*.docx (Microsoft Office Word) dan dikirimkan dalam ... pada Anak Sekolah Dasar
di Kelurahan Mariso, ... Pangan dan Gizi: Masalah, Program Inter- ...
Menyarankan kepada kepala sekolah SMA Ronevan ...... Contoh: mereka yang
kerja.
MEDIA KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA
ISSN 0216-2482
The Indonesian Journal of Public Health Volume 9, Nomor 1, 2013 Studi Perilaku Siswa SMA Ronevan Tual Terhadap Pencegahan HIV/AIDS Di Kelurahan Dullah Selatan Kota Tual Tahun 2011 Methilda Meische Sambono Hubungan Tindakan Pencegahan Masyarakat Dengan Kejadian Malaria Di Wilayah Kerja Puskesmas Waihoka Kecamatan Sirimau Kota Ambon Tahun 2011 Ludia Fin Laipeny Strategi Positioning Dalam Rangka Mempertahankan Dan Meningkatkan Pangsa Pasar Pada RSIA St Fatimah Makassar Nurbani Bangsawan, Abd. Rahman Kadir, Rasyidin Abdullah Analisis Risiko Kesehatan Pajanan Merkuri Pada Masyarakat Kecamatan Bulawa Kabupaten Bone Bolangoprovinsi Gorontalo Siprianus Singga, Anwar Daud, Ida Leida M.Thaha Faktor Risiko Lingkungan Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Somba Opu Kabupaten Gowa Tahun 2011 Nisgunawan Sidiq, Wahiduddin, Dian Sidik Faktor Yang Berhubungan Dengan Praktik Higiene Menstruasi Pada Siswi SMA Negeri 1 Sesean Kecamatan Sesean Kabupaten Toraja Utara Tahun 2012 Mariene W. Dolang, Rahma, Muhammad Ikhsan Persepsi Staf Manajemen Tentang Manajemen Pemasaran Rumah Sakit Di RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2012 Nurhikmah, Indahwaty Sidin Permintaan (Demand) Masyarakat Terhadap Pemanfaatan Asuransi Kesehatan Di PT. Asuransi Jiwa Inhealth Makassar Tahun 2012 Muhammad Rizki Ashari, Nurhayani Introducing A Smokeless Community In the Bone-Bone Area the District Of Enrekang Indonesia Mappeaty Nyorong
MKMI
Volume 9
Diterbitkan oleh Media Kesehatan Masyarakat Indonesia
No. 1
Hal. 1 - 62
Makassar ISSN Januari 2013 0216-2482
MKMI MEDIA KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA The Indonesian Journal of Public Health Volume 9, Nomor 1, Januari 2013
ISSN 0216-2482
Media Kesehatan Masyarakat Indonesia adalah publikasi ilmiah yang menerima setiap tulisan ilmiah di bidang kesehatan, baik laporan penelitian (original article research paper), makalah ilmiah (review paper) maupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris.
Penanggung Jawab M. Alimin Maidin (Dekan FKM UNHAS) Pemimpin Redaksi Ida Leida M. Thaha Wakil Pemimpin Redaksi Wahiduddin Redaksi Pelaksana Lalu M.Saleh Devintha Virani Redaksi Kehormatan Veni Hadju (Ketua) A. Razak Thaha Amran Razak Asiah Hamzah Ridwan Thaha Hasanuddin Ishak Tahir Abdullah Mitra Bestari Peter Davey (Griffith University) Tomoyuki Shibata (Northern lllinois University) Umar Fahmi Achmadi (FKM Universitas Indonesia) Bambang Sutrisna (FKM Universitas Indonesia) Kuntoro (FKM Universitas Air Langga) Purnawan Djunadi (FKM Universitas Indonesia) Irawan Yusuf (FK Universitas Hasanuddin)
Penerbit Jurnal ini diterbitkan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin 4 kali setahun (Triwulan) (Maret, Juni, September, Desember). Surat menyurat menyangkut naskah, langganan dan sebagainya dapat dialamatkan ke: Sekretariat Redaksi Jurnal Media Kesehatan Masyarakat Indonesia Kasman (085226549077) dan Laila Qadrianti (085656099697) d.a. Ruang Jurnal FKM Lt.1Ruang K108 Kampus UNHAS – Tamalanrea 90245 (0411) 585 658, Fax (0411) 586 013 E-mail:
[email protected]
MKMI MEDIA KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA The Indonesian Journal of Public Health Volume 9, Nomor 1, Januari 2013
ISSN 0216-2482
DAFTAR ISI Studi Perilaku Siswa Sma Ronevan Tual Terhadap Pencegahan HIV/AIDS Di Kelurahan Dullah Selatan Kota Tual Methilda Meische Sambono Hubungan Tindakan Pencegahan Masyarakat Dengan Kejadian Malaria Di Wilayah Kerja Puskesmas Waihoka Kecamatan Sirimau Kota Ambon Tahun 2011 Ludia Fin Laipeny Strategi Positioning Dalam Rangka Mempertahankan Dan Meningkatkan Pangsa Pasar Pada RSIA St. Fatimah Makassar Nurbani Bangsawan, Abd. Rahman Kadir, dan Rasyidin Abdullah Analisis Risiko Kesehatan Pajanan Merkuri Pada Masyarakat Kecamatan Bulawa Kabupaten Bone Bolango Gorontalo Siprianus Singga, Anwar Daud, Ida Leida M.Thaha Faktor Risiko Lingkungan Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Somba Opu Kabupaten Gowa Tahun 2011 Nisgunawan Sidi1, Wahiduddin1 Dian Sidik Faktor Yang Berhubungan Dengan Praktik Hygiene Menstruasi Pada Siswi Sma Negeri 1 Sesean Kabupaten Toraja Utara Tahun 2012 Mariene W. Dolang, Rahma, Muhammad Ikhsan Persepsi Staf Manajemen Tentang Manajemen Pemasaran Rumah Sakit di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2012 Nurhikmah, Indahwaty Sidin Permintaan (Demand) Masyarakat Terhadap Pemanfaatan Asuransi Kesehatan Di PT. Asuransi Jiwa Inhealth Makassar Tahun 2012 Muhammad Rizki Ashari, Nurhayani Memperkenalkan Komunitas Anti Rokok Di Daerah Bone- Bone Kawasan EnrekangIndonesia Mappeaty Nyorong
1-6
7 - 14
15 – 20
21 - 29
30 - 34
35 - 42
43 - 50
51 - 57
58 – 62
PEDOMAN UNTUK PENULIS
Pengiriman Naskah Makalah yang dikirimkan untuk dimuat dalam Media Kesehatan Masyarakat Indonesia belum pernah dipublikasikan dan tidak dikirimkan ke penerbitan lain pada waktu yang bersamaan. Naskah diketik dalam format *.doc/ *.docx (Microsoft Office Word) dan dikirimkan dalam bentuk Print Out sebanyak rangkap 2 (dua), dengan file yang tersimpan dalam CD. Persiapan Teknis Makalah Naskah diketik pada kertas berukuran 8,27” x 11,69” (A4), dengan batas tepi (margin) 1” (2,5 cm), huruf (font) Times New Roman, besar huruf (font size) 12 point dan menggunakan spasi 2 (double space). Setiap bagian/ komponen dari naskah dimulai pada halaman baru, dengan urutan sebagai berikut: halaman judul, abstrak, kata kunci (key words), teks keseluruhan, ucapan terima kasih, daftar pustaka, table dan gambar (setiap tabel dan gambar pada halaman terpisah). Nomor halaman dicantumkan secara ber-urutan dimulai dari halaman judul pada sudut sebelah kanan bawah. Halaman Judul Halaman judul (halaman pertama) harus mencakup: a. Judul makalah yang dibuat sesingkat mungkin, spesifik dan informatif b. Nama dan alamat setiap penulis, nama departement dan lembaga afiliasi penulis c. Nama dan alamat penulis untuk korespondensi serta nomor telpon, nomor faximile dan alamat e-mail. Abstrak dan Kata Kunci (Key Word) Halaman kedua memuat abstrak yang tidak terstruktur dalam 1 (satu) paragraph dan tidak lebih dari 200 kata yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Abstrak laporan penelitian harus berisi latar belakang, tujuan penelitian, metode, hasil dan kesimpulan. Abstrak dibuat singkat, informative dengan menekankan aspek baru dan penting dari laporan penelitian. Kata kunci (key word) dicantumkan dibawah abstrak pada halaman yang sama sebanyak 3 – 10 kata. Gunakanlah kata-kata yang sesuai dengan daftar pada Index Medicus. Teks Teks makalah laporan penelitian dibagi dalam beberapa bagian dengan judul sebagai berikut: Pendahuluan (Introduction), Bahan dan Metode (materials and Methods), Hasil (Result), dan Diskusi (Discussion). Uraikan teknik statistic secara rinci pada metode untuk memudahkan para pembaca memeriksa kembali hasil yang dilaporkan. Teks makalah ilmiah dibagi dalam Pendahuluan, Isi, Pembahasan dan Kesimpulan. Ucapan Terima Kasih Terutama ditujukan kepada 1) pihak-pihak yang memberikan bantuan dana dan dukungan, 2) dukungan dari
bagian dan lembaga, 3) para professional yang memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah. Daftar Pustaka Daftar pustaka ditulis sesuai dengan cara penulisan menurut Vancouver dan hanya mencantumkan kepustakaan yang dipakai dan relevan. Rujukan diberi nomor urut dengan menggunakan angka arab dan dalam teks nomor urut dituliskan dengan tanda kurung. Table dan gambar diberi nomor sesuai dengan urutan penampilannya dalam teks dengan menggunakan angka arab. Hindari penggunaan abstrak sebagai rujukan. Rujukan yang telah diterima suatu jurnal tetapi belum dipublikasikan harus di tambah perkataan ”in press” a. Artikel dalam Jurnal 1. Artikel Standar Hadju V. Hubungan Helminthiasis Dengan Belajar pada Anak Sekolah Dasar di Kelurahan Mariso, Ujungpandang. Jurnal Medika Nusantara 1997; 18:115-22 2. Organisasi sebagai penulis The Cardiac Society of Australia and New Zealand. Clinical Exercise Stress Testing. Safety and Performance Guidelines. Medical Journal of Australia 1996 ; 164:282-4 3. Tanpa nama penulis Management of Acute Diarrhea (editorial).Lancet 1983;1:623-5 b. Buku atau Monografi Lainnya 1. Penulis Perorangan Notoatmojo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Cetakan ke-2. Jakarta: PT Rineka Cipta; 2002 2. Editor sebagai penulis Tawali A, Dachlan DM, Hadju V, dan Thaha Ar, editors. Pangan dan Gizi: Masalah, Program Intervensi dan Teknologi Tepat Guna. Makassar: DPP pergizi Pangan dan Pusat Pangan, Gizi dan Kesehatan; 2002. 3. Organisasi sebagai penulis World Health Organisation (WHO). Measuring Change in Nutritional Status; Guidelines for Assessing the Nutritional Impact of Vulnerable Groups. Genewa: World Health Organization;1983 4. Bab dalam buku Lewis BA. Structure and Properties of Carbohydrates. In: Biochemical and Physiological Aspects of Human Nutrition. Philadelphia: W. B. Saunders Company; 2000. P.3-18. 5. Prosiding konferensi Jalal F dan Atmojo SM. Peranan Fortifikasi dalam Penanggulangan Masalah Kekurangan Zat Gizi Mikro. Prosiding Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI; Serpong, 17-20 Februari 1998. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 1998.
6. Makalah dalam konferensi Hadju V, abadi K dan Zulfikar. Effect of Deworing on Growth and Appetite in Schoolchildren in Ujungpandang. Dibawakan pada 7th World Federation of Public Health Association International Congress, Hotel Nusa Dua Bali, Indonesia, 4-8 desember 1994. 7. Laporan ilmiah atau teknis Badan Pusat Statistic. Laporan Hasil Survey Konsumsi Garam Yodium Rumah Tangga. Jakarta: Badan Pusat Statistic;2003 8. Skripsi, thesis atau disertasi Rochimiwati SN. Dampak Pemberian Produk Ma-kanan Kaya Protein Kedelai Terhadap Perubahan Status Gizi Penderita TB di BP4 Makassar (thesis). Makassar: Universitas Hasanuddin;2003 9. Artikel dalam Koran Yahya M. Sulsel Lumbung Pangan, tapi Kekurangan Gizi. Fajar, selasa 14 September 1999
c. Materi Elektronik Rosenthal S, Chen R, Hadler, S. The Safety of Acellular Pertusis Vaccine vs Whole Cell Pertussin Vaccine. Arch Pediart Adolesc Med. 1996; 150:457-60. Available at: http://www.amu.assn.org/sci_pubs/journals/arcive/ajdc/vol150/no5/abstract/httm diakses pada 10 November, 1996 Tabel, Gambar dan Grafik Cetak setiap table pada halaman terpisah dan diketik spasi 2 (double space). Nomor urut table dan gambar sesuai urutan penampilannya dalam teks. Untuk catatan kaki (footnotes) pada table gunakan symbol dengan urutan sebagai berikut *, †, ‡, §, , ¶, **, ††, ‡‡. Naskah yang diterima redaksi akan dibahas oleh pengasuh dan redaksi berhak memperbaiki susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Penggunaan istilah asing non medis sedapat mungkin dihindari atau disertai terjemahan penjelasannya. Usulan perbaikan naskah (terutama menyangkut substansi) akan disampaikan kepada penulis yang bersangkutan.
Jurnal MKMI, Vol 9 No.1, Januari 2013, hal 1-6
Artikel I
STUDI PERILAKU SISWA SMA RONEVAN TUAL TERHADAP PENCEGAHAN HIV/AIDS DI KELURAHAN DULLAH SELATAN KOTA TUAL Behavioral Studies Ronevan Tual High School Students Against Hiv / Aids In Sub-District Of South Dullah Tual Methilda Meische Sambono Dinkes Kabupaten Tual Provinsi Maluku (
[email protected]) ABSTRAK Kecepatan penyebaran virus HIV/AIDS terutama dipengaruhi oleh perilaku tanpa menggunakan kondom, pengguna alat suntik bersama untuk napza dan upaya pencegahannya terutama juga diarahkan pada perubahan perilaku antara lain mencakup peningkatan penggunaan kondom dan pengurangan jumlah pasangan seks di luar nikah serta penurunan pemakaian bersama atau bergantian alat/jarum suntik pada pemakaian narkoba. Tujuan penelitian ini untuk diperoleh informasi tentang pengetahuan, sikap dan tindakan siswa SMA Ronevan Terhadap Pencegahan HIV/AIDS Di Kecamatan Dullah Selatan Kota Tual. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Populasi dari penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas XI dan XII SMA Roneva Tual yang berjumlah 140 responden dan sampel penelitian yaitu 140 responden. Selanjutnya data diolah, dan dianalisa secara univariat. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang cukup terhadap pencegahan HIV/AIDS yaitu 87 orang (62,1%) responden yang memiliki pengetahuan yang cukup sedangkan responden yang memiliki pengetahuan kurang sebanyak 53 orang (37,9%). Sebanyak 91 orang (65,0%) yang memiliki sikap positif terhadap pencegahan HIV/AIDS, sedangkan 49 orang lainnya (35,0%) memiliki sikap yang negatif. Terdapat 78 orang (55,7%) yang tindakannya positif dan 62 orang (44,3%) yang tindakannya negatif terhadap pencegahan HIV/AIDS. Menyarankan kepada kepala sekolah SMA Ronevan Tual beserta staf agar senantiasa memberikan penyuluhan kepada siswa SMA tentang pencegahan dini tentang penyakit infeksi menular seperti HIV/AIDS.
Kata kunci : Pengetahuan, Sikap, Tindakan, HIV/AIDS ABSTRACT The increasing of HIV distribution is influence by behavior that has not use condom, and needle uses. Prevention to change the habit which is use condom and decreasing of sexsual partner they change of needle that has been use before and consum of drugs.Velocity spread of HIV / AIDS is primarily affected by the behavior without the use of condoms, syringes users together to drugs and prevention efforts are also directed primarily at behavior change include the increased use of condoms and reduction in the number of sexual partners outside marriage as well as decrease the use of joint or alternate means / syringes in drug use. The purpose of this study is to obtain information about knowledge, attitudes and actions of high school students Ronevan Against HIV / AIDS in the District of South Dullah Tual. The research method used is descriptive research. The population of this study are all students in grade XI and XII SMA Roneva Tual totaling 140 respondents and the sample is 140 respondents. Once the data is collected, then the data is processed, edited, and tabulated and analyzed in univariate data. The results showed that most respondents have sufficient knowledge on the prevention of HIV - AIDS is 87 people (62.1%) of respondents who have sufficient knowledge while respondents who have less knowledge of as many as 53 people (37.9%). A total of 91 people (65.0%) having a positive attitude towards prevention of HIV / AIDS, whereas 49 others (35.0%) had a negative attitude. There are 78 people (55.7%) of positive actions and 62 people (44.3%) of negative actions on the prevention of HIV / AIDS. Suggested to the school principal and his staff Ronevan Tual to always provide counseling to high school students about the early prevention of infectious diseases such as hiv/aids. Keyword : Knowledge, Behavior, Action, HIV/AIDS 1
Jurnal MKMI, Vol 9 No.1, 2013
tahun belum pernah mendengar tentang HIV/AIDS (KPA,2009). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melaporkan 20.564 kasus HIV/AIDS di 32 provinsi pada 300 kabupaten/kota hingga 31 Maret 2010. Rasio kasus HIV/AIDS yang di laporkan tersebut adalah 3 banding 1 antara laki-laki dan perempuan, dengan penularan terbanyak heteroseksual 50,3%, pecandu napza suntik (penasun) 40,2%, dan lelaki hubunan seks dengan lelaki(LSL) 3,3%. Proporsi kumulatif kasus HIV/AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok 20-29 tahun (49,07%), 30-39 tahun (30,14%), dan 40-9 tahun (8,82%). Seks bebas adalah salah satu faktor utama yang membuat peningkatan penularan HIV/AIDS. Survei terbaru Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mengungkap fakta bahwa separuh remaja perempuan lajang di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi disebut tidak perawan karena melakukan hubungan seks pranikah dan tidak sedikit yang hamil di luar nikah. Selain di Jabodetabek, data yang sama juga diperoleh di wilayah lain di Indonesia. Di Surabaya, remaja perempuan lajang yang kegadisannya sudah hilang mencapai 54%, Medan 52%, Bandung 47%, dan Yogyakarta 37% (BKKBN, 2010) Menurut data Dinkes Provinsi Maluku kasus HIV/AIDS data yang diperoleh dari Kabupaten/Kota Jumlah penderita HIV 124 orang, AIDS 92 orang dan IMS tercatat 232 kasus (Dinkes Provinsi Maluku, 2007). Data Dinkes kota Tual jumlah penderita HIV/AIDS dari tahun 1994-2010 sebanyak 199 orang, pada umur 20-29 tahun. Menurut jenis kelamin terdapat 71 orang dengan kasus yang paling banyak terjadi pada perempuan 37 orang dan lakilaki 34 orang dan paling banyak berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Sedangkan jumlah yang meninggal akibat HIV/AIDS sebanyak 17 orang (Dinkes Kota Tual, 2010). Pemilihan lokasi penelitian di SMA Ronevan Tual karena merupakan sekolah yang diunggulakan atau difavoritkan oleh masyarakat Kota Tual . Karena hal diatas, maka peneliti tertarik untk melihat gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan siswa SMA Ronevan Tual tentang HIV/AIDS, baik dari segi penularan maupun pencegahan.
PENDAHULUAN Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebebkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Penyakit ini merupakan endemik yang menyerang seluruh dunia dan menjadi pembunuh nomor tiga di dunia setelah TB dan Malaria (Ditjen PPM dan PL Depkes RI, 2009). Data UNAIDS/WHO 2006 dalam AIDS Epidemic Update, diperkirakan 39,5 juta orang hidup dengan HIV. Terhitung sebanyak 4,3 juta infeksi baru pada tahun 2006 dengan 2,8 juta (65%) dari Sub-Sahara Afrika dan peningkatan pesat di Eastern Europe and Central Asia, ada indikasi bahwa infeksi tersebut telah meningkat lebih dari 50% sejak 2004. Tahun 2006 sebanyak 2,9 juta orang meninggal karena AIDS. UNAIDS memperkirakan 8,3 juta orang meninggal pada tahun 2005. Di India sekitar 5,1 juta penduduk yang terinfeksi dimana kalangan wanita lebih banyak tertular oleh suaminya. Prevalensi HIV di negara-negara Asia-Pasifik yang paling tinggi adalah Kamboja, Thailand, Myanmar dan beberapa bagian negara India. Prevalensi HIV meningkat pada IDU dialami di sebagian China, Napel, Indonesia, Malaysia dan Vietnam. Di Asia, para pasien AIDS lebih banyak ditemukan di kalangan pekerja seks, kaum homoseksual dan pengguna obat suntik. Statistik kasus HIV/AIDS di Indonesia oleh Ditjen PPM dan PL Depkes RI secara kumulatif pengidap infeksi HIV dan kasus AIDS dari tahun 1987 sampai 2005 berjumlah 9565 yang terdiri dari 4244 HIV dan 5321 AIDS di seluruh propinsi di Indonesia. Tahun 2005 berjumlah 13.424 kasus yang terdiri dari 5.230 HIV dan 8.194 HIV/AIDS di seluruh provinsi di Indonesia Sebanyak 1.871 orang meninggal akibat HIV/AIDS. Ibukota Jakarta menduduki peringkat tertinggi 33% kasus, Papua menduduki peringkat kedua, kemudian Jawa Timur, Jawa Barat-Banten dan Bali. Kalau dilihat dari jumlah kasus per penduduk maka Papua sangat tinggi, 51% dari 100 ribu penduduknya mengidap HIV/AIDS. Data terakhir Dinas Kesehatan Propinsi Papua 30 September 2005, menyebutkan angka HIV/AIDS di Papua mencapai 2.134 kasus. Sebanyak 1202 kasus HIV dan 932 kasus AIDS, serta 289 diantaranya sudah meninggal. Satu hal yang mengkhawatirkan adalah kasus HIV/AIDS terbanyak justru ada pada usia produktif ( 15–39 tahun ), yakni sekitar 79%, pada kelompok umur 20– 29 tahun yaitu 879 kasus, umur 30–39 tahun 530 kasus dan umur 15–19 tahun 189 kasus. Pada tahun 2002–2003 Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) menemukan sekitar 34% remaja putri dan 21% remaja pria berusia 15–24
BAHAN DAN METODE Lokasi penelitian yaitu SMA Ronevan Tual yang berada di kota Tual Kepulauan Provinsi Maluku. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI dan XII. Sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 140 responden dengan teknik pengambilan sampel adalah total sampling. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung 2
Jurnal MKMI, Januari 2013, 1-6
kepada responden pada saat penelitian dengan menggunakan kuesioner penelitian. Data sekunder didapat dari kantor Dinas Kesehatan kota Tual yang digunakan sebagai data pendukung dan pelengkap dari data primer untuk keperluan penelitian. Pengolahan menggunakan program aplikasi komputer SPSS dan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi
komunitas. Banyak kelompok berisiko yang dapat tertular maupun terpapar HIV/AIDS. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa dari 140 responden yang diteliti terdapat 62,1% yang mempunyai pengetahuan cukup terhadap penceghan HIV/AIDS dan 37,9% yang memiliki Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden Siswa SMA Ronevan Tual Tahun 2011 Karakteristik n % Responden Umur 14-15 25 17,9 16-17 92 65,7 18-19 23 16,4 Jenis kelamin Laki-laki 75 53,6 Perempuan 65 46,4 Kelas Kelas XI IPA1 35 25,0 Kelas XI IPA2 35 25,0 Kelas XII IPA1 35 25,0 2 Kelas XII IPA 35 25,0
HASIL Jumlah responden terbanyak berada pada umur 16-17 tahun yaitu 92 responden (65,7%), responden laki-laki lebih banyak yaitu 53,6% di banding jumlah responden perempuan 46,4%. Kelas XI IPA1, XI IPA2, XII IPA1 dan XII IPA2 memiliki jumlah responden yang sama, yaitu sebanyak 35 responden (25%) dari tiap kelas. Tabel 2 menunjukan bahwa responden yang memiliki pengetahuan yang cukup tentang pencegahan HIV/AIDS yaitu sebanyak 87 responden (62,1%) dan yang memiliki pengetahuan yang kurang sebanyak 53 responden (37,9%). Responden pada umumnya memiliki sikap positif mengenai pencegahan HIV/AIDS sebesar 91 responden (65,0%) sedangkan sikap negatif hanya 49 responden (35,0%). Responden umumnya memiliki tindakan positif dalam pencegahan HIV/AIDS yaitu 78 responden (55,7%) sedangkan yang mempunyai tindakan negatif sebanyak 62 responden (44,3%).
Total
140
100
Sumber: Data Primer Tabel 2. Distribusi Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden Terhadap Pencegahan HIV/AIDS di Siswa SMA Ronevan Tual Tahun 2011
PEMBAHASAN Pengetahuan Salah satu sifat dari manusia adalah keingintahuan tentang sesuatu dorongan untuk memenuhi keingintahuan tersebut menyebabkan seseorang melakukan uapaya-upaya pencaharian serangkaian pengalaman-pengalaman selama proses interaksi dengan lingkungannya yang intinya akan menghasilkan suatu pengetahuan. Pengetahuan pada dasarnya adalah sesuatu yang diketahui setelah melihat, menyaksikan, mengalami atau diajarkan. Tindakan seseorang biasanya didasarkan pada apa yang telah diketahuinya terlebih lagi jika keterangan itu dianggap bermanfaat baginya (Notoatmodjo, 2003). Penelitian Rogers (1974) bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni awareness (kesadaran), interest (merasa tertarik), evaluation (menimbang-nimbang), trial dan adoption (Efendi dan Makhfudli, 2009). Penyakit HIV/AIDS yang belakangan ini telah menjadi pusat perhatian dunia kesehatan oleh karena merupakan pandemik global, telah menyerang orang dari berbagai tingkatan umur, pekerjaan, profesi dan
Variabel Pengetahuan Cukup Kurang Sikap Positif Negatif Tindakan Positif Negatif Total
n
%
87 53
62,1 37,9
91 49
65,0 35,0
78 62
55,7 44,3
140
100
Sumber: Data Primer pengetahuan kurang terhadap HIV/AIDS. Data ini memperlihatkan bahwa masih ada 37,9% responden yang dalam hal ini adalah siswa-siswi yang merupakan generasi bangsa, yang kurang mengetahui tentang HIV/AIDS ini. Gambaran pengetahuan ini hanya pada segelintir masyarakat yang jumlahnya jauh dari populasi masyarakat kita, dimana pada sampel penelitian ini ada sekitar 37,9% responden 3
Jurnal MKMI, Vol 9 No.1, 2013
yang kurang mengetahui penyakit mematikan ini. Begitu banyak korban jiwa yang nantinya akan terjangkit penyakit ini jika tidak sedini mungkin tidak dibekali dengan pengetahuan yang jelas, apa dan bagimana HIV/AIDS itu. Perbedaan pengetahuan ini dipengeruhi oleh daya penyerapan informasi antara masing-masing responden baik melalui media maupun penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan secara langsung baik di sekolah-sekolah ataupun dilingkungan sekitar mereka tumbuh dan berkembang. Hasil penelitian yang yang telah dilakukan oleh Marola (2003) tentang pengetahuan dan sikap siswa SMU Negeri 1 Barru mendapatkan pengetahuan responden dengan ketegori cukup sebanyak 96,3% tentang defenisi, gejala, cara penularan, resiko terpapar, pecegahan dan pengobatan. Hasil tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini dimana responden yang memiliki pengetahuan cukup sebesar 62,1 % tentang defenisi, gejala, cara penularan, resiko terpapar, pecegahan dan pengobatan. Hal ini tentu disebabkan karena kurangnya sumber informasi yang di dapatkan oleh siswa. Dalam tingkatan pengetahuan yang menjadi tingkatan dasar atau tingkatan pertama adalah tahu. Kata tahu ini diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) suatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterma, sehingga suatu pengetahuan tentang sesuatu dalam hal ini mengenai kesehatan yang dapat terganggu oleh berbagai macam penyakit yang berasal dari lingkungan maupun berasal dasi diri sendiri, akan selalu diingat apabila pengetahuan yang diperoleh selalu diingat kembali melalui pengulanganpengulangan materi. Hal ini sejalan dengan akumulasi yang di peroleh dari sekolah yang merupakan lokasi penelitan. Untuk meningkatkan dan mempertahankan pengetahuan siswa yang cukup mengenai pencegahan HIV/AIDS maka diperlukan keterlibatan dari berbagai pihak terutama bagi Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan agar melakukan sosialisasi tentang penyakit HIV/AIDS bagi seluruh pihak sekolah (pegawai, guru dan siswa) agar dapat terhindar dari penularan penyakit ini. Tingginya tingkat pengetahuan responden tentang pencegahan penularan HIV/AIDS diharapkan akan mampu menghasilkan perilaku-perilaku positif. Perubahan pengetahuan diharapkan akan merubah sikap dan bila sikap telah dirubah ini merupakan modal untuk merubah perilaku, dan bekal pengetahuan yang cukup, besar kemungkinan orang bersikap positif terhadap suatu objek.
Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku dan sikap juga merupakn efek positif atau negatif terhadap objek psikologis (Notoatmodjo, 2003). Sikap seseorang terhadap suatu objek atau subjek dapat positif atau negatif. Manifestasi sikap terlihat dari tanggapan seseorang apakah ia menerima atau menolak, setuju atau tidak setuju terhadap objek atau subjek. Sikap tidak sama dengan perilaku dan perilaku tidak selalu mencerminkan sikap seseorang, sebab seringkali terjadi seseorang melakukan tindakan yang bertantangan dengan sikap. Hasil penelitian yang didapatkan menunjukan responden yang mempunyai sikap positif tehadap pencegahan HIV/AIDS yaitu 65,0% dan responden yang mempunyai sikap negatif terhadap pencegahan HIV/AIDS yaitu 35,0%. Bloom dan Notoatmodjo (2003), mengemukakan bahwa pengetahuan memegang peranan penting dalam memberikan wawasan terhadap sikap dan perbuatan seseorang. Sikap seseorang lebih banyak dipengaruhi melalui proses belajar dibandingkan dengan proses pembawaan atau hasil perkembangan dan kematangan. Pada dasarnya seseorang yang mempunyai pengetahuan yang cukup seharusnya juga memberikan respon atau sikap yang positif terhadap suatu permasalahan. Karena dengan pengetahuan yang cukup seseorang sudah dapat memahami dengan baik pokok permasalahan yang ada, sehingga sudah dapat memikirkan baik buruknya sikap yang di ambil . Hal ini dapat disimpulkan bahwa responden nyang mempunyai pengetahuan cukup cenderung bersikap positif dan sebaliknya responden dengan pengetahun kurang cenderung bersikap negatif. Responden yang mempunyai pengetahuan cukup cenderung bersikap positif terhadap pencegahan HIV/AIDS, karena dengan bekal pemahaman yang baik maka mereka sudah dapat memperkirakan bahwa sikap yang diambilnya tidak menimbulkan efek negatif bagi dirinya maupun lingkungan sekitarnya. Berbeda halnya dengan mereka yang berpengetahaun kurang bersikap negatif dengan alasan yang lebih mengarah pada faktor pribadi. Sikap reponden biasanya terkait dengan keuntungan diri sendiri, jika merugikan diri maka tidak akan setuju, tetapi jika menguntungkan maka cenderung sikapnya setuju. Dalam rangka meningkatkan sikap siswa terhadap pentingnya 4
Jurnal MKMI, Januari 2013, 1-6
pencegahan HIV/AIDS, maka perlu dilakukan pemberian informasi dan motivasi dengan cara melakukan penyuluhan yang melibatkan seluruh warga sekolah secara aktif agar mereka tetap memiliki keterbukaan dan tanggapan positif terhadap program-program kesehatan guna terhindar dari bahaya HIV/AIDS. Tindakan Tindakan manusia pada hakikatnya merupakan aktivitas dari manusia itu sendiri. Tindakan adalah perbuatan yang nyata sebagai perwujudan sikap seseorang terhadap suatu hal. Tindakan mempunyai tingkatan-tingkan yaitu presepsi, respon terpimpin, mekanisme adaptaasi. Tindakan dimaksudkan untuk melihat respon atau reaksi individu terhadap stimulus yang berasal dari dirinya. Pengetahuan yang cukup pada seseorang tentu saja dapat melakukan tindakan yang positif dan sebaliknya. Tetapi bisa saja seseorang yang mempunyai pengetahuan yang cukup dapat bertindak negatif (Notoatmodjo, 2003). Menurut Foster dan Anderson (1978) dan Salita Sarwono(1993) bahwa melakukan suatu tindakan seseorang terlebih dahulu mengkomunikasikan rangsangan yang diterimanya dengan keadaan dalam diri yang dimaksud adalah pengetahaun, kepercayaan dan sikap. Selanjutnya komunikasi ini yang disebut sebagai proses mental dan hasil dari proses mental tersenut akan terwujud pada apakah ia melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan (Notoatmodjo, 1993) Responden dalam penelitian ini pada umumnya mempunyai tindakan positif terhadap pencegahan HIV/AIDS yaitu 55,7% dibandingkan tindakan negatif terhadap pencegahan HIV/AIDS yaitu 44,3%. Hal ini menunjukan bahwa dengan pemahaman yang mereka ketahui dapat memotivasi mereka untuk bertindak positif terhadap pencegahan HIV/AIDS, namun pemahaman tersebut bukanlah jaminan untuk bertindak positif, karena dengan pemahaman yang kurang namun pengaruh lingkungan sekitar membawa efek yang positif maka akan memotivasi seseorang untuk bertindak positif pula terutama bagi diri mereka secara pribadi. Tindakan positif yang dilakukan dengan dasar pengetahuan yang kurang sebenarnya bukan karena mereka paham atau dengan kata lian bahwa seseorang kadang melakukan tindakan positif atau berperilaku sehat tetapi mereka
tidak tahu bahwa tindakan yang dilakukanya adalah perilaku yang sehat. Seseorang yang mempunyai pengetahuan yang cukup tentunya akan mencerminkan pula tindakan yang positif. Sebab, dengan pengetahun yang cukup mereka sudah tahu bahwa tindakan yang dilakukannya benar atau salah. Jika apa yang dilakukannya merupakan tindakan yang salah dengan pengetahuan yang baik mereka berusaha untuk merubahnya dan apabila tindakan yang mereka lakukan selama ini sudah benar, maka dengan pengetahuan yang baik pula mereka berusaha untuk mempertahankan dan bahkan meningkatkan lagi menjadi lebih baik. Dalam suatu perilaku terdapat pengetahuan yang cukup tetapi melakukan tindakan negatif, sebenarnya mereka tahu bahwa tindakan yang dilakukan adalah salah. Namun, tindakan tersebut sudah menjadi kebiasaan yang susah untuk dirubah. Dan harus diakui bahwa unutk melakukan suatu perubahan perilaku bukanlah hal yang mudah. Secara teori memang untuk menadopsi perilaku baru atau melakukan perubahan perilaku tentunya harus diawali oleh perubahan sikap, pengetahuan, tindakan. Hal ini diperkuat juga oleh teori Lawrence Green yang mengatakan bahwa perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat.
DAFTAR PUSTAKA Azwar, Azrul dan Joedo Prihartono.2003. Metodologi Penelitian Kedokteran Dan Kesehatan Masyarakat. Binapura Akara : Jakarta.
BKKBN.2010. Seks Bebas di Kalangan Remaja. Available at http://www.kepri.bkkbn.go.id. Diakses tanggal 8 Maret 2011. Ditjen PPM dan PL Depkes RI. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia 2009. Available at http://spiritia.or,id/Stats/Ststcurr.pdf. Diakses pada tanggal 14 Agustus 2010.
KESIMPULAN DAN SARAN Sebagian besar siswa SMA Ronevan Tual mempunyai pengetahuan cukup mengenai pencegahan HIV/AIDS, sikap mengenai pencegahan HIV/AIDS positif, mempunyai tindakan positif mengenai HIV/AIDS. Kepala sekolah SMA Ronevan Tual beserta staf, kiranya dapat memberikan arahan dan nasehat kepada siswa tentang bahaya dari pergaulan bebas serta membuka diri dalam berpartisipasi dengan pihak kesehatan dalam meningkatkan dan mencegah penyebaran penularan HIV/AIDS. Petugas kesehatan dalam hal ini petugas Puskesmas setempat agar senantiasa memberikan pendidikan kesehatan kepada siswa SMA, khususnya tentang penyakit HIV/AIDS yang merupakan penyakit infeksi yang dapat ditularkan oleh virus melalui perantaran manusia yang terinfeksi HIV positif.
5
Jurnal MKMI, Vol 9 No.1, 2013
Efendi, Ferry dan Makhfudli.2003. Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta. KPA. Data HIV dan AIDS. Available at http://www.aidsindonesis.or.id. Diakses pada tanggal 31 Oktober 2009. Notoatmodjo, Soekidjo. 1993. Pengantar Pendidikan Kesehatan Dan Ilmu Perilaku. PT. Rineka Cipta : Jakarta. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta.
Kemenkes RI. Penuntun Hidup Sehat Edisi Keempat. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Dinkes Maluku Tenggara. Provil Kesehatan Provinsi Maluku Tahun 2007. http://
[email protected]. Diakses tanggal 02 Maret 2011. Dinkes Maluku Tenggara. Profil Kesehatan Kabupaten Maluku Tenggara tahun 2010. Diakses pada tanggal 26 Februari 2011. WHO.2006. Global AIDS Epidemic Continues To Grow. Available at http.WHO.com. Diakses pada tanggal 18 September 2010.
6
Jurnal MKMI, Vol 9 No.1, januari 2013, hal 7-14
Artikel II
HUBUNGAN TINDAKAN PENCEGAHAN MASYARAKAT DENGAN KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WAIHOKA KECAMATAN SIRIMAU KOTA AMBON TAHUN 2011 Relations With Public Event Precautions Malaria In Sub Area Working Puskesmas Waihoka Sirimau Ambon City 2011 Ludia Fin Laipeny Dinas Kesehatan Kota Ambon (
[email protected]) ABSTRAK Propinsi Maluku yang tergolong daerah endemis malaria tinggi kemudian diperparah dengan merebaknya konflik sosial yang mengakibatkan sebagian daerah / desa ditinggalkan oleh penduduknya dan menjadi eksodus ke daerah lain sehingga dalam waktu tersebut, daerah yang di tinggal menjadi sarang berbagai vektor penyakit terutama nyamuk malaria. Diantara kemungkinan yang menjadi penyebab tingginya angka kejadian malaria di Kota Ambon adalah perilaku masyarakat yang memberikan probabilitas besar terhadap penyebaran penyakit malaria. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tindakan pencegahan masyarakat dengan kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Waihoka Kecamatan Sirimau Kota Ambon tahun 2011. Jenis penelitian yang digunakan adalah metode cross sectional dan menggunakan uji square dimaksudkan untuk mengidentifikasi karakteristik umum dan variable yang relevan dengan tujuan penelitian, dengan jumlah sampel sebanyak 94 kepala keluarga. Ada hubungan antara kebiasaan berada di luar rumah pada malam hari dengan kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Waihoka dengan nilai p= 0,035. Ada hubungan antara Penggunaan kawat kasa dengan kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Waihoka dengan nilai p= 0,036. Ada hubungan antara penggunaan obat anti nyamuk dengan kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Waihoka dengan nilai p= 0,022. Ada hubungan antara penggunaan kelambu dengan kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Waihoka dengan nilai p= 0,036. Ada hubungan antara membersihan semak belukar dengan kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Waihoka dengan nilai p=0,011 Kata Kunci : Tindakan, Pencegahan Malaria, Puskesmas ABSTRACT Maluku province is considered malaria-endemic areas of high and aggravated by widespread social conflicts that resulted in some areas / villages to be abandoned by its inhabitants and the exodus to other regions so that in time, in the living area into a den of various vector-borne diseases, especially malaria mosquitoes. Among the possibilities is the cause of the high incidence of malaria in the city of Ambon is the behavior of people who give great probability to the spread of malaria. The purpose of this study was to determine the relationship with the community preventive measures of malaria incidence in the region of sub-district health centers Sirimau Waihoka Ambon City in 2011. This type of study is a cross sectional method with the descriptive approach is intended to identify common characteristics and variables that are relevant to the purpose of the study, a sample of as many as 94 people. There is a relationship between habits are out of the house at night with the incidence of malaria in the region of Waihoka health center. There is a relationship between habits are out of the house at night with the incidence of malaria in the region of Waihoka health center with a value of p = 0.035. There is a relationship between the use of wire netting with the incidence of malaria in the region of Waihoka health center with a value of p = 0.036. There is a relationship between the use of anti-mosquito with malaria incidence in the region of Waihoka health center with a value of p = 0.022. There is a relationship between the use of bed nets by the malaria incidence in the region of Waihoka health center with a value of p = 0.036. There is a relationship between the wash scrub with the incidence of malaria in the region of Waihoka health center with a value of p = 0.011. Keywords: Measures, Prevention of Malaria, Health Center 7
Jurnal MKMI, Vol 9 No.1, 2013
perlu penanganan secara serius dan semua itu merupakan peran serta yang aktif dari masyarakat.
PENDAHULUAN Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh pararasit dari jenis Plasmodium (Klas Sporozoa) yang menyerang sel darah merah. Di Indonesia dikenal 4 (empat) macam spesies parasit malaria yaitu P. vivax sebagai penyebab malaria tertiana, P. falciparum sebagai penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan malaria otak dengan kematian, P. malariae sebagai penyebab malaria quartana, P.ovale sebagai penyebab malaria ovale yang sudah sangat jarang ditemukan. Kasus malaria pada tahun 2006 terdapat 2 juta kasus malaria klinis, sedangkan tahun 2007 menjadi 1,7 juta kasus. Berdasarkan The World Malaria Report 2005, di seluruh dunia setiap tahunnya ditemukan 500 juta kasus malaria yang mengakibatkan lebih dari 1 juta orang termasuk anak-anak setiap tahun meninggal dunia, di mana 80% kematian terjadi di Afrika, dan 15% di Asia (termasuk Eropa Timur). Secara keseluruhan terdapat 3,2 miliar penderita malaria di dunia yang terdapat di 107 negara ( Depkes RI, 2008). Propinsi Maluku yang tergolong daerah endemis malaria tinggi kemudian diperparah dengan merebaknya konflik sosial tahun 1999 – 2003 yang mengakibatkan sebagian daerah / desa ditinggalkan oleh penduduknya dan menjadi eksodus ke daerah lain sehingga dalam waktu tersebut, daerah yang di tinggal menjadi sarang berbagai vektor penyakit terutama nyamuk malaria. Tahun 2003 tercatat kasus malaria klinis 52.106 kasus dengan AMI: 37,4 % dan meningkat pada tahun 2005 sebesar 62.296 kasus dengan AMI: 45,92 % dan sampai pada tahun 2009 tercatat malaria klinis 66.499 kasus dengan AMI: 48,4%. (Profil Dinkes Propinsi Maluku Tahun 2010). Diantara kemungkinan yang menjadi penyebab tingginya angka kejadian malaria di Kota Ambon adalah perilaku masyarakat yang memberikan probabilitas besar terhadap penyebaran penyakit malaria. Sehubungan dengan hal tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji tindakan pencegahan masyarakat yang berhubungan dengan kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Waihoka Kecamatan Sirimau Kota Ambon. Puskesmas Waihoka terletak di Kota Ambon, tepatnya di wilayah waihoka dengan wilayah kerja meliputi 2 daerah, yaitu Ahuru dan waihoka. Dari data yang diperoleh pada tahun 2009 dan 2010 di wilayah kerja Puskesmas waihoka mengalami peningkatan. Pada tahun 2009 AMI 24,37 per seribu dan API 26,36 per seribu sedangkan pada tahun 2010 meningkat menjadi AMI 25,97 per seribu dan API 28,16 per seribu. (Dinkes Kota Ambon Puskesmas Waihoka tahun 2010). Dari data di atas, terlihat bahwa wilayah kerja Puskesmas Waihoka
BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Waihoka Kota Ambon, pada tanggal 9-21 Mei 2011. Jenis penelitian ini adalah menggunakan metode cross sectional dan menggunakan uji square dimaksudkan untuk mengidentifikasi karakteristik umum dan variable yang relevan dengan tujuan penelitian. Metode yang di gunakan untuk memperoleh data adalah teknik wawancara dengan menggunakan kuesioner dipadukan dengan observasi untuk memperoleh informasi yang lebih akurat. Populasi dalam penelitian adalah kepala keluarga yang berada di wilayah kerja Puskesmas Waihoka pada tahun 2010 sebanyak 1.493 KK. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara random sampling (secara acak). Pengumpulan data ini akan diperoleh melalui pengumpulan langsung dari hasil wawancara terhadap responden yaitu dengan menggunakan instrument penelitian berupa kuesioner. Data primer yang dikumpulkan adalah semua data yang termasuk variable independent dan dependent. Data sekunder diperoleh dari Puskesmas Waihoka berupa rekapan laporan malaria tahun 2009-2010. Pengolahan data dilakukan secara elekronik dengan bantuan computer program SPSS versi 15,00 dan disajikan dalam bentuk table yang disertai penjelasannya. HASIL Karakteristik Responden Hasil analisis data menunjukan bahwa frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin, persentase jenis kelamin laki-laki sebesar 53 orang (56.4%) dan perempuan 41 orang (43.6%.). Selanjutnya frekuensi jumlah responden berdasrkan kelompok umur terbesar berada pada kelompok umur muda sebanyak 88 responden. sedangkan yang terendah adalah kelompok umur tua sebanyak 6 responden. Hasil pembagian umur ini sesuai dengan standar WHO pada suatu penelitian yaitu dapat dibagi berdasarkan tingkat kedewasaan antara usia 15-49 tahun dimana berada pada tahap dewasa (muda), dan usia >50 tahun termasuk kelompok umur tua. Hasil penelitian mengenai distribusi responden menurut Tingkat Pendidikan pada wilayah Kerja Puskesmas Waihoka Kecamatan Sirimau Kota Ambon menunjukan responden terbanyak berpendidikan tamat SMA yakni 53 orang (56.4%), sedangkan yang tidak sekolah atau tidak tamat SD sebanyak 1 orang (1,1%). Kemudian distribusi responden bedasarkan pekerjaan terbanyak bekerja sebagai PNS dan Wiraswasta yaitu sebanyak 24 orang (25,5%), sedangkan responden yang bekerja 8
Jurnal MKMI, Januari 2013, 7-14
sebagai TNI/Polri dan Petani sebanyak 3 orang (3,2%) dan 11 responden (11,7%) bekerja sebagai
buruh kasar, honorer dan pegawai swasta.
Tabel 1. Distribusi Responden berdasarkan Karakteristik Umum di wilayah kerja Puskesmas Waihoka Kecamatan Sirimau Kota Ambon Tahun 2011 Karakteristik n % Jenis Kelamin laki-laki 53 56,4 perempuan 41 43,6 Kelompok Umur tua 6 6,4 muda 88 93,6 Tingkat Pendidikan tamat SD 1 2,2 tamat SMP 18 19,1 tamat SMA 53 56,4 tamat PT 22 23,4 Pekerjaan PNS 24 25,5 TNI/POLRI 3 3,2 pedagang 10 10,6 petani 3 3,2 wiraswasta 24 25,5 IRT 19 20,2 lainnya 11 11,7 Total Sumber : Data Primer
94
100
sebanyak 27 responden (28.7%) sedangkan yang tidak menggunakan kelambu sebesar 67 responden (71.3%). Berdasarkan distribusi pembersihan semak belukar, diketahui bahwa jumlah responden yang selalu membersihkan semak belukar di sekitar rumahnya sebanyak 83 responden (88.3%) sedangkan yang tidak rutin melakukan pembersihan semak belukar sebesar 11 responden (11.7%). Distribusi responden bedasarkan kejadian malaria diketahui bahwa jumlah responden yang menderita/pernah menderita malariasebanyak 42 responden (44.7%) sedangkan yang tidak pernah menderita malaria sebesar 52 responden (55.3%). Sedangkan distribusi responden berdasarkan hasil observasi yang diperoleh bahwa dinyatakan tidak terlalu jauh berbeda dengan apa yang disampaikan responden. Seperti pada hasil observasi obat anti nyamuk, 74 responden (78.4%) yang memilikinya tetapi yang rutin menggunakan hanya 60 responden (63.8%). Dari 29 responden (30.9%) yang memiliki kelambu, hanya 27 responden yang biasa memakainya setiap malam menjelang tidur. Dan dari hasil observasi semak belukar, 92 responden (97.9%) yang ada semaknya tetapi hanya 83 responden (88.3%) yang biasa membersihkan.
Analisis Univariat Variabel yang diteliti dalam penelitian ini mencangkup 7 aspek yaitu kebiasaan berada diluar rumah malam hari, yang dimana diketahui bahwa jumlah responden yang selalu beraktivitas di luar rumah pada malam hari sebanya 17 responden (18.1%) sedangkan yang tidak beraktivitas sebesar 77 responden (81.9%). Penggunaan kawat kasa, Dari tabel 2 diketahui bahwa jumlah responden yang memasang kawat kasa di rumahnya sebanya 46 responden (48.9%) sedangkan yang tidak memiliki kawat kasa sebesar 48 responden (51.1%). Penggunaan obat anti nyamuk, diketahui bahwa jumlah responden yang selalu menggunakan obat anti nyamuk sebanyak 60 responden (63.8%) sedangkan yang tidak menggunakan obat anti nyamuk sebesar 34 responden (36.2%). Berdasarkan penggunaan obat anti nyamuk, diketahui bahwa jumlah responden yang selalu menggunakan obat anti nyamuk sebanyak 60 responden (63.8%) sedangkan yang tidak menggunakan obat anti nyamuk sebesar 34 responden (36.2%). Berdasarkan kebiasaan penggunaan kelambu, diketahui bahwa jumlah responden yang selalu menggunakan kelambu 9
Jurnal MKMI, Vol 9 No.1, 2013
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan variabel penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Waihoka Kecamatan Sirimau Kota Ambon Tahun 2011 Variabel Kebiasaan Berada Di Luar Rumah Pada Malam Hari ya tidak Penggunaan Kawat Kasa ya tidak Obat Anti Nyamuk ya tidak Penggunaan Kelambu ya tidak Kebisaan Membersihkan Semak Belukar ya tidak Kejadian Malaria ya tidak Total Sumber : Data Primer
n
%
17 77
18,1 81,9
46 48
48,9 51,5
60 34
63,8 36,2
37 67
28,7 71,3
83 11
88,3 11,7
42 52 94
44,7 55,3 100
wilayah kerja Puskesmas Waihoka Kecamatan Sirimau Kota Ambon Tahun 2011. Hubungan antara penggunaan kelambu dengan riwayat penyakit malaria pada tabel 3 menunjukan bahwa dari 35 responden (52.2%) yang tidak menggunakan kelambu pernah/menderita malaria sedangkan 7 responden (25.9%) yang menggunakan kelambu pernah/menderita malaria. Dari hasil uji chisquare diperoleh nilai p < 0.05 yang berarti bahwa ada hubungan antara penggunaan kelambu dengan kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Waihoka Kecamatan Sirimau Kota Ambon Tahun 2011. Hubungan antara membersihkan semak belukar dengan riwayat penyakit malaria menunjukan bahwa 9 responden (81.8%) yang tidak membersihkan semak belukar pernah/menderita malaria sedangkan 33 responden (39.8%) yang menggunakan rutin membersihkan semak belukar di sekitar rumah pernah/menderita malaria. Dari hasil uji chi-square diperoleh nilai p < 0.05 yang berarti bahwa ada hubungan antara membersihkan semak belukar dengan kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Waihoka Kecamatan Sirimau Kota Ambon Tahun 2011.
Analisis Bivariat Tabel 3 tentang hubungan antara kebiasaan keluar rumah pada malam hari dengan riwayat penyakit malaria menunjukkan bahwa dari 94 responden yang biasa keluar rumah pada malam hari, ada 12 orang (70.6%) yang pernah menderita malaria dan 30 orang (39.0%) menderita malaria tetapi tidak pernah keluar rumah pada malam hari. Dari hasil uji chi-square diperoleh nilai p < 0.05 yang berarti bahwa ada hubungan antara kebiasaan keluar rumah pada malam hari dengan kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Waihoka Kecamatan Sirimau Kota Ambon Tahun 2011. Selanjutnya hubungan antara penggunaan kawat kasa pada ventilasi kamar tidur dengan riwayat penyakit malariapada Tabel 3 menunjukan bahwa 27 responden (56.2%) yang tidak menggunakan kawat kasa pada ventilasi tidur pernah/menderita malaria sedangkan 15 responden (32.6%) yang menggunakan kawat kasa pernah/menderita malaria.Dari hasil uji chi-square diperoleh nilai p < 0.05 yang berarti bahwa ada hubungan antara penggunaan kawat kasa ada ventilasi tidur dengan kejadian malaria di
10
Jurnal MKMI, Januari 2013, 7-14
Tabel 3. Hubungan Tindakan Pencegahan Masyarakat Dengan Kejadian Malaria Di Wilayah Kerja Puskesmas Waihoka Kecamatan Sirimau Kota Ambon Tahun 2011 Pernah menderita penyakit malaria
Variabel Independen
Ya Kebiasaan Keluar Rumah ya tidak Penggunaan Kawat Kasa ya tidak Penggunaan Kelambu ya tidak Membersihkan Semak Belukar ya tidak Penggunaan Obat Anti Nyamuk ya tidak Total Sumber : Data Primer
Tidak n %
n
%
12 30
70,6 39,0
5 47
15 27
32,6 56,2
35 7
Jumlah n
%
29,4 61,0
17 17
100 100
31 21
67,4 43,8
46 48
100 100
52,2 25,9
32 20
47,8 74,1
67 27
100 100
6 33
81,8 39,8
2 50
18,2 60,2
11 83
100 100
21 21 42
61,8 35,0 44,7
13 39 52
38,2 65,0 55,3
34 60 94
100 100 100
p value
0,035
0,036
0,036
0,011
0,022
tidak mempunyai kebiasaan keluar rumah pada malam hari. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 17 responden (18,1 %) yang berada di luar rumah pada malam hari dan yang tidak berada di luar rumah pada malam hari adalah 77 (81,9%) hasil ini lebih rendah di bandingkan Hasil penelitian Lamaka (2005) di wilayah kerja Puskesmas Momunu Kecamatan Momunu Kabupaten Buol sebesar 84,2% responden yang berada di luar rumah pada malam hari. Dari hasil analisis statistik melalui uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan keluar rumah pada malam hari dengan kejadian malaria di wilayah kerja puskesmas waihoka pada α = 0,05 dengan p (value) = 0,035. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Thaharuddin, dkk tahun 2004 di Sabang yang menyatakan bahwa variable keluar rumah pada malam hari mempengaruhi angka kejadian penyakit malaria. Melakukakan aktifitas di luar rumah pada malam ataupun subuh hari merupakan pilihan hidup sebagaian masyarakat yang tidak dapat dihalangkan sama sekali, namun demikian upaya pencegahan
PEMBAHASAN Kebiasaan Berada di Luar Rumah pada Malam Hari Menurut Harijanto (2000), Kebiasaan berada di luar rumah untuk beraktifitas misalnya untuk bekerja di kebun ataupun melaut dan aktifitas lainnya, sangat logis sebagai factor resiko kejadian malaria karena aktifitas nyamuk Anopheles dalam mencari darah dan mengeluarkan sporozoit pada manusia lain terjadi pada malam hari. Kebiasaan berada di luar rumah pada malam hari di wilayah kerja Puskesmas Waihoka Kecamatan Sirimau Kota Ambon pada 94 responden, memperlihatkan kelompok umur muda yang paling banyak berada di luar rumah. Praktek masyarakat ini menunjukan resiko digigit nyamuk malaria karena masyarakat di lokasi tersebut banyak melakukan aktifitas di malam hari. Contoh: mereka yang kerja pulang sampai malam hari, jaga malam karena bekerja sebagai TNI/Polri, berjualan di pasar, ojek, berbincang-bincang di luar rumah dan kegiatan keagamaan. Sunarsih dkk (2009) memprediksi bahwa seseorang yang mempunyai kebiasaan keluar malam pada malam hari mempunyai resiko terkena malaria 4,4 kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang 11
Jurnal MKMI, Vol 9 No.1, 2013
untuk mengurangi kontak dengan manusia sangat penting untuk di lakukan. Orang yang terpaksa keluar pada malam hari untuk berjualan ataupun ojek, bisa menggunakan pakaian yang menutup lengan dan kaki secara sempurna, seperti baju lengan panjang dan celana panjang untuk mencegah gigitan nyamuk Penggunaan Kawat Kasa Adanya kejadian malaria disebabkan rumah yang tidak terpasang kawat kasa akan mempermudah masuknya nyamuk ke dalam rumah. Pemasangan kawat kasa pada setiap lubang yang ada dirumah bertujuan agar nyamuk tidak masuk kedalam rumah dan menggigit manusia sebagai host (Lestari dkk,2007). Pemasangan kawat kasa pada jendela dan ventilasi rumah merupakan salah satu upaya pencegahan dalam menghindari gigitan nyamuk malaria, Prabowo (2004). Rumah penduduk yang dilengkapi lubang angin atau ventilasi namun tidak dipasang kawat kasa atau lainya memungkinkan celah-celah rumah dapat di masuki nyamuk dan mengigit manusia yang sedang tidur hal ini dapat menimbulkan kejadian malaria. Kondisi ventilasi rumah yang tidak terpasang kawat kasa seperti pada Tabel 13 menunjukkan bahwa kejadian malaria pada rumah dengan kondisi ventilasi yang tidak terpasang kawat kasa sebesar 56.2% dan 32.6% pada responden yang pernah/menderita malaria. Dari hasil analisis statistik melalui uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan antara ventilasi rumah yang tidak terpasang kawat kasa dengan kejadian malaria di wilayah kerja puskesmas waihoka pada α = 0,05 dengan p (value) = 0,036. Keadaan ini sesuai dengan penelitian Darmadi (2002) di Desa Buaran Kecamatan Mayong Kabupaten Jepara menunjukkan bahwa kondisi ventilasi yang tidak dipasang kawat kasa mempunyai kecenderungan untuk terjadinya penyakit malaria dengan p (value) = 0,021. Sesuai juga dengan pernyataan subdit malaria bahwa pemasangan kawat kasa pada ventilasi rumah akan memperkecil kontak dengan nyamuk. Upaya penggunaan kawat kasa pada responden yang diteliti baru mencapai 46 responden (48,9 %) sedangkan yang tidak menggunakan kawat kasa adalah 48 (51,5 %) hal ini lebih baik jika di bandingkan dengan hasil penelitian Rieke Uloli di gorontalo pada tahun 1999 dengan hasil 5,91 % yang menggunakan kawat kasa. Kurangnya pemakaian kawat kasa ini disebabkan oleh karena pengetahuan masyarakat tentang kegunaan/fungsi tersebut untuk mencegah masuknya nyamuk ke dalam rumah. Namun sebagian reponden juga mengakui bahwa penggunanan kawat kasa adalah merusak pemandangan. Selain itu
kondisi rumah responden, sebagian terbuat dari papan sehingga jendela di kamar merekapun tidak dipasang kawat kasa karena tidak ada ventilasi. Penggunaan Obat Anti Nyamuk Perilaku responden mengenai penggunaan obat anti nyamuk seperti pada Tabel 3 menunjukkan bahwa kejadian malaria pada rumah dimana responden yang tidak menggunakan obat anti nyamuk sebesar 61.8% dan 35.0% pada responden yang menggunakan obat anti nyamuk tetapi pernah/menderita malaria. Dari hasil analisis statistik melalui uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan antara penggunaan obat anti nyamuk dengan kejadian malaria di wilayah kerja puskesmas waihoka pada α = 0,05 dengan p (value) = 0,022. Dari hasil penelitian di wilayah Puskesmas Waihoka diketahui bahwa proporsi responden yang mempunyai kebiasaan tidak menggunakan obat anti nyamuk lebih besar pada kelompok penderita (61.8%) dibanding yang menggunakan obat anti nyamuk tetapi merupakan penderita juga (35.0 %). namun tidak cukup bukti adanya hubungan antara kebiasaan menggunakan obat anti nyamuk yang berisiko dengan kejadian malaria. Alasan yang dapat diberikan adalah berdasarkan hasil wawancara di lapangan, dimana responden biasanya menggunakan obat anti nyamuk bakar yang diletakkan di dalam kamar tidur. Sedangkan peluang terjadinya kontak antara nyamuk dengan orang sehat tidak hanyadi dalam kamar tidur tetapi juga diruangan lain. Keadaan ini sesuai dengan penelitian Kholis Ernawati Tahun 2010 yang terkait dengan penggunaan obat anti nyamuk, pada penelitian ini menunjukkan bahwa makin rendah tingkat penggunaan obat nyamuk, semakin besar risiko untuk terinfeksi malaria. Hasil penelitian Masra, kebiasaan tidak memakai obat nyamuk setiap malam memberikan risiko mendapatkan malaria 1,75 kali dibandingkan mereka yang memakai obat nyamuk setiap malam. Efek yang biasa ditimbulkan oleh obat anti nyamuk ini sangat bervariasi yaitu dari sesak nafas, batuk-batuk, sakit kepala, iritasi mata dan pusing hal ini yang umumnya dirasakan oleh masyarakat sesuai dengan hasil wawancara yang berlangsung selama penelitian. Walaupun demikian, disadari bahwa keberadaan obat anti nyamuk secara bebas dengan berbagai jenis dan wujudnya di masyarakat tidak selalu aman untuk digunakan, terkadang mengandung bahan-bahan aktif yang tidak diperkenankan sehingga dapat berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kesehatan masyarakat. Untuk itu, pengawasan dan penertiban dari instansi terkait perlu di maksimalkan, guna memberi 12
Jurnal MKMI, Januari 2013, 7-14
jaminan keamanan bagi masyarakat dalam rangka mengurangi dan menanggulangi penyakit malaria yang begitu berbahaya. Penggunaan Kelambu Perilaku responden mengenai penggunaan kelambu seperti pada Tabel 3 menunjukkan bahwa kejadian malaria pada rumah dimana responden yang tidak menggunakan kelambu sebesar 52.2% dan 25.9% pada responden yang menggunakan kelambu tetapi pernah/menderita malaria. Dari hasil analisis statistik melalui uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan antara penggunaan kelambu dengan kejadian malaria di wilayah kerja puskesmas waihoka pada α = 0,05 dengan p (value) = 0,036. Kebiasaan menggunakan kelambu merupakan upaya yang efektif untuk mencegah dan menghindari kontak antara nyamuk Anopheles spp dengan orang sehat disaat tidur malam, disamping pemakaian obat penolak nyamuk. Karena kebiasaan nyamuk Anopheles untuk mencari darah adalah pada malam hari, dengan demikian selalu tidur menggunakan kelambu yang tidak rusak atau berlubang pada malam hari dapat mencegah atau melindungi dari gigitan nyamuk Anopheles spp. Hasil wawancara diperoleh alasan responden tidak memakai kelambu antara lain dikarenakan kondisi ekonomi yang rendah, kelambu terasa panas dan gerah, kelambunya rusak dan sudah memakai obat nyamuk pada waktu tidur. selain itu walaupun terdapat kelambu pada rumah mereka tetapi kondisi dan cara memasangnya tidak baik dan berpeluang untuk masuknya nyamuk. Walaupun demikian, pemakaian kelambu masih jauh lebih baik dari pada tidak memakai kelambu, hal ini merupakan salah satu cara yang efektif karena tidak menggunakan bahan kimia jadi tidak menyababkan resistensi dari nyamuk juga tidak mengganggu kesehatan selain itu pemakaian kelambu juga sangat efisien karena cukup hemat dengan membeli satu kali saja dapat di pakai dalam jangka waktu yang relaif lama. Hasil penelitian yang dilakukan Neal Alexander (et al) di Colombia menunjukkan bahwa menggunakan kelambu berinsektisida saat tidur malam hari mampu mencegah risiko terkena malaria dibanding yang tidak menggunakan dengan nilai OR (95% CI ) = 0,44 (0,20-0,98). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Estifanos B. Shargie (et al) di Ethiopia juga menunjukkan bahwa penggunaan kelambu mampu menurunkan kejadian malaria. Pada awal (2005) insidens malaria sebesar 8/1000/tahun (wilayah Oromia dan 32,2/1000/tahun (wilayah SNNPR) menjadi 5/1000/tahun (wilayah Oromia) dan 28/1000/tahun (wilayah SNNPR). Menurunnya insidens malaria ini terjadi karena adanya intervensi distribusi kelambu dari UNICEF sebanyak 2 juta
kelambu (tahun 2005), kemudian pada tahun 2006 The Global Fund memprioritaskan untuk meningkatkan cakupan pemakaian kelambu oleh masyarakat. Dengan program tersebut, maka proporsi orang yang tidur menggunakan kelambu meningkat 10 kali dari 3,5% (tahun 2005) menjadi 35% (tahun 2007). Hasil penelitian ini sesuai juga dengan penelitian Husin (2007) menyatakan kebiasaan tidur menggunakan kelambu pada malam hari mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian malaria di wilayah Puskesmas Sukamerindu Kecamatan Sungai Serut, dimana risiko terkena malaria pada orang yang tidak memakai kelambu saat tidur malam 5,8 kali dibandingkan dengan yang mempunyai kebiasaan memakai kelambu saat tidur malam. Hasil ini diperkuat lagi dari penelitian Munawar (2004) di Desa Sigeblog Wilayah Puskesmas Banjarmangu I Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah, dimana orang yang tidur malam tidak menggunakan kelambu punya risiko terkena malaria 8,09 kali lebih besar dari orang yang tidur menggunakan kelambu pada malam hari. Untuk membiasakan suatu hal agar menjadi kebiasaan yang melekat di masyarakat membutuhkan waktu yang relative lama. Tetapi hal ini tidak berarti tidak bisa sama skali diterapkan. Untuk itu, pemakaian kelambu yang pada awalnya masih dianggap tidak nyaman dan panas bagi sebagian masyarakat, harus selalu mendapat sosialisasi yang selalu intensif dari pihak-pihak terkait, disamping dukungan ketersediaan di pasaran sehingga memudahkan masyarakat dalam memperolehnya. Pembersihan Semak Belukar Perilaku responden mengenai membersihkan semak secara rutin seperti pada Tabel 3 menunjukkan bahwa 81.8% yang tidak membersihkan semak belukar tetapi pernah/menderita malaria dan 39.8% yang membersihkan semak belukar tetapi pernah/menderita malaria. Dari hasil analisis statistik melalui uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan antara keberadaan semak dengan kejadian malaria di wilayah kerja puskesmas waihoka pada α = 0,05 dengan p (value) = 0,011. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sarah Hustache di French Guinea menyatakan bahwa pembersihan vegetasi/semak di sekitar rumah mempunyai asosiasi yang kuat dengan penurunan risiko kejadian malaria. Keberadaan semak (vegetasi) yang rimbun akan mengurangi sinar matahari masuk/ menembus permukaan tanah, sehingga lingkungan sekitarnya akan menjadi teduh dan lembab. Kondisi ini merupakan tempat yang baik untuk beristirahat bagi nyamuk dan juga tempat perindukan nyamuk yang di bawah semak tersebut terdapat air yang tergenang. 13
Jurnal MKMI, Vol 9 No.1, 2013
Hasil observasi di wilayah kerja Puskesmas Waihoka menunjukkan hampir semua rumah responden terdapat semak, dimana responden rumahnya yang ada semak (97.9%). Dan dari hasil wawancara, yang tidak membersihkan semak di sekitar rumah ini dikarenakan responden mengaku repot, sibuk dan tidak sempat sebagai alasan padahal semak belukar merupakan tempat peristirahatan nyamuk atau sebagai tempat perindukan nyamuk Anopheles.
obat anti nyamuk (p= 0,022), penggunaan kelambu (p= 0,036), membersihan semak belukar (p=0,011) dengan kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Waihoka. SARAN Hasil penelitian menyarankan perlunya peningkatan upaya pencegahan terhadap gigitan nyamuk Anopheles khususnya pada saat berada diluar rumah pada malam hari dengan menggunakan baju lengan panjang dan celana panjang untuk menghindari gigitan nyamuk serta masyarakat diminta agar tetap mempertahankan kebiasaan membersihkan semak belukar di sekitar rumah untuk menghindari tempat berkembang biaknya nyamuk.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan ada hubungan antara kebiasaan berada di luar rumah pada malam hari (p= 0,035), penggunaan kawat kasa (p= 0,036 ), penggunaan
Pencegahan dengan Kejadian Malaria di Desa Buaran Kecamatan Mayong Kabupaten Jepara. Semarang. Harijanto, P.N. 2000. Malaria Epedemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis & Penanganan Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta. Hasan, husin. 2007. Analisis factor resiko kejadian malaria. Bengkulu Hustache, Sarah. 2007. Malaria resk factor in Amerindian children in French Guinea. Am.J.Trop. meg. Hyg, 76(4), pp.619-625. Kholis, Ernawati. 2010. Hubungan factor resiko individu dan lingkungan rumah dengan malaria. Lampung Lestari, EW., Sukowati S., Soekidjo., dan Wigati. Vektor Malaria di Daerah Bukit Menoreh, Purworejo, Jawa Tengah. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Vol. 17. No. 1. 2007:30-35. Masra, F. 2002. Hubungan Tempat Perindukan Nyamuk Dengan Kejadian Malaria Di Kecamatan Teluk Betung Barat. Bandar Lampung. Ermi, Ndoen Ml. 2006. Pembunuh Terbesar Sepanjang Abad. http:www.freelist.org/achivest/ppi/05.2006m s00201.html.Diakses tanggal 29 Desember 2010 Notoatmodjo, S. 2005. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta Jakarta. Prabowo, Arlan. 2004. Malaria , Mencegah dan Mengatasinya. Puspa Swara. Jakarta Shargie E.B,et al.2008. malaria prevalence and musquito nets coverage in oromia and SNNPR region of Ethiopia. Thaharuddin, Soeyoko, dan Adi Heru Sutomo, 2004. Manusia dan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA Fahmi, Achmadi Umar. 2008. Horison Baru Kesehatan Masyarakat Indonesia. Rineka cipta : Jakarta. Munawar, Akhsin. 2005. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Malaria di Desa Sigeblog, Jawa Tengah. Alexander N, et al. 2005. Case-control study of mosquito nets against malaria in the Amazon region of Colombia. Am J. Trop. Med. Hyg., 73(1), pp. 140-148. Anies. 2006. Manajement berbasis lingkungan, solusi mencegah dan menanggulangi penyakit menular, seri lingkungan dan penyakit. Elex Media Komputindo : Jakarta Depkes RI. 2004. Profil Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (PPM & PL) Tahun 2003. Departemen Kesehatan : Jakarta. Depkes RI, 2006. Modul Parasitologi Malaria. Salatiga: B2P2VRP. Dinas Kesehatan Provinsi Maluku. 2009. Profil Kesehatan Provinsi Maluku. Dinas Kesehatan, 2009. Profil Kesehatan Puskesmas Waihoka Kota Ambon. Elvi Sunarsih, Nurjasuli, Sulistyani. 2009. Faktor Risiko Lingkungan Dan Perilaku yang Berkaitan Dengan Kejadian Malaria Pangkalbalam. Pangkalpinang. Gunawan. 2000. Epidemiologi Malaria Dalam Malaria Epidemiologi, Patogenesis, Manisfestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC Laihad, F. 2005. Malaria Di Indonesia Dalam Malaria Epidemiologi, Pathogenesis, Manisfestasi Klinis Dan Penanganan. Jakarta:EGC Darmadi. 2002. Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Lingkungan Sekitar Rumah serta Praktik 14
Jurnal MKMI, Vol 9 No.1, Januari 2013, hal 15-20
Artikel III
STRATEGI POSITIONING DALAM RANGKA MEMPERTAHANKAN DAN MENINGKATKAN PANGSA PASAR PADA RSIA ST FATIMAH MAKASSAR Positioning Strategy In The Framework Of Sustaining And Improving Market Share In Mother And Child Hospital St. Fatimah Makassar Nurbani Bangsawan1, Abd. Rahman Kadir2, dan Rasyidin Abdullah3 1 RSIA Sitti Fatimah Makassar 2 Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin 3 Dinas Kesehatan Kota Makassar ABSTRAK Positioning RSIA St Fatimah cenderung untuk pasien rawat inap dibawah program perlindungan sosial daripada pasien rawat inap umum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi positioning RSIA St Fatimah. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui respon terhadap tujuan penelitian dari responden yang berjumlah 150 pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keempat variabel independen yaitu strategi pelayanan, strategi promosi, strategi harga dan strategi proses yang mempengaruhi secara signifikan dan serentak untuk positioning RSIA St Fatimah Makassar. Strategi layanan dan strategi proses mempengaruhi sebagian positioning RSIA St Fatimah Makassar, variabel yang mempengaruhi dominan adalah strategi pelayanan. Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan agar manajemen rumah sakit meningkatkan sumber daya manusia serta sarana dan prasarana di RSIA St Fatimah dan diharapkan dapat meningkatkan positioning RSIA St Fatimah Makassar. Kata Kunci: positioning, strategi pelayanan, strategi promosi, strategi harga dan strategi proses ABSTRACT Positioning of RSIA St. Fatimah tended for staying overnight care patient in Social Protection Program than public staying overnight care patient. This research aimed to know the factors affecting to positioning of St. Fatimah Child and Mother Hospital of Makassar. The used research design in this research was cross sectional method by using survey that aims to know response for the research objects from respondents that amounts of 150 patients. The research results showed that the four independent variables those are service strategy, promotion strategy, price strategy and process strategy affecting significantly and simultaneously to positioning of St. Fatimah Child and Mother Hospital of Makassar. Service strategy and process strategy had affected partially to the positioning of St. Fatimah Child and Mother Hospital of Makassar, the dominant affecting variable was service strategy. Based on research result, so it was suggested in order to the hospital management to increase human resources and facility and infrastructure in St. Fatimah Child and Mother Hospital and it is expected to increase the positioning of St. Fatimah Child and Mother Hospital of Makassar. Key Words : Positioning, Service Strategy, Promotion Strategy, Price Strategy And Process Strategy meningkatkan profitabilitas organisasi. Positioning memiliki peran penting dalam sebuah organisasi (Tandirering, 2005). Hal senada dikemukakan oleh Lamb, dkk (2001) yang menyatakan bahwa penempatan posisi (positioning) di pasaran suatu perusahaan ataupun organisasi memiliki peran penting dalam mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar. Yang tentunya akan bermanfaat dalam
PENDAHULUAN Pada hakikatnya setiap organisasi yang berorientasi profit maupun nonprofit saat ini tidak dapat memandang remeh mengenai positioning dirinya di hati pelanggan. Karena dengan positioning yang tepat maka organisasi tersebut dapat mempertahankan dan mampu mengembangkan pangsa pasarnya, yang pada akhirnya juga akan 15
Jurnal MKMI, Vol 9 No.1, 2013
dunia persaingan saat ini. Positioning merupakan pengembangan bauran pemasaran spesifik untuk mempengaruhi keseluruhan persepsi pelanggan potensial terhadap merek, lini produk, atau organisasi secara umum. Sementara itu posisi adalah tempat sebuah produk, merek atau kelompok produk dalam benak konsumen, dibandingkan dengan penawaran dari para pesaing (Tjiptono, 2009). Masalah positioning di era informasi saat ini yang didukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang sangat pesat menjadi sesuatu hal yang sangat urgen, dikarenakan alih informasi yang cepat sehingga penyebaran informasi untuk kepentingan strategi positioning dapat dengan mudah diakses oleh rumah sakit pesaing. Tantangan inilah yang memicu kinerja dalam positioning senantiasa dipertahankan dan ditingkatkan untuk menjalankan dan mencapai visi rumah sakit (Rangkuti, 2004). Untuk merespon tantangan ini tentunya pihak manajemen harus mengantisipasi dengan meningkatkan kemampuan individu-individu dalam rumah sakit tersebut, sehingga dengan adanya peningkatan individu maka akan memudahkan pihak manajemen dalam mengarahkannya dalam strategi
positioning yang diharapkan (Suprihanto,1997). Realita saat ini RSIA. St. Fatimah Makassar sudah mendapatkan tempat bagi masyarakat Kota Makassar hal ini dapat dilihat berdasarkan data kunjungan pasien mulai tahun 2005 sampai dengan 2007 seperti yang terlihat pada Tabel 1. BAHAN DAN METODE Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dengan survei yang dilaksanakan di RSIA ST Fatimah Makassar selama empat bulan (AgustusNovember 2008), dengan jumlah responden sebanyak 150 pasien yang diambil menggunakan teknik probability sampling. Analisa data dilakukan dengan menggunakan analisis univariat yang dilakukan terhadap tiap-tiap variabel penelitian untuk melihat tampilan distribusi frekuensi, analisis bivariat yang dilakukan terhadap tiap-tiap variabel independen dan dependen dengan menggunakan chi square, dan analisis multivariat menggunakan analisis regresi logistik yang dimaksudkan untuk mengetahui faktor-faktor independen yang berpengaruh terhadap strategi positioning RSIA ST Fatimah Makassar. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan program SPSS versi 15.0.
Tabel 1. Data Kunjungan Tahun 2005-2007 RSIA ST Fatimah Makassar 2005 2006 RAWAT RAWAT IRJ IRJ URAIAN INAP INAP n % n % n % N % 569 23.3 7669 85.3 644 22.3 9234 80.5 Umum 384 15.7 898 10 850 29.5 850 7.4 Askes
2007 RAWAT IRJ INAP n % n % 1266 36 5681 72.7 344 9.8 875 11.2
JPS
1493
61
421
4.7
1388
48.2
1388
12.1
1903
54.2
1255
16.1
Total
2446
100
8988
100
2882
100
11472
100
3514
100
7811
100
Sumber : Data base kunjungan pasien RSIA ST Fatimah Makassar antara strategi layanan dengan positioning RSIA ST Fatimah berdasarkan nilai p = 0,000 < 0,05 pada CI (95 %) = 8,393 – 250,462 dengan nilai chi square 41,784 yang lebih besar dari nilai chi square tabel sebesar 3,841. Tabel 2 menunjukkan jawaban mayoritas responden atas strategi promosi tinggi dalam positioning yang tinggi adalah sebanyak 128 orang atau 85,3% dan yang paling sedikit adalah pada strategi layanan rendah dalam postioning yang tinggi dan strategi promosi rendah dalam positioning yang rendah masing-masing sebanyak 5 orang atau 3,3%. Selanjutnya pada variabel strategi promosi yakni dengan indikator jalur informasi promosi perorangan, ekuitas merek yang memiliki total skor yang tinggi (>47,5) berpotensi meningkatkan positioning RSIA ST Fatimah sebesar 10,667 kali dibandingkan dengan
HASIL Analisis Bivariat Tabel 2 menunjukkan jawaban mayoritas responden atas strategi layanan tinggi dan positioning yang tinggi adalah sebanyak 131 orang atau 87,3% dan yang paling sedikit adalah pada strategi layanan rendah dalam positioning yang tinggi hanya 2 orang atau 1,3%. Berdasarkan hasil analisis pada tabel 2 memperlihatkan bahwa strategi layanan (yang terdiri dari layanan antenatal, intranatal, dan post natal) yang tinggi yakni dengan skor >47,5 akan meningkatkan positioning RSIA ST Fatimah 45,850 kali dibandingkan dengan strategi layanan yang rendah yakni dengan nilai skor 25) merupakan faktor yang mempunyai potensi besar untuk meningkatkan positioning RSIA ST Fatimah yang dengan berdasarkan hasil analisis Odds Ratio (OR = 35,727). Hal ini menunjukkan bahwa strategi proses mampu meningkatkan sebesar 35,727 kali terhadap positioning RSIA ST Fatimah dibandingkan dengan strategi proses yang rendah (dengan nilai skor 0,05.
Analisis Multivariat yang berpotensi meningkatkan Positioning RSIA ST Fatimah Makassar Tahun 2008
Variabel Strategi Layanan Strategi Promosi Strategi Harga Strategi Proses Constant Sumber: Data Primer
95 % CI
Koefisien Regresi
Kemaknaan (nilai p)
OR
3,435 -1,271 0,258 2,632 -7,767
0,007 0,456 0,808 0,015 0,000
31,022 0,281 1,295 13,898 0,000
Variabel strategi promosi dan harga tidak berpengaruh signifikan, hal ini ditunjukkan dengan nilai nilai p = 0,456 untuk strategi promosi dan p = 0,808 untuk strategi harga yang lebih besar dari 0,05. Pada analisis multivariat ini terjadi perubahan nilai OR untuk kedua variabel independen yang berpengaruh signifikan (strategi layanan dan strategi proses). Nilai OR untuk strategi layanan dari OR =45,850 menjadi OR = 31,022 yang menunjukkan bahwa variabel strategi layanan yang terdiri dari layanan antenatal, intranatal dan post natal yang memiliki nilai skor >47,5 merupakan faktor yang mampu memberikan peningkatan terhadap positioning RSIA ST Fatimah sebesar 31,022 kali lebih besar dibandingkan strategi layanan yang rendah (nilai skor 1. Dengan demikian, 95 responden dinyatakan aman dari efek karsinogen, sedangkan 5 responden lainnya berisiko terhadap
efek karsinogen dari pajanan merkuri di kecamatan Bulawa. Manajemen Risiko Pengendalian terhadap nilai RQ dalam penelitian ini dilakukan dengan 3 cara yaitu menurunkan konsentrasi merkuri dalam ikan, mengurangi laju konsumsi ikan dan membatasi durasi pajanan dengan jenis-jenis ikan tersebut. Dalam penelitian ini, pengendalian terhadap nilai intake dan nilai RQ dari ikan lebih diperhatikan karena dari hasil perhitungan diketahui bahwa ikan lebih berisiko dari air minum. Hasil perhitungan manajemen risiko diketahui bahwa konsentrasi merkuri dalam ikan maksimal yang dapat dikonsumsi responden dengan berat badan 40 kg adalah 0,01350 mg/kg. Sedangkan pada responden dengan berat badan 70 kg, konsentrasi merkuri dalam ikan maksimal yang dapat dikonsumsi adalah 0,02800 mg/kg Manajemen risiko diketahui bahwa, jenis ikan yang paling besar risikonya dalam penelitian ini adalah Laligo pealii. Sedangkan jenis ikan yang paling kecil risikonya adalah ikan Decapterus muroadsi, dimana laju konsumsi yang diperbolehkan untuk orang dengan berat badan 40 kg adalah 0,160 kg/hari, dan orang dengan berat badan 70 kg sebanyak 0,316 kg/hari. Manajemen risiko juga diketahui bahwa, durasi pajanan yang aman dari efek non karsinogen paling sedikit terdapat pada ikan Laligo pealii yaitu maksimal adalah 13 tahun pada orang dengan berat badan 40 kg dan 22 tahun untuk orang dengan berat badan 70 kg. Durasi pajanan aman yang paling lama dari efek non karsinogen terdapat pada ikan Decapterus muroadsi, yaitu 25 tahun untuk orang dengan berat badan 40 kg dan 43 tahun untuk orang dengan berat badan 70 kg. PEMBAHASAN Konsentrasi Merkuri pada Darah dan Rambut Nilai rata-rata dan median konsentrasi merkuri dalam darah responden telah melewati standar yang ditetapkan. Sedangkan konsentrasi rata-rata merkuri dalam rambut responden adalah 5,0480µg/g dengan nilai median 4,0750 µg/g. Konsentrasi merkuri dalam rambut konsentrasi minimum adalah 0,48 µg/g dan konsentrasi maksimum adalah 260,20 µg/g. Standar konsentrasi merkuri pada rambut adalah 2,0 µg/g4. Ini berarti bahwa nilai rata-rata dan median konsentrasi merkuri pada rambut responden juga telah melewati standar yang ditetapkan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, nilai median konsentrasi merkuri pada rambut 40,083 kali lebih tinggi dari nilai median konsentrasi merkuri pada darah. Dari hasil analisa dengan menggunakan standar WHO, diketahui sebanyak 52 responden memiliki 24
Jurnal MKMI, Januari 2013, hal 21-28
kandungan merkuri dalam darah yang melebihi standar. Serta sebanyak 57 responden memiliki kandungan merkuri pada rambut yang melebihi standar. Bila perbandingan standar konsentrasi merkuri dalam darah dan rambut digabung, diketahui bahwa sebanyak 73 responden memiliki kandungan merkuri pada darah dan atau rambut yang melebihi standar. Dari perbandingan ini diketahui bahwa hanya 12 responden yang kandungan merkurinya sesuai standar baik pada darah maupun rambutnya. Menurut WHO, pada pemaparan dalam jangka waktu yang lama, konsentrasi merkuri pada rambut sekitar 250 kali lebih tinggi dari konsentrasi merkuri dalam darah. Individu yang biasa mengkonsumsi ikan dalam jangka waktu yang lama dengan asupan merkuri 200 µg/hari, dalam darahnya akan terdapat merkuri dengan konsentrasi sekitar 200 µg/L atau setara dengan 50 µg/g merkuri pada rambut. Konsentrasi Merkuri Pada Ikan dan Air Minum Pengukuran konsentrsi merkuri dalam ikan dan air minum bertujuan untuk mengetahui penyebaran merkuri di lingkungan. Merkuri yang tersebar di lingkungan dan masuk dalam rantai makanan seperti ikan dan air minum dengan sendirinya akan
mempengaruhi kesehatan masyarakat yang mengkonsumsi ikan dan air minum tersebut. Konsentrasi merkuri pada air minum ini masih dibawah standar konsentrasi merkuri untuk air minum yaitu 0,001 mg/L (Depkes,2002). Konsentrasi merkuri pada ikan laut sangat ditentukan oleh beban pencemar yang masuk ke laut tersebut. Daerah yang banyak industri atau penambangan menggunakan merkuri dan limbahnya dibuang kelaut, cenderung akan tinggi konsentrasi merkuri pada air minum dan ikannya bila dibanding dengan ikan pada daerah yang bebas dari pencemaran. Penelitian yang dilakukan oleh Hartono di teluk Buyat dan teluk Ratatotok Kabupaten Minahasa Selatan yang berdekatan dengan tambang PT NMR, mendapatkan hasil rata-rata konsentrasi merkuri dalam ikan berkisar antara 0,02 – 0,6 mg/kg, dengan konsentrasi merkuri pada air minum antara 0,0001 mg/L sampai 0,012 mg/L. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa konsentrasi merkuri pada ikan dan air minum berhubungan secara positif terhadap nilai RQ responden, hal ini berarti semakin tinggi konsentrasi merkuri dalam ikan semakin tinggi pula tingkat risiko untuk terjadinya gangguan kesehatan (Hartono,2006).
Tabel 1. Durasi Pajanan yang Aman Bagi Responden Untuk Mengkonsumsi Ikan Sejumlah 0,2 kg/hari Dengan Konsentrasi Merkuri 0,0298 mg/kg dan Frekuensi Pajanan 363 Hari/Tahun Berat badan Durasi pajanan aman dari Durasi pajanan aman dari (kg) efek non karsinogen (tahun) efek karsinogen (tahun) 40 17 40 45 19 45 50 21 50 55 23 55 60 25 60 65 27 65 70 29 70 Sumber: Data Primer semakin besar tingkat risiko kesehatan yang akan dialaminya. Hal ini sesuai dengan penelitian Hartono pada masyarakat teluk Buyat dan Ratatotok menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara lama tinggal (durasi pajanan) dengan nilai RQ responden dan mempunyai pola hubungan yang positif. Hal ini juga berarti semakin lama responden tinggal di lokasi penelitian tersebut, semakin tinggi pula tingkat risiko kesehatan yang akan dialami responden tersebut (Hartono,2006). Namun pada penelitian Sukman pada masyarakat desa Ratatotok Kecamatan Belang
Durasi Pajanan Durasi pajanan diartikan sebagai lama tinggal responden dilokasi penelitian dalam hitungan tahun.Nilai mediandurasi pajanan responden adalah 30 tahun. Besar nilai median durasi pajanan ini sesuai dengan nilai default durasi pajanan (tavg) yang ditetapkan oleh US-EPA untuk risiko non karsinogen yaitu 30 tahun (US-EPA,1997). Secara keseluruhan, nilai RQ responden juga sangat dipengaruhi oleh berat badan, laju konsumsi dan frekwensi pajanan responden. Dengan kata lain, semakin lama responden tinggal dilokasi tersebut,
25
Jurnal MKMI, Vol 9 No.1, 2013
Minahasa, menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara lama tinggal (durasi pajanan) dengan konsentrasi merkuri dalam darah Sukman,2003). Hal ini dapat dipahami karena menurut penelitian Sheerlock et al dalam WHO disebutkan bahwa seseorang yang mendapat intake merkuri dari ikan akan mempunyai kandungan merkuri dalam darahnya selama 42-70 hari dengan rata-rata masa paruh waktu sekitar 52 hari dari awal terpapar merkuri (WHO,1990) Laju Konsumsi Ikan dan Air Minum Laju konsumsi ikan dan air minum responden sangat dipengaruhi oleh pola konsumsi. Semakin banyak ikan yang dikonsumsi responden, semakin tinggi pula risiko kesehatan responden tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian Hartono pada masyarakat teluk Buyat dan Ratatotok, diperoleh hasil bahwa pola makan berhubungan dengan nilai RQ total. Hartono menyimpulkan bahwa semakin banyak ikan yang dimakan, maka semakin tingkat risiko yang dialami penduduk. Kolluru dalam Hartono (2006) mengungkapkan teori bahwa semakin besar asupan atau intake suatu risk agent, semakin besar tingkat risiko yang dihasilkan. Pada penelitian Sukman yang meneliti pada penduduk Ratatotok, dari hasil uji statistik mkenunjukan ada hubungan yang bermakna antara pola konsumsi ikan dengan konsentrasi merkuri dalam darah penduduk. Penelitian ini menyimpulkan bahwa semakin banyak jumlah ikan yang dikonsumsi responden, maka semakin tinggi konsentrasi merkuri dalam darah responden tersebut (Sukman,2003). Demikian pula dengan penelitian Sudarmaji yang meneliti pada nelayan di pantai Kenjeran Surabayapada variabel yang sama, dari hasil uji statistik diperoleh nilai p ≤ 0,05. Hal ini menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara laju konsumsi ikan dengan konsentrasi merkuri pada rambut responden (Sudarmaji,2004). Dalam hal ini, keakuratan informasi tentang laju konsumsi ikan oleh responden dan adanya sumber pemajanan lain yang tidak diteliti akan sangat berpengaruh terhadap konsentrasi merkuri dalam darah maupun rambut responden. Tingkat Risiko Tingkat risiko (RQ) merupakan karakterisasi risiko yang mungkin dialami responden sebagai akibat dari mengkonsumsi ikan dan air minum yang mengandung merkuri. Hasil penelitian menunjukkan 45 responden dinyatakan aman dan 55 responden lainnya dinyatakan berisiko terhadap efek non karsinogen dari pajanan merkuri di kecamatan Bulawa. Secara deskriptif, terlihat bahwa tidak ada hubungan antara nilai RQ responden dengan
konsentrasi merkuri pada darah dan rambut. Hal ini dapat terlihat pada, responden dengan nilai RQ >1 mempunyai konsentrasi merkuri dalam darah dan rambut hampir sama dengan responden yang mempunyai nilai RQ ≤ 1. Hal ini sejalan dengan penelitian Hartono di teluk Buyat dan Ratatotok, yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara nilai RQ dengan konsentrasi merkuri dalam darah. Dalam penelitian ini juga disimpulkan bahwa RQ responden dipengaruhi secara positif oleh konsentrasi merkuri pada ikan, konsentrasi merkuri pada air minum, laju konsumsi ikan dan durasi pajanan atau lama tinggal responden (Hartono,2006) Manajemen Risiko Manajemen risiko untuk pengendalian nilai RQ pada dasarnya dilakukan dengan cara menyamakan nilai intake dengan Rfd (Rahman,2007). Manajemen risiko diketahui bahwa, jenis ikan yang paling besar risikonya dalam penelitian ini adalah Laligo pealii. Sehingga laju konsumsi yang disarankan hanya 0,145 kg/hari pada orang yang memiliki berat badan 70 kg dan 0,073 kg/hari untuk orang yang memiliki berat badan 40 kg. Sedangkan jenis ikan yang paling kecil risikonya adalah ikan Decapterus muroadsi, dimana laju konsumsi yang diperbolehkan untuk orang dengan berat badan 40 kg adalah 0,160 kg/hari, dan orang dengan berat badan 70 kg sebanyak 0,316 kg/hari. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jenis ikan yang paling berisiko dan disarankan untuk dikurangi laju dan frekuensi konsumsinya adalah ikan Laligo pealii. Sedangkan jenis ikan yang paling aman untuk dikonsumsi adalah ikan Decapterus muroadsi. KESIMPULAN Hasil penelitian menyimpulkan rata-rata konsentrasi merkuri pada rambut responden di Kecamatan Bulawa adalah 125,4939 µg/L dengan nilai median 101,6650µg/L dan rata-rata konsentrasi merkuri pada rambut responden adalah 5,0480 µg/g dengan nilai median4,0750µg/g. Rata-rata konsentrasi merkuri dalam ikan yang dikonsumsi responden adalah 0,0298 mg/kg dan dalam air minum adalah 0,000478 mg/L. Rata-rata laju konsumsi ikan oleh responden adalah 0,2098 kg dengan nilai median 0,200 kg/hari, sedangkan laju konsumsi air digunakan angka standar yaitu 2 L/hari.Secara deskriptif, laju konsumsi ikan berpengaruh terhadap tingkat risiko kesehatan responden. Rata-rata durasi pajanan responden adalah 26,62 tahun dengan nilai median 30 tahun. Secara deskriptif, durasi pajanan berpengaruh terhadap tingkat risiko kesehatan responden. Rata-rata RQ pajanan 30 tahun adalah 1,1422 dengan nilai median 1,1477, dengan jumlah responden berisiko terhadap 26
Jurnal MKMI, Januari 2013, hal 21-28
efek non karsinogen adalah 55 orang. Sedangkan rata-rata RQ pajanan 70 tahun adalah 0,4895 dengan nilai median 0,4919, dengan jumlah responden berisiko terhadap efek karsinogen adalah 5 orang. Manajemen pengurangan yang dapat dilakukan adalah menurunkan konsentrasi merkuri pada ikan, mengurangi laju konsumsi ikan dan membatasi durasi pajanan. Jenis ikan yang disarankan untuk dikurangi laju konsumsi dan durasi pajanannya adalah ikan Laligo peali, sedangkan jenis ikan yang paling aman untuk dikonsumsi adalah ikan Decapterus muroadsi.
kesehatannya dapat dikurangi. Dan bagi pemerintah dan instansi terkait dapat melakukan pangawasan yang ketat terhadap kegiatan–kegiatan di lokasi penambangan emas yang dapat mencemari lingkungan, melakukan pemantauan secara rutin tentang konsentrasi merkuri dalam air minum dan ikan yang dikonsumsi masyarakat serta melakukan penyuluhan secara rutin tentang bahaya merkuri dan dampaknya bagi kesehatan, sehingga masyarakat mengetahui dan menyadari bahaya yang dihadapinya. Manajemen pengurangan yang dapat dilakukan adalah menurunkan konsentrasi merkuri pada ikan, mengurangi laju konsumsi ikan dan membatasi durasi pajanan. Jenis ikan yang disarankan untuk dikurangi laju konsumsi dan durasi pajanannya adalah ikan Laligo peali, sedangkan jenis ikan yang paling aman untuk dikonsumsi adalah ikan Decapterus muroadsi.
SARAN Penelitian ini menyarankan kepada masyarakat kecamatan Bulawa, agar membatasi laju konsumsi dan frekwensi konsumsi ikan laut terutama ikan Laligo pealii yang ditangkap di perairan Bulawa, sehingga risiko pajanan merkuri terhadap
Malaka
T.1996.Biomonitoring, Proceeding Simposium Pemantauan Biologik Dalam Proteksi Kesehatan Tenaga Kerja. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Rahman A. 2007.PUBLIC HEALTH ASSESSMENT: Model Kajian Prediktif Dampak Lingkungan dan Aplikasinya untuk Manajemen Risiko Kesehatan. Jakarta: Pusat Kajian Kesehatan Lingkungan dan Industri Universitas Indonesia. Sukman. 2003. Hubungan Pola Konsumsi Ikan Dengan Kadar Merkuri Dalam Darah Masyarakat Desa Ratatotok Kecamatan Belang Kabupaten Minahasa Utara Provinsi Sulawesi Utara. Jakarta: Universitas Indonesia. Sudarmaji. 2004.Konsumsi Ikan Laut, Kadar Merkuri Dalam Rambut, dan Kesehatan Nelayan di Panati Kenjeran Surabaya. Jurnal Manusia dan Lingkungan November 2004;XI(3). UNEP. 2008. Mercury Fate and Transport in the Global Atmosphere : Measurements, Models and Policy Implications. Italy: United Nation Environment Programme US-EPA.1997.Exposure Factor Handbook: National Center for Environmental Assesment United States Environmetal Protection Agency. WHO. 1990.Environmental Health Criteria 101 : Methyl Mercury Geneva: International Programe on Chemical Safety (IPCS) World Heath Organization. WHO. 2003.Elemental Mercury and Inorganic Mercury Compounds : Human Health Aspects. Geneva: International Programe on
DAFTAR PUSTAKA Alfian Z.2006 Merkuri : Antara Manfaat dan Efek Penggunaannya Bagi Kesehatan Manusia dan Lingkungan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Kimia Analitik Fakultas MIPA; Universitas Sumatera Utara. ATSDR. 1999.Toxicological Profile for Mercury. Atlanta: U.S. Departement of Health and Human Sevices : Public Health Services Agency for Toxic Substances and Disease Registry; 1999. Available from: http://www.atsdr.cdc.gov/ToxProfiles/TP.asp ?id=115&tid=24. Balihristi. 2008a.Profil Sungai Gorontalo. Gorontalo: Badan Lingkungan Hidup, Riset dan Teknologi Informasi (Balihristi) Provinsi Gorontalo Balihristi.2008b.Pengawasan Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) di Provinsi Gorontalo. Gorontalo: Badan Lingkungan Hidup, Riset dan Teknologi Informasi (Balihristi) Provinsi Gorontalo. BSN. 2009.Standar Nasional Indonesia : Batas Maksimus Cemaran Logam Berat Dalam Pangan. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Depkes. 2002. Permenkes 907 tahun 2002 : Persyaratan Kualitas Air Minum. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hartono B. 2006. Distribusi Risiko Kesehatan Logam Merkuri di Lokasi Pertambangan Emas Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2004. Jakarta: Universitas Indonesia. 27
Jurnal MKMI, Vol 9 No.1, 2013
Chemical Safety (IPCS) World Health Organization. WHO. 2006.Bahaya Bahan Kimia Pada Kesehatan Manusia dan Lingkungan (Hazardous
Chemicals in Human and Environmental Health). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
28
Jurnal MKMI, Vol 9 No.1, Januari 2013, hal 29-34
Artikel V
FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SOMBA OPU KABUPATEN GOWA TAHUN 2011 Enviromental Risk Factors For Incident Pulmonary Tuberculosis In The Working Area Of Local Goverment Clinic Of Somba Opu, Gowa Regency 2011 Nisgunawan Sidiq1, Wahiduddin1 Dian Sidik1 1 Jurusan Epidemiologi FKM Unhas, Makassar (
[email protected]) ABSTRAK Lingkungan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kejadian TB paru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar risiko kondisi lingkungan terhadap kejadian TB paru di Kabupaten Gowa. Kabupaten Gowa, khususnya Puskesmas Somba Opu mencatat dari tahun 2009 mengalami BTA positif sebanyak 84 orang. Tahun 2010 mengalami BTA positif sebanyak 101 orang. Sedangkan tahun 2011 tercatat dari Januari sampai September jumlah penderita TB paru dengan BTA positf sebanyak 116 orang. Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional dengan pendekatan Case Control Study. Populasinya adalah penderita TB paru yang tercatat di kartu registrasi pasien di Puskesmas Somba Opu Tahun 2011. Sampel penelitian ini adalah penderita TB paru dan tetangga pasien TB paru yang pernah berkunjung ke Puskesmas Somba Opu. Pengambilan sampel pada kelompok kasus menggunakan Exhaustive Sampling dan pada kelompok kontrol menggunakan Purposive sampling dengan besar sampel 130. Perbandingan kasus dengan kontrol 1 : 1. Analisis data yang dilakukan adalah univariat dan bivariat dengan uji odds ratio (OR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 4 variabel yang diteliti rumah yang padat bukan merupakan faktor risiko (OR = 0.775), kelembaban rumah yang tidak memenuhi syarat merupakan faktor risiko (OR= 2.974), pencahayaan rumah yang tidak memenuhi syarat bukan merupakan faktor risiko (OR= 1.070),ventilasi rumah yang kurang bukan merupakan faktor risiko (OR= 1.220). Disarankan perbaikan ventilasi udara guna mengurangi risiko dari faktor lingkungan lainnya (kelembaban, pencahayaan, kepadatan hunian rumah), khususnya kelompok kasus yang tidak memenuhi syarat kesehatan terhadap kejadian TB paru di wilayah Puskesmas Somba Opu Kabupaten Gowa. Kata Kunci : Tuberkulosis, Lingkungan Rumah dan Ventilasi. ABSTRACT Environment is one factors that led to the cases of pulmonary TB. This research aimed to determine the risk of environmental conditions on the case of pulmonary tuberculosis in Gowa. Gowa Regency, especially in Local Government of Sombu Opu reported that from 2009 it had been 85 people with BTA positive. In 2010, there were 101 people with BTA positive. While in 2011, it was reported that from January to September there were 116 people with BTA positive. This study used observational method with Case Control Study. Populations of research were pulmonary tuberculosis patients registered in the patient registration card at the Local Government Clinic of Somba Opu in 2011. Samples of this research were pulmonary tuberculosis patients and their neighbors who had been to the Local Government Clinic of Somba Opu. Samples were selected through Exhaustive Sampling for the case group and Purposive Sampling for the control group with 130 samples. Ratio between both groups were 1:1. Data analysis was done through univariate and bivariate analysis with Odds Ratio (OR) test. The result of research shows that 4 variables observed, a house with high density is not included as a risk factor (OR=0775), house humidity does not qualify as a risk factor (OR=2974), home lighting is not a risk factor (OR=1070), and the lack of home ventilation is not a risk factor (OR=1220). This research suggest the reparation of air ventilation in order to decrease other environmental factors (humidity, lighting, house density), especially for case group that dont fulfill the health condition for pulmonary tuberculosis case in Local Government Clinic of Somba Opu, Gowa Regency. Keyword : Tuberculosis, Residential Environment and Ventilation 29
Jurnal MKMI, Vol 9 No.1, 2013
= 4,921), jenis lantai (OR = 2,890), dan kontak dengan penderita (OR = 4,957). Oleh karena itu peneliti ingin melihat apakah faktor risiko lingkungan tersebut berperan dalam peningkatan kejadian TB paru di wilayah yang berbeda.
PENDAHULUAN Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobaterium tuberculosis. Sebagian besar kuman tuberkulosis menyerang paru-paru, namun dapat juga menyerang organ lain yang ada pada tubuh manusia. Sumber penularan adalah dahak dari penderita yang mengandung kuman TB dengan BTA positif. Bila tidak segera ditangani akan menyebabkan penderita meninggal dunia. Di Indonesia, penanganan sejak dini sudah dilakukan dengan memberikan paket imunisasi BCG pada balita. Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya (Notoatmodjo, 2003). Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyebaran kuman tuberkulosis. Kuman tuberkulosis dapat hidup selama 1-2 jam bahkan sampai beberapa hari hingga bermingguminggu tergantung ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang baik, kelembaban, suhu rumah dan kepadatan penghuni rumah (Nurhidayah dkk., 2007). Kabupaten Gowa, khususnya Puskesmas Somba Opu mencatat dari tahun 2009 jumlah suspek TB sebanyak 825 orang dan yang mengalami BTA positif sebanyak 84 orang dengan jumlah kematian (mortaliti) sebanyak 2 orang. Tahun 2010 dari hasil pencatatan dan pelaporan jumlah suspek TB sebanyak 1.021 orang namun yang mengalami BTA positif sebanyak 101 orang dan meninggal sebanyak 3 orang. Sedangkan tahun 2011 tercatat dari bulan Januari sampai September jumlah penderita TB paru dengan BTA positf sebanyak 116 orang dengan jumlah yang sembuh sebanyak 37 orang, drop out 4, meninggal dunia sebanyak 2 orang dan masih dalam tahap pengobatan sebanyak 73 orang. Hasil penelitian Firdiana (2007) di wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu Kecamatan Tembalang Semarang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan terhadap luas ventilasi keluarga (OR = 2,33), luas ventilasi ruang tidur (OR = 3), pencahayaan ruang tidur ( OR = 4). Pada penelitian Simbolom (2006) di Kabupaten Rejang lebong menyatakan bahwa adanya sumber kontak (OR = 2,263), luas ventilasi rumah kurang dari 10% luas lantai (OR = 4,907), tidak adanya pencahayaan yang masuk ke rumah (OR = 5,008). Sedangkan pada penelitian Ruswanto (2010) dalam tinjauan TB paru dari faktor lingkungan dalam dan luar rumah di Kabupaten Pekalongan menyatakan hasil analisis multivariat menunjukkan faktor risiko tuberkulosis paru yaitu kepadatan penghuni (OR = 2,989), suhu dalam rumah (OR = 3,471), pencahayaan alami (OR
BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Somba Opu Kabupaten Gowa. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 sampai Januari 2012. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional analitik dengan menggunakan rancangan case control study. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang berkunjung ke Puskesmas Somba Opu Kabupaten Gowa. Jenis penarikan sampel pada penelitian ini terdiri atas dua penarikan, dimana kelompok kasus dengan menggunakan penarikan sampel Exhaustive sampling dan kelompok kontrol dengan menggunakan Purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah 130 responden yang terdiri atas 65 kasus dan 65 kontrol dengan perbandingan 1 : 1. Data Primer diperoleh dengan melakukan wawancara langsung terhadap sampel yang terpilih baik untuk kasus maupun kontrol dengan menggunakan kuesioner yang tersedia. Selain itu dilakukan pengukuran kelembaban dan pencahayaan rumah penderita TB paru dengan alat Hygrometer dan Luxmeter. Data sekunder berupa identitas pasien, diagnosis awal pasien, lama pengobatan dan riwayat pengobatan pasien diperoleh dari rekam medik atau kartu pengobatan penderita TB paru di Puskesmas Somba Opu. Pengolahan data dilakukan secara elektronik dengan menggunakan komputer program SPSS (Statistical Package and Social Siences). Model analisis data yang dilakukan adalah analisis univariat dan bivariat. Data yang telah dianalisis disajikan dalam bentuk tabel distribusi, grafik dan narasi untuk mengetahui besar risiko kondisi lingkungan rumah penderita TB paru terhadap kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Somba Opu. HASIL Pada penelitian ini ada perubahan jumlah sampel yang awalnya 146 (kasus dan kontrol) menjadi 130 jumlah sampel, hal ini disebabkan karena 8 respon kasus mengalami Drop Qut (DO) dengan alasan 2 orang yang meninggal, 1 orang yang pindah, 2 responden kasus bertempat tinggal dalam satu rumah serta 3 orang responden tidak diketahui alamatnya dan tidak melakukan pengobatan dengan berkunjung ke Puskesmas tersebut.
30
Jurnal MKMI, Januari 2013, hal 29-34
orang (53,8%) dibandingkan perempuan yaitu 60 orang (46,2%). Dari responden yang diwawancarai baik yang TB Paru Positif dan yang tidak TB Paru sebagian diantaranya berada pada rentang umur 4044 tahun sebanyak 20 orang (15,4%) dan terendah yaitu rentang umur 15-19 tahun sebanyak 3 orang (2,3%). tingkat pendidikan terakhir responden yang diwawancarai paling banyak SLTA yaitu sebanyak 58 orang atau 44,6 % sedangkan paling sedikit yang berpendidikan tidak tamat SD yaitu 4 orang atau 3,1%. Tabel 1 menunjukkan bahwa dari beberapa responden baik kasus dan kontrol terhadap kejadian TB Paru menunjukkan kebanyakan tidak bekerja yaitu 51 orang (39.2%). Diikuti oleh wiraswasta sebanyak 21 orang (16.2%) dan paling sedikit jenis pekerjaannya sebagai petani sebanyak 2 orang (1.5%). sebagian besar responden memiliki jenis rumah permanen sebanyak 126 orang (96,9%) terdiri dari 62 orang (95.4%) responden kasus dan 64 orang (98.5%) responden kontrol. Dan diikuti jenis rumah semi permanen sebanyak 4 orang (3.1%) yang dimana kasus sebanyak 3 orang (4.6%) dan kontol sebanyak 1 orang (1.5%). Sebagian Responden telah lama tinggal di rumahnya selama lebih dari 10 tahun sebanyak 97 orang (74.6%) yang dimana terdiri dari 48 orang (73.8%) responden kasus dan 49 orang (75.4%) responden kontrol. 8 sebagian besar responden memiliki jumlah kamar sebanyak dua yakni sebesar 85 orang (66.2%) terdiri 39 orang (60.0%) responden kasus dan 47 orang (72.3%) responden kontrol. Sedangkan yang paling sedikit adalah jumlah kamar sebanyak satu yaitu 1 orang (0.8%) dan 1 orang (0.8%) tidak memiliki kamar,semuanya merupakan responden kasus. Analisis Univariat Tabel 2 menunjukkan bahwa pada kelompok kasus hampir sebagian besar memilki hunian yang padat yaitu 48 orang (73.8%) dan memiliki hunian tidak pada yaitu sebanyak 17 orang (26.2%). Pada kelompok kontrol hampir sama dengan kelompok kasus sebagian besar memiliki hunian yang padat yaitu 51 orang (78.5%) dan memiliki hunian tidak padat sebanyak 14 orang (21.5%). Menunjukkan bahwa paling banyak responden yang tinggal pada rumah dengan kelembaban ruangan yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 95 orang (73.1%). Terdapat 35 (26.9%) yang tidak memenuhi syarat dimana kelompok kasus sebanyak 24 orang (36.9%) dan kelompok kontrol sebanyak 11 orang (16.9%) yang dimaksudkan tidak memenuhi syarat jika kelembaban kurang dari 40% atau lebih dari 70%. menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki intensitas pencahayaan rumah yang kurang sebanyak 85 orang (65.4%). Dimana kelompok kasus sebanyak 43 (66.2%) dan kelompok kontrol sebanyak
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Somba Opu Kabupaten Gowa Tahun 2011 Karakteristik n % Kelompok Umur (Tahun) 15-19 3 2.3 20-24 9 6.9 25-29 15 11.5 30-34 14 10.8 35-39 13 10.0 40-44 20 15.4 45-49 11 8.5 50-54 13 10.0 55-59 15 11.5 60-64 10 7.7 > 65 7 5.4 Jenis Kelamin Laki-laki 70 53.8 Perempuan 60 46.2 Pendidikan Tidak Tamat SD 4 3.1 Tamat SD 14 10.8 SLTP 34 26.2 SLTA 58 44.6 Perguruan Tinggi 20 15.4 Pekerjaan PNS 16 12.3 Pegawai Swasta 14 10.8 Wiraswasta 21 16.2 Pensiunan 15 11.5 Pelajar/Mahasiswa 7 5.4 Petani 2 1.5 Buruh 3 2.3 Tidak kerja 51 39.2 Lainnya 1 0.8 Jenis Rumah Panggung Permanen Semi Permanen Lama Tinggal < 5 tahun 5-10 tahun > 10 tahun Jumlah Kamar Tidak Ada Satu Dua Tiga Empat
0 126 4
0 96.9 3.1
1 32 97
0.8 24.6 74.6
1 1 85 36 6
0.8 0.8 66.2 27.7 4.6
Sumber : Data Primer, 2011 Karakteristik Responden Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah responden yang diwawancarai lebih banyak laki-laki yaitu 70 31
Jurnal MKMI, Vol 9 No.1, 2013
42 (64.6%). Maksud dari kurang yaitu ketika intensitas cahaya yang masuk ke dalam rumah kurang dari 60 lux.menunjukkan bahwa pada kelompok kasus 7.7% responden memiliki ventilasi udara yang cukup. Persentase tersebut lebih sedikit dibandingkan dengan responden yang memiliki ventilasi yang kurang. Begitupun pada kelompok kontrol lebih banyak keadaan ventilasi yang kurang yaitu sebanyak 90.8%. Analisis Bivariat Tabel 2 menunjukkan Hasil analisis bivariat untuk variabel kepadatan hunian terhadap kejadian TB paru pada tingkat kepercayaan (CI) = 95% diperoleh hasil lower limit = 0.345 dan upper limit = 1.742 (0.345