Pdf - Ejournal PPS Unsyiah - Universitas Syiah Kuala

10 downloads 78 Views 171KB Size Report
and verses that regulate about gampong that not explicitly specify what is the legal basis ... Governmentof Regency/City to compose Qanun about the ' Gampong ...
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

8 Pages

ISSN 2302-0180 pp. 1- 9

LANDASAN YURIDIS PEMBENTUKAN GAMPONG DI KABUPATEN ACEH BARAT DAYA 1)

Jiwa Segara Burzal1, Husni2, Eddy Purnama2 Magister Ilmu Hukum Program PascasarjanaUniversitas Syiah Kuala Banda Aceh 2) Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Abstract: In the Act Number 11, 2006 regarding Aceh Governance, there are separate chapter and verses that regulate about gampong that not explicitly specify what is the legal basis used to form gampong. The purpose of this research to determine the appropriate legal basis as the basis for the establishment of gampong based the Act Number 11, 2006 regarding Aceh Governance and to specify the implications of the juridical basis for the establishment of gampong in Aceh Barat Daya District. Based on the problem object, there are 2 (two) types of research that used in this thesis, normative legal research and empirical legal research. Based ona system atic interpretation, the things are not regulated in the Act Number 11, 2006 regarding Aceh Governance connected with other legislation that related to the establishment of gampong orvillages which is called in the system of national legislation. The implications of the existence of preparation gampong was established by Decree ofthe Regent, was based on the difference of data on the number of village, confusion of the Population Information Administration System (SIAK) and Voter Data Information (SIDALIH), budget allocation for 20 (twenty) preparation gampong in 2012 based on audit by Financial Audit Agency (BPK) must be returned to the local treasury. It is recommended that the Aceh Government urges the Governmentof Regency/City to compose Qanun about the ‘Gampong Government’ in each District/City. The Government of Aceh Barat Daya District expected toreview the juridical basis for the establishment of preparation gampong-based on Regentsdecision. Keywords : Juridical Basis and Establishment of Gampong

Abstrak: Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh terdapat bab dan pasal tersendiri yang mengatur tentang Gampong yang tidak dengan tegas menentukan landasan yuridis apa yang digunakan untuk membentuk gampong. Tujuan penelitian ini untuk menentukan landasan yuridis yang tepat sebagai dasar pembentukan gampong berdasarkan UUPA dan menentukan implikasi dari landasan yuridis pembentukan gampong di Kabupaten Aceh Barat Daya. Berdasarkan objek masalah terdapat 2 (dua) jenis penelitian yang digunakan dalam tesis ini, penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Berdasarkan interpretasi sistematis, maka hal-hal yang tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dihubungkan dengan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan pembentukan gampong atau disebut pembentukan desa dalam sistem perundang-undangan nasional. Adapun implikasi keberadaan gampong persiapan yang dibentuk berdasarkan Keputusan Bupati adalah perbedaan data jumlah gampong, kerancuan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dan Sistem Informasi Data Pemilih (SIDALIH), alokasi anggaran untuk 20 (duapuluh) gampong persiapan pada tahun 2012 berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus dikembalikan ke kas daerah.Disarankan agar Pemerintah Aceh mendesak Pemerintah Kabupaten/Kota untuk menyusun Qanun tentang Pemerintahan Gampong di tiap Kabupaten/Kota. Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya diharapkan agar meninjau kembali landasan yuridis pembentukan gampong persiapan yang didasarkan pada Keputusan Bupati. Kata kunci : LandasanYuridis dan Pembentukan Gampong.

1-

Volume 2, No. 2, November 2013

Jurnal IlmuHukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala teritorial (Sanusi M. Syarif, 2010:10). Pasal 1 angka

PENDAHULUAN

Gampong merupakan kesatuan wilayah adat

20 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang

terkecil di Aceh yang terdiri dari beberapa jurong,

Pemerintahan

tumpok atau ujong (Sanusi M. Syarif, 2010:9).

“Gampong atau nama lain adalah kesatuan

Jurong merupakan sebutan untuk bagian-bagian

masyarakat hukum yang berada dibawah mukim

gampong yang satu sama lain dipisahkan oleh

dan dipimpin oleh Keuchik atau nama lain yang

jurong (lorong) (Sanusi M. Syarif, 2010:9). Istilah

berhak menyelenggarakan (Taqwaddin et. al,

tumpok digunakan untuk menyebutkan bagian

2009:42) urusan rumah tangga sendiri.

gampong

berupa

(UUPA),

menyebutkan

rumah-rumah

Ada pandangan yang berbeda berkaitan

penduduk membentuk sebuah koloni yang agak

dengan pengertian gampong. Pandangan pertama

terpisah dari kampung induk (Sanusi M. Syarif,

mengaitkan antara gampong sebagai teritorial

2010:9). Ujong merupakan sebutan untuk bagian

tertentu yang didiami oleh masyarakat hukum adat

gampong yang terletak disisi paling ujung dari

tertentu sedangkan pengertian lain yang dirumuskan

sebuah gampong (Sanusi M. Syarif, 2010:9).

dalam UUPA hanya menyebutkan gampong

Bahkan ada pula yang berpendapat bahwa

sebagai

gampong juga merupakan sebuah tumpok (Sanusi

mengaitkannya dengan masyarakat hukum adat

M. Syarif, 2010:9).

tertentu. Secara implisit (perhatikan paragraf ke-4

Dalam

kumpulan

Aceh

konsep

nasional,

gampong

kesatuan

masyarakat

hukum

tanpa

Penjelasan Umum UU Nomor 11 Tahun 2006

disetarakan dengan desa (Taqwaddin Husein et. al,

tentang

2011:101). Gampong atau meunasah menurut Ter

menyebutkan “Aspirasi yang dinamis masyarakat

Haar merupakan persekutuan hukum adat terkecil

Aceh bukan saja dalam kehidupan adat, budaya,

di Aceh yang memiliki kekayaan tersendiri

sosial, politik mengadopsi keistimewaan Aceh,

(Taqwaddin, 2011:21).

melainkan juga memberikan jaminan kepastian

Pemerintahan

Aceh

antara

lain

terdapat

hukum dalam segala urusan...”) dapat ditarik

beberapa penamaan atau sebutan lain. Diantaranya

sebuah hubungan bahwa pengertian gampong yang

sebutan gampong di kawasan Aceh pesisir, di Tanah

dirumuskan dalam UUPA tidak semata dilihat

Gayo disebut dengan kampung dan di Tanah Alas

sebagai kesatuan masyarakat hukum tetapi juga

disebut dengan kute (Sanusi M. Syarif, 2010:9).

didasarkan pada kehidupan adat (perhatikan Pasal

Menelusuri

konsep

gampong,

Dalam arti fisik gampong merupakan

98 ayat (3) huruf d UU Nomor 11 Tahun 2006

wilayah yang digunakan untuk tempat hunian atau

tentang Pemerintahan Aceh : “Lembaga adat

rumoh (rumah), blang (persawahan), lampoh atau

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),

seneubok (perkebunan), padang (tanah terbuka) dan

meliputi : …keuchik atau nama lain”. Dalam

gle, rimba (hutan) (Sanusi M. Syarif, 2010:9).

rumusan pasal ini, keuchik atau nama lain

Dalam

merupakan

dikategorikan sebagai lembaga adat) dan budaya

kesatuan masyarakat hukum adat yang bersifat

tertentu yang tumbuh dan ada dalam masyarakat

artian

hukum,

gampong

Volume 2, No. 2, November 2013

-2

Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala tersebut.

bersumber dan berdasar pada norma yang lebih

Wilayah dari sebuah gampong biasanya

tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber

bergantung kepada bentangan alam atau kondisi

dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi,

fisik

demikian

seterusnya

(Maria

topografinya (Sanusi M. Syarif, 2010:10). Batas

Soeprapto,

1982:8).

Sampai

antara gampong yang satu dan gampong lain,

regressus ini berhenti pada suatu norma yang

lazimnya ditandai oleh batas alamiah seperti sungai,

tertinggi yang disebut norma dasar (grundnorm)

batu besar atau pohon besar.

yang tidak dapat

dari

lingkungan

alam

setempat

atau

Farida pada

kita telusuri

Indrati akhirnya

lagi

siapa

pembentuknya atau darimana asalnya (Maria Farida KAJIAN KEPUSTAKAAN

Indrati Soeprapto, 1982:8).

Ketentuan Menurut teori Stufenbau des Recht, hukum (semua norma dari yang tertinggi sampai yang terendah) merupakan suatu kesatuan dalam susunan yang teratur (samenhangende eenheid), dimulai dari norma yang tertinggi, turun secara bertingkat-tingkat sampai ke norma yang paling rendah (Amiroeddin Syarif, 1997:13). Hukum itu adalah sah (valid) apabila dibuat oleh lembaga

atau

otoritas

yang

berwenang

membentuknya dan berdasarkan norma yang lebih tinggi sehingga dalam hal ini norma yang lebih rendah (inferior) dapat dibentuk oleh norma yang lebih tinggi (superior) (Maria Farida Indrati Soeprapto, 1982:9). Hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis membentuk suatu hierarki (Maria

Hans Nawiasky juga berpendapat bahwa selain norma itu berlapis-lapis dan berjenjangjenjang, norma hukum dari suatu negara itu juga berkelompok-kelompok.

Hans

Nawiasky

mengelompokkan norma-norma hukum dalam suatu negara menjadi empat kelompok besar yang terdiri atas : Kelompok I : Staatsfundamentalnorm (Norma Fundamental Negara) Kelompok II : Stastsgrundgesetz (Aturan Dasar/Pokok Negara) Kelompok III : FormellGesetz (Undang-undang Formal) Kelompok IV :

Verordnung & Autonome

Satzung (Aturan Pelaksana dan Aturan Otonom).

Farida Indrati Soeprapto, 1982:9). Aturan-aturan hukum atau norma-norma kesemuanya berhubungan pada sumber dan keabsahan aturan-aturan yang lebih tinggi (Otje Salman, H.R dan Anthon F. Susanto, 1995:89). Hubungan-hubungan ini membentuk kelas-kelas struktur piramid dan hirarkhi dengan aturan norma dasar di posisi puncaknya (Otje Salman, H.R dan Anthon F. Susanto, 1995:89). Norma itu berjenjangjenjang dan berlapis-lapis dalam suatu susunan hierarkis, dimana norma yang dibawah berlaku, 3-

Volume 2, No. 2, November 2013

Kelompok-kelompok

norma

hokum

tersebut hamper selalu ada dalam tata susunan norma

hokum

mempunyai

setiap

istilah

Negara yang

ataupunjumlahnormahukum

walaupun

berbeda-beda yang

berbeda

dalam tiap kelompoknya (Maria Farida Indrati Soeprapto, 1982:27). Kewenangan

untuk

mengatur

atau

membuat aturan (regeling) pada dasarnya

Jurnal IlmuHukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala merupakan

domain

kewenangan

lembaga

legislatif yang berdasarkan prinsip kedaulatan

peraturan daerah itu mirip dengan undangundang.

merupakan kewenangan eksklusif para wakil rakyat sesuatu

yang berdaulat untuk menentukan peraturan

yang

mengikat

dan

membatasi kebebasan individu setiap warga Negara (Jimly Asshiddiqie, 2006: 11). Namun demikian, cabang-cabang kekuasaan lainnya dapat

pula

memiliki

kewenangan

untuk

mengatur atau menetapkan peraturan yang juga mengikat untuk umum apabila wakil rakyat sendiri telah memberikan persetujuannya dalam undang-undang (Jimly Asshiddiqie, 2006: 11). Oleh

karenanya

setelah

mendapatkan

pendelegasian kewenangan maka eksekutif dan

tentang

pemerintahan

daerah yang terdapat di negara-negara yang susunannya berbentuk Negara kesatuan disusun sedemikian rupa sehingga berfungsi sebagai pedoman yang bersifat konstitutif seperti undang-undang dasar bagi daerah provinsi itu masing-masing (Jimly Asshiddiqie, 2006: 92). Salah satu bentuk undang-undang atau statute yang dikenal dalam literature adalah local statute atau local wet, yaitu undang-undang yang bersifat local (Jimly Asshiddiqie, 2006:91). Berkaitan dengan pengertian local statute atau local wet, maka peraturan daerah juga dapat dilihat sebagai bentuk undang-undang yang bersifat

lokal.

Peraturan

peraturan-peraturan

yang

daerah dibuat

Berdasarkan objek masalah, terdapat 2 (dua) jenis penelitian yang digunakan dalam tesis ini. Objek masalah yang pertama yaitu landasan yuridis pembentukan gampong, yang akan dibahas adalah peraturan perundang-undangan

adalah oleh

pemerintah di daerah dalam melaksanakan otonomi daerah (Amiroeddin Syarif, 1997: 54). Dari segi isi maupun tata cara pembentukannya,

yang memuat

ketentuan tentang pembentukan gampong dan ketentuan

yang

seharusnya

dijadikan

dasar

membentuk gampong. Merujuk pada pembahasan tersebut maka jenis penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif (Bambang Sunggono, 2012: 41) atau penelitian hukum doktrinal. Pendekatan

judikatif juga dapat membuat peraturan. Undang-undang

METODE PENELITIAN

pendekatan

yang

digunakan

adalah,

perundang-undangan

(statute

approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani (Peter Mahmud Marzuki, 2008:93). Pendekatan lain yang digunakan

adalah,

pendekatan

konseptual

(conceptual approach) beranjak dari pandanganpandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang didalam ilmu hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2008:95). Objek masalah yang kedua yaitu implikasi dari landasan yuridis pembentukan gampong di Kabupaten Aceh Barat Daya, maka jenis penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris (Bambang Sunggono, 2012:41) atau penelitian hukum non doktrinal. Yaitu penelitian terhadap identifikasi hukum dan efektifitas hokum (Bambang Sunggono, 2012:41). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah, pendekatan yuridis empiris atau yuridis sosiologis, penelitian ini di samping Volume 2, No. 2, November 2013

-4

Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala menggunakan metode-metode ilmu pengetahuan

semua publikasi tentang hukum yang bukan

juga melihat kenyataan di lapangan (Ronny

merupakan dokumen-dokumen resmi (Ronny

Hanitijo Soemitro, 1990:36). Diantaranya yang

Hanitijo Soemitro, 1990:141).

ingin diketahui dari kenyataan dilapangan adalah sistem

admininistrasi

kependudukan

Bahan hukum sekunder yang menjadi sumber

dan

dalam penelitian ini, yaitu bahan yang memberikan

pengelolaan anggaran gampong di Kabupaten Aceh

penjelasan terhadap bahan hukum primer, yang

Barat Daya, terutama terhadap gampong yang

meliputi hasil-hasil karya ilmiah ahli hukum dan

dibentuk tidak dengan landasan yuridis berupa

hasil-hasil penelitian hukum, makalah-makalah

Qanun.

dalam seminar atau forum yang sejenis. Bahan

Sumber data yang dikumpulkan dalam

hukum tertier, yakni bahan-bahan yang memberi

penelitian ini dapat digolongkan menjadi dua,

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum

pertama data sekunder yaitu penelitian kepustakaan

primer dan sekunder, misalnya : kamus-kamus

(library research) dan data primer yaitu penelitian

(hukum), ensiklopedia, indeks kumulatif dan

lapangan

sebagainya.

(field

research).

Penelitian

ini

menggunakan metode yuridis normatif dan yuridis

Data primer adalah data yang diperoleh secara

empiris, maka teknik pengumpulan data yang tepat

langsung dari sumbernya yang dalam hal ini

untuk penelitian ini adalah penelitian kepustakaan

diperoleh

dan penelitian lapangan.

memperoleh informasi dengan mempertanyakan

melalui

wawancara,

yaitu

cara

Data sekunder yaitu data yang mendukung

langsung pada responden dan informan tentang

keterangan atau menunjang kelengkapan data

permasalahan yang dikaji yaitu landasan yuridis

primer, dengan mempelajari data sekunder yang

pembentukan gampong di Kabupaten Aceh Barat

merupakan

Daya. Responden dan informan dalam penelitian ini

bahan-bahan

pustaka,

peraturan,

ketentuan-ketentuan hukum yang berhubungan

adalah:

dengan permasalahan dan perihal yang diteliti.

1) Responden :

Penelitian

a) Sekretaris Daerah Kabupaten Aceh Barat Daya. b) Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Aceh Barat Daya. c) Sekretaris Komisi Independen Pemilihan Kabupaten Aceh Barat Daya. 2) Informan

kepustakaan

bertujuan

untuk

mengumpulkan data dan informasi yang tersedia, yang kemudian dijadikan pondasi dasar dan alat utama dalam penelitian tersebut. Sumber-sumber

penelitian

hukum

dibedakan menjadi sumber-sumber

dapat

penelitian

berupa bahan-bahan hukum primer dan bahanbahan hukum sekunder (Ronny Hanitijo Soemitro,

a) Keuchik (1 orang) b) Sekretaris Gampong (1 orang)

1990:141). Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas, sedangkan bahan hukum sekunder berupa 5-

Volume 2, No. 2, November 2013

HASIL PENELITIAN

Pembentukan

Gampong

Persiapan

yang

didasarkan pada Keputusan Bupati berdasarkan

Jurnal IlmuHukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala konsep stufenbau dapat dikatakan tidak tersusun

Demikian pula halnya dengan lembaga yang

secara hirarki. Logika stufenbau ini juga dapat

membentuknya, pembentukan norma dilakukan

digunakan untuk mengecek suatu aturan legal atau

oleh lembaga yang berwenang membentuknya.

tidak legal. Norma hukum yang lebih rendah

Norma yang lebih tinggi paling tidak harus

merujuk dan tidak bertentangan dengan norma

menentukan organ yang akan membuat norma yang

hukum yang lebih tinggi. Secara hirarki dapat

lebih rendah. Pasal 5 huruf j Peraturan Menteri

dikatakan bahwa ketentuan tentang pembentukan

Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 tentang

gampong dan desa tersusun atas Undang-Undang

Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Desa

Dasar Negara Republik Indonesia, Undang-Undang

dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

menentukan : “Rancangan Peraturan Daerah

Daerah dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun

tentang Pembentukan Desa yang telah disetujui

2006 tentang Pemerintahan Aceh (setara), Peraturan

bersama

Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa,

disampaikan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun

Bupati/Walikota

2006

Penghapusan,

Peraturan Daerah”. Rumusan pasal ini secara jelas

Penggabungan Desa dan Perubahan Status Desa

menentukan bahwa lembaga yang berwenang

Menjadi Kelurahan, dan Qanun Kabupaten Aceh

melakukan pembentukan gampong atau desa

Barat Daya Nomor 9 Tahun 2012 tentang

adalah Bupati/Walikota sebagai cabang kekuasaan

Pemerintahan Gampong.

eksekutif dan DPRD sebagai cabang kekuasaan

tentang

Pembentukan,

oleh

DPRD

oleh

dan

Pimpinan untuk

Bupati/Walikota DPRD

ditetapkan

kepada menjadi

Suatu norma dikatakan valid dan mengikat

legislatif. Tidak diatur pengecualian lain dalam

apabila telah memenuhi persyaratan dibuat dalam

rumusan ini yang menentukan bahwa dalam

bentuk tertentu dan lahir dengan prosedur dan

keadaan tertentu Bupati/Walikota saja tanpa DPRD

aturan tertentu. Berdasarkan struktur norma

berwenang

pembentukan norma yang tidak ditentukan sama

gampong.

untuk

melakukan

pembentukan

sekali oleh norma lain tidak dapat menjadi bagian

Sumber dari kewenangan untuk membentuk

dari tata hukum. Hampir serupa dengan teori

peraturan perundang-undangan adalah atribusi

stufenbau, validitas Keputusan Bupati Aceh Barat

kewenangan

Daya dalam teori struktur norma dipertanyakan

wetgevingsbevoegdheid)

keberadaannya. Merujuk pada norma-norma lain

kewenangan membentuk peraturan perundang-

yang mengatur pembentukan gampong atau desa

undangan yang diberikan oleh grondwet (undang-

secara terstruktur, tidak ditemukan sama sekali

undang dasar) atau wet (undang-undang) kepada

peraturan yang menyatakan bahwa pembentukan

suatu lembaga negara/pemerintah. Kewenangan

gampong atau desa dapat didasarkan pada

tersebut

Keputusan

dilaksanakan atas inisiatif sendiri apabila diperlukan

Kepala

Bupati/Walikota.

Daerah

atau

Keputusan

melekat

(attributie

van

yaitu

pemberian

terus menerus

dan dapat

sesuai dengan batasan yang yang telah ditentukan. Volume 2, No. 2, November 2013

-6

Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Kewenangan yang diperoleh ini bersifat asli yang berasal

dari

peraturan

Keputusan Bupati.

perundang-undangan.

Apabila Keputusan Bupati Aceh Barat Daya

Berbeda dengan atribusi kewenangan, delegasi

yang

kewenangan

digunakan

sebagai

landasan

yuridis

(delegatie

van

pembentukan gampong dimaksud sebagai suatu

adalah

pelimpahan

penetapan (beschikking) atau keputusan tata usaha

kewenangan membentuk peraturan perundang-

negara maka unsur-unsur dari penetapan harus

undangan

peraturan

terlebih dahulu terpenuhi yaitu bersifat sepihak dan

perundang-undangan yang lebih tinggi kepada

menimbulkan akibat hukum yang konkret dan

peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.

ditujukan kepada orang tertentu. Pada kenyataannya,

Pada delegasi kewenangan tidak ada pemberian

Keputusan Bupati Aceh Barat Daya yang

kewenangan melainkan hanya diwakilkan dan

digunakan sebagai landasan yuridis pembentukan

bersifat sementara, oleh karenanya hanya dapat

gampong tidak ditujukan kepada orang tertentu

dilaksanakan selama pelimpahan tersebut masih ada.

namun ditujukan untuk membentuk lembaga sosial

Pemahaman tentang atribusi dan delegasi dapat

tertentu yaitu gampong.

wetgevingsbevoegdheid)

yang

dilakukan

oleh

digunakan untuk memeriksa apakah suatu badan

Keputusan Bupati Aceh Barat Daya yang

tersebut berwenang atau tidak dalam melakukan

digunakan sebagai landasan yuridis pembentukan

perbuatan publik.

gampong juga tidak tepat apabila dimaksud sebagai

Berdasarkan rumusan Pasal 5 Peraturan

pengaturan (regeling) dikarenakan Keputusan

Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006

Bupati tersebut tidak berisi hal-hal yang bersifat

tentang

Penghapusan,

pengaturan. Pengaturan (regeling) dalam pengertian

Penggabungan Desa dan Perubahan Status Desa

ini dimaksudkan sebagai keputusan dari badan atau

Menjadi Kelurahan pada prinsipnya menentukan

pejabat tata usaha negara yang merupakan

bahwa gampong dibentuk dengan berlandaskan

pengaturan yang bersifat umum (besluit van

pada Peraturan Daerah yang disetujui bersama antar

algemene strekking) sehingga dapat digolongkan

Bupati/Walikota

sebagai peraturan perundang-undangan (algemene

Pembentukan,

dan

DPRD

tanpa

memuat

alternatif pengecualian sehingga Keputusan Bupati

verbindende voorschriften).

Aceh Barat Daya yang digunakan sebagai dasar dalam pembentukan gampong persiapan tidak

KESIMPULAN DAN SARAN

memiliki dasar

Kesimpulan

kewenangan baik atribusi

kewenangan

(attributie

wetgevingsbevoegdheid)

maupun

van delegasi

1. Terjadinya berkaitan

suatu

undang-undang

dan

berhubungan

selalu dengan

van

peraturan perundang-undangan lain, dan

wetgevingsbevoegdheid) sehingga dapat dikatakan

tidak ada undang-undang yang berdiri

bahwa Bupati Aceh Barat Daya tidak berwenang

sendiri lepas sama sekali dari keseluruhan

membentuk

perundang-undangan. Demikian pula halnya

kewenangan

7-

(delegatie

gampong

persiapan

berdasarkan

Volume 2, No. 2, November 2013

Jurnal IlmuHukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala tentang pembentukan gampong sebagaimana

oleh Sekretariat Daerah Kabupaten Aceh

terdapat dalam Undang-Undang Nomor 11

Barat Daya, jumlah gampong adalah 152

Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh,

(seratus

berkaitan

jumlah gampong ini setelah ditelusuri,

dengan

peraturan

perundang-

limapuluh

dua).

undang lainnya yang mengatur tentang desa.

disebabkan

Setiap undang-undang merupakan bagian

keberadaan gampong persiapan dalam

dari

Kabupaten

keseluruhan

sistem

perundang-

undangan.

karena

Perbedaan

Aceh

Pemerintah

2. Adapun implikasi keberadaan gampong persiapan

yang

dibentuk

berdasarkan

tidak

Barat

diakuinya

Daya

Provinsi

oleh

Aceh

dan

Kementerian Dalam Negeri. b. Kerancuan

Sistem

Informasi

Keputusan Bupati adalah sebagai berikut :

Administrasi Kependudukan (SIAK) dan

a. Perbedaan Data Jumlah Gampong.

Sistem

Informasi

Data

Pemilih

Berdasarkan data jumlah gampong yang

(SIDALIH).

diterbitkan

Aceh

Seperti halnya SIAK, SIDALIH adalah

berdasarkan Keputusan Gubernur Aceh

system informasi yang berbasis pada data

Nomor 140/738/2013 tentang Penetapan

jumlah gampong. Data SIAK bisa di

Nama

tambahkan

oleh

dan

Gubernur

Nomor

Kode

Wilayah

langsung

datanya

Mukim, dan Gampong di Aceh Tahun

gampong tersebut telah memiliki dasar

2012, jumlah gampong di Kabupaten

hokum

Aceh Barat Daya adalah 132 (seratus

misalnya.

tigapuluh dua). Data yang diterbitkan

(lampiran VI), jumlah gampong di

oleh

Kabupaten Aceh Barat Daya adalah 151

Dalam

Negeri

kebutuhan

system

Administrasi Pemerintahan Kecamatan,

Kementerian

sesuai

pada

pembentukan,

sepanjang

seperti

Berdasarkan

data

SK SIAK

berdasarkan Peraturan Menteri Dalam

gampong.

Negeri Nomor 18 Tahun 2013 tentang

Berbeda dengan SIDALIH, dalam sistem

Kode dan Data Wilayah Administrasi

data

Pemerintahan,

di

Pemilihan Umum (KPU) ini, yang diakui

Kabupaten Aceh Barat Daya adalah 132

sebagai gampong adalah gampong yang

(seratus tigapuluh dua). Berdasarkan

telah ada atau gampong yang dibentuk

Database

berdasarkan qanun. Sementara untuk

jumlah

Kependudukan

gampong

2012

yang

yang

digunakan

persiapan,

oleh

Komisi

diterbitkan oleh Dinas Kependudukan

gampong

dan Catatan Sipil Kabupaten Aceh Barat

masukkan

Daya, jumlah gampong adalah 151

Berdasarkan

(seratus limapuluh satu). Berdasarkan

gampong di Kabupaten Aceh Barat Daya

data jumlah gampong yang diterbitkan

adalah 132.

ke data

input

gampong

data

di

induknya.

SIDALIH,

Volume 2, No. 2, November 2013

jumlah

-8

Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala c. Alokasi

Anggaran

untuk

Gampong

Persiapan. Berdasarkan

menyusun Qanun tentang Pemerintahan Gampong di tiap Kabupaten/Kota.

Peraturan

Bupati

Aceh

2. Pemerintah

Kabupaten

Aceh

Barat

Barat Daya Nomor 23 Tahun 2012

Dayadiharapkan agar meninjau kembali

tentang Perubahan atas Peraturan Bupati

landasan yuridis pembentukan gampong

Aceh Barat Daya Nomor 7 Tahun 2012

persiapan yang didasarkan pada Keputusan

tentang Pedoman Pengelolaan Anggaran

Bupati mengingat bahwa landasan yuridis

Program Pembangunan Gampong (PPG)

yang digunakan tersebut tidak sesuai dengan

Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2012

ketentuan perundang-undangan yang berlaku

Pasal 7 ayat (2) disebutkan : “Dana PPG

dan telah menimbulkan kerancuan dalam

untuk Gampong Definitif sebesar Rp.

sistem pemerintahan di Kabupaten Aceh

68.600.000,- (enam puluh delapan juta

Barat Daya.

enam ratus ribu rupiah)”. Selanjutnya pada ayat (3) disebutkan : “Dana PPG untuk Gampong Persiapan sebesar Rp. 43.600.000,- (empat puluh tiga juta enam ratus ribu rupiah).

Alokasi anggaran

untuk 20 (duapuluh) gampong persiapan pada tahun 2012 berdasarkan audit Badan Pemeriksa

Keuangan

(BPK)

harus

dikembalikan ke kas daerah, diantaranya disebabkan pembentukan 20 gampong persiapan tersebut belum terigistrasi di Kementerian Dalam Negeri. Untuk itu Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya telah meminta kajian BPK terhadap keberadaan

gampong

persiapan

di

Kabupaten Aceh Barat Daya

Saran 1. Untuk menjamin keselarasan dan kesesuaian landasan yuridis yang akan digunakan sebagai dasar pembentukan gampong maka disarankan agar Pemerintah Aceh mendesak Pemerintah 9-

Kabupaten/Kota

untuk

Volume 2, No. 2, November 2013

DAFTAR KEPUSTAKAAN Amiroeddin, S., 1997. Perundang-undangan : Dasar, Jenis dan Teknik Membuatnya. Jakarta: Rineka Cipta. Bambang, S., 2012. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Rajawali. JimlyAsshiddiqie, 2006. Perihal Undang- Undang, Sekjen & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta. Maria, F., 1998. Ilmu Perundang-undangan Dasardasar dan Pembentukannya. Jakarta: Kanisius. Otj, H.R dan Anthon F., 1995. Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali. Bandung: RefikaAditama. Peter, M., 2008. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana. Ronny, H.S., 1990. Metode Penelitian Hukum dan Juru Metri. Jakarta: Ghalia Indonesia. Sanusi, M.S., 2010. Gampong dan Mukim di Aceh : Menuju Rekonstruksi Pasca Tsunami. Banda Aceh: Pustaka Rumpun Bambu. Taqwaddin, 2011. Aspek Hukum Kehutanan dan Masyarakat Hukum Adat di Indonesia. Yogyakarta: Intan Cendikia.