Pemanfaatan Koro Pedang Pada Aplikasi Produk Pangan Dan ...

53 downloads 481 Views 263KB Size Report
dan kerupuk koro pedang, danmembuat analisis ... pedang dan 100 gram tapioka menghasilkan rasa dan tekstur krupuk yang paling disukai panelis, rasa dan ...
Riptek Vol. 7, No. 2, Tahun 2013, Hal. 1-10

PEMANFAATAN KORO PEDANG PADA APLIKASI PRODUK PANGAN DAN ANALISIS EKONOMINYA Sri Budi Wahjuningsih*),WyatiSaddewisasi**) Abstrak Penelitianinibertujuanuntuk memperoleh hasil terbaik dari berbagai perlakuan fisik, kimia dan kombinasinya yang dapat menurukan kandungan HCN tepung koro pedang yang distandarkan FAO, menggali potensi yang dimiliki oleh tepung koro pedang menjadi brownies dan kerupuk koro pedang, danmembuat analisis ekonomipembutantepungkoropedang. Lokasipenelitianadalah di laboratoriumdan di salahsatukelompoktanikoropedang di KabupatenTemanggung.Hasilpenelitianinimenunjukkan: perlakuan penurunan terbaik untuk menurunkan kadar HCN tepung koro pedang adalah blansing yang dilanjutkan dengan perendaman menggunakan garam 5% selama 24 jam, kombinasi 25 gram tepung koro pedang dan 100 gram tapioka menghasilkan rasa dan tekstur krupuk yang paling disukai panelis, rasa dan tekstur brownis yang dibuat menggunakan tepung koro pedang sampai 100% tidak berbeda dengan brownis yang dibuat dengan 100% tepung terigu, secara ekonomi tepung koro pedang memiliki nilai tambah yang tinggi yaitu sebesar 80% . Kata Kunci :koropedang, produkpangan, analisisekonomi Abstract This research has a purpose to obtain the best result from various physical, chemical, and its combination treatments that can reduce HCN content of jack bean flour which is standardized by FAO, exploring the potential of jack bean flour becomes brownies and chips, and make economic analysis for jack bean flour production. Location of this research is in the laboratory and in one of the jack bean farmer group on Temanggung regency. The result of research shows that : The best reducing treatment to reduce HCN content at jack bean flour is blanching continued by soaking uses salt 5% as long as 24 hours, combination of 25 gram jack bean flour and 100 gram tapioka flour makes the best chips taste and tekstur for panelist, brownies taste and tekstur made by 100% jack bean flour is not different with brownies made by 100% wheat flour. Economiocally, jack bean flour has high added value that is in the amount of 80%. Keyword: jack bean, food products, economic analysis Pendahuluan Indonesia kaya akantanamanpolongpolongan, diantaranyakoropedang (Canavaliaensiformis L.). Tanamaninibelumbanyakdimanfaatkan, padahalditinjaudarikandungangizidanpot ensipengembangannya, pemanfaatan protein koro-korzan sangatlahprospektif. Kacang koro pedang merupakan salah satu tanaman lokal yang dapat

ditemukan dengan mudah di Indonesia. Koro pedang (Canavalia ensiformis), secara luas ditanam di Asia Selatan dan Asia Tenggara, terutama di India, Sri Lanka, Myanmar dan Indo China. Koro pedang kini telah tersebar di seluruh daerah tropis dan telah ternaturalisasi di beberapa daerah di Indonesia, termasuk wilayah Jawa Tengah. Pada tahun 2010-2011 tercatat dari lahan seluas 24 Ha di 12 kabupaten di Jawa

*)Staf Pengajar Fak. TeknologiPertanian USM; DekanFakultasTeknologiPertanianUniversitas Semarang **) StafPengajarFak. Ekonomi USM; KetuaLembagaPenelitiandanPengabdianKepadaMasyarakat Universtas Semarang, Telp. (024) 6702757

PemanfaatanKoroPedangPadaAplikasi ProdukPangandan AnalisisEkonominya

Tengah telah menghasilkan 216 ton koro pedang setiap panen (Kabupaten Blora, Banjarnegara, Temanggung,Pati, Kebumen, Purbalingga, Boyolali, Batang, Cilacap, Banyumas, Magelang, dan Jepara)(Dakornas, 2012). Koro pedang (Canavalia ensiformis)memiliki potensi yang sangat besar menjadi produk pangan apabila ditinjau dari segi gizi dan syarat tumbuhnya. Dari kandungan gizi, koro pedang memiliki semua unsur gizi dengan nilai gizi yang cukup tinggi, yaitu karbohidrat 60.1%, protein 30.36%, dan serat 8.3%(Sudiyono,2010). Melihat kandungan gizinya yang lengkap,sangat disayangkan bahwa koro pedang belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Koro pedang dapat diolah menjadi beberapa produk panganseperti tepung koro pedang serta produk olahannya seperti cake, cookies dan produk bakery lainnya, kerupuk koro pedang, tempe koro pedang dan beberapa produk olahan lainnya. Permasalahan yang dihadapi dalam pemanfaatan koro pedang adalah adanya zat antigizi glukosida sianogenik yangmenimbulkan cita rasa yang kurang disukai serta mengurangi bioavabilitas nutrient didalam tubuh(Dos et al,2011).Glukosida sianogenik berperan sebagai prekursor sianida bebas pada koro pedang, sehingga bila glukosida terhidrolisis sempurna dapat menghasilkan sianida bebas yang dapat menimbulkan efek toksisitas yang berbahaya. Akumulasi asam sianida pada tubuh dapat mengakibatkan gangguan penyerapan iodium dalam tubuh dan menghambat penyerapan protein di dalam tubuh (Pambayun, 2000 ). Oleh karena itu diperlukan beberapa perlakuan untuk mengurangi kandungan sianida dalam koro pedang untuk menjadi produk pangan yang aman untuk dikonsumsi. Batas maksimal kadar HCN yang diperbolehkan oleh Food Agricultural Organization (FAO) untuk 2

(Sri Budi W,WyatiSaddewisasi)

dikonsumsi < 10 ppmasam sianida pada tingkat yang aman. Permasalahan Salah satu kendala dalam pengolahan koropedang adalah adanya kandungan senyawa beracun yang dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia. Berbagai macam cara baik secara fisik maupun kimia dapat dilakukan untuk mengurangi kandungan senyawa beracun tersebut pada tingkat konsumi yang aman. Beberapa penelitian telah dilakukan secara terpisah untuk mengurangi senyawa beracun tersebut. Pada penelitian ini akan dikaji berbagai metode baik fisik, kimia maupun kombinasinya sehingga akan didapat metode penghilangan racun yang paling efisien, cepat tapi aman. Beberapa kelompok industri pengolah koropedang masih menggunakan metode konvensional dengan cara perendaman air dalam jangka waktu yang cukup lama yaitu 3 hari. Senyawa beracun pada olahan pangan termasuk koropedang yaitu asam sianida (HCN)yang diperbolehkan oleh Food Agricultural Organization (FAO) untuk dikonsumsi yaitu < 10 ppm. Penelitian mengenai aplikasi produk tepung koro pedang menjadi produk pangan seperti brownies dan kerupuk koro pedang yang aman dikonsumsi dan bernilai ekonomis di kalangan masyarakat belum dikaji secara mendalam. Penelitian ini juga dilakukan untuk melihat pengaruh penggunaan tepung koro pedang terhadap sifat kimia, dan organoleptikbrownies dan kerupuk koro pedang yang dapat diterima masyarakat.Disampingitujugaakan di analisissecaraekonomidaritepungkorope dang. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah

Riptek Vol. 7, No. 2, Tahun 2013, Hal. 1-10

1. Memperoleh hasil terbaik dari berbagai perlakuan fisik, kimia dan kombinasinya yang dapat menurukan kandungan HCN tepung koro pedang yang distandarkan FAO dalam waktu yang lebih cepat dan efisien. 2. Menggali potensi yang dimiliki oleh tepung koro pedang menjadi brownies dan kerupuk koro pedang yang menghasilkan sifat kimia, dan organoleptik yang baik, aman, dan diterima masyarakat. 3. Membuatanalisisekonomi yang meliputi analisis nilai tambahdanalisis biaya volume laba (BVL) Manfaat Manfaat penelitian ini bagi masyarakat adalah diperoleh solusi perlakuan terbaik untuk menghasilkan tepung koro pedang yang aman dan waktu lebih cepatuntuk mengolah tepung koro pedang menjadi beberapa produk pangan. Diharapkan olahan tepung koro pedang mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi dan aman dikonsumsi di kalangan masyarakat . Bagi pemerintah dan kelompok tani, manfaat penelitian ini adalah memberikan gagasan untuk memajukan program diversifikasi pangan sesuai dengan yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden No. 22 Tahun 2009 tentang Percepatan Diversifikasi Pangan. Diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu dukungan terhadap program peningkatan ketahanan pangan Indonesia dan pengentasan gizi buruk. Sasaran Kegiatan Penelitian Pada penelitian ini akan dihasilkan perlakuan terbaik yang dapat menurukan kandungan HCN tepung koro pedang yang distandarkan FAO dalam waktu yang lebih cepat dan efisien. Untuk selanjutnya hasil penelitian ini akan diterapkan di industri kecil menengah (IKM) koro pedang di beberapa kabupaten/kota di Jawa

tengah, khususnya untuk pengembangan olahan koro pedang di Kabupaten Blora dan Temanggung. Metode Penelitian 1. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan-bahan untuk membuat tepung koro pedang, brownies,kerupuk koro pedang dan analisis. Bahan yang digunakan untuk pembuatan tepung koro pedang terdiri dari koro pedang yang diperoleh dari Kabupaten Blora dan Temanggung, air, merang/ sekam padi, soda kue, dan kapur. Bahan untuk membuat brownies terdiri dari tepung koro pedang, air, gula, garam, susu, telur, coklat bubuk, coklat batang, mentega, dan bahan pengembang. Bahan untuk membuat kerupuk koro pedang adalah tepung koro pedang, pati singkong, garam, dan bumbu. Bahan untuk analisis terdiri dari larutan H2SO4, HCl, H3BO3, HgO, K2SO4, air destilata, larutan NaOHNa2S2O3, heksana, larutan NaOH, larutan K2SO4 10%, KI, HCl, etanol, alkohol 95% dll.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari alat-alat untuk pembuatan tepung koro pedang, brownies, dan analisis. Alat-alat yang digunakan yaitu kabinet drier, mixer, pin disc mill, oven, bak perendaman, dan saringan. Alat-alat yang digunakan untuk analisis, yaitu glass ware analysis, oven, pipet volumetrik 1 ml, pipet volumetrik 10 ml, kuvet, spektrofotometer, vortex, timbangan analitik, sentrifuse, erlenmeyer, kertas saring soxhlet, kertas lakmus, penangas air, rheoner, kjeldahl, pH-meter, cawan porselin, dan tanur. 2. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Rekayasa Pangan dan Hasil Pertanian, dan Laboratorium Kimia Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Semarang , Fakultas Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan di salah satu kelompok tani koropedang di Kabupaten Temanggung. 3

PemanfaatanKoroPedangPadaAplikasi ProdukPangandan AnalisisEkonominya

3. Tahap Penelitian 1). Penelitian Tahap 1 a. Perendaman biji koro pedang(A) dengan berbagai perlakuan Perendaman biji koro pedang dilakukan dengan cara perlakuan A1(biji koro pedang tanpa perendaman), A2 (perendaman dengan air biasa), A3 (perendaman air kapur 10%), A4 (perendaman soda kue 1%), A5(perendaman merang/ sekam padi 5%) dan A6 (perendaman garam 5%). Perendaman dilakukan selama 0, 12, 24, dan36, jam setiap 12 jam dilakukan penggantian air. Semua perlakuan dilakukan tanpa dan dengan blansing pada suhu 100oC selama 30 menit terlebih dahulu. b. Analisa Biji Koro Pedang Biji koro pedang dengan berbagaiperlakuan perendaman dan lama waktu perendaman 0, 12, 24, dan36 jam dilakukan analisa HCN. Kemudian dilakukan pengamatan terhadap waktu perendaman dengan model trend linierberbentukgrafik selanjutnya diambil perlakuan perendaman dan lama waktu perendaman yang paling baik. c. Pembuatan Tepung Koro Pedang Pembuatan tepung koro pedang dilakukan dengan cara mengambil sampel biji koro pedang yang sudah direndam 0, 12, 24, dan36jam dengan berbagai macam perendaman. Selanjutnya dicuci dan ditiriskan, direbus selama 1 jam, didinginkan, dikeringkan dalam cabinet drier 24 jam pada suhu 500C, selanjutnya digiling dan diayak 80 mesh untuk memperoleh tepung koro pedang. d. Analisis Tepung Koro Pedang. Koro pedang yang sudah ditepungkankemudian dianalisis 4

(Sri Budi W,WyatiSaddewisasi)

fisikdansifat kimianya. Penentuan Rendemen(Fardiaz, 1992), kelarutandalam air, kadar air dengan metoda pemanasan (AOAC, 1995), kadar abu ditentukan dengan metoda pembakaran (Sudarmadji dkk, 1997), kadar protein ditentukan dengan metode Kjeldahl (Sudarmadji dkk, 1997), kadar karbohidrat dengan cara tidak langsung(Winarno, 1997), kadar pati dengan Metoda Luff Schoorl (Sudarmadji et al, 1997), serat pangan, kadar amilosaamilopektin,pH dan kadar HCN dengan cyanide test kit. 2). Penelitian Tahap II (Pembuatan Brownies dan Kerupuk Koro Pedang) a. Pembuatan tepung koro pedang dengan perlakuan perendaman dan lama perendaman yang paling baik. b. Pembuatan tepung campuran untuk brownies. Tepungterigu diformulasidengantepungkoro pedang yaitu A1: 0 g tepungterigu, 75 g tepungkoropedang; A2: 25 g tepungterigu, 50 g tepungkoropedang: A3: 50 g tepungterigu, 25 g tepungkoropedangdan Z: 75 g tepungterigu, tanpatepungkoropedang. Kemudiantepungdicampursampa ihomogen. Selanjutnyadilakukananalisisprok simatdan HCN terhadapkelimacampurantepung tersebut. c. Pembuatan Brownies Proses pembuatan brownies terdiri atas tahap pembuatan adonan, pencetakan, dan pembakaran/ pemanggangan.

Riptek Vol. 7, No. 2, Tahun 2013, Hal. 1-10

d.

e.

Pada pencampuran bahan, mulamula gula, margarin, telur, susu skim, bubuk coklat, coklat yang sudah dicairkan dan garam dikocok membentuk krim. Kemudian dilanjutkan pencampuran masing- masing perlakuan tepung campuran, dan ditambahkan bahan pengembang. Pengocokan dilakukan sedemikian rupa sehingga semua bahan tersebut tercampur dengan homogen. Setelah adonan jadi, dilanjutkan dengan pencetakan. Tahap berikutnya adalah pembakaran/ pemanggangan dengan oven pada suhu 1802000C selama 16- 20 menit. Pembuatan Tepung Campuran Kerupuk Koro Pedang Tepung tapioka ditambahkan kedalam tepung koro pedang sesuai perlakuan, kemudian dicampur sampai homogen. Selanjutnya dilakukan analisis proksimat dan HCN terhadap kelima campuran tepung tersebut. Pembuatan Kerupuk Koro Pedang Proses pembuatan kerupuk koro pedang terdiri atas pembuatan adonan, pencetakan, pengukusan, pendinginan, pengirisan, dan pengeringan. Pada pencampuran bahan bahan, mula- mula garam dan bumbu ditumbuk menjadi satu. Kemudian dilanjutkan pencampuran masingmasingperlakuan tepung campuran, air, dan ditambahkan telur. Pengadukan dilakukan hingga semua bahan tercampur rata.Setelah adonan jadi, dilanjutkan dengan tahap pencetakan ke dalam pencetak. Tahap berikutnya yaitu pengukusan selama 2 jam,

kemudian didinginkan, dilanjutkan dengan pemotongan 2-3 mm. Tahap terakhir adalah pengeringan dalam kabinet drier dengan suhu 500C selama 24 jam. 3). Penelitian Tahap III Penelitian tahap ke- III yaitu analisa HCN dan sifat organoleptik browniesdan kerupuk koro pedang. a. Uji kadar HCN dengan cyanide test kit b. Sedangkan uji organoleptik yang dilakukan adalah mutu hedonik yang meliputi bau, rasa, tekstur, dan warna, menggunakan 20 panelis tidak terlatih (Rahayu, 2001). 4. Rancangan Percobaan a. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)dua faktor yaitu: faktor A adalah berbagai perlakuan perendaman dengan bahan kimia, dan faktor B, yaitu tanpa blansing (B1) dan diblansing terlebih dahulu, baru dilakukan perendaman (B2). b. Pembuatan tepung koro pedang dengan berbagai perlakuan perendaman dengan taraf sebagai berikut: Faktor: Perlakuan Perendaman(A) terdiri dari 5 taraf, yaitu: 1. A1= tanpa perendaman 2. A2= perendaman dengan air biasa 3. A3= perendaman air kapur 10%), 4. A4= perendaman soda kue 1% 5. A5= perendaman merang/ sekam padi 5% 6. A6= perendaman garam 5% Perendaman dilakukan selama 0, 12, 24, dan36, jam setiap 12 jam dilakukan penggantian air. Didapat 10 kombinasi 5

PemanfaatanKoroPedangPadaAplikasi ProdukPangandan AnalisisEkonominya

perlakuan dan masing - masing perlakuan diulang sebanyak dua (2)kali. c. Penambahan tepungkoro pedang, dengantarafperlakuansebagaiberik ut: Faktor: Adonan brownies(K) terdiri dari 4 taraf, yaitu: 1. A = 0g terigu : 75 g koro pedang 2. B = 25g terigu : 50g koro pedang 3. C = 50g terigu : 25g koro pedang 4. Z = 100% terigu d. Penambahan tepung tapioka,dengantarafperlakuanseba gaiberikut: Faktor: Adonan kerupuk (D) terdiri dari 5 taraf, yaitu: 1. A = 0 g koro pedang :125g tepung tapioka 2. B = 25g koro pedang :100g tepung tapioka 3. C = 50g koro pedang:75g tepung tapioka 4. D = 75gkoro pedang: 50g tepung tapioka 5. E = 100g koro pedang:25g tepung tapioka 6. F = 125g koro pedang:0g tepung tapioka Sehingga didapat 6 perlakuan dan masing - masing perlakuan diulang sebanyak dua (2) kali. 5. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Anova taraf 5% dan jika terdapat beda nyata dilanjutkan dengan BNJ dengan tingkat signifikansi 0,05. Analisis data dilakukan dengan mengaplikasikan software Excel dan SPSS 13,0. Hasil dan Pembahasan 1. UjiLaboratorium Berdasarkan penelitian telahdilakukan, menunjukkan 6

yang bahwa

(Sri Budi W,WyatiSaddewisasi)

perlakuan blansing akan mempercepat penurunan HCN. Hal ini disebabkan karena perlakuan blansing akan menonaktifkan enzim yang terdapat dalam bahan yang bertanggung jawab dalam proses oksidasi dan hidrolisis yang tidak dikehendaki. Pada proses ini, enzim yang tidak dikehendaki (βglukosidase) dinonaktifkan sehingga tidak dapat mengkatalis pemecahan glukosida sianogenik menjadi glukosa dan aglikon. Tidak terbentuknya aglikon yang merupakan substrat Untuk Enzim Hidroksinitril Liase membuat enzim Tidak dapat beraktivitas, sehingga HCN tidak terbentuk. Perendaman menggunakan garam NaCl 5% mengakibatkan terjadi pengikatan sianida oleh natrium membentuk NaCN yang mudah larut. Perlakuan terbaik dalam penurunan HCN adalah blansing yang dilanjutkan dengan perendaman dalam garam 5% selama 24 jam. Pada kombinasi perlakuan tersebut digunakan garam NaCl diperoleh kadar HCN dalam tepung koro pedang 0 ppm. Berdasarkan uji derajad putih menunjukan bahwa perendaman menggunakan basa dan garam mempunyai derajad putih yang semakin meningkat. Hal disebabkan karena perendaman dengan basa dan garam akan memperbesar pori-pori bahan sehingga pada saat pengeringan dapat meningktkan kecerahan warna tepung. Berdasarkan perhitungan statistik menunjukan bahwa perlakuan penambahan tepung koro pedang berpengaruh nyata (p0,05) terhadap tingkat kesukaan panelis pada rasa dan tekstur brownies Hasil ini sejalan dengan uji perbandingan jamak rasa dan tekstur brownis . 2. Analisis Ekonomi 1). Analisis Nilai Tambah Berdasarkan uji statistik telah dihasilkan bahwa tepung koro pedang mampu menghasilkan rasa brownis yang 100 % tidak berbeda dengan rasa brownis yang dibuat dengan 100% tepung terigu. Hal ini menunjukkkan bahwa tepung koro pedang memiliki manfaat yang sama dengan tepung terigu. Dengan demikian penelitian ini dapat memberikan gagasan untuk memajukan program diversifikasi pangan sesuai dengan amanat Perpres No. 22 Tahun 2009 tentang percepatan diversivikasi pangan. Secara ekonomi tepung koro pedang dapat menghasilkan nilai tambah yang relatif besar dengan memperhatikan perhitungan berikut ini. Menurut Tri Barokah (2011) dari setiap hektar lahan dapat menghasilkan koro pedang sejumlah 4-8 ton dengan nilai Rp. 12 juta untuk setiap kali panen. Dalam setahun budi daya koro pedang dapat dipanen sebanyak tiga kali. Jawa Tengah memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan koro pedang. Menurut Dakornas, pada tahun 2010-2011 Jawa Tengah telah

menghasilkan 216 ton koro pedang setiap panen dari lahan seluas 24 Ha di 12 kabupaten. Oleh karena itu potensi tersebut perlu untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi tepung koro pedang. Apabila koro pedang dijadikan tepung, maka secara ekonomi nilainya akan meningkat. Sebagai perbandingan, apabila koro pedang dijual dalam bentuk asli, maka harganya mencapai Rp2.000,per kilogramnya. Sedangkan apabila dijual dalam bentuk tepung koro pedang nilainya bisa disamakan dengan harga tepung terigu yang harganya antara Rp6.000 – Rp 7.000 per kilogramnya. Berdasarkan asumsi perhitungan sekali panen dalam satu hektar tanah rata-rata dapat menghasilkan 6 ton koro pedang dengan harga per kilogramnya Rp2.000, maka sekali panen menghasilkan uang sejumlah Rp 12 juta. Dalam pembuatan tepung koro pedang, rendemennya sebanyak 60%, ini menunjukkna bahwa 6 ton koro pedang dapat menghasilkan 3,6 ton tepung koro pedang. Apabila diasumsikan harga perkilogram tepung koro pedang Rp6.000, maka setiap hektar tanah sekali panen dapat menghasilkan tepung koro pedang sejumlah 3,6 ton dikalikan Rp6.000 sama dengan Rp. 21,600,000. Dengan demikian kenaikan nilai ekonomi dari koro pedang menjadi tepung koro pedang adalah sebesar 80%. Hal inilah yang menarik dari hasil penelitian ini, selain koro pedang memiliki potensi yang sangat besar menjadi produk pangan yang bergizi tinggi, juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Oleh karena itu pengembangan produk tepung koro pedang perlu dilakukan. Secara ekonomi dari biji koro pedang menjadi tepung koro pedang telah menghasilkan nilai tambah sebesar Rp 9.600.000 dalam satu 7

PemanfaatanKoroPedangPadaAplikasi ProdukPangandan AnalisisEkonominya

hektar tanah sekali panen (Rp21.600.000 – Rp12.000.000 = Rp9.600.000). Padahal dalam setahun koro pedang apabila dibudidayakan secara baik, maka dapat dipanen sebanyak tiga kali dalam setahun. Dengan demikian nilai tambahnya juga akan semakin besar yaitu sebanyak tiga kali Rp9.600.000 atau sebesar Rp28.800.000,2). Analisis Biaya Volume Laba (BVL) Selain mengadakan promosi terhadap tepung koro pedang, maka produsen tepung koro pedang juga perlu dimotivasi agar produksinya semakin meningkat. Disamping itu produsen tepung koro pedang perlu melakukan analis usaha terhadap produksi tepung koro pedang. Hal ini dimaksudkan agar perhitungan secara ekonomi dari produksi tepung dapat diketahui dan kerugian dapat dihindarkan. Oleh karena itu perencanaan dan pengambilan keputusan yang tepat perlu diperhatikan. Produsen tepung koro pedang perlu merencanakan usahanya dengan baik. Salah satu perencanaan yang perlu dilakukan adalah merencanakan banyaknya tepung koro pedang yang harus dijual agar tidak mengalami kerugian. Dalam hal ini produsen dapat menggunakan model analisis biaya, volume dan laba (Analisis BVL) (Wibisono, 2013). Analisis biaya volume laba sering disebut dengan analisis titik impas (Dominick Salvator, 2004). Analisis BVL dapat digunakan untuk mengetahui besarnya tepung koro pedang yang harus dijual oleh produsen agar mencapai titik impas (Break Even Point/ BEP). Analisis BVL dapat juga digunakan untuk mengetahui dampak perubahan biaya (baik biaya tetap maupun variabel) dan harga jual terhadap titik impas. 8

(Sri Budi W,WyatiSaddewisasi)

Secara matematis analisis BVL dapat dirumuskan sebagai berikut (Dominick Salvator, 2004) : TR = TC (P) (QB) = TFC + (AVC) (QB)

Dari persamaan tersebut dapat diperoleh output pada titik impas dengan menyelesaikan persamaan sebagai berikut:

(P) (QB) - (AVC) (QB) = TFC (QB) (P – AVC) = TFC QB = TFC/ (P – AVC) Dengan menggunakan rumus tersebut, maka dapat dihitung jumlah tepung koro pedang yang harus dijual agar mencapai titik impas, yang mengandung arti bahwa produsen tidak untung tidak rugi. Biaya tetap (TFC) yang digunakan untuk memproduksi tepung koro pedang apabila menggunakan alat pengering buatan adalah sebagai berikut: Alat Pengering Rp50.000.000,00; Alat Penepung Rp5.000.000,00; Ember Perendaman Rp150.000,00; Peniris Rp 3.000.000,00. Dengan demikian Jumlah Biaya Tetap sebesar Rp58.150.000,00 Sedangkan biaya variabel rataratanya (AVC) adalah terdiri dari: Biaya tenaga kerja per kg Rp500,00; Garam Rp500,00; BijiKoro Rp2.000,00 , jadi jumlah biaya variabel rata-rata Rp3.000,00. Harga jual tepung koro per kilogramnya diasumsikan Rp 6.000,000, maka dapat dihitung jumlah tepung koro pedang yang harus dijual agar produsen tidak untung dan tidak rugi (mencapai titik impas) adalah sebagai berikut: QB = TFC/ (P – AVC) = 58.150.000/ ( 6.000 – 3.000) =19.383,333 (dibulatkan 19.384). Dengan demikian dapat disimpulkan agar produsen tidak untung dan tidak rugi, maka

Riptek Vol. 7, No. 2, Tahun 2013, Hal. 1-10

produsen harus menjual minimal 19.384 kg. Apabila diasumsikan setiap hari produsen bisa memproduksi tepung koro dari 100 kg biji koro menjadi 60 kg tepung koro, maka 19.384 kg dapat dihasilkan dalam 323, 06 hari atau 324 hari. Dengan demikian produsen dapat memperoleh keuntungan setelah 11 bulan (324 hari/ 365 hari X 12 bulan = 10,65 bulan atau dibulatkan menjadi 11 bulan). Perhitungan tersebut diperoleh apabila produsen menggunakan alat pengering buatan yang harganya cukup mahal. Apabila diasumsikan alat pengering diganti dengan pengeringan secara alamiah dan diasumsikan tidak ada cuaca mendung, maka dapat dihitung jumlah tepung koro yang harus dijual agar titik impas tercapai dalah dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut: Alat Penepung Rp5.000.000,00; Ember Perendaman Rp 150.000,00; Peniris Rp3.000.000,00. Dengandemikianjumlah biaya tetapsebesarRp.8.150.000,00.Sedang kan biaya variabel rata-ratanya (AVC) sama dengan yang telah dicantumkan apabila menggunakan alat pengering buatan adalah terdiri dari:Biaya tenaga kerja per kg Rp500,00; Garam Rp500,00; Biji Koro Rp2.000,00. Dengandemikian jumlah biaya variabel rata-rata Rp3.000,00. Harga jual tepung koro per kilogramnya tetap diasumsikan Rp 6.000,000, maka dapat dihitung jumlah tepung koro pedang yang harus dijual agar produsen tidak untung dan tidak rugi (mencapai titik impas) adalah sebagai berikut: QB = TFC/ (P – AVC) = 8.150.000/ ( 6.000 – 3.000) = 2.716,67 (dibulatkan 2.717)

Dengan demikian dapat disimpulkan agar produsen tidak untung dan tidak rugi, maka produsen harus menjual minimal 2.717 kg. Apabila diasumsikan setiap hari produsen bisa memproduksi tepung koro dari 100 kg biji koro menjadi 60 kg tepung koro, maka 2.717 kg dapat dihasilkan dalam 45,283 hari atau dibulatkan menjadi 46 hari. Dengan demikian produsen dapat memperoleh keuntungan setelah 1,53 bulan (46 hari/ 30 hari X 1 bulan = 1,53 bulan atau dibulatkan menjadi 1,6 bulan).

Kesimpulan Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1. Perlakuan penurunan terbaik untuk menurunkan kadar HCN tepung koro pedang adalah blansing yang dilanjutkan dengan perendaman menggunakan garam 5% selama 24 jam. Pada kondisi ini diperoleh tepung koro pedang dengan kadar HCN 0 ppm dan derajad putih 82,45%. 2. Kombinasi 25 gram tepung koro pedang dan 100 gram tapioka menghasilkan rasa dan tekstur krupuk yang paling disukai panelis 3. Rasa dan tekstur brownis yang dibuat menggunakan tepung koro pedang sampai 100% tidak berbeda dengan brownis yang dibuat dengan 100% tepung terigu. 4. Secara ekonomi tepung koro pedang memiliki nilai tambah yang tinggi yaitu sebesar 80% DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2011. Flakes Koro Pedang.http://koropedangnews.w ordpress.com /2011/ 10/16/koropedang-alternatif penggantikedelai/\. Diakses 5 Desember 2012

9

PemanfaatanKoroPedangPadaAplikasi ProdukPangandan AnalisisEkonominya

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of Association of Official AnalyticalChemist. Washington DC, 27 p. Badan Bimas Ketahanan Pangan. 2004. Model Pemberdayaan Masyarakat untukMewujudkan Ketahanan Pangan. Departemen Pertanian. Dakornas. 2012. Seminar Pengembangan Koro Pedang di Jawa Tengah di Fakultas Peternakan dan Pertanian Undip. Semarang, 26 November 2012. Djaafar, Titiek F., Siti Rahayu, dan Murdijati Gardjito. Pengaruh Blanching danWaktu Perendaman dalam Larutan Kapur terhadap Kandungan Racunpada Umbi dan Ceriping Gadung. Balai Pengkajian Teknologi PertanianYogyakarta. Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Yogyakarta.

(Sri Budi W,WyatiSaddewisasi)

Rahayu, W. P. 2001. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. JurusanTeknologiPangandan Gizi Fakultas Teknologi Pertanian IPBBogor. Salvatore, Dominick. 2005. Managerial Economics. Buku 1. Edisi Kelima. Jakarta : Salemba Empat Sigma. 2012. Peluang Bisnis Kuliner Modal 2 Jutaan. Yogyakarta : Penerbit GMedia. Sudarmadji, S., B. Haryono, Suhardi. 1997. Prosedur Analissa Untuk BahanMakanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberty. Sudiyono.2010. ” Penggunaan Na2HCO3 untuk Mengurangi Kandungan AsamSianida (HCN) Koro Benguk pada Pembuatam Koro Benguk Goreng”.Agrika. Vol.4(1): 48-53

Doss, A., M. Pugalenthi, and V. Vadivel. 2011. “Nutitional Evaluation of Wild Jack Bean (Canavalia Ensiformis) Seeds in Different Locations of South India”. Word Applied Sciences Journal 13(7): 1606-1612.

Tri

Pambayun, R. 2000. “Hydro Cianic Acid and Organoleptic Test on Gadung InstantRice from Various Methods of Detoxification”. Prosiding Seminar NasionalIndustri Pangan 2000, Surabaya. PAU Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Wibisono, Haris. Manfaat Analisis Biaya, Volume, dan Laba bagi Pengusaha dan Calon Pengusaha. http://www.portal.widyamandala.a c.id/jurnal/index.php/krida/article/ download/.../pdf diakses tanggal 10 Juli 2013

Peraturan Presiden(Perpres) No 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal 10

Barokah. 2011. Petani Kab. Temanggung Kembangkan Koro Pedang.http://informasibudidaya.blogspot.com/2011/11/p etani-kab-temanggungkembangkan-koro.html. Diakses 2 Desember 2012