partisipasi forabi dalam proses pengambilan kebijakan publik ...

6 downloads 7966 Views 1MB Size Report
PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK KABUPATEN BOYOLALI ..... Pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling. ..... Berikut adalah kutipan.
perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

PARTISIPASI FORABI DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK TINGKAT KABUPATEN/KOTA DI ERA OTONOMI DAERAH.

Disusun Oleh : ANDI TYAS SURYA NUGRAHA D 0305014

SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi

JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2010 commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id UCAPAN TERIMA KASIH

Bagiku tak ada yang lebih mahal daripada ucapan terima kasih di dunia ini. Dalam penelitian ini telah banyak pihak yang membantu terselesaikannya penulisan penelitian ini dari awal hingga akhir. Sekedar ucapan terima kasih penulis kepada : · · · ·

· ·

·

·

·

·

· · ·

Keluarga dirumah yang selalu memberikan dorongan agar terselesaikannya penelitian ini. Bapak H. Supriyadi SN, SU, yang telah menjadi pembimbing yang sangat baik dengan arahan-arahannya. Bapak Y. Slamet, MSc dan Ibu LV. Ratna Devi, Msi, yang memberi telah menjadi penerang tentang penelitian dan penulisan laporan yang baik dan benar. Dosen – Dosen Sosiologi FISIP UNS (Bu Trisni, Bapak Drajat, Bapak Argyo, Bu Hilmi, Bu Lilik, Alm. Ibu Gerrada, Alm. Bapak Supriyadi, Ibu Suyatmi, Pak Ramdhon, Pak Mahendra dan banyak lainnya) yang telah banyak memberikan pelajaran bagi penulis selama menempuh perkuliahan selama ini. Kawan – kawanku seperjuangan sejak SMU, Irfan Fitriadi & Ahadian Tegar semoga kita terus berkawan sampai sudah tak ada lagi sisa oksigen di tubuh kita. Saudara – saudaraku Sosiologi Fisip UNS Angkatan 2005 ( Arief G, Herli K, Adrianus, Rizkie, Shoiem, Rohmad, Doni, Bram, Supri, Komeng, Sugeng, Isnaini, Angga, Ferdi, Galih, Aik, Fatwa, Fajar, Zunita, Miko, Betty, Lenny, Astri, Aming, Una, Marisa, Niken, Okta, Grina, dan banyak lagi ) yang selalu mendukung dan memotivasi setiap gerak saudara lain yang belum menyelesaikan studinya. Mari saudaraku buktikan pada Iwan Fals lagunya yang “Sarjana Muda” itu bukan untuk kita!!!. Teman-teman Sos 06 (Julian, Agus, Joko, Indah, Lida, Dila, Putri, Rafita, Ipho), kalian membuat saya merasa harus segera menyelesaikan penelitian ini dan terima kasih pinjaman bukunya. Sohib-Sohib Kontrakan ( Ujo, Kipli, Kuntho, Tholib, Othong, dan Ulin) terima kasih sudah diberi tempat ternyaman untuk singgah melepas penat. Juga terima kasih kepada Pircak dan Duana (SOS 04), yang telah banyak berbagi semoga cepat menjadi sarjana kawan. HIMASOS, dimana telah memberi banyak pelajaran bagi penulis sehingga serasa memiliki jiwa baru. Panggio, Dodik, Dian, Ganyong, Made, dan kawan-kawan lain (Tolong jaga Himasos ini baik-baik, buatlah lebih maju). Forabi beserta seluruh isinya (Mas Sinam, Pak Eko, Mas Suji, Pak Bawor, Mbak Sasanti, Alm. Pak Totok, dan kawan-kawan lain) terima kasih sudah diberi tempat untuk belajar lebih banyak tentang Boyolali, maaf kalau selama ini ngrepoti. Mbak Fitri dan Heni Catis yang sudah bersedia membantu penulisan laporan penelitian ini (transkrip wawancara dan bikin tabel). Mas Aryo, Tam-tam dan Mas Beni, yang sempat “direpoti” penulis dalam menyelesaikan penulisan ini. user Serta pihak-pihak yang tidak bisa commit namanyato disebutkan satu persatu, tetap penulis Ucapkan Terima kasih. x

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

PENGESAHAN Skripsi Ini Diterima dan Disahkan oleh Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari Tanggal

: :

Panitia Penguji

1. DrsY. Slamet M.Sc NIP. 19480316 197612 1 001

(_____________________) Ketua

2. Dra. LV. Ratna Devi ,M.Si NIP. 19600414 198601 2 002

(_____________________) Sekretaris

3. Drs. H. Supriyadi SN., SU NIP. 19530128 198103 1 001

(_____________________) Penguji

Disahkan Oleh: Fakultas Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan

Drs. Supriyadi, SN. SU NIP. 19530128 198103 1 001 commit to user

iii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr Wb. Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan kenikmatan dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PARTISIPASI FORABI (FORUM RAKYAT BOYOLALI) DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK KABUPATEN BOYOLALI DI ERA OTONOMI DAERAH. Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis mengucapkan terima kasih kepada banyak pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini: 1. Drs. H. Supriyadi SN, SU selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta, sekaligus pembimbing yang penuh kesabaran membimbing dan mengarahkan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 2. Dra. Hj. Trisni Utami, M.Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Eko Bambang S selaku Koordinator Forum Rakyat Boyolali dan juga kawankawan di Forabi. 4. Semua informan, baik itu anggota Forum; masyarakat ; dan Pemerintah Kabupaten Boyolali (Mas Sinam, Mbak Deni, Bp. Sukandi, Bp. Samodro dan Bp.Suwardi). 5. Teman-teman Sosiologi FISIP UNS commit to user

viii

Drs. Seno

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah khasanah keilmuan bagi penulis sendiri dan bagi pembaca. Wassalamu’alaikum Wr Wb.

Surakarta, Oktober 2010

Andi Tyas Surya Nugraha

commit to user

ix

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN

Jalan Hidup Merupakan Suatu Pilihan, Perlu Kekuatan Hati Memilih Langkah Mencari Suatu Yang Terbaik. Tak Akan Pernah Lelah Mengucap Syukurku Pada-Mu yaa Allah SWT, Yang Telah Memeberikan Nikmat Yang Begitu Banyak Ini. Serta Tak Akan Pernah Salah Jika Karya Kecil ini Dipersembahkan Pada : Bp. Sugiarto dan Ibu. Sudarti (Orang Tuaku) Untuk semua doa yang tak lelah terucap juga arahan yang terbaik untuk jalan hidupku serta keikhlasan dukungan Spirituil dan materiil yang sulit bisa terbalas Deby dan Ibu. Surati (Adik dan Nenekku) Akan kutunjukkan suatu hari nanti menempuh kuliah lama bukanlah penghambat kesuksesanku. Kawan-Kawanku Sekian lama bersama bukanlah kenangan semata tapi merupakan pelajaran berhaga Boyolali Kabupaten yang telah banyak memberi inspirasi, dan suatu hari manusia ini akan jadi bagian dari kemajuanmu.

commit to user

iv

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul : PARTISIPASI FORABI (FORUM RAKYAT BOYOLALI) DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK KABUPATEN BOYOLALI DI ERA OTONOMI DAERAH.

Telah Disetujui Untuk Dipertahankan Di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Dosen Pembimbing

Drs. Supriyadi, SN. SU NIP. 19530128 198103 1 001

commit to user

ii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

MOTTO

Ñ Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS. AL-ISRAA’ : 36)

Ñ Ajaklah hati nurani untuk berpikir agar bijak pilihan itu. (Penulis)

commit to user

vii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................

i

Halaman Persetujuan .......................................................................................

ii

Halaman Pengesahan .......................................................................................

iii

Halaman Persembahan ....................................................................................

iv

Abstract .........................................................................................................

v

Abstrak ..........................................................................................................

vi

Motto ..............................................................................................................

vii

Kata Pengantar ................................................................................................

viii

Ucapan Terima Kasih ......................................................................................

x

Daftar Isi .........................................................................................................

xi

Dartar Tabel dan Matriks .............................................................................. ..

xv

Daftar Bagan ...................................................................................................

xvi

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... A. LATAR BELAKANG ..............................................................................

1

B. PERUMUSAN MASALAH .....................................................................

7

C. TUJUAN PENELITIAN .......................................................................... commit to user

7

xi

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

D. MANFAAT PENELITIAN ......................................................................

8

E. TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................

9

E.1. Batasan Konsep ..................................................................................

9

E.2. Penelitian Terdahulu ...........................................................................

23

E.3. Landasan Teori ...................................................................................

26

F. KERANGKA BERPIKIR .......................................................................

30

G. METODE PENELITIAN ..........................................................................

33

1. Jenis Penelitian .....................................................................................

33

2. Lokasi penelitian ..................................................................................

34

3. Sumber Data .........................................................................................

34

4. Teknik Pengambilan Sampel ................................................................

35

5. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................

39

6. Validitas Data ......................................................................................

42

7. Teknik Analisis Data ............................................................................

43

BAB II DESKRIPSI WILAYAH .................................................................

46

A. Kondisi Wilayah Kabupaten Boyolali ........................................................

46

1. Kondisi Geografis ..........................................................................

46

2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kabupaten Boyolali .............

49

B. Lembaga-Lembaga Yang Terkait Dengan Penelitian .................................

53

1. FORABI (Forum Rakyat Boyolali) ................................................

54

2. DPRD Kab. Boyolali ......................................................................

62

3. PEMDA Kab. Boyolali ...................................................................

66

commit to user

xii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB III HASIL PENELITIAN ....................................................................

71

A. Proses Pengolahan Data .............................................................................

71

Profil Informan ..........................................................................................

72

B. Alur Pembuatan Kebijakan di Kabupaten Boyolali ...................................

74

C. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengambilan Kebijakan Tingkat Kabupaten Di Boyolali .................................................................

78

C.1. Partisipasi Forabi Melalui Jalur Formal .............................................

80

C.2. Partisipasi Forabi Melalui Jalur Non-Formal .....................................

96

D. Partisipasi Forabi Dalam Pembangunan ....................................................

104

E. Matrik Temuan ...........................................................................................

118

BAB IV PARTISIPASI FORABI DALAM PENGAMBILAN KEBIJAKAN TINGKAT KABUPATEN BOYOLALI ............. A. Proses Pembuatan Kebijakan ......................................................................

120 114

B. Partisipasi FORABI Dalam Pengambilan Kebijakan Tingkat Kabupaten ......................................................................................

122

C. Pengaruh FORABI Sebagai Civil Society Dalam PembangunanPembangunan Kabupaten Boyolali di Era Otonomi....................................

130

D. Matrik Temuan ............................................................................................

134

BAB V PENUTUP ..........................................................................................

138

A. Kesimpulan .................................................................................................

138

commit to user B. Implikasi .....................................................................................................

141

xiii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

B.1. Implikasi Teoritis .................................................................................

141

B.2 Implikasi Metodologis ..........................................................................

145

B.3 Implikasi Empirik .................................................................................

146

C. Saran ............................................................................................................

148

Daftar Pustaka ...................................................................................................

149

Lampiran ............................................................................................................ Lampiran I Interview Guide .............................................................................

153

Lampiran II Hasil Wawancara ..........................................................................

156

Lampiran III Peta Kabupaten Boyolali ............................................................

176

Lampiran IV Artikel Koran ..............................................................................

177

Lampiran V Aturan Main FORABI .................................................................

181

Lampiran VI Presentasi FORABI tentang DAD .............................................

185

Lampiran VII International Journal ....................................................................

201

Lampiran VIII Foto-Foto di Lapangan ..............................................................

228

Lampiran VIX Surat-surat Perijinan ..................................................................

230

commit to user

xiv

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id ABSTRACT

Andi Tyas Surya Nugraha, D0305014. 2010, FORABI (BOYOLALI PEOPLE'S FORUM) PARTICIPATION IN THE PROCESS OF MAKING BOYOLALI PUBLIC POLICY IN THE ERA OF REGIONAL AUTONOMY. THESIS: UNIVERSITY DEGREE PROGRAM SEBELAS MARET UNIVERSITY. This study aimed to describe about public participation in policy-making level of the Regency / Municipality in Boyolali. The sample used was the People's Forum Boyolali. The research is qualitative research, as well as the main method of case studies, by taking the location in the city of Boyolali. The data in this study are primary and secondary data, primary data obtained directly from the results of in-depth interview to the informant, ie Forabi Working Committee, Member of the Forum, Boyolali Legislative, Executive Boyolali, and Society Boyolali ever come Forabi participation activities. Sampling was done by purposive sampling in the field. Data collection techniques are not participating observation and interviews in depth. Analysis of data using an interactive model. The validity of the data was performed using data triangulation (source). After the analysis found that there are two paths to be taken to express Forabi Participating in the district level, namely through the formal channels provided by the Government Boyolali and non-formal education path that is initiated Forabi own. For Weber that determines social action is the individual's relationship with the behavior of others with "a meaningful subjective", whereas in the theory of action developed by Parson, "action" implies an activity, creativity and process appreciation of the individual. Forabi social action in the form of participation for community voices to be heard Boyolali Government, so that in making a more pro-people policy. Initiative to pull through participation in "influencing" public policy is the result of netting Boyolali community votes, with the intention that an appropriate policy goal, especially in public. Forabi participation efforts into results, and there are also not accepted the Government. However, Forabi aspirations through the participation of a number are the subject of public development policy-making considerations. Keyword: Participation, Forabi, Government, Public Policy

commit to user

vi

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id ABSTRAK

Andi Tyas Surya Nugraha, D0305014. 2010, PARTISIPASI FORABI (FORUM RAKYAT BOYOLALI) DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK KABUPATEN BOYOLALI DI ERA OTONOMI DAERAH. Skripsi : Program Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan tentang partisipasi masyarakat dalam pengambilan Kebijakan tingkat Kabupaten/Kota di Boyolali. Sampel yang digunakan adalah Forum Rakyat Boyolali. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, serta metode utamanya studi kasus, dengan mengambil lokasi di Kabupaten Boyolali. Data pada penelitian ini merupakan data primer dan sekunder, data primer diperoleh langsung dari hasil wawancara mendalam kepada para informan, yaitu Badan Pekerja Forabi, Anggota Forum, Legislatif Kabupaten Boyolali, Eksekutif Kabupaten Boyolali, dan Masyarakat Boyolali yang pernah ikut kegiatan partisipasi Forabi. Pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling. Pengumpulan data dilakukka dengan teknik observasi tidak berpartisipasi dan wawancara secara mendalam. Analisa data menggunakan model interaktif. Validitas data dilakukan dengan teknik trianggulasi data (sumber). Setelah dilakukan analisis ditemukan bahwa ada dua jalur yang ditempuh Forabi untuk mengekspresikan Partisipasinya di taraf Kabupaten, yaitu melalui jalur formal yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten Boyolali dan jalur non-formal yang diinisiasi Forabi sendiri. Bagi Weber yang menentukan tindakan sosial adalah hubungan individu dengan tingkah laku orang lain dengan “penuh arti subyektif”, sedangkan dalam teori aksi yang dikembangkan Parson, “action” menyatakan secara tidak langsung merupakan aktivitas, kreativitas dan proses penghayatan dari individu. Forabi melakukan tindakan sosial yang berupa partisipasi untuk menyuarakan aspirasi masyarakat agar didengarkan Pemerintah Boyolali, sehingga dalam pembuatan suatu kebijakan lebih pro pada rakyat. Inisiatif untuk melalukan partisipasi dalam “mempengaruhi” kebijakan publik merupakan hasil dari penjaringan suara masyarakat Boyolali, dengan maksud agar suatu kebijakan tepat sasaran terutama pada masyarakat. Upaya partisipasi Forabi ada yang menjadi hasil dan juga tidak di terima Pemerintah. Namun, aspirasi melalui partisipasi dari Forabi tidak sedikit yang menjadi bahan pertimbangan pembuatan kebijkan publik.

Keyword :Partisipasi, Forabi, Pemerintah, Kebijakan publik

commit to user

v

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Demokrasi dan demokratisasi di Indonesia telah sejak lama dibicarakan oleh banyak pihak terutama di kalangan akademisi, praktisi politik, mahasiswa, praktisi,

lembaga Swadaya Masyarakat, Instansi pemerintahan, bahkan

dikalangan masyarakat akar rumput. Istilah tersebut menguat ketika muncul wacana reformasi era pasca jatuhnya Pemerintahan Orde Baru. Salah satu perwujudan demokrasi dan demokratiassi adalah tentang keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan kebijakan publik. Tuntutan politik rakyat Indonesia yang sudah bulat membutuhkan pencerahan pada masa itu. Mahasiswa dan rakyat bersatu menuntut hak mereka untuk berdemokrasi, bukan sekedar demokrasi ‘buatan’ untuk melanggengkan kepentingan politik tertentu. Demokrasi akan berjalan sesuai cita-cita dan semangatnya apabila dilandasi kepekaan dan partisipasi masyarakat sebagai pengontrol pemerintah. Penciptaan ruang publik perlu didukung, warga masyarakat diharapkan ikut menentukan keputusan-keputusan yang menyangkut kepentingan bersama commit to user dan cara tentang mengendalikan serta memperoleh sumber daya bersama yang

1

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

tadinya dikuasai oleh negara. Indonesia merupakan negara yang pluralistik, beraneka ragam budaya, etnis, agama, ras, Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia yang berbeda-beda. Negara memiliki peran untuk menjaga ketertiban dan nilai-nilai yang berada dalam kekuasaan negara tersebut. Semangat otonomi daerah dan desentralisasi memang berhembus begitu kuat di dalam masyarakat dan juga

di lingkungan Pemerintahan, khususnya

kabupaten yeng menjadi basis dari pelaksanaan otonomi daerah. Otonomi daerah merupakan sebuah pemikiran yang berasalkan dari konsep governance. Dimana dahulu proses Pemerintahan masih sentralistik, sekarang sudah diubah menuju desentralistik dengan artian dahulu proses pemerintahan selalu dipegang dan dikontrol oleh Pemerintahan Pusat, namun sekarang Pusat telah dapat mengontrol dan mengawasi daerah melalui pemerintah – pemerintah daerah yang berwenang. Konsep governance sendiri berarti bentuk interaksi antara Negara dan masyarakat sipil (Leftwich,1994; Rhodes, 1997, dalam Ari Dwipayana, 2003). Persepektif baru tentang pemerintah, yaitu perubahan peran pemerintah dalam masyarakat dan kemampuannya mewujudkan kepentingan bersama di bawah batasan internal maupun eksternal merupakan jantung governance. Intinya adalah melibatkan masyarakat dalam penyelenggaraan Negara. Jika persepektif lama memandang Negara adalah segala – galanya, maka persepektif governance mempunyai ortodoksi baru dalam mengelola Negara yang bersandar pada enam prinsip utama (Ari Dwipayana, 2003) : commit to user

2

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

1. Negara tetap menjadi pemain kunci bukan dalam pengertian dominasi dan hegemoni, tetapi Negara adalah aktor setara (primus inter pares) yang mempunyai kapasitas memadai untuk memobilisasi aktor –aktor masyarakat dan pasar untuk mencapai tujuan besar. 2. Negara bukan lagi sentrum “ kekuasaan formal” tetapi sebagai sentrum “kapasitas politik”. Kekuasaan

Negara harus ditransformasikan

dari

“kekuasaan atas” (power over) menuju “kekuasaan untuk” (power to). 3. Negara harus berbagi kekuasaan dan peran pada tiga level : “keatas” pada organisasi internasional; “kesamping” pada NGO dan swasta; serta “kebawah” pada daerah dan masyarakat lokal. 4. Negara harus melonggarkan kontrol politik dan kesatuan organisasinya agar mendorong segmen – segmen di luar Negara mampu mengembangkan pertukaran dan kemitraan secara kokoh, otonom dan dinamis. 5. Negara harus melibatkan unsur-unsur masyarakat dan swasta dalam agenda pembuatan keputusan dan pemberian layanan publik. 6. Penyelenggaraan Negara harus mempunyai kemampuan responsif, adaptasi dan akuntanbilitas publik. Keenam prinsip itu sebenarnya identik dengan “ membawa Negara lebih dekat dengan masyarakat” yang pernah di promosikan oleh Badan Dunia ( world development, 1997; dalam buku Ari Dwipayana, 2003). Dalam konteks otonomi daerah, salah satu bentuk reformasi politik dibidang pemerintahan adalah ditetapkannya kebijakan desentralisasi dan otonomi commit to user daerah dalam paket UU No. 22/1999 tentang pemerintahan daerah (kemudian 3

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

direvisi dengan UU No. 35/2004) dan UU No 25/1999 tentang pertimbangan keuangan pusat dan daerah. Dewasa ini UU No. 35/2004 telah mengalami penambahan tentang tugas perseorangan khususnya wakil kepala daerah dan beberapa hal lain sebagainya yang diperbaharui dalam UU No 12/2008. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan kehidupan demokrasi dan keadilan bagi rakyat Indonesia, khususnya di daerah. Prinsip semangat otonomi daerah sebenarnya menghendaki implementasi asas demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan dengan mempertimbangkan potensi keanekaragaman serta kearifan lokal. Hal ini menuntut daerah dapat meningkatkan kemandirian dan kretivitasnya sendiri. Untuk meningkatkan kualitas demokrasi dalam penyelenggaraan otonomi daerah di wilayah kabupaten atau kota, setidaknya ada dua macam cara (Ichwan Prasetyo, 24:2007). Pertama, membuka untuk ruang partisipasi publik seluasluasnya, khususnya pada ranah kebijakan daerah. Ruang untuk publik itu harus ada

manakala

kebijakan

itu

diusulkan,

dibahas,

diserahkan,

disahkan,

dilaksanakan, sampai kebijakan itu di evaluasi. Kedua, mendorong terwujudnya akuntanbilitas publik. Setiap kebijakan yang telah dibuat memiliki pertanggungjawaban terhadap publik. Artinya dampak kebijakan yang diambil harus mampu memberikan rasa keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat secara konkret. Untuk mewujudkan cita-cita otonomi daerah tersebut diperlukan keterilabatan governance secara keseluruhan (Pemkab/Pemkot, DPRD, dan stakeholder masyarakat). commit to user

4

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Upaya penciptaan ruang publik tersebut salah satunya telah mendorong terbentuknya Forum Warga, yaitu tempat untuk berembug, berkomunikasi, mengambil keputusan, merumuskan dan menyelesaikan persoalan bersama secara mandiri maupun untuk disampaikan kepada Pemerintah. Hal ini berlaku juga untuk Kabupaten Boyolali dalam rangka men sukseskan adanya otonomi daerah, dengan mewujudkan daerah yang demokratis dengan masyarakat yang partisipatif. Secara administratif wilayah Boyolali terdiri dari 19 Kecamatan yaitu: Kecamatan Boyolali, Musuk, Mojosongo, Teras, Ampel, Selo, Cepogo, Banyudono, Sawit, Sambi, Ngemplak, Simo, Nogosari, Andong, Klego, Wonosegoro, Karanggede, Kemusu, dan Juwangi. Sedangkan jumlah Desa di semua wilayah tersebut sebanyak 267, jumlah dusun 890. Boyolali memiliki Luas wilayah 1.015,101 km², dengan kepadatan penduduknya 927 jiwa/km². Dalam mewujudkannya, diperlukan strategi-strategi untuk melaksanakan hal itu. Namun untuk menghasilkan kebijakan yang berpihak pada rakyat, juga diperlukan partisipasi masyarakat untuk ikut merancang besama-sama pemerintah. Diperlukan partisipasi aktif dari masyarakat dan kepedulian lembaga-lembaga non pemerintah sebagai media advokasi, pemberdaya, fasilitator dan “wacth dog” pemerintah kabupaten dalam merancang maupun dalam pelaksanaan kebijakan. Di Boyolali ada sebuah Forum non Pemerintah yang bisa digolongkan sebagai NGOs yang diberi nama FORABI (FORUM RAKYAT BOYOLALI). FORABI atau Forum Rakyat Boyolali adalah organisasi masyarakat sipil yang elemenya plural. Lebih dari 20 elemen tergabung didalamnya, seperti NGO commit user (Lekat, LBKUB), HTM (Himpunan TanitoMakmur), FKGB (Forum Komunikasi

5

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Guru Boyolali), P3TK (Paguyuban Petani Penggarap Tanah Karanggeneng), MAPAN (Masyarakat Pengguna Mata Air Umbul Nyamplung), Paguyuban Sopir Angkot, BAM (Boyolali Art Mission), KIPP (Komite Independent Pemantau Pemilu), Mahasiswa Boyolali, Buruh (misal SPSI, SBSI, SPTSK, SBP), Pedagang Pasar, Rohaniawan, Aktifis Pers, Asosiasi Pengrajin Genteng, FL-BPD, Parade dan Asosiasi Perangkat Desa. Tiga komunitas terakhir membentuk organisasi sub payung dibawah forabi dengan nama Forum Inovasi untuk Demokrasi (FIDE) Ada tujuh kaukus yang tergabung dalam Forabi yakni kaukus pendidikan, kaukus petani, kaukus buruh, kaukus seni budaya kaukus lingkungan hidup, kaukus perempuan serta kaukus perangkat desa. Kaukus tersebut berdasarkan pada tipical participant caucus maupun kepedulian partisipan terhadap issue kaukus. Jumlah anggota Forabi diperkirakan lebih dari 8000 orang. Forum Rakyat Boyolali adalah sebuah media atau wahana tempat berkumpulnya individu-individu dan kelompok masyarakat dalam rangka mendefinisikan pendapat, merumuskan kesepakatan dan memperjuangkan aspirasi bersama secara demokratis dan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM). Melalui Forum Rakyat Boyolali, pemerintah daerah dan DPRD akan diawasi/dimonitor kinerjanya oleh masyarakat, agar pemerintah daerah dan DPRD benar-benar bekerja demi kepentingan rakyat. Melalui Forum Rakyat Boyolali masyarakat memberikan gagasannya mengenai kepentingan masyarakat agar pemerintah daerah dan DPRD berdaya melaksanakan amanah memperjuangkan kepentingan dan prakarsa masyarakat berdasarkan aspirasi masyarakat. Melalui Forum Rakyat Boyolali, Dialog multipihak (Eksekutif, Legislatif, Warga dan commit to user

6

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Swasta) akan diselenggarakan guna menggali, merumuskan, memformulasikan kebijakan daerah yang lebih mementingkan pada hajat hidup orang banyak sehingga tercipta keadilan dalam kebijakan dan anggaran di Boyolali. Melalui lembaga independen seperti ini diharapkan masyarakat dapat tanggap dan memiliki partisipasi aktif terhadap proses pembangunan dan pengelolaan daerah. Dalam hal ini masyarakat sebagai warga daerah memiliki media advokasi untuk mengakomodir aspirasi maupun keluhan kepada pemerintah daerah dengan melalui FORABI ini. Hal ini berkaitan dengan, tulisan yang akan diangkat oleh penulis sebagai karya skripsi dengan judul ; “Partisipasi FORABI (Forum Rakyat Boyolali) Dalam Proses Pengambilan Kebijakan Pemerintah Kabupaten Boyolali di Era Otonomi Daerah”

B. PERUMUSAN MASALAH ·

Bagaimanakah partisipasi FORABI ( Forum Rakyat Boyolali) dalam proses Pengambilan Kebijakan di tingkat Kota Boyolali?

C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan obyektif: ·

Untuk mengetahui partisipasi FORABI ( Forum Rakyat Boyolali) dalam proses Pengambilan Kebijakan di tingkat Kota Boyolali?

Tujuan subyektif: ·

Secara Subyektif, penulisan penelitian ini merupakan awalan untuk menginventarisasi persoalan-persoalan yang terkait dengan kebijakan commit to user

7

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

publik Pemerintah Boyolali yang dilihat dari perspektif masyarakatnya sendiri melalui Forum Rakyat Boyolali. ·

Selanjutnya dari penelitian ini bisa menjadi input untuk lembaga yang terkait, yang berguna untuk evaluasi demi kemajuan yang lebih baik.

·

Melakukan kajian tentang FORABI (Forum Rakyat Boyolali) dalam partisipasinya

terhadap

kebijakan

publik

yang

dikeluarkan

oleh

Pemerintah.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis ·

Bagi institusi pendidikan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan keilmuan dalam bidang sosial.

·

Penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan serta kepustakaan untuk penelitian sejenis.

2. Manfaat praktis ·

Diharapkan mampu menambah wawasan berfikir dalam memahami kehidupan sosial politik di daerah masing-masing, dalam hal ini tentang Partisipasi FORABI (Forum Rakyat Boyolali) dalam proses pengambilan Kebijakan Publik Kabupaten Boyolali di Era Otonomi Daerah

·

Untuk memberikan masukan atau input guna mempelajari

dan

memecahkan masalah-masalah yang ada jika suatu saat akan mendapati masalah pada hal yang sama. commit to user

8

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

E. TINJAUAN PUSTAKA E.1 Batasan Konsep a. Partisipasi Perkataan partisipasi berasal dari perkataan Inggris

“to

partyicipate” yang mengandung pengertian “to make part” yang dalam bahasa Indonesia berarti mengambil bagian. Sedang participation berarti “the act participating”. Seseorang dikatakan berpartisipasi terhadap sesuatu usaha atau organisasi apabila secara sadar ia ikut aktif mengambil bagian di dalam kegiatan-kegiatan dari usaha tersebut. Menurut Sudharto P. Hadi (1995)

partisipasi merupakan

proses dimana masyarakat turut serta mengambil bagian dalam pengambilan keputusan. Keikutsertaan publik membawa pengaruh positif, mereka akan bisa memahami atau mengerti berbagai permasalahan yang muncul serta memahami keputusan akhir yang akan diambil. Pada hakikatnya pelibatan masyarakat merupakan bagian

dari

proses

perencanaan

yang

dimaksudkan

untuk

mengakomodasi kebutuhan, aspirasi, dan concern mereka. Tujuannya adalah untuk mengeliminir

kemungkinan terjadi dampak negatif.

Partisipasi masyarakat bukan hanya sebagai cara untuk meredam dan menghindari berbagai protes dikemudian hari, namun juga sebagai perencana untuk memperoleh input dari masyarakat tentang segala sesuatu yang menyangkut nasib mereka. (Sudharto P. Hadi, 1995:93) commit to user

9

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Keikutsertaan itu meliputi keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari pembuatan keputusan hingga penilaian keputusan, dan termasuk juga ikut serta dalam pelaksanaan keputusan. Konsep partisipasi politik ini menjadi sangat penting dalam arus pemikiran deliberative democracy atau demokrasi musyawarah. Namun disaat ini penggunaan kata partisipasi (politik), sering mengacu pada dukungan warga untuk pelaksanaan kebijakan yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Disini tidak terlihat partisipasi masyarakat sebagai aktor utama dalam pembuatan keputusan. Konsep semacam ini di era pasca runtuhnya orde baru sangat tidak relevan dengan konsep reformasi yang menjunjung demokrasi. Menurut Miriam Budiarjo (1998:1) partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan (contacting) dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen dan sebagainya. Menurut Herbert McClosky (dalam Miriam Budiarjo, 1998:2), partisipasi politik adalah, commit to user

10

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

“The term “political participation” will refer to those voluntary activities by which members of a society share in the selection of rules and, directly or indirectly, in the formation of public policy”. “Kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung dan tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum.” Bagi negara yang menegakkan demokrasi dalam menjalankan tata pemerintahan, unsur penting yang tidak bisa dilepaskan adalah tentang partisipasi. Pemerintahan yang baik adalah, jika aktifitas partisipasi dari masyarakatnya meningkat di segala sektor kehidupan. Gaventa dan Valderama dalam buku Ichwan Prasetyo (2007), merupakan tokoh lain yang juga memberi definisi terhadap partisipasi, setidaknya ada tiga macam partisipasi dalam pembangunan masyarakat demokratis yaitu; partisipasi politik, partisipasi sosial,dan partisipasi warga. Pertama, Partisipasi politik yang merepresentasikan demokrasi keterwakilan. Partisipasi politik, lebih dikaitkan dengan proses-proses politik formal, yaitu pertisipasi rakyat dalam Pemilihan Umum baik tingkat daerah maupun nasional dan juga pada kegiatan lembagalembaga negara. Partisipasi politik berorientasi pada “mempengaruhi” dan “mendudukkan wakil rakyat”

dalam Pemerintahan daripada

“partisipasi aktif” dan “langsung” dalam proses Pemerintahan itu sendiri. Kedua, partisipasi sosial sebagai keterlibatan Beneficiary dalam proyek pembangunan. Oleh Stiefel dan Wolfe dalam buku Ichwan Prasetyo (2007) mendefinisikan sebagai “…..upaya terorganisir untuk commit to user

11

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

meningkatkan

pengawasan terhadap sumber daya dan lembaga

pengatur dalam keadaan sosial tertentu oleh pelbagai kelompok dan gerakan yang sampai sekarang dikesampingkan. Kelompok partisipasi ini berada di luar lembaga formal atau pemerintah...”. Partisipasi sosial ditempatkan sebagai keterlibatan masyarakat terutama yang dipandang sebagai

‘benefeciary’

pengambilan

keputusan

pembangunan dalam

semua

dalam tahapan

konsultasi siklus

atau proyek

pembangunan dari penilaian kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan, sampai pemantauan dan evaluasi program. Ketiga, partisipasi warga sebagai pengambil keputusan langsung dalam kebijakan publik. Berbeda dengan kedua jenis partisipasi sebelumnya, oleh Gaventa dan Valderama ‘partisipasi warga’ mendapat perhatian lebih, dimana lebih menekankan pada ‘partisipasi warga’ dalam pengambilan keputusan atau kebijakan pada lembaga dan proses pemerintahan. Partisipasi aktif warga berubah, dari hanya menjadi ‘penerima kebijakan’ menuju sebuah kepedulian warga itu sendiri dengan keikutsertaannya dalam pengambilan keputusan atau kebijakan di berbagai bidang kehidupan mereka. Perlunya masyarakat terlibat langsung dalam kebijakan publik ditunjukan selain sebagai warga masyarakat atau rakyat yang memiliki hak sebagai masyarakat sosial dan politik untuk menjaga ruang publiknya, mengagregasikan persoalan dan kepentingan di ruang publik, merancang agenda publik, dan terus menerus mengawasi agar commit to user

12

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

kinerja wakil rakyat dan pemerintah supaya bekerja sesuai dengan mandatnya. Apalagi jika berkaitan dengan kebijakan yang berimplikasi terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat harus melibatkan anggota masyarakat dan formulasi dan pengambilan keputusan. Oleh Anthony Giddens (1999), dipandang sebagai satu perwujudan demokrasi

deliberatif

atau

sebagai

langkah

mendemokrasikan

demokrasi (Democratizing democracy). Dalam penelitian ini konsep Gaventa dan Valderama tentang partisipasi dapat digunakan sebagai indikator partisipasi Forabi. Berikut ini indikator untuk melihat partisipasi Forabi, 1. Partisipasi politik yang merepresentasikan demokrasi keterwakilan. 2. Partisipasi sosial sebagai keterlibatan Beneficiary dalam proyek pembangunan. 3. Partisipasi warga sebagai pengambil keputusan langsung dalam kebijakan publik.

b. Kebijakan Publik Kebijakan dalam bahasa Inggris disebut dengan public policy. Wikipedia

(dalam

http://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan_publik)

mengartikan kebijakan publik merupakan keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersiafat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. commit to user

13

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Harold Laswell dan Abraham Kaplan (dalam buku HAR. Tilaar & Riant Nugroho, 2008: 183) mendefinisikan sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, praktik-praktik tertentu (a projected program of goals, values, and practices). “Kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh Negara, Khususnya Pemerintah, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan dari negara yang bersangkutan. Kebijakan publik adalah strategi untuk mengawal masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju kepada masyarakat yang dicita-citakan”(HAR. Tilaar & Riant Nugroho, 2008: 182) Kebijakan Publik (Inggris:Public Policy) adalah keputusankeputusan yang mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Sebagai keputusan yang mengikat publik maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas politik, yakni mereka yang menerima mandat dari publik atau orang banyak, umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak. Selanjutnya, kebijakan publik akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang di jalankan oleh birokrasi pemerintah serta mencapai amanat konstitusi. Kebijakan

publik

menunjuk

pada

serangkaian

peralatan

pelaksanaan yang lebih luas dari peraturan perundang-undangan, mencakup juga aspek anggaran dan struktur pelaksana. Siklus kebijakan publik sendiri bisa dikaitkan dengan pembuatan kebijakan, pelaksanaan

kebijakan,

dan

evaluasi

kebijakan.

Bagaimana

keterlibatan publik dalam setiap tahapan kebijakan bisa menjadi to user ukuran tentang tingkatcommit kepatuhan negara kepada amanat rakyat yang

14

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

berdaulat atasnya. Dapatkah publik mengetahui apa yang menjadi agenda kebijakan, yakni serangkaian persoalan yang ingin diselesaikan dan prioritasnya, dapatkah publik memberi masukan yang berpengaruh terhadap isi kebijakan publik yang akan dilahirkan. Begitu juga pada tahap pelaksanaan, dapatkah publik mengawasi penyimpangan pelaksanaan, juga apakah tersedia mekanisme kontrol publik, yakni proses yang memungkinkan keberatan publik atas suatu kebijakan dibicarakan dan berpengaruh secara signifikan. Kebijakan publik menunjuk pada keinginan penguasa atau pemerintah yang idealnya dalam masyarakat demokratis merupakan cerminan pendapat umum (opini publik). Untuk mewujudkan keinginan tersebut dan menjadikan kebijakan tersebut efektif, maka diperlukan sejumlah hal: pertama, adanya perangkat hukum berupa peraturan perundang-undangan sehingga dapat diketahui publik apa yang telah diputuskan; kedua, kebijakan ini juga harus jelas struktur pelaksana dan pembiayaannya; ketiga, diperlukan adanya kontrol publik, yakni mekanisme yang memungkinkan publik mengetahui apakah kebijakan ini dalam pelaksanaannya mengalami penyimpangan atau tidak. Dalam masyarakat otoriter kebijakan publik adalah keinginan penguasa semata, sehingga penjabaran di atas tidak berjalan. Tetapi dalam masyarakat demokratis, yang kerap menjadi persoalan adalah bagaimana menyerap opini publik dan membangun suatu kebijakan commit to user

15

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

yang mendapat dukungan publik. Kemampuan para pemimpin politik untuk berkomunikasi dengan masyarakat untuk menampung keinginan mereka adalah satu hal, tetapi sama pentingnya adalah kemampuan para pemimpin untuk menjelaskan pada masyarakat kenapa suatu keinginan tidak bisa dipenuhi. Adalah naif untuk mengharapkan bahwa ada pemerintahan yang bisa memuaskan seluruh masyarakat setiap saat,

tetapi

adalah

otoriter

suatu

pemerintahan

yang

tidak

memperhatikan dengan sungguh-sungguh aspirasi dan berusaha mengkomunikasikan kebijakan yang berjalan maupun yang akan dijalankannya. dalam pendekatan yang lain kebijakan publik dapat dipahami dengan cara memilah dua konsepsi besarnya yakni kebijakan dan publik. terminologi kebijakan dapat diartikan sebagai pilihan tindakan diantara sejumlah alternatif yang tersedia. artinya kebijakan merupakan hasil menimbang untuk selanjutnya memilih yang terbaik dari pilihan-pilihan yang ada. dalam konteks makro hal ini kemudian diangkat dalam porsi pengambilan keputusan. Dalam pelaksanaannya, kebijakan publik ini harus diturunkan dalam serangkaian petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang berlaku internal dalam birokrasi. Sedangkan dari sisi masyarakat, yang penting adalah adanya suatu standar pelayanan publik, yang menjabarkan pada masyarakat apa pelayanan yang menjadi haknya, siapa

yang

bisa mendapatkannya,

apa persyaratannnya,

juga

bagaimana bentuk layanan itu. Hal ini akan mengikat pemerintah commit to user

16

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

(negara) sebagai pemberi layanan dan masyarakat sebagai penerima layanan. Fokus politik pada kebijakan publik mendekatkan kajian politik pada administrasi negara, karena satuan analisisnya adalah proses

pengambilan

keputusan

sampai

dengan

evaluasi

dan

pengawasan termasuk pelaksanaannya. Dengan mengambil fokus ini tidak menutup kemungkinan untuk menjadikan kekuatan politik atau budaya politik sebagai variabel bebas dalam upaya menjelaskan kebijakan publik tertentu sebagai variabel terikat. c. Civil Society Konsep tentang Civil Society di Indonesia telah marak terdengar dari awal tahun 90-an. Di negara Barat konsep Civil Society sebenarnya berakar, namun setelah sekian lama telah terlupakan dalam wacana perdebatan ilmu sosial dan kemudian mengalami revitalisasi terutama setelah reformasi di Eropa Timur di pertengahan tahun 80-an hingga 90-an. Istilah Civil Society sendiri di Indonesia banyak memiliki perpadanan arti. Civil Society di Indonesia diartikan antara lain menjadi masyarakat sipil, masyarakat warga, masyarakat madani, masyarakat beradab, masyarakat berbudaya, atau masyarakat kewarganegaraan. Banyak tokoh yang mepersepsikan arti dari istilah Civil Society sama maupun saling berbeda bahkan bertentangan. Tokoh klasik seperti John Locke atau Henningsen, yang berpendapat bahwa ruang commit to user

17

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

dari political society (dalam artian bisa dimaknai sebagai negara atau state) disamakan dengan civil society itu sendiri. Sedangkan pemikir lainnya

seperti

Hegel,

Marx,

Gellner,

Cohe,

dan

Arato,

mempersepsikan kedua hal tersebut tidak sama dan bertentangan satu sama lain. Hal ini dilihat dari representasi dari entitas yang berdiri sendiri atau dua domain sosial politik yang berbeda. (Adi Suryadi Culla: 1999) Terjadi banyak kontroversi tentang pemaknaan dari civil society dari para pemikir. Tokoh Indonesia yang memaknai civil society sebagai masyarakat madani adalah Nurcholis Ma’jid. Nurcholis dalam buku Andi Malarangeng merujuk pada kata Madani yang berasal dari kata “Madinah”, sebuah kota di Arab dan pada jaman Nabi Muhammad SAW menjadi kota dengan peradaban yang tinggi dengan menjunjung keberadaban warga di kota tersebut. “Madinah” sendiri berasal dari kata “Madaniyah” yaitu peradaban. Sehingga Nurcholis Ma’jid memaknainya sebagai masyarakat madani dan berasosiasi menjadi “masyarakat beradab”.(Andi Malarangeng.Dkk, 2001) Masyarakat madani mungkin sementara ini bisa saja menjadi padanan sitilah bagi civil society. Masyarakat madani menggambarkan pola hidup dan tingkah laku masyarakat yang beradab, partisipatif, dan demokratis. Di Barat ada beberapa tokoh yang mengkonsepkan tentang masyarakat madani. Konsep ini pertama kali dimunculkan dan dipopulerkan oleh seorang pemikir Skotlandia, Adam Ferguson (1723commit to user

18

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

1816), dalam karya klasiknya An Essay History Of Civil Society (1767), hingga perkembangan konsep masyarakat madani lebih lanjut olehkalangan pemikir modern seperti Locke, Rousseau,, Hegel, Marx,dan Tocqueville. Tokoh lain yang memberikan penjelasan tentang konsep civil society (masyarakat madani) adalah Gellner. Gellner (dalam Adi Suryadi Cula, 1999) mengemukakan , bahwa kondisi sosial yang didefinisikan sebagai masyarakat madani, sesungguhnya bermuatan politis. Definisi paling sederhana dari konsep ini, menurut Gellner, merujuk pada masyarakat yang terdiri atas berbagai institusi non pemerintah yang otonom dan cukup kuat untuk dapat mengimbangi negara. Mengimbangi, artinya bahwa kelompok ini memiliki kemampuan untuk menghalangi dan membendung negara dalam mendominasi kehidupan masyarakat. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa konsep ini mengingkari kegiatan negara dalam menjalankan peranan sebagai penjaga perdamaian, dan peran negara sebagai pengadil dalam berbagai konflik kepentingan besar yang dapat menghancurkan tatanan sosial dan politik keseluruhan. Dalam pengertian luas menurut Gellner, masyarakat madani disamping merupakan sekelompok institusi atau lembaga dan asosiasi yang cukup kuat mencegah tirani politik baik oleh negara maupun komunal atau komunitas, juga cirinya yang menonjol adalah kebebasan individu di dalamnya. Pada dasarnya konsep pemikiran Gellner adalah commit to user

19

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

penolakan dari segala domisasi atas dirinya, dan juga sebagai institusi yang bersifat non-state. Pemikiran Gellner merupakan gaya dan produk Barat, hal ini ditunjukkan dengan individu yang sebagai aktor sosial yang bebas (masyarakat moduler) dan menurutnya inilah prasayarat membentuk masyarakat madani. d. Forum Penulis mencoba mendefinisikan tentang pengertian forum itu, Forum adalah ruang intelektual yang terdiri dari seorang atau lebih, satu lembaga atau lebih, yang dimaksudkan untuk menampung suatu keseragaman visi dan misi para anggota forum. Di dalam Forum tidak ada suatu ikatan yuridis yang membuat seseorang atau kelompok menjadi terbebani dengan suatu tanggung jawab. Forum sifatnya adalah terbuka, intinya selama seseorang atau kelompok memiliki visi atau pandangan yang sama dengan forum yang ada bisa saja masuk menjadi anggota forum. Pengertian lain forum adalah suatu lembaga, badan, atau wadah yang merupakan tempat untuk membicarakan keputusan bersama (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 243 : 1989). Sumber lain menyebutkan forum adalah ruang untuk melaksanakan atau membahas suatu serta bertukar pikiran secara bebas (JS. Badudu, 231 :1994). Dalam Garis Besar Haluan Forum FORABI sendiri, telah didefinisikan Forum Rakyat Boyolali adalah sebuah media atau wahana tempat berkumpulnya individu-individu dan kelompok commit to user

20

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

masyarakat dalam rangka mendefinisikan pendapat, merumuskan kesepakatan dan memperjuangkan aspirasi bersama secara demokratis dan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM). Melalui Forum Rakyat Boyolali pemerintah daerah dan DPRD akan diawasi/dimonitor kinerjanya oleh masyarakat, agar pemerintah daerah dan DPRD benarbenar bekerja demi kepentingan rakyat. Melalui

Forum

Rakyat

Boyolali

masyarakat

memberikan

gagasannya mengenai kepentingan masyarakat agar pemerintah daerah dan

DPRD

berdaya

melaksanakan

amanah

memperjuangkan

kepentingan dan prakarsa masyarakat berdasarkan aspirasi masyarakat. e. Otonomi Daerah Otonomi daerah dalam Pasal 1 ayat 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 (telah direvisi dalam UU No 12 Tahun 2008) tentang Pemerintahan Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pengertian "otonom" secara bahasa adalah "berdiri sendiri" atau "dengan pemerintahan sendiri", Sedangkan "daerah" adalah suatu "wilayah" atau "lingkungan pemerintah" (KBBI Daring). Dengan demikian

pengertian

secara

istilah

"otonomi

daerah"

adalah

"wewenang/kekuasaan pada suatu wilayah/daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah/daerah masyarakat itu sendiri." commit to user

21

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Pengertian yang lebih luas lagi adalah wewenang/kekuasaan pada suatu wilayah/daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah/daerah masyarakat itu sendiri mulai dari ekonomi, politik, dan pengaturan perimbangan keuangan termasuk pengaturan sosial, budaya, dan ideologi yang sesuai dengan tradisi adat istiadat daerah lingkungannya. Pelaksanaan otonomi daerah dipengaruhi oleh faktor-faktor yang meliputi kemampuan si pelaksana, kemampuan dalam keuangan, ketersediaan alat dan bahan, dan kemampuan dalam berorganisasi. Otonomi daerah tidak mencakup bidang-bidang tertentu, seperti politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal, dan agama. Bidang-bidang tersebut tetap menjadi urusan pemerintah pusat .Pelaksanaan otonomi daerah berdasar pada prinsip demokrasi, keadilan, pemerataan, dan keanekaragaman. Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 yang telah direvisi dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2004 merupakan landasan yuridis

untuk

pengembangan

Otonomi

daerah,

desentralisasi

merupakan titik tekan yang diamanatkan dalam Undang-Undang tersebut. Ada dua misi utama di dalamnya, pertama Desentralisasi Pemerintahan lebih menekankan pada terciptanya

kehidupan

masyarakat yang demokratis di tingkat lokal, kedua Desentralisasi Fiskal tujuan utama adalah untuk menciptakan

pemerataan

pembangunan di seluruh daerah dengan mengoptimalkan kemampuan, commit to user

22

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

prakarsa, kreasi, dan partisipasi masyarakat, serta kemampuan untuk mengurangi

dominasi

pemerintah

dalam

pembangunan

serta

pemerintahan.

E.2. Penelitian Terdahulu Renee A Irvin dan John Stansbury dalam Journal of Public Administration

Review;

pada

Jan/Feb

tahun

2004

terbitan

ABI/INFORM Global halaman 55 memberikan pandangan terkait partisipasi

publik

melalui

tulisannya

yang

bertajuk

“Citizen

Participation in Decision Making: Is It Wort the Effort?”. Dalam tulisannya tentang pengelolaan Sumber Daya Alam yaitu air dengan melibatkan masyarakat dalam pembuatan setiap keputusan dari Pemerintah dan dalam manajemennya pula. Berikut adalah kutipan dari tulisan Irvin dan Stanbury,

“Is widely argued that increased community participation in goverment decision making produces many important benefits. Dissent is rare: it is difficult to envision anything but positive outcome from citizens joining the policy process, collaborating with others and reaching consensus to bring about positive social and enviromental change. This article, motivated by contextual problems encountred in a participatory watershed management initiative, reviews the citizen participation literature and analizes key considerations in determining wheter community participation is an effective policy-making tool. We list conditions under which community participation may be costly and ineffective and when it can thrive and produce the greatest gains in effective citizen governance. From the detritus of an un usuccesful citizenparticipation effort, we arrive at a more informed approach to guide policy makers in choosing a decision-making process that is appropriate for a community's particular needs.”. commit to user

23

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

“Secara umum dibantah bahwa meningkatkan keikut sertaan komunitas dalam pembuatan keputusan Pemerintah menghasilkan banyak manfaat penting. Jarang ada perdebatan : ini sulit untuk memimpikan apapun, kecuali hasil psitif dari warga menggabungkan proses kebijakan, bekerjasamalah dengan lain-lain dan menjangkau konsensus untuk menyempurnakan kemasyarakatan positif dan perubahan lingkungan. Artikel ini, dimotivasi oleh masalah yang dihadapi berdasarkan konteks inisiatif partisipasi dalam manajemen air, telaah daftar pustaka keikut sertaan warga dan analisis merupakan kunci bahan pertimbangan pada keikut sertaan komunitas sebagai satu alat pembuat kebijakan yang efektif. Telah didafrtar kondisi keikutsertaan komunitas mungkin mahal dan tidak efektif apabila menghasilkan keuntungan bag pemerintahan sipil. Dari ketidak suksesan upaya keikut sertaan warga, kita mencari informasi lebih pada pendekatan untuk memandu pembuat kebijaksanaan di dalam memilih satu proses pembuatan keputusan yang sesuai dengan kebutuhan komunitas.” Sedangkan dalam penelitian lain, oleh Imran Buccus dan kawan-kawan yang meneliti tentang partisipasi publik dan kaitannya dengan Pemerintah Lokal di Afrika Selatan. Penelitian itu, disponsori oleh The Centre for Public Participation (CPP). Afrika Selatan merupakan satu negara berkembang yang memiliki kondisi hampir sama dengan Indonesia. Setelah lepas dari problematika aphaerteid. Afrika selatan mencoba untuk mengembangkan sistem demokrasi hingga desentralisasi. Afrika Selatan sedang memberi perhatian lebih pada partisipasi publik dalam rangka mensukseskan demokrasinya apalagi di tingkat Pemerintahan daerah. Afrika telah membuat suatu landasan keikutsertaan publik dalam pemerintahan daerah dengan melahirkan perundang-undangan seperti, Municipal Systems Act of 2000, Draft National Framework for Public Participation of 2005, commit to user dan Draft KZN Community Participation Framework of 2007. Melalui

24

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

bingkai ini masyarakat lebih mudah mengarahkan aspirasinya kepada Pemerintah, daripada hanya sekedar suatu program pemberdayaan. Berikut adalah kutipan dari hasil penelitian Imran Bucuss, dkk: “Public participation is receiving increasing attention in South Africa, especially at local government level. Notably, public participation is on the agenda globally and in Africa, as well as in South Africa. This is because public participation can help to (i) enhance development and service delivery, (ii) make governance more effective, and (iii) deepen democracy. In South Africa, the basis for public participation in local government is outlined in key legislation like the Municipal Systems Act of 2000, and key policies like the Draft National Framework for Public Participation of 2005 and Draft KZN Community Participation Framework of 2007. These frame public participation mostly as consultation rather than formal empowerment. Further, there is a significant policy development lag, with no final national or provincial policy some seven years after the enabling legislation. We investigated the implementation of public policy in this context, exploring both views ‘from above’ of officials and councillors, and ‘from below’ of members of civil society and the community. Respondents were drawn from the district municipalities of eThekwini, Ilembe, Mgungundlovu and Sisonke, and also some of the local municipalities within them. Our main finding was that while all parties seem committed to the idea of public participation, they lack the necessary resources to make it work. Hence, the impact of public participation on local governance ‘ends at the imbizo.” “Partisipasi masyarakat adalah menerima perhatian yang meningkat di Afrika Selatan, khususnya di tingkat pemerintah daerah. Terutama, partisipasi publik dalam agenda global dan di Afrika, serta di Afrika Selatan. Hal ini karena partisipasi masyarakat dapat membantu untuk (i) meningkatkan pengiriman pembangunan dan pelayanan, (ii) membuat pemerintahan lebih efektif, dan (iii) memperdalam demokrasi. Di Afrika Selatan, dasar bagi partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah diuraikan dalam undang-undang utama seperti Undang-Undang Sistem Kota Tahun 2000, dan kebijakan penting seperti Draft Kerangka Nasional untuk Partisipasi Publik tahun 2005 dan Draft Kerangka KZN Partisipasi Masyarakat tahun 2007. Ini partisipasi masyarakat kebanyakan sebagai bingkai konsultasi daripada pemberdayaan formal. Selanjutnya, ada lag kebijakan pengembangan yang commit to user signifikan, tanpa kebijakan nasional atau provinsi akhir sekitar

25

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

tujuh tahun setelah undang-undang memungkinkan. Kami meneliti implementasi kebijakan publik dalam konteks ini, menjelajahi kedua pandangan 'dari atas' pejabat dan anggota dewan, dan 'dari bawah' dari anggota masyarakat sipil dan masyarakat. Responden ditarik dari kota Kabupaten eThekwini, Ilembe, Mgungundlovu dan Sisonke, dan juga beberapa dari kota setempat dalam diri mereka. Temuan utama kami adalah bahwa ketika semua pihak tampaknya berkomitmen untuk gagasan partisipasi masyarakat, mereka kekurangan sumber daya yang diperlukan untuk membuatnya bekerja. Oleh karena itu, dampak dari partisipasi masyarakat dalam pemerintahan lokal (end at the imbizo). "

E.3 Landasan Teori Sosiologi sebagai salah satu ilmu sosial telah mencoba memahami fenomena sosial yang terjadi di dalam masyarakat itu sendiri. Pemahaman yang dilakukan mencakup pemahaman terhadap perilaku baik secara individu ataupun secara kolektifitas. Fenomena yang muncul menjadi begitu menarik ketika memerlukan penjelasan dari ilmu ini. Politik sebagai salah satu disiplin ilmu memang tidak bisa terlepas dari keberadaan ilmu lainnya yang berkembang. Keberadaan cabang-cabang ilmu tersebut saling mendukung dan saling bersinggungan. Singgungan antara politik dengan sosiologi kemudian melahirkan apa yang dikenal dengan sosiologi politik yang berusaha melakukan penelaahan terhadap masalah-masalah politik dan masyarakat, antara struktur sosial dan struktur politik, antara tingkah laku sosial dengan tingkah laku politik, (Rush dan Althroff, 1993:5). Bidang subjek sosiologi politik dalam kerangka konseptual yang besar sebagai disiplin yang mempelajari mata rantai antara commit to user

26

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

politik dan masyarakat, berfungsi sebagai jembatan teoritis maupun metodologis antara sosiologi dan ilmu pengetahuan politik. Hubungan-hubungan kausal yang terjadi dalam masyarakat, dalam paradigma sosiologi masuk dalam kajian Weber. Weber sebagai pengemuka dari paradigma Definisi Sosial mengartikan obyek sosiologi adalah studi tentang tindakan sosial antar hubungan sosial. Kedua hal itulah yang menjadi persoalan dalam sosiologi. Inti tesisnya adalah “tindakan yang penuh arti” dari individu. (Ritzer, 2002: 38). Dalam definisi ini terkandung dua konsep dasarnya, yaitu konsep tindakan sosial serta konsep tentang penafsiran dan pemahaman. Salah satu tujuan utamanya adalah untuk menganlisa hubungan yang penting

diantara

pola-pola

instrumental

yang

besar

didalam

masyarakat. (Jhonson, 1986:207). Jadi yang termasuk kategori tindakan sosial oleh Weber bukanlah tindakan terhadap obyek-obyek bukan manusia, seperti bertukang kayu; atau tindakan batiniah, seperti meditasi. Juga tidak setiap bentuk kontak dengan orang lain merupakan tindakan sosial. Tubrukan dua pengendara motor misalnya tidak dimasukkan sebagai tindakan sosial, demikian pula tindakan yang dilakukan manusia secara bersama-sama seperti membuka payung. Kelakuan dalam massa dimana individu-individu dipengaruhi lainnya secara pasif, tidaklah pula termasuk tindakan sosial bagi Weber. Bagi Weber yang commit to user

27

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

menentukan adalah hubungan individu dengan tingkah laku orang lain dengan “penuh arti subyektif” .(Lacyndecker, 1983:316) Talcot Parson merupakan pengikut Weber yang utama. Teori Aksi yang dikembangnkannya mendapat sambutan yang luas. Parson seperti pengikut Teori Aksi yang lainnya menginginkan pemisahan antara Teori Aksi dengan dengan aliran behaviouralisme. Dipilihnya istilah “action” bukan “behaviour” karena menurutnya mempuyai konotasi yang berbeda. “Behaviour” secara tidak langsung menyatakan kesesuaian secara mekanik antara perilaku (respon) dengan rangsangan dari luar (stimulus). Sedangkan istilah “action” menyatakan secara tidak langsung merupakan aktivitas, kreativitas dan proses penghayatan dari individu. Parson dengan hati-hati sekali membedakan antara Teori aksi/tindakan dengan Teori Behaviour atau perilaku. Menurutnya suatu teori yang menghilangkan sifat-sifat kemanusiaan dan mengabaikan aspek subjektif tindakan manusia tidak termasuk dalam Teori Aksi. Parson meyusun skema unit-unit dasar tindakan sosial dengan karakteristik sebagai berikut. 1. Adanya individu sebagai aktor. 2. Aktor dipandang sebagai pemburu tujuan-tujuan tertentu. 3. Aktor mempunyai alternatif cara, alat serta teknik untuk mencapai tujuan. commit to user

28

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

4. Aktor berhadapan dengan sejumlah kondisi situasional yang dapat membatasi tindakannya dalam mencapai tujuan. Kendala tersebut berupa situasi dan kondisi, sebagian ada yang tidak dapat dikendalika oleh individu. 5. Aktor berada di bawah kendala dari nilai-nilai, norma-norma dan berbagai nilai abstrak yang mempengaruhinya dalam memilih dan menentukan tujuan serta tindakan alternatif untuk mencapai tujuan. Aktor mengejar tujuan dalam situasi dimana norma-norma mengarahkannya dalam memilih alternatif cara dan alat untuk mencapai tujuan. Norma-norma itu tidak menetapkan pilihannya terhadap cara atau alat, tetapi ditentukan oleh kemampuan aktor untuk memilih . (George Ritzer. 1985: 56-57). Dalam hal ini FORABI memposisikan diri sebagai aktor, walaupun berbentuk forum. Namun FORABI terdiri dari berbagai unsur masyarakat di Boyolali. Mereka membentuk Forum ini karena mereka merasa ada hak dan aspirasi yang perlu disampaikan dan di tindaklanjuti oleh Pemerintahan dan para legislator pembuat kebijakan. Keterlibatan Forabi dalam suatu pengambilan kebijakan merupakan suatu tindakan, yang didalamnya memiliki maksudmaksud tertentu yang tentunya telah mengalami berbagai proses pemikiran dan dirasakan secara matang. Pada penelitian tentang partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebjakan, Etzioni (dalam Fadhilah Putra, 2003:74) commit to user

29

perpustakaan.uns.ac.id

membuat

digilib.uns.ac.id

suatu

model

perumusan

Kebijakan

berbasis

pada

keterlibatan masyarakat (active society model). Merujuk pada pemikiran Etzioni, partisipasi masyarakat menjadi sangat penting guna membuat suatu keputusan publik agar tidak ada permasalahan disuatu hari. Model Kebijakan yang ditawarkan Etzioni adalah keputusan politik (publik) yang dibuat tidaklah dalam pengertian keputusan yang bersandar pada kepentingan politik tertentu, melainkan keputusan politik sebagai hasil dari kontrak daya tawar atas segala kekuatan yang ada dalam masyarakat, peran dari masyarakat dalam hal ini, ia dapat memasuki dan mewarnai setiap fase yang ada dalam proses tersebut, baik dalam fase yang sangat umum (pandangan intelektual), fase tengahan (pandangan ahli), maupun fase sempit (keputusan politik).

F. KERANGKA BERPIKIR Di Boyolali permasalahan yang dihadapi hampir sama dengan kota/kabupaten lain dalam mengaplikasi kebijakan Pusat tentang Otonomi dan desentralisasi daerah tersebut. Partisipasi masyarakat adalah yang menjadi permasalahan, kepasifan masyarakat dalam Pembangunan inilah yang sedikit banyak mempengaruhi Pembangunan Daerah. Kebanyakan masyarakat merasa perannya adalah hanya mengikuti peraturan Pemerintah dan menerima kebijakan yang dikeluarkan. Tak banyak yang tahu ada peran lain meraka, yaitu menentukan arah pembangunan atau menjadi kontrol bagi kebijakan Pemerintah.

commit to user

30

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Cita-cita otonomi salah satunya adalah menumbuhkan partisipasi masyarakat daerah untuk menunjang kemajuan bangsa. Sebagian besar masyarakat Boyolali menganggap partisipasi yang dimaksud hanyalah sekedar keikutsertaan dalam Pemilihan Kepala Daerah, sebagai penerima manfaat dari pembangunan, atau sebagai penerima dan pelaksana Perda (Peraturan Daerah) yang dikeluarkan oleh pihak Kabupaten. Adapun forum-forum formal yang dibentuk

oleh

(Musyawarah

Pemerintah Perencanaan

Boyolali

seperti

Pembangunan

MUSRENBANGDES

tingkat

Desa)

hingga

MUSRENBANGKAB (Musyawarah Perencanaan Pembangunan Tingkat Kabupaten). Pada acara itu memang dihadiri tokoh-tokoh masyarakat, dan juga aparat pemerintah tingkat Desa hingga Kabupaten di Boyolali untuk memusyawaratkan perencanaan pembangunan Kabupaten Boyolali. Disini kita bisa melihat usaha dari Pemerintah untuk mencoba menyerap dan mengakomodasi aspirasi masyarakatnya. Namun tidak semua aspek bisa sekaligus terakomodasi pada forum-forum tersebut, karena biasanya dalam forum tersebut merupakan ruang untuk sosialisasi program dari Pemerintah untuk masyarakat dan aparat-aparat Pemerintahan untuk menjalankan rencana program pembangunan. Dalam perundang – undangan telah dibutkan tentang hal-hal yang mengatur keterlibatan

masyarakat dalam segala hal terkait dengan

pembangunan. Namun dalam hal ini, tentang partisipasinya dalam pembuatan kebijkakan telah diatur dalam: commit to user

31

perpustakaan.uns.ac.id

§

digilib.uns.ac.id

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah - Pasal 1 ayat 5 & 6 “adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan

aspirasi

masyarakat

sesuai

dengan

peraturan

perundang-undangan. “ - Pasal 139 ayat 1, “Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan undangundang dan rancangan peraturan daerah.”

Kebijakan publik

Partisipasi Masyarakat -

Keberdayaan mayarakat

-

-

Pengusulan gagasan, Kekuatan tawar-

-

menawar.

Keterlibatan masyarakat Keputusan berdasar opini publik atau tidak?

Pembangunan Daerah

Cita-Cita Otonomi Daerah “ Mewujudkan Pembangunan Daerah yang mandiri dan berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”

Bagan 1.1. Masyarakat.

Pola Pemikiran Otonomi Daerah Berbasis Keterlibatan commit to user

32

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

G. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan studi deskriptif kualitatif. Penelitian ini bermaksud memberikan uraian mengenai suatu gejala sosial yang diteliti. Peneliti mendekripsikan suatu gejala berdasarkan pada indikator-indikator yang dia jadikan ada atau tidaknya suatu gejala yang ia teliti (Y.Slamet, 2006:7). Berkaitan dengan hal ini FORABI (Forum Rakyat Boyolali) merupakan sebuah ruang intelektual yang terdiri dari beberapa kaukus kehidupan berasal dari daerah yang sama dan memiliki perasaan atau visi yang sama terhadap perkembangan daerah mereka. Sebagaimana telah disebutkan dalam perumusan masalah dan tujuan penelitian, penelitian ini untuk menggali sumber-sumber data dan informasi yang berkaitan dengan permasalahan penelitian, yaitu untuk mengetahui Partisipasi

FORABI (Forum Rakyat Boyolali)

dalam proses pengambilan Kebijakan Publik Kabupaten Boyolali di Era Otonomi Daerah. Berikut ini indikator untuk melihat partisipasi Forabi, 1. Partisipasi politik yang merepresentasikan demokrasi keterwakilan. 2. Partisipasi sosial sebagai keterlibatan Beneficiary dalam proyek pembangunan. commit to user

33

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

3. Partisipasi warga sebagai pengambil keputusan langsung dalam kebijakan publik.

2. Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan pada FORABI (Forum Rakyat Boyolali), yang bertempat di Kota Boyolali, sekretariatnya beralamat di Jalan Jalan Polo No 14, Kabupaten Boyolali. Alasan yang mendorong dipilihnya lokasi ini adalah: - Forabi merupakan satu lembaga yang merupakan Lembaga non pemerintah yang terbentuk dari banyak bidang dan latar belakang, dan sering

menjadi

pengawas

kinerja

PEMKAB

Boyolali

dalam

pembuatan kebijakan publik dan pembangunan. - Dilihat dari lokasi, FORABI terletak di tengah kota Boyolali. Mempunyai akses strategis untuk mengawasi aktifitas Kepemerintahan di Boyolali. 3.

Sumber Data ·

Data Primer: Data

primer

adalah

data

yang

diperoleh

langsung

dari

narasumbernya. Data primer ini diperoleh melalui wawancara dengan objek wawancara yaitu informasi dari yaitu FORABI, dan masyarakat maupun instansi pemerintahan yang terkait untuk digunakan dalam proses triangulasi data. ·

Data Sekunder:

commit to user

34

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Data sekunder adalah data yang diperoleh tidak langsung dari sumber-sumber di lapangan. Dalam penelitian ini sumber data sekunder adalah data tertulis, misalnya seperti dokumen yaitu berupa data-data yang dimiliki FORABI, DPRD Kabupaten Boyolali, Pemerintah Kabupaten Boyolali, kepustakaan yaitu mempelajari buku-buku, majalah, koran, Web atau blog, dan juga hasil penelitian yang telah ada yang berkenaan dengan masalah yang sedang diteliti. Data bisa diperoleh dari notulensi pertemuan, catatan-catatan, atau peundang-undangan. Populasi Populasi merupakan keseluruhan dari subjek penelitian atau unit analisis yang cirinya akan diduga dari seluruh penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian ini yang akan menjadi populasi adalah FORABI. 4. Teknik Pengambilan Sampel a. Sampel Dalam penelitian kualitatif, sampel bukan mewakili populasi sebagaimana dalam penelitian kuantitatif. Tetapi sampel berfungsi untuk menggali beragam informasi serta menemukan sejauh mungkin berbagai informasi penting. Dalam pengambilan sampel dilakukan peneliti sesuai dengan fokus penelitian. Sampel dalam penelitian kualitatif sering juga dinyatakan sebagai internal sampling yang berlawanan dengan sifat sampel yang ada pada penelitian kuantitatif, commit to user

35

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

yang dinyatakan sebagai external sampling (Bogdan & Biken, 1982 dalam HB. Sutopo, 2002). Dalam sampel yang bersifat internal, sampel diambil untuk mewakili informasinya, dengan kelengkapan dan kedalaman yang tidak sangat perlu ditentukan oleh jumlah sumber datanya, karena jumlah informan yang kecil bisa saja menjelaskan informasi yang selengkapnya, detail, dan benar daripada jumlah informan yang begitu banyak, yang mungkin saja tidak begitu memahami informasi yang sebenarnya. Sampel dalam penelitian ini adalah Pengurus harian dan anggota dari Forum Rakyat Boyolali (FORABI). b. Teknik Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik Purposive Sampling (sampel bertujuan) yaitu penulis cenderung memilih informan yang dipercaya dan dianggap mengetahui permasalahan yang sedang diteliti dengan jelas, serta di mana pengambilan sampel tidak ditekankan pada jumlah dan ukuran melainkan lebih ditekankan pada kelengkapan dan kedalaman informasi terhadap masalah yang diteliti. Jumlah sampel akan berkembang sampai informasi yang dibutuhkan mencukupi (H.B. Sutopo,2002:36). Pada penelitian ini digunakan beberapa jenis informan sebagai sampel dalam pengambilan data yang diperlukan, yaitu : Pengurus harian FORABI; Anggota FORABI; sedangkan Eksekutif, legislatif, dan masyarakat adalah sumber data untuk triangulasinya. commit to user

36

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Deskripsi Informan a) Informan I, Eko Bambang S. Merupakan Ketua Badan Pekerja Forabi periode 2008-2010. Dalam proses penggalian data informan ini sangat kooperatif untuk membantu memberikan data kepada peneliti. Alasan Eko ditunjuk sebagai informan, karena perannya sebagai ketua Badan Pekerja Forabi diharapkan bisa memberikan data dengan kualitas terbaik sesuai dengan kebutuhan penelitian. b) Informan II, Sinam. Informan ini memang untuk saat ini berada diluar koridor Badan Pekerja Forabi (semacam pengurus harian di Forabi). Sinam dipilih untuk menjadi informan karena informasiinformasi dari dalam Forabi yang merekomendasikannya untuk membantu dalam penggalian data penelitian ini. Sinam termasuk orang lama yang telah lama memiliki hubungan dekat dengan Forabi, selain itu sebagai salah satu anggota sebuah LSM yang memiliki peranan untuk membentuk Forabi dia mengetahui seluk beluk internal Forabi sedari awal. Sebenarnya peran Informan I dan Informan II dalam penelitian ini hampir sama, yaitu memberikan informasi tentang internal Forabi dan kegiatan partisipasinya untuk memberikan masukan pada Pemerintah Kabupaten Boyolali. c) Informan III, Deni. Merupakan warga masyarakat Boyolali yang pernah ikut bersama Forabi untuk mengadvokasi aspirasi ke Legislatif. Informasi yang diberikan terkait dengan kinerja Forabi to masyarakat user dalam mengadvokasicommit aspirasi pada Legislatif Boyolali,

37

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

kesan terhadap Forabi oleh Masyarakat, juga tentang partisipasi masyarakat Boyolali dalam kegiatan pemerintahan (pembangunan, pembuatan kebijakan, aplikasi kebijakan). d) Informan IV, Sukandi. Merupakan warga masyarakat Boyolali yang pernah ikut bersama Forabi untuk mengadvokasi aspirasi ke Eksekutif. Informasi yang diberikan memiliki kesamaan dengan informan III yaitu terkait dengan kinerja Forabi dalam mengadvokasi aspirasi masyarakat namun bedanya pada tataran eksekutif Boyolali, kesan terhadap Forabi oleh Masyarakat, juga tentang partisipasi masyarakat Boyolali dalam kegiatan pemerintahan (pembangunan, pembuatan kebijakan, aplikasi kebijakan). e) Informan V, Suwardi. Anggota DPRD Boyolali Komisi II Bidang Anggaran ini ditunjuk sebagai informan, karena seperti fungsinya sebagai DPRD untuk membuat legislasli terkait dengan kebijakan di Kabupaten Boyolali. Selain itu juga untuk mengetahui peran dan partisipasi masyarakat pada umumnya dan Forabi dalam pembuatan kebijakan di Boyolali. f) Informan VI, Seno Samudro. Kapasitasnya sebagai Wakil Bupati Boyolali Periode 2005-2010 diharapkan bisa memberikan data terhadap penelitian ini mengenai partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan Kabupaten juga tentang pembuatan kebijakan di Boyolali. commit to user

38

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

5. Teknik Pengumpulan Data Dalam suatu penelitian, teknik pengumpulan data yang digunakan sangat berkaitan dengan strategi penelitian yang dipakai. Dalam hal ini penelitian lebih menekankan pada proses yang ada sehingga bersifat fleksibel, dalam artian peneliti sedapat mungkin bisa masuk di dalamnya agar dapat merasakan sekaligus melihat secara langsung dari apa yang sedang diteliti. a. In-depth Interview (Wawancara Mendalam) Wawancara

adalah

percakapan

dengan

maksud

tertentu.

Percakapan ini dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewce) yang memberikan atas pertanyaan ini. ( Moloeng, 2001:135). Dalam penelitian in yang diwawancarai adalah Pengurus harian FORABI, Anggota FORABI, Eksekutif, legislatif, dan masyarakat Boyolali. Sedangkan pertanyaan yang diajukan terkait dengan perumusan masalah yaitu tentang partisipasi Forabi dalam pengambilan kebijakan di Kabupaten Boyolali. Selain itu di dalam pertanyaan juga diarahkan pada indikator-indikator partisipasi yang telah dikerucutkan dalam konsep yang digunakan. Maksud mengadakan wawancara seperti ditegaskan oleh Lincoln dan Guba (dalam Moleong; 1989 : 135 ) antara lain : menkonsrtuksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, commit to user tuntutan, kepedulian dan lain-lain kebulatan; merekonstuksi kebulatan-

39

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

kebulatan demikian sebagai yang dialami masa lalu; memproyeksikan kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang telah diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang; memverifikasi, mengubah dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun

bukan

manusia

dan

memverifikasi,

mengubah

dan

memperluas konstruksi yang dikembagkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota. Untuk memperdalam informasi digunakan juga metode depth interview. Dept interview dapat diartikan sebagai suatu wawancara mendalam. Dengan menggunakan dept interview diharapkan peneliti dapat melihat realitas yang ada dibalik tingkah laku lahiriah subyek dan bisa mempelajari motivasi, respon, subyektif tingkah laku yang merupakan hasil proses reflektif terhadap proses atau situasi sosial tertentu. Wawancara mendalam merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan secara intensif dan berulang-ulang untuk mendapatkan informasi yang diharapkan, sehingga dalam wawancara mendalam lebih bersifat terbuka. Dalam melakukan wawancara dengan informan diusahakan pada waktu dan konteks yang dianggap tepat guna dan mendapatkan data yang mempunyai kedalaman dan wawancara ini dilakukan beberapa kali sampai mendapatkan informasi yang diperlukan. Wawancara ini tidak menggunakan struktur secara ketat tetapi dengan strategi untuk commit to user

40

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

menggiring pertanyaan yang memusat pada permasalahan, sehingga hasil wawancara akan optimal serta infomasi yang dikumpulkan akan memadai. Selain itu peneliti juga menggunakan pedoman wawancara atau interview guide yang berupa daftar pertanyaan yang sudah disusun oleh peneliti sesuai dengan fokus penelitian. b. Observasi Merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis dan sengaja melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala yang diamati. Observasi yang dilakukan disini adalah untuk mengetahui kesesuaian antara informasi yang telah diperoleh dari informan dengan peristiwa yang terjadi secara nyata. Data yang dikumpulkan dalam pengamatan ini untuk mengetahui Dalam pengamatan ini peneliti secara langsung terjun ke lapangan dan membuat catatan (field note). Pada teknik pengamatan ini peneliti juga memberitahukan maksud kepada kelompok yang diteliti (Ritzer, 1992:74). Pengamatan dilakukan pada FORABI (Forum Rakyat Boyolali), yaitu tentang kegiatan-kegiatan yang ada didalamnya. Data dari pengamatan ini berguna untuk mengetahui Partisipasi FORABI dalam proses pengambilan kebijakan kabupaten Boyolali di era Otonomi daerah. c. Dokumentasi Dalam melakukan penelitian, peneliti menggunakan alat bantu commit to user yang berupa kamera dan perekam suara. Kedua alat bantu yang ada 41

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

digunakan untuk mengambil gambar dan merekam suara yang ada di lapangan. Proses pengumpulan data juga bersumber pada dokumendokumen, arsip-arsip, catatan-catatan, kegiatan-kegiatan, peristiwaperistiwa yang diselidiki. Data ini diperoleh dari dokumen FORABI , Pemerintah dan Legislatif Boyolali, dan sumber-sumber dokumen lain yang mendukung penelitian ini. Tujuannya adalah untuk memperoleh bukti dan data yang riil, yang dapat membantu dalam penelitian. 6. Validitas Data Data yang berhasil digali, dikumpulkan dan dicatat, ddalam kegiatan penelitian harus diusahakan kemantapan dan kebenarannya. Oleh karena itu setiap peneliti harus bisa memilih dan menentukan cara-cara yang paling tepat untuk mengembangkan validitas data penelitiannya (HB. Sutopo, 2002:78). Triangulasi merupakan cara yang paling umum dalam peningkatan validitas dalam penelitian kualitatif. Cara-cara yang ditempuh peneliti antara lain pengamatan yang tekun dan cermat, melakukan pemeriksaan sejawat, analisis kasus negatif dan melengkapi referensi seluas mungkin. Trianggulasi sendiri merupakan upaya memeriksa kesahihan data dengan memanfaatkan hal lain di luar data, untuk melakukan pengecekan dan perbandingan. Dalam penelitian ini, trianggulasi yang digunakan adalah trianggulasi sumber atau data. Patton menyebutkan, data yang sama atau sejenis akan lebih mantap kebenarannya apabila digali beberapa sumber data yang berbeda (dalam HB. Sutopo, 2002:79). Caranya, commit to user

42

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

data yang diperoleh di suatu waktu dicek dan diperiksa kembali pada kesempatan yang lain. Dengan mengulang pertanyaan yang sama. Selain itu, peneliti akan membandingkan hasil wawancara dengan hasil pengamatan. Membandingkan hasil wawancara dengan dokumen terkait. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu. Serta membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti penduduk biasa, orang-orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, pemerintah (Moleong, 1998 : 178). Bagan 1.2 Trianggulasi Data Informan 1 Data

Wawancara

Informan 1 Informan 1

Sumber : “Patton (1984) divisualisasi H.B Sutopo, 2002 : 80”

7. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis interaktif (interactive of analysis). Dalam model ini ada tiga komponen, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Aktifitasnya dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai suatu proses siklus. Adapun pengertian dari tiga komponen commit toanalisa user tersebut adalah :

43

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

a. Data Reduction / Reduksi Data Merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, abstraksi data yang ada dalam catatan harian. Proses ini berlangsung terus menerus sepanjang pelaksanaan penelitian, yang dimulai sebelum pengumpulan data dilakukan. Data reduksi dimulai sejak pengambilan keputusan dalam memilih kasus, pertanyaan yang akan diajukan dan tentang cara pengumpulan data yang dipakai. b. Data Display / penyajian Data Data Display adalah suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan peneliti dapat dilakukan. Dengan melihat suatu penyajian data, peneliti akan mengerti apa yang terjadi dan memungkinkan untuk mengerjakan sesuatu pada analisa ataupun tindakan lain berdasarkan pengertian tersebut. Susunan penyajian data yang baik dan jelas sistematikanya akan banyak menolong peneliti sendiri. Penyajian data disajikan dalam bentuk tabel dan teks naratif yang berupa catatan lapangan yang memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan. c. Conclusion Drawing / Penarikan Kesimpulan Penarikan kesimpulan dilakukan setelah proses pengumpulan data benar-benar selesai dan hasil kesimpulan tersebut perlu diverifikasi agar cukup mantap dan benar-benar dapat dipertanggung jawabkan. Verifikasi dapat dilakukan dengan cara melakukan pengulangancommit to user pengulangan dengan cepat dengan tujuan untuk pemantapan dan 44

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

penelusuran data kembali. Pada dasarnya data tersebut harus diuji validitasnya supaya kesimpulan penelitian menjadi lebih kokoh dan lebih bisa dipercaya. Pada awal pengumpulan data, peneliti sudah harus mulai mengerti dari hal-hal yang ia temui dengan melakukan pencatatan peraturanperaturan, pola-pola, pertanyaan-pertanyaan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, arahan sebab-akibat, dan proposisi-proposisi. Maka untuk lebih jelasnya langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pengumpulan data Dalam pengumpulan data, penulis selalu membuat singkatan dan menyeleksi data yang diperoleh di lapangan. 2. Penyusunan Sajian data yang berupa cerita sistematis. 3. Melakukan analisis awal. 4. Melakukan pendalaman data bila ternyata di dalam menganalisa data, datanya kurang lengkap. 5. Merumuskan kesimpulan Merumuskan kesimpulan berdasarkan semua hal yang terdapat dalam reduksi data dan sajian data. Jika kesimpulan dirasa kurang mantap, maka penulis akan menggali dan mencari hingga diperoleh data yang diinginkan, hingga menjadi kesimpulan untuk keseluruhan populasi. commit to user

45

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

commit to user

46

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB II DESKRIPSI WILAYAH

A. Kondisi Wilayah Kabupaten Boyolali

1. Kondisi Geografis Kabupaten Boyolali merupakan

satu dari 35 kabupaten atau kota di

provinsi Jawa Tengah. Wilayah Boyolali berposisi di antara 110 22’- 110 50’ Bujur Timur dan 7 36’- 7 71’ Lintang Selatan dengan ketinggian antara 75 meter1.500 metr diatas permukaan laut. Wilayah Kabupaten Boyolali dibatasi oleh sebelah Utara: Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Semarang, sebelah Timur: Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen dan Kabupaten sukoharjo, sebelah Selatan: Kabupaten Klaten dan

DIY

dan

sebelah

Barat:

Kabupaten

Magelang

dan

Kabupaten

Semarang.Adapun jarak bentang, Barat- Timur 48 km dan Utara- Selatan 54 km. Secara administratif Kabupaten Boyolali terdiri dari 19 Kecamatan yang terbagi menjadi 262 desa dan 5 kelurahan. Dari seluruh desa dan kelurahan yang ada, 224 desa/kelurahan merupakan desa yang berada di dataran rendah atau sekitar 83 persen dari seluruh desa/kelurahan dan selebihnya merupakan desa di dataran tinggi.

commit to user

46

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Kabupaten Boyolali memiliki luas wilayah sebesar 101.510,1 hektar yang terdiri dari 22.119 ha (21,79%) lahan sawah dan 79.371,1 ha (78,21%) bukan lahan sawah. Ditinjau dari sisi penggunaan lahan, luas lahan sawah terbesar berpengairan teknis (23,98%), lainnya berpengairan setengah teknis, sederhana, tadah hujan dan lain-lain. Sedangkan lahan kering yang digunakan untuk bangunan/pekarangan sebesar 25.023,2 ha (31,52%), tegal/kebun/lading/huma sebesar 30.608,9 ha (38,55%), hutan Negara seluas 14.454,7 ha (18,21%) dan selebihnaya dipergunakan untuk padang gembala, tambak/kolam dan lainnya yang mencapai 11,72% dari total bukan lahan sawah. Jenis tanah keadaan alam wilayah Kabupaten Boyolali terdiri dari tanah asoiasi lisotol dan grumosol di wilayah Kecamatan Kemusu, Klego, Andong, Karanggede, Wonosegoro dan Juwangi.Tanah lisotol cokelat terdapat di wilayah Kecamatan Cepogo, Ampel dan Selo. Tanah regosol kelabu terdapat di wilayah Kecamatan Cepogo, Ampel, Boyolali, Mojosongo, Banyudono, Sawit dan Teras. Jenis tanah lisotol dan regosol kelabu terdapat di wilayah Kecamatan Cepogo, Musuk dan Selo. Jenis tanah regosol cokelat terdapat di wilayah Kecamatan Cepogo, Musuk, Mojosongo, Teras, Sawit dan Banyudono.Jenis tanah andosol cokelat terdapat di wilayah Kecamatan Cepogo, Ampel dan Selo. Jenis tanah kompleks regosol kelabu dan grumosol terdapat di wilayah Kecamatan Kemusu, wonosegoro dan Juwangi. Jenis tanah grumasol tua terdapat di wilayah Kecamatan Andong, Klego dan Juwangi. Tanah kompleks andosol kelabu tua terdapat di wilayah Kecamatan commit to user

47

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Cepogo, Ampel dan Selo.Tanah asosiasi grumosol kelabu tua dan litosol terdapat di wilayah Kecamatan Simo, Sambi, Nogosari dan Ngemplak.Tanah mediteran coklat tua terdapat di wilayah Kecamatan Kemusu, Klego, Andong, Karanggede, Wonosegoro, Simo, Nogosari, Ngemplak, Mojosongo, Sambi, Teras dan Banyudono. Boyolali adalah termasuk dalam Sub Daerah Tujuan Wisata (Sub ODTW) di Jawa Tengah yaitu terletak di kaki sebelah timur gunung Merapi dan Merbabu sehingga berhawa sejuk, pemandangan alam yang indah dan mempesona serta memiliki Bandara Internasional Adi Sumarmo. Kota Boyolali berjarak sekitar 25 km dari kota Budaya Surakarta (Solo) dan merupakan bagian kawasan wisata SSB (Solo - Selo - Borobudur). Termasuk juga kawasan wisata Subosukawonosraten (Surakarta - Boyolali - Sukoharjo Karanganyar - Wonogiri - Sragen - Klaten) dengan slogan SOLO THE SPIRIT OF JAVA. Boyolali di kenal sebagai kota susu dan mempunyai Motto Pembangunan "BOYOLALI TERSENYUM" (Tertib, Elok, Rapi, Sehat, Nyaman untuk Masyarakat).Untuk itu Pemerintah Kabupaten Boyolali menempatkan sektor pariwisata sebagai salah satu prioritas pembangunan penggerak ekonomi masyarakat

diharapkan

melalui

Industri

pariwisata

yang bebasis

pada

pemberdayaan masyarakat sekitar, maka akan berdampak pada sektor-sektor yang lain yang pada akhirnya akan terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat. commit to user

48

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kabupaten Boyolali Boyolali adalah sebuah kabupaten

yang sebagian besar penduduknya

bergerak dibidang pertanian yaitu 42,15% (dihitung dari data tenaga kerja produktif di kota Boyolali). Tabel 2.1

Penduduk Kabupaten Boyolali Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Pekerjaan Utama 2008

Kecamatan

01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.

(1) Selo Ampel Cepogo Musuk Boyolali Mojosongo Teras Sawit Banyudono Sambi Ngemplak Nogosari Simo Karanggede Klego Andong Kemusu Wonosegoro Juwangi Jumlah 2007 2006 2005 2004 2003

Pertanian Tanaman Pangan (2) 5.792 15.136 19.337 5.987 3.744 6.804 10.060 6.563 3.822 13.227 4.913 15.307 23.173 9.396 20.687 23.691 20.755 23.131 11.739 243.264 241.398 234.847 233.582 222.402 167.696

Perkebun an

Perikanan

Peternakan

(3)

(4)

(5)

212 1.964 5.581 286 76 917 518 22 3.308 74 190 3.585 16.733 16.511 16.088 15.565 16.396 12.102

14 104 133 49 10 153 4 72 118 44 500 61 1.262 1.327 1.241 1.049 1.219 945

commit to user

537 2.496 9.772 16.373 259 1.933 1.008 3.005 821 307 610 140 466 8.666 161 291 325 3.954 48 51.172 49.878 47.014 45.672 46.160 36.277

Pertanian Lainnya (6) 9.007 571 117 2.592 956 4.253 267 946 257 5.332 186 227 150 265 25.126 24.908 25.235 25.285 25.685 20.842

49

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Lanjutan

Kecamatan

01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.

(1) Selo Ampel Cepogo Musuk Boyolali Mojosong o Teras Sawit Banyudon o Sambi Ngemplak Nogosari Simo Karangged e Klego Andong Kemusu Wonosego ro Juwangi

Industri pengolahan (7) 495 2.495 405 2.872 1.400

Perdaga ngan (8) 292 1.015 2.349 2.051 3.578 5.020

5.680 346 3.781

Jasa

Angkutan

Lainnya

Jumlah

(9) 2.844 4.107 594 1.887 6.602 2.618

( 10 ) 148 77 452 448 593 480

( 11 ) 4.030 33.676 7.309 18.114 32.175 22.022

( 12 ) 22.650 57.785 44.272 50.846 49.954 43.155

4.365 4.480 4.023

4.401 872 6.112

293 258 843

11.309 11.292 13.968

38.252 27.866 38.190

3.682 8.982 5.708 609 957

1.489 5.876 3.995 1.229 1.125

1.389 9.740 4.429 949 1.080

165 618 328 188 85

20.382 27.593 21.064 10.031 4.296

40.918 59.453 51.232 36.717 34.363

365 1.674 2.609 1.224

2.386 2.656 1.341 3.004

2.445 1.098 462 1.104

275 415 391 744

12.042 21.991 12.267 8.920

38.665 52.043 38.990 45.931

171

1.092

1.282

327

14.803

29.523

Jumlah 43.455 51.366 54.015 2007 42.591 52.055 53.381 2006 41.917 54.956 60.033 2005 40.942 54.314 60.043 2004 42.134 54.365 62.405 2003 31.638 34.940 49.768 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali

7.128 7.090 7.191 6.976 6.408 4.349

307.284 313.897 308.840 294.323 273.730 158.939

800.805 798.623 795.489 777.752 776.048 517.546

Sektor - sektor andalan dari Boyolali sebagai penunjang perekonomian, dituangkan dalam visi-misi Kabupaten di bawah ini : Visi Kabupaten Boyolali sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategi Daerah commit to user Kabupaten Boyolali ditetapkan sebagai berikut:

50

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

“Terwujudnya Masyarakat Boyolali Yang Sejahtera

Lahir Batin,

Mandiri, Dan Berdaya Saing Berbasis Pada Pertanian, Industri Dan Pariwisata” Untuk mewujudkan visi Kabupaten Boyolali ke depan dan dalam rangka merealisasikan otonomi daerah, dirumuskan MISI sebagai berikut:

1. Peningkatan kualitas sumber daya manusia agar lebih menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, mampu berkompetisi dan profesional. 2. Pemberdayaan masyarakat dalam rangka membentuk manusia yang berbudi luhur, disiplin, mandiri, kreatif, produktif dan demokratis 3. Pengembangan industri kecil dan menengah yang berbahan baku local, berpotensi menyerap tenaga kerja, dan memberi nilai tambah serta didukung dengan pengembangan teknologi tepat guna. 4. Pengembangan sektor pertanian melalui diversifikasi dan intensifikasi untuk meningkatkan kesejahteraan petani. 5. Pengembangan pariwisata dan pemberdayaan masyarakat sebagai pelaku utama bisnis pariwisata. 6. Meningkatkan kerjasama pariwisata wilayah Solo, Selo dan Borobudur. 7. Membangun system pemerintahan yang bersih dan baik serta berorientasi pada pelayanan publik.

commit to user

51

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

8. Membangun sarana dan prasarana publik yang mendukung kelancaran perekonomian, pemerataan pembangunan dan memperlancar pelayanan publik. 9. Memperluas jaringan kerjasama dalam pembangunan dengan prinsip saling menguntungkan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. 10. Mengembangkan system ketentraman dan ketertiban yang semakin memperkuat prakarsa, peran serta dan tangunggjawab masyarakat.

Ada beberapa poin diatas menunjukkan aspek-aspek untuk menunjang perekonomian Kabupaten Boyolali, pada tahun 2008 BPS (Badan Pusat Statistik) Boyolali merilis hasil pengumpulan data Keuangan kabupaten Boyolali sesuai dengan sektor-sektor yang dimaksudkan dalam visi-misi Kabupaten Boyolali. a) Pertanian dan Peternakan Tabel 2.2

No

Jenis Pertanian

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Padi sawah dan ladang Jagung Ubi Kayu Ubi Jalar Kacang Tanah Kedelai Sayur-sayuran Buah-buahan Tembakau Gula

No

Jenis Ternak

1

Hasil Pertanian dan Peternakan Kabupaten Boyolali

Sapi Potong

Hasil Produksi (Ton) 2006 2007 258.879 243.957 128.186 126.866 136.978 129.928 746 874 8.224 9.443 4.742 3.347 63.879,7 60.912,2 82.375,3 62.731,4 1989,96 -

2008 248.189 145.035 110.005 564 6.876 3.346 65.876,9 50.554,3 1808,38 1870,38

Jumlah (ekor) 2005 2006 2007 commit to user 89.412 85.867

2008 86.537

2005 227.127 131.525 148.019 967 9.939 4.928 64.729,2 49.175 -

52

perpustakaan.uns.ac.id

2 3 4 5 6

digilib.uns.ac.id

Sapi Perah Kerbau Kuda Kambing Domba

59.687 3.352 534 112.343 51.154

59.687 2..175 588 106.388 47.513

61.749 2.248 601 109.890 48.409

Sumber : Kabupaten Boyolali dalam angka tahun 2008, BPS

b) Perindustrian Tabel 2.3 No

Hasil Perindustrian Kabupaten Boyolali

Jenis Industri 2005

1 2 3

Industri Kecil Industri Menengah Inndustri Besar

-

Pendapatan (juta) 2006 2007 -

2008 855.954,64 434.678 314.360

c) Pariwisata Tabel 2.4 No 1 2 3 4 5 6 7

Potensi Kabupaten Boyolali

Obyek Wisata Umbul Pengging Umbul Tlatar Waduk Cenglkik Gunung tugel Arga Merapi Merbabu Pantaran R.Ng. Yosodipuro

2005 137.127 203154,5 2.850,5 2.001,2 18.410,6 1.304 11.338,4

Pendapatan (ribu) 2006 2007 113.727, 75 100,571,1 190,170,6 196.739,6 6.207,1 7.296,8 2.108 2.002,4 6.905,4 13.310,6 764 1.010,4 11.604 16.873

2008 156.627,3 202.829,1 8.855,6 2.009,6 5.011,6 2.004 16.415

Sumber : Kabupaten Boyolali dalam angka tahun 2008, BPS

B. Lembaga-Lembaga Yang Terkait Dengan Penelitian Menghadapi tantangan otonomi daerah membutuhkan kemandirian dari masing-masing daerah,

yang artinya akan melibatkan Birokrasi

(Eksekutif), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Legislatif), dan elemen masyarakat. Ketiga-tiganya memiliki peranan masing-masing dalam rangka commit to user menghadapi tantangan desentralisasi tersebut. 53

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Keterlibatan masyarakat dalam pengambilan kebijakan di tingkat Kota/Kabupaten akan memperlihatkan bagaimana keseimbangan antara birokrasi dan masyarakatnya, apalagi sistem yang selama ini dianut negara ini yaitu demokrasi. Demokrasi membuka ruang-ruang antara pemerintah dan rakyat yang dulu tersekat-sekat sekarang sudah bisa terbuka, dan seharusnya ruang bagi publikpun terbuka lebar dalam mengusulkan suatu aspirasi maupun kepentingan dari rakyat. Untuk lebih jelasnya dibawah ini ada pemaparan tentang lembagalembaga tersebut : 1. FORABI Dalam penelitian ini memang tidak semua masyarakat yang ada di Boyolali menjadi sample-nya. Namun sebagai samplenya yang relevan untuk mewakili, FORABI (Forum Masyarakat Boyolali) adalah yang paling tepat. FORABI merupakan sebuah media atau wahana tempat berkumpulnya individu-individu dan kelompok masyarakat dalam rangka mendefinisikan pendapat, merumuskan kesepakatan dan memperjuangkan aspirasi bersama secara demokratis dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM). FORAbI beralamat di Jalan Madumulyo RT 7/RW 1, Pulisen, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Melalui

FORABI

Pemerintah

daerah

dan

DPRD

akan

diawasi/dimonitor kinerjanya oleh masyarakat, agar pemerintah daerah dan DPRD benar-benar commit bekerjato user demi kepentingan rakyat. Melalui

54

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

FORABI, masyarakat memberikan gagasannya mengenai kepentingan masyarakat agar Pemerintah Daerah dan DPRD berdaya melaksanakan amanah memperjuangkan kepentingan dan prakarsa masyarakat berdasar aspirasi masyarakat. Melalui Forum Rakyat Boyolali, Dialog multipihak (eksekutif, Legislatif, Warga dan swasta) akan diselenggarakan guna menggali, merumuskan,

memformulasikan

kebijakan

daerah

yang

lebih

mementingkan pada hajat hidup orang yang banyak sehingga tercipta keadilan dalam kebijakan dan anggaran di Boyolali. Definisi Forum Rakyat Boyolali ·

Merupakan wadah partisipasi politik warga daerah dalam mengkaji, mengambil kesimpulan dan kesepakatan sikap terhadap masalahmasalah pembangunan dan pengelolaan daerah yang dihadapi masyarakat, dan mengupayakan pemecahannya secara bersama-sama.

·

Forum Rakyat Boyolali, sebuah organisasi yang bersifat sebagai instutionalized Round Table Dialog/pelembagaan forum diskusi

·

Masalah-masalah yang diangkat Forum adalah masalah-masalah pembangunan dan pengelolaan daerah dari semua aspek; Ekonomi, Sosial, hukum, politik, budaya, pertahanan keamanan dan Lingkungan Hidup. commit to user

55

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Latar Belakang Forum Rakyat Boyolali lahir terinisiasi oleh: ·

Semangat desentralisasi yakni bergulirnya wacana otonomi daerah yang sangat kuat dalam masyarakat, dengan munculnya UU. No 22 tahun 1999.

·

Munculnya pemikiran bahwa dalam tatanan pemerintahan yang demokratis mutlak diperlukan keterlibatan masyarakat sebagai asas keseimbangan (counter balancing of state) maupun kontrol sosial (social control) bagi jalannya sebuah pemerintahan. Forum Rakyat Boyolali di deklarasikan pada tanggal 17 Juni 2001

difasilitasi oleh KOMPIP LeKAT, KIPPDA Boyolali dan para stake holder yang peduli pada Boyolali. Forum

Rakyat

Boyolali,

lahir

sebagai

wahana,

tempat

berkumpulnya individu maupun kelompok masyarakat di Boyolali dalam mengekspresikan artikulasi pendapat dan memperjuangkan dalam sebuah tatanan pemerintahan yang demokratis serta mempengaruhi kebijakan pemerintah yang berpihak pada masyarakat.

commit to user

56

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Visi Forum Terwujudnya Partisipasi Masyarakat untuk Keadilan Kebijakan melalui Penyelenggaraan Pemerintahan di Boyolali yang partisipasif, Transparan dan dapat dipertanggungjawabkan (Accountable). Misi Forum 1. Membuka ruang publik untuk berpartisipasi 2. Mendorong partisipasi masyarakat dalam menentukan kebijakan daerah 3. Membuat perangkat legal dalam hal partisipasi politik 4. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kinerja dan pelayanan Institusi Publik 5. Menguatkan peran komunitas dalam kebijakan sektoral. Struktur penyelenggaraan ·

Struktur Forum bersifat fungsional

·

Forum Rakyat Boyolali terdiri dari Rembug Rakyat, Forum Rembug Tahunan, Forum Pleno dan Forum Kaukus

·

Rembug Rakyat Boyolali diadakan dua tahun sekali sebagai media evaluasi, pertanggungjawaban, reorganisasi yang difasilitasi oleh badan pekerja.

commit to user

57

perpustakaan.uns.ac.id

·

digilib.uns.ac.id

Forum Rembug Tahunan adalah forum yang diadakan satu tahun sekali sebagai media evaluasi pelaksanaan dan perencanaan Program yang diselenggarakan oleh Badan Pekerja

·

Forum pleno yang diselenggarakan oleh badan pekerja sebagai media evaluasi dan pelaksanaan kerja kaukus yang diselenggarakan satu bulan sekali.

·

Forum kaukus adalah yang difasilitasi oleh Badan Pekerja sebagai media evaluasi dan pelaksanaan kerja kaukus yang diselenggarakan minimal tiga bulan sekali.

·

Kaukus adalah wadah komunitas yang memiliki kesamaan isu dan kepentingan terhadap kebijakan daerah. Adapun Kaukus yang ada didalam Forum Rakyat Boyolali adalah : 1. Kaukus Desa 2. Kaukus Usaha Kecil dan Menengah 3. Kaukus Buruh 4. Kaukus Tani 5. Kaukus Perempuan 6. Kaukus Pendidikan 7. Kaukus konservasi dan Lingkungan commit to user

58

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

8. Kaukus Seni dan Budaya ·

Kaukus-kaukus ini dipimpin oleh seorang koordinator yang merupakan anggota Badan Pekerja bertanggung jawab pada forum pleno, Forum Rembug Tahunan dan Forum Rembug Rakyat.

·

Badan Pekerja adalah kelompok kerja yang terdiri dari utusan kaukus hasil dari RRB (Rembug Rakyat Boyolali) yang akan melaksanakan mandat RRB dan kegiatan dalam jangka waktu tertentu.

·

Badan pekerja ini dipimpin oleh koordinator dengan anggota seluruh koordinator Kaukus yang masa kepengurusannya 2 (dua) tahun dan belum menjabat selama 2 (dua) periode berturut turut.

·

Koordinator Kaukus merupakan orang yang ditunjuk oleh Kaukus yang bersangkutan.

·

Dalam menyelenggarakan kegiatanya BP dapat bekerjasama dengan pihak lain dengan melibatkan tim ahli

·

Tim ahli terdiri dari elemen individu, LSM dan Akademisi yang tidak tergabung dalam kaukus.

·

Forum Konsultasi merupakan forum yang didalamnya terdiri dari LSM, Ormas, Tokoh agama, Tokoh Masyarakat yang berfungsi sebagai wahana konsultasi penyelenggaraan Forum.

commit to user

59

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Selama perjalannya Forabi telah banyak mengalami pergantian Badan Pekerja yang mewakili tiap-tiap kaukus yang ada. Berikut adalah daftar Badan Pekerja yang disusun sesuai periode kepengurusan:

Periode 2001 – 2005 1. Munawar Syamsudin (Koordinator) 2. Suyatno (Sekretaris Jenderal) 3. Roni Budi Sulistiyo 4. AW Samosir 5. Sinam M Sutarno 6. Syaifudin Zuhri

Periode 2005 – 2006 1. Syaifudin Zuhri (Koordinator) 2. Nursetyanto (Sekretaris Jenderal) 3. Titin Sulistowati 4. Sunaryanto 5. Widodo 6. Purwanto 7. Djimu Dwijo Wiyanto

Periode 2006 – 2008 1. Nursetyanto (Koordinator) 2. Titin Sulistyowati (Sekretaris Jenderal) commit to user 3. Dwi Prasetyowati

60

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

4. Suwarso 5. EB Setiyawan 6. Sunaryanto 7. Sukandi 8. Aryoko

Periode 2008 – 2010 1. Eko Bambang Setiawan (Koordinator) dan (Kaukus seni budaya) 2. Sasanti Rahayuningtyas (Sekretaris Jenderal)dan (Kaukus bakul dan UKM) 3. Dwi Prasetyowati (Perempuan) 4. Sunardi (Pembaruan Desa) 5. Suwardi (Tani) 6. Titin Sulistyowati (Pendidikan) 7. Warsono (Lingkungan) 8. Tugiman (Buruh)

Sedangkan jika digambarkan melalui bagan tentang bagaimanakah alur dari penyampaian informasi dari bawah hingga pada Forabi. FORABI

KAUKUS

commit to user Personal Kelompok Komunitas

61

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Bagan 2.1. Alur Penyampaian informasi FORABI

Forabi mencoba menggali informasi dari lapisan masyarakat paling bawah, selanjutnya informasi dari bawah tersebut di bahas dalam forum kaukus-kaukus sesuai dengan masalah yang diangkat. Kaukus merupakan forum diskusi awal dan mungkin bisa mengakhiri, yang artinya memberikan solusi sesuai permasalahanya. Namun jika tidak terselesaikan dalam kaukus atau membutuhkan banyak dukungan agar bisa menjadi issue daerah maka diangkat dalam Forum Rakyat Boyolali.

2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ( DPRD) Dewan Perwakilan Daerah atau DPRD Kabupaten Boyolali terletak di jalan Merbabu Boyolali, letaknya berdekatan dengan Kantor Bupati Boyolali. Peletakan kantor DPRD yang berdekatan dengan Kantor Bupati memiliki makna agar setiap kegiatan Eksekutif mudah terpantau oleh Dewan. DPRD merupakan Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah yang berkedudukan sebagai Lembaga Pemerintahan Daerah. DPRD sebagai unsur Lembaga Pemerintahan Daerah memiliki tanggungjawab yang sama dengan Pemerintah Daerah dalam membentuk Peraturan Daerah untuk kesejahteraan rakyat. Lembaga ini sering disebut sebagai lembaga commit to user

62

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Legislatif yang memiliki fungsi untuk merumuskan dan memutuskan suatu peratuan daerah. Berikut ini secara singkat penjelasan dari fungsi-fungsi DPRD tingkat Kota/Kabupaten yang termaktup dalam UU RI No.22 pasal 77 tahun 2003:

1. Legislasi, diwujudkan dalam mem-bentuk Peraturan Daerah bersama Kepala Daerah. 2. Anggaran, diwujudkan dalam menyusun dan menetapkan APBD bersama Pemerintah Daerah. 3. Pengawasan, diwujudkan dalam bentuk pengawasan ter-hadap pelaksanaan Undang-undang, Peraturan Daerah, Keputusan Kepala Daerah dan kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.

Sedangkan dalam UU RI No.22 pasal 78 tahun 2003 tentang tugas dan wewenang DPRD telah merinci :

1. Membentuk Peraturan Daerah yang dibahas dengan Kepala daerah untuk mencapai tujuan bersama. 2. Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah bersama dengan Kepala Daerah. 3. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya, Keputusan Kepala Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, kebijakan commit to user

63

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Pemerintah Daerah dalam melaksanakan Program Pembangunan Daerah, dan Kerjasama Internasional di daerah. 4. Mengusulkan

pengangkatan

dan

pemberhentian

Kepala

Daerah/Wakil Kepala Daerah kepada Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia melalui Gubernur. 5. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daerah.. 6. Meminta laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam pelaksanaan tugas desentralisasi. 7. Tugas-tugas lain yang diberikan oleh undang-undang.

Selama periode 2004-2009 DPRD Kabupaten Boyolali telah menghasilkan beberapa kebijakan yang telah dirumuskan dan ditetapkan bersama-sama dengan Pemerintah Kabupaten Boyolali. Berikut ini adalah produk – produk yang telah dihasilkan oleh DPRD Kab. Boyolali selama periode 2004-2006. Tabel 2.5

Produk yang dihasilkan oleh DPRD Kab. Boyolali

Jenis Produk

2006

2007

2008

(1)

(2)

(3)

(4)

Keputusan Pimpinan DPRD

20

18

19

Keputusan DPRD

29

17

25

commit to user

64

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

PERDA

11

14

8

Jumlah

60

49

52

Sumber :DPRD Kab. Boyolali.

Kebijakan-kebijakan tersebut diolah, dirumuskan , dan disepakati dalam suatu mekanisme rapat-rapat yang ada pada DPRD Boyolali. Terhitung ada beberapa kali rapat selama tahun 2006 hingga 2008 yang terbagi sebagai berikut; Tabel 2.6

Rapat/Sidang yang dilakukan DPRD Kab. Boyolali

Jenis Sidang/Rapat (1) 1. Rapat Komisi Komisi I Pemerintahan Komisi II Anggaran Komisi III Pembangunan Komisi IV Pendidikan 2. Rapat Fraksi F. PDIP F. P. Golkar F. PAN F.PKB F. PKS F. Demokrat 3. Rapat Lainnya Rapat Paripurna Rapat Gabungan Rapat Pan-Mus Rapat Koordinasi Rapat Pansus Rapat Anggaran JUMLAH

2006 (2) 132 28 40 42 22 24 4 4 4 4 4 4 135 24 23 21 1 39 27 291

2007 (3) 123 37 32 15 38 30 5 5 5 5 5 5 146 28 10 18 14 48 37 297

2008 (4) 122 28 41 13 40 34 8 7 9 3 5 2 88 18 7 13 3 27 20 244

commit to user

65

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

3. Lembaga Eksekutif ( PEMKAB BOYOLALI) Lembaga eksekutif sering disebut adalah Pemerintah daerah. Dalam UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah daerah menyebutkan bahwa Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Dalam hal ini lembaga eksekutif yang diangkat adalah di tingkat Kabupaten yang dipimpin oleh Bupati. Bupati adalah kepala daerah, sedangkan dalam UU No. 32 Tahun 2004 memiliki tugas dan wewenang, yaitu : a. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD; b. Mengajukan rancangan Perda; c. Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD d. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama; e. Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah; f. Mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa

hukum

untuk

mewakilinya

sesuai

dengan

peraturan

perundangundangan; dan g. Melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pada periode 2005-2010 Kepala daerah Boyolali dipimpin oleh Drs. Sri Mulyanto dan Wakilnya adalah Drs. Seno Samodro. Bupati dan commit to user

66

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Wakil Bupati tidak akan bisa berjalan sendiri mengatur Pemerintahan daerah. Mereka dibantu oleh, a. Sekretaris Daerah beserta Asisten-asistennya b. Staff ahli Pemerintahan Kabupaten Boyolali: ·

Staff ahli Bidang Pemerintahan

·

Staff ahli Bidang Pembangunan

·

Staff ahli Bidang Kemasyarakatan dan SDM

·

Staff ahli Bidang Ekonomi dan keuangan

·

Staff ahli bidang Hukum dan Politik

c. Badan-Badan ·

BAPPEDA

·

BKD

·

BAPERMASKIN

·

RSU PANDANARANG

·

BLH

·

BKBPP

·

KESBANGPOLINMAS

d. DINAS-DINAS ·

DPPKAD

·

DISDIKPORA

·

DISNAKERTRANSOS

·

DPUPPK

·

DIPARBUD

commit to user

67

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

·

DISNAKAN

·

DISPERINDAGSAR

·

DIPKOPUKM

·

DIPERTANBUNHUT Dalam usaha penggalian potensi ekonomi daerah, Pemerintah

Kabupaten memiliki BUMD( Badan Usaha Milik Daerah) yang dikelola. Adapaun BUMD-BUMD yang ada di Boyolali adalah : a. PDAM b. PD. Aneka Karya c. PD Bank Pasar Boyolali d. PD BPR BKK Boyolali Berdasarkan data yang dirilis situs boyolalikab.go.id. pada 6 Januari 2010 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Boyolali jika dilihat dari indikator Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat disampaikan bahwa, PDRB secara agregat ADHB (Atas Dasar Harga Berlaku) pada tahun 2008 dibandingkan tahun 2007 terjadi kenaikan sebesar 13,02%. Sedangkan PDRB ADHK (Atas Dasar Harga Konstan) tahun 2008 dibandingkan tahun 2007 terjadi kenaikan sebesar 5,10% atas dasar harga konstan (angka sementara). Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi tersebut di atas yaitu untuk sektor pertanian, dan pertambangan/penggalian, serta jasa-jasa baik harga berlaku/konstan mengalami kenaikan cukup signifikan. Sedangkan sektor yang lain juga tumbuh, tetapi tidak setinggi sektor tersebut. commit to user

68

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Ada pula prestasi-prestasi yang ditorehkan Kabupaten Boyolali di tingkat nasional seperti: ·

Juara I

Lomba kelompok BKB Tk. Nasional "BKB Agung Lestari" Th. 2004 ·

Juara II

Lomba Pengelola BKB TK. Nasional Th. 2004 ·

Piala Citra Pelayanan Prima

RSUD Pandan Arang Boyolali sebagai unit pelayanan publik berkinerja sangat Baik tahun 2008. ·

Penghargaan

Produksi Beras diatas 2 % Tk. Nasional tahun 2009 oleh Presiden RI ·

Penghargaan

"Manggala Karya Kencana" 2009 dalam mendukung keberhasilan program KB Tk. Nasional untuk mewujudkan KKBS ·

Penghargaan

Tingkat Pertama dalam percepatan Pemberantasan Buta Aksara 2009

commit to user

69

perpustakaan.uns.ac.id

·

digilib.uns.ac.id

Penghargaan

Ketahanan Pangan 2009 dalam mendorong dan mewujudkan Pemantapan ketahanan pangan Regional / Daerah.

commit to user

70

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB III HASIL PENELITIAN

A. Proses Pengolahan Data Seperti yang diungkapkan pada awal penulisan penelitian ini, yaitu pada Bab I tentang teknik pengambilan sampel dan teknik pengumpulan data. Dalam penelitian sperti yang sudah dikatakan dari awal sampelnya adalah Forabi (Forum Rakyat Boyolali) dengan informan utama adalah pengurus harian Forabi yang disebut Badan Pekerja FORABI. Namun karena penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling mengarahkan peneliti untuk mencari sumber data yang dianggap sangat mengetahui seluk beluk masalah, terutama terkait dengan judul yang diangkat. Akhirnya pemilihan sampel terpilih merupakan informan utama diluar Badan Pekerja Forabi, namun merupakan lembaga yang bekerjasama dengan Forabi hingga saat ini yaitu KOMPIP Boyolali. Sedangkan sebagai triangulasinya, dalam penelitian ini mengumpulkan data dari iniforman diluar FORABI. Informan itu berasal dari kalangan masyarakat yang pernah bersama Forabi mengadvokasi suatu aspirasi atau tuntutan kepada Pemerintah, Legislatif daerah Boyolali, dan Pimpinan Daerah Kabupaten Boyolali. commit to user

71

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Data-data yang dikumpulkan adalah berupa wawancara mendalam dengan informan dan dokumentasi-dokumentasi pribadi maupun dokumen dari lembaga terkait. Perihal wawancara, data yang diambil adalah data yang memiliki kaitan kuat dengan penelitian. Maka dari itu selama penelitian, peneliti menggunakan interview guide melakukan wawancara walaupun tidak menutup kemungkinan adanya dialog yang terbuka dan intens dengan informan guna mendapatkan data yang diharapkan. Pengamatan terhadap sampel, lingkungan, dan partisipasi yang merupakan pokok permasalahan juga tak kalah pentingnya. Dengan melakukan pengamatan kita bisa mengetahui perkembangan permasalahan yang dibahas terkait dengan Partisipasi Masyarakat dalam pengambilan kebijakan Pemerintah Boyolali. Profil Informan Informan merupakan sumber data penting untuk penelitian ini, perlu dilakukan pendakatan-pendekatan supaya mendapatkan data yang benar-benar dibutuhkan. Untuk mendapatkan data tersebut, diperlukan wawancara mendalam dengan informan-informan yang sudah ditentukan ini. Di bawah ini merupakan daftar informan sesuai dengan klasifikasi sesuai dengan kebutuhan penulisan penelitian ini.

commit to user

72

perpustakaan.uns.ac.id

Tabel. 3.1.

digilib.uns.ac.id

Daftar Informan Sesuai dengan Jenis Kelamin, Umur, dan Alamat Tempat Tinggal

Nomor Informan

Nama Informan

Jenis Kelamin L/P

Umur

Alamat Tempat Tinggal

1

Eko Bambang S Sinam Deni Sukandi Suwardi

L

37

L P L L

37 27 57 51

Seno Samudro

L

55

Jatireso,Kopen, Teras Boyolali Sambi, Boyolali Cepogo,Boyolali Selo, Boyolali Andong, Boyolali Jl. Manggis No. 8 Boyolali

2 3 4 5 6

Tabel. 3.2

Daftar Informan Sesuai dengan Jabatan, Tanggal Wawancara dan Tempat Wawancara

Nomor Informan 1 2

3

4

Status Informan

Tanggal Wawancara 9 Maret 2010

Ketua Badan Pekerja FORABI Partner Kerja Forabi 8 Maret 2010 (Anggota Kompip Boyolali) Masyarakat yang 15 Maret 2010 pernah ikut/diajak Forabi untuk mengikuti advokasi bersama Legislatif Masyarakat yang 16 Maret 2010 pernah ikut/diajak Forabi untuk mengikuti advokasi commit to user bersama Eksekutif

Tempat Wawancara Kantor Sekretariat Forabi Kantor Sekretariat Forabi Kantor Sekretariat Forabi

Kantor Sekretariat Forabi

73

perpustakaan.uns.ac.id

5

digilib.uns.ac.id

Anggota Komisi III DPRD Boyolali Wakil Bupati Boyolali

6

2 April 2010 27 Juli 2010

Kantor DPRD Kab. Boyolali Kantor Wakil Bupati Kab. Boyolali

B. Alur Pembuatan Kebijakan di Kabupaten Boyolali Proses demokrasi bukanlah suatu paham yang mengagungkan kebebasan saja dalam pelaksanaannya. Demokrasi tanpa regulasi nantinya mengakibatkan anarkisme, maka dalam suatu kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan akan disusun dengan matang tentang regulasi atau kebijakan untuk mengatur hukum, sosial, budaya, dan politik. Kebijakan bukan hanya mengatur Pemerintah saja, namun yang lebih penting adalah bagaimana membentuk masyarakat yang teratur untuk bisa dikondisikan oleh Negara. Sehingga Kebijakan dalam hal ini lebih dikerucutkan pada kebijakan publik yang artinya memiliki kaitan dengan publik atau masyarakat. Ada beberapa definisi mengenai kebijakan ini seperti yang dikemukakan oleh HAR. Tilaar & Riant Nugroho (2008:182) Kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh Negara, Khususnya Pemerintah, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan dari negara yang bersangkutan. Kebijakan publik adalah strategi untuk mengawal masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju kepada masyarakat

yang

dicita-citakan.

Selain

itu

Wikipedia

(dalam

http://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan_publik) mengartikan kebijakan publik commit to user merupakan keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang banyak

pada

74

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

tataran strategis atau bersiafat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Melihat kedua definisi diatas bisa dikatakan bahwa objek dari Kebijakan adalah masyarakat. Sebagai penerima manfaat dari suatu kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah, masyarakat memiliki peran untuk berpartisipasi dalam hal menentukan kebijakan itu. Keterlibatan masyarakat dalam pengambilan kebijakan seharusnya juga diaplikasikan hingga ke pelosok daerah seperti apa yang dicita-citakan otonomi daerah. Beberapa undang-undang maupun regulasi telah dibuat agar otonomi daerah agar bisa berjalan lancar, melalui UU No. 32 Th. 2003 yang akhirnya direvisi menjadi UU No. 12 Th. 2008 tentang Pemerintahan Daerah. Perundang-undangan ini mengatur tentang pelaksanaan penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah, mulai dari tugas dan wewenang Kepala Daerah, pembagian tugas dan kewenangan daerah dan pusat, juga tentang keterlibatan masyarakat. Kabupaten Boyolali juga mengadopsi sistem otonomi yang telah diatur dalam perundang-undangan. Sehingga perlu bagi Kabupaten Boyolali lebih bisa mandiri untuk mengatur kebijakan Pemerintahannya sendiri. Dalam pengambilan Kebijakan publik, Kabupaten Boyolali menggunakan beberapa referensi yang telah diberikan pusat untuk membuat suatu kebijakan. Berikut beberapa referensi bagi Kabupaten Boyolali untuk membuat kebijakan: 1. UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan peraturan perundangan. 2. PP No 1 Tahun 2001 tentang Pedoman penyusunan Tata tertib DPR dan commit to user DPRD.

75

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

3. Peraturan Mendagri No 16 Tahun 2006 Prosedur penyusunan produk hukum daerah. 4. Pearaturan DPRD Kabupaten Boyolali No 2 Tahun 2009 tentang Tata tertib DPRD. Dari berbagai referensi tersebut telah menjadi dasar bagi Kabupaten Boyolali untuk membuat suatu kebijakan. Dibawah ini merupakan bagan yang telah di ilustrasikan oleh Ichwan Prasetyo (2007) mengenai alur pembuatan Kebijakan publik di Boyolali,

Lanjutan:

Bagan. 3.1.

Alur Pembuatan commit to userKebijakan Publik Boyolali

76

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Dari bagan. 3.1 diatas dapat dilihat tentang alur formal pembuatan suatu kebijakan publik, dimana pada dasarnya ada tiga aspek yang dilibatkan dalam hal ini yaitu Legislatif, Eksekutif, dan Masyarakat. Ada dua cara dalam proses distribusi pemikiran awal suatu kebijakan pada alur diatas yaitu, proses pengusulan melalui Eksekutif dan legislatif. Kedua proses tersebut pada pelaksanakan membutuhkan koordinasi dengan masyarakat dan stakeholder terkait. Secara formal masyarakat dilibatkan melalui agenda public hearing selama dua kali yaitu ketika pengajuan usulan suatu kebijakan menjadi rancangan dan pada saat rancangan itu sudah disetujui untuk berlanjut pada proses penetapan kebijakan. Disitulah diharapkan masyarakat punya andil besar untuk ikut berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan itu. Selain itu ada pula mengenai pembuaan kebijakan pembangunan, dalam hal ini Boyolali menyebutnya dengan MUSRENBANG. Pembuatan kebijakan melalui MUSRENBANG ini melalui banyak tahap penyerapan aspirasi pembangunan dari masyarakat. Musrenbang memang memiliki citacita agar aspirasi masyarakat hingga lapis bawah bisa tertampung mengenai Pembangunan baik di daerah maupun Nasional. Penyerapan awal dimulai dari penggalian kebutuhan pembangunan di tiap-tiap desa setelah itu hasil dari keputusan di desa masing-masing akan dibawa pada pembahasan tingkat kecamatan, lalu setelah itu dari tiap desa itu diambil secara skala prioritas mana desa yang akan diberikan fasilitas pembangunan untuk diusulkan pada musyawarah ditingkat Kota/Kabupaten. Tahap akhir agar pembangunan juga bisa didanai oleh APBD-Prov/APBN maka diusulkan pada musyawarah commit to user

77

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

tingkat provinsi hingga nasional, disana akan diseleksi lagi mana Kabupaten yang layak untuk diberi fasilitas Pembangunan. Untuk memudahkan untuk mendeskrisikan alur kedudukan MUSRENBANG, berikut adalah gambar yang diperoleh dari dokumen BAPPEDA Kabupaten Boyolali. Bagan 3.2 Kedudukan Musrenbang

C. Partisipasi

Masyarakat

Dalam

Pengambilan

Kebijakan

Tingkat

Kabupaten Di Boyolali.

Gaventa dan Valderama (1999) dalam buku Ichwan Prasetyo memberi definisi terhadap partisipasi, setidaknya ada tiga macam partisipasi dalam pembangunan masyarakat demokratis yaitu; partisipasi politik; partisipasi sosial;dan partisipasi warga. commit to user

78

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Pertama, Partisipasi politik yang merepresentasikan demokrasi keterwakilan. Partisipasi politik, lebih dikaitkan dengan proses-proses politik formal, yaitu pertisipasi rakyat dalam Pemilihan Umum baik tingkat daerah maupun nasional dan juga pada kegiatan lembaga-lembaga negara. Partisipasi politik berorientasi pada “mempengaruhi” dan “mendudukkan wakil rakyat” dalam Pemerinthan daripada “partisipasi aktif” dan “langsung” dalam proses Pemerintahan itu sendiri. Kedua, partisipasi sosial sebagai keterlibatan Beneficiary dalam proyek pembangunan. Oleh Stiefel dan Wolfe (1994) dalam bukunya Ichwan Prasetyo mendefinisikan sebagai “…..upaya terorganisir untuk meningkatkan pengawasan terhadap sumber daya dan lembaga pengatur dalam keadaan sosial tertentu oleh pelbagai kelompok dan gerakan yang sampai sekarang dikesampingkan.kelompok partisipasi ini berada di luar lembaga formal atau pemerintah. Partisipasi sosial ditempatkan sebagai keterlibatan masyarakat terutama yang dipandang sebagai ‘benefeciary’ pembangunan dalam konsultasi atau pengambilan keputusan dalam semua tahapan siklus proyek pembangunan dari penilaian kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan, sampai pemantauan dan evaluasi program. Ketiga, partisipasi warga sebagai pengambil keputusan langsung dalam kebijakan publik. Berbeda dengan kedua jenis partisipasi sebelumnya, oleh Gaventa dan Valderama ‘partisipasi warga’ mendapat perhatian lebih, dimana lebih menekankan pada ‘partsipasi warga’ dalam pengambilan keputusan atau kebijakan pada lembaga dan proses pemerintahan. Partisipasi commit to user

79

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

aktif warga berubah, dari hanya menjadi ‘penerima kebijakan’ menuju sebuah kepedulian warga itu sendiri dengan keikutsertaannya dalam pengambilan keputusan atau kebijakan di berbagai bidang kehidupan mereka. Perlunya masyarakat terlibat langsung dalam kebijakan publik ditujukan selain sebagai warga masyarakat atau rakyat yang memiliki hak sebagai masyarakat sosial dan politik untuk menjaga ruang publiknya, mengagregasikan persoalan dan kepentingan di ruang publik, merancang agenda publik, dan terus menerus mengawasi agar kinerja wakil rakyat dan pemerintah supaya bekerja sesuai dengan mandatnya. Apalagi jika berkaitan dengan kebijakan yang berimplikasi terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat harus melibatkan anggota masyarakat dan formulasi dan pengambilan keputusan. Ketiga definisi partisipasi Gaventa dan Valderama merupakan gambaran yang paling mendekati dengan fenomena partisipasi masyarakat sekarang ini. Diferensiasi antara partisipasi politik, sosial, dan warga yang dipaparkan oleh mereka cukup jelas antara satu dan lainnya. C.1. Partisipasi Forabi Melalui Jalur Formal. Jalur formal yang dimaksud disini adalah jalur partisipasi melalui ruang-ruang publik yang disediakan oleh Pemerintah Daerah. Dalam pembahasan ini, digunakan definisi partisipasi warga dari Gaventa dan Valderama untuk mempermudah arahan dari pembahasan ini. Partisipasi warga memfokuskan tentang partisipasi aktif warga commit to user dalam keikutsertaannya menentukan suatu keputusan pemerintah. Dalam 80

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

hal ini keikutsertaan Forabi dalam pengambilan kebijakan di tingkat Kabupaten. Kebijakan yang partisipatif sebetulnya masih terbuka peluangnya. Namun jika tanpa penyediaan data dan informasi yang cukup, masyarakat masih bisa dimanipulasi. Dari alur tersebut dapat dinilai sudah partisipatif atau belum sehingga masyarakat harus mengoptimalkan perannya. Sebuah kebijakan hendaknya muncul dari apa yang menjadi kebutuhan masyarakat dan tidak memberatkan. Kebijakan yang diusulkan masyarakat akan masuk melalui legislatif sebagai pengambil kebijakan dan eksekutif. Dibawah ini merupakan gambaran alur bagaimana seharusnya kebijakan itu melibatkan masyarakat,

Bagan.

3.3.

Pembahasan

kebijakan

yang

melibatkan

masyarakat

(diilustrasikan dalam buku Ichwan Prasetyo)

Sama halnya Forabi yang merupakan forum rakyat dan juga bagian dari

to user bentuk NGO’s memilikicommit peran-peran seperti yang di deskripsikan diatas.

81

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Sebagai Forum Rakyat, Forabi memiliki hubungan dengan Pemerintah seperti eksekutif maupun legislatif. Ada usaha Eksekutif maupun Legislatif Kabupaten Boyolali

dalam

mengupayakan

pelibatan

masyarakat

dalam

pengambilan kebijakan melalui pembicaraan-pembicaraan formal. Terkait dengan hal ini adalah keterlibatan Forabi sebagai bagian dari masyarakat Boyolali. Forabi selama ini telah banyak menerima undangan dari Pemerintah Daerah Boyolali dalam rangka transformasi partisipasi masyarakat kepada Pemerintah. Tabel 3.3 No

Keikutsertaan Forabi dalam Pengambilan Kebijakan

Informan

Keikutsertaan Forabi dalam Pengambilan Kebijakan

1

Informan I

Kita sering dilibatkan dalam acara hearing, sebelum disahkannya suatu Perda biasanya Dewan mengajak untuk sharing dengan Forabi. Forabi dimintai masukan-masukan dalam acara tersebut, selain diskusi-diskusi semacam itu kami juga di harapkan untuk bisa memberikan rekomendasi pada masalah-masalah yang sedang diangkat sebelum kebijakan itu disahkan. Dari eksekutif,

mengharapkan

kami

membuat

rencana-rencana program kerja berjangka yang berbasis pada kepentingan masyarakat 2

Informan II

Untuk

pembahasan

kebijakan

kita

sering

diundang seperti pembahasan ranperda, atau membahas APBD. Namun itu jika ukurannya commit to user

82

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

undangan, tapi untuk didengar atau tidaknya perlu dikaji. ...Masyarakat disana bisa aktif berbicara dan bisa masuk ke ruang-ruang komisi. Sekali lagi pasti didengarkan , namun apakah masukan yang kami berikan itu menjadi referensi atau tidak, perlu kroscek kepada mereka lebih lanjut. 3

Informan III

Pernah sekali dulu, sekali. Ke DPRD, dulu tentang anggaran responsive gender

4

Informan IV

Pernah, di Pemerintahan. Dulu issu yang diangkat adalah pertanian, karena saya sempat tergabung dalam kaukus pertanian Forabi.

5

Informan V

Kalau untuk periode yang sekarang, setau saya belum,

tapi

untuk

periode-periode

yang

sebelumnya sudah dan saya dulu pernah waktu periode 1999/2004, 2004/2009 tidak, terus sekarang masuk lagi.”

6

Informan VI

Jadi pimpinan daerah seperti saya ini dalam pembuatan ranperda atau Rancangan Peraturan Daerah itu selalu diadakan public hearing, dalam public hearing itu sebetulnya masyarakat luas yang diundang namun terkadang mereka juga tidak siap. Maka biasanya yang lebih sering datang itu adalah LSM salah satunya Forabi itu. LSM itu lebih antusias dan bisa memberikan masukan kepada Pemerintahan. Karena itu amanah

undang-undang,

ya

kita

perlu

melaksanakan itu. commit to user

83

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Sumber: wawancara Tabel 3.3 secara umum menjelaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Boyolali telah mengadakan usaha untuk membuka ruang partisipasi bagi masyarakat Boyolali. Pemerintah melalui Informan V dan VI menegaskan ada usaha untuk membuka partisipasi bagi warga. Cukup menarik adalah pernyataan dari informan I dan Informan II, dalam kedua pernyataan diatas menggambarkan bahwa Pemerintah sudah berupaya untuk melibatkan masyarakat dalam pengambilan suatu kebijakan. Namun pernyataan dari Sinam menarik untuk dikaji, dia mengakui memang Pemerintah sudah bersifat kooperatif terhadap masyarakat dalam menentukan kebijakan. Ada semacam nada pesimis ditunjukkan, bahwa tidak semuanya dari masukan bisa dijadikan rekomendasi oleh Pemerintah. Dari tabel diatas ditemukan hal-hal seperti yang ada dibawah ini: 1. Forabi sering dimintai masukan oleh Pemerintah dan diharapkan membuat suatu rencana program untuk Kabupaten Boyolali. 2. Forabi bisa aktif berbicara dalam public hearing, bahkan bisa masuk ke komisi-komisi. 3. Masyarakat bersama Forabi ikut serta berperan dalam pengambilan keputusan Pemerintah Kabupaten Boyolali. commit to user

84

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

4. Ada usaha dari Pemerintah untuk membuka ruang partisipasi bagi masyarakat melalui public hearing sebelum ditetapkannya suatu kebijakan Tabel.3.4 Banyaknya Undangan dari Legislatif dan Eksekutif ke FORABI Selama kurun Feb 2008- Juni 2009 Tanggal Penyelenggaraan NO

Penyelenggara

Bahasan Lokakarya hasil perhitungan BOSP (Biaya

1

12 September 2008

DISDIKPORA

Operasional Satuan Pendidikan)

2

10 September 2008

SEKDA

Audiensi Dengan Bupati

3

15 Agustus 2008

DPRD

Rapat Paripurna

4

28 Februari 2008

SEKDA

Rakor: Kesepakatan bersama dengan LGSP FGD dalam rangka penyusunan naskah

5

28 Agustus 2008

DPRD

akademis tentang pendirian tower. Forum bersama Ketahanan Pangan Kab.

6

28-30 Agustus ‘08

SEKDA

Boyolali. Diskusi Multipihak : “Berbagai pengalaman Melibatkan Warga Masyarakat dalam proses

7

2 Juli 2008

SEKDA

legislasli di Boyolali” FGD tentang praktek Good Governance dengan Executive Director Of The Capital Region Council of Governance base of

8

15 Oktober 2008

SEKDA

Hartfort US. Masukan untuk : ·

Ranperda Perubahan APBD th. 2008.

9

14 Oktober 2008

DPRD

·

Ranperda tentang Kewenangan.

FGD dalam rangka penyusunan naskah akademis Ranperda tentang pelayanan 10

21 Oktober 2008

DPRD

11

5 November 2008

DPRD

Kesehatan. Public Hearing dalam penyusunan Ranperda

commit to user

85

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Kesehatan. Lokakarya orientasi penyusunan Rencana Kontingen Erupsi Gunung Merapi di Kab. 12

22 Desember 2008

SEKDA

Boyolali. Lokakarya hasil Seminasi DBEI ( Decentralized Basic Education I) Kab.

13

19 Desember 2008

DISDIKPORA

Boyolali Th. 2008. Diskusi interaktif atas pelaksanaan kerjasama dengan LGSP ( Local Government Support

14

22 Mei 2009

SEKDA

Program)

15

13 Mei 2009

BKKBN

Pembahasan Program Kerja Pembahasan Ranperda tentang Prakarsa

16

21 Mei 2009

DPRD

PBMD dan TPA tahun 2009.

17

20 Mei 2009

DPRD

Pembahasan LKPJ Bupati Boyolali. Merencanakan Program kerja pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan

18

18 Mei 2009

BKKBN

dan anak (PTP2A) Kab. Boyolali.

19

9 – 29 Juni 2009

DPRD

Pembahasan Ranperda

Sumber : Dokumentasi Forabi

Dalam tabel 3.4 menyebutkan bahwa, Forabi telah menerima undangan untuk audiensi dengan Pemerintah Kabupaten Boyolali (Legislatif dan Eksekutif). Dokumen ini didapat dari sekretariat Forabi, dan tidaklah semua dokumen mengenai undangan ini lengkap terdokumentasi dengan baik. “Kami memang lemah dalam mendokumentasi data-data. Karena awalnya memang kita tidak tercetak untuk menjadi suatu lembaga yang setiap langkahnya harus ada catatan. Namun ini bisa menjadi suatu kritik, agar kami memperhatikan data-data dan mendokumentasikannya dengan baik. Kalau sejauh undangan kami mengumpulkan beberapa dan notulensi setiap kegiatan diskusi kami. (Warsono menambahkan, Karena memang kita adalah sebuah forum yang artinya kita berbeda dengan LSM yang mungkin punya data tentang masyarakat dampingannya. Yang kami miliki adalahcommit yang to disebut user Sinam diatas, untuk data/Issue

86

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

yang akan diangkat secara detail kurang ada perawatan dari kami.”(wawancara Sinam, 9 Maret 2010) Mungkin ada lebih dari sekedar yang terungkap diatas, jumlah dari undangan yang masuk kepada Forabi. Seperti diakui Sinam bahwa mereka memiliki kelemahan dalam dokumentasi. Dari tabel diatas bisa kita dapatkan jumlah dari undangan yang masuk dari Legislatif maupun Eksekutif selama kurun Feb 2008- Juni 2009 -

Undangan dari Legislatif ke Forabi sebanyak 8 buah undangan.

-

Undangan dari Eksekutif ke Forabi sebanyak 11 buah undangan.

;

Dari hal ini bisa diartikan bahwa Eksekutif lebih banyak melakukan pertemuan dengan Forabi atau masyarakat lainnya dibanding legislatif. Ini dikarenakan Eksekutif lebih banyak memiliki bagian-bagian (Dinas dan SKPD) yang langsung bersentuhan dengan masyarakat dibanding DPRD yang bertugas utama membuat suatu legislasi. Sebelum terlalu jauh membicarakan alur (Partisipasi) keluar FORABI, ada mekanisme sendiri di dalam Forabi dalam penyaluran aspirasi. Sesuai dengan konsep Forum, artinya Forabi lebih menggali informasi ataupun aspirasi dan keinginan masyarakat itu dari diskusidiskusi. Sinam menekankan, “....Kekuatan Forabi terletak pada Forum diskusi saja tidak lebih dari itu. Forabi adalah ruang untuk “obrolan rakyat” jika sudah tidak ada obrolan berarti Forabi sudah tidak ada. Forabi mencoba mengawal partisipasi melalui kaukus-kaukus yang ada...” commit to user

87

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Jadi disini Forabi bukanlah bertindak seakan-akan sebagai konsultan, namun lebih disebut ruang untuk membahas bersama-sama suatu kepentingan masyarakat. Sedangkan alur penyampaian informasi atau kepentingan masyarakat untuk diadvokasikan kepada Pemerintah dapat digambarkan sebagai berikut;

Didiskusikan di Forabi

Aspirasi/kebutuhan masyarakat

Advokasi

Issue yang sedang berkembang di masyarakat

Bagan. 3.4. Mekanisme penyaluran aspirasi dalam FORABI Sumber : wawancara

Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa Forabi dalam mengadvokasi suatu aspirasi rakyat menggunakan cara. Pertama, Forabi menampung aspirasi dari masyarakat Boyolali dan selanjutnya di diskusikan dalam Forum. Kedua, Forabi menggali issue-issue yang berkembang di kota Boyolali, apa yang menjadi kepentingan publik Boyolali di dicarakan dalam Forum. Selanjutnya dari kedua cara itu menghasilkan semacam rekomendasi

kepada

Pemerintah

untuk

diadvokasikan

dan

diperjuangkan. Gambaran diatas dijelaskan oleh Eko Bambang dalam wawancara, “Forabi mencoba untuk melihat issue – issue yang berkembang di Boyolali, lalu di diskusikan dalam wadah Forum Rakyat commit to bersama user Boyolali. Yang kedua, masyarakat menyalurkan aspirasinya

88

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

melalui Forabi dan selanjutnya dirembug bersama nah itu juga bisa dimunculkan atau diperjuangkan. Jadi bisa diambil dari berbagai sisi, bukan hanya dari Forabi sendiri tapi bisa melalui kaukuskaukus yang ada di dalam Forabi sehingga semua sektor yang ada dimasyarakat itu bisa masuk.”(sumber: wawancara,10 Maret 2010) Upaya mengumpulkan berbagai issue yang berkembang di masyarakat terkait untuk selanjutnya dijadikan sebagai bahan untuk diangkat ke Eksekutif maupun Legislatif di Boyolali. Isue-issue tersebut disaring Forabi dari tingkatan dasar masyarakat, diungkapkan oleh Sukandi (Informan IV): “Yang jelas begini, ada inisiatif dari Forabi untuk membawa suara rakyat Boyolali, ada uneg-uneg/keluhan masyarakat ditampung di Forabi lalu didiskusikan disini. Setelah itu baru di angkat ke Pemerintah. Setahu saya kinerja Forabi berarti terkait dengan Badan Pekerjanya, BP Forabi biasanya mencari melalui kelompokkelompok yang tergabung dalam kaukus Forabi.”(wawancara, 16 Maret 2010) Badan Pekerja Forabi sebagai motor penggerak forum memiliki peranan untuk menampung “uneg-uneg” yang ada di masyarakat dan juga mencari melalui kelompok-kelompok yang tergabung dalam forum. Semua informasi tersebut bisa saja disebut sebagai “bahan bakar” untuk menggerakan Forum agar memiliki kekuatan suara di Pemerintahan Boyolali. Posisi Forabi di Kabupaten Boyolali adalah sebagai penyeimbang antara peran masyarakat dengan Pemerintah dan juga menjadi wacth dog bagi Pemerintah Kabupaten Boyolali dalam kegiatan pemerintahan. Memang commit tidak ada posisi Forabi di Boyolali, to “legimitasi” user

89

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

namun setidaknya sebagai salah satu bentuk dari civil society di Boyolali memiliki pengaruh dalam membantu Pemerintah menentukan arah kebijakan daerah. Memberikan kesempatan bagi Forabi dalam Forum formal yang diadakan Eksekutif sebagai bentuk perwujudan partisipasi masyarakat diakui oleh Seno Samudro (Informan VI), “Didalam public hearing itu ada usulan ada jawaban yang dialognya itu kontruktif kedepan itu bagaimana tentang kebijakan masalah ini, lalu terjadi dialog yang sinergis. Setelah sinergis baru dibawa ke dewan apakah bisa digedog atau tidak. Tapi semuanya harus melalui proses public hearing.” (wawancara,27 Juli 2010) Dalam kutipan wawancara diatas menyebutkan, adanya mekanisme public hearing sebagai langkah untuk pemutusan suatu kebijakan dengan melibatkan masyarakat. Tentunya letak dari Forabi sendiri disini ada di pihak masyarakat. Demikian juga yang diungkapkan oleh Suwardi (Informan V), legislatif juga akan melibatkan masyarakat terkait dengan pembuatan suatu kebijakan. “Diundang, kawan-kawan NGO biasanya yang sering diundang, kalau masyarakat itu kan luas, kalau tiap Ketua RT diundang itu ya belum. Jadi kalau sifatnya terbuka itu lengkap semua pihak dilibatkan. Untuk hak bersuara itu tergantung jenis Forumnya, kalau rapat paripurna itu hanya DPRD yang bersuara itu sudah ada aturannya, kecuali public hearing memang masyarakat di beri hak sepenuhnya untuk berbicara. Jadi kita bekerja juga sesuai mekanisme yang berlaku.” (wawancara, 2 April 2010) Dari pernyataan dari Suwardi mengindikasikan memang telah ada mekanisme pelibatan masyarakat dan itu sudah ada aturannya. Namun, tidak semua Forum yang diadakan Legislatif itu masyarakat memiliki hak sepenuhnya berbicara. Diungkapkan diatas Forum rapat Paripurna commit to user

90

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

hanya Anggota DPRD saja yang punya hak suara namun masyarakat bisa hadir. Sedangkan public hearing merupakan forum yang disediakan DPRD untuk masyarakat agar menyampaikan aspirasinya terhadap Kabupaten Boyolali. Forabi merupakan salah satu bagian masyarakat yang sering ikut dalam forum-forum yang diadakan oleh Eksekutif maupun Legislatif. “Sering. Misalnya jika Pemerintah ingin menggulirkan suatu Perda, pasti Forabi sering diajak dan diikutsertakan untuk hearing.” (Wawancara Eko, 10/3/2010) Adanya undangan untuk hadir dalam Forum hearing itu, memberi celah bagi Forabi maupun masyarakat umum untuk berpartisipasi dalam pengambilan suatu kebijakan Boyolali. Celah-celah dalam Forum itu dimanfaatkan Forabi dengan memberikan masukan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali. Eko BS menjelaskan mengenai hal ini, “Kita sering dilibatkan dalam acara hearing, sebelum disahkannya suatu Perda biasanya Dewan mengajak untuk sharing dengan Forabi. Forabi dimintai masukan-masukan dalam acara tersebut, selain diskusi-diskusi semacam itu kami juga di harapkan untuk bisa memberikan rekomendasi pada masalah-masalah yang sedang diangkat sebelum kebijakan itu disahkan. Dari eksekutif, mengharapkan kami membuat rencana-rencana program kerja berjangka yang berbasis pada kepentingan masyarakat.” (Wawancara,10/3/2010) Dari pernyataan diatas, diakui Forabi bahwa Legislatif sebelum membuat suatu Perda ada semacam diskusi agar Forabi bisa memberi masukan-masukan. Selain itu Forabi juga dimintai rekomendasi commit user terhadap masalah-masalah yangtodiangkat sebelum suatu kebijakan itu

91

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

disahkan. Sedangkan Eksekutif menuntut Forabi agar bisa membuat rencana-rencana program yang berbasis pada kepentingan masyarakat. Melalui pernyataan Eko tersebut bisa dilihat ada kerjasama yang terjalin antara Pemerintah dengan masyarakat dalam hal ini Pemerintah daerah dengan Forabi. Forabi memiliki kesempatan luas untuk berpartisipasi dalam kegiatan pembuatan Kebijakan, diamana masukan-masukan Forabi bisa disampaikan dalam forum-forum tersebut. Pada dasarnya partisipasi masyarakat untuk membantu Pemerintah dalam membuat suatu kebijakan telah termaktup dalam UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan Pasal 53 dan Juga ada dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 139 ayat 1, “Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan undangundang dan rancangan peraturan daerah.” Dasar perundang-undangan diatas dengan kuat menyatakan adanya hak bagi masyarakat untuk memberikan masukan dalam penyiapan dan pembahasan rancangan Undang-undang dan rancangan Peraturan daerah. Forabi dalam hal ini berusaha untuk selalu terlibat dalam kegiatan pembuatan kebijakan,seperti dijelaskan oleh Eko berikut ini, Kita terlibat mulai dari proses perencanaan, pembahasan, pelaksanaan, monitoring, hingga evaluasi. Artinya kami aktif dalam setiap kegiatan kebijakan mulai dari awal.(Wawancara,10/3/2010). commit to user

92

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Diakui oleh Eko bahwa Forabi telah terlibat mulai dari proses pembahasan hingga evaluasi berjalannya suatu kebijakan. Masuknya Forabi dalam proses pembuatan kebijakan ini bisa diharapkan untuk bisa menjadi satu masukan untuk dipustuskannya suatu kebijakan. Selain

itu

terkait

dengan

pengambilan

kebijakan,

keterlibatan Forabi harus dilihat dari pengaruhnya dalam hal tersebut. Pengambilan kebijakan suatu daerah memiliki alur proses yang cukup panjang, penuh pertimbangan dan dialektika. Kebijakan daerah yang biasanya dituangkan menjadi Perda diatur dalam UU No.4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR ;DPR;dan DPRD, selain itu juga diatur dala Peraturan Pemerintah No 1/2001 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPR dan DPRD. Dalam perundang-undangan itu dijelaskan ada dua inisiatif untuk pembentukan PERDA, yaitu melalui inisiatif DPRD dan inisiatif Eksekutif. Pada penetapan Ranperda inisiatif DPRD, masyarakat dihadirkan dalam forum rapat kerja bersama Pansus Gabungan pengusul ranperda. Sedangkan jika itu merupakan inisiatif Eksekutif, masyarakat dapat terlibat dalam diskusi dengan staff ahli dan Tim asistensi Pemda. Dalam pembentukan Ranperda masyarakat bisa aktif dan bisa melakukan loby-loby diluar format dalam undang-undang tersebut, hal ini dijelaskan Sinam dalam wawancara di bawah ini, “Masyarakat disana bisa aktif berbicara dan bisa masuk ke ruangruang komisi. Sekali lagito user pasti didengarkan , namun apakah commit

93

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

masukan yang kami berikan itu menjadi referensi atau tidak perlu kroscek kepada mereka juga”.(Wawancara,9/3/2010) Menurut Sinam diatas, masyarakat bisa masuk dalam-komisi-komisi untuk membicarakan usulan-usulan. Namun, untuk masalah dijadikan referensi itu masih perlu ditanyakan pada pihak terkait. Sedangkan Suwardi sebagai anggota DPRD Boyolali mengungkapkan dalam kesempatan lain, “...Kalau usulan dari forabi itu sebagai bahan pertimbangan/penyeimbang. Tapi kalau dijadikan dasar maaf sekali, kita kalau bekerja sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dasarnya itu kan sesuai UU yang berlaku...”(Wawancara,2/4/2010) Dari pernyataan diatas bisa didapatkan kesimpulan bahwa aspirasi atau usulan jelas didengarkan dan bisa dijadikan bahan untuk pertimbangan atau penyeimbang. Tapi, untuk menjadi dasar secara utuh itu tidak bisa karena ada undang-undang yang berlaku mengenai hal ini. Dalam ruang-ruang itu dimanfaatkan Forabi sebagai tempat untuk berpartisipasi dalam proses pembentukan kebijakan. Masukanmasukan dan usulan baik dari dalam badan Forabi sendiri maupun dari masyarakat Boyolali disampaikan disana. “Forabi memiliki pengaruh dalam hal membantu Pemerintah menentukan kebijakan, Forabi juga memiliki bargainning power yang kuat dalam hal mempertahankan pendapat di Pemerintahan ...hampir 70% dari beberapa gagasan ada yang menjadi referensi bagi pembuatan kebijakan di Boyolali bahkan ada beberapa yang mencapai 100% keberhasilan. Kita sama-sama memperjuangkan untuk meng-goal-kan itu....”(Wawancara,10/3/2010) commit to user

94

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Pernyataan Eko diatas mengungkapkan kekuatan Forabi dalam proses pembuatan

regulasi,

dimana

pendapat-pendapat

Forabi

harus

dipertahankan. Eko mengklaim bahwa hampir 70% dari beberapa gagasan Forabi menjadi referensi dalam pembuatan suatu kebijakan. Adapun kebenaran klaim tersebut perlu dilakukan kroscek terhadap Pemerintah, Seno memberikan penjelasan mengenai hal ini sebagai berikut; “ Saya tidak bisa ingat pasti statistik resmi usulannya ya, tapi sering. Namanya usulan tidak perlu di forum resmi, forum-forum jagongan seperti inipun juga bisa memunculkan usulan. Ide apapun kita akomodasi, ya lumayan banyak ide yang mereka masukkan. Saya harapkan tidak hanya Forabi, LSM lannya atau masyarakat umum bisa lebih pro aktif dalam berpartisipasi dalam Pemerintahan. Kita terbuka, kita transparan. Ada yang menjadi kebijakan, tapi saya tidak hafal item per itemnya. Selama 5 tahun ini saya juga sudah sering mendengar, banyak masukan-masukan yang diberikan walaupun tidak utuh. Mungkin jika mereka itu mengajukan konsepnya itu 100% misalnya yang diterima mungkin 40% atau 80%nya. Tidak pernah diterima 100% seperti itu tapi kontribusuinya juga sudah banyak. Kita merasa enak juga terbantu dengan adanya LSM-LSM seperti itu.”(wawancara,27/Juli/2010)

Penjelasan Seno diatas memberikan makna bahwa Forabi sedikit banyak memiliki pengaruh terhadap Pemerintahan, terutama dalam hal partisipasinya. Hal ini ditunjukkan dengan diterimanya masukan Forabi, walaupun tidak 100% konsep dari Forabi diterima. Memang dokumen mengenai jumlah masukan ataupun usulan dari Forabi tidak bisa terdeteksi secara utuh. Namun Pemerintah Boyolali mengakui cukup terbantu dengan adanya Forabi.

C.2 Partisipasi Forabi Melalui Jalur non-formal commit to user

95

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Jalur informal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah, upaya penyaluran aspirasi Forabi dengan tidak melalui tuntunan Undang-undang dan peraturan yang sistematis. Jalur informal dilakukan secara independen Forabi sendiri. Jalur informal dikreasi oleh Forabi karena dirasakan masih belum cukup ruang partisipasi publik yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten Boyolali. Inisiasi Forabi membuat jalur aspirasi informal memiliki tujuan agar masyarakat bisa ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan terkait dengan pengambilan kebijakan publik. Selain itu ruang partisipasi yang dibuat oleh Pemerintah, masyarakat tidak bisa sembarangan bisa masuk dalam forum.

Dalam forum itu hanya

masyarakat yang dihadirkan hanya bagian-bagian dari masyarakat saja. Sedangkan forum yang diadakan Forabi setiap masyarakat bisa ikut berpartisipasi dan memiliki hak sama dalam forum. Hal ini merupakan sifat forum yang ada dalam Garis Besar Haluan Forum Forabi: “Forum Rakyat Boyolali bersifat terbuka, independen (tidak berafiliasi kepada pemerintah dan atau partai politik tertentu), egaliter atau berkedudukan setara dalam keanggotaannya dan demokratis. Forum hanya berpihak pada prinsip-prinsip keadilan, demokrasi, partisipasi, transparansi dan kemanusiaan dalam proses pambangunan yang berkelanjutan dengan memperhatikan karakter masyarakat lokal.”

Dalam perkembangannya ruang-ruang partisipasi yang disediakan oleh Forabi tidak akan bermuara pada tujuannya yaitu menyalurkan aspirasi masyarakat melalui jalur informal tanpa adanya commit to user

96

perpustakaan.uns.ac.id

dukungan

digilib.uns.ac.id

dari

masyarakat.

Sinam

menyatakan

dalam

petikan

wawancara berikut: “Forabi adalah sebuah ruang berdiskusi ya, jadi ikut berdiskusi sudah merupakan dukungan. Sebenarnya Forabi merupakan sebuah ruang untuk dukung mendukung atau belajar. Menggambarkan Forabi itu memang cukup sulit, kami bukan ormas ataupun partai, melihat value atau nilai dukungan masyarakatpun sulit. Karena kami hanyalah ruang diantara masyarakat Boyolali untuk berdiskusi membicarakan dengan agenda kesejahteraan rakyat, pemaknaan kembali Geographis democracy, maupun masalah kota Boyolali.” (Wawancara, 9/3/2010)

Dari pernyataan diatas menguatkan bahwa bagi Forabi setiap masyarakat yang bersedia ikut dalam diskusi dalam hal ini tentang permasalahan yang ada di Kabupaten Boyolali sudah merupakan bentuk dukungan bagi Forabi. Karena melalui diskusi akan muncul inspirasi dan aspirasi yang itu merupakan kebutuhan masyarakat. Selanjutnya adalah tentang mengakomodasikan aspirasi-aspirasi tersebut. Setidaknya Forabi telah berusaha mengakomodir aspirasi masyarakat untuk diwacanakan sebagai issu public atau menjadi gagasan dibuatnya suatu kebijakan, hal ini diungkapkan oleh Sukandi warga masyarakat yang pernah ikut dalam kegiatan Forabi: “Kalau keseluruhannya belum, tapi sudah diusahakan sedikit demi sedikit. Sebab kemampuan Forabi sendiri belum bisa maksimal untuk bisa merespon suara masyarakat.” (Wawancara,16/3/2010) Pernyataan diatas mengindikasikan Forabi telah mengusahakan agar aspirasi masyarakat bisa terakomodasi hingga ke Pemerintah Kabupaten Boyolali walaupun tidak seluruhnya maksimal. Sedangkan Deni yang juga merupakan warga Boyolali yang pernah ikut kegiatan Forabi commit to user optimis dengan kinerja Forabi:

97

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

“Sudah Setahu saya, bagi yang mengetahui Forabi, bagi yang mengenal Forabi. Forabi terdiri dari berbagai unsur dan elemen masyarakat di Boyolali, kadang mereka juga mewakili aspirasiaspirasi kelompok masing-masing juga.”(Wawancara,15/3/2010) Usaha-usaha yang dilakukan Forabi tersebut telah coba direalisasikan oleh Forabi melalui jalur-jalur partisipasi diluar yang telah disediakan Pemerintah. Menurut Sinam, Forabi membuat ruang partisipasi itu agar masyarakat bisa seluas-luasnya mengekspresikan aspirasinya terhadap Kabupaten Boyolali, berikut adalah kutipan wawancaranya; “Bagi Forabi proses demokrasi formal itu penting namun bukan satu-satunya. Perlu ruang-ruang non formal untuk membangkitkan gairah partisipasi rakyat. Adanya Musrenbang, public hearing, ataupun Pemilu itu benar sebagai bentuk partisipasi. Namun diperlukan ruang-ruang lain seperti yang telah kami lakukan dengan mengadakan Obrolan, Diskusi, lokakarya, maupun seminar yang melibatkan lintas pihak itu adalah ruang-ruang yang tidak di create oleh udang-undang. Karena memang tidak semua masyarakat bisa tertampung di ruang-ruang formil itu, namun diruang non formil masyarakat bisa mengekspresikan diri disana. Ada dua output dari ruang-ruang tersebut yaitu, apakah Pemerintah Daerah dan Dewan itu merasa terbantu dengan diskusi-diskusi di atas atau malah terganggu, dalam artian mungkin ada niatan jahat tersembunyi dari oknum-oknum yang terganggu aktivitasnya.”(Wawancara,9/3/2010) Menurutnya, proses formal itu memang benar namun dengan adanya ruang-ruang partisipasi non formal tersebut diharapkan gairah partisipasi masyarakat berpihak

dalam bagi

mengarahkan

rakyat.

kebijakan-kebijakan

Usaha-usaha

yang

agar lebih

dilakukan

Forabi

diimplementasikan menjadi: 1. Obrolan

commit to user

98

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

2. Diskusi Multipihak 3. Lokakarya 4. Seminar Tabel. 3.5

Usaha Forabi Memfasilitasi Partisipasi Masyarakat Kepada Pemerintah

No

1

Tanggal Kegiatan

21/1/2009

Nama Kegiatan

Menggagas kerjasama masyarakat DPRD

pola 1. 2. 3. dan 4. dalam

mewujudkan kebijakan yang pro rakyat

2

6/6/2009

Elemen/ Masyarakat yang ada

FORABI KOMPIP LKTS Perseorangan · P Jimu, Kandi, Sri Rahayu, Sri Yatiningsih, Warsono, Suparno, P Baskoro, Muji, Wardi, P Toha, Ulfa, Yeni, Widodo, Dwi P, Titin, Istamar, Tugiman, Sutar

5. KPU RANCANGAN 1. Sinam M PERATURAN Sutarno DAERAH 2. Eko B KABUPATEN 3. Subcan BOYOLALI MENGENAI PERTANGGUNGJ AWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN commit to user BOYOLALI

Pemerintah yang Hadir

DPRD 1. Lilik Harya nto

EKSEKUTIF

1. Saptoto

99

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

TAHUN ANGGARAN 2008 3

16 /11/2009

MENCARI FORMAT PERLINDUNGAN HAK ATAS KESEHATAN REPRODUKSI PEREMPUAN

4

23/12/2009

Membangun kolaborasi peran lintas pihak untuk penanggulangan kemiskinan

5

28/1/2010

Curah Pendapat :Menjawab Dilema Ekonomi dan Ekologi

6

10/2/2010

Lokakarya : Jaminan Kesehatan Bagi Warga Miskin

7

27/3/2010

Kenduri Boyolali: “Rembug Bersama Calon Pemimpin Boyolali” Sumber : Dokumen Forabi

1. Dwi P 2.Sri Supadmi 3.Sinam 4.Purwanto 5.Suyamti dari Mekar Sari 6.Ning 7.Ati BK 8.Erna IPKBK 9.Ulfa PATTIRO 10. Totok 1. Kompip Indonesia Bp. 2. Mulyanto Sutomo 3. Suwardi 4. Purwanto 5. Jimu 6. Ning ampel 7. Sunaryanto 8. Sinam M S 9. Siju 10. Kandi 11. Basuki 12. Eko 13. Nardi 1. MAPAN 1. Agun 2. Himpunan Tani g Makmur Sapar 3. FORPAS di 4. Masyarakat 2. Umum

1. Dr. Yulianto Prabowo 2. ibu Adiningsih 3. Siti

Bp. Mulyanto

1. BAPPE DA 2. Perhuta ni 3. PDAM 4. D. Tata Kota 1. FORABI 1. Kabag 2. Masyarakat Peduli Kesra Kesehatan 2. Bapped 3. Masyarakat a Umum 3. Dinas Keseha tan 4. Dinsos nakertr ans 1. Forabi 1. Ketua Perwakilan 2. Masyarakat DPRD Pemerintah, Umum Boyolali Plt. Sekda Boyolali

commit to user

100

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Data dalam tabel tersebut didapatkan dari dokumentasi Forabi sendiri. Memang yang terdokumen diatas tidak banyak, namun cukup menjadi gambaran bahwa Forabi telah melakukan satu langkah partisipasi diluar yang dibuat oleh Pemerintah Boyolali. Semua kegiatan itu melibatkan berbagai pihak (Legislatif, Eksekuti, masyarakat, swasta, dan stake holder lainnya). Seperti halnya dengan pernyataan sebelumnya, Eko Badan Pekerja Forabi menambahkan: “Masyarakat selama ini melihat Forabi sebagai wahana ataupun media untuk menyalurkan berbagai asprirasi atau tuntutan yang ada di tengah masyarakat. Dari hal itu Forabi mengajak untuk duduk bersama memecahkan masalah yang ada, atau dengan cara memfasilitasi agar masyarakat bisa bertemu dengan Eksekutif maupun legislatif.” (wawancara,10/3/2010) Namun tidak hanya melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat dialog multipihak saja yang digunakan Forabi untuk berupaya memperjuangkan aspirasi atau hanya sekedar mengkritisi wacana kebijakan. Upaya lain yang dilakukan adalah membuat tulisan di media massa atau membiarkan media massa yang meliput mereka. Forabi menggunakan perkembangan teknologi dan informasi modern. Dengan meluncurkan blog yang bernama http//www.forabi.wordpress.com yang isinya adalah tanggapan-tanggapan Forabi terhadap permasalahan di Boyolali atau wacana-wacana di Boyolali yang dimunculkan oleh Forabi agar di perhatikan Pemerintah juga masyarakat.

commit to user

101

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Sebelum ada kegiatan-kegiatan seperti yang dikatakan Sinam

sebelumnya,

dilakukan

penjaringan

issu-issu

sebelum

diwacanakan di publik (lihat tabel 3.3). Penjaringan tersebut biasanya ditemukan dalam rapat-rapat rutin Badan Pekerja Forabi. Seperti yang dijelaskan secara implisit oleh Sukandi berikut ini; “Yang jelas begini, ada inisiatif dari Forabi untuk membawa suara rakyat Boyolali, ada uneg-uneg/keluhan masyarakat ditampung di Forabi lalu didiskusikan disini. Setelah itu baru di angkat ke Pemerintah.”(Wawancara,16/3/2010)

Tabel.3.6

NO

Rapat Koordinasi Dan Diskusi Internal Forabi

Tanggal Kegiatan 4 Maret 2009

Peserta Semua Bp dan Kompip Boyolali

Tema Kegiatan Pembahasan Mekanisme Pencairan Tabungan Komunitas

4 September 2008

SC dan OC

Rencana persiapan RRB 4

3

5 November 2008

Badan pekerja dan Komunitas

4

6 Desember 2008

Badan pekerja dan Komunitas

Pembahasan dan Mengkritisi RAPBD Boyolali

5

10 Januari 2009

Badan pengurus, Kompip Boyolali dan Komunitas

Persiapan Workshop

1

2

6 15 November 2008

7

22 November 2008

Badan pekerja dan Komunitas

Perencanaan detail Program kegiatan Forabi

Rencana pengawalan Tabungan pada kelompok dan aktifitas setiap Badan pekerja Forabi

commit to user

102

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

8

23 Maret 2009

Badan pekerja dan Komunitas

Pembahasan tentang kelangkaan pupuk

25 April 2009

Semua BP dan Kompip Boyolali

Kontrak politik

9

10

26 Desember 2008

Badan Pekerja dan Komunitas

Pendokumentasian program Forabi 1. - Kelangkaan pupuk 2. Galian C 3. Exploitasi air 4. Alokasi Dana desa 5. Pembangunan Pasar boyolali 6. Pelayanan Puskesmas 7. Perburuan / terjadi buuruh kontrak 8. Anggaran belanja / APBD yang tidak propoor budget 9. Pendidikan yang masih mahal

11

27 Januari 2009

12 orang

12

16 Mei 2009

Badan pengurus, Kompip Boyolali dan Komunitas

14

8 Juni 2009

Karyawan PT Central Java Drinking Water (CJDW)

Evaluasi workshop

Advokasi Karyawan Pabrik OXY dengan FORABI

Mengkritisi hasil public hearing

BP , Kompip Boyolali, Komunitas Sumber : Dokumen Forabi

commit to user

103

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Dari tabel 3.6 diatas, menggambarkan diskusi yang ada dalam internal Badan Pekerja Forabi. Kebanyakan tema diskusi yang diangkat adalah mengenai permasalahan yang ada dimasyarakat. Sehingga

setelah

terserap

berbagai

masukan-masukanitu,

baru

dimuncalkan wacana ke public melalui kegiatan-kegiatan itu dengan mengajak Eksekutif atau Legislatif. Hal ini bertujuan agar gagasan dari masyarakat bisa didengar atau bisa menjadi acuan Pemerintah Daerah utnuk membuat kebijakan. Usaha-usaha ini juga diakui oleh Suwardi dalam pernyataannya berikut ini: “…Pernah forabi itu mengadakan sutu diskusi. Sepanjang yang saya ketahu, dari pemerintah kan juga diundang, lha disana di forum itu sebagian dari mereka ya usul-usul, memberi masukan…”(wawancara, 2/4/2010) Sedangkan Deni juga menyatakan bahwa dalam kegiatan-kegiatan itu Pemerintah dan Forabi akan mencatat setiap hasilnya. Sehingga bisa diartikan bahwa Pemerintah akan mendengar yang menjadi gagasan masyarakat, berikut kutipan wawancaranya; “…Biasanya dalam dialog-dialog semacam itu sudah ada usulanusulan yang dicatat baik Pemerintah maupun Forabi Sendiri. Meskipun akan ada skala prioritas, kedepannya mana yang lebih dipentingkan.”(wawancara, 15/3/2010).

D. Partisipasi FORABI Dalam Pembangunan di Kabupaten Boyolali Cita-cita otonomi adalah pemerataan pembangunan, sedangkan pembangunan harusnya

melibatkan masyarakat guna merujuk pada commit to user

104

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

pembangunan yang terarah dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat. mengambil bagian di dalam kegiatan-kegiatan dari usaha tersebut. Partisipasi merupakan proses dimana masyarakat turut serta mengambil bagian dalam pengambilan keputusan. Keikutsertaan publik membawa pengaruh positif, mereka akan bisa memahami atau mengerti berbagai permasalahan yang muncul serta memahami keputusan akhir yang akan diambil. Pada hakikatnya pelibatan masyarakat merupakan bagian dari proses perencanaan yang dimaksudkan untuk mengakomodasi kebutuhan, aspirasi, dan concern mereka. Tujuannya adalah untuk mengeliminir kemungkinan terjadi dampak negatif. Partisipasi masyarakat bukan hanya sebagai cara untuk meredam dan menghindari berbagai protes dikemudian hari, namun juga sebagai perencana untuk memperoleh input dari masyarakat tentang segala sesuatu yang menyangkut nasib mereka (Sudharto P. Hadi, 1995:93). Ada usaha dari Pemerintah untuk membuat ruang partispasi masyarakat dalam pembangunan daerah, namun permasalahannya pada kurangnya kesadaran dan partisipasi dalam hal ini masyarakat Boyolali secara umum. Disisi lain Suwardi, anggota komisi III DPRD Kabupaten Boyolali menyebutkan tentang alur penyerapan aspirasi melalui Musrenbang, “Yang saya sampaikan yang formal ya, artinya dalam penyusunannya. Jadi artinya pelaksanaan pemerintah dalam kurun waktu 1 tahun dalam bentuk APBD. Lha dalam rangka menyusun APBD itu dimulai adanya musyawarah tingkat dusun, kemudian musyawarah pembangunan tingkat desa, kemudian musrengbang tingkat kecamatan dan musrengbang tingkat kabupaten. Hasil dari itu nanti dikaji, dianalisis, kemudian kita juga melakukan suatu diskusi yang cukup bagus,mengundang dari bagian masyarakat. commit to user Artinya lembaga-lembaga yang ada dalam rangka untuk menyusun

105

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

KUAPPS menjadi pedoman APBD. Jadi dilibatkan dari tingkat RT, Desa, Kecamatan, maupun tingkat Kabupaten. Itu formal, jelas itu ada PERDA nya.” (wawancara, 2April 2010) Namun ada pula pernyataan ketidakpuasan terhadap proses Musrenbang seperti diungkapakan informan I, Eko BS mengenai partisipasi masyarakat Boyolali dalam pembangunan daerah ini, “Jika dilihat dari Musrenbang itu saya kira masih belum representatif, karena Musrenbang itu diawali dari tingkat RT, tapi kenyataanya itu tidak diawalai dari tingkat RT atau masyarakatmasyarakat misalnya petani, pedagang, dan sektor-sektor lain tidak diundang tahu-tahu itu sudah dilaksanakan di Desa lalu ke Kecamatan tanpa partisipasi aktif dari masyarakat atau keterlibatan aktif dari semua stake holder yang ada di masyarakat”. (wawancara,9 Maret 2010) Jika melihat dari petikan wawancara diatas, representasi dari kegiatan Musrenbang menurut Eko belumlah representatif. Menurutnya tidak semua bagian dari masyarakat itu bisa mengikuti Musrenbang, karena praktek di lapangan musrenbang tiba-tiba langsung muncul di tingkat Desa lalu ke Kecamatan dengan tidak banyak masyarakat yang tahu. Ini menunjukkan bahwa kebutuhan untuk berpartisipasi dari masyarakat itu belum terpenuhi. Masyarakat yang ingin menyalurkan aspirasi politik dalam membantu Pemerintah membuat suatu kebijakan belum bisa diadvokasikan. Di sisi lain Pemkab Boyolali tidak menyangkal kurang maksimalnya program Musrenbang, melalui Informan VI Seno Samudro mengatakan, “Jadi gini, kalau Musrenbang itu dijaring dari bawah, disini juga commit to user kecenderungan partisipasi masyarakat juga masih rendah biasanya 106

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

yang tampil itu adalah tokoh – tokoh dan diluar mereka juga diundang LSM-LSM yang cukup kritis. Sebetulnya prosesprosesnya sudah bagus, permasalahannya terkadang jika mereka mengusulkan anggaran itu, mohon maaf, tidak realistis mungkin juga karena tidak tahu ya. Kadang satu desa itu ada yang mengusulkan nilai pembangunan itu sampai diatas Rp 10 milyar, padahal anggaran hanya berapa puluh juta. Maka kedepan saya akan mengundang tokoh-tokoh masyarakat dan LSM untuk diberi penjelasan untuk diberi penserahan usul yang baik itu seperti apa, yaitu yang murwat (logis).red. Usulnya apa, berapa lalu dilihat berapa anggarannya yang Pemerintah mampu jangan sampai impiannya itu yang banyak tapi anggarannya tidak mencukupi. Bukannya menolak usulan, namun memang duitnya yang tidak ada. Idenya itu bagus, tapi kalau uangnya tidak ada bagaimana lagi. Lha maka dari itu diperlukan komunikasi dua arah bahwa sebaiknya tidak begitu . Nah nanti, Insya Allah akan saya perbaiki. Sering orang itu berlomba-lomba untuk mengajukan anggaran pembangunan, bahkan sampai empat atau lima kali tapi yang diajukan tentang itu-itu saja dan itu tidak akan disetujui, ini hanya faktor ketidak tahuan. Seperti itulah yang menurut saya itu sering muluk-muluk pengajuannya. Pertanyaan saya simpel, sebenarnya berapa anggaran untuk satu desa itu, taruhlah anggarannya Rp 300 juta maka buatlah program yang anggaranya sesuai dengan budget itu. Sementara yang mengusulkan itu puluhan milyar, ya sudah tidak ketemu. Bukan kita itu angel tapi memang duitnya yang ngga ada.” (wawancara, 27 Juli 2010) Menurut Seno proses Musrenbang sudah sesuai aturan, yaitu penjaringan mulai dari tingkat bawah. Jika dikoonfrontir antara pernyataan Eko (Informan I) dengan Seno Samudro (Informan VI) terdapat perbedaan yaitu, Eko menyatakan bahwa Musrenbanglah yang tidak representatif karena dianggap tidak menyerap aspirasi dari bawah. Namun, menurut Seno partisipasi masyarakatlah yang rendah sehingga yang diundang adalah LSM dan tokoh saja. Seno juga menyayangkan sikap masyarakat mengenai pengajuan anggaran untuk Pembangunan, menurutnya tidak ada kreatifitas dan cenderung mengajukan dana yang tidak logis. Sehingga gagasan-gagasan dari commitalasan to user masyarakat tidak terpenuhi, dengan kemampuan keuangan daerah.

107

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Sebagai bagian dari masyarakat yang memiliki keberpihakan pada masyarakat, Forabi memiliki peran penting untuk menjadi alternatif pada saat masyarakat Boyolali secara umum tidak peka terhadap problematika yang di hadapi di daerah mereka. Namun, tidaklah Forabi merupakan satu lembaga yang seakan-akan

adalah “satria”, menjadi bagian terdepan untuk

menyelesaikan semua masalah di Boyolali. Lebih dijelaskan lagi oleh Eko tentang Forabi yang merupakan sebuah Forum yang terbuka bagi seluruh elemen masyarakat untuk bisa berembug dan berdiskusi mencari jalan keluar untuk permasalahan di Boyolali. “Forabi, bukanlah suatu lembaga atau yayasan. Forabi adalah Forum, yang artinya terbuka bagi Organisasi,NGO’s, perseorangan, Tokoh masyarakat, atau Tokoh agama semua bisa masuk. Jadi Forabi merupakan sebuah Forum untuk membicarakan, mendiskusikan, dan memecahkan suatu masalah secara bersamasama yang akhirnya bermuara pada kepentingan Boyolali. Satu lagi bedanya, di dalam Forabi terdapat komunitas-komunitas atau kaukus. Masing –masing kaukus mendelegasikan seseorang untuk menjadi Badan Pekerja di Forabi.” (wawancara, 10 Maret 2010). Lebih ditekankan lagi oleh Sinam yang menyatakan letak Forabi di masyarakat Boyolali seperti dikutip dalam wawancara berikut, “Forabi hanya merepresentasikan secara kondisi. Untuk representasi sesungguhnya terletak pada DPRD yang dipilih rakyat melalui Pemilu untuk mewakili suaranya di Pemerintahan. Forabi bukan Forum representasi, namun ruang diskusi lintas pihak, iya. Kekuatan Forabi terletak pada Forum diskusi saja tidak lebih dari itu. Forabi adalah ruang untuk “obrolan rakyat” jika sudah tidak ada obrolan berarti Forabi sudah tidak ada. Forabi mencoba mengawal partisipasi melalui kaukus-kaukus yang ada, namun jika dikatakan merepresentasikan seluruh rakyat Boyolali itu belum, karena untuk mengukur keterwakilan rakyat itu harus ada perbandingan perwakilan, misalnya satu banding berapa orang. Pendekatan kami lebih pada issue base bukan community base, commit to user

108

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

karena memang kami tidak punya ukuran terhadap prinsip keterwakilan itu.”(wawancara, 9 Maret 2010) Dari kedua pernyataan “orang dalam” Forabi diatas, dapat dipahami bahwa letak Forabi bukanlah sebagai perwakilan masyarakat untuk mengekspresikan partisipasinya. Namun lebih tepatnya, Forabi merupakan sebuah ruang untuk masyarakat bersama-sama agar dapat berpatisipasi dalam kegiatan pembangunan daerah, sehingga nantinya bisa bersama Pemerintah menghasilkan produksi kebijakan yang partisipatif dan menitik beratkan pada kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini Forabi mencoba menggambarkan konsep dari civil society.

Seperti yang diungkapkan Gellner yang mendifinisikan civil

society sebagai masyarakat yang terdiri atas berbagai institusi non pemerintah yang otonom dan cukup kuat untuk dapat mengimbangi negara. Mengimbangi, artinya bahwa kelompok ini memiliki kemampuan untuk menghalangi dan membendung negara dalam mendominasi kehidupan masyarakat (Gellner dalam buku Adi Suryadi Culla, 2002). Forabi bukan kemudian menjelma menjadi sosok antagonis bagi Pemerintah yang senantiasa akan bisa menjatuhkannya, jelas tidak seperti itu juga. Seperti dijelaskan oleh Eko dan Sinam bahwa Forabi merupakan ruang

untuk

berdialog,

berdiskusi,dan

menyatukan

unsur-unsur

masyarakat agar memiliki kekuatan untuk membantu Pemerintah dalam menentukan suatu kebijakan atau arah Pembangunan dan juga untuk mengawasi kinerja Pemerintah beserta pelaksanaan kebijakan yang commit to user diambil. 109

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Dari Forabi telah muncul banyak ide-ide untuk kemajuan Boyolali menghadapi tantangan otonomi daerah. Memunculkan

ide tentang

Alokasi Dana Desa adalah salah satu usaha Forabi untuk membantu Pemerintah dalam permasalahan pemerataan pembangunan. Dengan ADD (Alokasi Dana Desa) pada tahun 2002 memungkinkan setiap desa di Boyolali memiliki peluang untuk mengembangkan daerahnya masingmasing. “...Dulu kita pernah ada inisiatif untuk ada masukan ke pemerintah tentang dana alokasi desa. Pelopor pertama adalah forabi sampai menjadi kebijakan menteri dalam negeri itu digagas bersama elemen- elemen yang ada di Forabi. Lalu ada forum ketahanan pangan itu juga hasil dari pemikiran forabi, sehingga terbentuk forum ketahanan pangan dan masih banyak keberhasilan dari forabi yang di golkan di Pemerintahan Boyolali.” (wawancara Eko, 10 Maret 2010) Ditambahkan oleh Sinam mengenai hal ini, “...Ada satu konsep Forabi yang menjadi issue nasional yaitu tentang DAD (Dana Alokasi Desa), Dimulai pada tahun 2003 yang dulu tidak ada dana untuk Desa namun setelah itu ada dana anggaran sebesaar 63 milyar rupiah. Kami menyebut ini sebagai suatu kemeneangan-kemenangan kecil, usaha itu memang kami rasa ada pengaruhnya artinya ada partisipasi yang ditampung dan diakomodir...” (Wawancara,9/3/2010) Awal pengusulan DAD (Dana Anggaran Daerah) yang sekarang diubah menjadi ADD (Alokasi Dana Desa) diinisiasi oleh Asosiasi Perangkat Desa se-Boyolali dengan menggalang petisi ke setiap Kecamatan untuk meng-goal-kan Kebijakan tentang DAD. Asosiasi Perangkat Desa yang sudah tergabung dalam Forabi mencoba memperkuat jaringan agar usulan mereka berhasil menjadi kebijakan adalah membawa commit to user

110

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

kedalam ruang Forum. Disana dibahas mengenai awal mula hingga tentang proses kedepannya Kebijakan mengenai DAD tersebut. Dalam kesempatan lain, Suwardi Anggota DPRD Boyolali juga membenarkan adanya usaha dari Forabi ini. Disebutkan bahwa pernah ada usulan dari Forabi yang dilegalkan menjadi undang-undang. Namun pelaksanaannya tidak semua permintaan atau usulan Forabi mengenai ADD itu dapat dipenuhi secara maksimal, menurutnya kemampuan keuangan daerah masih belum mampu memaksimalkan itu. “Gini, kalau itu saya terlibat. ADD itu mulai muncul tahun 2000an, sekitar 2001, 2002, 2003 itu. Itu memang saya menjadi salah satu pembicara dan saya ikut langsung Public Hearing. Jadi memang dari teman-teman forabi termasuk dulu itu yang motori saya. Memang sekarang menjadi, boleh saya katakan tradisi yang memang dilegalitas dengan adanya UU. Jadi kita mengacu pada dana penimbangan, cuma besaran yang diinginkan teman-teman forabi belum terpenuhi oleh kemampuan keuangan daerah. Sehingga ADD ini flutuaktif, pasang surut, seperti tahun ini surut dibandingkan tahun kemarin. Ya, jadi bentuk partisipasi dari forabi yang paling menonjol adalah ADD itu, dana alokasi desa.” Dalam dokumen Forabi mengenai DAD yang juga menjadi bahan pembicaraan dalam Jambore Forum Warga yang diadakan di Makasar, pada

tanggal

14-18

April

2008

(selengkapnya

lihat

lampiran)

menyebutkan tentang awal mula pengusulan kebijakan DAD (sekarang ADD) hingga perkembangannya sekarang. Usaha dalam mensukseskan kebijakan ini diawali dengan tuntutan Kaukus Desa pada Pemkab Boyolali sebagai berikut: commit to user

111

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

n Bagikan dan Jadikan Sisa Dana Tahun anggaran 2001 sejumlah: Rp. 14.733.449.450,92 merata keseluruh desa yang ada di Boyolali (263 desa) sebagai Dana Alokasi Desa. Yang dikelola dan diatur langsung oleh Pemerintahan Desa dan masyarakat desa dengan APB Desanya. n Ciptakan dan adakan di Boyolali Dana Alokasi Desa yang tercantum dan merupakan bagian dari struktur Anggaran di APBD Kabupaten sesuai tahun anggarannya dengan alokasi setiap 1 Tahun Anggaran. n Segera selesaikan persoalan asset-aset/ kekayaan desa yang dikuasai pemkab, pemerintah dan pihak diluar desa. Dan adanya pembagian secara proporsional dan adil antara Pemerintahan Desa dan Pemerintah Kabupaten atau pihak lain. (Disampaikan dalam dialog dengan pemkab boyolali 15 Mei 2002) Pergerakan semacam ini memiliki maksud dan tujuan sebagai berikut: n Desa sebagai pemilik otonomi asli berhak mendapatkan alokasi anggaran yang adil untuk menjalankan otonominya. n Desa sebagai basis pelayanan publik yang paling dasar sudah saatnya mendapatkan hak atas anggaran untuk membangun kemajuan rakyat desa. n Anggaran yang terpusat pada kabupaten akan semakin mengecilkan desa. commit to user

112

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Selain itu Forabi juga menginisiasi langkah bersama dengan komponen Pemerintahan seperti Eksekutif maupun Legislatif seperti, n Melakukan kajian tentang otonomi desa n Mulai tahun 2001 menginisiasi terbentuknya Forum Badan Perwakilan Desa se kabupaten Boyolali sehingga terbentuk FL BPD. n Menggalang kekuatan dengan beberapa elemen desa yakni n FLBPD (Forum Lintas Badan Perwakilan Des). n Parade (Paguyuban Kepala Desa). n PPD (Paguyuban Perangkat Desa) sekarang PAPERDES. n Kajian strategis antar elemen desa dan beberapa LSM tentang urgensi DAD (Dana Alokasi Desa) bagi pembangunan desa. n Pengembangan dialog dengan pihak eksekutif dan legislatif . n Membangun kontrak politik dengan 441 Calon DPRD Boyolali pada pemilu tahun 2004. n Membangun kontrak politik dengan Calon Bupati dan Wakil Bupati pada Pilkada tahun 2005. Dalam dokumen tersebut juga dikemukakan perkembangan DAD (sekarang ADD) mulai dari awal inisiasi hingga setelah diiplementasikan oleh Pemerintah,

commit to user

113

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

n Masa Inisiasi (Tahun 2002) DAD pada masa ini banyak dipengaruhi oleh inisiatif lokal yang direspon oleh bupati dan DPRD n Masa Setelah SEB Mendagri 140/640/SJ (Tahun 2003) Surat Edaran Mendagri ini sedikit mendorong kesadaran politisi daerah untuk mengalokasikan DAD namun dalam prosestanse yang masih kecil n Masa Setelah PP 72 Tahun 2005 Masa ini sudah mulai geliat dari pemkab dan DPRD namun masih sangat kecil dgn menggunakan standar minimal 10 % dari DAU non Gaji PNS. Melalui ini kita bisa melihat kekuatan pergerakan civil society di Boyolali untuk menyeimbangkan antara peran Pemerintah maupun masyarakat sehingga tidak ada dominasi dari salah satu pihak. Partisipasi Forabi yang merupakan bagian masyarakat dapat membantu Pemerintah dalam menentukan kebijakan yang lebih pro rakyat. Terbitnya Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Alokasi Dana Desa sehingga keluar implementasi Perda dengan adanya

Peraturan

Bupati Boyolali Nomor 3 Tahun 2009 tentang Petunjuk pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali, yang diatur dalam Peraturan Bupati tersebut adalah: a. Penetapan, komponen dan perhitungan ADD commit to user

114

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

- Besarnya ADD setiap Tahun Anggaran ditetapkan minimal 15% dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah. - Perhitungan ADD untuk masing-masing desa dilakukan dengan menggunakan asas Keadilan dan Pemerataan (sesuai rumus yang telah ditetapkan). - Komponen ADD yang diterimakan desa setiap tahun terdiri atas ADD Minimal (ADDM) sebesar 60% dari ADD dan ADD Proporsional (ADDP) sebesar 40% dari ADD. b. Penggunaan ADD - 30% dari ADD untuk operasional pemerintahan desa dan BPD. - 70% untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat dan pelaksanaan pembangunan digunakan antara lain sebagai berikut : ü Pemugaran perumahan keluarga miskin; ü Pemeliharaan/peningkatan prasarana irigasi, air bersih, jalan dan jembatan; ü Pehabilitasi balai desa /kantor desa; ü Peningkatan tertib administrasi desa; ü Peningkatan kegiatan kelembagaan kemasyarakatan; ü Peningkatan kualitas SDM aparatur pemerintah desa; ü Mendukung kegiatan musrenbangdes/musdes; ü Dalam hal bidang pembangunan infrastruktur diaolkasikan paling

banyak

3%

dari

jumlah

dana

kegiatan

yang

commit to user

115

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

dilaksanakan, untuk administrasi, honor, monitoring dan evaluasi. c. Institusi pengelola dan mekanisme pengelolaan ADD, Institusi pengelola ADD terdiri : ü Tim fasilitasi pengelolaan ADD Tingkat Kabupaten; ü Tim Fasilitasi pengelolaan ADD Tingkat Kecamatan; ü Tim pengelola ADD Tingkat Desa. Mekanisme penyaluran ADD diatur sebagai berikut : 1. Desa mengajukan permohonan penyaluran ADD kepada Camat dengan dilampiri : -

Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (LPPD) tahun sebelumnya;

-

Peraturan Desa tentang APBDesa yang sudah disahkan pada tahun berkenaan;

-

Daftar Rencana Kegiatan (DRK) penggunaan dana;

-

Fotocopy nomor rekening Pemerintah Desa;

-

Kuitansi penerimaan ADD yang ditanda tangani Kepala Desa rangkap 5;

-

Surat Pertanggungjawaban (SPJ) penggunaan ADD tahun sebelumnya untuk pengajuan ADD Tahap Pertama atau Surat Pertanggungjawaban (SPJ) penggunaan ADD Tahap Pertama untuk pengajuan ADD Tahap Kedua. commit to user

116

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

2. Permohonan penyaluran ADD diverifikasi kebenarannya secara administratif dan teknis oleh Tim Fasilitasi Pengelolaan ADD Tingkat Kecamatan. 3. Camat mengajukan permohonan penyaluran ADD secara kolektif kepada Bupati melalui Kepala Bagian Pemerintahan Desa dan Kelurahan Setda Kabupaten Boyolali dengan melampirkan semua persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. 4. Kepala Bagian Pemerintahan Desa dan Kelurahan Setda atas dasar pengajuan dari Camat mengajukan SPP kepada Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) dan selanjutnya menyalurkan ke rekening ADD desa masingmasing desa secara bertahap. d. Pertanggungjawaban, Pengendalian dan pengawasan ADD. e. Besaran Alokasi Dana Desa ADD Kab. Boyolali Tahun 2007 sebesar Rp. 17.301.885.789,ADD Kab. Boyolali Tahun 2008 sebesar Rp. 14.074.000.000,ADD Kab. Boyolali Tahun 2009 sebesar Rp. 10.144.647.450,Munculnya ide ataupun gagasan masyarakat yang terdelegasikan melalui Forabi, menunjukkan bahwa adanya usaha partisipasi masyarakat untuk memberikan masukan pada Pemerintah tentang kebijakan apa yang commit to user akan diambil. Diperlukan ruang-ruang publik agar ada sinergitas antara

117

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

keinginan masyarakat dengan kebijakan yang akan diambil Pemerintah. Kebijakan tentang Alokasi Dana Desa merupakan salah satu usulan dari sekian banyak gagasan yang mungkin mereka berikan pada Pemerintah Kabupaten Boyolali. Namun bukan hanya itu saja peran yang harus mereka jalani, sebagai bagian dari masyarakat Boyolali tentunya mereka harus memonitor dan memberi evaluasi dalam perjalanan setiap kebijakan yang diambil oleh Pemerintah

E. Matriks Temuan Untuk memudahkan memahami pembahasan pada Bab ini, telah dibuat semacam matriks temuan. Matriks ini berisi data dan fakta yang ada di lapangan selama penelitian, berikut matriks tersebut: Matriks .3.1.

Temuan di Lapangan Selama Penelitian

NO

1

2

TEMUAN DI LAPANGAN Forabi memberikan masukan tentang pemerataan pembangunan dengan mengusulkan program Alokasi Dana Desa pada tahun 2003 (dulu Dana Anggaran Desa) kepada Pemerintah Daerah Boyolali. Namun hingga saat ini sudah diundang-undangkan secara nasional, dan sudah diaplikasikan di berbagai Daerah di Indonesia. Keikutsertaan Forabi 1. Forabi sering dimintai masukan oleh dalam Pengambilan Pemerintah dan diharapkan membuat Kebijakan suatu rencana program untuk Kabupaten Boyolali. 2. Forabi bisa aktif berbicara dalam public hearing, commit to userbahkan bisa masuk ke komisikomisi. Pengaruh Forabi Sebagai Civil Society dalam Pembangunan Kabupaten Boyolali di Era Otonomi.

118

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

3. Masyarakat bersama Forabi ikut serta berperan dalam pengambilan keputusan Pemerintah Kabupaten Boyolali. 4. Ada usaha dari Pemerintah untuk membuka ruang partisipasi bagi masyarakat melalui public hearing sebelum ditetapkannya suatu kebijakan. 3

4

4

Mekanisme penyaluran aspirasi Forabi.

Pertama, Forabi menampung aspirasi dari masyarakat Boyolali dan selanjutnya di diskusikan dalam Forum. Kedua, Forabi menggali issue-issue yang berkembang di kota Boyolali, apa yang menjadi kepentingan publik Boyolali di dicarakan dalam Forum. Selanjutnya dari kedua cara itu menghasilkan semacam rekomendasi kepada Pemerintah untuk diadvokasikan dan diperjuangkan. Usaha Forabi membuka 1. Forabi membuat ruang partisipasi nonruang partisipasi formal, dikarenakan terbatasnya ruang partisipasi yang disediakan Pemerintah Daerah. Ruang partisipasi tersebut diwujudkan menjadi : 5. Obrolan 6. Diskusi Multipihak 7. Lokakarya 8. Seminar 2. Selain itu untuk membuka ruang partisipasi non-formal itu dilakukan juga melalui dunia internet, Forabi merilis setiap permasalahan dan aspirasi melalui situs wordpressnya di forabi.wordpress.com. Hasil dari Partisipasi Usulan,aspirasi, dan gagasan Forabi maupun masyarakat sendiri melalui partisipasi dalam pengambilan kebijakan Daerah didengarkan oleh Pemerintah Daerah, namun untuk dijadikan dasar suatu kebijakan itu masih belum. Partisipasi Forabi biasanya dijadikan pertimbangan atau bahan pembanding sebelum kebijakan itu di sahkan/ditetapkan. commit to user

119