pengaruh dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia skripsi

34 downloads 103 Views 1MB Size Report
14 Nov 2009 ... Lansia adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh ... Fakultas Psikologi Sumatera Utara dengan judul : Pengaruh ...
PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP KESEPIAN PADA LANSIA

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

SARI HAYATI 051301068 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA GANJIL, 2009/2010 Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Kesepian Pada Lansia adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi manapun. Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah. Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademis yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Desember 2009

Sari Hayati

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia Sari Hayati dan Liza Marini

ABSTRAK Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk melihat pengaruh dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia. Dukungan sosial adalah suatu dorongan atau bantuan seperti kenyamanan dan perhatian, yang diberikan oleh orangorang disekitar individu yang sedang mengalami kesulitan, agar individu tersebut merasa dicintai, diperhatikan, dihargai dan bernilai. Kesepian adalah suatu perasaan tidak menyenangkan disebabkan adanya ketidaksesuaian antara hubungan sosial yang diharapkan dengan kenyataan kehidupan interpersonalnya akibat terhambat atau berkurangnya hubungan sosial yang dimiliki seseorang. Jumlah sampel penelitian ini adalah 60 orang lansia, yang terdiri dari 36 orang (60%) lansia pria dan 24 orang (40%) lansia wanita. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan Simple Random Sampling. Data dikumpulkan melalui dua buah skala yaitu skala dukungan sosial yang disusun peneliti berdasarkan dimensi dari Orford (1992) dan skala kesepian yang disusun peneliti berdasarkan dimensi dari Wrightsman (1993). Skala dukungan sosial memiliki nilai reliabilitas koefisien alpha (α)=0.874 dan skala kesepian memiliki nilai reliabilitas koefisien alpha (α)=0.906. Data yang diperoleh pada penelitian ini diolah dengan menggunakan analisa regresi. Hasil penelitian ini ada pengaruh signifikan dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia. Dukungan sosial memberikan sumbangan efektif sebesar 13.7%.

Kata kunci: Dukungan Sosial, Kesepian, Lansia.

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

The Impact of the Social Support Toward Loneliness in Old Adult Sari Hayati and Liza Marini Faculty of Psychology University of North Sumatera

ABSTRACT

The aim of this research is to know the influence of social support toward loneliness in older adult. Loneliness is an unpleasant feeling caused by an unmatched relation between social relationship wanted by someone and reality in interpersonal life that are caused by the decreased of social relationship that someone has. The total of sample is 60, which consist of 36 (60%) men and 24 (40%) women. The sampling technique used is sample random sampling. The data was collected through two scales that consist of social support based on Orford dimension (1992), and loneliness based on Wrightsman dimension (1993). Social support scale has reliability (α)=0.874 and loneliness scale has reliability (α)=0.906. Data obtained in this research is processed with regression linearity. The result of this research indicate that there is a significant influence of social support toward loneliness in old adult. Social support contribute effectively for 13.7%.

Keyword : Social Support, Loneliness, Old Adult

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

KATA PENGANTAR

Syukur yang tak pernah henti, peneliti ucapkan kepada Allah SWT atas semua karunia dan keindahan yang telah diberikan-Nya, umur yang panjang, kesehatan, waktu dan kesempatan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana jenjang strata satu (S-1) di Fakultas Psikologi Sumatera Utara dengan judul : Pengaruh dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp. S (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. Dr. Chairul Yoel, Sp.A(K) selaku Dekan Fakultas Psikologi. 3. Kak Liza Marini, M.Psi yang telah banyak membantu dan membimbing, juga dalam

memberi

saran-saran

serta

kesabaran

kepada

saya

dalam

merampungkan penelitian ini hingga selesai. Maaf kak kalau selama ini banyak merepotkan kakak. 4. Ibu Rika Eliana, Msi selaku dosen pembimbing akademik yang bersedia meluangkan waktunya selama masa perkuliahan untuk membimbing saya. Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

5. Bapak Ferry Novliadi M.Si selaku dosen penguji yang telah bersedia meluangkan waktunya buat membimbing saya. 6. Ibu Ika Sari Dewi, S.psi, psi selaku dosen penguji yang telah bersedia meluangkan waktunya buat membimbing saya. 7. Seluruh staf pengajar Fakultas Psikologi USU atas segala ilmu dan bantuannya selama perkuliahan dan seluruh staf pegawai Fakultas Psikologi USU yang telah membantu penulis baik selama masa perkuliahan maupun dalam penyelesaian skripsi. 8. Mama dan ayah tercinta yang telah memberikan do’a dan kasih sayangnya yang tak pernah henti demi keberhasilan anaknya. InsyaAllah ananda akan terus berjuang membuat Mama dan ayah bangga. 9. Keluarga besar Binjai dan Banda Aceh, juga Anggi dan bang Fajar yang telah memberikan dukungan, doa, bantuan dan semangat dalam mengerjakan skripsi ini. 10. Teman-teman seperjuangan skripsi, Dewi, Eca, Ayu, Yefri, Acid dll. Masamasa stres skripsi tidak akan lebih indah tanpa kebersamaan kita. 11. My Best Friends Ever ; Tiwi dan Elvina yang selalu penuh tawa dan tidak pernah berhenti menyusahkan. Kita akan terus bersama sampai akhir. 12. Buat teman-teman kampus, Noni, Diah, Ema, Qorin khususnya angkatan 05, kalian semua terlalu berharga dalam hidup walau lebay-nya buat ga tahan.

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

13. Buat teman-teman yang jauh, Leni, Jimah, Susan, Putri, Dina, Uud, Bg Ari, semangat dan perhatian kalian walaupun dari jauh sangat berarti. 14. Pak Is, Pak Aswan, Bg Hendra, Bg sono, Kak Dian, Kak Ari, Kak Devi. Makasih ya pak, bang, dan kakak atas bantuan yang memudahkan selesainya skripsi ini. 15. Bg Fajar tersayang, terimakasih untuk cinta, kasih, semangat, dan penantiannya selama ini. 16. Dan banyak lagi pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini tapi tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis ucapkan terima kasih banyak. Seluruh skripsi ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis dan penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karenanya penulis mengharapkan adanya masukan dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak, guna menyempurnakan penelitian ini agar menjadi lebih baik lagi. Akhirnya kepada Allah jua penulis berserah diri. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.

Medan, 2009

Sari Hayati

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar ............................................................................................. Daftar Isi

i

................................................................................................... iv

Daftar Tabel ................................................................................................. viii BAB I

PENDAHULUAN ....................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................

1

B. Rumusan Masalah .................................................................

8

C. Tujuan Penelitian ..................................................................

9

D. Manfaat Penelitian ................................................................

9

E. Sistematika Penulisan ............................................................ 10 BAB II

LANDASAN TEORI ............................................................... 12 A. Dukungan Sosial .................................................................... 12 1. Pengertian Dukungan Sosial .............................................. 12 2. Dimensi Dukungan Sosial .................................................. 14 3. Model kerja Dukungan Sosial ............................................ 16 4. Sumber-sumber Dukungan Sosial ...................................... 17 B. Kesepian ................................................................................ 18 1. Pengertian Kesepian .......................................................... 18

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

2. Bentuk-bentuk Kesepian .................................................... 19 3. Penyebab Kesepian ............................................................ 21 4. Perasaan Individu Ketika Kesepian .................................... 25 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesepian...................... 27 C. Lansia .................................................................................... 30 1. Pengertian Lansia .............................................................. 30 2. Tugas Perkembangan Lansia .............................................. 31 3. Ciri-ciri lansia .................................................................... 32 4. Perubahan-perubahan Pada lansia ...................................... 35 D. Perkembangan Psikososial Lansia .......................................... 37 E. Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap pada Lansia .................. 38 F. Hipotesa Penelitian ................................................................. 41 BAB III

METODE PENELITIAN ........................................................ 42 A. Identifikasi Variabel Penelitian ............................................. 42 B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ............................... 42 1. Dukungan Sosial ................................................................ 42 2. Kesepian ............................................................................ 43 C. Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel ............. 44 1. Populasi dan Sampel ......................................................... 44 2. Metode Pengambilan Sampel ............................................ 45 D. Metode dan Alat Pengumpulan Data ...................................... 45

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

1. Skala Kesepian .................................................................. 46 2. Skala Dukungan Sosial .................................................... 47

E. Validitas dan reliabilitas ........................................................ 48 1. Validitas Alat Ukur ........................................................... 48 2. Reliabilitas Alat Ukur ....................................................... 49 F. Hasil Uji Coba Alat Ukur ....................................................... 48 1. Skala Dukungan Sosial ..................................................... 50 2. Skala Kesepian ................................................................. 52 G. Prosedur Penelitian ................................................................ 54 1. Tahap Persiapan Penelitian ............................................... 54 2. Pelaksanaan Penelitian ...................................................... 55 3. Tahap Pengolahan Data ..................................................... 55 H. Metode Analisa Data .............................................................. 56 1. Uji Normalitas .................................................................. 56 2. Uji Linieritas ..................................................................... 56 BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ............................... 57 A. Analisa Data ......................................................................... 57 1. Gambaran Umum Subjek Penelitian .................................. 57 a. Gambaran Umum Subjek penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin.................................................................... 57

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

b. Gambaran Umum subjek penelitian berdasarkan usia.................................................................................... 58

2. Hasil Penelitian ................................................................. 58 a. Hasil Uji Asumsi............................................................ 58 1) Uji Normalitas.............................................................. 59 2) Uji Linearitas Hubungan.............................................. 59 b. Hasil Analisa Data ......................................................... 60 c. Deskripsi Data Penelitian ............................................... 63 1) Variabel Kesepian........................................................ 64 2) Variabel Dukungan Sosial........................................... 65 3. Hasil Analisa Tambahan ................................................... 67 a. Gambaran kesepian lansia berdasarkan jenis kelamin...... 67 b. Pengaruh Dimensi Dukungan Sosial terhadap kesepian.. 68 B. Pembahasan .......................................................................... 69 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 73 A. Kesimpulan ........................................................................... 73 B. Saran ..................................................................................... 74 1. Saran Metodologis ............................................................ 74 2. Saran Praktis ..................................................................... 75

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 77 LAMPIRAN.....................................................................................................

82

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Penjelasan Kesepian berdasarkan Atribusi Penyebab .................... 24 Tabel 2. Distribusi aitem skala kesepian sebelum uji coba ........................... 46 Tabel 3. Distribusi aitem skala dukungan sosial sebelum uji coba................. 47 Tabel 4. Distribusi aitem skala dukungan sosial setelah uji coba................... 50 Tabel 5. Distribusi aitem skala dukungan sosial pada saat penelitian............ 52 Tabel 6. Distribusi aitem skala kesepian setelah uji coba…………………..

52

Tabel 7. Distribusi aitem skala kesepan pada saat penelitian......................... 53 Tabel 8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ................ 57 Tabel 9. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia .............................. 58 Tabel 10. Uji sebaran normal variabel tes kolmogorov-smirnov .................. 59 Tabel 11. Hasil Uji Linieritas ....................................................................... 60 Tabel 12. Hasil analisa regresi ...................................................................... 61 Tabel 13. Parameter-parameter persamaan garis regresi................................ 62 Tabel 14. Skor empirik dan skor hipotetik variabel kesepian ........................ 64 Tabel 15. Kategorisasi data kesepian ............................................................ 65 Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

Tabel 16. Skor empirik dan skor hipotetik variabel dukungan sosial ............. 66 Tabel 17. Kategorisasi data dukungan sosial ................................................. 66 Tabel 18. Gambaran kesepian lansia berdasarkan jenis kelamin .................... 67

Tabel 19. Uji t kesepian lansia berdasarkan jenis kelamin ............................. 67 Tabel 20. Parameter-peremeter persamaan garis regresi................................ 68

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1: Gambaran linearitas dukungan sosial dengan kesepian........................... 60

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran A 1. Skala Tryout.....................................................................................................

82

2. Skala Penelitian................................................................................................

96

3. Reliabilitas Skala kesepian............................................................................... 104 4. Reliabilitas Skala Dukungan Sosial................................................................. 115

Lampiran C 1. Uji Normalitas Sebaran.................................................................................

118

2. Uji Lineritas Hubungan.................................................................................

119

3. Uji Hipotesa...................................................................................................

121

4. Gambaran Kesepian Berdasarkan Jenis Kelamin..........................................

123

5. Hasil Anareg Metode Backward...................................................................

124

Lampiran B Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

1. Data Mentah Hasil Penelitian Skala Dukungan Sosial..................................

128

2. Data Mentah Hasil Penelitian Skala Kesepian..............................................

131

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan dalam serangkaian periode yang berurutan, mulai dari periode prenatal hingga lansia. Semua individu mengikuti pola perkembangan dengan pasti dan dapat diramalkan. Setiap masa yang dilalui merupakan tahap-tahap yang saling berkaitan dan tidak dapat diulang kembali. Hal-hal yang terjadi di masa awal perkembangan individu akan memberikan pengaruh terhadap tahap-tahap selanjutnya. Salah satu tahap yang akan dilalui oleh individu tersebut adalah masa lanjut usia atau lansia (Hurlock, 1999). Masa lansia adalah masa perkembangan terakhir dalam hidup manusia. Dikatakan sebagai perkembangan terakhir, karena ada sebagian anggapan bahwa perkembangan manusia berakhir setelah manusia menjadi dewasa (Prawitasari, 1994). Pada saat manusia berkembang, terjadi beberapa perubahan yang ditandai dengan kondisi-kondisi khas yang menyertainya. Munandar, (2001) menyebutkan Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

beberapa kondisi khas yang menyebabkan perubahan pada lansia, diantaranya adalah tumbuhnya uban, kulit yang mulai keriput, penurunan berat badan, tanggalnya gigi geligi sehingga mengalami kesulitan makan. Selain itu juga muncul perubahan yang menyangkut kehidupan psikologis lansia, seperti perasaan tersisih, tidak dibutuhkan lagi, ketidakikhlasan menerima kenyataan baru, misalnya penyakit yang tidak kunjung sembuh atau kematian pada pasangan. Hal ini didukung oleh pernyataan Hurlock (1980) yang juga menjelaskan dua perubahan lain yang harus dihadapi lansia, yaitu perubahan sosial dan perubahan ekonomi. Perubahan sosial meliputi perubahan peran dan meninggalnya pasangan atau teman-teman. Perubahan ekonomi menyangkut ketergantungan secara finansial pada uang pensiun dan penggunaan waktu luang sebagai seorang pensiunan (dalam Puspita Sari, 2002). Lansia yang mengalami perubahan-perubahan dalam kehidupannya cenderung menimbulkan anggapan bahwa lansia sudah tidak produktif lagi, sehingga perannya dalam kehidupan sosial dan kemasyarakatan semakin berkurang dan secara emosional menjadi kurang terlibat. Bahkan masih ada anggota masyarakat yang beranggapan bahwa lansia adalah orang yang tidak berguna bahkan kadang dirasakan sebagai suatu beban (Martini, Adiyanti, & Indiati, 1993). Hal ini juga terjadi pada lansia dilingkungan keluarga sebagai komponen masyarakat terkecil. Pada umumnya lansia menikmati hari tuanya di lingkungan keluarga. Hal ini sesuai dengan nilai budaya yang ada, dimana orang tua yang telah berusia lanjut harus dihormati, dihargai dan dibahagiakan. Bahkan dalam tuntutan Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

agama, orang yang lebih muda dianjurkan untuk menghormati dan bertanggung jawab atas kesejahteraan orang yang lebih tua, khususnya orang tua sendiri (Departemen Sosial Republik Indonesia, 1997). Rumah tangga orang timur tetap memberikan tempat terhormat kepada orang-orang tua dan secara pribadi mengurus segala keperluan mereka, bahkan sampai kebutuhan terakhir yaitu perlengkapan untuk pemakaman (Bradbury & Wilbun, 1987). Akan tetapi terdapat pula lansia yang tidak tinggal dengan keluarga, khususnya dengan anak-anak mereka. Hal ini dikarenakan anak-anak tumbuh dan berkembang dengan mandiri serta meninggalkan rumah dan hidup terpisah dengan orang tua (Gunarsa, 2004). Keterpisahan tersebut dapat menimbulkan masalah psikologis tersendiri pada orang tua. Leangle dan Probst (2002), menjelaskan bahwa masalah psikologis akibat keterpisahan orang tua dengan anggota keluarga yang dicintai, misalnya anak, merupakan masalah yang relatif sering terjadi,dan kompleksitas masalahnya akan semakin rumit jika orang tua tersebut adalah lansia. Hal ini didukung dengan penelitian Rawlins dan Spencer (2002), yang menemukan bahwa anak perempuan selain pasangan merupakan faktor penting bagi kesejahteraan kalangan lansia. Apabila anak perempuan tersebut meninggalkan orang tua dan hidup terpisah dari keluarga, orang tua kemungkinan besar harus kehilangan orang yang merawat diri mereka (dalam Gunarsa, 2004). Hurlock (1999), juga menambahkan bahwa wanita lansia lebih dapat menyesuaikan diri dengan keterpisahan ini dibandingkan dengan

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

pria lansia. Hal ini dikarenakan telah terbentuknya suatu hubungan yang terjalin antara anak dengan orang tua sejak anak lahir. Masalah keterpisahan tersebut memicu perasaan kesepian pada lansia, dimana kesepian akan semakin meningkat ketika pasangan dari lansia meninggal dunia. Van Baarsen (2002), menyatakan bahwa kesepian pada lansia lebih mengacu pada kesepian dalam konteks “sindrom sarang kosong”, dimana kesepian yang muncul diakibatkan kepergian anak-anak untuk hidup terpisah dengan mereka dan juga akibat dari kepergian pasangan hidup untuk kembali pada Sang Pencipta. Keterpisahan dengan anggota keluarga, atau lebih spesifik dengan anak-anak, terlebih lagi ketika keluarga tidak mampu untuk mengurus, mengharuskan mereka pada akhirnya tinggal dipanti werdha atau dipanti jompo. Seecara bertahap keadaan ini dapat menimbulkan perasaan hampa pada diri lansia dan semakin menambah perasaan kesepian yang mereka alami (dalam Gunarsa, 2004). Hal ini didukung oleh penelitian dari Mishra, Bagga, Nalini, Chadha & Kanwar (dalam Mishra, 2004), yang menemukan bahwa lansia yang tinggal disuatu institusi menderita kesepian dan merasa tidak puas karena terpisah dari keluarga dan komunitas yang lebih luas. Mereka juga menemukan bahwa lansia yang tinggal dalam suatu institusi merasa lebih kesepian daripada yang tidak tinggal dalam suatu institusi yang diakibatkan juga karena kurangnya dukungan sosial yang mereka terima. Akan tetapi tidak hanya itu, ternyata para lansia yang masih tinggal dengan anak-anak atau dengan keluarganya juga sering mengalami kesepian. Jadi dapat Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

dikatakan bahwa kesepian pada lansia tidak hanya dikarenakan hidup terpisah dengan anak dan tinggal dipanti werdha. Hal ini dijelaskan oleh Afida dkk (2000), bahwa kesepian juga bisa terjadi pada lansia dikarenakan pola keluarga yang semakin mengarah pada pola keluarga inti (nuclear family), dimana anak-anak begitu sibuk dengan masalahnya sendiri dan mengakibatkan anak-anak secara tidak langsung kurang memperdulikan keberadaannya serta jalinan komunikasi antara orang tua dengan anak juga semakin berkurang. Kemudian inilah yang membuat lansia merasa tersisih, tidak lagi dibutuhkan peranannya sebagai anggota keluarga, dan kemudian memicu hadirnya perasaan kesepian walaupun masih berada di lingkungan keluarga. Fenomena yang terlihat dilapangan semakin memperjelas bahwa lansia yang tidak tinggal dipanti jompo juga merasakan kesepian. Dari pengamatan dan wawancara awal, dapat terlihat para lansia merasa kesepian karena kurang diperhatikan oleh keluarga. Perasaan kesepian tersebut semakin bertambah ketika fisik mereka menurun, karena lansia tersebut tidak bisa terlalu beraktifitas untuk mengurangi atau menghilangkan perasaan kesepian yang dialami. Ini terbukti dari hasil wawancara dengan seorang lansia, Ibu SH berusia 68 tahun yang tinggal dengan anaknya : “Kadang saya merasa ada yang mengganjal ya…Saya tahu anak saya tinggal sama saya karena belum punya rumah. Tapi ya Cuma karena itu…Dia lebih mengurus suaminya dari pada saya. Ga pernah dengan kata saya lagi, tapi ya namanya anak juga anak kita…Terimalah ” (Komunikasi personal, 3 juni 2009)

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

Kesepian sendiri adalah suatu keadaan mental dan emosional yang terutama dicirikan oleh adanya perasaan terasing dan kurangnya hubungan yang bermakna dengan orang lain (Bruno, 2000). Wrightsman (1993) juga menambahkan bahwa kesepian merupakan pengalaman subjektif dan tergantung pada intepretasi individu terhadap suatu kejadian. Kesepian tersebut pada dasarnya mengacu pada ketidaknyamanan subjektif yang dirasakan seseorang ketika beberapa kriteria penting dari hubungan sosial terhambat atau tidak terpenuhi. Kekurangan tersebut dapat bersifat kuantitatif (tidak memiliki teman seperti yang diinginkan) dan bersifat kualitatif seperti merasa bahwa hubungan sosial yang dibinanya bersifat seadanya atau kurang memuaskan (Peplau & Perlman dalam Taylor, Peplau & Sears, 2000). Pada saat mengalami kesepian, individu akan merasa dissatisfied (tidak puas), deprivied (kehilangan), dan distressed (menderita). Hal ini tidak berarti bahwa kesepian tersebut sama di setiap waktu. Individu yang berbeda bisa saja memiliki perasaan kesepian yang berbeda pada situasi yang berbeda pula (Lopata dalam Brehm et al, 2002). Banyak penelitian yang menemukan bahwa kesepian dapat menyebabkan seseorang mudah terserang penyakit, depresi, bunuh diri, bahkan sampai pada kematian pada lansia (Ebersole, Hess, & Touhy, 2005). Oleh karena itu, kesepian merupakan suatu hal yang sangat ditakuti oleh lansia. Beyene, Becker, & Mayen (2002) menjelaskan bahwa ketakutan akan kesepian merupakan gejala yang amat dominan terjadi pada lansia. Kondisi ketakutan tersebut memiliki kadar yang berbeda, meskipun begitu secara khas hal tersebut Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

dipengaruhi oleh derajat dan kualitas dari dukungan sosial. Hal tersebut tentu saja diperkuat berdasarkan dari berbagai pendapat yang mengemukakan bahwa kesepian terkait langsung dengan keterbatasan dukungan sosial. Fessman dan Lester (2000) menjelaskan bahwa dukungan sosial merupakan prediktor bagi munculnya kesepian. Maksudnya disini adalah individu yang memperoleh dukungan sosial terbatas lebih berpeluang mengalami kesepian, sementara individu yang memperoleh dukungan sosial yang lebih baik tidak terlalu merasa kesepian. Hal ini juga menunjukkan akan pentingnya dukungan sosial dikalangan lansia untuk mengantisipasi masalah kesepian tersebut (dalam Gunarsa, 2004). Dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami kesulitan. Dukungan sosial ini lebih mengarah pada variabel tingkat individual, merupakan sesuatu yang dimiliki tiap orang dan dapat di ukur dengan pertanyaan tertentu. Tingkat dukungan sosial ini tergantung pada kebiasaan seseorang atau kemampuan sosial seseorang. Konstruk ini dapat diukur dengan mengetahui aspek dukungan sosial yang diterima dari orang lain, sehingga akhirnya muncul beberapa asumsi. Asumsi pertama menyatakan bahwa dukungan sosial mengukur aspek eksternal dari komunitas seseorang. Asumsi kedua menganggap dukungan sosial sebagai karakteristik dari jaringan komunitas dan tidak bersifat individual (Orford, 1992). Sarafino (2006), juga menambahkan bahwa dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok kepada individu. Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

Untuk memperoleh dukungan sosial tersebut para lansia perlu berinteraksi dengan orang lain seperti membuat kontak sosial. Hal ini sesuai dengan penelitian Haditono dkk (1983), yang menunjukkan bahwa lansia akan lebih merasa senang dan bahagia dengan adanya aktivitas rutin serta mempunyai hubungan sosial dengan kelompok seusianya, karena hal tersebut dapat mengisi waktu luang mereka (dalam Prawitasari, 1994). Tidak hanya itu, hasil penelitian Dykstra (1990), juga menunjukkan adanya tingkat kesepian yang rendah serta tingkat kesejahteraan yang tinggi pada lansia karena memiliki hubungan yang lebih luas dan erat dengan orang lain serta mendapat dukungan sosial dari begitu banyak sumber, seperti dari pasangan, orang-orang yang sudah dianggap keluarga, individu yang lebih muda dan tua, baik pria dan juga wanita. Dukungan sosial mungkin saja datang dari berbagai pihak, tetapi dukungan sosial yang amat bermakna dalam kaitannya dengan masalah kesepian adalah dukungan sosial yang bersumber dari mereka yang memiliki kedekatan emosional, seperti anggota keluarga dan kerabat dekat (Gunarsa, 2004). Penjelasan tersebut juga sesuai dengan keadaan di lapangan, yaitu dari pengamatan langsung terhadap sejumlah lansia disekitar lingkungan tempat tinggal peneliti. Beberapa lansia lebih merasa bahagia dan tidak terlalu merasa kesepian jika mendapat dukungan sosial dari semua pihak. Lansia tersebut pada dasarnya membutuhkan bantuan secara finansial, nasehat yang membangun, pemberian semangat serta kasih sayang melimpah dari tetangga serta masyarakat sekitar lingkungan tempat tinggal mereka terlebih lagi jika dukungan tersebut kurang mereka Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

dapatkan dari anggota keluarga seperti anak-anak mereka karena berbagai kondisi dan kesibukan. Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat bahwa dukungan sosial ternyata mempengaruhi kesepian yang terjadi pada lansia. Bergerak dari teori dan fenomena diatas, maka peneliti tertarik untuk melihat seberapa besar pengaruh dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia.

B. RUMUSAN MASALAH Untuk memudahkan penelitian, maka perlu dirumuskan masalah apa yang menjadi fokus penelitian. Dalam hal ini peneliti mencoba merumuskan masalah penelitian dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut yaitu “Seberapa besar pengaruh dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia.

C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat besarnya pengaruh dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia.

D. MANFAAT PENELITIAN Dalam penelitian ini diharapkan memperoleh manfaat baik secara teoritis maupun praktis.

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

1. Manfaat Teoritis a. Penelitian

ini

pengembangan

diharapkan ilmu

dapat

psikologi,

memberi

khususnya

manfaat bidang

dalam

Psikologi

Perkembangan mengenai sejauhmana pengaruh dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberi manfaat pada : a.

Lansia mendapatkan pengetahuan dan lebih dapat memahami tentang seberapa besar pengaruh dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia

b.

Masyarakat mendapatkan wawasan kesepian yang terjadi pada lansia, dukungan sosial yang penting bagi lansia, serta pengaruh dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia.

c. Keluarga mendapatkan informasi mengenai seberapa besar pengaruh dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia, sehingga dapat terus mendukung dan membantu lansia tersebut.

E. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan yang disusun dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

BAB I

: Pendahuluan Bab ini berisi tentang uraian latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II

: Landasan Teori Bab ini berisi uraian teori yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tentang kesepian, kebutuhan berafiliasi, dan lansia. Dalam Bab ini juga akan dikemukakan hubungan antara kesepian dengan kebutuhan berafiliasi pada lansia serta hipotesa penelitian.

BAB III

: Metodologi Penelitian Bab ini berisi uraian yang menjelaskan mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi, sampel dan metode pengambilan sampel, metode pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur, serta metode analisis data yang digunakan untuk mengolah hasil data penelitian.

Bab IV

: Analisa Data dan Pembahasan Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang disertai dengan interpretasi dan pembahasan.

Bab V

: Kesimpulan dan Saran

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

Bab ini memuat tentang kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang

diperoleh dan saran penelitian yang meliputi saran praktis

dan saran untuk penelitian selanjutnya.

BAB II LANDASAN TEORI

A. DUKUNGAN SOSIAL 1. Pengertian Dukungan Sosial Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

Orford (1992) menyatakan bahwa dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami kesulitan. Dukungan sosial ini lebih mengarah pada variabel tingkat individual, merupakan sesuatu yang dimiliki tiap orang dan dapat di ukur dengan pertanyaan tertentu. Tingkat dukungan sosial ini tergantung pada kebiasaan seseorang atau kemampuan sosial seseorang. Konstruk ini dapat diukur dengan mengetahui aspek dukungan sosial yang diterima dari orang lain, sehingga akhirnya muncul beberapa asumsi. Asumsi pertama menyatakan bahwa dukungan sosial mengukur aspek eksternal dari komunitas seseorang. Asumsi kedua menganggap dukungan sosial sebagai karakteristik dari jaringan komunitas dan tidak bersifat individual. Sementara dukungan sosial didefinisikan oleh Gottlieb (dalam Kuntjoro,2002) sebagai informasi verbal atau nonverbal, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini, orang yang merasa memperoleh dukungan sosial secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. Dukungan sosial juga merupakan persepsi seseorang terhadap dukungan yang diberikan orang lain dalam jaringan sosialnya (orang tua, teman dekat, dan sebagainya) yang membantu meningkatkan kemampuan untuk bertahan dari pengaruh-pengaruh yang merugikan (Malecki dan Demaray, 2003). Baron dan Byrne Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

(2002) mendefinisikan dukungan sosial sebagai kenyamanan fisik dan psikologis yang diberikan oleh teman-teman dan keluarga individu tersebut. Sarafino (2006), menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok kepada individu. Taylor (2003), juga menambahkan dukungan sosial sebagai informasi yang diterima dari orang lain bahwa individu tersebut dicintai, diperhatikan, dihargai dan bernilai dan merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan saling dibutuhkan yang didapat dari orang tua, suami, atau orang yang dicintai, sanak keluarga, teman, hubungan sosial dan komunitas. Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah suatu dorongan atau bantuan nyata seperti kenyamanan, perhatian, penghargaan, serta hal-hal yang dapat memberikan keuntungan yang diberikan oleh orang-orang disekitar individu (pasangan, teman dekat, tetangga, saudara, anak, keluarga, dan masyarakat sekitar) kepada individu yang sedang mengalami kesulitan, agar individu tersebut merasa dicintai, diperhatikan, dihargai dan bernilai. 2. Dimensi Dukungan Sosial Orford (1992) mengemukakan lima dimensi dari dukungan sosial, yaitu :

a. Dukungan Instrumental Dukungan instrumental adalah dukungan berupa bantuan dalam bentuk nyata atau dukungan material. Dukungan ini mengacu pada penyediaan bendaSari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

benda dan layanan untuk memecahkan masalah praktis (Jacobson, dalam Orford, 1992). Begitu juga dengan Will (dalam Orford, 1992) yang menyatakan bahwa dukungan ini meliputi aktivitas-aktivitas seperti penyediaan benda-benda, misalnya alat-alat kerja, buku-buku, meminjamkan atau memberikan uang dan membantu menyelesaikan tugas-tugas praktis. b. Dukungan informasional Dukungan informasional adalah dukungan berupa pemberian informasi yang dibutuhkan oleh individu. Douse (dalam Orford, 1992) membagi dukungan ini ke dalam dua bentuk. Pertama, pemberian informasi atau pengajaran suatu keahlian yang dapat member solusi pada suatu masalah. Kedua adalah appraisal support, yaitu pemberian informasi yang dapat membantu informasi dalam mengevaluasi performance pribadinya. Wills (dalam Orford, 1992) menambahkan dukungan ini dapat berupa pemberian informasi, nasehat dan bimbingan. c. Dukungan Penghargaan Dukungan penghargaan adalah dukungan yang terjadi bila ada ekspresi penilaian yang positif terhadap individu. Orford (1992) berpendapat bahwa dukungan jenis ini dapat ditunjukkan dengan cara menghargai, mendorong dan menyetujui terhadap suatu ide, gagasan atau kemampuan yang dimiliki oleh seseorang. Cohent dan Wills (dalam Orford, 1992), juga menyatakan bahwa dukungan ini dapat berupa pemberian informasi kepada seseorang Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

bahwa dia dihargai dan diterima. Dimana harga diri seseorang dapat ditingkatkan dengan mengkomunikasikan kepadanya bahwa ia bernilai dan diterima meskipun tidak luput dari kesalahan. d. Dukungan Emosi Dukungan emosi adalah dukungan yang berhubungan dengan hal yang bersifat emosional atau menjaga keadaan emosi, afeksi atau ekspresi. Tolsdorf dan Wills (dalam Orford, 1992), menjelaskan bahwa tipe dukungan ini lebih mengacu kepada pemberian semangat, kehangatan, cinta, kasih dan emosi. Leavy (dalam Orford, 1992) menyatakan dukungan sosial sebagai perilaku yang memberi perasaan nyaman dan membawa individu percaya bahwa dia dikagumi, dihargai, dicintai dan bahwa orang lain memberi perhatian dan rasa nyaman. e. Dukungan Integrasi Sosial Dukungan integrasi sosial adalah perasaan individu sebagai bagian dari kelompok. Cohen & Wills (dalam Orford, 1992), menyatakan dukungan ini dapat berupa menghabiskan waktu bersama-sama dalam aktivitas, juga melakukan rekreasi di waktu senggang. Dukungan ini dapat mengurangi stress dengan memenuhi kebutuhan afiliasi dan kontak dengan orang lain membantu mengalihkan perhatian seseorang dari masalah yang mengganggu serta memfasilitasi suatu suasana hati yang positif. Barren dan Ainlaiy (dalam Orford, 1992), juga menambahkan bahwa dukungan ini dapat meliputi Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

membuat

lelucon,

membicarakan

minat,

melakukan

kegiatan

yang

mendatangkan kesenangan. 3. Model Kerja Dukungan Sosial Dukungan sosial akan mempengaruhi individu tergantung pada ada atau tidaknya tekanan dalam kehidupan individu. Tekanan tersebut dapat berasal dari individu itu sendiri atau dari luar dirinya untuk menghindari gangguan baik secara fisik dan psikologis. Individu membutuhkan orang lain disekitarnya untuk memberi dukungan guna memperoleh kenyamanannya. Menurut Sarafino (2006) ada dua model teori untuk mengetahui bagaimana dukungan ini bekerja dalam diri individu., yaitu : a. The buffering hypothesis Menurut teori ini, dukungan sosial melindungi individu dengan melawan efek-efek negatif dari tingkat stres yang tinggi, yaitu dengan dua cara berikut : 1) Ketika individu menghadapi stressor yang kuat, seperti krisis keuangan, maka individu dengan tingkat dukungan sosial yang tinggi menjadi kurang melihat situasi tersebut sebagai situasi yang penuh stres, bila dibandingkan dengan individu dengan tingkat dukungan sosial yang rendah. Individu dengan tingkat dukungan sosial yang tinggi dapat berharap bahwa seseorang yang dikenal individu akan

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

menolong individu tersebut, misalnya dengan meminjamkan uang atau memberikan nasehat bagaimana mendapatkan uang tersebut. 2) Dukungan sosial dapat merubah respon seseorang terhadap stressor yang telah diterima sebelumnya. Contohnya, individu dengan dukungan sosial yang tinggi mungkin memiliki seseorang yang memberikan solusi terhadap masalah individu, atau menjadi melihat masalah tersebut sebagai suatu yang tidak terlalu penting, atau membuat individu dapat melihat titik terang dari masalah tersebut. b. The direct effect hyputhesis Individu dengan tingkat dukungan sosial yang tinggi memiliki perasaan yang kuat bahwa individu tersebut dicintai dan dihargai. Individu dengan dukungan sosial tinggi merasa bahwa orang lain peduli dan membutuhkan individu tersebut, sehingga hal ini dapat mengarahkan individu kepada gaya hidup yang sehat. 4. Sumber-sumber Dukungan Sosial Menurut Sarafino (2006), dukungan sosial dapat berasal dari berbagai sumber seperti pasangan hidup, keluarga, pacar, teman, rekan kerja, dan organisasi komunitas. Wortman, Loftus & Weaver (1999), sumber dukungan sosial adalah teman, pasangan hidup (suami atau istri), pacar, anak-anak, anggota keagamaan, kelompok dimana individu tersebut berada. Dukungan sosial juga dapat diperoleh

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

dari pasangan hidup, orang tua, saudara, tetangga, dan termasuk teman sejawat (Prawitasari, 1994). B. KESEPIAN 1. Pengertian Kesepian Kesepian diartikan oleh de Jong Gierveld (1987) sebagai suatu situasi dimana jumlah atau kuantitas dari hubungan yang ada lebih kurang daripada hubungan yang diinginkan, ataupun suatu situasi dimana keintiman yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada (dalam Gierveld & Havens, 2004). Menurut pendapat Robert Weiss (dalam Santrock, 2003), kesepian merupakan reaksi dari ketiadaan jenis-jenis tertentu dari suatu hubungan. Wrightsman (1993) mengemukakan bahwa kesepian merupakan pengalaman subjektif dan tergantung pada intepretasi individu terhadap suatu kejadian. Kaasa (1998) mendefinisikan kesepian sebagai perasaan subyektif dan negatif yang berhubungan dengan pengalaman seseorang akibat dari berkurangnya hubungan sosial yang dimilikinya. Sementara Archibald, Bartholomew, dan Marx (dalam Baron & Byrne, 2000) menyatakan bahwa kesepian adalah reaksi emosi dan kognisi karena memiliki hubungan yang sedikit dan tidak memuaskan dari yang diharapkannya. Peplau dan Perlman menyimpulkan tiga elemen dari definisi kesepian yaitu : a. Merupakan pengalaman subyektif, yang mana tidak bisa diukur dengan observasi sederhana. b. Kesepian merupakan perasaan yang tidak menyenangkan. Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

c. Secara umum merupakan hasil dari kurangnya atau terhambatnya hubungan sosial (dalam Wrightsman, 1993). Bruno (2000) menyebutkan kesepian sebagai suatu keadaan mental dan emosional yang terutama dicirikan oleh adanya perasaan terasing dan berkurangnya hubungan yang bermakna dengan orang lain. Selanjutnya, kesepian akan disertai oleh berbagai macam emosi negatif seperti depresi, kecemasan, ketidakbahagiaan, ketidakpuasan, serta menyalahkan diri sendiri ( Anderson, 1994). Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kesepian merupakan suatu perasaan yang tidak menyenangkan karena memiliki hubungan yang sedikit dan tidak memuaskan serta adanya ketidaksesuaian antara hubungan sosial yang diharapkan dengan hubungan sosial pada kenyataan akibat terhambat atau berkurangnya hubungan sosial yang dimiliki seseorang. 2. Bentuk-bentuk Kesepian Weiss (dalam Santrock, 2003) menyebutkan adanya dua bentuk kesepian yang berkaitan dengan tidak tersedianya kondisi sosial yang berbeda, yaitu : a. Isolasi emosional (emotional isolation) adalah suatu bentuk kesepian yang muncul ketika seseorang tidak memiliki ikatan hubungan yang intim; orang dewasa yang lajang, bercerai, dan ditinggal mati oleh pasangannya sering mengalami kesepian jenis ini. b. Isolasi sosial (social isolation) adalah suatu bentuk kesepian yang muncul ketika seseorang tidak memiliki keterlibatan yang terintegrasi dalam dirinya; Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

tidak ikut berpartisipasi dalam kelompok atau komunitas yang melibatkan adanya kebersamaan, minat yang sama, aktivitas yang terorganisir, peranperan yang berarti; suatu bentuk kesepian yang dapat membuat seseorang merasa diasingkan, bosan dan cemas. Sementara menurut Young (dalam Weiten & Lloyd, 2006) kesepian dapat dibagi menjadi dua bentuk berdasarkan durasi kesepian yang dialaminya, yaitu : a. Transcient loneliness, yaitu perasaan kesepian yang singkat dan muncul sesekali, banyak dialami individu ketika kehidupan sosialnya sudah cukup layak. Misalnya ketika mendengar sebuah lagu atau ekspresi yang mengingatkan pada seseorang yang dicintai yang telah pergi jauh. b. Transitional loneliness, yaitu ketika individu yang sebelumnya sudah merasa puas dengan kehidupan sosialnya menjadi kesepian setelah mengalami gangguan dalam jaringan sosialnya (misal, meninggalnya orang yang dicintai, bercerai atau pindah ketempat baru) c. Chronic loneliness adalah kondisi ketika individu merasa tidak dapat memiliki kepuasan dalam jaringan sosial yang dimilikinya setelah jangka waktu tertentu. Chronic loneliness menghabiskan waktu yang panjang dan tidak dapat dihubungkan dengan stressor yang spesifik. Orang yang mengalami chronic loneliness bisa saja berada dalam kontak sosial namun tidak memperoleh tingkat intimasi dengan orang lain dalam interaksi tersebut (Berg & Peplau, 1982). Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

3. Penyebab Kesepian Menurut Brehm et al (2002) terdapat empat hal yang dapat menyebabkan seseorang mengalami kesepian, yaitu : a. Ketidakadekuatan dalam hubungan yang dimiliki seseorang Menurut Brehm et al (2002), hubungan seseorang yang tidak adekuat akan menyebabkan seseorang tidak puas akan hubungan yang dimilikinya. Ada banyak alasan seseorang merasa tidak puas dengan hubungan yang dimilikinya tersebut. Rubenstein dan Shaver (1982) menyimpulkan beberapa alasan yang banyak dikemukakan oleh orang kesepian, yaitu sebagai berikut : 1) Being unattached : tidak memiliki pasangan, tidak memiliki partner seksual, berpisah dengan pasangan atau kekasihnya. 2) Alienation : merasa berbeda, merasa tidak dimengerti, tidak dibutuhkan dan tidak memiliki teman dekat. 3) Being alone : pulang ke rumah tanpa ada yang menyambut, atau bisa dikatakan selalu sendiri. 4) Forced isolation : dikurung di dalam rumah, dirawat inap di rumah sakit, tidak bisa kemana-kemana. 5) Dislocation : jauh dari rumah (merantau), memulai pekerjaan atau sekolah baru, sering pindah rumah, sering melakukan perjalanan. Kelima kategori ini dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya. Being unattached, alienation dan being alone disebabkan oleh karakteristik individu yang Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

kesepian, sedangkan forced isolation dan dislocation disebabkan oleh karakteristik orang-orang yang berada disekitar lingkungan individu yang merasa kesepian. b. Terjadi perubahan terhadap apa yang diinginkan seseorang dari suatu hubungan. Kesepian juga dapat muncul karena terjadi perubahan terhadap apa yang diinginkan seseorang dari suatu hubungan. Pada saat hubungan sosial yang dimiliki seseorang cukup memuaskan, orang tersebut tidak mengalami kesepian. Akan tetapi ada saat dimana hubungan tersebut tidak lagi memuaskan, karena orang itu telah merubah apa yang diinginkannya dari hubungan tersebut. Menurut Peplau (dalam Brehm et al, 2002), perubahan itu dapat muncul dari beberapa sumber yaitu : 1) Perubahan mood seseorang. Jenis hubungan yang diinginkan seseorang ketika sedang senang berbeda dengan jenis hubungan ketika sedang sedih. Bagi beberapa orang akan cenderung membutuhkan orang tuanya ketika sedang senang, dan akan cenderung membutuhkan teman-temannya ketika sedang sedih. 2) Usia. Seiring dengan bertambahnya usia, perkembangan seseorang membawa berbagai perubahan yang akan mempengaruhi harapan atau keinginan orang itu terhadap suatu hubungan. 3) Perubahan situasi. Banyak orang tidak mau menjalin hubungan emosional yang dekat dengan orang lain ketika sedang membina karir. Ketika karir

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

sudah mapan orang tersebut akan dihadapkan pada kebutuhan yang besar akan sesuatu hubungan yang memiliki komitmen secara emosional. c. Self-esteem Kesepian berhubungan dengan self-esteem yang rendah. Orang yang memiliki self-esteem yang rendah cenderung merasa tidak nyaman pada situasi yang beresiko secara sosial. Dalam keadaan seperti ini orang tersebut akan menghindari kontakkontak sosial tertentu secara terus menerus yang akan berakibat pada kesepian. d. Perilaku interpersonal Perilaku interpersonal akan menentukan keberhasilan individu dalam membangun hubungan yang diharapkan. Dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami kesepian, orang yang mengalami kesepian akan menilai orang lain secara negatif, tidak begitu menyukai orang lain, tidak mempercayai orang lain, mengintepretasi tindakan orang lain secara negatif, dan cenderung berpegang pada sikap-sikap yang bermusuhan. Orang yang mengalami kesepian juga cenderung terhambat dalam keterampilan sosial, cenderung pasif bila dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami kesepian, ragu-ragu dalam mengekspresikan pendapat di depan umum, cenderung tidak responsif, tidak sensitif secara sosial, dan lambat membangun keintiman dalam hubungan yang dimilikinya dengan orang lain. Perilaku ini akan membatasi kesempatan seseorang tersebut untuk bersama dengan orang lain dan memiliki kontribusi terhadap pola interaksi yang tidak memuaskan (Perlman, Saks & Krupart, dalam Brehm et al, 2002). Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

e. Atribusi penyebab Menurut pandangan Peplau dan Perlman (dalam Brehm et al, 2002), perasaan kesepian muncul sebagai kombinasi dari adanya kesenjangan hubungan sosial pada individu ditambah dengan atribusi penyebab. Atribusi penyebab dibagi atas komponen internal-eksternal dan stabil-tidak stabil. Penjelasan dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 1 Penjelasan Kesepian Berdasarkan Atribusi Penyebab Penyebab Kestabilan Internal Eksternal Stabil Saya kesepian karena saya Orang-orang disini tidak dicintai. Saya tidak tidak menarik. Tidak satupun dari mereka akan pernah dicintai. yang mau berbagi. Saya rasa saya akan pindah. Tidak Stabil Saya kesepian saat ini, tapi Semester pertama tidak akan lama. Saya akan memang selalu buruk, menghentikannya dengan saya yakin segalanya pergi dan bertemu orang akan menjadi baik di baru. waktu yang akan datang. Sumber : Shaver & Rubeinstein (dalam Brehm et al, 2002) Tabel diatas menunjukkan bahwa individu yang memandang kesepian secara internal dan stabil menganggap dirinya adalah penyebab kesepian sehingga individu lebih sulit untuk keluar dari perasaan kesepian tersebut. Individu yang memandang kesepian secara internal dan tidak stabil menganggap kesepian yang dialaminya hanya bersifat sementara dan berkeinginan menemukan orang lain untuk mengatasi kesepian yang dialaminya. Individu yang memandang kesepian secara eksternal dan Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

stabil menganggap hanya karena keadaan lingkunganlah yang menyebabkannya merasa kesepian. Sedangkan individu yang memandang kesepian secara eksternal dan tidak stabil berharap sesuatu dapat merubah keadaan menjadi lebih baik sehingga memungkinkan untuk keluar dari perasaan kesepian tersebut.

4. Perasaan Individu Ketika Kesepian Pada saat mengalami kesepian, individu akan merasa ketidakpuasan, kehilangan dan distress, namun hal ini tidak berarti bahwa perasaan ini sama disetiap waktu. Faktanya menunjukkan bahwa orang-orang yang berbeda bisa saja memiliki perasaan kesepian yang berada dalam situasi yang berbeda pula (Lopata dalam Brehm et al, 2002). Wrightsman (1993) mendeskripsikan perasaan-perasaan kesepian, yaitu : a. Desperation (pasrah) Desperation merupakan perasaan keputusasaan, kehilangan harapan, serta perasaan yang sangat menyedihkan sehingga mampu melakukan tindakan yang berani dan tanpa berpikir panjang. Beberapa perasaan yang spesifik dari desperation adalah : (1) Putus asa, yaitu memiliki harapan sedikit dan siap melakukan sesuatu tanpa memperdulikan bahaya pada diri sendiri maupun orang lain, (2) Tidak berdaya, yaitu membutuhkan bantuan orang lain tanpa kekuatan mengontrol sesuatu atau tidak dapat melakukan sesuatu, (3) Takut, Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

yaitu ditakutkan atau dikejutkan oleh seseorang atau sesuatu (sesuatu yang buruk akan terjadi), (4) Tidak punya harapan, yaitu tidak mempunyai pengalaman, tidak menunjukkan harapan, (5) Merasa ditinggalkan, yaitu ditinggalkan atau dibuang seseorang, serta (6) Mudah mendapat kecaman atau kritik, yaitu mudah dilukai baik secara fisik maupun emosional. b. Impatient Boredom (tidak sabar dan bosan) Impatient boredom adalah rasa bosan yang tidak tertahankan, jenuh, tidak suka menunggu lama, dan tidak sabar. Beberapa indikator impatient boredom seperti (1) Tidak sabar, yaitu menunjukkan perasaan kurang sabar, sangat menginginkan sesuatu, (2) Bosan, yaitu merasa jemu, (3) Ingin berada ditempat lain, yaitu seseorang yang merasa dirinya ditempat yang berbeda dari tempat individu tersebut berada saat ini, (4) Kesulitan, yaitu khawatir atau cemas dalam menghadapi suatu keadaan, (5) Sering marah, yaitu filled with anger, serta (6) Tidak dapat berkonsentrasi, yaitu tidak mempunyai keahlian, kekuatan, atau pengetahuan dalam memberikan perhatian penuh terhadap sesuatu. c. Self-Deprecation (mengutuk diri sendiri) Self-deprecation yaitu suatu perasaan ketika seseorang tidak mampu menyelesaikan masalahnya, mulai menyalahkan serta mengutuk diri sendiri. Indikator self-deprecation diantaranya (1) Tidak atraktif, yaitu suatu perasaan ketika seseorang tidak senang atau tidak tertarik terhadap suatu hal, (2) Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

Terpuruk, yaitu sedih yang mendalam, lebih rendah dari sebelumnya, (3) Bodoh, yaitu menunjukkan kurangnya inteligensi yang dimiliki, (4) Malu, yaitu menunjukkan perasaan malu atau keadaan yang sangat memalukan terhadap sesuatu yang telah dilakukan, serta (5) Merasa tidak aman, yaitu kurangnya kenyamanan, tidak aman. d. Depression (depresi) Depression merupakan tahapan emosi yang ditandai dengan kesedihan yang mendalam, perasaan bersalah, menarik diri dari orang lain, serta kurang tidur. Indikator depression seperti (1) Sedih, yaitu tidak bahagia atau menyebabkan penderitaan, (2) Depresi, yaitu murung, muram, sedih, (3) Hampa, yaitu tidak mengandung apa-apa atau tidak memiliki nilai atau arti, (4) Terisolasi, yaitu jauh dari orang lain, (5) Menyesali diri, yaitu perasaan kasihan atau simpati pada diri sendiri, (6) Melankolis, yaitu perasaan sedih yang mendalam dan dalam waktu yang lama, (7) Mengasingkan diri, yaitu menjauhkan diri sehingga menyebabkan seseorang tidak bersahabat, serta (8) Berharap memiliki seseorang yang spesial, yaitu individu mengharapkan memiliki seseorang yang dekat dengannya dan lebih intim. 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesepian Tidak ada orang yang kebal terhadap kesepian, tetapi beberapa orang memiliki resiko yang tinggi untuk mengalami kesepian (Taylor, Peplau, & Sears, 2000). Menurut Brehm (2002) beberapa orang rentan terhadap kesepian Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

dan beberapa orang yang lain tidak. Perbedaan ini berkaitan dengan usia, status perkawinan, dan juga gender. Adapun penjelasannya sebagai berikut : a. Usia Usia tua dan kesepian merupakan gambaran stereotipe yang umum pada lansia. Banyak orang yang menganggap bahwa semakin tua seseorang, maka akan

semakin

merasa kesepian.

Akan tetapi penting

untuk

tidak

mempersepsikan bahwa lansia itu kesepian dan tidak bahagia. Walaupun konsekuensi dari kesepian pada lansia tersebut perlu untuk diperhatikan (Kaasa, 1998). b. Status Perkawinan Secara umum, orang yang tidak menikah lebih merasa kesepian bila dibandingkan dengan orang menikah (Freedman; Perlman & Peplau; dalam Brehm et al, 2002). Berdasarkan penelitian Perlman dan Peplau; Rubeinstein dan Shaver (dalam Brehm et al, 2002), dapat disimpulkan bahwa kesepian lebih merupakan reaksi terhadap kehilangan hubungan perkawinan (marital relationship) dan ketidakhadiran dari pasangan suami atau istri pada diri seseorang. c. Gender Studi mengenai kesepian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kesepian antara laki-laki dan perempuan. Walaupun begitu, menurut Borys dan Perlman (dalam Brehm et al, 2002) laki-laki lebih sulit menyatakan kesepian Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

secara tegas bila dibandingkan dengan perempuan. Hal ini disebabkan oleh stereotipe peran gender yang berlaku dalam masyarakat. Berdasarkan stereotipe peran gender, pengekspresian emosi kurang sesuai bagi laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan. d. Status sosial ekonomi Weiss (dalam Brehm et al, 2002) melaporkan fakta bahwa individu dengan tingkat penghasilan rendah cenderung mengalami kesepian lebih tinggi dibandingkan individu dengan penghasilan tinggi. e. Dukungan sosial Ada berbagai pendapat yang mengemukakan bahwa kesepian terkait langsung dengan keterbatasan dukungan

sosial.

Fessman dan

Lester

(2000)

menjelaskan bahwa dukungan sosial merupakan prediktor bagi munculnya kesepian. Maksudnya disini adalah individu yang memperoleh dukungan sosial terbatas lebih berpeluang mengalami kesepian, sementara individu yang memperoleh dukungan sosial yang lebih baik tidak terlalu merasa kesepian (Gunarsa, 2004). f. Karakteristik latar belakang yang lain Rubeinstein dan Shaver (dalam Brehm et al, 2002) menemukan satu karakteristik latar belakang seseorang yang kuat sebagai prediktor kesepian. Individu dengan orang tua yang bercerai akan lebih kesepian bila dibandingkan dengan individu yang orang tuanya tidak bercerai. Kemudian Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

meninggalnya orang tua, individu yang ketika berusia muda meninggal orang tuanya akan memiliki tingkat kesepian yang tinggi. Tapi hal ini tidak berlaku pada individu yang orang tuanya meninggal ketika masih kanak-kanak.

C. LANSIA 1. Pengertian Lansia Masa lansia adalah periode perkembangan yang bermula pada usia 60 tahun yang berakhir dengan kematian. Masa ini adalah masa penyesuaian diri atas berkurangnya kekuatan dan kesehatan, menata kembali kehidupan, masa pensiun dan penyesuaian diri dengan peran-peran sosial (Santrock, 2006). Usia tua merupakan periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah “ beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat (Hurlock, 1999). Papalia (2004) membagi masa lansia kedalam tiga kategori yaitu : a. Orang tua muda (young old)

: usia 65 tahun sampai 74 tahun

b. Orang tua tua (old-old)

: usia 75 tahun sampai 84 tahun

c. Orang tua yang sangat tua (oldest old)

: usia 85 tahun keatas

Barbara Newman dan Philip Newman membagi masa lansia kedalam 2 periode, yaitu masa dewasa akhir (later adulthood) (usia 60 sampai 75 tahun) dan

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

usia yang sangat tua (very old age) (usia 75 tahun sampai meninggal dunia) (Newman & Newman, 2006). Sementara batasan usia lansia manurut WHO meliputi : lanjut usia (elderly), antara 60 sampai 74 tahun ; lanjut usia tua (old), antara 75 sampai 90 tahun ; usia sangat tua (very old), diatas 90 tahun (dalam Ismayadi, 2004). Pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen Sosial memberikan pengertian bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas, yang kemudian membaginya kedalam 2 kategori yaitu usia lanjut potensial dan usia lanjut non potensial. Usia lanjut potensial adalah usia lanjut yang memiliki potensi dan dapat membantu dirinya sendiri bahkan membantu sesamanya. Sedangkan usia lanjut non potensial adalah usia lanjut yang tidak memperoleh penghasilan dan tidak dapat mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhannya sendiri (Departemen Sosial RI & Direktorat Jendral Bina Keluarga Sosial, 1997). Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa masa lansia merupakan periode terakhir dalam rentang kehidupan manusia, yang dimulai pada usia 60 tahun dan berakhir dengan kematian, yang ditandai dengan berkurangnya kekuatan dan kesehatan serta masa pensiun. 2. Tugas Perkembangan Lansia Hurlock (1999) mengatakan bahwa sebagian besar tugas perkembangan lansia lebih banyak berkaitan dengan kehidupan pribadi seseorang daripada kehidupan orang lain. Adapun tugas perkembangan lansia adalah : Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

a. Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan. b. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya income (penghasilan) keluarga. c. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup. d. Membentuk hubungan dengan orang-orang yang seusia. e. Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan. f. Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes.

3. Ciri-ciri Lansia Menurut Hurlock (1999), periode lansia sama dengan seperti periode lainnya dalam rentang kehidupan seseorang, ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu. Efek-efek tersebut menentukan, apakah pria atau wanita lansia akan melakukan penyesuaian diri secara baik atau buruk. Adapun ciri-ciri lansia adalah : a. Lansia merupakan periode kemunduran. Kemunduran yang terjadi pada lansia berupa kemunduran fisik dan juga mental. Kemuduran tersebut sebagian datang dari faktor fisik dan sebagian lagi dari faktor psikologis. Penyebab kemunduran fisik merupakan suatu perubahan pada selsel tubuh bukan karena penyakit khusus tapi karena proses menua. Penyebab kemunduran psikologis karena sikap tidak senang terhadap diri sendiri, ornag lain, pekerjaan, dan kehidupan pada umumnya. b. Perbedaan individual pada efek menua. Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

Individu menjadi tua secara berbeda karena mereka mempunyai sifat bawaan yang berbeda, sosial ekonomi dan latar belakang pendidikan yang berbeda, serta pola hidup yang berbeda. Perbedaan terlihat diantara individu-individu yang mempunyai jenis kelamin yang sama, dan semakin nyata bila pria dibandingkan dengan wanita karena menua terjadi dengan laju yang berbeda pada masing-masing jenis kelamin. Bila perbedaan-perbedaan itu bertambah sesuai usia, perbedaanperbedaan tersebut akan membuat individu bereaksi secara berbeda terhadap situasi yang sama.

c. Usia tua dinilai dengan kriteria yang berbeda. Arti usia tua itu sendiri kabur dan tidak jelas serta tidak dapat dibatasi pada anak muda, maka individu cenderung menilai tua itu dalam hal penampilan dan kegiatan fisik. Banyak individu lansia melakukan segala apa yang dapat disembunyikan atau disamarkan menyangkut tanda-tanda penuaan fisik dengan memakai pakaian yang biasa dipakai orang muda dan berpura-pura mempunyai tenaga muda. Inilah cara lansia untuk menutupi dari dan membuat ilusi bahwa lansia belum berusia lanjut. d. Berbagai stereotipe lansia. Banyak stereotipe lansia dan banyak pula kepercayaan tradisional tentang kemampuan fisik dan mental. Stereotipe dan kepercayaan tradisional ini timbul dari berbagai sumber, ada yang menggambarkan bahwa usia pada lansia sebagai usia yang Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

tidak menyenangkan, diberi tanda sebagai orang yang tidak menyenangkan oleh berbagai media massa. Pendapat klise masyarakat tentang lansia adalah pria dan wanita yang keadaan fisik dan mentalnya loyo, sering pikun, jalan membungkuk, dan sulit hidup bersama orang lain e. Sikap sosial terhadap lansia. Pendapat klise tentang lansia mempunyai pengaruh yang besar terhadap sikap

sosial

terhadap

lansia.

Kebanyakan

pendapat

klise

tersebut

tidak

menyenangkan, sehingga sikap sosial tampaknya cenderung menjadi tidak menyenangkan. f. Lansia mempunyai status kelompok-minoritas. Status lansia dalam kelompok-minoritas adalah suatu yang dalam berapa hal mengecualikan lansia untuk tidak berinteraksi dengan kelompok lainnya, dan memberi sedikit kekuasaan atau bahkan tidak memperoleh kekuasaan apapun. Status kelompok minoritas ini terutama terjadi sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap individu lansia dan pendapat klise yang tidak menyenangkan tentang mereka. g. Menua membutuhkan perubahan peran. Pengaruh kebudayan dewasa ini, dimana efisiensi kekuatan, kecepatan dan kemenarikan bentuk fisik sangat dihargai, mengakibatkan lansia sering dianggap tidak ada gunanya lagi. Lansia tidak dapat bersaing dengan orang-orang yang lebih

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

muda dalam berbagai bidang tertentu, dan sikap sosial terhadap lansia tidak menyenangkan. h. Penyesuaian yang buruk merupakan ciri-ciri lanjut usia. Karena sikap sosial yang tidak menyenangkan bagi individu lansia, tampak dalam cara orang memperlakukan lansia, maka tidak heran lagi kalau banyak individu lansia mengembangkan konsep diri yang tidak menyenangkan. Hal ini cenderung diwujudkan dalam bentuk perilaku yang buruk. Lansia yang pada masa lalunya sulit dalam menyesuaikan diri cenderung untuk semakin jahat ketimbang mereka yang dalam menyesuaikan diri pada masa lalunya mudah dan menyenangkan. i. Keinginan menjadi muda kembali sangat kuat pada lansia. Status kelompok-minoritas yang dikenakan pada individu lansia secara alami telah membangkit keinginan untuk tetap muda selama mungkin dan ingin dipermuda apabila tanda-tanda menua tampak. Berbagai cara-cara kuno, obat yang manjur untuk segala penyakit, zat kimia, tukang sihir dan ilmu gaib digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Kemudian timbul orang-orang yang bisa membuat orang tetap awet muda, yang dipercaya mempunyai kekuatan magis untuk mengubah lansia menjadi muda lagi. 4. Perubahan-perubahan Pada Lansia Menurut Hutapea (2005), perubahan-perubahan yang dialami oleh lansia adalah : a. Perubahan fisik Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

1) Perubahan pada sistem kekebalan atau immunologi, dimana tubuh menjadi rentan terhadap penyakit dan alergi. 2) Konsumsi energik turun secara nyata diikuti dengan menurunnya jumlah energi yang dikeluarkan tubuh. 3) Air dalam tubuh turun secara signifikan karena bertambahnya selsel mati yang diganti oleh lemak maupun jaringan konektif. 4) Sistem pencernaan mulai terganggu, gigi mulai tanggal, kemampuan mencerna makanan serta penyerapannya menjadi lamban dan kurang efisien, gerakan peristaltik usus menurun sehingga sering konstipasi (susah ke belakang). 5) Perubahan pada sistem metabolik, yang menyebabkan gangguan metabolisme glukosa karena sekresi insulin yang menurun. Sekresi insulin juga menurun karena timbulnya lemak. 6) Sistem saraf menurun yang menyebabkan munculnya rabun dekat, kepekaan bau dan rasa berkurang, kepekaan sentuhan berkurang, pendengaran berkurang, reaksi menjadi lambat, fungsi mental menurun dan ingatan visual berkurang. 7) Perubahan pada sistem pernafasan ditandai dengan menurunnya elastisitas paru-paru yang mempersulit pernafasan sehingga dapat mengakibatkan munculnya rasa sesak dan tekanan darah meningkat. Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

8) Kehilangan elastisitas dan fleksibilitas persendian, tulang mulai keropos. b. Perubahan psikososial Perubahan psikososial menyebabkan rasa tidak aman, takut, merasa penyakit selalu mengancam, sering bingung, panik dan depresif. Hal itu disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan sosioekonomi. Ketergantungan sosial finansial pada waktu pensiun membawa serta kehilangan rasa bangga, hubungan sosial, kewibawaan, dan sebagainya. Rasa kesepian bisa muncul karena semua anak telah meninggalkan rumah dan makin sedikitnya teman akrab yang sebaya. Kecemasan dan mudah marah, merupakan gejala umum yang dapat menyebabkan keluhan susah tidur atau tidur tidak tenang. c. Perubahan emosi dan kepribadian Setiap ada kesempatan, lansia selalu mengadakan introspeksi diri. Terjadi proses kematangan dan bahkan tidak jarang terjadi pemeranan gender yang terbalik. Para wanita lansia bisa menjadi lebih tegar dibandingkan lansia pria, apalagi dalam memperjuangkan hak mereka. Sebaliknya, pada saat lansia, banyak pria tidak segansegan memerankan peran yang sering distereotipekan sebagai pekerjaan wanita, seperti mengasuh cucu, menyiapkan sarapan, membersihkan rumah dan sebagainya. Persepsi tentang kondisi kesehatan berpengaruh pada kehidupan psikososial, dalam hal memilih bidang kegiatan yang sesuai dan cara menghadapi persoalan hidup. Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

D. PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL LANSIA Masa lansia adalah masa perkembangan terakhir dalam hidup manusia. Disebut perkembangan disini bukan berarti perkembangan fisik seperti yang dialami oleh remaja, akan tetapi adalah perkembangan psikologis dan sosial. Seperti yang diuraikan oleh Erikson, bahwa tugas perkembangan di lanjut usia adalah tercapainya integritas dalam diri. Artinya, lansia berhasil memenuhi komitmen dalam hubungan dirinya dengan orang lain, menerima kelanjutan usianya, menerima keterbatasan fisiknya. Akan tetapi ketika seseorang tidak bisa mencapai integritas diri, maka lansia tersebut akan mengalami keputusasaan, merasa tidak berguna dalam hidup, banyak mengeluh, dan banyak menuntut yang akan menyebalkan keluarganya. Menurut Syme (1984), salah satu faktor psikososial adalah perubahan-perubahan hidup yang menekan seperti kehilangan orang yang dicintai (dalam Prawitasari, 1994). Kehilangan orang-orang yang dicintai dapat memicu hadirnya perasaan kesepian pada lansia. Kesepian pada lansia sendiri lebih mengacu pada kesepian dalam konteks ”sindrom sarang kosong”, dimana kesepian yang muncul diakibatkan kepergian anak-anak untuk hidup terpisah dengan mereka dan juga akibat dari kepergian pasangan hidup untuk kembali kepada Sang Pencipta. Jadi kesepian tidak semata-mata muncul akibat kesendirian fisik atau ketidakberadaan orang lain di sekeliling hidup seseorang, tetapi juga akibat dari perasaan ditinggalkan khususnya

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

oleh mereka yang tadinya memiliki hubungan emosional yang amat dekat (Gunarsa, 2004).

E. PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP KESEPIAN PADA LANSIA Perlmutter dan Hall (1985) menyatakan bahwa lansia umumnya mengalami perubahan-perubahan dalam perkembangannya seperti penurunan struktur dan fungsi, sehingga menjadi tua diasumsikan sebagai orang yang tidak lagi berkembang. Hal itu merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan, bahkan di Indonesia sebagian anggota masyarakat masih beranggapan bahwa lansia adalah orang yang sudah tidak berguna bahkan kadang-kadang dirasakan sebagai suatu beban (dalam Martini dkk, 1993). Akan tetapi, lansia di indonesia biasanya juga dikaitkan dengan kearifan. Makin tua seseorang, dia akan dianggap arif dan bijaksana. Anak cucu akan datang dan minta restu padanya. Meskipun ia sudah pikun, anak, cucu, ataupun keluarga lainnya akan merawatnya dengan penuh hormat. Banyak pula lansia mempunyai rumah tangga sendiri. Biasanya mereka hidup berdekatan dengan anggota keluarga lainnya. Beberapa penelitian menunjukkan keanekaragaman kehidupan lansia di Indonesia. Ada yang hidup bahagia di panti werdha, ada yang labih suka mandiri dan tinggal dirumah sendiri, dan banyak pula yang masih menghendaki tinggal dirumah anak. Penelitian-penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa lansia tersebut merasa

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

cukup bahagia dengan keadaan tersebut, tapi ada pula yang merasa kesepian (Prawitasari, 1994). Kesepian merupakan kondisi yang sering mengancam kehidupan para orang tua, khususnya lansia, dimana kesepian ini tidak semata-mata muncul akibat kesendirian fisik atau ketidakberadaan orang lain di sekeliling hidup seseorang, tetapi juga akibat perasaan ditinggalkan, khususnya oleh mereka yang tadinya memiliki hubungan emosional yang amat dekat. Kesepian pada lansia lebih mengacu pada kesepian dalam konteks ”sindrom sarang kosong”, dimana kesepian yang muncul diakibatkan kepergian anak-anak untuk hidup terpisah dengan mereka dan juga akibat dari kepergian pasangan hidup untuk kembali kepada Sang Pencipta (Gunarsa, 2004). Peplau dan Perlman menyimpulkan tiga elemen dari definisi kesepian yaitu : merupakan pengalaman subyektif, yang mana tidak bisa diukur dengan observasi sederhana, kesepian merupakan perasaan yang tidak menyenangkan, secara umum merupakan hasil dari kurangnya atau terhambatnya hubungan sosial (dalam Deaux, Dane dan Wrightsman, 1993). Pada saat mengalami kesepian, individu akan merasa dissatisfied (tidak puas), deprivied (kehilangan), dan distressed (menderita). Banyak pula penelitian yang menemukan bahwa kesepian dapat menyebabkan seseorang mudah terserang penyakit, depresi, bunuh diri, bahkan sampai menyebabkan kematian pada lansia (Ebersole, Hess, & Touhy, 2005). Untuk itu, kesepian merupakan suatu hal yang sangat ditakuti oleh lansia.

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

Beyene, Becker, & Mayen (2002) menjelaskan bahwa ketakutan akan kesepian merupakan gejala yang amat dominan terjadi pada lansia. Kondisi ketakutan tersebut memiliki kadar yang berbeda, meskipun begitu secara khas hal tersebut dipengaruhi oleh derajat dan kualitas dari dukungan sosial. Ketika lansia mengalami kesepian akibat keterpisahan dengan anak-anak mereka, ataupun akibat ditinggal mati oleh pasangan hidupnya, lansia tersebut pada dasarnya kehilangan dukungan sosial dari orang yang paling dekat (dalam Gunarsa, 2004). Ada berbagai pendapat yang mengemukakan bahwa kesepian terkait langsung dengan keterbatasan dukungan sosial. Fessman dan Lester (2000) menjelaskan bahwa dukungan sosial merupakan prediktor bagi munculnya kesepian. Maksudnya disini adalah individu yang memperoleh dukungan sosial terbatas lebih berpeluang mengalami kesepian, sementara individu yang memperoleh dukungan sosial yang lebih baik tidak terlalu merasa kesepian. Hal ini juga menunjukkan akan pentingnya interaksi sosial dikalangan lansia untuk mengantisipasi masalah kesepian tersebut (dalam Gunarsa, 2004). Menurut Baron dan Byrne (2002), dukungan sosial adalah kenyamanan fisik dan psikologis yang diberikan oleh teman-teman dan keluarga individu tersebut. Dukungan sosial sendiri pada dasarnya dapat berasal dari berbagai sumber seperti pasangan hidup, keluarga, pacar, teman, rekan kerja, dan organisasi komunitas (Sarafino, 2006).

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

Untuk memperoleh dukungan sosial tersebut para lansia perlu berinteraksi dengan orang lain seperti membuat kontak sosial. Hal ini sesuai dengan penelitian Haditono dkk (1983), yang menunjukkan bahwa lansia akan lebih merasa senang dan bahagia dengan adanya aktivitas rutin serta mempunyai hubungan sosial dengan kelompok seusianya, karena hal tersebut dapat mengisi waktu luang mereka (dalam Prawitasari, 1994). Dukungan sosial mungkin saja datang dari berbagai pihak, tetapi dukungan sosial yang amat bermakna dalam kaitannya dengan masalah kesepian adalah dukungan sosial yang bersumber dari mereka yang memiliki kedekatan emosional, seperti anggota keluarga dan kerabat dekat (Gunarsa, 2004).

F. HIPOTESA PENELITIAN Hipotesa penelitian ini adalah ada pengaruh negatif dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia.

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

BAB III METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional, yaitu suatu metode yang bertujuan untuk melihat pengaruh satu variabel terhadap variabel lainnya.

A. VARIABEL PENELITIAN Variabel bebas

: Dukungan Sosial

Variabel tergantung

: Kesepian

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN Definisi operasional variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Dukungan Sosial Dukungan sosial adalah suatu dorongan atau bantuan nyata seperti kenyamanan, perhatian, penghargaan, serta hal-hal yang dapat memberikan keuntungan yang diberikan oleh orang-orang disekitar individu (pasangan, teman Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

dekat, tetangga, saudara, anak, keluarga, dan masyarakat sekitar) kepada individu yang sedang mengalami kesulitan, agar individu tersebut merasa dicintai, diperhatikan, dihargai dan bernilai. Dukungan sosial dalam penelitian ini akan diungkap dengan menggunakan alat ukur berupa skala yang disusun berdasarkan empat bentuk dukungan sosial yang dikemukakan oleh Orford (1992) yaitu : dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan penghargaan, dukungan emosi, dan dukungan integral sosial. Semakin tinggi skor yang diperoleh seseorang dalam skala dukungan sosial yang diberikan, artinya semakin tinggi dukungan sosial yang didapatkannya. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh seseorang dalam skala dukungan sosial yang diberikan, artinya semakin rendah dukungan sosial yang didapatkannya.

2. Kesepian Kesepian merupakan suatu perasaan tidak menyenangkan karena memiliki hubungan yang sedikit dan tidak memuaskan serta adanya ketidaksesuaian antara hubungan sosial yang diharapkan dengan hubungan sosial pada kenyataan akibat terhambat atau berkurangnya hubungan sosial yang dimiliki seseorang. Kesepian dalam penelitian ini akan diungkap dengan menggunakan alat ukur berupa skala yang disusun berdasarkan perasaan-perasaan ketika kesepian yang dikemukakan oleh Wrightsman (1993), yaitu desperation, impatient-boredom, selfdeprecation, dan depression. Semakin tinggi skor yang diperoleh seseorang dalam Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

skala kesepian yang diberikan, artinya semakin tinggi perasaan kesepian yang dimilikinya. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh seseorang dalam skala kesepian yang diberikan, artinya semakin rendah perasaan kesepian yang dimilikinya.

C. POPULASI, SAMPEL DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL 1. Populasi dan sampel Populasi adalah keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang ingin diteliti, sedangkan sampel adalah sebagian anggota dari populasi yang dipilih dengan menggunakan prosedur tertentu sehingga diharapkan dapat mewakili populasinya (Sugiarto, Siagian, Sunaryanto, & Oetomo, 2001). Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang terdaftar sebagai anggota dari Perkumpulan Lansia Habibi dan Habibah Di Kelurahan Tanah Tinggi Kota Madya Binjai. Karakteristik populasi dalam penelitian adalah : a.

Para lansia yang berusia 60 tahun keatas, hal ini disesuaikan dengan dimulainya seseorang memasuki usia lanjut. Selain itu Pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen Sosial memberikan batasan bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.

b.

Masih memiliki pasangan Kimmel (1974) menyatakan bahwa lansia yang sudah meninggal pasangannya cenderung kesepian, serta tingkat kesepian tertinggi ditemukan pada lansia

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

yang tidak lagi memiliki pasangan yang menjadi seorang janda atau duda (Peters, 1997)

c.

Tinggal bersama anggota keluarga. Mishra (2004) menyatakan bahwa lansia yang tidak tinggal dengan anggota keluarga dan tinggal di suatu Institusi lebih merasa kesepian dibandingkan dengan lansia yang tinggal dengan anggota keluarga. Jumlah lansia yang dilibatkan sebagai sampel dalam penelitian ini sebanyak

60 orang. Menurut Gay (1976), 30 subjek sudah merupakan ukuran minimum yang dapat diterima untuk tipe penelitian korelasional (dalam Sevilla et al, 1993). Azwar (2006) juga menambahkan bahwa jumlah sampel lebih dari 60 orang sudah cukup banyak.

2. Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel atau sampling adalah suatu proses yang dilakukan untuk memilih dan mengambil sampel secara benar dari suatu populasi, sehingga digunakan sebagai wakil yang sahih atau dapat mewakili bagi populasi tersebut (Sugiarto, Siagian, Sunaryanto & Oetomo, 2003). Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

metode pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling). Metode pengambilan sampel acal sederhana adalah metode yang digunakan untuk memilih sampel dari populasi dengan cara sedemikian rupa sehingga setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama besar untuk diambil sebagai sampel (Sugiarto, Siagian, Sunaryanto & Oetomo, 2003).

D. METODE DAN ALAT PENGUMPULAN DATA Penelitian ini menggunakan metode skala. Metode skala digunakan mengingat data yang ingin diukur berupa konstrak atau konsep psikologis yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem pernyataan (Azwar, 2004). Skala yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua buah skala, yaitu : Skala Dukungan Sosial dan Skala Kesepian. 1. Skala Kesepian Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kesepian adalah skala kesepian. Adapun aitem-aitem dalam skala disusun berdasarkan indikator-indikator perasaan kesepian yang diungkapkan oleh Wrightsman (1993). Skala disusun berdasarkan skala Likert yang terdiri dari dua kategori aitem yaitu aitem yang mendukung dan aitem yang tidak mendukung serta menyediakan empat alternatif jawaban yang terdiri dari sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), sangat tidak sesuai (STS). Pemberian skor untuk skala ini bergerak dari 4 Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

sampai 1 untuk aitem yang mendukung (favorable), sedangkan untuk aitem tidak mendukung (unfavorable) bergerak dari 1 sampai 4. Penyusunan skala kesepian dalam penelitian ini didasarkan pada empat jenis perasaan kesepian yang dikemukakan oleh Wrightsman (1993) dengan blue print pada Tabel 2 berikut :

Tabel 2 Distribusi Aitem-Aitem Skala Kesepian Sebelum Uji Coba No.

Dimensi

1

Desperation

2

Impatient Boredom

3

Self Deprecation

4

Depression

TOTAL

Komponen Kesepian Favorable Unfavorable 1, 2, 5, 6, 26, 3, 4, 30, 31, 51, 27, 28, 29, 53, 52 54, 55, 56 9, 10, 32, 33, 7, 8, 11, 12, 34, 36, 37, 57, 58, 35, 60 59, 61, 62 13, 14, 17, 40, 15, 16, 38, 39, 41, 63, 64, 65, 42 66, 67 18, 21, 22, 25, 19, 20, 23, 24, 44, 45, 48, 49, 43, 46, 47, 50, 68, 69, 70, 71, 74, 72, 73, 75 48 27

Total 18

Bobot (%) 24 %

18

24 %

15

20 %

24

32 %

75

100 %

2. Skala Dukungan Sosial Alat ukur yang digunakan untuk mengukur dukungan sosial adalah skala dukungan sosial. Adapun aitem-aitem dalam skala dukungan sosial disusun sendiri

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

oleh peneliti berdasarkan empat bentuk dukungan sosial yang dikemukakan oleh Orford (1992). Skala disusun berdasarkan skala Likert yang terdiri dari dua kategori aitem yaitu aitem yang mendukung dan aitem yang tidak mendukung serta menyediakan empat alternatif jawaban yang terdiri dari sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), sangat tidak sesuai (STS). Pemberian skor untuk skala ini bergerak dari 4 sampai 1 untuk aitem yang mendukung (favorable), sedangkan untuk aitem tidak mendukung (unfavorable) bergerak dari 1 sampai 4. Penyusunan skala kesepian dalam penelitian ini didasarkan empat bentuk dukungan sosial yang dikemukakan oleh Orford (1992) dengan blue print pada Tabel 3 berikut : Tabel. 3 Distribusi Aitem-Aitem Skala Dukungan Sosial Sebelum Uji Coba No. Bentuk Komponen Dukungan Sosial Total Bobot (%) Favorable Unfavorable 1 Dukungan 1, 6, 12, 27, 38 16, 21, 28, 33, 10 20 % Instrumental 43 2 Dukungan 2, 13, 22, 34, 44 7, 17, 29, 39, 50 10 20 % Informasional 3 Dukungan 18, 22, 30, 35, 3, 8, 14, 24, 45 10 20 % Penghargaan 40 4 Dukungan Emosi 9, 15, 31, 41, 46 4, 19, 25, 36, 47 10 20 % 5 Dukungan 5, 10, 26, 37, 48 11, 20, 32, 42, 10 20 % Intergral Sosial 49 TOTAL 25 25 50 100 %

E. VALIDITAS DAN RELIABILITAS Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

Sebelum diberikan pada subjek penelitian, alat ukur terlebih dahulu diseleksi dengan melihat validitas, uji daya beda aitem, serta reliabilitas. 1. Validitas alar ukur Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2004).

Untuk mengkaji validitas alat ukur dalam penelitian ini, peneliti melihat alat ukur berdasarkan arah isi yang diukur yang disebut dengan validitas isi (content validity). Suryabrata (2008) menyatakan bahwa validitas isi ditegakkan pada langkah telaah dan revisi butir pertanyaan/pernyataan, berdasarkan pendapat profesional (professional judgement). Sementara menurut Danim (2007) menyatakan kalaupun rumusan instrumen dibuat sesuai dengan isi yang dikehendaki, namun validitas isi ini tidak dapat dinyatakan dalam bentuk angka hasil uji. Setelah melakukan validitas isi kemudian dilanjutkan dengan melakukan uji daya beda item. Uji daya daya beda aitem dilakukan untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atribut dengan yang tidak memiliki atribut yang akan diukur. Prinsip kerja yang dijadikan dasar untuk melakukan seleksi aitem dalam hal ini adalah memilih aitem-aitem yang Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur tes. Atau dengan kata lain, dasarnya adalah memilih aitem yang mengukur hal yang sama dengan yang diukur oleh skala sebagai keseluruhan (Azwar, 1999). Pengujian daya diskriminasi aitem menghendaki dilakukannya komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor aitem dengan suatu kriteria yang relevan yaitu distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini menghasilkan koefisien korelasi item total (rix) yang dikenal pula dengan sebutan parameter daya beda aitem. Bagi skalaskala yang setiap aitemnya diberi skor pada level interval dapat digunakan formula koefisien korelasi Pearson Product Moment. Menurut Ebel (1979) menyarankan kriteria evaluasi indeks diskriminasi aitem yaitu nilai 0,3 sudah dianggap bagus walaupun masih mungkin untuk ditingkatkan (Azwar, 1999). Penghitungan daya diskriminasi aitem dalam uji coba ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS version 14.0 For Windows. 2. Reliabilitas alat ukur Ide pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel (reliable) (Azwar, 2004). Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan single trial administration yaitu suatu bentuk tes yang hanya memerlukan satu kali pengenaan tes pada sekelompok individu sebagai subjek penelitian. Teknik ini dipandang ekonomis, praktis dan berefisiensi tinggi (Azwar, 2004). Teknik yang digunakan adalah teknik internal Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

consistency koefisien reabilitas Alpha dari Cronbach. Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (rxx) yang angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya koefisien yang semakin rendah mendekati 0 berarti semakin rendahnya reliabilitas.

F. HASIL UJI COBA ALAT UKUR 1. Skala Dukungan Sosial Setelah diujicobakan pada subjek penelitian, dari 50 aitem yang terdapat pada skala Dukungan Sosial, ternyata sebanyak 21 aitem yang dinyatakan gugur yaitu aitem 5, 6, 11, 16, 19, 24, 25, 28, 29, 31, 32, 33, 34, 37, 38, 39, 42, 43, 46, 47, 50. Hasil ujicoba skala dukungan sosial menunjukkan nilai riX aitem skala bergerak dari 0,303 – 0,578. Distribusi aitem hasil uji coba skala akan dijelaskan pada Tabel 4.

No. 1 2 3 4 5

Tabel 4. Distribusi Aitem-Aitem Skala Dukungan Sosial Setelah Uji Coba Bentuk Komponen Dukungan Sosial Total Bobot (%) Favorable Unfavorable Dukungan 1, 12, 27 21 4 13,8 % Instrumental Dukungan 2, 13, 22, 44 7, 17, 6 20,69 % Informasional Dukungan 18, 23, 30, 35, 3, 8, 14, 45 9 31,03 % Penghargaan 40, Dukungan Emosi 9, 15, 41 4, 36, 5 17,24 % Dukungan 10, 26, 48, 20, 49 5 17,24 % Intergral Sosial TOTAL 18 11 29 100 %

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

Seperti yang terlihat pada Tabel. 4, diketahui bahwa dari 50 aitem setelah uji coba diperoleh 29 aitem yang memenuhi indeks diskriminasi ≥rix0.3

atau yang

dianggap memenuhi kriteria korelasi minimal aitem dengan nilai koefisien alpha (α) sebesar 0.874. Menurut Triton (2006), nilai koefisien alpha (α) di 0.8 sudah dapat dikatakan reliabel. Sementara Azwar (2006) menyatakan bahwa kriteria berdasarkan korelasi aitem total biasanya digunakan batasan ≥rix0.3. Aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0.3 daya bedanya dianggap memuaskan. Peneliti menggunakan 29 aitem yang lolos seleksi untuk skala dalam penelitian. Selanjutnya dilakukan penomoran baru

bagi aitem-aitem yang

diikutsertakan dalam skala untuk penelitian. Distribusi aitem-aitem skala dukungan sosial yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel. 5 berikut:

No. 1 2 3 4 5

Tabel 5. Distribusi Aitem-Aitem Skala Dukungan Sosial pada Saat Penelitian Bentuk Komponen Dukungan Sosial Total Bobot (%) Favorable Unfavorable Dukungan 1, 11, 20, 27 4 13.8 % Instrumental Dukungan 2, 7, 21, 25 12, 16 6 20.69 % Informasional Dukungan 3, 13, 17, 22, 4, 6, 8, 28 9 31.03 % Penghargaan 26, Dukungan Emosi 9, 14, 29 18, 23 5 17.24 %

Dukungan Intergral Sosial TOTAL 2. Skala Kesepian

5, 10, 15 18

19, 24, 11

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

5

17.24 %

29

100 %

Setelah diujicobakan pada subjek penelitian, dari 75 aitem yang terdapat pada skala kesepian, ternyata sebanyak 36 aitem yang dinyatakan gugur yaitu aitem 4, 5, 7, 8, 10, 11, 14, 16, 20, 21, 24, 25, 27, 28, 30, 32, 33, 34, 37, 38, 40, 50, 54, 56, 59, 60, 62, 63, 64, 66, 67, 69, 70, 71, 72, 74. Hasil ujicoba skala dukungan sosial menunjukkan nilai riX aitem skala bergerak dari 0.303 – 0.641. Distribusi aitem hasil uji coba skala akan dijelaskan pada Tabel 6.

No. 1 2 3 4

Tabel 6. Distribusi Aitem-Aitem Skala Kesepian Setelah Uji Coba Dimensi Komponen Kesepian Total Favorable Unfavorable Desperation 1, 2, 6, 26, 29, 31, 51, 52 10 53, 55 Impatient 9, 36, 57, 58, 61 12, 35 7 Boredom Self Deprecation 13, 17, 41, 65 15, 39, 42 7 Depression 18, 22, 44, 45, 19, 23, 43, 46, 14 48, 49, 68, 73, 47 75 TOTAL 25 14 38

Bobot (%) 26.31 % 18.42 % 18.42 % 36.85 %

100 %

Seperti yang terlihat pada Tabel. 6, diketahui bahwa dari 75 aitem setelah uji coba diperoleh 38 aitem yang memenuhi indeks diskriminasi rix ≥

0.3 dengan nilai

koefisien alpha (α) sebesar 0.906. Peneliti menggunakan 38 aitem yang lolos seleksi untuk skala dalam penelitian. Selanjutnya dilakukan penomoran baru

bagi aitem-aitem yang

diikutsertakan dalam skala untuk penelitian. Distribusi aitem-aitem skala kesepian yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel. 7 berikut :

No.

Tabel 7. Distribusi Aitem-Aitem Skala Kesepian pada Saat Penelitian Dimensi Komponen Kesepian Total Bobot

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

Favorable 2, 6, 14, 17, 24, 30, 34 1, 5, 11, 20, 32

Unfavorable 10, 22, 36

10

(%) %

15, 27

7

%

3, 9, 13, 21, 25 8, 16, 19, 23, 26, 28, 31,35, 37, 39 TOTAL 26 G. PROSEDUR PENELITIAN

18, 38 4, 7, 12, 29, 33

7 14

% %

13

38

100 %

1

Desperation

2

Impatient Boredom Self Deprecation Depression

3 4

1. Tahap Persiapan Penelitian Pada tahapan ini, yang dilakukan oleh peneliti adalah membuat alat ukur dan melakukan uji coba alat ukur. Penelitian ini menggunakan 2 skala yang disusun sendiri oleh peneliti. Pembuatan skala dibantu oleh professional judgement yaitu dosen pembimbing sebagai professional judgement untuk skala kesepian dan skala dukungan sosial. Skala pertama adalah skala dukungan sosial, berdasarkan lima bentuk dukungan sosial yang dikemukakan oleh Orford (1992). Skala kedua adalah skala kesepian yang memuat empat jenis perasaan ketika kesepian yang dikemukakan oleh Wrightsman (1993). Penyusunan skala ini diawali dengan membuat blue print yang kemudian dilanjutkan dengan operasionalisasi dalam bentuk aitem-aitem peryataan yang jumlah aitemnya masing-masing 50 aitem untuk skala dukungan sosial dan 75 aitem untuk skala kesepian. Sebelum menjadi alat ukur penelitian yang sebenarnya, skala tersebut diujicobakan terlebih dahulu. Uji coba skala dilakukan dengan memberikan skala kepada 60 orang subjek yang memiliki karakteristik yang sama dengan subjek penelitian. Uji coba dilakukan Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

pada tanggal 6 November sampai tanggal 14 November 2009. Pemberian skala ini dilakukan dengan mendatangi subjek yang telah didata sebelumnya satu persatu, dimana ada sebahagian lansia yang membaca dan mengisi sendiri skala kesepian dan dukungan sosial yang diberikan dan sebahagian besar dari lansia tersebut meminta agar skala-skala tersebut dibacakan dan isikan oleh peneliti. Dari hasil uji coba tersebut ditentukan aitem-aitem mana saja yang layak dijadikan alat ukur melalui perhitungan uji daya beda aitem dan reliabilitas. Aitem-aitem yang memenuhi kriteria disusun kembali dalam bentuk skala yang digunakan untuk penelitian. 2. Pelaksanaan Penelitian Setelah alat ukur diujicobakan, maka Pelaksanaan penelitian diawali dengan meminta izin pada Lurah Tanah Tinggi Kota Madya Binjai. Setelah diberikan izin, penelitian dimulai dengan menyebar skala pada individu lansia yang telah dipilih secara random atau acak dari daftar nama lansia yang diperoleh dari ketua Perkumpulan Lansia Habibi dan Habibah Di Kelurahan Tanah Tinggi Kota Madya Binjai dan disesuaikan dengan karakteristik populasi. Pelaksanaan penelitian dimulai pada tanggal 19 November 2009 sampai tanggal 29 November 2009 dengan melibatkan 60 orang subjek yang mengisi skala. 3. Tahap pengolahan data Setelah diperoleh data dari skala Kesepian dan skala Dukungan Sosial, maka dilakukan pengolahan data. Pengolahan data pada penelitian ini seluruhnya menggunakan bantuan program SPSS Version 15.0 for Windows. Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

H. Metode Analisa Data Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasi Analisa Regresi. Uji asumsi yang dilakukan pada penelitian ini adalah : 1. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian telah menyebar secara normal. Uji normalitas pada penelitian ini dianalisa dengan menggunakan One Sample Kolmogorov Smirnov Test. Persyaratan data disebut normal jka probabilitas atau nilai p> 0.05 (Triton, 2006). 2. Uji Linearitas Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah data penelitian variabel kesepian berkorelasi secara linear dengan data variabel dukungan sosial. Uji linearitas dalam penelitian ini menggunakan uji F (ANOVA) dengan nilai signifikansi (Linearity) kurang dari 0.05 atau p < 0.05 (Priyatno, 2008).

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan menguraikan mengenai keseluruhan hasil penelitian, dari analisa data sampai pembahasan hasil sesuai dengan data yang diperoleh. A . Analisa Data 1. Gambaran umum subjek penelitian Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

Populasi penelitian ini adalah lansia yang terdaftar sebagai anggota dari Perkumpulan Lansia Habibi dan Habibah Di Kelurahan Tanah Tinggi Kota Madya Binjai yang dipilih secara random dengan jumlah 60 orang. Melalui 60 orang yang dipilih, maka diperoleh gambaran umum subjek penelitian sebagai berikut: a. Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin Berdasarkan jenis kelamin subjek penelitian maka diperoleh gambaran penyebaran subjek penelitian seperti yang tertera pada Tabel 8. Tabel 8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah (N) Persentase (%) Pria 36 60 Wanita 24 40 Total 60 100 Berdasarkan data pada Tabel 7, jumlah subjek yang berjenis kelamin pria sebanyak 36 orang (60%) dan subjek yang berjenis kelamin wanita sebanyak 24 orang (40 %).

b. Gambaran subjek penelitian berdasarkan usia Berdasarkan usia subjek penelitian maka diperoleh gambaran penyebaran subjek penelitian seperti yang tertera pada Tabel 9 Tabel 9.Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan usia Usia Jumlah (N) Persentase (%) 60-64 tahun 21 35 65-74 tahun 31 51.7 75-84 tahun 7 11.7 84 tahun > 1 1.7 Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

Total

60

100

Berdasarkan data pada tabel 8, jumlah subjek yang berusia 60 sampai 64 tahun sebanyak 21 orang (35%), subjek yang berusia 65 sampai 74 tahun sebanyak 31 orang (51.7%), subjek yang berusia 75 sampai 84 tahun sebanyak 7 orang (11.7%), sedangkan subjek yang berusia di atas 84 tahun ada 1 orang (1.7%). 2. Hasil penelitian Berikut ini akan dipaparkan hasil uji normalitas, linieritas dan hasil pengolahan data pengaruh dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia. a. Hasil uji asumsi 1) Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian masing-masing variabel menyebar secara normal. Pada penelitian ini, uji normalitas sebaran dilakukan dengan teknik statistik one sample kolmogorov-smirnov. Persyaratan data disebut normal jka probabilitas atau nilai p> 0.05 pada uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov (Triton, 2006). Hasil uji normalitas dapat dilihat pada Tabel 10 sebagai berikut:

No 1 2

Tabel 10.Uji sebaran normal variabel tes kolmogorov-smirnov Variabel Kolmogorov-Smirnov Z Signifikansi Keterangan Kesepian Terdistribusi 0.724 0.671 normal Dukungan Sosial Terdistribusi 0.725 0.669 normal

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

Dari uji normalitas pada variabel kesepian diperoleh nilai Z = 0.724 dengan p = 0.671, sehingga dapat dikatakan data penelitian pada variabel kesepian terdistribusi normal. Pada variabel dukungan sosial diperoleh nilai Z = 0.725 dengan p = 0.669, sehingga dapat dikatakan data penelitian pada variabel kesepian terdistribusi normal. 2) Uji Linearitas Hubungan Pengujian linearitas dimaksudkan untuk mengetahui linearitas hubungan antara data variabel bebas dan data variabel tergantung. Uji linearitas hubungan yang digunakan adalah uji F, dimana jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05 (p < 0.05) maka hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung adalah linier. Hasil uji linearitas dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini : Tabel 11. Hasil Uji Linearitas Variabel Df F Sig. Dukungan sosial terhadap 1 7.578 0.009 kesepian

Keterangan Linear

Dari hasil uji linearitas diperolah nilai F = 7.578 dan p = 0.009. Hasil tersebut menunjukkan variabel dukungan sosial memiliki hubungan yang linear dengan kesepian. Hubungan linear diatas dapat pula dilihat pada penyebaran skor dengan menggunakan teknik interactive graph yang menghasilkan diagram pencar (scatter plot) sebagai berikut : Gambar 1. Gambaran Linearitas Dukungan Sosial dengan kesepian

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

10 0



  

90

Kesepian





  

80









 

 



 



Linear Regression



 







 





 





      

  

 = 115.12 + -0.38 *  Duksos  Kesepian     R-Square = 0.14    

75

80



85



90





95

Duksos

b. Hasil analisa data Analisa data pada penelitian ini menggunakan metode analisa regresi linear sederhana yang akan menjelaskan pengaruh dukungan sosial terhadap kesepian, dengan bantuan program SPSS versi 15.0 for Window. Metode yang digunakan adalah metode enter dengan memasukkan variabel dukungan sosial sebagai variabel bebas (independen) terhadap kesepian sebagai variabel tergantung (dependen). Dengan metode ini variabel bebas dimasukkan sebagai variabel prediktor dengan tidak memandang apakah pengaruh variabel tersebut besar atau kecil terhadap variabel tergantung (dependen). Artinya bahwa variabel bebas akan masuk dalam persamaaan jika taraf kesalahannya kurang dari

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

0.05 (5 %) dan dikeluarkan jika taraf kesalahannya lebih dari 0.1 (10%) (Pratisto, 2009). Hasil analisa regresi antara variabel dukungan sosial dengan kesepian dapat dilihat pada tabel 12 berikut : Tabel 12. Hasil analisa regresi dukungan sosial dengan kesepian R R-Square Sig (1-tailed) F Sig 0.371 0.137 0.002 9.241 0.004

Nilai R pada tabel 12 menunjukkan besarnya hubungan antara variabel dukungan sosial dengan kesepian yaitu sebesar 0.371 dengan tingkat signifikansi koefisien korelasi (1-tailed) sebesar 0.002 (p = 0.004). Jika nilai p < 0.05 maka hubungan antar variabel signifikan (Pratisto, 2009). Dari hasil analisa data tersebut dapat dilihat bahwa hubungan antara dukungan sosial dengan kesepian sangat signifikan. Dari hasil korelasi Pearson, diketahui arah hubungannya adalah negatif yang artinya semakin tinggi dukungan sosial yang diperoleh oleh seseorang, maka tingkat kesepiannya semakin rendah, dan begitu pula sebaliknya, semakin rendah dukungan sosial yang diperoleh maka tingkat kesepiannya akan semakin tinggi. Nilai R-square (koefisien determinasi) digunakan untuk mengukur seberapa jauh model regresi linier sesuai dengan data. Dari hasil analisa data diperoleh nilai Rsquare sebesar 0.137, hal ini menunjukkan bahwa pengaruh dukungan sosial terhadap kesepian adalah sebesar 13.7%. Artinya, dukungan sosial memberikan sumbangan efektif sebesar 13.7% terhadap kesepian, sedangkan selebihnya sebesar 86.3% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

Untuk melihat apakah model regresi sudah tepat digunakan dalam memprediksi pengaruh variabel bebas terhadap variabel tergantung, maka digunakan nilai F dari tabel ANOVA (Pratisto, 2009) dari hasil analisa data diperoleh nilai F sebesar 9.241 dengan tingkat signifikansi 0.004. Nilai probabilitas ini menyatakan bahwa model regresi yang diperoleh dapat dipakai untuk memprediksi kesepian (p < 0.05). Parameter-parameter dalam persamaan garis regresi yang terbentuk dapat dilihat pada Tabel. 13 berikut ini: Tabel 13. Parameter-parameter Persamaan Garis Regresi Model B t Sig. Konstan 115.120 10.510 0.000 Dukungan -0.382 -3.040 0.004 Sosial Persamaan garis yang dihasilkan pada analisa regresi linier sederhana ini adalah: Y =115.120-0.382*X Keterangan : Y = Kesepian X = Dukungan Sosial Persamaan garis regresi tersebut memiliki arti jika tidak didapati adanya dukungan sosial pada lansia, maka kesepian seseorang akan sebesar 115.120 satuan. Koefisien regresi sebesar -0.382 menyatakan bahwa setiap penambahan sebanyak 1 satuan untuk dukungan sosial, maka akan ada penurunan sebesar 0.382 untuk kesepian pada lansia. Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

Selanjutnya untuk melihat signifikansi koefisien regresi tersebut, maka digunakan uji t. Uji t digunakan untuk menguji signifikansi parameter-parameter regresi linier sederhana. Koefisien regresi dapat dinyatakan signifikan jika nilai p < 0.05 (Pratisto, 2009). Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa nilai p = 0.004 (p mean hipotetik. Hal ini berarti dukungan sosial subjek penelitian lebih tinggi daripada dukungan sosial populasi pada umumnya.

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

Pada Tabel. 17 dapat dilihat bahwa rata-rata dukungan sosial yang diterima subjek berada pada kategori netral dalam pengkategorian skor berdasarkan mean empirik. Tabel 17. Kategorisasi data Dukungan Sosial Empirik Rentang nilai Jumlah X < 81 9 81 ≤ x < 93 93 ≤ x

37 14

% 15 61.67 23.33

Kategori Rendah Sedang Tinggi

Berdasarkan Tabel. 17 diketahui bahwa berdasarkan mean empirik, subjek penelitian yang mendapatkan dukungan sosial dengan kategori rendah sebanyak 9 orang (15%), sedangkan sebanyak 37 orang (61.67%) subjek penelitian mendapatkan dukungan sosial yang tergolong sedang dan sebanyak 14 orang (23.33%) subjek penelitian mendapatkan dukungan sosial yang tergolong tinggi. 3.

Hasil analisa tambahan

a. Gambaran Kesepian Lansia berdasarkan Jenis Kelamin Pada penelitian ini juga dapat diperoleh gambaran kesepian berdasarkan jenis kelamin dengan menggunakan teknik statistik independent sample t-test. Hasil uji statistik berdasarkan jenis kelamin selengkapnya dapat dilihat dari Tabel 18 berikut ini

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

Tabel 18. Gambaran Kesepian lansia berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Pria Wanita

N 36 24

Mean 82.33 81.25

SD 5.677 6.848

Dari Tabel 18 tentang gambaran kesepian lansia berdasarkan jenis kelamin diperoleh bahwa mean kelompok subjek pria lebih tinggi daripada mean kelompok subjek wanita. Hasil uji t dapat melihat apakah ada perbedaan yang signifikan antara kesepian lansia pada pria dan wanita. Uji t dilakukan dalam dua tahapan, tahapan pertama adalah menguji apakah varians dari dua populasi bisa dianggap sama dan tahapan kedua dilakukan pengujian untuk melihat ada tidaknya perbedaan rata-rata populasi (Santoso, 2007). Hasil uji-t penelitian ini dapat dilihat pada Tabel. 19 dibawah ini: Tabel 19. Hasil perhitungan Uji-t kesepian Lansia berdasarkan jenis kelamin Tes Levene t-Test F Sig. t Sig Equal variances not 1.124 0.293 0.642 0.542 assumed Nilai p < 0.05 menunjukkan bahwa kedua varians benar-benar berbeda (Santoso, 2007). Dari Tabel. 19 diperoleh nilai F = 1.124 dengan nilai p = 0.293 sehingga dapat dikatakan bahwa kedua varians adalah sama. Nilai t dengan Equal variances not assumed adalah 0.642 dengan p = 0.542 Jika nilai p < 0.05 maka rata-rata populasi adalah berbeda (Santoso, 2007). Dari hasil Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

analisa didapat nilai p > 0.05 (p = 0.542), sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan kesepian antara lansia pria dan wanita. b. Pengaruh Dimensi-dimensi Dukungan Sosial terhadap Kesepian Hasil analisa regresi menunjukkan sumbangan efektif dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia sebesar (r2)=0.137, yaitu sebesar 13.7%.

Selanjutnya

dari kelima dimensi dukungan sosial ternyata bentuk dimensi integral sosial yang berpengaruh paling besar terhadap kesepian pada lansia. Peneliti menggunakan regresi berganda metode backward yaitu menganalisis variabel dari belakang, artinya semua variabel dianalisis kemudian dilanjutkan menganalisis pengaruh variabel-variabel bebasnya lalu variabel yang tidak berpengaruh dibuang (Pratisto, 2009). Tabel 20. Parameter-Parameter Persamaan Regresi Dimensi B t Sig Konstanta 101.509 Integral Sosial 0.006

Berdasarkan tabel 20 dapat dilihat bahwa dimensi dukungan integral sosial yang berpengaruh terhadap kesepian pada lansia. Bila dilihat dari p= 0.006 (p 0.05), sehingga tidak ada perbedaan sikap terhadap kematian antara lansia pria dan wanita jika ditinjau dari jenis kelamin. Hasil ini sejalan dengan hasil studi sebelumnya mengenai kesepian, yang juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kesepian antara laki-laki dan perempuan. Walaupun begitu, menurut Borys dan Perlman (dalam Brehm et al, 2002) laki-laki lebih sulit menyatakan kesepian secara tegas bila dibandingkan dengan perempuan. Hal ini disebabkan oleh stereotipe peran gender yang berlaku dalam masyarakat. Berdasarkan stereotipe peran gender, pengekspresian emosi kurang sesuai bagi laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan. Hal ini dapat terlihat dari hasil mean laki-laki > mean perempuan (82.33>81.25). Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010.

Berdasarkan hasil penelitian tambahan, diperoleh bahwa dari dimensi-dimensi dukungan sosial ternyata yang paling berpengaruh pada kesepian lansia adalah dukungan integral sosial. Dukungan integral sosial memiliki signifikansi 0.006 (p