PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI PEDESAAN

82 downloads 243 Views 171KB Size Report
MAKALAH. PEMBERDAYAAN. MASYARAKAT. DI PEDESAAN. Pengalaman pembangunan pertanian yang dilakukan negara-negara sedang berkembang ...
MAKALAH

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI PEDESAAN Pengalaman pembangunan pertanian yang dilakukan negara-negara sedang berkembang menunjukkan bahwa para petani tidak dianggap sebagai sumber informasi yang dapat dimanfaatkan bagi pembangunan pertanian. Informasi yang dimiliki petani, baik yang menyangkut teknologi pertanian maupun tata cara pemanfaatan sumberdaya alam, dipandang sebelah mata. Bahkan, ada kecenderungan rancangan pembangunan pertanian menggusur sistem pertanian lokal dan merubah pola konsumsi penduduk setempat. Pada paradigma pembangunan masa lalu, ada anggapan bahwa indikator keberhasilan suatu pembangunan adalah mengecilnya sumbangan sektor pertanian pada total pendapatan nasional, akibatnya pembangunan sektor pertanian relatif ditelantarkan. Tetapi, krisis ekonomi pada sekitar 8 tahun yang lalu menyadarkan kita bahwa paradigma pembangunan demikian tidak tepat, karena ternyata sektor pertanian menjadi penyelamat bangsa ini dari kehancuran. Ketahanan sektor pertanian dalam menghadapi krisis inilah yang menyebabkan terjadinya perubahan pola pikir dari para perencana pembangunan yang kemudian menjadikan sektor pertanian menjadi harapan baru. Untuk mewujudkan harapan tersebut, maka setiap upaya pembangunan pertanian harus sensitif terhadap budaya masyarakat, dengan menjadikan pengetahuan dan budaya lokal sebagai variabel utama dalam proses pembangunan pertanian dan pemberdayaan masyarakat di pedesaan pun memiliki kekhasan pada potensi dan keragaman produk pertaniannya. Oleh karena itu, kunci masuk program pemberdayaan masyarakat di pedesaan adalah tokoh-tokoh petani. Dan, menjadikan petani sebagai mitra dalam program pemberdayaan masyarakat akan menumbuhkan motivasi dan mempercepat pencapaian tujuan dari program pemberdayaan tersebut. Beberapa metode pendekatan untuk memposisikan petani sebagai mitra, bukan hanya sebagai objek atau penonton, dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan program pemberdayaan masyarakat pedesaan adalah:

1. Pendekatan secara partisipatif dan dialogis: sejak awal dari, oleh, dan untuk petani, dimana petani secara bersama-sama menganalisis masalah dalam rangka merumuskan program secara nyata yang sesuai dengan kebutuhannya. 2. Memadukan pendekatan dari bawah dan dari atas (Bottom-Up and TopDown Approach): dalam merumuskan suatu program harus melihat bagaimana respon masyarakat terhadap program yang sedang dicanangkan, sedangkan pemerintah hanya berperan sebagai motivator, fasilitator, dan mediator dalam proses perumusan dan pelaksanaan program tersebut. DEPARTEMEN AGRIBISNIS FEM IPB

1

MAKALAH

3. Pendekatan tradisi (Socio-Cultural Approach): Perencanaan maupun pelaksanaan suatu program harus mempertimbangkan kondisi sosio-kultural masyarakat pedesaan dan juga tetap mempertimbangkan kelembagaan masyarakat desa yang sudah ada. 4. Menggunakan agen pembaharu (change agent) atau tenaga pendamping lapangan: Tenaga pendamping lapangan ini biasanya dari LSM atau Perguruan Tinggi yang bertugas sebagai fasilitator dalam penyusunan dan pelaksanaan suatu program pemberdayaan. Beberapa langkah praktis untuk memahami kebutuhan masyarakat pedesaan melalui pendekatan partisipatif dan dialogis adalah sebagai berikut:

1. Bersama petani, mengumpulkan informasi tentang kebutuhan masyarakat pedesaan, melalui banyak media formal, non-formal, maupun informal yang sudah melembaga di pedesaan, misalnya arisan, pengajian, selamatan, dan lainnya. Bahan informasi ini dapat digunakan oleh pemerintah atau lembaga yang akan memberdayakan masyarakat pedesaan. 2. Dari petani, mempelajari kondisi dan kehidupan masyarakat pedesaan. Dari dan oleh masyarakat desa untuk saling berbagi, berperan aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian suatu program serta tidak lanjutnya. Berbagai kegiatan dapat dilakukan dalam upaya peningkatan partisipasi masyarakat di wilayah pedesaan yang dikelompokkan dalam empat sektor utama dengan beberapa sub kegiatan diantaranya adalah:

1. Pengelolaan Sumberdaya Alam; Konservasi daerah aliran sungai (DAS), tanah dan air; yakni pengelolan dan perencaanaan DAS secara partisipatif. Kehutanan: misalnya hutan sosial dan hutan komunitas; penilaian kerusakan hutan, perlindungan, perawatan dan penanaman tanaman hutan, identifikasi pemanfaatan pohon, penggunaan dan pemasaran hasil hutan. Perikanan, baik perikanan darat maupun laut. Zona perlindungan satwa liar. Penilaian bahan pangan dan bahan bakar. Perencanaan desa: persiapan pengelolaan sumberdaya pedesaan 2. Pertanian: Hasil panen, termasuk penelitian partisipatoris petani/penelitian sistem pertanian oleh petani. Irigasi, termasuk rehabilitasi sistem irigasi skala kecil. Pasar, investigasi pasar dan potensi merebut pasar. 3. Program untuk persamaan: Wanita; penilaian partisipatif tentang masalah serta bagaimana mencari solusi dari masalah yang dihadapi. Kredit; identifikasi kebutuhan kredit dan dari mana saja sumber kredit yang dapat dimanfaatkan sebagai modal kerja bagi masyarakat pedesaan yang kebanyakan bermata pencaharian di sektor pertanian (sebagai petani). Modal kerja ini tentunya diharapkan dengan bunga yang relatif kecil dan angsurannya disesuaikan dengan saat dimana para petani memungut hasil usahanya (waktu panen). Seleksi: pencarian dan pemilahan masyarakat miskin untuk suatu program, dan pemilihan masyarakat yang cukup mampu. Pendapatan; identifikasi peluang untuk penghasilan non-pertanian, hal ini DEPARTEMEN AGRIBISNIS FEM IPB

2

MAKALAH

dilakukan agar masyarakat desa mengetahui potensi apa yang sebaiknya mereka kembangkan selain bertani 4. Kesehatan dan Gizi: Penilaian dan pemantauan kesehatan: identifikasi penyakit utama, biaya penanganan kesehatan, dan perencanaan proyek kesehatan. Ketersediaan bahan pangan dan peningkatan gizi. Sanitasi dan air; perencanaan dan lokasinya. Dari keempat sektor utama yang telah dikemukakan, tentunya akan lebih efektif apabila banyak melibatkan masyarakat pada wilayah tersebut dan terprogram sesuai dengan potensi masyarakat yang ada.

Penutup Perubahan paradigma pembangunan yang memposisikan pertanian sebagai sumber pendapatan yang menjanjikan akan memberikan hasil yang memadai apabila setiap program melibatkan partisipasi aktif masyarakat yang ada di wilayah pedesaan ( 75%)dari total penduduk dan tentunya disesuaikan dengan potensi yang dimiliki dalam hal ini potensi sumberdaya manusianya dan potensi sumberdaya alamnya. Atau dengan kata lain paradigma pembangunan tersebut akan dapat dicapai apabila potensi sumberdaya manusia di wilayah pedesaan yang sebelumnya menjadi objek diposisikan menjadi subjek pada setiap kegiatan yang akan dilaksanakan.

Daftar Pustaka Bernadas, C. N., Jr,. 1991. “ Lesson in Upland Farmer Participation: the Case of Enriched Fallow Tecnology in Jaro, Leyte, Phillipines”, Forests, Trees and People Newsletter, 14, Oktober, hlm. 10-11. Lukman Soetrisno. 2001. Paradigma Baru Pembangunan Pertanian. Suatu Tinjauan Sosiologis. Kanisius, Yogyakarta. Pusat Penelitian Pembangunan Pedesaan Universitas Gadjah Mada. 1998. Kajian Pembangunan Pertanian Abad ke-21 Sistem Pertanian Berkebudayaan Industri dan Strategi Operasional Repelita VII. Yogyakarta. Rahardjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Robert Chambers. 1992. Participatory Rural Appraisal. Memahami Desa Secara Partisipatif. Kanisius, Yogyakarta. Sudar D. Armanto. 1998. Jangan Terlena oleh Bonanza Pertanian. Dalam: Kompas. 9 Juli. Tani Lestari. 1998. Aneka Ragam Hayati: Kekayaan dan Kekuatan Petani. Dalam: Media KomunikasiInformasi dan Motivasi Petani dan Nelayan. No. 3 Tahun VI, Oktober.

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FEM IPB

3