Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan ...

69 downloads 2851 Views 118KB Size Report
Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan. Kemampuan Berpikir Siswa pada Mata Pelajaran Biologi. Muchamad Afcariono ... Melalui model pembelajaran ... pikir kritis dan analitis serta memecahkan masalah kompleks ...
Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Siswa pada Mata Pelajaran Biologi

Muchamad Afcariono

Abstract: Problem-based learning is a kind of approach in learning which helps students to find problem from a real situation/event. Students will be more active in the learning process and able to develop their thinking and problem solving skills. The aim of this study was to improve X-A students’ thinking ability in Biology. The instruments used were observation sheets, students’ worksheet, and field record. The writer found an increase in students’ thinking pattern from their questioning and answering ability, from low-level thinking (knowledge,comprehension,application) to high-level thinking (analysis,synthesis, and evaluation). Key Words: problem based learning, thinking ability

Akhir-akhir ini, berbagai upaya untuk mengembangkan pembelajaran biologi telah digalakkan. Selain bertujuan untuk menciptakan pembelajaran biologi yang lebih menyenangkan, upaya ini juga ditujukan untuk menciptakan pembelajaran yang lebih bermakna. Melalui model pembelajaran kontekstual, pembelajaran selalu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari sehingga siswa lebih mudah memahami isi pelajaran. Pengkaitan isi pelajaran dengan lingkungan sekitar akan membuat pembelajaran lebih bermakna (meaning learning) karena siswa mengetahui pelajaran yang didapat di kelas bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Belajar biologi bukan hanya berhadapan dengan teori dan konsep saja, melainkan harus melakukan sesuatu, mengetahui, dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan pembelajaran biologi. Hal ini dapat diperoleh melalui pembelajaran berbasis masalah (problem based learning). Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang membantu siswa untuk menemukan masalah dari suatu peristiwa yang nyata, mengumpulkan informasi melalui strategi yang telah ditentukan sendiri untuk mengambil satu keputusan pemecahan masalahnya yang kemudian akan dipresentasikan dalam bentuk unjuk kerja.

Perlu diketahui bahwa ternyata pembelajaran berbasis masalah tidak bisa terlepas begitu saja dari metode pemecahan masalah, mengingat pembelajaran berbasis masalah berakar dari metode pemecahan masalah. Metode pemecahan masalah merupakan salah satu cara penyajian bahan pelajaran yang menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dan disintesis untuk menemukan jawaban (Sudirman dikutip Marpaung, 2005). Salah satu karakteristik pembelajaran berbasis masalah adalah menggunakan kelompok kecil sebagai konteks untuk pembelajaran. Banyak kejadian bahwa siswa enggan bertanya pada gurunya, tetapi siswa tanpa ragu-ragu dan tidak malu bertanya pada teman dalam kelompoknya. Mereka bersedia bekerja sama dan aktif dalam melakukan kegiatan belajar secara sukarela, bahkan lebih bersemangat untuk belajar dibandingkan dengan belajar secara individu. Mereka juga tidak merasa kesulitan jika menyampaikan pendapatnya sehingga dapat memotivasi siswa untuk lebih giat belajar. Pembelajaran berbasis masalah sengaja dikembangkan untuk membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir, memecahkan masalah, dan keterampilan intelektual. Duch, Allen dan White (dikutip Arafah, 2005) mengungkapkan

Muchamad Afcariono adalah Guru Sains Biologi 65

66

JURNAL PENDIDIKAN INOVATIF VOLUME 3, NOMOR 2, MARET 2008

bahwa pembelajaran berbasis masalah menyediakan kondisi untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan analitis serta memecahkan masalah kompleks dalam kehidupan nyata sehingga akan memunculkan “budaya berpikir” pada diri siswa (Perkin, Jay, dan Tishman dikutip Nur, 2000). Salah satu alternatif untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa adalah dengan menggalakkan pertanyaan-pertanyaan yang dapat memacu proses berpikir. Kemampuan berpikir tinggi khususnya berpikir kritis sangat penting diajarkan di sekolah karena keterampilan ini sangat diperlukan oleh siswa untuk sukses dalam kehidupannya. Menurut Kronberg dan Griffin dikutip Marpaung (2005), beberapa pembelajaran yang dapat diterapkan untuk melatih keterampilan berpikir kritis antara lain analisis masalah, pemecahan masalah, atau belajar berbasis masalah yang menekankan pada metode sains, metode kooperatif, dan inkuiri sains. Dengan pemikiran Kronberg dan Griffin tersebut, penerapan pembelajaran berbasis masalah diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa.

METODE Penulisan ini merupakan penulisan tindakan kelas, yaitu suatu bentuk kajian yang bersifat selektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan-tindakan mereka dalam melaksanakan tugas dan memperdalam pemahaman terhadap tindakan yang dilakukannya. Penulisan ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Ngantang kota Batu Malang, dengan subjek penulisan siswa kelas X-A semester 1 sebanyak 40 siswa. Materi pelajaran yang diajarkan adalah klasifikasi makhluk hidup. Penulisan yang dilakukan menggunakan 2 siklus dengan jumlah tatap muka sebanyak 8 kali pertemuan. Prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas berupa proses pengkajian berdaur terdiri dari 4 tahap persiapan tindakan yaitu merencanakan tindakan, melakukan tindakan, observasi, dan refleksi. Instrumen penulisan yang digunakan berupa pedoman lembar observasi. Observasi yang dilakukan dalam penulisan merupakan observasi langsung karena pengamatan yang dilakukan berdasar

dari pengamatan langsung penulis terhadap peristiwa yang ada di lapangan serta mencatatnya sesuai dengan keadaan sebenarnya. Dalam observasi ini, penulis menggunakan lembar observasi kemampuan berpikir melalui aktivitas bertanya dan menjawab. Selain penulis, observasi ini juga dibantu oleh seorang observer. Data keterampilan berpikir diperoleh dengan cara merekam pertanyaan dan jawaban siswa yang muncul pada saat presentasi atau penyajian hasil laporan pada tiap siklus. Pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan menggunakan teknik triangulasi metode yaitu membandingkan data yang terkumpul baik melalui observasi maupun catatan lapangan. Penafsiran data dilakukan melalui diskusi dengan guru dan observer yang lain.

HASIL Kemampuan berpikir diperoleh dari kemampuan siswa menyampaikan pertanyaan dan jawaban pada saat penyajian hasil laporan atau presentasi hasil laporan. Pertanyaan dan jawaban yang disampaikan siswa akan dinilai oleh penulis dengan menggunakan rubrik. Dari data pertanyaan siswa dapat diketahui frekuensi pertanyaan berbasis tingkatan kognitif. Analisis dilakukan dengan cara mencari frekuensi pertanyaan yang muncul berbasis tingkatan kognitif (C1 sampai dengan C6). Hal ini dapat terlihat jelas pada tabel 1. Pertanyaan dengan tingkat kognitif rendah (C1, C2, dan C3) mengalami penurunan selama proses pembelajaran yang telah dilakukan (Siklus I dan Siklus II). Hal serupa juga terjadi pada jawaban siswa yang mengalami penurunan pada tingkatan kognitif C1 dan C3. Sedangkan jawaban siswa dengan tingkatan kognitif C2 tidak mengalami perubahan. Pada siklus I, pertanyaan siswa masih cenderung pada pola kemampuan berpikir tingkat rendah (C1, C2, dan C3) dan mengalami perubahan pada siklus II pada pola berpikir tingkat tinggi. Perbandingan pertanyaan siswa yang muncul pada siklus I dan II menunjukkan bahwa tipe pertanyaan C1, C2, dan C3 (pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi) mengalami penurunan dan meningkat pada tipe pertanyaan C4, C5, dan C6 (analisis, sintesis, dan evaluasi). Hasil yang sama juga diperlihatkan pada jawaban yang muncul berbasis perta-

Afcariono, Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Siswa pada Mata Pelajaran Biologi

67

Tabel 1 Peningkatan Frekuensi Pertanyaan Siswa yang Muncul Berbasis Tingkatan Kognitif Tingkatan Kognitif C1 C2 C3 C4 C5 C6

Frekuensi (%) Siklus I Siklus II 23 0 38 30 30 10 0 10 0 10 7 40

nyaan. Tipe jawaban C1 dan C3 mengalami penurunan dan meningkat pada tipe jawaban C4, C5, dan C6. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pola pikir siswa selama proses pembelajaran meningkat dari berpikir tingkat rendah menjadi berpikir tingkat tinggi. Peningkatan ini tidak terlepas dari penerapan pembelajaran berbasis masalah pada proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arafah (2005) bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan keterampilan berpikir melalui kemampuan bertanya dan menjawab siswa karena siswa lebih tertarik dan memahami permasalahan yang mereka temukan. Permasalahan yang dimunculkan siswa berasal dari kenyataan di lingkungan sekitar sehingga pertanyaan dan jawaban yang muncul berasal dari pengetahuan dan kenyataan di lingkungan sekitar pula. Menurut Corebima (2006) salah satu alternatif peningkatan kemampuan berpikir siswa adalah dengan menggalakkan beragam pertanyaan yang dapat memacu proses berpikir siswa. Frazee dan Rudnitski (dikutip Corebima, 2006) menyebutkan bahwa pertanyaan adalah bunga api yang memicu proses berpikir siswa dan salah satu kegunaan terpenting dari pertanyaan adalah untuk memacu keterampilan berpikir tinggi.

KESIMPULAN Penerapan pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran Biologi ternyata dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa kelas X-A SMA Negeri 1 Ngantang. Hal ini dapat dilihat melalui adanya perubahan pada pola pikir siswa berdasarkan tingkatan kognitif. Kemampuan bertanya dan menjawab siswa meningkat dari kemampuan

Peningkatan -23 -8 -20 10 10 33

Keterangan Menurun Menurun Menurun Meningkat Meningkat Meningkat

berpikir tingkat rendah (pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi) menjadi berpikir tingkat tinggi (analisis, sintesis, dan evaluasi).

SARAN Pembelajaran berbasis masalah yang telah dilaksanakan hendaknya secara kontinyu diterapkan pada materi pelajaran lainnya. Hal ini selain bertujuan untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran, juga dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Selain itu, penguasaan kelas oleh guru pada saat membimbing diskusi kelas sangat diperlukan untuk memotivasi kemampuan komunikasi antarsiswa, sehingga pertanyaan dan jawaban siswa akan lebih berkembang. Pemerataan pertanyaan sebagai upaya menghidupkan suasana juga diperlukan untuk mengaktifkan siswa dalam menjawab pertanyaan maupun berpendapat.

DAFTAR PUSTAKA Arafah, S. 2005. Penerapan Pembelajaran Berdasar Masalah Melalui Metode Kooperatif Model STAD untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas II-8 SMAN 1 Sumenep. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FMIPA UM Choiriyah, D. 2005. Penerapan Pola PBMP (Pemberdayaan Berpikir Melalui Pertanyaan) dengan Pembelajaran Kooperatif Model TPS (Think Pair Share) untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Siswa dan Aspek Afektif pada Seting Wilayah Pertanian dalam Pembelajaran Biologi Kelas VII SMP Negeri 1 Pujon. Skripsi tidak diterbitkan. Malang:

68

JURNAL PENDIDIKAN INOVATIF VOLUME 3, NOMOR 2, MARET 2008

FMIPA UM Corebima, A.D., dkk. 2006. Bertanya dan Berpikir pada Pembelajaran. Makalah disajikan dalam Workshop bagi Mahasiswa dan Guru Pelaksana PTK A2 di SMPN dan SMAN Batu, Jurusan Biologi FMIPA UM, Malang, 24 Juni Marpaung, R. R. T. 2005. Penggunaan Lembar Kegiatan Pembelajaran Berbasis Masalah (LKPBM) Sebagai Asesmen Alternatif Untuk Me-

ningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VII SMP Laboratorium Universitas Negeri Malang. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Pasca Sarjana UM Nur, M. 2000. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan Pendekatan Kontruktivis Dalam Pengajaran. Pusat Studi Matematika dan IPA Sekolah. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya

Suggest Documents