Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT.
Suzuki ... Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.
1
PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN DI PT. SUZUKI FINANCE INDONESIA (SFI) CABANG LHOKSEUMAWE
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
NAMA
: TALITA FILDZAH NADILAH
NIM
: 040200148
DEPARTEMEN : HUKUM PERDATA DAGANG
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
2
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas berkat, rahmat, kesehatan, kesempatan yang telah diberikan kepada Penulis, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Pada kesempatan ini Penulis menyusun skripsi dengan judul : PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN DI PT. SUZUKI FINANCE INDONESIA CABANG LHOKSEUMAWE Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk melengkapi tugas Akhir untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa isi skripsi ini belum sepenuhnya sempurna, oleh karena itu penulis menerima segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca untuk penyempurnaan skripsi ini. Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan moril maupun materil, bimbingan petunjuk, saran-saran, nasehat yang sangat berharga bagi Penulis. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Runtung, Sitepu, S.H.M.hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2. Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S.,selaku Ketua Departemen Hukum Perdata sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I. 3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II. 4. Ibu Aflah, S.H., M.Hum, selaku Dosen Wali Penulis. Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
3
5. Bapak/Ibu Dosen beserta seluruh staf pegawai yang telah banyak memberikan bantuan dan masukan selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Hukum Unversitas Sumatera Utara. 6. Seluruh pegawai perpustakaan Fakultas hukum USU, pak man, pak min, kak juli, kak yuni. 7. Seluruh Staf dan Karyawan PT. SUZUKI Finance Indonesia Cabang Lhokseumawe yang telah banyak membantu. Khususnya kepada Bapak Dysi Julio Dyalim. 8. Ayahnda tercinta Edy Hariady, S.E., dan Ibunda tersayang Meta Rulita yang telah banyak memberi semangat dan masukan-masukan yang sangat berguna bagi penulis untuk menyelesaikan sekripsi ini dan adik-adik tersayang Ogi, Bela, Abi terima kasih atas semangat dan hiburannya. 9. Someone special Reza, terima kasih atas semangat, dukungan, masukan, yang sangat bermanfaat bagi penulis. 10. Sahabat-sahabat terbaik dan tercinta Fitruk, bu`kost, desbeq, tyas, putri, noey, kubo, ulfeh, eka, dini, suthe, zaqi, topik, ilmi, novan, yowa, heri, surya, terima kasih atas semangat, dukungan dan ilmunya. Dan seluruh teman Stb.`04, adik-adeik stb`05,`06 lainnya yang tidak dapat disebut satu per satu.
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
4
11. Buat senioren dan alumni HMI Komisariat FH-USU terima kasih atas semangat dan dukungannya.
Medan, Mei 2008
Talita Fildzah Nadilah
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
5
DAFTAR ISI PRAKATA …………………………………………………………..……….. i DAFTAR ISI …………………………………………………………………. iv ABSTRAK …………………………………………………………….…..….. vi
BAB I
: PENDAHULUAN ………………………………………...……... 1 A. Latar Belakang ………………………………………………… 3 B. Permasalahan ………………………………………….………. 5 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ………………….……………... 6 D. Keaslian Penulisan ………………………………………….…. 7 E. Tinjauan Kepustakaan …………………………………………. 7 F. Metode Penulisan ……………………………………………… 11 G. Sistematika Penulisan …………………………………………. 13
BAB II :
TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN DAN PEMBIAYAAN KONSUMEN ………………………… 16 A. Tinjauan Umum Terhadap Perjanjian ………………………… 18 1. Pengertian Perjanjian ………………………………………… 18 2. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian ……………………….……. 22 3. Asas-asas Dalam Perjanjian …………………………….….... 31 4. Berakhirnya Perjanjian ………………………………………. 36 B. Tinjauan Umum Terhadap Pembiayaan Konsumen ………….. 42 1. Pengertian Pembiayaan Konsumen ………………………... 42
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
6
2. Jenis-Jenis Perusahaan Pembiayaan Konsumen ………….… 48 3. Para Pihak Dalam Pembiayaan konsumen ………………….… 51 4. Manfaat Pembiayaan Konsumen Bagi Para Pihak ……..….... 53 5. Perkembangan Pembiayaan Konsumen …………………..… 57 BAB III : GAMBARAN KHUSUS PT. SUZUKI FINANCE INDONESIA CABANG LHOKSEUMAWE ……….…….…... 62 A. Sejarah Singkat Perusahaan ………………………………...… 62 B. Produk SUZUKI FINANCE ………………………………..… 62 C. Struktur Organisasi Perusahaan ……………………….……… 63
BAB IV : PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN DI PT. SUZUKI FINANCE INDONESIA (SFI) CABANG LHOKSEUMAWE ………………………..… 76 A. Prosedur Permohonan Pembiayaan Konsumen dan Hambatannya ………………………………………………..... 76 B. Pemberian Jaminan Oleh Debitur Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen ………………………………………. 85 C. Bentuk Wanprestasi dan Upaya Penyelesaiannya dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen …………………………… 89 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………….. 93 A. Kesimpulan ……………………………………….…………... 93 B. Saran …………………………………………….……………. 96 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 98 Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
7
ABSTRAK Skripsi ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yaitu pertama bagaimana prosedur permohonan pembiayaan konsumen di PT. SUZUKI Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, dan apa yang menjadi hambatan dalam prosedur permohonan pembiayaan tersebut, kedua bagaimana ketentuan mengenai pemberian jaminan oleh Debitur dalam perjanjian pembiayaan konsumen di PT. SUZUKI Finance Indonesia Cabang Lhokseumawe dan ketiga apa saja bentuk wanprestasi dalam perjanjian pembiayaan konsumen dan bagaimana akibat bagi para pihak dengan adanya wanprestasi yang terjadi dalam perjanjian pembiayaan konsumen. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif dengan mendapatkan data yang berhubungan dengan penelitian yang diperoleh dari berbagai sumber. Dalam pengumpulan data penulis mengadakan penelitian kepustakaan (Library Research) dan penelitian lapangan (Field Research). Penelitian dilakukan di PT. SUZUKI Finance Indonesia Cabang Lhokseumawe. Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi bahan hukum primer yaitu Kitab UndangUndang hukum Perdata (KUHPerdata), Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1988, tentang Lembaga Pembiayaan, UU Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku, bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus bahasa maupun kamus hukum. Dalam proses permohonan pembiayaan terdapat suatu permasalahan yang dapat menghambat jalannya proses tersebut, dimana hambatan tersebut ialah yang pertama calon debitur tidak bersedia memberikan berkas persyaratan, dimana untuk mendapatkan pembiayaan dari pihak perusahaan, maka calon debitur harus memenuhi persyaratan dan menyerahkan berkas persyaratan yang telah ditentukan oleh perusahaan guna keperluan arsip pihak perusahaan. Kedua calon debitur menolak untuk disurvey ke rumah atau ke perusahaannya oleh pihak kreditur guna keperluan pihak perusahaan untuk menganalisa kapasitas dari calon debitur apakah mampu untuk memenuhi kewajibannya atau tidak untuk membayar angsuran pembiayaan kepada perusahaan. Dalam perjanjian pembiayaan, PT. SFI Cabang Lhokseumawe mewajibkan Calon Debitur untuk memberikan hak kepemilikannya secara fidusia sebagai jaminan dalam perjanjian, yaitu Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) kepada perusahaan, baru akan menjadi milik debitur apabila angsuran atas pembiayaan telah dilunasi oleh debitur. Dalam setiap perjanjian adakalanya seorang debitur lalai dalam memenuhi kewajibannya, begitu juga dalam perjanjian pembiayaan di PT. SUZUKI Finance Indonesia Cabang Lhokseumawe. Adapun bentuk-bentuk wanprestasi dari debitur yang mengakibatkan dapat dieksekusi objek dari perjanjian pembiayaan tersebut yaitu debitur tidak memenuhi salah satu atau lebih dari kewajibannya. Upaya yang dilakukan oleh perusahaan adalah dengan memberikan surat peringatan, apabila surat peringatan tersebut tidak ditanggapi, dalam tiga tahap, maka kreditur berhak untuk menarik unit kendaraan yang menjadi objek perjanjian pembiayaan tersebut dengan fiat eksekusi dengan suatu penetapan pengadilan. Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
8
BAB I PENDAHULUAN Dalam perjalanan dan pergaulan setiap manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya, sehingga dalam kehidupannya manusia akan
selalu
melakukan
bermacam-macam
kegiatan
untuk
memenuhi
kebutuhannya tersebut. Di dalam melakukan kegiatan tersebut, masing-masing individu akan dihadapkan pada kebutuhan atau kepentingan yang berbeda-beda, yang mana dalam memenuhinya bisa dilakukan dengan jalan mengadakan hubungan dengan sesamanya. Dengan seiring berkembangnya manusia, dengan segala cara dan upaya manusia didalam kehidupan berusaha untuk mempermudah mendapatkan barang-barang kebutuhannya, berbagai upaya kemudahan yang diciptakan dengan cepat diserap dan diterapkan pula. Dalam salah satu upaya manusia sendiri adalah untuk menciptakan keteraturan dan keharmonisan di dalam meletakkan lalu lintas hukum terutama dalam melaksanakan perjanjian antar masyarakat. Di dalam suasana abad perdagangan dewasa ini, boleh dikatakan sebagian besar kekayaan umat manusia terdiri dari keuntungan yang dijanjikan oleh orang lain yang akan disediakan atau diserahkan. Perjanjian sebagaimana diatur di dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bersifat terbuka, dan sering juga disebut menganut asas kebebasan berkontrak yang mengandung arti bahwa setiap orang diperbolehkan membuat perjanjian apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang dan ketertiban umum. Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
9
Perjanjian semacam ini sering juga di sebut sebagai perjanjian tidak bernama. Hal tersebut dapat dilihat pada Pasal 1319 KUHPerdata yang menyatakan : “Semua perjanjian, baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturanperaturan umum, yang termuat dalam bab ini dan bab yang lalu”. Adapun yang di maksud dengan perjanjian tidak bernama di dalam pasal tersebut adalah perjanjian yang namanya tidak secara khusus disebut dalam KUHPerdata. Sedangkan yang di maksud ketentuan umum dalam pasal tersebut adalah ketentuan yang diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang berbunyi : Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian-perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kata sepakat kedua belah pihak, atau karena alasanalasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjianperjanjian itu harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perjanjian pembiayaan adalah perjanjian yang tidak ada diatur di dalam KUHPerdarta, tetapi hidup di dalam pergaulan masyarakat berdasarkan asas yang terkandung dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang mengandung asas kebebasan membuat perjanjian. Sejak dahulu walaupun belum ada suatu Peraturan Perundang-undangan yang mengatur, namun perjanjian pembiayaan telah dilakukan orang, karena disamping Buku III KUHPerdata sifatnya terbuka, juga karena perjanjian ini sangat membantu para pihak lebih-lebih bagi para ekonomi lemah, dalam hal yang bersangkutan hendak memiliki suatu barang. Jadi pada umumnya oleh undang-undang setiap orang diberi kebebasan untuk membuat perjanjian asal saja sesuai dengan undang-undang itu sendiri, Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
10
sehingga mereka akan tertarik kepada apa yang secara tegas dinyatakan dalam perjanjian itu (open system), dengan demikian keinginan para pihak yang paling dominan. A. Latar Belakang Dewasa ini banyak sekali jenis-jenis pembiayaan yang ditawarkan pihak lembaga keuangan pada masyarakat dan juga dunia usaha, salah satu jenis pembiayaan yang ditawarkan kepada masyrakat adalah pembiayaan konsumen. Hadirnya pembiayaan konsumen sehubungan dengan dikeluarkannya Paket Kebijaksanaan Bidang Pasar Modal dan lembaga Keuangan pada bulan Desember 1988, yang dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi dipandang perlu untuk memperluas sarana penyediaan dana yang dibutuhkan masyarakat, sehingga peranannya sebagai sumber dana pembangunan semakin meningkat. Dalam
memberikan
fasilitas
pembiayaan
konsumen,
perusahaan
pembiayaan konsumen membuat perjanjian pembiayaan konsumen, yang mengatur tentang penyediaan dana bagi pembelian barang-barang tertentu. Bentuk dari perjanjian pembiayaan konsumen biasanya dituangkan dalam perjanjian baku. Bentuk ini dipakai oleh karena adanya segi positif dari perjanjian baku, yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang menghendaki segala sesuatunya dilakukan secara praktis, cepat dan efisien, serta terencana, tanpa mengabaikan kepastian hukum. Perjanjian pembiayaan konsumen pada dasarnya adalah kewajiban untuk memenuhi suatu perikatan, di mana suatu perikatan dapat lahir dari suatu perjanjian atau undang-undang. Pembiayaan konsumen juga merupakan Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
11
perjanjian, maka dapat disimpulkan bahwa pembiayaan konsumen merupakan suatu perjanjian yang menghasilkan perikatan. Dalam perjanjian pembiayaan konsumen, pada dasarnya akan melahirkan suatu mekanisme, di mana pihak yang mampu ingin memperoleh keuntungan dari dana yang dimiliki dan pihak yang kurang mampu berhasrat untuk membeli barang dengan cara yang memungkinkan baginya. Oleh karena itu diperlukan suatu bentuk konkrit hubungan para pihak tersebut yang tertuang dalam perjanjian pembiayaan konsumen. Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa perjanjian pembiayaan konsumen muncul karena faktor perekonomian yang semakin sulit serta kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan taraf hidupnya. Dapat memperolehnya melalui fasilitas permbiayaan konsumen dari perusahaan pembiayaan konsumen. Akan tetapi untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan konsumen, bahwa pihak yang mendapatkan sejumlah dana atau pinjaman tersebut harus dapat melunasi kembali. Pembiayaan konsumen ini sangat membantu masyarakat didalam pemenuhan kebutuhan akan barang-barang konsumtifnya seperti sepeda motor, alat-alat elektronik, mobil, perabotan rumah tangga, dan lain-lain. Hanya saja dalam pemberian fasilitas pembiayaan tersebut, para pihak lembaga keuangan harus bertindak secara ekstra hati-hati. Di karenakan dari pembiayaan tersebut akan timbul sejumlah resiko yang cukup besar, apakah dana dan bunga dari kredit yang dipinjamkan dapat diterima kembali atau tidak.
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
12
Untuk memperkecil risiko kerugian di atas, maka diperlukan suatu peraturan atau prosedur yang tepat dan benar dalam pemberian pembiayaan konsumen. Prosedur pemberian kredit tidak tergantung pada sedikit atau banyaknya tahapan yang harus dilalui oleh calon debitur, tetapi yang menjadi perhatian adalah bahwa masing-masing tahapan yang ada telah benar-benar dilaksanakan dengan baik dan tepat. Dari uraian tersebut
di atas,
maka penulis
mengangkat
judul
“PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN DI PT. SUZUKI FINANCE INDONESIA (SFI) CABANG LHOKSEUMAWE”. B. Permasalahan Adapun yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah : 1. Bagaimana prosedur permohonan pembiayaan konsumen di PT. SUZUKI Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, dan apa yang menjadi hambatan dalam prosedur permohonan pembiayaan tersebut? 2. Bagaimana ketentuan mengenai pemberian jaminan oleh Debitur dalam perjanjian pembiayaan konsumen di PT. SUZUKI Finance Indonesia Cabang Lhokseumawe? 3. Apa saja bentuk wanprestasi dalam perjanjian pembiayaan Konsumen dan bagaimana akibat bagi para pihak dengan adanya wanprestasi yang terjadi dalam perjanjian pembiayaan konsumen?
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
13
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Penulisan skripsi ini, di samping bertujuan untuk melengkapi tugas akhir dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan bertujuan anatara lain : 1. Untuk mengetahui dan memahami prosedur permohonan pembiayaan konsumen di PT. SUZUKI Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, dan untuk dapat memberikan gambaran mengenai hambatan-hambatan yang terdapat dalam prosedur permohonan perjanjian pembiayaan. 2. Untuk mengetahui mengenai pemberian jaminan oleh debitur dalam perjanjian pembiayaan konsumen pada PT. SUZUKI Finance Indonesia Cabang Lhokseumawe. 3. Untuk memberikan penjelasan mengenai bentuk-bentuk wanprestasi dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen serta akibat dari wanprestasi dalam perjanjian pembiayaan konsumen. Suatu penulisan yang dibuat diharapkan dapat memberikan suatu manfaat, begitu juga yang diharapkan dari penulisan skripsi ini. Manfaat dari penulisan skrpsi ini yaitu : 1. Secara teorities, penulisan ini dapat dijadikan bahan kajian terhadap perkembangan hukum yang berkaitan dengan perjanjian pembiayaan konsumen. 2. Secara praktis, memberikan sumbangan pemikiran yuridis tentang perjanjian pembiayaan konsumen khususnya oleh PT. SUZUKI Finance Indonesia (SFI),
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
14
sehingga dapat membawa wawasan ilmiah baik secara khusus maupun secara umum berkenaan dengan penulisan ini. D. Keaslian Penulisan Bahwa penulisan skripsi ini di dasarkan pada ide, gagasan, maupun pemikiran penulis secara pribadi dimulai awal sampai akhir penyelesaiannya. Ide penulis di dasarkan dengan melihat perkembangan pembiayaan konsumen pada prakteknya. Karya tulis ini asli sebab tidak ada judul dan pembahasan yang sama. Dalam rangka penulisan skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. SUZUKI Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe” ini, maka selain membaca buku yang berhubungan dengan tulisan ini, penulis juga mengambil beberapa informasi dari berbagai media lain baik cetak maupun digital dan mempergunakan semua hal tersebut sebagai bahan dalam penulisan skripsi ini. E. Tinjauan Kepustakaan Seiring dengan perkembangan perekononomian dewasa ini, adanya lembaga pembiayaan yaitu pembiayaan konsumen, sangat membantu dalam penyediaan fasilitas pembiayaan konsumen dalam bentuk penyediaan dana bagi pembelian barang-barang tertentu. Dengan makin pesatnya lembaga pembiayaan konsumen ini, dimana dapat dilihat dalam praktek kehidupan sehari-hari, bahwa keberadaannya telah diterima oleh masyarakat dan juga merupakan hal yang menggambarkan kepada kita bahwa dengan hadirnya lembaga pembiayaan yaitu pembiayaan konsumen tersebut dapat meningkatkan pembangunan sektor ekonomi. Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
15
Bagi seseorang yang membutuhakan dana, tentunya dapat meminjam dana untuk keperluannya yang dalam hal ini khusus pembiayaan konsumen untuk sepeda motor SUZUKI, di mana untuk memperoleh penyediaan dana tersebut maka seseorang yang memerlukan dana sebagai pihak yang kekurangan dana, dapat mengadakan perjanjian dengan pihak yang mempunyai dana lebih, yaitu dalam hal ini perusahaan pembiayaan konsumen. Oleh sebab itu, agar dapat mengetahui pelaksanaan perjanjian tersebut dalam prakteknya, maka penulis mengangkat judul “Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. SUZUKI Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe”. Agar tidak menimbulkan salah penafsiran atas judul tersebut, maka penulis memberikan definisi : pertama, yang dimaksud perjanjian secara yuridis pengertian perjanjian yang terdapat dalam KUHPerdata, dapat dilihat dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang menyebutkan: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana suatu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Ada juga pengertian perjanjian menurut beberapa sarjana, yang petama menurut Wirjono Prodjodikoro, bahwa perjanjian yaitu “Suatu hubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu”. 1 Menurut R.M. Suryodiningrat, perjanjian ialah “Ikatan dalam bidang hukum harta benda (vermogens recht) antara dua orang atau lebih, di mana satu 1
Wirjono Prodjodikoro, Hukum PerdataTtentang Perjanjian-Perjanjian Tertentu, Sumur Bandung, Jakarta, 1981, Hal.11. Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
16
pihak
berhak
atas
melaksanakannya”.
sesuatu
dan
pihak
lainnya
berkewajiban
untuk
2
Menurut Kartini dan Gunawan Widjaja, perjanjian adalah “Memberikan kewajiban pada salah satu pihak dalam hubungan perikatan tersebut”. 3 Kemudian yang dimaksud dengan Pembiayaan Konsumen. Dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan, dikemukakan bahwa pembiayaan konsumen ini diselenggarakan oleh perusahaan pembiayaan konsumen. Hal ini dapat disimpulkan dari pasal 1 angka 6 yang menyatakan bahwa : “Perusahaan pembiayaaan Konsumen adalah suatu badan usaha yang melakukan pembiayaan pengadaan barang untuk kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran angsuran atau berkala”. Menurut Y.R.Soesilo, dkk, pembiayaan konsumen adalah : “Suatu pinjaman atau kredit yang diberikan oleh suatu perusahaan kepada debitur untuk pembelian barang dan jasa yang akan langsung dikonsumsi oleh konsumen, dan bukan untuk tujuan produksi ataupun distribusi”. 4 Menurut Ade Arthesa dan Edia Handiman, pembiayaan konsumen adalah “Kegiatan pembiayaan yang dilakukan oleh lembaga keuangan bagi konsumen dan di tujukan untuk pembelian barang-barang yang bersifat konsumtif dan bukan untuk keperluan produktif.” 5
2
Suryodiningrat, Azas-Azas Hukum Perikatan, Tarsito, Bandung, 1985, Hal.14. Kartini&Gunawan Widjaja, Perikatan Pada Umumnya, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, Hal.17. 4 Y.R.Soesilo, dkk, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Salemba Empat, Jakarta, 2000, Hal.149. 5 Ade Arthesa, MM dan Ir. Edia Handiman, Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank, PT. Indeks Kelompok Gramedia, Bandung, 2006, Hal.266. 3
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
17
Untuk menghindari terjadinya itikad buruk dari debitur, maka kreditur mewajibkan debitur memberikan jaminan dalam perjanjian. Dibutuhkannya jaminan dalam perjanjian pembiayaan adalah semata-mata untuk memberikan perlindungan kepada kreditur. Pada dasarnya istilah jaminan itu berasal dari kata jamin yang berarti tanggung, sehingga jaminan dapat diartikan sebagai tanggungan.secara yuridis mengenai jaminan diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Segala kebendaan si berutang (debitur), baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi jaminan suatu segala perikatan pribadi debitur tersebut.” Pengertian jaminan juga didapat dalam Pasal 2 ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit dikemukakan bahwa jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan perjanjian. Menurut Tan Kamello, “jaminan adalah menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum.” 6 Dalam perjanjian adakalanya debitur lalai dalam memenuhi prestasinya seperti yang sudah disepakati sebelumnya, secara yuridishal ini diatur dalam Pasal 1238 KUHPerdata yang menyatakan “Si berutang lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi
6
Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, PT. Alumni, Bandung, 2004, Hal.31. Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
18
perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”. Menurut Munir Fuady, “wanprestasi disebut juga dengan istilah cidera janji adalah tidak dilaksanakannya suatu prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang telah disepakati bersama, seperti yang tersebut dalam kontrak yang bersangkutan”. 7 Menurut Sanusi Bintang dan Dahlan, “wanprestasi (inkar janji) berarti tidak melaksanakan isi kontrak”.8 Menurut Kartini Muljadi&Gunawan Widjaja, “wanprestasi adalh suatu istilah yang menunjuk pada ketidakpastian prestasi oleh debitur”. 9 F. Metode Penelitian a. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan secara yuridis normatif dengan mendapatkan data yang berhubungan dengan penelitian yang diperoleh dari berbagai sumber. b. Lokasi Penelitian Penelitian
dilakukan
di
PT.
SUZUKI
Finance
Indonesia
Cabang
Lhokseumawe di Jalan Darussalam Nomor 32 C Lhokseumawe. c. Metode Pengumpulan data Dalam penulisan skripsi ini digunakan metode sebagai berikut : a. Library Research (Penelitian Kepustakaan)
7
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis(Menata Bisnis Modern di Era Global), PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2002, Hal.17 8 Sanusi Bintang&Dahlan, Pokok-pokok Hukum Ekonomi&Bisnis, Banda Aceh, 2000, PT. Citra Aditya Bhakti, Hal.20 9 Kartini Muljadi&Gunawan Widjaja, Op.cit, Hal.69-70 Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
19
Yakni melakukan penelitian dengan cara mecari data melalui berbagai sumber bacaan seperti buku, majalah, surat kabar, internet, pendapat sarjana dan bahan kuliah. b. Field Research (Penelitian Lapangan) Yakni dengan melakukan penelitian langsung ke lapangan dengan cara melakukan wawancara dengan Bapak Dysi Julio Dyalim sebagai Kepala Cabang. 4. Sumber Data Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi : 1. Bahan hukum primer, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1988, tentang Lembaga Pembiayaan, UU Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. 2. Bahan hukum sekunder , yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku, majalah, pendapat sarjana, dan bahan kuliah. 3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus bahasa maupun kamus hukum. 5. Analisis Data Analisa data yang dilakukan secara kualitatif yaitu apa yang diperoleh dari penelitian di lapangan secara tertulis dan lisan dipelajari secara utuh dan menyeluruh. Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
20
G. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini, dipaparkan sistematika penulisan dengan tujuan agar mempermudah pengertian dan pendalaman secara jelas. Adapun sistematika dalam penulisan skripsi ini dibagi dalam 5 (lima) bab dan dari bab-bab ini dibagi lagi atas beberapa sub bab guna memudahkan dalam penguraiannya. Secara lengkap bab-bab yang disajikan adalah sebagai berikut : BAB I
:
PENDAHULUAN Pada Bab ini diuraikan hal-hal yang bersifat umum dari tulisan ini, dimulai dari latar belakang mengapa penulis memilih judul yang di maksud, memaparkan apa yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini dan manfaat yang diperoleh dari penulisan tersebut. Pada bagian ini juga diuraikan apa yang menjadi permasalahan, keaslian penulisan, menguraikan mengenai tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan diakhiri dengan sistematika penulisan.
BAB II
:
TINJAUAN
UMUM
TERHADAP
PERJANJIAN
DAN
PEMBIAYAAN KONSUMEN Pada Bab ini diuraikan apa pengertian dari perjanjian, syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, asas-asas dalam perjanjian dan juga membahas mengenai berakhirnya suatu perjanjian. Selanjutnya pada bab ini juga diuraikan secara umum mengenai pembiayaan konsumen, yaitu pengertian pembiayaan konsumen, jenis-jenis perusahaan pembiayaan konsumen, para pihak dalam pembiayaan
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
21
konsumen, manfaat pembiayaan konsumen bagi para pihak, dan perkembangan pembiayaan konsumen. BAB III
:
GAMBARAN KHUSUS PT. SUZUKI FINANCE INDONESIA CABANG LHOKSEUMAWE Pada bab ini diuraikan secara khusus sejarah singkat dari perusahaan, produk dari SUZUKI FINANCE dan struktur organisasi perusahaan.
BAB IV
:
PELAKSANAAN
PERJANJIAN
PEMBIAYAAN
KONSUMEN DI PT. SUZUKI FINANCE INDONESIA (SFI) CABANG LHOKSEUMAWE Dalam bab ini maka akan dijawab apa yang menjadi permasalahan, yaitu dibahas mengenai prosedur permohonan pembiayaan konsumen
di
Lhokseumawe
PT.
SUZUKI
beserta
Finance
hambatannya
Indonesia
dalam
Cabang
pelaksanaannya,
pemberian jaminan oleh debitur dalam perjanjian pembiayaan, juga membahas mengenai bentuk-bentuk wanprestasi dalam perjanjian pembiayaan dan akibat dari wanprestasi bagi para pihak dalam perjanjian pembiayaan tersebut.
BAB V
:
KESIMPULAN DAN SARAN Dalam
bab
pembahasannya
ini
dirangkum
dari
bab-bab
analisa
permasalahan
terdahulu
dan
dan
kemudian
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
22
menyimpulkan isi dari uraian-uraian tersebut, serta mengemukakan sejumlah saran sehubungan dengan topik skripsi ini.
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
23
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN DAN PEMBIAYAAN KONSUMEN
Dalam Buku III KUHPerdata diatur mengenai hukum perjanjian. Hukum perjanjian ini dalam masyarakat umum sangat besar manfaatnya, seiring dengan karakteristik masyarakat itu sendiri dalam korelasinya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup, menggunakan berbagai macam cara, secara historis dulunya berawal dengan memakai sistem barter, di mana barang ditukar dengan barang milik orang lain. Dalam perkembangannya sistem barter ini makin lama semakin ditinggalkan oleh masyarakat. Masyarakat mempunyai pilihan dengan memilih cara-cara yang lebih praktis, misalnya dengan menggunakan alat tukar uang. Perkembangan ini erat sekali kaitannya dengan kemajuan berfikir masyarakat. Masyarakat mempunyai banyak kepentingan yang semuanya dapat dipenuhi melalui perjanjian. Tanpa disadari dalam kehidupan sehari-hari manusia sering melakukan perjanjian. Misalnya pada saat mereka membeli suatu barang, atau membayar suatu jasa seperti manjahit pakaian kepada seorang penjahit, mereka sebenarnya melakukan suatu perjanjian. Suatu perjanjian adalah semata-mata untuk suatu persetujuan yang diakui oleh hukum. Persetujuan ini merupakan kepentingan yang pokok di dalam dunia usaha dan menjadi dasar bagi kebanyakan transaksi dagang, seperti jual beli Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
24
barang, tanah, pembelian kredit, asuransi, pengangkutan barang, pembentukan organisasi usaha dan sebegitu jauhnya menyangkut tenaga kerja. 10 Pada umumnya perjanjian tidak terikat pada suatu bentuk tertentu, dapat dibuat secara lisan dan andai kata dibuat tertulis, maka perjanjian ini bersifat sebagai alat pembuktian apabila terjadi perselisihan, Mariam Darus Badrulzaman, menyatakan: Untuk beberapa perjanjian undang-undang menentukan bentuk tertentu, apabila bentuk itu tidak dituruti, perjanjian itu tidak sah, dengan demikian, bentuk tertulis tidaklah semata-mata hanya merupakan alat pembuktian saja, tetapi merupakan syarat adanya (bestaanwaarde) perjanjian, misalnya perjanjian mendirikan Perseroan Terbatas dengan akta notaris (Pasal 38 KUHDagang). 11 Perjanjian merupakan salah satu kerangka dalam hukum perdata, di kalangan para pakar menimbulkan berbagai pandangan ada yang menyebutkan dengan hukum perjanjian, hukum persetujuan, hukum perikatan,
dan hukum
perutangan. Hukum perjanjian tidak diatur secara mutlak, melainkan dapat disesuaikan dengan suara hati masing-masing para pihak, mereka dapat mengadakan ketentuan-ketentuan sendiri, mungkin menyimpang dari ketentuan hukum perjanjian, mungkin juga melengkapi, menambah atau mengurangi dan sebagainya. Fakta ini menunjukkan bahwa hukum perjanjian dalam KUHPerdata bersifat openbaar system atau juga disebut menganut sistem terbuka.
10 11
Abdul Khadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, Hal.93. Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994, Hal.14.
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
25
A.
Tinjauan Umum Terhadap Perjanjian
1.
Pengertian perjanjian Istilah-istilah tidak ditemui suatu keseragaman, sehingga otomatis tidak
dijumpai juga keseragaman dalam definisi perjanjian. Hal ini menyebabkan belum ada kesepakatan mengenai rumusan yang tetap dan tepat tentang perjanjian itu sendiri. Secara yuridis pengertian perjanjian yang terdapat dalam KUHPerdata, dapat dilihat dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang menyebutkan: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana suatu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Bila dianalisa lebih dalam, tampak bahwa rumusan tersebut tidaklah lengkap dan terlalu luas. Hal ini dikemukakan oleh Mariam Darus Badrulzaman, yaitu: Rumusan itu dikatakan tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja, dikatakan terlalu luas dapat mencakup hal-hal janji kawin, yaitu perbuatan di dalam hukum keluarga yang menimbulkan perjanjian juga. Namun istimewa sifatnya karena dikuasai oleh ketentuan-ketentuan tersendiri. Sehingga Buku III KUHPerdata secara langsung tidak berlaku juga mencakup perbuatan melawan hukum ini tidak ada unsur persetujuan. 12 Berbicara mengenai perjanjian, maka tidak terlepas dari perikatan. Sebelum lebih lanjut membicarakan tentang pengertian perikatan, Subekti, memberikan rumusan perikatan sebagai berikut: “Perikatan adalah hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lain yang berkewajiban memenuhi tuntutan”. 13
12
Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit, Hal.18 R..Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cetakan XXIX, PT.Internusa, Jakarta, 2001, Hal.122. 13
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
26
Dari rumusan itu dapat diketahui ada dua orang atau dua pihak dalam suatu perikatan, yaitu pihak yang berhak dan pihak yang berkewajiban. Pihak yang berhak untuk menuntut dinamakan pihak berpiutang atau pihak kreditur, sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak debitur. Hubungan ini disebut dengan perhubungan hukum yang berarti hak dari kreditur tidak dipenuhi oleh debitur, maka kreditur dapat menuntut debitur di muka hakim. Dengan kata lain bahwa perikatan adalah suatu perhubungan prestasi, prestasi adalah suatu hal tertentu yang patut dipenuhi yang menurut undang-undang (Pasal 1234 KUHPerdata) dapat berupa : a) Menyerahkan suatu barang; b) Melakukan suatu perbuatan; c) Tidak melakukan suatu perbuatan. Menurut Pasal 1233 KUHPerdata, sumber-sumber hukum perikatan adalah perjanjian dan undang-undang. Sesuai dengan tulisan ini yang ditekankan adalah sumber yang berdasarkan perjanjian. Melalui perjanjian ini, perikatan mempunyai kebebasan untuk mengadakan segala jenis perjanjian dengan batasan tidak dilarang oleh undang-undang atau ketertiban umum (Pasal 1337 KUHPerdata). Dengan mengadakan perjanjian, para pihak tidak terikat dengan jenis perjanjian yang mempunyai nama atau yang diatur dalam KUHPerdata dan peraturan perundangan lainnya. Sejalan dengan luasnya pengertian perjanjian sebagaimana yang di maksudkan dalam Pasal 1313 KUHPerdata itu, M.Yahya Harahap, menyatakan: “Perjanjian atau verbintenis mengandung suatu pengertian suatu hubungan hukum Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
27
kekeayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada suatu pihak untuk memperoleh suatu prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi”. 14 Abdul Khadir Muhammad, menyatakan: “Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikat diri untuk melaksanakan sesuatu dalam lapangan harta kekayaan”. J.Satrio,
menyatakan:
perikatan-perikatan
yang
“Perjanjian
mengikat
para
adalah pihak
sekelompok/sekumpulan dalam
perjanjian
yang
bersangkutan”. 15 Achmad Ichsan berpendapat : “Apabila di antara dua orang atau lebih terjadi sesuatu persesuaian kehendak untuk mengadakan suatu ikatan, maka terjadilah di antara mereka persetujuan”. 16 Berdasarkan pengertian perjanjian yang dikemukakan oleh para sarjana tersebut, perjanjian berarti suatu tindakan atau perbuatan seseorang atau lebih untuk mengikatkan diri pada seseorang atau lebih dengan didasarkan pada kata sepakat dan menimbulkan akibat hukum yang bertujuan untuk melakukan sesuatu demi tercapainya tujuan bersama. Dari pengertian tersebut di atas, ditemukan beberapa unsur dalam perjanjian tersebut, yakni hubungan hukum yang menyangkut hukum kekayaan dua orang atau lebih yang memberi hak pada satu pihak dan melakukan kewajiban pada pihak yang lain. Hubungan hukum dalam perjanjian tercipta oleh karena
14
M.Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, Hal.6. J.Satrio, Hukum Perjanian, PT.Citra Aditya Baakti, Bandung, 1992, Hal.4 16 Acmad Ichsan, Hukum Perdata I-B, PT.Pembimbing Masa, Jakarta, 1969, Hal.16. 15
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
28
adanya tindakan hukum yang dilakukan untuk para pihak sehingga terhadap satu pihak diberi hak-hak oleh pihak lain untuk memperoleh prestasi, sedangkan pihak yang lain itu pun segera menyediakan diri dibebani dengan kewajiban-kewajiban untuk menunaikan prestasi. Pada umumnya hak lahir dari perjanjian itu bersifat relatif yang berarti hak prestasi baru ada pada persoon tertentu, jika hal itu didasarkan pada hubungan hukum yang lahir atas perbuatan hukum. Menurut M. Yahya Harahap, ada beberapa pengecualian : 1) Sekalipun tidak ada hubungan hukum yang mengikat antara orang tertentu, perjanjian bisa terjadi oleh karena suatu keadaan atau suatu kekayaan tertentu. 2) Oleh karena suatu kewajiban hukum dalam situasi yang nyata dapat dikonkritisasi sebagai verbintenis, sekalipun tidak ada hubungan hukum antara dua orang tertentu. 17 Undang-undang menentukan bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuanpersetujuan itu tidak dapat ditarik kembali, selain kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Persetujuan-persetujuan itu harus dilaksanakan dengan itikad baik. Hukum perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata mempunyai dua asas umum yaitu asas kebebasan berkontrak yang berarti suatu asas yang memberikan kepada para pihak dalam perjanjian untuk berbuat leluasa atau bebas di dalam membuat perjanjian apa saja asal tidak melanggar ketertiban umum dan
17
M. Yahya Harahap, Op.cit, Hal.8.
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
29
kesusilaan. Asas konsensualisme mengandung arti bahwa suatu perjanjain lahir apabila ada kata sepakat diantara para pihak. Di samping itu juga hukum perjanjian dalam KUHPerdata menganut sistem terbuka yang berarti hukum perjanjian itu memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi dan berupa apa saja asal tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Sistem terbuka mengandung arti bahwa ketentuan yang diatur dalam KUHPerdata
merupakan
hukum
pelengkap
karena
para
pihak
dapat
menambahkan atau memperluas isi perjanjian dari ketentuan dalam KUHPerdata. 2.
Syarat Sahnya Perjanjian Secara juridis, suatu perjanjian dikatakan sah apabila telah memenuhi
empat unsur pokok yang tertuang dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu : a) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; b) Kecakapan untuk membuat perikatan; c) Suatu hal tertentu; d) Suatu sebab yang halal. Keempat unsur tersebut selanjutnya dalm doktrin ilmu hukum yang berkembang, digolongkan dalam: 1) dua unsur pokok yang menyangkut subjek (pihak) yang mengadakan perjanian (unsur subjektif), dan 2) dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan objek perjanjian (unsur objektif).
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
30
Keempat unsur pokok tersebut harus terpenuhi, sebab apabila tidak terpenuhinya salah satu unsur pokok tersebut menyebabkan cacad dalam perjanjian dan perjanjian tersebut diancam dengan kebatalan. Jika unsur subjektif tidak terpenuhi maka suatu perjanjian tersebut dapat dibatalkan, sedangkan jika tidak terpenuhinya unsur objektif, maka suatu perjanjian tersebut batal demi hukum, dengan kata lain bahwa perjanjian tersebut tidak dapat dilaksanakan. Agar syarat-syarat ini lebih jelas, maka akan diuraikan satu per satu. Ad.a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Yang di maksud dengan kata sepakat adalah bahwa kedua subjek yang membuat perjanjian itu haruslah sepakat, setuju atau seia sekata mengenai hal-hal pokok dari perikatan yang mereka adakan. Pernyataan itu dibuat para pihak atas suatu hal yang dikehendaki bersama. Pernyataan ini dinyatakan berdasarkan kebebasan para pihak. Pada dasarnya kesepakatan bebas dianggap terjadi pada saat perjanjian dibuat oleh para pihak, kecuali dapat dibuktikan bahwa kesepakatan tersebut terjadi karena adanya kehilafan, paksaan maupun penipuan, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1321 KUHPerdata yaitu kata sepakat yang telah diberikan menjadi tidak sah apabila kata sepakat tersebut diberikan karena: 1) Salah pengertian atau kekhilafan; 2) Paksaan; 3) Penipuan. Kata sepakat yang yang diberikan karena salah pengertian, paksaan atau penipuan adalah tidak sah karena persetujuan diberikan dengan cacad kehendak. Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
31
Perjanjian yang demikian, dapat dimohonkan pembatalannya ke pengadilan. Mengenai salah pengertian atau kekhilafan (dwaling) yang dapat dibatalkan harus mengenai inti pokok persetujuan. Ada dua jenis salah pengertian atau kekeliruan yaitu kekeliruan mengenai hakekat benda atau barang yang menjadi objek dari suatu perjanjian (eror in substantia) dan kekeliruan mengenai orangnya (eror in persona). Salah pengertian mengenai orangnya tidak menyebabkan persetujan itu dapat batal. Hanya salah pengertian terhadap objeklah yang menyebabkan persetujuan dapat batal. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1322 KUHPerdata, yang berisi: Kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu perjanjian, kecuali apabila kekhilafan itu terjadi mengenai hakikat barang yang menjadi pokok perjanjian. Kekhilafan itu tidak menjadi sebab kebatalan, jika kekhilafan itu hanya terjadi mengenai dirinya orang dengan siapa seorang bermaksud membuat suatu perjanjian, kecuali jika perjanjian itu telah dibuat terutama karena mengingat dirinya orang tersebut. Salah pengertian mengenai orangnya tidak menyebabkan persetujan itu dapat batal, misalnya jika seorang direktur opera membuat kontrak dengan orang yang dikiranya seorang penyanyi yang tersohor, tetapi kemudian ternyata bukan orang yang di maksud. Hanya namanya saja yang kebetulan sama. Maka dalam hal ini tidak menyebabkan batalnya suatu perjanjian. Hanya salah pengertian terhadap objeklah yang menyebabkan persetujuan dapat batal. Misalnya jika seorang membeli sebuah lukisan yang dikiranya lukisan Basuki Abdullah, tetapi kemudian ternyata hanya turunannya saja. Maka dalam hal ini perjanjian dapat dibatalkan.
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
32
Mengenai paksaan (dwang) terjadi apabila orang yang dipaksa tersebut tidak mempunyai pilihan lain selain harus menyetujui perjanjian itu. M. Yahya Harahap, menyatakan : Paksaan yang dapat melenyapkan perizinan dalam persetujuan ialah paksaaan pisik. Sedemikian rupa paksaan kekerasan yang diancamkan, sehingga orang yang bersangkutan tidak mempunyai pilihan lain selain melakukan perbuatan yang diapksakan. Paksaan itu sifatnya mutlak atau absolut yang menyebabkan seseorang terpaksa mengikuti kehendak orang yang memaksanya. Berbeda dengan paksaan psikis atau disebut paksaan compulsiva. Disini sifat paksaan bersifat relatif, yang masih memberi kemungkinan kepada pihak yang dipaksa melakukan pilihan kehendak. 18
Menurut Pasal 1323 KUHPerdata, “Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang mengadakan suatu perjanjian, merupakan alasan untuk batalnya suatu perjanjian, juga apabila paksaan itu dilakukan oleh seorang pihak ketiga untuk kepentingan siapa perjanjian tersebut tidak telah dibuat.” Dalam hal ini dapat dilihat bahwa pasal tersebut menunjuk pada subjek yang melakukan pemaksaan, yang dalam hal ini dapat dilakukan oleh orang yang merupakan pihak dalam perjanjian tetapi mempunyai kepentingan terhadap perjanjian tersebut dan orang yang bukan pihak dalam perjanjian dan tidak memiliki kepentingan terhadap perjanjian yang dibuat tersebut. Hal yang terakhir tersebut sangat penting artinya bagi hukum, mengingat bahwa kenyataan menunjukkan banyak terjadinya paksaan yang dilakukan oleh orang bayaran atau orang suruhan, yang nota bene memang tidak memiliki kepentingan terhadap perjanjian yang dibuat di bawah paksaan atau ancaman tersebut.
18
M. Yahya Harahap, Op.cit, Hal.25
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
33
Menurut Pasal 1325 KUHPerdata perjanjian juga batal jika paksaan atau ancaman itu di tujukan terhadap istri atau sanak keluarga garis lurus ke atas maupun ke bawah. Yang diamaksud dengan penipuan adalah segala tipu muslihat ataupun memperdayakan dengan terang atau nyata, sehingga pihak lain tidak akan membuat perikatan, seandainya akan dilakukan perbuatan tipu muslihat tersebut dalam Pasal 1328 KUHPerdata. Dalam pasal ini dijelaskan bahwa penipuan tersebut tidak boleh dipersangkakan akan tetapi harus dapat dibuktikan. Menurut M.Yahya Harahap, sesuatu baru disebut tipu muslihat apabila: 1) Hal itu merupakan kebohongan yang diatur rapi; 2) Sesuai pula dengan taraf pendidikan kecakapan orang yang ditipu. Kalau yang ditipu tadi orang yang terpelajar, dan hanya dengan penipuan yang sangat rendah dia sudah percaya, tentu dianggap tidak ada penipuan. 19
Ad.b. Kecakapan untuk membuat perikatan. Suatu perjanjian harus dibuat oleh orang yang benar-benar mempunyai kewenangan untuk membuat perjanjian. Dengan kata lain, pihak yang bersangkutan harus cakap untuk melakukan perbuatan hukum dan harus menginsafi akan tanggung jawab yag akan dipikulnya sebagai akibat dari perjanjian yang dibuat. Undang-undang tidak menyatakan secara tegas siapa yang dianggap cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Didalam Pasal 1329 KUHPerdata dinyatakan
19
Ibid, Hal.26.
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
34
bahwa “Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika benar oleh undang-undang tidak dinyatakan tak cakap”. Rumusan tersebut membawa arti positif, bahwa selain dinyatakan tidak cakap, maka setiap orang adalah cakap dan berwenang untuk bertindak dalam hukum. Orang yang dinyatakan tidak cakap tersebut menurut Pasal 1330 KUHPerdata adalah : 1) Orang-orang yang belum dewasa; 2) Mereka yang di bawah pengampuan; 3) Orang-orang perempuan yang dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undangundang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian. Menurut Pasal 330 KUHPerdata orang dewasa adalah orang yang telah berumur 21 tahun atau yang berumur kurang dari 21 tahun akan tetapi telah kawin. Jadi dalam hal ini meskipun mereka yang melakukan perjanjian belum berusia 21 tahun, namun telah kawin, maka mereka dianggap telah dewasa. apabila perkawinan dibubarkan sebelum umur mereka genap 21 tahun, maka mereka tidak lagi kembali dalam keadaan belum dewasa. Menurut hukum adat pada umumnya ada tiga ketentuan yang dianggap merupakan ciri dari orang dewasa, yaitu: 1. Mampu membiayai kebutuhan sendiri; 2. Sudah lepas dari tanggung jawab orang tua; 3. Sudah kawin. Orang yang berada di bawah pengampuan adalah orang yang tidak sehat akal pikirannya dan berada dalam asuhan atau pengawasan orang lain. Mereka Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
35
yang ada dalam pengampuan ini bila dilihat dari faktor usia telah cakap bertindak dalam hukum, tetapi karena undang-undang menentukan lain, maka setiap perbuatan hukum untuk dan atas nama kepentingan orang yang berada di bawah pengampuan tersebut harus dilakukan oleh para curatornya. Pasal 108 KUHPerdata yang melarang perempuan bersuami untuk melakukan perbuatan hukum tanpa seizin atau mendapat bantuan suami, oleh pemerintah dianggap tidak manusiawi dalam era kemerdekaan. Oleh karena itu berdasarkan SEMA Nomor 3 Tahun 1963, tanggal 14 Agustus 1963, diinstruksikan kepada hakim agar tidak lagi mempergunakan ketentuan Pasal 108 KUHPerdata tersebut dalam pertimbangan hukumnya. Setelah adanya Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dalam Pasal 1 angka 1 jelas diakatakan bahwa kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan berumah tangga dan pergaulan di masyarakat
dan keduanya berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa dewasa ini ketentuan tentang wanita bersuami tidak cakap untuk melakukan perjanjian, karena berdassarkan Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 bahwa suami dan istri cakap bertindak dalam hukum.
Ad.c. Suatu hal tertentu. Suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu mempunyai arti bahwa objek yang diperjanjikan harus jelas barangnya, jenisnya, dan dapat diperdagangkan (Pasal 1332 KUHPerdata). Dengan demikian barang-barang di luar itu tidak dapat Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
36
menjadi objek perjanjian, misalnya barang-barang yang dipergunakan untuk keperluan orang banyak seperti jalan umum, pelabuhan umum, barang atau benda yang terlarang yaitu narkotika dan yang sejenisnya. Menurut Pasal 1333 KUHPerdata barang yang dijadikan objek perjanjian harus dapat ditentukan jenisnya, baik mengenai benda berwujud atau benda tidak berwujud. Objek perjanjian dapat pula berupa barang-barang baru diharapkan akan ada di kemudian hari. Dengan demikian barang tersebut belum ada pada saat perjanjian dibuat. Perjanjian yang tidak menyatakan secara tegas apa yang menjadi objeknya adalah batal demi hukum.
Ad.d. Suatu sebab yang halal. Bila diperhatikan secara umum menunjukkan seolah-olah pengertian halal yang di maksud merupakan tolak ukur dari hukum agama. Namun bila diamati lebih dalam sebab yang halal di maksud sebagai kriteria yang dipakai dalam perundang-undangan yaitu hukum yang berlaku positif bagi kita. Pasal 1335 KUHPerdata menyatakan : ”Suatu perjanjian tanpa sebab atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang tidak mempunyai kekuatan”. Perjanjian dikatakan dibuat tanpa sebab, jika tujuan yang di maksudkan oleh para pihak pada waktu perjanjian dibuat tidak akan tercapai. Misalnya dibuat suatu perjanjian lokasi atas suatu perjanjian yang tidak pernah ada sebelumnya. Perjanjian diakatakan dibuat dengan suatu sebab yang palsu adalah suatu sebab yang dibuat oleh para pihak untuk menutupi sebab yang sebenarnya dari Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
37
perjanjian itu, misalnya apabila dibuat perjanjian jual beli morfin dengan alasan untuk sarana pengobatan, tetapi ternyata kedua belah pihak bermaksud untuk menyebarluaskan secara bebas tidak demi kepentingan pengobatan. Pasal 1336 KUHPerdata menegaskan : “Jika tidak dinyatakan sesuatu sebab tetapi ada suatu sebab yang halal, ataupun tidak ada suatu sebab yang lain dari pada yang dinyatakan persetujuannya namun demikian adalah sah”. Pasal 1337 KUHPerdata : “Suatu sebab adalah terlarang oleh undangundang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum”. Sebab yang di maksud oleh undang-undang tersebut dalam hal ini bukanlah merupakan hubungan sebab akibat atau causalitas. Mariam Darus badrulzaman, menyatakan : “Sebab/causa dalam perjanjian adalah isi atau maksud dari perjanjian”. Dapat dilihat bahwa yang menjadi tolak ukur adalah apakah isi dan maksud tujuan tujuan dari perjanjian yang dibuat itu bertentangan atau tidak dengan undng-undang. Apabila perjanjian yang dibuat halal, atau tidak bertentangan dengan undang-undang maka perbuatan itu boleh dilakukan. Akibat hukum perjanjian yang dilakukan dengan sebab yang tidak halal adalah perbuatan itu batal demi hukum atau dianggap tidak pernah diselenggarakan. Abdul Khadir Muhammad, menyatakan : Perjanjian yang berkuasa tidak halal (dilarang undang-undang) misalnya jual beli ganja, perjanjian membunuh orang. Perjanjian tidak halal (bertentangan dengan ketertiban umum) misalnya jual beli manusia sebagai budak, mengacaukan ajaran agama tertentu. Perjanjian yang berkuasa tidak halal (bertentangan dengan kesusialaan) misalnya membocorkan rahasia perusahaan. 20 20
Abdul Khadir Muhammad, Op.cit, Hal.96.
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
38
Dari uraian diatas jelas bahwa untuk melakukan perjanjian meskipun para pihak diberi kebebasan, namun kebebasan itu tidak terlepas dari norma atau peraturan hukum yang berlaku. Dengan kata lain perjanjian yang dibuat tersebut harus memenuhi unsur-unsur atau syarat-syarat sahnya perjanjian atau secara umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Sedangkan bagaimana bentuknya tergantung pada para pihak yang melakukan perjanjian tersebut. 3.
Asas-asas Dalam Perjanjian Istilah asas merupakan terjemahan dari bahasa latin principium, bahasa
Inggris principle dan bahasa Belanda beginsel, yang artinya yaitu sesuatu yang menjadi tumpuan berfikir atau berpendapat. Ada dua hal yang terkandung dalam makna asas yakni pertama, asas merupakan pemikiran, pertimbangan, sebab yang luas atau umum, abstrak (the broad reason); kedua, asas merupakan hal yang mendasari adanya norma hukum (the base of rule of law). 21 Dalam rangka menciptakan keseimbangan dan memelihara hak-hak yang dimiliki oleh para pihak sebelum perjanjian yang dibuat menjadi perikatan yang mengikat bagi para pihak, oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diberikan berbagai asas umum, yang merupakan pedoman atau patokan, serta menjadi batas atau rambu dalam mengatur dan membentuk perjanjian yang akan dibuat hingga pada akhirnya menjadi perikatan yang berlaku bagi para pihak, yang dapat
21
Tan Kamello, Op.cit, Hal.158.
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
39
dipaksakan pelaksanaan atau pemenuhannya. Ada beberapa asas umum hukum perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu: a) Asas personalia. Asas personalia dijumpai pada Pasal 1315 KUHPerdata, yang berbunyi: “Pada umumnya tak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji selain untuk dirinya sendiri”. Dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat oleh seseorang dalam kapasitasnya sebagai individu, subjek hukum pribadi, hanya dan akan berlaku dan mengikat untuk dirinya sendiri. Meskipun secara sederhana dikatakan bahwa ketentuan Pasal 1315 KUHPerdata menunjuk pada asas personalia, namun ketentuan pasal tersebut juga menunjuk pada kewenangan bertindak dari seseorang yang membuat atau mengadakan perjanjian. Pada umumnya sesuai dengan asas personalia, yang diberikan dalam Pasal 1315 KUHPerdata, masalah kewenangan bertindak seseorang sebagai individu dapat dibedakan atas : 1) Untuk dan atas namanya serta bagi kepentingan dirinya sendiri. Dalam hal ini, maka ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata berlaku baginya secara pribadi; 2) Sebagai wakil dari pihak tertentu; 3) Sebagai kuasa dari orang atau pihak yang memberikan kuasa.
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
40
b) Asas konsensualitas. Asas konsensualitas memperlihatkan kepada kita semua, bahwa adanya suatu perjanjian yang dibuat secara lisan antara dua atau lebih orang telah mengikat, dan karenanya telah melahirkan kewajiban bagi salah satu pihak dalam prjanjian tersebut, segera setelah orang-orang tersebut mencapai kesepakatan atau consensus, meskipun kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan semata-mata. Ini berarti pada prinsipnya perjanjian yang mengikat dan berlaku sebagai perikatan bagi para pihak yang berjanji tidak memerlukan formalitas, walau demikian, untuk menjaga kepentingan pihak debitur (atau yang berkewajiban memenuhi prestasi) diadakanlah bentuk-bentuk formalitas atau dipersyaratkan adanya suatu tindakan nyata tertentu. Ketentuan yang mengatur asas ini dapat terlihat pada pasal mengenai sahnya suatu perjanjian yaitu Pasal 1320 KUHPerdata.
c) Asas kebebasan berkontrak. Seperti halnya asas konsensualitas, asas kebebasan berkontrak menemukan dasar hukumnya pada rumusan Pasal 1320 KUHPerdata. Jika asas konsensualitas dasar keberadaannya pada poin pertama pasal tersebut yaitu kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, maka asas kebebasan berkontrak dasarnya dalam rumusan poin keempat Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu suatu sebab yang tidak terlarang. Dengan asas kebebasan berkontrak ini, para pihak yang membuat dan mengadakan perjanjian diperbolehkan untuk menyusun dan membuat kesepakatan atau perjanjian yang melahirkan kewajiban apa saja, selama dan sepanjang Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
41
prestasi yang wajib dilakukan tersebut bukanlah suatu yang terlarang, seperti termuat dalam Pasal 1337 KUHPerdata yaitu : “Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan denagn kesusilaan atau ketertiban umum”. Memberikan gambaran umum kepada kita bahwa pada dasarnya semua perjanjian dapat dibuat dan diselenggarakan oleh setiap orang. Menurut Ridwan Khairandy : Bahwa kebebasan berkontrak dan asas pacta suntservanda dalam kenyataannya dapat menimbulkan ketidakadilan. Kebebasan berkontrak didasarkan pada asumsi bahwa para pihak dalam kontrak memiliki posisi tawar yang seimbang, tetapi dalam kenyataannya para pihak tidak selalu memiliki posisi tawar yang seimbang. Akibatnya, pihak yang memiliki posisi tawar yang lebih kuat cenderung menguasai pihak yang memiliki posisi tawar yang lebih lemah. 22
d) Asas pacta suntservande. Asas pacta suntservande atau perjanjian berlaku sebagai undang-undang diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan: ”Suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Pasal tersebut merupakan konsekuensi logis dari ketentuan Pasal 1233 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa setiap perikatan dapat lahir dari undang-undang maupun karena perjanjian. Jadi perjanjian adalah sumber perikatan. Sebagai perikatan yang dibuat secara sengaja, atas kehendak para pihak secara sukarela, maka segala sesuatu yang telah disepakati, disetujui oleh para pihak harus dilaksanakan oleh para pihak sebagaimana telah dikehendaki oleh mereka. Dalam hal salah satu pihak dalam perjanjian tidak
22
Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Program Pasca Sarjana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2004, Hal. 1. Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
42
melaksanakannya, maka pihak lain dalam perjanjian berhak untuk memaksakan pelaksanaannya melalui mekanisme dan jalur hukum yang berlaku. Suatu prestasi untuk melaksanakan suatu kewajiban selalu memiliki dua unsur penting. Pertama berhubungan dengan tanggung jawab hukum atas pelaksanaan prestasi tersebut oleh debitur (schuld). Dalam hal ini ditentukan siapa debitur yang berkewajiban untuk melaksanakan prestasi, tanpa mempersoalkan apakah pemenuhan kewajiban tersebut dapat dituntut oleh kreditur yang berhak atas
pelaksanaan
kewajiban
tersebut.
Kedua
berkaitan
pertanggungjawaban
pemenuhan
kewajiban,
tanpa
memperhatikan
dengan siapa
debiturnya (haftung). Pada umumnya dalam setiap perikatan, pemenuhan prestasi yang berhubungan dengan kedua hal tersebut terletak pada debitur, berarti debitur yang berkewajiban untuk memenuhi perikatan, adalah juga yang seharusnya dapat dimintakan pertanggungjawabannya untuk memenuhi kewajiban yang dibebankan padanya didasarkan pada perikatan yang lahir dari hubungan hukum di antara pihak dalam perikatan tersebut. Dalam konteks demikian berarti suatu perjanjian tanpa haftung adalah perjanjian yang tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya oleh kreditur (perikatan alamiah). Perjanjian yang dapat dilaksanakan adalah ibarat pelaksanaan undangundang oleh negara. Di luar perikatan alamiah setiap kreditur yang tidak memperoleh pelaksanaan
kewajiban
oleh
debitur
dapat
atau
berhak
memaksakan
pelaksanaannya dengan meminta bantuan pada pejabat negara yang berwenang, yang akan memutuskan dan menentukan sampai seberapa jauh suatu prestasi yang Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
43
telah gagal, tidak sepenuhnya atau tidak sama sekali dilaksanakan, atau dilaksanakan tidak sesuai dengan yang diperjanjikan masih dapat dilaksanakan, semuanya dengan jaminan harta kekayaan debitur. 4.
Beakhirnya Perjanjian Sesuai dengan asas bahwa para pihak mempunyai kebebasan untuk
menentukan isi perjanjian asal tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan, maka tentang berakhirnya suatu perjanjian dapat ditentukan juga oleh para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Namun demikian undang-undang ada mengatur tentang cara-cara penghapusan perjanjian yakni didalam Pasal 1381 KUHPerdata. Menurut isi pasal ini disebutkan cara-cara penghapusan perjanjian tersebut terdiri atas : a) Pembayaran (betaling). Pengertian pembayaran mempunyai arti yang luas, bukan hanya dalam pembayaran hutang, tetapi juga dalam memenuhi sebuah jasa yang sudah diperjanjikan. Misalnya dokter yang melakukan operasi terhadap seorang pasien yang telah melunasi pembayaran. Pada umumnya tindakan pembayaran merupakan tindakan nyata (fietelijke handeling) yang mempunyai arti bisa dilakukan tanpa ikatan formalitas dan bebas. Kadang-kadang pembayaran untuk memenuhi prestasi tersebut dapat dilakukan sepihak dan pada hal yang lain dilakukan dengan kerjasama antara debitur dan kreditur. Pasal 1382 KUHPerdat menentukan bahwa yang melakukan pembayaran yang paling utama adalah debitur sebagai orang yang berkepentingan langsung. Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
44
Dan kemudian dapat dilakukan oleh penjamin atau oleh pihak ketiga yang sama sekali tidak berkepentingan dalam perjanjian. Berdasarkan pasal ini M. Yahya Harahap, menyatakan : “Kalau demikian harus disertai dengan syarat, misalnya pembayaran dilakukan untuk dan atas nama sendiri, berarti pelunasan debitur belum terjadi”. 23 Berbeda halnya dengan Pasal 1400 KUHPerdata yang mengatur tentang penggantian kedudukan kreditur oleh pihak ketiga dalam perjanjian sebagi akibat pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga atas hutang debitur kepada pihak kreditur. Tetapi untuk perjanjian dan isinya tidak berubah. Hal inilah yang disebut dengan subrogasi. Sebagai akibat dari subrogasi ini adalah segala tuntutan yang dimiliki oleh kreditur yang lama beralih kepada pihak ketiga. Dalam pelaksanaan subrogasi tidak berlaku untuk semua prestasi. Khusus mengenai objek prestasi untuk melakukan sesuatu atau untuk tidak melakukan sesuatu harus dilakukan oleh debitur tersebut. Misalnya prestasi menyerahkan lukisan yang harus dilukis sendiri oleh si debitur. b) Penawaran Pembayaran Tunai Diikuti Dengan Konsignasi atau Penitipan. Hapusnya perjanjian dengan cara seperti ini disebkan oleh karena kreditur lalai atau enggan menerima pembayaran atau penyerahan benda prestasi. Tindak lanjut yang harus dialakukan setelah kreditur tidak bersedia menerima pembayaran adalah dengan jalan konsignasi atau penitipan.
23
M.Yahya Harahap, Op.cit. Hal.110
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
45
Hapusnya perjanjian dengan cara seperti ini hanya mungkin dapat terjadi dalam perjanjian yang berbentuk penyerahan sesuatu benda bergerak atau atas pembayaran sejumlah uang. Menurut Pasal 1405 KUHPerdata, ada beberapa syarat untuk sahnya penawaran pembayaran dan konsignasi, yakni : 1) Harus langsung dialakukan oleh debitur kepada kreditur atau wakil/kuasa yang berhak menerima pembayaran atau penyerahan. Debitur diutamakan dalam hal ini. Akan tetapi pihak ketiga dapat bertindak atas nama dan untuk debitur. 2) Penawaran pembayaran yang diajukan kepada kreditur harus meliputi seluruh hutang yang sudah waktunya dapat ditagih, bunga uang yang sudah dapat ditagih dan ongkos yang telah dikeluarkan serta biaya yang belum dikeluarkan yang diperhitungkan belakangan. 3) Pembayaran harus berbentuk mata uang resmi yang sah. 4) Penawaran baru diajukan kepada kreditur pada saat pembayaran yang sudah diperjanjikan telah sampai. 5) Penawaran ini dilakukan ditempat yang sudah diperjanjikan. Penawaran ini dilaksanakan didepan Notaris atau Juru Sita yang didampingi oleh dua orang saksi. c) Pembaharuan Hutang (Novasi) Pembaharuan hutang adalah suatu persetujuan di antara para pihak untuk menghapuskan perjanjian yang lama dan pada saat yang sama diadakan perjanjian yang baru yang mempunyai hakekat dan jiwa yang serupa dengan perjanjian yang terdahulu. Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
46
Menurut Pasal 1413 KUHPerdata novasi terjadi : 1) Pihak debitur dan kreditur di dalam perjanjian yang lama tetap sama dengan perjanjian yang telah diperbaharui. Hal ini disebut dengan novasi objektif. 2) Pembaharuan hutang dimana seorang debitur yang baru menggantikan debitur yang lama yang dibebaskan dari kewajiban pembayaran oleh kreditur. 3) Pembaharuan hutang dengan membuat perjanjian yang baru di mana kreditur yang lama digantikan dengan kreditur yang baru. Dalam jenis novasi ini kreditur yang lama tidak berhak lagi menuntut pembayaran dari perjanjian yang lama. d) Kompensasi Kompensasi terjadi oleh karena berjumpanya dua pribadi yang sama-sama berkedudukan sebagai debitur antara yang satu dengan yang lain, di mana mereka dapat saling melunasi dan membebaskan diri dari perhutangan. Pada umumnya hapusnya perjanjian baru dapat terjadi apabila dilakukan untuk keseluruhan dari prestasi yang diperjanjikan. Namun demikian dengan cara kompensasi dimungkinkan untuk sebagian atau sampai jumlah yang terkecil. Menurut Pasal 1427 KUHPerdata, ada beberapa syarat terjadinya kompensasi, yakni : 1) Ada dua orang pihak yang secara timbal balik saling berkedudukan sebagi debitur. 2) Objek perjanjian terdiri dari prestasi untuk sejumlah uang atau barang yang dapat diganti atau habis dipakai dan yang sejenis.
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
47
3) Tuntutan terhadap prestasi yang telah sampai pada waktu yang ditentukan serta dapat segera diperhitungkan. e) Percampuran Hutang Percampuran hutang dapat terjadi karena kedudukan kreditur telah bersatu dengan kedudukan debitur pada satu orang, sehingga dengan sendirinya menurut hukum telah terjadi percampuran hutang. Percampuran hutang ini biasanya terjadi pada kedudukan mana debitur menjadi ahli waris dari kreditur. Misalnya kreditur meninggal dunia, meninggalkan ahli waris yaitu debitur, yang dalam perjanjian mereka kebetulan menjadi ahli waris. Hapusnya perjanjian hutang pada konfensio adalah bersifat relatif oleh karena hak-hak dari pihak ketiga tetap ada atau melekat pada perjanjian. f) Penghapusan Hutang Menurut Pasal 1438 KUHPerdata, penghapusan hutang merupakan tindakan dari kreditur untuk menghapuskan atau melepaskan haknya atas tuntutannya kepada debitur. Tindakan hukum disini merupakan tindakan hukum sepihak yang timbul dari pernyataan kehendak kreditur. Di pihak lain debitur diwajibkan untuk membuktikan tindakan penghapusan tersebut, bukan dengan dugaan saja. Pasal 1439 KUHPerdata menyatakan : “Salah satu cara yakni denagn pengembalian secara sukarela surat-surat hutang dibawah tangan oleh kreditur kepada debitur”. Pasal 1441 KUHPerdata menerapkan : “Pengembalian barang yang diberikan dalam gadai tidaklah cukup dijadikan persangkaaan tentang Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
48
pembebasan hutangnya”. Jika melihat pasal tersebut kelihatan seperti bertentang dangan Pasal 1439 KUHPerdata, namun sebenarnya bahwa perjanjian gadai adalah perjanjian yang mengikuti perjanjian pokok telah dipenuhi, maka perjanjian gadai tersebut akan berakhir juga dengan pengembalian barang gadai kepada pemilik. g) Lenyapnya Barang yang Menjadi Hutang Menurut Pasal 144 KUHPerdata menyatakan agar perjanjian dapat berakhir karena lenyapnya barang yang menjadi hutang harus memenuhi beberapa syarat, yakni : 1) Musnahnya barang diluar perbuatan dan kesalahan debitur (overmacht); 2) Musnahnya barang terjadi saat sebelum jatuh tempo penyerahan barang kepada kreditur; 3) Apabila terjadi sesudah jatuh tempo, debitur terbebas dari kewajiban asal saja seandainya juga telah terjadi penyerahan, barang tersebut tetap musnah oleh sebab peristiwa yang sama. h) Hapusnya Perjanjian Karena Lampau Waktu Apabila lampau waktu dikaitkan kepada perjanjian, maka dapat memberi dua pengertian : 1) Perjanjian telah hapus, sehingga debitur terbebas dari pemenuhan prestasi; 2) Seorang telah memperoleh hak milik atas sesuatu setelah jangka waktu tertentu lewat. Mengenai jangka waktu yang diperlukan untuk membebaskan seseorang dari ikatan perjanjian, terdapat beberapa jangka waktu yang berbeda, yakni : Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
49
a) Perhitungan lampau waktu didasarkan pada saat dapat ditagih atau dituntut pemenuhan prestasi; b) Jangka waktu menurut Pasal 1967 KUHPerdata yaitu 30 tahun; c) Lampau waktu pendek didasarkan pada anggapan telah ada pembayaran. Hal ini diatur dalam Pasal 1968 – 1971 KUHPerdata yang mengatur jangka waktu pendek antar satu tahun sampai lima tahun; d) Pembayaran tahunan secara periodik atau lampau waktu sesudah lewat lima tahun; e) Lampau waktu kontraktual adalah suatu persetujuan tentang lampau waktu yang menyimpang dari undang-undang dan dibuat oleh para pihak. Berakhirnya suatu perjanjian akan mengakibatkan hapusnya perjnajian atau bubarnya perjanjian yang dibuat para pihak dalam perjanjian tiu. Konsekwensi dari berakhirnya perjanjian ini adalah hapusnya semua pernyataan kehendak yang dicantumkan dalam perjanjian. Demikian juga hilangnya hak dan kewajiban yang melekat pada pihak-pihak yang membuat suatu perikatan.
B. Tinjauan Umum Terhadap Pembiayaan Konsumen 1. Pengertian Pembiayaan Konsumen Pembiayaan konsumen diatur dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1988, tentang Lembaga Pembiayaan, serta pelaksanaannya diatur dalam Keputusan Mentri Keuangan Republik Indonesia Nomor 468/KMK.017/1995, Tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 Tanggal 20 DESEMBER 1988 Tentang Ketentuan Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
50
dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1256/KMK.001/1989 Tanggal 18 November 1989. Dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1988, dikemukakan bahwa pembiayaan konsumen ini diselenggarakan oleh perusahaan pembiayaan konsumen. Hal ini dapat disimpulkan dari pasal 1 angka 6 yang menyatakan bahwa : “Perusahaan pembiayaaan Konsumen adalah suatu badan usaha yang melakukan pembiayaan pengadaan barang untuk kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran angsuran atau berkala” Dalam Keputusan Presiden RI Nomor 61 Tahun 1988, Pasal 1 angka (5) dinyatakan bahwa : “Perusahaan Pembiayaan adalah suatu badan usaha di luar bank dan lembaga keuangan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk didalam bidang usaha lembaga keuangan”. Dari pasal tersebut terlihat bahwa perusahaan pembiayaan adalah suatu lembaga pembiayaan diluar bank dan lembaga keuangan bukan bank. Hal ini berarti bahwa perusahaan pembiayaan merupakan suatu lembaga pembiayaan yang dikhususkan untuk membiayai bidang tertentu. Dari pasal 1 angka (6) tersebut di atas, juga dapat dikemukakan, bahwa perusahaan pembiayaan adalah bagian dari lembaga pembiayaan. Mengenai Lembaga pembiayaan diatur dalam pasal 1 angka 2 yang menyatakan : “Lembaga pembiayaan adalah suatu badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat”. Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
51
Menurut Munir Fuady “Pranata hukum pembiayaan konsumen dipakai sebagai terjemahan dari istilah consumer finance. Pembiayaan konsumen ini tidak lain adalah kredit konsumsi consumer credit. Hanya saja, jika pembiayaan konsumen dilakukan oleh perusahaan pembiayaan, sedangkan kredit konsumsi diberikan oleh bank”. 24
Namun demikian, pada dasarnya secara substantif pengertian kredit konsumsi sama saja dengan pembiayaan konsumen. Menurut A. Abdurrachman, kredit konsumsi adalah kredit yang diberikan kepada konsumen-konsumen guna pembelian barang-barang konsumsi dan jasajasa seperti yang dibedakan dari pinjam-pinjaman yang digunakan untuk tujuantujuan produktif atau dagang. Kredit yang demikian itu dapat mengandung risiko yang lebih besar dari pada kredit dagang biasa. Maka dari itu biasanya kredit itu diberikan dengan tingkat bunga yang lebih tinggi. Keputusan
Menteri
keuangan
Republik
Indonesia
Nomor
468/KMK.017/1995 memberikan pengertian kepada pembiayaan konsumen yaitu suatu kegiatan yang dilakukan dalam bentuk penyediaan dana bagi konsumen untuk pembelian barang yang pembayarannya dilakukan secara angsuran atau berkala oleh konsumen. Dari definisi tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya antara kredit konsumsi dan pembiayaan konsumen sama saja, yang berbeda yaitu hanya pihak pemberi kredit yang berbeda. Dalam sistem pembiayaan konsumen ini, dapat saja suatu perusahaan pembiayaan memberikan bantuan dana untuk pembelian barang-barang produk
24
Munir Fuady, Hukum Tentang Pembiayaan Dalam Teori dan Praktek, PT. citra Aditya Bakti, Bandung, Hal.204. Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
52
dari perusahaan dalam kelompoknya. Jadi marketnya sudah tetentu, perusahaan pembiayaan seperti ini disebut captive finance company. 25 Misalnya seperti yang dilakukan oleh Suzuki Finance Indonesia, yang menyediakan pembiayaan konsumen terhadap penjualan produk-produk sepeda motor Suzuki. Dari keterangan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perjanjian pembiayaan adalah suatu perjanjian yang diadakan antara konsumen dengan perusahaan pembiayaan guna pembelian barang-barang konsumen, di mana perusahaan pembiayaan memberikan pinjaman sejumlah dana yang akan dibayar konsumen dalam jangka waktu tertentu dan dengan tingkat bunga yang telah disepakati antara kedua belah pihak. Dilihat dari kegiatan prusahaan pembiayaan konsumen, yaitu penyediaan dana bagi konsumen untuk pembelian barang, yang pembayarannya dilakukan secara berkala oleh konsumen, dimana dalam hal ini dapat dikatakan bahwa perusahaan pembiayaan konsumen meminjamkan sejumlah uang melalui fasilitas pembiayaan konsumen kepada konsumennya, maka dapat dikatakan bahwa perjanjian pembiayaaan konsumen adalah bagian dari perjanjian pinjam meminjam seperti yang diatur dalam Pasal 1754 KUHPerdata, yang menyatakan : “Pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama”.
25
Ibid, Hal.205.
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
53
Dengan memperhatikan definisi perjanjian pinjam meminjam, serta Pasal 1765
KUHPerdata,
yang
menyatakan
bahwa
adalah
diperbolehkan
memperjanjiakan bunga atas peminjaman uang atau lain barang yang menghabis karena pemakaian, apabila hal ini diterapkan pada pengertian perjanjian pembiayaan konsumen adalah suatu perjanjian pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lain dan prestasi itu akan dikembalikan pada masa tertentu yang akan datang disertai dengan suatu kontraprestasi berupa bunga. Pemberian prestasi oleh perusahaan pembiayaan konsumen kepada konsumen adalah hutang dari konsumen tersebut. Yang di maksudkan dengan hutang dalam perjanjian pembiayaan konsumen khususnya yang dilakukan oleh PT. adalah sejumlah uang yang sewaktu-waktu terhutang oleh peminjam kepada perusahaan pembiayaan konsumen berdasarkan perjanjian yang telah dibuat, baik hutang pokok, bunga, denda bunga, ongkos/biaya, bea materai dan pajak, ongkos pengacara untuk menagih hutang dan pelaksanaan perjanjian jaminan, yang berkenaan dengan perjanjian ini. Sebenarnya dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa perjanjian pembiayaan konsumen adalah jenis perjanjian kredit. Kredit itu sendiri dapat dibagi dalam dua macam yaitu Sale Credit dan Loan Credit. Yang dimaksud dengan Sale Credit adalah pemberian kredit untuk pembelian suatu barang dan nasabah akan menerima barang tersebut. Sedangkan dengan Loan
Credit
nasabah akan menerima cash dan berkewajiban
mengembalikan hutangnya secara cash pula di kemudian hari.dengan begitu, pembiayaan konsumen sebenarnya tergolong dalam Sale credit, karena memang Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
54
konsumen tidak menerima cash, tetapi hanya menerima barang yang dibeli dengan kredit tersebut. Perusahaan pembiayaan konsumen sebagai kreditur dalam usahanya untuk melindungi kepentingannya selalu mencantumkan asas perkreditan seperti yang dilakukan oleh pihak Bank dalam memberikan kredit kepada nasabah. 26 Asas tersebut dinamakan the five c`s of credit analysis, yang merupakan ukuran kemampuan penerima kredit untuk mengembalikan pinjamannya. Kelima asas tersebut adalah : 1. Watak(character). Yang dimaksud dengan watak disini adalah kepribadian, moral dan kejujuran pemohon fasilitas pembiayaan konsumen. Apakah ia, pemohon, dapat memenuhi kewajibannya dengan baik, yang timbul dari persetujuan permohonan pembiayaan konsumen yang akan diadakan. 2. Kemampuan (capacity). Yang dimaksud dengan kemampuan ialah kemampuan mengendalikan, memimpin, menguasai bidang usahanya, kesungguhan dan melihat perspektif masa depan, sehingga usaha pemohon berjalan dengan baik dan memberikan untung. 3. Modal (capital). Pemohon pembiayaan konsumen diharapkan mempunyai modal utama sendiri sehingga fasilitas pembiayaan konsumen hanya berfungsi sebagai tambahan saja. 26
MAHKAMAH AGUNG RI, Proyek Peningkatan Tertib Hukum dan Pembinaan Hu`kum Mahkamah Agung RI (Lembaga Pembiayaan), Jakarta, 1994, Hal 125. Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
55
4. Jaminan (colateral). Jaminan disini berarti kekayaan yang dapat diikat sebagai jaminan guna kepastian pelunasan di kemudian hari, kalau pemohon pembiayaan konsumen tidak dapat melunasi hutangnya. 5. Kondisi ekonomi (condition of economy). Yang dimaksud adalah situasi ekonomi pada waktu dan jangka waktu tertentu, di mana fasilitas pembiayaan konsumen itu diberikan oleh perusahaan pembiayaan konsumen kepada pemohon. Kelima asas ini menjadi pertimbangan bagi perusahaan pembiayaan konsumen dalam memproses permohonan fasilitas pembiayaan konsumen yang diajukan. Karena dengan demikian, perusahaan pembiayaan konsumen dapat mengetahui kepastian pengembalian jaminan dengan baik. 2. Jenis-Jenis Perusahaan Pembiayaan Konsumen Atas dasar kepemilikannya, Perusahaan Pemniayaan Konsumen dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu : 1. Perusahaan Pembiayaan Konsumen yang merupakan anak perusahaan dari supplier barang dan jasa yang akan dibeli oleh debitur; 2. Perusahaan Pembiayaan Konsumen yang merupakan satu grup usaha dengan supplier barang dan jasa yang akan dibeli oleh debitur; 3. Perusahaan Pembiayaan Konsumen yang tidak mempunyai kaitan kepemilikan dengan supplier barang dan jasa yang akan dibeli oleh debitur. 27
27
Y.R. Soesilo, Loc.cit.
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
56
Agar lebih jelas, maka jenis-jenis tersebut dapat diuraikan dengan sebagai berikut. Ad.1. Perusahaan
Pembiayaan
Konsumen
yang
merupakan
anak
perusahaan dari supplier barang dan jasa yang akan dibeli oleh debitur Perusahaan pembiayan Konsumen ini dibentuk oleh perusahaan induknya, yaitu supplier, untuk memperlancar penjualan barang atau jasanya. Mengingat perusahaan ini sengaja dibentuk untuk memperlancar penjualan barang dan jasa perusahaan induknya, maka perusahaan pembiayaan konsumen jenis ini biasanya hanya melayani barang dan jasa yang diproduksi atau ditawarkan oleh perusahaan induknya. Contohnya : PT. Sumber Sundak adalah sebuah perusahaan yang bergerak dibidang jual beli mobil baru dan bekas, atau singkatnya disebut daeler mobil baru dan bekas. Mengingat daya beli masyarakat sedang lemah, maka PT. Sumber Sundek ingin memperlancar penjualan mobilnya dengan cara mendirikan PT. Sumber Sadeng. PT. Sumber Sadeng adalah suatu perusahaan pembiayaan konsumen yang khusus melayani kredit pembelian segala merek mobil baru dan bekas pada PT. Sumber Sundak. Ad.2. Perusahaan Pembiayaan Konsumen yang merupakan satu grup usaha dengan supplier barang dan jasa yang akan dibeli oleh debitur Perusahaan Pembiayaan Konsumen jenis ini pada dasarnya tidak berbeda dengan Perusahaan Pembiayaan Konsumen yang merupakan anak perusahaan dari supplier. Perusahaan Pembiayaan Konsumen ini biasanya juga hanya melayani pembiayaan pembelian barang dan jasa yang diproduksi oleh supplier yang masih Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
57
satu grup usaha dengan perusahaan tersebut. Perbedaannya hanya terletak pada hubungan antara supplier dengan perusahaan pembiayaan konsumen. Dalam hal ini, Suzuki Finance Indonesia termasuk dalam jenis yang kedua ini, dimana suzuki finance merupakan kerja sama antara ITOCHU Corporation dengan SUZUKI Motor Corporation. Yaitu dimana ITOCHU merupakan perusahaan yang bergerak diberbagai macam bidang usaha. Salah satu perusahaan yang tergabung dalam grup ini adalah SUZUKI Corporation yang merupakan produsen kendaraan bermotor. Demi peningkatan penjualan kendaraan bermotor yang diproduksi oleh SUZUKI Corporation, maka ITOCHU Corporation membentuk satu perusahaan lagi dengan nama PT. SUZUKI Finance, yang bergerak dibidang pembiayaan konsumen. Pembiayaan konsumen yang dilayani PT. SUZUKI Finance juga hanya pembelian kendaraan bermotor pada SUZUKI Corporation. Ad.3. Perusahaan Pembiayaan Konsumen yang tidak mempunyai kaitan kepemilikan dengan supplier barang dan jasa yang akan dibeli oleh debitur Perusahaan Pembiayaan Konsumen yang tidak mempunyai kaitan kepemilikan dengan supplier biasanya tidak hanya melayani pembiayaan atas pembelian barang pada satu supplier saja. Perusahaan pembiayaan ini biasanya melayani pembiayaan pembelian pada supplier yang lain, sedangkan spesialisasi perusahaan pembiayaan konsumen biasanya pada jenis atau tipe barang dan daerah
pemasarannya.
Perusahaan
Pembiayaan
Konsumen
ada
yang
berspesialisasi pada pembelian barang elektronik, ada yang berspesialisasi pada Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
58
pembiayaan pembelian meubel, ada yang berspesialisasi pada pembiayaan pembelian mobil, dan lain-lain. Contoh PT. Baron Damai adalah sebuah perusahaan produsen meubel di kota surabaya dan untuk memperlancar penjualannya perusahaan ini berusaha untuk bekerja sama dengan sebuah perusahaan pembiayaan konsumen yang bernama PT. Rumah Sejahtera. PT. Rumah Sejahtera adalah sebuah perusahaan pembiayaan konsumen yang melakukan pembiayaan pembelian bermacam-macam jenis meubel dari berbagai produsen meubel di kota Surabaya. 3. Pihak Dalam Pembiayaan Konsumen a. Perusahaan Pembiayaan Konsumen Perusahaan Pembiayaan Konsumen adalah Badan Usaha berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran angsuran atau berkala oleh konsumen. Perusahaan tersebut menyediakan jasa kepada konsumen dalam bentuk pembayaran harga barang secara tunai kepada supplier. Antara Perusahaan dan Konsumen harus ada terlebih dahulu Kontrak Pembiayaan konsumen yang sifatnya pemberian kredit. Dalam kontrak tersebut, Perusahaan wajib menyediakan kredit sejumlah uang kepada konsumen sebagai harga barang yang dibelinya dari supplier, sedangkan pihak Konsumen wajib membayar kembali kredit secara angsuran kepada supplier tersebut. Kewajiban pihak-pihak dilaksanakan berdasarkan Kontrak Pembiayaan Konsumen. Sejumlah uang dibayarkan tunai kepada supplier untuk kepentingan konsumen, sedangkan supplier menyerahkan barang kepada konsumen. Pihak Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
59
konsumen wajib membayar secara angsuran sampai lunas kepada perusahaan sesuai dengan kontrak selama angsuran belum dibayar lunas, maka barang milik konsumen tersebut menjadi jaminan hutang secara fiducia. b. Konsumen Konsumen adalah pihak pembeli barang dari supplier atas pembayaran oleh pihak ketiga, yaitu Perusahaan Pembiayaan Konsumen. Konsumen tersebut dapat berstatus perseorangan (individual) dapat pula Badan Hukum. Dalam hal ini ada dua hubungan kontraktual, yaitu : a) Perjanjian Pembiayaan yang bersfat pemberian kredit antara perusahaan dan konsumen; b) Perjanjian jual beli antara supplier dan konsumen yang bersifat tunai. Pihak Konsumen umumnya masyarakat karyawan, buruh, tani yang berpenghasilan menengah ke bawah yang belum tentu mampu bila membeli barang kebutuhannya itu secara tunai. Dalam pemberian kredit, risiko menunggak angsuran oleh konsumen merupakan hal yang biasa terjadi. Oleh karena itu, pihak perusahaan dalam pemberian kredit kepada konsumen masih memerlukan jaminan terutama jaminan fiducia atas barang yang dibeli itu, disamping pengakuan hutang dari pihak konsumen. Dalam Perjanjian Jual Beli antara supplier dan konsumen, pihak supplier menetapkan syarat bahwa harga akan dibayar oleh pihak ketiga, yaitu Perusahaan Pembiayaan Konsumen. Apabila karena alasan apapun, perusahaan tersebut melakukan wanprestasi, yaitu tidak melakukan pembayaran sesuai dengan kontrak, maka jual beli barang antara supplier dan konsumen akan dibatalkan. Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
60
Dalam Perjanjian Jual Beli, pihak supplier (penjual) menjamin barang dalam keadaan baik, tidak ada cacad tersembunyi. c. Supplier Supplier adalah pihak penjual barang kepada konsumen atas pembayaran oleh pihak ketiga yaitu Perusahaan Pembiayaan konsumen. Hubungan kontraktual antara supplier dan konsumen adalah jual beli bersyarat. Syarat yang di maksud adalah pembayaran dilakukan oleh pihak ketiga yaitu pihak Perusahaan Pembiayaan konsumen. Antara supplier dan konsumen terdapat hubungan kontraktual, di mana supplier wajib menyerahkan barang kepada konsumen dan konsumen wajib membayar harga barang secara angsuran kepada Perusahaan pembiayaan konsumen yang telah melunasi harga barang tersebut secara tunai. Antara Perusahaan Pembiayaan Konsumen dan supplier tidak ada hubungan kontraktual, kecuali sebagai pihak ketiga yang disyaratkan. Oleh karena itu, apabila pihak perusahaan melakukan wanprestasi, padahal kontrak jual beli dan kontrak pembiayaan konsumen telah selesai dilaksanakan, maka jual beli bersyarat tersebut dapat dibatalkan oleh supplier. 4. Manfaat Pembiayaan Konsumen Bagi Para Pihak Dalam pembiayaan konsumen ada beberapa pihak yaitu supplier, Perusahaan Pembiayaan Konsumen, dan konsumen. Ada beberpa manfaat yang didapat oleh para pihak dengan adanya perusahaan pembiayaan konsumen ini, di antaranya yaitu : 28
28
Ibid, Hal.153.
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
61
a. Bagi Supplier Manfaat yang utama bagi supplier dengan adanya perusahaan pembiayaan konsumen adalah adanya peningkatan penjualan. Daya beli dan kemampuan arus kas dari calon konsumen yang akan membeli barang pada supplier sangat beragam. Konsumen tertentu mempunyai kemampuan untuk membayar secara tunai dan mempunyai niat untuk membeli barang pada supplier yang bersangkutan. Di samping itu dalam kenyataannya terdapat juga konsumen yang mempunyai niat untuk membeli barang dari supplier tersebut namun tidak cukup mempunyai uang tunai. Perusahaan pembiayaan konsumen menjembatani kepentingan konsumen semacam ini, sehingga penjualan barang oleh supplier tidak hanya dapat dilakukan pada konsumen yang mempunyai cukup dana tunai, melainkan juga pada konsumen yang ketersediaan dana tunainya juga terbatas. Manfaat diatas juga dapat ditinjau dengan pendekatan lain. Apabila supplier melakukan penjualan dengan cara kredit maka dana tunai akan diterima secara bertahap dan setelah jangka waktu tertentu. Dengan adanya perusahaan pembiayaan konsumen, maka supplier dapat memperoleh pembayaran secara tunai dan angsuran konsumen dialihkan pada perusahaan pembiayaan konsumen. Risiko tidak terbayarnya kredit konsumen yang semula ditanggung oleh supplier juga menjadi dapat dialihkan kepada perusahaan pembiayaan konsumen. b. Bagi Konsumen Manfaat yang utama yang diperoleh konsumen adalah kesempatan untuk membeli atau memiliki barang meskipun dana yang tersedia saat ini belum cukup untuk menutup seluruh harga barang atau jasa. Singkatnya konsumen tidak harus Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
62
membeli tunai atau dapat membeli dengan cara kredit. Apabila pembiayaan konsumen ini dibandingkan dengan kredit bank, maka pembiayaan konsumen mempunyai manfaat
atau keunggulan lain
bagi konsumen. Disamping
memperoleh pembiayaan dari perusahaan pembiayaan konsumen untuk pembelian barang, konsumen sebenarnya juga bisa memperoleh pembiayaan dari kredit bank. Keunggulan pembiayaan konsumen dibandingkan kredit bank antara lain : a) Prosedur yang lebih sederhana; b) Proses persetujuan yang biasanya lebih cepat; c) Perusahaan Pembiayaan Konsumen biasanya tidak mensyaratkan penyerahan agunan tambahan sepanjang konsumen atau debitur cukup layak untuk dipercaya kemampuan dan kemauannya untuk memenuhi kewajibannya; d) Konsumen tertentu (terutama di Indonesia) mengalami keengganan untuk berhubungan dengan bank dalam hal peminjaman dana karena minimnya informasi tentang jasa-jasa bank dan cara berhubungan dengan bank. Mengingat keunggulan-keunggulan tersebut, banyak konsumen yang lebih menyukai menggunakan jasa pembiayaan konsumen dalam pembelian barang secara kredit, meskipun besarnya bunga yang harus dibayar seringkali lebih besar daripada bunga kredit bank. c. Bagi Perusahaan Pembiayaan konsumen Manfaat utama yang dapat diperoleh perusahaan pembiayaan konsumen adalah penerimaan bunga dan biaya administrasi yang dibayarkan oleh konsumen. Tingkat bunga yang ditetapkan perusahaan pembiayaan konsumen biasanya lebih tinggi daripada tingkat bunga kredit bank. Hal ini sebagai konsekuensi atau Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
63
kompensasi karena perusahaan perusahaan pembiayaan konsumen menanggung risiko yang relatif lebih besar daripada penyaluran dana bank dalam bentuk kredit kepada debiturnya. Risiko yang ditanggung perusahaan perusahaan pembiayaan konsumen relatif lebih besar daripada bank yang menyalurkan kredit antara lain karena : a) Perusahaan pembiayaan konsumen cenderung melakukan analisis terhadap kelayakan konsumen atau calon debitur dengan cara yang lebih sederhana. Cara yang lebih sederhana ini menyebabkan kesimpulan mengenai tingkat kelayakan calon debitur memperoleh pinjaman sering sekali kurang mencerminkan keadaan calon debitur yang sebenarnya. Analisis seringkali hanya berdasarkan formulir sederhana yang diisi oleh calon debitur, dokumen identitas calon debitur, dokumen penghasilan calon debitur, dan survey singkat ke lokasi usaha atau tempat tinggal calon debitur. b) Analisis dilakukan dalam waktu yang sangat singkat. Analisis biasanya dilakukan dalam waktu yang sangat singkat, sehingga kesimpulannya kadangkala kurang mencerminkan keadaan calon debitur yang sebenarnya. Analisis harus dilakukan denagan cepat agar calon debitur tidak beralih ke supplier lain atau tidak beralih kepada kredit bank. c) Sepanjang kemampuan dan kemauan calon debitur cukup bisa diandalkan, perusahaan pembiayaan konsumen biasanya tidak mensyaratkan penyerahan agunan tambahan. Apabila pada saat jatuh tempo debitur ternyata tidak memenuhi
kewajibannya
karena
berbagai
alasan,
maka
perusahaan
pembiayaan konsuemen hanya dapat mengandalkan pada agunan pokok Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
64
berupa barang atau objek yang dibiayai dengan pembiayaan konsumen. Pada kenyataannya objek yang dibiayai dengan pembiayaan konsumen tidak selalu ada atau masih dalam keadaan baik pada saat jatuh tempo, sehingga risiko yang ditanggung oleh perusahaan pembiayaan konsumen menjadi relatif lebih tinggi daripada bank yang menyalurkan kredit dengan syarat penyerahan agunan tambahan. 5. Perkembangan Pembiayaan Konsumen Pertumbuhan
dan
perkembangan
perusahaan
yang
menghasilkan
bermacam ragam produk kebutuhan hidup sehari-hari dan dipasarkan secara terbuka baik di pasar-pasar tradisional maupun melalui iklan di media massa, mendorong masyarakat untuk ikut memiliki dan menikmati produk yang dibutuhkannya. Tetapi di sisi lain, sebagian besar masyarakat belum mampu membeli produk yang dibutuhkan itu secara tunai karena mereka masih tergolong masyarakat berpenghasilan rendah. Sejak diumumkannya Paket Kebijaksanaan 20 Desember 1988 (Pakdes, 20, 1988), mulai diperkenalkan pranata hukum baru di Indonesia, salah satu di antaranya adalah pembiayaan konsumen. Dengan memanfaatkan lembaga pembiayaan ini, masyarakat yang tadinya sulit untuk membeli atau memiliki barang kebutuhannya secara tunai, kini dengan bantuan pembiayaan konsumen kebutuhan mereka dapat dipenuhi. Konsumen yang berkepentingan menghubungi perusahaan pembiayaan konsumen agar dapat mebayar secara tunai harga barang kebutuhan yang dibelinya dari supplier dengan ketentuan pembayaran kembali harga barang itu kepada perusahaan pembiayaan konsumen yang dilakukan secara Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
65
angsuran. Dengan demikian, kebutuhan masyarakat konsumen dapat terpenuhi secara wajar. Perkembangan perusahaan pembiayaan konsumen di Indonesia, disamping karena banyak dibutuhkan oleh masyarakat, juga tidak lepas dari alasan-alasan masih kurangnya sumber pembiayaan yang mampu mengatasi kebutuhan konsumen berpenghasilan rendah. Berikut ini akan di uraikan alasan-alasan tersebut, yaitu : 29 a. Keterbatasan Sumber Dana Formal Terbatasnya sumber dana formal yang mampu mengatasi kebutuhan kredit masyarakat lapian bawah yang berpenghasilan rendah merupakan alasan pendorong berkembangnya perusahaan pembiayaan konsumen (Consumer Finace Company). Sistem pembiayaan yang fleksibel, tidak memerlukan penyerahan barang jaminan, menyesuaikan dengan tingkat kebutuhan konsumen, jumlah pembayaran setiap angsuran relatif kecil, terasa sangat meringankan konsumen. Perusahaan pembiayaan konsuemn menjadi lembaga penyelamat konsumen dari kesulitan biaya pembelian barang dengan cengkraman lintah darat. Melalui sistem pembiayaan konsumen, masyarakat lapisan bawah berpenghasilan rendah dapat memenuhi kebutuhan hidup layak yang sesuai dengan tingkat kemampuannya. Didalam masyarakat sebenarnya sudah ada lembaga pembiayaan yang bertujuan melayani kebutuhan kredit masyarakat yaitu Badan Usaha Milik Negara yang bernama Perum Pegadaian. Namun sistem pembiayaan yang diterapkannya kurang
fleksibel,
keharusan
menyerahkan
barang
jaminan
dirasakan
29
Abdulkadir Muhammad, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, Hal. 250. Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
66
memberatkan, tidak sesuai dengan tingkat kebutuhan masyarakat, dan tidak menjangkau masyarakat luas selaku konsumen. Keadaan ini menjadi pendorong pengusaha Indonesia untuk mengembangkan sistem pembiayaan yang disebut Pembiayaan Konsumen. b. Koperasi Pembiayaan Sulit Berkembang Koperasi simpan pinjam (kredit) sebenarnya merupakaan salah satu bentuk pembiayaan konsumen yang tepat bagi masyarakat lapisan bawah berpenghasilan rendah. Mereka berhimpun dalam kelompok usaha koperasi guna meningkatkan kesejahteraan, termasuk pembelian barang kebutuhan hidup atau keperluan rumah tangga secara kredit lewat koperasi. Koperasi membeli barang kebutuhan konsumen langsung dari pemasok secara tunai, kemudian dijual secara kredit lewat Koperasi. Koperasi membeli barang kebutuhan konsumen langsung dari pemasok secara tunai, kemudian dijual secara kredit (pembayaran angsuran) kepada masyarakat konsumen. Namun kenyataannya Koperasi Simpan Pinjam (Kredit) belum mampu berfungsi sebagai pembiayaan konsumen. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai sebab anatara laian : 1. Manajemen koperasi ditangani oleh orang-orang yang tidak profesional, kalaupun profesional masih bermental individualis, tidak berorientasi kepada kepentingan bersama untuk kesejahteraan bersama. 2. Pembinaan
dan
pengawasan
koperasi
lebih
menekankan
pada
keberadaannya, tidak kepada pemanfaatan modal usaha dan budaya usaha (corporate culture). Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
67
3. Apabila koperasi mulai mampu menghimpun modal dalam jumlah yang cukup
besar,
maka
ada
kecenderungan
untuk
korupsi,
dengan
memanfaatkan modal koperasi untuk perusahaan pribadi. Keadaan demikian ini menjadi pendorong perkembangan perusahaan pembiayaan konsumen yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen secara wajar. Penerapan sistem pembiayaan yang fleksibel, sesuai dengan tingkat kemampuan dan kebutuhan konsumen sulit ditandingi oleh koperasi yang serba tradisional dan tidak berbudaya usaha. c. Bank Tidak Melayani Pembiayaan Konsumen Konsumen umumnya adalah masyarakat berpenghasilan rendah sulit mengakses bank untuk memperoleh kredit ukuran kecil. Bank tidak melayani pemberian kredit yang bersifat konsumtif dan ukuran kecil. Disamping itu, bank selalu menerapkan prinsip jaminan dalam pemberian kredit. Hal ini sulit dipenuhi oleh konsumen karena dirasakan berat. Keadaan ini menjadi dorongan perkembangan perusahaan pembiayaan konsumen yang mampu menampung kebutuhan konsumen secara wajar. d. Pembiayaan Lintah Darat Di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah, Lintah darat memainkan peran yang tidak kalah pentingnya dengan Lembaga Pembiayaan. Sistem pembiayaan yang diterapkannya bersifat tradisional, bunga sangat tinggi bahkan jauh melebihi batas kewajaran yang berlaku dalam kegiatan bisnis biasa. Sistem penagihan yang sangat ketat dengan ancaman penarikan barang bila menunggak, merupakan momok yang ditakuti oleh konsumen. Disatu sisi intah darat berfungsi Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
68
sebagai penolong konsumen, dilain sisi dia berfungsi sebagai pihak yang menyengsarakan konsumen. Keadaan
ini
mendorong
berkembangnya
perusahaan
pembiayaan
konsumen dengan menerapkan sistem pembiayaan secara fleksibel sesuai dengan kebutuhan dan tingkat kemempuan konsumen. Munculnya pranata hukum pembiayaan konsumen yang diatur dan diawasi oleh pemerintah merupakan dewa penyelamat bagi konsumen berpenghasilan.
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
69
BAB III GAMBARAN KHUSUS PT. SUZUKI FINANCE INDONESIA (SFI) CABANG LHOKSEUMAWE A. Sejarah Singkat Perusahaan PT. SUZUKI Finance Indonesia atau yang lebih dikenal dengan SUZUKI Finance merupakan salah satu bentuk komitmen SUZUKI untuk mendukung penjualan Sepeda motor SUZUKI di Indonesia. Sebagai Kredit resmi sepeda motor SUZUKI, SUZUKI Finance hadir untuk memberikan pelayanan yang lengkap dan terbaik kepada setiap orang yang ingin mendapatkan sepeda motor SUZUKI secara kredit dengan mudah dan aman. SUZUKI FINANCE merupakan perusahaan kerjasama antara ITOCHU Corporation dengan SUZUKI Motor Coprporation Jepang dan telah beroperasi sejak Mei 2005. SUZUKI Finance Indonesia berada di Lhokseumawe yaitu di Jalan Darussalam Nomor 32 C sejak tahun 2006, sebagai Kantor Perwakilan dari Kantor Pusat yang berada di Jakarta. B. Produk SUZUKI FINANCE 1. Consumer Finance / Pembiayaan Konsumen SUZUKI FINANCE menyediakan jasa pelayanan pembiayaan Sepeda Motor SUZUKI untuk konsumen individu/perorangan.
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
70
2. Corporate Finance / Pembiayaan korporat SUZUKI FINANCE juga menyediakan jasa pelayanan pembiayaan Sepeda Motor SUZUKI bagi perusahaan baik untuk operasional perusahaan maupun program kepemilikan bagi karyawan perusahaan. C. STRUKTUR ORGANISASI Dalam kegiatan usahanya PT. SUZUKI Finance Indonesia Cabang Lhokseumawe hanya mempunyai tiga bagian yaitu : 1. Bagian Marketing dan Credit 2. Bagian Back Office. 3. Bagian Collateral. Tugas dan tanggung jawab masing-masing bagian struktur organisasi adalah sebagai berikut : a) Kepala Reperesentative Office Kepala RO mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut : 1) Membuat dan mengontrol report-report yang diperlukan oleh pihak menajemen perusahaan, misalnya Marketing, Back Office dan Collection. 2) Memberikan rekomendasi aplikasi perohonan kredit calon debitur sesuai dengan credit policy dan melalui persetujuan komite kredit sesuai dengan jenjang kewenangan yang dimilikinya. 3) Melakukan chouching dan counselling atau penilaian terhadap bawahannya sesuai dengan ketentuan perusahaan. Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
71
4) Memeriksa dan memastikan Admin Coordinator dapat menjalankan aktivitas kerjanya dan membimbing bawahannya dibagian masing-masing dengan benar sesuai dengan standart operasional perusahaan. 5) Memeriksa dan memastikan bahwa Finance telah melakukan penerimaan dan pembayaran dengan baik dan benar sesuai ketentuan dan prosedur perusahaan. 6) Memastikan dan menendatangani semua dokumen perjanjian kredit debitur. 7) Memeriksa dan mengontrol penerimaan dan pengeluaran Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor. 8) Bertanggung jawab terhadap semua peraturan dan kebijaksanaan dari perusahaan. b) Marketing Head (MH). Adapun yang menjadi tanggung jawab dari Marketing head (MH) adalah : 1) Marketing Head (MH) bertugas untuk memantau pasar penjualan kendaraan diberbagai dealer. 2) Menyusun strategi penjualan dengan membuat paket dan promosi dengan persetujuan Kepala Cabang, Area Manager dan kantor Pusat. 3) Memberikan dan menawarkan kepada dealer price/paket pembiayaan perusahaan yang telah disetujui Kantor Pusat. 4) Membina dan meningkatkan produktivitas CMO. 5) Memeriksa adanya Memo Pending dari CMO agar segera dilengkapi. 6) Menjaga Account Receivable (AR) para debitor dari CMO-nya dengan memantau angsuran debitur dari pertama sampai dengan akhir. 7) Membina hubungan baik dengan dealer dan debitur. Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
72
8) Bersama-sama dengan CMO menjalin kerjasama dengan dealer dan menawarkan paket penjualan yang telah disetujui Kantor Pusat. 9) Meminta biaya pembatalan kredit kepada Debitur/Dealer. 10) Memeriksa dan memberikan arahan kepada CMO mengenai Stop Selling CMO. 11) Membuat analisa competitor yang ada di Dealer. 12) Membuat laporan penjualan Dealer dan melakukan analisa terhadap program marketing. 13) Membuat perhitungan insentif Dealer. c) Credit Screener Berikut adalah tugas dan tanggung jawab Credit Screener, yaitu : 1) Memeriksa kelengkapan dan validitas dokumen persyaratan kreit calon debitur. 2) Melakukan verivikasi terhadap kebenaran dan legalitas dokumen-dokumen persyaratan kredit calon debitur. 3) Memeriksa daftar debitur apakah termasuk dalam daftar Black List / Reject. 4) Melakukan follow up terhadap permohonan kredit yang proses approvalnya sampai dengan Kepala Cabang, Area Manager dan Kantor Pusat. 5) Membuat laporan mingguan daftar in approval, realisasi, reject dan black list. d) Credit Analyst Yang menjadi tanggung jawab dari Credit Analyst adalah :
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
73
1) Memeriksa dan menganalisa kelengkapan dokumen persyaratan kredit calon debitur, FAPP dan Lembar Analisa Survey dan Rekomendasi Perseorangn / Badan hukum. 2) Melakukan analisa secara menyeluruh (kuantitatif dan kualitatif) dengan menggunakan metode 1P+5C untuk menilai tingkat kelayakan pembiayaan. 3) Memeriksa kelayakan dokumen persyaratan kredit calon debitur, beserta kekuatan legalitas dokumen persyaratan kredit calon debitur. 4) Melakukan kunjungan langsung ke lapangan atau survey ulang ke calon debitur terhadap aplikasi kredit baru, pengulangan, atau tambahan. 5) Melakukan survey sampling kepada debitur potensial bad debt bahwa debitur memiliki aging >30 hari pada angsuran pertama sampai ke enam. 6) Menganalisa dan mengkaji ulang kasus-kasus kredit bermasalah yang timbul setelah terealisasinya kredit. 7) Membuat laporan-laporan marketing dan mengirimnya ke Kantor Pusat. 8) Memberikan rekomendasi/catatan dan persetujuan atas hasil survey CMO pada kolom persetujuan Komite Kredit. e) Credit Screener Berikut yang menjadi tanggung jawab dari Credit Screener yaitu : 1) Memeriksa kelengkapan dan validitas dokumen persyaratan kredit Debitur. 2) Melakukan verifikasi terhadap kebenaran dan legalitas dokumen-dokumen persyaratan kredit calon debitur. 3) Memeriksa kelengkapan data calon debitur dan memeriksa adanya Memo Pending dari CMO agar segera dilengkapi. Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
74
4) Memeriksa/mengecek daftar debitur apakah masuk dalam daftar black list/reject. 5) Memeriksa apakah ketentuan program/kebijakan tentang kredit tidak menyimpang. 6) Melakukan follow up terhadap permohonan kredit yang proses approvalnya ssampai dengan Kepala Cabang, Area Manager dan kantor pusat. 7) Melakukan follow up memo Pending persyaratan kredit. 8) Menginput semua data baik in approval, realisasi, reject dan black list. 9) Membuat laporan mingguan daftar in approval, realisasi, reject, beserta alasan reject. 10) Membuat laporan first installment default. 11) Membantu tugas credit analyst dalam pembuatan laporan marketing. f) Administration Coordinator. 1) Melakukan pemeriksaan aktivitas kerja seluruh bagian Back Office. 2) Melakuakn koordinasi dengan semua departemen dan Kantor Pusat. 3) Memelihara kondisi kantor, dan pengamanannya. 4) Membuat berbagai macam laporan wajib maupun yang tidak wajib sesuai dengan kebutuhan pihak menajemen perusahaan. g) Data Entry. Tugas dan tanggung jawab Data Entry adalah : 1) Melakukan input data calon debitur ke dalam sistem sampai ke luar nomor kontrak debitur.
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
75
2) Melakukan validasi terhadap dokumen kontrak setelah di tandatangani oleh Debitur dan Dealer. h) Credit Processor Credit Processor mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut : 1) Melakukan pemeriksaan ulang terhadap data di sistem yang telah di input oleh data entry. 2) Melakukan follow up Memo Pending tagihan dealer kepada CMO atau langsung ke dealer. 3) Melakukan konfirmasi kepada debitur untuk memastikan berita acara serah terima kendaraan/surat jalan dari dealer. 4) Melakukan perubahan data apabila terjadi kesalahan atau perubahan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan perjanjian kontrak antara debitur dengan perusahaan selain data strukur kredit. i) Asuransi tugas dan tanggung jawab asuransi, yaitu : 1) Membuat laporan penutupan kondisi asuransi dan mengirimkannya ke perusahaan asuransi. 2) Melakukan pengecekan terhadap polis dan tagihan asuransi yang dikirimkan oleh perusahaan asuransi. 3) Mendistribusikan polis asuransi yang telah diterima perusahaan asuransi kepada Credit Admin. 4) Membantu proses klaim dari debitur untuk melengkapi dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk proses klaim asuransi. Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
76
5) Bertanggung jawab terhadap kebenaran data asuransi debitur, bertanggung jawab dalam kebenaran data Polis asuransi, bertanggung jawab terhadap membantu credit Admin dalam pengiriman polis asuransi kepada debitur. j) Collateral. Berikut ini adalah tugas dan tanggung jawab Colltaeral : 1) Menerima dan memeriksa Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) dan kelengkapan berkas dokumen BPKB. 2) Bertanggung jawab atas BPKB dan jaminan tambahan lainnya yang berkaitan dengan pembiayaan. 3) Bertanggung jawab dalam menyerahkan BPKB kepada debitur, Bidder dan Perusahaan Asuransi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 4) Melakukan Stock Opname BPKB setiap akhir bulan. h) AR Coordinator. Yang menjadi tugas dan tanggung jawab AR Coordinator adalah: 1) Mengontrol semua aktifitas dari AR Administration. 2) Melakukan pemeriksaan terhadap laporan outgoing call yang dibuat oleh Desk Call. 3) Memonitor perkembangan kasus debitur yang ditangani oleh Remedial Officer/Proff Coll. k) Finance Adapun yan menjadi tugas dan tanggung jawabnya ialah : 1) Menginput pembayaran debitur via transfer berdasarkan bukti yang ada.
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
77
2) Menerima, menyimpan dan melakukan kliring debitur sesuai dengan jatuh tempo
serta
membuatkan
tanda
terima
dan
laporannya,
kemudian
menindaklanjuti tolakan kepada pihak yang terkait. 3) Bertanggung jawab terhadap penerimaan non cash atau cash dari teller dan DCS, penyetoran bank, pembayaran dan mengontrol atau mengawasi cash flow keuangan representative office. 4) Bertanggung jawab terhadap kas kecil dan membuat laporan realisasinya dalam laporan cash opname petry cash. l) Desk Call. Desk Call bertugas dan bertanggung jawab atas : 1) Mempersiapkan laporan Outgoing Call yang berisi daftar nama-nama debitur yang akan dihubungi. 2) Menghubungi debitur untuk mengingatkan bahwa angsurannya telah jatuh tempo dan meminta debitur untuk melakukan pembayaran angsurannya. 3) Memastikan bahwa Debitur telah menerima dokumen copy contract dengan baik dan lengkap. 4) Melaporkan perkembangan kondisi Debitur yang telah dihubungi kepada AR Coordinator dengan membuat laporan Outgoing Call. 5) Memfollow up Debitur yang telah dihubungi dan telah membuat janji bayar. 6) Membuat summary laporan Outgoing Call setiap akhir bulan untuk dilaporkan kepada AR Coordinator dan Kepala RO sebagai laporan pencapaian hasil Desk Call dalam menghubungi Debitur.
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
78
m) Credit Admin Tugas dan tanggung jawab dari Credit Admin yaitu : 1) Melakukan proses administrasi dan pengiriman dokumen yang dibutuhkan dalam proses join financing. 2) Mempersiapkan dokumen-dokumen untuk pembuatan akta pengikatan jaminan fidusia di kantor notaris. 3) Mempersiapkan dokumen-dokumen untuk pembuatan sertifikat fidusia di kantor pendaftaran fidusia. 4) Bertanggung jawab dalam penyimpanan dan pemeliharaan semua dokumen dalam map perjanjian kredit dengan tetap mempertahankan kelengkapan dan kerapian dokumen tersebut secara lengkap dan rapi. 5) Bertanggung jawab terhadap proses pengiriman dokumen kontrak kepada debitur dan DCS. n) Teller Yang menjadi tugas dan tanggung jawab Teller ialah : 1) Menerima pembayaran angsuran tunai dari debitur. 2) Setiap penerimaan dilaporkan dan disetorkan kepada staff finance untuk disetorkan ke bank. 3) Mengingatkan dan meminta debitur membayar denda jika telah melewati jatuh tempo pembayaran angsuran. 4) Menerima pembayaran pelunasan dipercepat secara tunai dari debitur.
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
79
o) AR Coordinator Adapun yang menjadi tugas dan tanggung jawab dari AR Coordinator adalah : 1) Melakukan pemeriksaan terhadap laporan outgoing call yang dibuat oleh Desk Call. 2) Melakukan control bahwa AR Admin telah mencetak SP I/SPII/SPT bagi Debitur yang menunggak. 3) Memastikan AR Admin melakukan control terhadap penggunaan dan pendistribusian Tanda Terima Sementara. 4) Memastikan unit tarikan diverifikasi oleh Remedial Admin sebelum disimpan ditempat yang aman. 5) Melakukan penanganan khusus (penagihan/penarikan) terhadap debitur yang overdue bersama AR Officer/Remedial Officer. 6) Melakukan pemeriksaan dan pengawasan terhadap proses penarikan, penjualan dan pengeluaran unit di Dealer Costumer Service. o) AR Admin Yang menjadi tugas dan tanggung jawab dari AR Admin adalah : 1) Membuat dan memberikan laporan mengenai SP I, SP II, SPT yang telah dicetak kepada AR Coordinator dalam bentuk rekap SP I, SP II, SPT. 2) Mempersiapkan administrasi untuk tugas A/R Officer dalam menangani debitur yang menunggak. 3) Membantu AR Coordinator dalam mengontrol kebenaran hasil penagihan A/R Officer atau Remedial Officer. Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
80
4) Membuat laporan-laporan Collection yang berhubungan dengan Account Receivable. 5) Melakukan pemeriksaan hasil kunjungan A/R Officer yang sampling. 6) Melakukan pengiriman dan penerimaan dokumen yang berhubungan dengan Collection dari / ke DCS 7) Melakukan aktivitas monitoring yang konsisten dan continue bersama AR Coordinator untuk mengantisipasi pergerakan A/R Overdue. p) AR Officer. Tugas dan tanggung jawab dari AR Officer yaitu : 1) Mengunjungi debitur yang menunggak untuk melakukan penagihan sesuai dengan wilayahnya. 2) Mengirimkan Surat Peringatan (SP) I, II, dan Surat Peringatan Terakhir(SPT) kepada debitur yang menunggak. 3) Menerima uang angsuran, denda, dan biaya tagih dari debitur dengan memberikan TTS sebagai tanda bukti penerimaan serta menyetorkan hasil tagihan ke Teller atau Finance tepat waktu. 4) Mencari informasi keberadaan debitur jika debitur belum dapat ditemui atau mencari tahu keberadaan posisi unit jika unit kendaraan tidak terlihat. 5) Membuat laporan harian atas kunjungan yang telah dilakukan kepada AR Coordinator. 6) Melakukan follow up terhadap debitur yang janji bayar atau belum bertemu. 7) Melakukan aktivitas monitoring yang konsisten dan continiue bersama AR Coordinator untuk mengantisipasi pergerakan A/R Overdue. Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
81
p) Remedial Admin Tugas dan tanggung jawabnya ialah : 1) Membuat dan mencetak 2 rangkap Surat Tugas Penarikan (STP) buat Remedial Officer atau Surat Kuasa Penarikan (SKP) untuk Proff coll. 2) Memberikan laporan tentang STP/SKP yang telah dicetak kepada AR Coordinator dalam bentuk rekap STP/SKP. 3) Mempersiapkan administrasi untuk tugas Remedial Officer dan Proff coll dalam melakukan penarikan unit. 4) Melakukan verifikasi terhadap kendaraan tarikan yang berhasil ditarik. 5) Menginput unit kendaraan tarikan yang berhasil ditarik kedalam laporan mutasi. 6) Membuat dan mengirimkan surat somasi kepada debitur yang unitnya berhasil ditarik setelah melakukan kordinasi dengan AR Coordinator. 7) Melakukan pengiriman dan penerimaan dokumen yang berhubungan dengan proses penarikan, penjualan dan pengeluaran unit. r) Remedial Officer. Berikut ini adalah tugas dan tanggung jawab Remedial Officer : 1) Remedial Officer bertanggung jawab atas terlaksananya kegiatan penarikan terhadap unit debitur yang menunggak. 2) Menyiapkan administrasi yang diperlukan dalam penagihan. 3) Mengunjungi Debitur yang menunggak untuk melakukan penarikan unit. 4) Melakukan penagihan atau penarikan terhadap unit kendaraan dari Debitur yang menunggak. Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
82
5) Menyerahkan unit kendaraan tarikan beserta perlengkapannya kepada Remedial Admin untuk diverifikasi. 6) Membuat laporan harian atas kunjungan yang telah dilakukan. 7) Melakukan follow up terhadap Debitur dan unitnya yang belum ditemukan. 8) Melakukan tugas tindakan eksekusi unit kendaraan seperti negosiasi dan membangun networking dengan Proff call, aparat dan masyarakat. 9) Berkoordinasi dengan proff call saat proses proff call melakukan penarikan unit kendaraan. 10) Melakukan analisa permasalahanterhadap debitur yang kasus/unitnya belum juga berhasil ditarik, sehingga dapt dirumuskan konsep dan strategi yang tepat untuk proses penarikan yang akan dilakukan Remedial Officer/proff call. 11) Melaporkan dan mengkomunikasikan pencapaian hasil kerja dan kendala yang dihadapi kepada AR Coordinator serta hasil tindakan yang telah dilakukan terhadap debitur.
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
83
BAB IV PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN DI PT. SUZUKI FINANCE INDONESIA CABANG LHOKSEUMAWE A. Prosedur Permohonan Pembiayaan Konsumen Untuk memperoleh kredit pembiayaan dengan pembiayaan konsumen, maka pihak calon debitur harus terlebih dahulu mengetahui hal-hal apa saja yang harus dilalui. Salah satunya ialah untuk mengetahui apa yang menjadi syarat perjanjian pembiayaan konsumen yang telah ditetapkan dalam perusahaan pembiayaan tersebut, dalam hal ini ialah perusahaan SUZUKI Finance Indonesia. Agar terhindar dari segala yang tidak diinginkan, maka seorang calon debitur haruslah membaca dengan teliti atau secara detail apa saja yang menjadi isi perjanjian pembiayaan konsumen tersebut, apabila calon debitur merasa mampu, maka ia dapat memutuskan untuk melakukan perjanjian pembiayaan tersebut, tetapi apabila calon debitur merasa tidak sesuai atau tidak mampu dengan isi dari perjanjian, maka calon debitur dapat memutuskan bahwa ia tidak mampu
melakukan
perjanjian
pembiayaan
tersebut.
Karena
perjanjian
pembiayaan konsumen ini, sifatnya merupakan perjanjian baku, maka pihak calon debitur tidak dapat menambah atau mengurangi klausula dari perjanjian yang telah ditentukan perusahaaan pembiayaan tersebut. Apabila ia merasa sesuai dengan klausul perjanjian tersebut, maka ia dapat menyepakati apa yang tertuang dalam perjanjian. Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
84
Prosedur permohonan pebiayaan yang dilakukan oleh PT. SUZUKI Finance Indonesia Cabang Lhokseumawe yang diberi nama dengan perjanjian pembiayaan konsumen yaitu: 1. Seorang calon debitur yang ingin memiliki kendaraan bermotor roda dua tetapi tidak memiliki uang cukup untuk membeli secara kontan mendatangi sebuah supplier yaitu daeler resmi SUZUKI yang menyediakan kendaraan bermotor roda dua baru dengan merek SUZUKI yang merupakan penyedia sarana fisik kendaraan bermotor dari perusahaan pembiayaan konsumen Suzuki Finance Indonesia Lhokseumawe. 2. Setelah calon debitur menemukan kendaraan roda dua yang sesuai dengan pilihannya, maka jika ia ingin memperoleh bantuan pembiayaan, maka dengan adanya kerja sama antara dealer resmi Suzuki dan perusahaan Suzuki Finance Indonesia, maka calon debitur dapat memohon bantuan pembiayaan kepada dealer, dan pihak dealer akan memberikan daftar harga dan mengarahkan struktur kredit yang terbaik bagi calon debitur. Kemudian pihak dealer akan memberikan penjelasan mengenai prasyaratan kredit untuk menjadi calon debitur. Lalu pihak Dealer akan memberikan Form Aplikasi Permohonan Pembiayaan (FAPP) untuk diisi oleh calon debitur dan menanyakan kepada calon debitur apakah calon debitur merupakan calon debitur baru atau bukan. Pada PT. SFI, Calon debitur dapat diklasifikasikan menjadi : a) Pemohon baru (new contract), dimana calon debitur belum pernah menjadi debitur sebelumnya;
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
85
b) Additional Order, dimana calon debitur merupakan Debitur yang masih aktif (mengajukan aplikasi kredit baru sementara kredit yang lama belum selesai); c) Repeat Order, dimana calon debitur dulunya pernah menjadi debitur (sudah selesai) dan sekarang ingin mengajukan aplikasi kredit yang baru lagi. Apabila calon debitur merupakan tipe yang kedua yaitu additional order/repeat order, maka pihak dealer harus mencatat data-data debitur seperti : nomor kontrak, nama, merek/type kendaraan yang pernah dibiayai oleh SFI, hal ini agar memudahkan pihak SFI untuk menganalisa history/sejarah debitur tersebut. Lalu calon debitur mengisi Form Aplikasi Permohonan Pembiayaan (FAPP), data-data yang harus diisi oleh calon debitur antara lain : (1) Nama pemohon sesuai KTP/SIM, Nama Alias, Nomor identitas; (2) Tempat tanggal lahir, umur, status, jumlah tanggungan; (3) Alamat lengkap; (4) Nomor telepon, status rumah, Lama menempati; (5) Nama ibu kandung; (6) pendidikan terakhir; (7) Jenis pekerjaan, Segmen bisnis, Jabatan, Nama Perusahaan, Nomor telepon, Alamat Perusahaan; (8) Penghasilan per bulan;
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
86
(9) Nama Istri/ Suami, Nomor KTP/SIM, Tempat tanggal lahir, Alamat Lengkap, Nomor telepon, Pekerjaan, Nama perusahaan, Alamat perusahaan, Nomor telepon, jabatan/masa kerja, Penghasilan per bulan. (10)
Jika ada penjamin, maka harus dicantumkan data penjamin dalam formulir Aplikasi Permohonan Pembiayaan (FAPP). Setelah data diri pemohon diisi, maka dealer akan mengisi data-data
kendaraan yang akan dibiayai. Data-data ini diisi berguna sebagai salah satu pertimbangan perusahaan pembiayaan konsumen dalam hal menyetujui atau menolak permohonan pembiayaan. Disamping mengisi data-data yang diharuskan dalam Formulir Aplikasi Permohonan Pembiayaan (FAPP), pemohon juga melengkapi dokumen-dokumen lain yang tercantum didalam formulir pembiayaan, yaitu : (a) Jika pemohon perorangan yang berstatus sebagai pegawai negeri, harus menyertakan : 1. Fotocopy KTP, suami / istri dan penjamin (jika ada); 2. Fotocopy Kartu Keluarga; 3. Keterangan penghasilan dan slip gaji; 4. Surat Keputusan Terakhir (SK Pegawai Negeri Sipil), Rekap Gaji Karyawan (bulan terakhir) atau kartu pegawai (kerpeg); 5. Rekening koran / tabungan (3 bulan terakhir), nota pembelian dan penjualan (1 bulan terakhir); 6. Foto usaha (harus ada jika ada tempat usaha).
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
87
(b) Jika pemohon berstatus sebagai Karyawan Swasta, maka ia harus menyertakan: 1. Fotocopy KTP, suami / istri dan penjamin (jika ada); 2. Fotocopy Kartu Keluarga; 3. Keterangan penghasilan dan slip gaji; 4. Rekening koran / tabungan ( minimal 1 bulan terakhir), nota pembelian dan penjualan (1 bulan terakhir); 5. Foto usaha (harus ada jika ada tempat usaha). (c) Jika pemohon seorang wiraswasta harus menyertakan : 1. Fotocopy KTP, suami / istri dan penjamin (jika ada); 2. Fotocopy Kartu Keluarga; 3. Keterangan penghasilan dan slip gaji; 4. Rekening koran / tabungan atau nota pembelian dan penjualan (salah satu dalam 3 bulan terakhir); 5. Surat keterangan usaha yang dilegalisasi oleh RT setempat dan foto usaha (harus ada jika ada tempat usaha); 6. Surat keterangan penghasilan (bermaterai); 7. Surat perjanjian kerja sama / bukti kontrak kerja sama (jika ada dan tergantung segmen bisnis). (d) Jika pemohon seorang profesional atau berprofesi tertentu, maka harus menyertakan : 1. Fotocopy KTP, suami / istri dan penjamin (jika ada); 2. Fotocopy Kartu Keluarga; Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
88
3. Keterangan penghasilan dan slip gaji; 4. Rekening koran / tabungan (salah satu dalam 3 bulan terakhir), Buku pendaftaran pasien / klien; 5. Ijin praktek yang masih berlaku, Kartu nama. (e) Jika pemohon berstatus Badan Hukum, maka harus menyertakan : 1. Bukti identitas badan hukum, yang terdiri dari akte pendirian perusahaan dan akte perubahan terakhir yang telah mendapat pengesahan dari Departemen Kehakiman; 2. KTP Direksi yang masih berlaku jika direksi adalah WNI, fotocopy SIM atau Resi KTP atau surat keterangan domisili / tempat tinggal yang dikeluarkan oleh kantor Kelurahan atau desa Setempat, Pasport dan KITAS serta IMTA, jika Direksi adalah WNA. 3. NPWP Badan Hukum, SIUP atau izin Operasional yang masih berlaku, Surat keterangan domisili perusahaan / SITU, TDP yang masih berlaku. 4. Untuk bukti pendapatan, yaitu : Laporan keuangan, Rekening Koran, Foto tempat usaha / Perusahaan, Surat perjanjian kerja sama yang masih berlaku (jika ada dan tergantung segmen bisnis calon debitur). (f) Jika pemohon berstatus seorang warga negara asing, maka ia harus menyertakan : 1. Kartu ijin menetap sementara dan kartu ijin tinggal sementara dan IMTA yang masih berlaku; 2. Fotocopy pasport yang masih berlaku; 3. NPWP, jika total pokok hutang >50 juta. Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
89
3. Setelah semua data diisi dan ditandatangani oleh semua pihak, maka FAPP (yang asli) dikembalikan lagi kepada pihak dealer untuk proses selanjutnya, dan lembar tembusan FAPP disimpan oleh calon debitur. Setelah itu pihak Suzuki
Finance
Indonesia
Cabang
Lhokseumawe
setelah
mendapat
pemberitahuan dari daeler tentang adanya calon debitur, pihak Suzuki Finance Indonesia Cabang Lhokseumawe akan langsung melakukan survey dengan jadwal yang telah disepakati dan sebelumnya diberitahukan terlebih dahulu kepada calon debitur. Survey terhadap calon debitur dilakukan ke rumah dan ke tempat usaha atau perusahaan calon debitur, di mana survey ini dilakukan untuk menganalisa kapasitas calon debitur. Sebelum menghubungi calon debitur, pihak SFI akan mencari informasi dan memastikan bahwa calon debitur tidak masuk dalam daftar debitur black list, jika calon debitur termasuk dalam calon black list, maka pihak Suzuki Finance Indonesia Cabang Lhokseumawe akan membatalkan rencana rencana untuk survey dan memberitahukan kepada dealer dan calon debitur alasan penolakan aplikasi permohonan pembiayaan tersebut. 4. Setelah survey dilakukan, maka dari hasil survey dapat diputuskan apakah permohonan pembiayaan tersebut disetujui/diterima atau ditolak. Jika permohonan pembiayaan tersebut disetujui, maka langkah selanjutnya yaitu semua dokumen-dokumen yang bersangkutan diproses. Pemohon pembiayaan diharuskan untuk membayar down payment sesuai dengan ketentuan perusahaan yaitu sebesar 20% dari harga barang.
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
90
5. Setelah calon debitur membayar Down Payment atau uang muka, sebesar 20% dari harga barang baik kepada dealer ataupun kepada Suzuki Finance Indonesia cabang Lhokseumawe, barulah dilaksanakan penandatanganan perjanjian yang syarat-syarat perjanjian tersebut telah disepakati bersama oleh oleh kedua belah pihak. Didalam perjanjian yang telah disepakati, maka telah tercantum angsuran stiap bulan yang harus dibayar dalam jangka waktu tertentu. 6. Setelah terjadi penandatanganan perjanjian pembiayaan, maka Suzuki Finance Indonesia cabang Lhokseumawe akan membayar kepada supplier secara kontan harga barang atas nama debitur dan supplier menyerahkan kendaraan bermotor roda dua merek SUZUKI tersebut kepada debitur, hanya saja suratsurat yang berhubungan dengan barang tersebut seperti BPKB dan copy faktur pembelian dipegang oleh Suzuki Finance Indonesia Cabang Lhokseumawe sebagai jaminan hutang secara fidusia. Dan BPKB sebagai bukti kepemilikan kendaraan bermotor roda dua akan diserahkan Suzuki Finance Indonesia Cabang Lhokseumawe kepada debitur setelah debitur melunasi hutangnya. Dengan proses pelaksanaan dari perjanjian pembiayaan tersebut di atas, maka debitur sudah dapat menikmati barang objek pembiayaan itu, akan tetapi debitur harus membayar angsuran untuk melunasi hutangnya kepada kreditur untuk dapat memperoleh bukti kepemilikan barang tersebut. Dari prosedur permohonan pembiayaan konsumen tersebut, maka terdapat tiga pihak yang terlibat dalam perjanjian pembiayaan tersebut, yaitu daeler resmi
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
91
SUZUKI sebagai supplier, Perusahaan SUZUKI Finance Indonesia Cabang Lhokseumawe sebagai kreditur, dan konsumen sebagai debitur. Dalam prosedur permohonan pembiayaan konsumen pada khususnya di PT. SUZUKI Finance Indonesia Cabang Lhokseumawe, terdapat beberapa tindakan dari debitur yang dapat menghambat jalannya prosedur perjanjian pembiayaan, yaitu : a. Calon Debitur tidak bersedia memberikan berkas persyaratan, di mana untuk mendapatkan pembiayaan dari pihak perusahaan, maka calon debitur harus memenuhi persyaratan dan menyerahkan berkas persyaratan yang telah ditentukan oleh Perusahaan guna keperluan arsip pihak perusahaan; b. Calon debitur menolak untuk disurvey ke rumah atau ke perusahaannya oleh pihak Perusahaan SUZUKI Finance Indonesia Cabang Lhokseumawe guna keperluan pihak Perusahaan untuk menganalisa kapasitas dari calon debitur apakah mampu untuk memenuhi kewajibannya atau tidak untuk membayar angsuran pembiayaan kepada perusahaan. Dengan adanya hambatan-hambatan tersebut, maka dapat dilihat bahwa tidak adanya itikad baik dari calon debitur untuk melaksanakan perjanjian, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata, bahwa perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Sehingga akibat dari perbuatan debitur ini pihak perusahaan membatalkan permohonan perjanjian pembiayaan.
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
92
B. Pemberian Jaminan Oleh Pihak Debitur Pemberian fasilitas kredit akan selalu membutuhkan adanya jaminan. Dibutuhkannya jaminan dan agunan dalam suatu pemberian fasilitas kredit adalah semata-mata berorientasi untuk melindungi kepentingan kreditur agar dana yang telah diberikannya kepada debitur dapat dikembalikan sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan, dengan perkataan lain pihak pemilik dana atau kreditur, terutama lembaga pembiayaan mensyaratkan adanya jaminan bagi pemberian kredit demi keamanan dana dan kepastian hukumnya. 30 Jaminan adalah menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum. KUHPerdata juga mengatur mengenai pemberian jaminan ini yang terdapat dalam Pasal 1131 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Segala kebendaan si berutang (debitur), baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi jaminan suatu segala perikatan pribadi debitur tersebut.” Ketentuan dalam pasal tersebut merupakan suatu jaminan terhadap pembayaran hutang-hutang debitur, tanpa diperjanjikan dan tanpa menunjuk benda khusus dari si debitur. Disamping jaminan umum berdasarkan Pasal 1131 KUHPerdata, dalam ilmu hukum jaminan, dikenal pula jaminan yang bersifat khusus. Yang dimaksudkan dengan jaminan kebendaan yang khusus ini adalah penunjukan/penentuan atas benda tertentu milik debitur atau milik pihak ketiga, yang dimaksudkan sebgai jaminan hutangnya kepada kreditur, di mana jika debitur wanprestasi atas pembayaran hutangnya, hasil dari benda objek jaminan 30
Abdul Rasyid Saliman, Dkk, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan (Teori dan Kasus), Jakarta, 2005, Hal.14. Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
93
tersebut harus terlebih dahulu (preference) dibayar kepada kreditur yang bersangkutan untuk melunasi pembayaran hutangnya, sedangkan jika ada sisanya, baru dibagi-bagikan kepada kreditur yang lain (kreditur konkuren). Jaminan-jaminan yang diberikan dalam transaksi pembiayaan konsumen ini pada prinsipnya serupa dengan jaminan terhadap perjanjian kredit bank biasa, khususnya kredit konsumsi. Untuk itu dapat dibagi kedalam jaminan utama, jaminan pokok dan jaminan tambahan. Dalam Jaminan Utama, sebagai suatu kredit, maka pokok jaminannya adalah KEPERCAYAAN dari kreditur kepada debitur (konsumen), bahwa pihak konsumen dapat dipercaya dan sanggup membayar hutang-hutangnya. Jadi di sini prinsip pemberian kredit berlaku, misalnya prinsip 5C yaitu Collateral (jaminan atau agunan), Capacity (kapasitas/kecakapan), Character (watak), Capital (permodalan), Condition of economy (keadaan ekonomi). Jaminan pokok dalam transaksi pembiayaan konsumen adalah barang yang dibeli dengan dana tersebut. Jika dana tersebut diberikan misalnya untuk membeli mobil, maka mobil yang bersangkutan menjadi jaminan pokoknya. Biasanya jaminan tersebut dibuatdalam bentuk Fiduciary Transfer of Ownership (Fidusia). Karena adanya fidusia ini maka biasanya seluruh dokumen yang berkenaan dengan kepemilikan barang yang bersangkutan akan dipegang oleh pihak kreditur (pemberi dana) hingga kredit lunas. Dalam perjanjian pembiayaan konsumen sering juga dimintakan jaminan tambahan, walaupun tidak seketat jaminan untuk pemberian kredit bank. Biasanya jaminan tambahan terhadap transaksi seperti ini berupa pengakuan Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
94
hutang, kuasa menjual barang dan Assigment of Procceed (cessie) dari asuransi. Disamping itu sering juga dimintakan persetujuan istri atau suami untuk konsumen pribadi dan persetujuan komisaris/RUPS untuk konsumen perusahaan sesuai dengan anggaran dasarnya. Suatu pemberian kredit berarti menanggung risiko tidak dibayarnya pengembalian kredit baik di sengaja maupun tidak. Sebagai cara mengatasi risiko yang mungkin terjadi, PT. SUZUKI Finance Indonesia Cabang Lhokseumawe mewajibkan pada debitur untuk memberikan hak kepemilikannya secara fidusia atas barang atau barang-barang lain kepada PT. SFI sebagai jaminan pembayaran seluruh kewajiban debitur kepada PT. SFI. Dalam fidusia ini penyerahan barang jaminan dilakukan secara constituentum possessorium, artinya barang yang diserahkan tetap berada dalam penguasaan pihak yang menyerahkan, yang diserahkan hanya hak miliknya (dalam arti terbatas saja). 31 Sedangkan jaminan fidusia yaitu
hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun
tidak berwujud dan benda tidak bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. Jaminan fidusia ini jaminan yang bersifat asesor yaitu bahwa jaminan ini tidak
31
Oey Hoey Tiong,., Fiducia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Ghalia Indoesia, Jakarta, 1985, Hal.68. Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
95
dapat berdiri sendiri, melainkan bergantung pada perjanjian pokok, dalam hal ini ialah perjanjian pembiayaan. Ketentuan mengenai pemberian jaminan fidusia pada PT. SUZUKI Finance Indonesia Cabang Lhokseumawe yaitu bahwa debitur harus mengetahui dan menyetujui bahwa faktur pembelian dan BPKB ( Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor ) / dokumen kendaraan yang akan dibuat dan dikeluarkan atas nama debitur, akan dijadikan jaminan secara fidusia, namun selama hutang debitur belum dibayar lunas, maka dokumen kendaraan akan disimpan kreditur untuk digunakan apabila diperlukan dan debitur tidak berhak dan tidak dapat dengan alasan apapun meminta dan meminjam dokumen kendaraan tersebut. Jaminan fidusia dalam praktek yang dilaksanakan oleh PT. SUZUKI Finance Indonesia Cabang Lhokseumawe sangat menguntungkan debitur karena debitur selain dapat menggunakan kendaraan bermotor yang dibeli dari hasil pembiayaan tersebut untuk keperluan sehari-hari, ia tidak perlu lagi memerlukan barang lain seperti sertifikat tanah, deposito atau barang berharga lainnya untuk dijadikan jaminan bagi mendapat pembiayaan dari PT. SUZUKI Finance Indonesia Cabang Lhokseumawehanya mensyaratkan penyerahan hak milik (BPKB) sebagai jaminan tanpa perlu jaminan lainnya lagi. Begitu juga dengan pihak kreditur, dia tidak lagi memerlukan jaminan lain, cukup dengan hanya menyerahkan hak milik (BPKB) kepadanya, maka kreditur sudah dapat memeberikan pembiayaan tersebut kepada pihak debitur.
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
96
C. Bentuk Wanprestasi Penyelesainnya
Di.
Dalam PT.
Perjanjian
SUZUKI
Pembiayaan
Finance
dan
Indonesia
Upaya Cabang
Lhokseumawe Prestasi merupakan salah satu hal yang pokok dan terpenting dalam perjanjian termasuk dalam perjanjian pembiayaan konsumen. Jika terjadi wanprestasi, maka sepatutnya harus ada suatu proses yang dilakukan sehingga pihak yang dirugikan mendapatkan kembali haknya. Menurut Pasal 1234 KUHPerdata yang dimaksud dengan prestasi adalah seseorang yang memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, tidak berbuat sesuatu, sebaliknya dianggap wanprestasi yaitu apabila seseorang: 1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya; 2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan; 3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat; atau 4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Wanprestasi atau ingkar janji merupakan tindakan tidak memenuhi kewajiban dalam suatu perjanjian. Debitur lalai atau sengaja tidak memenuhi prestasi yang telah dijanjikan dalam perjanjian pembiayaan. Seorang debitur yang tidak bisa mengemukakan suatu overmacht dalam hal ia tidak bisa memenuhi kewajibannya disebut wanprestasi (tidak ada prestasi).
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
97
Seorang Debitur yang melakukan wanprestasi itu mempunyai akibat yang merugikan. 32 Untuk mengetahui sejak saat kapan debitur itu dalam keadaan wanprestasi perlu diperhatikan apakah dalam perikatan itu ditentukan tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi itu atau tidak. Dalam hal tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi ditentukan, maka menurut ketentuan Pasal 1238 KUHPerdata “Debitur dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”. Didalam perjanjian pembiayaan tidak dipenuhinya prestasi dapat datang dari kedua belah pihak, baik pihak kreditur maupun pihak debitur. Hal tersebut dapat menyebabkan berakhirnya perjanjian pembiayaan. Kelalaian pemenuhan prestasi pada prakteknya lebih sering datang dari pihak debitur. Bentuk umum wanprestasi yang terjadi pada PT. SUZUKI Finance Indonesia Cabang Lhokseumawe adalah : 1. Debitur tidak memenuhi salah satu atau lebih kewajiban sebagaimana ditentukan dalam perjanjian, tidak melakukan pembayaran angsuran hutang pembiayaan dengan lewatnya waktu tiga puluh hari sejak tanggal jatuh tempo angsuran; 2. Debitur tidak memenuhi kewajiban seperti merawat dan menjaga keutuhan barang jaminan dari segala kemungkinan kerusakan, hilang atau musnah, satu dan lain hal atas resiko sendiri; 3. Debitur melakukan perbuatan yang seharusnya tidak boleh dilakukan seperti menjual, meminjamkan atau melakukan perbuatan-perbuatan lain yang 32
Mashudi & Mohammad Chidir Ali (alm), Bab-Bab Hukum perikatan (Pengertian Elementer), Mandar Maju, 1995, Hal.64. Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
98
bertujuan dan/atau berakibat beralihnya barang jaminan tersebut kepada pihak lain siapapun adanya, dengan bentuk dan cara apapun juga, tanpa pemberitahuan kepada pihak kreditur. 4. Barang jaminan disita atau terancam oleh suatu tindakan penyitaan pihak lain siapapun adanya karena sebab apapun juga. Dalam hal pihak debitur lalai atau wanprestasi akibatnya ialah pihak kreditur berhak menuntut kepada pihak debitur agar melakukan pelunasan atas seluruh atau sisa hutang pembiayaan yang masih ada, baik yang telah jatuh tempo maupun yang belum jatuh tempo, untuk seketika dan sekaligus dan pihak kreditur berhak untuk menarik atau mengambil barang jaminan kembali. Apabila debitur telah melakukan salah satu bentuk wanprestasi sebagaimana disebut diatas, maka upaya yang dilakukan oleh pihak kreditur yaitu pihak perusahaan pembiayaan akan memberikan Surat Peringatan I ( SP I ), apabila debitur tidak menanggapi Surat Peringatan I ( SP I ) tersebut, maka akan dilanjutkan dengan Surat Peringatan II ( SP II ), jika tidak ditanggapi juga oleh debitur, maka pihak kreditur akan memberikan Surat Peringatan Terakhir ( SPT ) sebagai peringatan terakhir kepada debitur yang menunggak membayar angsuran hutang pembiayaan. Apabila SPT tersebut tidak juga ditanggapi, maka pihak kreditur yaitu pihak SFI akan melakukan eksekusi atau penarikan kendaraan bermotor yang menjadi objek pembiayaan yang ada di tangan debitur. Eksekusi yang dilakukan oleh PT. SUZUKI Finance Indonesia Cabang Lhokseumawe yaitu eksekusi secara fiat eksekusi (dengan memakai titel eksekutorial), yakni lewat suatu penetapan pengadilan. Titel eksekutorial itu terdapat dalam Akta Fidusia Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
99
yaitu dengan irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Dengan adanya irah-irah itulah yang memberikan kekuatan akta tersebut dengan putusan pengadilan. Dengan demikian, akta tersebut tinggal dieksekusi (tanpa perlu lagi suatu putusan pengadilan). Adakalanya dalam proses penarikan kendaraan bermotor tersebut menjadi terhambat karena debitur dengan sengaja menghalang-halangi upaya pihak kreditur untuk melakukan penarikan kendaraan bermotor akibat dari tidak dipenuhinya kewajiban debitur, tetapi pihak perusahaan akan terus melakukan penarikan kendaraan bermotor yang menjadi objek perjanjian karena dalam perjanjian telah ditentukan bahwa pihak kreditur berhak untuk setiap waktu, atas biaya-biaya debitur sendiri untuk memasuki tempat dimana kendaraan jaminan tersebut berada, memeriksa keadaan dan juga berhak untuk melakukan dan menyuruh melakukan semua perbuatan yang seyogyanya harus dilakukan oleh debitur agar barang tersebut dalam keadaan yang sebaik-baiknya jika debitur lalai memenuhi kewajibannya. Apabila fiat eksekusi tidak dapat dilakukan juga, maka kreditur akan melakukan eksekusi lewat gugatan biasa ke pengadilan. Wanprestasi yang terjadi dalam perjanjian tersebut menyebabkan perjanjian pembiayaan tersebut berakhir. Disebabkan dengan adanya wanprestasi oleh pihak debitur tersebut, maka menyebabkan kerugian terhadap pihak kreditur.
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
100
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Bahwa seorang yang ingin menikmati suatu barang konsumtif dengan pembiayaan konsumen, maka harus mengikuti proses permohonan perjanjian pembiayaan konsumen, dimana pihak calon debitur harus mengikuti prosedur yang telah ditentukan oleh PT. SUZUKI Finance Indonesia Cabang Lhokseumawe, yaitu bagi calon debitur yang ingin memiliki kendaraan bermotor melalui pembiayaan konsumen, maka ia dapat mendatangi dealer resmi SUZUKI yang menyediakan kendaraan bermotor roda dua baru dengan merek SUZUKI. Setelah calon debitur menemui kendaraan bermotor yang diinginkan, maka pihak dealer akan memberikan price list dan mengarahkan struktur kredit yang yang terbaik bagi calon debitur dan memberikan penjelasan mengenai persyaratan kredit dan memberikan Form Aplikasi Permohonan Pembiayaan (FAPP) dan menanyakan kepada calon debitur apakah ia merupakan calon debitur baru atau bukan. Setelah calon debitur mengisi FAPP dan memenuhi persyaratan yang lain, calon debitur juga harus melengkapi dokumen-dokumen lain yang tercantum didalam formulir pembiayaan. Setelah semua persyaratan dilengkapi oleh calon debitur, maka pihak Dealer akan menyampaikan ke PT. SUZUKI Finance Indonesia Cabang Lhokseumawe, maka untuk mengetahui kapasitas calon debitur, maka PT.SUZUKI Finance Indonesia Cabang Lhokseumawe akan melakukan survey terhadap calon debitur. Setelah survey dilakukan maka dapat Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
101
diputuskan apakah permohonan pembiayaan dapat disetujui/diterima atau ditolak. Jika permohonan pembiayaan diterima, maka calon debitur wajib membayar down payment sebesar 20% dari harga kendaraan bermotor. Setelah calon debitur membayar down payment, barulah dilaksanakan penandatangan perjanjian sebagai bukti bahwa telah terjadi kesepakatan untuk melakukan perjanjian pembiayaan konsumen. Setelah itu, maka perusahaan pembiayaan akan membayar secara tunai harga kendaraan bermotor yang merupakan sisa dari down payment yang dibayar calon debitur kepada dealer atas nama debitur, lalu dealer akan menyerahkan kendaraan bermotor kepada calon debitur, tetapi surat-surat yang berhubungan dengan kendaraan bermotor seperti BPKB dan copy faktur pembelian tetap berada ditangan kreditur yang berfungsi sebagai jaminan hutang secara fidusia. Dan BPKB akan diserahkan Kreditur setelah debitur melunasi angsurannya. Yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen yaitu : pertama, calon debitur tidak bersedia memberikan berkas persyaratan yang diperlukan oleh perusahaan. Kedua, calon debitur menolak untuk disurvey ke rumah atau ke perusahaannya oleh pihak Perusahaan SUZUKI Finance Indonesia Cabang Lhokseumawe guna mengalisa kapasitas calon debitur. 2. Untuk menghindari risiko, PT. SUZUKI Finance Indonesia Cabang Lhokseumawe mewajibkan debitur untuk memberikan jaminan dengan penyerahan hak milik secara fidusia. Jaminan tersebut berupa penyerahan Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor ( BPKB ) / dokumen kendaraan yang Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
102
akan dibuat atas nama debitur, dan selama debitur belum melunasi utangnya, maka hak milik tersebut tetap berada ditangan kreditur, dan debitur hanya sebagai peminjam saja. Setelah debitur melunasi utangnya, maka hak milik yang dijaminkan secara fidusia yaitu Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor ( BPKB ) akan diserahkan kepada debitur. 3. Apabila debitur dalam kedudukannya sebagai pihak yang berutang, adakalanya lalai dalam memenuhi prestasinya, dan apabila debitur terbukti tidak memenuhi prestasinya sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian pembiayaan, maka debitur dapat dikatakan wanprestasi. Bentuk umum wanprestasi yang terjadi pada PT. SUZUKI Finance Indonesia Cabang Lhokseumawe adalah : a) Debitur tidak memenuhi salah satu atau lebih kewajiban sebagaimana ditentukan dalam perjanjian, tidak melakukan pembayaran angsuran hutang pembiayaan dengan lewatnya waktu tiga puluh hari sejak tanggal jatuh tempo angsuran; b) Debitur tidak memenuhi kewajiban seperti merawat dan menjaga keutuhan barang jaminan dari segala kemungkinan kerusakan, hilang atau musnah, satu dan lain hal atas resiko sendiri; c) Debitur melakukan perbuatan yang seharusnya tidak boleh dilakukan seperti menjual, meminjamkan atau melakukan perbuatan-perbuatan lain yang bertujuan dan/atau berakibat beralihnya barang jaminan tersebut kepada pihak lain siapapun adanya, dengan bentuk dan cara apapun juga, tanpa pemberitahuan kepada pihka kreditur. Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
103
d) Barang jaminan disita atau terancam oleh suatu tindakan penyitaan pihak lain siapapun adanya karena sebab apapun juga. Apabila Debitur telah berbuat sebagaimana tersebut di atas, maka pihak perusahaan akan melakukan tindakan, yaitu perusahaan pembiayaan akan memberikan Surat Peringatan I ( SP I ), apabila debitur tidak menanggapi Surat Peringatan I ( SP I ) tersebut, maka akan dilanjutkan dengan Surat Peringatan II ( SP II ), jika tidak ditanggapi juga oleh debitur, maka pihak kreditur akan memerikan Surat Peringatan terakhir ( SPT ) sebagai peringatan terakhir kepada debitur yang menunggak membayar angsuran hutang pembiayaan. Apabila SPT tersebut tidak juga ditanggapi, maka pihak kreditur yaitu pihak SFI akan melakukan eksekusi atau penarikan kendaraan bermotor yang menjadi objek pembiayaan yang ada ditangan debitur secara fiat eksekusi (dengan memakai titel eksekutorial), yakni lewat suatu penetapan pengadilan. Apabila eksekusi secara fiat eksekusi tidak dapat dilakukan, maka kreditur akan melakukan eksekusi melalui gugatan biasa ke pengadilan. Dengan adanya wanprestasi ini, maka perjanjian pembiayaan berakhir. B. Saran 1. Perlunya dibuat suatu undang-undang yang khusus mengatur mengenai hokum Pembiayaan Konsumen agar tercipta keteraturan dan kepastian hukum bagi para pihak yang telah terkait dalam perjanjian pembiayaan konsumen sehingga dapat mendatangkan rasa adil bagi semua pihak dalam perjanjian pembiayaan konsumen pada khususnya dan untuk masyarakat pada umumnya.
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
104
2. Hendaknya kepada calon debitur sebelum mengadakan perjanjian pembiayaan terhadap kreditur membaca terlebih dahulu isi perjanjian secara detail dan teliti, apabila dirasakan sesuai baru diadakan perjanjian pembiayaan sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman di kemudian harinya. 3. Kepada pihak kreditur agar terhindar dari masalah itikad buruk dari debitur, maka hendaknya sebelum memberikan fasilitas pembiayaan konsumen kepada debitur, maka pihak kreditur harus cermat dalam menyeleksi calon debitur ataupun dalam surat permohonan pembiayaan yang dilakukan oleh pihak kreditur.
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
105
DAFTAR PUSTAKA I. Buku : Arthesa,Ade dan Handiman,Edia, Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank, PT. Indeks Kelompok Gramedia, Bandung, 2006. Badrulzaman., Mariam Darus, 1994, Aneka Hukum Bisnis, Penerbit Alumni, Bandung. Bintang,Sanusi&Dahlan. 2000. Pokok-Pokok Hukum Ekonomi&Bisnis. Banda Aceh. PT. Citra Aditya Bhakti. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. Fuady, Munir, 1995, Hukum Tentang Pembiayaan Dalam Teori dan Praktek, PT. citra Aditya Bakti, Bandung. ------------------ 2002. Pengantar Hukum Bisnis(Menata Bisnis Modern di Era Global). PT. Citra Aditya Bhakti. Bandung.
Harahap, M.Yahya, 1986, Segi-segi Hukum Perjanjian, Penerbit Alumni, Bandung. Ichsan, Achmad, 1969, Hukum Perdata I-B, PT.Pembimbing Masa, Jakarta. Kamelo, Tan, 2004, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, PT. Alumni, Bandung. Khairandy, Ridwan, 2004, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Program Pasca Sarjana, Universitas Indonesia, Jakarta. MAHKAMAH AGUNG RI, 1994, Proyek Peningkatan Tertib Hukum dan Pembinaan Hukum Mahkamah Agung RI (Lembaga Pembiayaan), Jakarta. Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
106
Mashudi & Mohammad Chidir Ali (alm),1995 Bab-Bab Hukum perikatan (Pengertian Elementer), Mandar Maju. Muhammad, Abdul Khadir, 1986, Hukum Perjanjian, Penerbit Alumni, Bandung. ----------------------------------------------- Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Muljadi,Kartini&Widjaja,Gunawan. 2004. Perikatan Pada Umumnya. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Prodjodikoro,Wirjono. 1981. Hukum PerdataTtentang Perjanjian-Perjanjian Tertentu. Penerbit Sumur Bandung. Jakarta. Rasyid Saliman, Abdul, Dkk, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan (Teori dan Kasus), Jakarta, 2005. Satrio, J, 1992, Hukum Perjanian, Penerbit PT.Citra Aditya Bakti, Bandung. Soekanto,Soerjono,
Pengantar
Penelitian
Hukum,
Penerbit
Universitas
Indonesia, Jakarta,1986 Soesilo, Y.R, dkk, 2000, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Subekti, R, 2001, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cetakan XXIX, Penerbit PT.Internusa, Jakarta. ------------------------ Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Suryodiningrat. 1985. Azas-Azas Hukum Perikatan. Penerbit Tarsito, Bandung.
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009
107
Syahrani,Ridwan, 2004, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung. Tiong,Oey Hoey, Fiducia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Ghalia Indoesia, Jakarta, 1985.
II. Peraturan Per Undang-Undangan : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61/1988 Tentang Lembaga Pembiayaan. Keputusan Menteri keuangan Nomor 468/KMK.017/1995 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pembiayaan. Peraturan menteri keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 Tentang Perusahaan Pembiayaan. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang jaminan Fidusia
Talita Filzah Nadilah : Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di PT. Suzuki Finance Indonesia (SFI) Cabang Lhokseumawe, 2008. USU Repository © 2009