paper ilmu sosial budaya dasar women trafficking ... - insight corner

34 downloads 665 Views 643KB Size Report
ketika ia memulai ceritanya. ... Singkat cerita, Rath dikurung dalam sebuah kamar dengan seorang laki-laki yang ... ought not to think of women as sex objects.
PAPER ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR

WOMEN TRAFFICKING DISUSUN OLEH: NI KOMANG SANDINI 132010030

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2011

Latar Belakang Apakah yang terjadi dengan kemanusiaan belakangan ini?. Di tengah kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi manusia semakin tenggelam dalam krisis penghargaan terhadap esensi manusia. Manusia sibuk mencari nafkah untuk memenuhi tuntutan hidup yang semakin tinggi dan kompleks. Hal ini mendorong manusia untuk kreatif mencari solusi, berlombalomba dalam berbagai persaingan dan menggunakan setiap kesempatan yang datang. Alhasil keadaan ini menimbulkan berbagai efek negatif. Beberapa di antaranya berdampak pada bergesernya kehidupan masyarakat dari sederhana menjadi kompleks, dari sosialis menjadi individualis. gaya hidup konsumtif, kebutuhan hidup sekunder menjadi kebutuhan primer, persaingan yang ketat dalam dunia kerja, serta kebutuhan sosial seperti status di masyarakat Sehingga hukum rimba pun berlaku, di mana yang kuatlah yang menang karena yang paling penting adalah materi. Fakta mengenai Women Traficking bukan masalah baru dalam peradaban manusia. Keberadaannya setua peradaban manusia itu sendiri dan merupakan masalah sosial dunia. Dalam Women Traficking terjadi eklploitasi besar-besaran terhadap wanita secara biologis yang berdampak pada kondisi psikologis dan tatanan kemasyarakatan. Berbagai organisasi dan lembaga swadaya masyarakat di dunia berupaya melakukan penanggulangan terhadap masalah sosial ini baik oleh lembaga pemerintah maupun lembaga sosial lainnya. Upaya-upaya pemerintah di berbagai negara telah gencar melakukan usaha mengurangi peningkatan perdagangan wanita dengan mengeluarkan undang-undang. Dalam Hak Asasi Manusia pun telah tertera dengan jelas hak-hak kemanusiaan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi diharapkan dapat membawa manusia keluar dari masalah dan menolong manusia untuk menjadi manusia yang beradab. Namun di dalam peradaban yang semakin maju ini, perdagangan wanita adalah salah satu fakta adanya misstreatment manusia terhadap dirinya sendiri. Apakah ini terjadi semata-mata karena kebutuhan untuk memenuhi sandang, pangan dan papan ataukah ini menandakan ketimpangan peradaban?. Pertanyaan ini tidak mudah di jawab sebab memerlukan tidak hanya pemikiran kritis atau analisa fakta dan sebab akibat. Tetapi lebih dari itu memerlukan perenungan kembali akan esensi manusia dan pengakuan terhadap keberadaannya, serta penempatan kembali martabat manusia ke posisi semula. Melalui penulisan paper ini, penulis ingin mengkaji lebih dalam mengenai women trafficking.

Flow Chart Masalah Organ reproduksi menjadi alat produksi

Esensi perempuan ditinjau dari aspek biologis dan gender

WOMAN TRAFFICKING

Penyebab

Esensi perempuan ditinjau dari aspek agama

Adanya peran serta aparat penegak hukum

1. Faktor tidak adanya kartu tanda lahir 2. Faktor ekonomi 3. Faktor kurangnya pengetahuan mengenai trafficking 4. Faktor pendidikan 5. Faktor keluarga 6. Faktor lingkungan 7. Faktor permintaan dari konsumen

Sistim cuci uang hasil prostitusi melalui ibadah keagamaan

Kendala penanggulang an

Legalitas karena uang

Rumusan Masalah A. Fakta dan definisi Women Trafficking B. Bagaimana esensi perempuan ditinjau dari aspek biologis dan agama? C. Apa saja permasalahan kemanusiaan di dalam women trafficking? D. Apa faktor penyebab women trafficking? E. Apakah kendala – kendala penanggulangan women trafficking?

A. Definisi dan fakta women trafiking 1. Definisi women trafficking Salah satu dari tiga Protokol Perserikatan Bangsa-Bangsa yaitu “Protokol Palermo”, mendefinisikan Perdagangan Manusia sebagai: “Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksanaan, penculikan, penipuan, kebohongan, atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi termasuk, paling tidak, eksploitasi untuk melacurkan orang lain atau bentuk bentuk lain dari exploitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik-praktik serupa perbudakan, perhambaan atau pengambilan organ tubuh.”

2. Fakta women trafficking Berdasarkan data dari UNICEF, sekitar 100,000 perempuan dan anak diperdagangkan untuk dieksploitasi secara seksual di dalam dan luar negeri. Terdapat 30 persen prostitusi perempuan berusia di bawah 18 tahun. Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur memperkirakan sekurang-kurangnya ada 100,000 perempuan dan anak-anak diperdagangkan pertahun dari Jawa Timur, melalui Jawa Timur dan ke Jawa Timur. Perempuan dan anak-anak Indonesia diperdagangkan secara seksual dan untuk ekspoitasi sebagai tenaga kerja di Malaysia, Singapura, Brunei, Taiwan, Jepang, Hongkong dan Asia Tengah. Beberapa perempuan direkrut dengan iming-iming pekerjaan yang kemudian dipaksa menjadi pelacur. Gadis-gadis Cina kalimantan Barat merupakan pesanan pengantin wanita pria-pria Taiwan, Hong Kong, dan Singapore. Perempuan Indonesia yang berasal dari Riau, Bali dan Lombok diperuntukkan bagi kebutuhan seks turis-turis dari Malaysia dan Singapore.

Berikut ini adalah kisah singkat Srey Rath, gadis Kamboja yang menjadi korban trafficking. Kisah nyata ini ditulis oleh pasutri, jurnalis sekaligus editor New York Times Nicholas D. Kristof dan Sheryl Wudunn;

Srey Rath adalah seorang gadis Kamboja, berambut hitam ikal dengan wajah kecoklatan dan postur tubuh pendek, kecil, dan cantik. Dia berada di sebuah pasar berdiri di samping toko ketika menceritakan awal mula ia terjerumus dalam trafficking. Trauma dan ketakutan meliputi wajahnya ketika ia memulai ceritanya. Ini berawal ketika ia berumur lima belas tahun. Pada waktu itu keluarganya kehabisan uang dan banyak hutang. Lalu Rath memutuskan untuk bekerja di Thailand sebagai pencuci piring di sebuah restoran selama dua bulan dengan harapan dapat membantu membayar hutang keluarganya. Orang tua Rath mengkhawatirkan keselamatannya, tapi mereka menjadi tenang karena Rath pergi dengan empat orang temannya yang juga dijanjikan bekerja di restoran yang sama. Agen restoran itu lalu menjemput dan membawa mereka ke pedalaman Thailand lalu mengoper mereka kepada gangster yang mengirim mereka ke Kuala Lumpur, Malaysia. Setelah itu mereka di bawa ke sebuah tempat karaoke yang beroperasi sebagai tempat pelacuran. Lalu seorang germo mengatakan kepada Rath dan teman-temanya bahwa ia telah membayar mereka jadi Rath dan teman-temanya harus mengembalikan uang itu dan setelah lunas baru mereka dipulangkan kerumah masing-masing. Singkat cerita, Rath dikurung dalam sebuah kamar dengan seorang laki-laki yang memaksanya berhubungan seks, tapi ia melawan. Lalu bosnya marah dan memukul wajah Rath yang meninggalkan bekas selama dua minggu. Lalu bos dan beberapa ganster-nya memperkosa Rath dan memukulnya dengan ikat pinggang sambil mengancam akan memukul Rath sampai mati jika ia tidak mau melayani tamu. Di pelacuran ini Rath harus melayani tamu dengan wajah ceria, jika tidak mereka akan dibunuh. Ia dan teman-temanya dipaksa melayani tamu tujuh hari seminggu selama lima belas jam perhari. Mereka tidak boleh memakai pakaian, dikurung di kamar supaya tidak bisa lari atau menyimpan tips. Mereka hanya diberi makan sedikit karena para tamu yang datang ke sana tidak menyukai gadis gemuk.

Dari kisah Srey Rath di atas, dapat dilihat cara perekrutan dengan menipu korban. Laporan dari ILO berikut ini dapat memperjelas rumusan perdagangan manusia. Proses

Cara Perekrutan

Tujuan

Perekrutan

Ancaman

Prostitusi

Pengiriman

Pemaksaan

Pornografi

Pemindahan

Penculikan

Kekerasan/eksploitasi seksual

Penampungan

Penipuan

Kerjapaksa dengan upah yang tidak layak

Penerimaan

Kebohongan

Perbudakan/praktek lain yang serupa

Kecurangan Penyalahgunaan kekuasaan

B. Bagaimana esensi perempuan ditinjau dari biologis dan gender serta agama? 1. Esensi perempuan dari aspek biologis dan gender Perempuan memiliki ciri fisik yang khas yang tidak dimiliki oleh laki-laki. Dari aspek biologis, konsep perempuan dilihat dari konstruksi tubuh yang sangat berbeda dari laki-laki. Perempuan memiliki alat reproduksi seperti vagina, ovarium buah dada, dan tubuh yang berlekuk-lekuk. Jika kaum adam diminta untuk menggambarkan mengenai perempuan, yang pertama terbayang adalah organ reproduksi perempuan. Organ reproduksi berfungsi untuk menghasilkan keturunan yang sangat signifikan membedakan perempuan dari laki-laki. Hal ini memperngaruhi peran gendernya di masyarakat. Di beberapa budaya stereotip gender perempuan berada di urutan ke dua setelah laki-laki di mana laki-laki mewarisi nama ayah. Merujuk pada tulisan Kourany, Sterba, dan Tong (1933:51-52), there are many actual cultures, of course, in which people are identified by names that reflect their parentage. Pembedaan ini juga terlihat dalam penggunaan tata bahasa seperti kata ganti dan kata benda yang lebih merefleksikan pembedaan jenis kelamin daripada umur, ras, status sosial atau kepercayaan. Istilah “Humanity” (kemanusiaan) sinonim dengan “mankind”, tetapi tidak ada istilah “womankind”. Kenyataan klasik sering ditemui di masyarakat ketika ada seorang ibu melahirkan, pertanyaan pertama adalah jenis kelamin bayi yang baru dilahirkan laki-laki atau perempuan. Lalu bagaimana stereotip perbedaan fungsi organ seksual kedua gender ini?. Robert Baker dalam Kourany dkk. (1933:55) menulis sebuah pernyataan “men ought not to think of women as sex objects.” Laki-laki mestinya memandang perempuan bukan sebagai objek seks atau pemuas birahi atau sekedar sebagai alat untuk menghasilkan keturunan. Sebab konsep perempuan mengenai seksualitas berbeda dengan laki-laki. Perempuan lebih mengutamakan sexual outercourse daripada sexual intercourse (Melliana, 2006:168). Sehingga apabila terjadi perlakuan yang tidak semestinya di area ini dapat menimbulkan luka psikologis.

2. Esensi perempuan ditinjau dari aspek agama sebagai Makhluk “Imago Dei” Menurut penulis cara terbaik menggambarkan betapa tingginya martabat perempuan itu adalah melalui perspektif agama. Sebab manusia adalah citra Allah. Alasan utama mengapa wanita diciptakan bukanlah untuk melahirkan anak-anak atau memberikan kepuasan seksual atau mengurus rumah tangga melainkan untuk kebahagiaan bersama. Hawa dibentuk dari tulang rusuk Adam oleh Allah lalu Allah sendiri membawa Hawa kepada Adam. Fakta bahwa Hawa diciptakan setelah Adam atau bahwa Hawa adalah teman serta penolong yang dirancang bagi Adam bukanlah berarti bahwa Hawa lebih rendah dari pada Adam dalam hal apapun (Anne Graham, 2002:111-112). Suatu alasan mengapa terjadi kebangkitan feminisme adalah karena masyarakat telah mengabaikan prinsip penciptaan. Memperdagangkan manusia khususnya perempuan

merupakan

bentuk

penghinaan

terhadap

martabat

manusia

dan

pemberontakan kepada Sang Pencipta. Jika Allah menempatkan perempuan sebagai penolong bagi kaum laki-laki, bukankah semestinya ia harus diperlakukan setara?. Allah merancang kesepadanan dan perbedaan dalam diri laki-laki dan perempuan. Perbedaan yang ada adalah untuk saling melengkapi keduanya. Bahkan dalam Alkitab (kejadian 1:28), tersirat pesan dari Allah: “Jadikanlah seks suatu prioritas dalam pernikahan”. Hanya di dalam pernikahan seks itu dijadikan prioritas. Lalu bagaimana dengan Srey Rath yang dipaksa untuk melayani tamu secara seksual dalam lima belas jam perhari selama seminggu untuk memuaskan kebutuhan seks laki-laki?. Masihkan perempuan ditempatkan sepadan dengan laki-laki dan penolong baginya yang mesti diperlakukan dengan terhormat?. Manusia perlu memahami konsep Allah men-design manusia sebagai makhluk “Imago Dei” untuk lebih dapat memanusiakan manusia. Pernyataan dari Mark Twain dalam Kristof dan Wudunn (2009: xi), “what would men be without women? Scarce, sir, mighty scarce,” patut untuk direnungkan sebagai introspeksi diri.

C. Apa saja permasalahan kemanusiaan dalam women trafficking? 1. Organ reproduksi menjadi alat produksi Sebagaimana yang diungkapkan oleh Christopher Buckley dalam Kristof dan Wudunn (2009:3), women might just have something to contribute to civilization other than their vaginas. Organ kewanitaan adalah organ sesitif yang harus mendapat perawatan yang baik. jika tidak dapat mengakibatkan kerusakan fungsi organ dan timbulnya penyakit kelamin dan reproduksi. Eksploitasi terhadap bagian ini merupakan mistreatment manusia terhadap dirinya sendiri sekalipun itu dilakukan oleh pihak lakilaki. Sebab laki-laki yang mengeksploitasi seksual perempuan yang diciptakan dari tulang rusuknya sendiri dan dirancang menjadi penolong baginya, sedang menjadikan perempuan sebagai objek seks. Perempuan difungsikan seperti mesin pencetak uang dengan organ kewanitaan. Ini merupakan bentuk perbudakan era modern. Perempuan yang dieksploitasi secara seksual sedang di hancurkan bukan saja aspek fisiknya saja tetapi aspek psikologis, sosial, emosi dan rohaninya. Tidak bisa dibayangkan penderitaan yang ditanggung oleh para korban trafficking. Apakah manusia sebenarnya sedang bergerak maju dalam peradabannya ataukah mengalami kemunduran?. Mengingat human trafficking ini sudah setua peradaban manusia itu sendiri. Jika manusia mengalami kemajuan seharusnya terdapat perubahan dalam memperlakukan sesama dibandingkan dalam peradaban-peradaban sebelumnya yang penuh dengan peperangan, pembunuhan ras manusia secara besar-besaran dan perbudakan terhadap etnis lain.

2. Sistim cuci uang hasil prostitusi melalui ibadah keagamaan Para korban trafficking di Indonesia pada umumnya banyak yang berasal dari pedesaan. Mereka mengadu nasib ke kota mencari penghidupan dengan harapan dapat membawa hasil pulang ke desa. Dan beberapa dari mereka berasal dari keluarga religious yang kemudian mengalokasikan uang yang diperoleh untuk ibadah keagamaan. Seperti di Thailand, uang hasil prostitusi diberikan kepada monks atau para biarawan. Monk atau Biarawan ini menerima sedekah dari masyarakat dengan

tujuan membantu orang yang bersedekah mendapat pahala melalui memberikan sedekah kepada para biarawan.

D. Apa faktor penyebab women trafficking? Trafficking semakin meningkat dari waktu ke waktu. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya, yaitu 1. Faktor tidak adanya kartu tanda lahir Salah satu penyebabnya menurut argument UNICEF adalah kurangnya pendaftaran kelahiran yang meningkatkan kerentanan menjadi sasaran trafficking. Di Indonesia teradapat sekitar 60 persen anak-anak berumur di bawah 5 tahun tidak memiliki kartu tanda lahir dan setengahnya tidak terdaftar di manapun. 2. Faktor ekonomi Merujuk pada kisah nyata Rath, faktor ekonomi menjadi salah satu faktor perempuan di bawah usia memilih untuk bekerja tanpa memiliki kemampuan yang memadai. Hal ini menjadi semakin kuat berdasarkan pengalaman pribadi penulis yang pernah bergabung selama tiga tahun dari tahun 2007-2010 di sebuah LSM di Bali yang menangani kasus trafficking khusus di wilayah Bali Selatan.

Kebanyakan dari

perempuan usia dini yang menjadi prostitusi di wilayah ini karena iming-iming pekerjaan menjadi pelayan restoran atau toko dengan gaji besar. 3. Faktor kurangnya pengetahuan mengenai trafficking Dilihat dari cara perekrutan yang dirumuskan ILO, penipuan dan kebohongan oleh trafficker mengindikasikan bahwa korban tidak mengetahui bahwa dirinya adalah sasaran trafficking. Dengan iming-iming pekerjaan, korban secara tidak sadar digiring untuk setuju. Setelah mendapat persetujuan baik dari korban maupun keluarga, maka kontrol atas diri korban berada di tangan trafficker. Ini terjadi jika korban dan pihak keluarga tidak paham mengenai cara-cara perekrutan trafficking. 4. Faktor pendidikan Korban women trafficking kebanyakan direkrut dari daerah pedesaan dan negaranegara berkembang. Pendidikan memang masih menjadi masalah bagi Negara berkembang sehingga masyarakatnya masih mudah dibodohi dan di tipu trafficker.

5. Faktor keluarga Berdasarkan tulisan Kristof (2009), seorang mucikari yang bernama Ainul menjadikan anak-anaknya pelacur di tempat pelacurannya sendiri. Peran orangtua atau pihak keluarga dalam trafficking cukup besar. Keluarga sebagai satu-satunya tempat perlindungan bagi anak semestinya dapat memberikan jaminan keamanan bagi anggota keluarga dan bukan sebaliknya menjadi oknum yang ikut merekrut dengan menyalahgunakan kekuasaan. 6. Faktor lingkungan Bagi korban yang tidak mendapat dukungan sosial cenderung akan kembali ke tempat pelacuran untuk mendapatkan komunitas yang menerima keberadaannya. 7. Faktor permintaan dari konsumen Sebagaimana yang penulis sampaikan di atas, bahwa terdapat gadis-gadis Cina Kalimantan Barat yang dipesan oleh laki-laki dari Taiwan, Hong Kong, dan Singapore, mengindikasikan bahwa permintaan dari konsumen memicu maraknya trafficking. Sesuai dengan ilmu ekonomi adanya faktor permintaan mengakibatkan adanya ketersediaan produk di pasaran.

E. Apakah kendala – kendala penanggulangan women trafficking? 1. Adanya peran serta aparat penegak hukum Indonesia mengesahkan undang-undang anti perdagangan manusia pada bulan april 2007. Undang-undang hukum pidana eksploitasi tenaga kerja, eskploitasi seks, perdagangan manusia dalam negeri dan luar negeri. Hukuman dijatuhkan berkisar dari 3 sampai 15 tahun penjara. Undang-undang ini juga berisi ketetapan untuk menghukum persatuan yang memiliki badan hukum dan pejabat pemerintah yang terlibat dalam trafficking. Namun penegakannya masih belum maksimal. Sebab masih terdapat pemerintah daerah melegalkan aktivitas prostitusi dengan menarik pajak tiap harinya dari masing-masing pelaku pelacuran. Seperti kasus di India yang di alami oleh Meena Hasina. Ia berusaha melarikan diri dari tempat pelacuran lalu pergi ke kantor polisi. Namun pihak kepolisian membawanya kembali ke tempat pelacuran tersebut.

2. Legalitas karena uang Selama uang yang menjadi prioritas utama maka hukum dan aturan bisa dinegosiasi. Demikian yang terjadi di lapangan mengenai perenapan undang-undang trafficking. Pihak-pihak penegak hukum memilih kompromi daripada menegakkan hukum itu sendiri. Masyarakat tidak memperoleh hak atas perlindungan secara hukum dan perlindungan hak asasi sebagai manusia. Para korban trafficking seperti sudah terjatuh tertimpa tangga pula, tidak mendapatkan pertolongan yang seharusnya dari pihak yang berwenang.

Kesimpulan Women trafficking yang merupakan masalah dunia ini memerlukan penanggulangan dengan kerjasama dari berbadai pihak. Korban yang tersebar di berbagai tempat dan sulit untuk di identifikasi. Walaupun pemerintah dan berbagai lembaga swadaya masyarakat telah berupaya keras menanggulangi masalah ini tetap masih belum maksimal. Tempat penampungan korban trafficking belum memadai dan layanan pembinaan masih kurang. Mengingat masalah ini masalah klasik dan berusia berabad-abad, bukan berarti tidak bisa dikurangi peningkatannya. Hal ini dapat dilakukan jika ada konsistensi dalam pemberlakuan undang-undang yang berlaku, yang nantinya dapat mengembalikan legitimasi hukum itu sendiri. Tindakan yang tegas terhadap pelaku trafficking sangat diperlukan. Dan seharusnya pihak pemerintah tidak kompromi atau bisa disuap dengan uang atau bahkan ikut mendukung penyimpangan ini. Adanya konsumen menandakan bahwa manusia sedang menghancurkan peradaban dan eksistensinya. Namun pada umumnya yang disalahkan adalah pihak korban. Padahal jika lakilaki memahami konsep penciptaan maka akan mampu melihat perempuan bukan sebagai gender kedua. Seharusnya laki-laki bertindak sebagai laki-laki yang menggunakan kekuatan fisik dan kuasanya untuk melindungi bukan untuk mengeksploitasi sesama manusia. saling menghormati antar lawan jenis. Perlu adanya pembenahan perspektif mengenai perempuan dan perannya di masyarakat meskipun sudah ada berbagai gerakan emansipasi wanita. Dan pentingnya keluarga sebagai fondasi pengembangan diri anak sehingga ia nantinya mampu berada di tengah-tengah masyarakat.

Daftar Pustaka Kourany, Janet.A., Sterba J.P, & Tong, Rosemarie. (1992). Feminist Philosophies. New Jersey: Prentice Hall Kristof, Nicholas., Wudunn, Sheryl. (2009). Half the Sky: Turning Oppression into Opportunity for Women Worldwide. Toronto: Random House. Lotz, Anne Graham. (2002). God’s Story. Batam Centre: Gospel Press. Melliana, Annastasia. (2006). Menjelajah Tubuh Wanita: Perempuan dan Mitos Kecantikan. Yogyakarta: Penerbit LKIS Wiloso,dkk. (2010). Ilmu Sosial Budaya Dasar. Salatiga: penerbit Widya Sari Press. http://akuindonesiana.wordpress.com/2011/07/23/prostitusi-anak-di-lampung-meningkat-tajam/ Minggu, 6 Nop 2011, Jam 17.20 http://www.humantrafficking.org/countries/indonesia Minggu, 6 Nop 2011. Jam 17.10 www.ilo.org/jkt Senin, 21 Nop 2011, Jam 11.19 pm