suatu tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh anak yang bernama.
Agus Panca ... ANAK (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pidana Nomor : 55/Pid
.
TINDAK PIDANA TERHADAP NYAWA MANUSIA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pidana Nomor : 55/ Pid.Sus/ 2011/ PN.Pwt)
SKRIPSI Oleh :
LILIK SIYAGA E1E008039
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2013
TINDAK PIDANA TERHADAP NYAWA MANUSIA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pidana Nomor : 55/ Pid.Sus/ 2011/ PN.Pwt)
SKRIPSI Diajukan dalam rangka memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
Oleh :
LILIK SIYAGA E1E008039
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2013
SKRIPSI TINDAK PIDANA TERHADAP NYAWA MANUSIA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pidana Nomor : 55/ Pid.Sus/ 2011/ PN.Pwt)
Oleh:
LILIK SIYAGA E1E008039
Untuk memenuhi salah satu persyaratan Memperoleh gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Diterima dan disahkan Pada tanggal 18 Februari 2013 Para penguji/pembimbing/ Penguji I/ Pembimbing I
Penguji II/ Pembimbing II
Sunaryo, S.H.,M.Hum. Dr. Setya Wahyudi, S.H.,M.H. NIP. 19531224 198601 1 001 NIP. 19610527 198702 1 001 Mengetahui, Dekan
Dr. Angkasa, S.H., M.Hum. NIP. 196409231 98901 1 001
Penguji III
Haryanto Dwiatmodjo,S.H,M.H. NIP. 19630926 199002 2 001
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: LILIK SIYAGA
NIM
: E1E008039
Program Studi : Ilmu Hukum Judul Skripsi
: TINDAK PIDANA TERHADAP NYAWA MANUSIA YANG DILAKKAN OLEH ANAK (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Nomor: 55/Pid.Sus/2011/PN. Pwt)
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya aku sebagai tulisan atau pikiran saya, kecuali yang tersebut di dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa skripsi ini hasil jiplakan, atas perbuatan tersebut maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Purwokerto, 18 Februari 2013 Yang membuat pernyataan
LILIK SIYAGA NIM. E1E008039
ABSTRAK Kaidah-kaidah dan norma-norma yang hidup di dalam masyarakat berfungsi untuk membentengi tingkah laku masyarakat dalam melakukan perbuatanya sehari-hari, akan tetapi dengan bergesernya waktu, maka perubahan perilaku masyarakat pun semakin terlihat, norma-norma yang sebelumnya ditaati oleh masyarakat semakin ditinggalkan, perilaku-perilaku masyarakat saat ini mencerminkan merosotnya budaya masyarakat. Salah satu faktanya dapat dilihat dalam kasus yang terjadi dalam Surat Putusan No.55/Pid.Sus/2011/PN.Pwt, dalam kasus ini telah terjadi suatu tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh anak yang bernama Agus Panca Rotama terhadap seorang teman yang bernama Yoga Afriaji. Dalam penelitian ini, penulis bermaksud untuk meneliti tentang, Apakah sudah tepat penerapan unsur-unsur Pasal 338 KUHP yang dijadikan sebagai dasar hukum atas pertanggungjawaban mengenai perbuatan anak dalam melakukan tindak pidana terhadap nyawa orang lain sesuai dengan putusan NO.55/Pip.Sus/2011/PN,Pwt? Pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkara tindak pidana terhadap nyawa orang lain yang dilakukan oleh anak ? Metode penelitian yang digunakan adalah: deskritif-analitis, dengan metode pendekatan Yuridis-Normatif, yakni penelitian yang dilakukan dengan konsep kepustakaan, data diperoleh melalui studi kepustakaan, sehingga datanya berbentuk data sekunder. Metode analisis data yang digunakan adalah, Yuridis-Normatif. Dari penelitian ini maka dapat di ambil kesimpulan bahwa, Anak dibawah umur yang bernama Agus Panca Rotama sebagai pelaku telah melakukan tindak pidana pembunuhan yang melanggar perundangundangan sebagai berikut, yakni Melanggar Pasal 338 Kitab UndangUndang Hukum Pidana. Sebab Peristiwa tersebut telah mengakibatkan korban yang merupakan seorang teman meninggal dunia.
Kata Kunci: Tindakan (Pembunuhan); Putusan Pengadilan No. 55/ Pid.Sus / 2011 / PN. Pwt. Perlindungan Anak.
ABSTRACT
Principles and norms that live in society which has function to fortify society’s behavior in doing their daily deed, however, by moving the time , then changing of society’s behavior also is more appeard, the norms that before obeyed by society’s is more lived behind, the society’s behavior recently reflect the regressof society’s culture. One of the facts can be seen in a case that occurred in Court Decision No. 55/Pid.Sus/2011/PN.Pwt. In this case, has happened a criminality act of murder which is done by child of under age named Agus Panca Rotama on purpose doing the murder to a friend named Yoga Afriaji. In this research, the writer attends to observe about, this is precisely the application of the elements of article 338 of the Penal Code which serve as the legal basic for accountability regarding the child acts in a criminal act against another person’s life in accordance with is it right if the rules of legislation which is become as basic of law for responsibility of what the child of under age did, in doing criminality act of murder to a friend appropriate with court decision no 55/Pid.Sus/2011/PN.Pwt? Legal reosoning of judges in deciding criminal cases against the life of another person by a child? The research method used was descriptive-analytical, with juridicalnormative approach method, that is, a research conducted by literature concept. The data were obtained from literature study, so that the data were in form of secondary data. The data analysis method used was juridical-normative. From this research it could be concluded that the child named Agus Panca Rotama as suspected has done the criminal act of murder which broke the legislation as follow, that is break the section 338 book of prophecy . that even has caused some victim who is a friend died.
Keywords: Action (Murder); Court Decision No. 55/Pid.Sus/2011/PN.Pwt. Court Children .
MOTTO
“Aku akan selalu berusaha untuk menggapai impianku, dan aku tidak akan pernah diam karena aku tahu pemenang itu bukan pendiam”
“Kegagalan tidak akan menghentikan langkahku karena itu bukan
tujuanku,
melainkan
pelajaran
untuk
mencapai
SUKSES”
“Aku lebih suka memandang lukisan ombak dilaut yang tak kenal
putus
menghantam
karang
dari
pada
lukisan
hamparan sawah subur yang tenang” ( Ir. Soekarno )
PERSEMBAHAN
Karya kecilku ini aku persembahkan teruntuk : Almarhum bapakku yang mendewasakan aku semenjak remaja dan ibuku yang telah melahirkan aku ke dunia ini:
Raisha Istriku yang sangat aku cintai dan mencintaiku dengan memberikan perhatian, semangat, mengingatkan untuk selalu berdoa, berusaha dan sholat lima waktu serta menerima keluhanku dengan kebesaran hatinya yang cantik...
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmaanirrahim Segala Puji dan syukur hanya bagi ALLAH SWT seru sekalian alam, karena atas rahmatnya dan ridho-Nya, maka skripsi ini yang berjudul “TINDAK PIDANA TERHADAP NYAWA MANUSIA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pidana Nomor : 55/Pid. Sus/2011/PN.Pwt )” Sebagai salah satu persyaratan untuk mencapai gelar sarjana strata satu (S1) Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Serta salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW dan beserta para sahabatnya. Dengan mengingat segenap kekurangan yang ada, penulis telah berusaha memaksimalkan diri untuk menulis dan menyelesaikan skripsi ini sebaik mungkin. Namum penulis mengerti bahwa hasil penelitian ini masih perlu untuk disempurnakan lagi, mohon para pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang membangun. Penulisan skripsi ini bukan merupakan hasil tunggal penulis, melainkan tidak terlepas dari pikiran dan budi baik banyak orang, dengan kesungguhan hati penulis ucapkan terima kasih kepada kedua orangtua yang senantiasa penulis hormati, karena merekalah penulis bisa seperti sekarang ini dan tak lupa untuk orang yang sangat spesial dalam hidupku yaitu istriku tersayang Raisha Putri Kemala, SH yang tanpa lelah memberikan dukungan moril dan materiil.
Pada kesempatan ini pula izinkanlah penulis dengan kerendahan hati dan rasa syukur menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada yang terhormat Sunaryo, S.H., M.Hum selaku Pembimbing I dan Dr. Setyo Wahyudi, S.H., M.H selaku Pembimbing II, yang selalu menjadi panutan dalam keilmuan serta telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat: 1. Prof. Drs. Edy Yuwono, PhD, selaku Rektor Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto; 2. Dr. Angkasa, S.H., M.Hum, selaku Dekan
Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto; 3. Dr. Agus Raharjo,S.H.,M.Hum, selaku pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto; 4. Haryanto Dwiadmodjo, S.H., M.Hum,, selaku Ketua Bagian Hukum Pidana serta dosen Penguji pada Seminar skripsi dan Ujian skripsi; 5. Saryono Hanadi, S.H. M.Hum., selaku Pembimbing Akademik yang memberikan bimbingan sejak awal perkuliahan; 6. Kapolres Banyumas selaku atasan langsung yang telah mengijinkan penulis untuk kuliah di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto; 7. Dosen Fakultas Hukum selama penulis kuliah di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman;
8. Seluruh pihak yang memberikan motivasi, saran dan kritik selama punulisan skripsi ini; Penulis berharap dengan selesainya skripsi ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi peneliti sendiri serta bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam ruang lingkup hukum pidana. Semoga Allah SWT membalas amal baik semua pihak yang telah memberikan bantuan selama penyusunan skripsi ini, Amin. Wasaalamu’alaikum Wr.Wb.
Purwokerto,
18 Februari 2013
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL................................................................................................ i HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................... iii ABSTRAKS .......................................................................................................... iv ABSTRACT ..............................................................................................................v HALAMAN MOTTO ........................................................................................... vi HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... vii KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii DAFTAR ISI...........................................................................................................xi BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1 A. Latar Belakang .......................................................................1 B. Perumusan Masalah ................................................................ 15 C. Tujuan Penelitian .................................................................... 16 D. Kegunaan Penelitian................................................................ 16 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................18 A. Pengertian Tindak Pidana........................................................18 1. Pengertian Tindak Pidana Menurut Para Ahli Hukum...... 18 2. Unsur Tindak Pidana......................................................... 21 3. Macam-macam tindak pidana............................................ 24 B. Tindak Pidana Pembunuhan....................................................26
1. Pengertian Tindak Pidana Pembunuhan............................ 26 2. Unsur Tindak Pidana Pembunuhan................................... 28 3. Faktor-Faktor Terjadinya Tindak Pidana Pembunuhan.... 32 4. Kualifikasi Tindak Pidana Pembunuhan............................ 35 C. Pemidanaan........................................................................... 43 1. Teori-teori pemidanaan..................................................... 43 2. Tujuan pemidanaan............................................................ 50 BAB III
METODE PENELITIAN....................................................................51
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...................................57 A. Hasil Penelitian..............................................……….............57 B. Pembahasan ............................................................................79
BAB V
PENUTUP ........................................................................................114 A. Simpulan ...............................................................................114 B. Saran .....................................................................................115
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................117
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat dan martabat yang patut dijunjung tinggi dan setiap anak yang terlahir harus mendapatkan hak haknya tanpa anak tersebut meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990, kemudian juga dituangkan dalam UndangUndang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang kesemuanya mengemukakan
prinsip-prinsip
umum
perlindungan
anak,
yaitu
non
diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang, dan menghargai partisipasi anak.1 Keberadaan anak yang ada di lingkungan kita memang perlu mendapat perhatian, terutama mengenai tingkah lakunya. Dalam perkembangan kearah dewasa, kadang-kadang seorang anak melakukan perbuatan yang lepas kontrol, ia melakukan perbuatan tidak baik. Sehingga merugikan diri sendiri bahkan orang lain. Tingkah laku yang demikian disebabkan karena dalam masa pertumbuhan, sikap dan mental anak belum stabil, dan juga tidak terlepas dari
1
http://anjarnawanyep.wordpress.com-konsep-restorative-justice, diakses melalui internet pada tanggal 26 desember 2012
lingkungan pergaulannya. Disamping itu keadaan ekonomi pun juga bisa menjadi pendorong bagi anak untuk melakukan perbuatan yang dilarang.2 Setelah keluarga merupakan salah satu penyebab anak melakukan tindak pidana atau pelanggaran, tempat anak bersosialisasi adalah lingkungan sekolah dan lingkungan tempat bermainnya. Mau tidak mau, lingkungan merupakan institusi pendidikan kedua setelah keluarga, sehingga kontrol di sekolah dan siapa teman bermain anak juga mempengaruhi kecenderungan kenakalan anak yang mengarah pada perbuatan melanggar hukum. Tidak semua anak dengan keluarga tidak harmonis memiliki kecenderungan melakukan pelanggaran hukum, karena ada juga kasus dimana anak sebagai pelaku ternyata memiliki keluarga yang harmonis. Hal ini dikarenakan begitu kuatnya faktor lingkungan bermainnya yang negatif. Anak dengan latarbelakang ketidak harmonisan keluarga, tentu akan lebih berpotensi untuk mencari sendiri lingkungan diluar keluarga yang bisa menerima apa adanya. Apabila lingkungan tersebut positif tentu akan menyelesaikan masalah si anak dan membawanya kearah yang positif juga. Sebaliknya, jika lingkungan negatif yang didapat, inilah yang justru akan menjerumuskan si anak pada hal-hal yang negatif, termasuk mulai melakukan pelanggaran hukum seperti
mencuri, mencopet, bahkan membunuh.
Kedudukan keluarga sangat fundamental dalam pendidikan anak. Apabila pendidikan keluarga gagal, maka anak cenderung melakukan tindakan 2
http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=kriminalitas diakses melalui internet tanggal 26 desember 2012
anak&&nomorurut_artikel=390
,
kenakalan dalam masyarakat dan tidak jarang menjurus ke arah tindakan kejahatan atau criminal. Dalam bukunya yang berjudul Kriminologi, B. Simanjuntak berpendapat bahwa, kondisi-kondisi rumah tangga yang mungkin dapat menghasilkan “anak nakal”, adalah:3 1. Adanya anggota lainnya dalam rumah tangga itu sebagai penjahat, pemabuk, emosional. 2. Ketidakadaan salah satu atau kedua orangtuanya karena kematian, perceraian atau pelarian diri. 3. Kurangnya pengawasan orangtua karena sikap masa bodoh, cacat inderanya, atau sakit jasmani atau rohani. 4. Ketidakserasian karena adanya main kuasa sendiri, iri hati, cemburu, terlalu banyak anggota keluarganya dan mungkin ada pihak lain yang campur tangan. 5. Perbedaan rasial, suku, dan agama ataupun perbedaan adat istiadat, rumah piatu, panti-panti asuhan. Perkembangan peradaban dan pertumbuhan pada masyarakat cukup pesat, dimana kejahatan ikut mengiringi dengan cara-cara yang telah berkembang pula. Kejahatan senantiasa ada dan terus mengikuti perubahan. Pengaruh modernisasi
tidak dapat dielakkan, disebabkan oleh ilmu
pengetahuan yang telah mengubah cara hidup manusia dan akhirnya hanya dapat untuk berusaha mengurangi jumlah kejahatan serta membina penjahat tersebut secara efektif dan intensif. Maka sulit kalau dikatakan Negara akan
3
B. Simanjuntak. Kriminologi. Bandung : Tarsito, 1984, hlm. 55.
melenyapkan kejahatan secara total. Emile Durkheim menyatakan bahwa kejahatan adalah:4 “suatu gejala normal didalam setiap masyarakat yang bercirikan heterogenitas dan perkembangan sosial dan karena itu tidak mungkin dapat dimusnahkan sampai tuntas”. Kejahatan adalah suatu nama atau cap yang diberikan orang untuk menilai perbuatan-perbuatan tertentu, sebagai perbuatan jahat. Dengan demikian maka si pelaku disebut sebagai penjahat. Pengertian tersebut bersumber dari alam nilai, maka ia memiliki pengertian yang sangat relatif, yaitu tergantung pada manusia yang memberikan penilaian itu. Jadi apa yang disebut kejahatan oleh seseorang belum tentu diakui oleh pihak lain sebagai suatu kejahatan pula. Kalaupun misalnya semua golongan dapat menerima sesuatu itu merupakan kejahatan tapi berat ringannya perbuatan itu masih menimbulkan perbedaan pendapat.5 Kejahatan menurut non hukum atau kejahatan menurut aliran sosiologis merupakan suatu perilaku manusia yang diciptakan oleh masyarakat. Walaupun masyarakat memiliki berbagai macam perilaku yang berbeda-beda, akan tetapi memiliki pola yang sama. Gejala kejahatan terjadi dalam proses interaksi
antara
bagian-bagian
dalam
masyarakat
yang
mempunyai
kewenangan untuk melakukan perumusan tentang kejahatan dengan kelompokkelompok masyarakat mana yang memang melakukan kejahatan. Kejahatan (tindak pidana) tidak semata-mata dipengaruhi oleh besar kecilnya kerugian 4
Ninik Widiyanti dan Panji Anoraga, Perkembangan Kejahatan dan Masalahnya, Jakarta:Pradya Paramita, 1987, Hal. 1. 5 Digitized by USU digital library, 2003.
yang ditimbulkannya atau karena bersifat amoral, melainkan lebih dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan pribadi atau kelompoknya, sehingga perbuatanperbuatan tersebut merugikan kepentingan masyarakat luas, baik kerugian materi maupun kerugian/bahaya terhadap jiwa dan kesehatan manusia, walaupun tidak diatur dalam undang-undang pidana.6 Ditinjau dari sosiologi, Sutherland menyelidiki bahwa kejahatan merupakan suatu persoalan yang paling serius atau penting yang bersumber dimasyarakat, masyarakat yang memberi kesempatan untuk melakukan kejahatan dan masyarakat sendiri yang menanggung akibat dari kejahatan tersebut, walaupun secara tidak langsung. Oleh karena itu untuk mencari sebab-sebab kejahatan adalah di masyarakat. Kajahatan atau sifat jahat itu sendiri bukan karena pewarisan, tetapi karena dipelajari dalam pergaulan di masyarakat, sedangkan pergaulan di masyarakat itu adalah berbeda-beda, yang sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya sendiri.7 Secara sosiologis seseorang yang melakukan tindak pidana kejahatan merupakan hasil perubahan-perubahan sosial dan budaya dalam masyarakat sebagai bentuk deviasi sosial (pelanggaran norma-norma masyarakat). Soerjono Soekanto merumuskan bahwa, deviasi adalah: 8 “penyimpangan terhadap kaidah-kaidah dan nilainilai dalam masyarakat. Kaidah-kaidah timbul dalam masyarakat karena diperlukan sebagai pengatur dalam hubungan antara seseorang dengan orang lain, atau antara seseorang dengan masyarakatnya”. 6
H. R. Abdussalam, Prospek Hukum Pidana Indonesia dalam Mewujudkan Rasa Keadilan Masyarakat Jilid II, Jakarta: Restu Agung , 2006 7 Edwin H. Sutherland, Azas-Azas Kriminologi, Bandung , Hal. 106 8 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, Hal. 214.
Pengertian penjahat dapat ditinjau dari beberapa aspek, diantaranya.9 Penjahat atau pelaku kejahatan ditinjau dari aspek yuridis merupakan seseorang yang melanggar peraturan atau undang-undang pidana dan telah diputus oleh pengadilan atas pelanggarannya dan telah dijatuhi hukuman, dan dalam hukum pidana dikenal dengan istilah narapidana. Tindak
pidana memang tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa
namun anak juga turut andil dalam melakukan suatu kejahatan yang tidak kalah dengan perbuatan yang dilakukan oleh orang dewasa, memang disayangkan bahwa prilaku kriminalitas dilakukan oleh anak, karena masa anak adalah dimana anak seharusnya bermain dan menuntut ilmu, tapi pada kenyataannya anak zaman sekarang tidak kalah bersaing dengan orang dewasa untuk melakukan tindak pidana, namun Negara membedakan tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa dan yang dilakukan oleh anak, Negara lebih meringankan tindak pidana yang dilakukan oleh anak karena anak merupakan tunas bangsa dan generasi penerus bangsa sehingga setiap anak pelaku tindak pidana yang masuk sistem peradilan pidana harus diperlakukan secara manusiawi sebagaimana yang termuat dalam UU No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak, yaitu nondiskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangannya, serta penghargaan terhadap pendapat anak. Diambil dari sebuah contoh kejadian nyata, pada zaman sekarang nyatanya anak sudah berani melakukan tindak pidana pembunuhan, adalah 9
A. Gumilang, Kriminalistik, Bandung: Angkasa, 1993, Hal. 4.
Agus Panca Rotama bin Sukiswo yaitu seorang anak yang berumur 17 Tahun dan telah melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap salah seorang teman yaitu yang bernama Yoga Afriaji bin Sukardi, dalam putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor 55/Pid.Sus/2011/PN.Pwt, Agus telah dinyatakan bersalah karena telah menghilangkan nyawa orang lain sesuai dengan Pasal 338 KUHP. Pada awalnya bermula dari rasa jengkel Agus terhadap Yoga yang sering kali ketika mereka bertemu menghina dengan kata-kata “BANGSAT, BAJINGAN”
Agus
bertanya
kepada
Yoga
dengan
mengatakan
“
MAKSUDNYA APA KAMU SETIAP KETEMU SAYA NGOMONG “ BANGSAT, BAJINGAN “ kemudian Yoga menjawab “ EMANG KENAPA, KAMU EMOSI “ dan Agus menjawab “ YA JELAS SAYA EMOSI KARENA SETIAP KETEMU SAYA KAMU BILANG “ BANGSAT, BAJINGAN” kemudian Agus berkata lagi kepada Yoga sambil mengajak“ KALAU MEMANG BERANI KITA KEATAS, atas ajakan
tersebut Yoga
menyanggupi dan mau pergi ke bukit hutan Jatisaba. Bahwa sesampai di hutan Jatisaba turut Grumbul Wadas Plasa Desa Jatisaba Kec. Cilongok Kab. Banyumas sekitar pukul 24.00 Wib Agus turun dari motor sedangkan Yoga langsung melepas helm yang dipakainya, selanjutnya Yoga turun dari kendaraan dan langsung menyerang Agus dengan memukul dengan tangan kosong ke arah pelipis sebelah kiri Agus satu kali dan memukul ke arah pipi kiri
satu kali, kemudian Agus mengambil bambu
sepanjang setengah meter yang ada, lalu Agus memukul ke arah kepala Yoga sebelah kiri sebanyak satu kali, sehingga dari kepala Yoga sebelah kiri keluar
darah dan langsung sempoyongan, pada saat sempoyongan Yoga masih sempat menarik kepala Agus dengan memegang rambut Agus ditekankan ke bawah sampai tertunduk, pada saat kepala Agus ditekan ke bawah oleh Yoga, Agus langsung mengambil parang / bendo yang sudah di bawa dan disimpan di balik baju Agus, kemudian Agus menyerang Yoga dengan mengayunkan parang / bendo kearah leher sebelah kiri, akan tetapi di tangkis oleh Yoga dengan menggunakan tangan kanan, sehingga melukai tangan kanan Yoga hingga tiga jari putus, kemudian Agus menyerang lagi dengan mengayunkan parang/bendo itu ke arah leher sebelah kiri dan melukai leher Yoga sebelah kiri, selanjutnya Agus menyerang lagi dengan mengayunkan parang/bendo mengenai leher sebelah kanan dan juga melukai leher sebelah kanan, kemudian Yoga jatuh tersungkur ketanah, mengetahui Yoga sudah jatuh tersungkur kemudian Agus menyerang lagi dengan mengayunkan parang/bendo kearah telinga sebelah kiri, kemudian Yoga di bangunkan dan di dudukkan ditanah dengan di senderkan di PAL/PATOK, pada saat itu melihat kalau Yoga masih hidup, kemudian Agus mengambil tangan kiri Yoga lalu ditaruh di atas PAL kemudian menebas tangan kiri dengan parang/bendo sebanyak dua kali, sehingga dia tidak bergerak lagi dan mengakibatkan meninggal.10 Salah satu contoh kenakalan yang dilakukan anak nyatanya terjadi zaman sekarang, Agus merupakan salah satu contoh anak nakal yang telah melakukan tindak pidana pembunuhan, dan terbukti bersalah di pengadilan, sehingga pengadilan menjatuhkan pidana penjara 7 ( tujuh ) tahun pada Agus,
10
Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor 55/Pid.Sus/2011/PN.Pwt
sesuai dengan amanat dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak diatur bahwa apabila anak melakukan tindak pidana pada batas umur yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), tetapi diajukan ke sidang pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur tersebut namun belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, maka tetap diajukan ke Sidang Anak. Berdasarkan ketentuan yang tercantum di dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tersebut, maka petugas dituntut ketelitiannya dalam memeriksa surat-surat yang berhubungan dengan buktibukti mengenai kelahiran serta umur dari anak yang bersangkutan, dalam masalah anak penyelesaian sengketa tidak hanya dilakukan dalam sistem peradilan saja akan tetapi juga dikenal adanya restorative justice. Pada
tahun
1980an,
Braithwaite
memperkenalkan
sistem
penghukuman dengan pendekatan restorative justice, karena terinspirasi oleh masyarakat Maori dalam menangani penyimpangan di lingkungan mereka, yang menekankan penyelesaian masalah dengan melibatkan masyarakat dan petinggi
masyarakat
setempat
untuk
menyelsaikan
masalah
secara
kekeluargaan.11 Tony Marshall memberikan definisi dari restorative justice sebagai 12 “proses yang melibatkan semua pihak yang memiliki kepentingan dalam masalah pelanggaran tertentu untuk datang bersama-sama menyelesaikan secara kolektif bagaimana
11
Braithwaite, John. Restorative Justice and Responsive Regulation. Ofxord: Oxford University Press, 2002. 12
Ibid.
menyikapi dan menyelesaikan akibat dari pelanggaran dan implikasinya untuk masa depan.”, Sedangkan
Marian
Liebmann
secara
sederhana
mengartikan
restorative justice sebagai suatu sistem hukum yang13 “bertujuan untuk mengembalikan kesejahteraan korban, pelaku dan masyarakat yang rusak oleh kejahatan, dan untuk mencegah pelanggaran atau tindakan kejahatan lebih lanjut.” Pada dasarnya terdapat banyak definisi dari restorative justice. Dan pada tahun 2006, Restorative Justice Consortium, memberikan definisi sebagai berikut: Restorative Justice works to resolve conflict and repair harm. It encourages those who have caused harm to acknowledge the impact of what they have done and gives them an opportunity to make reparation. It offers those who have suffered harmthe opportunity to have their harmor loss acknowledged and amends made. (Restorative Justice Consortium 2006)14 James Dignan, mengutip Van Ness dan Strong , menjelaskan bahwa restorative justice pada mulanya berangkat dari usaha Albert Eglash yang berusaha melihat tiga bentuk yang berbeda dari peradilan pidana. Yang pertama berkaitan dengan keadilan retributif, yang penekanan utamanya adalah pada penghukuman pelaku atas apa yang mereka lakukan. Yang kedua berhubungan dengan „keadilan distributif‟, yang penekanan utamanya adalah pada rehabilitasi pelaku kejahatan. Dan yang ketiga adalah „keadilan restoratif‟, yang secara luas disamakan dengan prinsip restitusi. Eglash 13
14
ibid
Liebmann, Marian. Restorative Justice: How It Works. London: Jessica Kingsley Publisher, 2007.
dianggap sebagai orang pertama yang menghubungkan tiga hal tersebut dengan pendekatan yang mencoba untuk mengatasi konsekuensi yang berbahaya dari tindakan pelaku kejahatan dengan berusaha untuk secara aktif melibatkan, baik korban dan pelaku, dalam suatu proses yang bertujuan untuk mengamankan reparasi bagi korban dan rehabilitasi pelanggar15 Liebmann memberikan, merumuskan prinsip dasar restorative justice sebagai berikut: 1. Memprioritaskan dukungan dan penyembuhan korban 2. Pelaku pelanggaran bertanggung jawab atas apa yang mereka lakukan 3. Dialog antara korban dengan pelaku untuk mencapai pemahaman 4. Ada upaya untuk meletakkan secara benar kerugian yang ditimbulkan 5. Pelaku pelanggar harus sadar tentang bagaimana cara menghindari kejahatan di masa depan 6. Masyarakat turut membantu dalam mengintegrasikan dua belah pihak, baik korban maupun pelaku. Sedangkan proses dari restorative justice dapat dilakukan dengan cara mediasi antara pelaku dan korban, reparasi (pelaku membetulkan kembali segala hal yang dirusak), konferensi korban-pelaku (yang melibatkan keluarga dari kedua belah pihak dan tokoh pemuka dalam masyarakat), dan victim awareness work (suatu usaha dari pelaku untuk lebih peduli akan dampak dari perbuatannya).16
15 16
Ibid Ibid.
Peradilan Anak merupakan suatu pengkhususan pada lingkungan Peradilan Umum, sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 2 UndangUndang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, dengan kualifikasi perkara yang sama jenisnya dengan yang dilakukan oleh orang dewasa dalam hal melanggar ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Oleh karena hal tersebut, maka secara sistematika hukum (recht sistematisch) isi kewenangan Peradilan Anak tidak akan dan tidak boleh. 1. Melampaui kompetensi absolut (absolute competenties) Badan Peradilan Umum. 2. Memeriksa, mengadili dan memutus perkara-perkara yang telah menjadi kompetensi absolut lingkungan badan peradilan lain, seperti Badan Peradilan Agama. Secara internasional pelaksanaan peradilan pidana anak berpedoman pada standard minimum Rules for the Adminitration of Juvenile Justice (The Beijing Rules), yang memuat prinsip-prinsip sebagai berikut:17 1. Kebijakan sosial memajukan kesejahtraan remaja secara maksimal meperkecil intervensi sistem peradilan pidana. 2. Nondiskriminasi terhadap anak pelaku tindak pidana dalam proses peradilan pidana. 3. Penjatuhan pidana penjara merupakan upaya akhir. 4. Penentuan batas usia pertanggungjawaban kriminal terhadap anak.
17
United Nation Standard Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice (the Beijing Rules) Adopted by General Assembly resolution 40/33 tanggal 29 November 1985.
5. Tindakan diversi dilakukan dengan persetujuan anak atau orang tua/wali. 6. Pemenuhan hak-hak anak dalam proses peradilan pidana anak. 7. Perlindungan privasi anak pelaku tindak pidana. Seorang anak yang melakukan tindak pidana juga membutuhkan perlindungan hukum sebagai salah satu cara melindungi tunas bangsa di masa depan, perlindungan hukum terhadap anak menyangkut semua aturan hukum yang berlaku. Perlindungan ini perlu karena anak merupakan bagian masyarakat yang mempunyai keterbatasan secara fisik maupun mental, oleh karena itu anak memrlukan perlindungan dan perawatan khusus.18 Perlindungan anak dapat dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung. Secara langsung, maksudnya kegiatan tersebut langsung ditujukan kepada anak yang menjadi sasaran penanganan langsung. Kegiatan seperti ini, antara lain dapat berupa cara melindungi anak dari berbagai ancaman baik dari luar maupun dari dalam dirinya, mendidik, membina, mendampingi anak dengan berbagai cara, mencegah kelaparan dan mengusahakan kesehatannya dengan berbagai cara, serta dengan cara menyediakan pengembangan diri bagi anak. Sedangkan yang dimaksud dengan perlindungan anak secara tidak langsung adalah kegiatan yang tidak langsung
18
Harkristuti Harkrisnowo. Menelaah Konsep Sistem Peradilan Pidana Terpadu (dalam Konteks Indonesia). Seminar Keterpaduan Sistem Peradilan Pidana di Danau Toba. Medan . Tanggal 4-5 April 2002, hlm. 3.
ditujukan kepada anak, melainkan orang lain yang terlibat atau melakukan kegiatan dalam usaha perlindungan terhadap anak tersebut.19 Aspek hukum perlindungan anak secara luas mencakup hukum pidana, hukum acara, dan hukum perdata, di Indonesia pembicaraan mengenai perlindungan hukum mulai tahun 1997 dalam seminar perlindungan anak/remaja yang diadakan prayuwana. Seminar tersebut menghasilkan dua hal penting yang harus diperhatikn dalam perlindungan anak yaitu: 1. Segala daya upaya yang dilakukan secara sadar oleh setiap orang ataupun lembaga
pemerintah
dan
swasta
yang
bertujuan
mengusahakan
pengamanan, penguasaan, dan pemenuhan kesejahtraan fisik, mental dan sosial anak dan remaja yang sesuai dengan kepentingan dan hak asasinya. 2. Segala daya upaya bersama yang dilakukan dengan sadar oleh perseorangan, keluarga, masyarakat, badan-badan pemerintah dan swasta untuk pengamanan, pengadaan dan pemenuhan kesejahtraan rohani dan jasmani anak yang berusia 0-21 tahun, tidak dan belum pernah nikah, sesuai dengan hak asasi dan kepentingan agar dapat mengembangkan hidupnya seoptimal mungkin.20 Sehingga pergerakan dan perkembangan pemikiran terfokus pada kesejahteraan anak, dengan bertujuan memisahkan proses peradilan anak dan orang dewasa serta melindungi anak dari penerapan hukum orang dewasa.21
19
Maidin Gultom. Perlindungan Hukum Terhadap Anak, Bandung, PT Refika Aditama, 2008, hlm,.2. 20 Irma Setiyowati Sumitro. Op.cit., hlm. 4. 21 Anthony M. Platt. 1997. The Child Savers: the invention of Delinquency. Chicago dan London: The University of Chicago Press. Second Edition, Englanrge, hlm. 54.
Dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak,
telah
diatur
bahwa
yang
berkewajiban
dan
bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak adalah negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua. Jadi yang mengusahakan perlindungan bagi anak adalah setiap anggota masyarakat sesuai dengan kemampuannya dengan berbagai macam usaha dalam situasi dan kondisi tertentu. Perlindungan anak menyangkut berbagai aspek kehidupan agar anak benar-benar dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar sesuai dengan hak asasinya.
Dalam
masyarakat,
ketentuan-ketentuan
yang
mengatur
mengenai masalah perlindungan anak dituangkan pada suatu bentuk aturan yang disebut dengan Hukum Perlindungan Anak. Hukum Perlindungan Anak merupakan sebuah aturan yang menjamin mengenai hak-hak dan kewajiban anak yang berupa : hukum adat, hukum perdata, hukum pidana, hukum acara perdata, hukum acara pidana, maupun peraturan lain yang berhubungan dengan permasalahan anak. Dalam bukunya yang berjudul Hukum dan Hak-Hak Anak, mantan hakim agung, Bismar Siregar mengatakan bahwa masalah perlindungan hukum bagi anak-anak merupakan salah satu sisi pendekatan untuk melindungi anak-anak Indonesia, di mana masalahnya tidak semata-mata bisa didekati secara yuridis saja tetapi juga perlu pendekatan yang lebih luas, yaitu ekonomi, sosial dan budaya.22 Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk membuat skripsi dengan judul: TINDAK PIDANA TERHADAP NYAWA MANUSIA
22
Bismar Siregar dkk. Hukum dan Hak-Hak Anak. Jakarta : Rajawali, 1986, hlm. 22.
YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pidana Nomor : 55 / Pid. Sus / 2011 / PN. Pwt ) B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas maka peneliti dapat membatasi masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana penerapan unsur-unsur dari Pasal 338 Kitab Undang Undang Hukum Pidana
pada tindak pidana terhadap nyawa manusia yang
dilakukan oleh anak dalam perkara Nomor : 55 / Pid. Sus / 2011 / PN. Pwt? 2. Apa dasar pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkara tindak pidana terhadap nyawa manusia yang dilakukan anak pada perkara Nomor : 55 / Pid. Sus / 2011 / PN. Pwt ? C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian dari skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui penerapan unsur-unsur dari Pasal 338 Kitab Undang Undang Hukum Pidana pada tindak pidana terhadap nyawa manusia yang dilakukan oleh anak dalam perkara Nomor : 55 / Pid. Sus / 2011 / PN. Pwt. 2. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkara tindak pidana terhadap nyawa manusia yang dilakukan anak pada perkara Nomor : 55 / Pid. Sus / 2011 / PN. Pwt.
D. Kegunaan Penelitian Dari tujuan-tujuan tersebut di atas, maka diharapkan penulisan dan pembahasan penulisan hukum ini dapat memberikan kegunaan atau manfaat baik secara teorits maupun praktis sebagai bagian yang tak terpishkan, bagi kalangan akademisi hukum, yaitu : 1. Manfaat Teoritis: Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya untuk memperluas pengetahuan dan menambah referensi khususnya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penerapan hukuman terhadap anak di Indonesia. 2. Manfaat Praktis: Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah khususnya aparat penegak hukum mudah-mudahan dapat melakukan perubahan paradigma dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan perubahan
dinamika
yang
terjadi
dalam
memenuhi
keadilan
masyarakat, sehingga dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara profesional, manusiawi, dan berkeadilan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
D.
Pengertian Tindak Pidana 1. Pengertian tindak pidana menurut para ahli hukum Pengertian “het strafbaarfeit” telah diterjemahkan oleh para sarjana menjadi berbagai macam arti, dan para sarjana itu mempunyai batasan dan alasan tersendiri untuk menentukan pengertian het strafbaarfeit. Untuk lebih jelasnya, peneliti mengutip beberapa pengertian tentang tindak pidana menurut pakar dan ahli hukum pidana seperti tersebut di bawah ini: Menurut Moeljatno dalam bukunya Asas-asas Hukum Pidana, menerjemahkan istilah perbuatan pidana adalah:23 “Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan, yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditentukan oleh kelakuan orang. Sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.” Pengertian tindak pidana menurut Bambang Purnomo dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana, yang mengatakan bahwa:24 “Perbuatan pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum pidana sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana, perbuatan pidana 23 24
16.
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1993, Hlm. 54. Bambang Purnomo, Asas-asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994, Hlm.
mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa konkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga perbuatan pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari dalam kehidupan masyarakat”. Sianturi dalam bukunya Asas-asas Hukum Pidana Indonesia dan penerapannya, mengartikan het strafbaarfeit ke dalam Bahasa Indonesia menjadi: 1) Perbuatan yang dapat atau boleh dihukum 2) Peristiwa Pidana 3) Perbuatan Pidana 4) Tindak Pidana Selanjutnya Sianturi mengutip pendapat Moeljatno bahwa perbuatan pidana maksudnya adalah, bahwa:25 “Hal itu dibuat oleh seseorang dan ada sebab maupun akibatnya, sedangkan pengertian peristiwa tidak menunjukkan bahwa yang melakukan adalah seorang manusia, bisa hewan atau alam melakukannya”. Menurut Simons, strafbaarfeit yang dikutip oleh P.A.F. Lamintang dalam bukunya Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, yang mengatakan bahwa:26 “Suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum”. 25
1990,
26
Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana dan Penerapannya, Alumni AHM-PTHM, Jakarta,
P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1994, Hlm 172.
Adapun
menurut
J.E.Jonkers,
yang
dikutip
oleh
Martiman
Prodjohamidjojo dalam bukunya Memahami Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, memberikan definisi strafbaarfeit menjadi dua pengertian, yaitu:27 1) Definisi pendek memberikan pengertian bahwa strafbaarfeit adalah suatu kejadian (feit) yang dapat diancam pidana oleh undang-undang. 2) Definisi panjang atau lebih mendalam bahwa strafbaarfeit adalah suatu kelakuan melawan hukum berhubung dilakukan dengan sengaja atau alpa oleh orang dapat dipertanggungjawabkan. Perbuatan pidana oleh Moeljatno dirumuskan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, barang siapa yang melanggar larangan tersebut dan perbuatan tersebut harus betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang menghambat tercapainya tata pergaulan dalam masyarakat seperti yang dicita-citakan masyarakat, perbuatan itu juga harus memenuhi unsur formil dan materil, unsur formil adalah unsur yang sesuai dengan rumusan Undang-undang, dan unsur materil adalah yang bersifat melawan hukum atau tidak sesuai dengan dicita-citakan mengenai pergaulan masyarakat. Perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia yang bertentangan dengan Undang-undang atau Peraturan lainnya, yaitu perbuatan tersebut dikenai tindakan penghukuman. Selanjutnya Sianturi mengutip pendapat Satochid Karta Negara mengenai istilah tindak pidana (tindakan) menurutnya tindak pidana 27
Martiman Prodjohamidjojo, Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1994, Hlm. 15-16
mencakup pengertian melakukan atau perbuatan atau pengertian tidak melakukan, dan istilah peristiwa tidak menunjukkan kepada hanya tindakan manusia saja. Menurut Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia mengatakan, bahwa:28 “Suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman. Dan pelaku ini dapat dikatakan merupakan subjek tindak pidana”. Menurut Martiman Prodjohamidjojo dalam bukunya Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia menerangkan dari beberapa pakar hukum pidana memberikan definisi mengenai strafbaarfeit, antara lain:29 1) Simons, mengatakan bahwa strafbaarfeit adalah kelakuan yang diancam pidana yang bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan dan di lakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. 2) Hamel dan Noyon-Langemeyer, mengatakan bahwa strafbaarfeit itu sebagai kelakuan orang yang bersifat melawan hukum yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. 3) Van Hatum, mengatakan bahwa perbuatan oleh karena mana seseorang dapat dipidana. 4) Moeljatno, mengatakan perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana barang siapa yang melanggar larangan tersebut. 2. Unsur tindak pidana Dari beberapa perumusan Strafbaarfeit jelas bahwa adanya suatu perbuatan yang bersifat melawan hukum tersebut merupakan unsur-unsur
28
Hlm. 55.
29
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, Eresco, Bandung, 1986, Martiman Prodjohamidjojo, Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia.
yang sangat penting di dalam usaha mengemukakan adanya suatu tindak pidana. Unsur-unsur tindak pidana, menurut Leden Marpaung dalam bukunya Hukum Pidana Bagian Khusus, membedakan 2 macam unsur yaitu:30 Unsur subjektif; Unsur objektif. Selanjutnya Leden Marpaung menjelaskan beberapa unsur-unsur tindak pidana diantaranya adalah:
Unsur Subjektif adalah unsur-unsur
yang melekat pada si pelaku tindak pidana dalam hal ini termasuk juga sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur-unsur Subjektif dari suatu tindak pidana adalah : a. Kesengajaan atau ketidak sangajaan (dolus atau culpa) b. Maksud pada suatu percobaan c. Macam-macam maksud seperti yang terdapat di dalam kejahatan–kejahatan Pembunuhan, Pencurian, Penipuan. d. Merencanakan terlebih dahulu, Pasal 340 KUHP. Kemudian yang dimaksud dengan Unsur Objektif adalah unsur yang ada hubungan dengan keadaan tertentu di mana keadaan-keadaan tersebut sesuatu perbuatan telah dilakukan. Unsur-unsur Objektif dari suatu tindak pidana adalah : a. Sifat melawan hukum. Misalnya Pasal 338 KUHP. b. Kausalitas (sebab-akibat) dari pelaku. c. Kausalitas yaitu hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan akibat.
30
Leden Marpaung, Hukum Pidana Bagian Khusus, Sinar Grafika, Jakarta, 1991, Hlm. 9
Adapun istilah unsur-unsur tindak pidana menurut Moeljatno, terbagi ke dalam beberapa unsur antara lain : a. b. c. d. e.
Kecaman dan akibat (perbuatan). Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana. Unsur melawan hukum.yang objektif. Unsur melawan hukum yang subjektif.
Adapun menurut J. B. Daliyo dalam bukunya Pengantar Hukum Indonesia, mengatakan tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi sehingga suatu peristiwa pidana ialah:31 a. Harus ada suatu perbuatan, maksudnya bahwa memang benar-benar ada suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang, kegiatan itu terlihat sebagai suatu perbuatan yang dapat dipahami oleh orang lain sebagai sesuatu yang merupakan peristiwa. b. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan dalam ketentuan hukum artinya perbuatannya sebagai suatu peristiwa hukum yang dapat memenuhi isi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku pada saat itu, pelakunya memang benar-benar telah berbuat seperti yang terjadi dan terhadapnya wajib mempertanggung jawabkan akibat yang timbul dari perbuatan itu. Berkenaan dengan syarat ini hendaknya dapat dibedakan bahwa ada suatu perbuatan yang tidak dapat dipersalahkan dan terhadap pelakunya tidak perlu mempertanggungjawabkan perbuatan yang tidak dapat dipersalahkan itu karena dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang dalam melaksanakan tugas, membela diri dari ancaman orang lain yang mengganggu keselamatanya dan dalam keadaan darurat. c. Harus terbukti adanya kesalahan yang dapat dipertanggung jawabkan. Maksudnya bahwa perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang itu dapat dibuktikan sebagai suatu perbuatan yang disalahkan oleh ketentuan hukum. d. Harus berlawanan dengan hukum. Artinya suatu perbuatan yang berlawanan dengan hukum dimaksudkan 31
J.B.Daliyo ,Pengantar Hukum Indonesia, PT. Prenhallindo, Jakarta, 2001, Hlm. 14
kalau tindakannya nyata-nyata bertentangan dengan aturan hukum. Harus tersedia ancaman hukumannya. Maksudnya kalau ada ketentuan yang mengatur tentang larangan atau keharusan dalam suatu perbuatan tertentu dan ancaman hukuman itu dinyatakan secara tegas maksimal hukumannya yang harus dilaksanakan oleh para pelakunya. Kalau di dalam suatu perbuatan tertentu maka dalam peristiwa pidana terhadap pelakunya tidak perlu melaksanakan hukuman tertentu. Dengan mencermati pengertian di atas, maka unsur-unsur tindak pidana berhubungan dengan unsur-unsur kesalahan yang mencakup beberapa hal yang penting yaitu, unsur-unsur tindak pidana yang dilihat dari segi adanya perbuatan melawan hukum, perbuatan tersebut dapat dipertanggung jawabkan adanya unsur kesalahan, memenuhi rumusan undang-undang dan tidak adanya alasan pembenaran dan pemaaf. 3.
Macam-macam tindak pidana Menurut Andi Hamzah dalam bukunya Asas-asas Hukum Pidana,
delik itu dapat dibedakan atas pelbagai pembagian tertentu seperti tersebut dibawah ini : a.
Delik kejahatan dan delik pelanggaran (misdrijven en oventredingen) Kejahatan ialah delik-delik yang melanggar kepentingan hukum dan juga membahayakan secara konkret, pelanggaran itu hanya membahayakan in abstracto saja. Secara kuantitatif pembuat Undang-undang membedakan delik kejahatan dan pelanggaran itu: Untuk mengetahui yang mana delik kejahatan dan yang mana pula delik pelanggaran, dalam KUHP lebih mudah karena jelas kejahatan pada buku II sedangkan pelanggaran pada buku III .
b. Delik materiel dan formel ( materiele end formele delicten) Pada delik materil disebutkan adanya akibat tertentu, dengan atau tanpa menyebut perbuatan tertentu. Pada delik formil, disebut hanya suatu perbuatan tertentu sebagai dapat dipidana misalnya Pasal 160, 209, 242, 263, 362 KUHP. c. Delik komisi dan delik omisi (commissiedelicten end omissiedelicten) Delik komisi (delicta commissionis) ialah delik yang dilakukan dengan perbuatan. Delik omisi (ommissiedelicten) dilakukan dengan membiarkan atau mengabaikan (nalaten). Delik omisi terbagi menjadi dua bagian: 1) Delik omisi murni adalah membiarkan sesuatu yang diperintahkan seperti pasal 164, 224, 522, 511 KUHP. 2) Delik omisi tidak murni (delicto commissionis per omissionem) Delik ini terjadi jika oleh Undang-undang tidak dikehendaki suatu akibat (yang akibat itu dapat ditimbulkan dengan suatu pengabaian). Seperti Pasal 338 KUHP yang dilakukan dengan jalan tidak memberi makan. d. Delik selesai dan delik berlanjut (af lopende en voordorende delicten) Delik selesai adalah delik yang terjadi dengan melakukan suatu atau beberapa perbuatan tertentu. Delik yang berlangsung terus ialah delik yang terjadi karena meneruskan keadaan yang dilarang. e. Delik tunggal dan delik berangkai (enkelvoudige en samengesteede delicten) Delik berangkai berarti suatu delik yang dilakukan dengan lebih dari satu perbuatan untuk terjadinya delik itu. Van Hamel menyebut ini sebagai delik kolektif. Contoh yang paling utama ialah delik yang dilakukan sebagai kebiasaan seperti pasal 296 KUHP. f. Delik bersahaja dan delik berkualifikasi (eenvoudige en gequalificeerde delicten) Delik berkualifikasi adalah bentuk khusus, mempunyai semua unsur bentuk dasar, tetapi satu atau lebih keadaan yang memperberat pidanaatau tidak menjadi soal apakah itu merupakan unsur atau tidak misalnya pencurian dengan membongkar, pembunuhan berencana (sebagai lawan pembunuhan). Sebaliknya ialah delik berprivilege (geprivilegieer de delict), bentuk khusus yang mengakibatkan keadaan-keadaan pengurangan pidana
(tidak menjadi soal apakah itu unsur ataukah tidak), dipidana lebih ringan dari bentuk dasar, misalnya pembunuhan anak lebih ringan dari pembunuhan biasa. Perbedaan antara delik bersahaja dan delik berkualifikasi (termasuk berprivilege) penting dalam mempelajari teori percobaan objektif dan penyertaan. g.
Delik sengaja dan delik kelalaian atau culpa (doleuse en culpose dellicten) Delik yang dilakukan sengaja dan delik kelalaian penting dalam hal percobaan, penyertaan, pidana kurungan, pidana perampasan. h. Delik politik dan delik komun atau umum (politeeke en commune delicten) Delik politik dibagi atas: 1) Yang murni, tujuan politik yang hendak dicapai yang tercantum didalam bab I buku II, pasal 107. Disini termasuk Landes Verrat dan Hochverrat. Di dalam komperensi hukum pidana di Kopenhagen 1935 diberikan definisi tentang delik politik sebagai berikut: Suatu kejahatan yang menyerang baik organisasi, maupun fungsi-fungsi negara dan juga hak-hak warga negara yang bersumber dari situ. 2) Delik politik campuran, setengah delik politik setengah delik komun (umum). i. Delik propria dan delik komun (delicta propria en commune deliction) Delik propia diartikan delik yang hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kualitas tertentu, seperti delik jabatan, delik militer, dsb
B.
Tindak Pidana Pembunuhan 1.
Pengertian Tindak Pidana Pembunuhan Perkembangan kehidupan dalam suatu masyarakat yang sangat
pesat menimbulkan persaingan yang ketat untuk memperoleh penghidupan yang layak, sehingga tidak sedikit dari masyarakat untuk menghalalkan segala cara untuk mendapat apa yang mereka inginkan, keadaan tersebut tak mudah untuk dihadapi sehingga menyebabkan penyimpangan tingkah
laku dalam masyarakat, apabila dilihat dari keadaan faktor ekonomi merupakan salah satu penyebab paling sensitif akan perbuatan masyarakat yang menyimpang, perbuatan masyarakat yang menyimpang itu salah satunya adalah membunuh, yaitu dengan kata lain merampas/ mengambil nyawa orang lain dengan melanggar hukum, apabila dilihat dari kamus besar bahasa Indonesia pengertian pembunuhan adalah:32 “pembunuhan menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah proses, perbuatan, atau cara membunuh (menghilangkan, menghabisi, mencabut nyawa)” Perbuatan yang dikatakan membunuh adalah perbuatan yang oleh siapa saja yang sengaja merampas nyawa orang lain. pembunuhan (Belanda : Doodslag) itu dincam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun (Pasal 338 KUHP). jika pembunuhan itu telah direncanakan lebih dahulu maka disebut pembunuhan berencana (Belanda : Moord), yang diancam dengan pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun atau seumur hidup atau pidana mati (Pasal 340 KUHP).33 Bunyi Pasal 338 KUHP adalah : “barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain dipidana karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun”. Bunyi Pasal 340 KUHP adalah : “Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur 32
Dekdipbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta;Balai Pustaka,2005, hlm. 257 Hilman Hadikusuma, Bahasa Hukum Indonesia. Bandung. Alumni 2005, hlm., 129-
33
130.
hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”. Perkataan nyawa sering disinonim dengan "jiwa". pembunuhan adalah suatu perbuatan yang dilakukan sehingga menyebabkan hilangnya seseorang dengan sebab perbuatan menghilangkan nyawa. dalam KUHP Pasal 338-340 menjelaskan tentang pembunuhan atau kejahatan terhadap jiwa orang. kejahatan ini dinamakan "makar mati" atau pembunuhan (Doodslag).34 2.
Unsur Tindak Pidana Pembunuhan Kejahatan terhadap nyawa diatur dalam KUHP BAB XIX Pasal
338-350. Arti nyawa sendiri hampir sama dengan arti jiwa. Kata jiwa mengandung beberapa arti, antara lain; pemberi hidup, jiwa, roh (yang membuat manusia hidup). Sementara kata jiwa mengandung arti roh manusia dan seluruh kehidupan manusia. Dengan demikian kejahatan terhadap nyawa dapat diartikan sebagai
kejahatan
yang
menyangkut
kehidupan
seseorang
(pembunuhan/murder). Kejahatan terhadap nyawa dapat dibedakan beberapa aspek: a.
34
Berdasarkan KUHP, yaitu: 1)
Kejahatan terhadap jiwa manusia
2)
Kejahatan terhadap jiwa anak yang sedang/baru lahir.
3)
Kejahatan terhadap jiwa anak yang masih dalam kandungan
Lade Marpung. Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh, Jakarta. Sinar Grafika, 1999, hlm. 4.
b.
Berdasarkan unsur kesengajaan (dolus) Dolus menurut teori kehendak (wilsiheorie) adalah
kehendak
kesengajaan
pada terwujudnya
perbuatan.35 Sedangkan
menurut
teori
pengetahuan
kesengajaan
adalah
kehendak untuk berbuat dengan mengetahui unsur yang diperlukan. Kejahatan itu meliputi: a.
Dilakukan secara sengaja
b.
Dilakukan secara sengaja dengan unsur pemberat
c.
Dilakukan secara terencana
d.
Keinginan dari yang dibunuh
e.
Membantu atau menganjurkan orang untuk bunuh diri. Dalam hal menghilangkan atau merampas jiwa orang lain, ada
beberapa teori, yaitu: a.
Teori Aequivalensi yang dianut oleh Von Buri atau dikenal dengan teori (condition sin quanon) yang menyatakan bahwa semua faktor yang menyebabkan suatu akibat adalah sama (tidak ada unsur pemberat)
b.
Teori Adaequato yang dipegang oleh Van Kries atau lebih dikenal dengan teori keseimbangan, yang menyatakan bahwa perbuatan itu seimbang dengan akibat (ada alasan pemberat).
c.
Teori Individualis dan Generalis dari T. Trager yaitu bahwa faktor dominan yang paling menentukan, suatu akibat itulah yang
35
Adami Chazawi.Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa. PT RajaGrafindo, Jakarta, 2001, hlm. 50
menyebabkannya, sementara menurut teori nyawa atau generalisasi faktor yang menyebabkan itu akibatnya harus dipisah satu-persatu.36 Kejahatan terhadap nyawa dalam KUHP dapat dibedakan atau dikelompokkan atas 2 dasar, yaitu: a.
Atas dasar unsur kesalahannya. Berkenaan dengan tindak pidana terhadap nyawa tersebut pada
hakikatnya dapat dibedakan sebagai berikut: 1)
Dilakukan dengan sengaja yang diatur dalam pasal bab XIX
KUHP 2)
Dilakukan karena kelalaian atau kealpaan yang diatur bab XIX
3)
Karena tindak pidana lain yang mengakibatkan kematian yang diatur dalam Pasal 170, 351 ayat 3, dan lain-lain.
b.
Atas dasar obyeknya (nyawa). Atas dasar obyeknya (kepentingan hukum yang dilindungi), maka
kejahatan terhadap nyawa dengan sengaja dibedakan dalam 3 macam, yaitu: 1). Kejahatan terhadap nyawa orang pada umumnya, dimuat dalam Pasal 338, 339, 340, 344, 345 KUHP. 2). Kejahatan terhadap nyawa bayi pada saat atau tidak lama setelah dilahirkan, dimuat dalam Pasal 341, 342, dan 343 KUHP. 3) Kejahatan terhadap nyawa bayi yang masih ada dalam kandungan ibu (janin), dimuat dalam Pasal 346, 347, 348, dan 349 KUHP. 36
Ibid., hlm 63-64
Kejahatan terhadap nyawa ini disebut delik materiil yakni delik yang hanya menyebut sesuatu akibat yang timbul tanpa menyebut caracara yang menimbulkan akibat tersebut. Perbuatan dalam kejahatan terhadap nyawa dapat berwujud menembak dengan senjata, api, menikam dengan pisau, memberikan racun dalam makanan, bahkan dapat berupa diam saja dalam hal seseorang berwajib bertindak seperti tidak memberikan makan kepada seorang bayi. Timbulnya tindak pidana materiil sempurna, tidak semata-mata digantungkan pada selesainya perbuatan, melainkan apakah dari wujud perbuatan itu telah menimbulkan akibat yang terlarang ataukah belum atau tidak. Apabila karenanya (misalnya membacok) belum mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain, kejadian ini dinilai baru merupakan percobaan pembunuhan (338 jo 53),dan belum atau bukan pembunuhan secara sempurna sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 33837 Dan apabila dilihat dari sudut cara merumuskannya, maka tindak pidana materiil ada 2 macam, yakni: a.
Tindak pidana materiil yang tidak secara formil merumuskan tentang akibat yang dilarang itu, melainkan sudah tersirat (terdapat) dengan sendirinya dari unsur perbuatan menghilangkan nyawa dalam pembunuhan (338).
37
Ibid
b.
Tindak pidana materiil yang dalam rumusannya mencantumkan unsur perbuatan atau tingkah laku. Juga disebutkan pula unsur akibat dari perbuatan (akibat konstitutif) misalnya pada penipuan (378) .
3.
Faktor-Faktor Terjadinya Tindak Pidana Pembunuhan Berkembangnya
kehidupan
dalam
suatu
masyarakat
yang
menimbulkan berbagai masalah sosial membuktikan bahwa kehidupan manusia semakin sulit, keadaan tersebut tidak mudah dihadapi sehingga akhirnya menyebabkan penyimpangan tingkah laku dalam suatu masyarakat (deviant), kemudian orang lalu bertingkah laku dengan melanggar norma-norma yang berlaku dan berbuat sekehendak dirinya sendiri untuk mencapai kepuasan dan kepentingan sendiri tanpa memperhatikan hak-hak dan kepentingan yang lainnya.38 Sebagai akibat dari perubahan dalam masyarakat tersebut kemudian Romli Atmasasmita dalam bukunya Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, mengutip pendapat Durkheim yang mengemukakan bahwa:39 “Terjadinya penyimpangan tingkah laku yaitu adanya tradisi yang telah menghilang dan telah terjadi deregulasi di dalam masyarakat”. Selanjutnya masih menurut Romli Atmasasmita yang mengutip pendapat Merton, mengemukakan bahwa:40
38
Purnadi Purbacaraka, Soerjono Soekanto, Perihal Kaedah Hukum, Alumni, Bandung, 1982, Hlm.21-25. 39 Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Eresco, Bandung, 1992, Hlm.23. 40 Ibid.
“Penyimpangan tingkah laku atau deviant merupakan gejala dari suatu struktur masyarakat di mana aspirasi budaya yang sudah terbentuk terpisah dari sarana yang tersedia di masyarakat”. Dari kedua pendapat yang dikemukakan oleh Durkheim dan Merton. tersebut, maka lahirlah berbagai wujud penyimpangan tingkah laku seperti pembunuhan, pemerkosaan, perbuatan cabul dan perbuatan lainnya yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku. Keadaan tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, ekonomi, psikologi (kejiwaan), keluarga bahkan timbul dari dirinya sendiri, sehingga perbuatan itu melanggar aturan-aturan hukum. a.
Faktor yang bersumber dari pribadinya Hal ini biasanya dapat dilihat dari ciri-ciri kepribadian itu sendiri,
misalnya kurang keimanan kepada ALLAH SWT (tidak melakukan ibadah-ibadah yang diwajibkan maupun yang disunahkan), dan kurangnya pendidikan dalam keluarga maupun pendidikan formal. b.
Faktor Ekonomi Berdasarkan pengamatan peneliti, timbulnya pembunuhan itu
sebagian besar disebabkan dari pergaulan dan kondisi ekonomi yang tidak menentu mengakibatkan emosi sangat cepat meluap. c.
Faktor lingkungan Faktor lingkungan tidak kalah dominannya dengan faktor pribadi
dan faktor ekonomi yang menyebabkan seseorang terjerumus dalam delik pembunuhan, di bawah ini beberapa contoh yang mempengaruhi faktor
lingkungan: Lingkungan keluarga atau rumah tangga, Lingkungan keluarga yang diliputi dengan ajaran yang Islami tentunya berbeda dengan keluarga yang tidak disertai dengan Islami dalam rumah tangganya, sehingga keluarga
yang
tidak
Islami
tentunya
akan
mempengaruhi
anak
keturunannya dikemudian hari. Sebagaimana dikemukakan oleh Soedjono bahwa corak-corak keluarga yang dapat menghasilkan anak nakal adalah sebagai berikut:41 1) Anggota-anggota lainnya, karena penjudi, pemabuk, penjahat, dan sebagainya. 2) Tidak ada salah satu dari orangtuanya karena meninggal, perceraian, atau melarikan diri dari tanggungjawab. 3) Kurang perhatiannya dari orangtuanya, karena masa bodoh, cacat indera, sakit jiwa dan lain-lain. 4) Tidak mampu menguasai diri sendiri, iri hati, cemburu pada anggota keluarga dan banyaknya campur tangan pihak lain. 5) Tekanan ekonomi seperti pengangguran, kurangnya penghasilan dan karena orangtua sibuk bekerja diluar rumah. Lingkungan pergaulan, sudah kodratnya manusia lahir di dunia mempunyai naluri dan harus hidup berkelompok serta bergaul dengan orang lain, bahkan apabila suatu saat seseorang dipisahkan dari kelompok orang dan hidup sendirian, maka kemungkinan besar orang tersebut akan terganggu keseimbangan jiwanya. Oleh karena itu sudah merupakan gejala yang wajar apabila manusia mencari teman dari masa kanak-kanak sampai dewasa. Sedangkan dalam pergaulan dengan kawan-kawan yang kurang baik dan
41
ibid,
terlalu bebas tanpa adanya pengawasan dari orang tua, maka akan membentuk suatu watak kepribadian yang kurang baik. 4.
Kualifikasi Tindak Pidana Pembunuhan Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja disebut atau diberi kualifikasi sebagai pembunuhan, yang terdiri dari : a.
Pembunuhan biasa dalam bentuk pokok (doodslag, 338 KUHP)
b.
Pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului dengan tindak pidana lain (339 KUHP)
c.
Pembunuhan berencana (moord, 340)
d.
Pembunuhan ibu terhadap bayinya pada saat atau tidak lama setelah dilahirkan (341, 342, dan 343)
e.
Pembunuhan atas permintaan korban (344)
f.
Penganjuran dan pertolongan pada bunuh diri (345)
g.
Pengguguran dan pembunuhan terhadap kandungan (346 s/d 349)42 1) Pembunuhan Biasa Dalam bentuk Pokok Kejahatan
nyawa
yang
dilakukan
dengan
sengaja
(pembunuhan) dalam bentuk pokok, dimuat dalam pasal 338 KUHP yang rumusannya adalah : “barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain dipidana karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun”.
42
Adami Chazawi.Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa.PT RajaGrafindo, Jakarta, 2001, hlm. 55.
Rumusan Pasal 338 KUHP dengan menyebutkan unsur tingkah laku sebagai “menghilangkan nyawa” orang lain, menunjukan bahwa kejahatan pembunuhan adalah suatu tindak pidana materil. Tindak pidana materil adalah suatu tindak pidana yang melarang menimbulkan akibat tertentu (akibat yang dilarang atau akibat konsitutif/constitutief gevolg). Untuk dapat terjadi atau timbulnya tindak pidana materil secara sempurna, tidak semata-mata digantungkan pada selesainya perbuatan, apabila perbuatan itu tidak mengakibatkan hilangnya nyawa orang maka perbuatan itu merupakan percobaan pembunuhan (338 jo 53), dan belum atau bukan pembunuhan secara sempurna sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 338 KUHP.43 Ajaran Von Buri yang dikenal dengan teori conditio sine qua non, yang pada pokoknya menyatakan bahwa semua faktor yang ada dianggap sama pentingnya dan karnanya dinilai sebagai penyebab dari timbulnya akibat. Oleh karna itu setiap faktor sama pentingnya, maka satu faktor tidak boleh dihilangkan dari rangkaian faktor penyebab, sebab apabila dihilangkan akibat itu tidak akan terjadi44 Dalam perkembangan selanjutnya timbul banyak teori yang berusaha memperbaiki dan menyempurnakan teori Von Buri, yang pada dasarnya teori-teori tersebut mencari batasan antara mana faktor syarat dan mana faktor penyebab atas suatu akibat, teori-teori ini dapat dikelompokan kedalam dua teori besar , yakni 43 44
Ibid., hlm. 57-58. Ibid., hlm. 60
a. Teori yang mengidividualisir (individualiserede theorien), atau teori yang membedakan. b. Teori yang menggeneralisir (generaliserende theorien), atau teori yang menyamakan. Teori yang mengidividualisir maksudnya ialah bahwa dalam menentukan faktor sebab, hanyalah melihat pada faktor mana yang paling berperan atau paling dominan (mempunyai andil paling besar) terhadap timbulnya akibat, sedangkan faktor lain adalah faktor syarat. Sedangkan teori yang menggenralisir, maksudnya ialah dalam mencari untuk menentukan faktor sebab hanya melihat pada faktor mana yang pada umumnya menurut kewajaran dapat menimbulkan akibat.45 Karena terdapat kelemahan-kelemahan yang mengakibatkan ketidakpuasan
bagi
banyak
ahli
hukum
terhadap
teori
yang
mengidividualisir, maka timbulah teori yang menggenralisir, teori ini pada garis besarnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu: a)
Teori Adequat Subyektif Teori adequat sebyektif yang dipelopori oleh J Von Kries, yang
menyatakan bahwa faktor penyebab adalah faktor yang menurut kejadian yang normal adalah adequat (sebanding) atau layak dengan akibat yang timbul, yang faktor ini diketahui atatu didasari oleh yang bersangkutan sebagai adequat untuk menimbulkan akibat itu. b) 45
Teori Adequat Obyektif
Ibid.,hlm. 62
Apabila teori adequat sebyektif dari
J Von Kries dalam hal
mencari faktor yang menurut kejadian yang normal yang didasari sebanding atau layak untuk menimbulkan akibat, yang artinya dengan melihat dari sudut subyektif, dan oleh karna itu pandangan Von kries ini dinamakan subjective prognose (peramalan yang subjektif)46 Lain halnya dengan teori adequat objektif yang dipelopori oleh Rumelin yang disebut dengan teori Obyektif nacbtraglicbe prognose (peramalan yang obyektif). Menurut teori ini, dalam hal mencari faktor penyebab dari timbulnya suatu akibat pada faktor-faktor obyektif yang ada setelah (post factum) timbulnya akibat yang dapat dipikirkan secara obyektif dapat minimbulkan akibat. Bagaimana alam pikiran/sikap batin yang bersangkutan sebelum berbuat tidaklah penting, melainkan bagaimana kenyataan obyektif setelah timbulnya akibat, apakah faktor atau
perbuatan
tersebut
menurut
akal
dapat
dipikirkan
untuk
menimbulkan akibat itu.47 b. Pembunuhan Yang Diikuti, Disertai Atau Didahului Oleh Tindak Pidana Lain . Pembunuhan yang dimaksudkan ini adalah sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 339 KUHP, yang berbunyi: “Pembunuhan yang diikuti. Disertai atau didahului oleh suatu tindak pidana lain. Yang dilaksanakan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk menghindarkan diri sendiri maupun peserta lainnya 46 47
Ibid. Ibid., hlm. 63-64
dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan benda yang diperolehnya secara melawan hukum, pidana dengan pidana penjara seumur hidup atau sementara waktu, paling lama 20 tahun.”
c.
Pembunuhan Berencana Hal ini diatur oleh Pasal 340 KUHP yang bunyinya sebagai
berikut: “Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”. Pengertian “dengan rencana lebih dahulu” menurut M.v.T. pembentukan Pasal 340 KUHP diutarakan, antara lain : “dengan rencana lebih dahulu” diperlukan saat pemikiran dengan tenang dan berfikir dengan tenang. Untuk itu sudah cukup jika si pelaku berpikir sebentar saja sebelum atau pada waktu ia akan melakukan kejahatan sehingga ia menyadari apa yang dilakukannya.48 M.H. Tirtaamidjaja mengutarakan “direncanakan lebih dahulu” antara lain : “bahwa ada suatu jangka waktu, bagaimanapun pendeknya untuk mempertimbangkan, untuk berfikir dengan tenang.”49 Jika unsur-unsur di atas telah terpenuhi, dan seorang pelaku sadar dan sengaja akan timbulnya suatu akibat tetapi ia tidak membatalkan niatnya, maka ia dapat dikenai Pasal 340 KUHP. d. 48 49
Pembunuhan Bayi Oleh Ibunya Leden Marpaung, Tindak Pidana., hlm.31 Tirtaamidjaja. Pokok-pokok Hukum Pidana. Jakarta. Fasco. 1995.
1)
Pembunuhan Bayi Oleh Ibunya (kinder-doodslag)
Hal ini diatur oleh Pasal 341 KUHP yang bunyinya sebagai berikut : “Seorang ibu yang dengan sengaja menghilangkan jiwa anaknya pada ketika dilahirkan atau tidak berapa lama sesudah dilahirkan karena takut ketahuan bahwa ia sudah melahirkan anak dihukum karena pembunuhan anak dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun”. Unsur pokok dalam Pasal 341 KUHP tersebut adalah bahwa seorang ibu dengan sengaja merampas nyawa anaknya sendiri pada saat ia melahirkan anaknya atau tidak berapa lama setelah anak dilahirkan. Sedangkan unsur yang penting dalam rumusan Pasal tersebut adalah bahwa perbuatannya si ibu harus didasarkan atas suatu alasan (motief), yaitu didorong oleh perasaan takut akan diketahui atas kelahiran anaknya.50 2) Pembunuhan Bayi Oleh Ibunya Secara Berencana (kinder-moord) Hal ini diatur oleh Pasal 342 KUHP yang bunyinya sebagai berikut : “Seorang ibu dengan sengaja akan menjalankan keputusan yang diambil sebab takut ketahuan bahwa ia tidak lama lagi akan melahirkan anak, menghilangkan jiwa anaknya itu pada saat dilahirkan atau tidak lama kemudian daripada itu dihukum karena membunuh bayi secara berencana dengan hukuman penjara selamalamanya sembilan tahun”. Pasal 342 KUHP dengan Pasal 341 KUHP bedanya adalah bahwa Pasal 342 KUHP, telah direncanakan lebih dahulu, artinya sebelum melahirkan bayi tersebut, telah dipikirkan dan telah ditentukan cara-cara
50
Chidir Ali, Respons., hlm. 76
melakukan pembunuhan itu dan mempersiapkan alat-alatnya. Tetapi pembunuhan bayi yang baru dilahirkan, tidak memerlukan peralatan khusus sehingga sangat rumit untuk membedakannya dengan Pasal 341 KUHP khususnya dalam pembuktian karena keputusan yang ditentukan hanya si ibu tersebut yang mengetahuinya dan baru dapat dibuktikan jika si ibu tersebut telah mempersiapkan alat-alatnya.51 e.
Pembunuhan Atas Permintaan Korban Hal ini diatur oleh Pasal 344 KUHP yang bunyinya sebagai
berikut: “Barangsiapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang lain itu sendiri, yang disebutkan dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun”. Pasal 344 KUHP ini membicarakan mengenai pembunuhan atas permintaan dari yang bersangkutan. Unsur khususnya, yaitu permintaan yang tegas dan sungguh/nyata, artinya jika orang yang minta dibunuh itu permintaanya tidak secara tegas dan nyata, tapi hanya atas persetujuan saja, maka dalam hal ini tidak ada pelanggaran atas Pasal 344, karena belum memenuhi perumusan dari Pasal 344, akan tetapi memenuhi perumusan Pasal 338 KUHP (pembunuhan biasa). Contoh dari pelaksanaan Pasal 344 KUHP adalah jika dalam sebuah perang, dimana kalau salah seorang prajurit menderita sakit parah sehingga ia tidak ada harapan untuk meneruskan perang, sedangkan ia
51
Ibid.
tidak suka membebani kawan-kawannya dalam mencapai tujuan; di dalam hal ini mungkin ia minta dibunuh saja.52 f.
Penganjuran dan Pertolongan Pada Bunuh Diri Hal ini diatur oleh Pasal 345 KUHP yang bunyinya sebagai berikut: “Barangsiapa dengan sengaja membujuk orang supaya membunuh diri, atau menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberi ikhtiar kepadanya untuk itu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun, kalau jadi orangnya bunuh diri”. Yang dilarang dalam Pasal tersebut, adalah dengan sengaja menganjurkan atau memberi daya upaya kepada orang lain, untuk bunuh diri dan kalau bunuh diri itu benar terjadi. Jadi seseorang dapat terlibat dalam persoalan itu dan kemudian dihukum karena kesalahannya, apabila orang lain menggerakkan atau membantu atau memberi daya upaya untuk bunuh diri; dan baru dapat dipidana kalau nyatanya orang yang digerakkan dan lain sebagainya itu membunuh diri dan mati karenanya.53 Unsur “jika pembunuhan diri terjadi” merupakan “bijkomende voor-waarde van strafbaarheid”, yaitu syarat tambahan yang harus dipenuhi agar perbuatan yang terlarang/dilarang tadi dapat dipidana.54
g.
Pengguguran dan Pembunuhan Terhadap Kandungan
Hal ini diatur oleh Pasal 346 KUHP yang bunyinya sebagai berikut : 52
Ibid,.hlm.77 Ibid. 54 Ibid. 53
“Perempuan dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya atau menyuruh orang lain menyebabkan itu dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun”.
1)
Pengguguran Kandungan oleh Orang Lain Tanpa Izin Perempuan yang Mengandung Hal ini diatur oleh KUHP Pasal 347 yang bunyinya sebagai
berikut : “(1) Barang siapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungan seseorang perempuan tidak dengan izin perempuan itu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun (2) Jika perbuatan itu berakibat perempuan itu mati, ia dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun”. 2) Pengguguran
Kandungan
dengan
Izin
Perempuan
yang
Mengandungnya Hal ini diatur oleh Pasal 348 KUHP yang bunyinya sebagai berikut: “(1) Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungan seorang perempuan dengan izin perempuan itu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan (2) Jika perbuatan itu berakibat perempuan itu mati, ia dihukum dengan hukuman penjara selamalamanya tujuh tahun”. C. Pemidanaan 1. Teori Pemidanaan
Pemerintah
dalam
menjalankan
hukum
pidana
senantiasa
dihadapkan dengan suatu paradoxaliteit yang oleh Hazewinkel-Suringa dilukiskan sebagai berikut : “Pemerintah Negara harus menjamin kemerdekaan individu, menjaga supaya pribadi manusia tidak disinggung dan tetap dihormati. Tetapi, kadang-kadang sebaliknya pemerintah Negara menjatuhkan hukuman, dan justru menjatuhkan hukuman itu, maka pribadi manusia tersebut oleh pemerintah Negara diserang misalnya, yang bersangkutan dipenjarakan. Jadi, pada pihak satu, pemerintah Negara membela dan melindungi pribadi manusia terhadap serangan siapa pun juga, sedangkan pada pihak lain pemerintah Negara menyerang pribadi manusia yang hendak dilindungi dan dibela itu”.55 Teori-teori pemidanaan pada dasarnya merupakan perumusan dasar-dasar pembenaran dan tujuan pidana. Secara tradisional teori-teori pemidanaan pada umumnya dapat dibagi dalam tiga kelompok teori, yaitu : a.
Teori Absolut atau Teori Pembalasan Penganut dari teori ini ialah Immanuel Kant dan Leo Polak. Teori ini
mengatakan bahwa kejahatan sendirilah yang memuat anasir-anasir yang menuntut pidana dan yang membenarkan pidana dijatuhkan. Kant mengatakan bahwa konsekuensi tersebut adalah suatu akibat logis yang menyusul tiap kejahatan. Menurut rasio praktis, maka tiap kejahatan harus disusul oleh suatu pidana. Oleh karena menjatuhkan pidana itu sesuatu yang menurut rasio praktis,dengan sendirinya menyusul suatu kejahatan yang terlebih dahulu
55
Utrecht,Hukum Pidana I,Peenerbit Universitas,Bandung,1967,hlm.158-159.
dilakukan, maka menjatuhkan pidana tersebut adalah sesuatu yang dituntut oleh keadilan etis.56 Menjatuhkan pidana itu suatu syarat etika, sehingga teori Kant menggambarkan pidana sebagai suatu pembalasan subjektif belaka. Leo Polak tidak dapat menerima teori Kant, karena teori itu menggambarkan pidana sebagai suatu paksaan (dwang) belaka. Bukankah bagi siapa yang bertujuan mempertahankan kehendaknya sudah sukup melakukan paksaan saja. Etika dan sebagainya tidak perlu diperhatikannya. Akan tetapi pidana itu harus bersifat suatu penderitaan yang dapat dieprtanggungjawabkan kepada etika. Pidana itu bukan penderitaan, karena pidana hendak memaksa. Sebaliknya, pidana itu bersifat memaksa supaya pidana itu dapat dirasakan sebagai suatu penderitaan. Menurut Leo Polak, maka pemidanaan harus memenuhi tiga syarat ialah : a) Perbuatan yang dilakukan dapat dicela sebagai suatu perbuatan yang bertentangan dengan etika, yaitu bertentangan dengan kesusilaan dan tata hukum objektif; b) Pidana hanya boleh memperhatikan apa yang sudah terjadi. Pidana tidak boleh memperhatikan apa yang mungkin akan atau dapat terjadi. Jadi, pidana tidak boleh dijatuhkan dengan suatu maksud prevensi. Umpanya pidana dijatuhkan dengan maksud prevensi, maka kemungkinan besar penjahat diberi suatu penderitaan yang beratnya lebih daripada maksimum yang menurut ukuran-ukuran objektif boleh diberi kepada penjahat. 56
Djoko Prakoso dan Nurwachid,Studi Tentang Pendapat-Pendapat Mengenai Efektivitas Pidana Mati Di Indonesia Dewasa Ini,Ghalia Indonesia,Jakarta,1984,hlm.19.
Menurut ukuran-ukuran objektif berarti sesuai dengan beratnya delik yang dilakukan penjahat; c) Sudah tentu beratnya pidana harus seimbang dengan beratnya delik. Beratnya pidana tidak boleh melebihi beratnya delik. Hal ini perlu supaya penjahat tidak dipidana secara tidak adil.57 Wirjono Prodjodikoro didalam bukunya yang berjudul Azas-azas Hukum Pidana Di Indonesia mengatakan : “Pada masyarakat Jawa ada semboyan “hutang pati nyaur pati”, yang maksudnya orang yang membunuh harus juga dibunuh. Dalam Kitab Suci Al-Qur‟an Surat An Nisaa ayat 93, menyatakan : َّ َع َذابا لَ ۥوُ َوأَ َع َّد َولَ َعنَ ۥوُ َعلَ ْي ِو ب فِيهَا َٰ َخلِ ًۭدا َجهَنَّ ُم فَ َجزَ ٓا ُؤ ۥهُ ُّمتَ َع ِّم ًۭدا ُم ْؤ ِم ًۭنا يَ ْقتُلْ َو َمن َ ض ِ ٱَّللُ َو َغ َظ ًۭيما ِ ع “Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya”58 Berdasarkan
kutipan
tersebut
menunjukkan
bahwa
di
dalamnya
terkandung makna pembalasan yang setimpal di dalam suatu pidana. Tindakan pembalasan di dalam penjatuhan pidana mempunyai dua arah, yaitu: a) Ditujukan kepada pelakunya (sudut subyektif dari pembalasan); b) Ditujukan untuk memenuhi kepuasan dari perasaan dendam di kalangan masyarakat (sudut obyektif dari pembalasan). 57 58
Ibid,hlm.20. Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Pidana Di Indonesia, Eresco, Jakarta, 1981, hlm.20
b.
Teori Relatif atau Teori tujuan Menurut teori relative, maka dasar pemidanaan adalah pertahanan tata
tertib masyarakat. Oleh sebab itu, tujuan dari pemidanaan adalah menghindarkan (prevensi) dilakukannya suatu pelanggaran hukum. Sifat prevensi dari pemidanaan ialah prevensi umum dan pevensi khusus. Dalam teori prevensi umum seperti dikemukakan oleh Von Feurbach, ialah jika seseorang terlebih dahulu mengetahui bahwa ia akan mendapat suatu pidana apabila ia melakukan suatu kejahatan, maka sudah tentu ia akan lebih berhati-hati akan tetapi, penakutan tersebut bukan suatu jalan mutlak (absolut) untuk menahan orang melakukan suatu kejahatan. Sering suatu ancaman pidana belum cukup kuat untuk menahan mereka yang sudah merencanakan melakukan suatu kejahatan, yaitu khususnya mereka yang sudah biasa tinggal dalam penjara, meraka yang belum dewasa pikirannya, para psikopat dan lain-lainnya.59 Selanjutnya menurut teori prevensi khusus , maka tujuan pemidanaan ialah menahan niat buruk pembuat, pemidanaan bertujuan menahan pelanggar mengulangi perbuatannya atau menahan calon pelanggar melakukan perbuatan jahat yang telah direncanakannya. Pembela teori prevensi khusus adalah Van Hamel. Van Hamel membuat suatu gambaran tentang pemidanaan yang bersifat prevensi khusus itu sebagai berikut : a) Pemidanaan harus memuat suatu anasir menakutkan supaya si pelaku tidak melakukan niat yang buruk;
59
Djoko Prakoso dan Nurwachid,Loc Cit.
b) Pemidanaan harus memuat suatu anasir yang memperbaiki bagi terpidana, yang nanti memerlukan suatu reclassering; c) Pemidanaan harus memuat suatu anasir membinasakan bagi penjahat yang sama sekali tidak dapat diperbaiki lagi; d) Tujuan satu-satunya dari pemidanaan ialah mempertahankan tata tertib hukum.60 Menurut pandangan modern, prevensi khusus sebagai tujuan dari hukum pidana adalah merupakan sasaran utama yang akan dicapai. 61 Sebab tujuan pemidanaan disini diarahkan ke pembinaan atau perawatan bagi si terpidana, yang berarti dengan pidana itu ia harus dibina sedemikian rupa sehingga setelah selesai menjalani pidananya ia menjadi orang yang lebih baik daripada sebelum ia mendapat pidana. c.
Teori Gabungan Dengan adanya keberatan-keberatan terhadap teori-teori pembalasan dan
teori tujuan, maka timbullah golongan ketiga yang mendasarkan pada jalan pikiran bahwa pidana hendaknya didasarkan atas tujuan pembalasan dan mempertahankan ketertiban masyarakat, yang diterangkan secara kombinasi dengan menitikberatkan pada salah satu unsurnya tanpa menghilangkan unsur yang ada. Teori gabungan ini dibagi dalam tiga golongan, yaitu :
60 61
Ibid,hlm.23. Sudarto,Op Cit,hlm.89.
1) Teori gabungan yang menitikberatkan pembalasan, tetapi membalas itu tidak boleh melampaui batas apa yang perlu dan sudah cukup untuk dapat mempertahankan tata tertib masyarakat. Pendukung teori ini adalah Pompe, yang berpandangan bahwa pidana adalah pembalasan pada pelaku, juga untuk mempertahankan tata tertib hukum, supaya kepentingan umum dapat diselamatkan dan terjamin dari kejahatan. Pidana yang bersifat pembalasan itu dapat dibenarkan apabila bermanfaat bagi pertahanan tata tertib (hukum) dalam masyarakat. Sedangkan Zevenbergen, berpandangan bahwa makna setiap pidana adalah suatu pembalasan, tetapi mempunyai maksud melindungi tata tertib hukum. Sebab pidana itu adalah mengembalikan dan mempertahankan ketaatan pada hukum. Oleh sebab itu, pidana baru dijatuhkan jika memang tidak ada jalan lain untuk mempertahankan tata tertib hukum; 2) Teori gabungan yang menitikberatkan pada pertahanan tata tertib masyarakat, tetapi tidak boleh lebih berat daripada suatu penderitaan yang beratnya sesuai dengan beratnya perbuatan yang dilakukan oleh terpidana. Menurut pendukung teori ini, Thomas Aquino, yang menjadi dasar pidana itu ialah kesejahteraan umum. Untuk adanya pidana maka harus ada kesalahan pada pelaku, dan kesalahan (schuld) itu hanya terdapat pada perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan sukarela. Sifat membalas dari pidana merupakan sifat umum dari pidana, tetapi bukan tujuan pidana, sebab tujuan pidana adalah pertahanan dan perlindungan tata tertib masyarakat;
3) Teori
gabungan
yang
menganggap
kedua
asas
tersebut
harus
dititikberatkan sama. Penganutnya adalah De Pinto. Selanjutnya oleh Vos diterangkan, karena pada umumnya suatu pidana harus memuaskan masyarakat maka hukum pidana harus disusun sedemikian rupa sebagai suatu hukum pidana yang adil, dengan ide pembalasannya yang tidak mungkin diabaikan baik secara negatif maupun secara positif.62 2. Tujuan Pemidanaan Tujuan dari pada pemidanaan adalah : a. Restorasi, menyelesaikan konflik, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai b. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana c. Pemidanaan tidak dimaksudkan utk menderitakan dan merendahkanmartabat manusia. d. Sampai saat ini Hukum Pidana Indonesia belum memiliki Sentencing Guidelines (pedoman yang memuat tentang pemidanaan), tapi sudah dirumuskan dalam Pasal 55 R-KUHP 2008. Dalam pemidanaan anak tidak akan menemukan perbedaan kecuali yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang perlindungan Anak.
62
Djoko Prakoso dan Nurwachid,Op Cit,hlm.24.
BAB III METODE PENELITIAN
Untuk menjawab permasalahan tersebut diatas, diperlukan data dan informasi yang relevan terhadap judul dan perumusan masalah serta identifikasi masalah, untuk itu agar diperoleh data yang akurat, penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut : A. Metode pendekatan Metode
pendekatan
yang
digunakan
dalam
menganalisa
dan
mengembangkan permasalahan dalam skripsi adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu metode yang dapat digunakan dalam suatu penelitian yang menekankan pada ilmu hukum, tetapi di samping itu juga berusaha
menelaah
kaidah-kaidah
hukum
yang
berlaku
dalam
masyarakat,63 dengan cara menguji dan mengkaji secara yuridis mengenai permasalahan yang diteliti dengan peraturan atau ketentuan-ketentuan yang lalu dan saat ini diberlakukan, agar mendapatkan gambaran yang jelas tentang masalah yang diteliti dalam skripsi ini. B. Spesifikasi penelitian Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis, menurut pendapat komarudin ; “Deskriptif Analitis ialah menggambarkan masalah yang kemudian menganalisa permasalahan yang ada melalui data-data yang telah dikumpulkan kemudian diolah serta 63
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetri, Ghlm.ia Indonesia, Jakarta, 1990, Hlm. 160,
disusun dengan berlandaskan kepada teori-teori dan konsep-konsep yang digunakan”.64 C. Tahapan Penelitian Sebelum penulis melakukan penelitian, terlebih dahulu penetapan tujuan penelitian harus jelas, kemudian mencari perumusan masalah yang akan dibahas, kemudian mencari teori dan konsep, kemudian mencari dan menelusuri dan mengumpulkan data primer dan data skunder yang relevan setelah itu diolah dan dituangkan dalam skripsi ini, untuk mendapatkan data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui dua tahap, yaitu : 1. Penelitian kepustakaan ( Library Research ) . Menurut Ronny Hanitijo Soemintro, yang dimaksud dengan penelitian kepustakaan yaitu :65 “Penelitian terhadap data sekunder. Data sekunder dalam bidang hukum dipandang dari sudut kekuatan mengikatnya dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier”. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan data sekunder, yaitu : 1) Bahan-bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat,
66
terdiri dari beberapa peraturan perundang-
undanagn sebagai berikut : Kitab Undang-Undang Hukum 64
Martin Steinman dan Gerald Willen, Metode Penulisan Skripsi dan Tesis, Angkasa, Bandung. 1974, hlm. 97. 65 Ibid, Hlm. 11. 66 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif “Suatu Tinjauan Singkat”, Rajawali Pers, Jakarta, 1985, hlm. 11.
Pidana67, UU No. 4 Tahun 1979,UU No 3 Tahun 1997, UU No 23 Tahun 2002 2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer berupa buku-buku yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. 3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer dan skunder,68 seperti kamus hukum. 2 . Penelitian Lapangan ( Field Research ). Untuk menunjang data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan, maka dilakukan penelitian lapangan yaitu guna mengambil data lapangan yang berada di instansi-instansi yang terkait dengan punulisan skripsi ini, sebagai penunjang data sekunder. Sebelum melakukan penelitian lapangan, penulis terlebih dahulu mempersiapkan surat izin untuk memperoleh data terkait instansi yang relevan dengan penulisan skrpsi ini. Dapat berupa dokumen, kemudian dikumpulkan lalu dianalisa dan diolah secara sistematis dan terarah. D. Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data sekunder yang diperoleh dari kepustakaan
dan data primer dari lapangan yang
berada di instansi-instansi yang bersangkutan, adapun data-data tersebut adalah sebagai berikut : 67 68
Ibid, hlm. 14. Ronny Hanitijo Soemantiro, Op.Cit, hlm. 116.
1. Studi kepustakaan ( library Research ), yaitu melalui penelaahan data yang diperoleh dalam peraturan perundang-undangan, buku, teks, jurnal, hasil penelitian, dan lain-lain melalui inventarisasi data secara sistematis dan terarah, apakah satu aturan bertentangan dengan aturan lain atau tidak, sehingga data yang diperoleh lebih akurat. Dengan menggunakan metode pendekatan YuridisNormatif, yaitu dititk beratkan pada pengunaan dan kepustakaan atau data sekunder yang berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang ditunjang oleh data primer, metode pendekatan ini digunakan dengan mengingat bahwa permasalahan yang diteliti berkisar pada peraturan perundangan yaitu hubungan peraturan satu dengan peraturan lainnya serta kaitannya dengan penerapan dalam praktek. 1) Bahan hukum primer Bahan hukum primer ini mencakup peraturan perundang-undangan yang meliputi Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang No 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 2) Bahan Hukum Sekunder Bahan pustaka yang berisikan informasi tentang bahan primer mengacu pada buku-buku, karya ilmiah dan
lain-lain. Sehingga dapat membantu untuk menganalisa dan memahami bahan hukum dan objek penelitian. 3) Bahan Hukum Tersier Bahan-bahan lain yang ada relevansinya dengan pokok permasalahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan skunder antara lain artikel, berita dari internet, majalah, Koran, kamus hukum dan bahan diluar
bidang
melengkapi data
hukum
yang
dapat
menunjang
dan
penelitian sehingga masalah tersebut
dapat dipahami secara komprehensip. 2. Untuk mendukung data sekunder yang diperlukan, maka penulis akan mengumpulkan data lapangan yang tersedia di berbagai lingkungan instansi terkait, dengan wawancara dengan para pejabat dalam instansi yang terkait, demi kelengkapan data sekunder dalam skripsi ini. Kemudian hasilnya akan dianalisis bersama-sama dengan data sekunder, sehingga penulis akan mendapatkan gambaran secara jelas, guna membahas permasalahan dalam penelitian skripsi ini. E. Lokasi Penelitian Dalam hal penelitian pustaka peneliti melakukan di berbagai lokasi antara lain: 1.
Perpustakaan
1).Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Jl. Prof. HR Boenyamin No. 708 Purwokerto 2).Perpustakaan Daerah Kabupaten Banyumas Jl. Jend. Gatot Soebroto No. 85 Purwokerto 2.
Penelitian Lapangan 1). Pengadilan Negeri Purwokerto Jl. Gerilya Purwokerto
F. Analisis Data Sebagai cara Untuk menarik kesimpulan dari penelitian yang sudah terkumpul, disini penulis sebagai instrumen analisis, akan menggunakan metode analisis yuridis-kualitatif. Dalam arti bahwa melakukan analisis terhadap data yang diperoleh dengan menekankan pada tinjauan normatif terhadap objek penelitian dan peraturan-peraturan yang ada sebagai hukum positif: 1.
Mengkaji peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang lain tidak boleh saling bertentangan.
2.
Memperhatikan hirakis peraturan perundang-undangan, artinya peraturan
yang
lebih
rendah
kedudukannya
tidak
boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undngan yang lebih tinggi kedudukannya. 3.
Kepastian hukum, artinya apakah undang-undang sudah benarbenar dilaksanakan oleh penegak hukum. Setelah dianalisis baru kemudian pada akhirnya diambil kesimpulan dengan memberikan rekomendasi.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
C. Hasil Penelitian 1.
Duduk Perkara Terdakwa bernama Agus Panca Rotama pada hari Rabu tanggal 10
Agustus 2011 sekira jam 00.30 WIB atau setidaknya pada waktu lain dalam Bulan Agustus 2011 atau setidaknya masih dalam tahun 2011 bertempat di Jatisaba Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas masih dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Purwokerto, telah melakukan tindak pidana terhadap nyawa manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 338 KUHP. Pada awalnya bermula dari rasa jengkel Agus terhadap Yoga yang sering kali ketika mereka bertemu menghina
dengan kata-kata “BANGSAT,
BAJINGAN” kemudian Agus berkata kepada Yoga sambil mengajak“ KALAU MEMANG BERANI KITA KEATAS, atas ajakan tersebut Yoga menyanggupi dan mau pergi ke bukit hutan Jatisaba. Sesampai di hutan Jatisaba turut Grumbul Wadas Plasa Desa Jatisaba Kec. Cilongok Kab. Banyumas sekitar pukul 24.00 Wib Agus turun dari motor sedangkan Yoga langsung melepas helm yang dipakainya, selanjutnya Yoga turun dari kendaraan dan langsung menyerang Agus dengan memukul dengan tangan kosong ke arah pelipis sebelah kiri Agus satu kali dan memukul ke arah pipi kiri satu kali, kemudian Agus mengambil bambu sepanjang setengah meter yang ada, lalu Agus memukul ke arah kepala Yoga
sebelah kiri sebanyak satu kali, sehingga dari kepala Yoga sebelah kiri keluar darah dan langsung sempoyongan, pada saat sempoyongan Yoga masih sempat menarik kepala Agus dengan memegang rambut Agus ditekankan ke bawah sampai tertunduk, pada saat kepala Agus ditekan ke bawah oleh Yoga, Agus langsung mengambil parang / bendo yang sudah di bawa dan disimpan di balik baju Agus, kemudian Agus menyerang Yoga dengan mengayunkan parang / bendo kerah leher sebelah kiri, akan tetapi di tangkis oleh Yoga dengan menggunakan tangan kanan, sehingga melukai tangan kanan Yoga hingga tiga jari putus, kemudian Agus menyerang lagi dengan mengayunkan parang/bendo itu ke arah ke leher sebelah kiri dan melukai leher Yoga sebelah kiri, selanjutnya Agus menyerang lagi dengan mengayunkan parang/bendo mengenai leher sebelah kanan dan juga melukai leher sebelah kanan, kemudian Yoga jatuh tersungkur ketanah, mengetahui Yoga sudah jatuh tersungkur kemudian Agus menyerang lagi dengan mengayunkan parang/bendo kearah telinga sebelah kiri, kemudian Yoga di bangunkan dan di dudukkan ditanah dengan di senderkan di PAL/PATOK, pada saat itu melihat kalau Yoga masih hidup, kemudian Agus mengambil tangan kiri Yoga lalu ditaruh di atas PAL kemudian menebas tangan kiri dengan parang/bendo sebanyak dua kali, sehingga dia tidak bergerak lagi dan mengakibatkan meninggal. Akibat perbuatan Terdakwa korban Yoga Afriaji meninggal dunia dengan luka sebagaimana diterangkan dalam Visum Et Repertum nomor 474.3/21943/IPG/18-08-2011 tertanggal 18-08-2011 yang dibuat dan
ditandatangani oleh Dr. M. Zaenuri Syamsu Hidayat, SpKF, MSiMed dokter pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto yang pada kesimpulannya antara lain disebutkan : Luka memar di dahi akibat trauma tumpul; Luka bacok di kepala dan telinga kiri dan kanan akibat trauma tajam; Luka lecet di kaki akibat trauma tumpul; Luka amputasi di pergelangan tangan kiri akibat trauma tajam; Luka bacok pada tangan kanan akibat trauma tajam; Perdarahan di bawah selaput laba-laba akibat trauma tumpul; Tanda-tanda perdarahan hebat. Kematian akibat perdarahan hebat yang disebabkan oleh terputusnya pergelangan tangan kiri. 2.
Dakwaan Jaksa Oleh Jaksa Penuntut Umum Terdakwa didakwa dengan dakwaan Alternatif Subsideritas, yaitu : KESATU : PRIMAIR : Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 340 KUHP jo Pasal 1 angka 1 UU RI No 3 Tahun 1997.
SUBSIDIAIR : Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 338 KUHP jo Pasal 1 angka 1 UU RI No 3 Tahun 1997. LEBIH SUBSIDIAIR : Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 351 ayat (3) KUHP jo Pasal 1 angka 1 UU RI No 3 Tahun 1997. ATAU: KEDUA : Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 339 KUHP jo Pasal 1 angka 1 UU RI No 3 Tahun 1997. 3.
Barang Bukti Di persidangan Jaksa Penuntut Umum mengajukan barang bukti berupa : - 1 (satu) buah HP warna biru abu-abu merk NOKIA Type 1200. - 1 (satu) buah Dompet warna merah bertuliskan “Rolling stones”. - 1 (satu) unit SPM Yamaha Mio warna hijau, thn 2011 No.Pol.R.5636.WE, Nosin.28D2497928, Noka.MH328D305BK503945.
- 1 (satu) buah STNK An. NUR HARTATI Alamat Ds, Kasegeran RT.10/RW.01 Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas beserta kunci dan - Helm warna hitam bertuliskan YAMAHA, barang bukti tersebut adalah milik dari Yoga Afriaji dan Nurhartati, maka dikembalikan kepada ahli waris korban Yoga Afriaji yaitu saksi Nurhartati ; - 1 (satu) buah HP warna biru putih merk NOKIA Type N.6300. - 1 (satu) pasang sandal japit warna hitam bertuliskan “BIERO”. - 1 (satu) buah jaket jeans warna abu-abu merk “lesfgreen”. - 1 (satu) buah celana pendek boxer warna hitam motif tulisan. - 1 (satu) buah kaos singlet warna hitam motif tulisan. - 1 (satu) buah celana jeans warna abu-abu merk “ Nevada” kondisi bekas dibakar. - 1 (satu) buah kaos kerah warna putih kondisi bekas dibakar. - 1 (satu) buah celana panjang kain warna cokelat. - 1 (satu) buah parang /golok /bendo betangkai kayu. - 1 (satu) buah jemper lengan panjang warna cokelat bertuliskan “BECHEK KNOWLEDGE SPOWER”dan ada noda darah.
- 1 (satu) buah kaos lengan pendek warna cokelat bertuliskan “arrange” dan ada noda darah. - 1 (satu) buah celana jeans ukuran ¾ warna abu-abu merk LEAD jeans dan ada noda darah. - 1 (satu) buah ikat pinggang warna hitam dengan timang gambar garuda. - 1 (satu) pasang sandal japit warna hitam bertuliskan “Rotex”. Oleh karena barang bukti tersebut dipergunakan dalam pembunuhan, maka dirampas untuk dimusnahkan. 4.
Alat Bukti a. Keterangan Saksi Para saksi yang keterangannya didengarkan di persidangan atas persetujuan Jaksa Penuntut Umum dan Terdakwa yang sebelumnya diambil sumpahnya oleh penyidik yaitu: 1. Saksi. NUR HARTATI. - Bahwa saksi mengetahui adik saksi meninggal dunia pada hari Rabu tanggal 10 Agustus 2011sekitar jam 11.00 wib. - Bahwa yang memberitahu saksi bahwa adik saksi
meninggal dunia
adalah warga. - Bahwa adik saksi meninggal dunia di hutan jati ikut Grumbul Wadas Mlasa, Desa Jatisaba, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas. - Bahwa nama adik saksi yang meninggal dunia namanya Yoga Afriaji umur 13,5 tahun pelajar Kelas 2 SMP PGRI Cilongok .
- Bahwa saksi hafal, ciri-ciri adik saksi adalah muka oval, tinggi sekitar 165 cm, badan sedang, kulit sawo matang, rambut pendek hitam lurus. - Bahwa adik saksi tinggal satu rumah dengan saksi dan dengan kedua orang tua saksi. - Bahwa saksi tidak pernah melihat adik saksi bertemu dengan terdakwa. - Bahwa adik saksi pergi terakhir dan tidak kembali lagi pada hari Selasa tanggal 9 Agustus 2011 sekitar pukul 18.15 wib. - Bahwa saksi masih ingat pakaian yang dipakai adik pada saat adik pergi, adik saksi memakai jemper warna coklat, celana jeans panjang ¾ warna biru, dan sandal jepit warna hitam. -
Bahwa pada waktu adik saksi mau pergi adik saksi Yoga Afriaji pamit dengan saksi.
- Bahwa setahu saksi adik saksi Yoga Afriaji meninggal dunia karena dibunuh oleh terdakwa . - Bahwa kejadian pembunuhan tersebut awalnya pada hari Selasa tanggal 9 Agustus 2011 sekitar pukul 18.15 wib sehabis Yoga Afriaji buka puasa dengan saksi dan ibu saksi, adik saksi Yoga Afriaji berpamitan hendak pergi ke Tanjung Purwokerto, waktu itu ibu saksi melarang karena sudah waktunya sholat tarawih, akan tetapi adik saksi Yoga Afriaji tetap memaksa pergi dan meminta uang kepada ibu saksi sebesar Rp.15.000,-. - Bahwa pada waktu itu adik saksi Yoga Afriaji berpamitan hendak pergi ke Tanjung Purwokerto dengan temannya anak Panusupan, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, tetapi ditanya siapa temannya tersebut,
tidak dijawab oleh adik saksi Yoga Afriaji melainkan langsung pergi, dengan mengendarai sepeda motor Mio warna hijau No.pol.R.5636.WE. - Bahwa pada hari Selasa tanggal 9 Agustus 2011 sekitar pukul 23.00 wib karena sudah malam dan adik saksi Yoga Afriaji belum pulang saksi kawatir, maka saksi SMS adik saksi Yoga Afriaji dengan maksud untuk menyuruh pulang, karena janjinya sebelum berangkat adik saksi Yoga Afriaji akan pulang jam 22.00 wib dan oleh adik saksi Yoga Afriaji dijawab “ Ya nanti aku di Tanjung “. - Bahwa pada hari Selasa tanggal 9 Agustus 2011 sekitar pukul 24.00 wib saksi SMS lagi ke adik saksi lagi Yoga Afriaji “ Yoga jam segini kok kamu belum pulang ini kan sudah malam, besok mau sekolah,” dan oleh saudara Yoga dijawab “ nanti Mba, aku pulang, jangan dipikirkan terus “. - Bahwa pada hari Rabu tanggal 10 Agustus 2011 sekitar pukul 01.07 wib ada SMS ke HP saya darti HP milik adik saksi Yoga Afriaji yang isinya “ Mba Yoga kabur ke Jawa Timur, Yoga ada masalah menghamili anak orang, Yoga kabur bersama anak GOR”. - Bahwa pada hari Rabu tanggal 10 Agustus 2011 sekitar pukul 03.00 wib saksi coba telepon adik saksi Yoga Afriaji tetapi HP milik adik saksi Yoga Afriaji sudah tidak aktif. - Bahwa pada hari Rabu tanggal 10 Agustus 2011 sekitar pukul 06.47 wib ada SMS lagi ke HP saksi dari HP milik adik saksi Yoga Afriaji yang isinya sama seperti SMS pada pukul 01.07 wib yaitu Mba Yoga kabur
ke Jawa Timur, Yoga ada masalah menghamili anak orang, Yoga kabur bersama anak GOR”. - Bahwa pada hari Rabu tanggal 10 Agustus 2011 sekitar pukul 07.01 wib saksi mendapatkan telepon dari seorang laki-laki dengan menggunakan nomor HP milik adik saksi Yoga Afriaji. - Saya : “ Ini Yoga apa bukan ?” dijawab “ ini temannya “. - Saya : “ Yoganya dimana ? “ dijawab “ lagi tidur “. - Saya : “ coba tolong bangunkan. “ dijawab “ Dia tidak mau bangun, katanya dia takut karena ada masalah, dia takut kalau dimarahi sama mbak dan keluarga“. - Saya : “ Lho kamu kok bisa pegang HP Yoga ? tidak dijawab melainkan telepon dimatikan dan saya telepon balik HP sudah tidak aktif. - Bahwa pada hari Rabu tanggal 10 Agustus 2011 sekitar pukul 07.10 wib setelah saksi menerima telepon dari HP adik saksi Yoga Afriaji, ibu dan bapak saksi melakukan pencarian kerumah teman-temannya adik saksi Yoga Afriaji, yang bernama Jemi di Desa Jatisaba, Kecamatan Cilongok, akan tetapi adik saksi tidak ditemukan. - Bahwa pada hari rabu tanggal 10 Agustus 2011 sekitar pukul 11.00 wib saksi dan keluarga mendapatkan kabar bahwa ada anak laki-laki ditemukan meninggal dunia di Grumbul Wadas Mlasa Desa Jatisaba, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, dan setelah ditengok oleh
paman saksi ternyata anak yang ditemukan meninggal dunia tersebut adalah adik kandung saksi Yoga Afriaji. - Bahwa saksi tidak tahu kenapa adik saksi dibunuh oleh terdakwa. - Bahwa setahu saksi adik saksi tidak mempunyai masalah dengan keluarga dan dengan orang lain. - Bahwa saksi membenarkan barang bukti yang diajukan dipersidangan berupa, 1 (satu) buah jemper lengan panjang warna cokelat bertuliskan “BECHEK KNOWLEDGE SPOWER”dan ada noda darah, 1 (satu) buah kaos lengan pendek warna cokelat bertuliskan “arrange” dan ada noda darah, 1 (satu) buah celana jeans ukuran ¾ warna abu-abu merk LEAD jeans dan ada noda darah, 1 (satu) buah ikat pinggang warna hitam dengan timang gambar garuda, 1 (satu) pasang sandal japit warna hitam bertuliskan “Rotex”.) adalah milikadik saksi. - Bahwa saksi membenarkan barang bukti sepeda motor Mio yang diajukan dipersidangan yang waktu itu dipakai oleh adik saya. - Bahwa adik saksi kalau pergi main selalu pamit sama saksi dan kalau saksi tidak ada ya dengan orang tua saksi. - Bahwa kalau adik saksi sedang berkumpul dengan teman-temannya seringnya berkumpul didepan rumah. - Bahwa saksi tidak pernah melihat adik saksi membawa dan minumminuman keras.
2. Saksi. WARYANTO. - Bahwa awal mula saksi melihat mayat adalah pada hari Rabu 10 Agustus 2011 sekitar pukul 05.30 wib, pada saat saksi jalan kaki melintasi jalan tersebut, melihat darah segar berceceran dipinggir jalan dan saat itu saksi merasa curiga, berhubung saat itu sedang mengantar anak saksi ke sekolah jadi saksi tidak berhenti dan saksi langsung berjalan kearah utara, dan saksi pulang juga melewati jalan terebut dan sekaligus mampir dirumah Pak. RT.namanya Rasmuji dan memberitahu bahwa dijalan hutan jati banyak berceceran darah , dan saksi langsung nderes kelapa, sekitar pukul 10.00 wib saksi bertujuan mencari rumput dan saksi merasa penasaran adanya darah tersebut dan saksi cek dan saksi telusuri didalam hutan tersebut ternyata ada sesosok mayat laki-laki yang tidak saksi kenal dan saksi merasa takut dan saksi pulang menghubungi Pak RT.
Lagi memberitahu bahwa benar-benar ada mayat yang
dimungkinkan dibunuh, dan saat itu pula saksi bersama pak RT dan warga lainnya mengecek lagi adanya mayat tersebut namun saksi tidak mendekat mayat tersebut karena takut. Dan setelah banyak yang berdatangan melihat,ada orang yang paham dengan mayat tersebut katanya bernama Yoga Afriaji alamat Desa Kasegeran, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas. - Bahwa yang pertama kali melihat mayat yang diketahui bernama Yoga Afriaji adalah saksi.
- Bahwa jarak pertama kali saksi melihat darah dengan ditemukannya mayat kurang lebih 30 meter. - Bahwa setelah saksi mengetahui bahwa darah yang dilihat tersebut adalah darah orang yang habis dibunuh, saksi langsung lapor pak RT. - Bahwa kejadian pembunuhan tersebut pada hari Rabu tanggal 10 Agustus 2011 sekitar pukl 10.00 wib di jurang hutan kayu jati Wadas Mlasa ikut Desa Jatisaba RT.05/03, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas. - Bahwa yang pertama kali melihat mayat adalah saksi sendiri, saat itu saksi langsung lapor kerumah pak Ketua RT.08/04 Desa Jatisaba, kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, dan selanjutnya saya bersama pak RT dan warga lainnya kembali ke lokasi mayat tersebut. - Bahwa saksi awalnya tidak mengenali sosok mayat tersebut, namun setelah beberapa saat kemudian ada beberapa orang yang paham yang katanya bernama Yoga Afriajialamat Desa Kasegeran Cilongok. - Bahwa sepengetahuan saksi mayat bisa masuk kejurang kemungkinan diseret - Bahwa saksi tidak tahu pada malam kejadian pembunuhan tersebut suasana terang atau gelap. - Bahwa disekitar pal tempat terjadinya pembunuhan tersebut tidak ada lampu penerangan. - Bahwa didekat pal ditemukan juga potongan tangan dan potongan jari.
- Bahwa setahu saksi rumput yang rusak adalah dari pal sampai ke tempat ditemukannya mayat.
3. Saksi ahli , dr. HM. ZAENURI SYAMSU H, Sp.KF.Msi Med - Bahwa saksi sebagai saksi ahli bidang outopsi dalam perkara pembunuhan. - Bahwa saksi menerima surat dari Kepolisian Resort Cilongok tanggal 10 Agustus 2011 No.
R/05/VII/2011/Sek Clk tentang permintaan Visum
et repertum. - Bahwa saksi membuat visum et repertum dengan cara melakukan outopsi /bedah mayat . - Bahwa nama mayat yang di outopsi bernama YOGA AFRIAJI bin SUKARDI, umur 14 tahun, jenis kelamin laki-laki. - Bahwa saksi melakukan autopsi pada hari Rabu tanggal 10 Agustus 2011 jam 20.00 WIB di RS. Margono Sukarjo. - Bahwa saksi membenarkan Visum Et Repertum No.474.3/21943/IP9/188-2011 tertanggal 18 Agustus 201yang ditunjukan oleh Hakim. - Bahwa saksi melihat, luka memar di dahi, luka bacok di kepala dan telinga kiri dan kanan, luka lecet di kaki, luka amputasi di pergelangan tangan kiri, luka bacok pada tangan kanan dan pendarahan di bawah selaput laba-laba.
- Bahwa Luka memar di dahi dan perdarahan di bawah selaput laba-laba karena trauma tumpul, sedangkan luka bacok di kepala, telinga kiri dan kanan serta luka amputasi di pergelangan tangan kiri akibat trauma tajam. - Bahwa kalau hanya luka memar di dahi, perdarahan dibawah selaput laba-laba dan luka bacok di bagian kepala, telinga kiri dan telinga kanan tidak menyebabkan kematian secara langsung pada korban, namun luka amputasi di pergelangan tangan bisa menyebabkan kematian yang sangat cepat atau dalam hitungan menit . - Bahwa amputasi di pergelangan tangan cepat sekali menyebabkan kematian, karena pada pergelangan tangan banyak sekali pembuluh darah besar yang apabila terputus akan menyebabkan perdarahan hebat. - Bahwa menurut keterangan saksi, kematian diperkirakan kurang dari 5 jam setelah makan terakhir. - Bahwa yang ditemukan dimayat makanan yang terakhir masuk adalah makanan besar dan pada saat di autopsi tidak ditemukan adanya tandatanda pembusukan. - Bahwa saksi membenarkan foto mayat yang waktu itu diotopsi oleh saksi. - Bahwa mayat bisa diketahui kapan matinya setelah dilihat dari makanan terakhir yang masuk sudah sampai dimana baik makanan besar maupun makanan kecil/ringan. - Bahwa saksi tidak bisa membedakan makanan besar atau makanan kecil karena sudah bercampur.
b. Keterangan Terdakwa Dipersidangan telah didengar keterangan Terdakwa yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut : - Bahwa terdakwa masih ingat kejadian pembunuhan tersebut terjadi pada hari Rabu tanggal 10 Agustus 2001 sekitar jam 00.30. wib. - Bahwa terdakwa mempunyai niat ingin membunuh korban awalnya terdakwa mempunyai rasa sakit hati karena sering dibilangi dengan katakata kotor “bangsat, Bajingan “ timbul emosi dan mempunyai niat untuk membunuh. - Bahwa waktu terdakwa berada dijembatan dengan korban, waktu itu terdakwa bilang “ Maksudnya apa kamu setiap ketemu saya ngomong “ Bangsat, Bajingan “, kemudian korban menjawab “ Emang kenapa kamu emosi “ dan saya jawab “ Ya jelas saya emosi, karena setiap ketemu saya kamu bilang “ Bangsat, Bajingan “ kemudian saya bilang lagi “ kalau memang berani kita keatas (maksudnya kebukit hutan jati saba ikut grumbul Wadas Plasa) dan korban menyetujuinya. - Bahwa setelah sampai di bukit wadas Plasa terdakwa turun dari motor dan korban langsung melepas helm, lalu turun dari motor langsung menyerang terdakwa dengan memukul kearah pelipis sebelah kiri satu kali dan kearah pipi sebelah kiri satu kali, mengetahui terdakwa langsung diserang/dipukul sebanyak dua kali, kemudian terdakwa langsung mengambil bambu sepanjang setengah meter yang ada disekitar situ, kemudian terdakwa pukulkan kearah kepala korban sebelah kiri sebanyak
satu kali, dan kepala korban sebelah kiri langsung keluar darah dan langsung sempoyongan, pada saat korban sempoyongan tersebut korban masih sempat menarik kepala terdakwa dengan memegang rambut saya ditekankan kebawah sampai terdakwa tertunduk, mengetahui kepala terdakwa ditekan kebawah tersebut terdakwa langsung mengambil parang/bendo yang sudah terdakwa bawa dan terdakwa taruh dibelakang baju terdakwa, kemudian terdakwa keluarkan untuk menyerang korban kearah leher sebelah kiri, akan tetapi ditangkis oleh korban dengan menggunakan tangan kanan, sehingga parang/bendo melukai tangan kanan korban tepatnya kena bagian telapak tangan, setelah tangan kanan korban kena selanjutnya terdakwa serang lagi leher sebelah kiri sampai leher korban kena, dan kemudian terdakwa serang lagi leher sebelah kanan dan melukai, kemudian korban jatuh tersungkur ketanah, mengetahui korban jatuh tersungkur ketanah terdakwa serang lagi keraah bagian belakang sebanyak satu kali dan juga dapat melukai, kemudian terdakwa serang lagi kearah telinga sebelah kiri dan dapat melukai, kemudian korban terdakwa dudukan terdakwa senderkan di Pal/yang terbuat dari cor, setelah terdakwa dudukan tersebut terdakwa ketahui korban masih hidup kemudian korban terdakwa ambil tangan kirinya terdakwa taruh diatas pal kemudian terdakwa tebas/potong dengan parang/bendo sebanyak dua kali, setelah terdakwa tahu korban meninggal kemudian korban terdakwa dorong ke jurang .
- Bahwa potongan tangan kiri korban dan parang/bendo terdakwa buang ke jurang. - Bahwa waktu nenek terdakwa melihat ada darah dipakaian dan celana terdakwa bilang habis menolong orang kecelakaan di hutan Wadas Plasa lalu dibawa ke RS.Margono . - Bahwa terdakwa mengambil parang dirumah nenek pada hari selasa tanggal 9 Agustus 2011 sekitar jam 15.00 wib. - Bahwa sebelum kejadian pembunuhan terdakwa pernah menawarkan sepeda motor milik temannya kepada Sucipto. - Bahwa terdakwa ditangkap polisi sekitar jam 14.00 wib pada saat terdakwa sedang berada di gang depan rumah. - Bahwa maksud terdakwa mengajak korban janjian ketemu dilapangan adalah terdakwa ingin menanyakan sebab apa setiap ketemu terdakwa korban bilang “Bajingan dan Bangsat “. - Bahwa parang/bendo yang digunakan untuk membunuh korban adalah milik nenek terdakwa dan pada saat terdakwa mengambil parang atau bendo dirumah nenek terdakwa tidak seijin nenek terdakwa. - Bahwa pada saat terdakwa melakukan pembunuhan terhadap korban suasana ditempat kejadian pembunuhan terang bulan. - Bahwa korban mengolok-ngolok terdakwa sejak sebulan yang lalu dan terdakwa mulai tersinggung dengan kata-kata korban sejak seminggu yang lalu.
- Bahwa terdakwa kalau berkelahi dengan korban tidak membawa parang terdakwa kalah. - Bahwa pada saat pinjam celana ke Rahmat Tirtaman terdakwa ambil sendiri dan saudara Rahmat Triatman masih tiduran di kasur, waktu itu Rahmat Triatman hanya memberitahu kalau celanannya ada dibelakang pintu. - Bahwa pada saat terdakwa menitipkan sepeda motor ditempat nenek terdakwa, terdakwa ketemu dengan nenek terdakwa dan terdakwa bilang kalau sepeda motor tersebut adalah milik teman terdakwa. - Bahwa terdakwa merencanakan pembunuhan terhadap korban sejak hari Senin tanggal 8 Agustus 2011. - Bahwa alasan terdakwa menjual sepeda motor milik korban adalah untuk menghilangkan jejak karena waktu terdakwa pergi yang terkakhir dengan korban ada yang melihat adalah saksi Imron. - Bahwa cara terdakwa menyimpan golok supaya tidak kelihatan adalah disimpan dibalik baju lalu ditutupi dengan jaket. - Bahwa terdakwa tahu bahwa korban sudah mati, pada waktu malam itu juga. - Bahwa
terdakwa
membenarkan
barang
bukti
yang
diajukan
dipersidangan berupa 1 unit sepeda motor jenis Yamaha Mio warna hijau, HP merk Nokia, Dompet dan helm warna hitam yang waktu diambil dari korban setelah korban dibunuh.
- Bahwa terdakwa membenarkan barang bukti berupa parang/bendo yang diajukan dipersidangan adalah yang waktu itu digunakan untuk membunuh korban. - Terdakwa membenarkan bahwa barang bukti yang dipakai oleh korban pada saat dibunuh adalah jamper warna hitam, kaos warna coklat bertuliskan ARRANGE, celana jeans tiga perempat warna abu-abu,sabuk warna hitam. - Bahwa terdakwa belum pernah dihukum. - Bahwa alasan terdakwa memotong tangan kiri korban adalah supaya korban cepat mati. - Bahwa terdakwa pertama kali mempunyai niat untuk membunuh pada waktu dilapangan pada saat korban minta rokok ke terdakwa. - Bahwa perasaan terdakwa setelah terdakwa membunuh korban adalah menyesal. - Bahwa korban setiap ketemu dengan terdakwa selalu meminta rokok. - Bahwa waktu kakak perempuan korban SMS korban, terdakwa yang membalasnya. - Bahwa tujuan terdakwa menelpon kakak korban adalah untuk menghilangkan jejak supaya orang tua korban tidak tahu. - Bahwa terdakwa kenal dengan korban baru sekitar 6 bulan yang lalu. - Bahwa awalnya terdakwa kenal sama korban yaitu pada waktu itu terdakwa mau menonton acara musik rock di GOR, pada saat terdakwa memarkir sepeda motor korban nyenggol terdakwa, waktu itu korban
dengan teman-temannya dan teman-temannya bilang kepada terdakwa “ati-ati Mas “ terdakwa disuruh minta maaf, selang beberapa hari terdakwa bertemu dengan korban di jalan lalu terdakwa kenalan dengan korban. - Bahwa karena teman korban preman-preman anak GOR, maka sangat mempengaruhi pikiran terdakwa. - Bahwa terdakwa mempunyai niat membunuh korban pada hari Selasa tanggal 9 Agustus 2011 sekitar jam 17.30 wib sore. - Bahwa tujuan terdakwa mengayunkan parang/golok ke korban adalah supaya tangan korban lepas dari pegangan kepala terdakwa. - Bahwa pada saat terdakwa mengeluarkan parang/golok dari balik baju, yang ada dipikiran terdakwa hanya ingin melukai korban. - Bahwa pembunuhan tersebut memang sudah direncanakan oleh terdakwa, karena kalau dilukai saja nanti temannya akan balas dendam. - Bahwa pada waktu terdakwa kepalanya dipegang oleh korban terdakwa emosi. 5.
Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Penuntut Umum telah mengajukan tuntutan pidana terhadap terdakwa yang pada pokoknya menuntut agar Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan : 1. Menyatakan terdakwa AGUS PANCA ROTAMA Bin. SUKISWO terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “SENGAJA
MELAKUKAN
PEMBUNUHAN
BERENCANA
“,
sebagaimana Dakwaan kesatu Primair melanggar Pasal 340 KUHP jo. Pasal 1 angka 1 UURI No.3 Tahun 1997; 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa AGUS ROTAMA Bin. SUKISWO dengan pidana penjara selama 10(sepuluh) tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan, dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan ; 3. Menyatakan barang bukti : 4. Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp.2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah).
6.
Putusan Hakim a. Pertimbangan Hukum Hakim Dalam fakta persidangan dapat ditemukan bahwasanya hakim menjatuhkan vonis kepada anak dibawah umur atas dasar pertimbangan hakim yaitu: a.
Hakim menggunakan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman.
b.
Pasal 84 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
c.
Dasar memutus perkara yaitu Pasal 183 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, yaitu mengandung tiga variabel : a)
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah.
b)
hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi.
c)
terdakwalah yang bersalah melakukannya. Hakim berpendapat bahwa terdakwa mampu bertanggung
jawab, maka terdakwa harus dinyatakan bersalah atas tindak pidana yang didakwakan dan berdasarkan Pasal 193 ayat (1) KUHAP terhadap diri terdakwa haruslah dijatuhi pidana. Bahwa
suatu
pemidanaan
adalah
dimaksudkan
disamping
membawa manfaat bagi masyarakat umum, yang terpenting adalah diharapkan agar membawa manfaat dan berguna pula bagi diri pribadi terpidana itu sendiri, oleh karena itu penjatuhan pidana tidaklah bertujuan sebagai balas dendam dan untuk duka nestapa bagi terdakwa, melainkan dimaksudkan agar terdakwa kelak di kemudian hari setelah selesai menjalani pidana dapat kembali ke masyarakat menempuh hidup dan kehidupannya secara layak dengan bekal penuh kesadaran penuh yang disertai tekad dan prinsip untuk senantiasa lebih berhati-hati dalam menapaki perjalanan hidup dan kehidupannya serta dapat berusaha menimba kembali sebagai manusia yang berharkat di tengah-tengah masyarakat. Alasan hakim tersebut diperkuat dalam KUHAP Pasal 1 angka 9 mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara pidana. Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, hakim wajib menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara; melainkan hakim tidak boleh menolak perkara dengan alasan hukum tidak ada. Oleh karena itu
menurut doktrin hakim dianggap tahu hukum (ius curia novit) dan putusan hakim dianggap benar res judicata pro veritate habetur, dalam mengadili perkara pidana anak maka dasar pertimbangan hukum adalah berpijak pada legal justice yang termuat dalam norma hukum yang berlaku (hukum positif)69. b. Putusan Hakim 1. Menyatakan Terdakwa AGUS PANCA ROTAMA Bin SUKISWO telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “PEMBUNUHAN” 2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa tersebut di atas dengan pidana penjara selama : 7 (tujuh) tahun; 3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa akan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ; 4. Memerintahkan Terdakwa ditahan ; 5. Menentukan barang bukti; 6. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 2.500 (dua ribu lima ratus rupiah). D.
Pembahasan Majelis Hakim dalam menjatuhkan pidana kepada Terdakwa harus terlebih dahulu telah memenuhi semua syarat untuk dilakukan pemidanaan
69
Seminar Nasional “Optimalisasi Perlindungan Anak danTantangannya di Indonesia”,Atas Kerjasama Universitas Atmajaya Yogyakarta, UNICEF dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Yogyakarta, 29 Oktober 2009
atas diri Terdakwa seperti dinyatakan oleh Leo Polak, maka pemidanaan harus memenuhi tiga syarat yaitu : a)
Perbuatan yang dilakukan dapat dicela sebagai suatu perbuatan yang bertentangan dengan etika, yaitu bertentangan dengan kesusilaan dan tata hukum objektif;
b) Pidana hanya boleh memperhatikan apa yang sudah terjadi. Pidana tidak boleh memperhatikan apa yang mungkin akan atau dapat terjadi. Jadi, pidana tidak boleh dijatuhkan dengan suatu maksud prevensi. Umpanya
pidana
dijatuhkan
dengan
maksud
prevensi,
maka
kemungkinan besar penjahat diberi suatu penderitaan yang beratnya lebih daripada maksimum yang menurut ukuran-ukuran objektif boleh diberi kepada penjahat. Menurut ukuran-ukuran objektif berarti sesuai dengan beratnya delik yang dilakukan penjahat; c) Sudah tentu beratnya pidana harus seimbang dengan beratnya delik. Beratnya pidana tidak boleh melebihi beratnya delik. Hal ini perlu supaya penjahat tidak dipidana secara tidak adil.
Dari hasil penelitian terhadap putusan perkara Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor : 55/Pid.Sus/2011/PN.Pwt dan dengan melakukan studi pustaka tentang materi yang berhubungan dengan obyek penelitian serta mengacu pada pendapat Leo Polak mengenai syarat-syarat pemidanaan, maka agar dapat menjawab permasalahan dan tujuan penelitian, dapat disusun analisis sebagai berikut :
1.
Penerapan unsur-unsur Pasal 338 Kitab Undang-undang Hukum Pidana pada tindak pidana terhadap nyawa manusia yang dilakukan
oleh
anak
dalam
perkara
Nomor
:
55/Pid.Sus/2011/PN.Pwt. Peradilan pidana anak meliputi segala aktivitas pemeriksaan dan pemutusan perkara pidana yang menyangkut anak. Dan sistemnya juga berbeda dengan pemeriksaan pada pelaku tindak pidana dewasa. Soedarto mengatakan bahwa peradilan anak meliputi segala aktivitas
pemeriksaan
dan
pemutusan
perkara
yang
menyangkut
kepentingan anak.70 Undang-Undang Pengadilan Anak pada Pasal 40 menyatakan bahwa hukum acara yang berlaku dalam acara pengadilan anak ialah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini. Dengan demikian, hukum acara yang berlaku bagi anak adalah KUHAP dan Undang-undang Pengadilan Anak. Ada 2 (dua) kategori perilaku anak yang membuat ia harus berhadapan dengan hukum,yaitu71 1) Status Offence adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa tidak dianggap sebagai kejahatan, seperti tidak menurut, membolos sekolah atau kabur dari rumah. 70
Agung Wahyono dan Ny. Siti Rahayu , Tinjauan Tentang Peradilan Anak Di Indonesia, SinarGrafika, Jakarta, 1993, Hal. 14 71
Purnianti, Mamik Sri Supatmi, dan Ni Made Martini Tinduk, mengutip Harry E. Allen and ClifffordE. Simmonsen, dalam Correction in America : An Introduction, Analisa Situasi Sistem Peradilan Pidana Anak ( Juvenile Justice System ) di Indonesia, UNICEF, Indonesia, 2003, Hal.2
2) Juvenile Deliquency adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan
oleh
orang
dewasa
dianggap
kejahatan
atau
pelanggaran hukum. Undang-undang Pengadilan Anak menyatakan bahwa “Hukum acara yang berlaku diterapkan pula dalam acara pengadilan anak, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini”, ini berarti hukum acara yang berlaku (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) diterapkan juga dalam acara pengadilan anak, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang anak tersebut. Rumusan Pasal 338 KUHP adalah : “barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama limabelas tahun” Dari ketentuan dalam Pasal tersebut, maka unsur-unsur dalam pembunuhan biasa adalah sebagai berikut : 1.
Unsur subjektif : perbuatan dengan sengaja
2.
Unsur objektif : perbuatan menghilangkan, nyawa, dan orang lain. “Dengan sengaja” artinya bahwa perbuatan itu harus disengaja dan
kesengajaan itu harus timbul seketika itu juga, karena sengaja (opzet/dolus) yang dimaksud dalam Pasal 338 adalah perbuatan sengaja yang telah terbentuk tanpa direncanakan terlebih dahulu, sedangkan yang dimaksud sengaja dalam Pasal 340 adalah suatu perbuatan yang disengaja untuk
menghilangkan nyawa orang lain yang terbentuk dengan direncanakan terlebih dahulu72 Unsur subjektif tersebut terdapat dalam fakta persidangan yaitu dalam pertimbangan hakim yang menyebutkan bahwa: “Menimbang bahwa berdasarkan keterangan terdakwa dihubungkan dengan alat bukti surat visum et repertum atas nama korban menurut Hakim anak berpendapat bahwa kematian korban memang telah dikehendaki dan diketahui oleh terdakwa serta terkandung suatu kesengajaan, oleh karena itu unsur sengaja telah terbukti dan terpenuhi”. Unsur objektif yang pertama dari tindak pembunuhan, yaitu : “menghilangkan”, unsur ini juga diliputi oleh kesengajaan; artinya pelaku harus menghendaki, dengan sengaja, dilakukannya tindakan menghilangkan tersebut, dan ia pun harus mengetahui, bahwa tindakannya itu bertujuan untuk menghilangkan nyawa orang lain.73 Dari pernyataan ini, maka undang-undang pidana kita tidak mengenal ketentuan yang menyatakan bahwa seorang pembunuh akan dikenai sanksi yang lebih berat karena telah membunuh dengan sengaja orang yang mempunyai kedudukan tertentu atau mempunyai hubungan khusus dengan pelaku.74 Berkenaan dengan unsur nyawa orang lain juga, melenyapkan nyawa sendiri tidak termasuk perbuatan yang dapat dihukum, karena orang
72
P.A.F. Lamintang, Delik-delik., hlm. 30-31. Ibid. hlm., 31 74 Ibid. hlm., 35. 73
yang bunuh diri dianggap orang yang sakit ingatan dan ia tidak dapat dipertanggung jawabkan.75 Berkaitan dengan unsur objektif tersebut dalam fakta persidangan terdakwa memang sudah berniat menghilangkan nyawa dari korban dengan latar belakang, kekesalan kepada korban, berikut adalah fakta persidangan dalam putusan pengadilan : a) Bahwa Terdakwa melakukan perbuatan menghilangkan nyawa seseoarang yang bernama Yoga tersebut menggunakan alat bantu parang/bendo. b) Bahwa sewaktu Terdakwa melakukan perbuatan menghilangkan nyawa seseorang bernama Yoga tersebut, korban
melakukan
perlawanan, yaitu sesampai di hutan Jatisaba turut Grumbul Wadas Plasa Desa Jatisaba Kec. Cilongok Kab. Banyumas sekitar pukul 24.00 Wib Agus turun dari motor sedangkan Yoga langsung melepas helm yang dipakainya, selanjutnya Yoga turun dari kendaraan dan langsung menyerang Agus dengan memukul dengan tangan kosong ke arah pelipis sebelah kiri Agus satu kali dan memukul ke arah pipi kiri
satu kali, kemudian Agus mengambil bambu sepanjang
setengah meter yang ada, lalu Agus memukul ke arah kepala Yoga sebelah kiri sebanyak satu kali, sehingga dari kepala Yoga sebelah kiri
75
keluar
darah
dan
langsung
sempoyongan,
pada
M. Sudradjat Bassar, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Dalam KUHP, cet. ke-2, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1986, hlm. 122.
saat
sempoyongan Yoga masih sempat menarik kepala Agus dengan memegang rambut Agus ditekankan ke bawah sampai tertunduk, pada saat kepala Agus ditekan ke bawah oleh Yoga, Agus langsung mengambil parang / bendo yang sudah di bawa dan disimpan di balik baju Agus, kemudian Agus menyerang Yoga dengan mengayunkan parang / bendo kerah leher sebelah kiri, akan tetapi di tangkis oleh Yoga dengan menggunakan tangan kanan, sehingga melukai tangan kanan Yoga hingga tiga jari putus, kemudian Agus menyerang lagi dengan mengayunkan parang/bendo itu ke arah ke leher sebelah kiri dan melukai leher Yoga sebelah kiri, selanjutnya Agus menyerang lagi dengan mengayunkan parang/bendo mengenai leher sebelah kanan dan juga melukai leher sebelah kanan, kemudian Yoga jatuh tersungkur ketanah, mengetahui Yoga sudah jatuh tersungkur kemudian Agus menyerang lagi dengan mengayunkan parang/bendo kearah telinga sebelah kiri, kemudian Yoga di bangunkan dan di dudukkan ditanah dengan di senderkan di PAL/PATOK, pada saat itu melihat kalau Yoga masih hidup, kemudian Agus mengambil tangan kiri Yoga lalu ditaruh di atas PAL kemudian menebas tangan kiri dengan parang/bendo sebanyak dua kali, sehingga dia tidak bergerak lagi dan mengakibatkan meninggal.
c) Bahwa Terdakwa menghilangkan nyawa korban saudara Yoga tersebut adalah dengan sengaja karena sudah merasa kesal terhadap korban. d) Bahwa yang menjadi latar belakang permasalahan tersebut sehingga terdakwa
melakukan perbuatan menghilangkan nyawa seseorang
yang bernama Yoga tersebut sehubungan karena terdakwa merasa kesal karena bermula dari rasa jengkel Agus terhadap Yoga yang sering kali ketika mereka bertemu menghina
dengan kata-kata
“BANGSAT, BAJINGAN”, selanjutnya Terdakwa emosi dan melakukan perbuatan menghilangkan jiwa seseorang bernama YOGA tersebut. Dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur objektif dalam Pasal 338 KUHP telah terpenuhi. Kepentingan hukum dalam konteks di atas adalah tiap-tiap kepentingan yang harus dijaga, agar supaya tidak dilanggar dan yang semuanya itu ditujukan untuk kepentingan hukum, dapat berupa; hak-hak hubungan keadaan, bangunan masyarakat. Sedangkan kepentingan hukum (Rechts belangen) dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: kepentingan perseorangan; kepentingan masyarakat; kepentingan negara. Walaupun dikenal tiga kepentingan hukum akan tetapi sebenarnya kepentingan hukum itu tidak dapat dipisah-pisahkan, hal ini disebabkan karena
suatu
perseorangan,
kepentingan bila
hukum
kepentingan
itu
baru juga
dapat
dianggap
merupakan
sebagai
kepentingan
masyarakat 76 kepentingan yang demikian itu adalah: Jiwa (leven); Badan (lijk);
Kehormatan
(Eer);
Kemerdekaan
(Vrijheid);
Harta
benda
(Vermogen) Kepentingan hukum bagi masyarakat adalah ketentraman dan keamanan, sedangkan kepentingan hukum bagi negara adalah keamanan negara. Pada hakekatnya kepentingan hukum itu tidak dapat dipisahkan. Di dalam kepentingan hukum yang dilindungi oleh suatu norma tindak pidana khususnya dalam pasal 338 KUHP adalah jiwa (leven) . Mengenai penyelesaian hukumnya ada yang diselesaikan dengan pengaduan atau pelaporan. KUHP sebagai hukum publik, terdapat suatu tindak pidana terletak di tangan penuntut umum atau kejaksaan. Permintaan dari korban tidak mempunyai pengaruh apa-apa dan sebagai penyimpangannya dari asas ini dapat ditunjuk atas permintaan penderita, hal ini lazim disebut pengaduan. Delik aduan diatur secara tersebar dalam Buku II KUHP dan hanya berlaku terhadap kejahatan-kejahatan tertentu saja, sedangkan laporan tidak termasuk dalam rentetan delik aduan, disebabkan karena kepentingan umum yang terkandung di dalamnya atau kerugian terhadap suatu kepentingan khusus apabila terjadi suatu penuntutan.
76
Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Kumpulan Kuliah dan Pendapat-Pendapat Para ahli Hukum Terkemuka Bagian Satu, Balai Lektur Mahasiswa Tanpa Kata dan Tahun, hlm 79
2.
Pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkara tindak pidana terhadap nyawa manusia yang dilakukan oleh anak dalam perkara Nomor : 55/Pid.Sus/2011/PN.Pwt. Dalam fakta persidangan dapat ditemukan bahwasanya hakim menjatuhkan
vonis
kepada
anak
dibawah
umur
atas
dasar
pertimbangan hakim yaitu: a.
Hakim menggunakan dasar hukum Pasal 50 Undang-Undang Nomor
48
Tahun
2009
tentang Pokok-pokok
Kekuasaan
Kehakiman. b.
Pasal 84 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
c.
Dasar memutus perkara yaitu Pasal 183 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, yaitu mengandung tiga variabel : a)
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah.
b)
hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi.
c)
terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Terdahap Tuntutan Pidana Penuntut Umum tersebut, terdakwa melalui Penasehat hukumnya mengajukan tanggapan yang pada pokoknya sebagai berikut: - Niat membunuh korban justru muncul dan kemudian dilaksanakan adalah pada saat korban telah tergeletak karena perkelahian dengan terdakwa dikarenakan ketakutan terdakwa kalau korban masih hidup maka korban bisa menceritakan kepada teman-temannya tentang peristiwa itu dan
terdakwa ketakutan kalau sampai dikeroyok oleh teman-teman korban, Sehingga dengan demikian unsur dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu ini tidak terbukti dan terpenuhi; - Menurut hemat Penasehat hukum terdakwa dari fakta-fakta yang terungkap dipersidangkan akan lebih tepat dan lebih bijaksana apabila terdakwa dituntut berdasarkan/menggunakan Pasal 338 KUHP dan mohon dijatuhi hukuman yang seringan-ringannya; Dari keterangan saksi-saksi yang dibawah sumpah yang saling bersesuaian dan keterangan terdakwa serta alat bukti surat yang diajukan di persidangan, maka diperoleh fakta-fakta hukum sebagai berikut : - Bahwa kejadian pembunuhan tersebut pada hari Rabu tanggal 10 Agustus 2011 sekitar pukl 00.30 wib di jurang hutan kayu jati Wadas Plasa ikut Desa Jatisaba RT.05/03, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas ; - Bahwa terdakwa mempunyai rasa sakit hati karena sering dibilangi dengan kata-kata kotor “bangsat, Bajingan “ timbul emosi dan mempunyai niat untuk membunuh ; - Bahwa terdakwa mengambil parang dirumah nenek pada hari selasa tanggal 9 Agustus 2011 sekitar jam 15.00 wib. - Bahwa terdakwa kalau berkelai dengan korban tidak membawa parang terdakwa kalah. - Bahwa terdakwa membawa bendo yang diambil dari rumah neneknya guna untuk berjaga-jaga kalau teman-teman korban mau mengeroyok apabila terjadi perkelaian antara terdakwa dengan korban.
- Bahwa maksud terdakwa mengajak korban janjian ketemu dilapangan adalah terdakwa ingin menanyakan sebab apa setiap ketemu terdakwa korban kok bilang “ Bajingan dan Bangsat “. - Bahwa terdakwa dengan korban berboncengan dengan sepeda mio milik terdakwa sedang berhenti dijembatan bertemu dengan saksi sarno. - Bahwa waktu terdakwa berada dijembatan dengan korban, waktu itu terdakwa bilang “ Maksudnya apa kamu setiap ketemu saya ngomong “ Bangsat, Bajingan “, kemudian korban menjawab “ Emang kenapa kamu emosi “ dan saya jawab “ Ya jelas saya emosi, karena setiap ketemu saya kamu bilang “ Bangsat, Bajingan “ kemudian saya bilang lagi “ kalau memang berani kita keatas (maksudnya kebukit hutan jati saba ikut grumbul wadas plasa) dan korban menyetujuinya. - Bahwa setelah sampai di bukit wadas Plasa terdakwa turun dari motor dan korban langsung melepas helm, lalu turun dari motor langsung menyerang terdakwa dengan memukul kearah pelipis sebelah kiri satu kali dan kearah pipi sebelah kiri satu kali, mengetahui terdakwa langsung diserang/dipukul sebanyak dua kali, kemudian terdakwa langsung mengambil bambu sepanjang setengah meter yang ada disekitar situ, kemudian terdakwa pukulkan kearah kepala korban sebelah kiri sebanyak satu kali, dan kepala korban sebelah kiri langsung keluar darah dan langsung sempoyongan, pada saat korban sempoyongan tersebut korban masih sempat menarik kepala terdakwa dengan memegang rambut saya ditekankan kebawah sampai terdakwa tertunduk, dalam keadaan kepala
terdakwa ditekan kebawah tersebut terdakwa langsung mengambil parang/bendo yang sudah terdakwa bawa dan taruh dibelakang bajunya, kemudian terdakwa keluarkan untuk menyerang korban kearah leher sebelah kiri, akan tetapi ditangkis oleh korban dengan menggunakan tangan kanan, sehingga parang/bendo melukai tangan kanan korban tepatnya kena bagian telapak tangan, setelah tangan kanan korban kena selanjutnya terdakwa serang lagi leher sebelah kiri sampai leher korban kena, dan kemudian terdakwa serang lagi leher sebelah kanan dan melukai, kemudian korban jatuh tersungkur ketanah, mengetahui korban jatuh tersungkur ketanah terdakwa serang lagi kearah bagian belakang sebanyak satu kali dan juga dapat melukai, kemudian terdakwa serang lagi kearah telinga sebelah kiri dan dapat melukai, kemudian korban terdakwa dudukan terdakwa senderkan di Pal/yang terbuat dari cor, setelah terdakwa dudukan tersebut dan mengetahui korban masih hidup, kemudian terdakwa ambil tangan kirinya terdakwa lalu menaruhnya diatas pal dan kemudian terdakwa tebas/potong dengan parang/bendo sebanyak dua kali, setelah terdakwa tahu korban meninggal, kemudian korban dorong ke jurang. - Bahwa tujuan terdakwa mengayunkan parang/golok ke korban adalah supaya tangan korban lepas dari pegangan kepala terdakwa. - Bahwa pada saat terdakwa mengeluarkan parang/golok dari balik baju, yang ada dipikiran terdakwa hanya ingin melukai korban.
- Bahwa potongan tangan kiri korban dan parang/bendo terdakwa buang ke jurang. - Bahwa setelah kejadian pembunuhan terdakwa pernah menawarkan sepeda motor milik korban kepada sucipto yang rencananya digunakan untuk biaya melarikan diri. - Bahwa terdakwa ditangkap polisi sekitar jam 14.00 wib pada saat terdakwa sedang berada di gang depan rumah. - Bahwa alasan terdakwa memotong tangan kiri korban adalah supaya korban cepat mati. - Bahwa berdasarkan Visum et Repertum No. 474.3/21943/IPG/18-082011 tertanggal 18 Agustus 2011 yang dibuat dan ditanda tangani oleh Dr. M. ZAENURI SYAMSU HIDAYAT, SpKF, MsiMed. Dokter pada Rumat Sakit Umum Daerah Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto dengan kesimpulannya: Kematian akibat perdarahan hebat yang disebabkan oleh terputusnya pergelangan tangan kiri. - Bahwa pembunuhan tersebut dilakukan oleh terdakwa, karena kalau dilukai saja nanti temannya akan balas dendam. Majelis Hakim akan mempertimbangkan apakah berdasarkan faktafakta hukum yang terungkap di persidangan, terdakwa dapat dipersalahkan melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh Penuntut Umum sebagaimana dalam dakwaannya; Terdakwa didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan yang disusun secara ALTERNATIF SUBSIDERITAS yaitu :
KESATU
:
PRIMAIR
: melanggar pasal 340 KUHP jo pasal 1 angka 1 UU RI No.3 Tahun 1997;
SUBSIDAIR
: melanggar pasal 338 KUHP jo pasal 1 angka 1 UU RI No.3 Tahun 1997;
LEBIH SUBSIDAIR : melanggar pasal 351 ayat (3) jo pasal 1 angka 1 UU RI No.3 Tahun 1997; ATAU: KEDUA
: melanggar pasal 339 KUHP jo pasal 1 angka 1 UU RI No.3 Tahun 1997;
Karena dakwaan Penuntut Umum disusun bersifat ALTERNATIF SUBSIDERITAS, maka Majelis Hakim memilih dakwaan yang tepat berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan yakni dakwaan kesatu, oleh karena dakwaan tersebut bersifat subsidairitas dengan demikian akan mempertimbangkan terlebih dahulu dakwaan PRIMAIR yaitu melanggar Pasal 340 KUHP jo Pasal 1 angka 1 UU RI No.3 Tahun 1997 berbunyi: “barang siapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena pembunuhan berencana (moord), dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya 20 (dua puluh tahun)”,
Pasal 340 KUHP mengandung unsur-unsur adalah sebagai berikut : 1. Barang Siapa; 2. Dengan sengaja; 3. Dengan Direncanakan lebih Dahulu; 4. Menghilangkan Nyawa Orang Lain; Ad.1. Unsur Barang Siapa; Yang dimaksud dengan barang siapa adalah orang atau manusia sebagai subjek hukum selaku pendukung hak dan kewajiban yang secara hukum dapat dipertanggungjawabkan terhadap perbuatannya ; Dalam perkara ini unsur “barang siapa” ditujukan kepada orang / manusia, hal ini sebagaimana dari fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan, bahwa Penuntut Umum telah menghadapkan
seorang
terdakwa ke persidangan, yaitu terdakwa AGUS PANCA ROTAMA Bin SUKISMO, dan Terdakwa tersebut mempertanggungjawabkan terhadap perbuatan yang dilakukannya; Terdakwa tersebut telah membenarkan identitas dirinya sebagaimana termuat dalam dakwaan Penuntut Umum, sehingga orang yang dimaksud dalam perkara ini benar ditujukan kepada terdakwa tersebut di atas, sehingga tidak salah orang atau error in persona; Sesuai alat bukti surat berupa : Surat Kelahiran No.92/Des/28/8/93 tertanggal 23 Agustus 1993 dibuat dan ditandatangani oleh H. SODERI, a.n. Sekretaris Desa Panusupan, menerangkan bahwa Agus Panca Rotama lahir hari Jumat Pon, tanggal 13 Agustus 1993 dari seorang ibu bernama
KARIYAH dan ayah SUKISWO, serta hasil Laporan Petugas Pembimbing Kemasyarakatan, dan keterangan Terdakwa serta orang tua terdakwa, terbukti bahwa terdakwa AGUS PANCA ROTAMA Bin SUKISWO dilahirkan pada tanggal 13 Agustus 1993; Kelahiran terdakwa tersebut di atas dikaitkan dengan peristiwa terjadinya tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan Penuntut Umum yaitu terjadi pada tanggal 10 Agustus 2011, maka terdakwa AGUS PANCA ROTAMA Bin SUKISWO saat terjadinya tindak pidana berusia 17 (tujuh belas) tahun dan 11 (sebelas) bulan; Karena usia terdakwa AGUS PANCA ROTAMA Bin SUKISWO masih di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah, sehingga secara yuridis terdakwa AGUS PANCA ROTAMA Bin SUKISWO masih tergolong anak (vide Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997), dengan demikan maka yang berwenang memeriksa perkara terdakwa a quo adalah Pengadilan anak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997; Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, menurut pendapat Hakim unsur “barang siapa” ini telah terpenuhi; Ad.2. Unsur Dengan Sengaja; Yang dimaksud “dengan sengaja” menurut Memori Penjelasan (Memorie van Toelichting) adalah menghendaki dan menginsyafi terjadinya suatu tindakan / perbuatan beserta akibatnya (willens en wetens veroorzaken van een gevoldg);
Unsur dengan sengaja ini ditujukan pada unsur perbuatan yaitu “Unsur Menghilangkan Jiwa Orang Lain”; Unsur dengan sengaja ini merupakan unsur subjektif yang berkaitan dengan keadaan dalam jiwa / bathin pelaku, yang hanya dapat diketahui dari rangkaian perbuatannya; Menurut doktrin hukum pidana untuk menetapkan suatu perbuatan disengaja atau tidak dikenal dengan 3 (tiga) teori yaitu : a. Teori kehendak adalah apabila perbuatan tersebut dikehendaki oleh pelaku, tidak dipersoalkan apakah pelaku mengetahui atau tidak bahwa perbuatan tersebut dilakukan akan menimbulkan akibat yang dilarang; b. Teori pengetahuan adalah menyatakan bahwa suatu perbuatan tertentu dikatakan sengaja apabila perbuatan tersebut diketahui oleh pelaku yang jika perbuatan itu dilakukan akan menimbulkan akibat yang dilarang oleh hukum pidana; c. Teori gabungan adalah gabungan dari kedua teori diatas, suatu perbuatan yang disengaja adalah apabila perbuatan tersebut diketahui dan dikehendaki pelaku; Menurut doktrin Hukum Pidana Modern kesengajaan dikenal dengan tiga gradasi, dan dipergunakan untuk menentukan hubungan kausal antara kelakuan / perbuatan dengan akibat yang dilarang hukum pidana, yaitu : - Kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk), berarti terjadinya suatu tindakan atau akibat tertentu adalah betul-betul sebagai perwujudan dari maksud atau tujuan dan pengetahuan pelaku;
- Kesengajaan sebagai kesadaran pasti (kepastian) atau keharusan (opzet bij zekerheids bewustzijn), berarti untuk mencapai maksud yang sebenarnya terdakwa harus melakukan suatu perbuatan yang terlarang; - Kesengajaan dengan menyadari kemungkinan (voorwaardelijkopzet), yang menjadi standar kesengajaan ini adalah sejauh mana pengetahuan dan kesadaran pelaku tentang tindakan dan akibat terlarang; Berdasarkan keterangan terdakwa sebagaimana di dalam Berita Acara Persidangan yang menyatakan waktu terdakwa berada dijembatan dengan korban, waktu itu terdakwa bilang “ Maksudnya apa kamu setiap ketemu saya ngomong “ Bangsat, Bajingan “, kemudian korban menjawab “ Emang kenapa kamu emosi “ dan saya jawab “ Ya jelas saya emosi, karena setiap ketemu saya kamu bilang “ Bangsat, Bajingan “ kemudian saya bilang lagi “ kalau memang berani kita keatas (maksudnya kebukit hutan jatisaba ikut grumbul wadas plasa) dan korban menyetujuinya, setelah sampai di bukit wadas Plasa terdakwa turun dari motor dan korban langsung melepas helm, lalu turun dari motor langsung menyerang terdakwa dengan memukul kearah pelipis sebelah kiri satu kali dan kearah pipi sebelah kiri satu kali, mengetahui terdakwa langsung diserang/dipukul sebanyak dua kali, kemudian terdakwa langsung mengambil bambu sepanjang setengah meter yang ada disekitar situ, kemudian terdakwa pukulkan kearah kepala korban sebelah kiri sebanyak satu kali, dan kepala korban sebelah kiri langsung keluar darah dan langsung sempoyongan, pada saat korban sempoyongan tersebut korban masih sempat menarik kepala terdakwa dengan memegang
rambut saya ditekankan kebawah sampai terdakwa tertunduk, mengetahui kepala terdakwa ditekan kebawah tersebut terdakwa langsung mengambil parang/bendo yang sudah terdakwa bawa dan terdakwa taruh dibelakang baju terdakwa, kemudian terdakwa keluarkan untuk menyerang korban kearah leher sebelah kiri, akan tetapi ditangkis oleh korban dengan menggunakan tangan kanan, sehingga parang/bendo melukai tangan kanan korban tepatnya kena bagian telapak tangan, setelah tangan kanan korban kena selanjutnya terdakwa serang lagi leher sebelah kiri sampai leher korban kena, dan kemudian terdakwa serang lagi leher sebelah kanan dan melukai, kemudian korban jatuh tersungkur ketanah, mengetahui korban jatuh tersungkur ketanah terdakwa serang lagi keraah bagian belakang sebanyak satu kali dan juga dapat melukai, kemudian terdakwa serang lagi kearah telinga sebelah kiri dan dapat melukai, kemudian korban terdakwa dudukan terdakwa senderkan di Pal/yang terbuat dari cor, setelah terdakwa dudukan tersebut terdakwa ketahui korban masih hidup kemudian korban terdakwa ambil tangan kirinya terdakwa taruh diatas pal kemudian terdakwa tebas/potong dengan parang/bendo sebanyak dua kali, setelah terdakwa tahu korban meninggal kemudian korban terdakwa dorong ke jurang; Dari fakta-fakta hukum di atas terbukti bahwa perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa kepada korban YOGA AFRIAJI adalah bertujuan dan menghendaki kematian korban, dan terdakwa mengetahui melakukan pembunuhan dilarang oleh Hukum Pidana (Undang-Undang), dengan demikian jika dihubungkan dengan teori dan gradasi kesengajaan, maka
perbuatan terdakwa masuk kedalam teori “gabungan” dan tergolong “kesengajaan sebagai maksud” (opzet als oogmerk); Berdasarkan
pertimbangan
tersebut
di
atas,
Majelis
Hakim
berpendapat unsur “Dengan Sengaja” ini telah terpenuhi; Ad.3. Unsur Dengan Direncanakan Terlebih Dahulu; Dimaksud “direncanakan terlebih dahulu” (voor bedachte rade) adalah antara timbulnya maksud dan pelaksanaan keinginan tersebut ada waktu / masa baik untuk mengurungkan maksud tersebut ataupun memikirkan dan mengatur cara dilakukannya keinginan tersebut atau agar tercapai keberhasilan pelaksanaan keinginan itu; Bahwa “direncanakan terlebih dahulu” pada dasarnya mengandung tiga persyaratan atau elemen, yaitu : 1. Memutuskan kehendak dalam suasana tenang; 2. Ada tersedia waktu
yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai
dengan pelaksanaan kehendak; 3. Pelaksanaan kehendak (perbuatan) dalam suasana tenang; Berdasarkan keterangan terdakwa sebagaimana termuat dalam Berita Acara Persidangan adalah sebagai berikut : Bahwa terdakwa berniat menghilangkan nyawa korban YOGA AFRIAJI yaitu pada hari Rabu tanggal 10 Agustus 2011 sekitar jam 00.30 wib saat menarik kepala terdakwa dengan memegang rambut saya ditekankan kebawah sampai terdakwa tertunduk, dalam keadaan kepala terdakwa ditekan kebawah tersebut terdakwa langsung mengambil
parang/bendo yang sudah terdakwa bawa dan taruh dibelakang bajunya, kemudian terdakwa keluarkan untuk menyerang korban kearah leher sebelah kiri, akan tetapi ditangkis oleh korban dengan menggunakan tangan kanan, sehingga parang/bendo melukai tangan kanan korban tepatnya kena bagian telapak tangan, setelah tangan kanan korban kena selanjutnya terdakwa serang lagi leher sebelah kiri sampai leher korban kena, dan kemudian terdakwa serang lagi leher sebelah kanan dan melukai, kemudian korban jatuh tersungkur ketanah, mengetahui korban jatuh tersungkur ketanah terdakwa serang lagi kearah bagian belakang sebanyak satu kali dan juga dapat melukai, kemudian terdakwa serang lagi kearah telinga sebelah kiri dan dapat melukai, kemudian korban terdakwa dudukan terdakwa senderkan di Pal/yang terbuat dari cor, setelah terdakwa dudukan tersebut dan mengetahui korban masih hidup, kemudian terdakwa ambil tangan kirinya terdakwa lalu menaruhnya diatas pal dan kemudian terdakwa tebas/potong dengan parang/bendo sebanyak dua kali, setelah terdakwa tahu korban meninggal; Terdakwa membunuh korban adalah kalau korban masih hidup, terdakwa takut dikeroyok oleh teman-teman korban untuk melampiaskan balas dendamnya, disamping itu terdakwa mengayunkan bendonya ke terdakwa tujuannya hanya melukai supaya terlepas dari tarikan korban kerambut terdakwa sampai menunduk; Bahwa terdakwa membawa bendo yang digunakan untuk membunuh korban YOGA AFRIAJI, yang diambil dari rumah neneknya pada hari
selasa tanggal 9 Agustus 2011 jam 15.00 wib.di Desa Jatisaba, Kecamatan Cilongok yang awalnya hanya untuk jaga-jaga karena takut temannya korban banyak serta dalam menggunakan bendonya tersebut, dikarenakan emosi yang timbul dari diri terdakwa akibat kepalanya ditarik oleh tangan kiri korban serta dalam mengayunkan bendo kearah korban hanya asal sabet saja supaya tangan korban lepas dari pegangan ke kepala terdakwa; Sesuai dengan fakta-fakta hukum di atas, tergambar Terdakwa dalam memutuskan kehendaknya dalam suasana tidak tenang, dan tidak tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai dengan pelaksanaan kehendak, dengan demikian terdakwa tidak
berpikir dengan tenang
bagaimana cara-cara melaksanakan pembunuhan dan tidak ada kesempatan untuk mengurungkan niatnya, serta pelaksanaan kehendak (perbuatan) yang dilakukan terdakwa dalam suasana tidak tenang; Dengan demikian 3 (tiga) syarat tersebut di atas tidak terpenuhi, sehingga unsur “Dengan Direncanakan Lebih Dahulu” ini tidak terpenuhi; Karena salah satu unsur dari Dakwaan Kesatu Primair tidak terpenuhi maka Dakwaan tersebut haruslah dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan dan membebaskan terdakwa dari dakwaan tersebut:; Selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan Dakwaan Kesatu Subsidair yaitu melanggar Pasal 338 KUHP jo Pasal 1 angka 1 UU RI No.3 Tahun 1997 yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : 1. Barang Siapa;
2. Dengan sengaja; 3. Menghilangkan Nyawa Orang Lain; Menimbang, bahwa oleh karena unsur 1.Barang Siapa dan unsur 2.Dengan Sengaja telah dipertimbangkan dalam Dakwaan Kesatu Primair dan unsur-unsur tersebut telah terpenuhi, maka Majelis Hakim tidak akan mempertimbangkan lagi dan langsung mengambil alih pertimbangan tersebut ke dalam Dakwaan Kesatu Subsidair, yang selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan unsur berikutnya yang ketiga yakni Menghilangkan Nyawa Orang Lain; Ad.3. Unsur Menghilangkan Nyawa Orang Lain; Menimbang, bahwa pengertian “menghilangkan nyawa orang lain” adalah akibat dari tindak pidana
yang dilakukan
oleh pelaku
adalah
adanya kematian orang lain, sehingga dengan demikian unsur “Menghilangkan Nyawa Orang lain” harus memenuhi tiga syarat yaitu : - Adanya wujud perbuatan, - Adanya suatu kematian, - Adanya hubungan sebab dan akibat antara pebuatan dan kematian (orang lain); Menimbang, bahwa sebagaimana pertimbangan hukum di atas, bahwa terdakwa tidak beralasan hukum mencabut keterangannya dalam Berita Acara pemerksaan Penyidik, maka dalam memberikan pertimbangan hukum dalam putusan ini Majelis Hakim tetap berpegang dengan Berita Acara
Pemeriksaan Penyidik terhadap terdakwa sebab sesuai dengan ketentuan Pasal 187 huruf a KUHAP secara hukum menyatakan “alat bukti surat” sebagaimana diatur pada Pasal 184 ayat (1) huruf c KUHAP, termasuk juga berita Acara Penyidik; Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan tersebut di atas : Bahwa korban YOGA AFRIAJI meninggal dunia berdasarkan Visum Et Repertum No. 474.3/21943/IPG/18-08-2011 tertanggal 18 Agustus 2011, yang dibuat dan ditandatangani oleh Dr. M. Zaenuri Syamsu Hidayat, SpKF, Msi Med., dokter pada rumah sakit Umum Daerah Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto , sebab pasti kematian korban adalah akibat perdarahan hebat yang disebabkan oleh terputusnya pergelangan tangan kiri; Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan terdakwa sebagaimana di dalam Berita Acara Peersidangan menerangkan, bahwa pada hari Rabu tanggal 10 Agustus 2011 sekitar jam 00.30 Wib bertempat di Hutan Jatisaba Grumbul Wadas Plasa, Desa Jatisaba, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, terdakwa telah membunuh korban YOGA AFRIAJI karena merasa jengkel dan marah kepada korban kalau ketemu selalu memanggil “ Bangsat, Bajingan, oleh karena itu dari pada dibuat malu maka lebih baik Terdakwa ngajak bertemu dengan korban untuk menanyakan maksudnya apa kalau setiap ketemu selalu bilang “ Bangsat, Bajingan”; Cara Terdakwa melakukan pembunuhan terhadap korban YOGA AFRIAJI, bahwa pada hari Rabu tanggal 10 Agustus sekitra jam 00.30
Wib, Terdakwa bersama-sama dengan korban menggunakan sepeda motor Yamaha Mio milik korban warna hijau No. Pol : R 5636 WE menuju jembatan, terdakwa bilang “ Maksudnya apa kamu setiap ketemu saya ngomong “ Bangsat, Bajingan “, kemudian korban menjawab “ Emang kenapa kamu emosi “ dan saya jawab “ Ya jelas saya emosi, karena setiap ketemu saya kamu bilang “ Bangsat, Bajingan “ kemudian saya bilang lagi “ kalau memang berani kita keatas (maksudnya kebukit hutan jatisaba ikut grumbul wadas plasa) dan korban menyetujuinya, setelah sampai di bukit wadas Plasa terdakwa turun dari motor dan korban langsung melepas helm, lalu turun dari motor langsung menyerang terdakwa dengan memukul kearah pelipis sebelah kiri satu kali dan kearah pipi sebelah kiri satu kali, mengetahui terdakwa langsung diserang/dipukul sebanyak dua kali, kemudian terdakwa langsung mengambil bambu sepanjang setengah meter yang ada disekitar situ, kemudian terdakwa pukulkan kearah kepala korban sebelah kiri sebanyak satu kali, dan kepala korban sebelah kiri langsung keluar darah dan langsung sempoyongan, pada saat korban sempoyongan tersebut korban masih sempat menarik kepala terdakwa dengan memegang rambut saya ditekankan kebawah sampai terdakwa tertunduk, mengetahui kepala terdakwa ditekan kebawah tersebut terdakwa langsung mengambil parang/bendo yang sudah terdakwa bawa dan terdakwa taruh dibelakang baju terdakwa, kemudian terdakwa keluarkan untuk menyerang korban kearah leher sebelah kiri, akan tetapi ditangkis oleh korban dengan menggunakan tangan kanan, sehingga parang/bendo melukai tangan kanan
korban tepatnya kena bagian telapak tangan, setelah tangan kanan korban kena selanjutnya terdakwa serang lagi leher sebelah kiri sampai leher korban kena, dan kemudian terdakwa serang lagi leher sebelah kanan dan melukai, kemudian korban jatuh tersungkur ketanah, mengetahui korban jatuh tersungkur ketanah terdakwa serang lagi keraah bagian belakang sebanyak satu kali dan juga dapat melukai, kemudian terdakwa serang lagi kearah telinga sebelah kiri dan dapat melukai, kemudian korban terdakwa dudukan terdakwa senderkan di Pal/yang terbuat dari cor, setelah terdakwa dudukan tersebut terdakwa ketahui korban masih hidup kemudian korban terdakwa ambil tangan kirinya terdakwa taruh diatas pal kemudian terdakwa tebas/potong dengan parang/bendo sebanyak dua kali, setelah terdakwa tahu korban meninggal kemudian korban terdakwa dorong ke jurang; Berdasarkan
pertimbangan
hukum
di
atas,
Majelis
Hakim
berpendapat unsur “Menghilangkan Nyawa Orang Lain” ini atas perbuatan Terdakwa telah terpenuhi; Pembelaan dari Penasehat Hukum Terdakwa yang didasarkan pada fakta-fakta yang terungkap dipersidangkan dan hal tersebut telah sesuai dengan keterangan saksi, keterangan terdakwa, Visum et repertum dan barang bukti yang diajukan dipersidangan, serta telah dipertimbangkan dalam unsur-unsur dari dakwaan kesatu subsidair oleh Majelis Hakim, maka dengan demikian Majelis Hakim sependapat dengan argumentasi Penasihat Hukum Terdakwa tersebut di atas, sehingga argumentasi Penasihat Hukum Terdakwa tersebut haruslah diterima;
Karena semua unsur dari Pasal 338 KUHP telah terpenuhi, maka perbuatan Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan Kesatu Subsidair Penuntut Umum yang kualifikasinya akan di rumuskan dalam amar putusan; Karena dakwaan Kesatu Subsidair telah terbukti, sedangkan dakwaan Penuntut Umum disusun secara SUBSIDARITAS, maka dakwaan selebihnya tidak perlu dipertimbangkan lebih lanjut; Karena selama proses persidangan tidak ditemukan alasan-alasan penghapus
pidana
dari
Terdakwa,
maka
Terdakwa
harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya, dan telah terpenuhi syarat-syarat penjatuhan pidana / tindakan hukum terhadap Terdakwa, sehingga terhadap Terdakwa dapat dijatuhi pidana / tindakan; Berdasarkan Pasal 59 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Hakim sebelum menjatuhkan putusan hukum terhadap Terdakwa perlu mempertimbangkan Hasil Penelitian Kemasyarakatan (LITMAS) yang ada dalam perkara ini, yaitu dari Balai Pemasyarakatan Purwokerto yang dibuat oleh MURWANTO, S.Sos., tertanggal 25 Agustus 2011 , yang pada pokoknya sebagai berikut : - Bahwa klien telah menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan yang melanggar hukum; Telah didengar pula keterangan kedua orang tua kandung Terdakwa bernama : SUKISWO dan KARIYAH yang pada pokoknya sebagai berikut:
bahwa para orang tua Terdakwa masih bersedia untuk mengawasi, mengasuh, membina terdakwa apabila proses hukum sudah selesai; Eksistensi Pejabat Pembimbing Kemasyarakatan secara yuridis adalah untuk membantu mempelancar tugas Penyidik, Penuntut Umum, Hakim dalam perkara anak Nakal, baik di dalam maupun di luar sidang anak dengan membuat Laporan Hasil Penelitian Kemasyarakatan (vide Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997), dan Hakim dalam menjatuhkan pidana atau tindakan diantaranya wajib memperhatikan Laporan Hasil Penelitian Kemasyarakatan (penjelasan Pasal 25 UndangUndang Nomor 3 Tahun 1997), walaupun demikian maka Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap Terdakwa, tidak mutlak harus terikat dengan kesimpulan
dan
saran
yang
termuat
di
dalam
laporan
Pejabat
Kemasyarakatan, sebab hakim bersandar pada asas kebebasan Hakim dan asas kemandirian Hakim; Berdasarkan Pasal 22, 23, dan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, terhadap anak nakal yang telah terbukti melakukan tindak pidana dapat dijatuhkan pidana atau tindakan. Pidana Pokok terdiri dari : pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda; atau pidana pengawasan; Pidana tambahan terdiri dari : perampasan barang-barang tertentu dan atau pembayaran ganti rugi; Tindakan terdiri dari : a. Mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh;
b. Menyerahkan kepada Negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja; atau Menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja. Karena Terdakwa memenuhi kreteria sebagaimana ketentuan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, maka terhadap Terdakwa dapat dijatuhkan pidana atau tindakan, dan selanjutnya Hakim akan mempertimbangkan apakah penjatuhan pidana atau tindakan yang cocok terhadap Terdakwa; Dalam menentukan penjatuhan pidana atau tindakan kepada anak, Hakim memperhatikan antara lain : - Berat ringannya tindak pidana atau kenakalan yang dilakukan oleh anak; - Keadaan anak; - Keadaan rumah tangga orang tua, wali atau orang tua asuh; - Hubungan antara anggota keluarga dan keadaan lingkungan; - Memperhatikan laporan Pembimbing Kemasyarakatan (vide penjelasan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak), Dalam perkara Terdakwa Anak sebagai pelaku kejahatan secara yuridis harus mendapat perhatian khusus, salah satu hal yang harus diperhatikan Hakim adalah harus melakukan penjatuhan sanksi / pidana yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak sebagaimana Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak .
Dalam penentuan penjatuhan pidana atau tindakan ini, tentunya Hakim harus berpedoman dari fakta-fakta hukum yang diperoleh di persidangan. Perbuatan Terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan KESATU SUBSIDAIR melanggar Pasal 338 KUHP yang diancam dengan hukuman paling lama 15 (lima belas) tahun, jika dihubungkan dengan Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Terdakwa dalam perkara a quo adalah paling lama 7 (tujuh) tahun 6 (enam) bulan; Terdakwa didakwa melakukan tindak pidana pasal 338 KUHP, sehingga tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa adalah merupakan tindak pidana tergolong berat dan bukan berupa kenakalan remaja an sich, dengan demikian Majelis Hakim akan menjatuhkan pidana kepada Terdakwa; Menurut ilmu hukum pidana / hukum penitentier, pemidanaan itu bukan ditujukan pada upaya balas dendam semata, akan tetapi lebih ditujukan pada upaya perbaikan diri pelaku, agar kelak di kemudian hari tidak kembali melakukan perbuatan pidana, dan juga sebagai upaya preventif agar masyarakat tidak melakukan perbuatan yang dapat dihukum tersebut. Sebagaimana teori tujuan pemidanaan integratif, yang menyatakan bahwa tindak pidana merupakan gangguan terhadap keseimbangan, keselarasan dan keserasian dalam kehidupan masyarakat yang menimbulkan
kerusakan bagi individu dan masyarakat, sehingga tujuan pemidanaan adalah untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan yang diakibatkan oleh tindak pidana yang dilakukan oleh si pelaku, sehingga diharapkan pemidanaan yang dijatuhkan oleh hakim mengandung unsur-unsur yang bersifat , pertama, kemanusiaan yang berarti bahwa pemidanaan yang dijatuhkan hakim tetap menjunjung tinggi harkat dan martabat para pelaku tindak pidana tersebut, kedua, edukatif yang mengandung makna bahwa pemidanaan tersebut mampu membuat orang sadar sepenuhnya atas perbuatan yang telah dilakukannya dan menyebabkan pelaku mempunyai sikap jiwa yang positif dan konstruktif bagi usaha pencegahan dan penanggulangan kejahatan, dan yang ketiga, keadilan yaitu pemidanaan tersebut dirasakan adil baik oleh terhukum maupun oleh korban ataupun masyarakat . Hakim akan memperhatikan sifat yang baik dan sifat yang jahat dari Terdakwa sesuai dengan ketentuan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman serta hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan bagi diri Terdakwa sesuai dengan ketentuan Pasal 197 ayat 1 huruf (f) KUHAP ; Hal-hal Yang Memberatkan : - bahwa perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat; - bahwa perbuatan terdakwa tergolong sadis; Hal-hal Yang Meringankan : - bahwa terdakwa berterus terang dan mengakui perbuatannya
- bahwa terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak mengulangi - bahwa keluarga terdakwa telah memberikan uang duka/tali asih ; - bahwa terdakwa masih muda dan masih dibina ; - bahwa terdakwa belum pernah dihukum ; oleh karenanya menurut Hakim, pidana yang akan dijatuhkan kepada Terdakwa telah setimpal dengan beratnya dan sifat kejahatan yang dilakukan Terdakwa, dan telah sesuai pula dengan rasa keadilan hukum dan keadilan sosial. Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, dan oleh karena Terdakwa pernah ditahan dalam proses perkara a quo, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 22 ayat (4) KUHAP masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa akan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan . Terdakwa ditahan dalam proses persidangan ini dan karena pidana yang dijatuhkan adalah pemidanaan, serta untuk efektifitas pelaksanaan putusan dan untuk memenuhi kepastian hukum sesuai pasal 197 Ayat 1 huruf (k) KUHAP (UU Nomor 8 tahun 1981), maka memerintahkan agar Terdakwa ditahan; a). Hakim berpendapat bahwa terdakwa mampu bertanggung jawab, maka
terdakwa harus dinyatakan bersalah atas tindak pidana yang
didakwakan dan berdasarkan Pasal 193 ayat (1) KUHAP terhadap diri terdakwa haruslah dijatuhi pidana.
b). Bahwa suatu pemidanaan adalah dimaksudkan disamping membawa manfaat bagi masyarakat umum, yang terpenting adalah diharapkan agar membawa manfaat dan berguna pula bagi diri pribadi terpidana itu sendiri, oleh karena itu penjatuhan pidana tidaklah bertujuan sebagai balas dendam dan untuk duka nestapa bagi terdakwa, melainkan dimaksudkan agar terdakwa kelak di kemudian hari setelah selesai menjalani pidana dapat kembali ke masyarakat menempuh hidup dan kehidupannya secara layak dengan bekal penuh kesadaran penuh yang disertai tekad dan prinsip untuk senantiasa lebih berhati-hati dalam menapaki perjalanan hidup dan kehidupannya serta dapat berusaha menimba kembali sebagai manusia yang berharkat di tengah-tengah masyarakat. Hakim dalam memutus perkara tindak pidana anak harus mencakup beberapa aspek sebagaimana menurut Gustaf Rutbruch dengan teorinya “Ide
des
rechts”,
yaitu:
keadilan
(Gerechtigkeit),
kemanfaatan
(Zweekmossigkeit), kepastian hukum (Rechts sicherheit). Ketiga unsur tersebut secara empiris hakim memperhatikan sisi keadilan dan kemanfaatan bagi anak disamping itu juga kepastian hukum. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan efek jera bagi anak maupun pihak lain sehingga bermanfaat pula bagi anak yang dipidana tersebut. Dari putusan yang dijatuhkan oleh hakim tersebut, menunjukkan bahwa sikap Hakim pemutus perkara kental atau dipengaruhi oleh alam
fikiran positivis/legalistik 77 Artinya suatu hukum baru dinyatakan sebagai hukum apabila terumus dalam undang-undang. Atau dengan kata lain, apa yang dinormakan dalam undang-undang, itulah yang diterapkan, tidak terkecuali bagi anak-anak pelaku pembunuhan. Dengan pemahaman demikian, memang terhadap anak yang melakukan kenakalan, UU tentang Pengadilan Anak mengatur bahwa bagi anak yang diancam pidana penjara, kurungan, dan denda, maka ancamannya menjadi dikurangi ½ dari ancaman pidana pokok yang diperuntukkan pada orang dewasa. Untuk menghindarkan ketidak objektivitas pembaca, sebaiknya jika pemidanaan dianggap ringan, agar dimuat hal-hal yang meringankan terdakwa. Aturan dalam suatu perundang-undangan, akan menjadi tidak hidup jika tidak dikomunikasikan kepada masyarakat terlebih dahulu. Hal ini sangat penting bagi hukum, karena banyak yang meyakini bahwa sebagaian besar dari hukum adalah sistem norma, dan peraturan perundang-undangan adalah sebuah sistem norma dari karakter yang khas, dia memberitahukan kepada seseorang atau masyarakat apa yang seharusnya dikerjakan, serta bagaimana cara mengerjakannya, atau apa saja yang tidak dikehendaki untuk dilakukan.
77
W. Friedmann, Teori dan Filsafat Hukum : Telaah Kritis atas Teori-Teori Hukum (Susunan I), Rajawali Press, Jakarta, 1996, hal. 170
BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan oleh peneliti dalam bab-bab sebelumnya, akhirnya dapat disimpulkan sebagai berikut: 1.
Penerapan unsur-unsur Pasal 338 Kitab Undang-undang Hukum Pidana pada tindak pidana terhadap nyawa manusia yang dilakukan oleh anak dalam perkara Nomor : 55/Pid.Sus/2011/PN.Pwt. Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto telah menerapkan unsur-unsur Pasal 338 KUHP, unsur-unsur dalam pembunuhan biasa telah terpenuhi yaitu : 1.
Unsur subjektif : perbuatan dengan sengaja
2.
Unsur objektif : perbuatan menghilangkan, nyawa, dan orang lain. “Dengan sengaja” artinya bahwa perbuatan itu harus disengaja
dan kesengajaan itu harus timbul seketika itu juga, karena sengaja (opzet/dolus) yang dimaksud dalam Pasal 338 adalah perbuatan sengaja yang telah terbentuk tanpa direncanakan terlebih dahulu. Unsur objektif yang pertama dari tindak pembunuhan, yaitu : “menghilangkan”, unsur ini juga diliputi oleh kesengajaan; artinya pelaku harus menghendaki, dengan sengaja, dilakukannya tindakan menghilangkan tersebut, dan ia pun harus mengetahui, bahwa tindakannya itu bertujuan untuk menghilangkan nyawa orang lain.
2.
Pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkara tindak pidana terhadap nyawa manusia yang dilakukan oleh anak dalam perkara Nomor : 55/Pid.Sus/2011/PN.Pwt. Hakim menggunakan pertimbangan hukum : a.
Dasar hukum Pasal 50 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman.
b.
Pasal 84 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
3.
Dasar memutus perkara yaitu Pasal 183 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Karena selama proses persidangan tidak ditemukan alasan-
alasan penghapus pidana dari Terdakwa, maka Terdakwa harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Undang-Undang tentang Pengadilan Anak mengatur bahwa bagi anak yang diancam pidana penjara, kurungan, dan denda, maka ancamannya ½ dari ancaman pidana pokok yang diperuntukkan pada orang dewasa. B. Saran Karena menyangkut nyawa manusia maka negara melalui alat penegak hukum harus bertanggung jawab untuk memproses sesuai KUHP dan UU Pengadilan Anak. Hakim harus memperhatikan kepentingan anak, di bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja di Lapas Khusus Anak, dengan
putusan yang bermanfaat dengan memperhatikan Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
DAFTAR PUSTAKA Sumber Buku Adami Chazawi. Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa. PT Raja Grafindo, Jakarta, 2001, A.Gumilang, Kriminalistik, Bandung: Angkasa, 1993 Ade Maman Suherman. Pengantar Perbandingan Sistem Hukum. PT. RajaGrafindo Persada: Jakarta, 2004 Anthon F. Susanto. Semiotika Hukum: dari Dekonstruksi Teks Menuju Progresivitas Makna. PT. Refika Aditama: Bandung, 2005 Anthony M. Platt. (1997). The Child Savers: the invention of Delinquency. Chicago dan London: The University of Chicago Press. Second Edition, Englanrge Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1992, Barda Nawawi Arief. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti: Bandung, 2002. ------------------------ Pembaharuan Hukum Pidana: Dalam Persfektif Kajian Perbandingan. PT. Citra Aditya Bakti: Bandubng, 2005. B.Simandjuntak, Beberapa Aspek Patologi Sosial, Alumni, Bandung, 1981. ---------------. “Kriminologi.” Bandung : Tarsito, 1984 Bismar Siregar dkk. Hukum dan Hak-Hak Anak. Jakarta : Rajawali, 1986, Chidir Ali, Responsi Hukum Pidana: Penyertaan dan Gabungan Tindak Pidana, Bandung: Armico, 1985, C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989 Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. PT. RosdaKarya: Bandung, 2005.
Remaja
Dwidja Priyatno, Kapita Selekta Hukum Pidana, STHB Press, Bandung, 2005,
Esmi Warassih. Pranata Hukum: Sebuah Telaah Sosiologis. PT. Suryandaru Utama: Semarang, 2005 Edwin H. Sutherland, Azas-Azas Kriminologi, Bandung, G.W. Bawengan, Masalah Kejahatan Dengan Sebab dan Akibat, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1997 Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid I, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2003, Lexy J. Meleong, Metode Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosda karya: Bandung, 1999. M Hamdan. Politik Hukum Pidana. PT. Radja Grafindo Persada: Jakarta, 1997. M. Sudrajat Bassar, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Dalam Kitab Undangundang Hukum Pidana, Remadja Karta, Bandung, 1984, hal 1. Mardjonon Reksodipoetro. Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Jakarta, 1993 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Bandung, PT. Refika Aditama, 2008 Moeljatno, Asas-AsasHukum Pidana, Rineka cipta, Jakarta, 2002 Ninik Widiyanti dan Panji Anoraga, Perkembangan Kejahatan dan Masalahnya, Jakarta:Pradya Paramita, 1987. Nyoman Serikat Putra Jaya. Relevansi Hukum Pidana Adat dalam Pembaharuan hukum Pidana Nasional. PT. Citra Aditya Bakti: Bandung, 2006. P.A.F Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997 Purnadi Purbacaraka, Soerjono Soekanto, Perihal Kaedah Hukum, Alumni, Bandung, 1982. R Abdul Djamali. Pengantar Hukum Indonesia. PT Radja Grafindo Persada: Jakarta, 1993 Romli Atmasasmita. Peradilan Anak di Indonesia. Bandung : Mandar Maju, 1997
-----------------------, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Eresco, Bandung, 1992. R.Susilo, Pokok-pokok Hukum Pidana;Peraturan Umum dan Delik-delik Khusus,Pelita, Bogor, 1974 Satjipto Rahardjo, Hukum Dan Masyarakat,Angkasa Bandung 1986 Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana dan Penerapannya, Alumni AHM-PTHM, Jakarta, 1990, Sri Rahayu Sundari dalam Nashriana, Hukum Penitensier, UNSRI, Palembang, 2005, Sudarto. Kapita Selekta Hukum Pidana. Alumni: Bandung, 1981 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002 ------------------------, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986. -------------------------, dalam Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung, 1980. Soelaeman, Pendidikan dalam keluarga, Alfabeta, Bandung, 1994 Theo Huibers. Filsafat Hukum. Kanisius: Yogyakarta, 1995. Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, As-syaamil Press & Grafika, Bandung 2000. Hlm 202 Wagiati sutedjo, Hukum pidana Anak, Refika Aditama, Bandung, 2010 Warner J. Severin & James W. Tankard. Communication Theories; Origins, Methods , and Uses in The Mass Media. Edisi ke-3 New York: Longman, 1992. Willis Sofyan S, Remaja dan Masalahnya, Alfabeta, Bandung, 2008, Wirjono Projodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, Eresco, Bandung, 1989. Van Bemmelem. Hukum Pidana. PT Bina Cipta: Jakarta, 1986. Yesmil Anwar, Saat Menuai Kejahatan, Sebuah Pendekatan Sosiokultural Kriminologi, Hukum dan Hak Asasi Manusia, Unpad Press, Bandung, 2004.
--------------------- & Adang. Pembaharuan Hukum Pidana. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2008. Sumber Lain Moelyatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungan Jawab Pidana dalam Hukum pidana, Seksi Kepidanaan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1969 Seminar Nasional “Optimalisasi Perlindungan Anak danTantangannya di Indonesia”,Atas Kerjasama Universitas Atmajaya Yogyakarta, UNICEF dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Yogyakarta, 29 Oktober 2009 Dekdipbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta;Balai Pustaka,2005. UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (WvS) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) RUU-KUHAP UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak UU No.48 Tahun 2009 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman Rosmi
Julitasari, Dukungan Lebih Manjur dari Hukuman, www.VHRmedia.com, diakses tanggal 26, maret 2012
Http:
http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=kriminalitas anak&&nomorurut_artikel=390, diakses melalui internet tanggal 26 desember 2012 http://anjarnawanyep.wordpress.com-konsep-restorative-justice, melalui internet pada tanggal 26 desember 2012
diakses