pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah lansia di banjar ...

42 downloads 140 Views 231KB Size Report
Sekitar 60% lansia akan mengalami peningkatan tekanan darah setelah berusia ...... senam didukung oleh teori bahwa selama melakukan senam lansia terjadi.
1

BAB I PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya , yaitu anak, dewasa, dan tua. Proses menua bukanlah suatu penyakit. Lambat atau cepatnya proses menua tersebut tergantung pada setiap individu yang bersangkutan (Nugroho, 2008). Menua selanjutnya disebut lanjut usia menurut Undang-Undang RI NO 13 Tahun 1993 dan WHO disebut sebagai penduduk lanjut usia ( Lansia) adalah mereka yang berusia ≥ 60 tahun (Nugroho, 2008). Proses menua diartikan sebagai proses biologi yang dicirikan dengan evolusi yang progresif dapat diprediksi dan tidak dapat dihindari disertai dengan maturasi hingga pada suatu fase akhir kehidupan yang disebut kematian (William, 2006). Proses menua yang terjadi pada lanjut usia secara linier

dapat

(impairment),

digambarkan keterbatasan

melalui

empat

fungsional

tahap

yaitu,

(functional

kelemahan limitation),

ketidakmampuan (disability), dan keterhambatan (handicap) yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran (Bondan, 2005). Salah satu kemunduran fisik lansia yang sering terjadi adalah kemunduran sistem kardiovaskuler. Katup jantung menebal dan menjadi

2

kaku, kemampuan jantung

memompa darah menurun 1% per tahun,

berkurangnya curah jantung, berkurangnya denyut jantung terhadap respon stres, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meningkat akibat resistensi pembuluh darah perifer (Mubarak, 2006). Sekitar 60% lansia akan mengalami peningkatan tekanan darah setelah berusia 75 tahun (Nugroho, 2008). Kontrol tekanan darah yang ketat pada lansia berhubungan dengan pencegahan terjadinya peningkatan tekanan darah yang tak terkendali dan beberapa penyakit lainnya, misalnya diabetes melitus, serangan stroke, infark miokard, dan penyakit vaskular perifer. Pada lansia terjadi penurunan masa otot serta kekuatannya, penurunan

denyut jantung , penurunan terhadap toleransi latihan, dan

penurunan kapasitas aerobik. Dengan melakukan olahraga seperti senam lansia dapat mencegah atau melambatkan kehilangan fungsional tersebut. Bahkan dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa latihan /olah raga seperti senam lansia dapat mengeliminasi berbagai resiko penyakit seperti peningkatan tekanan darah, diabetes mellitus, penyakit arteri koroner dan kecelakaan (Darmojo, 2004). Penelitian pendahuluan oleh Hasurungan tahun 2002 yang bertujuan untuk melihat faktor- faktor yang berhubungan peningkatan tekanan darah pada lansia di Kota Depok pada tahun 2002 dengan mengambil sampel dalam penelitian sebanyak 310 orang lansia ( 181 perempuan dan 129 lakilaki ) berumur 55-93 tahun didapatkan proporsi peningkatan tekanan darah

3

sebesar 50.0%, dan berdasarkan jenis kelamin pada laki-laki sebesar 41,9%, sedangkan pada perempuan 57,4%, dan angka ini jauh lebih besar dari prevalensi peningkatan tekanan darah yang ditetapkan oleh Depkes RI ( 2030%) untuk lansia di tahun 2000. Responden dengan derajat stres tinggi berpeluang mendapat peningkatan tekanan darah 3,02 kali dibandingkan yang derajat stres rendah, dan responden dengan derajat stres sedang berpeluang mendapat peningkatan tekanan darah 2,47 kali dibandingkan yang derajat stres rendah. Responden dengan aktivitas fisik yang rendah berpeluang mendapat peningkatan tekanan darah 2,73 kali dibandingkan yang aktivitas yang cukup. Responden yang tidak kawin berpeluang mendapat peningkatan tekanan darah 2,07 kali dibandingkan yang kawin. Selanjutnya disimpulkan bahwa dari lima variable tersebut, derajat stress tinggi

merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan

peningkatan tekanan darah (Hasurungan, 2002). Olahraga merupakan kebutuhan hidup yang tak bisa ditinggalkan dan harus dilaksanakan secara berulang-ulang

agar dapat memelihara

kesehatan lansia, menghasilkan kualitas dan kesehatan hidup yang baik, dan dilaksankan sesuai kemampuan, kesenangan dan minatnya. Salah satu bentuk olahraga yang sesuai dengan lansia adalah senam. Senam memiliki gerakan yang dinamis, mudah dilakukan, menimbulkan rasa gembira dan semangat serta beban yang rendah. Salah satu senam yang cocok untuk lansia adalah senam lansia. Senam ini merupakan olahraga yang ringan dan mudah dilakukan, dan tidak memberatkan. Aktifitas olahraga ini membantu

4

tubuh agar tetap bugar dan tetap segar karena dapat melatih tulang menjadi kuat, mendorong jantung bekerja optimal dan membantu menghilangkan radikal bebas yang berkeliaran didalam tubuh. Senam ini dapat membentuk dan mengoreksi sikap dan gerak serta memperlambat proses degenerasi karena perubahan usia, serta mempermudah penyesuaian kesehatan jasmani terutama kesehatan kardiovaskuler dalam adaptasi kehidupan di lanjut usia (Nugroho, 2008). Berdasarkan faktor-faktor yang berhubungan secara signifikan dengan peningkatan tekanan darah, maka faktor yang dapat diintervensi adalah aktivitas fisik dan stres. Oleh karenanya sehubungan dengan faktor tersebut , serta tingginya angka kejadian peningkatan tekanan darah pada lansia, maka penanggulangan

peningkatan tekanan darah pada lansia

melalui kegiatan latihan fisik berupa senam lansia tiga kali seminggu dan gerak jalan pagi, serta melakukan pembinaan mental/ kerohanian (Nugroho, 2008). Berdasarkan hasil studi lapangan di Banjar Tuka Dalung pada tanggal 11 Desember 2012 total lansia yang ada adalah 50 orang terdiri dari 40 orang perempuan dan 10 orang laki-laki. Dari hasil wawancara sementara dengan beberapa orang lansia mengatakan mempunyai tekanan darah yang meningkat dan mengeluh pada persendian tangan dan kaki sering sakit. Menurut pengakuan 20 orang lansia yang ikut senam mengatakan sudah berobat ke dokter dan ke Puskesmas. Kenyataannya walaupun tindakan pencegahan dan pengobatan sudah dilaksanakan , tetapi masih banyak lansia

5

yang menderita berbagai penyakit salah satunya peningkatan tekanan darah. Peningkatan tekanan darah baik peningkatan tekanan sistol dan diastole dan tekanan arteri rata-rata perlu diperhatikan pada lansia karena hal tersebut menggambarkan kondisi tekanan darah yang ada pada darah daat keluar dari jantung karena jika terjadi peningkatan akan menyebabkan penyakit kardiovaskuler dan gangguan kesehatan lainnya (Fildzania, 2011). Latihan fisik yang diberikan belum sesuai dengan anjuran Cooper sebagai penganjur olahraga aerobik yaitu frekuensi latihan atau olah raga sebaiknya tiga kali seminggu pada hari yang bergantian (Kusmanah, 2002). Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti dan mengkaji lebih dalam melalui penelitian yang dipaparkan dalam Tesis dengan judul Pelatihan senam lansia untuk menurunkan tekanan darah pada lansia di Banjar Tuka Dalung.

1.2

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas maka rumusan masalah yang muncul adalah. 1.2.1.

Apakah pelatihan senam lansia dapat menurunkan tekanan darah systole pada lansia di Banjar Tuka Dalung?

1.2.2.

Apakah pelatihan senam lansia dapat menurunkan tekanan darah diastole pada lansia di Banjar Tuka Dalung?

1.2.3.

Apakah pelatihan senam lansia dapat menurunkan tekanan darah arteri rata-rata di Banjar Tuka Dalung?

6

1.3 Tujuan Penelitian 1.3. 1 Tujuan Umum Mengetahui adanya pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah pada lansia di Banjar Tuka Dalung. 1.3 .2 Tujuan Khusus 1) Untuk mengetahui penurunan tekanan darah sistole pada lansia setelah melakukan senam lansia di Banjar Tuka Dalung. 2) Untuk mengetahui penurunan tekanan darah diastole pada lansia setelah melakukan senam di Banjar Tuka Dalung. 3) Untuk mengetahui penurunan tekanan darah arteri rata-rata pada lansia setelah melakukan senam di Banjar Tuka Dalung.

1.4

Manfaat Penelitian

1.4.I

Manfaat dari segi teoritis 1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan perkembangan ilmu

keperawatan

khususnya

memberikan informasi

keperawatan

gerontik

dengan

dan sosialisasi senam lansia dalam

meningkatkan derajat kesehatan lansia. 2) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai refrensi ilmiah bagi peneliti selanjutnya.

7

1.4.2

Manfaat dari segi praktis 1) Hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman bagi pelatih senam lansia di Banjar Tuka Dalung. 2) Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan khususnya dalam hal senam lansia untuk menurunkan tekanan darah pada lansia.

8

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tekanan Darah 2.1.1

Pengertian Tekanan darah merupakan tenaga yang digunakan oleh darah terhadap setiap satuan darah dinding pembuluh darah. Bila orang mengatakan bahwa tekanan dalam satuan pembuluh darah adalah 50 mmHg, ini berarti bahwa tenaga yang digunakan tersebut akan cukup untuk mendorong suatu kolom air raksa ke atas setinggi 50 mm (Guyton, 2001). Lebih terperinci lagi dijelaskan bahwa tekanan darah (BP= Blood Pressure) yang dinyatakan dalam millimeter (mm) merkuri (Hg) adalah besarnya tekanan yang dilakukan oleh darah pada dinding arteri (Mc Gowan, 1997). Saat berdenyut, jantung memompa darah ke dalam pembuluh darah dan tekanan meningkat yang kemudian disebut tekanan darah sistolik. Saat jantung rileks, tekanan darah turun hingga tingkat terendahnya, yang disebut tekanan diastolik (Mc Gowan, 1997). Jadi tekanan darah berarti besarnya tekanan pada dinding pembuluh arteri oleh darah yang didorong dengan tekanan dari jantung, terdiri atas tekanan darah sistolik dan diastolik, dan dinyatakan dalam mmHg.

9

2.1.2

Faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Darah a. Aliran darah Aliran darah (blood flow) adalah sejumlah darah yang melalui suatu titik pada sirkulasi dalam suatu periode tertentu, dengan satuan liter /menit. Jumlah aliran darah pada individu dewasa dalam keadaan istirahat rata-rata 5 liter/menit yang disebut curah jantung (cardiac output). Curah jantung ditentukan oleh isi sekuncup

(stroke

volume),

frekuensi

denyut

jantung,

kontraktilitas miokardium, dan sistem saraf otonom (bagian simpatis dan parasimpatis) (Rokhaeni, 2001) b. Tahanan perifer terhadap aliran darah Tahanan / resistensi adalah hambatan terhadap aliran darah dalam suatu pembuluh darah yang tidak dapat diukur secara langsung. Tahanan perifer terhadap aliran darah ditentukan oleh elastisitas pembuluh darah, diameter pembuluh darah, dan viskositas/ kekentalan darah (Rokhaeni, 2001). 2.1.3

Regulasi / Pengaturan Tekanan Darah Secara umum pengaturan tekanan darah dapat dibedakan menjadi dua yaitu pengaturan tekanan darah untuk jangka pendek dan pengaturan tekanan darah untuk jangka panjang (Rokhaeni, 2001). a. Pengaturan tekanan darah jangka pendek 1) Sistem saraf

10

Sistem

saraf

mempengaruhi

mengontrol tahanan

tekanan

pembuluh

darah

darah.

dengan

Kontrol

ini

bertujuan untuk mempengaruhi distribusi darah sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan bagian tubuh yang spesifik, dan mempertahankan tekanan arteri rata-rata (MAP/Mean Arterial Pressure) yang adekuat dengan mempengaruhi diameter pembuluh darah. Umumnya kontrol sistem saraf terhadap tekanan darah melibatkan baroreseptor, kemoreseptor, dan pusat otak tertinggi (hipotalamus dan serebrum) (Rokhaeni, 2001). 2) Kontrol kimia Kadar oksigen dan karbondioksida membantu meregulasi tekanan darah melalui refleks kemoreseptor. Beberapa kimia darah juga mempengaruhi tekanan darah melalui kerja pada otot polos atau pusat vasomotor. Hormon yang penting dalam pengaturan tekanan darah adalah hormon yang dikeluarkan oleh medula adrenal (norepinefrin dan epinefrin), natriuretik atrium, hormon antidiuretik, angiotensin II, dan nitric oxide (Rokhaeni, 2001). b. Pengaturan tekanan darah jangka panjang Baroreseptor dan organ ginjal berperan untuk pengaturan tekanan darah jangka panjang. Baroreseptor dengan cepat beradaptasi untuk meregulasi

terhadap peningkatan atau

11

penurunan tekanan darah yang berlangsung lama.

Organ

ginjal mempertahankan keseimbangan tekanan darah secara langsung dan secara tidak langsung. Mekanisme secara langsung dengan meregulasi volume darah rata-rata 5 liter/menit,

sementara

secara

tidak

langsung

dengan

melibatkan mekanisme renin angiotensin. Pada saat tekanan darah menurun ginjal akan mengeluarkan enzim renin ke dalam darah yang akan mengubah angiotensin menjadi angiotensin II yang merupakan vosokontriktor kuat. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah sistemik, meningkatkan aliran darah ke ginjal (Rokhaeni, 2001).

2.1.4

Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan darah pada orang dewasa diklasifikasikan seperti

yang

tercantum di Tabel 2.1 Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Usia Dewasa (>18 thn) dan Lansia Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg) Hipotensi 90 mmHg

d.

Tekanan darah sistol adalah tekanan yang terjadi saat jantung memompa darah ke dalam pembuluh darah sesuai bunyi Korotkov I.

46

e.

Tekanan darah diastol merupakan tekanan darah pada saat jantung relaksasi, ditentukan sesuai bunyi Korotkov IV.

f.

Mean Arterial Presure ( MAP) atau tekanan arteri rata-rata adalah nilai yang diperoleh dengan rumus (systole + 2 diastole)/3.

4.5 Instrumen Penelitian a.

Tensi meter merk Riester untuk mengukur tekanan darah lansia yang dilakukan secara auskultasi dengan stetoskop dalam satuan mmHg.

b.

Alat tulis untuk mencatat data dan dokumentasi untuk merekam hasil penelitian.

4.6 Prosedur Penelitian 4.6.1

Tahap persiapan Sebelum melakukan penelitian, dilakukan hal-hal sebagai berikut: a. Mempersiapkan dan mengurus surat izin penelitian untuk menggunakan lansia di Banjar Tuka sebagai subyek penelitian. b. Mempersiapkan subjek penelitian, peralatan dan alat tulis. c. Menentukan kelompok penelitian, dalam hal ini ada dua kelompok yaitu: kelompok 1 sebagai kelompok kontrol yang tidak diberikan latihan senam lansia, Kelompok 2 sebagai kelompok perlakuan yang diberikan pelatihan Senam Lansia.

47

d. Melakukan pengambilan data pretest yang terdiri dari pengukuran tekanan darah systole, diastole, dan perhitungan rerata tekanan darah arteri (MAP) pada kedua kelompok. e. Melakukan pelatihan senam lansia kepada kelompok -2 sebanyak 3 kali perminggu selama 6 minggu. Sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan senam. f. Setelah selesai pelatihan senam lansia sesuai protap dilakukan pengukuran post test meliputi pengukuran tekanan darah sistol, distol dan perhitungan rerata tekanan darah arteri pada kedua kelompok (kelompok perlakuan dan kelompok kontrol).

4.6.2

Tahap pelaksanaan Pelatihan senam lansia pada kelompok perlakuan yang dilakukan dengan frekuensi 3 kali seminggu dengan lama 30 menit setiap latihan. Senam lansia dilakukan dengan tahap gerakan pemanasan, gerakan inti, dan gerakan pendinginan.

48

4.7 Pelatihan Senam Lansia 4.7.1 Tahap Persiapan a. Persiapan Peserta (Lansia yang sudah sesuai kriteri inklusi). 1) Menjelaskan tujuannya dilakukannya penelitian. 2) Menjelaskan langkah dan prosedur yang dilakukan. 3) Penandatangan inform consent. b. Persiapan Lingkungan Mempersiapkan tempat untuk melakukan latihan senam lansia (di Balai Banjar Tuka Dalung). c. Persiapan Alat 1) Sphygmomanometer air raksa 2) Stetoskop 3) Tape recorder 4) Kaset senam lansia 5) Catatan tekanan darah 6) Alat tulis, dan kamera digital untuk dokumen 4.7.2 Tahap pelaksanaan 1. Ukur

tekanan darah lansia sebelum

pelatihan senam lansia pada

keadaan tenang. Catat hasil pengukuran. 2. Instruktur senam memberi pelatihan senam lansia dengan durasi 40 menit yang terdiri dari : pemanasan selama 10 menit, latihan inti selama 20 menit dan pendinginan selama 10 menit.

49

3. Setelah pelatihan senam

lansia, peneliti dan pendamping peneliti

sebanyak 15 orang mengukur kembali tekanan darah lansia. Catat hasil pengukuran. 4. Pelatihan senam lansia dilakukan setiap sore pukul 17.00-18.00 WITA pada hari Senin, Rabu dan Jumat, dengan frekuensi tiga kali seminggu pada hari yang bergantian selama 6 minggu.

50

4.8

Alur Penelitian Populasi Kriteria Inklusi dan Eksklusi Sampel

Random Alokasi

Pre test (pengukuran tekanan darah)

Pre test (pengukuran tekanan darah

Kelompok 1 Tidak diberikan pelatihan senam lansia

Kelompok 2 Diberikan pelatihan senam lansia

Post test (Pengukuran tekanan darah)

Post test (Pengukuran tekanan darah)

ANALISIS DATA

PENYUSUNAN LAPORAN

Gambar 4.3 Alur Penelitian

51

4.9 Analisis Data 4.9.1 Analisis Deskriptif Untuk menganalisis data karakteristik subjek penelitian seperti jenis kelamin, usia, dan tekanan darah baik sebelum maupun sesudah pelatihan. 4.9.2

Analisis komparasi a.

Uji Normalitas Bertujuan untuk mengetahui distribusi data masing-masing kelompok perlakuan dari kedua kelompok pelatihan. Data terdistribus normal jika didapatkan nilai p > 0,05 berarti data berdistribusi normal.

b.

Uji Homogenitas Bertujuan untuk mengetahui variasi data. Nilai p pada uji homogenitas yang didapatkan > 0,05 berarti data homogen.

c. Uji Komparatif Jenis uji statistik komparasi yang digunakan adalah uji Man Whitney karena data tidak berdistribusi normal dan homogen untuk data pretest dan post test pada masing-masing kelompok.

52

BAB V HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Banjar Tuka Dalung selama 6 minggu dengan menggunakan rancangan quasi eksperimen. Subyek penelitian berjumlah 32 orang yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, yang masing-masing berjumlah 16 orang.

5.1

Karakteristik subjek penelitian Responden dalam penelitian ini semuanya berjenis kelamin perempuan . Hasil analisis umur reponden ditunjukkan dalam tabel 5.1 berikut [

Tabel 5.1 Karakteristik responden berdasarkan umur di Banjar Tuka Dalung Tahun 2013 Variabel Umur (Th) Klp Kontrol

Mean

SD

Minimal-maksimal

66,56

4,926

61-80

Klp Intervensi n = 16

64,88

4.113

60 -74

Berdasarkan tabel 5.1, rata-rata umur lansia pada kelompok kontrol adalah 66,56 tahun, dengan standar deviasi 4,926 tahun. Umur termuda tahun dan umur tertua tahun. Rata-rata umur ibu pada kelompok perlakuan yaitu 64,88 tahun dengan standar deviasi 4,113 tahun. Umur termuda pada kelompok intervensi 60 tahun dan umur tertua 74 tahun.

53

5.2

Tekanan darah systole, diastole dan MAP sebelum dan sesudah pelatihan pada kedua kelompok Setelah dilakukan analisis secara univariat maka diperoleh hasil tekanan darah systole, diastole dan tekanan arteri rata-rata pada tabel 5.2 berikut: Tabel 5.2 Tekanan darah systole, diastole dan tekanan arteri rata-rata (MAP) dari responden pada lansia kelompok kontrol dan perlakusndi Banjar Tuka Dalung tahun 2013 VARIABEL

Kelompok kontrol

Kelompok perlakuan

Rerata

SD

Rerata

SD

Tekanan sistolik sebelum (mmHg)

145,00

4,926

145,63

10,935

Tekanan sistolik sesudah (mmHg)

143,13

6,325

136,88

9,465

Tekanan diastolik sebelum (mmHg)

91,25

6,021

90,63

2,500

Tekanan diastolik sesudah (mmHg)

89,38

4,425

79,38

9,287

MAP sebelum (mmHg)

109,29

3,944

108,96

3,794

MAP sesudah (mmHg)

107,29

3,696

98,54

8,774

Tabel 5.2 menunjukkan perolehan rata-rata tekanan darah sistolik pada kelompok perlakuan sebesar 145,63 mm Hg sebelum senam menjadi 136,88 setelah senam. Sedangkan tekanan sistolik pada kelompok kontrol sebesar 145 mmHg sebelum senam menjadi 143, 13 setelah minggu ke 6. Rata-rata tekanan darah diastolik pada kelompok perlakuan sebesar 90,63 mm Hg sebelum senam menjadi 79,38 setelah senam. Sedangkan tekanan diastolik pada kelompok kontrol sebesar 91,25 mmHg sebelum senam menjadi 89,38 setelah minggu ke 6. Tekanan arteri rata-rata pada kelompok perlakuan sebesar 108,96 sebelum senam menjadi 98,64 setelah senam. Sedangkan tekanan arteri rata-rata pada kelompok kontrol sebesar 109,29 sebelum senam menjadi 107,29 setelah minggu ke 6.

54

Untuk mengetahui adanya pengaruh senam lansia terhadap penurunan tekanan darah maka dilakukan uji statistik. Sebelum uji statistik, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data dengan menggunakan uji Saphiro Wilk dengan tingkat kepercayaan 95% untuk sampel kurang dari 50. Dari uji Saphiro Wilk didapatkan nilai probabilitas signifikansi pada tabel 5.3 berikut : Tabel 5.3 Hasil uji normalitas data pada lansia kelompok kontrol dan perlakuan di Banjar Tuka Dalung tahun 2013 VARIABEL

Saphiro wilk test - p Value Kelompok kontrol

Kelompok perlakuan

Tekanan sistolik sebelum

0,0001

0,0001

Tekanan sistolik sesudah

0,001

0,017

Tekanan diastolik sebelum

0,0001

0,0001

Tekanan diastolik sesudah

0,0001

0,042

MAP sebelum

0,030

0,0001

MAP sesudah

0,0001

0,837

Berdasarkan

hasil uji normalitas data pada tabel 5.3, didapatkan data tidak

berdistribusi normal sehingga dilakukan uji nonparametrik yaitu uji Wilcoxon Signed Rank Test dengan tingkat kepercayaan 95%.

55

Tabel 5.4 Hasil uji homogenitas data pada lansia kelompok kontrol dan perlakuan di Banjar Tuka Dalung tahun 2013 VARIABEL

LEVINE TEST p value

Tekanan sistolik sebelum

0,293

Tekanan sistolik sesudah

0,030

Tekanan diastolik sebelum

0,237

Tekanan diastolik sesudah

0,079

MAP sebelum

0,954

MAP sesudah

0,024

Berdasarkan hasil uji homogenitas data pada tabel 5.3, didapatkan data setelah perlakuan tidak berdistribusi normal sehingga untuk mengetahui perbedaan tekanan darah systole, diastole dan MAP antar kelompok dilakukan uji nonparametrik yaitu Mann-Whitney U test dengan tingkat kepercayaan 95%.

5.3 Uji hasil perlakuan sebelum dan sesudah perlakuan terhadap tekanan systole, diastole dan tekanan arteri rata-rata pada kedua kelompok Hasil analisa data menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test dengan tingkat kepercayaan 95% (p ≤ 0,05) didapatkan bahwa nilai signifikansi pada kedua kelompok dalam tabel 5.4 berikut:

56

Tabel 5.5 Perbedaan tekanan darah sistolik, diastolik dan tekanan arteri rata-rata pada lansia kelompok kontrol dan kelompok perlakuan di Banjar Tuka Dalung tahun 2013 VARIABEL

Nilai p Kelompok kontrol

Kelompok perlakuan

Tekanan sistolik sebelum

0,257

0,008

0,180

0,002

0,072

0,003

dan sesudah senam Tekanan diastolik sebelum dan sesudah senam MAP sebelum dan sesudah senam

Berdasarkan table 5.4 di atas, tekanan darah sistolik, diastolik maupun tekanan arteri rata-rata pada lansia kelompok perlakuan sebelum dan sesudah senam menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan

p < 0,05. Sedangkan tekanan

darah sistolik, diastolik dan tekanan arteri rata-rata pada kelompok kontrol tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna p > 0,05.

5.4 Perbedaan tekanan systole, diastole dan tekanan arteri rata-rata antar kedua kelompok Hasil analisis data menggunakan Mann-Whitney U test dengan tingkat kepercayaan 95% (p ≤ 0,05) didapatkan bahwa nilai probabilitas Asymp.Sig. tailed) antara kedua kelompok pada tabel 5.5 berikut:

(2-

57

Tabel 5.6 Perbedaan tekanan darah sistolik, diastolik dan tekanan arteri rata-rata pada lansia antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan di Banjar Tuka Dalung tahun 2013 Kelompok kontrol Rata-rata

SD

Kelompok perlakuan Rata-rata

SD

VARIABEL

(mmHg)

P Value

Tekanan sistolik

145

4,926

145,63

10,935

0,628

143,13

6,325

136,88

9,465

0,043*

91,25

6,021

90,63

2,500

0,551

89,38

4,425

79,38

9,287

0,0001*

MAP sebelum

109,29

3,944

108,96

3,794

0,831

MAP sesudah

107,29

3,696

98,54

8,774

0,0001*

(mmHg)

sebelum Tekanan sistolik sesudah Tekanan diastolik sebelum Tekanan diastolik sesudah

(*) = signifikan Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa tekanan sistolik, diastolik dan tekanan arteri rata-rata antar kelompok sebelum dilakukan senam tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. ( p >0,05), hal ini menunjukan kedua kelompok komparabel, sedangkan setelah dilakukan senam selama 6 minggu pada kelompok perlakuan, ditemukan

adanya

perbedaan bermakna baik pada tekanan sistolik, diastolik maupun tekanan arteri rata- rata antar kelompok ( p 0,05 (masing –masing 0,628 untuk sistolik, 0,551 untuk diastolik dan 0,831 untuk MAP). Sedangkan setelah 6 minggu, dimana pada kelompok perlakuan diberikan latihan senam lansia sebanyak 3 kali seminggu, menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna pada tekanan darah sitolik, diastolik dan tekanan arteri rata-rata antar kelompok. Berdasarkan hasil uji statistik dengan MannWhitney U test dengan tingkat kepercayaan 95% (p ≤ 0,05) didapatkan bahwa

61

nilai p < 0,05 (0,043 untuk sistolik, 0,0001 untuk diastolik dan 0,0001 untuk MAP).

MAP

pada hari pertama dan setelah minggu ke enam terdapat

penurunan, tetapi tidak bermakna secara statistik ( p < 0,05). Penurunan tekanan darah secara signifikan pada lansia yang diberi senam didukung oleh teori bahwa selama melakukan senam lansia terjadi kontraksi otot skletal (rangka) yang akan menyebakan respons mekanik dan kimiawi. Menurut Ronny (2009), respons mekanik pada saat otot berkontraksi dan berelaksasi menyebabkan kerja katup vena menjadi optimal sehingga darah yang balik ke ventrikel kanan menjadi meningkat. Aliran balik jantung yang meningkat mempengaruhi peningkatan regangan pada ventrikel kiri jantung sehingga curah jantung meningkat sampai mencapai 4-5 kali dibandingkan curah jantung saat istirahat (Latief, 2002). Respons kimiawi akibat senam lansia menghasilkan penurunan pH dan kadar PO2, terakumulasinya asam laktat, adenosin dan K+ oleh metabolisme selama otot aktif berkontraksi (Ronny, 2009). Akumulasi zat metabolik ini menyebabkan pembuluh darah mengalami dilatasi yang akan menurunkan tekanan arteri, namun berlangsung sementara karena adanya respon arterial baroreseptor dengan meningkatkan denyut jantung dan isi sekuncup sehingga tekanan darah meningkat (Latief, 2002). Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sukartini dan Nursalam (2009), yang menemukan ada pengaruh senam tera terhadap kestabilan tekanan darah pada lansia yang merupakan salah satu parameter kebugaran lansia (Sukartini dan Nursalam, 2009).

62

6.4. Kelemahan Penelitian a. Jumlah sampel yang kecil dan tempat penelitian hanya terbatas pada satu banjar sehingga menimbulkan tendensi bias dalam menggeneralisasi hasil penelitian. b. Pengukuran tekanan darah pada kedua kelompok subjek penelitian tidak dilakukan secara blind.

63

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan 7.1.1

Pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah sistolik pada lansia di Banjar Tuka Dalung secara bermakna (p < 0,05).

7.1.2

Pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah diastolik pada lansia di Banjar Tuka Dalung secara bermakna (p < 0,05).

7.1.3

Pelatihan senam lansia menurunkan tekanan arteri rata-rata pada lansia di Banjar Tuka Dalung secara bermakna (p < 0,05).

7.2 Saran Bagi lansia yang ingin menurunkan tekanan darah secara non farmakologik dapat dapat dibantu dengan melakukan latihan senam lansia, tanpa mengurangi atau menghindari terapi farmakologik yang sudah berjalan. Di Banjar yang lain, senam lansia yang tidak aktif supaya di aktifkan lagi dibawah pengawasan Puskesmas.

64

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Pengertian Hipertensi, Availabe from: http://www.majalah – farmacia.com (Cited 2013 Feb 17) Anonim 2001. Konsep Lansia, Available from: http://www.repository.usu .ac.id/chapter2011. (Cited 2013 Mar 02) Anonim, 2010. Perubahan Pada Tekanan Darah Manusia. Available from : www. wikipedia.co.id/tekanan_darah (Cited, 2013 Sept 12). Bompa T. O. 1999. Programs For Peak Strength in 35 Sports. Periodization, Training for Sports. USA. Human Kinetics Publishing Bondan, P. 2005. Ranah Keperawatan Gerontik,, Availabe from: http://www.inna-ppni.or.id/ index.php, (Cited 2013 Feb 22). Corwin, E. C. 1997. Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC. Darmojo, B. 2006. Buku Ajar Geriatri: Ilmu Kesehatan Lanjut Usia, Edisi 3, Jakarta: Bala Penerbit FKUI. Evelyn, C, P. 2001. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis , Jakarta: EGC. Fildzania, Y. 2011. Tekanan Darah Arteri Rata-Rata. Available from : repository.usu.ac.id/bitstream/23287/chapter52011.pdf. (cited 2013 Nov 30) Ganong, W, F. 2002. Fisiologi Kedokteran Edisi 20, Jakarta: EGC. Guyton. 2001. Fisiologi Manusia Edisi 9, Jakarta: EGC.

65

Hakin, L. 2011. Pengaruh latihan sepeda santai terhadap tekanan darah. Available from http://digilib.unipasby.ac.id/, diakses tanggal 31 Agustus 2013 Hasurungan, S, J, 2002. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Hipertensi Pada Lansia di Kota Depok, Available from: http://www.digilib.ui.ac.id (Cited 2013 Mar 12). Ismayadi. 2004. Proses Menua (Aging Proses), (online), Skripsi. Medan: Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera

Utara.

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3595/1/kepe rawatan-ismayadi.pdf, diakses 31 Agustus 2013). Latif,

N,

2002.

Sosialisasikan

Senam

Lansia,

Available

from:

http://www.epsikologi.com , (Cited 2013 Mar 16) Menpora. 2008. Senam Lanjut Usia. Jakarta, Kementrian Pendidikan dan Olahraga. Mubarak, W, I, 2005. Buku Ajar Ilmu KeperawatanKomunitas 2, Jakarta: Sagung Seto. Notoatmojo, S, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Jakarta: Rineka Cipta. Nugroho . 2008 Keperawatan Gerontik dan Geriatrik, Edisi 3, Jakarta: EGC. Nursalam, Haryanto, 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika. Rokhaeni, H., Purnamasari, E. & Rahayoe, A.U. (2001). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Jakarta: Bidang Diklat PK.Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Roni S. 2009. Senam Vitalisasi otak meningkatkan kognitif lansia. Jakarta: Salemba Medika

66

Poccock, S.J. 2008. Clinical Trials, A Practical Approach. London; John Willey & Sons Publication. Potter T, Perry S. (1997). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,. Proses, dan Praktik. Edisi 4 Vol 2. Jakarta:EGC.

Setiadi. 2007. Konsep dan Penelitian Riset Keperawatan. Edisi Pertama Yogyakarta: Graha Ilmu. Setiawan, Z, 2006. Prevalensi dan Determinan Hipertensi di Pulau Jawa, Tahun 2004. KESMAS : Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 1 (2): 57-62. Suhartini.

2009.

Pengertian

Lanjut

Usia,

Available

from

http://www.digilib.unimus.ac.id/download.php. (Cited 2013 April 5). Sukartini, T, Nursalam. 2009. Pengaruh senam tera terhadap kebugaran lansia. J. Penelit. Med. Eksakta, Vol. 8, No. 3, Des 2009: 153-158, Available from : http://journal.unair.ac.id, diakses tanggal 31 Agustus 2013