10 orang pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN) Pusat pada saat sebelum dan sesudah pelatihan. Hasil menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan tingkat komitmen pegawai terhadap organisasi pada sebelum dengan sesudah Pelatihan Olah Qalbu (hati) (p=0,009, t=-2,601). Kata kunci : Pelatihan Olah Qalbu, Komitmen Organisasi PENDAHULUAN Tantangan perkembangan jaman seperti globalisasi, persaingan industri, tingginya jumlah pengangguran, dan kelangkaan calon karyawan yang terampil mendorong para eksekutif dalam suatu perusahaan atau organisasi untuk bertindak inovatif dan kreatif. Tindakan tersebut dapat terlihat melalui penciptaan peluang atau kesempatan dari setiap tantangan yang ada menjadi faktor pendukung dalam perkembangan perusahaan atau organisasi. Selaku eksekutif diharapkan mampu menemukan loncatan-loncatan strategi organisasi dalam menghadapi persaingan yang semakin pesat. Sumber daya manusia merupakan aspek yang perlu diperhatikan dalam upaya pencapaian tujuan dan pengembangan organisasi. Menurut Lado dkk. (dalam Vitasari, 2002), sumber daya manusia memiliki kemampuan untuk merumuskan visi dan strategi organisasi, serta kemampuan untuk memperoleh dan mengarahkan sumber daya lain dalam rangka mewujudkan visi dan menerapkan strategi organisasi. Tujuan organisasi berfungsi sebagai sumber motivasi dan identifikasi karyawan terhadap nilai-nilai organisasi, sehingga dapat menumbuhkan komitmen terhadap organisasi. Herschovitch dan Meyer (2002) menyatakan bahwa komitmen sebagai sebuah kekuatan pikiran (mindset) yang mengikat seseorang pada sebuah jalan tingkah laku yang relevan untuk satu tujuan atau lebih. Menurut Welsch dan La Van (dalam Oktorita, dkk., 2001), komitmen terhadap organisasi adalah sebuah dimensi perilaku yang penting dan dapat digunakan untuk menilai keterikatan karyawan pada organisasi. Perilaku karyawan yang memiliki komitmen organisasi tinggi terlihat melalui keinginan

PKMM-5-15-2

untuk melanjutkan partisipasinya secara aktif dan mengidentifikasikan diri pada organisasi. Karyawan yang telah lama berada di organisasi tetap mempertahankan keanggotannya agar tidak kehilangan investasi yang telah diberikan dari organisasi seperti dalam bentuk waktu (masa karir), uang, status, ketrampilan, maupun fasilitas. Karyawan yang memiliki alasan tersebut dalam dirinya mempunyai keinginan untuk mengadakan identifikasi dengan tujuan dan nilai organisasi, serta memperkuat keinginan untuk tetap berpartisipasi secara aktif dan tetap menjadi anggota organisasi yang merupakan bentuk komitmen perilaku terhadap organisasi (dalam Steers dan Porter, 1983). Perusahaan atau organisasi yang tidak mampu memenuhi kebutuhan yang diharapkan oleh karyawan dapat mengakibatkan karyawan tersebut melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan tujuan atau aturan yang telah ditetapkan dalam organisasi. Perilaku yang menyimpang dari aturan tersebut antara lain dengan melakukan tindakan korupsi terhadap perusahaan atau organisasi. Korupsi adalah tingkah laku individu yang berwujud penggunaan wewenang jabatan untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan merugikan kepentingan umum (dalam Indiyah, 2000). Menurut temuan Indonesian Corruption Watch (ICW) (2004) selama bulan Mei-Agustus 2004, pelaku yang melakukan korupsi ada dalam segala lapisan yaitu dari karyawan tingkat rendah sampai pejabat tinggi. Temuan tersebut menjelaskan sejumlah pelaku korupsi yaitu anggota KPUD sebanyak 1%, aparat hukum 1%, aparat Pemda 14%, Direktur BUMD 2%, Direktur BUMN 4%, Direktur Jendral 2%, Camat 2%, Direktur RSUD 1%, Eksekutif pemerintah 11%, kader parpol 4%, Kepala Dinas atau Badan 11%, Ketua Koperasi 1%, Ketua Lembaga Swasta 1%, Legislatif pemerintah 36%, pejabat desa 2%, perusahaan swasta 2%, dan pimpinan proyek 8%. Persentase jumlah pelaku korupsi banyak di lembaga-lembaga pemerintahan seperti lembaga Eksekutif Kepresidenan, Dinas atau Badan Pemerintah Daerah maupun Pusat, Lembaga Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat (dalam ICW, 2004). Perbuatan korupsi antara lain berupa penggelapan, penyogokan, penyuapan, manipulasi administrasi, pemerasan, barter kekuasaan politik dengan sejumlah uang, dan penyalahgunaan wewenang untuk mendapatkan komisi. Badan Kepegawaian Negara (BKN) merupakan instansi pemerintah Republik Indonesia yang memiliki kewenangan dalam mengeluarkan dan mensahkan Surat Keputusan Pengangkatan Golongan dan Pensiun Pegawai Negeri Sipil, serta bertugas melakukan penerimaan dan pendataan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) untuk seluruh wilayah di Indonesia. Fungsi dan tugas BKN tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974, Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999, dan Peraturan Pemerintah Nomor 11, 12, 13 tahun 2000. Badan Kepegawaian Negara (BKN) Pusat sebagai instansi pemerintah yang bertugas dalam administrasi dan pendataan pegawai negeri sipil yang berada di seluruh wilayah Indonesia, tidak dapat dipungkiri bahwa tindakan korupsi dapat terjadi pada badan milik pemerintah tersebut. Berdasarkan kuesioner yang tersebar 13 Juni 2005 pada sebagian karyawan yang bekerja di BKN Pusat menunjukkan bahwa keyakinan karyawan tentang nilai-nilai tanggung jawab terhadap pekerjaan masih tergolong rendah. Sebagian besar responden mengakui

PKMM-5-15-3

adanya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di Badan Kepegawaian Negara (BKN) Pusat. Bentuk penyimpangan tersebut antara lain manipulasi nilai kuitansi pembelanjaan instansi atau mark up anggaran yang tidak semestinya. Di sisi lain, karyawan BKN Pusat memiliki rasa kebanggaan menjadi anggota organisasi dan merasakan suatu kerugian apabila keluar dari organisasi tersebut. Menurut Mowday dkk. (dalam Oktorita, dkk., 2001), komitmen karyawan pada organisasi merupakan hubungan antara karyawan dengan organisasi. Hubungan tersebut merupakan orientasi karyawan pada organisasi, sehingga karyawan bersedia menyumbangkan energinya dan mengikatkan diri melalui aktivitas dan keterlibatan dalam organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Hubungan karyawan dengan organisasi tersebut menunjukkan bahwa terdapat bentuk komitmen secara sikap dan perilaku dari karyawan terhadap organisasi. Steers dan Porter (dalam Oktorita, dkk., 2001) menyatakan bahwa komitmen secara sikap mencakup identifikasi dengan organisasi, keterlibatan sesuai peran dan tanggung jawab pekerjaan, dan kehangatan atau kedekatan emosional, sedangkan komitmen secara perilaku meliputi kesediaan untuk menampilkan usaha, dan keinginan untuk tetap berada dalam organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen terhadap organisasi memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi organisasi, terlibat secara penuh dalam kegiatan organisasi, tumbuhnya loyalitas, dan afeksi positif terhadap organisasi berupa kedekatan secara emosional. Komitmen karyawan pada organisasi secara perilaku dapat terlihat melalui keinginannya untuk tetap bergabung dengan organisasi dalam jangka waktu yang lama. Meyer dan Allen (dalam Herscovitch, 2002) membagi komitmen organisasi ke dalam tiga komponen, yaitu komponen afektif yang berkaitan dengan emosional, identifikasi dan keterlibatan karyawan di dalam organisasi; komponen normatif yang berkaitan dengan perasaan-perasaan karyawan tentang kewajiban yang harus diberikan kepada organisasi; komponen continuance (berkelanjutan) yang berkaitan dengan persepsi karyawan tentang kerugian yang akan dihadapi, jika meninggalkan organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen terhadap organisasi ditandai dengan kesediaan karyawan untuk terlibat secara langsung dalam organisasi, bekerja dan berupaya untuk kemajuan organisasi, memberikan tenaga, pikiran atau ide, waktu untuk pengembangan dan kemajuan organisasi, serta berusaha untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi. Komitmen terhadap organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu karakteristik personal yang meliputi usia, masa jabatan, motif berprestasi, jenis kelamin, ras, dan faktor kepribadian; karakteristik pekerjaan yang meliputi kejelasan dan keselarasan peran, umpan balik, tantangan pekerjaan, otonomi, kesempatan berinteraksi, dan dimensi inti pekerjaan; karakteristik struktural yang meliputi derajat formalisasi, ketergantungan fungsional, desentralisasi, tingkat partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan fungsi kontrol dalam organisasi; serta pengalaman kerja atau masa kerja di organisasi (dalam Oktorita, dkk., 2001). Kepribadian merupakan salah satu determinan yang bersifat internal dalam diri individu terhadap munculnya komitmen (dalam Armansyah, 2004). Menurut Allport (dalam Hall dan Lindzey, 1993), kepribadian adalah organisasi dinamik dalam individu atas sistem-sistem psikofisis yang menentukan penyesuaian dirinya yang khas terhadap lingkungannya. Kepribadian sebagai suatu unsur dalam individu yang selalu berkembang dan berubah antara badan dan

PKMM-5-15-4

jiwa yang menjadi kesatuan pribadi, sehingga mampu menentukan tingkah laku individu. Karyawan yang memiliki kepribadian qur’ani (berpedoman Al-qur’an) mampu menunjukkan sikap kerja dan perilaku kerja dalam menghasilkan sesuatu secara sungguh-sungguh dan tidak mengerjakan sesuatu dengan setengah hati, sehingga dalam mengekspresikan sesuatu berdasarkan semangat untuk menuju perbaikan (improvement) dan berusaha untuk menghindari kerusakan (dalam Tasmara, 2002). Semangat yang dimiliki karyawan dalam menunaikan setiap tugas dan kewajiban dapat muncul dengan adanya suatu harapan yang lebih baik. Karyawan berusaha meraih harapan dengan menggunakan segala kekuatan dan potensi yang ada pada dirinya tanpa pantang menyerah, sehingga mampu mengasah mata pikiran (head), melatih ketabahan dan ketajaman intuisi (heart), serta membuktikan dengan ketrampilan (hand) (dalam Tasmara, 2002). Semaraknya persaingan yang terjadi menuntut setiap karyawan untuk melakukan upaya peningkatan dan pengembangan kualitas diri. Menurut Tasmara (2002), peran pendidikan dan pelatihan yang terus menerus merupakan cara organisasi untuk menanamkan investasi sumber daya manusia berkualitas yang mampu memperkuat kualitas organisasi tersebut. Suatu organisasi yang berkualitas memperhatikan dengan seksama perkembangan performansi kerja dari setiap karyawan, sehingga terdapat suatu keseimbangan antara kualitas diri karyawan yang bersifat pengetahuan, emosional atau hati, spiritual, dan ketrampilan yang sejalan dengan kemajuan teknologi yang semakin bersaing dalam kualitas. Menurut Kamus Bahasa Indonesia (dalam Poerwodarminto, 1976), pelatihan adalah pelajaran untuk membiasakan atau memperoleh suatu kecakapan. Jewell dan Siegall (dalam Wahyono, 2001) menjelaskan pelatihan sebagai pengalaman belajar yang terstruktur dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuan (fisik dan mental), ketrampilan khusus, dan pengetahuan atau sikap tertentu. Bernardin dan Russel (dalam Wahyono, 2001) menyatakan bahwa untuk meningkatkan kualitas diri perlu pelatihan yang terpadu dan efektif sebagai pengalaman belajar, serta pelatihan yang dirancang sebagai aktivitas organisasi untuk merespon kebutuhan organisasi. Tasmara (2002) menyatakan bahwa kualitas diri merupakan gambaran dari proses yang secara terus menerus melalui jalan yang terarah dilandasi oleh panggilan qalbu (hati). Kualitas qalbu (afeksi) melahirkan sikap konsisten dan teguh pendirian untuk menegakkan dan membentuk sesuatu menuju arah kesempurnaan atau kondisi yang lebih baik. Qalbu (hati) yang memiliki kualitas cahaya keimanan perlu dikelola dengan baik agar tetap terjaga dan sehat. Upaya untuk mengelola dan mengembangkan potensi qalbu, yaitu potensi fu’ad, potensi shadr, dan potensi hawaa, sehingga mampu menghasilkan seseorang yang dapat memunculkan performansi yang semakin baik dalam menjalankan setiap tanggung jawab pekerjaannya dinamakan Olah Qalbu (hati). Qalbu senantiasa secara kontinu atau berkelanjutan dan konsisten dilatih dengan baik, sebagaimana sabda Nabi SAW yang diriwayatkan Imam Bukhari (dalam Az-Zabidi, 2002) bahwa “Amal yang paling utama adalah perbuatan yang dawam (berkelanjutan) walaupun sedikit”. Qalbu dilatih agar memiliki kesadaran ke-Tuhan-an (Illahiyah). Pelatihan tersebut membutuhkan ketekunan,

PKMM-5-15-5

kesinambungan, dan perasaan cinta yang mendalam kepada Illahi, sehingga memiliki kualitas diri dalam menjalankan setiap tanggung jawabnya. Pelatihan yang bertujuan untuk melatih kemampuan mengelola dan mengembangkan potensi qalbu (hati) untuk menghasilkan seseorang yang memiliki kualitas diri yang terbaik disebut dengan Pelatihan Olah Qalbu (hati). Potensi qalbu yang perlu dikembangkan yaitu potensi fu’ad, potensi shadr, dan potensi hawaa (dalam Tasmara, 2002). Pelatihan tersebut untuk memberikan pengalaman belajar dalam pengelolaan kemampuan qalbu, sehingga dapat memunculkan performansi yang semakin baik dalam menjalankan setiap tanggung jawab pekerjaan. Ketiga potensi tersebut pada hakikatnya saling bekerja sama dan saling melengkapi. Perilaku seseorang yang tampak dipengaruhi oleh potensi qalbu (hati) yang lebih dominan dalam dirinya, sehingga mampu mewarnai struktur kepribadian. Menurut Tasmara (2002), struktur kepribadian yang ideal bersifat tiga dimensi yaitu kepribadian manusia yang memanfaatkan ketiga potensi qalbu tersebut dengan memberikan kontribusi yang seimbang dalam merespon lingkungan sekitarnya. Pelatihan Olah Qalbu (hati) berfungsi untuk mengoptimalkan potensipotensi qalbu secara proporsional dan seimbang, sehingga dapat membentuk jiwa dan perilaku seseorang menjadi dinamis, penuh semangat, memiliki motivasi, bertanggung jawab, konsisten, dan memiliki komitmen menjalankan berbagai kewajiban dan tugas yang diberikan kepadanya. Qalbu (hati) merupakan lokus atau tempat di dalam jiwa manusia yang menjadi titik sentral dan mampu menggerakkan perilaku manusia pada kecenderungan kebaikan dan keburukan. Qalbu menerima suara hati (conscience) dari ruh yang memberikan arah pada manusia untuk bertindak dan bersikap berdasarkan keyakinan atau prinsip yang dimilikinya. Tasmara (2002) mengemukakan bahwa setiap manusia memiliki unsur rasa qalbiyah yang memiliki penghayatan kualitatif psychical spiritual (ruhiyah) seperti cinta, benci, bahagia, dan derita. Ruhiyah sebagai potensi ber-Tuhan yang memiliki kedudukan di dalam ruh berfungsi untuk mengajak pada kebenaran Illahiyah, sehingga segala tindakannya dibimbing oleh ilmu Illahiyah yang mengantarkan seseorang kepada ma’rifatullah atau mengenal Allah SWT. Seseorang yang mengenal Allah SWT memiliki kemampuan untuk merasakan dan menyadari kehadiran Allah SWT senantiasa bersama dan memperhatikan setiap perbuatannya. Kesadaran tersebut mampu membawa seseorang untuk tidak mengkhianati hati nuraninya dengan melakukan perbuatan kejahatan, sehingga tetap terpelihara melalui ketakwaan (dalam Prayitno, 2003). Takwa merupakan bentuk rasa tanggung jawab yang dilaksanakan dengan rasa cinta dan menunjukkan amal prestatif dengan semangat pengharapan ridha Allah SWT (dalam Tasmara, 2002). Bertakwa berarti melakukan usaha dengan sungguh-sungguh untuk melaksanakan kewajiban (amanah) yang dibebankan pada dirinya, sehingga menghasilkan komitmen dan kinerja yang baik. Sikap tanggung jawab merupakan hasil dari pencerahan qalbu yang menjadikan seseorang mampu memahami dan bertindak mengikuti kebenaran. Penjagaan nilai atau prinsip tanggung jawab dilakukan dengan cara mendidik dan membersihkan qalbu (tarbiyah dan tadzkiyah) (dalam Tasmara, 2002). Qalbu yang senantiasa diasah dan mendengarkan suara ruhani mampu memberikan

PKMM-5-15-6

bekas yang mendalam, sehingga pada dirinya terdapat perasaan ruhaniah yang menyerukan pada hal kebenaran. Pada karyawan yang mampu mengelola potensi qalbu secara proporsional dapat terlihat melalui cara dalam pengambilan keputusan yang berdasarkan pada informasi yang diterima dilandasi oleh nilai kebenaran dan objektivitas. Setiap pengambilan keputusan memiliki konsekuensi atau akibat yang dapat timbul di kemudian hari, baik berupa kegagalan maupun keberhasilan. Karyawan yang mengalami kegagalan atau keberhasilan akibat dari keputusannya menjadi sebuah perenungan diri (muhasabah) untuk perubahan dan peningkatan kualitas diri, sehingga dalam diri karyawan memiliki sikap optimis dalam meraih tujuannya. Sikap optimis yang dibangun tersebut mampu mengarahkan karyawan untuk melakukan berbagai tindakan secara dinamis (jihad) dan sungguh-sungguh (mujahadah) dalam melaksanakan pekerjaan. Karyawan yang memiliki kesungguhan dan rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan mampu mendorong karyawan untuk memberikan kontribusi atau partisipasi secara aktif dan secara suka rela terlibat dalam kegiatan organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Keterlibatan, tanggung jawab terhadap pekerjaan, dan merasa menjadi bagian dari organisasi yang ada pada diri karyawan menandakan bahwa karyawan memiliki komitmen terhadap organisasi (dalam Meyer dan Allen, 1991). Meyer dkk. (dalam Luthans, 1995) menyatakan bahwa tingginya komitmen karyawan pada organisasi dipengaruhi oleh komponen normatif yaitu kesadaran terhadap tugas dan tanggung jawab dalam pekerjaan, dan komponen afektif yaitu kehangatan dan hubungan secara emosional di dalam organisasi, identifikasi terhadap nilai-nilai organisasi, dan keterlibatan di dalam organisasi. Kesadaran tanggung jawab terhadap pekerjaan yang kuat tertanam di dalam hati nurani (qalbu) mampu menghalangi seseorang untuk melakukan penyimpangan secara moral dan menambah kualitas komitmen terhadap pekerjaan (dalam Tasmara, 2002). Berdasarkan hal tersebut, karyawan yang melaksanakan Pelatihan Olah Qalbu (hati) secara konsisten atau terus menerus mampu menghasilkan peningkatan kualitas diri, terutama karyawan memiliki komitmen yang kuat terhadap tanggung jawab pekerjaan di organisasi. Pentingnya meningkatkan komitmen karyawan pada organisasi mendorong upaya pelaksanaan Pelatihan Olah Qalbu (hati) untuk meningkatkan komitmen terhadap organisasi pada pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN) Pusat. Pelatihan Olah Qalbu (hati) bertujuan untuk mengoptimalisasikan kinerja karyawan pada instansi, sehingga dalam menjalankan setiap tugas dan kewajibannya berlandaskan pada tanggung jawab. Pelatihan tersebut diharapkan mampu memberikan manfaat dari sisi ekonomi yaitu berkurangnya tindakan korupsi melalui kesadaran bahwa penyimpangan terhadap tugas dan kewajiban dapat merugikan jalannya kegiatan organisasi, serta mampu meningkatkan kualitas moral pada aparatur negara dalam menjalakan setiap tugasnya, sehingga dapat menjadi panutan bagi masyarakat luas. METODE PENDEKATAN Kegiatan dilakukan menggunakan pendekatan instrumentasi atau perlakuan terhadap subjek dalam bentuk Pelatihan Olah Qalbu (hati) sebagai

PKMM-5-15-7

variabel independen (bebas), sehingga menghasilkan suatu peningkatan pada variabel dependen (tergantung) yaitu komitmen terhadap organisasi karyawan yang meningkat akibat dari perlakuan tersebut. 1. Komitmen terhadap organisasi Komitmen terhadap organisasi adalah keyakinan kuat karyawan yang mengikat secara intelektual dan emosional terhadap organisasi, sehingga mampu mengarahkan karyawan untuk menyumbangkan energi atau tenaga, keinginan untuk terlibat secara aktif, dan mengidentifikasikan diri pada organisasi. Komitmen pada organisasi terdiri dari aspek komitmen secara afektif (affective commitment) yang meliputi ikatan emosional, keterlibatan, dan identifikasi; komitmen secara normatif (normative commitment) meliputi kesadaran dan perasaan terhadap tanggung jawab dan kewajiban; serta komitmen berkelanjutan (continuance commitment) meliputi persepsi karyawan terhadap kerugian yang dapat dialami, jika keluar dari organisasi (dalam Meyer dan Allen, 1991). Komitmen pada organisasi diukur melalui alat ukur psikologis berupa Skala Komitmen terhadap organisasi. Semakin tinggi skor pada Skala Komitmen terhadap organisasi menandakan bahwa karyawan memiliki komitmen terhadap organisasi. Alat ukur yang terdiri dari 45 aitem diuji cobakan pada tanggal 14-15 April 2006 dengan jumlah responden 58 orang pegawai Badan Kepegawaian Negaran (BKN) Pusat menunjukkan bahwa terdapat 32 aitem yang lulus seleksi aitem. Hasil dari uji coba menunjukkan nilai koefisien korelasi aitem terhadap skor total setelah dikoreksi (corrected item-total correlation) bergerak dari yang 0,337 sampai 0,637. Koefisien reliabilitas pada Skala Komitmen terhadap organisasi menunjukkan nilai Alpha (α ) sebesar 0,904. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengukuran yang dilakukan memiliki taraf kepercayaan sebesar 90,4 % dan 9,6 % merupakan kesalahan. Analisis pengukuran dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 10.0 atau sejenisnya. Skala Komitmen terhadap organisasi yang telah diuji coba selanjutnya digunakan sebagai alat untuk menseleksi subjek/responden yang akan diikut sertakan dalam pelatihan. Proses seleksi atau pretest dilakukan pada tanggal 21 April 2006 kepada 86 orang pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN) Pusat. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa 7 orang memiliki komitmen terhadap organisasi yang tinggi, 67 orang memiliki komitmen terhadap organisasi yang sedang, dan 12 orang memiliki komitmen terhadap organisasi yang rendah. Subjek/responden yang memiliki hak sebagai peserta dalam pelatihan sejumlah 10 orang dengan kriteria skor komitmen terhadap organisasi yang rendah dan sedang. Pemilihan peserta pelatihan dilakukan secara acak atau random assignment. Pengukuran selanjutnya dilakukan kepada 10 orang peserta pelatihan pada tanggal 5 Mei 2006 dengan tujuan untuk melihat perubahan yang terjadi pada diri peserta setelah mengikuti pelatihan. Pengukuran tersebut menggunakan Skala Komitmen terhadap organisasi yang telah diacak urutan aitemnya, sehingga meminimalkan ancaman yang berkaitan dengan instrumentasi. 2. Pelatihan Olah Qalbu (hati) Pelatihan Olah Qalbu (hati) merupakan sebuah usaha yang dirancang dan disusun secara sistematis untuk meningkatkan ketrampilan seseorang dalam

PKMM-5-15-8

melakukan pengelolaan dan pengembangan potensi-potensi qalbu (hati). Pelatihan tersebut dirancang berdasarkan asumsi bahwa setiap individu mempunyai potensipotensi qalbu (hati) yang bersifat Illahiyah dan mampu dikelola, serta dikembangkan dengan baik, sehingga menghasilkan individu yang memiliki kepribadian muslim. Kepribadian muslim yang tercermin dalam amal-amal prestatif, salah satunya berupa memiliki komitmen pada organisasi yang tinggi. Pelatihan Olah Qalbu (hati) terdiri dari enam sesi yaitu sesi Ice Breaker, sesi Kenali Penciptamu (Ma’rifatullah), sesi Kenali Dirimu (Ma’rifatulinsan), sesi Touch Your Heart, sesi Pengendalian Hati, dan sesi Perenungan Hati (Muhasabah). Pelatihan tersebut dilaksanakan selama satu hari dengan menggunakan pendekatan audio visual dalam penyampaiannya di sebuah ruangan yang disiapkan untuk melakukan pelatihan. Kegiatan pelatihan didukung dengan sarana ruangan yang ber-AC, kursi, papan tulis/white board, LCD, portable computer/laptop, dan sarana pendukung lainnya. Pelatihan Olah Qalbu (hati) selengkapnya dijabarkan dalam bentuk Modul Pelatihan Olah Qalbu (hati). Waktu pelaksanaan kegiatan pelatihan pada tanggal 28 April 2006 di ruang Formasi Badan Kepegawaian Negara (BKN) Pusat, selengkapnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 1 Waktu 30 menit

45 menit

40 menit 45 menit

50 menit

40 menit

Kegiatan Sesi Ice Breaker

tujuan Memberikan kesan pertama yang menyenangkan kepada peserta untuk kenyamanan dan memberikan informasi tentang tujuan dari pelatihan. Sesi Kenali Pencitamu Memberikan pemahaman tentang (Ma’rifatullah) pentingnya mengenal Allah Swt. Secara baik dan benar berdasarkna ayat-ayat kauniyah dan qauliyah. Sesi Kenali Dirimu Memberikan pengetahuan dan (Ma’rifatulinsan) pemahaman tentang hakikat penciptaan manusia. Sesi Touch Your Heart Memberikan pemahaman tentang kandungan qalbu manusia dan berusaha menyentuh sisi terdalam dari qalbu (hati) peserta. Sesi Pengendalian Hati Memberikan pemahaman dan ketrampilan dalam melakukan pengendalian qalbu dari berbagai penyakitnya. Sesi Perenungan Hati Agar peserta dapat memaknai secara mendalam setiap sesi pelatihan yang telah dilalui bersama.

PKMM-5-15-9

HASIL DAN PEMBAHASAN Teknik pengukuran yang dilakukan adalah dengan membandingkan skor Skala Komitmen terhadap organisasi pada sebelum/pretest dengan setelah/posttest Pelatihan Olah Qalbu (hati) kepada 10 orang peserta pelatihan. Teknik analisis yang digunakan adalah Non-parametric Test pada program SPSS dengan hasil sebagai berikut : Tabel 2 Pengukuran

N Subjek Rerata

Standar Min. Deviasi

Maks.

Sebelum/Pretest

10

135,70

16,44

107

160

Setelah/Posttest

10

165,20

23,75

121

203

29,50

7,31

14

43

Selisih

Berdasarkan analisis yang dilakukan dengan menggunakan teknik Wilcoxon Signed Ranks Test pada Non-parametric Test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum/pretest dengan setelah/posttest pelatihan dengan taraf signifikansi (p) sebesar 0,009 (p