Pembinaan dan pengembangan olahraga yang merupakan bagian ...

22 downloads 143 Views 186KB Size Report
the speed of reaction bikit feet. Key Words: Run Up The Hill, Ran Down The Hill. PENDAHULUAN. Perkembangan prestasi olahraga yang diperoleh selama ini.
Competitor, Nomor 1 Tahun 4, Pebruari 2012 PENGARUH LATIHAN LARI MENDAKI BUKIT DAN LARI MENURUNI BUKIT TERHADAP PENINGKATAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI DAN KECEPATAN REAKSI KAKI

OLEH: SURIAH HANAFI )*

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap adanya pengaruh latihan lari mendaki bukit dan lari menuruni bukit terhadap peningkatan kekuatan otot tungkai dan kecepatan reaksi kaki. Penelitian ini adalah eksperimen lapangan. Rancangan penelitian ini adalah Randomized Group Pretest dan Posttest Populasi penelitian ini adalah mahasiswa putra FIK UNM. Subyek diambil secara proporsive sampling sebanyak 18 orang, dimana tingkat kesegaran jasmani, tinggi badan, berat badan dan status keatletan berada pada rentang yang sama. Sampel dibagi dalam 2 kelompok yang masing-masing terdiri dari 9 orang. Kelompok 1 (K1) adalah kelompok yang melakukan latihan lari mendaki bukit, dan kelompok 2 (K2) adalah kelompok yang melakukan latihan lari menuruni bukit. Sebelum malakukan program latihan tiap sample diambil data tes awal (pre tes) yakni melakukan tes awal berupa lari 400 meter setelah itu semua sample melakukan latihan sesuai dengan kelompoknya masing-masing selama 16 minggu sesuai dengan program latihan yang telah dibuat. Setelah 16 minggu latihan kemudian dilakukan tes akhir (post tes) berupa lari 400 meter. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: ada pengaruh yang signifikan latihan lari mendaki bukit terhadap kekuatan otot tungkai dan kecepatan reaksi kaki, begitu pula terhadap latihan lari menuruni bikit terhadap kecepatan reaksi kaki.

Kata Kunci: Lari Mendaki Bukit, Lari Menuruni Bukit

ABSTRACT This study aims to reveal the effects of exercise running up the hill and ran down the hill to the increase in leg muscle strength and reaction speed of the foot. The study was a field experiment. The study design was Randomized Group Pretest and posttest study population was the son of FIK UNM college students. The subjects taken proporsive sampling as many as 18 people, where the level of physical fitness, height, weight and status keatletan are in the same range. Samples were divided into two groups each consisting of 9 members. Group 1 (K1) is a group exercise running up the hill, and group 2 (K2) is a group exercise ran down the hill. Before the exercise program possibilities were taken of each sample test data early (pre test) the initial testing of the 400 meters after *) Dosen PGSD Dikjas S1 FIK UNM

137

Competitor, Nomor 1 Tahun 4, Pebruari 2012 that exercises all the samples in accordance with each group for 16 weeks in accordance with an exercise program that has been made. After 16 weeks of exercise and then do a final test (post test) of 400 meters. These results indicate that: there is a significant influence exercise running up the hill to the leg muscle strength and reaction speed of foot, so did the practice run down to the speed of reaction bikit feet.

Key Words: Run Up The Hill, Ran Down The Hill

PENDAHULUAN Perkembangan prestasi olahraga yang diperoleh selama ini tidaklah terlepas dari pengkajian secara ilmiah terhadap setiap unsur yang mendukung peningkatan prestasi itu. Ini berarti bahwa ada kaitan yang erat antara penelitian dan pengkajian ilmiah yang dilakukan terhadap perkembangan prestasi olahraga. Pengkajian tersebut meliputi perbaikan mutu peralatan, perbaikan manajemen pengelolaan olahraga tersebut, pencarian ataupun penemuan model-model latihan yang lebih praktis dan efektif. Dalam menciptakan serta mempersiapkan suatu program latihan diperlukan para pembina, pelatih dan atlit yang memahami serta mampu membentuk kondisi fisik yang baik. Soekarman (1987) mengatakan bahwa kondisi fisik yang tinggi tidak hanya dicapai melalui latihan keras tetapi harus dipersiapkan secara khusus sesuai dengan kebutuhan dari masingmasing cabang olahraga yang ditekuni. Bompa (1983), menambahkan bahwa untuk mencapai hasil yang tinggi dalam suatu pertandingan harus berkaitan erat dengan kesempurnaan fisik seseorang. Komponen fisik yang mempengaruhi penampilan harus dikembangkan, yang meliputi: strengh, endurance, *) Dosen PGSD Dikjas S1 FIK UNM

muscular power, fleksibility, coordination, balance, accuracy dan reaction (Jarver, 1989). Setiap cabang olahraga memiliki prosentase penampilan biomotor yang utama yang sesuai dengan cabang olahraganya, sistem energi utama, waktu dan tipe serabut otot. Dalam hubungannya dengan penampilan olahraga Pate dkk (1984) mengatakan bahwa semua penampilan olahraga tergantung pada kemampuan olahragawan dalam mengendalikan waktu dan konsentrasi otot. Menurut Astrand (1986) faktor yang terpenting adalah tersedianya energi, fungsi neuro muskular dan faktor phsikologis. Sementara itu Soekarman (1987) mengatakan supaya dapat mencapai hasil maksimal, maka perlu mengatahui sistem energi predominan, untuk gerakan yang cepat dan kuat tentunya tidak untuk jangka waktu yang lama tetapi hanya beberapa detik saja sehingga penyediaan energi mutlak diperlukan. Unsur kecepatan dan kekuatan merupakan unsur fisik yang sangat diperlukan dalam beberapa cabang olahraga, misalnya atletik khususnya untuk nomor lari cepat atau jarak pendek. Dalam meningkatkan kecepatan, faktor yang menentukan antara lain: kecepatan kontraksi otot, kecepatan gerak menahan suatu hambatan, koordinasi berbagai macam otot dan 138

Competitor, Nomor 1 Tahun 4, Pebruari 2012 panjang pengungkit (Jansen, 1979). Menurut Fredrick (1969) jika atlet ingin mengembangkan ketahanan, maka harus latihan ketahanan. Jika atlet ingin mengembangkan kekuatan harus latihan kekuatan. Atletik Atletik adalah aktivitas gerak jasmani atau latihan fisik, berisikan gerak-gerak alami / wajar seperti jalan, lari, lompat, dan lempar. Dengan berbagai cara, atletik telah dilakukan sejak awal sejarah manusia. Oleh karena itu atletik dikatakan sebagai olahraga tertua dan merupakan induk dari semua cabang olahraga. Disamping itu atletik dijadikan sebagai dasar pokok dalam mengembangkan atau meningkatkan prestasi yang optimal bagi cabang olahraga lainnya, bahkan dapat diperhitungkan sebagai suatu ukuran kemajuan sesuatu bangsa. Sepanjang perkembangannya, atletik telah mengalami perubahan, pembaharuan, namun tidak selalu dalam keadaan rational atau secara nyata dapat dilihat dengan mata. Misalnya jarak untuk perlombaan standar ditentukan dari ukuran mil inggris, selain itu setiap kekhususan memiliki sumber awal yang berbeda-beda. Secara umum olahraga atletik terdiri dari beberapa nomor yang biasa di perlombakan diberbagai event baik tingkat nasional maupun internasional. Adapun nomor tersebut adalah sebagai berikut : (1) Nomor jalan dan lari, (2) Nomor lompat, dan (3) Nomor lempar. Pada dasarnya lari adalah gerak maju ke depan dengan cepat dalam waktu yang sesingkatsesingkatnya. Sebagai mana yang dikemukakan oleh Aip Syarifuddin (1992) bahwa : “Lari adalah gerakan *) Dosen PGSD Dikjas S1 FIK UNM

berpindah tempat menuruni bukit.

Latihan

lari

Analisis Lari Cepat Lari cepat dimulai dengan start , awal dari pelaksanaan lari dengan mengambil sikap star. Ada tiga macam star yang dapat dilakukan star pendek (bounch star), star menengah (medium star), star panjang (long star). Dalam melakukan star ini dikenal tiga macam aba-aba yaitu” bersedia”, pada aba-aba ini pelari mengambil sikap star pada balok star, selanjutnya posisi bidan dimana kepala dan punggung berada dalam satu garis. Pada aba-aba “Siap” pelari mengangkat badan dengan cara mendorong kedua tungkai, titik berat badan agak ke depan guna memungkinkan gerak selanjutnya ke depan dengan cepat, dan pada aba-aba “ ya” pelari dengan cepat bereaksi meningggalkan balok star dengan jalan mendorong tungkai belakang ke depan dan berperan sebagai tungkai ayun, sedangkan tungkai depan berperan sebagai tungkai tumpuan dalam keadaan lurus, pada saat tungkai belakang diangkat menjadi tungkai ayun lengan yang berlawanan diayunkan ke depan dalam posisisiku dalam keadaan fleksi. Menurut Benny Huwae; 1989, Waktu yang dipakai untuk meninggalkan balok star (termasuk waktu reaksi) adalah 0,244 detik dengan menggunakan star pendek, medium star 9,320 detik dan untuk long star 9,387. Nomor lari 400 meter yang merupakan nomor lari jarak pendek, yang mana dalam menempuh jarak lari harus dilakukan dalam waktu yang relatif singkat. Sebagaimana ditemukan oleh Abdullah (1994 : 14) mengemukakan bahwa : “Lari jarak 139

Competitor, Nomor 1 Tahun 4, Pebruari 2012 pendek adalah semua jenis lari yang sejak awal sampai finish dilakukan dengan kecepatan maksimal dengan persyaratan yang harus dikuasai oleh pelari yaitu start, gerakan sprint, dan gerakan finish”. Dalam lari 400 meter seorang pelari akan melewati tikungan sambil berlari dan itu harus diketahui oleh seorang pelari agar kecepatan dapat dipertahankan saat melewati tikungan. Pada saat melewati tikungan. badan agak condong kedalam, kaki kanan di langkahkan agak serong kedalam dan tangan kanan diayun agak serong ke dalam. Di samping itu frekuensi gerakan ayunan tungkai pada Iari jarak pendek sangat memegang peranan penting, sedangkan ayunan lengan atau tangan dan badan di condongkan kedepan sangat membantu kelajuan lari dan juga untuk menjaga. Kekuatan dan frekuensi dari gerakan tungkai harus benar-benar dipahami, dan dikuasai oleh seorang atlit lari jarak pendek atau sprint serta dapat melakukan dengan benar sehingga merupakan sesuatu rangkaian gerakan yang terpadu. 1. Ayunan Tungkai Gerakan tungkai yaitu mengayuh dan menumpu. di mana pada saat tubuh meninggalkan balok start yaitu tungkai belakang diayun ke depan dan tungkai belakang diluruskan sebagai tungkai tumpuan. Kedua proses gerakan itu mempunyai hubungan dalam menggerakkan tubuh ke secepat mungkin. Proses gerakan tungkai mengayuh mendorong dilakukan secara bergantian dengan secepat *) Dosen PGSD Dikjas S1 FIK UNM

mungkin mencapai garis akhir atau garis finish. 2. Gerakan Lengan Ayunan lengan dalam berlari pada dasarnya hampir sama dengan gerakan ayunan lengan pada waktu kita berjalan. Yaitu dari belakang kedepan yang gerakannya dimulai dari pangkal lengan lengan (persendian bahu). Namun karena lari dilakukan dengan cepat maka keadaan gerakan lengan disesuaikan dengan kecepatan gerakan langkah kaki. Gerakan ayunan lengan sangat penting karena menjaga keseimbangan badan dan menegakkan badan. Gerakan lengan kedepan dilakukan secara aktif sedangkan kebelakang secara pasif karena gerakan kebelakang adalah lawan dari gerakan lari. Lengan yang terayun kedepan secara aktif dilakukan secara bersamaan dengan tumpuan diluruskan. Kekuatan Kekuatan merupakan unsur yang sangat penting guna meningkatkan kondisi fisik secara keseluruhan, karena kekuatan otot merupakan daya penggerak setiap aktifitas fisik serta melindungi kemungkinan cedera. Dengan kekuatan seseorang akan dapat memukul dan menendang bola lebih keras, berlari lebih cepat, melempar lebih jauh serta dapat membantu memperkuat stabilitas sendi-sendi. Clarke (1980) mengatakan bahwa kekuatan adalah penenentu utama pencapaian prestasi olahraga dan unsur lain merupakan penunjang yang terbentuk bersamaan dalam proses peningkatan atau pembentukan kekuatan. Nossek (1982), bahwa untuk meningkatkan kemampuan fisik salah satu kegiatan penting 140

Competitor, Nomor 1 Tahun 4, Pebruari 2012 yang harus dilakukan adalah meningkatkan tekanan terhadap otot yang dilatih secara berulangulang. Pengertian kekuatan Menurut Fox (1988), kekuatan otot adalah daya sebuah otot, atau sekelompok otot yang dapat digunakan melawan suatu tahanan dalam usaha maksimal. Sedangkan Wilmore & Costil (1989), kekuatan adalah kemampuan dari otot untuk menggunakan tenaga. Seikat otot sebagian besar tergantung pada ukurannya, tepatnya kekuatan otot tungkai sangat berhubungan dengan kumpulan serabut otot yang berperan pada gerakan tungkai, ini berarti tergantung pada jumlah dan diameter serabur otot. Kekuatan otot ini juga dipengaruhi oleh kemampuan sistem syaraf dalam mengerahkan unit gerak. Kekuatan otot maksimal dapat terjadi bila jumlah unit gerak dirangsang sesering mungkin, kemampuan otot beradaptasi dengan rangsangan memberikan penampilan keterampilan yang sesuai dengan kekuatan yang dibutuhkan untuk ksesuaian teknik gerakan (Pate dkk, 1984). Lamb (1984) mengatakan kekuatan otot tergantung pada unit gerak yang dirangsang dalam otot serta frekuensi unit gerak yang diaktifkan. Macam kekuatan Ditinjau dari segi latihan Nossek (1982), membagi kekuatan ini menjadi 3 tipe, yaitu : kekuatan daya ledak dan kekuatan daya tahan. Kekuatan maksimal tergantung pada daya tahan otot, jumlah jaringan, struktur dan bentuk otot. Kekuatan daya ledak adalah untuk menanggulangi tahanan yang rendah dengan percepatan maksimal dengan *) Dosen PGSD Dikjas S1 FIK UNM

tipe gerakan tunggal. Kekuatan daya tahan adalah untuk melawan tahanan yang percepatannya kurang dari maksimal dengan tujuan gerakan berulang-ulang. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan Fox (1984), mengemukakan faktor yang mempengaruhi kekuatan yakni: 1) Aspek anatomis dan fisiologis berupa: jenis serabut otot rangka, besar otot rangka, jumlah cross bridge yang terlibat, aspek biokimia fisiologis dan sistem metabolisme energi terutama metabolisme anaerobic, dan 2) Aspek biomekanis kinesiology berupa: sudut sendi, kekuatan, interaksi posisi antar bagian tubuh dengan sistem mekanik gaya secara keseluruhan. Selain faktorfaktor tersebut di atas, menurut Soekarman (1989), kekuatan dipenagruhi oleh jenis kelamin dan umur. Setiap latihan dengan menggunakan beban yang dilakukan secara teratur dan terarah akan memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan kekuatan. Kekuatan otot tungkai Kekuatan otot tungkai adalah kemampuan sekelompok otot melawan beban dalam satu usaha (Djoko, 2004) dan Clarke (1980) mengatakan kekuatan adalah penentu utama pencapaian prestasi olahraga dan unsure lain merupakan penunjang yang terbentuk bersamaan dalam proses peningkatan atau pembentukan kekuatan. Kekuatan adalah kemampuan mengerahkan tenaga untuk mengatasi atau mengulangi tahanan (Kent, 1994). Kekuatan juga didefinisikan sebagai tenaga 141

Competitor, Nomor 1 Tahun 4, Pebruari 2012 atau usaha yang digunakan oleh sekelompok otot selama kontraksi maksimal otot tunggal (Davis, et al. 1995. kekuatan merupakan kemampuan otot untuk membangkitkan ketegangan terhadap sesuatu tahanan. Kekuatan dihasilkan melalui proses kontraksi otot pada suatu gerakan tertentu yang dipengaruhi oleh (Bompa, 1994) yaitu: (1) Kapasitas otot, merupakan jumlah dari seluruh gaya yang ditampilkan otot secara keseluruhan pada suatu gerakan, (2) Penggunaan kapasitas otot yang mengarah pada kemampuan menggunakan serabut otot pusat dan tepi secara stimulant, dan (3) Teknik ini dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan mengangkat sampai 80% dari kemampuan maksimal. O’Shea (1970) membagi membagi kekuatan otot menjadi dua, yaitu kekuatan dinamis dan kekuatan statis. Kekuatan dinamis menunjukkan pada kekuatan otot yang dapat digunakan ketika gerakan yang jelas diperlihatkan pada bentuk kerja misalnya mengangkat beban. Kekuatan statis ditunjukkan pada penggunaan otot pada seragan nyata misalnya bentuk kerja. Bila ditinjau dari segi latihan Nosek (1982) membagi lagi kekuatan menjadi tiga tipe yaitu kekuatan maksimal, kekuatan daya ledk dan kekuatan daya tahan. Latihan dalam arti luas adalah pengulangan. Sebagaimana pengertian latihan yang dikemukakan oleh Harsono (1988) bahwa : “Suatu kegiatan yang sistematis dari kegiatan berlatih atau bekerja berulang-ulang yang kian hari-kian bertambah jumlah beban latihan. Dengan latihan selain meningkatkan kondisi fisik, juga meningkatkan teknik, taktik, dan mental”. Jadi dalam melakukan latihan itu bukan *) Dosen PGSD Dikjas S1 FIK UNM

hanya diulangi saja akan tetapi untuk lebih besarnya pengaruh yang ditimbulkan oleh suatu latihan maka intensitas atau beban latihan harus ditingkatkan secara bertahap sesuai dengan kemampuan atlit. Lebih lanjut lagi pengertian latihan yang diuraikan oleh Adib Rani (1993), bahwa: latihan adalah suatu proses kerja berkesinambungan, dan intensitas latihan semakin hari semakin meningkat, yang memberi rangsangan yang menyeluruh pada tubuh untuk mencapai peningkatan kemampuan fisik dan mental secara bersamasama”. Penggunaan metode latihan juga harus sesuai dengan sasaran latihan yang akan dicapai, seperti melatih kecepatan Ian maka harus melatih kekuatan otot tungkai dan melatih mempercepat frekuensi gerak kaki. Metode latihan yang cocok adalah latihan lari mendaki dan latihan lari menuruni bukit. Latihan Iari mendaki dapat meningkatkan dynamic strength dan kekuatan otot tungkai sedangkan pada lari menuruni dapat mempercepat frekuensi gerak kaki dan memperpanjang langkah. Jadi kesimpulannya adalah bahwa dalam melatih kecepatan lari maka digunakan bentuk latihan yang dekat dengan kebutuhan lari. Metode latihan kekuatan Latihan kekuatan dilakukan dengan rangsangan yang kuat serta mengaktifkan sebanyak mungkin serabut otot dalam kontraksi tunggal (Nossek, 1982), Latihan kekuatan ini diarahkan untuk memperbesar otot, dengan tanpa mengabaikan prinsip-prinsip beban berlebih, beban bertambah, beban beraturan dan prinsip kekhususan. Prinsip beban lebih menggambarkan kekuatanya, kontraksi terus menerus untuk 142

Competitor, Nomor 1 Tahun 4, Pebruari 2012 rangsangan elektrik dan gambaran electrically evoked torque (EET) pada ergometer menyebabkan kontraksi nyeri otot dan perlawanan terhadap nyeri otot (Miller, 1993). Latihan Lari Mendaki Lari mendaki adalah lari menuju puncak bukit yang bertujuan untuk melatih kekuatan otot tungkai. Sebagaimana bunyi teori up hill bahwa: “Lari naik bukit untuk mengembangkan dynamic strength dan otot tungkai”. Tungkai dalam suatu proses berlari mempunyai peranan sebagai alat penumpu atau berperan untuk mengangkat dan mendorong tubuh kedepan sehingga memungkinkan untuk berlari dengan cepat. Bila mana otot tungkai tidak kuat maka otomatis tumpuan akan kurang kuat. Sehingga langkah akan lambat dan pendek. Lebih lanjut tujuan lari mendaki dikemukakan oleh J.M. Ballesteros yang diterjemahkan oleh PASI (1979), bahwa “Tujuan prinsip lari mendaki adalah untuk mendapatkan otot yang kuat jarak antara 30 - 60 meter amat curam”. Akan tetapi melihat kondisi fisik anak yang dilatih maka kemiringan yang amat curam disesuaikan dengan keadaan alam saja dengan tanpa mengurangi manfaat lari mendaki. Kemiringan yang dipakai antara 20 – 30 derajat. Pengukuran ketinggian lintasan diukur dengan cara jarak lintasan dengan ketinggian yang ada sekitar lebih kurang 30 meter, dengan kemiringan sekitar 20 – 30 derajat, dimulai dari bidang datar ketinggian dari jarak tersebut dijadikan dasar untuk mengetahui sudut lintasan. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dikatakan bahwa kekuatan adalah kemampuan *) Dosen PGSD Dikjas S1 FIK UNM

kondisi fisik untuk mengangkat beban seperti dalam lari. Seseorang menggunakan kekuatan dalam melawan beban saat melakukan lari secepat mungkin. Kekuatan bagi atlit adalah merupakan tenaga penggerak. Disamping itu kekuatan dapat menghindarkan atlit dari rasa cepat lelah dan juga untuk melindungi atlit dari cedera sebagaimana dikemukakan oleh Harsono (1988), bahwa: 1) Kekuatan merupakan daya penggerak setiap aktivitas fisik. 2) Kekuatan memegang peranan penting dalam melindungi atlit dari cedera,. 3) Karena kekuatan, atlit dapat lari dengan cepat. melempar atau menendang dengan jauh. memukul Iebih keras, dan membantu memperkuat sendi. Mengingat pentingnya kekuatan maka dalam memberikan suatu latihan sebelum unsur-unsur yang lainnya dilatih, maka terlebih dahulu harus memenuhi unsur kekuatan. Disamping itu dalam melatih kekuatan itu melalui dari otot-oto yang besar baru melatih otot-otot yang kecil, ini untuk menghindari agar otot yang kecil tidak capek duluan. Menurut Bompa (1983) yang dikutip oleh Moh. Sajoto (1988), bahwa ada beberapa jenis kekuatan yang harus diperhatikan dalam melakukan latihan yang sangat mempengaruhi latihan, sebagai berikut: (1) General strength adalah kekuatan dan sistem otot. Aspek ini merupakan program dasar, (2) Specific strength, dapat dipertimbangkan untuk menjadi suatu kekuatan dari semua otot tertentu untuk gerakan dari olahraga yang di tekuni, (3) Maximum streght, menunjukkan kekuatan dan dapat dilaksanakan dengan sistem syaraf otot selama kontraksi maksimal disengaja, (4) Mascular endurance. 143

Competitor, Nomor 1 Tahun 4, Pebruari 2012 biasanya didefenisikan sebagai kemampuan otot guna menunjang keria untuk periode angka panjang, (5) Power adalah merupakan hasil dan dua kemampuan yaitu kekuatan dan kecepatan, (6) Kecepatan dan perhatian ditujukan pada pengembangan kekuatan maksimal untuk periode jangka pendek, (7) Absolute strenght, menunjukkan bahwa kemampuan kekuatan maksimal dan atlit dengan mengabaikan berat badan, (8) Relative strenght. di sebabkan oleh kekuatan absolut dan berat badan atlet, (9) Kekuatan relatif adalah sangat penting dalam olahraga di mana atlet melaksanakan kegiatan dengan kategori berat, dan (10) Strength reserve. dalam penelitian telah menunjukkan bahwa simpanan kekuatan berbeda dengan kekuatan absolut seorang atlet. Kecepatan Kecepatan merupakan faktor yang penentu utama dalam lari 100 meter. Berlari dengan kecepatan maksimum sepanjang jarak 100 meter merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh pelari sprint 100 meter. peningkatan kecepatan sangat penting bagi pelari 100 meter, oleh karena kecepatan lari atau frekuensi langkah kaki tidak boleh kendor sampai mencapai garis finish. Menurut Harsono (1988) bahwa “kecepatan menjadi faktor penentu di dalam cabang-cabang olahraga seperti nomor-nomor sprint”. Sedangkan definisi kecepatan menurut Harsono (1988) bahwa: “Kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan gerakangerakan yang sejenis secara berturutturut dalam waktu yang sesingkatsingkatnya, atau kemampuan untuk menempuh suatu jarak dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.” Akan tetapi kecepatan bukan hanya *) Dosen PGSD Dikjas S1 FIK UNM

berarti menggerakkan seluruh tubuh dengan cepat, namun dapat pula terbatas pada menggerakkan anggotaanggota tubuh dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Dalam lari sprint 100 meter, kecepatan larinya ditentukan oleh gerakan berturutturut dan kaki yang dilakukan secara cepat. Menurut Abdul Kadir Ateng (1992) bahwa “kecepatan adalah kemampuan individu untuk melakukan gerakan yang sama berulang-ulang dalam waktu yang sesingkat-singkatnya atau jumlah gerakan perunit waktu”. Bagi pelari 100 meter, menurut Wilmore (1977) yang dikemukakan oleh Harsono (1988) bahwa “kecepatan tergantung dan beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu strength, waktu reaksi (reaction time), dan fleksibilitas”. Jadi bagi pelari 100 meter, kalau berlatih untuk memperkembangkan kecepatan, atlet harus pula dilatih kekuatan, fleksibilitas, dan kecepatan reaksinya, dan tidak hanya semata-mata berlatih kecepatan saja. Elastisitas otot penting pula karena makin panjang otot tungkai dapat terulur, makin kuat dan cepat ia dapat memendek atau berkontraksi. Dengan otot yang elastis, tidak akan mengerem gerakan-gerakan otot tungkai sehingga Langkah kaki dapat dilakukan dengan cepat dan panjang. Pendapat Bompa (1983) yang dikemukakan oleh Harsono (1988) bahwa terdapat 6 faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan lari 100 meter, yaitu: (1) Keturunan (heredity) dan natural talent. Akan tetapi Fixx (1985) mengatakan bahwa meskipun orang secara inherent lamban, kalau dia berlatih dengan “maximal effectiveness”. Dia akan bisa lebih cepat daripada orang “... who has greater potential but has not yet mobilized it”, (2) 144

Competitor, Nomor 1 Tahun 4, Pebruari 2012 Waktu reaksi, (3) Kemampuan untuk mengatasi tahanan (resistance) eksternal seperti peralatan, lingkungan (air, salju, angin, dan sebagainya), dan lain-lain, (4) Teknik, misalnya gerakan lengan, tungkai, sikap tubuh pada waktu lari, dan sebagainya, (5) Konsentrasi dan semangat. Harre (1983) juga berpendapat bahwa “wiIlpower and strong concentration are important factors for the achievement of high speed”, (6) Elastisitas otot, terutama otot-otot di pergelangan kaki dan pinggul. Kecepatan Reaksi Unsur kecepatan dan kekuatan merupakan unsur fisik yang sangat diperlukan dalam beberapa cabang olahraga, misalnya atletik, khususnya untuk nomor jarak pendek. Untuk membantu seorang pelari mencapai finish kecepatan merupakan salah satu faktor yang menentukan adalah kecepatan kontraksi otot, kecepatan gerak menahan suatu hambatan, koordinasi berbagai macm otot dan panjang pengungkit. (Jansen, 1979), Menurut Fredrick (1989) jika atlet ingin mengembangkan ketahanan maka harus latihan ketahanan, jika atlet ingin mengembangkan kekuatan maka harus laihan kekuatan dan bila ingin mengembangkan waktu reaksi yang merupakan bagian dari kecepatan reaksi atlet harus berlatih kecepatan reaksi. Waktu reaksi adalah periode diterimanya rangsangan (stimulant) denag permulaan munculnya jawaban atau respon (Sage, 1984). Menurut Wicrozek dalam Bompa (1983), Waktu reaksi adalah kualitas yang memungkinkan memulai suatu jawaban kinetis secepat mungkin setelah menerima rangsang. Kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan gerakan sejenis secara berturutturut dalam waktu yang sesingkat*) Dosen PGSD Dikjas S1 FIK UNM

singkatnya atau kemampuan untuk menempuh suatu jarak dalam waktu yang singkat. Kecepatan adalah kemampuan untuk menempuh jarak tertentu terutama jarak pendek. Kecepatan dipengaruhi oleh waktu reaksi, yaitu mulai mendengarkan aba-aba sampai gerak pertama dilakukan. Waktu gerak adalah waktu yang dipakai untuk menempuh jarak. Kecepatan waktu reaksi tidak berarti bahwa kemampuan melakukan gerakan secepat mungkin secara berulang-ulang dalam waktu yang tebatas. Akan tetapi waktu reaksi ditentukan oleh kemampuan gerak dengan cepat setelah menerima rangsangan yang dapat berupa pendengaran, penglihatan dan lainlain. Namun untuk mncapai tingkat kecepatan optimal gerakan reaksi dapat sangat menunjang sebagai gerakan awal yang menentukan gerakan cepat selanjutnya. Kecepatan reaksi kaki Dalam dunia olahraga, rangsangan dapat berupa sinar yang diterima oleh indera mata, suara atau bunyi yang diterima oleh indera telinga, sentuhan yang diterima oleh indera kulit dan posisi yang terima oleh alat keseimbangan dalam tubuh. Rangsangan dalam bidang olahraga yang paling sering dialami yang erat kaitannya dengan waktu reaksi adalah bunyi Letusan pistol yang diterima oleh indera telinga pada waktu start pada cabang Lari (kaki), renang dan lainlainnya. Dapat pula rangsangan tersebut berupa gerakan lengan memukul atau tungkai menendang dan lawan yang diterima oleh indera mata yang harus dihindari secepatnya pada olahraga atletik dan sebagainya. Semua rangsangan yang diterima oleh alat penerima (panca indera) 145

Competitor, Nomor 1 Tahun 4, Pebruari 2012 atau reseptor ini, dikirim oleh urat syaraf aferen ke sistem syaraf pusat (otak). Setelah dipelajari dan diolah di system syaraf, kemudian ada perintah (dan otak), melalui urat syaraf aferen menuju ke efektor yakni otot skeletal untuk bereaksi. Waktu yang dibutuhkan sejak rangsangan mulai diterima oleh reseptor (panca indera) sampai efektor (otot) bereaksi terhadap rangsangan tersebut, waktu inilah yang disebut waktu reaksi. Harsono (1988) mengemukakan bahwa: “Waktu reaksi (reaction time) adalah waktu antara pemberian rangsang (stimulus) dengan gerak pertama. Misalnya antara bunyi pistol (rangsang) dengan gerak pertama atlet sebagai respon terhadap rangsang tersebut.” Agar lebih jelas, secara singkat perjalanan mulai dan ada rangsangan sampai timbul reaksi secara anatomis fisiologis bagannya sebagai berikut: (1) Munculnya rangsangan yang diterima oleh reseptor (telinga, mata, kulit dan lain-lain), (2) Dan reseptor rangsangan ini di alirkan melalui urat syaraf eferen sensoris menuju ke system saraf pusat (otak), (3) Perpindahan rangsangan dari urat saraf eferen ke sistem syaraf pusat dan menghasilkan tanda isyarat yang akan dikirim kepada efektor, (4) Menjalarnya tanda isyarat ini dari sistem saraf pusat melalui syaraf eferen motorik menuju ke otot skeletal (efektor), (5) Rangsangan isyarat ini pada otot skeletal menimbulkan kontraksi, gerakan, aktivitas fisik atau kerja Makin cepat atau pendek jalan yang ditempuh oleh rangsangan sejak dan adanya rangsangan pada reseptor sampai timbulnya reaksi dan otot, akan semakin baik waktu *) Dosen PGSD Dikjas S1 FIK UNM

reaksinya. Komponen biometric waktu reaksi ini sering dikelirukan dengan komponen waktu refleks atau dengan komponen kecepatan (Lari cepat jarak pendek, renang cepat jarak pendek dan sebagainya). Refleks adalah suatu reaksi gerakan yang timbul tanpa disadari akibat suatu rangsangan. Jadi waktu refleks adalah waktu yang dibutuhkan dan mulanya ada rangsangan, sampai munculnya gerakan yang tidak disadari. Sedangkan waktu reaksi adalah waktu yang dibutuhkan dan mulainya ada rangsangan sampai timbulnya reaksi gerakan yang disadari. Akibat latihan yang baik dan benar, gerakan yang disadari ini dapat menjadi gerakan yang tak disadari (refleks kondisi), sehingga waktu reaksi akan dipercepat. Sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jarak dan garis awal (start) sampai garis akhir (finish) disebut waktu tempuh atau waktu bergerak. Waktu reaksi dan waktu bergerak meningkat, sampai umur 20 tahun, baik untuk laki-laki maupun perempuan, setelah itu menetap dan pada umur 30 tahun sudah mulai menurun. Waktu bergerak jauh lebih tajam penurunannya dibandingkan waktu reaksi. Latihan lari menuruni bukit Latihan lari menuruni bukit untuk meningkatkan frekuensi gerak kaki dan juga memperlebar Iangkah. Sebagaimana bunyi teori down hill, bahwa “Lari menuruni bukit untuk melatih kecepatan frekuensi gerak kaki, lebih baik lagi kalau ada angin dari belakang”. Lebih lagi kegunaan lari menuruni bukit dikemukakan oleh Suharno (1978), bahwa : “Lari dengan percepatan yaitu lari menuruni lantai dengan kecepatan 146

Competitor, Nomor 1 Tahun 4, Pebruari 2012 maksimum. Dikutip oleh Harsono (1988) bahwa “Kecepatan tergantung oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu kekuatan, waktu reaksi dan fleksibilitas”. Lebih lanjut Harsono (1988), mengatakan metode latihan yang dapat mengembangkan Latihan lari menurun bukit memang bisa meningkatkan Frekuensi gerak kaki, di mana pada saat lari menuruni bukit kaki akan terayun dan lebar secara otomatis. Hal untuk mengimbangi keseimbangan tubuh agar tidak terjauh kedepan, akibat dorongan badan lebih cepat dalam melakukan perlombaan lari di lintasan sebenarnya. Dalam melatih kecepatan sangatlah berbahaya bagi atlit. karena persendian dipaksa untuk terbuka lebih lebar sedangkan kita tahu bahwa gerakan persendian itu sangat terbatas. Oleh itu sebelum melatih kecepatan maka harus memberikan latihan kekuatan terlebih dahulu, sebagaimana dikemukakan oleh Wilmore yang kecepatan antara lain, adalah: 1.Interval training, jarak yang dilarikan sedemikian rupa sehingga faktor daya tahan tidak berpengaruh terhadap kecepatan lari. 2.Lari akselerasi dimulai dengan lari lambat dan semakin lama semakin cepat, lari akselerasi dan selingi lari deselarasi, contoh lari 300 meter, 50 meter, dan seterusnya. 3.Lari naik bukit untuk mengembangkan dinamika sterght dalam otot-otot tungkai dimana sterght juga dapat dikembangkan dengan lari di air dangkal, salju, dan lapangan yang empuk. Lari menuruni bukit melatih frekuensi kaki untuk kecepatan lari. *) Dosen PGSD Dikjas S1 FIK UNM

Lari mendaki dan lari menuruni sangat spesifik dalam melatih kecepatan. Seperti halnya lari mendaki yang dapat meningkatkan kekuatan otot tungkai. Lari menuruni bukit melatih kecepatan frekuensi kaki dan memperpanjang langkah dan apabila dilakukan dalam beberapa ulangan yang teratur akan meningkatkan kecepatan. Dalam melakukan latihan belum tentu tujuan dan latihan akan tercapai karena ada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi seorang atlit. Sebagaimana dikemukakan oleh Harsono (1983) yang mengutip pendapat Bompa (1983), sebagai berikut : 1.Keturunan, dan bakat secara alamiah. 2.Waktu reaksi. 3.Kemampuan mengatasi tahanan eksternal seperti peralatan, Lingkungan (air, salju. angin dan sebagainya), dan lawan. 4.Teknik. Misalnya gerakan lengan, tungkai. sikap tubuh. dan sebagainya. 5.Konsentrasi dan semangat. 6.Elastisitas otot, terutama otot-otot pergelangan kaki dan pinggul.

Pada dasarnya lari adalah gerak maju ke depan dengan cepat dalam waktu yang sesingkatsesingkatnya. Sebagai mana yang dikemukakan oleh Aip Syarifuddin (1992) bahwa : “Lari adalah gerakan 147

Competitor, Nomor 1 Tahun 4, Pebruari 2012 berpindah tempat menuruni bukit

Latihan

lari

METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah eksperimen lapangan. Rancangan penelitian ini adalah Randomized Group Pretest dan Posttest Populasi penelitian ini adalah mahasiswa putra FIK UNM. Subyek diambil secara purposif sebanyak 18 orang, dimana tingkat kesegaran jasmani, tinggi badan, berat badan dan status keatletan berada pada rentang yang sama. Sampel dibagi Dalam 2 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 9 orang. Kelompok 1 diberi perlakuan berupa latihan lari mendaki bukit, sedang kelompok 2 diberi perlakuan berupa latihan lari menuruni bukit. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh latihan lari mendaki bukit yang diberikan kepada kelompok 1 berdasarkan hasil pengujian statistik menunjukkan adanya pengaruh latihan lari mendaki bukit terhadap kekuatan otot, ini terbukti dari hasil analisis data yang menunjukkan bahwa perolehan nilai t hitung (to)= 36,682 (P< 0,05). Pengaruh latihan lari menuruni bukit yang diberikan pada kelompok 2 berdasarkan hasil pengujian statistik juga menunjukkan adanya pengaruh latihan lari menuruni bukit terhadap peningkatan kecepatan, hal ini terbukti berdasarkan hasil analisis data yang menunjukkan bahwa perolehan nilai t hitung (to) = 28,777 (P< 0,05). Hasil penelitian ini telah membuktikan kebenarankebenaran teori tentang latihan lari mendaki bukit (Up Hill) dan lari menuruni bukit ( Down hill) dapat eningkatkan kekuatan otot dan kecepan reaksi kaki. *) Dosen PGSD Dikjas S1 FIK UNM

PENUTUP Latihan lari mendak bukt dan latihan lari menuruni bukit apabila dilakukan secara teratur dan berkesinambungan dapat meningkatkan kekuatan otot tungkai dan kecepatan reaksi kaki, dan bila seorang pelari jarak pendek memiliki kekuatan otot tungkai dan kecepatan reaksi kaki yang baik maka diprediksi bahwa waktu tempuhnya akan semakin baik pula Berdasarkan simpulan yang diajukan maka disarankan sebagai agar hasil penelitian ini diuji cobakan dilapangan oleh para pelatih maupun atlit, dan bagi atlitatlit cabang olahraga lain ang memerlukan kecepatan dan kekuatan dapat melakukan latihan ini. DAFTAR PUSTAKA Aggis Richard. At. Al. 1984, Coaching Hockey, Australian Hockey Association, Australia Astrand PO. And Rodahl K. 1989. Texbook of Work Physiology. 3rd ed., Mc Graw-hill Company, New york. Pp. 389-445 Bompa, T.O. 1995., Theori and Methodology of Training, The Key to Athletic Perfomance., Kendal Hunt Toronto, Dubuque, Iowa Toronto Canada, Fox, E. L. 1984., Sport Physiology, second Ed. C. B. S, College Publishing, Printed in Japan Fox, E. L. Bower. R. W. 1998., The Physiologycal Basis of Physical Education and athletics. Sounders College Publishing Company New York Friedric JA. 1969. Principles Education Jersey Prentice-Hall Inc. pp. 52-53, 165-167.

148

Competitor, Nomor 1 Tahun 4, Pebruari 2012 Harre, D. 1982., Principles of Sport Training., Lepzing Interduck Graficher Grobbertrieb. Harsono. 1998 Coaching dan aspek-aspek psychology dalam coaching. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti Jarver, 1989. Principles of speed and East Europan Summury. J. Appl. Phisiol. 5:27. Kelly SS. 1976. The Effect Of Age on Neuromuscular Transmition. J. Physiology. 274: 51-62. Soekarman R. 1987. Dasar-dasar Olahraga untuk Pembina, Pelatih dan Atlit. PT. Indayu Press, Jakarta. Sutrisno Hadi. 1990 Statistik jilid III. Yogyakarta: Andi offset

*) Dosen PGSD Dikjas S1 FIK UNM

149