Kurikulum 2013: Agar Peserta Didik Lebih Kreatif ... - Kemenag Jatim

14 downloads 569 Views 2MB Size Report
sung menindaklanjutinya. Pada bulan. Januari 2013 dilakukanlah sosialisasi kurikulum baru itu ke semua jenjang pendidikan; mulai dari MI, MTs hing- ga MA.
Kurikulum 2013 Agar Peserta Didik Lebih Kreatif dan Inovatif Kurikulum 2013 makin gencar disosialisasikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Diharapkan kurikulum tersebut dapat mendorong siswa untuk lebih kreatif dan inovatif. Sebagai provinsi dengan jumlah sekolah dan madrasah terbesar di Indonesia, Jatim menyatakan kesiapannya menyongsong implementasi Kurikulum 2013. Hal itu disampaikan Dr. Harun, MSi, MM. “Hanya saja sampai saat ini kita masih menunggu arahan dari pusat terkait aplikasi kurikulum baru tersebut,” tandas Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jatim ini. Sudah sewajarnya jika Jatim menunggu petunjuk teknis pelaksanaan kurikulum pengganti kurikulum KTSP tahun 2006 itu. Sebab memang hingga saat ini, segala petunjuk operasional sedang digodok oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. “Kita juga belum tahu bagaimana format pelatihan guru nantinya. Sebab memang itu menjadi domain pemerintah pusat,” ujarn pria

Dr. Harun, MSi, MM

asli Surabaya ini. “Bahkan kita juga belum tahu berapa jumlah sekolah yang akan ditunjuk untuk implementasi kurikulum baru itu,” ujarnya menambahkan. Namun ada berita gembira, dari total 45 ribu guru seluruh Indonesia yang akan dilatih Kemendikbud terkait Kurikulum 2013, Jatim memper-

6

oleh jatah sekitar 6 ribu lebih guru. Para guru inilah yang diharapkan nantinya bisa menularkan pengetahuan tentang kurikulum itu pada guru yang lain. Hanya saja memang dari kuota 6 ribu itu tidak sebanding dengan jumlah sekolah dan madrasah di Jatim. “Tapi jika memang itu keputusannya, kita akan menerima,” ucap mantan Kepala Badan Diklat Provinsi Jatim ini lirih. Yang perlu dipikirkan selanjutnya, adalah bagaimana nasib guru yang belum mendapatkan pelatihan. “Kita juga belum tahu apakah nantinya pusat akan memberikan pelatihan secara bertahap kepada semua guru, atau kewenangan itu dilimpahkan kepada pemerintah provinsi atau kab/ ko,” katanya bernada tanya. “Yang jelas, kita siap bahu-membahu mensukseskan program ini,” ujarnya. Dalam implementasi Kurikulum 2013, sejatinya ada asa baru bagi dunia pendidikan di Indonesia. Selain mengubah pola pembelajaran yang

Mustika ini menegaskan. Karena itu, menurut mantan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Prov. Jatim ini, Kemendikbud dituntut dalam hal kecepatan membagi guru yang akan dilatih, membagi babon atau buku panduan serta kecepatan dari sisi evaluasi. “Sekarang yang penting adalah penyiapan instrumen ini, agar pada Juni mendatang siswa kelas I, IV, VII dan X bisa menikmati kurikulum baru. Sebab pada ajaran baru tahun ini, kurikulum tersebut sudah harus diimplementasikan,” tegasnya. Setelah dilakukan Uji Publik pada bulan Desember tahun 2012 terhadap Kurikulum 2013, Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur langsung menindaklanjutinya. Pada bulan Januari 2013 dilakukanlah sosialisasi kurikulum baru itu ke semua jenjang pendidikan; mulai dari MI, MTs hingga MA. Drs. Machfud Shodar, M.Ag mengakui, bahwa waktu yang terse-

Drs. Machfud Shodar, M.Ag

sangat konvensional menjadi tematik holistik dan integratif, diharapkan juga mampu membawa dampak positif bagi peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. “Saya kira kurikulum baru ini sangat bagus. Tapi yang harus dipikirkan, adalah bagaimana mengaplikasikan kurikulum baru ini kepada siswa dan guru,” ujar suami Dr. Erna

dia memang tidak cukup panjang. Oleh karenanya, untuk sementara sosialisasi diperuntukkan bagi guruguru inti. Guru-guru inti inilah, yang nantinya diharapkan akan bisa mendiseminasikan atau menyebarkan ilmu dan informasi yang mereka peroleh kepada guru-guru di daerahnya masing-masing. “Ini agar pelaksana-

MPA 318 / Maret 2013

01 LAYOUT A - HAL 1 - 19 - PEBRUARI 2013.pmd 6

2/26/2013, 9:26 AM

an kurikulum 2013 pada tahun ajaran baru bisa dilaksanakan,” jelasnya. Jadi dapat dikatakan, bahwa guru-guru inti merupakan tutor bagi masing-masing guru bidang studi. Langkah tersebut diambil guna memaksimalkan tenaga yang ada dalam melakukan sosialisai kurikulum yang baru tersebut. Selain itu juga melibatkan pengawas, baik dari dalam maupun dari pihak luar. Jika terjadi pro-kontra terhadap kebijakan kurikulum 2013, kata Kepala Bidang Mapenda Kanwil Kemenag Prov. Jatim ini, hal semacam itu sudah menjadi tradisi. Tapi menurutnya. pada saat sosialisasi ketika dalam sesi dialog interaktif, pertanyaan-pertanyaan peserta masih dalam batas kewajaran. Yang pasti, lanjutnya, adanya kurikulum baru itu mempunyai tujuan jangka panjang. Sebab bagi siswasiswi yang menerima kurikulum tersebut, kelak 32 tahun mendatang – yaitu tahun 2045 – mereka akan memasuki usia produktif. Oleh karena itu, penataan sistem pembelajaran dimulai dari tahun ajaran baru 2013/2014 ini. Oleh karenanya, Wakil Presiden Budiono ketika memberikan sambutan dalam acara sosialisasi kurikulum di Jawa Timur mengatakan, bahwa kurikulum 2013 harus segera dilaksanakan dan tidak boleh ditunda. Salah satu perubahan dalam kurikulum 2013, adalah dengan meringkas jumlah mata pelajaran dan menambah jam belajar. Dengan begitu diharapkan agar para siswa akan lebih fokus, lebih mendalami dan memahami terhadap suatu bidang studi atau mata pelajaran yang diberikan. Begitupun bagi para guru, mereka akan lebih fokus mengajar dan bisa lebih mengembangkan inovasi dan kreasi mereka. “Guru sudah tidak lagi diribetkan dengan tugas-tugas administratif, karena baik silabus maupun RPP telah ditetapkan dalam buku,” ulasnya. Jadi menurut Machfud Shodar, yang lebih menarik dari kurikulum baru ini adalah terintegrasinya semua bidang studi dengan pemanfaatan IT. Tentu saja para guru juga dituntut untuk menguasai dan memanfaatkan IT yang ada. Namun mengenai sarana penunjang pelaksanaan kurikulum baru, sampai saat ini Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur masih menunggu dari pusat karena anggaran di tingkat provinsi masih belum

ada. Menurut Akh. Muzakki, Grad, Dip.SEA, M.Ag, M.Phil, Ph.D, Kurikulum 2013 sebenarnya sama dengan kurikulum 2004 dan 2006, yaitu sama-sama berbasis kompetensi. Hanya saja, dalam kurikulum yang baru ini ingin lebih mendalam lagi basis kompetensinya. Sebab kita ingin anak-anak memiliki kompetensi yang jelas dan kuat. Yang agak krusial, kata dosen Fakultas Tarbiyah IAIN SunanAmpel Surabaya ini, terutama bagi jenjang pendidikan dasar. Sebab sebelumnya berorientasi pada mata pelajaran. Padahal ke depan nanti, yang diajarkan adalah kompetensi dan bukan lagi mata pelajaran. “Itu bisa didekati oleh berbagai macam mata pelajaran. Dan inilah yang dinamai learning web (jaring pembelajaran),” terangnya. “Sehingga nanti pembelajaran kita bersifat tematik. Tema satu bisa didekati melalui beberapa mata pelajaran,” tukasnya menambahkan. Kurikulum semodel itu menjadi penting, kata lulusan S2 antropologi Australian National University ini, karena kita sedang bergerak ke masa depan. Apalagi di tahun 2045 kita akan memunculkan ‘Generasi Emas’, sebagai sebagai akibat dari bonus demografi. Saat itu angka kelompok usia warga negara kita masuk kelompok usia produktif. “Jumlahnya cukup besar mencapai lima puluh persen. Ini sebuah potensi bangsa yang sangat luar biasa,” tegasnya. “Bayangkan, di negara-negara lain justru kurvanya terbalik,” tambahnya membandingkan.

Akh. Muzakki, Grad, Dip.SEA, M.Ag, M.Phil, Ph.D

Menurut pria kelahiran Sidoarjo 9 Pebruari 1974 – yang juga lulusan S2 sosiologi di kampus yang sama – ini, kita harus sanggup mencetak kader bangsa yang siap menghadapi masa depan. Dan kurikulum 2013 telah mencoba merespon tantangan seperti itu. Ada tiga kata yang dipakai menjadi nalar paradigma baru dari kurikulum baru. Pertama, bagaimana anak bisa memperoleh informasi. Kedua, mengolah informasi. Ketiga, memanfaatkan informasi. “Pada kurikulum lama, anak tak diberikan kemampuan melakukan eksplorasi untuk memanfaatkan informasi. Tapi kurikulum baru mendorong mereka agar informasi itu diolah dan dimanfaatkan kembali,” urainya. Yang menarik, sambung Ketua LP Ma’arif PWNU Jawa Timur ini, kurikulum 2013 ingin membangun semangat inovasi. Bedanya inovasi dan kreasi, kalau kreasi itu anak bisa memperoleh informasi lalu mengolahnya menjadi sesuatu. Tapi kalau inovasi, adalah kemampuan untuk bisa mencetak sesuatu – meski sebelumnya tidak ada contohnya. “Jadi.. kalau kreativitas dibangun dari awal, tinggal selangkah lagi mereka bisa berpikir inovatif – thinking out of the box (berpikir di luar kelaziman). Ini yang dipersiapkan oleh kurikulum yang sekarang,” tandasnya. Dalam kurikulum 2013, terang dosen Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya ini, semangat inovasi akan masuk di semua proses pembelajaran. Di antaranya memberikan kemampuan kepada anak untuk bisa melinked – menyambungkan antara yang mereka hadapi di kelas dengan masalah riil di masyarakat. Disamping itu juga memberikan ruang kepada peserta didik untuk bisa memaknai suatu materi pelajaran yang itu sangat berguna di dalam kehidupan mereka. “Jadi titik sentralnya bukan mata pelajaran, tapi kompetensi. Baru kemudian diajarkan masing-masing mapel,” ujarnya. Yang menjadi tantangan, tutur doktor jebolan University of Queensland Australia ini, adalah persiapan guru. Perubahan kurikulum yang tak diikuti dengan persiapan guru secara matang, nanti justru jadi masalah. Sebab gurulah yang menjadi agency di titik paling akhir. “Jangan sampai guru jadi seperti ahli ular yang disuruh menerangkan gajah. Pada awalnya memang menerangkan gajah yang

MPA 318 / Maret 2013

01 LAYOUT A - HAL 1 - 19 - PEBRUARI 2013.pmd 7

2/26/2013, 9:26 AM

7

punya belalai. Tapi ujung-ujungnya ya balik lagi berbicara mengenai ular,” paparnya memisalkan. Dalam kurikulum 2013, guru mempunyai tugas mensinergikan isi materi dengan bangunan kompetensi pada pembelajaran tematik. Pembelajaran haruslah Inquiry based learning, pembelajaran yang berbasis mencari sendiri, kemampuan yang didasari ingin tahu dan mencari sendiri jawabannya. “Ini yang perlu diperkuat di level guru-guru kita. Pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah itu out of date. Mereka harus diperkuat dengan metode pembelajaran yang lain,” imbuhnya. Guru juga mempunyai PR untuk menyiapkan disain pembelajaran; mulai perencanaan, teknik

Dr. Biyanto, M.Ag

pembelajaran, sampai pada proses evaluasi. Pada kurikulum baru evaluasinya tidak hanya mendasarkan pada evaluasi hasil, tapi evaluasi hasil plus evaluasi proses. Inilah yang kemudian mengharuskan guru harus menguasai authentic competence based assessment (penilaian otentik berbasis kompeten). Penilaian otentik itu komponennya harus mendasarkan kepada sesuatu yang ingin dinilai – dan siswa itu bisa menuju ke sana, serta berbasis kepada problem solving. Untuk menyukseskan kurikulum 2013, kata dosen Pascasarjana Unsuri Sidoarjo ini, haruslah ada pendampingan berkelanjutan. Pemerintah harus bekerjasama dengan lembaga-lembaga non-pemerintah – seperti LP Ma’arif. Sebab Kemenag dan Kemen-

8

dikbud tidak mungkin melakukan pendampingan sendiri karena keterbatasan staf mereka. Sedangkan lembaga-lembaga non pemerintah setiap harinya melakukan pendampingan pada madrasah atau sekolah. “Terlepas dari itu, mari kita semua mengawal Kurikulum 2013. Sebab ini adalah merupakan sebuah ikhtiar akademik untuk menyiapkan generasi kita ke depan,” tandasnya. Sementara Dr. Biyanto, M.Ag lebih melihat kurikulum baru tersebut dari dua sudut pandang. Yang pertama, secara jujur boleh diakui positif. Sedangkan aspek yang kedua, bersifat catatan berkaitan dengan penyempurnaan kurikulum 2013. Yang positif, misalnya berkaitan dengan perampingan kurikulum – terutama

yang saya anggap penting, dimana masing-masing ilmu bisa saling mengisi, mendukung dan bertegur sapa,” ulasnya. Namun dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya ini memberi catatan tersendiri bagi para guru. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan problem teknis di lapangan. Misalnya, ada guru yang mendapat sertifikasi dan SK mengajar mapel TIK misalnya. Sedangkan di kurikulum 2013 ini, TIK secara teknis diintegrasikan dengan mapel lain. “Lantas bagaimana nasib para guru yang seperti ini? Tentu hal itu perlu dipikirkan juga,” tuturnya mengingatkan. Menurut ayah dua anak kelahiran Lamongan ini, ada kesan pula jika kurikulum 2013 terasa dipaksakan.

Prof. Dr. Zainuddin Maliki, M.Si

yang terjadi di SD dan SMP. Yang di SD dari 10 menjadi 6 mapel, di SMP dari 12 menjadi 10 mapel. “Spirit atas perampingan itu layak diapresiasi. Dengan demikian, setidaknya akan mengurangi overload mata pelajaran yang diterima siswa agar tidak terjadi kebosanan,” katanya memberikan alasan. Yang menarik lagi untuk diapresiasi, sambung Ketua Dikdasmen PW Muhammadiyah Jatim ini, adalah integrasi atau interkoneksi antar mata pelajaran. Sebab hal itu akan memberikan peluang antar disiplin ilmu, agar di masa mendatang bisa saling bertegur sapa. Tidak seperti selama ini, dimana ke-aku-an masing-masing ilmu luar biasa terjadi. Satu ilmu mengatakan lebih penting, lebih tinggi dari ilmu yang lain. “Kultur inilah

Kita tidak tahu-menahu bagaimana perumusannya, siapa tim perumusnya, tapi tiba-tiba ada naskah akademik yang dirugikan. Kemudian masuk masa sosialisasi yang lantas oleh Kementerian harus dilaksanakan pada tahun ajaran 2013. “Artinya, tahun ajaran baru nanti untuk anak SD kelas 1 dan SMP kelas VII kan harus menerima kurikulum yang baru ini,” keluhnya. “Jadi catatan-catatan yang bersifat teknis itu menjadi sangat penting,” tukasnya. Yang juga menjadi keprihatinan dosen program Pascasarjana UNMUH Surabaya ini, adalah nasib guru bidang studi yang tereliminasi. Sesungguhnya, kalau kita mau jujur, pendidikan itu kan jantungnya ada di kelas. Dan di kelas itu ada guruguru kita. Kalau ingin melihat pen-

MPA 318 / Maret 2013

01 LAYOUT A - HAL 1 - 19 - PEBRUARI 2013.pmd 8

2/26/2013, 9:27 AM

didikan baik atau tidak, itu kan bisa dilihat dari bagaimana guru mengajar berkaitan dengan adanya kurikulum yang baru nanti. Jadi menurut Biyanto, ada persoalan besar di kurikulum 2013 itu, yang pemerintah belum memberikan jawaban; yaitu bagaimana posisi UN di dalam kurikulum 2013 nanti? “Tak ada kebijakan yang sempurna. Pro dan kontra itu biasa,” tukas Prof. Dr. Zainuddin Maliki, M.Si menyikapi rencana pemerintah untuk mulai memberlakukan Kurikulum 2013. Menurut Ketua Dewan Pendidikan Jatim ini, spirit yang dibawa oleh Kurikulum 2013 masih sama dengan KBK maupun KTSP, yaitu ingin meneguhkan pendidikan yang menghasilkan anak-anak yang memiliki kompetensi, kreatif dan progresif. Hanya saja, di dalam Kurikulum 2013, unit materi pelajaran tak sebanyak Kurikulum KBK ataupun KTSP. Bahkan untuk SD, diformulasikan dalam bentuk mata pelajaran tematis. “Dengan tema-tema itu, maka pendidikan bisa mengangkat berbagai topik yang relevan dengan kebutuhan siswa dan kebutuhan masyarakat, serta mampu mengantisipasi perubahan,” terangnya. Kurikulum 2013, lanjutnya, berpendekatan integrated sehingga satu bidang studi bisa ditarik benang merahnya dengan bidang studi yang lain. “Itu yang dimaksud dengan integrated approach dalam kurikulum,” paparnya. Oleh karena itu, dilihat dari segi basic asumsi, Kurikulum 2013 memiliki semangat dan asumsi yang lebih kuat dibanding dengan kurikulum sebelumnya. “Asumsi saya, Kurikulum 2013 itu bagus: integrated, tematis, contextual teaching and learning,” kata lelaki kelahiran Tulungagung 7 Juli 1954 ini memberikan alasan. Meski demikian, seperti halnya KBK dan KTSP, Kurikulum 2013 juga memiliki titik lemah. Sebab sejauh ini, Kurikulum 2013 belum dirumuskan sistem evaluasi yang sejalan dengan asumsi yang mendasari Kurikulum 2013 itu sendiri. “Kurikulum 2013 ingin menghasilkan anak-anak yang berkompeten, kreatif, anak-anak yang berkepribadian, progresif, bisa merespon keadaan dan perubahan yang cepat, tapi sistem evaluasinya tetap berbasis Unas,” sungutnya. Menurutnya, kalau Ujian Nasional masih diterapkan dan dijadikan

“Kurikulum 2013 ingin menghasilkan anak-anak yang berkompeten, kreatif, anak-anak yang berkepribadian, progresif, bisa merespon keadaan dan perubahan yang cepat, tapi sistem evaluasinya tetap berbasis Unas,”

dasar untuk menentukan kelulusan, maka apapun asumsinya, apapun spiritnya, proses pembelajaran kurikulum yang sudah dikemas akan siasia. Sebab ujung semuanya hanya akan berorientasi pada mengejar lulus Unas. Sehingga pembelajaran yang dipersiapkan oleh guru, adalah bagaimana muridnya lulus Unas meski dengan segala cara. “Bahkan ada sekolahan yang membuat MoU dengan Bimbel. Karena model-model Bimbel itulah yang cocok untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi Unas,” keluh mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya ini. Sistem evaluasi yang cocok dengan semangat Kurikulum 2013, tutur lulusan terbaik Magister Sains pada ilmu sosial Unair Surabaya tahun 1996 ini, ialah authentic assessment; yaitu penilaian prestasi siswa berdasarkan apa yang sudah bisa dia kerjakan secara otentik. Model penilaian otentik ini tidak mengandalkan pemberian tanda dan skoring, salah atau benar, melainkan menilai kondisi mentalitas kepribadian yang dilakukan dalam setting yang nyata, seperti penyelesaian tugas tertentu. Strategi penilaian otentik tidak mengedepankan tes objektif, melainkan lebih mengedepankan model evaluasi terfokus. Dengan begitu dapat diketahui intensitas perkembangan pembelajaran siswa dalam periode tertentu, melihat profil siswa, membuat jurnal dan portofolio pembelajaran siswa, contoh-contoh penyelesaian tugas, penilaian kawan baya

dan sekaligus self-evaluation siswa itu sendiri. “Jika sistem evaluasi otentik ini bisa diterapkan, kita bisa berharap pendidikan menghasilkan manusia yang benar-benar kompeten. Baik dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, maupun dalam membangun kehidupan bermakna bagi dirinya dan sesama,” ujarnya. Yang terpenting lagi, sambung dosen FIS Universitas Negeri Surabaya (UNESA) ini, guru harus bisa mendisain atau membangun suatu kultur dimana anak itu begitu pulang dari sekolah, ketika berada di luar sekolah, anak-anak masih memiliki learning awareness, kesadaran untuk belajar. “Sebab Kurikulum 2013 nanti problem based, berbasis pada problem-problem yang ada di lingkungan di mana kita tumbuh berkembang,” terangnya. Tantangan terbesar dalam Kurikulum 2013 nanti, tengarai Guru Besar pada FISIP Universitas Muhammadiyah Sidoarjo ini, justru ada pada gurunya. Karena dalam Kurikulum 2013, para guru nanti akan menjadi team teaching. Sehingga yang diperlukan guru adalah belajar mengajar sebagai satu tim. Untuk itu, mereka dituntut untuk mengenal team teaching. Oleh sebab itu guru juga harus berkembang. Mereka harus lebih inovatif dan kreatif. Para guru harus memahami ilmu yang dia miliki dengan ilmu yang dimiliki oleh orang lain. Dia harus bisa menjembatani antara bidang studi yang dia miliki dengan bidang studi yang lain. “Karenanya, seorang guru tidak saja dituntut ahli dalam bidangnya, tapi dia juga harus sadar menjadi bagian dari keilmuan yang lain,” ujar mantan Ketua Madrasah Development Centre (MDC) Provinsi Jawa Timur ini. Ke depan, dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta ini berharap, Kurikulum 2013 bisa menjamin terwujudnya suatu proses pendidikan yang menghasilkan kompetensi siswa didik yang seimbang antara kompetensi intelektual, kompetensi afeksi (moral, mental, watak kepribadian) dan kompetensi vokasional (skill dan life skill). “Kurikulum 2013 tidak boleh lagi bias kognitif. Kurikulum 2013 haruslah menjamin tumbuhnya kecerdasan kognitif, afektif dan psikomotorik,” pungkasnya.z Laporan: Mey.S, Anni Athi’ah, Muhammad Hisyam, A. Suprianto, Dedy Kurniawan (Surabaya).

MPA 318 / Maret 2013

01 LAYOUT A - HAL 1 - 19 - PEBRUARI 2013.pmd 9

2/26/2013, 9:27 AM

9