Makalah Tugas Akhir - Ardiansyah Kusuma Negara

91 downloads 710 Views 2MB Size Report
komponen struktur beton bertulang adalah program PCA Col. Aplikasi program bantu tersebut dapat digunakan untuk menganalisa dan mendesain kolom ...
TUGAS AKHIR – PS 1380

DESAIN LANGSUNG TULANGAN LONGITUDINAL KOLOM BETON BERTULANG BUJUR SANGKAR DIRECT DESIGN OF LONGITUDINAL REINFORCEMENT OF SQUARE REINFORCED CONCRETE COLUMNS

ARDIANSYAH KUSUMA NEGARA NRP 3105 100 094 Dosen Pembimbing : Tavio, ST, MT, Ph.D Ir. Iman Wimbadi, MS JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2009

DESAIN LANGSUNG TULANGAN LONGITUDINAL KOLOM BETON BERTULANG BUJUR SANGKAR Nama Mahasiswa NRP Jurusan Dosen Pembimbing

: Ardiansyah Kusuma Negara : 3105 100 094 : Teknik Sipil FTSP ITS : Tavio, S.T., M.T., Ph.D Ir. Iman Wimbadi, M.S.

ABSTRAK Perkembangan aplikasi program bantu dalam bidang teknik sipil sangat pesat akhir – akhir ini. Aplikasi program bantu tersebut mempunyai peranan yang sangat penting dalam bidang jasa perencanaan dan pekerjaan konstruksi di seluruh dunia. Banyak aplikasi program bantu yang telah dikembangkan oleh negara – negara maju yang notabene dapat mempercepat proses perhitungan struktur. Salah satu dari sekian banyak aplikasi program bantu yang bermanfaat untuk mendesain komponen struktur beton bertulang adalah program PCA Col. Aplikasi program bantu tersebut dapat digunakan untuk menganalisa dan mendesain kolom sesuai dengan ACI 318-95. Akan tetapi, perkembangan dan ketersediaan aplikasi program bantu teknik sipil di Indonesia masih terbatas. Oleh karena itu, perlu dikembangkan aplikasi program bantu untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Di dalam tugas akhir ini dijelaskan bahwa aplikasi program bantu yang dikembangkan tidak hanya mengadopsi code yang ada di Indonesia saat ini, SNI 30-2847-2002, akan tetapi juga memuat code terbaru dari Amerika Serikat yaitu ACI 318-2002 yang menggunakan konsep Unified Design Provisions. Perbedaan dari kedua code tersebut menyangkut faktor reduksi kolom. Pada SNI 03-28472002, nilai faktor reduksi ditentukan oleh besarnya beban aksial sedangkan ACI 318-2002 menjelaskan bahwa besarnya regangan tarik menentukan nilai faktor reduksi. Tujuan utama tugas akhir ini adalah menghasilkan suatu aplikasi program bantu yang dapat digunakan untuk menghitung kebutuhan rasio tulangan longitudinal pada kolom sehingga diketahui jumlah tulangan longitudinalnya. Dari enam studi kasus yang dianalisa dalam tugas akhir ini didapatkan hasil bahwa program bantu yang dikembangkan menghasilkan output yang akurat setelah diverifikasi dengan output dari program bantu PCA Col. Aplikasi program bantu yang dikembangkan hanya untuk merencanakan kebutuhan tulangan longitudinal pada kolom bujur sangkar. Pengembangan lebih lanjut pada masa mendatang diperlukan untuk kolom bulat, penguatan geser, tulangan sengkang, bahkan pengaruh kelangsingan dan lentur biaksial. Kata Kunci : ACI 318-2002, beban aksial, faktor reduksi, rasio tulangan longitudinal, regangan tarik, SNI 03-2847-2002, Unified Design Provisions

DIRECT DESIGN OF LONGITUDINAL REINFORCEMENT OF SQUARE REINFORCED CONCRETE COLUMNS Name of Student Registration Number Department Supervisor Co-Supervisor

: Ardiansyah Kusuma Negara : 3105 100 094 : Civil Engineering ITS : Tavio, S.T., M.T., Ph.D : Ir. Iman Wimbadi, M.S.

ABSTRACT The application of computer-aided programs in civil engineering is developing very rapidly in recent days. They play a very important role in the design offices and construction work wordwide. Numerous application or computer-aided programs have been developed by the developed countries that are capable of shortcutting the computational process in the design of structures. One of many useful programs in the design of reinforced concrete members is PCA Col program. The program can be used to analyze and design the reinforced concrete columns in accordance with ACI 318-95. However, the development and availaibility of such programs in Indonesia is very limited. Hence, it is deemed necessary to develop a computer-aided program that is capable of fulfilling such a need. In this study, the developed program not only adopts the existing code in Indonesia, SNI 302847-2002, but also includes the most recent US building code, i.e. the Unified Design Provision in ACI 318-02. The difference between the two codes is only in terms of the reduction factor. In SNI 03-28472002, the reduction factor is governed by the axial load, whereas in ACI 318-02, the tensile strain that controls the reduction factor. The main objective of this study is to provide a useful computer-aided program that can be used to calculate the required longitudinal reinforcement ratio in a column, and further its actual number of reinforcing bars. From the six analyzed cases in the study, it can be concluded that the results obtained from the developed program are found to be in good agreement when compared with the corresponding results obtained from PCA Col program. The program is only intended to find the longitudinal reinforcing bars of square column sections. Further development needs to be carried out in the future for circular columns, shear reinforcement, confining steel and even the effects of slenderness and biaxial bending. Keywords : ACI 318-2002, axial load, longitudinal reinforcement ratio, reduction factor, SNI 03-28472002, tensile strain, Unified Design Provisions.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu unsur struktur dapat dibebani dengan kombinasi lentur dan gaya aksial dengan banyak cara. Pada umumnya di dalam bangunan beton bertulang, momen lentur dan gaya aksial bekerja secara bersamaan karena pada kenyataannya tidak ada kolom yang dibebani secara aksial sempurna (Wang dkk,1985). Kolom yang terbuat dari beton murni pada prinsipnya dapat mendukung beban kombinasi yang bekerja, akan tetapi sangat kecil karena kapasitas kolomnya juga kecil. Kapasitas kolom tersebut dapat ditingkatkan secara signifikan dengan cara menambahkan tulangan longitudinal pada kolom. Adanya tulangan longitudinal ini untuk membuat kolom menjadi lebih daktail dengan persyaratan penulangan sebanyak 1% sampai dengan 6% (SNI 03-2847-2002 Pasal 23.4.3.1). Namun, seringkali perencana struktur memerlukan waktu yang lama untuk menentukan kebutuhan (rasio) tulangan longitudinal karena pekerjaan tersebut perlu meninjau berbagai aspek seperti ukuran penampang kolom, mutu beton maupun mutu tulangan, beban aksial dan momen yang bekerja serta code yang akan digunakan. Oleh karena itu, sangat penting bagi perencana struktur untuk menciptakan suatu program bantu sederhana yang aplikabel (mudah diterapkan) di bidang teknik sipil khususnya mengenai kebutuhan tulangan longitudinal pada kolom sehingga nantinya diharapkan kebutuhan tulangan longitudinal tersebut dapat diketahui secara langsung dan akurat. Saat ini penggunaan program komputer untuk merencanakan rasio tulangan telah dikembangkan, salah satunya melalui aplikasi rekayasa konstruksi seperti PCA Column yang berasal dari Amerika Serikat dan dibuat berdasarkan code ACI 1995. Sedangkan di Indonesia perkembangan aplikasi program bantu yang sesuai dengan kebutuhan ahli – ahli konstruksi di Indonesia saat ini masih minim jumlahnya. Oleh karena itu, sebagai perbandingan, dalam tugas akhir ini akan dikembangkan program bantu teknik sipil serupa, yang sesuai dengan code yang berlaku di Indonesia saat ini yaitu SNI 03-2847-2002. Selain itu, aplikasi program bantu yang akan dibuat juga memuat code terbaru yaitu Unified Design Provisions yang ada di dalam ACI 318-2002. Perbedaan dari kedua code tersebut menyangkut faktor reduksi kolom dimana SNI 03-2847-2002 masih berdasarkan besarnya beban aksial sedangkan ACI 318-2002 menggunakan regangan tarik untuk menentukan besarnya faktor reduksi. Aplikasi program bantu yang akan dibuat menggunakan bahasa pemrograman visual basic 6.0. Hal ini dikarenakan visual basic 6.0 tidak memerlukan pemrograman khusus untuk menampilkan jendela (window) dan cara penggunaannya juga berbasis visual. Selain itu, visual basic 6.0 adalah bahasa pemrograman yang evolusioner yaitu mengacu pada event dan berorientasi objek. Visual basic 6.0 juga dapat

menciptakan aplikasi dengan mudah karena hanya memerlukan sedikit penulisan kode – kode program sehingga kegiatan pemrograman dapat difokuskan pada penyelesaian problem utama dan bukan pada pembuatan antar-mukanya (user interface). 1.2 Perumusan Masalah Perumusan masalah yang akan dibahas dalam tugas akhir ini antara lain : 1. Bagaimana menentukan rasio tulangan longitudinal pada kolom secara langsung dari momen lentur dan gaya aksial? 2. Bagaimana mendapatkan titik koordinat kombinasi beban yang tepat pada diagram interaksi P-M kolom sehingga nantinya kebutuhan tulangan longitudinal pada kolom dapat dipenuhi secara akurat? 3. Apakah nilai output aplikasi program yang telah dibuat dapat dipertanggung jawabkan dengan menggunakan aplikasi program teknik sipil yang lain seperti PCA Column? 1.3 Tujuan Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam tugas akhir ini antara lain : 1. Membuat suatu program bantu teknik sipil sederhana yang aplikabel (mudah diterapkan) untuk mengetahui kebutuhan tulangan (rasio tulangan) longitudinal pada kolom. 2. Mendapatkan titik koordinat kombinasi beban yang tepat pada diagram interaksi P-M kolom sehingga nantinya kebutuhan tulangan longitudinal pada kolom dapat dipenuhi secara akurat. 3. Membuat diagram interaksi P-M dari penampang kolom akibat kombinasi momen lentur dan gaya aksial sehingga dapat diketahui kapasitas kolomnya. 4. Mengetahui bahwa nilai output aplikasi program yang telah dibuat dapat dipertanggungjawabkan dengan memverifikasinya dengan aplikasi program teknik sipil yang lain seperti PCA Column. 1.4 Batasan Masalah Ruang lingkup permasalahan dan pembahasan pada tugas akhir ini dibatasi oleh beberapa hal antara lain : 1. Studi tugas akhir ini hanya meninjau elemen struktur beton bertulang yang mengalami kombinasi momen lentur dan gaya aksial yaitu kolom. 2. Studi tugas akhir ini hanya meninjau kolom berpenampang persegi (bujur sangkar) dengan tulangan longitudinal 4 sisi (four side equal) dan jumlah tulangan kelipatan 4. 3. Studi tugas akhir ini hanya meninjau kolom pendek yang mengalami beban aksial dan momen uniaksial tanpa knick. 4. Studi tugas akhir ini hanya menentukan rasio tulangan longitudinal yang ada pada kolom dan diagram interaksi P-M kolom. 5. Studi tugas akhir ini hanya menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic 6.0.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Prinsip Dasar Kolom Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang memikul beban dari balok. Kolom meneruskan beban – beban dari elevasi atas ke elevasi lebih bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui pondasi. Karena kolom merupakan komponen tekan, maka keruntuhan pada satu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan kolaps (runtuhnya) lantai yang bersangkutan dan juga runtuh bats total (ultimate total collapse) beserta seluruh strukturnya. Keruntuhan kolom struktural merupakan hal yang sangat berarti ditinjau dari segi ekonomis maupun segi manusiawi. Oleh karena itu, dalam merencanakan kolom perlu lebih waspada yaitu dengan memberikan kekuatan cadangan yang lebih tinggi daripada yang dilakukan pada balok dan elemen struktural horisontal lainnya, terlebih lagi karena keruntuhan tekan tidak memberikan peringatan awal yang cukup jelas. Keserasian tegangan dan regangan yang digunakan dalam analisis atau desain seperti pada balok juga dapat diterapkan pada kolom. Akan tetapi, disini ada suatu faktor baru (selain momen lentur) yang ikut masuk dalam perhitungan, yaitu adanya gaya tekan. Karena itu, perlu ada penyesuaian dalam menyusun persamaan – persamaan keseimbangan penampang dengan meninjau kombinasi gaya tekan dan momen lentur. Banyaknya penulangan dalam hal balok telah dikontrol agar balok dapat berperilaku daktail. Dalam hal kolom, beban aksial biasanya dominan sehingga keruntuhan yang berupa keruntuhan tekan sulit dihindari. Apabila beban pada kolom bertambah, maka retak akan banyak terjadi di seluruh tinggi kolom pada lokasi – lokasi tulangan sengkang. Dalam keadaan batas keruntuhan (limit state of failure), selimut beton di luar sengkang (pada kolom bersengkang) atau di luar spiral (pada kolom berspiral) akan lepas sehingga tulangan memanjangnya akan mulai kelihatan. Apabila bebannya terus ditambah, maka terjadi keruntuhan dan tekuk local (local buckling) tulangan memanjang. Dapat dikatakan bahwa dalam keadaan batas keruntuhan, selimut beton lepas dahulu sebelum lekatan baja-beton hilang. Seperti halnya balok, kekuatan kolom dievaluasi berdasarkan prinsip – prinsip dasar sebagai berikut : 1. Distribusi regangannya linier di seluruh tebal kolom. 2. Tidak ada gelincir antara beton dengan tulangan baja (ini berarti regangan pada baja sama dengan regangan pada beton yang mengelilinginya). 3. Regangan beton maksimum yang diizinkan pada keadaan gagal (untuk perhitungan kekuatan) adalah 0,003. 4. Kekuatan tarik beton diabaikan dan tidak digunakan dalam perhitungan.

dapat menyebabkan runtuhnya kolom. Gambar 2.1 memperlihatkan kolom yang memikul beban Pn. Dalam beberapa bagian dari gambar, beban ditempatkan pada eksentrisitas yang semakin besar (sehingga menghasilkan momen yang semakin besar) sampai akhirnya seperti pada gambar 6.f diperlihatkan kolom menerima momen lentur yang besar sehingga pengaruh beban aksial diabaikan. Setiap kasus dari keenam kasus tersebut dibahas singkat sebagai berikut : 5. (a) Beban aksial besar dan momen diabaikan. Untuk kondisi ini, keruntuhan akan terjadi oleh hancurnya beton, dengan semua tulangan dalam kolom mencapai tegangan leleh dalam tekan. 6. (b) Beban aksial besar dan momen kecil sehingga seluruh penampang tertekan. Jika suatu kolom menerima momen lentur kecil (yaitu jika eksentrisitas kecil), seluruh kolom akan tertekan tetapi tekanan di satu sisi akan lebih besar dari sisi lainnya. Tegangan tekan maksimum dalam kolom akan sebesar 0,85ƒ’c dan keruntuhan akan terjadi oleh runtuhnya beton dan semua tulangan tertekan. 7. (c) Eksentrisitas lebih besar dari kasus (b) sehingga tarik mulai terjadi pada satu sisi kolom. Jika eksentrisitas ditingkatkan dari kasus sebelumnya, gaya tarik akan mulai terjadi pada satu sisi kolom dan baja tulangan pada sisi tersebut akan menerima gaya tarik yang lebih kecil dari tegangan leleh. Pada sisi yang lain tulangan mendapat gaya tekan. 8. (d) Kondisi beban berimbang. Saat eksentrisitas terus ditambah, akan dicapai suatu kondisi dimana tulangan pada sisi tarik mencapai leleh dan pada saat yang bersamaan, beton pada sisi lainnya mencapai tekan maksimum 0,85ƒ’ c. Kondisi ini disebut kondisi pada beban berimbang. 9. (e) Momen besar, beban aksial relatif kecil. Jika eksentrisitas terus ditambah, keruntuhan terjadi akibat tulangan meleleh sebelum hancurnya beton. 10. (f) Momen lentur besar. Pada kondisi ini, keruntuhan terjadi seperti halnya pada sebuah balok. P

P

P

e

(a)

e

(b)

(c)

P

P e

M

e

2.2 Beban Aksial dan Lentur pada Kolom Kolom akan melentur akibat momen, dan momen tersebut akan cenderung menimbulkan tekanan pada satu sisi kolom dan tarikan pada sisi lainnya. Tergantung pada besar relatif momen dan beban aksial, banyak cara yang

(d)

(e)

(f)

Gambar 2.1 Kolom menerima beban dengan eksentrisitas yang terus diperbesar

2.3 Kekuatan Kolom Pendek dengan Beban Sentris Tinjaulah suatu kolom yang luas penampang brutonya Ag dengan lebar b dan tinggi total h, bertulangan baja dengan luas total Ast (terbagi pada semua sisi kolom). Luas bersih penampang beton adalah Ag – Ast. Gambar 2.2 menyajikan riwayat pembebanan pada beton dan baja pada saat beban kolom meningkat. Pada awalnya, baik beton maupun baja berperilaku elastis. Pada saat regangannya mencapai sekitar 0,002 sampai 0,003, beton mencapai kekuatan maksimum ƒ’c. Secara teoritis, beban maksimum yang dapat dipikul oleh kolom adalah beban yang menyebabkan terjadinya tegangan ƒ’c pada beton. Penambahan beban lebih lanjut bisa saja terjadi apabila strain hardening pada baja terjadi di sekitar regangan 0,003.

Baja leleh

fy

Daerah 'strain hardening'

f 'c

Beton hancur

Regangan Regangan leleh beton pada f 'c baja

(Regangan batas pada beton)

Gambar 2.2 Hubungan tegangan-regangan pada beton dan baja (beban sentris)

Dengan demikian kapasitas beban sentris maksimum pada kolom dapat diperoleh dengan menambahkan kontribusi beton yaitu (Ag – Ast) 0,85ƒ’c dan kontribusi baja, Astƒy. Ag adalah luas bruto total penampang beton dan Ast adalah luas total tulangan baja = As + A’s. Yang digunakan dalam perhitungan di sini adalah 0,85ƒ’c, bukan ƒ’c. Hal ini disebabkan oleh kekuatan maksimum yang dapat dipertahankan pada struktur aktual mendekati harga 0,85ƒ’c. Dengan demikian, kapasitas beban sentris maksimum adalah P0 yang dapat dinyatakan sebagai : P0 = 0,85ƒ’c (Ag – Ast) + Astƒy....................(2.1) Perlu ditekankan di sini bahwa beban yang sentris menyebabkan tegangan tekan yang merata di seluruh bagian penampang. Ini berarti bahwa pada saat terjadi keruntuhan, tegangan dan regangannya akan merata di seluruh bagian penampang seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.3.

Mengadakan eksentrisitas sebesar nol merupakan hal yang amat mustahil di dalam struktur aktual. Beberapa contoh yang dapat menyebabkan eksentrisitas sangat mudah terjadi adalah misalnya ketidaktepatan letak dan ukuran kolom, beban yang tidak simetris akibat perbedaan tebal pelat di sekitar kolom atau adanya ketidaksempurnaan lainnya. Dengan demikian perlu adanya suatu eksentrisitas minimum (yang dapat diterima) dalam arah tegak lurus sumbu lentur yaitu 10% dari tebal kolom untuk kolom bersengkang dan 5% untuk kolom berspiral. Untuk mengurangi perhitungan eksentrisitas minimum yang diperlukan dalam analisis dan desain, peraturan ACI mensyaratkan suatu reduksi beban aksial sebesar 20 % untuk kolom bersengkang dan 15% untuk kolom berspiral. Dengan menggunakan faktor – faktor ini, kapasitas beban aksial nominal pada kolom tidak boleh diambil lebih besr daripada : Pn(max) = 0,8 [0,85ƒ’c (Ag – Ast) + Astƒy]......................(2.2) untuk kolom bersengkang, dan Pn(max) = 0,85 [0,85ƒ’c (Ag – Ast) + Astƒy]....................(2.3) untuk kolom berspiral. Beban nominal ini masih harus direduksi lagi dengan menggunakan faktor reduksi kekuatan Ø seperti yang akan dibahas berikut ini. Biasanya untuk desain, besarnya (Ag – Ast) dapat dianggap sama dengan Ag tanpa kehilangan ketelitian. 2.4 Kekuatan Kolom yang Dibebani Eksentris 2.4.1Perilaku Kolom Pendek yang Dibebani Eksentris Prinsip – prinsip pada balok mengenai distribusi tegangan dan blok tegangan segiempat ekuivalennya dapat diterapkan juga pada kolom. Gambar 2.4 memperlihatkan penampang melintang suatu kolom segiempat tipikal dengan diagram distribusi regangan, tegangan, dan gaya padanya. Diagram ini berbeda dengan diagram yang menjelaskan tentang adanya gaya nominal memanjang Pn yang bekerja pada keadaan runtuh dan mempunyai eksentrisitas e dari pusat plastis (atau bisa saja pusat geometri) penampang. Tinggi sumbu netral ini sangat menentukan kekuatan kolom. d' y

0,85f 'c

εc = 0,00 3 ε '

A'sfy

Cc = 0,85f 'c (Ag - Ast)

h

Asfy d' b (a)

d

As

0,002

d

h/2 A's

h

ε

s

b Penampang melintang

Pusat plastis

Pn

c

0,8 5ƒ’ c

Cs Cc

Cs Cc

e e' (d - d')

Sumbu netral

Ts

Pusat plastis

Ts

s (b)

(c)

Gambar 2.3 Geometri, regangan, dan tegangan kolom (beban sentris); (a) penampang melintang; (b) regangan beton; (c) tegangan (dan gaya – gaya)

Gambar 2.4 Tegangan dan gaya – gaya pada kolom

Regangan : d c εs = 0,003 c c  d' ε’s = 0,003 c

Tegangan : ƒs = Esεs ≤ ƒy ƒ’s = Esε’s ≤ ƒy

Gaya dalam : Cc = 0,85ƒ’c ba Cs = A’s f’s Ts = As fs

c = jarak sumbu netral y = jarak pusat plastis e = eksentrisitas beban ke pusat plastis e’ = eksentrisitas beban ke tulangan tarik d’ = selimut efektif tulangan tekan

Persamaan keseimbangan gaya dan momen dari gambar 2.4 untuk kolom pendek dapat dinyatakan sebagai gaya tahan aksial nominal Pn dalam keadaan runtuh Pn = Cc + Cs – Ts....................(2.4) Momen tahanan nominal Mn yaitu sebesar Pne dapat diperoleh dengan menuliskan keseimbangan momen terhadap pusat plastis penampang. Untuk kolom yang penulangannya simetris, pusat plastisnya sama dengan pusat geometrisnya. 

Mn = Pne = Cc (

y-

  a ) + Cs ( y - d’) + Ts (d - y )....(2.5) 2

Karena Cc = 0,85ƒ’c ba Cs = A’sƒ’s Ts = Asƒs Persamaan 2.4 dan 2.5 dapat pula ditulis sebagai : Pn = 0,85ƒ’cba + A’sƒ’s - Asƒs....................(2.6) 

Pne = 0,85ƒ’cba (

y-

a ) 2



+ A’sƒ’s (

y-

d’) + Asƒs (d -



y )..........(2.7) Dalam persamaan 2.6 dan 2.7 , tinggi sumbu netral c dianggap kurang daripada tinggi efektif d penampang, juga baja pada sisi yang tertarik memang mengalami tarik. Kondisi ini dapat berubah apabila eksentrisitas e beban Pn sangat kecil. Untuk eksentrisitas yang kecil ini – yang seluruh bagian penampangnya mengalami tekan – kontribusi tulangan yang tertarik harus ditambahkan kepada kontribusi baja dan beton yang tertekan. Suku Asƒs dalam persamaan 2.6 dan 2.7, dalam hal ini mempunyai tanda positif karena semua tulangan baja mengalami tekan. Dalam persamaan ini juga diasumsikan bahwa (ba – A’s) ≈ ba yaitu volume beton yang hilang akibat adanya tulangan diabaikan. Jika dalam analisis atau desain digunakan komputer, solusi yang lebih halus dapat diperoleh. Dengan demikian luas beton yang tergantikan oleh baja dapat ditinjau dalam solusi dengan bantuan komputer. Perlu ditekankan di sini bahwa gaya aksial Pn tidak dapat melebihi kekuatan dengan aksial maksimum Pn(max) yang dihitung dengan menggunakan persamaan 2.2. Tulangan tekan A’s atau tulangan tarik As akan mencapai kekuatan lelehnya ƒy, bergantung pada besarnya eksentrisitas e. Tegangan ƒ’s pada baja dapat mencapai ƒy apabila keruntuhan yang terjadi berupa hancurnya beton. Apabila keruntuhannya berupa lelehnya

tulangan baja, besaran ƒs harus disubstitusikan dengan ƒy. Apabila ƒ’s atau ƒs lebih kecil daripada ƒy, maka yang disubstitusikan adalah tegangan aktualnya, yang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang diperoleh dari segitiga yang sebangun dengan distribusi regangan di seluruh tinggi penampang (gambar 2.4) yaitu persamaan : ƒ’s = Esε’s = Es

0,003(c  d ' ) ≤ ƒy……………..(2.8) c

ƒs = Esεs = Es

0,003(d  c) ≤ ƒy………………..(2.9) c

2.4.2 Persamaan – Persamaan Dasar pada Kolom dan Prosedur Coba – Coba dan Penyesuaian untuk Analisis dan Desain Kolom Persamaan 2.6 dan 2.7 dapat dipakai untuk menentukan beban aksial nominal Pn yang dapat bekerja dengan aman pada eksentrisitas e untuk suatu kolom yang mengalami beban eksentris. Apabila dipelajari lebih lanjut, pada kedua persamaan tersebut ada beberapa koefisien yang dapat diklasifikasikan sebagai : 1. Tinggi blok tegangan ekuivalen, a 2. Tegangan pada baja yang tertekan, f’s 3. Tegangan pada baja yang tertarik, fs 4. Pn untuk suatu e yang diberikan, atau sebaliknya e untuk Pn yang diberikan Tegangan f’s dan fs dapat dinyatakan dalam tinggi sumbu netral c seperti pada persamaan 2.8 dan 2.9 atau juga dalam a. Dua koefisien yang lain adalah a dan Pn dapat dipecahkan dengan menggabungkan persamaan 2.6 dan 2.9 akan dihasilkan persamaan pangkat tiga dengan peubah tinggi sumbu netral c. Selain itu, perlu juga dicek apakah tegangan pada baja memang benar lebih kecil daripada kekuatan lelehnya, fy. Dengan demikian di sini dibahas suatu prosedur coba – coba dan penyesuaian untuk kasus umum analisis (maupun desain) pada kolom. Untuk suatu geometri penampang dan eksentrisitas e yang diberikan, asumsikan besarnya jarak sumbu netral c. Dengan harga c ini dapat dihitung tinggi blok tegangan ekuivalen a dengan menggunakan a = ß1c. Dengan menggunakan c yang diasumsikan tadi, hitung besarnya beban aksial nominal Pn dengan menggunakan persamaan 2.8 dan 2.9. Hitung juga eksentrisitas untuk beban Pn ini dengan menggunakan persamaan 2.7. Eksentrisitas ini harus sama atau cukup dekat dengan eksentrisitas yang diberikan semula. Apabila tidak memeuhi, maka ulangi semua langkah di atas sampai tercapai konvergensi. Apabila eksentrisitas yang dihitung lebih besar daripada eksentrisitas yang diberikan, ini berarti bahwa besarnya c (dan juga a) lebih kecil daripada harga sesungguhnya. Dalam hal demikian, untuk langkah berikutnya gunakan harga c yang lebih besar. Proses coba – coba dan penyesuaian ini dapat konvergen dengan cepat dan menjadi sangat mudah apabila digunakan suatu program komputer.

2.5 Ragam Kegagalan pada Kolom Berdasarkan besarnya regangan pada tulangan baja yang tertarik (Gambar 2.4), penampang kolom dapat dibagi menjadi dua kondisi awal keruntuhan yaitu : 1. Keruntuhan tarik, yang diawali dengan lelehnya tulangan yang tertarik. 2. Keruntuhan tekan, yang diawali dengan hancurnya beton yang tertekan. Kondisi balanced terjadi apabila keruntuhan diawali dengan lelehnya tulangan yang tertarik sekaligus juga hancurnya beton yang tertekan. Apabila Pn adalah beban aksial dan Pnb adalah beban aksial pada kondisi balanced, maka : Pn < Pnb → keruntuhan tarik Pn = Pnb → keruntuhan balanced Pn > Pnb → keruntuhan tekan Dalam segala hal, keserasian regangan (strain compatibility) harus tetap terpenuhi. 2.5.1 Keruntuhan Balanced Kolom Segi Empat

pada

Penampang

Jika eksentrisitas semakin kecil, maka akan ada suatu transisi dari keruntuhan tarik utama ke keruntuhan tekan utama. Kondisi keruntuhan balanced tercapai apabila tulangan tarik mengalami regangan lelehnya Ey dan pada saat itu pula beton mengalami regangan batasnya (0,003) dan mulai hancur. Dari segitiga yang sebangun dapat diperoleh persamaan tinggi sumbu netral pada kondisi balanced, cb yaitu (gambar 2.4) :

Cb  d

0.003 0.003 

………………..(2.10)

fy Es

2.5.2 Keruntuhan Tarik pada Penampang Kolom Segi Empat Awal keadaan runtuh dalam hal eksentrisitas yang besar dapat terjadi dengan lelehnya tulangan baja yang tertarik. Peralihan dari keruntuhan tekan ke keruntuhan tarik terjadi pada e = eb. Jika e lebih besar daripada eb atau Pn < Pnb, maka keruntuhan yang terjadi adalah keruntuhan tarik yang diawali oleh lelehnya tulangan tarik. Persamaan 2.6 dan 2.7 dapat digunakan untuk analisis (dan desain) dengan mensubstitusikan tegangan leleh ƒy sebagai tegangan pada tulangan tarik. Tegangan ƒ’s pada tulangan tekan dapat lebih kecil atau sama dengan tegangan leleh baja, dan tegangan tekan aktual ƒ’s ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.8. Dalam praktek biasanya digunakan penulangan yang simetris, yaitu A’s = As, dengan maksud mencegah kekeliruan dalam penempatan tulangan tarik dan tulangan tekan. Penulangan yang simetris juga diperlukan apabila ada kemungkinan tegangan berbalik tanda, misalnya karena arah angin atau gempa yang berbalik. 2.5.3 Kegagalan Tekan pada Penampang Kolom Segi Empat Agar dapat terjadi keruntuhan yang diawali dengan hancurnya beton, eksentrisitas e gaya normal harus lebih kecil daripada eksentrisitas balanced eb dan tegangan pada tulangan tariknya lebih kecil daripada tegangan leleh, yaitu ƒs < ƒy. Dalam proses analisis (maupun desain) diperlukan persamaan dasar keseimbangan yaitu persamaan 2.6 dan persamaan 2.7. Selain itu, diperlukan pula prosedur coba – coba dan penyesuaian, dan adanya keserasian regangan di seluruh bagian penampang.

Atau dengan menggunakan Es = 2 x 105 MPa :

Cb  d

600 600  f y

ab   1cb   1 d

2.6 Diagram Interaksi Kolom Beton Bertulang ………………..(2.11)

600 600  f y

………………..(2.12)

Beban aksial nominal pada kondisi balanced Pnb dan eksentrisitasnya eb dapat ditentukan dengan menggunakan ab pada persamaan 2.6 dan 2.7. Pnb = 0,85ƒ’cbab + A’sƒ’s - Asƒy………………..(2.13) 

Mnb = Pnbeb = 0,85ƒ’cbab (

y-

Hampir semua elemen struktur tekan pada struktur beton diperlakukan untuk menerima momen sebagai tambahan terhadap beban aksial. Hal ini bisa diakibatkan oleh beban yang tidak terletak pada tengah kolom seperti pada gambar 2.5 (b) atau juga sebagai hasil penahan daripada keadaan tidak seimbang momen pada ujung balok yang didukung oleh kolom.

 a ) + A’sƒ’s ( y - d’) + 2



Asƒy (d dimana

y ) .............................................................(2.14)

ƒ’s = 0,003 Es

cb  d ' ≤ ƒy……………………..(2.15) cb



dan y adalah jarak tepi tertekan ke pusat plastis atau geometris. Gambar 2.5 Beban aksial dan momen pada kolom

Jarak e diartikan sebagai eksentrisitas terhadap beban. Kedua kasus ini pada dasarnya sama yaitu beban P eksentris pada gambar 2.5 (b) bisa diganti dengan beban P yang bekerja pada aksis centroidal ditambah dengan momen, M = Pe, terhadap sumbu centroid. 2.7 Konsep dan Asumsi Diagram Interaksi Kolom Diagram interaksi untuk kolom umumnya dihitung dengan mengasumsikan regangan yang didistribusikan dimana setiap regangan bersesuaian dengan titik tertentu pada diagram interaksi, dan menghitung nilai yang bersesuaian dengan P dan M. Bila titik – titik tersebut telah dihitung, barulah hasilnya ditunjukkan dengan diagram interaksi. Gambar 2.7 Distribusi regangan berkaitan dengan titik pada diagram interaksi

Semua titik yang berada dibawah ini pada diagram interaksi menunjukkan kasus dimana penampang terjadi retak pada bagian – bagian tertentu. Titik C menunjukkan regangan distribusi dengan regangan tekan maksimum sebesar 0,003 pada satu sisi penampang dan regangan tarik y, leleh daripada tulangan, pada tulangan tarik. Hal ini menunjukkan keruntuhan balanced dengan terciptanya kehancuran pada beton dan melelehnya tulangan tarik yang terjadi secara bersamaan. Titik C merupakan titik terjauh pada diagram interaksi yang menunjukkan perubahan dari kegagalan tekan untuk beban yang lebih tinggi dan kegagalan tarik untuk beban yang lebih kecil. Gambar 2.6 Perhitungan Pn dan Mn untuk kondisi regangan tertentu

Proses perhitungan ditunjukkan pada gambar 2.6 untuk satu regangan tertentu. Potongan penampang digambarkan pada gambar 2.6 (a) dan satu regangan distribusi diasumsikan seperti pada gambar 2.6 (b). Maksimum regangan tekan beton diatur sebesar 0,003, bersesuaian dengan kegagalan kolom. Lokasi garis netral dan regangan pada tiap tulangan dihitung dari distribusi regangan. Hasilnya kemudian digunakan untuk menghitung besarnya blok tekanan dan besarnya gaya yang bekerja pada tiap tulangan, seperti pada gambar 2.6 (c). Gaya pada beton dan tulangan yang ditunjukkan pada gambar 2.6 (d) dihitung dengan mengalikan gaya dengan luas dimana gaya tersebut bekerja. Akhirnya, gaya aksial Pn dihitung dengan menjumlahkan gaya – gaya individual pada beton dan tulangan, dan momen Mn dihitung dengan menjumlahkan gaya – gaya ini terhadap titik pusat daripada potongan penampang. Nilai Pn dan Mn ini menggambarkan satu titik di diagram interaksi. Gambar 2.7 menggambarkan beberapa seri dari distribusi regangan dan menghasilkan titik – titik pada diagram interaksi. Distribusi regangan A dan titik A menunjukkan keadaan murni aksial tekan. Titik B menunjukkan hancurnya satu muka kolom dan gaya tarik sebesar nol pada muka lainnya. Bila kuat tarik beton diabaikan pada proses perhitungan, hal ini menunjukkan terjadinya retak pada bagian bawah muka penampang.

2.8 Perkembangan Metode Perencanaan Elemen Struktur Beton Bertulang 2.8.1 Strength Design Method (Utimate Strength Design) Strength design method (metode perencanaan kekuatan) ini dahulu dinamakan ultimate strength method (metode kekuatan batas). Dimana dalam metode ini beban kerja dinaikkan secukupnya dengan beberapa faktor untuk mendapatkan beban pada waktu keruntuhan dinyatakan sebagai "telah di ambang pintu (imminent)". Beban ini dinamakan sebagai beban berfaktor (factored service load). Struktur atau unsurnya lalu diproporsikan sedemikian hingga mencapai kekuatannya pada saat bekerjanya beban berfaktor. Perhitungan dari kekuatan ini memperhitungkan sifat hubungan yang tidak linear antara tegangan dan regangan dari beton. Metode rencana kekuatan dapat dinyatakan sebagai berikut: Kekuatan yang tersedia  kekuatan yang diperlukan untuk memikul beban berfaktor Dimana kekuatan yang tersedia (seperti kekuatan momen) dihitung sesuai dengan peraturan dan permisalan dari sifat yang ditetapkan oleh suatu peraturan bangunan, dan kekuatan yang diperlukan adalah kekuatan yang dihitung dengan menggunakan suatu analisa struktur dengan menggunakan beban berfaktor.

Dalam metode ini, beban berfaktor (momen, geser, gaya aksial, dan lain - lain) didapat dengan jalan mengalikan beban kerja dengan faktor U sedangkan kekuatan rencana diperoleh dengan jalan mengalikan kekuatan nominal dengan suatu faktor reduksi kekuatan (). Daktilitas dicapai pada saat regangan tulangan tarik mencapai titik leleh sebelum beton mencapai regangan ultimate yaitu 0,003. Kondisi tersebut didefinisikan sebagai kondisi regangan seimbang. b adalah rasio penulangan yang menghasilkan kondisi regangan seimbang. Dasar dari kekuatan lentur nominal dari metode ini didahului oleh pernyataan F. Stussi (1932) yang mengatakan bahwa sifat tegangan - regangan umum untuk beton memperlihatkan hubungan yang nonlinear untuk tegangan diatas 0,5f’c. Perhitungan kekuatan lentur Mn yang didasarkan pada distribusi tegangan yang mendekati parabola dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan - persamaan yang ditetapkan (Wang dan Salmon, 1985). C.S.Whitney dan Edward Cohen (Guide for Ultimate Strength Design of Reinforced Concrete, ACI Journal, November 1956) menyarankan penggunaan suatu distribusi tegangan tekan pengganti yang berbentuk persegi seperti gambar 2.8, dipakai suatu tegangan persegi dengan besar rata - rata 0,85f’c dan tinggi a = β1c. Dengan menggunakan tegangan persegi ekivalen, kekuatan momen nominal dapat diperoleh sebagai berikut :

atau

atau

T = Asfs = As (Ess)

saat s < y

T = Asfy

saat s

Cs = As’fs’ = As’(Ess’)

saat s’ < y

Cs = As’fy

saat s’

 y

 y

Cc = 0.85 fc’ba

Gambar 2.8 Regangan dan distribusi tegangan ekivalen untuk penampang yang menerima lentur dan tekan Dari keseimbangan gaya didapatkan : Pn = Cc + Cs – T Dari keseimbangan momen di tengah penampang : h a h h M n  Pne  Cc (  )  Cs (  d ' )  T (d  ) 2 2 2 2

Kekuatan nominal dicapai pada saat regangan pada serat tekan ekstrim sama dengan regangan runtuh beton (εcu). Pada waktu itu regangan pada tulangan tarik As kemungkinan lebih besar atau lebih kecil atau sama dengan y = fy/Es, tergantung pada perbandingan relatif dari tulangan terhadap beton. Jika jumlah tulangan cukup sedikit (underreinforced), maka tulangan akan meleleh sebelum beton hancur, ini akan menghasilkan suatu ragam keruntuhan yang daktail (ductile) dengan deformasi yang besar. Sedangkan jika jumlah tulangan cukup banyak (overreinforced) sehingga tulangan tetap dalam keadaan elastis pada saat kehancuran beton maka ini akan menghasilkas suatu ragam keruntuhan yang tiba - tiba atau getas (brittle). Pada metode ini (USD) tegangan tidak proporsional dengan regangannya dan prosedur beban desain merupakan beban layan yang dikalikan dengan suatu faktor beban. Sedangkan pada metode WSM tegangan yang terjadi proporsional dengan regangan yang terjadi dan beban desain sama besarnya dengan beban layan. 2.8.2 Metode Perencanaan Batas (Limit State Method) Perkenalan daripada teori beban ultimate untuk beton bertulang pada awalnya adalah untuk menggantikan teori yang lama yaitu teori elastis, namun seiring perkembangan ilmu pengetahuan membawa setiap teori tersebut ke persepektifnya masing – masing dan telah menunjukkan aplikasi teori – teori tersebut kepada konsep yang lebih luas yang kemudian disatukan dalam teori limit state. Dimana Service Ability Limit State menggunakan teori elastis dan Ultimate Limits State of Colapse menggunakan teori beban ultimate. SNI 03-2847-2002 saat ini menggunakan metode perencanaan batas ini (Limit State Method). Limit state adalah sebuah kondisi batas dimana sebuah stuktur menjadi tidak layak digunakan sebagaimana mestinya. Tujuan daripada desain ini adalah untuk mengurangi kemungkinan terjadinya keadaan limit state selama umur desain sampai pada tingkat yang bisa diterima. Kondisi - kondisi batas ini dibagi menjadi dua kategori: 1. Batas limit state ini berkaitan dengan kapasitas untuk menerima beban maksimum (kekuatan dari struktur). 2. Batas limit kelayanan (serviceability limit state); ini berkaitan dengan kriteria (ketahanan) pada kondisi dibawah beban normal/kerja. Desain penampang dengan metode keadaan batas memiliki asumsi bahwa panampang beton bertulang didesain dalam kondisi regangan plastisnya. Dalam hal ini beton mencapai kekuatan tekan maksimumnya dan baja mencapai leleh. Kekuatan nominal penampang tersebut setelah dikalikan dengan faktor reduksi kekuatan harus mampu menerima beban berfaktor. Untuk menjamin keamanan struktur, metode ini menggunakan filosofi keamanan LRFD (Load Resistance Factor Design), yaitu : kuat rencana > kuat perlu (

R  Q )

dimana :

2.8.3 Unified Design Provisions

 = faktor reduksi, R = resistance atau kekuatan nominal,  = faktor beban, dan Q = beban kerja

Pada metode batas ultimate, faktor keamanan didasarkan pada suatu metode desain probabilistik dimana parameter - parameter dasarnya (beban, kekuatan dari material, dimensi, dsb) diperlakukan sebagai suatu nilai yang acak (random). Dimana ada beberapa faktor yang dapat digolongkan didalam dua kategori umum : faktor yang berhubungan dengan pelampauan beban dan faktor yang berhubungan dengan kekurangan kekuatan. Beban berlebih dapat terjadi akibat kemingkinan perubahan dari penggunaan dari tujuan semula struktur tersebut direncanakan, dapat juga akibat penaksiran yang kurang dari pengaruh beban akibat terlalu disederhanakannya prosedur perhitungan, dan akibat pengaruh dari urut - urutan dari metoda pelaksanaan. Kekurangan kekuatan dapat diakibatkan oleh variasi yang merugikan dari kekuatan bahan, pengerjaan, dimensi, pengendalian, dan pengawasan, sekalipun masih didalam toleransi yang disyaratkan. Sedangkan metode batas kelayanan bertujuan untuk melihat tingkat kelayanan elemen struktur sebagai akibat daripada adanya defleksi, ketahanan atau durabilitas, kerusakan lokal akibat retak, belah maupun spalling yang semuanya dikontrol terhadap beban kerja yang ada atau sesuai dengan teori elastis. Ketentuan mengenai faktor reduksi pada elemen struktur akibat tekan dan lentur yang ada pada SNI 032847-2002 atau pada Limit State ini mengacu pada pasal 11.3.2.2 dimana : Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur :  Komponen struktur tulangan spiral yang sesuai dengan 12.9.3.........................................................0.7  Komponen struktur lainnya................................0.65 Namun bila beban aksial yang bekerja lebih kecil dari 0.1ƒ’cAg maka faktor reduksi tersebut boleh ditingkatkan hingga 0.8 (SNI 03-2847-2002) atau 0.9 (ACI 318-1999), hal ini untuk menunjukkan bahwa struktur mengalami beban aksial yang kecil dan mengalami beban lentur yang besar, atau pada saat itu kolom hampir berperilaku sama dengan balok. 

0.8

Kolom Bertulangan Spiral

  0 .8 

0.1Pu  0 .7 0.1 f ' cAg

0.7 0.65 Kolom Bersengkang Aksial Tarik

Aksial Tekan Kecil

  0 .8 

0.15 Pu  0.65 0.1 f ' cAg

P Gambar 2.9 Faktor reduksi SNI 03-2847-2002 untuk beban aksial dan lentur (Limit State) 0

0.1f'cAg

Konsep perhitungan menggunakan ketetapan unified design (Unified Design Provisions) ini pertama kali diperkenalkan oleh Robert F. Mast (Unified Design Provisions for Reinforced and Prestressed Concrete Flexural and Compression Members, ACI Journal, Maret - April 1992). Konsep utama yang berubah dalam unified design ini adalah tentang bagian lentur diganti dengan konsep tension controlled sections. Selain itu, juga dibuat satu konsep tentang compression controlled sections. Tension dan compression controlled sections didefinisikan dalam hubungannya dengan regangan tarik tulangan pada kekuatan nominal. Rasio penulangan dalam keadaan seimbang (ρb) tidak lagi diperlukan. Keuntungan dari cara berpikir ini adalah memperjelas perlakuan untuk bagian - bagian yang menerima beban aksial yang kecil maupun yang menerima beban aksial yang besar. Ketentuan tentang faktor reduksi kapasitas () juga diganti. Tujuan pemakaiaan faktor reduksi adalah:  Adanya kemungkinan variasi dari kekuatan material dan dimensi.  Adanya kemungkinan ketidaktelitian dalam perencanaan.  Mencerminkan arti pentingnya suatu bagian dalam struktur.  Diharapkan struktur mampu menerima beban yang direncanakan.

Gambar 2.10 Variasi

 yang terjadi berdasarkan εt yang

terjadi (fy = 400Mpa)

Nilai  menurut unified design provisions :  Tension Controlled Members : 0.9  Compression Controlled Members : 0.65 atau 0.7 (untuk tulangan Spiral), dengan transisi diinterpolasikan secara lurus berdasarkan regangan yang ada. Faktor reduksi yang lebih rendah diberikan untuk kondisi compression daripada kondisi tension karena kondisi compression memberikan daktilitas yang lebih rendah. Kondisi compression juga lebih sensitif terhadap variasi dari kekuatan beton. Bagian yang menggunakan tulangan spiral diberikan faktar reduksi yang lebih tinggi karena mereka memiliki daktilitas yang lebih tinggi.(ACI 318-2002).

Regangan tarik bersih di atas diukur pada d ekstrem (jarak dari tulangan pratekan atau non pratekan yang terjauh ke serat tekan terluar). Regangan pada d ekstrem ini sebagai tanda yang baik untuk menunjukkan daktilitas, potensial keretakan, maupun lebar keretakan dari elemen struktur beton.

BAB III METODOLOGI 3.1 Bagan Alir Penyelesaian Tugas Akhir Start

Studi Literatur

Pendahuluan dan Tinjauan Pustaka

Gambar 2.11 Berbagai macam kriteria regangan pada penampang beton menurut Unified Design Provisions

Jadi dengan adanya konsep unified design provisions ini perhitungan - perhitungan untuk mendesain penampang elemen beton dapat disederhanakan dengan menggunakan kondisi regangan untuk menjelaskan batas - batas antara kelakuan "tension controlled sections" dan "compression controlled sections", yaitu dengan satu perubahan dalam menentukan jarak dari serat tekan terluar ke pusat tulangan tarik (d) yang nantinya digunakan untuk membuat batas - batas tersebut untuk menentukan besarnya faktor reduksi () dalam menghitung kapasitas penampang. Dengan konsep dan definisi yang baru tersebut berarti nantinya hanya akan ada satu batasan untuk menghitung kapasitas penampang untuk semua elemen beton. Baik itu kolom, balok, beton bertulang biasa, maupun beton pratekan. Dan hal tersebut berlaku sama untuk berbagai macam bentuk penampang. Dalam menganalisa penampangnya metode unified design provisions ini menggunakan metode kekuatan batas sama seperti halnya di SNI 03-2847-2002.

Konsep Diagram Interaksi P-M Kolom

Algoritma dan Metode Iterasi

error

1. Mengumpulkan materi yang berhubungan dengan topik tugas akhir 2. Mempelajari konsep tentang kolom 3. Mempelajari diagram interaksi P-M kolom 4. Mempelajari bahasa pemrograman Visual Basic 6.0 1. Membahas latar belakang, perumusan masalah, dan batasan masalah 2. Membahas dasar teori yang berkaitan dengan kolom termasuk tipe – tipe, perilaku, dan kapasitasnya ketika menerima beban aksial dan momen 1. Membahas tentang konsep diagram interaksi P-M kolom 2. Mendapatkan titik – titik yang diperlukan untuk menggambar diagram interaksi P-M kolom 3. Merancang diagram interaksi P-M kolom 1. Menganalisa pengaruh penampang kolom, mutu beton dan tulanganterhadap bentuk diagram interaksi P-M kolom 2. Menetapkan metode iterasi untuk mendapatkan rasio tulangan yang paling mendekati/sesuai dengan titik kombinasi Pu dan Mu yang bekerja 3. Membuat flowchart untuk listing program

Membuat Program

1. Membuat tampilan (interface) program 2. Membuat listing program untuk kurva tegangan-regangan beton terkekang

Running Program

Mengoperasikan program dan mengecek apakah terdapat kesalahan atau tidak dalam membuat listing program, sekaligus memperbaiki error jika memang terjadi kesalahan

ok

tidak

Output benar

Mengecek validasi output program

ya

Penyusunan Laporan Tugas Akhir

Finish

Gambar 3.1 Metodologi pelaksanaan tugas akhir



3.2 Studi Literatur Pada tahap ini dilakukan studi literatur mengenai konsep dasar kolom termasuk tipe – tipe kolom, perilakunya ketika menerima beban aksial dan momen lentur serta kapasitas kolom yang digambarkan dalam diagram interaksi P-M kolom. Literatur-literatur yang digunakan antara lain : 1. MacGregor, J.G., Reinforced Concrete Mechanics and Design, Edisi kedua, Prentice Hall Inc., 1992, 848 hal. 2. Nawy, E.G., Reinforced Concrete : A Fundamental Approach, Prentice Hall Inc., 1985, 763 hal. 3. McCormac, J.C., Design of Reinforced Concrete, Edisi kelima, John Wiley & Sons, 2001, 422 hal. 4. Wang, C.K., dan Salmon, C.G., Reinforced Concrete Design, Edisi keempat, Harper & Row Inc., 1985, 484 hal. 5. Purwono, R., Tavio, Imran ,I., dan Raka, I.G.P., Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002) Dilengkapi Penjelasan (S-2002), ITS Press, Surabaya, 2007, 408 hal. 6. Mast, R.F, Unified Design Provisions for Reinforced and Prestressed Concrete Flexural and Compression Members, ACI Structural Journal, V.89, No.2, Maret-April 1992, hal 188-191. 7. Dewobroto, W., Aplikasi Sain dan Teknik dengan Visual Basic 6.0, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2003, 317 hal. 8. Dewobroto, W., Aplikasi Rekayasa Konstruksi dengan Visual Basic 6.0 (Analisis dan Desain Penampang Beton Bertulang sesuai SNI 03-28472002), PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2005, 451 hal. 3.3 Merancang Diagram Interaksi P-M Kolom Untuk mendapatkan kombinasi P dan M pada diagram interaksi maka solusi yang dapat dilakukan adalah dengan mengadopsi algoritma numerik, meskipun algoritma manual juga dapat dibuat tetapi akan cukup kompleks. Untuk menentukan P dan M tersebut perlu mempelajari sifat diagram interaksi yang ada dengan mendapatkan minimal lima titik yaitu : 1. Beban aksial tekan maksimum (teori) sesuai dengan perumusan 2.1 pada bab II sub bab 2.3 2. Beban aksial tekan maksimum yang diijinkan, Pn maks = 0.8 P0 → Mn = Pn maks . emin 3. Beban lentur dan aksial pada kondisi balanced, nilainya ditentukan dengan mengetahui kondisi regangan beton εcu = 0,003 dan baja εs = εy =

fy Es

4.

Beban lentur pada kondisi beban aksial nol, kondisi seperti balok.

5.

Beban aksial tarik maksimum, Pn-T =

n

 A i 1

st

fy

Kelima titik di atas adalah titik – titik minimum yang harus ada pada diagram interaksi. Jika perlu, ketelitian yang lebih baik dapat ditambahkan titik lain :

di daerah keruntuhan tekan yaitu titik – titik di antara A dan C seperti pada gambar 2.7  di daerah keruntuhan tarik yaitu titik – titik di antara C dan E seperti pada gambar 2.7 Jadi, agar seimbang maka setiap penambahan titik pada kurva diperlukan dua buah titik yaitu untuk mengantisipasi dua kondisi keruntuhan yang terjadi. 3.4 Algoritma Susunan program secara umum dibuat menurut diagram alir gambar 3.2 seperti di bawah ini. Start

User Input

Baca Data

Analisa

Tampilkan Output

Finish Gambar 3.2 Flowchart program utama

Secara lebih rinci lagi, alur untuk menggambar diagram interaksi P-M kolom terlihat seperti pada gambar 3.4 di bawah ini.

Input : ƒ’c, ƒy, b, h, ϕℓ, ϕs, decking, Pu, Mu

B

C

Tulangan tarik c y  s  0.003   c 

Tulangan tekan tidak

ya

y>c

 yc  s  0.003   c 

ƒs

Pn(i), Mn(i) untuk diagram interaksi dengan ρmin dan ρmax

Tetapkan : ρmin = 1% dan ρmax = 6% ϕPn(i), ϕMn(i) untuk diagram interaksi dengan ρmin dan ρmax

Hitung : Asmin = ρmin x b x h Asmax = ρmax x b x h

tidak i = 1000

ya Plot : ϕPn(i), ϕMn(i) untuk diagram interaksi dengan ρmin dan ρmax

Besarkan penampang kolom/diameter tulangan atau kecilkan penampang/diameter tulangan

i=1

ya tidak

 0.003  0.003   s 

c= 

 d 

Plot : Apakah Pu, ϕMu berada di dalam diagram interaksi dengan ρmin dan ρmax

Finish

Gambar 3.3 Flowchart untuk menggambar diagram interaksi P-M kolom C

B

Setelah mendapatkan diagram interaksi P-M kolom baik untuk rasio tulangan minimal dan maksimal dan memeriksa apakah Pu dan Mu berada di dalamnya, maka langkah berikutnya adalah melakukan iterasi untuk mendapatkan rasio tulangan yang paling mendekati/sesuai dengan beban aksial dan momen lentur yang bekerja. Untuk lebih jelasnya, lihat flowchart pada gambar 3.5.

e

Mu Pu

Dapatkan Mbatasmin & Mbatasmax dengan e yang sama akibat Pu, Mu

n=1

ρtengah =

 min(n )   max(n ) 2

Gambar 4.1 Tampilan GUI jendela utama ITS Column Mbatas tengah dengan e yang sama akibat Pu, Mu

ya

2. tidak

Mbatas tengah < Mu < Mbatasmax

Mbatasmin = Mbatasmin Mbatasmax = Mbatas tengah

Mbatasmin = Mbatas tengah Mbatasmax = Mbatasmax

n=n+1

tidak

M batas max  M batastengah   and

M batastengah  M batas min  

ya

Langkah kedua adalah memulai project baru dengan cara klik menu Input > General Information. Menu ini berisi tentang nama project baru, nama kolom yang akan didesain, dan nama perencana. Ketiga parameter tersebut boleh dikosongi karena tidak akan mempengaruhi jalannya program. Selain itu, terdapat juga menu pilihan untuk design code yang akan digunakan. Klik OK untuk keluar dari jendela input General Information jika data yang diisikan oleh user diyakini sudah benar atau cancel untuk membatalkan data yang telah diinputkan.

ρperlu = ρtengah STOP

Gambar 3.4 Flowchart untuk mendapatkan rasio tulangan perlu (riil)

BAB IV PENGOPERASIAN PROGRAM 4.1 Penjelasan Program Program bantu untuk menghitung rasio tulangan ini dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman visual basic. Program ini dibuat dengan membagi menjadi beberapa modul dengan harapan untuk mempermudah proses debugging jika terjadi kesalahan pada saat penyusunan program. 4.2 Prosedur Pengoperasian Program Berikut ini merupakan langkah – langkah untuk mengoperasikan program : 1. Langkah pertama untuk memulai program, klik ITS Column.exe dua kali sehingga muncul tampilan pertama jendela utama program ITS Column seperti pada gambar 4.1.

Gambar 4.2 Input General Information

3.

Langkah ketiga adalah menginputkan data – data material/bahan yaitu kuat tekan beton, ƒ’c dan kuat leleh tulangan baja, ƒy dengan cara klik menu Input > Material Properties. Ketika data ƒ’c diinputkan, parameter – parameter yang lain akan berubah dengan sendirinya seperti modulus elastisitas beton (Ec), tegangan maksimal beton (ƒc), dan beta dengan menganggap bahwa regangan batas beton sebesar 0,003. Selanjutnya, ketika data ƒy diinputkan, parameter yang berubah adalah regangan baja dengan menganggap nilai modulus elastisitas sebesar 200000 MPa dan regangan batas baja sebesar 0,002.

Gambar 4.3 Input Material Properties

4.

Langkah keempat adalah input property penampang. Klik menu Input > Section > Rectangular untuk membuka jendela input penampang. Di dalam menu ini, user diminta untuk memasukkan data luas penampang yang terdiri dari panjang dan lebar kolom.

Gambar 4.5 Input Four Side Equal

6.

Langkah keenam adalah memasukkan input beban aksial dan momen dengan cara klik menu Input > Load > Factored. Di dalam menu ini user menginputkan beban aksial pada kolom Load dan momen pada kolom X-Moment. Setelah menginputkan beban – beban di atas, klik insert agar tersimpan di dalam Listbox lalu klik OK. Perlu diingat, user hanya dapat menginputkan beban aksial dan momen sekali saja.

Gambar 4.4 Input Rectangular Section

5.

Langkah kelima adalah memasukkan data – data seperti diameter tulangan longitudinal, selimut beton (decking), dan diameter tulangan tranversal (sengkang) dengan cara klik menu Input > Initial Reinforcement > Four Side Equal. Sebelum user menginputkan data – data di atas, user diharuskan memilih terlebih dahulu apakah menggunakan batasan rasio tulangan batasan minimal dan maksimal (pilihan Based on Minimal and Maximal Reinforcement Ratio) untuk menangkap titik komninasi beban ataukah menggunakan batasan jumlah tulangan minimal dan maksimal (Based on The Number of Bar). Jika user memilih menggunakan Based on Minimal and Maximal Reinforcement Ratio maka user tidak perlu menginputkan data untuk n (min) dan n (max). Sebaliknya, jika user memilih menggunakan Based on The Number of Bar maka user harus menginputkan seluruh data termasuk n (min) dan n (max). Perlu diingat bahwa jumlah tulangan yang diinputkan harus kelipatan empat karena yang dibahas dalam tugas akhir ini hanya kolom berpenampang persegi dengan tulangan longitudinal empat sisi (four side equal). Untuk lebih jelasnya, lihat pada gambar 4.5.

Gambar 4.6 Input Factored Load

7.

Langkah ketujuh adalah memeriksa apakah kapasitas kolom mampu menahan beban kombinasi aksial dan momen lentur yang bekerja. Selain itu, perlu juga diperiksa apakah rasio tulangan longitudinal yang dibutuhkan berada di antara 1% 6% sesuai dengan SNI 03-2847-2002 Pasal 23.4.3.1. Langkah tersebut dapat dilakukan dengan cara klik menu Solve > Check Column Capacity. Jika kondisi tersebut sudah sesuai, maka akan mucul seperti pada gambar 4.7. Sebaliknya, jika kapasitas penampang kolom tidak mampu menahan beban kombinasi yang terjadi maka akan terlihat seperti pada gambar 4.8 dan akan muncul pesan kepada user untuk memilih apakah memperbesar penampang kolom atau memperbesar diameter tulangan longitudinal. Begitu pula jika rasio tulangan longitudinal yang dibutuhkan ternyata di bawah batas minimal 1%, artinya tidak sesuai dengan persyaratan SNI 032847-2002 Pasal 13.4.3.1, maka akan akan muncul pesan kepada user untuk memperkecil penampang

kolom atau memperkecil diameter tulangan longitudinal seperti terlihat seperti pada gambar 4.9.

8.

Langkah yang terakhir adalah merunning program dengan cara klik menu Solve > Execute. Proses running ini membutuhkan waktu agak lama karena proses iterasinya terjadi ribuan kali. Output yang dihasilkan berupa rasio tulangan perlu, luas tulangan perlu, jumlah tulangan yang diperlukan sebenarnya, jumlah tulangan yang digunakan, luas tulangan yang digunakan, dan rasio tulangan yang digunakan. Selain itu, ditampilkan pula output yang berupa gambar digram interaksi kolom dan gambar penampang kolom beserta tulangan longitudinalnya (lihat gambar 4.10).

Gambar 4.7 Kapasitas kolom mampu menahan kombinasi beban aksial dan momen lentur yang bekerja serta rasio tulangan longitudinal yang sesuai dengan persyaratan SNI 03-2487-2002 Pasal 23.4.3.1

Gambar 4.10 Output program ITS Column

BAB V STUDI KASUS

Gambar 4.8 Kapasitas kolom tidak mampu menahan kombinasi beban aksial dan momen (penampang kolom terlalu kecil)

Untuk mengetahui kebenaran dan ketelitian program bantu perhitungan rasio tulangan longitudinal ITS Column ini, maka diperlukan verifikasi hasil output program tersebut dengan program lain seperti PCA Column. 5.1 Studi Kasus 1 (Kolom Kecil) Pada studi kasus yang pertama, akan dihitung rasio tulangan dan jumlah tulangan longitudinal dengan data – data seperti di bawah ini : 1. Dimensi kolom, b = 300 mm dan h = 300 mm 2. Mutu beton, ƒ’c = 27.5 MPa 3. Mutu tulangan, ƒy = 400 MPa

Gambar 4.9 Rasio tulangan longitudinal pada kolom kurang dari batas minimal 1% sehingga tidak sesuai dengan persyaratan SNI 032487-2002 Pasal 23.4.3.1



4.

Diameter tulangan longitudinal,

= 19 mm

5.

Diameter tulangan tranversal/sengkang,

6. 7. 8.

Selimut beton (decking) = 40 mm Beban aksial terfaktor, Pu = 500 kN Momen terfaktor, Mu = 100 kN

 s = 10 mm

Kasus tersebut akan diselesaikan dengan menggunakan program ITS Column dan hasilnya akan diverifikasi dengan menggunakan program PCA Column. Langkah – langkah yang dapat dilakukan antara lain : Input 1 : Input > General Information Project : Studi Kasus 1 Column : SK1 (merupakan singkatan dari Studi Kasus 1)

Engineer : Ardiansyah Design code : SNI 2847-2002

Gambar 5.4 Input Four Side Equal untuk studi kasus 1 Gambar 5.1 Input General Information untuk studi kasus 1

Input 2 : Input > Material Properties Strength, ƒ’c = 27.5 MPa Strength, ƒy = 400 MPa

Gambar 5.2 Input Material Properties untuk studi kasus 1

Input 3 : Input > Section > Rectangular Width (Along X) = 300 mm Depth (Along Y) = 300 mm

Input 5 : Input > Load > Factored Load = 500 kN X-Moment = 100 kNm

Gambar 5.5 Input Factored Load untuk studi kasus 1

Setelah proses input selesai maka langkah selanjutnya adalah memeriksa apakah kapasitas penampang kolom mampu menahan beban kombinasi yang bekerja sekaligus memeriksa apakah persyaratan rasio tulangan telah terpenuhi. Caranya dengan Solve > Check Column Capacity. Hasilnya akan terlihat seperti pada gambar 5.6.

Gambar 5.3 Input Rectangular Section untuk studi kasus 1

Input 4 : Input > Initial Reinforcement > Four Side Equal Dia. Of Bar = 19 mm Decking = 40 mm Hoops = 10 mm

Gambar 5.6 Memeriksa apakah kapasitas penampang kolom kuat menahan beban komninasi Pu = 500 N dan Mu = 100 kNm dan apakah sudah memenuhi persyaratan rasio tulangan sesuai dengan SNI 03-2847-2002 Pasal 23.4.3.1

koma baik untuk nilai π maupun nilai modulus elastisitas baja.

Gambar 5.7 Output program ITS Column untuk contoh studi kasus 1

Seperti yang terlihat pada Gambar 5.7 di atas maka diperoleh : 1. Rasio tulangan perlu (Required Reinforcement Ratio) = 0,036511 = 3,6511 % 2. Luas tulangan perlu (Required Reinforcement Ratio) = 3285,967235 mm2 3. Jumlah tulangan yang diperlukan (Required No. of Bar) = 11,589539 4. Jumlah tulangan terpasang (No. of Bar (used)) : = 12 5. Luas tulangan terpasang (Reinforcement Area (used)) : = 3402,344844 mm2 6. Rasio tulangan terpasang (Reinforcement Ratio (used)) : = 0,037804 = 3,7804 % Selanjutnya, sebagai perbandingan maka data – data input pada program ITS Column di atas juga akan dijadikan sebagai inputan untuk program PCA Column dimana menghasilkan jumlah tulangan longitudinal sebanyak 12  /D19, luas tulangan terpasang sebesar 3408 mm2, dan rasio tulangan 3,787% (Gambar 5.8). Perbandingan hasil dari kedua program tersebut akan ditampilkan dalam tabel berikut ini :

Jumlah tulangan longitudinal Luas tulangan terpasang (mm2) Rasio tulangan terpasang (%)

ITS Column

PCA Column

Selisih

12

12

0

3402,344844

3408

5,655156

3,7804

3,787

0,0066

Gambar 5.8 Output program PCA Column untuk contoh kasus 1

5.2 Studi Kasus 2 (Kolom Besar) Sama seperti pada studi kasus yang pertama, pada studi kasus yang kedua akan dihitung rasio tulangan dan jumlah tulangan longitudinal untuk kolom yang lebih besar dengan data – data seperti di bawah ini : 1. Dimensi kolom, b = 600 mm dan h = 600 mm 2. Mutu beton, ƒ’c = 27.5 MPa 3. Mutu tulangan, ƒy = 400 MPa



4.

Diameter tulangan longitudinal,

= 25 mm

5.

Diameter tulangan tranversal/sengkang,

6. 7. 8.

Selimut beton (decking) = 40 mm Beban aksial terfaktor, Pu = 1000 kN Momen terfaktor, Mu = 400 kN

 s = 10 mm

Kasus tersebut akan diselesaikan dengan menggunakan program ITS Column dan hasilnya akan diverifikasi kembali dengan menggunakan program PCA Column. Langkah – langkah yang dapat dilakukan antara lain : Input 1 : Input > General Information Project : Studi Kasus 2 Column : SK2 (merupakan singkatan dari Studi Kasus 2) Engineer : Ardiansyah Design code : SNI 2847-2002

Tabel 1. Perbandingan output program untuk contoh studi kasus 1

Dari tabel 1 di atas terlihat bahwa program ITS Column memberikan hasil yang lebih akurat daripada program PCA Column walaupun selisihnya sangat kecil. Selisih hasil perhitungan antara kedua program dapat dikarenakan pembulatan angka desimal di belakang

Gambar 5.9 Input General Information untuk studi kasus 2

Input 2 : Input > Material Properties

Strength, ƒ’c = 27.5 MPa Strength, ƒy = 400 MPa

Gambar 5.13 Input Factored Load untuk studi kasus 2 Gambar 5.10 Input Material Properties untuk studi kasus 2

Input 3 : Input > Section > Rectangular Width (Along X) = 600 mm Depth (Along Y) = 600 mm

Setelah proses input selesai maka langkah selanjutnya adalah memeriksa apakah kapasitas penampang kolom mampu menahan beban kombinasi yang bekerja sekaligus memeriksa apakah persyaratan rasio tulangan telah terpenuhi. Caranya dengan Solve > Check Column Capacity. Hasilnya akan terlihat seperti pada Gambar 5.14.

Gambar 5.11 Input Rectangular Section untuk studi kasus 2

Input 4 : Input > Initial Reinforcement > Four Side Equal Dia. Of Bar = 25 mm Decking = 40 mm Hoops = 10 mm Gambar 5.14 Memeriksa apakah kapasitas penampang kolom kuat menahan beban komninasi Pu =1000 N dan Mu = 400 kNm dan apakah sudah memenuhi persyaratan rasio tulangan sesuai dengan SNI 03-2847-2002 Pasal 23.4.3.1

Gambar 5.12 Input Four Side Equal untuk studi kasus 2

Input 5 : Input > Load > Factored Load = 1000 kN X-Moment = 400 kNm

Gambar 5.15 Output program ITS Column untuk contoh studi kasus 2

Seperti yang terlihat pada Gambar 5.15 di atas maka diperoleh : 1. Rasio tulangan perlu (Required Reinforcement Ratio) = 0,072384 = 7,2384 % 2. Luas tulangan perlu (Required Reinforcement Ratio) = 2605,857354 mm2 3. Jumlah tulangan yang diperlukan (Required No. of Bar) = 5,308609 4. Jumlah tulangan terpasang (No. of Bar (used)) : =8 5. Luas tulangan terpasang (Reinforcement Area (used)) : = 3926,990818 mm2 6. Rasio tulangan terpasang (Reinforcement Ratio (used)) : = 0,010908 = 1,0908 % Sedangkan program PCA Column menghasilkan output sebagai berikut (Gambar 5.16) : 1. Jumlah tulangan terpasang = 8 2. Luas tulangan terpasang = 4080 mm2 3. Rasio tulangan terpasang = 1,133% Perbandingan hasil output kedua program tersebut ditampilkan pada tabel 2 di bawah ini : Jumlah tulangan longitudinal Luas tulangan terpasang (mm2) Rasio tulangan terpasang (%)

ITS Column

PCA Column

Selisih

8

8

0

3926,990818

4080

153,009182

1,0908

1,133

0,0422

Tabel 2. Perbandingan output program untuk contoh studi kasus 2

Sama seperti halnya pada kasus pertama, pada kasus kedua dari tabel 2 di atas terlihat bahwa program ITS Column memberikan hasil yang lebih akurat daripada program PCA Column walaupun selisihnya kecil.

Gambar 5.16 Output program PCA Column untuk contoh kasus 2

5.3 Studi Kasus 3 (Perbandingan Antara Dua Kolom dengan Mutu Beton yang Berbeda) Pada studi kasus yang ketiga ini akan akan dihitung jumlah tulangan longitudinal antara dua kolom dengan ukuran yang sama (500 x 500 mm2) akan tetapi mutu betonnya berbeda. Adapun data – data lain sebagai berikut : Kolom 1 Mutu beton, ƒ’c = 25 MPa Mutu tulangan, ƒy = 400 MPa Diameter tulangan longitudinal,



= 25 mm

Diameter tulangan tranversal/sengkang,

 s = 10 mm

Selimut beton, decking = 40 mm Beban aksial terfaktor, Pu = 2000 kN Momen lentur terfaktor, Mu = 500 kN Kolom 2 Mutu beton, ƒ’c = 30 MPa Mutu tulangan, ƒy = 400 MPa Diameter tulangan longitudinal,



= 25 mm

Diameter tulangan tranversal/sengkang,

 s = 10 mm

Selimut beton, decking = 40 mm Beban aksial terfaktor, Pu = 2000 kN Momen lentur terfaktor, Mu = 500 kN Prosedur pengoperasian program baik untuk studi kasus 3 kolom 1 maupun 2 pada prinsipnya sama dengan dua contoh sebelumnya, hanya berbeda untuk beberapa data inputan seperti mutu beton (ƒ’c), mutu tulangan (ƒy), dan beberapa data lainnya. Untuk studi kasus 3 kolom 1, setelah program ITS Column dirunning maka akan diperoleh hasil output sebagai berikut (seperti yang terlihat pada Gambar 5.17) : 1. Rasio tulangan perlu (Required Reinforcement Ratio) = 0,037225 = 3,7725 % 2. Luas tulangan perlu (Required Reinforcement Ratio) = 9306,177578 mm2 3. Jumlah tulangan yang diperlukan (Required No. of Bar) = 18,958389 4. Jumlah tulangan terpasang (No. of Bar (used)) : = 20 5. Luas tulangan terpasang (Reinforcement Area (used)) : = 9817,477044 mm2 6. Rasio tulangan terpasang (Reinforcement Ratio (used)) : = 0,039270 = 3,9270 %

1.

2. 3.

4. 5.

Gambar 5.17 Output program ITS Column untuk contoh studi kasus 3 kolom 1

Sedangkan program PCA Column menghasilkan output sebagai berikut : 1. Jumlah tulangan terpasang = 20 2. Luas tulangan terpasang = 10200 mm2 3. Rasio tulangan terpasang = 4,080% Perbandingan hasil output kedua program tersebut ditampilkan pada tabel 3 di bawah ini : Jumlah tulangan longitudinal Luas tulangan terpasang (mm2) Rasio tulangan terpasang (%)

ITS Column

PCA Column

Selisih

20

20

0

9817,477044

10200

382,522956

3,9270

4,080

0,153

Tabel 3. Perbandingan output program untuk contoh studi kasus 3 kolom 1

Dari tabel 3 di atas terlihat bahwa program ITS Column kembali memberikan hasil yang lebih akurat daripada program PCA Column. Perbedaan atau selisih hasil perhitungan antara kedua program dapat dikarenakan pembulatan angka desimal di belakang koma baik untuk nilai π maupun modulus elastisitas baja.

6.

Rasio tulangan perlu (Required Reinforcement Ratio) = 0,029987 = 2,9987 % Luas tulangan perlu (Required Reinforcement Ratio) = 7496,769341 mm2 Jumlah tulangan yang diperlukan (Required No. of Bar) = 15,272293 Jumlah tulangan terpasang (No. of Bar (used)) : = 16 Luas tulangan terpasang (Reinforcement Area (used)) : = 7853,981635 mm2 Rasio tulangan terpasang (Reinforcement Ratio (used)) : = 0,031416 = 3,1416 %

Gambar 5.19 Output program ITS Column untuk contoh studi kasus 3 kolom 2

Sedangkan program PCA Column menghasilkan output sebagai berikut (Gambar 5.20) : 1. Jumlah tulangan terpasang = 16 2. Luas tulangan terpasang = 8160 mm2 3. Rasio tulangan terpasang = 3,264% Perbandingan hasil output kedua program tersebut ditampilkan pada tabel 4 di bawah ini : Jumlah tulangan longitudinal Luas tulangan terpasang (mm2) Rasio tulangan terpasang (%)

ITS Column

PCA Column

Selisih

16

16

0

7853,981635

8160

306,018365

3,1416

3,264

0,1224

Tabel 4. Perbandingan output program untuk contoh studi kasus 3 kolom 2

Gambar 5.18 Output program PCA Column untuk contoh kasus 3 kolom 1

Sedangkan untuk studi kasus ketiga kolom 2, dengan mutu beton yang berbeda yaitu lebih tinggi 5 Mpa dibandingkan dengan kolom 1, program ITS Column menghasilkan output sebagai berikut (lihat Gambar 5.19) :

Dari kedua kolom di atas, terlihat bahwa ketika mutu beton dinaikkan maka jumlah tulangan longitudinal yang dibutuhkan menjadi lebih sedikit. Hal ini dikarenakan dengan mutu beton yang lebih tinggi maka kapasitas penampang kolom juga akan meningkat. Oleh sebab itu, jumlah tulangan longitudinal yang dibutuhkan akan berkurang. Dalam hal keakuratan luas tulangan terpasang dan rasio tulangan, program ITS Column lebih baik daripada PCA Column. Perbedaan atau selisih hasil perhitungan antara kedua program dapat dikarenakan pembulatan angka desimal di belakang koma baik untuk nilai π maupun modulus elastisitas baja tulangan.

4. 5.

6.

Jumlah tulangan terpasang (No. of Bar (used)) : = 16 Luas tulangan terpasang (Reinforcement Area (used)) : = 4536,459792 mm2 Rasio tulangan terpasang (Reinforcement Ratio (used)) : = 0,018146 = 1,8146 %

Gambar 5.20 Output program PCA Column untuk contoh kasus 3 kolom 2

5.4 Studi Kasus 4 (Perbandingan Antara Dua Kolom dengan Mutu Tulangan yang Berbeda) Pada kasus 4 ini yang akan dibandingkan adalah mutu tulangan yang berbeda antara dua kolom yang berukuran sama (400 x 500 mm2). Data – data lain yang diperlukan seperti di bawah ini : Kolom 1 Mutu beton, ƒ’c = 30 MPa Mutu tulangan, ƒy = 420 MPa Diameter tulangan longitudinal,



= 19 mm

Diameter tulangan tranversal/sengkang,

 s = 10 mm

Selimut beton, decking = 40 mm Beban aksial terfaktor, Pu = 1000 kN Momen lentur terfaktor, Mu = 300 kN Kolom 2 Mutu beton, ƒ’c = 30 MPa Mutu tulangan, ƒy = 300 MPa Diameter tulangan longitudinal,



= 19 mm

Diameter tulangan tranversal/sengkang,

 s = 10 mm

Selimut beton, decking = 40 mm Beban aksial terfaktor, Pu = 1000 kN Momen lentur terfaktor, Mu = 300 kN Prosedur pengoperasian program baik untuk studi kasus 4 kolom 1 maupun 2 pada prinsipnya sama dengan beberapa contoh sebelumnya, hanya berbeda untuk beberapa data inputan seperti mutu beton (ƒ’c), mutu tulangan (ƒy), dan beberapa data lainnya. Untuk studi kasus 4 kolom 1, setelah program ITS Column dirunning maka akan diperoleh hasil output sebagai berikut (seperti yang terlihat pada Gambar 5.21) : 1. Rasio tulangan perlu (Required Reinforcement Ratio) = 0,0168662 = 1,68662 % 2. Luas tulangan perlu (Required Reinforcement Ratio) = 4216,542244 mm2 3. Jumlah tulangan yang diperlukan (Required No. of Bar) = 14,871657

Gambar 5.21 Output program ITS Column untuk contoh studi kasus 4 kolom 1

Sedangkan program PCA Column menghasilkan output sebagai berikut (Gambar 5.22) : 1. Jumlah tulangan terpasang = 16 2. Luas tulangan terpasang = 4544 mm2 3. Rasio tulangan terpasang = 1,818% Perbandingan hasil output kedua program tersebut ditampilkan pada tabel 5 di bawah ini :

Jumlah tulangan longitudinal Luas tulangan terpasang (mm2) Rasio tulangan terpasang (%)

ITS Column

PCA Column

Selisih

16

16

0

4536,459792

4544

7,540208

1,8146

1,818

0,0034

Tabel 5. Perbandingan output program untuk contoh studi kasus 4 kolom 1

Gambar 5.22 Output program PCA Column untuk contoh kasus 4 kolom 1

Sedangkan untuk studi kasus keempat kolom 2, dengan mutu tulangan yang berbeda program ITS Column menghasilkan output sebagai berikut (lihat Gambar 5.23) :

1.

2. 3.

4. 5.

6.

Rasio tulangan perlu (Required Reinforcement Ratio) = 0,021779 = 2,1779 % Luas tulangan perlu (Required Reinforcement Ratio) = 5444,636345 mm2 Jumlah tulangan yang diperlukan (Required No. of Bar) = 19,203120 Jumlah tulangan terpasang (No. of Bar (used)) : = 20 Luas tulangan terpasang (Reinforcement Area (used)) : = 5670,574740 mm2 Rasio tulangan terpasang (Reinforcement Ratio (used)) : = 0,022682 = 2,2682 %

pembulatan angka desimal di belakang koma baik untuk nilai π maupun modulus elastisitas baja tulangan.

Gambar 5.24 Output program PCA Column untuk contoh kasus 4 kolom 2

5.5 Studi Kasus 5 (Perbedaan Konsep Limit State Method pada SNI 03-2847-2002 dengan Konsep Unified Design Provisions pada ACI 318-2002)

Gambar 5.23 Output program ITS Column untuk contoh studi kasus 4 kolom 2

Selain beberapa contoh studi kasus sebelumnya yang diselesaikan dengan menggunakan code SNI 032847-2002, di dalam tugas akhir ini juga akan diberikan contoh satu macam studi kasus pada kolom yang menahan beban aksial dan momen lentur tertentu yang akan diselesaikan dengan menggunakan code ACI 3182002. Hal ini perlu dilakukan sebagai salah satu upaya sosialisasi konsep perhitungan Unified Design Provisions yang menggunakan regangan tarik untuk menentukan besarnya faktor reduksi. Sedangkan SNI 03-2847-2002 masih menggunakan konsep Limit State Method dimana besarnya faktor reduksi ditentukan oleh besarnya beban aksial. Pada contoh studi kasus berikut ini akan tampak jelas perbedaan pengaruh perhitungan faktor reduksi kolom untuk kedua code tersebut.

Sedangkan program PCA Column menghasilkan output sebagai berikut (Gambar 5.24) : 4. Jumlah tulangan terpasang = 16 5. Luas tulangan terpasang = 4544 mm2 6. Rasio tulangan terpasang = 2,272% 1. Perbandingan hasil output kedua program tersebut 2. Diketahui data – data sebagai berikut : ditampilkan pada tabel 6 di bawah ini : 1. Dimensi kolom, b = 500 mm dan h = 500 mm 2. Mutu beton, ƒ’c = 30 MPa ITS Column PCA Column Selisih 3. Mutu tulangan, ƒy = 400 MPa Jumlah tulangan longitudinal Luas tulangan terpasang (mm2) Rasio tulangan terpasang (%)

20

20

0

5670,574740

5680

9,42526

2,2682

2,272

0,0038

Tabel 6. Perbandingan output program untuk contoh studi kasus 4 kolom 2

Dari kedua kolom di atas, terlihat bahwa ketika mutu tulangan diturunkan maka jumlah tulangan longitudinal yang dibutuhkan menjadi lebih banyak. Hal ini dikarenakan dengan mutu tulangan yang lebih rendah maka kapasitas penampang kolom menurun. Oleh sebab itu, jumlah tulangan longitudinal yang dibutuhkan akan bertambah banyak. Dalam hal keakuratan luas tulangan terpasang dan rasio tulangan, program ITS Column lebih baik daripada PCA Column. Perbedaan atau selisih hasil perhitungan antara kedua program dapat dikarenakan



4.

Diameter tulangan longitudinal,

= 19 mm

5.

Diameter tulangan tranversal/sengkang,

6. 7. 8.

Selimut beton (decking) = 50 mm Beban aksial terfaktor, Pu = 750 kN Momen terfaktor, Mu = 750 kN

 s = 10 mm

Langkah pertama, kolom tersebut akan coba diselesaikan dengan menggunakan code SNI 03-28472002. Prosedur pengoperasian program baik untuk studi kasus 5 pada prinsipnya sama dengan beberapa contoh sebelumnya, hanya berbeda untuk beberapa data inputan seperti mutu beton (ƒ’c), mutu tulangan (ƒy), dan beberapa data lainnya. Namun, ternyata rasio tulangan tidak memenuhi persyaratan SNI 03-2847-2002 seperti terlihat pada gambar 5.25 di bawah ini (Rasio tulangan lebih dari 6%). Jadi, perhitungan rasio tulangan tidak dapat diselesaikan.

Gambar 5.25 Titik beban kombinasi Pu dan Mu berada di luar diagram interaksi

Selanjutnya, akan dibandingkan bila perhitungan rasio tulangan longitudinal pada kolom tersebut diselesaikan dengan ACI 318-2002 yang menggunakan konsep Unified Design Provisions yang menghasilkan output seperti berikut ini :

Gambar 5.61 Output program ITS Column untuk contoh studi kasus 5 dengan menggunakan konsep Unified Design Provisions

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Gambar 5.30 Titik beban kombinasi Pu dan Mu berada di dalam diagram interaksi

Gambar 5.30 di atas menunjukkan bahwa titik kombinasi beban aksial dan momen lentur berada di dalam diagram interaksi sehingga perhitungan rasio tulangan longitudinal pada kolom tersebut dapat diselesaikan. Jadi, dari perbandingan dua konsep yaitu Limit State Method dan Unified Design Provisions, dapat disimpulkan bahwa konsep Unified Design Provisions memberikan kekuatan lebih khususnya untuk daerah tarik (tension). Jika program dijalankan (dirunning) maka akan dihasilkan rasio tulangan sebesar 4,99% seperti tampak pada gambar 5.61.

Setelah membandingkan hasil perhitungan dari program ITS Column dengan PCA Column dalam beberapa kasus, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari beberapa contoh studi kasus yang telah dianalisa pada bab sebelumnya, maka untuk menentukan rasio tulangan longitudinal pada kolom dapat dilakukan dengan menggunakan aplikasi program bantu ITS Column karena lebih cepat dan mudah. Selain itu, hasil perhitungan telah divalidasi dengan program PCA Column dan ternyata menghasilkan perhitungan yang hampir sama (berselisih sedikit). 2. Menentukan titik koordinat yang tepat/paling mendekati pada diagram interaksi pada program ITS Column ini dilakukan dengan membulatkan jumlah tulangan perlu ke kelipatan 4 di atas jumlah tulangan perlu yang paling mendekati. Hal ini untuk menjamin bahwa kapasitas kolom mampu menahan beban kombinasi aksial dan momen. 3. Perbedaan selisih perhitungan antara program ITS Column dengan PCA Column yang ada disebabkan oleh pembulatan angka di belakang koma. 4. Nilai output program aplikasi ITS Column dapat dipertanggungjawabkan karena setelah diverifikasi dengan aplikasi program lain yaitu PCA Column ternyata menghasilkan nilai perhitungan yang hampir sama/sama.

6.2 Saran Setelah melakukan perencanaan jumlah tulangan dengan menggunakan program ITS Column di atas maka penulis memberikan beberapa saran antara lain : 1. Perlu digunakan metode iterasi dalam mendapatkan rasio tulangan yang lebih cepat agar siapapun user program ini tidak perlu menunggu beberapa waktu saat menjalankan program tersebut. 2. Perlu dikembangkan lagi program serupa untuk perhitungan pada kolom persegi dengan sisi yang tidak sama panjang dan kolom bulat karena pada program ini hanya merencanakan tulangan untuk kolom persegi (bujur sangkar) saja.

DAFTAR PUSTAKA 1.

2. 3. 4.

5.

6.

7.

8.

MacGregor, J.G., Reinforced Concrete Mechanics and Design, Edisi kedua, Prentice Hall Inc., 1992, 848 hal. Nawy, E.G., Reinforced Concrete : A Fundamental Approach, Prentice Hall Inc., 1985, 763 hal. McCormac, J.C., Design of Reinforced Concrete, Edisi kelima, John Wiley & Sons, 2001, 422 hal. Wang, C.K., dan Salmon, C.G., Reinforced Concrete Design, Edisi keempat, Harper & Row Inc., 1985, 484 hal. Purwono, R., Tavio, Imran ,I., dan Raka, I.G.P., Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002) Dilengkapi Penjelasan (S-2002), ITS Press, Surabaya, 2007, 408 hal. Mast, R.F, Unified Design Provisions for Reinforced and Prestressed Concrete Flexural and Compression Members, ACI Structural Journal, V.89, No.2, Maret-April 1992, hal 188-191. Dewobroto, W., Aplikasi Sain dan Teknik dengan Visual Basic 6.0, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2003, 317 hal. Dewobroto, W., Aplikasi Rekayasa Konstruksi dengan Visual Basic 6.0 (Analisis dan Desain Penampang Beton Bertulang sesuai SNI 03-28472002), PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2005, 451 hal.