Mulyadi, SE., MM Akt. STIE ”AUB” Surakarta. ABSTRACT. This article discusses
about the increasing public sectors audit, particularly pertain to the government ...
PENGARUH AUDIT SEKTOR PUBLIK TERHADAP PENGEMBANGAN AKUNTANSI PEMERINTAHAN DI INDONESIA Mulyadi, SE., MM Akt STIE ”AUB” Surakarta
ABSTRACT This article discusses about the increasing public sectors audit, particularly pertain to the government sector in Indonesia. The increasing auditing role in public sectors must be balanced with developed governmental accounting. Thus, retrieving public sector auditing standards can ensure adequate governmental financial administration. SA -APFP 1996 created by BPKP need to be revised in part that supposed to be of importance. Financial accounting system which be based to the UYHD system must be changed and adapted to public requirements. T he last part of the article consists of conclusion and suggestion for retrieval in increasing quality of audit public sector and governmental accounting application in Indonesia. Keywords: public sectors audit, government, governmental accounting, UYHD sys tem PENDAHULUAN
S
ebagaimana telah kita ketahui bahwa kekayaan negara yang dikelola oleh pemerintah men cakup dana yang cukup besar jum lahnya. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk penyeleng garaan pemerintahan seharusnya didukung dengan suatu pe ngawasan yang cukup andal guna menjamin pendistribusian dana yang merata pada semua sektor publik sehingga efektivitas dan efisiensi penggunaan dana bisa dipertanggungjawabkan. Hal ini tertuang dalam ketetapan Standar Audit – Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (SA–SAFP) tahun 1996 oleh BPKP dengan keputusan Kepala BPKP No. Kep-378/K/1996. SA-APFP secara garis besar mengacu pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang berlaku di Indonesia. Penyelenggaraan auditing sektor publik atau pemerintahan tersebut dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembanguan (BPKP). BPKP meru-pakan suatu badan yang dibentuk oleh lembaga eksekutif negara (presiden), yang bertugas untuk mengawasi dana untuk penyelenggaraan pembangunan negara yang dilakukan pemerin tah dan bertangungg jawab atas tugasnya pada
pemerintah juga. Penyelenggaraan akuntansi pemerintahan yang ber tumpu pada sistem Uang yang Harus Dipertanggungjawabkan (UYHD) berdasarkan SK Menteri Keuangan No. 217/KMK.03/1990 masih terlalu seder hana. Pemakaian uang yang digunakan dalam proses penyelenggaraan pemerintahan mengacu pada APBN atau APBD dan pertanggungjawabannya hanya menyangkut pada berapa uang yang diterima dan berapa uang digunakan. Jadi, ada suatu kecende rungan bahwa penggunaan dana bertumpu pada proses keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran uang saja. Dalam melaksanakan audit di sektor publik (pemerintahan) perlu pembentukan suatu lembaga audit yang independen yang benar -benar mempunyai integritas yang bisa diper tanggungjawabkan kepada pihak publik. Oleh karenanya lembaga auditor tersebut setidak-tidaknya bernaung di bawah lembaga legislatif negara ataupun merupakan lembaga profesional independen yang kebe radaan mandiri, seperti akuntan publik. Peraturan yang dikembangkan dalam Standar Auditing Sektor Publik harus terbentuk oleh suatu lembaga ataupun
badan yang berdiri sendiri dan terlepas dari praktik pengauditan, sebagai contoh organisasi AAA ( American Accountant Association) yang berada di Amerika. Keberadaan IAI di Indonesia masih belum mampu menjamin independensi Akuntan Publik terhadap opini yang diberikan kepada kliennya. Hal ini bisa terjadi karena IAI telah membentuk Dewan SAK, dimana masih ada anggota IAI yang berpraktik sebagai akuntan publik. Dengan kata lain, adanya kepentingan pribadi anggota IAI yang berkaitan dengan bisnisnya sebagai akuntan publik akan berpengaruh terhadap independensi dalam penetapan Standar Audit yang dikembangkan di Indonesia. Begitu pula untuk sektor publik yang menyangkut dana masyarakat yang cuk up besar seharusnya mendapatkan pengawasan memadai yang mampu menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan dana tersebut. Penetapan Standar Audit di sektor publik ini harus dibentuk oleh suatu badan yang terlepas dengan kepentingan pribadi ataupun golonga n. Negara Amerika dan Inggris pada tiaptiap sektor publik atau departemen departemen pemerintahan dalam menjalankan roda administrasi keuangan telah diawasi oleh badan yang berupa Comptroller and Auditor General (C&AG). Untuk menjaga independensi dan integritas dalam melaksanakan tugas dari pihak publik atau masyarakat, maka badan tersebut bernaung di bawah lembaga legislatif negara. Laporan hasil kerja C&AG nantinya diberikan oleh pihak legislatif untuk melihat sejauh mana pelaksanaan penggunaan uang nega ra oleh pihak pemerintah (eksekutif). Tanggung jawab sepenuhnya C&AG atas pelaksanaan tugas adalah kepada publik melalui para wakil yang berada di lembaga legislatif. Oleh karena itu, lembaga legislatif harus
memerintahkan suatu badan independen untuk menyusun suatu peraturan audit (Audit Act) yang menerbitkan suatu standar audit sektor publik. Berlakunya Standar Audit Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (SA-APFP) tahun 1996 oleh BPKP atas perintah Presiden RI melalui Kepres No. 31, Tahun 1983 dan I npres No. 15, Tahun 1983. Kalau kita melihat dari sini, tampak rancu karena eksekutif merupakan pihak yang diperiksa, tetapi di sisi lain dia menerbitkan peraturan untuk dirinya sendiri. TINJAUAN TEORI Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan ya ng baik (good corporate governance) BEJ mewa-jibkan perusahaaan tercatat memiliki komisaris independen dan komite audit. Keanggotaan komite audit sekurang kurangnya tiga anggota dan seorang di antaranya komisaris inde-penden perusahaan tercatat sekaligus m enjadi ketua komite. Sebaliknya, pihak lain adalah pihak ekstern yang independen dan sekurang-kurangnya salah seorang memiliki kemampuan di bidang akuntansi dan keuangan. Peran Komite Audit Independen Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yan g baik (good corporate governance) BEJ mewajibkan perusahaaan tercatat memiliki komisaris independen dan komite audit. Keanggotaan komite audit sekurang kurangnya tiga anggota dan seorang di antaranya komisaris independen perusahaan tercatat sekaligus menj adi ketua komite. Sebaliknya, pihak lain adalah pihak ekstern yang independen dan sekurang-kurangnya salah seorang memiliki kemampuan di bidang akuntansi dan keuangan. Komite audit bertugas mem -bantu dewan komisaris untuk memo -nitor proses pelaporan keuang an oleh manajemen untuk meningkatkan kredi bilitas laporan keuangan (Bradbury et
al. 2004). Tugas komite audit meliputi menelaah kebijakan akuntansi yang diterapkan oleh perusahaan, menilai pengendalian internal, menelaah sistem pelaporan eksternal dan kep atuhan terhadap peraturan. Di dalam pelak sanaan tugasnya komite menyediakan komu-nikasi formal antara dewan, mana-jemen, auditor eksternal, dan auditor internal (Bradbury et al., 2004). Adanya komunikasi formal antara komite audit, auditor internal, dan auditor eksternal akan menjamin proses audit internal dan eksternal dilakukan dengan baik. Proses audit internal dan eksternal yang baik akan meningkatkan akurasi laporan keuangan dan kemudian mening-katkan kepercayaan terhadap laporan keuangan (Anderson et al., 2003). Komite audit juga bertugas sebagai pihak penengah apabila terjadi selisih pendapat antara menajemen dan auditor mengenai interpretasi dan penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum (Dye, 1988; Atle dan Nalebuff, 1991) untuk mencapai keseimbangan akhir sehingga laporan lebih akurat (Klien, 2002). Komite audit yang beranggotakan pihak independen dan memiliki pengetahuan dalam bidang keuangan dan akuntansi cenderung mendukung pendapat auditor (Carcello dan Neal, 2000). Penelitian mengenai hubun gan antara komite audit dengan kualitas laporan keungan pada mulanya menguji pengaruh keberadaan komite audit terhadap kualitas laporan keuangan. DeFond dan Jiambalvo (1991) meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan perusahaan publik yang melaporkan laba tahunan lebih tinggi daripada yang seharusnya untuk periode 1977—1988. Temuan penelitian menunjukkan bahwa perusahaan tersebut tidak memiliki komite audit. McMulen (1996) menemukan bahwa komite audit berhubungan dengan lebih sedikit tuntutan hukum pe me-gang
saham karena kecurangan, lebih sedikit pelaporan kembali laba kuar -talan, lebih sedikit tindakan ilegal, lebih sedikit pergantian auditor ketika terdapat selisih pendapat antara klien dan auditor. Hasil ini menunjukkan bahwa perusahaan dengan kesal ahan pelaporan, pelanggaran, dan indikator lain dari pela-poran keuangan yang tidak andal cenderung tidak memiliki komite audit. Komite audit mempunyai kemampuan untuk mengaitkan berbagai pihak yang ikut serta dalam proses pelaporan keuangan. Beberapa penelitan lain tidak dapat membuktikan perbedaan antara perusahaan yang membentuk dan tidak membentuk komite audit. Crowford (1987) di dalam McMullen (1996) tidak dapat membuktikan hipotesis bahwa terdapat perbedaan antara perusahaan yang mempunyai dan tidak m empunyai komite audit dalam hal perub ahan penerapan prinsip akuntansi, opini audit tidak wajar, perubahan auditor eksternal, pelanggaran terkait dengan pelaporan keuangan. Beasley (1996) dalam Bradbury et al. (2004) tidak menemukan hubungan statistik antara keberadaan komite audit dan kecenderungan kecurangan pelaporan keuangan. Hasil penelitian Kalbers (1996) membuktikan bahwa pelak sanaan komite audit tidak efektif sehingga merekomendasikan perlunya peningkatan komite audit. Auditor sering menilai komite audit lebih rendah pada tanggung jawab, atribut, dan keefektifan komite. Hubungan Komite Audit dan Koefisien Responss Laba (ERC) ERC mengukur pengaruh dari satu dolar laba kejutan terhadap return saham dan diukur sebagai slopa dalam regresi return abnormal saham dan unexpected earnings (Cho dan Jung 1991). Penelitian sebelumnya yang telah menggunakan ERC sebagai ukuran kualitas laba antara lain Choi dan Jeter (1990) menemukan bahwa ERC secara
umum menurun pada periode estela diberikan opini audit tidak wa jar. Teoh dan Wong (1993) meneliti pengaruh persepsi koalitas auditor terhadap koefisien respons laba. Mereka berpendapat bahwa respons investor terhadap laba kejutan tergantung dari kredibilitas laporan laba. Hasil penelitian konsisten dengan dugaan awal bahwa koefisien respons laba klien KAP Big Eight secara statistis lebih besar daripada Klien KAP non-Big Eight. Balsam et al. (2003) menguji hubungan antara kualitas laba dan auditor spesialis industri. Kualitas laba diukur dengan ERC perusahaan. Balsam e t al. (2003) berpendapat bahwa auditor spesialis memberikan sinyal laba lebih kredibel dan kemudian laba dengan presisi yang lebih baik. Hasil penelitian adalah ERC perusahaan yang diaudit oleh auditor spesialis lebih besar daripada ERC perusahaan yang dia udit oleh auditor nonspesialis. Beberapa penelitian telah menguji hubungan antara ERC dan karakteristik komite audit. Anderson et al. (2003) mene mukan bahwa karakteristik komite audit (independensi, aktivitas dan ukuran komite audit) mempengaruhi kandungan informasi dari laba yang diukur dengan ERC. Peningkatan independensi dan aktivitas komite audit berpengaruh positif terhadap kandungan informasi dari laba. Pengaruh peningkatan independensi komite semakin berkurang pada saat komite audit aktif. Bryan et al. (2004) menemukan bahwa ERC lebih kuat ketika anggota komite audit independen dan ahli dalam bidang keuangan. Penelitian selanjutnya diarah -kan untuk meneliti pengaruh karak -teristik komite audit, yaitu indepen -densi dan keahlian yang dimiliki anggota komite audit. Klien (2002) menguji apakah komite audit dan karakteristik dewan komisaris berhubungan dengan mana -
jemen laba. Temuan membuktikan bahwa terdapat hubungan negatif antara komite audit independen dan akrual tidak normal. Hasil ini menunjukkan bahwa struktur dewan yang independen terhadap CEO efektif dalam memonitor proses pela -poran akuntansi keuangan perusahaan. Klien menjelaskan bahwa komite audit bertugas sebagai penengah dua pihak untuk menimbang dan sebagai peng hubung pandangan yang berbed a antara manjamen dan auditor untuk mencapai keseimbangan akhir sehingga laporan lebih akurat. DeZoort dan Salterio (2001) menguji apakah komite audit yang anggotanya memiliki pengalaman tata kelola perusahaan yang baik serta pengetahuan pelaporan keuanga n dan audit mempengaruhi kebijakannya ketika terdapat selisih pendapat antara manajemen dan auditor. Hasil pene litian adalah semakin banyak penga laman komisaris independen dan semakin banyak pengetahuan audit berhubungan dengan semakinbesar anggota komite mendukung auditor. Sebaliknya, anggota yang memiliki pengalaman sebagai dewan komisaris dan manajemen senior cenderung mendukung manajemen. Temuan ini berimplikasi bahwa komite seharusnya beranggotakan pihak independen serta memiliki pengetahuan audit d an pelaporan keuangan. McMullen dan Raghunandan (1996) melaporkan variasi yang diobservasi antara perusahaan yang mempunyai masalah pelaporan keuangan dan yang tidak. Masalah lebih kecil ditemukan pada perusahaan yang memiliki komite audit yang seluruh anggotanya independen, paling tidak satu anggotanya berser-tifikasi akuntan publik atau memiliki pengetahuan akuntansi dan keuangan serta melakukan tiga kali pertemuan atau lebih dalam setahun. Carcello dan Neal (2000) menemukan bahwa pada
perusahaan yang proporsi anggotanya sebagian besar adalah komisaris afiliasi dalam keadaaan perusahaan tertekan cenderung tidak mendukung auditor untuk mengeluarkan pendapat goingconcern. Raghunandan et al. (2001) meneliti hubungan antara komposisi komite dan interaksi kom ite terhadap auditor internal. Hasil penelitian adalah komite yang hanya berang -gotakan komisaris independen dan salah satu memiliki latar belakang keuangan dan akuntansi cenderung untuk (1) lebih sering bertemu degan auditor internal, (2) mempunyai akses pribadi dengan auditor internal, (3) mereview proposal internal audit dan hasil dari internal audit. Penelitian awal mengenai pengaruh keberadaan komite audit dan kualitas pelaporan keuangan tidak menemukan hasil yang konsisten. Penelitian selanjutnya meng enai hubungan karakteristik komite audit dan kualitas pelaporan keuangan mene mukan hasil yang consisten bahwa anggota komite yang independen serta memiliki keahlian mengenai keuangan dan akuntansi berhubungan dengan kualitas laporan keuangan yang lebih baik. Hasil ini membuktikan bahwa komite audit independen serta memi liki keahlian keuangan dan akuntansi dapat melakukan tugasnya dengan efektif memonitor proses pelaporan keuangan. Merupakan pandangan pihak lain terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit. Auditor harus menjaga kedudukannya sede mikian rupa sehingga pihak lain akan mempercayai sikap independensi dan objektivitasnya. (3) Independence in competence (independensi dari sudut keahlian) yang berhubungan erat dengan kompetensi atau kemampuan auditor dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya. Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary (1983) yang dikutip dalam artikel Murtanto
(1999 : 39) mendefinisikan keahlian merupakan keterampilan dari seorang ahli. Ahli didefinisikan sebagai s eseorang yang memiliki tingkat kete rampilan tertentu atau pengetahuan yang tinggi dalam subjek tertentu yang diperoleh dari pelatihan atau penga laman. Dalam artikel yang sama Hayes Roth dkk (1983) mendefinisikan keah lian sebagai keberadaan dari pengeta huan tentang suatu lingkungan tertentu, pemahaman terhadap masalah masalahyang timbul dalam lingkungan tersebut, dan keterampilan untuk memecahkan permasalahan tersebut. Komponen keahlian berda -sarkan model yang dikembangkan oleh Abdolmohammadi dkk (1992 ) yang dikutip dari Artikel Murtanto (1999:40) dapat dibagi menjadi (1) komponen pengetahuan (knowledge component) yang meliputi komponen seperti pengetahuan terhadap fakta -fakta, prosedur, dan pengalaman; (2) ciri -ciri psikologis (pshycological traits) yang ditujukan dalam komunikasi, keper cayaan, kreativitas, dan kemampuan bekerja dengan orang lain; (3) kemam puan berpikir untuk mengaku mulasikan dan mengolah informasi; (4) strategi penentuan keputusan, baik formal maupun informal; dan (5) analisis tugas yang dipengaruhi oleh pengalaman audit yang mempunyai pengaruh terhadap penentuan kepu tusan. Pengetahuan auditor tentang audit akan semakin berkembang dengan bertambahnya pengalaman bekerja. Pengalaman kerja akan meningkat seiring dengan semakin meningka tnya kompleksitas kerja. Menurut pendapat Tubbs (1992) dalam Putri Noviyani (2002 : 483) jika seorang auditor berpengalaman, maka (1) auditor menjadi sadar terhadap lebih banyak kekeliruan, (2) auditor memiliki salah pengertian yang lebih sedikit tentang kekeliruan, (3) auditor menjadi sadar mengenai kekeliruan yang tidak lazim, dan (4) hal-hal yang terkait
dengan penyebab kekeliruan departemen tempat terjadinya keke liruan dan pelanggaran serta tujuan pengendalian internal menjadi relatif lebih menonjol. Menurut Standar Profesi Akuntansi Publik pada SA 319.par 06 yang dikutip oleh Abdul Halim (2001 : 189) struktur pengen-dalian intern adalah kebijakan dan prosedur yang diterapkan untuk mem -berikan keyakinan (assurance) yang memadai bahwa tujuan tertentu sat uan usaha akan dicapai. Menurut Tawaf (1999:19) pengendalian intern meliputi kebijakan, susunan organisasi, serta semua cara cara dan peraturan yang terkoordinasi yang dianut untuk mencapai tujuan oleh satuan usaha. Struktur pengendalian intern memiliki beberapa unsur (Abdul Halim, 2001 : 193), yaitu sebagai berikut: (1) Lingkungan pengendalian Yaitu merupakan pengaruh gabungan dari berbagai faktor dalam membentuk, memperkuat, atau memperlemah efektivitas kebijakan dan prosedur tertentu di antaranya filosofi dan gaya operasi manajemen, struktur organi sasi, metode pelimpahan wewenang dan tanggung jawab, pengendalian manajemen dalam memantau dan menindaklanjuti kinerja, kebijakan dan praktik personalia, serta faktor ekstern yang mempengaruhi operasi dan praktik satuan usaha. (2) Sistem akuntansi Yaitu metode-metode dan catatan yang diterapkan manajemen untuk mencatat dan melaporkan transaksi atau kejadian. Di samping itu, untuk menye lenggarakan pertanggungjawaban aktiva dan kewajiban yang bersang kutan dengan transaksi atau kejadian tersebut. (3) Prosedur pengendalian Yaitu kebijakan dan prosedur untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa tujuan tertentu suatu satuan usaha akan tercapai.
Mautz dan Sharaf (1961) dalam artikel Rizmah Nurchasanah (1999:49 ) menyatakan bahwa untuk dapat menjalankan kewajibannya, ada tiga komponen yang harus dimiliki oleh auditor, yaitu kompetensi, independensi, dan due professional care. Kualitas audit diartikan sebagai probabilitas seorang auditor menemukan dan mela porkan adanya penyelewengan tergantung pada kemampuan teknikal auditor, kemudian untuk melapor -kannya tergantung pada independensi auditor (De Angelo, 1981) dalam artikel yang sama. Untuk melihat lebih jauh bagai mana pengembangan audit sektor publik setidaknya kita bisa melihat sedikit gambaran mengenai SA -APFP. Secara garis besar SA-APFP 1996 telah mengacu pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang telah diterbitkan oleh IAI. Berdasarkan fakta tersebut ada beberapa hal yang menjadi sorotan penulis untuk pengembangan dan perbaikan audit sektor publik, maka isi dari Standar Audit Sektor Publik (Pemerintahan) harus meliputi hal-hal sebagai berikut. 1. Kualitas sumber daya manusia pada auditor pemerintah. Auditor di sektor pemerintah status kepegawaiannya adalah pegawai negeri. Dalam perekrutannya sepe nuhnya dipengaruhi oleh campur tangan pemerintah. Sebagaimana kita lihat pada masa jayanya orde baru berkuasa, perekrutan pegawai negeri khususnya auditor BPKP banyak yang kurang memenuhi persyaratan dalam segala hal. Selain pengaruhnya yang begitu kuat, maka dalam menjalankan tugasnya sebagai auditor pemerintah (BPKP). sangat dipengaruhi oleh dominannya kekuasan pemerintah. Kecenderungan ini membuat profesionalitas seorang auditor pemerintah sangat diragukan. 2. Landasan hukum
Langkah awal untuk melaksanakan audit atau pemeriksaan di sektor pemerintah (publik) harus mengacu pada suatu pijakan hukum yang benar. Selama ini yang kita lihat auditor yang menjalankan tugas bertolak pada Kepres dan Inpres. Di sini tampak jelas bahwa auditor sektor publik diciptakan oleh pihak eksekutif dan bekerja untuk mengawasi pihak eksekutif pula. Dengan demikian, tanggung jawab yang dipikul auditor sektor publik bukan kepada publik atau masyarakat melainkan kepada pihak pemerint ah. Untuk menindaklanjuti landasan hukum yang mengatur auditor dengan segala tanggung jawabnya harus didasarkan pada suatu lembaga yang merupakan wakil dari rakyat untuk mengatur segala kepentingan masyarakat. 3. Keahlian Untuk menunjang proses pemeriksaan yang memadahi setidak-tidaknya harus dilakukan oleh seorang atau kelompok yang mempunyai suatu keahlian khusus di bidangnya. Di sektor privat proses audit perusahaan dilakukan oleh akuntan intern (internal auditor) atau akuntan publik (eksternal auditor) yang telah dianggap mampu. Maksudnya adalah auditor yang telah bersertifikat dan mempunyai izin praktik sebagai akuntan publik atau akuntan intern. Kalau kita mengacu pada negara Amerika dan negara barat lainnya, seseorang yang menjadi auditor di sektor privat harus mem-punyai CPA atau kalau di sektor akuntansi manajemen dengan CMA-nya atau juga Certified of Internal Audior (CIA) untuk auditor internal, sehingga kemampuannya tidak diragukan lagi. Oleh karena itu, auditor di sektor publik kiranya perlu juga mempunyai sertifikat khusus yang menjamin keahlian profesinya di sektor publik. 4. Lingkup audit
Audit sektor publik (pemerintahan) harus mencakup audit keuangan dan audit operasional. Sektor penggunaan keuangan untuk menjalankan peme rintahan perlu mendapatkan perhatian yang cukup mendalam karena dana yang digunakan sektor ini cukup besar dan mencakup hajat hidup orang banyak. Dasar penyelenggaraan administrasi keuangan jangan hanya bertumpu pada penggunaan dana berimbang dengan berpedoman pada APBN atau APBD. Lebih jauh dari itu, aset yang dimiliki negara kita ini cukup banyak sehingga sistem administrasi keuangan harus diubah dalam bentuk yang baru dan mempunyai akun tabilitas. Tugas auditor selain mengaudit sektor keuangan perlu juga memperhatikan audit pada sektor operasional. Perhatian auditor akan berkembang pada audit manjemen, audit kinerja, audit terpadu, audit efisiensi dan efektivitas serta berkembang menjadi audit value for money (value for money auditing) atau secara komprehensif. Penilaian-penilaian yang dilakukan nantinya harus menuju ke arah penilaian atas ketaatan terhadap kebijakan manajemen, penilaian atas kewajaran penyajian laporan keuangan, penilaian ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan, penilaian efisiensi dan efektivitas pen ggunaan dana pemerintahan. 5. Independensi Secara teori independensi meliputi dua aspek, yaitu independence in fact dan independence in appearance. Penekanan independence in fact terletak pada independen yang sesungguhnya yang meliputi bagaimana kinerja pa ra praktisi individu dalam menjalankan tugasnya. Hal ini meliputi sikap independensi para praktisi dalam merencanakan program audit, kinerja auditor dalam memverifikasi pekerjaan dan menyiapkan laporannya.
Sebaliknya, penekanan pada independence in appearance adalah bagaimana auditor bertindak sebagai suatu kelompok profesional yang cukup independen dalam menemukan buktibukti audit. Sebagai sekelompok yang profesional, auditor harus meng -hindari praktikpraktik yang menye-babkan independensi itu berkurang yang nanti akan berpengaruh pada opini yang dibuat. Masalah indepen-densi auditor, terutama pada auditor sektor publik merupakan hal yang menjadi sorotan pertama bagi auditor. Hal itu terjadi karena posisi dan keberadaan seorang atau sekelompok auditor sektor publik harus menda-patkan jalan pemecahan yang baik. Praktik di Indonesia, auditor dari BPKP sering kali terlihat tidak mempunyai kekuatan dalam mengungkapkan hasil temuannya. Penyebab utama masalah ini adalah karena independensi sebagai auditor tidak berada pada posisi yang netral. 6. Standar Pelaporan Untuk menindaklanjuti hasil peker jaannya auditor tentunya menyusun pekerjaannya dalam suatu laporan audit. Laporan audit yang disusun oleh auditor sektor publik (auditor BPKP) berpedoman pada SA-APFP. Padahal SA-APFP sendiri mengacu pada SPAP, sedangkan SPAP berpegang pada Prinsip Akuntansi yang Berterima Umum (GAAP) dengan berpegang pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Belum adanya Standar Akuntansi Pemerintahan ataupun Standar Akuntansi Sektor Publik merupakan hal yang aneh apabila kita menyusun laporan berdasarkan SA-APFT tersebut. Masih primitifnya akuntansi pemerintahan di Indonesia setidaknya harus mendapatkan perha -tian yang cukup mendalam oleh para praktisi dan akademisi dalam meme-cahkan masalah ini. Laporan audit pemerintahan menjadi layak dan andal apabila sebelumnya ada suatu Standar
Akuntansi Pemerintahan (Sektor Publik) yang mempu menjabarkan aset, kewajiban, dan ekuitas yang dipunyai oleh negara beserta penjabaran income negara dengan selayaknya. 7. Distribusi Pelaporan Agar ada tindak lanjut dari laporan audit sektor publik, seharusnya laporan audit tersebut didistribusikan kepada publik untuk bisa mengevaluasi hasil kinerja pemerintah. Dalam hal ini yang bertindak tentunya adalah wakil rakyat yang tertampung dalam DPRD sehingga mengetahui seberapa jauh pihak eksekutif mengemban tanggung jawab yang dipikulnya. PEMBAHASAN Adanya dampak yang ditim bulkan oleh perkembangan audit sektor publik, kita pertama kali seharusnya mampu mengembangkan akuntansi pemerintahan di Indonesia. Apabila kita berpikir jauh ke depan mengenai audit sektor publik, maka kita harus mempunyai suatu aturan main dalam sistem dan standar akuntansi sektor publik yang lebih maju pula. Di Amerika standar akunt ansi pemerintahan telah tertuang dalam Governmental Accounting Standards Board (GASB). GASB ini terbentuk oleh Committee on Accounting in the Public Sector yang merupakan komite dari AAA. Komite ini selalu berpikir ke arah depan agar semua masalah yang berkenaan dengan akuntansi pemerintahan di Amerika selalu tanggap dengan situasi zaman. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya bahwa akuntansi pemerintahan di Indonesia hanya mengacu pada APBN/APBD yang pengelolaan dananya menggunakan pembukuan dengan istilah Uang yang Harus Dipertanggungjawabkan (UYHD). Selain pembukuan ini hanya bertumpu pada cash basis, tetapi sistemnya sangat sederhana. Sistem tersebut sudah tidak
mampu menampung masalah -masalah dalam kondisi sekarang. Untuk itu perlu adanya perbaikan akuntansi pemerintahan di Indonesia yang meliputi hal-hal berikut. 1. Sistem Akrual (Accrual System) Kekayaan yang dimiliki oleh negara atau masyarakat cukup besar yang penggunaannya meliputi pengeluaran dan pemasukannya tentunya harus memerinci mengenai aset, k ewajiban dan ekuitas. Dengan demikian, pendekatan sistem yang dikembangkan harus mengarah pada sistem akrual seperti yang dikembangkan oleh Couply Paul A. dan kawan kawan dalam tulisannnya di Accounting Horizon, September 1997 (lihat lampiran). 2. Perlu dibentuk komite khusus yang menyusun Standar Akuntansi Pemerintahan Pengembangan akuntansi pemerin tahan di Indonesia sebaiknya men contoh di Amerika dengan membentuk suatu komite yang berada di bawah IAI. Hal ini akan menyebabkan independensi penyusun stand ar tersebut akan mengarah pada independensi dan integritas yang lebih baik daripada sebelumnya. Akibatnya aset negara yang demikian besarnya akan terlindung dari perilaku yang tidak baik yang dapat merugikan negara dalam jumlah yang besar. 3. Standar Akuntansi harus disusun per sektor. Banyak bagian atau departemen yang ada di pemerintahan menjadikan perhatian pengembangan standar akuntansi pemerintahan. Mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK) telah mengatur standar untuk tiap jenis usaha tertentu, misalnya perbankan, pertambangan, koperasi, dan lainnya. Demikian pula untuk sektor pemerintahan banyak depar -teman
yang ada dalam pemerintahan juga harus mempunyai aturan main yang berbedabeda dalam mengatur administrasi keuangannya. Dengan adanya standar yang memadai maka aset negara yang begitu besar jumlahnya tentu akan terkontrol oleh publik dengan baik. perusahaan yang membentuk komite audit dan peru sahaan yang tidak membentuk komite audit. Hasil ini menunjukkan bahwa pasar menilai laba yang dilaporkan oleh perusahan yang membentuk komite audit memiliki kualitas yang lebih baik daripada laba yang dilaporkan oleh perusahaan yang tidak membentuk komite audit. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan membandingkan koefisien respons laba sebelum dan sesudah perusahaan membentuk komite audit. Pembentukan komite audit seharusnya akan meningkatkan koefisien respons laba perusahaan. Di samping itu, penelitian selanjutnya sebaiknya meng -gunakan laporan laba tahunan yang telah diaudit untuk mengestimasi koef isien respons laba untuk perusa-haan yang membentuk dan tidak membentuk komite audit. SIMPULAN Atas dasar uraian yang sebe lumnya dapat disimpulkan bahwa untuk memperbaiki audit sektor publik di Indonesia, yang harus diperhatikan pertama kali adalah perbai kan pada sistem dan standar akuntansi peme rintahan oleh badan yang independen yang mendapat mandat dari lembaga eksekutif negara. Langkah berikutnya baru melakukan perbaikan pada sistem dan standar audit, yang proses pembentukannya mengacu pada akuntansi pemerintahan juga. Dengan demikian, akan diperoleh hasil yang memuaskan dan jaminan keamanan aset negara bisa dilaksanakan dengan baik. Saran penulis untuk perbaikan audit sektor publik dan akuntansinya,
hendaknya dilakukan secepatnya. Hal ini disebabkan karena kondisi sekarang dianggap mendesak dan aset negara sudah banyak yang hilang tanpa ada pertanggungjawaban yang jelas. Dengan adanya audit sektor publik dan akuntansi sektor publik yang baru diharapkan mampu melakukan penge lolaan dan perlindungan terh adap aset negara yang memadai. Berdasarkan hal ini akan tercipta suatu tatanan baru dalam pemerintahan yang bersih dan berwibawa. DAFTAR PUSTAKA AICPA. July 1996. “State Comptrollers Oppose GASB Reporting Model”. CPA Journal. Vol. 67 Issue 7. p9. 1/3p. BPKP. Mei 1996.”Standar Audit Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (SA-APFP).”
Dallas, Dennis A.. Spring 1999. “The Role of is Auditing in Today’s Business Environment ”. The Executive’s Journal. Vol. 15 issue 3. p45. 4p. Dye, Bob. October 1998. “ Task Force on Standard Setting: An Overview ”. CMA Journal. Vol. 72 Issue 8. p7. 3p. Flesher, Dale L. October 1996. “ The First Century of the CPA”. Journal of Accountancy. Jackson, Noorword J. Skellly, JR and Jerry. November 1996. “Auditing Federal Award”. Journal of Accountancy. Vol 182. issue 5. p53. 5p. 3 chart. Murphy, Michael M. October 1999. “Accrual Accounting in Governmental: The Irish Experience”. Magazine for Chartered Management . Vol. 74 issue 9. p60. 2p.