berkembang, dengan menggunakan alat-alat yang berbasis teknologi modern.
Seperti game boy ... mal besar, pertokoan hingga kios kecil yang sederhana.
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Mei 2007 Fatimah Kurniasari Utami 10501109 Dampak Kecanduan Bermain Video Game Pada Remaja Pada mulanya hanya dikenal permainan rakyat yang menggunakan alat-alat sederhana, seperti karet, ataupun bambu. Tetapi sekarang jenis permainan telah berkembang, dengan menggunakan alat-alat yang berbasis teknologi modern. Seperti game boy, play station dan komputer. Bahkan alat komunikasi seperti hand phone pun dapat menjadi media bermain. Permainan moderen ini disebut dengan nama video game, karena menggabungkan antara penggunan layar televisi dengan console, yaitu suatu alat atau media penterjemah dari compact disc (cd). Video game sudah sangat dominan dimainkan oleh banyak orang di seluruh dunia. Dari berbagai tingkatan usia, dari anak-anak sampai dewasa. Persyaratan untuk mengenal permainan video game terbilang mudah. Jika seseorang tidak memiliki perangat lengkapnya, ia masih bisa memainkannya di sejumlah tempat atau lahan penyewaan video game yang banyak bertebaran dimana-mana. Dari mulai lingkungan mal besar, pertokoan hingga kios kecil yang sederhana. Sayangnya yang paling banyak menjadi penggemar video game adalah remaja. Mereka rela menghabiskan waktu berjam-jam serta uang jajan mereka hanya untuk bermain video game. Secara tidak langsung, kebiasaan mereka itu akan menyita waktu belajar mereka. Mereka menjadi malas belajar dan dapat diperkirakan prestasi belajar mereka pun akan menurun. Juwairiah (dalam, Yuwono 2006) mengatakan game yang banyak digandrungi remaja ini cenderung berdampak negatif, siswa menjadi malas untuk belajar, sehingga prestasi mereka di sekolah terus menurun. Sifat permainan adalah sebagai alat penghibur, tetapi jika terlalu serius dan terlalu lama memainkan permainan tersebut maka akan berdampak negatif bagi pemainnya. Terlebih lagi pada remaja, hal tersebut dapat mengganggu prestasi akademiknya. Kehadiran video game memang dapat meningkatkan reaksi persepsi audio visual pemainnya, karena mereka harus berkonsentrasi, mendengar dan melihat gerak permainan itu. Serta orang juga jadi terbiasa memecahkan masalah dengan memakai analisanya. Namun disisi lain video game juga dapat membuat ketergantungan, manakala penggemarnya terkena video game addict (kecanduan
video game) penggemarnya rela menghabiskan waktunya, kurang produktif dan pemain juga menjadi kurang bersosialisasi (Lucia dalam www.kompas.com, 2004). Menurut Mifflin (2004), video game adalah permainan yang dimainkan melawan komputer. Sedangkan game yang dikategorikan sebagai video game adalah kombinasi penggunaan televisi atau media display sebagai media visual dan console sebagai tempat atau media penterjemah dari kaset atau compact disc (cd) (http//:www.gamespot.com, 2004). Jadi dapat disimpulkan bahwa kecanduan bermain video game adalah suatu kebiasaan untuk bermainan dengan menggunakan kombinasi antara televisi dan console yang dirasa menyenangkan dan sangat dinikmati, sehingga menyebabkan seseorang lupa pada hal-hal yang lain. Griffiths (dalam Rab, 2006) mengatakan beberapa kriteria yang harus di perhatikan tentang kecanduan bermain video game yang terjadi pada anak, diantaranya adalah jika anak bermain seharian, sering bermain dalam jangka waktu lebih dari tiga jam. Selain itu mereka bermain untuk kesenangan, cenderung seperti tak kenal lelah dan mudah tersinggung saat dilarang. Mereka rela mengorbankan kegiatan sosial dan olahraga, enggan mengerjakan PR, dan ingin mengurangi ketergantungannya tapi tak bisa. Jika anak mengalami lebih dari tiga gejala dari keseluruhan yang telah disebutkan, bisa disimpulkan bahwa anak tersebut sudah terlalu banyak menghabiskan waktu untuk bermain video games. Ada beberapa faktor yang menurut Arixs (dalam www.cybertokoh.com, 2006) yang dapat membuat seorang anak kecanduan terhadap video game, diantaranya sebagai berikut; a. Tingkatan (level) yang membuat para gamers penasaran. Rasa penasaran yang timbul, karena mereka ingin mengetahui bagaimana permainan yang ada ditingkat selanjutnya dan bagaimana tingkat kesulitan yang akan mereka hadapi selanjutnya.
b. Penghargaan (prestige) dari gamers lainnya. Gamers yang berhasil memenagkan suatu tingkatan permainan yang belum pernah di pecahkan sebelumnya, akan mendapatkan pujian dan penghargaan dari para gemers lainnya.
c. Kurangnya pengawasan dari orang tua. Hal ini dapat terjadi pada anak-anak yang kedua orang tuanya bekerja. Sehingga intensitas pengawasaan terhadap mereka berkurang.
d. Memiliki banyak waktu kosong. Anak-anak yang tidak memiliki aktivitas lain selain bersekolah, cenderung memiliki banyak waktu kosong. Biasanya dalam waktu-waktu seperti inilah mereka memanfaatkan kesempatan untuk bermain video game.
e. Mengikuti trend permainan. Pada usia sekolah teman memiliki pengaruh yang cukup penting dalam perkembangan seorang anak, sehingga teman juga dapat mempengaruhi permainan apa yang dipilih oleh anak.
Sulaeman
(dalam
www.wrm-indonesia.org,
2006)
membagi
dampak
kecanduan video game ke dalam dua kriteria yaitu dampak positif dan dampak negatif. 1. Dampak Positif Video game di satu sisi dapat membuat sebagian anak meraih keyakinan bahwa dirinya mahir dan pintar dalam melakukan sesuatu. Memainkan video games juga akan memberikan keyakinan intelektual pada anak dan dapat membantu menaikkan tingkat motivasinya dalam melakukan sesuatu.
2. Dampak Negatif a. Kekerasan Game yang disukai anak-anak adalah game yang memberikan fantasi kekerasan, seperti tembak-tembakan. Anak-anak yang gemar bermain video game bertema kekerasan akan cenderung untuk meniru-niru gerakan dalam game itu. Contohnya, anak akan meniru-niru gerakan karate atau tendangtendangan yang ada dalam video game ketika sedang bermain dengan teman-temannya. Kekerasan yang ditampilkan dalam game ini dapat menggiring anak kepada perilaku keras dan mempengaruhi persepsi mereka terhadap kenyataan. Anak-anak akan mendapatkan ide bahwa kekerasan
adalah cara yang di pantas diambil untuk menyelesaikan problem dan konflik.
b. Mengutamakan kerja individu Permainan video game cenderung mengutamakan kerja individu, bukan kerjasama. Skenario dalam video game umumnya berisi karakter anonim yang menampilkan tindakan agresif melawan musuh anonim. Hal ini bisa saja membuat anak kesulitan berinteraksi dalam masyarakat.
c. Semangat belajar menurun Industri video game memperkerjakan para psikolog profesional. Mereka bertugas untuk membuat agar game produk mereka mampu menumbuhkan rasa kecanduan. Mungkin di waktu kecil, kecanduan ini tidak tampak dan anak masih bisa diatur untuk hanya bermain 1-2 jam saja sehari. Namun, semakin dewasa, ketika anak semakin kecanduan, orangtua akan sulit untuk mengontrolnya. Dampak dari kecanduan video game ini adalah mundurnya semangat belajar dan semangat untuk beraktivitas di luar rumah. Pemanfaatan waktu dengan bermain video games berhubungan dengan rendahnya nilai akademis anak.
Game dapat dibagi dalam beberapa kategori berdasarkan cara dan peralatan untuk memainkan game itu sendiri. Dalam http//:www.infokomputer.com (2002), pengkategorian tersebut adalah game tradisional, game menggunakan papan permainan dan game elektronik. a. Game Tradisional Mungkin anak-anak zaman sekarang banyak yang tidak mengetahui permainan seperti grobak sodor, engkle, karet dan lain sebagainya. Game seperti ini sudah ada sejak zaman dahulu, dan cara memainkannya pun sangat sederhana. Hanya dengan menggunkanan alat seadaya dan dengan alat tradisional.
b. Game Papan Permainan Dibutuhkan alat Bantu berupa papan untuk melakukan game seperti ini.dalam setiap game yang menggunakan papan permainan memiliki peraturan sendiri-
sendiri. Game yang dapat dikategorikan sebagai game yang menggunakan papan permaianan seperti monopoli, catur, halma, scrabble dan lain-lain.
c. Game Elektronik Game jenis ini terdiri dari dua jenis, yaitu video game dan PC game. 1) Video Game Game yang dikategorikan sebagai video game adalah kombinasi penggunaan televisi atau media display sebagai media viual dan console sebagai media penterjenah dari cassette atau compact disc (cd). 2) PC Game PC adalah personal computer. Untuk dapat memainkan game komputer dibutuhkan komputer video game yang benar-benar mendukung teknologi multi media dan memiliki processor yang dapat bekerja dengan cepat.
Isi dan konteks pada suatu video game biasanya merefleksikan kesukaan, fantasi
dan
aspirasi
dari
pemainnya.
Untuk
menyajikan
realitas
ataupun
menambahkan fantasi pada dibutuhkan teknologi. Video game biasanya bertujuan untuk memenangkan seuatu pertandingan. Akan menarik apabila gamer dapat menghadai tantangan dan memecahkan kesulitan (dalam http//:www.videogame.com, 2004). Beberapa fitur video game yang memberi kontribusi pada pemakaian video game adalah: a. Teknologi ; terletak pada kecanggihan grafik, suara dan interaktifitas pemain. b. Narasi
; terletak pada kesenangan tentang hal baru, alur cerita, fantasi dan komplesitas.
c. Personal
; dalam hal ini lebih terletak pada tantangan, pemecahan suatu masalah, memori dan reflks pemain.
Ada beberapa tipe-tipe video game menurut http//:www.gamespot.com (2004), diantaranya: a. Adventure Game (Game Petualangan) Permainan ini banyak dinikmati oleh para gamer, jenis game ini pada umumnya terdiri dari banyak tingkatan dan terdiri dari banyak karakter. Pada dasarnya game ini adalah petualangan yang berisikan item untuk dikumpulkan sehingga dapat mencapai level tertentu. Contohnya seperti; Super Mario, Donkey Kong Country.
b. Fighting Game (Game Berkelahi) Untuk menjadi sangat mahir dalam game ini tidaklah sulit. Pada tipe game ini, gamer ditempatkan dalam situasi dimana harus berkelah dengan lawan, dalam setiap game ada aturannya masing-masing. Pada game ini gamer harus kalahkan setuap musuh yang ada pada game tersebut.contoh permainan seperti ini adalah; Tekken, X man, Dragon ball
c. Racing Game (Game Balapan) Game ini sangat diminati oleh para pecinta otomotif, karena pada game ini gamer dituntut untuk menang dalam setiap race. Kelebihan game ini adalah gambar yang sangat futuristik dan atraktif. Contohnya seperti; Need for speed, Moto racing.
d. Vehicle Combat Game (Game Peperangan Luar Angkasa) Tipe game ini termasuk paling tua diantara yang lain. Game seperti ini kebanyakan terdiri dari kendaraan antar planet, serta penembaknya. Game ini memberikan sasaran dan misi yang harus diselesaikan. Biasanya game ini hanyalah cerita fiktif belaka. Contohnya seperti; Star wars, Coloni wars.
e. First Person Shooter Game (Game Menembak Orang Pertama) Tipe ini adalah yang terbaru, muncul pada pertengahan tahun 1998. pada game ini merupakan kombinasi antara tindakan dan petualangan. Disebut sebagai First Person Shooter Game karena, orang pertama yang melihat musuh harus segera menembak. Karakter dalam permainan ini dilengkapi dengan senjata. Contoh dari permainan ini adalah; Doom, Counter strike.
f. Sport Game (Game Olah Raga) Tipe game ini adalah yang paling banyak diminati di kalangan gamer, karena mudah serta unsur tantangan dalam game ini tidaklah terlalu sulit. Contohnya seperti; Winning eleven, Fifa 2004.
Remaja adalah masa perkembangan yang berada pada usia antara 12 sampai 15 tahun dan pada masa tersebut seseorang mengembangkan pikiran-pikiran baru dan mempunyai cara berpikir baru yang bersifat hubungan sebab-akibat, namun belum matang dalam bertindak.
Menurut Zulkifli (1992) terdapat beberapa ciri yang dapat dilihat pada remaja awal, yaitu : a.
Pertumbuhan fisik Pertumbuhan fisik mengalami perubahan dengan cepat, lebih cepat dibandingkan dengan masa kanak-kanak dan masa dewasa. Perkembangan fisik mereka terlihat jelas pada tungkai dan tangan, tulang kaki dan tangan, otot-otot tubuh berkembang dengan pesat sehingga anak terlihat tumbuh tinggi, tetapi kepalanya masih mirip dengan anak-anak.
b.
Perkembangan seksual Tanda-tanda perkembangan seksual pada anak laki-laki diantaranya adalah alat produksi spermanya mulai berproduksi, ia mengalami masa mimpi yang pertama yang tanpa sadar mengeluarkan sperma. Sedangkan pada anak perempuan adalah rahimnya sudah dapat dibuahi karena ia sudah mendapatkan menstruasi yang pertama.
c.
Cara berfikir kausalitas Cara berfikir kausalitas yaitu menyangkut hubungan sebab-akibat. Seorang anak harus memperoleh penjelasan terhadap setiap larangan yang diberikan kepadanya, karena remaja sudah mampu berfikir kritis.
d.
Emosi meluap-luap Keadaan emosi remaja masih labil karena erat hubungannya dengan keadaan hormon. Emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri mereka daripada pikiran yang realis.
e.
Mulai tertarik kepada lawan jenis Dalam kehidupan sosialnya remaja mulai tertarik kepada lawan jenisnya dan mulai berpacaran. Jika dalam hal ini orang tua kurang mengerti kemudian melarangnya akan menimbulkan masalah dan remaja akan bersikap tertutup terhadap orang tuanya.
f.
Menarik perhatian lingkungan Pada masa ini remaja mulai mencari perhatian dari lingkungan, berusaha mendapatkan status dan peranan dalam lingkungan masyarakatnya. Remaja akan berusaha mencari peran di luar rumah bila orang tua tidak memberikan peranan kepadanya karena menganggapnya sebagai anak kecil.
g.
Terikat dengan kelompok Remaja dalam kehidupan social sangat tertarik kepada kelompok sebayanya sehingga tidak jarang orang tua di nomer duakan, sedangkan kelompoknya di nomer satukan. Dalam kelompoknya tersebut kaum remaja dapat memenuhi kebutuhannya, misalnya kebutuhan untuk dimengerti, kebutuhan dianggap, kebutuhan di perhatikan, kebutuhan mencari pengalaman baru, kebutuhan berprestasi, kebutuhan di terima statusnya, harga diri, rasa aman yang belum tentu di daperolehnya di rumah ataupun di sekolah. Dalam metode penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian
kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Penelitian kualitatif menurut Sukmadinata (2005) adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisa fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun secara kelompok. Begitu pula yang dikatakan oleh Danin (2002), penelitian kualitatif adalah pendekatan sistematis dan objektif yang digunakan untuk menjelaskan pengalaman hidup dan memberikan makna atasnya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis studi kasus. Adapun peneliti menggunakan bentuk penelitian ini untuk mendeskripsikan dan menganalisa fenomena atau peristiwa yang dianggap memiliki masalah, penyimpangan, ataupun kesulitan. Subjek dalam penelitian ini adalah seorang anak Sekolah Menengah Pertama (SMP), yang berusia 14 tahun, yang biasa memainkan video game play station minimal 3 jam setiap harinya. Peneliti melakukan persiapan dengan menyusun pedoman wawancara, panduan observasi dan lembar data diri. Menyiapkan tape recorder untuk merekam wawancara agar tidak ada yang terlupa.
peneliti menghubungi dan membuat janji dengan subjek untuk melakukan wawancara. Setelah bertemu, peneliti memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan penelitian, mengajukan pertanyaan dan segala sesuatu yang berhubungan. Saat pelaksanaan, peneliti melakukan observasi, mencatat ataupun merekam semua jawaban subjek. Setelah peneliti melakukan wawancara dan observasi, peneliti menganalisis data yang ada. Dalam penelitian ini, digunakan beberapa instrumen, seperti pedoman wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan masalah penelitian. Pedoman wawancara ini disusun berdasarkan teori-teori yang berhubungan dengan topik penelitian. Tape recorder akan digunakan sebagai alat bantu untuk merekam semua pertanyaan dan jawaban subjek atas pertanyaan yang diutarakan peneliti. Perekaman dilakukan atas sepengetahuan dan seizin subjek. Pulpen dan buku tulis atau notes digunakan untuk mengobservasi tingkah laku subjek pada saat wawancara berlangsung. Data yang diperoleh akan dianalisa dengan mengunakan teknik analisa data kualitatif. Poerwandari (2005) memberikan beberapa tahapan yang diperlukan dalam menganalisis data kualitatif, tahapan tersebut adalah : 1. Mengorganisasikan Data Setelah peneliti mendapatkan data dari subjek melalui wawancara dengan alat perekam, kemudian merubahnya dengan transkrip (verbatim) dalam bentuk tulisan, karena datanya yang beragam dan banyak data harus diorganisasikan dengan rapi, sistematis dan lengkap.
2. Mengelompokkan Data Langkah pertama sebelum analisis adalah membubuhkan kode-kode pada data yang
diperoleh.
Pengkodean
(coding)
dimaksudkan
untuk
dapat
mengorganisasikan dan mensistematiskan data secara lengkap dan mendetail, sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik.
3. Menguji Asumsi Setelah kategori dan pola data tergambar dengan jelas, pada tahap ini kategori yang telah di dapat melalui analisis ditinjau kembali berdasarkan landasan teori
yang dijabarkan pada bab sebelumnya, sehingga data yang diperoleh dapat dicocokkan apakah ada kesamaan antara landasan teori dengan data yang didapat.
Awal subjek mengetahui permainan video game adalah saat ia duduk di bangku kelas 2 Sekolah Dasar (SD). Karena subjek sering melihat kakaknya bermain video game. Tetapi subjek semakin tertarik dan selalu bermain video game setiap hari adalah pada saat ia duduk di bangku kelas 6 Sekolah Dasar (SD). Griffiths (dalam Rab, 2006) mengatakan beberapa kriteria yang harus di perhatikan tentang kecanduan bermain video game pada anak, diantaranya adalah jika anak bermain seharian, sering bermain dalam jangka waktu lebih dari tiga jam. Selain itu mereka bermain untuk kesenangan, cenderung seperti tak kenal lelah, mudah tersinggung saat dilarang. Mereka rela mengorbankan kegiatan sosial dan olahraga, enggan mengerjakan PR, dan ingin mengurangi ketergantungannya tapi tak bisa. Menurut Griffiths (dalam Rab,2006) jika anak mengalami lebih dari tiga gejala dari keseluruhan yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa anak tersebut sudah terlalu banyak menghabiskan waktu untuk bermain video game. Berdasarkan pendapat Griffiths (dalam Rab,2006) subjek dapat dikatakan kecanduan bermain video game, karena subjek selalu bermain video game seharian kecuali saat subjek mengikuti les tambahan, baik yang diadakan di sekolah ataupun yang diikutinya secara perseorangan. Setiap kali bermain video game subjek selalu bermain lebih dari tiga jam sehari. Subjek pun tidak pernah merasakan lelah jika sedang bermain video game. Subjek bermain video game untuk kesenangan dan hiburan, untuk menghilangkan rasa jenuh karena rutinitas sehari-harinya. Subjek akan merasa marah dan tersinggung saat orang tua dan kedua orang kakaknya menegurnya karena terlalu sering bermain video game, menurutnya mereka tidak bisa membiarkan subjek menikmati kesenangannya, tetapi subjek tidak berani melawan karena menurutnya itu tidak sopan. Tetapi subjek pun selalu mengulangi perbuatannya lagi. Akibatnya subjek juga menjadi malas dan jarang megerjakan pekerjaan rumahnya ataupun tugas dari gurunya, subjek lebih sering mencontek pekerjaan temannya di kelas serta meminjam catatan dari mereka. Sebetulnya subjek sangat ingin mengurangi kecanduannya terhadap video game. Tetapi subjek merasa kesulitan karena ia selalu saja penasaran akan game yang sedang beredar di pasaran saat ini selain itu teman-teman bermain subjek selalu saja mengajaknya untuk bermain video game.
Faktor-faktor yang menyebabkan kecanduan bermain video game menurut Arixs (dalam www.cybertokoh.com, 2006) adalah adanya tingkatan (level) yang membuat penasaran, penghargaan (prestige) dari para gamers lain, kurangnya pengawasan dari orang tua, memiliki banyak waktu kosong, serta keinginan untuk mengikuti trend permainan. Hal tersebut dapat dilihat pada diri subjek. Subjek memiliki rasa penasaran akan tantangan yang ada pada game, subjek belum merasa puas apabila ia belum berhasil menamatkan suatu permainan, subjek akan selalu mencoba dan mencari informasi tentang game tersebut, yang berkaitan dengan kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi dan bagaimana cara memenangkan game tersebut. Jika subjek berhasil memenangkan game tersebut, maka ia akan mendapatkan penghargaan dari para gamers lain yang berupa pujian dan dianggap sebagai yang paling hebat. Hal tersebut membuat subjek bangga akan dirinya. Karena subjek hampir selalu dapat memecahkan tantangan pada game-game yang dimainkannya, subjek juga sering menjadi tempat teman-temannya untuk bertanya tentang video game. Subjek pun tidak segan-segan untuk berbagi ilmu dengan teman-temannya. Dengan cara ini subjek berusaha mencari status dan peranan diantara teman-temannya.
Zulkifli (2002)
menyatakan ini adalah salah satu cara dari masa remaja awal untuk menarik perhatian lingkungannya dan mendapatkan status serta peranan dalam lingkungannya. Selain itu pada masa remaja awal biasanya remaja akan terkait dengan kelompoknya. Begitu pula dengan subjek, ia selalu mengikuti trend yang berkembang dalam dunia video game, karena menurutnya jika tidak mengikuti trend video game maka subjek akan merasa malu bergaul dengan teman-temannya, karena itulah subjek selalu berusaha mencari informasi terbaru tentang perkembangan video game. Dengan cara browsing internet, bertanya kepada Kakaknya ataupun membeli majalah khusus video game. Menurut Sulaeman (dalam www.wrm-indonesia.org, 2006) dampak kecanduan bermain video game terbagi dalam dua kriteria, yaitu dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif dari bermain video game adalah membuat seseorang meraih keyakinan bahwa dirinya mahir dan pintar dalam melakukan sesuatu. Memainkan video games juga akan memberikan keyakinan intelektual. Sedangkan dampak negatif dari bermain video game adalah timbulnya tindakan kekerasaan, mengutamakan kerja individu, serta semangat belajar yang menurun. Dari dampak kecanduan bermain video game yang di kemukakan oleh Sulaeman (dalam www.wrm-indonesia.org, 2006), dampak yang dirasakan oleh subjek adalah
menurunnya semangat belajar yang berakibat pada menurunnya prstasi subjek di sekolah. Hal ini diakui subjek karena ia merasa sulit berkonsentrasi saat belajar di kelas ataupun di rumah, pikirannya selalu terbagi antara video game yang belum selesai ia mainkan dan dengan pelajaran yang harus ia pelajari.